PENERAPAN PENGGUNAAN AIR REBUSAN DAUN SELEDRI SEBAGAI TERAPI KOMPELEMENTER PADA PASIEN HIPERTENSI NY. M DI WILAYAH RT 009 RW 001 KELURAHAN SUMURBOTO DEWI ROHMANA HANIN UTAMI NIM. P1337420920178 PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG POLTEKKES KEMENKES SEMARANG 2020 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya naik setiap tahun. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang bertambah. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29% atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh dunia mengalami hipertensi. Presentase penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di Negara berkembang. Untuk kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Hal ini menandakan satu dari tiga orang menderita tekanan darah tinggi. Prevalensi hipertensi di Indonesia juga meningkat dari 25,8% tahun 2013 menjadi 34,1% pada tahun 2018 (RISKESDAS, 2018). Hipertensi Provinsi Jawa Timur, persentase hipertensi sebesar 22.71% atau sekitar 2.360.592 penduduk, dengan proporsi laki-laki sebesar 18.99% (808.009 penduduk) dan perempuan sebesar 18.76% (1.146.412 penduduk) (Profil Kesehatan Provnsi Jawa Timur, 2018). Hipertensi sering menimbulkan pengaruh terhadap terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi mungkin sering tidak menimbulkan gejala pada fase awalnya, tetapi hipertensi akan mengganggu fungsi jantung bahkan penderita akan mengalami stroke. Diagnosa hipertensi memang sangat jarang ditemukan secara dini kecuali saat pemeriksaan kesehatan rutin (Dapartemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012) dalam (Hutajulu & Malintini, 2017). Cara mencegah dan mengatasi hipertensi dapat dilakukan dengan cara pengobatan farmakologi dan non farmakologi. Pengobatan farmakologi adalah Pengobatan yang menggunakan obat atau senyawa dalam kerjanya dapat mempengaruhi tekanan darah pasien. Pengobatan farmakologi dapat menurunkan tekanan darah tinggi namun pengobatan ini juga mempunyai efek samping jika dikonsumsi dalam waktu lama seperti sakit kepala, lemas, pusing, gangguan fungsi hati, jantung berdebar-debar dan mual (Lalage, 2015) dalam (Istiqomah, 2017). Pencegahan komplikasi pada penderita hipertensi harus dilakukan melaui penanganan yang tepat dan efisien. Salah satu dari penanganan non farmakologis dalam menyembuhkan penyakit hipertensi yaitu terapi komplementer. Terapi komplementer bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi, terapi bach flower remedy, dan refleksologi. Hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalkan dengan penatalaksanaan menggunakan farmakologis yaitu dengan minum obat secara teratur atau menggunakan non farmakologis, yaitu dengan pemberian air rebusan seledri. Terapi herbal banyak digunakan oleh masyarakat dalam menangani penyakit hipertensi dikarenakan memiliki efek samping yang sedikit. Jenis obat yang digunakan dalam terapi herbal yaitu seledri atau celery ( Apium graveolens ), bawang putih atau garlic (Allium Sativum), bawang merah atau onion (Allium cepa), tomat (Lyocopercison lycopersicum), semangka (Citrullus vulgaris). (Sustrani, Alam, Hadibroto 2010). Seledri ( Apium graveolens ) merupakan salah satu dari jenis terapi herbal untuk menangani penyakit hipertensi. Seledri mengandung apigenin yang sangat bermanfaat untuk mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. Selain itu, seledri juga mengandung pthalides dan magnesium yang baik untuk membantu melemaskan otot-otot sekitar pembuluh darah arteri dan membantu menormalkan penyempitan pembuluh darah arteri (Marlia, 2012) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurwaidah (2019) menunjukkan ada perbedaan nilai tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum, pada hari pertama dan hari kedua setelah pemberian air rebusan seledri dengan nilai signifikansi p<0,05. Ada pengaruh yang signifikan emberian air rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah penderita hipertensi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ni Nengah (2016) menunjukkan hasil ada pengaruh yang signifikan pemberian air rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah baik sistole maupun diastole pada lansia penderita hipertensi di Dusun Gogodalem Barat. Berdasarkan fenomena di atas saya tertarik untuk mengangkat tema evidence based nursing dengan judul “Pengaruh Air Rebusan Daun Seledri sebagai Terapi Komplementer pada Pasien Hipertensi”. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum adalah untuk menerapkan evidence based nursing mengenai “Pengaruh Air Rebusan Daun Seledri sebagai Terapi Komplementer pada Pasien Hipertensi”. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tentang “Pengaruh Air Rebusan Daun Seledri sebagai Terapi Komplementer pada Pasien Hipertensi” b. Membuktikan Keefektifan “Pengaruh Air Rebusan Daun Seledri sebagai Terapi Komplementer Pada Pasien Hipertensi” C. Manfaat 1. Sebagai bahan kajian untuk meningkatkan pelayanan keperawatan di klinis 2. Memberikan gambaran pentingnya “Pengaruh Air Rebusan Daun Seledri sebagai Terapi Komplementer Pada Pasien Hipertensi” 3. Sebagai salah satu bacaan ilmiah penerapan evidence based nursing pada keperawatan profesi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Menurut WHO penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolik ≥ 95 mmHg (Padila, 2013). Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VII menyatakan bahwa hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg dan terjadi peningkatan darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah karena terdapat satu atau lebih faktor risiko yang mempengaruhi tekanan darah (Wijaya & Putri, 2013) Hipertensi merupakan salah satu factor penting sebagai pemicu Penyakit Tidak Menular (Non Communicable Disease = NCD) seperti Penyakit Jantung, Stroke dan lainlain yang saat ini menjadi momok penyebab kematian nomer wahid di dunia. (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Menurut Smith Tom (1995) Padila (2013) yang mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. Hipertensi dikelompokkan berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius yaitu dikatakan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95-104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105-114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya ≥115 mmHg. 2. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan penyebabnya hipertensi dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu : a) Hipertensi Esensial (Primer ) Hipertensi primer terjadi pada 90% penderita dari kasus hipertensi dan belum diketahui penyebabnya secara pasti sampai saat ini. Namun, penyebab tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor genetik, keadaan psikologis (stress), faktor lingkungan, dan diet (tingginya asupan garam namun rendah asupan kalium dan kalsium). Hipertensi sendiri tidak memiliki gejala yang spesifik dan secara fisik tidak menunjukkan kelainan apapun pada penderita hipertensi. Biasanya gejala akan terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ tertentu seperti ginjal, mata, otak dan jantung (Sari, 2017; Wijaya & Putri, 2013). b) Hipertensi Non-esensial (Sekunder) Penyebab dan mekanisme perjalanan penyakit pada hipertensi sekunder dapat diketahui dengan jelas, sehingga lebih mudah mengendalikannya dengan pemakaian obat. Kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid merupakan penyebab hipertensi sekunder (Wijaya & Putri, 2013). Klasifikasi Hipertensi pada orang dewasa umur ≥18 tahun: Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut World Health Organization (WHO) Kategori Tekanan (mmHg) Sistolik Tekanan (mmHg) Optimal < 120 < 80 Normal <130 <85 Normal – Tinggi 130 – 139 85 – 89 Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140 – 159 90 – 99 Sub group : perbatasan 140 – 149 90 – 94 Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160 – 179 100 – 109 Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥180 ≥110 Hipertensi sistol terisolasi ≥140 <90 Sub group : perbatasan 140 – 149 <90 Diastolik Sumber : Hernidawati, 2018 Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi menurut The Eight Joint National Committe (JNC VII) Derajat Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg) Normal < 120 dan < 80 Pre-Hipertensi 120 – 139 atau 80 – 90 Hipertensi Tingkat I 140 – 159 atau 90 – 99 Hipertensi Tingkat II ≥ 160 atau ≥ 100 Sumber : Wijaya & Putri, 2013 Tabel 2.3 Klasifikasi hipertensi menurut The European Society of Cardiology (ESC) Kategori Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg) Optimal < 120 dan < 80 Normal 120 – 129 dan/atau 80 – 84 Normal Tinggi 130 – 139 dan/atau 85 – 89 Hipertensi derajat I 140 – 159 dan/atau 90 – 99 Hipertensi derajat II 160 – 179 dan/atau 100 – 109 Hipertensi derajat III ≥ 180 dan/atau ≥ 110 Hipertensi terisolasi ≥ 190 dan < 90 Sistolik Sumber : Wijaya & Putri, 2013 3. Etiologi Hipertensi Hipertensi primer pada lebih dari 90% penderita hipertensi, sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer bersifat idiopatik, namun ada beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi menurut Padila (2013) yaitu sebagai berikut : a) Faktor Keturunan Dari data yang telah ada dapat disimpulkan bahwa seseorang yang orang tuanya adalah penderita hipertensi akan memiliki risiko lebih besar mengidap hipertensi. b) Ciri Perseorangan Ciri perseorangan yang mempengaruhi kejadian hipertensi adalah umur (tekanan darah meningkat seiring bertambahnya usia), jenis kelamin (laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi daripada perempuan) dan ras (ras kulit hitam lebih berisiko dari pada ras kulit putih). c) Kebiasaan Hidup Kebiasaan hidup yang memicu penyakit hipertensi adalah asupan garam yang tinggi (lebih dari 30 gr/hari), obesitas, stress dan pengaruh lainnya misal merokok, konsumsi alkohol, dan konsumsi obat-obatan seperti ephedrine, prednison, epineprin. 4. Patofisiologi Hipertensi Patofisiologi hipertensi masih belum pasti. Sebagian kecil pasien (antara 2% 5%) memiliki riwayat penyakit ginjal atau adrenal yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Namun, masih belum ada penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi dan kondisi inilah yang disebut sebagai “hipertensi primer”. Sejumlah mekanisme fisiologis yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah normal, akan dapat ikut berperan dalam terjadinya hipertensi primer. Beberapa faktor yang saling berhubungan kemungkinan juga turut serta menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi, dan peran mereka berbeda pada setiap individu. Diantara faktor-faktor yang telah dipelajari secara intensif adalah asupan garam, obesitas dan resistensi insulin, sistem reninangiostensin, dan sistem saraf simpatis. Belakangan ini, faktor lainnya telah dievaluasi, termasuk genetik, disfungsi endotel (yang tampak pada perubahan endotelin dan nitrat oksida). Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah, berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung pencetus keadaan hipertensi. Untuk pertimbangan gerontologi. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Wijaya & Putri, 2013). 5. Manifestasi Klinis Hipertensi Menurut Brunner & Suddarth (2005) dalam Wijaya & Putri (2013), pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, terjadi edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan) Sedangkan Corwin (2000) dalam Wijaya & Putri (2013) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul : a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial. b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. 6. Faktor-faktor Resiko Hipertensi Lebih dari 90% kasus hipertensi belum jelas penyebabnya. Namun terdapat beberapa faktor resiko yang dapat memicu timbulnya hipertensi yaitu sebagai berikut: a. Usia lebih dari 65 tahun b. Tingginya asupan garam c. Berat badan berlebih d. Memiliki riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga e. Kurang aktivitas f. Terlalu banyak mengonsumsi minuman yang mengandung kafein. g. Sering mengkonsumsi alkohol. Kejadian hipertensi dapat dikurangi dengan meminimalkan faktor risiko yang ada dan menerapkan gaya hidup yang lebih sehat. Pemeriksaan tekanan darah secara rutin juga dapat mengetahui diagnosa hipertensi lebih awal, sehingga dapat meningkatkan terkendalinya tekanan darah (Anies, 2018). 7. Komplikasi Hipertensi Apabila tekanan darah tinggi tidak diobati dan ditanggulangi dalam jangka panjang, maka dapat menyebabkan kerusakan arteri sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi menurut Wijaya & Putri (2013) dapat terjadi pada organ-organ berikut: a. Jantung Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, elastisitas otot jantung akan berkurang dan mengendor atau disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan di paru dan menimbulkan sesak napas ataupun cairan dapat tertahan juga di jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung. Selain itu hipertensi juga dapat memicu timbulnya penyakit jantung kororner. b. Otak Penderita hipertensi yang tidak diobati memiliki risiko terkena stroke 7 kali lebih besar. Karena tekanan darah yang tinggi dapat menimbulkan gangguan aliran darah ke otak. c. Ginjal Hipertensi juga dapat mengakibatkan kerusakan ginjal. Tekananndarah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada sistem filtrasi dalam ginjal akibatnya ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang seharusnya dibuang, kemudian zat-zat tersebut masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh. d. Mata Komplikasi hipertensi pada mata dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi bahkan dapat menimbulkan kebutaan. 8. Penatalaksanaan Hipertensi a. Terapi Farmakologi Menurut Wijaya & Putri (2013) terdapat beberapa terapi farmakologi yang digunakan untuk penderita hipertensi yaitu : 1) Diuretik (Hidroklorotiazid) Berfungsi untuk mengeluarkan cairan ditubuh, sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan. 2) Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin, dan reserpin) Dapat menghambat aktivitas saraf simpatis yang dapat mencetuskan hipertensi. 3) Betablocker (metoprolol, propanolol, dan atenolol) Berfungsi untuk menurunkanndaya pompa jantung, walaupun obat ini digunakan untuk penderita hipertensi, namun tidak dianjurkan pada penderita gangguan pernapasan seperti asma bronkial, sedangkan pada penderita diabetes mellitus obat ini dapat menutupi gejala hipoglikemia. 4) Vasodilator (prasosin, hidralasin) Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan menimbulkan relaksasi pada otot polos pembuluh darah. 5) ACE Inhibitor (Captopril) Obat ini dapat menyebabkan beberapa efek samping yaitu batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas, namun berguna untuk menghambat pembentukan zat angiotensin II yang dapat menimbulkan hipertensi. 6) Penghambat reseptor angiotensin II (valsartan) Berfungsi untuk menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptor sehingg dapat meringankan daya pompa jantung. 7) Antagonis kalsium (Diltiasem dan Verapmil) Dapat menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). b. Terapi Nonfarmakologi Terapi nonfarmakologi atau sering disebut sebagai terapi tanpa obat dapat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan supportif pada hipertensi sedang dan berat. Beberapa terapi nonfarmakologi untuk hipertensi menurut Padila (2013) meliputi: 1) Diet Diet yang dianjurkaniuntuk penderita hipertensi yaitu : a) Mengurangi asupan garam dari 10gr per hari menjadi 5gr per harii b) Mengonsumsi makanan rendah kolesterol dan rendak asam lemak jenuhi c) Menurunkan berat badaniberlebih d) Mengurangi atau berhenti konsumsi alkohol e) Berhenti merokok f) Diet tinggi kalium. 2) Aktivitas Fisik Aktivitas fisik atau olahraga yang teratur sangat dianjurkan untuk penderita hipertensi, namun terdapat empat prinsip yang perlu diperhatikan yaitu: a) Memilih jenis olahraga yang isotonisidan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain b) Intensitas olahraga sebaiknya antara 60%-80% dari kapasitas aerobik atau 72%-87% dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapatiditentukan dengan rumus 220-usia c) Rentang waktu latihan berkisar antara 20-25 menit berada dalam zona latihan d) Frekuensi latihan 3x perminggu dan paling baik 5x perminggu. 3) Edukasi Psikologis Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi : a) Teknik Biofeedback Biofeedback adalah suatu teknik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. b) Teknik Relaksasi Relaksasi merupakanisuatu prosedur atau teknik yang bertujuaniuntuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks. Teknik relaksasi ada beberapa jenis yang dapat menjadi terapi nonfarmakologi untuk hipertensi yaitu relaksasi napas dalam, relaksasi otot progresif, dan lain sebagainya. B. Terapi Komplementer 1. Pengertian Terapi komplemementer atau pengobatan alternatif adalah terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi, refleksiologi dan hidroterapi (Sudoyo, 2006) dalam (Zahra, Aini, & Yudanari, 2016) 2. Macam-Macam Terapi Komplementer a. Terapi Herbal : Obat-obatan untuk menangani hipertensi antara lain, bawang putih atau garlic (Allium sativum), Seledri atau celery (Apium apium gravolens), bawang merah atau onion (Allium cepa), mentimun (Cucumis Sativus), tomat (Lyocopercison lycorpesicum). b. Terapi Nutrisi Makanan yang kaya potassium, seperti : apricot, pisang waluh, ikan lele, bayam, tomat, kacang-kacangan, kentang, susu, yoghurt. Makanan kaya magnesium, seperti : kacang-kacangan, polong-polongan, dan hasil olahanya ( kacang merah, kedelai, tahu),bahan makanan dari laut (ika, kerang, cumi- cumi, dll). Makanan yang kaya vitamin C, seperti : beragam buah- buahan (jambu biji, jeruk, mangga, pepaya, rambutan), aneka sayuran yang disantap mentah (kol, kacang panjang, daun katuk, cabai rawit, cabai merah). c. Relaksasi Progresif d. Meditasi e. Akupuntur : cara penyembuhan Tiongkok kuno dengan menusukkan jarum ke titik-titik tertentu di tubuh pasien. f. Akupresur : cara penyembuhan dari Tiongkok yang mengaktifkan neuron pada system saraf. g. Aromaterapi :cara penyembuhan dengan menggunakan konsentrasi minyak esensial yang sangat aromatik, dan diekstrasi dari tumbuh-tumbuhan. h. Refleksiologi : cara pengobatan dengan merangsang berbagai daerah refleks (zona atau mikrosistem) di kaki, tangan, dan telinga yang ada hubungannya dengan kelenjar, organ dan bagian lainnya. C. Therapi Non Farmakologi dengan Seledri 1. Definisi Seledri Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat yang bisa digunakan sebagai bumbu masakan. Di Indonesia tumbuhan ini diperkenalkan oleh penjajah Belanda dan digunakan daunnya untuk menyedapkan sup atau sebagai lalap. (Astrid, 2016) 2. Kandungan nutrisi dan senyawa alami Seledri mengandung mineral seperti kalsium, natrium, tembaga, magnesium, besi, seng, dan kalium. Tanaman ini juga mengandung asam lemak dan vitamin termasuk vitamin A, C, D, B6,B12 dan vitamin K.seledri juga kaya akan kandungan flavaniod,fitosterol, apigenin, dan apiin. 3. Seledri dalam Hubungannya dengan Penurunan Tekanan Darah Unsur-unsur yang terdapat dalam seledri yang dapat menurunkan tekanan darah adalah flavanoid, fitosterol, apigenin, apiin, vitamin k, dan vitamin c yang dapat berperan pada efek diuretik dan mempertahankan elastisitas pembuluh darah. Dengan demikian seldri memiliki peranan mekanisme dalam penurunan tekanan darah. 1) Flavoniod : flavonoid dapat menghalau penyakit degeneratif. Flavonid dapat bertindak sebagai quencer atau penstabil oksigen. Salah satu flavonoid yang berkhasiat seperti itu adalah quercetin. Senyawa ini beraktivitas sebagai antioksidan dengan melepaskan atau menyumbangkan ion hidogen kepada radikal bebas peroksi agar menjadi lebih stabil. Aktivitas tersebut menghalangi reaksi oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang menyebabkan darah mengental, sehingga mencegah pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah 2) Apigenin Apigenin yang terdapat di seledri sangat bermanfaat untuk mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. 3) Vitamin C Vitamin C dapat memperkuat otot jantung, vitamin C berperan penting melalui proses metabolisme kolestrol, karena dalam proses metabolisme kolesterol vitamin C dapat meningkat laju kolesterol yang dibuang dalam bentuk asam empedu dan mengatur metabolisme kolesterol. 4) Fitosterol Fotosterol adalah sterol yang terdapat dalam tanaman dan mempunyai struktur mirip kolesterol.Secara alami fitosterol dapat ditemukan di dalam sayuran, kacang-kacangan, gandum. Fitosterol dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dengan cara menghambat penyerapan kolesterol di usus sehingga membantu menurunkan jumlah kolesterol yang memasuki aliran darah. Sehingga fitosterol dapat membantu untuk menurunkan tekanan darah. 5) Vitamin K Vitamin K Berfungsi membantu proses pembekuan darah. Vitamin K berpotensi mencegah penyakit serius seperti jantung dan stroke karena efeknya mengurangi pengerasan pembuluh darah oleh faktor-faktor seperti timbunan plak kalsium 6) Apiin Apiin bersifat diuretik yaitu membantu ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan garam dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya cairan dalam darah karena akan menurunnya tekanan darah. BAB III RANCANGAN SOLUSI A. Rumusan PICOT P (Problem) : Masalah Hipertensi I (Intervention) : Pemberian terapi air rebusan daun seledri untuk menurunkan hipertensi C (Comparison): Pasien hipertensi yang diberi terapi air rebusan daun seledri O (Outcome) : Setelah berikan terapi air rebusan daun seledri diharapkan hipertensi dapat terkontrol T (Time) : Pemberian terapi air rebusan daun seledri secara rutin pagi dan sore B. Pencarian Bukti Penelitian Pencarian literatur melalui database jurnal Pubmed dan Google Scholar yang diterbitkan dalam 5 tahun terakhir. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian artikel penelitian dalam database pubmed adalah Hypertension (hipertensi) dan terapi air rebusan daun seledri (celery juice). Kriteria inklusi dalam pengambilan sumber referensi adalah artikel yang diterbitkan tahun 2016-2020 dan berkaitan dengan topik penulisan yaitu Terapi air rebusan daun seledri terhadap penurunan tekanan darah pada klien dengan hipertensi. Kriteria eksklusi dari sumber referensi yang diambil yaitu artikel yang isinya tidak lengkap, referensinya tidak jelas serta artikel yang tidak sesuai topik. 1.048 artikel Google Scholar : 1.240 Awal penyaringan Dihilangkan : 1153 Google scholar : 87 artikel yang telah tersaring google scholar : 5 artikel termasuk ke dalam kriteria inklusi dan sesuai dengan tujuan Penyaringan berdasarkan kriteria inklusi lanjutan Dihilangkan :82 C. Analisis Artikel No 1. Judul Pengarang Metode Hasil Rekomendasi Penelitian ini menggunakan Berdasarkan hasil analisis paired t- Air rebusan daun seldri Perdana desain pre-eksperimental one testmenunjukkan p value 0,000. Maka dapat direkomendasikan S. gropu disimpulkan untuk Habib Populasi penelitian ini adalah rebusan air seledri terhadao tekanan komplementer Nurul tota population sejumlah 25 darah pasien usia 30-50 tahun di penderita hipertensi udia Imamah orang. Karangjati Ngawi. dewasa. Populasi pada penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan adanya Peneliti Sakinah adalah Pengaruh diharapkan Terhadap Penurunan - Husnul penderita hipertensi di wilayah Pemberian Seledri menggunakan kelompok Tekanan Darah Khatima kerja Puskesmas Pangkajene Terhadap Penuruanan Tekanan Darah kontrol dalam penelitian Pada Pasien h bulan Januari 2018 sebanyak Pada Penderita Hipertensi untuk mendapatkan hasil 102 nilai (p= 0,000). Berdasarkan hasil yang bermaknas. Effects Of Giving Celery - Juice (Appium Graveolans Linn) In Blood Pressure Clients 2. - (30-50 Idola Tahun 2017 pre test post test. Years Old) In population. Analisis data yang Karangjati Ngawi digunakan yaitu paired T-test. Pengaruh Daun Rebusan Seledri Hipertensi Wilayah Di Kerja Sri 2018 orang, dengan sampel bahwa Rebusan ada Daun pengaruh penelitian tersebut dapat disimpulkan Puskesmas sebanyak 15 responden yang bahwa ada pengaruh antara Pangkajene dilakukan rebusan daun seledri terhadap penurunan Kabupaten Sidrap sampling. Desain secara purposive tekanan darah pada pasien hipertensi. dalam penelitian ini adalah Quasi eksperimen dengan desain pre and post test design terapi pada selanjutnya untuk menggunakan uji paired t-test 3. Pengaruh - Nurwaidah digunakan Hasil penelitian ini menunjukkan ada Pemberian Penggunaan - Jubair pendekatan True Experiment perbedaan nilai tekanan darah sistolik seledri Rebusan Seledri dengan rancangan pre test dan dan diastolik sebelum, pada hari pertama dengan Terhadap Penurunan post test. Sampel penelitian dan hari kedua setelah pemberian Air minumnya Tekanan Darah berjumlah 16 orang terdiri dari Rebusan memberikan efek kepada Pada Penderita dua kelompok yakni kelompok signifikansi p<0,05. Ada pengaruh yang seseorang Hipertensi Di perlakuan signifikan Rebusan meminumnya dan juga Wilayah Kerja kontrol, Seledri terhadap penurunan Tekanan dengan melakukan pola Puskesmas Cenggu Purposive sampling. darah Penderita Hipertensi. hidup sehat dan pola 2019 Metode yang dan kelompok dengan tekhnik Seledri Pemberian dengan Air nilai rebusan harus sesuai takaran agar yang makan sehat. 4. The Influence of Celery Juice Againts Blood Pressure Reduction in Hypertension - Noor 2019 Cholifah - Noor Azizah - Dwi Astuti - Zaenal Fanani - Sri Karyati - Wahyu Penelitian ini menggunakan metode kuantitatid dengan pendekatan quasy experiment. Pengumpulan data menggunakan random sampling. Responden dalam penelitia ini berjumlah 24. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April. 2019. Analisi data menggunakan Kurnia uji non parametric secara signifikan 2 kelompok data berpasangan Hasil penelitian didapatkan rata-rata Air rebusan daun seldri penurunan dapat direkomendasikan tekanan darah sistolik diastole kelompok intervensi 0,000 dan sebgai terapi non kelompok kontrol 0,424. Selain itu, p- farmakologi untuk value 0,000 <α (0,005). Dengan nilai r menurunkan tekanan sistol -, 623 (kedekatan kuat), r diastol -, darah 525 (kedekatan sedang). Maka dapat hipertensi. penderita disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan air seledri terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi di Jepara 2019. dengan uji t-tes 5. Pengaruh Rebusan Daun Seledri Untuk - Wenny 2020 Penelitian ini menggunakan Hasil rata-arat tekanan darah sistolik Daun desain sesudah digunakan untuk terapi eksperimental kuasi mengonsumsi daun seledri seledri dapat Menurunkan Tekanan Pada Hipertensi Lazdia Darah Penderita - Widia Afdiatul Rahma - Anggi dengan subjek penelitian adalah sebesar sebesar 136 mmHg (SD = sebanyak 10 orang. Data yang 10,750), lebih rendah daripada rerata dinilai adalah tekanan darah tekanan sistolik dan diastolik. mengonsumsi rebusan daun seledri, darah sistolik sebelum yakni sebesar 142 mmHg (SD = 13,984) (p>0,05). Rata-rata tekanan darah Sakinah diastolik sesudah mengonsumsi rebusan Lubis daun seledri adalah sebesar 87 mmHg (SD = 4,830), lebih rendah daripada - Tuti Sulastri rata-rata tekanan darah diastolik sebelum mengonsumsi sebesar (p<0,05). 94 rebusan mmHg daun (SD = seledri 9,661) pada pasien hipertensi. D. Target dan Luaran 1. Target Target yang akan mendapatkan perlakuan intervensi pada deskripsi kasus ini yaitu pasien hipertensi dengan tekanan darah tinggi dan diberikan intervensi terapi air rebusan daun seledri. 2. Luaran Luaran dari deskripsi kasus ini untuk mengetahui perlakuan yang dilakukan berdasarkan evidence based practice, selanjutnya dilakukan observasi dari hasil pemberian terapi air rebusan daun seledri terhadap status tekanan darah pasien hipertensi. E. Prosedur Pelaksanaan a. Tahap Persiapan 1) Spignomanometer 2) Stetoskop 3) Lembar observasi 4) Seledri 100 gram direbus dengan 300 cc air hingga menyusut menjadi 200cc, dinginkan selama ± 15 menit. b. Tahap orientasi a. Memberikan salam sebagai pendekatan terauptik c. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien d. Kontrak waktu c. Tahap Pelaksanaan 1) Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah sebelum (pre-test) dilakukan pemberian air rebusan seledri dengan menggunakan sphygmamonometer aneroid dan stesteskop hingga diperoleh hasil sistolik dan diastolik tekanan darah responden. 2) Peneliti mendemonstrasikan cara membuat rebusan daun seledri yaitu Seledri 100 gram direbus dengan 300 cc air hingga menyusut menjadi 200cc, dinginkan selama ± 15 menit. 3) Peneliti memberikan air rebusan seledri terhadap responden dengan cara menyiapkan air rebusan seledri sebanyak 1 gelas (100 cc). Kemudian meminta responden untuk meminum air rebusan seledri sampai habis 4) Peneliti mengukur kembali tekanan darah responden setelah (pos-test) diberikan air rebusan seledri dengan menggunakan sphygmomanometer aneroid dan stesteskop hingga diperoleh hasil sistolik dan diastolik tekanan darah responden. 5) Setelah dilakukan pemberian air rebusan seledri yang pertama (pagi) selanjutnya dilakukan lagi pemberian air rebusan seledri untuk kedua kalinya (sore). Dimulai dari mengukur tekanan darah kemudian pemberian air rebusan seledri dan terakhir dilakukan lagi pengukuran tekanan darah pada hari ke 3. d. Tahap terminasi 1) Evaluasi proses pembuatan air rebusan daun seledri 2) Evaluasi perasaan klien setelah diberikan terapi air rebusan daun seledri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Intervensi dilakukan pada Ny. M yang merupakan anggota keluarga Tn. B yang menderita hipertensi. Setelah dilakukan terapi selama 3 x 24 jam terdapat perubahan tekanan darah, awalnya 150/100 mmHg turun menjadi menjadi 140/90 mmHg. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa rebusan air seledri memiliki pengaruh terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi, Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan rebusan air seledri tersebut. B. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa rebusan air seledri memiliki pengaruh terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi. Hal ini dibuktikan dengan penurunan tekanan darah dari 150/100 mmHg menjadi 140/90 mmHg. Penelitian ini selaras dengan peenlitian yang dilakukan oleh Selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurwaidah & Jubair (2019) bahwa ada perbedaan nilai tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum, pada hari pertama dan hari kedua setelah pemberian Air Rebusan Seledri. Penelitian Wenny Lazdia,dkk (2020) menunjukkan hasil bahwa tekanan darah systole dan diastole setelah diberikan air rebusan daun seldri lebih rendah dari sebelum diberikan air rebusan daun seledri. Seledri memiliki kandungan yang dapat menurunkan tekanan darah tinggi yakni, antara lain: flavanoid, flavanoid dapat menghalau penyakit degeneratif. Flavanoid dapat bertindak sebagai quencer atau penstabil oksigen singlet. Salah satu flavonoid yang berkhasiat seperti itu adalah quercetin. Senyawa ini beraktivitas sebagai antioksidan dengan melepaskan atau menyumbangkan ion hidrogen kepada radikal bebas peroksi agar menjadi lebih stabil. Aktivitas tersebut menghalangi reaksi oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang menyebabkan darah mengental, sehingga mencegah pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah (Jupiter, 2008). Apigenin, yang terdapat di seledri sangat bermanfaat untuk mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi (Majalah Sekar, 2010). Vitamin C, vitamin C merupakan salah satu antioksidan yang dapat menurunkan tekanan darah sekitar 5 mmHg, melalui perannya memperbaiki kerusakan arteri karena hipertensi. Vitamin C membantu menjaga tekanan darah normal dengan cara meningkatkan pengeluaran timah dari tubuh terpapar timah secara kronis dapat meningkatkan tekanan darah. Jadi, dengan dikeluarkannya timah dari dalam tubuh, tekanan darah pun akan turun. Vitamin C memulihkan elastisitas pembuluh darah (Junaidi, 2010). Apiin, bersifat diuretik yaitu membantu ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan garam dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya cairan dalam darah akan menurunkan tekanan darah (Wartawarga, 2009). Kalsium, merupakan mineral yang sangat diperlukan untuk mendapatkan tekanan darah yang normal karena dapat menjaga keseimbangan antara sodium dan kalium/potasium (Junaidi, 2010). Magnesium, magnesium menurunkan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri (vasodilator) (Junaidi, 2010). Rebusan air seledri merupakan salah satu terapi komplementer non farmakologi untuk menurunkan tekanan darah. Penderita hipertensi dapat menggunakan terapi ini secara mandiri dirumah dikarenakan alat dan bahan yang digunakan mudah didapatkan dan biaya yang relatif murah. Tanpa harus berobat kedokter dengan biaya yang mahal dan dengan mengkonsumsi obat kimia yang memiliki banyak efek samping. BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan air rebusan daun seledri mampu menurunkan tekanan pada pasien hipertensi. B. SARAN Perawat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam mencari jurnal mengenai terapi komplementer agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di klinis maupun di lingkungan masyrakat. Referensi jurnal dapat digunakan sebagai salah satu evidence based nursing pada keperawatan. DAFTAR PUSTAKA Chofifah, S., dkk. (2019). The Influence of Celery Juice Againts Blood Pressure Reduction in Hypertension. Journal of Physics: Conference Series pp. 1-5. Elshabrina. (2018). 33 Daun Dahsyat Tumpas Berbagai Macam Penyakit. Yogyakarta : CV Solusi Distribusi. Lazdia, Wenny.,dkk. (2020). Pengaruh Rebusan Daun Seledri untuk Menurunkan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi. Empowering Society Journal. Vol 1. No 1. Pp 2632. Nurwahidah. (2019). Pengaruh Penggunaan Rebusan Daun Seledri terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Cenggu. Bima Nursing Journal. Vol 1. No 1. Pp 43-49. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2018). Profil Kesehatan Jawa Timur. Riskesdas. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Sakinah, Sri & Azhari, Husnul K. (2018). Pengaruuh Rebusan Daun Seledri terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pangkajene Kabupaten Sidrap. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. Vol 12. No.3. Pp 261-266. Sari, Y. N. (2017). Berdamai dengan Hipertensi. Jakarta: Bumi Medika. Suharto, Idola P. & Imamah, Habib N. (2017). Effect of giving celery juice (Appium Graveolans Linn) in Blood Pressure Clients (30-50 Years Old) in Karangjati Ngawi. Poster presentation ICDMC. Link Video : https://drive.google.com/file/d/1R0gUuDXew9vU2V2h_aIBdMCREehcgr0o/view?usp=sha ring