Uploaded by User83824

Laporan Pendahuluan batu kandung kemih

advertisement
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Dewasa/ Keperawatan Medikal Bedah
Pada Pasien Batu Saluran Kemih
Disusun Oleh : Alvian Fauzhan
Nim:1032161008
LANDASAN TEORI
1. Definisi
Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan
substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena
faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi (Nurlina, 2008).
Batu saluran kemih (Ureterolithiasis) adalah adanya batu di traktus urinarius.
(ginjal, ureter, atau kandung kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium,
oksalat, fosfat, kalsium urat, asam urat dan magnesium.(Brunner & Suddath,
2012).
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Sja’bani, 2011). Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung
kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis.
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu
ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan
batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam
ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter
cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan
pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti
teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2002).
2.
Etiologi
Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu :
1.
Ginjal
Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu
2.
Immobilisasi
Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kalsium.
Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.
3.
Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal
dan menjadi inti pembentukan batu.
4.
Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.
5.
Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya
pembentukan batu dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.
6.
Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering
dan pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah
tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi
produksi urin.
7.
Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan
kondisi terbentuknya batu saluran kemih.
8.
Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu,
keju, kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam,
daging, jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.
9.
Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan akan mempermudah
Infeksi Saluran Kencing (ISK).
10.
Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3:1.
11.
Ras
Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
12.
Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu saluran kemih
memiliki resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding dengan yang tidak
memiliki anggota keluarga dengan batu saluran kemih.
3.
Patofisiologis
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu
system kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises,
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat berigna,
striktura, dan buli-buli neurogenic merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadi pembentukan batu. (Dinda,2011)
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic yang
terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap larut) kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik
bahan-bahan lain sehingga menjadi Kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya
cukup besar, agregat Kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu
saluran kemih. Untuk itu agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih, dan
dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu
yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
Kondisi metasble di pengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam
urine, kosentrasi solute di dalam urine, laju aliran di dalam saluran kemih, atau
adanya koloid di dalam urine, kosentrasi solute di dalam saluran kemih, atau
adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan
kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium
ammonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya.
Meskipun pathogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi
suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu
tidak sama. Misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,
sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat
basa.
4. Pathway
Faktor etiologi dan predisposisi
Urolitiasis
Ureter
Iritasi
lumen
uretra
Hematuria
Nyeri
Blader
Obstruksi
Oliguria/
Anuria
Hambatan
saluran
urine
Gangguan
Eliminasi
Urine
Iritasi
mukosa
blader
Kerusakan
pembuluh
darah
Therapi
Discontinu
itas
jaringan
lokal
Infeksi
Resti
pengulang
an episode
urolitiasis
Meningkatkan
akumulasi
cairan intersiil
PK Anemi
Distensi
Hidrorefrosis
Peningkatan
permeabilitas
kapiler renal
Uncompens
ated
PK Sepsis
Compensa
ted
Meningkatnya
aktivitas
pertahanan
GFR menurun
Pyrogen
Tekanan
darah tinggi
Aktifitas RA
Meningkatk
an tekanan
darah
hidrostatik
Defisit
pengetahuan
Hematuria
Regurgitasi
urine ke
pelvic renal
Pelvic Renal
Hipereksia
Iskemia
Menuru
nnya
fungsi
ginjal
Gagal
ginjal
Refleks
renointestinal +
proximili
Anatomik
Diare
Resiko
kekurangan
volume cairan
Mual, muntah
Ketidakseimban
gan Nutrisi
Kurang dari
Kebutuhan
Tubuh
5. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin,
terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi
piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang
disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang
terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun secara
perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal dan biasanya terjadi nyeri
yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
Batu Ginjal
Batu
Ureter
Batu Buli
Nyeri terus
menerus
pada area
CVA
Nyeri
menyebar
ke
paha
dan
genetalia
Nyeri
dirasakan
saat buang
air kecil
Darah
dalam
urine
(hematuria)
Darah
dalam
urine
(hematuria
)
Darah dalam
urine
(hematuria)
Rasa panas
dan
terbakar
dibagian
pinggang
Peningkata
n
suhu
(demam)
Mual dan
muntah
Distensi
Rasa ingin
berkemih
namun
sedikit
urine yang
keluar
Terjadi
reaksi
peradanga
n
Nyeri saat
buang air
kecil
Perut
Urine terlihat
lebih pekat
dan gelap
Kesulitan
buang
air
kecil
Merasa ingin
selalu buang
air kecil
Perut bagian
Batu Uretra
Sulit
kencing atau
tidak dapat
kencing
sama sekali
secara
mendadak
Saat kencing
tiba-tiba
berhenti
menjadi
menetes dan
menyebabka
n nyeri
pelvis
ginjal
terasa
kembung
(ileus
paralitik)
bawah terasa
nyeri
Pernah
mengeluarka
n batu kecil
saat kencing
Tabel 1. Perbedaan Tanda dan Gejala Batu Saluran Kemih
Gangguan
fungsi
ginjal
6. Komplikasi
Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini dibedakan komplikasi
akut dan komplikasi jangka panjang :
1. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder
yang tidak direncanakan. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang
signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan
adalah avulsi ureter, sepsis, trauma vaskuler, hematuria. Sedang yang
termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal,
ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
2. Komplikasi jangka panjang adalah Gagal ginjal akut sampai kronis.
Struktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh
reaksi inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur
kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak
tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (
IVP ) pasca operasi.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum
menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah putih dan
kristal(sistin,asam urat, kalsium oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri,
pus, pH urine asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin
meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
2. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin
meningkat.
3. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus
aureus, proteus,klebsiela,pseudomonas).
4. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,
fosfat, protein dan elektrolit.
5. BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah
pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstuktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
6. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus
ginjal.
7. Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan
infeksi/septicemia.
8. Sel darah merah : biasanya normal.
9. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (
mendorong presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi
ginjal).
10.
Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal.
(PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine).
11.
Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan
anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
12. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik (
distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
13. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukan batu dan efek obstruksi.
14. Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain,
ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
15. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
8. Penatalaksanaan
1. Pengurangan nyeri, mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat
dihilangkan, morfin diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar
biasa. Mandi air hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan yang
diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung
kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini
meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang belakang batu sehingga
mendorong passase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang
hari mengurangi kosentrasi kristaloid urine, mengencerkan urine dan
menjamin haluaran urine yang besar.
2. Pengangkatan batu, pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter ureteral
kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi ( jika
mungkin), akan segera mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan
mengurangi nyeri.
3. Terapi nutrisi dan Medikasi. Terapi nutrisi berperan penting dalam
mencegah batu ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari
makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk
batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih
jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum paling sedikit 8
gelas sehari untuk mengencerkan urine, kecuali dikontraindikasikan.
a. Batu kalsium, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet
dapat membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut.
b. Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang
memiliki batu fosfat, untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium
hidroksida dapat diresepkan karena agens ini bercampur dengan fosfor,
dan mengeksikannyamelalui saluran intensial bukan ke system urinarius.
c. Batu urat, untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purin,
untuk mengurangi ekskresi asam urat dalam urine.
d. Batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan pemasukan
oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun
banyak, kacang,seledri, coklat,the, kopi.
e. Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi,
modaritas penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal,
pengankatan batu perkutan, atau uteroroskopi.
4. Lithotrupsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal, adalah prosedur
noninvasive yang digunakan untuk menghancurkan batu kaliks ginjal.
Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batubatu tersebut dikeluarkan secara spontan
5. Metode Endourologi Pengangkatan batu, bidang endourologi
menggabungkan keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengankat
batu renal tanpa pembedahan mayor.
6. Uteroskopi, mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukan
suatu alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan
menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian
diangkat.
7. Pelarutan batu, infuse cairan kemolitik, untuk melarutkan batu dapat
dilakukan sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko
terhadap terapi lain, dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki
batu yang mudah larut (struvit).
8. Pengangkatan Bedah, sebelum adanya lithotripsy, pengangkatan batu
ginjal secara bedah merupakan terapi utama. Jika batu terletak di dalam
ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi (Insisi pada ginjal
untuk mengangkat batu atau nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi akibat
infeksi atau hidronefrosis. Batu di piala ginjal diangat dengan
pielolitotomi, sedangkan batu yang diangkat dengan ureterolitotomi, dan
sistostomi jika batu berada di kandung kemih., batu kemudian dihancur
dengan penjepit alat ini. Prosedur ini disebut sistolitolapaksi.selain itu ada
pula pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat
ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu
ureter.
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi). Alat ESWL adalah
pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun
1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu
buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui
saluran kemih.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
9.
Fokus pengkajian
1.
Identitas
Secara otomatis ,tidak faktor jenis kelamin dan usia yang signifikan dalam proses
pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolgitiasis dilapangan sering kali
terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini dimungkinkan karena
pola hidup, aktifitas dan geografis. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
2.
Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri pada
saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan
besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami
gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dinda, 2011)
3.
Pola psikososial
Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri
hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada sakitnya. Isolasi
social tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit menular.(Prabowo E, dan
Pranata, 2014)
4.
Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a)
Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot,
tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas relative
dibantu oleh keluarga, misalnya berpakaian, mandi makan, minum dan lain
sebagainya, terlebih jika kolik mendadak terjadi. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
b)
Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stress pasien akibat nyeri
hebat. Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi ph pencernaan yang asam
akibat sekresi HCL berlebihan. Pemenuhan kebutuhan cairan sebenarnya tidak
ada masalah. Namun, klien sering kali membatasi minum karena takut urinenya
semakin banyak dan memperparah nyeri yang dialami. (Prabowo E,dan Pranata,
2014)
c) Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali diikuti
oleh penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami nyeri saat kencing (disuria, pada
diagnosis uretrolithiasis). Hematuria (gross/flek), kencing sedikit (oliguaria),
disertai vesika (vesikolithiasis). (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
5. Pemeriksaan fisik
Anamnesa tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang kuat.
Oliguria, disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari urolithiasis. Kaji TTV,
biasanya tidak perubahan yang mencolok pada urolithiasis. Takikardi akibat nyeri
yang hebat,
nyeri pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu (uretrolthiasis). (Prabowo
E, dan Pranata, 2014)
a) Keadaan umum
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan
fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan. Terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami gangguan
gastrointestinal dan perubahan. (Dian, 2011)
b) Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah
110/80mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20kali/menit, suhu
36,2C, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 29,3kg/m2. Pada pemeriksaan palpasi
regio flank sinistra didapatkan tanda ballotement (+) dan pada perkusi nyeri ketok
costovertebrae angle sinistra (+). (Nahdi Tf, 2013)
c)
Pemeriksaan fisik persistem
1)
Sistem persyarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara, compos mentis.
(Nahdi Tf, 2013)
2)
Sistem penglihatan, termasuk penglihatan pupil isokor, dengan reflex
cahaya (+). (Nahdi Tf, 2013)
3)
Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas.
Atau tidak mengeluh batuk atau sesak. Tidak ada riwayat bronchitis, TB, asma,
empisema, pneumonia. (Nahdi Tf, 2013)
4)
Sistem pendengaran, tidak ditemukan gangguan pada system pendengaran.
(Nahdi Tf, 2013)
5)
Sistem pencernaan, Mulut dan tenggorokan: fungsi mengunyah dan
menelan baik, Bising usus normal. (Nahdi Tf, 2013)
6)
Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa keras atau
batu, nyeri ketok pada pinggang. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
7)
Sistem reproduksi: tidak ada masalah/gangguan pada system reproduksi.
(Nahdi Tf, 2013)
8)
Sistem kardiovaskuler: tidak ditemukan gangguan pada system
kardiovaskular. (Nahdi Tf, 2013)
9)
Sistem integumen, hangat, kemerahan, pucat. (Dian, 2011)
10)
Sistem muskuluskletal, mengalami intoleransi aktivitas karena nyeri yang
dirasakan yang melakukan mobilitas fisik tertentu. (Nahdi Tf, 2013)
11)
Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria, menjadi ciri
khas dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang, distensi vesika
pada palpasi vesika (vesikolithiasis/urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok
pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/uretrolithiasis),
teraba massa keras/batu (uretrolithiasis). Nilai frekuensi buang air kecil dan
jumlahnya, Gangguan pola berkemih. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
6.
Pemeriksaan penunjang
a)
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia darah
(ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap. Hasilnya ditemukan peningkatan
kadar leukosit 11.700/μl (normalnya: 5000-10.000/μl), kimia darah tidak
ditemukan peningkatan kadar ureum, kreatinin, maupun asam urat, urin lengkap
ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+), peningkatan kadar eritrosit 57/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-11/LPB (0-5/LPB). (Nahdi Tf, 2013)
b)
Radiologis
Pada pemeriksaan radiologi dilakukan rontgen Blass Nier Overzicht (BNO) dan
ultrasonografi (USG) abdomen. Hasilnya pada rontgen BNO didapatkan tampak
bayangan radiopaque pada pielum ginjal setinggi linea paravertebrae sinistra
setinggi lumbal III Ukuran 1,5 x 2 cm, USG didapatkan tampak batu pada ginjal
kiri di pole atas-tengah-bawah berukuran 1 cm x 1,2 cm x 1,8 cm, tampak
pelebaran sistem pelvicokaliseal. (Nahdi Tf, 2013)
1)
Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium
fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain,
sedangkan batu asama urat bersifat non-opak (radiolusen).
2)
Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batuk semi-opak ataupun batu non-opak
yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika PIV belum dapat menjelaskan
keadaan system saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal sebagai
gantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.
3)
Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu
pada keadaan-keadaan: alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli, hidronefrosis, pionefrosis.(Dinda, 2011)
7.
Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan: obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi
sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus
segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti di atas tetapi diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya mempunyai
resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalankan profesinya, dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih. (Dinda, 2011).
10.
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi
ureteral.
2.
Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik kandung
kemih oleh batu ureteral.
3.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual/muntah diuresis obstruksi
4.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
5.
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
6.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
7.
Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan.
11. Perencanaan Keperawatan/ Nursing Care Plan
No. Diagnosa
Hasil
1.
Nyeri
b.d NOC :
peningkatan
1. Pain control
frekuensi/doro 2. Pain level
ngan kontraksi Kriteria Hasil :
ureteral
1. Mampu mengontrol nyeri yang
dialami
2. Melaporkan bahwa nyeri yang
dialami berkurang
Intervensi
NIC:
Pain management :
1. Kaji
karakteristik
nyeri
secara komprehensif
2. Gunakan
komunikasi
terapeutik untuk menggali
pengalaman klien tentang
nyeri yang dirasakan
3. Observasi respon non verbal
klien
4. Evaluasi
ketidakefektifan
pengobatan yang pernah
dilakukan terhadap nyeri
5. Pertahankan posisi semu
fowler sesuai indikasi
6. Gunakan
pendekatan
multidisipliner
untuk
manajemen
nyeri:
penggunaan analgesik
7. Ajarkan
tentang
teknik
pengontrolan
nyeri
non
farmakologis
Rasional
NIC:
Pain management :
1. Karakteristik nyeri dikaji agar
intervensi yang diberikan sesuai
dengan tipe nyeri
2. Komunikasi
terapeutik
digunakan agar klien merasa
lebih nyaman dan rasa saling
percaya dapat dibina, sehingga
klien bersedia mengungkapkan
pengalamannya
3. Respon non verbal yang
ditunjukkan
klien
menggambarkan apa yang
dirasakan klien
4. Evaluasi dilakukan sebagai
bahan evaluasi agar tidak
memberikan terapi yang sama
5. Analgesik diberikan untuk
mengurangi nyeri yang dialami
klien
6. Memudahkan
drainasi
2.
Gangguan
eleminasi urin
b.d obstruksi
mekanik
kandung
kemih
oleh
batu ureteral
3.
Resiko tinggi NOC :
kekurangan
1. Fluid balance
volume cairan 2. Hydration
NOC :
1. Urinary elimination
2. Urinary contiunence
Kriteria Hasil :
1. Kandung kemih kosong secara
penuh
2. Intake cairan dalam rentang
normal
3. Bebas ISK
4. Balance cairan seimbang
cairan/luka karena gravitasi dan
membantu meminimalkan nyeri
karena bergerak
7. Teknik kontrol nyeri non
farmakologis dapat membantu
menurunkan rasa nyeri yang
dialami klien
NIC
Urinary Retention Care :
1. Untuk memantai output urine
klien
2. Untuk memantai balance cairan
klien
3. Untuk memantau haluaran urine
klien
4. Memantau
adanya
distensi
kandung kemih
5. Meningkatkan perkemihan yang
adekuat
NIC
Urinary Retention Care :
1. Anjurkan
pasien/keluarga
untuk merekam output urine
sesuai indikasi
2. Mamantau
asupan
dan
keluaran
3. Memasukkan kateter kemih
sesuai indikasi
4. Memantau tingkat distensi
kandung kemih dengan palpasi
dan perkusi
5. Membantu dengan toilet secara
berkala
NIC
NIC
Fluid Management :
Fluid Management:
1. Monitor TTV
1. Untuk mengetahui TTV dalam
berhubungan
3. Nutritional status : food and
dengan mual
fluid intake
dan
muntah Kriteria hasil :
diuresis
1. Mempertahankan urine output
obstruksi
sesuai dengan usia dan BB
2. TTV dalam rentang normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
turgor kulit baik, mukosa
lembab
4.
2. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
3. Monitor
masukan
makanan/cairan dan hitung
intake kalori harian
4. Kolaborasikan
pemberian
cairan IV
Hypovolemia Management :
1. Monitor BB
2. Monitor tingkat HB dan
hematokrit
3. Monitor adanya tanda gejala
gagal ginjal
4. Monitor TTV
5. Dorong pasien untuk intake
oral
Resiko infeksi NOC :
Kontrol Infeksi
b.d prosedur 1. Status imun
1. Bersihkan lingkungan setelah
invasif
2. Kontrol resiko
dipakai pasien lain
Kriteria Hasil :
2. Gunakan sabun antimikrobia
1. Klien bebas dari tanda dan
untuk cuci tangan
gejala infeksi
3. Cuci tangan setiap sebelum
2. Menunjukkan
kemampuan
dan
sesudah
tindakan
untuk mencegah timbulnya
keperawatan
rentang normal
2. Memantau balance cairan
3. Untuk
memantau
adanya
masukan berlebih
4. Meningkatkan intake cairan
Hypovolemia Management :
1. Untuk memantau kehilangan BB
2. Memantau adanya abnormalitas
pada pemeriksaan lab
3. Memantau adanya komplikasi
4. Untuk mengetahu TTV dalam
rentang normal
5. Untuk asupan yang adekuat
Kontrol Infeksi
1. Untuk mencegah infeksi yang
ditularkan oleh pasien lain
2. Memotong rantai infeksi
3. Memotong rantai infeksi
4. Tenaga
kesehatan
dapat
mencegah infeksi nosokomial
5. Resiko infeksi tidak terjadi
infeksi
3. Jumlah leukosit dalam batas
normal
4. Menunjukkan perilaku hidup
sehat
5.
6.
4. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
5. Pertahankan
lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
6. Tingkatkan intake nutrisi
7. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Hipertermi b.d NOC :
NIC
proses infeksi 1. Thermoregulation
Fever Treatment :
Kriteria Hasil :
1. Monitor
suhu
sesering
1. Suhu dalam rentang normal
mungkin
2. TTV dalam rentang normal
2. Monitor warna kulit
3. Tidak ada perubahan warna 3. Observasi TTV
kulit dan pusing
4. Berikan selimut hangat pada
pasien
5. Kompres pasien pada lipatan
paha dan aksila
6. Kolaborasikan
pemberian
cairan IV
7. Kolaborasikan
pengobatan
untuk mencegah terjadinya
menggigil (antipiretik)
Cemas
b.d NOC :
Penurunan Kecemasan
6. Diet makanan tinggi protein
untuk
mempercepat
penyembuhan luka
7. Untuk
mencegah
atau
mengobati infeksi
NIC
Fever Treatment :
1. Untuk memantau suhu
2. Untuk
mengetahui
adanya
perubahan suhu kulit
3. Memantau adanya peningkatan
TTV
4. Untuk mengeluarkan panas
dalam tubuh
5. Untuk menurunkan suhu
6. Untuk intake cairan yang adekut
dan mencegah dehidrasi
7. Untuk menurunkan panas dan
mengembalikan suhu dalam
batas normal
Penurunan Kecemasan
kurang
1. Kontrol ansietas
pengetahuan
Kriteria Hasil :
tentang
1. Monitor intensitas kecemasan
kondisi,
2. Menyikirkan tanda kecemasan
pemeriksaan
3. Mencari
informasi
untuk
diagnostik dan
menurunkan kecemasan
rencana tind 4. Merencanakan strategi koping
akan.
5. Menggunakan teknik relaksasi
untuk menurunkan kecemasan
6. Melaporkan penurunan durasi
dan episode cemas
7. Melaporkan
tidak
adanya
manifestasi
fisik
dan
kecemasan
1. Tenangkan klien
2. Berikan informasi tentang
diagnosa
prognosis
dan
tindakan
3. Kaji tingkat kecemasan dan
reaksi fisik pada tingkat
kecemasan
4. Gunakan pendekatan dan
sentuhan
5. Temani
pasien
untuk
mendukung keamanan dan
penurunan rasa takut
6. Sediakan aktifitas untuk
menurunkan ketegangan
1. Kecemasan tidak meningkat
2. Pasien dapat memahami terkait
keadaannya
3. Mengetahui tingkat kecemasan
untuk menentukan intervensi
selanjutnya
4. Empati petugas kesehatan dapat
dirasakan pasien
5. Kecemasan tidak meningkat
6. Pengalihan terhadap kecemasan
yang dirasakan pasien
12. implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau
mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan
perawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien (Potter & Perry, 2005).
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahapan pemberian tindakan
keperawatan untuk mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan
komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
13.
Evaluasi
Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah
pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan
balik dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui mana status
pernyataan diagnostik pasien secara individual dinilai untuk diselesaikan,
dilanjutkan, atau memerlukan perbaikan.
Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh
tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif,
yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan
keperawatan yang telah dilakukan dan telah disebut juga evaluasi
pencapaian jangka panjang.
Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien
stroke adalah mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital
stabil, kekuatan otot bertambah dan dapat beraktivitas secara minimal,
dapat berkomunikasi sesuai dengan kondisinya, mempertahankan fungsi
perseptual, dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri,
klien dapat mengungkapakan penerimaaan atas kondisinya, dan klien
dapat memahami tentang kondisi dan cara pengobatannya.
14. Daftar pustaka
Brunner and Suddarth’s. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.
(Edisi kedelapan). Jakarta : EGC.
Nahdi, T. (2013, Oktober). Jurnal Medula, I, 4.
Nurlina. (2008). Faktor-faktor risiko kejadian batu saluran kemih pada
laki-laki. (Studi kasus di RS. Dr. Kariadi, RS Roemani, dan RSI Sultan
Agung Semarang. Semarang: Skripsi.
Pranata, P. E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sja’bani. (2011). Ilmu penyakit dalam (4 ed., Vol. I). Jakarta: Pusat
Penerbitan.
Smeltzer, S. &. (2011). Textbook of medical surgical nursing (8 ed.). (A.
Waluyo, Penerj.) Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan.(Edisi ketiga). Jakarta : EGC.
Masjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius.
Moorhead., Johnson., Maas., & Swanson. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC). fifth Edition. USA: Mosby.
NANDA International . 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC
Nursalam, DR. M.Nurs,dkk. 2006. System Perkemihan. Jakarta : salemba
medika.
Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. (Edisi keempat). Jakarta : EGC.
Download