Uploaded by fitrizidan84

1a Penuntun Praktikum Imunoserologi II PRODI D3 TLM (1)

advertisement
BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM
IMUNOSEROLOGI II
Disusun Oleh :
Retno Martini W., S.Si., M.Biomed.
Rizana Fajrunni’mah, M.Si.Med.
PRODI D3 JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan dan
rahmatNya sehingga buku penuntun praktikum Imunoserologi II untuk Prodi D3 Jurusan
Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III ini dapat disusun. Buku ini disusun dengan
harapan dapat membantu dan mempermudah mahasiswa dalam mempelajari materi praktikum
Imunoserologi II. Materi dalam buku ini disusun secara lengkap sesuai dengan kurikulum
Perguruan Tinggi dan Capaian Pembelajaran Lulusan yang telah ditetapkan.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu baik pikiran, tenaga, saran ataupun masukan. Dengan tersusunnya buku
penuntun praktikum ini, Kami berharap semoga dapat digunakan untuk membantu dan
bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca yang menggunakannya.
Bekasi, Desember 2017
Tim penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………..
1
Daftar Isi ………………………………………………………………………...
2
Materi I Pemeriksaan RPR (Rapid Plasma Reagin)…………………………….
3
Materi II Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination Assay)..
8
Materi III Pemeriksaan Dengue IgM ELISA…………………………………….
14
Materi IV Pemeriksaan SD Bioline Dengue NS1 Antigen………………………
20
Materi V Pemeriksaan HBsAg dengan Teknik ELISA………………………….
24
Materi VI Pemeriksaan Anti HBs Dengan Teknik ELISA………………………
32
Materi VII Pemeriksaan Anti HIV 1/2 dengan Teknik ELISA ………………….
40
Materi VIII Pemeriksaan Anti HIV dengan Teknik Imunokromatografi ………..
48
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………
54
2
MATERI I
Pemeriksaan RPR (Rapid Plasma Reagin)
A. Tujuan Praktikum :
RPR Carbon antigen digunakan dalam tes non treponemal untuk deteksi kualitatif dan
semi-kuantitatif sifilis menggunakan serum (dipanaskan atau tidak dipanaskan) dan plasma
atau untuk mendeteksi adanya antibodi non-treponemal pada serum manusia.
B. Metode Pemeriksaan
: Immunoassay secara kualitatif
C. Dasar Teori
:
Sifilis adalah penyakit veneral yang disebabkan oleh mikroorganisme spirochaete
Treponema pallidum. Karena organisme tidak dapat dibiakkan pada media buatan,
diagnosis sifilis tergantung pada korelasi data klinis dengan deteksi antibodi spesifik
dengan tes serologis. Tes antigen VDRL adalah non-Treponemal yang berarti antibodi
yang terdeteksi tidak spesifik untuk Treponema Pallidum, meskipun keberadaannya sangat
menunjukkan infeksi oleh organisme. Tes mengukur antibodi (IgG dan IgM) yang
diproduksi sebagai respons terhadap bahan lipoidal yang dilepaskan dari sel inang yang
rusak serta lipoprotein seperti bahan yang dilepaskan oleh spichaetes. Setelah pengobatan
sukses titer antibodi akan jatuh dengan cepat. Tes skrining serologis untuk sifilis
menggunakan kardiolipin dan lesitin sebagai antigen mudah dilakukan tetapi dapat
menimbulkan proporsi kecil hasil positif palsu karena sebagaimana dinyatakan di atas, tes
menggunakan antigen non-Treponemal. VDRL antigen partikel karbon adalah bentuk
modifikasi dari VDRL Antigen yang mengandung partikel mikro karbon. Ini dirancang
untuk digunakan dalam tes flokulasi untuk sero diagnosis sifilis. Partikel karbon membantu
pembacaan makroskopik hasil. Hasil reaktif yang lemah dapat dengan mudah dan jelas
dibedakan dari pola nonreaktif yang menunjukkan tampilan makroskopik halus. Antigen
ini cocok untuk digunakan baik dalam tes slide manual dan tes reagin otomatis.
RPR adalah salah satu pemeriksaan non-Troponemal untuk sifilis untuk mendeteksi
nonspesifik antibodi (reagin) dalam darah pasien. Pemeriksaan RPR dilakukan dengan
menggunakan metode immunoassay. Pada metode immunoassay ini dilakukan secara
aglutinasi yaitu ikatan antigen dan antibodi pada serum penderita (Larsen et al., n.d.;
Lee,Lim, Lee, & Kim, 2014).
3
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) masih merekomendasikan bahwa
tes reagin non-Treponemal digunakan sebagai pendekatan diagnostik lini pertama. Dua
jenis non-Treponemal tes telah banyak digunakan: VDRL dan RPR. RPR adalah tes nonTreponemal baris pertama yang paling umum digunakan untuk mendeteksi infeksi sifilis
(Manuscript, 2014).
D. Prinsip
:
Reaksi flokulasi secara imunologis terjadi antara antibodi non-Treponemal (antibodi
yang terdapat dalam serum dengan antigen lipoid yang terdapat dalam reagen RPR).
Antigen
RPR
adalah
antigen
modifikasi
dari
antigen
VDRL yang mengandung micro partikel karbon.
E. Alat dan Bahan
Alat
:
:
Bahan :

Mikropipet 50µL

Rotator

Kartu tes

Stir drop

Botol dispensing (3 mL)

Jarum
F. Prosedur

Serum sampel

Antigen

Serum kontrol positif

Serum kontrol negatif
:
1. Metode Kualitatif
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Dipakai APD.
c. Perkenalan dengan pasien dan pemberian identitas pasien.
d. Dipastikan setiap komponen berada pada suhu kamar.
e. Pereaksi atau reagen dikocok terlebih dahulu.
f. Dibuat kontrol positif dan negatif terlebih dahulu. Kemudian dilakukan pengujian
sampel.
g. Dipegang pipet di antara ibu jari dan telunjuk. Masukkan tip ke dalam spesimen.
kemudian lepaskan tekanan jari untuk menarik sampel agar tidak terbawa elemen
seluler apapun.
4
h. Dipegang pipet di atas lingkaran kartu uji dan teteskan satu tetes (50µL) ke atas
kartu. Penting untuk menjaga pipet tetap dalam posisi vertikal sambil mengeluarkan
sampel yang akan diuji.
i. Digunakan bagian ujung datar dari pengaduk, sebarkan sampel sampai menutupi
lingkaran uji.
j. Dipasang jarum pada botol plastik, ambil antigen yang cukup (kocok dengan baik)
untuk jumlah tes yang dilakukan. menjaga jarum pada posisi vertikal, biarkan satu
tetes jatuh pada setiap sampel uji. Jangan diaduk.
k. Diputar kartu tes RPR secara manual atau gunakan rotator selama 8 menit pada 100
putaran/menit.
l. Kemudian dilihat perubahan yang terjadi.
m. *Hasil positif dilanjutkan dengan metode semikuantitatif.
2. Metode Semi Kuantitatif
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Diteteskan satu tetes saline 0,85% pada lingkaran 1 sampai 5, dari kartu uji dengan
menggunakan pipet sekali pakai. Jangan menyebarkan saline.
c. Digunakan pipet volume, teteskan 50 µL sampel pada lingkaran no 1 .
d. Dengan menggunakan pipet, disiapkan pengencer dua kali lipat dengan menarik
campuran ke atas dan ke bawah 5 atau 6 kali. Hindari pembentukan gelembung.
Pindahkan 50 µL dari lingkaran nomor 1 sampai 5 yang mewakili pengenceran
berikut:
Lingkaran
1
2
3
4
5
Pegenceran
1:2
1:4
1:8
1:16
1:32
5
e. Ulangi langkah 3-5 seperti pada metode kualitatif.
f. Kemudian dilihat perubahan yang terjadi.
G. Interpretasi Hasil :
 Pada akhir 8 pemutaran, hasil positif akan menampilkan karakteristik aglutinasi mulai
dari sedikit (reaktif lemah) hingga intens (reaktif kuat).
 Hasil reaktif yang sangat lemah ditandai dengan aglutinat kecil di sekitar pinggiran
daerah uji.
 Hasil negatif tidak menunjukkan reaksi dan menunjukkan penampilan makroskopik
halus dan bahkan tampak jelas.
 Spesimen tes positif harus dilanjutkan pada penelitian serologis lebih lanjut (yaitu
TPHA, FTA, dan ABS) karena seperti halnya prosedur pengujian serologis lainnya,
diagnostik sifilis tidak boleh dilakukan pada hasil reaktif tunggal.
 Untuk metode semi dan catat lingkaran terakhir yang menunjukkan hasil positif.
 Jika pengenceran tertinggi (1:32) masih menunjukkan reaktivitas kuat, lanjutkan
dengan seri pengenceran dua kali lipat lebih lanjut sampai titer titik akhir dapat
ditentukan.
H. Hasil Pemeriksaan :
I. Kesimpulan:
6
J. Diskusi dan Pembahasan:
Bekasi, ………………………….
Praktikan,
…………………………………
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
……………………………………………….
…………………………………..
7
MATERI II
Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination Assay)
A. Tujuan Praktikum
: Kit uji TPHA dirancang untuk mendeteksi antibodi terhadap
Treponema pallidum dalam plasma dan serum manusia.
B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif
C. Dasar Teori
:
Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme
spirochaete Treponema pallidum. Karena organisme ini tidak dapat dikultur pada media
buatan, diagnosis sifilis bergantung pada korelasi data klinis dengan antibodi spesifik
yang ditunjukkan oleh tes serologis. Tes skrining serologis untuk sifilis
menggunakan cardiolipin dan lesitin sebagai antigen karena mudah dilakukan
namun
reaksi
biologis
positif
palsu
(BFP)
sering
terjadi
karena
tes
menggunakan antigen non-Treponemal.
Uji TPI (Treponema Pallidum Immobilisation) dan FTA-ABS (Flourescent
Treponemal Antibody-Absorbant) menggunakan Treponema pallidum patogen sebagai
antigen namun tes ini mengalami beberapa kesulitan untuk serodiagnosis rutin. Tes TPI
memerlukan Treponema pallidum patogen hidup dan tes FTA-ABS memerlukan
mikroskop flouresensi. Kedua tes membutuhkan tingkat keahlian yang tinggi.
Kit uji TPHA ini telah terbukti menjadi tes yang mudah dan spesifik untuk
diagnosis infeksi treponemal, memiliki spesifisitas yang serupa dengan uji TPI dan
sensitivitas yang sebanding dengan uji FTA-ABS. Ini membutuhkan peralatan
laboratorium minimal dan sangat mudah dilakukan.
Reagen TPHA ini digunakan untuk mendeteksi antibodi serum manusia
terhadap Treponema pallidum dengan metode hemaglutinasi tidak langsung (Indirect
Haemagglutination/IHA). Eritrosit avian yang diawetkan dilapisi dengan komponen
antigenik patogen Treponema pallidum (strain Nichol). Sel Uji ini beraglutinasi dengan
adanya antibodi spesifik terhadap Treponema pallidum, dan menunjukkan pola
karakteristik pada plates mikrotitrasi.
Setiap reaksi nonspesifik yang terjadi dideteksi dengan menggunakan sel
kontrol, yang merupakan eritrosit avian yang tidak dilapisi dengan antigen Triponema
8
pallidum. Reaksi yang nonspesifik mungkin juga dapat diserap dengan menggunakan
sel kontrol ini.
Antibodi terhadap treponema non patogenik diserap oleh ekstrak treponema
reiter, termasuk dalam suspensi sel. Hasil uji diperoleh dalam 45-60 menit dan pola
aglutinasi sel keduanya mudah dibaca dan tahan lama.
D. Prinsip
:
Antibodi spesifik untuk T. pallidum yang ada di dalam serum pasien akan
beraglutinasi dengan awetan eritrosit unggas yang terdapat dalam reageant Plasmatec
TPHA yang telah dilapisi komponen antigenik patogen T.pallidum (Nichol
Strain) dan menunjukkan pola aglutinasi pada sumur mikrotitrasi.
E. Alat dan Bahan
Alat
:
:
 Mikropipet
 Sumur plates mikrotitrasi dan
tutup
Bahan :
 Serum sampel
 Sel test
 Sel kontrol
 pengencer
 Serum kontrol positif
 Serum kontrol negatif
9
F. Prosedur
:
1. Metode Kualitatif
a.
Disiapkan alat dan bahan.
b.
Dipakai APD.
c.
Perkenalan dengan pasien dan pemberian identitas pasien.
d.
Dipastikan setiap komponen berada pada suhu kamar.
e.
Pereaksi atau reagen dikocok terlebih dahulu.
f.
Dibuat kontrol positif dan negatif terlebih dahulu. Kemudian dilakukan
pengujian sampel.
g.
Setiap sampel membutuhkan 3 sumur plates mikrotitrasi.
h.
Ditambahkan 190 µL pengencer ke sumur 1.
i.
Ditambahkan 10 µL serum ke sumur 1.
j.
Digunakan mikropipet , campurkan isi sumur 1 dan pindahkan 25 µL ke sumur
2 dan 3.
k.
Pastikan sel uji dan sel kontrol benar-benar tersuspensi ulang. Ditambahkan 75
µL sel kontrol ke sumur 2. Tambahkan 75 µL sel uji ke sumur 3.
l.
Ditepuk wadah dengan lembut untuk mencampur isinya secara menyeluruh.
m. Diinkubasi selama 45-60 menit pada suhu kamar.
n.
Peringatan! Jauhkan plates dari panas, sinar matahari langsung dan sumber
getaran.
o.
Dibaca hasilnya. Hasil stabil selama 24 jam jika plates ditutup dan perhatikan
tindakan pencegahan.
p.
*Hasil positif dilanjutkan dengan metode semikuantitatif.
2. Metode Semi Kuantitatif
a.
Disiapkan alat dan bahan.
b.
Setiap sampel membutuhkan 8 sumur plates mikrotitrasi. Beri label dari huruf
A sampai H.
c.
Ditambahkan 25 µL pengencer ke sumur B sampai H.
d.
Dipindahkan 25 µL serum yang telah diencerkan 1:20 dari uji skrining ke sumur
A dan B.
10
e.
Diambil 25 µL serum yang telah diencerkan dari sumur B dan diencerkan serial
dari sumur B ke H dalam 25 µL aliquot, buang 25 µL serum yang telah
diencerkan dari sumur H.
f.
Pastikan sel uji benar-benar tersuspensi ulang. Ditambahkan 75 µL sel uji untuk
sumur A sampai H. Ini akan memberi pengenceran serum 1/80 di sumur A
sampai 1/10240 di sumur H.
g.
Dikocok wadah dengan lembut untuk mencampur isinya dengan saksama.
h.
Diinkubasi selama 45-60 menit pada suhu kamar. Peringatan! Jauhkan plates
dari panas, sinar matahari langsung dan sumber getaran.
i.
Dibaca hasilnya. Hasil stabil selama 24 jam. Jika plates tertutup dan perhatikan
tindakan pencegahan.
HASIL
SEL UJI
SEL KONTROL
Positif Kuat
Pola sel penuh yang menutupi
Tidak ada aglutinasi yang padat
dasar sumur
Positif Lemah
Pola sel mencakup kira-kira 1/3
Tidak ada aglutinasi yang padat
dari dasar sumur
Tidak Pasti
Pola sel menunjukkan pusat yang
Tidak ada aglutinasi yang padat
terbuka
Negatif
Sel menetap dibagian bawah yang
Tidak ada aglutinasi yang padat
padat, biasanya dengan pusat
kecil yang jelas
Nonspesifik
Reaksi positif
Reaksi positif
G. Penyerapan non spesifik
 Ditambahkan 100µL serum uji ke dalam tabung kecil lalu ditambahkan 400µL sel
kontrol. Dicampurkan secara merata dan dibiarkan dalam posisi tegak lurus selama
1 jam.
 Disentrifugasi selama 15 menit pada 1000 rpm dan diuji supernatan menggunakan
metode kualitatif.
Catatan: sampel kini pada 1/5, ini harus diperhitungkan ketika melakukan
pengenceran. Jika hasilnya berulang kali tidak spesifik, maka sampel harus diuji
dengan metode lain misalnya Reagin atau FTA-ABS.
11
H. Interpretasi Hasil
:
 Reaksi positif yang kuat dapat menunjukkan beberapa lipatan di tepi sel tikar.
Ketika sumur uji menunjukkan hasil positif, kontrol juga harus diamati. Sel-sel
kontrol harus menetap dengan kompak. Mereka tidak digunakan sebagai
pembanding untuk pola serum non reaktif karena sel kontrol akan memberikan pola
yang lebih kompak dari sel uji. Aglutinasi dalam sumur kontrol juga menunjukkan
adanya aglutinin non spesifik dalam sampel, maka tes harus dilaporkan INVALID.
Serum yang memberikan hasil tersebut dapat diserap dengan menggunakan Sel
Kontrol seperti yang diperinci di bagian penyerapan nonspesifik.
 Reaksi
yang
meragukan
dengan
sel
uji
harus
dilaporkan
sebagai
INDETERMINATE. Hasil ini dapat menunjukkan tingkat antibodi yang rendah
pada sifilis primer awal atau frambusia. Sampel ini harus diuji ulang terlebih dahulu
dengan uji kualitatif, kemudian sampel harus diuji di kemudian hari untuk
menentukan apakah ada titer yang naik atau tidak. Dianjurkan juga untuk
melakukan tes reagin dan/atau tes konfirmasi lain (FTA-ABS) untuk melengkapi
profil serum tes.
I. Hasil:
J. Kesimpulan
:
12
K. Diskusi dan Pembahasan:
Bekasi, ………………………….
Praktikan,
…………………………………
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
……………………………………………….
…………………………………..
13
MATERI III
Pemeriksaan Dengue IgM
A. Tujuan Praktikum
:
 Untuk mengetahui pemeriksaan Dengue dengan Teknik ELISA.
 Untuk mengetahui adanya anti-DEN-IgM-Antibodi dalam serum.
B. Metode Pemeriksaan
: Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
C. Dasar Teori
:
Dengue merupakan flavivirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Virus ini tersebar luas di daerah beriklim tropis dan subtropis di seluruh dunia
serta menyebabkan hingga 100 juta infeksi setiap tahun. Infeksi Dengue klasik ditandai
oleh adanya demam mendadak, sakit kepala yang hebat, myalgia, arthralgia, dan bintik
kemerahan. Infeksi primer virus Dengue menyebabkan terbentuknya antibodi IgM yang
meningkat hingga kadar yang dapat dideteksi dalam waktu 3 sampai 5 hari sejak adanya
demam. Antibodi IgM pada umumnya menetap selama 30 hingga 90 hari. Kebanyakan
pasien penderita infeksi Dengue di daerah endemik mengalami infeksi sekunder, sehingga
memiliki antibodi IgG spesifik dengan kadar yang tinggi sebelum atau bersamaan dengan
adanya respon berupa antibodi IgM. Oleh karena itu deteksi antibodi anti-Dengue spesifik
berupa IgM dan IgG dapat membantu membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder.
D. Prinsip
:
HUMAN Dengue IgM ELISA didasarkan pada teknik Sandwich ELISA. Sumur strip
microtiter sebagai fase padat dilapisi dengan Dengue–antigen (DEN Ag). Pada langkah
inkubasi pertama antibodi spesifik yang sesuai (DEN-IgM-Ab) yang ada pada spesimen
pasien atau kontrol berikatan dengan antigen pada fase padat. Pada akhir inkubasi
komponen yang tidak terikat dicuci. Pada inkubasi kedua, konjugat anti-IgM (antibodi
anti-human IgM, konjugat peroksidase) yang ditambahkan akan mengikat secara khusus
antibodi kelas IgG yang menghasilkan pembentukan immunokompleks yang khas. Setelah
pencucian kedua untuk menghilangkan konjugasi yang berlebih, TMB/substrat
ditambahkan. Warna biru berubah menjadi kuning setelah reaksi berhenti. Intensitas
warnanya berbanding lurus dengan konsentrasi DEN-IgM-Ab dalam spesimen.
14
E.
Alat dan Bahan :
Alat
F.
:
Bahan :
 Strip Mikrotiter

Kontrol positif dan negatif
 Mikropipet

Konjugat
 Yellow tip

Subsrat
 Inkubator

Larutan Pencuci (WASH)
 ELISA Reader

Larutan Penghenti (STOP)
 Wadah Subsrat

Aquadest
 Wadah Larutan Pencuci

Serum
Prosedur
:
1. Pembuatan Larutan Pencuci :
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Diencerkan larutan pencuci (WASH) dengan aquadest dengan perbandingan 1:20.
c. Dipipet 800 µL larutan pencuci (WASH).
d. Dipipet 16.000 µL Aquadest, dihomogenkan.
e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C.
2. Pengenceran Sampel :
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Diencerkan sampel dengan diluent dengan perbandingan 1:100.
c. Dipipet 10 µL sampel.
d. Dipipet 1000 µL diluent, dihomogenkan.
e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C.
3. Distribusi Kontrol dan Sampel
:
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Dipipet kontrol negatif sebanyak 100 μL ke dalam sumur B1 dan C1.
c. Dipipet kontrol positif sebanyak 100 μL ke dalam sumur D1 dan E1.
d. Dipipet sampel serum yang telah diencerkan sebanyak 100 μL ke dalam sumur F1,
GI dan H1.
e. Ditutup mikrotiter dengan strip perekat.
f. Diinkubasi selama 60 menit di dalam inkubator pada suhu 37 °C.
4. Proses Pencucian
:
a. Disiapkan alat dan bahan.
15
b. Dilepaskan Strip perekat lalu dibuang isinya ke dalam larutan natrium hipoklorit 5%
c. Ditambahkan Larutan pencuci sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur.
d. Dibuang isinya setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 3 kali.
e. Setelah mencuci, dibersihkan sisa cairan dengan mengetuk mikrotiter secara terbalik
di atas kertas tisu.
5. Distribusi Konjugat
:
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Ditambahkan konjugat sebanyak 100 μL ke dalam sumur B1 sampai dengan H1.
c. Dicampurkan dengan perlahan.
d. Ditutup mikrotiter dengan strip perekat.
e. Diinkubasi selama 30 menit di dalam inkubator pada suhu 37 °C.
6. Proses Pencucian
:
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Dilepaskan Strip perekat lalu dibuang isinya ke dalam larutan natrium hipoklorit
5%.
c. Ditambahkan Larutan pencuci sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur.
d. Dibuang isinya setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 3 kali.
e. Setelah mencuci, dibersihkan sisa cairan dengan mengetuk mikrotiter secara
terbalik di atas kertas tisu.
7. Pembuatan dan Distribusi Substrat
:
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Ditambahkan Substrat sebanyak 100 μL ke masing-masing sumur.
c. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter.
d. Diinkubasi selama15 menit pada suhu 15 – 25 °C.
8. Distribusi Larutan Penghenti (Stop Solution) :
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Ditambahkan Larutan penghenti (STOP) sebanyak 100 µL ke masing-masing
sumur.
c. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter.
9. Pembacaan Absorbans
:
a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah
penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620-690 nm
(jika ada).
b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV.
16
G. Validasi Hasil
Pemeriksaan dapat dianggap valid jika sesuai dengan kriteria berikut :
1.
Substrat pada well A1 < 0,100
2.
MNC ≤ 0,300
3.
PC : A450 ≥ COV
H. Perhitungan
Rata-rata nilai absorban dari NC pada well B1 dan C1 (MNC) adalah sebagai berikut :
MNC = Abs 450 (B1) + Abs 450 (C1)
2
Cut-off value (COV) = MNC + 0,35
I.
Interpretasi Hasil
1.
Hasil dianggap Positif jika nilai absorbansi > 10% dari COV
2.
Hasil dianggap Negatif jika nilai absorbansi < 10% dari COV
3.
Hasil tidak dianggap Positif atau Negatif apabila kurang dari 10% > COV atau kurang
dari COV < 10%
Hasil
A450 (pasien) ≥ COV + 10%
A450 (pasien) < COV – 10%
Interpretasi
Anti-DEN-IgM-Ab Positif
Anti-DEN-IgM-Ab Negatif
Nilai Absorbansi x 10
= 𝑈/𝑚
COV
Misal:
Cut-off
10 U/mL
Grey zone
Negatif
Positif
9-11 U/mL
9 U/mL
> 11 U/mL
17
J.
Hasil Pemeriksaan
18
K. Kesimpulan
L.
Diskusi dan Pembahasan
Bekasi, ………………………….
Praktikan,
…………………………………
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
……………………………………………….
…………………………………..
19
MATERI IV
Pemeriksaan SD Bioline Dengue NS1 Antigen
A. Tujuan Praktikum
: Untuk mendeteksi antigen dengue virus NS1 secara kualitatif
dalam serum manusia, plasma atau darah lengkap sebagai
diagnosis
infeksi
awal
dengue
akut
dengan
teknik
imunokromatografi secara in vitro, one step assay.
B. Metode Pemeriksaan
: Imunokromatografi, Rapid test
C. Dasar Teori
:
Virus demam berdarah, ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus,
yang tersebar luas pada daerah tropis dan subtropis di dunia. Terdapat empat serotipe yang
berbeda (virus demam berdarah 1, 2, 3, dan 4). Pada anak-anak, infeksi sering subklinis
atau disebabkan karena self limited febrile disease. Bagaimanapun, jika pasien terinfeksi
untuk kedua kalinya dengan serotipe yang berbeda seperti penyakit yang lebih parah,
demam berdarah dengue, atau sindrom syok dengue, yang lebih mungkin dapat terjadi.
Demam berdarah dianggap sebagai penyakit virus yang dibawa oleh arthropoda yang
paling penting karena morbiditas dan mortalitas manusia yang diakibatkannya.
NS1 adalah glikoprotein yang hadir pada konsentrasi tinggi pada sera pasien yang
terinfeksi dengue selama fase klinis awal penyakit. Antigen NS1 ditemukan dari hari
pertama sampai 9 hari setelah timbulnya demam pada sampel pasien primer dan sekunder
yang terinfeksi dengue. Biasanya IGM tidak terdeteksi pada 5 sampai 10 hari setelah gejala
penyakit infeksi dengue primer dan pada 4 sampai 5 hari setelah gejala penyakit infeksi
dengue sekunder. Pada infeksi primer, IgG muncul pada hari ke 14 dan bertahan untuk
hidup. Infeksi sekunder menunjukkan kenaikan IgG dalam 1 – 2 hari setelah timbulnya
gejala dan menginduksi respon IgM setelah 20 hari infeksi.
D. Prinsip
:
Alat uji berisi strip membran, yang dilapisi dengan tangkapan anti-dengue NS 1 Ag
pada daerah band uji. Anti-dengue NS 1 Ag-koloid terkonjugasi dan serum, plasma, atau
sampel darah lengkap bergerak sepanjang membran secara kromatografi ke daerah uji (T)
dan membentuk garis yang terlihat sebagai bentuk partikel emas antibodi-antigen-antibodi.
20
SD Bioline Dengue NS 1 Ag tes memiliki 2 garis pre-coated, “T” (garis tes) dan “C”
(garis kontrol). Baik garis tes dan garis kontrol pada jendela hasil tidak terlihat sebelum
memberikan sampel. Garis kontrol digunakan untuk kontrol prosedural dan harus selalu
muncul jika prosedur uji dilakukan dengan benar. Dengue NS 1 Ag dapat identifikasi
antigen virus dengue NS1 pada serum, plasma, dan spesimen darah dengan sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi.
E. Alat dan Bahan
SD Bioline Dengue NS1 Ag kit berisi item sebagai berikut:
 Perangkat uji dalam kantung foil dengan dessicant
 Droppers sekali pakai
 Petunjuk untuk penggunaan
Sampel
:
 Darah lengkap (yang berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)
 Plasma (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)
 Serum (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)
I.
Prosedur
:
1. Dikeluarkan alat uji dari kantong foil, dan diletakkan diatas permukaan yang datar dan
kering.
2. Dengan droper sekali pakai, ditambahkan 3 tetes (sekitar 100 ul) dari spesimen ke
dalam well sampel.
3. Ketika pemeriksaan berlangsung, akan muncul warna ungu pada celah hasil yang
berada di bagian tengah perangkat.
4. Hasil pemeriksaam diinterpretasikan dalam 15 – 20 menit.
Perhatian : Hasil jangan dibaca tes setelah 20 menit. Telat pembacaan dapat
memberikan hasil palsu.
21
5. Hasil positif tidak akan berubah begitu sudah terbentuk pada 15 – 20 menit.
Bagaimanapun, untuk mencegah hasil yang tidak diinginkan, hasil tes seharusnya tidak
di interpretasi lebih dari 20 menit.
Validasi Hasil
:
Dengan memperhatikan terbentuk atau tidaknya garis pada garis kontrol.
J.
Interpretasi Hasil
:
 Hasil Negatif
Hanya terlihat garis kontrol saja (C) pada jendela hasil.
 Hasil Positif
Terdapat 2 garis pada jendela hasil, yaitu garis tes dan garis kontrol.
 Hasil invalid
Jika warna tidak terlihat di garis kontrol maupun garis kontrol dan garis tes setelah
dilakukan tes, hasil dianggap tidak valid. Dianjurkan untuk melakukan tes ulang.
22
K. Hasil Pemeriksaan
:
L. Kesimpulan
:
M. Diskusi dan Pembahasan:
Bekasi, ………………………….
Praktikan,
…………………………………
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
……………………………………………….
…………………………………..
23
MATERI V
Pemeriksaan HBsAg dengan Teknik ELISA
A. Tujuan Praktikum
: Untuk mengetahui pemeriksaan HbsAg dengan Teknik ELISA,
untuk mengetahui adanya antigen permukaan HBV (HBsAg) dalam serum.
B. Metode Pemeriksaan
: ELISA
C. Dasar Teori
:
Hepatitis adalah penyakit sistemik yang diawali dari hati. Kebanyakan kasus hepatitis
akut disebabkan oleh Virus Hepatitis A, Hepatitis B, atau Hepatitis C. Hepatitis B adalah
peradangan hati yang terjadi karena adanya infeksi dari Virus Hepatitis B (HBV). Hepatitis B
umumnya menular dari ibu ke anak saat proses kelahiran atau pada anak usia dini (Selamoglu,
2009). Hepatitis B dapat juga ditularkan melalui pemaparan mukosa terhadap darah atau cairan
tubuh lain yang terinfeksi termasuk cairan semen dan vaginal. Gejala hepatitis B adalah urin
yang gelap, penyakit kuning, kelelahan yang berlebihan, mual, muntah, dan nyeri perut (WHO,
2013). Berdasarkan hasil RISKESDAS 2007, Indonesia tergolong negara dengan endemisitas
tinggi, sehingga Indonesia merupakan negara dengan pengidap hepatitis terbesar nomor 2
diantara negara-negara ASEAN.
HBV adalah virus yang termasuk dalam keluarga Hepadnaviridae. Partikel HBV
berbentuk bulat dengan diameter 42 nm (Selamoglu, 2009). Virus ini memiliki selubung dan
nukleokapsid yang berbentuk ikosahedral. Nukleokapsid pada HBV berfungsi untuk
melindungi material genetik berupa rcDNA (relaxed circular DNA) dan DNA Polimerase.
HBV memiliki tiga antigen yang dapat dikenali oleh sistem imun tubuh, yaitu HBcAg, HBeAg,
dan HBsAg (Selamoglu, 2009). Core (HBcAg) merupakan antigen yang berada di bagian inti
HBV, Pre core (HBeAg) merupakan partikel yang disekresikan oleh sel inang dan merupakan
partikel yang infeksius, sedangkan HBsAg adalah antigen yang terletak pada permukaan
selubung HBV (Lunsdorf et al., 2011).
24
Struktur Virus Hepatitis B (Selamoglu, 2009)
Pada pasien yang terinfeksi HBV, protein permukaan virus (HBsAg) akan diproduksi
secara berlebihan di sel hati bahkan melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk merakit virus baru.
Protein permukaan ini kemudian disekresikan sebagai campuran partikel berbentuk bola dan
tubular (Virus Like Particle) ke dalam darah. Dengan demikian, pada serum pasien yang
terinfeksi HBV ditemukan virus utuh tetapi ada juga partikel bola kosong dan partikel tubular
yang terdiri dari protein permukaan (Lunsdorf et al., 2011). Kehadiran HBsAg dalam serum
atau plasma mengindikasikan adanya infeksi aktif dari Hepatitis B, bisa infeksi akut ataupun
kronik. Pada infeksi Hepatitis B, HBsAg akan terdeteksi pada 2 sampai 4 minggu sebelum
tingkat ALT menjadi abnormal dan 3 sampai 5 minggu sebelum timbul gejala klinis (Kramvis
et al., 2005).
Deteksi HBsAgdapat dilakukan dengan beberapa metode pemeriksaan, yaitu serologi
dan Polymerase Chain Reaction (PCR). Uji serologi antara lain menggunakan metode Enzyme
Immunoassay (EIA), Enzyme Linked Immunoassay (ELISA), Enzyme Linked Flouroscent
Assay (ELFA), Immunochromatography Test (ICT) atau rapid test, Radio Immunoassay (RIA),
dan Chemiluminescent Microparticle Immunoassay (CMIA). Sedangkan untuk mendeteksi
DNA virus dapat digunakan PCR (Rina, dkk., 2006).
ELISA adalah suatu singkatan bahasa Inggris yang disebut dengan Enzyme Linked
Immunosorbent Assay atau penetapan kadar immunosorben taut enzim yang merupakan suatu
uji serologis. Menggunakan teknik ELISA dalam bidang imunologi untuk menganalisis
interaksi antara antigen dan antibodi didalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai
dengan menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelapor/signal. Selanjutnya
25
digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi/antigen dengan
menggunakan antibodi/antigen spesifik. Teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji
kuantitatif untuk mengukur kadar antibodi/antigen yang diuji dengan menggunakan alat bantu
berupa spektrofotometer dan dengan cara menentukan jumlah penambahan kadar
antibodi/antigen, sehingga dapat dibuat suatu kurva standard antara kadar antibody atau antigen
yang dapat dihitung berdasarkan absorbansinya (Ichwan, 2014).
ELISA dianggap pemeriksaan yang memiliki spesifitas dan sensitifitas yang tinggi
yang mampu menunjang diagnosa klinis hepatitis B. ELISA (EIA) dibagi menjadi dua macam
yaitu homogenous EIA dan heterogenous EIA. Homogenous EIA berguna untuk pemeriksaan
bahan obat-obatan, hormon dan lain-lain. Sedangkan heterogenous EIA berguna untuk
pemeriksaan bahan yang memiliki berat molekul besar misalnya antigen dan antibodi.
Pemeriksaan parameter petanda serologis hepatitis B termasuk dalam kelompok kedua yaitu
heterogenous EIA.
Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu :
1. Pelapisan (coating) dengan antigen atau antibodi pada plate (phase padat). Pelapisan
dengan dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk penentuan antigen.
2. Penambahan bahan yang ditentukan (diperiksa), misalnya serum, plasma, saliva dan cairan
tubuh yang lain.
3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan antigen antibody yang
terjadi. Ada dua detektor yang digunakan yaitu :
a. Penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang berlabel enzim, misalnya Horse
Radish Peroxidase (HRPO), Alkaline Phosphatase, Urease, Glucose Oxidase (GOP)
dan lain-lain.
b. Penambahan substrat yang berfungsi memberi perubahan warna pada reaksi. Misalnya
TMB (Tetra Methyl Benzidine), O- Toluidine, OPD, ABTS dan lain-lain.
ELISA sendiri terdiri dari beberapa macam metode diantaranya ELISA kompetitif,
ELISA double sandwich antigen atau antibodi dan indirect ELISA yang ketiganya memiliki
prinsip dasar reaksi yang sama yaitu reaksi antigen antibodi (Faizal, 2011).
HBsAg ELISA merupakan pemeriksaan berdasarkan metode sandwich immunoassay.
Antibodi monoklonal spesifik terhadap HBsAg dilekatkan pada well sample kemudian serum
sampel yang mengandung HBsAg ditambahkan sehingga terbentuk ikatan antigen antibodi,
selanjutnya ditambahkan anti HBs yang dilabel konjugat peroksidase sehingga terbentuk ikatan
komplek dan melepaskan peroksida yang bereaksi dengan chromogen membentuk senyawa
26
berwarna biru yang intensitasnya sebanding dengan konsentrasi HbsAg dalam sampel. Reaksi
dihentikan dengan penambahan asam sulfat sebagai stop solution sehingga warna berubah
menjadi kuning yang dibaca absorbannya dengan alat ELISA Plate Reader pada λ 450 nm dan
620 – 700 nm.
D. Prinsip
:
Tes HBsAg didasarkan pada teknik ELISA antigen langsung menggunakan
microwells yang dilapisi dengan antibodi monoklonal (mab, mouse) terhadap HBsAg.
Sampel uji bereaksi bersamaan dengan mab fase padat dan dengan sebuah antibodi
anti-HBs poliklonal (kelinci percobaan [marmot]) dikonjugasikan dengan horseradish
peroxidase.
Jika HBs Ag ada dalam sampel, kompleks yang mengandung peroksidase
ditangkap di permukaan microwell (Langkah 1). Setelah inkubasi, konjugat enzim tak
terikat dihilangkan dengan cara mencuci. Larutan substrat ditambahkan (Langkah 2) dan
selama inkubasi lanjutan, warna biru timbul. Setelah pemberhentian reaksi dengan larutan
asam, warna berubah menjadi kuning. Intensitas warna ini, sebanding dengan jumlah
HBsAg dalam spesimen.
Penyerapan kontrol dan spesimen ditentukan dengan menggunakan ELISA
READER atau sistem ELISA otomatis (seperti HUMAN's Humareader atau jalur
ELISYS). Hasil untuk sampel pasien diperoleh dengan perbandingan dengan cut off value
(nilai batas ambang negatif).
E. Alat dan Bahan
1. Alat :
2. Bahan :
a. Strip mikrotiter
a. Kontrol Positif dan Negatif
b. Mikropipet
b. Konjugat
c. Yellow tip
c. Substrat A dan B
d. Inkubator
d. Larutan Pencuci
e. ELISA Reader
e. Larutan Penghenti (Stop)
f. Wadah Substrat
f. Aquadest
g. Wadah Larutan Pencuci
g. Sampel : Serum
h. Wadah waste
27
F. Prosedur
:
1. Pembuatan Larutan Pencuci :
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Diencerkan larutan pencuci (WASH) dengan aquadest dengan perbandingan 1:19.
c. Dipipet 1,5 mL larutan pencuci (WASH).
d. Dipipet 28,5 mL Aquadest, dihomogenkan.
e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C.
2. Distribusi Kontrol dan Sampel
:
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Dipipet kontrol negatif sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1, C1, D1.
c. Dipipet kontrol positif sebanyak 50 μL ke dalam sumur E1 dan F1.
d. Dipipet sampel serum sebanyak 50 μLke dalam sumur G1 dan H1.
3. Distribusi Konjugat :
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Ditambahkan konjugat sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1 sampai dengan H1.
c. Dicampurkan dengan perlahan.
d. Ditutup mikrotiter dengan strip perekat.
e. Diinkubasi selama 80 menit di dalam inkubator pada suhu 37 °C.
4. Proses Pencucian
:
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Dilepaskan strip perekat lalu dibuang isinya ke dalam larutan natrium hipoklorit
5%
c. Ditambahkan larutan pencuci sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur.
d. Dibuang isinya setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 7 kali.
e. Setelah mencuci, dibersihkan sisa cairan dengan mengetuk mikrotiter secara
terbalik di atas kertas tisu.
5. Pembuatan dan Distribusi Substrat
:
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Ditambahkan Substrat A dan Substrat B masing-masing sebanyak 500 μL.
c. Stabilitas : 30 menit dalam suhu 15 – 25 °C.
d. Substrat yang telah dicampurkan, ditambahkan sebanyak 100 μL ke masingmasing sumur.
e. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter.
f. Diinkubasi selama 30 menit pada suhu 15 – 25 °C.
28
6. Pembacaan Absorbans
:
a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah
penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620 – 690 nm
(jika ada).
b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV.
G. Interpretasi Hasil
:
Perhitungan Nilai Kontrol, Cut Off dan Cut Off Index :
Nilai absorbansi rata-rata kontrol negatif dalam sumur B1, C1, dan D1 (MNC) dan
kontrol positif pada sumur E1 dan F1 (MPC) di hitung menurut :
MNC =
A450 (B1) + A450 (C1) + A450 (D1)
3
MPC =
A450 (E1) + A450 (F1)
2
COV = MNC + 0.025
Validasi
:
1. Blank A1 <0,100 : Harus tidak berwarna atau kuning muda, jika tidak tesnya
tidak valid dan harus diulang
2. MNC <0,100
3. MPC ≥0,600
4. MPC - MNC ≥0,50
Interpretasi Hasil
:
Hasil
Interpretasi
A450 (spesimen) < COV
Negatif untuk HBsAg non-reaktif
A450 (spesimen) > COV
Tesulang yang sama
A450 (spesimen) > COV
Positif untuk HBsAg non-reaktif
Awalnya reaktif : uji ulang
HBsAg
Berulang kali reaktif : melakukan tes
konfirmasi
29
H. Hasil Pemeriksaan
:
I.
:
Kesimpulan
30
J.
Diskusi dan Pembahasan:
Bekasi, ………………………….
Praktikan,
…………………………………
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
……………………………………………….
…………………………………..
31
MATERI VI
Pemeriksaan Anti HBs Dengan Teknik ELISA
A. Tujuan Praktikum
:
Untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) dalam
serum atau plasma manusia.
B. Metode Pemeriksaan : Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
C. Dasar Teori
:
Hepatitis adalah penyakit sistemik yang diawali dari hati. Kebanyakan kasus
hepatitis akut disebabkan oleh Virus Hepatitis A, Hepatitis B, atau Hepatitis C.
Hepatitis B adalah peradangan hati yang terjadi karena adanya infeksi dari Virus
Hepatitis B (HBV). Hepatitis B umumnya menular dari ibu ke anak saat proses
kelahiran atau pada anak usia dini (Selamoglu, 2009). Hepatitis B dapat juga ditularkan
melalui pemaparan mukosa terhadap darah atau cairan tubuh lain yang terinfeksi
termasuk cairan semen dan vagina. Gejala hepatitis B adalah urin yang gelap, penyakit
kuning, kelelahan yang berlebihan, mual, muntah, dan nyeri perut (WHO, 2013).
Berdasarkan hasil RISKESDAS 2007, Indonesia tergolong negara dengan endemisitas
tinggi, sehingga Indonesia merupakan negara dengan pengidap hepatitis terbesar nomor
2 diantara negara-negara ASEAN.
HBV adalah virus yang termasuk dalam keluarga Hepadnaviridae. Partikel
HBV berbentuk bulat dengan diameter 42 nm (Selamoglu, 2009). Virus ini memiliki
selubung dan nukleokapsid yang berbentuk ikosahedral. Nukleokapsid pada HBV
berfungsi untuk melindungi material genetik berupa rcDNA (relaxed circular DNA)
dan DNA Polimerase. HBV memiliki tiga antigen yang dapat dikenali oleh sistem imun
tubuh, yaitu HBcAg, HBeAg, dan HBsAg (Selamoglu, 2009). Core (HBcAg)
merupakan antigen yang berada di bagian inti HBV, Pre core (HBeAg) merupakan
partikel yang disekresikan oleh sel inang dan merupakan partikel yang infeksius,
sedangkan HBsAg adalah antigen yang terletak pada permukaan selubung HBV
(Lunsdorf et al., 2011).
32
Struktur Virus Hepatitis B (Selamoglu, 2009)
Pada pasien yang terinfeksi HBV, protein permukaan virus (HBsAg) akan
diproduksi secara berlebihan di sel hati bahkan melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk
merakit virus baru. Protein permukaan ini kemudian disekresikan sebagai campuran
partikel berbentuk bola dan tubular (Virus Like Particle) ke dalam darah. Dengan
demikian, pada serum pasien yang terinfeksi HBV ditemukan virus utuh tetapi ada juga
partikel bola kosong dan partikel tubular yang terdiri dari protein permukaan (Lunsdorf
et al., 2011). Kehadiran HBsAg dalam serum atau plasma mengindikasikan adanya
infeksi aktif dari Hepatitis B, bisa infeksi akut ataupun kronik. Pada infeksi Hepatitis
B, HBsAg akan terdeteksi pada 2 sampai 4 minggu sebelum tingkat ALT menjadi
abnormal dan 3 sampai 5 minggu sebelum timbul gejala klinis (Kramvis et al., 2005).
Pengetahuan tentang ada atau tidaknya antibodi (anti-HBs) terhadap antigen
permukaan Hepatitis B (HbsAg) dapat berguna dalam menilai kekebalan atau
pemulihan klinis dari individu yang terinfeksi HBV. Hilangnya HbsAg dan munculnya
anti-HBs dalam serum mencerminkan bahwa individu berada pada tahap akhir
pemulihan dari infeksi HBV. Antibodi anti-HBs mungkin tetap dalam serum selama
bertahun-tahun. Jika dipertahankan pada tingkat tertentu, serum anti-HBs dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap infeksi ulang oleh HBV.
ELISA adalah suatu singkatan bahasa Inggris yang disebut dengan : (Enzymelinked immunosorbent assay) atau penetapan kadar immunosorben taut-enzim yang
merupakan suatu uji serologis.
Menggunakan teknik ELISA dalam bidang imunologi untuk menganalisis
interaksi antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut
ditandai dengan menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelapor/signal.
33
Selanjutnya digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu
antibodi/antigen dengan menggunakan antibodi/antigen spesifik. Teknik ELISA juga
dapat diaplikasikan dalam uji kuantitatif untuk mengukur kadar antibodi/antigen yang
diuji dengan menggunakan alat bantu berupa spektrofotometer dan dengan cara
menentukan jumlah penambahan kadar antibodi/antigen, sehingga dapat dibuat suatu
kurva standard antara kadar antibody atau antigen yang dapat dihitung berdasarkan
absorbansinya ( Ichwan, 2014).
ELISA dianggap pemeriksaan yang memiliki spesifitas dan sensitifitas yang
tinggi yang mampu menunjang diagnosa klinis hepatitis B. ELISA ( EIA ) dibagi
menjadi dua macam yaitu homogenous EIA dan heterogenous EIA. Homogenous EIA
berguna untuk pemeriksaan bahan obat-obatan, hormon dan lain-lain. Sedangkan
heterogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan yang memiliki berat molekul
besar misalnya antigen dan antibodi. Pemeriksaan parameter petanda serologis hepatitis
B termasuk dalam kelompok kedua yaitu heterogenous EIA.
Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu :
1. Pelapisan (coating) dengan antigen atau antibodi pada plate (fase padat). Pelapisan
dengan dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk penentuan antigen.
2. Penambahan bahan yang ditentukan (diperiksa), misalnya serum, plasma, saliva dan
cairan tubuh yang lain.
3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan Ag – Ab yang terjadi.
Ada dua detektor yang digunakan yaitu :
a. Penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang berlabel enzim,
misalnya Horse Radish Peroxidase (HRPO). Alkaline Phosphatase, Urease,
Glukose-Oxidase (GOP) dan lain-lain.
b. Penambahan substrat yang berfungsi memberi perubahan warna pada reaksi.
Misalnya TMB (Tetra Methyl Benzidine, O- Toluidine, OPD, ABTS dan lainlain.
ELISA sendiri terdiri dari beberapa macam metode diantaranya ELISA kompetitif,
ELISA double sandwich antigen atau antibodi dan indirect ELISA yang ketiganya
memiliki prinsip dasar reaksi yang sama yaitu reaksi Ag - Ab (Faizal, 2011).
D. Prinsip
:
Tes Anti HBs adalah sistem immunoassay enzim fase padat yang memanfaatkan
metode sandwich untuk mendeteksi Anti HBs yang merupakan sampel dan konjugat
34
peroksidase ditambahkan ke mikrowell yang dilapisi HbsAg yang telah dimurnikan.
Jumlah konjugat peroksidase HbsAg yang terikat di sumur proporsional dengan
konsentrasi Anti HBs pada spesimen. Setelah diinkubasi konjugat yang tidak terikat
dicuci. Larutan subsrat ditambahkan dan selama ikubasi selanjutnya warna biru akan
berkembang. Intensitas warna ini akan menjadi kuning setelah reaksi dihentikan dengan
larutan asam yang sesuai dengan Anti HBs yang ada dalam spesimen. Dengan batasan
tertentu optical density yang berada pada 450 nm (OD 450) merefleksikan level Anti
HBs pada spesimen. OD 450 yang terbaca sama atau lebih besar dai nilai batas dianggap
reaktif untuk Anti HBs.
E. Alat dan Bahan
Alat
:
:
 Strip Mikrotiter
 Mikropipet
 Yellow tip
 Inkubator
 ELISA Reader
 Wadah Subsrat
 Wadah Larutan Pencuci
Bahan :

Kontrol positif dan negatif

Konjugat

Subsrat A dan Subsrat B

Larutan Pencuci

Larutan Penghenti (STOP)

Aquadest

Serum
35
F. Prosedur
:
1. Pembuatan Larutan Pencuci
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Larutan pencuci (WASH) diencerkan dengan aquadest dengan perbandingan
1:19.
c. Dipipet 1 mL larutan pencuci (WASH).
d. Dipipet 19 mL Aquadest, dihomogenkan.
e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C.
2. Distribusi Kontrol dan Sampel
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Dipipet kontrol negatif sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1, C1, D1.
c. Dipipet kontrol positif sebanyak 50 μL ke dalam sumur E1 dan F1.
d. Dipipet sampel serum sebanyak 50 μL ke dalam sumur G1 dan H1.
3. Distribusi Konjugat
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Konjugat ditambahkan sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1 sampai dengan
H1.
c. Konjugat dicampurkan perlahan.
d. Mikrotiter ditutup dengan strip perekat.
e. Diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 °C.
4. Proses Pencucian
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Strip perekat dilepaskan, isinya dibuang ke dalam larutan natrium hipoklorit 5%
c. Larutan pencuci ditambahkan sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur.
d. Isinya dibuang setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 5 kali.
e. Setelah mencuci, sisa cairan di bersihkan dengan mengetuk piring secara
terbalik di atas kertas tisu.
5. Pembuatan dan Distribusi Substrat
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Substrat A dan Substrat B ditambahkan masing-masing sebanyak 500 μL.
c. Stabilitas : 30 menit dalam suhu 15 – 25 °C.
d. Substrat yang telah dicampurkan ditambahkan sebanyak 100 μL ke masingmasing sumur.
36
e. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter.
f. Diinkubasi selama 30 menit pada suhu 15 – 25 °C.
6. Pembacaan Absorbans
a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah
penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620-690nm
(jika ada).
b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV.
Validasi Hasil
a. Blanko/A1 = <0,100
b. Nilai rata-rata kontrol negatif MNC<0,200
c. Nilai rata-rata kontrol positif MPC >0,500
d. MPC-MNC = > 0,300
e. Jika perbedaan lebih kecil, teknik yang tidak benar mungkin penyebabnya. Uji harus
dilakukan ulang. Jika perbedaan kurang dari 0,300 secara konsisten kerusakan
reagen mungkin penyebabnya.
f. Nilai Negatif Control harus berada diantara 0,5 x MNC dan 2,0 x MNC. Jika salah
satu nilai berada diluar jarak, buang nilai ini dan hitung kembali MNC. Jika kedua
nilai berada diluar jarak, uji harus diulang.
NC = 0,5 x MNC < MNC < 2,0 x MNC
Perhitungan
Ada atau tidak adanya anti-HBs ditentukan dengan membandingkan nilai absorbansi
spesimen dengan nilai cut-off. Nilai cut-off dihitung dari kontrol negatif.
Nilai Cut-off COV = MNC + 0,025
G. Interpretasi Hasil
a. POSITIF : Spesimen dengan nilai absorbansi sama dengan atau lebih besar dari
1.1 x COV dianggap anti-HBs positif dengan kriteria tes.
b. NEGATIF : Spesimen dengan nilai absorbansi kurang dari 0,9 x COV dianggap
anti-HBs negatif (atau non- reaktif).
c. EQUIVOCAL/GREY ZONE : Spesimen dengan nilai absorbansi dalam +10%
dari cut-off harus diuji ulang untuk mengkonfirmasi pembacaan asli.
37
H. Hasil Pemeriksaan
38
I. Kesimpulan
J. Diskusi dan Pembahasan
Bekasi, ………………………….
Praktikan,
…………………………………
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
……………………………………………….
…………………………………..
39
MATERI VII
Pemeriksaan Anti HIV 1/2 dengan Teknik ELISA
A. Tujuan Praktikum
: Untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Human
Immunodeficiency Virus Tipe 1 dan 2 (HIV-1, HIV-2) pada serum dan plasma manusia.
B. Metode Pemeriksaan
: Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
C. Dasar Teori
:
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat penyebab AIDS
dengan cara menyerang sel darah putih yaitu CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan
tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang
sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak virus
HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat
diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh.
Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 sebagai nama untuk retrovirus yan diususlkan
pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montegnier dari Prancis, yang awalnya
menamakannya LAV (Lymphadenopathy Associated Virus) dan oleh Robert Gallo dari AS,
yang awalnya menamakannya HTLV-III ( Human T Lymphotropic Virus Type III ).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan
dampak atau efek dari perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV
membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat
berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan
tubuh yang tadinya dimiliki karena sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
HIV adalah agen penyebab acquired immunedefisiency syndrome (AIDS). Virus ini
berkembang lewat lapisan luar lipid yang dibawah dari membrane sel inang. Beberapa virus
glikoprotein menepati lapisan luar tersebut, setiap virus memiliki 2 salinan anti positif genomic
RNA. HIV 1 terisolasi dari pasien denan AIDS dan AIDS hubungan kompleks dan dari orang
sehat potensi resiko yang tinggi untuk mengembangkan AIDS. HIV 2 terisolasi dari pasienpasien AIDS di Afrika Barat dan dari individu-individu yang tidak memiliki gejala sero positif.
Keduanya HIV 1 dan HIV 2 mndatangkan suatu respon kekebalan. Pemeriksaan antibodi HIV
dalam serum atau plasma merupakan cara yang umum yang lebih efisien untuk menentukan
apakah seseorang tak terlindungi dari HIV dan melindungi darah dan elemen-elemen yang
dihasilkan darah untuk HIV. Perbedaan dalam sifat-sifat biologis, aktifitas serologis, dan
40
deretan genom, HIV 1 dan 2 positif sera dapat diidentifikasi dengan menggunakan tes serologis
dasar HIV.
Gambar 1. Struktur Virus HIV
Gambar 2. Perbedaan HIV 1 dan HIV 2
ELISA adalah suatu singkatan bahasa Inggris yang disebut dengan : (Enzyme-linked
immunosorbent assay) atau penetapan kadar immunosorben taut-enzim yang merupakan suatu
uji serologis.
Menggunakan teknik ELISA dalam bidang imunologi untuk menganalisis interaksi
antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai dengan
menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelapor/signal. Selanjutnya digunakan
sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi/antigen dengan
menggunakan antibodi/antigen spesifik. Teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji
41
kuantitatif untuk mengukur kadar antibodi/antigen yang diuji dengan menggunakan alat bantu
berupa spektrofotometer dan dengan cara menentukan jumlah penambahan kadar
antibodi/antigen, sehingga dapat dibuat suatu kurva standard antara kadar antibody atau antigen
yang dapat dihitung berdasarkan absorbansinya.
ELISA dianggap pemeriksaan yang memiliki spesifitas dan sensitifitas yang tinggi yang
mampu menunjang diagnosa klinis hepatitis B. ELISA ( EIA ) dibagi menjadi dua macam yaitu
homogenous EIA dan heterogenous EIA. Homogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan
obat-obatan, hormon dan lain-lain. Sedangkan heterogenous EIA berguna untuk pemeriksaan
bahan yang memiliki berat molekul besar misalnya antigen dan antibodi. Pemeriksaan
parameter petanda serologis hepatitis B termasuk dalam kelompok kedua yaitu heterogenous
EIA.
Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu :
1. Pelapisan (coating) dengan antigen atau antibodi pada plate (fase padat). Pelapisan dengan
dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk penentuan antigen.
2. Penambahan bahan yang ditentukan (diperiksa), misalnya serum, plasma, saliva dan cairan
tubuh yang lain.
3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan Ag – Ab yang terjadi. Ada
dua detektor yang digunakan yaitu :
a. Penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang berlabel enzim, misalnya Horse
Radish Peroxidase (HRPO). Alkaline Phosphatase, Urease, Glukose-Oxidase (GOP)
dan lain-lain.
b. Penambahan substrat yang berfungsi memberi perubahan warna pada reaksi. Misalnya
TMB (Tetra Methyl Benzidine, O- Toluidine, OPD, ABTS dan lain-lain.
ELISA sendiri terdiri dari beberapa macam metode diantaranya ELISA kompetitif,
ELISA double sandwich antigen atau antibodi dan indirect ELISA yang ketiganya memiliki
prinsip dasar reaksi yang sama yaitu reaksi Ag – Ab.
D. Prinsip
:
ELISA HUMAN ANTI-HIV 1/2 merupakan generasi yang ketiga. Antigen rekombinan
(rAg) yang spesifik untuk HIV-1 (gp120, gp41, p24,) dan HIV-2 (gp36) dilapisi di sumur
mikrotiter dan terikat pada horseradish peroxidase (HRP) dalam konjugat.
Selama inkubasi antibodi spesifik HIV yaitu anti HIV IgG, IgM, IgA dalam spesimen
pasien atau kontrol positif mengikat antigen rekombinan yang tidak bergerak dan konjugat
yang membentuk kompleks antigen-antibodi ganda. Setelah langkah pencucian untuk
42
menghilangkan komponen tak terikat, TMB /Substrat ditambahkan. Warna biru berubah
menjadi kuning setelah reaksi berhenti. Intensitas warnanya berbanding lurus dengan
konsentrasi HIV-ab pada spesimen. Penyerapan kontrol dan spesimen ditentukan dengan
menggunakan ELISA microplate readers atau automated ELISA systems (seperti Human
HumaReader atau ELISYS line) pada 450 nm. Hasil untuk sampel pasien diperoleh dengan
membandingkannya dengan nilai batas berdasarkan kontrol negatif.
E. Alat dan Bahan
Alat
:
:
 Strip Mikrotiter
 Mikropipet
 Yellow tip
 Inkubator
 ELISA Reader
 Wadah Subsrat
 Wadah Larutan Pencuci
Bahan
:

Kontrol positif dan negatif

Konjugat

Subsrat A dan Subsrat B

Larutan Pencuci

Larutan Penghenti (STOP)

Aquadest

Serum
43
F. Prosedur
:
1. Pembuatan Larutan Pencuci
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Larutan pencuci (WASH) diencerkan dengan aquadest dengan perbandingan 1:45.
c. Dipipet 500 µL larutan pencuci (WASH).
d. Dipipet 22,5 mL Aquadest, dihomogenkan.
e. Stabilitas : 30 hari pada suhu 2 – 8 °C.
2. Pembuatan Larutan Konjugat
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Larutan pencuci (WASH) diencerkan dengan larutan pengencer dengan
perbandingan 1:10.
c. Dipipet 200 µL larutan konjugat
d. Dipipet 2 mL diluent, dihomogenkan.
e. Stabilitas : 30 hari pada suhu 2 – 8 °C.
3. Distribusi Konjugat
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Konjugat dimasukkan sebanyak 60μL ke dalam sumur A1 sampai dengan H1.
4. Distribusi Kontrol dan Sampel
a. Ditambahkan kontrol negatif sebanyak 30 μL ke dalam sumur A1, B1, C1.
b. Ditambahkan kontrol positif sebanyak 30 μL ke dalam sumur D1 dan E1.
c. Ditambahkan sampel serum sebanyak 30 μL ke dalam sumur F1, G1, H1.
d. Ditutup dengan strip perekat, diinkubasi 90 menit suhu 37o C
5. Proses Pencucian
a. Strip perekat dilepaskan, isinya dibuang ke dalam larutan natrium hipoklorit 5%
b. Larutan pencuci ditambahkan sebanyak 350 μL ke masing-masing sumur.
c. Isinya dibuang setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 8 kali.
d. Setelah mencuci, sisa cairan di bersihkan dengan mengetuk piring secara terbalik
di atas kertas tisu.
6. Pembuatan dan Distribusi Substrat
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Substrat A dan Substrat B ditambahkan masing-masing sebanyak 500 μL.
c. Stabilitas : 30 menit dalam suhu 2 – 8 °C.
44
d. Substrat yang telah dicampurkan ditambahkan sebanyak 100 μL ke masing-masing
sumur.
e. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter.
f. Diinkubasi selama 90 menit pada suhu 18 – 25 °C.
7. Pembacaan Absorbans
a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah
penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620-690 nm
(jika ada).
b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV.
Validasi Hasil
:
a. Nilai rata-rata kontrol negatif MNC < 0,100
Tidak termasuk apapun nilai [NC], jika melebihi 0.100 atau dua kali melebihi dari MNC.
menghitung ulang MNC dari nilai [NC] yang tersisa.
b. Nilai rata-rata kontrol positif MPC > 0,600
Perhitungan
:
Ada atau tidak adanya anti-HBs ditentukan dengan membandingkan nilai absorbansi
spesimen dengan nilai cut-off. Nilai cut-off dihitung dari kontrol negatif.
Nilai value (COV) = MNC + 0,1
G. Interpretasi Hasil :
HASIL
INTERPRETASI
A450 (spesimen) ≤ COVx0.9
Anti-HIV 1/2 ab-nonreaktif
A450 (spesimen) ≥ COV
Anti-HIV 1/2 ab-reaktif
COV x 0.9 ≤ A450 (spesimen) ≤ COV
Samar-samar
45
H. Hasil Pemeriksaan
:
46
I.
Kesimpulan
J.
Diskusi dan Pembahasan
Bekasi, ………………………….
Praktikan,
…………………………………
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
……………………………………………….
…………………………………..
47
MATERI VIII
Pemeriksaan Anti HIV dengan Teknik Imunokromatografi
A. Tujuan Praktikum
: Untuk mendeteksi adanya antibody terhadap Human
Immunodeficiency Virus Tipe 1 dan 2 (HIV-1, HIV-2) pada serum dan plasma manusia
B. Metode Pemeriksaan
: Imunokromatografi
C. Dasar Teori
:
HIV adalah agen Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virionnya
dikelilingi oleh kantong lipid yang berasal dari membran sel inang. Beberapa lycoprotein
virus berada di dalam selubung tersebut. Setiap virus mengandung genom positif RNAs
ganda.
HIV 1 telah diisolasi dari pasien AIDS, dan dari orang sehat dengan potensi risiko
tinggi untuk mengembangkan AIDS. HIV 2 telah diisolasi dari pasien AIDS Afrika Barat
dan dari individu yang asimtomatik seropositif. baik HIV 1 dan HIV 2 menimbulkan
respons imun.
HIV ½ Ultra Rapid test device (serum/plasma) adalah tes cepat untuk mendeteksi
secara kualitatif adanya antibodi terhadap HIV 1 dan/atau HIV 2 dalam spesimen serum
atau plasma. Menggunakan konjugat emas dan beberapa protein rekombinan HIV untuk
secara selektif mendeteksi antibodi terhadap HIV 1/2 dalam serum atau plasma.
Tes SD BIOLINE HIV ½ 3.0 mengandung strip membran yang dilapisi dengan
antigen HIV rekombinan (gp41, p24) pada daerah uji band 1, dan antigen HIV rekombinan
(gp36) pada daerah uji band 2.
Antigen HIV 1/2 rekombinan (gp41, p24 dan gp36) – konjugat emas dan sampel
spesimen bergerak sepanjang membran secara kromatografis pada daerah uji (T) dan
menampilkan garis yang terlihat sebagai antigen-antibodi-antigen formasi pada partikel
emas kompleks dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
D. Prinsip
:
Spesimen yang di teteskan pada ruang membran bereaksi dengan partikel konjugat
emas dan beberapa protein rekombinan HIV yang terdapat pada bantalan spesimen.
48
Campuran yang bermigrasi ke atas pada membran secara kromatografi dengan aksi
kapilaritas dan bereaksi dengan antigen HIV rekombinan pada membran di daerah uji.
Jika spesimen mengandung antibodi terhadap antibodi HIV 1 dan/atau HIV 2, garis
berwarna akan muncul di daerah uji yang menunjukkan hasil positif. Jika spesimen tidak
mengandung antibodi HIV 1 dan/atau HIV 2, garis berwarna tidak akan muncul di daerah
uji yang menunjukkan hasil negatif.
Sebagai kontrol prosedur, garis berwarna akan selalu muncul di daerah kontrol yang
menunjukkan bahwa volume spesimen yang ditambahkan telah sesuai dan terjadi
pergerakan membran.
E. Alat dan Bahan
:
 Perangkat uji dalam kantung foil dengan dessicant
 Droppers sekali pakai
 Petunjuk untuk penggunaan
 Diluent (SD Bioline)
 Buffer (ACON, Advanced)
 Wadah penyimpanan spesimen
 Sentrifuge (hanya untuk plasma)
 Mikropipet 10 µL
 Pengukur waktu
Sampel
:
 Darah lengkap (yang berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)
 Plasma (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)
 Serum (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat)
F. Prosedur
:
 ACON HIV 1/2
1. Diletakkan alat pemeriksaan, spesimen, buffer dan/atau kontrol pada temperature
ruangan 15 – 30º C sebelum pemeriksaan.
2. Dikeluarkan alat pemeriksaan dari kemasan alumunium foil dan gunakan segera.
Hasil terbaik didapat jika pemeriksaan dilakukan dalam waktu 1 jam.
3. Diletakkaan alat pemeriksaan di tempat yang bersih dan rata. Dropper dipegang
dengan tegak secara vertikal dan dipindahkan 1 tetes (± 25 µL) serum atau plasma
49
ke spesimen well (S) untuk pemeriksaan dan ditambahkan 1 tetes (± 40 µL) buffer
dan mulai hitung waktunya.
4. Diamkan selama 10 menit kemudian dibaca hasil pemeriksaan.
Peringatan : Hasil hanya bisa dibaca dalam 10 menit. Jangan menafsirkan hasil
sesudah 20 menit.
 SD HIV ½
1. Diambil perangkat uji dari pembungkus foil kemudian diletakkan pada tempat yang
rata dan kering.
2. Ditambahkan 20 µL spesimen darah atau 10 µL serum/plasma ke dalam well sampel
(S) menggunakan mikropipet.
3. Diteteskan 4 tetes assay diluent ke dalam well sampel.
4. Diamkan selama 5 – 20 menit kemudian dibaca hasil pemeriksaan.
Peringatan : Jangan baca hasil pemeriksaan setelah 20 menit. Pembacaan terlalu
lama dapat memberikan hasil yang salah.
 Advanced
1. Diletakkan alat pemeriksaan, spesimen, dan diluent pada temperature ruangan (15 –
30º C) sebelum pemeriksaan.
2. Dikeluarkan alat pemeriksaan dari kemasan alumunium foil dan digunakan segera.
Hasil terbaik didapat jika pemeriksaan dilakukan dalam waktu 1 jam.
3. Diletakkaan alat pemeriksaan di tempat yang bersih dan rata. Dropper dipegang
dengan tegak secara vertikal dan dipindahkan 1 tetes (± 25 µL) serum/plasma atau 2
tetes whole blood ke spesimen well (S) untuk pemeriksaan dan tambahkan 1 tetes (±
40 µL) diluent dan mulai hitung waktunya.
4. Diamkan selama 5 – 30 menit kemudian dibaca hasil pemeriksaan.
Peringatan : Jangan baca hasil pemeriksaan setelah 30 menit. Pembacaan terlalu
lama dapat memberikan hasil yang salah.
Validasi Hasil: Dengan memperhatikan terbentuk atau tidaknya garis pada garis kontrol.
50
Tabel Perbandingan Sensitivitas dan Spesifisitas
ACON
SD Bioline ½
4th GEN (Advanced
½
3.0
Quality)
Sensitivitas
99,9 %
100 %
100 %
99,8 %
Spesifisitas
99,6 %
99,8 %
100 %
100 %
G. Interpretasi Hasil
INTEC
:
 Hasil Negatif
Satu garis merah yang muncul pada daerah kontrol (C). Tidak adanya garis merah atau
pink yang terbentuk pada daerah uji (T).
 Hasil Positif
Jika muncul garis merah. Satu garis harus muncul di daerah kontrol (C) dan garis
lainnya harus muncul di daerah uji (T).
**Catatan : Intensitas warna merah pada
daerah uji (T) akan berbeda tergantung
konsentrasi antibodi HIV yang terdapat di
spesimen. Walaupun demikian, jenis warna merah pada daerah uji (T)
menunjukkan hasil positif.
Pada SD HIV ½ :
• Adanya dua garis yang terdapat pada garis
kontrol (C) dan garis test 1 (1) menunjukan
hasil positif untuk HIV-1.
• Adanya dua garis yang terdapat pada garis
kontrol (C) dan garis test 2 (2) menunjukan
hasil positif untuk HIV-2.
• Adanya tiga garis yang terdapat pada garis
kontrol (C), garis test 1 (1), dan garis test 2 (2) menunjukan hasil positif untuk HIV1 atau HIV-2.
 Jika intensitas warna garis uji 1 lebih gelap dari salah satu garis uji 2 maka dapat
diinterpretasikan sebagai positif HIV-1.
 Jika intensitas warna garis tes 2 lebih gelap dari salah satu garis uji 1 maka dapat
diinterpretasikan sebagai positif HIV-2.
51
 Hasil Invalid
Garis kontrol tidak muncul. Ketidaksesuaian volume spesimen atau teknik prosedur
yang tidak tepat menjadi kemungkinan besar alasan kesalahan pada garis kontrol.
H. Hasil Pemeriksaan:
I.
Kesimpulan:
52
J.
Diskusi dan Pembahasan
:
Bekasi, ………………………….
Praktikan,
…………………………………
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
……………………………………………….
…………………………………..
53
DAFTAR PUSTAKA
Abbas A.K, Lichtman A.H., Pillai S. 2016. Imunologi Dasar Abbas: Fungsi dan Kelainan
Sistem Imun. Edisi 5. Editor: Handono Kalim. Singapore: Elsevier.
ACON. 2016. Manual Kit Instruction Reagen anti HIV ½
Advanced. 2016. Manual Kit Instruction Reagen 4th Advanced anti HIV ½
Alfa shield. 2016. Manual Kit Instruction Reagen TPHA
Baratawidjaja K.G., Rengganis I., 2009. Imunologi Dasar. Edisi 8. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI.
Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen RPR
Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen Human ELISA Dengue IgM
Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen ELISA HBsAg
Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen ELISA Anti HBs
Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen ELISA Anti HIV ½
INTEC. 2016. Manual Kit Instruction Reagen INTEC anti HIV ½
Rittenhouse-Olson, Kate, Ernesto de nardin, 2016. Imunologi Dan Serologi Klinis Modern:
Untuk Kedokteran Dan Analis Kesehatan (MLT/CLT), Alih Bahasa: Dian Ramadhani, et al.
Jakarta: EGC.
SD Bioline. 2016. Manual Kit Instruction Reagen Dengue NS1 Antigen
SD Bioline. 2016. Manual Kit Instruction Reagen anti HIV ½
54
Download