BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II Disusun Oleh : Retno Martini W., S.Si., M.Biomed. Rizana Fajrunni’mah, M.Si.Med. PRODI D3 JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan dan rahmatNya sehingga buku penuntun praktikum Imunoserologi II untuk Prodi D3 Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III ini dapat disusun. Buku ini disusun dengan harapan dapat membantu dan mempermudah mahasiswa dalam mempelajari materi praktikum Imunoserologi II. Materi dalam buku ini disusun secara lengkap sesuai dengan kurikulum Perguruan Tinggi dan Capaian Pembelajaran Lulusan yang telah ditetapkan. Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu baik pikiran, tenaga, saran ataupun masukan. Dengan tersusunnya buku penuntun praktikum ini, Kami berharap semoga dapat digunakan untuk membantu dan bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca yang menggunakannya. Bekasi, Desember 2017 Tim penyusun 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar ………………………………………………………………….. 1 Daftar Isi ………………………………………………………………………... 2 Materi I Pemeriksaan RPR (Rapid Plasma Reagin)……………………………. 3 Materi II Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination Assay).. 8 Materi III Pemeriksaan Dengue IgM ELISA……………………………………. 14 Materi IV Pemeriksaan SD Bioline Dengue NS1 Antigen……………………… 20 Materi V Pemeriksaan HBsAg dengan Teknik ELISA…………………………. 24 Materi VI Pemeriksaan Anti HBs Dengan Teknik ELISA……………………… 32 Materi VII Pemeriksaan Anti HIV 1/2 dengan Teknik ELISA …………………. 40 Materi VIII Pemeriksaan Anti HIV dengan Teknik Imunokromatografi ……….. 48 Daftar Pustaka …………………………………………………………………… 54 2 MATERI I Pemeriksaan RPR (Rapid Plasma Reagin) A. Tujuan Praktikum : RPR Carbon antigen digunakan dalam tes non treponemal untuk deteksi kualitatif dan semi-kuantitatif sifilis menggunakan serum (dipanaskan atau tidak dipanaskan) dan plasma atau untuk mendeteksi adanya antibodi non-treponemal pada serum manusia. B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit veneral yang disebabkan oleh mikroorganisme spirochaete Treponema pallidum. Karena organisme tidak dapat dibiakkan pada media buatan, diagnosis sifilis tergantung pada korelasi data klinis dengan deteksi antibodi spesifik dengan tes serologis. Tes antigen VDRL adalah non-Treponemal yang berarti antibodi yang terdeteksi tidak spesifik untuk Treponema Pallidum, meskipun keberadaannya sangat menunjukkan infeksi oleh organisme. Tes mengukur antibodi (IgG dan IgM) yang diproduksi sebagai respons terhadap bahan lipoidal yang dilepaskan dari sel inang yang rusak serta lipoprotein seperti bahan yang dilepaskan oleh spichaetes. Setelah pengobatan sukses titer antibodi akan jatuh dengan cepat. Tes skrining serologis untuk sifilis menggunakan kardiolipin dan lesitin sebagai antigen mudah dilakukan tetapi dapat menimbulkan proporsi kecil hasil positif palsu karena sebagaimana dinyatakan di atas, tes menggunakan antigen non-Treponemal. VDRL antigen partikel karbon adalah bentuk modifikasi dari VDRL Antigen yang mengandung partikel mikro karbon. Ini dirancang untuk digunakan dalam tes flokulasi untuk sero diagnosis sifilis. Partikel karbon membantu pembacaan makroskopik hasil. Hasil reaktif yang lemah dapat dengan mudah dan jelas dibedakan dari pola nonreaktif yang menunjukkan tampilan makroskopik halus. Antigen ini cocok untuk digunakan baik dalam tes slide manual dan tes reagin otomatis. RPR adalah salah satu pemeriksaan non-Troponemal untuk sifilis untuk mendeteksi nonspesifik antibodi (reagin) dalam darah pasien. Pemeriksaan RPR dilakukan dengan menggunakan metode immunoassay. Pada metode immunoassay ini dilakukan secara aglutinasi yaitu ikatan antigen dan antibodi pada serum penderita (Larsen et al., n.d.; Lee,Lim, Lee, & Kim, 2014). 3 Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) masih merekomendasikan bahwa tes reagin non-Treponemal digunakan sebagai pendekatan diagnostik lini pertama. Dua jenis non-Treponemal tes telah banyak digunakan: VDRL dan RPR. RPR adalah tes nonTreponemal baris pertama yang paling umum digunakan untuk mendeteksi infeksi sifilis (Manuscript, 2014). D. Prinsip : Reaksi flokulasi secara imunologis terjadi antara antibodi non-Treponemal (antibodi yang terdapat dalam serum dengan antigen lipoid yang terdapat dalam reagen RPR). Antigen RPR adalah antigen modifikasi dari antigen VDRL yang mengandung micro partikel karbon. E. Alat dan Bahan Alat : : Bahan : Mikropipet 50µL Rotator Kartu tes Stir drop Botol dispensing (3 mL) Jarum F. Prosedur Serum sampel Antigen Serum kontrol positif Serum kontrol negatif : 1. Metode Kualitatif a. Disiapkan alat dan bahan. b. Dipakai APD. c. Perkenalan dengan pasien dan pemberian identitas pasien. d. Dipastikan setiap komponen berada pada suhu kamar. e. Pereaksi atau reagen dikocok terlebih dahulu. f. Dibuat kontrol positif dan negatif terlebih dahulu. Kemudian dilakukan pengujian sampel. g. Dipegang pipet di antara ibu jari dan telunjuk. Masukkan tip ke dalam spesimen. kemudian lepaskan tekanan jari untuk menarik sampel agar tidak terbawa elemen seluler apapun. 4 h. Dipegang pipet di atas lingkaran kartu uji dan teteskan satu tetes (50µL) ke atas kartu. Penting untuk menjaga pipet tetap dalam posisi vertikal sambil mengeluarkan sampel yang akan diuji. i. Digunakan bagian ujung datar dari pengaduk, sebarkan sampel sampai menutupi lingkaran uji. j. Dipasang jarum pada botol plastik, ambil antigen yang cukup (kocok dengan baik) untuk jumlah tes yang dilakukan. menjaga jarum pada posisi vertikal, biarkan satu tetes jatuh pada setiap sampel uji. Jangan diaduk. k. Diputar kartu tes RPR secara manual atau gunakan rotator selama 8 menit pada 100 putaran/menit. l. Kemudian dilihat perubahan yang terjadi. m. *Hasil positif dilanjutkan dengan metode semikuantitatif. 2. Metode Semi Kuantitatif a. Disiapkan alat dan bahan. b. Diteteskan satu tetes saline 0,85% pada lingkaran 1 sampai 5, dari kartu uji dengan menggunakan pipet sekali pakai. Jangan menyebarkan saline. c. Digunakan pipet volume, teteskan 50 µL sampel pada lingkaran no 1 . d. Dengan menggunakan pipet, disiapkan pengencer dua kali lipat dengan menarik campuran ke atas dan ke bawah 5 atau 6 kali. Hindari pembentukan gelembung. Pindahkan 50 µL dari lingkaran nomor 1 sampai 5 yang mewakili pengenceran berikut: Lingkaran 1 2 3 4 5 Pegenceran 1:2 1:4 1:8 1:16 1:32 5 e. Ulangi langkah 3-5 seperti pada metode kualitatif. f. Kemudian dilihat perubahan yang terjadi. G. Interpretasi Hasil : Pada akhir 8 pemutaran, hasil positif akan menampilkan karakteristik aglutinasi mulai dari sedikit (reaktif lemah) hingga intens (reaktif kuat). Hasil reaktif yang sangat lemah ditandai dengan aglutinat kecil di sekitar pinggiran daerah uji. Hasil negatif tidak menunjukkan reaksi dan menunjukkan penampilan makroskopik halus dan bahkan tampak jelas. Spesimen tes positif harus dilanjutkan pada penelitian serologis lebih lanjut (yaitu TPHA, FTA, dan ABS) karena seperti halnya prosedur pengujian serologis lainnya, diagnostik sifilis tidak boleh dilakukan pada hasil reaktif tunggal. Untuk metode semi dan catat lingkaran terakhir yang menunjukkan hasil positif. Jika pengenceran tertinggi (1:32) masih menunjukkan reaktivitas kuat, lanjutkan dengan seri pengenceran dua kali lipat lebih lanjut sampai titer titik akhir dapat ditentukan. H. Hasil Pemeriksaan : I. Kesimpulan: 6 J. Diskusi dan Pembahasan: Bekasi, …………………………. Praktikan, ………………………………… Mengetahui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II ………………………………………………. ………………………………….. 7 MATERI II Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination Assay) A. Tujuan Praktikum : Kit uji TPHA dirancang untuk mendeteksi antibodi terhadap Treponema pallidum dalam plasma dan serum manusia. B. Metode Pemeriksaan : Immunoassay secara kualitatif C. Dasar Teori : Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh mikroorganisme spirochaete Treponema pallidum. Karena organisme ini tidak dapat dikultur pada media buatan, diagnosis sifilis bergantung pada korelasi data klinis dengan antibodi spesifik yang ditunjukkan oleh tes serologis. Tes skrining serologis untuk sifilis menggunakan cardiolipin dan lesitin sebagai antigen karena mudah dilakukan namun reaksi biologis positif palsu (BFP) sering terjadi karena tes menggunakan antigen non-Treponemal. Uji TPI (Treponema Pallidum Immobilisation) dan FTA-ABS (Flourescent Treponemal Antibody-Absorbant) menggunakan Treponema pallidum patogen sebagai antigen namun tes ini mengalami beberapa kesulitan untuk serodiagnosis rutin. Tes TPI memerlukan Treponema pallidum patogen hidup dan tes FTA-ABS memerlukan mikroskop flouresensi. Kedua tes membutuhkan tingkat keahlian yang tinggi. Kit uji TPHA ini telah terbukti menjadi tes yang mudah dan spesifik untuk diagnosis infeksi treponemal, memiliki spesifisitas yang serupa dengan uji TPI dan sensitivitas yang sebanding dengan uji FTA-ABS. Ini membutuhkan peralatan laboratorium minimal dan sangat mudah dilakukan. Reagen TPHA ini digunakan untuk mendeteksi antibodi serum manusia terhadap Treponema pallidum dengan metode hemaglutinasi tidak langsung (Indirect Haemagglutination/IHA). Eritrosit avian yang diawetkan dilapisi dengan komponen antigenik patogen Treponema pallidum (strain Nichol). Sel Uji ini beraglutinasi dengan adanya antibodi spesifik terhadap Treponema pallidum, dan menunjukkan pola karakteristik pada plates mikrotitrasi. Setiap reaksi nonspesifik yang terjadi dideteksi dengan menggunakan sel kontrol, yang merupakan eritrosit avian yang tidak dilapisi dengan antigen Triponema 8 pallidum. Reaksi yang nonspesifik mungkin juga dapat diserap dengan menggunakan sel kontrol ini. Antibodi terhadap treponema non patogenik diserap oleh ekstrak treponema reiter, termasuk dalam suspensi sel. Hasil uji diperoleh dalam 45-60 menit dan pola aglutinasi sel keduanya mudah dibaca dan tahan lama. D. Prinsip : Antibodi spesifik untuk T. pallidum yang ada di dalam serum pasien akan beraglutinasi dengan awetan eritrosit unggas yang terdapat dalam reageant Plasmatec TPHA yang telah dilapisi komponen antigenik patogen T.pallidum (Nichol Strain) dan menunjukkan pola aglutinasi pada sumur mikrotitrasi. E. Alat dan Bahan Alat : : Mikropipet Sumur plates mikrotitrasi dan tutup Bahan : Serum sampel Sel test Sel kontrol pengencer Serum kontrol positif Serum kontrol negatif 9 F. Prosedur : 1. Metode Kualitatif a. Disiapkan alat dan bahan. b. Dipakai APD. c. Perkenalan dengan pasien dan pemberian identitas pasien. d. Dipastikan setiap komponen berada pada suhu kamar. e. Pereaksi atau reagen dikocok terlebih dahulu. f. Dibuat kontrol positif dan negatif terlebih dahulu. Kemudian dilakukan pengujian sampel. g. Setiap sampel membutuhkan 3 sumur plates mikrotitrasi. h. Ditambahkan 190 µL pengencer ke sumur 1. i. Ditambahkan 10 µL serum ke sumur 1. j. Digunakan mikropipet , campurkan isi sumur 1 dan pindahkan 25 µL ke sumur 2 dan 3. k. Pastikan sel uji dan sel kontrol benar-benar tersuspensi ulang. Ditambahkan 75 µL sel kontrol ke sumur 2. Tambahkan 75 µL sel uji ke sumur 3. l. Ditepuk wadah dengan lembut untuk mencampur isinya secara menyeluruh. m. Diinkubasi selama 45-60 menit pada suhu kamar. n. Peringatan! Jauhkan plates dari panas, sinar matahari langsung dan sumber getaran. o. Dibaca hasilnya. Hasil stabil selama 24 jam jika plates ditutup dan perhatikan tindakan pencegahan. p. *Hasil positif dilanjutkan dengan metode semikuantitatif. 2. Metode Semi Kuantitatif a. Disiapkan alat dan bahan. b. Setiap sampel membutuhkan 8 sumur plates mikrotitrasi. Beri label dari huruf A sampai H. c. Ditambahkan 25 µL pengencer ke sumur B sampai H. d. Dipindahkan 25 µL serum yang telah diencerkan 1:20 dari uji skrining ke sumur A dan B. 10 e. Diambil 25 µL serum yang telah diencerkan dari sumur B dan diencerkan serial dari sumur B ke H dalam 25 µL aliquot, buang 25 µL serum yang telah diencerkan dari sumur H. f. Pastikan sel uji benar-benar tersuspensi ulang. Ditambahkan 75 µL sel uji untuk sumur A sampai H. Ini akan memberi pengenceran serum 1/80 di sumur A sampai 1/10240 di sumur H. g. Dikocok wadah dengan lembut untuk mencampur isinya dengan saksama. h. Diinkubasi selama 45-60 menit pada suhu kamar. Peringatan! Jauhkan plates dari panas, sinar matahari langsung dan sumber getaran. i. Dibaca hasilnya. Hasil stabil selama 24 jam. Jika plates tertutup dan perhatikan tindakan pencegahan. HASIL SEL UJI SEL KONTROL Positif Kuat Pola sel penuh yang menutupi Tidak ada aglutinasi yang padat dasar sumur Positif Lemah Pola sel mencakup kira-kira 1/3 Tidak ada aglutinasi yang padat dari dasar sumur Tidak Pasti Pola sel menunjukkan pusat yang Tidak ada aglutinasi yang padat terbuka Negatif Sel menetap dibagian bawah yang Tidak ada aglutinasi yang padat padat, biasanya dengan pusat kecil yang jelas Nonspesifik Reaksi positif Reaksi positif G. Penyerapan non spesifik Ditambahkan 100µL serum uji ke dalam tabung kecil lalu ditambahkan 400µL sel kontrol. Dicampurkan secara merata dan dibiarkan dalam posisi tegak lurus selama 1 jam. Disentrifugasi selama 15 menit pada 1000 rpm dan diuji supernatan menggunakan metode kualitatif. Catatan: sampel kini pada 1/5, ini harus diperhitungkan ketika melakukan pengenceran. Jika hasilnya berulang kali tidak spesifik, maka sampel harus diuji dengan metode lain misalnya Reagin atau FTA-ABS. 11 H. Interpretasi Hasil : Reaksi positif yang kuat dapat menunjukkan beberapa lipatan di tepi sel tikar. Ketika sumur uji menunjukkan hasil positif, kontrol juga harus diamati. Sel-sel kontrol harus menetap dengan kompak. Mereka tidak digunakan sebagai pembanding untuk pola serum non reaktif karena sel kontrol akan memberikan pola yang lebih kompak dari sel uji. Aglutinasi dalam sumur kontrol juga menunjukkan adanya aglutinin non spesifik dalam sampel, maka tes harus dilaporkan INVALID. Serum yang memberikan hasil tersebut dapat diserap dengan menggunakan Sel Kontrol seperti yang diperinci di bagian penyerapan nonspesifik. Reaksi yang meragukan dengan sel uji harus dilaporkan sebagai INDETERMINATE. Hasil ini dapat menunjukkan tingkat antibodi yang rendah pada sifilis primer awal atau frambusia. Sampel ini harus diuji ulang terlebih dahulu dengan uji kualitatif, kemudian sampel harus diuji di kemudian hari untuk menentukan apakah ada titer yang naik atau tidak. Dianjurkan juga untuk melakukan tes reagin dan/atau tes konfirmasi lain (FTA-ABS) untuk melengkapi profil serum tes. I. Hasil: J. Kesimpulan : 12 K. Diskusi dan Pembahasan: Bekasi, …………………………. Praktikan, ………………………………… Mengetahui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II ………………………………………………. ………………………………….. 13 MATERI III Pemeriksaan Dengue IgM A. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui pemeriksaan Dengue dengan Teknik ELISA. Untuk mengetahui adanya anti-DEN-IgM-Antibodi dalam serum. B. Metode Pemeriksaan : Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) C. Dasar Teori : Dengue merupakan flavivirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus ini tersebar luas di daerah beriklim tropis dan subtropis di seluruh dunia serta menyebabkan hingga 100 juta infeksi setiap tahun. Infeksi Dengue klasik ditandai oleh adanya demam mendadak, sakit kepala yang hebat, myalgia, arthralgia, dan bintik kemerahan. Infeksi primer virus Dengue menyebabkan terbentuknya antibodi IgM yang meningkat hingga kadar yang dapat dideteksi dalam waktu 3 sampai 5 hari sejak adanya demam. Antibodi IgM pada umumnya menetap selama 30 hingga 90 hari. Kebanyakan pasien penderita infeksi Dengue di daerah endemik mengalami infeksi sekunder, sehingga memiliki antibodi IgG spesifik dengan kadar yang tinggi sebelum atau bersamaan dengan adanya respon berupa antibodi IgM. Oleh karena itu deteksi antibodi anti-Dengue spesifik berupa IgM dan IgG dapat membantu membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder. D. Prinsip : HUMAN Dengue IgM ELISA didasarkan pada teknik Sandwich ELISA. Sumur strip microtiter sebagai fase padat dilapisi dengan Dengue–antigen (DEN Ag). Pada langkah inkubasi pertama antibodi spesifik yang sesuai (DEN-IgM-Ab) yang ada pada spesimen pasien atau kontrol berikatan dengan antigen pada fase padat. Pada akhir inkubasi komponen yang tidak terikat dicuci. Pada inkubasi kedua, konjugat anti-IgM (antibodi anti-human IgM, konjugat peroksidase) yang ditambahkan akan mengikat secara khusus antibodi kelas IgG yang menghasilkan pembentukan immunokompleks yang khas. Setelah pencucian kedua untuk menghilangkan konjugasi yang berlebih, TMB/substrat ditambahkan. Warna biru berubah menjadi kuning setelah reaksi berhenti. Intensitas warnanya berbanding lurus dengan konsentrasi DEN-IgM-Ab dalam spesimen. 14 E. Alat dan Bahan : Alat F. : Bahan : Strip Mikrotiter Kontrol positif dan negatif Mikropipet Konjugat Yellow tip Subsrat Inkubator Larutan Pencuci (WASH) ELISA Reader Larutan Penghenti (STOP) Wadah Subsrat Aquadest Wadah Larutan Pencuci Serum Prosedur : 1. Pembuatan Larutan Pencuci : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Diencerkan larutan pencuci (WASH) dengan aquadest dengan perbandingan 1:20. c. Dipipet 800 µL larutan pencuci (WASH). d. Dipipet 16.000 µL Aquadest, dihomogenkan. e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C. 2. Pengenceran Sampel : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Diencerkan sampel dengan diluent dengan perbandingan 1:100. c. Dipipet 10 µL sampel. d. Dipipet 1000 µL diluent, dihomogenkan. e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C. 3. Distribusi Kontrol dan Sampel : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Dipipet kontrol negatif sebanyak 100 μL ke dalam sumur B1 dan C1. c. Dipipet kontrol positif sebanyak 100 μL ke dalam sumur D1 dan E1. d. Dipipet sampel serum yang telah diencerkan sebanyak 100 μL ke dalam sumur F1, GI dan H1. e. Ditutup mikrotiter dengan strip perekat. f. Diinkubasi selama 60 menit di dalam inkubator pada suhu 37 °C. 4. Proses Pencucian : a. Disiapkan alat dan bahan. 15 b. Dilepaskan Strip perekat lalu dibuang isinya ke dalam larutan natrium hipoklorit 5% c. Ditambahkan Larutan pencuci sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur. d. Dibuang isinya setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 3 kali. e. Setelah mencuci, dibersihkan sisa cairan dengan mengetuk mikrotiter secara terbalik di atas kertas tisu. 5. Distribusi Konjugat : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Ditambahkan konjugat sebanyak 100 μL ke dalam sumur B1 sampai dengan H1. c. Dicampurkan dengan perlahan. d. Ditutup mikrotiter dengan strip perekat. e. Diinkubasi selama 30 menit di dalam inkubator pada suhu 37 °C. 6. Proses Pencucian : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Dilepaskan Strip perekat lalu dibuang isinya ke dalam larutan natrium hipoklorit 5%. c. Ditambahkan Larutan pencuci sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur. d. Dibuang isinya setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 3 kali. e. Setelah mencuci, dibersihkan sisa cairan dengan mengetuk mikrotiter secara terbalik di atas kertas tisu. 7. Pembuatan dan Distribusi Substrat : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Ditambahkan Substrat sebanyak 100 μL ke masing-masing sumur. c. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter. d. Diinkubasi selama15 menit pada suhu 15 – 25 °C. 8. Distribusi Larutan Penghenti (Stop Solution) : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Ditambahkan Larutan penghenti (STOP) sebanyak 100 µL ke masing-masing sumur. c. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter. 9. Pembacaan Absorbans : a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620-690 nm (jika ada). b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV. 16 G. Validasi Hasil Pemeriksaan dapat dianggap valid jika sesuai dengan kriteria berikut : 1. Substrat pada well A1 < 0,100 2. MNC ≤ 0,300 3. PC : A450 ≥ COV H. Perhitungan Rata-rata nilai absorban dari NC pada well B1 dan C1 (MNC) adalah sebagai berikut : MNC = Abs 450 (B1) + Abs 450 (C1) 2 Cut-off value (COV) = MNC + 0,35 I. Interpretasi Hasil 1. Hasil dianggap Positif jika nilai absorbansi > 10% dari COV 2. Hasil dianggap Negatif jika nilai absorbansi < 10% dari COV 3. Hasil tidak dianggap Positif atau Negatif apabila kurang dari 10% > COV atau kurang dari COV < 10% Hasil A450 (pasien) ≥ COV + 10% A450 (pasien) < COV – 10% Interpretasi Anti-DEN-IgM-Ab Positif Anti-DEN-IgM-Ab Negatif Nilai Absorbansi x 10 = 𝑈/𝑚 COV Misal: Cut-off 10 U/mL Grey zone Negatif Positif 9-11 U/mL 9 U/mL > 11 U/mL 17 J. Hasil Pemeriksaan 18 K. Kesimpulan L. Diskusi dan Pembahasan Bekasi, …………………………. Praktikan, ………………………………… Mengetahui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II ………………………………………………. ………………………………….. 19 MATERI IV Pemeriksaan SD Bioline Dengue NS1 Antigen A. Tujuan Praktikum : Untuk mendeteksi antigen dengue virus NS1 secara kualitatif dalam serum manusia, plasma atau darah lengkap sebagai diagnosis infeksi awal dengue akut dengan teknik imunokromatografi secara in vitro, one step assay. B. Metode Pemeriksaan : Imunokromatografi, Rapid test C. Dasar Teori : Virus demam berdarah, ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang tersebar luas pada daerah tropis dan subtropis di dunia. Terdapat empat serotipe yang berbeda (virus demam berdarah 1, 2, 3, dan 4). Pada anak-anak, infeksi sering subklinis atau disebabkan karena self limited febrile disease. Bagaimanapun, jika pasien terinfeksi untuk kedua kalinya dengan serotipe yang berbeda seperti penyakit yang lebih parah, demam berdarah dengue, atau sindrom syok dengue, yang lebih mungkin dapat terjadi. Demam berdarah dianggap sebagai penyakit virus yang dibawa oleh arthropoda yang paling penting karena morbiditas dan mortalitas manusia yang diakibatkannya. NS1 adalah glikoprotein yang hadir pada konsentrasi tinggi pada sera pasien yang terinfeksi dengue selama fase klinis awal penyakit. Antigen NS1 ditemukan dari hari pertama sampai 9 hari setelah timbulnya demam pada sampel pasien primer dan sekunder yang terinfeksi dengue. Biasanya IGM tidak terdeteksi pada 5 sampai 10 hari setelah gejala penyakit infeksi dengue primer dan pada 4 sampai 5 hari setelah gejala penyakit infeksi dengue sekunder. Pada infeksi primer, IgG muncul pada hari ke 14 dan bertahan untuk hidup. Infeksi sekunder menunjukkan kenaikan IgG dalam 1 – 2 hari setelah timbulnya gejala dan menginduksi respon IgM setelah 20 hari infeksi. D. Prinsip : Alat uji berisi strip membran, yang dilapisi dengan tangkapan anti-dengue NS 1 Ag pada daerah band uji. Anti-dengue NS 1 Ag-koloid terkonjugasi dan serum, plasma, atau sampel darah lengkap bergerak sepanjang membran secara kromatografi ke daerah uji (T) dan membentuk garis yang terlihat sebagai bentuk partikel emas antibodi-antigen-antibodi. 20 SD Bioline Dengue NS 1 Ag tes memiliki 2 garis pre-coated, “T” (garis tes) dan “C” (garis kontrol). Baik garis tes dan garis kontrol pada jendela hasil tidak terlihat sebelum memberikan sampel. Garis kontrol digunakan untuk kontrol prosedural dan harus selalu muncul jika prosedur uji dilakukan dengan benar. Dengue NS 1 Ag dapat identifikasi antigen virus dengue NS1 pada serum, plasma, dan spesimen darah dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. E. Alat dan Bahan SD Bioline Dengue NS1 Ag kit berisi item sebagai berikut: Perangkat uji dalam kantung foil dengan dessicant Droppers sekali pakai Petunjuk untuk penggunaan Sampel : Darah lengkap (yang berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat) Plasma (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat) Serum (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat) I. Prosedur : 1. Dikeluarkan alat uji dari kantong foil, dan diletakkan diatas permukaan yang datar dan kering. 2. Dengan droper sekali pakai, ditambahkan 3 tetes (sekitar 100 ul) dari spesimen ke dalam well sampel. 3. Ketika pemeriksaan berlangsung, akan muncul warna ungu pada celah hasil yang berada di bagian tengah perangkat. 4. Hasil pemeriksaam diinterpretasikan dalam 15 – 20 menit. Perhatian : Hasil jangan dibaca tes setelah 20 menit. Telat pembacaan dapat memberikan hasil palsu. 21 5. Hasil positif tidak akan berubah begitu sudah terbentuk pada 15 – 20 menit. Bagaimanapun, untuk mencegah hasil yang tidak diinginkan, hasil tes seharusnya tidak di interpretasi lebih dari 20 menit. Validasi Hasil : Dengan memperhatikan terbentuk atau tidaknya garis pada garis kontrol. J. Interpretasi Hasil : Hasil Negatif Hanya terlihat garis kontrol saja (C) pada jendela hasil. Hasil Positif Terdapat 2 garis pada jendela hasil, yaitu garis tes dan garis kontrol. Hasil invalid Jika warna tidak terlihat di garis kontrol maupun garis kontrol dan garis tes setelah dilakukan tes, hasil dianggap tidak valid. Dianjurkan untuk melakukan tes ulang. 22 K. Hasil Pemeriksaan : L. Kesimpulan : M. Diskusi dan Pembahasan: Bekasi, …………………………. Praktikan, ………………………………… Mengetahui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II ………………………………………………. ………………………………….. 23 MATERI V Pemeriksaan HBsAg dengan Teknik ELISA A. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui pemeriksaan HbsAg dengan Teknik ELISA, untuk mengetahui adanya antigen permukaan HBV (HBsAg) dalam serum. B. Metode Pemeriksaan : ELISA C. Dasar Teori : Hepatitis adalah penyakit sistemik yang diawali dari hati. Kebanyakan kasus hepatitis akut disebabkan oleh Virus Hepatitis A, Hepatitis B, atau Hepatitis C. Hepatitis B adalah peradangan hati yang terjadi karena adanya infeksi dari Virus Hepatitis B (HBV). Hepatitis B umumnya menular dari ibu ke anak saat proses kelahiran atau pada anak usia dini (Selamoglu, 2009). Hepatitis B dapat juga ditularkan melalui pemaparan mukosa terhadap darah atau cairan tubuh lain yang terinfeksi termasuk cairan semen dan vaginal. Gejala hepatitis B adalah urin yang gelap, penyakit kuning, kelelahan yang berlebihan, mual, muntah, dan nyeri perut (WHO, 2013). Berdasarkan hasil RISKESDAS 2007, Indonesia tergolong negara dengan endemisitas tinggi, sehingga Indonesia merupakan negara dengan pengidap hepatitis terbesar nomor 2 diantara negara-negara ASEAN. HBV adalah virus yang termasuk dalam keluarga Hepadnaviridae. Partikel HBV berbentuk bulat dengan diameter 42 nm (Selamoglu, 2009). Virus ini memiliki selubung dan nukleokapsid yang berbentuk ikosahedral. Nukleokapsid pada HBV berfungsi untuk melindungi material genetik berupa rcDNA (relaxed circular DNA) dan DNA Polimerase. HBV memiliki tiga antigen yang dapat dikenali oleh sistem imun tubuh, yaitu HBcAg, HBeAg, dan HBsAg (Selamoglu, 2009). Core (HBcAg) merupakan antigen yang berada di bagian inti HBV, Pre core (HBeAg) merupakan partikel yang disekresikan oleh sel inang dan merupakan partikel yang infeksius, sedangkan HBsAg adalah antigen yang terletak pada permukaan selubung HBV (Lunsdorf et al., 2011). 24 Struktur Virus Hepatitis B (Selamoglu, 2009) Pada pasien yang terinfeksi HBV, protein permukaan virus (HBsAg) akan diproduksi secara berlebihan di sel hati bahkan melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk merakit virus baru. Protein permukaan ini kemudian disekresikan sebagai campuran partikel berbentuk bola dan tubular (Virus Like Particle) ke dalam darah. Dengan demikian, pada serum pasien yang terinfeksi HBV ditemukan virus utuh tetapi ada juga partikel bola kosong dan partikel tubular yang terdiri dari protein permukaan (Lunsdorf et al., 2011). Kehadiran HBsAg dalam serum atau plasma mengindikasikan adanya infeksi aktif dari Hepatitis B, bisa infeksi akut ataupun kronik. Pada infeksi Hepatitis B, HBsAg akan terdeteksi pada 2 sampai 4 minggu sebelum tingkat ALT menjadi abnormal dan 3 sampai 5 minggu sebelum timbul gejala klinis (Kramvis et al., 2005). Deteksi HBsAgdapat dilakukan dengan beberapa metode pemeriksaan, yaitu serologi dan Polymerase Chain Reaction (PCR). Uji serologi antara lain menggunakan metode Enzyme Immunoassay (EIA), Enzyme Linked Immunoassay (ELISA), Enzyme Linked Flouroscent Assay (ELFA), Immunochromatography Test (ICT) atau rapid test, Radio Immunoassay (RIA), dan Chemiluminescent Microparticle Immunoassay (CMIA). Sedangkan untuk mendeteksi DNA virus dapat digunakan PCR (Rina, dkk., 2006). ELISA adalah suatu singkatan bahasa Inggris yang disebut dengan Enzyme Linked Immunosorbent Assay atau penetapan kadar immunosorben taut enzim yang merupakan suatu uji serologis. Menggunakan teknik ELISA dalam bidang imunologi untuk menganalisis interaksi antara antigen dan antibodi didalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai dengan menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelapor/signal. Selanjutnya 25 digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi/antigen dengan menggunakan antibodi/antigen spesifik. Teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji kuantitatif untuk mengukur kadar antibodi/antigen yang diuji dengan menggunakan alat bantu berupa spektrofotometer dan dengan cara menentukan jumlah penambahan kadar antibodi/antigen, sehingga dapat dibuat suatu kurva standard antara kadar antibody atau antigen yang dapat dihitung berdasarkan absorbansinya (Ichwan, 2014). ELISA dianggap pemeriksaan yang memiliki spesifitas dan sensitifitas yang tinggi yang mampu menunjang diagnosa klinis hepatitis B. ELISA (EIA) dibagi menjadi dua macam yaitu homogenous EIA dan heterogenous EIA. Homogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan obat-obatan, hormon dan lain-lain. Sedangkan heterogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan yang memiliki berat molekul besar misalnya antigen dan antibodi. Pemeriksaan parameter petanda serologis hepatitis B termasuk dalam kelompok kedua yaitu heterogenous EIA. Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu : 1. Pelapisan (coating) dengan antigen atau antibodi pada plate (phase padat). Pelapisan dengan dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk penentuan antigen. 2. Penambahan bahan yang ditentukan (diperiksa), misalnya serum, plasma, saliva dan cairan tubuh yang lain. 3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan antigen antibody yang terjadi. Ada dua detektor yang digunakan yaitu : a. Penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang berlabel enzim, misalnya Horse Radish Peroxidase (HRPO), Alkaline Phosphatase, Urease, Glucose Oxidase (GOP) dan lain-lain. b. Penambahan substrat yang berfungsi memberi perubahan warna pada reaksi. Misalnya TMB (Tetra Methyl Benzidine), O- Toluidine, OPD, ABTS dan lain-lain. ELISA sendiri terdiri dari beberapa macam metode diantaranya ELISA kompetitif, ELISA double sandwich antigen atau antibodi dan indirect ELISA yang ketiganya memiliki prinsip dasar reaksi yang sama yaitu reaksi antigen antibodi (Faizal, 2011). HBsAg ELISA merupakan pemeriksaan berdasarkan metode sandwich immunoassay. Antibodi monoklonal spesifik terhadap HBsAg dilekatkan pada well sample kemudian serum sampel yang mengandung HBsAg ditambahkan sehingga terbentuk ikatan antigen antibodi, selanjutnya ditambahkan anti HBs yang dilabel konjugat peroksidase sehingga terbentuk ikatan komplek dan melepaskan peroksida yang bereaksi dengan chromogen membentuk senyawa 26 berwarna biru yang intensitasnya sebanding dengan konsentrasi HbsAg dalam sampel. Reaksi dihentikan dengan penambahan asam sulfat sebagai stop solution sehingga warna berubah menjadi kuning yang dibaca absorbannya dengan alat ELISA Plate Reader pada λ 450 nm dan 620 – 700 nm. D. Prinsip : Tes HBsAg didasarkan pada teknik ELISA antigen langsung menggunakan microwells yang dilapisi dengan antibodi monoklonal (mab, mouse) terhadap HBsAg. Sampel uji bereaksi bersamaan dengan mab fase padat dan dengan sebuah antibodi anti-HBs poliklonal (kelinci percobaan [marmot]) dikonjugasikan dengan horseradish peroxidase. Jika HBs Ag ada dalam sampel, kompleks yang mengandung peroksidase ditangkap di permukaan microwell (Langkah 1). Setelah inkubasi, konjugat enzim tak terikat dihilangkan dengan cara mencuci. Larutan substrat ditambahkan (Langkah 2) dan selama inkubasi lanjutan, warna biru timbul. Setelah pemberhentian reaksi dengan larutan asam, warna berubah menjadi kuning. Intensitas warna ini, sebanding dengan jumlah HBsAg dalam spesimen. Penyerapan kontrol dan spesimen ditentukan dengan menggunakan ELISA READER atau sistem ELISA otomatis (seperti HUMAN's Humareader atau jalur ELISYS). Hasil untuk sampel pasien diperoleh dengan perbandingan dengan cut off value (nilai batas ambang negatif). E. Alat dan Bahan 1. Alat : 2. Bahan : a. Strip mikrotiter a. Kontrol Positif dan Negatif b. Mikropipet b. Konjugat c. Yellow tip c. Substrat A dan B d. Inkubator d. Larutan Pencuci e. ELISA Reader e. Larutan Penghenti (Stop) f. Wadah Substrat f. Aquadest g. Wadah Larutan Pencuci g. Sampel : Serum h. Wadah waste 27 F. Prosedur : 1. Pembuatan Larutan Pencuci : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Diencerkan larutan pencuci (WASH) dengan aquadest dengan perbandingan 1:19. c. Dipipet 1,5 mL larutan pencuci (WASH). d. Dipipet 28,5 mL Aquadest, dihomogenkan. e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C. 2. Distribusi Kontrol dan Sampel : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Dipipet kontrol negatif sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1, C1, D1. c. Dipipet kontrol positif sebanyak 50 μL ke dalam sumur E1 dan F1. d. Dipipet sampel serum sebanyak 50 μLke dalam sumur G1 dan H1. 3. Distribusi Konjugat : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Ditambahkan konjugat sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1 sampai dengan H1. c. Dicampurkan dengan perlahan. d. Ditutup mikrotiter dengan strip perekat. e. Diinkubasi selama 80 menit di dalam inkubator pada suhu 37 °C. 4. Proses Pencucian : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Dilepaskan strip perekat lalu dibuang isinya ke dalam larutan natrium hipoklorit 5% c. Ditambahkan larutan pencuci sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur. d. Dibuang isinya setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 7 kali. e. Setelah mencuci, dibersihkan sisa cairan dengan mengetuk mikrotiter secara terbalik di atas kertas tisu. 5. Pembuatan dan Distribusi Substrat : a. Disiapkan alat dan bahan. b. Ditambahkan Substrat A dan Substrat B masing-masing sebanyak 500 μL. c. Stabilitas : 30 menit dalam suhu 15 – 25 °C. d. Substrat yang telah dicampurkan, ditambahkan sebanyak 100 μL ke masingmasing sumur. e. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter. f. Diinkubasi selama 30 menit pada suhu 15 – 25 °C. 28 6. Pembacaan Absorbans : a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620 – 690 nm (jika ada). b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV. G. Interpretasi Hasil : Perhitungan Nilai Kontrol, Cut Off dan Cut Off Index : Nilai absorbansi rata-rata kontrol negatif dalam sumur B1, C1, dan D1 (MNC) dan kontrol positif pada sumur E1 dan F1 (MPC) di hitung menurut : MNC = A450 (B1) + A450 (C1) + A450 (D1) 3 MPC = A450 (E1) + A450 (F1) 2 COV = MNC + 0.025 Validasi : 1. Blank A1 <0,100 : Harus tidak berwarna atau kuning muda, jika tidak tesnya tidak valid dan harus diulang 2. MNC <0,100 3. MPC ≥0,600 4. MPC - MNC ≥0,50 Interpretasi Hasil : Hasil Interpretasi A450 (spesimen) < COV Negatif untuk HBsAg non-reaktif A450 (spesimen) > COV Tesulang yang sama A450 (spesimen) > COV Positif untuk HBsAg non-reaktif Awalnya reaktif : uji ulang HBsAg Berulang kali reaktif : melakukan tes konfirmasi 29 H. Hasil Pemeriksaan : I. : Kesimpulan 30 J. Diskusi dan Pembahasan: Bekasi, …………………………. Praktikan, ………………………………… Mengetahui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II ………………………………………………. ………………………………….. 31 MATERI VI Pemeriksaan Anti HBs Dengan Teknik ELISA A. Tujuan Praktikum : Untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) dalam serum atau plasma manusia. B. Metode Pemeriksaan : Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) C. Dasar Teori : Hepatitis adalah penyakit sistemik yang diawali dari hati. Kebanyakan kasus hepatitis akut disebabkan oleh Virus Hepatitis A, Hepatitis B, atau Hepatitis C. Hepatitis B adalah peradangan hati yang terjadi karena adanya infeksi dari Virus Hepatitis B (HBV). Hepatitis B umumnya menular dari ibu ke anak saat proses kelahiran atau pada anak usia dini (Selamoglu, 2009). Hepatitis B dapat juga ditularkan melalui pemaparan mukosa terhadap darah atau cairan tubuh lain yang terinfeksi termasuk cairan semen dan vagina. Gejala hepatitis B adalah urin yang gelap, penyakit kuning, kelelahan yang berlebihan, mual, muntah, dan nyeri perut (WHO, 2013). Berdasarkan hasil RISKESDAS 2007, Indonesia tergolong negara dengan endemisitas tinggi, sehingga Indonesia merupakan negara dengan pengidap hepatitis terbesar nomor 2 diantara negara-negara ASEAN. HBV adalah virus yang termasuk dalam keluarga Hepadnaviridae. Partikel HBV berbentuk bulat dengan diameter 42 nm (Selamoglu, 2009). Virus ini memiliki selubung dan nukleokapsid yang berbentuk ikosahedral. Nukleokapsid pada HBV berfungsi untuk melindungi material genetik berupa rcDNA (relaxed circular DNA) dan DNA Polimerase. HBV memiliki tiga antigen yang dapat dikenali oleh sistem imun tubuh, yaitu HBcAg, HBeAg, dan HBsAg (Selamoglu, 2009). Core (HBcAg) merupakan antigen yang berada di bagian inti HBV, Pre core (HBeAg) merupakan partikel yang disekresikan oleh sel inang dan merupakan partikel yang infeksius, sedangkan HBsAg adalah antigen yang terletak pada permukaan selubung HBV (Lunsdorf et al., 2011). 32 Struktur Virus Hepatitis B (Selamoglu, 2009) Pada pasien yang terinfeksi HBV, protein permukaan virus (HBsAg) akan diproduksi secara berlebihan di sel hati bahkan melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk merakit virus baru. Protein permukaan ini kemudian disekresikan sebagai campuran partikel berbentuk bola dan tubular (Virus Like Particle) ke dalam darah. Dengan demikian, pada serum pasien yang terinfeksi HBV ditemukan virus utuh tetapi ada juga partikel bola kosong dan partikel tubular yang terdiri dari protein permukaan (Lunsdorf et al., 2011). Kehadiran HBsAg dalam serum atau plasma mengindikasikan adanya infeksi aktif dari Hepatitis B, bisa infeksi akut ataupun kronik. Pada infeksi Hepatitis B, HBsAg akan terdeteksi pada 2 sampai 4 minggu sebelum tingkat ALT menjadi abnormal dan 3 sampai 5 minggu sebelum timbul gejala klinis (Kramvis et al., 2005). Pengetahuan tentang ada atau tidaknya antibodi (anti-HBs) terhadap antigen permukaan Hepatitis B (HbsAg) dapat berguna dalam menilai kekebalan atau pemulihan klinis dari individu yang terinfeksi HBV. Hilangnya HbsAg dan munculnya anti-HBs dalam serum mencerminkan bahwa individu berada pada tahap akhir pemulihan dari infeksi HBV. Antibodi anti-HBs mungkin tetap dalam serum selama bertahun-tahun. Jika dipertahankan pada tingkat tertentu, serum anti-HBs dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap infeksi ulang oleh HBV. ELISA adalah suatu singkatan bahasa Inggris yang disebut dengan : (Enzymelinked immunosorbent assay) atau penetapan kadar immunosorben taut-enzim yang merupakan suatu uji serologis. Menggunakan teknik ELISA dalam bidang imunologi untuk menganalisis interaksi antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai dengan menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelapor/signal. 33 Selanjutnya digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi/antigen dengan menggunakan antibodi/antigen spesifik. Teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji kuantitatif untuk mengukur kadar antibodi/antigen yang diuji dengan menggunakan alat bantu berupa spektrofotometer dan dengan cara menentukan jumlah penambahan kadar antibodi/antigen, sehingga dapat dibuat suatu kurva standard antara kadar antibody atau antigen yang dapat dihitung berdasarkan absorbansinya ( Ichwan, 2014). ELISA dianggap pemeriksaan yang memiliki spesifitas dan sensitifitas yang tinggi yang mampu menunjang diagnosa klinis hepatitis B. ELISA ( EIA ) dibagi menjadi dua macam yaitu homogenous EIA dan heterogenous EIA. Homogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan obat-obatan, hormon dan lain-lain. Sedangkan heterogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan yang memiliki berat molekul besar misalnya antigen dan antibodi. Pemeriksaan parameter petanda serologis hepatitis B termasuk dalam kelompok kedua yaitu heterogenous EIA. Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu : 1. Pelapisan (coating) dengan antigen atau antibodi pada plate (fase padat). Pelapisan dengan dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk penentuan antigen. 2. Penambahan bahan yang ditentukan (diperiksa), misalnya serum, plasma, saliva dan cairan tubuh yang lain. 3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan Ag – Ab yang terjadi. Ada dua detektor yang digunakan yaitu : a. Penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang berlabel enzim, misalnya Horse Radish Peroxidase (HRPO). Alkaline Phosphatase, Urease, Glukose-Oxidase (GOP) dan lain-lain. b. Penambahan substrat yang berfungsi memberi perubahan warna pada reaksi. Misalnya TMB (Tetra Methyl Benzidine, O- Toluidine, OPD, ABTS dan lainlain. ELISA sendiri terdiri dari beberapa macam metode diantaranya ELISA kompetitif, ELISA double sandwich antigen atau antibodi dan indirect ELISA yang ketiganya memiliki prinsip dasar reaksi yang sama yaitu reaksi Ag - Ab (Faizal, 2011). D. Prinsip : Tes Anti HBs adalah sistem immunoassay enzim fase padat yang memanfaatkan metode sandwich untuk mendeteksi Anti HBs yang merupakan sampel dan konjugat 34 peroksidase ditambahkan ke mikrowell yang dilapisi HbsAg yang telah dimurnikan. Jumlah konjugat peroksidase HbsAg yang terikat di sumur proporsional dengan konsentrasi Anti HBs pada spesimen. Setelah diinkubasi konjugat yang tidak terikat dicuci. Larutan subsrat ditambahkan dan selama ikubasi selanjutnya warna biru akan berkembang. Intensitas warna ini akan menjadi kuning setelah reaksi dihentikan dengan larutan asam yang sesuai dengan Anti HBs yang ada dalam spesimen. Dengan batasan tertentu optical density yang berada pada 450 nm (OD 450) merefleksikan level Anti HBs pada spesimen. OD 450 yang terbaca sama atau lebih besar dai nilai batas dianggap reaktif untuk Anti HBs. E. Alat dan Bahan Alat : : Strip Mikrotiter Mikropipet Yellow tip Inkubator ELISA Reader Wadah Subsrat Wadah Larutan Pencuci Bahan : Kontrol positif dan negatif Konjugat Subsrat A dan Subsrat B Larutan Pencuci Larutan Penghenti (STOP) Aquadest Serum 35 F. Prosedur : 1. Pembuatan Larutan Pencuci a. Disiapkan alat dan bahan. b. Larutan pencuci (WASH) diencerkan dengan aquadest dengan perbandingan 1:19. c. Dipipet 1 mL larutan pencuci (WASH). d. Dipipet 19 mL Aquadest, dihomogenkan. e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C. 2. Distribusi Kontrol dan Sampel a. Disiapkan alat dan bahan. b. Dipipet kontrol negatif sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1, C1, D1. c. Dipipet kontrol positif sebanyak 50 μL ke dalam sumur E1 dan F1. d. Dipipet sampel serum sebanyak 50 μL ke dalam sumur G1 dan H1. 3. Distribusi Konjugat a. Disiapkan alat dan bahan. b. Konjugat ditambahkan sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1 sampai dengan H1. c. Konjugat dicampurkan perlahan. d. Mikrotiter ditutup dengan strip perekat. e. Diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 °C. 4. Proses Pencucian a. Disiapkan alat dan bahan. b. Strip perekat dilepaskan, isinya dibuang ke dalam larutan natrium hipoklorit 5% c. Larutan pencuci ditambahkan sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur. d. Isinya dibuang setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 5 kali. e. Setelah mencuci, sisa cairan di bersihkan dengan mengetuk piring secara terbalik di atas kertas tisu. 5. Pembuatan dan Distribusi Substrat a. Disiapkan alat dan bahan. b. Substrat A dan Substrat B ditambahkan masing-masing sebanyak 500 μL. c. Stabilitas : 30 menit dalam suhu 15 – 25 °C. d. Substrat yang telah dicampurkan ditambahkan sebanyak 100 μL ke masingmasing sumur. 36 e. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter. f. Diinkubasi selama 30 menit pada suhu 15 – 25 °C. 6. Pembacaan Absorbans a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620-690nm (jika ada). b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV. Validasi Hasil a. Blanko/A1 = <0,100 b. Nilai rata-rata kontrol negatif MNC<0,200 c. Nilai rata-rata kontrol positif MPC >0,500 d. MPC-MNC = > 0,300 e. Jika perbedaan lebih kecil, teknik yang tidak benar mungkin penyebabnya. Uji harus dilakukan ulang. Jika perbedaan kurang dari 0,300 secara konsisten kerusakan reagen mungkin penyebabnya. f. Nilai Negatif Control harus berada diantara 0,5 x MNC dan 2,0 x MNC. Jika salah satu nilai berada diluar jarak, buang nilai ini dan hitung kembali MNC. Jika kedua nilai berada diluar jarak, uji harus diulang. NC = 0,5 x MNC < MNC < 2,0 x MNC Perhitungan Ada atau tidak adanya anti-HBs ditentukan dengan membandingkan nilai absorbansi spesimen dengan nilai cut-off. Nilai cut-off dihitung dari kontrol negatif. Nilai Cut-off COV = MNC + 0,025 G. Interpretasi Hasil a. POSITIF : Spesimen dengan nilai absorbansi sama dengan atau lebih besar dari 1.1 x COV dianggap anti-HBs positif dengan kriteria tes. b. NEGATIF : Spesimen dengan nilai absorbansi kurang dari 0,9 x COV dianggap anti-HBs negatif (atau non- reaktif). c. EQUIVOCAL/GREY ZONE : Spesimen dengan nilai absorbansi dalam +10% dari cut-off harus diuji ulang untuk mengkonfirmasi pembacaan asli. 37 H. Hasil Pemeriksaan 38 I. Kesimpulan J. Diskusi dan Pembahasan Bekasi, …………………………. Praktikan, ………………………………… Mengetahui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II ………………………………………………. ………………………………….. 39 MATERI VII Pemeriksaan Anti HIV 1/2 dengan Teknik ELISA A. Tujuan Praktikum : Untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Human Immunodeficiency Virus Tipe 1 dan 2 (HIV-1, HIV-2) pada serum dan plasma manusia. B. Metode Pemeriksaan : Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) C. Dasar Teori : HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat penyebab AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yaitu CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 sebagai nama untuk retrovirus yan diususlkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montegnier dari Prancis, yang awalnya menamakannya LAV (Lymphadenopathy Associated Virus) dan oleh Robert Gallo dari AS, yang awalnya menamakannya HTLV-III ( Human T Lymphotropic Virus Type III ). AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV. HIV adalah agen penyebab acquired immunedefisiency syndrome (AIDS). Virus ini berkembang lewat lapisan luar lipid yang dibawah dari membrane sel inang. Beberapa virus glikoprotein menepati lapisan luar tersebut, setiap virus memiliki 2 salinan anti positif genomic RNA. HIV 1 terisolasi dari pasien denan AIDS dan AIDS hubungan kompleks dan dari orang sehat potensi resiko yang tinggi untuk mengembangkan AIDS. HIV 2 terisolasi dari pasienpasien AIDS di Afrika Barat dan dari individu-individu yang tidak memiliki gejala sero positif. Keduanya HIV 1 dan HIV 2 mndatangkan suatu respon kekebalan. Pemeriksaan antibodi HIV dalam serum atau plasma merupakan cara yang umum yang lebih efisien untuk menentukan apakah seseorang tak terlindungi dari HIV dan melindungi darah dan elemen-elemen yang dihasilkan darah untuk HIV. Perbedaan dalam sifat-sifat biologis, aktifitas serologis, dan 40 deretan genom, HIV 1 dan 2 positif sera dapat diidentifikasi dengan menggunakan tes serologis dasar HIV. Gambar 1. Struktur Virus HIV Gambar 2. Perbedaan HIV 1 dan HIV 2 ELISA adalah suatu singkatan bahasa Inggris yang disebut dengan : (Enzyme-linked immunosorbent assay) atau penetapan kadar immunosorben taut-enzim yang merupakan suatu uji serologis. Menggunakan teknik ELISA dalam bidang imunologi untuk menganalisis interaksi antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai dengan menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai pelapor/signal. Selanjutnya digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi/antigen dengan menggunakan antibodi/antigen spesifik. Teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji 41 kuantitatif untuk mengukur kadar antibodi/antigen yang diuji dengan menggunakan alat bantu berupa spektrofotometer dan dengan cara menentukan jumlah penambahan kadar antibodi/antigen, sehingga dapat dibuat suatu kurva standard antara kadar antibody atau antigen yang dapat dihitung berdasarkan absorbansinya. ELISA dianggap pemeriksaan yang memiliki spesifitas dan sensitifitas yang tinggi yang mampu menunjang diagnosa klinis hepatitis B. ELISA ( EIA ) dibagi menjadi dua macam yaitu homogenous EIA dan heterogenous EIA. Homogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan obat-obatan, hormon dan lain-lain. Sedangkan heterogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan yang memiliki berat molekul besar misalnya antigen dan antibodi. Pemeriksaan parameter petanda serologis hepatitis B termasuk dalam kelompok kedua yaitu heterogenous EIA. Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu : 1. Pelapisan (coating) dengan antigen atau antibodi pada plate (fase padat). Pelapisan dengan dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk penentuan antigen. 2. Penambahan bahan yang ditentukan (diperiksa), misalnya serum, plasma, saliva dan cairan tubuh yang lain. 3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan Ag – Ab yang terjadi. Ada dua detektor yang digunakan yaitu : a. Penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang berlabel enzim, misalnya Horse Radish Peroxidase (HRPO). Alkaline Phosphatase, Urease, Glukose-Oxidase (GOP) dan lain-lain. b. Penambahan substrat yang berfungsi memberi perubahan warna pada reaksi. Misalnya TMB (Tetra Methyl Benzidine, O- Toluidine, OPD, ABTS dan lain-lain. ELISA sendiri terdiri dari beberapa macam metode diantaranya ELISA kompetitif, ELISA double sandwich antigen atau antibodi dan indirect ELISA yang ketiganya memiliki prinsip dasar reaksi yang sama yaitu reaksi Ag – Ab. D. Prinsip : ELISA HUMAN ANTI-HIV 1/2 merupakan generasi yang ketiga. Antigen rekombinan (rAg) yang spesifik untuk HIV-1 (gp120, gp41, p24,) dan HIV-2 (gp36) dilapisi di sumur mikrotiter dan terikat pada horseradish peroxidase (HRP) dalam konjugat. Selama inkubasi antibodi spesifik HIV yaitu anti HIV IgG, IgM, IgA dalam spesimen pasien atau kontrol positif mengikat antigen rekombinan yang tidak bergerak dan konjugat yang membentuk kompleks antigen-antibodi ganda. Setelah langkah pencucian untuk 42 menghilangkan komponen tak terikat, TMB /Substrat ditambahkan. Warna biru berubah menjadi kuning setelah reaksi berhenti. Intensitas warnanya berbanding lurus dengan konsentrasi HIV-ab pada spesimen. Penyerapan kontrol dan spesimen ditentukan dengan menggunakan ELISA microplate readers atau automated ELISA systems (seperti Human HumaReader atau ELISYS line) pada 450 nm. Hasil untuk sampel pasien diperoleh dengan membandingkannya dengan nilai batas berdasarkan kontrol negatif. E. Alat dan Bahan Alat : : Strip Mikrotiter Mikropipet Yellow tip Inkubator ELISA Reader Wadah Subsrat Wadah Larutan Pencuci Bahan : Kontrol positif dan negatif Konjugat Subsrat A dan Subsrat B Larutan Pencuci Larutan Penghenti (STOP) Aquadest Serum 43 F. Prosedur : 1. Pembuatan Larutan Pencuci a. Disiapkan alat dan bahan. b. Larutan pencuci (WASH) diencerkan dengan aquadest dengan perbandingan 1:45. c. Dipipet 500 µL larutan pencuci (WASH). d. Dipipet 22,5 mL Aquadest, dihomogenkan. e. Stabilitas : 30 hari pada suhu 2 – 8 °C. 2. Pembuatan Larutan Konjugat a. Disiapkan alat dan bahan. b. Larutan pencuci (WASH) diencerkan dengan larutan pengencer dengan perbandingan 1:10. c. Dipipet 200 µL larutan konjugat d. Dipipet 2 mL diluent, dihomogenkan. e. Stabilitas : 30 hari pada suhu 2 – 8 °C. 3. Distribusi Konjugat a. Disiapkan alat dan bahan. b. Konjugat dimasukkan sebanyak 60μL ke dalam sumur A1 sampai dengan H1. 4. Distribusi Kontrol dan Sampel a. Ditambahkan kontrol negatif sebanyak 30 μL ke dalam sumur A1, B1, C1. b. Ditambahkan kontrol positif sebanyak 30 μL ke dalam sumur D1 dan E1. c. Ditambahkan sampel serum sebanyak 30 μL ke dalam sumur F1, G1, H1. d. Ditutup dengan strip perekat, diinkubasi 90 menit suhu 37o C 5. Proses Pencucian a. Strip perekat dilepaskan, isinya dibuang ke dalam larutan natrium hipoklorit 5% b. Larutan pencuci ditambahkan sebanyak 350 μL ke masing-masing sumur. c. Isinya dibuang setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 8 kali. d. Setelah mencuci, sisa cairan di bersihkan dengan mengetuk piring secara terbalik di atas kertas tisu. 6. Pembuatan dan Distribusi Substrat a. Disiapkan alat dan bahan. b. Substrat A dan Substrat B ditambahkan masing-masing sebanyak 500 μL. c. Stabilitas : 30 menit dalam suhu 2 – 8 °C. 44 d. Substrat yang telah dicampurkan ditambahkan sebanyak 100 μL ke masing-masing sumur. e. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi mikrotiter. f. Diinkubasi selama 90 menit pada suhu 18 – 25 °C. 7. Pembacaan Absorbans a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit setelah penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan 620-690 nm (jika ada). b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan COV. Validasi Hasil : a. Nilai rata-rata kontrol negatif MNC < 0,100 Tidak termasuk apapun nilai [NC], jika melebihi 0.100 atau dua kali melebihi dari MNC. menghitung ulang MNC dari nilai [NC] yang tersisa. b. Nilai rata-rata kontrol positif MPC > 0,600 Perhitungan : Ada atau tidak adanya anti-HBs ditentukan dengan membandingkan nilai absorbansi spesimen dengan nilai cut-off. Nilai cut-off dihitung dari kontrol negatif. Nilai value (COV) = MNC + 0,1 G. Interpretasi Hasil : HASIL INTERPRETASI A450 (spesimen) ≤ COVx0.9 Anti-HIV 1/2 ab-nonreaktif A450 (spesimen) ≥ COV Anti-HIV 1/2 ab-reaktif COV x 0.9 ≤ A450 (spesimen) ≤ COV Samar-samar 45 H. Hasil Pemeriksaan : 46 I. Kesimpulan J. Diskusi dan Pembahasan Bekasi, …………………………. Praktikan, ………………………………… Mengetahui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II ………………………………………………. ………………………………….. 47 MATERI VIII Pemeriksaan Anti HIV dengan Teknik Imunokromatografi A. Tujuan Praktikum : Untuk mendeteksi adanya antibody terhadap Human Immunodeficiency Virus Tipe 1 dan 2 (HIV-1, HIV-2) pada serum dan plasma manusia B. Metode Pemeriksaan : Imunokromatografi C. Dasar Teori : HIV adalah agen Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virionnya dikelilingi oleh kantong lipid yang berasal dari membran sel inang. Beberapa lycoprotein virus berada di dalam selubung tersebut. Setiap virus mengandung genom positif RNAs ganda. HIV 1 telah diisolasi dari pasien AIDS, dan dari orang sehat dengan potensi risiko tinggi untuk mengembangkan AIDS. HIV 2 telah diisolasi dari pasien AIDS Afrika Barat dan dari individu yang asimtomatik seropositif. baik HIV 1 dan HIV 2 menimbulkan respons imun. HIV ½ Ultra Rapid test device (serum/plasma) adalah tes cepat untuk mendeteksi secara kualitatif adanya antibodi terhadap HIV 1 dan/atau HIV 2 dalam spesimen serum atau plasma. Menggunakan konjugat emas dan beberapa protein rekombinan HIV untuk secara selektif mendeteksi antibodi terhadap HIV 1/2 dalam serum atau plasma. Tes SD BIOLINE HIV ½ 3.0 mengandung strip membran yang dilapisi dengan antigen HIV rekombinan (gp41, p24) pada daerah uji band 1, dan antigen HIV rekombinan (gp36) pada daerah uji band 2. Antigen HIV 1/2 rekombinan (gp41, p24 dan gp36) – konjugat emas dan sampel spesimen bergerak sepanjang membran secara kromatografis pada daerah uji (T) dan menampilkan garis yang terlihat sebagai antigen-antibodi-antigen formasi pada partikel emas kompleks dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. D. Prinsip : Spesimen yang di teteskan pada ruang membran bereaksi dengan partikel konjugat emas dan beberapa protein rekombinan HIV yang terdapat pada bantalan spesimen. 48 Campuran yang bermigrasi ke atas pada membran secara kromatografi dengan aksi kapilaritas dan bereaksi dengan antigen HIV rekombinan pada membran di daerah uji. Jika spesimen mengandung antibodi terhadap antibodi HIV 1 dan/atau HIV 2, garis berwarna akan muncul di daerah uji yang menunjukkan hasil positif. Jika spesimen tidak mengandung antibodi HIV 1 dan/atau HIV 2, garis berwarna tidak akan muncul di daerah uji yang menunjukkan hasil negatif. Sebagai kontrol prosedur, garis berwarna akan selalu muncul di daerah kontrol yang menunjukkan bahwa volume spesimen yang ditambahkan telah sesuai dan terjadi pergerakan membran. E. Alat dan Bahan : Perangkat uji dalam kantung foil dengan dessicant Droppers sekali pakai Petunjuk untuk penggunaan Diluent (SD Bioline) Buffer (ACON, Advanced) Wadah penyimpanan spesimen Sentrifuge (hanya untuk plasma) Mikropipet 10 µL Pengukur waktu Sampel : Darah lengkap (yang berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat) Plasma (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat) Serum (tidak berisi antikoagulan seperti heparin, EDTA, dan sodium citrat) F. Prosedur : ACON HIV 1/2 1. Diletakkan alat pemeriksaan, spesimen, buffer dan/atau kontrol pada temperature ruangan 15 – 30º C sebelum pemeriksaan. 2. Dikeluarkan alat pemeriksaan dari kemasan alumunium foil dan gunakan segera. Hasil terbaik didapat jika pemeriksaan dilakukan dalam waktu 1 jam. 3. Diletakkaan alat pemeriksaan di tempat yang bersih dan rata. Dropper dipegang dengan tegak secara vertikal dan dipindahkan 1 tetes (± 25 µL) serum atau plasma 49 ke spesimen well (S) untuk pemeriksaan dan ditambahkan 1 tetes (± 40 µL) buffer dan mulai hitung waktunya. 4. Diamkan selama 10 menit kemudian dibaca hasil pemeriksaan. Peringatan : Hasil hanya bisa dibaca dalam 10 menit. Jangan menafsirkan hasil sesudah 20 menit. SD HIV ½ 1. Diambil perangkat uji dari pembungkus foil kemudian diletakkan pada tempat yang rata dan kering. 2. Ditambahkan 20 µL spesimen darah atau 10 µL serum/plasma ke dalam well sampel (S) menggunakan mikropipet. 3. Diteteskan 4 tetes assay diluent ke dalam well sampel. 4. Diamkan selama 5 – 20 menit kemudian dibaca hasil pemeriksaan. Peringatan : Jangan baca hasil pemeriksaan setelah 20 menit. Pembacaan terlalu lama dapat memberikan hasil yang salah. Advanced 1. Diletakkan alat pemeriksaan, spesimen, dan diluent pada temperature ruangan (15 – 30º C) sebelum pemeriksaan. 2. Dikeluarkan alat pemeriksaan dari kemasan alumunium foil dan digunakan segera. Hasil terbaik didapat jika pemeriksaan dilakukan dalam waktu 1 jam. 3. Diletakkaan alat pemeriksaan di tempat yang bersih dan rata. Dropper dipegang dengan tegak secara vertikal dan dipindahkan 1 tetes (± 25 µL) serum/plasma atau 2 tetes whole blood ke spesimen well (S) untuk pemeriksaan dan tambahkan 1 tetes (± 40 µL) diluent dan mulai hitung waktunya. 4. Diamkan selama 5 – 30 menit kemudian dibaca hasil pemeriksaan. Peringatan : Jangan baca hasil pemeriksaan setelah 30 menit. Pembacaan terlalu lama dapat memberikan hasil yang salah. Validasi Hasil: Dengan memperhatikan terbentuk atau tidaknya garis pada garis kontrol. 50 Tabel Perbandingan Sensitivitas dan Spesifisitas ACON SD Bioline ½ 4th GEN (Advanced ½ 3.0 Quality) Sensitivitas 99,9 % 100 % 100 % 99,8 % Spesifisitas 99,6 % 99,8 % 100 % 100 % G. Interpretasi Hasil INTEC : Hasil Negatif Satu garis merah yang muncul pada daerah kontrol (C). Tidak adanya garis merah atau pink yang terbentuk pada daerah uji (T). Hasil Positif Jika muncul garis merah. Satu garis harus muncul di daerah kontrol (C) dan garis lainnya harus muncul di daerah uji (T). **Catatan : Intensitas warna merah pada daerah uji (T) akan berbeda tergantung konsentrasi antibodi HIV yang terdapat di spesimen. Walaupun demikian, jenis warna merah pada daerah uji (T) menunjukkan hasil positif. Pada SD HIV ½ : • Adanya dua garis yang terdapat pada garis kontrol (C) dan garis test 1 (1) menunjukan hasil positif untuk HIV-1. • Adanya dua garis yang terdapat pada garis kontrol (C) dan garis test 2 (2) menunjukan hasil positif untuk HIV-2. • Adanya tiga garis yang terdapat pada garis kontrol (C), garis test 1 (1), dan garis test 2 (2) menunjukan hasil positif untuk HIV1 atau HIV-2. Jika intensitas warna garis uji 1 lebih gelap dari salah satu garis uji 2 maka dapat diinterpretasikan sebagai positif HIV-1. Jika intensitas warna garis tes 2 lebih gelap dari salah satu garis uji 1 maka dapat diinterpretasikan sebagai positif HIV-2. 51 Hasil Invalid Garis kontrol tidak muncul. Ketidaksesuaian volume spesimen atau teknik prosedur yang tidak tepat menjadi kemungkinan besar alasan kesalahan pada garis kontrol. H. Hasil Pemeriksaan: I. Kesimpulan: 52 J. Diskusi dan Pembahasan : Bekasi, …………………………. Praktikan, ………………………………… Mengetahui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II ………………………………………………. ………………………………….. 53 DAFTAR PUSTAKA Abbas A.K, Lichtman A.H., Pillai S. 2016. Imunologi Dasar Abbas: Fungsi dan Kelainan Sistem Imun. Edisi 5. Editor: Handono Kalim. Singapore: Elsevier. ACON. 2016. Manual Kit Instruction Reagen anti HIV ½ Advanced. 2016. Manual Kit Instruction Reagen 4th Advanced anti HIV ½ Alfa shield. 2016. Manual Kit Instruction Reagen TPHA Baratawidjaja K.G., Rengganis I., 2009. Imunologi Dasar. Edisi 8. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen RPR Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen Human ELISA Dengue IgM Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen ELISA HBsAg Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen ELISA Anti HBs Human Diagnostic. 2016. Manual Kit Instruction Reagen ELISA Anti HIV ½ INTEC. 2016. Manual Kit Instruction Reagen INTEC anti HIV ½ Rittenhouse-Olson, Kate, Ernesto de nardin, 2016. Imunologi Dan Serologi Klinis Modern: Untuk Kedokteran Dan Analis Kesehatan (MLT/CLT), Alih Bahasa: Dian Ramadhani, et al. Jakarta: EGC. SD Bioline. 2016. Manual Kit Instruction Reagen Dengue NS1 Antigen SD Bioline. 2016. Manual Kit Instruction Reagen anti HIV ½ 54