JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. X, No. Y (TAHUN), 2337-3520 (2301-928X Print) 1 Analisis XRD dan DTA-TGA dari Sistem Silika-Zirkonia Muhammad N. Firdausi, Suminar Pratapa, Departemen Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember e-mail: [email protected] Abstrak—karakteristik struktur dan termal dari kombinasi reaktan polimorf sistem silica-zirconia telah dipelajari menggunakan X-ray Diffraction (XRD) dan DTA(Differencial Thermal Analysis) - TGA (Thermogravimetric Analysis). Campuran stoikiometrik (perbandingan 1:1 mol% ) dari Silica (πΊππΆπ ;amorphous dan cristobalite) dan zirkonia (πππΆπ ;amorphous dan tetragonal) disiapkan dengan penambahan polyvinyl alcohol PVA sebagai bahan pengikat lalu diaktivasi dengan ball-milling selama 5 jam kemudia dikalsinasi pada suhu 1000 °C dan 1200 °C. didapatkan fasa dari serbuk adalah zircon, zirconia dan cristobalite. Analisa kuantitatif data XRD menggunakan metode rietveld dengan aplikasi rietica menunjukkan bahwa campuran amorf-amorf (AA) memiliki kandungan fasa zircon tertinggi yaitu 93 mol% pada suhu kalsinasi 1000 °C. Kata Kunci—Silica,Zircon,Zirconia I. PENDAHULUAN Z irkon (ZrSiO4) adalah bahan yang melimpah di alam. Bahan ini mempunyai koefisien ekspansi termal yang rendah (sekitar about 4.1×10−6 °C −1 pada rentang suhu 25– 1400 °C), suhu disosiasi yang tinggi (1675 °C), koefisien konduksi panas yang rendah (5.1Wm−1°C−1 pada suhu ruangan dan 3.5Wm−1 °C−1 pada suhu 1000 °C) dan ketahanan kimiawi yang tinggi bahkan ketika bersentuhan dengan lelehan material. Diketahui bahwa zircon dengan kemurnian tinggi dapat menahan kekuatan lengkungnya serta ketahanan kimiawinya pada suhu 1200–l400 °C. oleh karena itu zircon cocok digunakan sebagai material bersuhu tinggi yang banyak digunakan dalam industry.[1] Indonesia memiliki potensi bahan zircon yang melimpah yang dapat ditemukan di beberapa pulau misalnya di pulau Kalimantan , tepatnya di provinsi Kalimantan Tengah. Namun material zircon tersebut memiliki banyak bahan pengotor sehingga diperlukan proses pemurnian yang cukup kompleks. Jika proses pemurnian zircon berhasil dilakukan, maka dapat dihasilkan produk turunan seperti serbuk silica dan serbuk zirconia.[1] Selain dari proses pemurnian bahan alami yang mengandung zircon, zircon juga dapat disintesis melalui campuran equimolar Silica dan Zirconia. Namun proses ini cukup sulit dilakukan karena temperatur pembentukan yang cukup tinggi, sekitar l320 °C. Namun Musyarofah (2018) berhasil mendapat zircon serta produk turunannya seperti amorphous zirconia, tetragonal Zirconia, amorphous Silica dan cristobalite dari pemurnian pasir zircon alami dengan suhu kalsinasi 1000°C . Dari hasil tersebut maka perlu dilakukan riset untuk memukan metode sintesis zircon melalui campuran equimolar Silica dan Zirconia pada suhu yang lebih rendah. Selain itu, belum ada studi mengenai bagaimana pengaruh fasa awal reaktan (Zirconia dan Silica) terhadap produk (Zircon) yang dihasilkan.[2] Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana efek perbedaan fasa dari reaktan terhadap karakteristik perilaku termal serta fasa produk zircon yang dihasilkan melalui metode DTA-TGA dan analisa XRD. II. METODOLOGI A. Penyiapan Serbuk Material Polimorfik seperti Silica (amorphous dan cristobalite) dan zirkonia (amorphous dan tetragonal) sebagai serbuk reaktan diperoleh dari hasil penelitian Musyarofah (2018) dengan proses pemurnian berbiaya rendah. Pasir zirkon alami dimurnikan melalui beberapa proses seperti pemisahan dengan magnet permanen ,direndam dengan HCl, lalu direaksikan dengan NaOH. Serbuk amorf diperoleh dari proses pemurnian serbuk zirkon dengan metode alkali fussion dan presipitasi. Pada penelitian ini disiapkan serbuk cristobalite dan zirconia tetragonal dengan suhu kalsinasi 1000 dan 800 °C. sebagai zat perekat, digunakan polyvinyl alcohol (PVA) sebesar 3wt% untuk setiap campuran equimolar dari silica (amorphous dan cristovalite) dan zirconia (amorphous dan tetragonal). Serbuk kemudian dicampur dengan proses ball-milling selama 5 jam. Disiapkan 3 jenis campuran yaitu −πππ2 + π − πππ2 , π − πππ2 + π‘ − πππ2 dan , π − πππ2 + π − πππ2 yang disimbolkan dengan AA, AT, dan CA. Ketiga campuran tersebut kemudia dikalsinasi dengan suhu 1000 °C dan 1200 °C selama 10 jam. B. Karakterisasi Ketiga sampel campuran tersebut kemudian diamati karakteristik termalnya dengan DTA(Differencial Thermal Analysis) - TGA (Thermogravimetric Analysis) dari suhu ruangan (25°C) sampai 1300 °C menggunakan LINSEIS simultaneous thermal analysis (STA). Setelah itu sampel dianalisis strukturnya melalui XRD (X-ray diffraction) dengan ukuran step 0,0170° menggunakan diffraktometer X-ray (πΆπ’πΎπΌ = 1,54056 Å). Data pola XRD kemudian dianalisis menggunakan Match!2 dan Rietica untuk mendapatkan data fasa sampel dan komposisi masing-masing fasa JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. X, No. Y (TAHUN), 2337-3520 (2301-928X Print) Gambar 1. Data DTA-TGA sampel amorf-amorf (AA) 2 Gambar 3. Data DTA-TGA sampel cristobalite-amorf (CA) sampel CA dan AA yang berkaitan dengan proses kristalisasi Gambar 2. Data DTA-TGA sampel amorf-tetragonal (AT) III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Sistem Silica-Zirkonia Ketiga sampel campuran (AA,AT, dan CA) diamati perilaku termalnya dengan DTA-TGA pada rentang suhu 25 °C sampai 1300°C, didapatkan data grafik aliran panas dan perubahan massa relative terhadap suhu seperti ditunjukkan pada gambar 1, 2 dan 3. Dari data TGA dapat diamati secara umum bahwa terjadi penurunan massa secara signifikan pada perubahan suhu dari 25 °C sampai 600 °C, setelah itu terjadi penurunan massa secara perlahan sampai suhu 1300 °C. Secara umum proses penurunan massa terjadi dalam 3 tahapan yaitu (i) dibawah 300 °C , berkaitan dengan penguapan kandungan air; (ii) 300 °C-600 °C, berkaitan dengan penguapan PVA; dan (iii) 600 °C-1300 °C yang berkaitan dengan penguapan zat pengotor seperti chlorine dan natrium yang terlibat dalam proses peyiapan serbuk amorf. Dari data DTA didapat puncak eksotermik dari 3 sampel pada suhu 500 °C berkaitan dengan proses penguapan PVA. Pada suhu 800 °C terdapat puncak eksotermik kecil pada Gambar 4. Pola difraksi X-ray (radiasi πΆπ’πΎπΌ) dari sistem silica-zirconia dengan reaktan polimorfik (AA,AT,CA) yang dikalsinasi dengan suhu 1000 dan 1200°C. Symbol: z = zircon, t = zirconia tetragonal, m = zirconia monoclinic dan c = cristobalite zirconia amorf menjadi tetragonal zirconia. Pada sampel campuran AT puncak eksotermik tersebut tidak teramati karena zirkonia sudah berada pada fasa Kristal. Selain itu teramati puncak eksotermik pada suhu 900 °C pada semua sampel yang berkaitan dengan proses pembentukan zircon. Dari data ini didapat kemungkinan zircon dapat terbentuk melalui proses sintesis dengan suhu kalsinasi 1000 °C. B. Studi Fasa dari Sistem Silica-Zirconia Gambar 4 menunjukkan pola XRD dari serbuk yang telah dikalsinasi. Secara umum, analisa kualitatif menunjukkan hasil komposisi fasa yang mirip dari ketiga jenis sampel misalnya kombinasi zircon, tetragonal zirconia, dan monoclinic zirconia. Tidak ada puncak silica yang teridentikasi, hal ini berarti silica JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. X, No. Y (TAHUN), 2337-3520 (2301-928X Print) Tabel 1. Komposisi fasa dan parameter analisis refinement dari pola XRD sistem Silica-Zirconia menggunakan aplikasi rietica dengan metode rietveld. Angka didalam kurung menunjukkan angka standard deviasi 3 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada kementrian riset teknologi dan pendidikan tinggi Republik Indonesia atas bantuan dana yang diberikan melalui program PMDSU. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] memiliki fasa amorf pada suhu ruangan. Namun pada sampel CA teramati puncak tambahan pada 2π = 21,68°, hal ini menunjukkan adanya fasa cristobalite yang tidak bereaksi dengan zirconia. Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa zircon dapat disintesis pada suhu kalsinasi 1000 °C dengan kombinasi fasa reaktan apapun. Keberhasilan ini disebabkan beberapa hal seperti penggunaan PVA sebagai pengikat yang meningkatkan wettability atau kemampuan kontak dari reaktan. Setelah itu dilakukan analisa kuantitatif dari pola difraksi XRD menggunakan software rietica untuk mengetahui komposisi dari setiap fasa pada material dan didapatkan hasil seperti ditunjukkan pada table 1. Dari table teramati bahwa konsentrasi zircon naik seiring kenaikan suhu kalsinasi untuk sampel AT dan CA. sedangkan pada sampel AA konsentrasi zircon mengalami penurunan seiring kenaikan suhu kalsinasi sebesar 11mol%. Hal ini dikarenakan zircon terdisosiasi menjadi zircon tetragonal ,zircon monoclinic dan silica amorf. Analisis ini ditunjang oleh bukti puncak endotermik pada data DTA sampel AA pada suhu 1136 °C. Peningkatan suhu menyebabkan ekspansi koordinat πππ8 pada struktur zircon yang disertai dengan pelepasan silica. Dari table teramati bahwa konsentrasi zircon tertinggi didapat pada sampel AA dengan suhu kalsinasi 1000 °C yaitu sebesar 93,4 mol%. Kemudian dihitung entalpi pembentukan dari setiap sampel menggunakan data DTA-TGA dan didapatkan nilai entalpi sebesar 1650, 1692, dan 1818 J/g untuk sampel AA, AT dan CA secara berurutan. Nilai entalpi tersebut mengindikasikan bahwa pembentukan zircon lebih mudah dilakukan dengan sampel campuran amorf-amorf. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Zircon dapat disintesis dengan mereaksikan serbuk zirconia (tetragonal dan amorf) dan silica (cristobalite dan amorf) dengan suhu kalsinasi 1000 °C. konsentrasi atau kandungan zircon tertinggi didapat dari campuran zirconia amorf dengan silica amorf pada suhu kalsinasi 1000 °C, yaitu sebesar 93 mol%. Musyarofah, N. D. Lestari, R. Nurlaila, N. F. Muwwaqor, Triwikantoro, and S. Pratapa, “Synthesis of high-purity zircon, zirconia, and silica nanopowders from local zircon sand,” Ceram. Int., vol. 45, no. 6, pp. 6639–6647, 2019, doi: 10.1016/j.ceramint.2018.12.152. S. Soontaranon, W. Limphirat, and S. Pratapa, “XRD , WAXS , FTIR , and XANES studies of silica-zirconia systems,” vol. 45, no. May, pp. 15660–15670, 2019.