Uploaded by User82125

Analisis

advertisement
Analisis Kejadian Puting Beliung dengan memanfaatkan
aplikasi SATAID
(Studi Kasus Desa Badrain,Kecamatan Narmada, Kabupaten
Lombok Barat, 30 September 2020)
Izhar Nugraha1*), Aditya Mulya2
1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
2
*)
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Puting beliung merupakan angin yang mempunyai kecepatan lebih dari 63 km/jam
yang bergerak secara vertikal dengan maksimal kejadian 5 menit. Walaupun waktu
kejadiannya sebentar angin ini sangat merusak yang bisa membuat atap rumah
mejadi terbang bahkan dapat menimbulkan korban jiwa. Angin ini biasanya terjadi
pada siang atau sore hari. Penyebutan angin putting beliung di berbagai wilayah
Indonesia berbeda-beda,orang Jawa menyebutnya Leysus,orang Sumatera
menyebutnya angin Bahorok dan masih banyak lagi sebutan lainnya. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi fase awan cumulonimbus yang bisa
dikategorikan sebagai cuaca ekstrem yang menyebabkan angin putting
beliung.Analisa ini menggunakan citra satellite Himawari-8 yang diperoleh dari
aplikasi SATAID.Dengan aplikasi SATAID terdapat beberapa tools yang digunakan
dalam mengidentifikasi awan CB.Citra satellite yang diperoleh dari aplikasi SATAID,
kita dapat melihat fase tumbuh, matang, dan punahnya dari awan cumulonimbus.
Kata kunci : puting beliung, awan CB, Cuaca ekstrem, SATAID
ABSTRACT
A tornado is a wind that has a speed of more than 63 km/hour that moves vertically
with a maximum event of 5 minutes. Even though the time it occurs for a while, this
wind is very damaging, which can make the roof of the house fly and even cause
casualties. This wind usually occurs in the afternoon or evening. The mention of a
whirlwind in various parts of Indonesia varies, the Javanese call it Leysus, the
Sumatran people call it the Bahorok wind and there are many other names. The
purpose of this study is to identify the phases of the cumulonimbus cloud which can
be categorized as extreme weather that causes a tornado. This analysis uses
Himawari-8 satellite images obtained from the SATAID application. With the SATAID
application, there are several tools used to identify CB clouds. Satellite images
obtained from the SATAID application,
we can see the growth, maturity, and extinction phases of the cumulonimbus cloud.
Keywords: Waterspout, CB clouds, extreme weather, SATAID
1. Pendahuluan
Cuaca ekstrim biasanya terjadi pada saat peralihan antara musim kemarau
ke musim hujan atau sebaliknya,salah satu cuaca ekstrim yang terjadi adalah
putting beliung. Puting beliung merupakan angin yang mempunyai kecepatan lebih
dari 63 km/jam yang bergerak secara vertikal dengan maksimal kejadian 5
menit.Angin puting beliung terjadi pada daerah yang memiliki gradien temperatur
yang besar (Siswanto 2012). Proses terjadinya puting beliung berkaitan erat
dengan fase tumbuh awan Cumulonimbus (Cb).Waktu terjadinya putting beliung
biasanya pada siang atau sore hari dengan durasi yang singkat dan bersifat sangat
merusak untuk daerah-daerah yang dilewati. Awan CB dibagi menjadi 3 fase yaitu :
-
-
-
Tahap Pertumbuhan (Cumulus Stage) Tahap ini mulai ada arus udara
keatas vertikal dan berkembang pada seluruh bagian awan (gambar 1). Makin
keatas (up-draft) makin kuat dan maksimum pada puncak awan. Tercapainya
suhu konveksi, dan adanya konvergensi serta orografi suatu tempat berakibat
terjadinya percampuran massa udara yang naik pada tiap-tiap lapisan di
atmosfer/mixing. Sehingga pada tahap ini akan mulai terbentuk tinggi dasar
dan puncak awan cumulus form yang cukup tebal.
Tahap Dewasa (Mature Stage) Didalam awan terjadi up-draft dan down-draf,
atau udara naik dan udara turun (gambar 2). Pada tingkat ini mulai ada
presipitasi yang mencapai tanah. Perbedaan yang paling besar dari proses ini
didapatkan pada daerah yang aliran udara keatas paling besar atau cepat.
Aliran udara kebawah makin melemah, dan pada akhirnya sedikit demi sedikit
kecepatannya akan bertambah melebar baik dalam arah vertikal maupun
horizontal. Makin kebawah makin kuat dan mencapai maksimum pada dasar
awan. Suhu aliran udara pada bagian bawah (down-draft) akan lebih rendah
dari udara sekelilingnya, sehingga pada tingkat ini disertai dengan arus dingin
yang kuat, hujan lebat dan dapat juga disertai puting beliung. Intensitas badai
guntur dicapai pada tahap ini.
Tahap Mati (Dissipating Stage) Pada tingkat ini up-draft sudah tidak ada,
sedangkan aliran kebawah meluas diseluruh sel. Jumlah kristal-kristal es akan
menjadi lebih kecil, akhirnya menjadi air sehingga dapat digunakan untuk
mempercepat turunya udara atau down-draft. Selama hujan dan down-draft
yang terjadi diudara dalam awan, suhunya lebih rendah dari sekitar. Pada
suatu saat suhu udara didalam awan sama dengan suhu udara sekelilingnya,
maka hujan makin berkurang dan gangguan medan angin pada permukaan
hilang, pada saat inilah berakhirnya masa hidup badai.
Pada media cetak “Suara NTB” menyebutkan bahwa pada hari Rabu, 30
September 2020 sekitar pukul 16.00 WITA telah terjadi angin puting beliung yang
menerjang Desa Badrain, Kecamatan Narmada, Lombok Barat. Puting berliung
tersebut merupakan dampak dari awan Cumulonimbus (CB) yang biasa tumbuh
selama periode musim hujan,namun tidak semua pertumbuhan awan CB akan
menimbulkan angin puting beliung. Kehadiran dari putting beliung ini belum dapat
diprediksi,kemudian dapat terjadi secara tiba-tiba (5-10 menit) pada area skala
sangat lokal. Pusaran puting beliung mirip belalai gajah/selang vacuum cleaner.Jika
kejadiannya berlangsung lama, lintasannya membentuk jalur kerusakan.Ranting
pohon dan daun
Gambar 1. Awan CB
Sumber:www.climate4life.info/2020/06/awan-cumulonimbuspenyebab-puting-beliung.
Mekanisme terjadinya angin putting beliung dimulai pada saat adanya
awan CB, adanya mekanisme arus udara naik dan turun dan juga peningkatan
kecepatan angin pada saat naik di awan CB menyebabkan arah angin menjadi
miring. Peningkatan kecepatan angin secara mendadak ini disebut dengan wind
shear yang dapat terjadi secara vertikal ataupun horizontal.
Sekitar daerah terbentuknya awan Kumulonimbus ini memiliki tekanan
yang lebih rendah dari sekitarnya sehingga menyebabkan arus udara dari arah
horizontal bergerak menuju area tersebut. Arus udara yang berupa wind shear
kemudian membentuk pusaran yang disebut vortex cube.Kemudian secara
perlahan-lahan pusaran (vortex cube) ini kemudian lebih mengarah secara
vertikal yang mengikuti arus naik ke dalam awan Kumulonimbus.
Pusaran (vortex cube) yang naik inilah yang disebut dengan angin puting
beliung. Kemudian apabila perbedaan tekanan sangat signifikan maka kekuatan
angin ini akan sangat kuat. Gejala-gejala awal dari terjadinya angin putting
beliung adalah :
-
Udara terasa panas dan gerah (sumuk).
Di langit tampak ada pertumbuhan awan Cumulus (awan putih bergerombol
yang berlapis-lapis).
Diantara awan tersebut ada satu jenis awan mempunyai batas tepinya sangat
jelas bewarna abu-abu menjulang tinggi yang secara visual seperti bunga kol.
Awan tiba-tiba berubah warna dari berwarna putih menjadi berwarna hitam
pekat (awan Cumulonimbus).
bergoyang cepat karena tertiup angin disertai angin kencang sudah
menjelang.
Durasi fase pembentukan awan, hingga fase awan punah berlangsung paling
lama sekitar 1 jam.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi fase awan CB
yang bisa dikategorikan sebagai cuaca ekstrim yang menyebabkan angin puting
beliung di lokasi kejadian tersebut.
2. Metode Penelitian
Lokasi penelitian berada di Desa Badrain, Kecamatan Narmada,
Kabupaten Lombok Barat,NTB.Dalam penelitian ini langkah pertama yang
dilakukan adalah mengumpulkan informasi mengenai kejadian ini dari media massa
yang berkaitan dengan angin puting beliung di daerah tersebut.Setelah
mengumpulkan informasi mengenai bencana tersebut dilakukanlah pengambilan
data satellite Himawari-8 pada tanggal 30 September 2020.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisa
kondisi awan mulai dari tahap tumbuh hingga punah menggunakan aplikasi
SATAID. Pada aplikasi ini terdapat beberapa tools yang dapat digunakan yaitu:
Brit : digunakan untuk mengetahui Temperatur
-
Time : digunakan untuk mengetahui time series suhu di satu titik
Contour : digunakan untuk membuat kontur di wilayah tertentu untuk
mengetahui suhu puncak awan yang sama.
Histogram : digunakan utuk mengetahui suhu max,min,rata-rata,deviasi dan
total piksel yang diukur.
Cross : untuk menunjukkan pola suhu suatu target
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Analisis Menggunakan SATAID
Gambar 2. Pertumbuhan awan CB dari kanal IR
Gambar 3. Pertumbuhan awan CB dari kanal WV
Gambar 4. Kontur suhu puncak awan CB
Gambar 5. Time series pertumbuhan awan CB
Gambar 6. Suhu puncak awan di lokasi kejadian
Gambar 7. suhu max,min,rata-rata,deviasi dan total piksel yang diukur
Gambar 8. Pola suhu awan
Dari gambar gambar 2 dan 3 terlihat proses/fase pertumbuhan awan
melalui kanal IR dan WV terlihat tahap-tahap pertumbuhan awan CB dari fase
tumbuh hinga fase meluruh.Terlihat juga pertumbuhan awan tunggal (singel sel)
sampai menjadi multi sel. Pada time series citra Satelit Himawari kanal WV, terlihat
tahap-tahap pertumbuhan awan, dari awan tunggal (singel sel) sampai menjadi
multi sel. Kondisi awan singel sel (Cb tunggal) bisa terjadi bilamana faktor lokal
lebih dominan yang membentuk awan itu sendiri. Sebaliknya awan multi sel (Cb
berkelompok) terbentuk bilamana faktor skala meso ikut berperan dalam
memperkuat faktor lokal. Diperkirakan puting beliung yang terjadi pada tanggal 30
September 2020 berasal dari Awan Cb tunggal yang kemudian bergabung menjadi
multi sel dan terus bergerak menuju arah Barat.
Dari gambar 4 yang diambil dari aplikasi SATAID yang menggunakan
tools contour, dapat dilihat pada tampilan tersebut bahwa suhu puncak awan Cb,
mencapai -72,3oC, suhu yang dingin ini merupakan indikator bahwa awan ini
merupakan kriteria jenis awan CB yang kuat dan menjulang tinggi dan mempunyai
landasan di puncaknya. Kemudian dari gambar 5 yang diambil menggunakan tool
time, pertumbuhan awan dari tahap tumbuh sampai tahap matang dan meluruh.
terlihat pada time series mengalami dua kali fase matang. Pada jam 06.20 – 06.30
UTC pertumbuhan awan Cu menjadi Cb mulai terjadi (fase tumbuh), kemuadian
pada jam 06.30 UTC tahap dewasa awan Cb mulai terbentuk dimana suhu puncak
awan mencapai -67,1oC (fase matang 1) , kemudian pada jam 06.30-07.30 UTC
awan Cb mengalami proses peluruhan.
Dari gambar 7 yang diambil menggunakan tool histogram dapat kita
mengidentifikasi bahwa suhu maksimum di awan tersebut adalah -47,8oC, suhu
minimum -75,6oC, suhu rata-rata -60,2oC, standar deviasi 7,8oC dengan total piksel
yang diukur adalah 71.Kemudian dari gambar 8 yang diambil menggunakan tool
cross yang berguna untuk mengidentifikasi rentang suhu pada awan tersebut.
Terlihat suhu di awan tersebut berkisar pada rentan -60oC s.d -80oC.Dari data suhu
maksimum maupun minimum di atas dapat kita identifikasi bahwa dengan suhu
yang sangat dingin tersebut terdapat awan CB yang menyebabkan angin putting
beliung di Desa Badrain,Kecamatan Narmada,Kabupaten Lombok Barat.
4. Kesimpulan
Dari data citra satellite yang ada di desa Badrain,kecamatan
Narmada,Kabupaten Lombok Barat pada tanggal 30 September 2020, terlihat bahwa adanya
awan yang sangat dingin yang ditunjukkan dengan warna merah pada aplikasi SATAID
kemudian dari hasil citra satelit himawari-8 dapat memperlihatkan fase tumbuh, fase matang
serta fase puluruhan. Awan dingin yang ditunjukkan dengan warna merah pada aplikasi
SATAID dapat mengindikasikan bahwa adanya awan CB yang menyebabkan angin putting
beliung yang sifatnya merusak.
5. Ucapan Terimakasih
Selama menyusun karya tulis ini penulis ingin mengucapkan terimaksih
kepada Satellite Himawari-8 yang telah menyediakan data untuk keperluan penelitian
sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar kemudian kepada Bapak Aditya Mulya
selaku dosen praktek satellite cuaca atas bimbingannya sehingga karya tulis ini dapat
terselesaikan, serta teman-teman yang telah memeberikan dukungan dan doa dalam
menyelesaikan tulisan ini.
6. Daftar Pustaka
Beliung, P., Desa, D. I., Kec, B., & Saputra, A. (2017). JEPARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (
Studi Kasus Tanggal 14 Nopember 2017 ).
Beliung, P., Desa, D. I., Kec, B., & Saputra, A. (2017). JEPARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (
Studi Kasus Tanggal 14 Nopember 2017 ).
NTB, BPBD. (2020). Angin Puting Beliung. Diakses dari BPBD NTB:
https://bpbd.ntbprov.go.id/?q=pengetahuan-bencana-puting-beliung
Climate4life. (2020, Juni -). Mengenal Awan Kumulonimbus (CB) Penyebab Terjadinya Puting
Beliung, Hujan Es, Angin Kencang serta Petir dan Kilat. Diakses dari Climate4life:
https://www.climate4life.info/2020/06/awan-cumulonimbus-penyebab-puting-beliunghujan-es-angin-kencang-kilat-petir.html
Download