Uploaded by User81914

Analisis AD AD money supply

advertisement
TRADING NATION
2021 may mark the first inflation comeback in a generation, market researcher Jim Bianco
warns
PUBLISHED WED, DEC 30 20207:05 AM ESTUPDATED WED, DEC 30 20207:12 AM
EST
Stephanie Landsman​@STEPHLANDSMAN
Wall Street forecaster Jim Bianco is bracing for a 2021 inflation comeback.
His main catalysts: ​hundreds of billions of dollars in federal coronavirus aid and vaccines
that begin normalizing the economy.
“Once you get all of that into the pipeline, you could have a burst of economic activity that could
produce higher inflation for the first time in a generation,​” the Bianco Research president
told CNBC’s “​Trading Nation​” on Tuesday. “That’s the​ ​big worry​ ​I have for 2021.”
Bianco warned the​ impact would hurt stocks.
“If ​interest rates are going up because of inflation​, historically risk markets like the equity
market don’t take well to that,” he said.
The overwhelming factor preventing inflation from showing up today is the struggling economy,
according to Bianco. But he believes the ​situation is temporary​, predicting the demand picture
will pick up in 2021 as ​consumers take advantage of additional stimulus amid an improving
jobs market.
“You and I and everybody else will have less things to buy with a ​dollar​ in a year than we do
now, and that will ​crimp earnings​,” Bianco said. “That will make mortgage rates go up. That
will make borrowing costs go up.​”
Bianco’s expectation is ​inflation would run a half percentage point above the Federal
Reserve’s target of 2%.
“That doesn’t sound like a lot, but that would still be about a 28-year high — 2.5% core inflation
and something that virtually no one has seen,” he added. “We haven’t seen inflation in a
generation, so a lot of people forgot what it looked like.”
Bianco also addressed inflation on “Trading Nation” in mid-October​, warning that higher
prices may force the Fed to abandon its easy money policies and tighten​.
“What if I’m wrong and we don’t get inflation​? Then, mailing checks to people ... I don’t think
we’re going to stop doing it,” Bianco said. “They’ll be a paradigm shift when it comes to
thinking about how monetary and fiscal policy should operate.”
Sebagai monetarist, jelaskan fenomena yang akan terjadi, kebijakan moneter apa yang efektif
akan diambil oleh otoritas moneter,bisa menggunakan diagram maupun analisis AD-AS.
Jawab:
Infeksi COVID-19 di Amerika Serikat, menurut ke Pusat Sumber Daya Coronavirus
Johns Hopkins mencatat lebih dari 18 juta kasus yang terkonfirmasi per 21 Desember 2020
dengan lebih dari 200.000 kasus per hari dan dengan jumlah kematian di negara itu mencapai
lebih dari 319.000 orang. Pemerintah Amerika Serikat memberikan bantuan dalam bentuk uang
sejumlah ratusan milyaran USD untuk menstimulus perekonomian. Tujuan diberikan bantuan ini
agar menjaga tingkat konsumsi masyarakat dan membuat perekonomian tetap bergerak di masa
pandemi ini.
Pemberian bantuan berupa uang tunai akan meningkatkan penawaran uang (​money
supply)​ di masyarakat dan oleh karena itu jumlah uang beredar akan naik. Akibat pertambahan
jumlah uang beredar di masyarakat Amerika Serikat cukup signifikan, Jim Bianco
memprediksikan bahwa pada tahun 2021 akan terjadi inflasi akibat dari itu. Dengan
menggunakan analisis AD-AS, ini yang akan terjadi ketika terjadi peningkatan ​money supply ​di
masyarakat selama masa pandemi:
Sebelum adanya pertambahan jumlah uang beredar, keseimbangan berada pada E0.
Setelah terjadi kenaikan Jumlah Uang Beredar, masyarakat sebagai konsumen memiliki lebih
banyak uang dan karena itu membelanjakan lebih banyak uang untuk barang; ini menggeser AD
ke kanan. AD1 ke AD 2. Oleh karena itu kenaikan Jumlah Uang Beredar menyebabkan kenaikan
AD, Tetapi karena kurva AS jangka panjang (LRAS) tidak elastis maka tidak ada peningkatan
dalam keluaran riil, tetapi inflasi meningkat. Dalam jangka pendek, permintaan barang akan
meningkat, sedangkan ketersediaan barang belum dapat memenuhi permintaan pasar. Sesuai
dengan hukum permintaan ketika permintaan kuantitas barang (Q) naik maka tingkat harga (P)
akan naik menggeser P ke atas. P1 ke P2. Keseimbangan baru terjadi pada E1 dengan jumlah
output tidak berubah pada tingkat Y1. Ketika harga naik, uang dapat membeli lebih sedikit, oleh
karena itu, ada pergerakan ke kiri sepanjang AD baru. Kenaikan tingkat harga dapat
menyebabkan inflasi dalam jangka pendek, tapi bukan sesuatu yang mengkhawatirkan selama
inflasi masih di batas wajar, namun untuk kasus pandemi atau perekonomian di ambang resesi
ini bisa berbeda kasus.
Di tengah pandemi seperti ini tidak sedikit orang yang kehilangan pekerjaannya. Untuk
mengembalikan tingkat harga ke tingkat semula (P1) perusahaan perlu untuk memenuhi
permintaan pasar dengan meningkatkan output hingga tingkat Y2 dan perusahaan perlu
mempekerjakan lebih banyak pekerja. Dalam jangka panjang, ekonomi akan kembali pada
tingkat harga yang sama seperti semua, keseimbangan baru terjadi pada E2 dengan tingkat harga
P1 dan tingkat output Y2.
Oleh karena itu kenaikan Jumlah Uang Beredar menyebabkan kenaikan AD, Tetapi
dimungkinkan untuk meningkatkan jumlah uang beredar tanpa menyebabkan inflasi dalam
jangka panjang. Misalkan jumlah uang beredar meningkat 5%. Dalam model yang
disederhanakan, ini akan menyebabkan peningkatan Permintaan Agregat (AD) sebesar 5%. Jika
AS (kapasitas produktif) juga meningkat 4%, maka tingkat harga tidak akan terpengaruh.
Dengan kata lain, pertumbuhan jumlah uang beredar terserap dalam peningkatan output riil.
Dalam resesi, ada kapasitas cadangan dalam perekonomian. Oleh karena itu, peningkatan jumlah
uang beredar, dapat membantu sumber daya yang menganggur digunakan dalam perekonomian
umum. Oleh karena itu, dalam kasus resesi, peningkatan jumlah uang beredar tidak mungkin
menyebabkan inflasi.
Kebijakan moneter yang dapat diambil:
Tingkat inflasi di Amerika Serikat terbaru per November 2020 adalah 1,17% . Tingkat
tersebut masih rendah dibandingkan tingkat inflasi normal Amerika Serikat yang biasanya pada
level 2,3-2,5%. Berdasarkan Teori Keynes, apabila pada pasar barang diasumsikan tetap dan
pasar uang ditambah melalui kebijakan penurunan tingkat suku bunga, maka diharapkan dapat
menambah pendapatan nasional. Akan tetapi suku bunga yang terlalu rendah dalam kondisi
perekonomian yang lesu juga rentan terjadinya ​liquidity trap​. Pada kondisi ini peningkatan
pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap income karena kenaikan yang kecil terhadap
tingkat bunga tersebut akan menyebabkan investasi swasta menurun dengan jumlah yang sama
(​crowding out)​ .
Pemerintah Amerika Serikat telah melakukan berbagai kebijakan untuk mengembalikan
ekonomi pada saat normal, baik melalui kebijakan moneter maupun fiskal. Pada kebijakan
moneter, saat pandemi kemarin The Fed telah memangkas targetnya untuk suku bunga dana
federal sejak Maret 2020, menurunkannya ke kisaran 0%-0,25%. The Fed juga memberikan
panduan ke depan terkait suku bunga dengan mengatakan bahwa suku bunga akan tetap rendah
hingga kondisi pasar tenaga kerja mencapai tingkat yang konsisten, lapangan kerja maksimum,
dan hingga inflasi meningkat hingga di atas 2 persen untuk beberapa waktu. Ketika suku bunga
mendekati nol, kebijakan moneter bekerja sampai batas tertentu dengan melemahkan mata uang
untuk mendukung produsen dalam negeri. Maka yang perlu dikhawatirkan adalah terjadinya
liquidity trap​ bukan inflasi.
Bank sentral, telah melakukan pelonggaran moneter, suntikan likuiditas dan pembelian
aset, telah mencegah bencana keuangan. Sekarang Amerika Serikat dan seluruh negara di dunia
berada dalam ​liquidity trap global. Di sini kebijakan fiskal perlu menjadi pemain utama untuk
mengatasinya, sementara kebijakan moneter bertahan hingga inflasi naik pada batas tertentu.
Download