BAB IV AQIDAH ISLAM A. Pengertian Aqidah Aqidah layaknya pondasi untuk mendirikan bangunan spiritual. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, maka semakin kokoh pondasi yang harus dibuat. Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak mulia dan mu’amalah yang baik. ْ yang Secara etimologis, aqidah ( )العقيدةberasal dari kata al-‘aqdu (ُ)العَ ْقد artinya ikatan. Kata عقيدةbentuk jamaknya ( )عقائدyang berarti ‘tali pengikat’. Secara terminologis (istilah) adalah iman yang teguh dan pasti yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya dan mendatangkan ketentraman jiwa. Terdapat beberapa definisi tentang aqidah yang dikemukakan oleh para ahli, seperti : a. Machnun Husein, aqidah adalah kepercayaan yang timbul dari pengetahuan dan keyakinan. Dan orang yang “mengetahui” dan menempatkan kembali kepercayaan kuat akan Keesaan Allah, sifatsifat-Nya, hukum-hukum-Nya, petunjuk wahyu dan aturan-aturan hukum Ilahi mengenai pahala dan siksa, disebut mu’min (orang beriman). Keimanan ini selamanya akan membimbing orang bersangkutan kepada kehidupan yang penuh dengan kepatuhan dan penyerahan kepada kehendak Allah, dan orang yang menjalani kehidupan penuh dengan penyerahan diri ini dikenal juga sebagai muslim. b. Hasan al-Banna, mendefinisikannya bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharuskan hati untuk membenarkannya, yang membuat jiwa tenang, tentram dan membuat kita jauh dari keragu-raguan. c. Abu Bakar Al-Jazairi dalam ‘Aqidah al-Mukmin, aqidah merupakan sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu (yang didengar) dan fitrah. Dalam Islam, aqidah ialah iman atau kepercayaan yang sumber pokoknya ialah al-Qur'an. Iman adalah segi teoritis yang dituntut untuk pertama kalinya dari segala sesuatu untuk dipercaya. Keimanan tidak boleh dibarengi dengan keraguan dan tidak boleh dipengaruhi oleh prasangka. Ia ditetapkan dengan prinsip oleh saling bantunya antar teks dan antar ayat al-Qur'an, kemudian adanya konsensus kaum muslim yang tidak pernah berubah, bertolak sejak penyiaran Islam pertama di masa Rasulullah SAW hingga kini. Ayat al-Qur'an tersebut bisa menuntut kepada manusia untuk memiliki kepercayaan itu. Keimanan juga merupakan seruan utama setiap Rasul yang diutus oleh Allah SWT sebagaimana yang dinyatakan al-Qur'an dalam pembicaraannya mengenai para Nabi dan Rasul. Aqidah merupakan suatu pusaka yang ditinggalkan oleh Rasulullah yang tidak mungkin berbeda baik di masa maupun di tempat manapun juga. Selain itu aqidah adalah suatu kepercayaan yang tidak memaksa, mudah diterima oleh akal fikiran tetapi mampu mengarahkan manusia menuju ke arah kemuliaan dan keluhuran dalam hidup ini. B. Ruang Lingkup Aqidah Menurut Hasan Al-Bana ruang lingkup aqidah meliputi : 1. Ilahiyyat (ketuhanan). Yaitu yang memuat pembahasan yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan, Allah) dari segi sifat-sifatNya, namanama-Nya, dan af’al Allah. Juga dipertalikan dengan itu semua yang wajib dipercayai oleh hamba terhadap Tuhan. 2. Nubuwwat (kenabian). Yaitu yang membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul mengenai sifat-sifat mereka, ke-ma’shum-an mereka, tugas mereka, dan kebutuhan akan keputusan mereka. Dihubungkan dengan itu sesuatu yang bertalian dengan pari wali, mukjizat, karamah, dan kitab-kitab samawi. 3. Ruhaniyyat (kerohanian). Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam bukan materi (metafisika) seperti jin, malaikat, setan, iblis, dan ruh. 4. Sam’iyyat (masalah-masalah yang hanya didengar dari syara‟). Yaitu pembahasan yang berhubungan dengan kehidupan di alam barzakh, kehidupan di alam akhirat, keadaan alam kubur, tanda-tanda hari kiamat, ba’ts (kebangkitan dari kubur), mahsyar (tempat berkumpul), hisab (perhitungan), dan jaza’ (pembalasan). C. Memahami Makna Syahadatain Dua kalimat syahadat disebut syahadatain. Syahadatain terdiri atas syahadat tauhid dan syahadat rasul. Adapun kedua kalimat itu sebagai berikut : Lafal syahadat tauhid : ُأ َ ْش َهدُأ َ ْن ََُلُإِلَهَُإِ اَلُللا Artinya : Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dalam lafal ini, seseorang mengakui dengan lisan dan hatinya bahwasanya tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah Azza wa Jalla karena Ilah maknanya al-ma-‘luh (yang diibadahi) dan Taalluh (mengilahkan) artinya ta’abud. Maknanya, tidak ada sesembahan yang hak atau benar kecuali Allah semata. Dan kalimat ini mengandung makna َ dan penetapan (ُ) ِإ اَل ُللا peniadaan dan penetapan. Kalimat peniadaan (َُ)َل ُ ِإ َله dan (ُ )للاadalah lafadz jalalah yang merupakan badal dari khabar ( )َلyang ditiadakan dan taqdirnya ( ) آلإِلَ ُهَ ُحق ُاَل ُاللةyakni ikrar lisan setelah hati mengimaninya bahwasanya tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah semata. Dan ini mengandung makna ikhlash/ memurnikan ibadah hanya untuk Allah saja dengan meniadakan ibadah dari selain-Nya. Lafal syahadat rasul : ُ ًُاُرس ْول ِللا َ َوأ َ ْش َهدُأ َ انُم َح امد Artinya : Dan aku bersaksi nabi Muhammad adalah utusan Allah Dalam lafal ini, seseorang mengakui atas kebenaran nabi Muhammad SAW sebagai seorang utusan Rasul Allah dan Nabi Muhammad adalah rasul yang diturunkan wahyu oleh Allah berupa kitab Al-Quran. Rasul diutus oleh Allah SWT bukan tanpa sebab, tetapi membawa seruan untuk manusia agar taat kepada Allah. Kalimat syahadat merupakan gerbang awal pertanda keislaman seseorang, karena syahadat sendiri merupakan pengakuan dan pernyataan bahwa dirinya terbebas dari segala penghambaan selain penghambaan kepada Allah SWT. Kalimat syahadat juga merupakan inti dari ajaran islam, karena ketika seseorang melakukan ibadah, akhlak dan syariat islam yang merupakan penghambaan kepada Allah SWT harus atas niat hanya untuk beribadah kepada Allah SWT sebagai Tuhan-nya dan sesuai yang tertuang dalam Q.S Al-Imran: 85, yang berbunyi : ْ َُمن َُس ِريْن ُِ ُال اخ ُُوه َوُ ِف ْ ا ِ ىُاَل ِخ َر ِة ِ ُاَلس ََْل ِمُ ِد ْينًاُفَلَ ْنُيُّ ْق َبل ِ ْ َو َم ْنُيا ْبت َغُِ َغي َْر َ َُم ْنه Artinya : Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi. Kalimat syahadat merupakan pembeda antara seseorang muslim dengan non muslim (kafir) dalam status ataupun balasan yang akan diterimanya oleh Allah SWT dan tertuang dalam Q.S An-Nur: 39 yang berbunyi : سبهُال ا َُاُو َو َجدَُّل ُشئًْا ا َ ُظ ْم اانُ َم ۤا ًۗ ًءُ َحتْٓىُاِذَاُ َج ۤا َء ٗهُلَ ْمُيَ ِجدُْه ٍ ٍۢ س َرا َ ْبُبِ ِق ْيعَةٍُياح َ َوالا ِذيْنَ ُ َكفَر ْْٓواُا َ ْع َماله ْمُ َك ْ س ِريْع ُِ سا ب ِ ِعُْندَ ٗهُفَ َوفىه َ ُال ِح َ ُسابَهُُُٗ َوّل َ ُح Artinya : Dan orang-orang yang kafir, amal perbuatan mereka seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang- orang yang dahaga, tetapi apabila (air) itu didatangi tidak ada apa pun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah baginya. Lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan (amal-amal) dengan sempurna dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. D. Pengertian Asyhadu Kata Asyhadu dalam kalimat syahadat mempunyai arti “saya bersaksi”, dimana syahadat sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu syahida yang berarti telah bersaksi. Kemudian secara harfiah maknanya adalah memberikan kesaksian dan memberikan pengakuan seorang muslim yang harus diwujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, kata asyhadu memiliki beberapa arti dalam tata bahasa Arab, diantaranya: a. Al-I`ian dengan arti pernyataan jiwa Bukan sekedar pernyataan “ya” atau “tidak” saja yang menjadi permasalahan, tetapi konsekuensi dibelakang pernyataan ya atau tidak nyalah yang harus diperhitungkan karena harus ditanggung oleh orang yang membuat pernyataan. Ketika seseorang mengucapkan syahadat pada hakikatnya ia sedang mengumumkan proklamasi dirinya yang terbebas dari semua ikatan kecuali Allah SWT. Hal ini sesuai dengan potongan Q.S. Al-Imran: 64, yang berbunyi: َُفَا ِْنُت ََولا ْواُفَق ْولواُا ْش َهد ْواُبِاَنااُم ْس ِلم ْون Artinya : Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.” b. Al-Wa’du dengan arti perjanjian Kata ini mempunyai keterkaitannya dengan orang yang mengucapkannya. seseorang yang bersyahadat sebenarnya ia tengah berjanji. Janji yang berlaku semenjak ruh masuk kedalam jasad kita ketika masih didalam rahim hingga hari kiamat kelak. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Al-Araf: 172, yang berbunyi : ُُُواَ ْش َهدَه ْمُ َع ا ْٓلىُا َ ْنف ِس ِه ْمُاَلَسْتُبِ َُربِك ًۗ ْمُقَال ْواُبَ الى ِ ُم ٍۢ ْنُبَنِ ْْٓي اُادَ َم ِ َُربُّك َ ََواِذُْا َ َخذ َ ُم ْنُظه ْو ِر ِه ْمُذ ِريات َه ْم ْ ش ِهدْنَاُا َ ْنُت َق ْول ْواُيَ ْو َم ُهذَ ا َُاُغ ِف ِليْن ُُال ِق اي َم ِةُاِنااُكنااُ َع ْن ا َ Artinya : Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” c. Al-Qasmu dengan arti sumpah Sebagaimana sifat sumpah yang tidak diucapkan setiap saat, hanya digunakan pada keadaan darurat atau pada situasi tertentu yang diperlukan, sehingga harga sumpah itu mahal dan tidak diobral. Sumpah biasanya digunakan untuk mengkukuhkan atau membangun rasa percaya. Sumpah lebih berat dari sekedar pernyataan dan janji. Orang yang bersangkutan telah memilih sendiri konsekuensi yang kongkrit sehingga tidak dapat menghindar lagi. E. Pandangan Ulama dan kriteria Lailahaillallah a. Pandangan ‘Ulama tentang kalimat La Illahaillallah Watak orang-orang musyrik dahulu dan sekarang sebenarnya sama saja. Mereka sama-sama meningkari dan memusuhi orang-orang yang menyeru jalan Allah. Watak semacam ini dinamakan jahil terhadap makna syahadat, atau dinamakan jahiliyah modern, mereka bersyahadat, tapi seruan dan lakunya menyimpang dari hukum Allah. Secara ringkas, yang dimaksud kalimat Laa Ilaha Illallah mencakup beberapa pengertian, diantaranya : 1. Hanya Allah yang berhak diibadahi 2. Tidak ada penguasa mutlak kecuali Allah 3. Tidak ada pencipta kecuali Allah 4. Tidak ada yang memberi rizqi kecuali allah 5. Tidak ada Diin selain Islam. b. Kriteria Laa Ilaaha illalah Di dalam kitab Fathul majid diterangkan bahwa kalimat tauhid tidak bisa diucapkan asal bunyi saja(asbun), tetapi harus disertai dengan persyartan-persyaratan tertentu. Ada tujuh persyaratan atau kriteria yang harus dimiliki oleh orang yang bersyahadat mengucapkan Laa Ilaha illallah, yaitu : 1. Al-‘ilmu Dengan adanya ilmu diharapkan kita mengetahui adanya penolakan (nafyan) dan penetapan ((itsbatan), semua ini bisa menangkal kebodohan. 2. Al-yaqin Yakni menyakini sepenuhnya dan menolak segala keraguan. Keimanan terhadap kalimat tauhid tidak akan membuahkan hasil apaapa bila tidak diiringi oleh “ilmu yaqin”. keimanan tidak bisa dilandasi oleh praduga belaka. 3. Al-Qabul Yaitu penerimaan secara bulat terhadap ketentuan dan tuntutan yang dikandung dalam kalimat tauhid, baik dalam hati maupun dalam lisan, hanya Robb yang menerima segala permintaan kita. 4. Al-Inqiyaad Yakni terus mengikuti dan terikat pada kalimat syahadat 5. Ash Shidiq Yakni jujur dan menolak segala kedustaan, baik lahir ataupun batin. Dengan kata lain hati dan ucapannya seia sekata. 6. Al-Ikhlas Yaitu berupa pemurnian amal dengan niat yang benar (ikhlas), agar terhindar dari bentuk syirik. 7. Al-Mahabah Ucapan kalimat “Laa Ilahaa Illallah” tidak akan ada artinya bila tidak disertai dengan segenap perasaan cinta (mahabbah) dalam mengamalkannya. Mahabbah merupakan unsur yang paling penting, karena untuk menegakan kalimat tauhid ini diperlukan dengan pengorbanan lahir dan batin.