LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KEBUTUHAN DASAR CAIRAN DAN ELEKTROLIT Nama: Nida An Khofiyya Kelas: Tingkat II-B NIM: 19072 AKADEMI KEPERAWATAN FATMAWATI JAKARTA 2020 A. Konsep kebutuhan dasar cairan dan elektrolit 1. Pengertian kebutuhan cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan sangat diperlukan dalam tubuh karena berguna untuk mengangkut zat makanan ke dalam sel, sisa metabolisme, zat pelarut elektrolit dan non elektrolit, memelihara suhu tubuh, mempermudah eliminasi, dan membantu pencernaan. Disamping kebutuhan cairan, kebutuhan elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida dan fosfat) sangat penting untuk menjaga keseimbangan asam-basa, kondisi saraf, kontraksi muskular dan osmolaritas. Kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi sistem organ tubuh terutama ginjal. Untuk mempertahankan kondisi cairan dan elektrolit dalam keadaan seimbang, maka pemasukan (intake) harus sesuai dengan kebutuhan dan pengeluaran (output). Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. (Fitriana&Sutanto, 2017) 2. Anatomi dan fisiologi ginjal a. Anatomi ginjal Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di belakang peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan lekukan mengahadap ke dalam, berjumlah 2 buah dan berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih antara 120-150 gram. (Devi,2017) Ginjal terdiri atas 3 bagian yaitu : 1) Kulit Ginjal (Korteks), terdapat jutaan nefron yang terdiri dari badan malpighi yang tersusun dari glomerulus yang diselubungi kapsula Bowman. Selain itu terdapat tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, dan tubulus kolektivus. 2) Sumsum Ginjal (Medula), terdiri atas beberapa badan berbentuk kerucut (piramida) serta terdapat lengkung henle yang menghubungkan tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal. 3) Rongga Ginjal (Pelvis), merupakan tempat bermuaranya tubulus yaitu tempat penampungan urine sementara yang akan dialirkan menuju kandung kemih melalui ureter dan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak pararenal dan lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut fascia gerota. Dalam potongan frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal di distal sinus renalis, yaitu korteks renalis (bagian luar) yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis (bagian dalam) yang berwarna coklat terang. Di bagian sinus renalis terdapat bangunan berbentuk corong yang merupakan kelanjutan dari ureter dan disebut pelvis renalis. Masing-masing pelvis renalis membentuk dua atau tiga kaliks rmayor dan masing-masing kaliks mayor tersebut akan bercabang lagi menjadi dua atau tiga kaliks minor. Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior. Arteri renalis masuk ke dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh limfe, dan nervus kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris. Memasuki struktur yang lebih kecil, arteri interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya menjadi arteriola aferen yang menyusun glomerulus. Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya berjalan bersama dengan arteri renalis. Ginjal berfungsi untuk: 1) Mengatur volume air/cairan dalam tubuh Kelebihan air akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air menyebabkan urine yang diekskresikan berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dapat dipertahankan relatif normal. 2) Mengatur keseimbangan osmotik Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebihan atau penyakit perdarahan (diare, muntah) maka ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting 3) Mengatur keseimbangan asam basa Ginjal akan menyekresi urine sesuai dengan pH darah, pH urine bervariasi antara 4,8-8,2 4) Ekskresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing. 5) Fungsi hormonal dan metabolisme Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldosteron), membentuk eritripoiesis mempunyai peranan penting untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoesis). Ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorpsi ion kalsium di usus. b. Fisiologi ginjal Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Proses pembentukan urine yaitu: 1. Proses Filtrasi Pembentukan urine diawali dengan proses filtrasi darah di glomerulus. Filtrasi merupakan glomerulus menuju ke perpindahan ruang kapsula cairan bowman dari dengan menembus membran filtrasi. Di dalam glomerulus, sel-sel darah, trombosit, dan sebagian besar protein plasma disaring dan diikat agar tidak ikut dikeluarkan. Hasil penyaringan tersebut berupa urine primer. Kapiler yang berpori-pori dan sel-sel kapsula yang terspesialisasi bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat terlarut yang kecil, namun tidak terhadap sel darah atau molekul besar seperti protein plasma, dengan demikian filtrat dalam kapsula bowmen mengandung garam, glukosa, asam amino, vitamin, zat buangan bernitrogen, dan molekul-molekul kecil lainnya. (Campbell, 2008). 2. Proses reabsorpsi Urine yang dihasilkan setelah proses reabsorpsi disebut urine sekunder (filtrat tubulus). Reabsorpsi adalah proses penyerapan kembali filtrat glomerulus yang masih bisa digunakan oleh tubuh. Bagian yang berperan dalam proses ini meliputi sel-sel epitalium pada tubulus kontrotus proksimal, lengkung henle dan tubulus distal. Reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal, pada tubulus kontortus proksimal lebih diutamakan reabsorpsi glukosa, asam amino dan air yang dilakukan dengan proses osmosis. Sedangkan reabsorpsi yang terjadi di tubulus kontortus distal yaitu reabsorpsi ion natrium dan air, air yang di reabsorpsi tergantung dari kebutuhan. Reabsorpsi zat-zat tertentu dapat terjadi secara transfor aktif dan difusi. Zat-zat penting bagi tubuh yang secara aktif di reabsorpsi adalah garam-garam tertentu, asam amino, glukosa, asam asetoasetat, hormon dan vitamin. Zat-zat tersebut di reabsorpsi secara aktif di tubulus proksimal sehingga tidak ada lagi di lengkung henle (Campbell, 2008). 3. Proses augmentasi Proses terakhir yaitu Augmentasi (penambahan), berlangsung di tubulus distal. Pada proses ini terjadi penyerapan air dan penambahan zat-zat seperti H+ , K+ , keratin dan urea dalam urin sehingga urine hanya berisi zat-zat yang benar-benar sudah tidak berguna lagi. Dari tubulus distal, urine dikumpulkan melalui pembuluh pengumpul dan selanjutnya masuk ke pelvis (rongga ginjal), kemudian dialirkan ke kandung kemih atau vesica urinaria melalui saluran ureter. Kandung kemih memiliki fungsi sebagai tempat penampungan urine sementra. Pada proses ini zat- zat yang sudah tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke tubulus-tubulus nefron ginjal. Zat-zat yang sudah tidak diperlukan tubuh atau konsentrasinya terlalu banyak di dalam aliran darah, akan dikeluarkan bersama urine tersier atau urine sesungguhnya. Urine keluar dari tubuh melalui lubang urine yang sebelumnya melewati uretra terlebih dahulu. Proses pembentukan urine dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal yang menyangkut hormon antidiuretik dan insulin, serta faktor eksternal yaitu menyangkut jumlah air yang diminum. Melalui proses augmentasi inilah akan terbentuk urine sesungguhnya yang mengandung urea, asam urat, sisa-sisa pembongkaran dan zat-zat yang berlebihan dalam darah seperti : vitamin C, obat-obatan, hormon, dan garamgaram lainnya (Campbell, 2008). 3. Volume dan Distribusi Cairan Tubuh a. Volume cairan tubuh Total jumlah volume cairan tubuh (total body water/TBW) kira-kira 60% dari berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung pada kandungan lemak badan dan usia. Sebagai contoh: Karakteristik Volume Cairan Tubuh (Total Body Water/TBW) Bayi baru lahir 70%-80% dari Berat Badan Usia 1 tahun 60% dari Berat Badan Pubertas s.d usia 39 tahun: a. Pria 60% dari Berat Badan b. Wanita 52% dari Berat Badan Usia 40 s.d 60 tahun : a. Pria 55% dari Berat Badan b. Wanita 47% dari Berat Badan Usia diatas 60 tahun: a. Pria 52% dari Berat Badan b. Wanita 46% dari Berat Badan a. a b. Distribusi cairan Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan (BB) dan jenis kelamin. Jumlah cairan tergantung pada jumlah lemak tubuh, lemak tubuh tidak berair, jadi semakin banyak lemak maka semakin kurang cairan. Secara ringkas kompartemen cairan dibagi menjadi dua kompartemen utama, yaitu: 1) Cairan ekstraseluler: adalah cairan yang terdapat di luar sel dengan jumlah sekitar 20% dari berat badan dan berperan dalam memberi bahan makanan bagi sel dan mengeluarkan sampah sisa metabolisme. Cairan ekstravaskuler terbagi menjadi 2 yaitu: a) Cairan interstitial: adalah cairan yang terdapat pada celah antar sel atau disebut juga cairan jaringan, berjumlah sekitar 15% dari berat badan. Fungsinya sebagai pelumas agar tidak terjadi gesekan pada saat dua jaringan tersebut bergerak. Contohnya cairan pleura, cairan perikardial dan cairan peritoneal. b) Cairan intravaskuler: merupakan cairan yang terdapat di dalam pembuluh darah dan merupakan plasma, berjumlah sekitar 5% dari berat badan. 2) Cairan intraseluler: CIS adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa, kira-kira dua per tiga dari cairan tubuh adalah intraseluler, sama kira-kira 25 L pada rata-rata pria dewasa (70 Kg). sebaliknya, hanya setengah dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraseluler. Kompartemen CIS CES - Interstitial - Intravaskuler (%) terhadap BB 40 20 (15) (5) Volume (Liter) 28 14 (11) (3) 4. Fungsi cairan a. Sarana untuk mengangkut zat-zat makanan ke sel-sel b. Pembentuk struktur tubuh (kekurangan cairan tubuh dapat menyebabkan kematian sel, sedangkan sel adalah pembentuk struktur tubuh) c. Mengeluarkan buangan-buangan sel d. Membantu dalam metabolisme sel e. Sebagai pelarut untuk elektrolit dan non elektrolit f. Membantu memelihara suhu tubuh g. Membantu pencernaan h. Mempemudah eliminasi i. Mengangkut zat-zat seperti (hormon, enzim, sel darah putih, sel darah merah) 5. Keseimbangan cairan Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake atau masukan cairan dan pengeluaran cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800-2.500ml/hari. Sekitar 1.200 ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan. Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urin 1.2001.500 ml/hari, feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml dan kulit 600-800 ml. TABEL Intake dan Outut Rata-rata Harian INTAKE (RANGE) OUTPUT (RANGE) AIR (ml) 1. Air minum 2. Air = 1400-1800 1. Urine = 1400-1800 dalam = 7000-1000 2. Feces = 100 3. Kulit = 300-500 4. Paru-paru = 600-800 makanan 3. Air hasil oksidasi = 300-400 TOTAL = 2400-3200 TOTAL = 2400-3200 Natrium (mEq) = 70 (50-100) Urine = 65 (50-100) Feces = 5 (2-20) Urine = 90 (50-120) Feces = 10 (2-40) Urine = 10 (2-20) Feces = 20 (2-50) Urine = 3 (0-10) Feces = 12 (2-30) Kalium (mEq) Magnesium (mEq) Kalsium (mEq) = 100 (50-120) = 30 (5-60) = 15 (2-50) Protein (g) = 55 (30-80) Nitrogen (g) = 8 (4-12) Kalori = 1800-3000 Catatan : Kehilangan cairan melalui kulit (difusi) & paru disebut Insensible Water Loss (IWL) Bila ingin mengetahui “Insensible Water Loss (IWL)” maka dapat menggunakan penghitungan sebagai berikut : a) Dewasa = 15 cc/kg BB/hari b) Anak = (30 – usia (th)) cc/kg BB/hari Jika ada kenaikan suhu : IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36.8C) 6. Komposisi Cairan Tubuh Semua cairan tubuh adalah air larutan pelarut, substansi terlarut (zat terlarut a. Air Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Rata-rata pria Dewasa hampir 60% dari berat badannya adalah air dan rata-rata wanita mengandung 55% air dari berat badannya. Dalam homeostatis jumlah air tubuh selalu diupayakan konstan karena air tubuh yang keluar akan sama dengan jumlah air yang masuk. Sumber air tubuh: Sumber Jumlah Air minum 1.500 – 2.000 ml/hari Air dalam makanan 700 ml/hari Air dari hasil metabolisme tubuh 200 ml/hari Jumlah 2.400– 2.900 ml/hari b. Solut (terlarut) Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis substansi terlarut (zat terlarut) elektrolit dan non-elektrolit: 1. Elektrolit : Substansi yang berdiasosiasi (terpisah) di dalam larutan dan akan menghantarkan arus listrik. Elektrolit berdisosiasi menjadi ion positif dan negatif dan diukur dengan kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama lain. - Kation : ion-ion yang mambentuk muatan positif dalam larutan. Kation ekstraselular utama adalah natrium (Na˖), sedangkan kation intraselular utama adalah kalium (K˖). Sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa natrium ke luar dan kalium ke dalam. - Anion : ion-ion yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion ekstraselular utama adalah klorida (Clˉ), sedangkan anion intraselular utama adalah ion fosfat (PO4ɜ). Berikut adalah jenis-jenis elektrolit: 1) Sodium atau natrium Sodium dibutuhkan tubuh untuk menjaga keseimbangan elektrolit, mengendalikan cairan dalam tubuh, memengaruhi tekanan darah, dan mengatur kontraksi otot dan fungsi saraf. Normalnya, kadar sodium dalam darah adalah 135-145 milimol/liter (mmol/L). Kalsium 2) Kalsium merupakan mineral penting yang digunakan oleh tubuh untuk menstabilkan tekanan darah, mengendalikan kontraksi otot rangka, membangun tulang dan gigi yang kuat, berperan dalam penghantaran impuls saraf dan gerakan otot, serta membantu proses pembekuan darah. 3) Kalium atau potassium Manfaat kalium adalah untuk mengatur fungsi jantung dan tekanan darah, membantu hantaran rangsang saraf, kontraksi otot, kesehatan tulang, dan keseimbangan elektrolit; serta menjaga kesehatan saraf dan otot. Dalam darah, jumlah kalium normal berada di kisaran 3,5-5 milimol/liter (mmol/L). 4) Klorida Klorida dibutuhkan untuk membantu keseimbangan elektrolit atau cairan tubuh, menjaga asam/basa (pH) tubuh, dan penting untuk pencernaan. Kadar klorida yang normal adalah 98-108 mmol/L. 5) Magnesium Magnesium merupakan mineral elektrolit penting untuk produksi DNA dan RNA, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengatur kadar glukosa darah, menjaga irama atau ritme jantung, serta berkontribusi pada fungsi saraf dan kontraksi otot. Magnesium juga dapat memperbaiki kualitas tidur pada penderita insomnia. 6) Fosfat Bersama dengan kalsium, fosfat bertugas menguatkan tulang dan gigi, serta membantu sel menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. 7) Bikarbonat Mineral yang kadar normalnya 22-30 mmol/L ini berfungsi membantu tubuh mempertahankan pH yang sehat, mengatur kadar cairan tubuh dan mengatur fungsi jantung. Gangguan pada jumlah bikarbonat dalam darah bisa disebabkan oleh gangguan pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit metabolik. 2. Non-elektrolit : Substansi seperti glokusa dan urea yang tidak berdisosiasi dalam larutan dan diukur berdasarkan berat (miligram per 100 ml-mg/dl). Non-elektrolit lainnya yang secara klinis penting mencakup kreatinin dan bilirubin. Unsur Utama Kompartemen Cairan Tubuh Unsur Elektrolit Berat INTRA EKSTRASELULER Gram- SELULER Intravaskuler molekul Interstitial Natrium 23,0 10 145 142 Kalium 39,1 140 4 4 Kalsium 40,1 <1 3 3 Magnesium 24,3 50 2 2 Klorida 35,5 4 105 110 Bikarbonat 61,0 10 24 28 Fosfat 31,0 75 2 2 16 7 2 (mEq/L) Protein (g/dl) 7. Faktor Faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit a. Usia Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini, usia berpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa pertunbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar dibandingkan orang dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada bayi dan anak-anak juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi serta kondisi ginjal mereka yang belum atur dibandingkan ginjal orang dewasa. Kehilangan cairan dapat terjadi akibat pengeluaran cairan yang besar dari kulit dan pernapasan. Pada lansia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sering disebabkan oleh masalah jantung atau gangguan ginjal. b. Aktivitas Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian, jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu,kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat. c. Iklim Normalnya, individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak terlalu panas tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem melalui kulit dan pernapasan. Dalam situasi ini, cairan yang keluar umumnya tidak disadari (insensible water loss/IWL). Besarnya IWL pada tiap individu bervariasi, dipengaruhi oleh suhu lingkungan, tingkat metabolisme,dan usia. Individu yang tinggal di lingkungan yang bersuhu tinggi atau didaerah deangan kelembaban yang rendah akan lebih sering mengalami kehilangan cairandan elektrolit. Demikian pula pada orang yang bekerja berat di lingkungan yang bersuhu tinggi,mereka dapat kehilangan cairan sebanyak lima liter sehari melalui keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di lingkungan panas akan kehilangan cairan sebanyak 700 ml per jam saat berada ditempat yang panas, sedangkan orang yang tidak biasa berada di lingkungan panas dapat kehilangan cairan hingga dua liter per jam. d. Diet Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan elektrolit. Jika asupan maknan tidak seimbang, tubuh berusaha memcah simpanan protein dengan terlebih dahulu memecah simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar albumin. e. Stress Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolisme seluler, peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan natrium.Disamping itu, stress juga menyebabkan peningkatan produksi hormon antidiuritik yang dapat mengurangi produksi urin. f. Penyakit Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit dasar sel atau jaringan yang rusak (mis. luka robek, atau luka bakar). Pasien yang menderita diare juga dapat mengalami peningkatan kebutuhan cairan akibat kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal. juga dapat menyebabkan Gangguan jantung ketidakseimbangan dan cairan ginjal dan elektrolit. Saat aliran darah ke ginjal menurun karena kemampuan pompa jantung menurun, tubuh melakukan penimbunan cairan dan natrium akan sehingga terjadi retensi cairan dan kelebihan beban cairan (hipervelomia). Lebih lajut, kondisi ini dapat menyebabkan edema paru. Normalnya, urin akan dikeluarkan dalam menyeimbangkan jumlah yang cukup untuk cairan dan elektrolit serta kadar asam dan basa dalam tubuh. Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi cairan lebih banyak dan menahan ADH sehingga produksi urin akan meningkat. Sebaliknya, dalam keadaan kekurangan cairan, ginjal akan menurunkan produksi urin dengan berbagi cara. Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi natrium dan pelepasan renin. Apabila ginjal mengalami kerusakan, kemampuan ginjal untuk melakukan regulasi akan menurun. Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis. gagal ginjal) individu dapat mengalami oliguria (produksi urin kurang dari 40ml/ 24 jam) sehingga anuria (produksi urin kurang dari 200 ml/ 24 jam). g. Tindakan Medis Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan lambung dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium dan kalium. h. Pengobatan Penggunaan beberapa obat seperti diuretik maupun laksatif secara berlebihan dapat menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh.Akibatnya, terjadi defisit cairan tubuh. Selain itu, penggunan sehingga diuretik kadar menyebabkan kalium akan kehilangan meningkat. natrium Penggunaan kortikostreroid dapat pula menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh i. Pembedahan Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidakseimbangan cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama periode operasi, sedangkan justru mengalami kelebihan beban beberapa klien lainya cairan akibat asupan cairan berlebih melalui intravena selama pembedahan atau sekresi hormon ADH selama masa stress akibat obat- obat anastesia. 8. Macam-macam gangguan kebutuhan dasar cairan dan elektrolit a. Gangguan keseimbangan cairan 1) Hipovolemia (Dehidrasi) Hipovolemia merupakan kehilangan air dari tubuh atau jaringan atau keadaan yang merupakan akibat dari kehilangan air abnormal. Hipovolemia dapat terjadi karena kekurangan pemasukan air (anoreksia, mual, muntah, tidak mampu menelan, depresi) atau pengeluaran yang berlebihan (kehilangan melalui kulit, GI, ginjal, perdarahan). Kekurangan cairan dapat terjadi sendiri atau kombinasi dengan ketidakseimbangan elektrolit. Mekanisme kompensasi hipovolemia termasuk peningkatan rangsang sistem saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung dan tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon antidiuretik (ADH), dan pelepasan aldosteron. Ada 3 macam dehidrasi yaitu: a) Dehidrasi isotonik: terjadi jika kehilangan sejumlah cairan dan elektrolitnya yang seimbang b) Dehidrasi hipertonik: terjadi jika kehilagan sejumlah airlebih banyak dari elektrolit c) Dehidrasi hipotonik: terjadi jika tubuh lebih banyak kehilangan elektrolit daripada air. Gejala hipovolemia: (1) Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, mual, muntah haus, kekacauan mental, konstipasi, oliguria. (2) Menurunnya turgor kulit dan lidah (3) Menurunnya kelembaban di mulut/keringnya mukosa mulut (4) Menurunnya produksi urine (kurang dari 30 ml/jam untuk orang dewasa) (5) Nadi cepat dan lemah (6) Menurunnya temperatur tubuh (7) Ektremitas dingin (8) Hipotensi, frekuensi nafas cepat (9) Kehilangan berat badan yang cepat 2) Hipervolemia (Edema) Edema adalah penimbunan cairan berlebihan di antara sel-sel tubuh atau didalam berbagai rongga tubuh. Edema disebut juga dengan efusi, asites. Penamaan tergantung pada lokasi terjadinya. Edema lokal disebut pitting, sedangkan edema umum disebut edema anasarka. Etiologi hipervolemia: (1) Penyakit karena gangguan pada mekanisme regulasi (gagal jantung, cushing syndrome, gagal ginjal, serosis hati) (2) Intake natrium klorida yang berlebihan (3) Pemberian infus yang mengandung natrium dalam jumlah berlebihan (4) Banyak makan makanan yang mengandung natrium Gejala hipervolemia: (1) Sesak nafas, ortopnea (2) Edema perifer, kenaikan berat badan sementara (2% hipervolemia ringan, 5% hipervolemia sedang dan 8% hipervolemia berat) (3) Nadi kuat, takikardia (4) Asites, efusi pleura, bila sudah berat bisa menimbulkan edema pulmo (5) Kulit lembab (6) Irama gallop Kelebihan air dan natrium pada kompartemen ekstraseluler dapat meningkatkan tekanan osmotik. Cairan akan ditarik keluar sel, sehingga mengakibatkan edema (cairan yang berlebihan dalam ruang interstisial). Edema terjadi sebagai akibat dari pertambahan volume cairan interstisial dan diartikan sebagai bengkak yang dapat teraba dari ruang interstisial. Edema bisa bersifat terlokalisasi (contoh tromboflebitis pada obstruksi vena) dan umum (contoh gagal jantung). Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler akibat penambahan volume atau obstruksi vena, peningkatan permeabilitas kapiler karena luka bakar, alergi, atau infeksi akan menyebabkan peningkatan volume cairan interstisial. Penurunan pembuangan cairan interstisial terjadi bila terdapat obstruksi pada aliran keluar limfatik atau penurunan tekanan onkotik (protein bisa membantu untuk menahan volume vaskuler pada ruang vaskuler). Retensi air dan natrium oleh ginjal yang meningkat akan mempertahankan edema umum. Edema bisa terjadi karena hal-hal berikut ini: 1) Peningkatan permeabilitas kapiler (pada luka bakar dan alergi), perpindahan air dari kapiler ke ruang interstisial meningkat 2) Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler (obstruksi pada vena) 3) Perpindahan cairan dari ruang interstisial menurun 3) Sindrom ruang ketiga Sindrom ini terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu ruangan tubuh (pleura, peritoneal, pericardial), sehingga cairan tersebut terjebak di dalamnya, akibatnya kompartemen ekstrasel kekurangan cairan. Obstruksi usus yang kecil atau luka bakar dapat menyebabkan perpindahan cairan sebanyak 5-10 liter. 4) Ketidakseimbangan osmolar Dehidrasi (ketidakseimbangan hiperosmolar) terjadi bila ada kehilangan air tanpa disertai kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama natrium. Faktor risiko terjadinya dehidrasi meliputi kondisi yang mengganggu asupan oral (perubahan fungsi neurologis), lansia yang lemah (penurunan fungsi tubuh, peningkatan lemak tubuh), penurunan sekresi ADH (pada diabetes insipidus), Ketidakseimbangan hiperosmolar disebabkan oleh setiap kondisi yang berhubungan dengan diuresis osmotik dan pemberian larutan hipertonik melalui intravena. Ketidakseimbangan hipoosmolar terjadi ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi psikogenik) atau sekresi ADH berlebihan. b. Gangguan keseimbangan elektrolit 1) Natrium Natrium mempengaruhi distribusi air tubuh lebih kuat daripada elektrolit lainnya. Hipernatremia Konsentrasi natrium yang tinggi dalam plasma, akibat rasa haus terganggu, hiperventilasi, demam, cidera kepala, penurunan sekresi ADH, diabetes insipidus, diare, Hiponatremia Melibatkan peningkatan proporsi air dan garam dalam darah akibat gangguan sekresi ADH (cidera kepala, stress fisiologis dan psikologis berat) ketidakmampuan ginjal berespon terhadap ADH Natrium serum > 145 mEq/L Hipotensi Hipervolemia Membran mukosa kering Koma, meninggal Rasa haus, demam, lidah kering, halusinasi, disorientasi, letargi, hiperaktif bila dirangsang Natrium serum < 135 mEq/L Hipertensi, TIK meningkat Hipovolemia Salivasi meningkat Koma, meninggal Tidak nafsu makan, mual, muntah, twitching, lemah, bingung, edema pupil 2) Kalium Kalium diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan osmotik dan potensial listrik membran sel dan untuk memindahkan glukosa ke dalam sel. Hiperkalemia Kadar kalium serum yang tinggi Karena asidosis mendorong kalium ke luar sel K+ serum > 5 mEq/L Gangguan konduksi jantung EKG: gelombang T memuncak, QRS melebar, P-R memanjang Diare, nyeri abdomen Iritabilitas neuromuskuler Oliguria/anuria Gagal jantung Hipokalemia Kadar kalium serum yang rendah Karena alkalosis mendorong kalium masuk ke dalam sel K+ serum < 3, 5 mEq/L Aktivasi jantung ektopik EKG: gelombang T mendatar, depresi segmen ST Bising usus menurun, ileus Kelemahan otot, parestesia Poliuria Toksisitas digitalis 3) Klorida Kadar klorida dalam darah secara pasif berhubungan dengan kadar natrium, sehingga bila natrium serum meningkat, klorida juga meningkat Kelebihan klorida Kekurangan klorida Karena dehidrasi, gagal ginjal, Akibat hilangnya cairan dalam saluran asidosis dan hiperventilasi gastrointestinal (mual, muntah, diare), demam Cl serum >110 mEq/L Cl- serum < 100 mEq/L Keluaran urine < 30 ml/jam Terbuang melalui jaringan bakar) (luka 4) Kalsium Kadar kalsium mempunyai efek pada fungsi neuromuskuler, status jantung dan pembentukan tulang. Gangguan keseimbangan kalsium akibat dari perubahan metabolisme tulang, sekresi hormon parathyroid, disfungsi ginjal, dan masukan diet yang berkurang. Hiperkalsemia Ca ++ serum > 10,5 mEq/L Kewaspadaan mental menurun Hipokalsemia Ca ++ serum < 8,5 mEq/L Iritabilitas neuromuskuler (baal, parestesia, reflek hiperaktif, kejang) Nyeri abdomen, kelemahan otot, Nyeri tulang mual, muntah, hipertensi 5) Magnesium Magnesium diperoleh dari masukan diet. Ekskresi magnesium melalui ginjal. Kelebihan magnesium Pada pasien gagal ginjal, ketoasidosis diabetik, pemakaian antasid atau laksatif dalam jumlah berlebihan Mg ++ serum > 3,4 mEq/L Letargi Reflek tendon dalam tidak ada Hipotensi Depresi pernafasan Kekurangan magnesium Pada malnutrisi , alkoholisme, terapi IV jangka lama tanpa suplemen Mg Mg ++ serum < 1,7 mEq/L Disorientasi Reflek hiperaktif Tremor, tetani 9. Pohon Masalah kebutuhan cairan dan elektrolit B. Konsep Asuhan Keperawatan kebutuhan dasar cairan dan elektrolit a. Fokus pengkajian keperawatan 1. Riwayat keperawatan Menurut Harnanto&Rahayu (2016), pengkajian untuk kebutuhan dasar cairan dan elektrolit adalah: 1) Faktor risiko terjadinya ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa: - Usia: sangat muda, sangat tua - Penyakit kronik: kanker, penyakit kardiovaskular (gagal jantung kongestif), penyakit endokrin (cushing, DM), malnutrisi, PPOK, penyakit ginjal (gagal ginjal prorogresif), perubahan tingkat kesadaran. - Trauma: cedera akibat kecelakaan, cedera kepala, combostio. - Terapi: diuretik, steroid, terapi IV, nutrisi parental total. - Kehilangan melalui saluran gastrointestinal: gastroenteritis, pengisapan nasogastrik, fistula. 2) Riwayat keluhan: kepala sakit/pusing/pening, rasa baal dan kesemutan. 3) Pola intake: jumlah dan tipe cairan yang biasa dikonsumsi, riwayat anoreksia, kram abdomen, rasa haus yang berlebihan. 4) Pola eliminasi: kebiasaan berkemih, adakah perubahan baik dalam jumlah maupun frekuensi berkemih, bagaimana karakteristik urine, apakah tubuh banyak mengeluarkan cairan? Bila ya ! melalui apa? Muntah, diare, berkeringat. 2. Pengkajian fisik Dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemeriksaan fisik meliputi: a) Keadaan umum: iritabilitas, letargi, bingung, disorientasi b) Berat badan Timbang berat badan setiap hari untuk mengetahui risiko terkena gangguan cairan dan elektrolit. Dengan demikian, retensi cairan dapat dideteksi lebih dini karena 2,5–5 kg cairan tertahan di dalam tubuh sebelum muncul edema. Perubahan dapat turun, naik, atau stabil. c) Intake dan output cairan Intake cairan meliputi per oral, selang NGT, dan parenteral. Output cairan meliputi urine, feses, muntah, pengisapan gaster, drainage selang paska bedah, maupun IWL. Apakah balance cairan seimbang, positif atau negatif. Kaji volume, warna, dan konsentrasi urine d) Mata: - Cekung, konjungtiva kering, air mata berkurang atau tidak ada - Edema periorbital, papiledema e) Tenggorokan dan mulut : Membran mukosa kering, lengket, bibir pecah-pecah dan kering, saliva menurun, lidah di bagian longitudinal mengerut f) Sistem kardiovaskular: - Inspeksi: Vena leher: JVP/jugularis vena pressur datar atau distensi Central venus pressure (CVP) abnormal Bagian tubuh yang tertekan, pengisian vena lambat - Palpasi: Edema: lihat adanya pitting edema pada punggung, sakrum, dan tungkai (pre tibia, maleolus medialis, punggung kaki) Denyut nadi: frekuensi, kekuatan Pengisian kapiler - Auskultasi: Tekanan darah: ukur pada posisi tidur dan duduk, lihat perbedaannya, stabil, meningkat, atau menurun. Bunyi jantung: adakah bunyi tambahan g) Sistem pernapasan: dispnea, frekuensi, suara abnormal (creckles) h) Sistem gastro intestinal: - Inspeksi: abdomen cekung/distensi, muntah, diare - Auskultasi: hiperperistaltik disertai diare, atau hipoperistaltik i) Sistem ginjal: oliguria atau anuria, diuresis, berat jenis urine meningkat j) Sistem neuromuskular : - Inspeksi: kram otot, tetani, koma, tremor - Palpasi: hipotonisit, hipertonisitas - Perkusi: refleks tendon dalam (menurun/tidak ada, hiperaktif/meningkat) k) Kulit: - Suhu tubuh: meningkat/menurun - Inspeksi: kering, kemerahan - Palpasi: turgor kulit tidak elastik, kulit dingin dan lembab. 3. Pemeriksaan diagnostik 1) Kadar elektrolit serum Kadar elektrolit serum diukur untuk menentukan status hidrasi, konsentrasi elektrolit, dan keseimbangan asam basa. Elektrolit yang sering diukur mencakup natrium, kalium, klorida, bikarbonat, dan daya gabungan karbon dioksida. 2) Hitung darah lengkap Hitung darah lengkap adalah suatu penetapan jumlah dan tipe eritrosit dan leukosit per milimeter kubik darah. Perubahan hematokrit terjadi sebagai respons terhadap dehidrasi atau overhidrasi. Anemia juga dapat memengaruhi status oksigenasi 3) Kadar kreatinin Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengukur fungsi ginjal. Kreatinin adalah produk normal metabolisme otot dan diekskresikan dalam kadar yang cukup konstan, terlepas dari faktor asupan cairan, diet, dan olah raga. 4) Berat jenis urine Pemeriksaan berat jenis urine mengukur derajat konsentrasi urine. Rentang berat jenis urine normal antara 1,003 – 1,030. 5) Analisis gas darah arteri Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi tentang status keseimbangan asam basa dan tentang keefektifan fungsi ventilasi dalam mengakomodasi oksigen-karbon dioksida secara normal. 6) Pemeriksaan pH darah arteri mengukur konsentrasi hidrogen. Penurunan pH dihubungkan dengan asidosis, dan peningkatan pH dihubungkan dengan alkalosis. PaCO2 mengukur tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri, dan PaO2 mengukur tekanan parsial oksigen dalam darah arteri. SaO2 mengukur derajat hemoglobin yang disaturasi oleh oksigen. Bikarbonat mencerminkan porsi pengaturan asam basa ginjal. b. Diagnosa keperawatan Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan kebutuhan cairan dan elektrolit adalah: 1. Diare b.d inflamasi gastrointestinal, iritasi gastrointestinal, proses infeksi, malabsorpsi, kecemasan, tingkat stress tinggi, terpapar kontaminan, terpapar toksin, penyalahgunaan laksatif, penyalahgunaan zat, bakteri pada air, program pengobatan (analgetik, agen tiroid, pelunak feses, antasida, antibiotik) 2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan natrium, gangguan aliran balik vena, efek agen farmakologis (kortikosteroid) 3. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi, peningkatan permiabilitas kapiler, kekurangan intake cairan c. Perencanaan Menurut Doengoes (2014), intervensi yang tepat untuk kebutuhan cairan dan elektrolit adalah: No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Rencana tindakan keperawatan 1. Diare b.d inflamasi Setelah dilakukan tindakan gastrointestinal, iritasi keperawatan selama 3 x 24 gastrointestinal, proses jam infeksi, 1. Observasi dan dokumentasikan malabsorpsi, teratasi kecemasan, diharapkan dengan frekuensi, karakteristik, jumlah, diare faktor pencetus diare kriteria R/ tingkat hasil: terpapar yang normal 1x/hari membedakan penyakit individual dan mengkaji stress tinggi, terpapar a. Pola eliminasi defekasi kontaminan, membantu keparahan penyakit 2. Monitor intake cairan dan output toksin, penyalahgunaan b. Tidak ada darah atau R/ Untuk mengumpulkan dan laksatif, menganalisis data pasien untuk lendir dalam feses penyalahgunaan zat, c. Mukosa bibir lembap bakteri air, d. TTV dalam batas normal pada mengatur keseimbangan cairan 3. Berikan terapi IV, sesuai TD: 120/80 mmHg program (analgetik, agen tiroid, RR: 12-20x/menit R/ Untuk memberikan hidrasi pelunak feses, antasida, Nadi: 60-80x/menit cairan tubuh secara parenteral antibiotik) Suhu: 36,5-37,5 program pengobatan 4. Anjurkan pasien e. Turgor kulit elastis menghindari f. Tidak ada tanda-tanda makanan pedas, dan makanan kopi, yang mengiritasi saluran cerna dehidrasi R/ Menghindari diare berlanjut g. Intake dan output cairan seimbang susu, untuk 5. Berikan diet cair untuk mengistirahatkan usus R/ Menghindari iritasi, meningkatkan istirahat usus 6. Anjurkan pasien untuk makan dalam porsi kecil, tetapi sering dan tingkatkan kepadatannya secara bertahap R/ Untuk menjaga asupan makanan yang dibutuhkan tubuh 7. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi R/Menurunkan motilitas atau peristaltik usus dan menunjukkan sekresi degestif untuk menghilangkan kram dan diare 2. Hipervolemia gangguan regulasi, b.d Setelah dilakukan tindakan mekanisme keperawatan selama 3 x 24 kelebihan jam R/ haluan urine kurang dari teratasi 400 ml/24 jam menandakan cairan, hipervolemia kelebihan asupan dengan kriteria hasil: gangguan aliran balik vena, efek agen farmakologis (kortikosteroid) secara akurat diharapkan asupan natrium, 1. Catat asupan intake output gagal ginjal akut. Intake dan a. Asupan cairan menurun output b. Haluaran urin meningkat menentukan 400-2000 ml/hari c. Membran diperlukan kebutuhan mukosa lembab d. Tidak ada edema untuk penggantian cairan dan mengurangi resiko kelebihan cairan 2. Timbang berat badan setiap e. Tidak ada dehidrasi pagi/sore f. Tekanan darah membaik R/ penambahan BB lebih dari 120/80 mmHg g. Mata tidak cekung h. Turgor kulit elastis 0,5 kg.hari menunjukkan retensi cairan 3. Observasi adanya edema pada kulit, wajah dan area dependen R/ edema menunjukkan adanya penumpukan cairan 4. Kolaborasi dengan dokter pemberian diuretik seperti furosemid atau manitol R/ Diuretik bekerja dengan mencegah penyerapan garam, termasuk natrium dan klorida, di ginjal. Kadar garam juga mempengaruhi kadar air yang diserap atau dikeluarkan oleh ginjal. Dengan cara kerja ini, garam dan air akan dibuang dari tubuh melalui pengeluaran urine. 3. Hipovolemia b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Tingktkan asupan oral, kehilangan cairan aktif, keperawatan selama 3 x 24 misalnya sediakan sedotan, kegagalan diharapkan beri cairan/ minum diantara peningkatan hipovolemia teratasi dengan waktu makan yaitu susu,air regulasi, mekanisme jam permiabilitas kekurangan cairan kapiler, kriteria hasil: intake 1. Frekuensi putih tetapi yang tidak Nadi memperburuk kondisi anak, dalam batas normal ( dan berikan cairan sesuai 70-120 x/menit ), \ kebutuhan 2. Suhu tubuh dalam R/ Meningkatkan batas normal ( 36,5 keseimbangan – 37,5 C mencegah komplikasi akibat 3. Elastisitas kulit membaik turgor cairan dan kadar cairan yang abnormal atau yang tidak diharapkan 4. Intake membaik cairan (8-8,5 cc/kgBB/hari ) 5. Membrane mukosa lemba 6. Tidak ada rasa haus yang berlebihan 2. Pantau status hidarsi yaitu kelembaban kulit membran dan mukosa, keadekuatan nadi R/ mencegah dehidrasi 3. Pemantauan Cairan (pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan, identifikasi faktor pengaruh baertambah dehidrasi terhadap buruknya misalnya karena obat-obatan, atau stress serta keadaan cemas). R/ mengumpulkan menganalisis data untuk dan pasien mengatur keseimbangan cairan 4. Manajemen Nutrisi (lakukan hignine oral sesuai kebutuhan, tentukan jumlah cairan yang masuk dalm 24 jam, hitung asupan yang diinginkan sepanjang sif pagi, sore atau malam). R/ membantu menyediakan atau asupan makanan dan cairan dalam diet seimbang 5. Pantau yang hasil laboratorium relevan keseimbangan dengan cairan, misalnya kadar hematokrit, BUN, albumin, protein total, serta berat jenis (laporkan urin abnormalitas elektrolit) R/ mengatur dan mencegah komplikasi akibat perubahan kadar cairan dan elektrolit. 6. berikan terapi IV (intravena) sesuai program serta berikan ketentuan penggantian NGT berdasarkan haluaran, sesuai dengan kebutuhan. R/ memberikan dan memantau cairan dan obat intravena, serta mengembangkan cairan volume intravaskular pasien yang pada mengalami penurunan volume cairan. 7. anjurkan pasien atau keluarga untuk menginformasikan perawat bila pasien haus, serta ajarkan keluarga tentang cara memantau asupan dan haluaran (misalnya dalam pispot atau urinal) R/ mengumpulkan menganalisis untuk data dan pasien mengatur keseimbangan cairan d. Evaluasi Tujuan umum diidentifikasi pada kriteria hasil klien, meskipun tujuan dan kriteria hasil selalu bersifat individual. Perawat dan klien akan memutuskan apakah tujuan awal disesuaikan, menetapkan tujuan atau diakhiri. Evaluasi terhadap gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit secara umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan ditunjukkan oleh adanya keseimbangan antara jumlah asupan dan pengeluaran, nilai elektrolit dalam batas normal, berat badan sesuai dengan tinggi badan atau tidak ada penurunan, turgor kulit baik, tidak terjadi edema, dan lain sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Campbell, N. A. & J. B. Reece. (2008). Biologi, Edisi Kedelapan Jilid 3. Terjemahan: Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. Devi.B.K.A. (2017). Anatomi fisiologi dan biokimia keperawatan . Yogyakarta: PUSTAKABARUPRESS Harnanto, A,M. & Rahayu,. (2016). Kebutuhan dasar manusia II. Jakarta: Kemenkes RI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI Susanto, A. V., & Fitriana, Y. Yogjakarta:Pustaka Baru Press. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia.