Uploaded by User79235

LP kebutuhan dasar cairan dan elektrolit

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KLINIK KEBUTUHAN DASAR CAIRAN DAN
ELEKTROLIT
Nama: Nida An Khofiyya
Kelas: Tingkat II-B
NIM: 19072
AKADEMI KEPERAWATAN FATMAWATI
JAKARTA
2020
A. Konsep kebutuhan dasar cairan dan elektrolit
1. Pengertian kebutuhan cairan dan elektrolit
Kebutuhan cairan sangat diperlukan dalam tubuh karena berguna untuk
mengangkut zat makanan ke dalam sel, sisa metabolisme, zat pelarut
elektrolit dan non elektrolit, memelihara suhu tubuh, mempermudah
eliminasi, dan membantu pencernaan. Disamping kebutuhan cairan,
kebutuhan elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida dan fosfat)
sangat penting untuk menjaga keseimbangan asam-basa, kondisi saraf,
kontraksi muskular dan osmolaritas. Kondisi tidak terpenuhinya
kebutuhan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi sistem organ tubuh
terutama ginjal. Untuk mempertahankan kondisi cairan dan elektrolit
dalam keadaan seimbang, maka pemasukan (intake) harus sesuai dengan
kebutuhan dan pengeluaran (output). Cairan dan elektrolit masuk ke
dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan
didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit
ke dalam seluruh bagian tubuh. Cairan tubuh dibagi dalam dua
kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
(Fitriana&Sutanto, 2017)
2. Anatomi dan fisiologi ginjal
a. Anatomi ginjal
Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di
belakang peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis
sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran
panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, berbentuk seperti
biji kacang dengan lekukan mengahadap ke dalam, berjumlah 2 buah
dan berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa.
Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang
lebih antara 120-150 gram. (Devi,2017)
Ginjal terdiri atas 3 bagian yaitu :
1) Kulit Ginjal (Korteks), terdapat jutaan nefron yang terdiri dari
badan malpighi yang tersusun dari glomerulus yang diselubungi
kapsula Bowman. Selain itu terdapat tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distal, dan tubulus kolektivus.
2) Sumsum Ginjal (Medula), terdiri atas beberapa badan berbentuk
kerucut
(piramida) serta terdapat
lengkung henle
yang
menghubungkan tubulus kontortus proksimal dan tubulus
kontortus distal.
3) Rongga Ginjal (Pelvis), merupakan tempat bermuaranya tubulus
yaitu tempat penampungan urine sementara yang akan dialirkan
menuju kandung kemih melalui ureter dan dikeluarkan dari
tubuh melalui uretra.
Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak
pararenal dan lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia
yang disebut fascia gerota. Dalam potongan frontal ginjal,
ditemukan dua lapisan ginjal di distal sinus renalis, yaitu korteks
renalis (bagian luar) yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis
(bagian dalam) yang berwarna coklat terang. Di bagian sinus renalis
terdapat bangunan berbentuk corong yang merupakan kelanjutan
dari ureter dan disebut pelvis renalis. Masing-masing pelvis renalis
membentuk dua atau tiga kaliks rmayor dan masing-masing kaliks
mayor tersebut akan bercabang lagi menjadi dua atau tiga kaliks
minor. Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang
merupakan cabang dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica
superior. Arteri renalis masuk ke dalam hillus renalis bersama
dengan vena, ureter, pembuluh limfe, dan nervus kemudian
bercabang menjadi arteri interlobaris. Memasuki struktur yang lebih
kecil, arteri interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu
akhirnya menjadi arteriola aferen yang menyusun glomerulus. Ginjal
mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya
berjalan bersama dengan arteri renalis.
Ginjal berfungsi untuk:
1) Mengatur volume air/cairan dalam tubuh
Kelebihan air akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine yang
encer dalam jumlah besar. Kekurangan air menyebabkan urine
yang diekskresikan berkurang dan konsentrasinya lebih pekat
sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dapat
dipertahankan relatif normal.
2) Mengatur keseimbangan osmotik
Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion
akibat pemasukan garam yang berlebihan atau penyakit
perdarahan (diare, muntah) maka ginjal akan meningkatkan
ekskresi ion-ion yang penting
3) Mengatur keseimbangan asam basa
Ginjal akan menyekresi urine sesuai dengan pH darah, pH urine
bervariasi antara 4,8-8,2
4) Ekskresi sisa hasil metabolisme
(ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil
metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing.
5) Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan
penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin
aldosteron),
membentuk
eritripoiesis
mempunyai
peranan
penting untuk memproses pembentukan sel darah merah
(eritropoesis). Ginjal juga membentuk hormon dihidroksi
kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorpsi
ion kalsium di usus.
b. Fisiologi ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat
banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
“menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2
liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi
cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus.
Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar
dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Proses
pembentukan urine yaitu:
1. Proses Filtrasi
Pembentukan urine diawali dengan proses filtrasi darah di
glomerulus.
Filtrasi
merupakan
glomerulus
menuju
ke
perpindahan
ruang kapsula
cairan
bowman
dari
dengan
menembus membran filtrasi. Di dalam glomerulus, sel-sel darah,
trombosit, dan sebagian besar protein plasma disaring dan diikat
agar tidak ikut dikeluarkan. Hasil penyaringan tersebut berupa
urine primer. Kapiler yang berpori-pori dan sel-sel kapsula yang
terspesialisasi bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat terlarut
yang kecil, namun tidak terhadap sel darah atau molekul besar
seperti protein plasma, dengan demikian filtrat dalam kapsula
bowmen mengandung garam, glukosa, asam amino, vitamin, zat
buangan bernitrogen, dan molekul-molekul kecil lainnya.
(Campbell, 2008).
2. Proses reabsorpsi
Urine yang dihasilkan setelah proses reabsorpsi disebut urine
sekunder (filtrat tubulus). Reabsorpsi adalah proses penyerapan
kembali filtrat glomerulus yang masih bisa digunakan oleh
tubuh. Bagian yang berperan dalam proses ini meliputi sel-sel
epitalium pada tubulus kontrotus proksimal, lengkung henle dan
tubulus distal. Reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal
dan tubulus kontortus distal, pada tubulus kontortus proksimal
lebih diutamakan reabsorpsi glukosa, asam amino dan air yang
dilakukan dengan proses osmosis. Sedangkan reabsorpsi yang
terjadi di tubulus kontortus distal yaitu reabsorpsi ion natrium
dan air, air yang di reabsorpsi tergantung dari kebutuhan.
Reabsorpsi zat-zat tertentu dapat terjadi secara transfor aktif dan
difusi. Zat-zat penting bagi tubuh yang secara aktif di reabsorpsi
adalah garam-garam tertentu, asam amino, glukosa, asam
asetoasetat, hormon dan vitamin. Zat-zat tersebut di reabsorpsi
secara aktif di tubulus proksimal sehingga tidak ada lagi di
lengkung henle (Campbell, 2008).
3. Proses augmentasi
Proses terakhir yaitu Augmentasi (penambahan), berlangsung di
tubulus distal. Pada proses ini terjadi penyerapan air dan
penambahan zat-zat seperti H+ , K+ , keratin dan urea dalam
urin sehingga urine hanya berisi zat-zat yang benar-benar sudah
tidak berguna lagi. Dari tubulus distal, urine dikumpulkan
melalui pembuluh pengumpul dan selanjutnya masuk ke pelvis
(rongga ginjal), kemudian dialirkan ke kandung kemih atau
vesica urinaria melalui saluran ureter. Kandung kemih memiliki
fungsi sebagai tempat penampungan urine sementra. Pada proses
ini zat- zat yang sudah tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke
tubulus-tubulus nefron ginjal. Zat-zat yang sudah tidak
diperlukan tubuh atau konsentrasinya terlalu banyak di dalam
aliran darah, akan dikeluarkan bersama urine tersier atau urine
sesungguhnya. Urine keluar dari tubuh melalui lubang urine
yang sebelumnya melewati uretra terlebih dahulu. Proses
pembentukan urine dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal yang menyangkut hormon antidiuretik dan insulin, serta
faktor eksternal yaitu menyangkut jumlah air yang diminum.
Melalui proses augmentasi inilah akan terbentuk urine
sesungguhnya yang mengandung urea, asam urat, sisa-sisa
pembongkaran dan zat-zat yang berlebihan dalam darah seperti :
vitamin C, obat-obatan, hormon, dan garamgaram lainnya
(Campbell, 2008).
3. Volume dan Distribusi Cairan Tubuh
a. Volume cairan tubuh
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water/TBW) kira-kira
60% dari berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah
volume ini tergantung pada kandungan lemak badan dan usia.
Sebagai contoh:
Karakteristik
Volume Cairan Tubuh (Total Body
Water/TBW)
Bayi baru lahir
70%-80% dari Berat Badan
Usia 1 tahun
60% dari Berat Badan
Pubertas s.d usia 39
tahun:
a. Pria
60% dari Berat Badan
b. Wanita
52% dari Berat Badan
Usia 40 s.d 60 tahun :
a. Pria
55% dari Berat Badan
b. Wanita
47% dari Berat Badan
Usia diatas 60 tahun:
a. Pria
52% dari Berat Badan
b. Wanita
46% dari Berat Badan
a. a
b. Distribusi cairan
Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan (BB) dan
jenis kelamin. Jumlah cairan tergantung pada jumlah lemak tubuh,
lemak tubuh tidak berair, jadi semakin banyak lemak maka semakin
kurang cairan. Secara ringkas kompartemen cairan dibagi menjadi
dua kompartemen utama, yaitu:
1) Cairan ekstraseluler: adalah cairan yang terdapat di luar sel
dengan jumlah sekitar 20% dari berat badan dan berperan dalam
memberi bahan makanan bagi sel dan mengeluarkan sampah sisa
metabolisme. Cairan ekstravaskuler terbagi menjadi 2 yaitu:
a) Cairan interstitial: adalah cairan yang terdapat pada celah
antar sel atau disebut juga cairan jaringan, berjumlah sekitar
15% dari berat badan. Fungsinya sebagai pelumas agar tidak
terjadi gesekan pada saat dua jaringan tersebut bergerak.
Contohnya cairan pleura, cairan perikardial dan cairan
peritoneal.
b) Cairan intravaskuler: merupakan cairan yang terdapat di
dalam pembuluh darah dan merupakan plasma, berjumlah
sekitar 5% dari berat badan.
2) Cairan intraseluler: CIS adalah cairan yang terkandung di dalam
sel. Pada orang dewasa, kira-kira dua per tiga dari cairan tubuh
adalah intraseluler, sama kira-kira 25 L pada rata-rata pria dewasa
(70 Kg). sebaliknya, hanya setengah dari cairan tubuh bayi adalah
cairan intraseluler.
Kompartemen
CIS
CES
- Interstitial
- Intravaskuler
(%) terhadap BB
40
20
(15)
(5)
Volume (Liter)
28
14
(11)
(3)
4. Fungsi cairan
a. Sarana untuk mengangkut zat-zat makanan ke sel-sel
b. Pembentuk struktur tubuh (kekurangan cairan tubuh
dapat
menyebabkan kematian sel, sedangkan sel adalah pembentuk
struktur tubuh)
c. Mengeluarkan buangan-buangan sel
d. Membantu dalam metabolisme sel
e. Sebagai pelarut untuk elektrolit dan non elektrolit
f. Membantu memelihara suhu tubuh
g. Membantu pencernaan
h. Mempemudah eliminasi
i. Mengangkut zat-zat seperti (hormon, enzim, sel darah putih, sel
darah merah)
5. Keseimbangan cairan
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake atau masukan cairan dan
pengeluaran cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan
makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800-2.500ml/hari.
Sekitar 1.200 ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan.
Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urin 1.2001.500 ml/hari, feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml dan kulit 600-800 ml.
TABEL Intake dan Outut Rata-rata Harian
INTAKE (RANGE)
OUTPUT (RANGE)
AIR (ml)
1. Air minum
2. Air
= 1400-1800
1. Urine
= 1400-1800
dalam = 7000-1000
2. Feces
= 100
3. Kulit
= 300-500
4. Paru-paru
= 600-800
makanan
3. Air hasil oksidasi
= 300-400
TOTAL
= 2400-3200
TOTAL
= 2400-3200
Natrium (mEq)
= 70 (50-100)

Urine
= 65 (50-100)

Feces
= 5 (2-20)

Urine
= 90 (50-120)

Feces
= 10 (2-40)

Urine
= 10 (2-20)

Feces
= 20 (2-50)

Urine
= 3 (0-10)

Feces
= 12 (2-30)
Kalium (mEq)
Magnesium (mEq)
Kalsium (mEq)
= 100 (50-120)
= 30 (5-60)
= 15 (2-50)
Protein (g)
= 55 (30-80)
Nitrogen (g)
= 8 (4-12)
Kalori
= 1800-3000
 Catatan : Kehilangan cairan melalui kulit (difusi) & paru disebut Insensible
Water Loss (IWL)
 Bila ingin mengetahui “Insensible Water Loss (IWL)” maka dapat
menggunakan penghitungan sebagai berikut :
a) Dewasa = 15 cc/kg BB/hari
b) Anak = (30 – usia (th)) cc/kg BB/hari
Jika ada kenaikan suhu :
IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36.8C)
6. Komposisi Cairan Tubuh
Semua cairan tubuh adalah air larutan pelarut, substansi terlarut (zat
terlarut
a. Air
Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Rata-rata pria
Dewasa hampir 60% dari berat badannya adalah air dan rata-rata
wanita mengandung 55% air dari berat badannya. Dalam
homeostatis jumlah air tubuh selalu diupayakan konstan karena air
tubuh yang keluar akan sama dengan jumlah air yang masuk.
Sumber air tubuh:
Sumber
Jumlah
Air minum
1.500 – 2.000 ml/hari
Air dalam makanan
700 ml/hari
Air dari hasil metabolisme tubuh
200 ml/hari
Jumlah
2.400– 2.900 ml/hari
b. Solut (terlarut)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis substansi terlarut (zat
terlarut) elektrolit dan non-elektrolit:
1. Elektrolit : Substansi yang berdiasosiasi (terpisah) di dalam
larutan dan akan menghantarkan arus listrik. Elektrolit
berdisosiasi menjadi ion positif dan negatif dan diukur dengan
kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama lain.
- Kation : ion-ion yang mambentuk muatan positif dalam
larutan. Kation ekstraselular utama adalah natrium (Na˖),
sedangkan kation intraselular utama adalah kalium (K˖).
Sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa
natrium ke luar dan kalium ke dalam.
- Anion : ion-ion yang membentuk muatan negatif dalam
larutan. Anion ekstraselular utama adalah klorida (Clˉ),
sedangkan anion intraselular utama adalah ion fosfat (PO4ɜ).
Berikut adalah jenis-jenis elektrolit:
1) Sodium atau natrium
Sodium dibutuhkan tubuh untuk menjaga keseimbangan
elektrolit, mengendalikan cairan dalam tubuh, memengaruhi
tekanan darah, dan mengatur kontraksi otot dan fungsi saraf.
Normalnya, kadar sodium dalam darah adalah 135-145
milimol/liter (mmol/L). Kalsium
2) Kalsium merupakan mineral penting yang digunakan oleh
tubuh untuk menstabilkan tekanan darah, mengendalikan
kontraksi otot rangka, membangun tulang dan gigi yang
kuat, berperan dalam penghantaran impuls saraf dan gerakan
otot, serta membantu proses pembekuan darah.
3) Kalium atau potassium
Manfaat kalium adalah untuk mengatur fungsi jantung dan
tekanan darah, membantu hantaran rangsang saraf, kontraksi
otot, kesehatan tulang, dan keseimbangan elektrolit; serta
menjaga kesehatan saraf dan otot. Dalam darah, jumlah
kalium normal berada di kisaran 3,5-5 milimol/liter
(mmol/L).
4) Klorida
Klorida
dibutuhkan
untuk
membantu
keseimbangan
elektrolit atau cairan tubuh, menjaga asam/basa (pH) tubuh,
dan penting untuk pencernaan. Kadar klorida yang normal
adalah 98-108 mmol/L.
5) Magnesium
Magnesium merupakan mineral elektrolit penting untuk
produksi DNA dan RNA, meningkatkan sistem kekebalan
tubuh, mengatur kadar glukosa darah, menjaga irama atau
ritme jantung, serta berkontribusi pada fungsi saraf dan
kontraksi otot. Magnesium juga dapat memperbaiki kualitas
tidur pada penderita insomnia.
6) Fosfat
Bersama dengan kalsium, fosfat bertugas menguatkan tulang
dan gigi, serta membantu sel menghasilkan energi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan.
7) Bikarbonat
Mineral yang kadar normalnya 22-30 mmol/L ini berfungsi
membantu tubuh mempertahankan pH yang sehat, mengatur
kadar cairan tubuh dan mengatur fungsi jantung. Gangguan
pada jumlah bikarbonat dalam darah bisa disebabkan oleh
gangguan pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit metabolik.
2. Non-elektrolit : Substansi seperti glokusa dan urea yang tidak
berdisosiasi dalam larutan dan diukur berdasarkan berat
(miligram per 100 ml-mg/dl). Non-elektrolit lainnya yang secara
klinis penting mencakup kreatinin dan bilirubin.
Unsur Utama Kompartemen Cairan Tubuh
Unsur
Elektrolit
Berat
INTRA
EKSTRASELULER
Gram-
SELULER
Intravaskuler
molekul
Interstitial
Natrium
23,0
10
145
142
Kalium
39,1
140
4
4
Kalsium
40,1
<1
3
3
Magnesium
24,3
50
2
2
Klorida
35,5
4
105
110
Bikarbonat
61,0
10
24
28
Fosfat
31,0
75
2
2
16
7
2
(mEq/L)
Protein (g/dl)
7. Faktor Faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit
a. Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini,
usia berpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh,
kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa
pertunbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Karenanya, jumlah cairan yang
diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada bayi
dan anak-anak juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi
serta kondisi ginjal mereka yang belum atur dibandingkan ginjal
orang dewasa. Kehilangan cairan dapat terjadi akibat pengeluaran
cairan yang besar dari kulit dan pernapasan. Pada lansia,
ketidakseimbangan
cairan
dan
elektrolit
sering
disebabkan
oleh masalah jantung atau gangguan ginjal.
b. Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan
cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses
metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan penigkatan
haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian, jumlah cairan
yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu,kehilangan cairan yang
tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatan
laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat.
c. Iklim
Normalnya, individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak
terlalu panas tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang
ekstrem melalui kulit dan pernapasan. Dalam situasi ini, cairan
yang keluar umumnya tidak disadari (insensible water loss/IWL).
Besarnya IWL pada tiap individu bervariasi, dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, tingkat metabolisme,dan usia. Individu yang tinggal di
lingkungan yang bersuhu tinggi atau didaerah deangan kelembaban
yang rendah akan lebih sering mengalami kehilangan cairandan
elektrolit.
Demikian
pula pada
orang
yang
bekerja
berat
di lingkungan yang bersuhu tinggi,mereka dapat kehilangan cairan
sebanyak lima liter sehari melalui keringat. Umumnya, orang yang
biasa berada di lingkungan panas akan kehilangan cairan sebanyak
700 ml per jam saat berada ditempat yang panas, sedangkan orang
yang tidak biasa berada di lingkungan panas dapat kehilangan
cairan hingga dua liter per jam.
d. Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan
elektrolit. Jika asupan
maknan tidak seimbang, tubuh berusaha
memcah simpanan protein dengan terlebih dahulu memecah
simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan penurunan
kadar albumin.
e. Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit
tubuh. Saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolisme
seluler, peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot.
Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan natrium.Disamping
itu, stress juga menyebabkan peningkatan produksi hormon
antidiuritik yang dapat mengurangi produksi urin.
f. Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan
elektrolit dasar sel atau jaringan yang rusak (mis. luka robek, atau
luka bakar). Pasien yang menderita
diare juga dapat mengalami
peningkatan kebutuhan cairan akibat kehilangan cairan melalui
saluran
gastrointestinal.
juga dapat menyebabkan
Gangguan
jantung
ketidakseimbangan
dan
cairan
ginjal
dan
elektrolit. Saat aliran darah ke ginjal menurun karena kemampuan
pompa
jantung
menurun,
tubuh
melakukan penimbunan cairan dan natrium
akan
sehingga
terjadi
retensi cairan dan kelebihan beban cairan (hipervelomia).
Lebih
lajut, kondisi ini dapat menyebabkan edema paru. Normalnya, urin
akan dikeluarkan
dalam
menyeimbangkan
jumlah
yang
cukup untuk
cairan
dan
elektrolit serta kadar asam dan basa dalam tubuh.
Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi cairan
lebih banyak dan menahan ADH sehingga produksi urin
akan meningkat. Sebaliknya, dalam keadaan kekurangan cairan,
ginjal akan menurunkan
produksi urin dengan berbagi cara.
Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi natrium dan
pelepasan renin. Apabila ginjal mengalami kerusakan, kemampuan
ginjal untuk melakukan regulasi akan menurun. Karenanya, saat
terjadi gangguan ginjal (mis. gagal ginjal) individu dapat mengalami
oliguria (produksi urin kurang dari 40ml/ 24 jam) sehingga anuria
(produksi urin kurang dari 200 ml/ 24 jam).
g. Tindakan Medis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap
kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan
lambung dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium dan kalium.
h. Pengobatan
Penggunaan beberapa obat seperti diuretik maupun laksatif secara
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan kehilangan cairan
dalam tubuh.Akibatnya, terjadi defisit cairan tubuh. Selain itu,
penggunan
sehingga
diuretik
kadar
menyebabkan
kalium
akan
kehilangan
meningkat.
natrium
Penggunaan
kortikostreroid dapat pula menyebabkan retensi natrium dan air
dalam tubuh
i. Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami
ketidakseimbangan cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak
darah selama periode operasi, sedangkan
justru
mengalami
kelebihan
beban
beberapa klien lainya
cairan akibat
asupan
cairan berlebih melalui intravena selama pembedahan atau sekresi
hormon ADH selama masa stress akibat obat- obat anastesia.
8. Macam-macam gangguan kebutuhan dasar cairan dan elektrolit
a. Gangguan keseimbangan cairan
1) Hipovolemia (Dehidrasi)
Hipovolemia merupakan kehilangan air dari tubuh atau jaringan atau
keadaan yang merupakan akibat dari kehilangan air abnormal.
Hipovolemia
dapat terjadi karena kekurangan pemasukan air
(anoreksia, mual, muntah, tidak mampu menelan, depresi) atau
pengeluaran yang berlebihan (kehilangan melalui kulit, GI, ginjal,
perdarahan). Kekurangan cairan dapat terjadi sendiri atau kombinasi
dengan ketidakseimbangan elektrolit. Mekanisme kompensasi
hipovolemia termasuk peningkatan rangsang sistem saraf simpatis
(peningkatan frekuensi jantung dan tahanan vaskuler), rasa haus,
pelepasan hormon antidiuretik (ADH), dan pelepasan aldosteron.
Ada 3 macam dehidrasi yaitu:
a) Dehidrasi isotonik: terjadi jika kehilangan sejumlah cairan dan
elektrolitnya yang seimbang
b) Dehidrasi hipertonik: terjadi jika kehilagan sejumlah airlebih
banyak dari elektrolit
c) Dehidrasi hipotonik: terjadi jika tubuh lebih banyak kehilangan
elektrolit daripada air.
Gejala hipovolemia:
(1) Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, mual, muntah haus,
kekacauan mental, konstipasi, oliguria.
(2) Menurunnya turgor kulit dan lidah
(3) Menurunnya kelembaban di mulut/keringnya mukosa mulut
(4) Menurunnya produksi urine (kurang dari 30 ml/jam untuk orang
dewasa)
(5) Nadi cepat dan lemah
(6) Menurunnya temperatur tubuh
(7) Ektremitas dingin
(8) Hipotensi, frekuensi nafas cepat
(9) Kehilangan berat badan yang cepat
2) Hipervolemia (Edema)
Edema adalah penimbunan cairan berlebihan di antara sel-sel tubuh
atau didalam berbagai rongga tubuh. Edema disebut juga dengan
efusi, asites. Penamaan tergantung pada lokasi terjadinya. Edema
lokal disebut pitting, sedangkan edema umum disebut edema
anasarka.
Etiologi hipervolemia:
(1) Penyakit karena gangguan pada mekanisme regulasi (gagal
jantung, cushing syndrome, gagal ginjal, serosis hati)
(2) Intake natrium klorida yang berlebihan
(3) Pemberian infus yang mengandung natrium dalam jumlah
berlebihan
(4) Banyak makan makanan yang mengandung natrium
Gejala hipervolemia:
(1) Sesak nafas, ortopnea
(2) Edema
perifer,
kenaikan
berat
badan
sementara
(2%
hipervolemia ringan, 5% hipervolemia sedang dan 8%
hipervolemia berat)
(3) Nadi kuat, takikardia
(4) Asites, efusi pleura, bila sudah berat bisa menimbulkan edema
pulmo
(5) Kulit lembab
(6) Irama gallop
Kelebihan air dan natrium pada kompartemen ekstraseluler dapat
meningkatkan tekanan osmotik. Cairan akan ditarik keluar
sel,
sehingga mengakibatkan edema (cairan yang berlebihan dalam
ruang interstisial). Edema terjadi sebagai akibat dari pertambahan
volume cairan interstisial dan diartikan sebagai bengkak yang dapat
teraba dari ruang interstisial. Edema bisa bersifat terlokalisasi
(contoh tromboflebitis pada obstruksi vena) dan umum (contoh
gagal jantung). Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler akibat
penambahan
volume
atau
obstruksi
vena,
peningkatan
permeabilitas kapiler karena luka bakar, alergi, atau infeksi akan
menyebabkan peningkatan volume cairan interstisial. Penurunan
pembuangan cairan interstisial terjadi bila terdapat obstruksi pada
aliran keluar limfatik atau penurunan tekanan onkotik (protein bisa
membantu untuk menahan volume vaskuler pada ruang vaskuler).
Retensi air dan natrium oleh ginjal yang meningkat akan
mempertahankan edema umum.
Edema bisa terjadi karena hal-hal berikut ini:
1) Peningkatan permeabilitas kapiler (pada luka bakar dan alergi),
perpindahan air dari kapiler ke ruang interstisial meningkat
2) Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler (obstruksi pada vena)
3) Perpindahan cairan dari ruang interstisial menurun
3) Sindrom ruang ketiga
Sindrom ini terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu
ruangan tubuh (pleura, peritoneal, pericardial), sehingga cairan
tersebut terjebak di dalamnya, akibatnya kompartemen ekstrasel
kekurangan cairan. Obstruksi usus yang kecil atau luka bakar dapat
menyebabkan perpindahan cairan sebanyak 5-10 liter.
4) Ketidakseimbangan osmolar
Dehidrasi (ketidakseimbangan hiperosmolar)
terjadi bila ada
kehilangan air tanpa disertai kehilangan elektrolit yang proporsional,
terutama natrium. Faktor risiko terjadinya dehidrasi meliputi kondisi
yang mengganggu asupan oral (perubahan fungsi neurologis), lansia
yang lemah (penurunan fungsi tubuh, peningkatan lemak tubuh),
penurunan
sekresi
ADH
(pada
diabetes
insipidus),
Ketidakseimbangan hiperosmolar disebabkan oleh setiap kondisi
yang berhubungan dengan diuresis osmotik dan pemberian larutan
hipertonik melalui intravena. Ketidakseimbangan hipoosmolar
terjadi ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi psikogenik) atau
sekresi ADH berlebihan.
b. Gangguan keseimbangan elektrolit
1) Natrium
Natrium mempengaruhi distribusi air tubuh lebih kuat daripada elektrolit
lainnya.
Hipernatremia
Konsentrasi natrium yang tinggi
dalam plasma, akibat rasa haus
terganggu, hiperventilasi, demam,
cidera kepala, penurunan sekresi
ADH, diabetes insipidus, diare,
Hiponatremia
Melibatkan peningkatan proporsi air
dan garam dalam darah akibat
gangguan sekresi ADH (cidera
kepala,
stress
fisiologis
dan
psikologis berat)
ketidakmampuan ginjal berespon
terhadap ADH
Natrium serum > 145 mEq/L
Hipotensi
Hipervolemia
Membran mukosa kering
Koma, meninggal
Rasa haus, demam, lidah kering,
halusinasi, disorientasi, letargi,
hiperaktif bila dirangsang
Natrium serum < 135 mEq/L
Hipertensi, TIK meningkat
Hipovolemia
Salivasi meningkat
Koma, meninggal
Tidak nafsu makan, mual, muntah,
twitching, lemah, bingung, edema
pupil
2) Kalium
Kalium diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan osmotik dan
potensial listrik membran sel dan untuk memindahkan glukosa ke
dalam sel.
Hiperkalemia
Kadar kalium serum yang tinggi
Karena
asidosis
mendorong
kalium ke luar sel
K+ serum > 5 mEq/L
Gangguan konduksi jantung
EKG: gelombang T memuncak,
QRS melebar, P-R memanjang
Diare, nyeri abdomen
Iritabilitas neuromuskuler
Oliguria/anuria
Gagal jantung
Hipokalemia
Kadar kalium serum yang rendah
Karena alkalosis mendorong kalium
masuk ke dalam sel
K+ serum < 3, 5 mEq/L
Aktivasi jantung ektopik
EKG: gelombang T mendatar, depresi
segmen ST
Bising usus menurun, ileus
Kelemahan otot, parestesia
Poliuria
Toksisitas digitalis
3) Klorida
Kadar klorida dalam darah secara pasif berhubungan dengan kadar
natrium, sehingga bila natrium serum meningkat, klorida juga
meningkat
Kelebihan klorida
Kekurangan klorida
Karena dehidrasi, gagal ginjal, Akibat hilangnya cairan dalam saluran
asidosis dan hiperventilasi
gastrointestinal (mual, muntah, diare),
demam
Cl serum >110 mEq/L
Cl- serum < 100 mEq/L
Keluaran urine < 30 ml/jam
Terbuang melalui jaringan
bakar)
(luka
4) Kalsium
Kadar kalsium mempunyai efek pada
fungsi neuromuskuler, status
jantung dan pembentukan tulang. Gangguan keseimbangan kalsium
akibat dari perubahan metabolisme tulang, sekresi hormon parathyroid,
disfungsi ginjal, dan masukan diet yang berkurang.
Hiperkalsemia
Ca ++ serum > 10,5 mEq/L
Kewaspadaan mental menurun
Hipokalsemia
Ca ++ serum < 8,5 mEq/L
Iritabilitas
neuromuskuler
(baal,
parestesia, reflek hiperaktif, kejang)
Nyeri abdomen, kelemahan otot, Nyeri tulang
mual, muntah, hipertensi
5) Magnesium
Magnesium diperoleh dari masukan diet. Ekskresi magnesium melalui
ginjal.
Kelebihan magnesium
Pada pasien gagal ginjal,
ketoasidosis diabetik, pemakaian
antasid atau laksatif dalam
jumlah berlebihan
Mg ++ serum > 3,4 mEq/L
Letargi
Reflek tendon dalam tidak ada
Hipotensi
Depresi pernafasan
Kekurangan magnesium
Pada malnutrisi , alkoholisme, terapi
IV jangka lama tanpa suplemen Mg
Mg ++ serum < 1,7 mEq/L
Disorientasi
Reflek hiperaktif
Tremor, tetani
9. Pohon Masalah kebutuhan cairan dan elektrolit
B. Konsep Asuhan Keperawatan kebutuhan dasar cairan dan elektrolit
a. Fokus pengkajian keperawatan
1. Riwayat keperawatan
Menurut Harnanto&Rahayu (2016), pengkajian untuk kebutuhan
dasar cairan dan elektrolit adalah:
1) Faktor risiko terjadinya ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam basa:
- Usia: sangat muda, sangat tua
- Penyakit kronik: kanker, penyakit kardiovaskular (gagal
jantung
kongestif),
penyakit
endokrin
(cushing,
DM),
malnutrisi, PPOK, penyakit ginjal (gagal ginjal prorogresif),
perubahan tingkat kesadaran.
- Trauma: cedera akibat kecelakaan, cedera kepala, combostio.
- Terapi: diuretik, steroid, terapi IV, nutrisi parental total.
- Kehilangan melalui saluran gastrointestinal: gastroenteritis,
pengisapan nasogastrik, fistula.
2) Riwayat keluhan: kepala sakit/pusing/pening, rasa baal dan
kesemutan.
3) Pola intake: jumlah dan tipe cairan yang biasa dikonsumsi,
riwayat anoreksia, kram abdomen, rasa haus yang berlebihan.
4) Pola eliminasi: kebiasaan berkemih, adakah perubahan baik
dalam
jumlah
maupun
frekuensi
berkemih,
bagaimana
karakteristik urine, apakah tubuh banyak mengeluarkan cairan?
Bila ya ! melalui apa? Muntah, diare, berkeringat.
2. Pengkajian fisik
Dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit. Pemeriksaan fisik meliputi:
a) Keadaan umum: iritabilitas, letargi, bingung, disorientasi
b) Berat badan Timbang berat badan setiap hari untuk mengetahui
risiko terkena gangguan cairan dan elektrolit. Dengan demikian,
retensi cairan dapat dideteksi lebih dini karena 2,5–5 kg cairan
tertahan di dalam tubuh sebelum muncul edema. Perubahan dapat
turun, naik, atau stabil.
c) Intake dan output cairan Intake cairan meliputi per oral, selang
NGT, dan parenteral. Output cairan meliputi urine, feses, muntah,
pengisapan gaster, drainage selang paska bedah, maupun IWL.
Apakah balance cairan seimbang, positif atau negatif. Kaji
volume, warna, dan konsentrasi urine
d) Mata:
-
Cekung, konjungtiva kering, air mata berkurang atau tidak
ada
-
Edema periorbital, papiledema
e) Tenggorokan dan mulut : Membran mukosa kering, lengket, bibir
pecah-pecah dan kering, saliva menurun, lidah di bagian
longitudinal mengerut
f) Sistem kardiovaskular:
-
Inspeksi:
 Vena leher: JVP/jugularis vena pressur datar atau
distensi
 Central venus pressure (CVP) abnormal
 Bagian tubuh yang tertekan, pengisian vena lambat
-
Palpasi:
 Edema: lihat adanya pitting edema pada punggung,
sakrum, dan tungkai (pre tibia, maleolus medialis,
punggung kaki)
 Denyut nadi: frekuensi, kekuatan
 Pengisian kapiler
-
Auskultasi:
 Tekanan darah: ukur pada posisi tidur dan duduk, lihat
perbedaannya, stabil, meningkat, atau menurun.
 Bunyi jantung: adakah bunyi tambahan
g) Sistem pernapasan: dispnea, frekuensi, suara abnormal (creckles)
h) Sistem gastro intestinal:
-
Inspeksi: abdomen cekung/distensi, muntah, diare
-
Auskultasi: hiperperistaltik disertai diare, atau hipoperistaltik
i) Sistem ginjal: oliguria atau anuria, diuresis, berat jenis urine
meningkat
j) Sistem neuromuskular :
-
Inspeksi: kram otot, tetani, koma, tremor
-
Palpasi: hipotonisit, hipertonisitas
-
Perkusi:
refleks
tendon
dalam
(menurun/tidak
ada,
hiperaktif/meningkat)
k)
Kulit:
-
Suhu tubuh: meningkat/menurun
-
Inspeksi: kering, kemerahan
-
Palpasi: turgor kulit tidak elastik, kulit dingin dan lembab.
3. Pemeriksaan diagnostik
1) Kadar elektrolit serum
Kadar elektrolit serum diukur untuk menentukan status hidrasi,
konsentrasi elektrolit, dan keseimbangan asam basa. Elektrolit
yang sering diukur
mencakup natrium, kalium,
klorida,
bikarbonat, dan daya gabungan karbon dioksida.
2) Hitung darah lengkap
Hitung darah lengkap adalah suatu penetapan jumlah dan tipe
eritrosit dan leukosit per milimeter kubik darah. Perubahan
hematokrit terjadi sebagai respons terhadap dehidrasi atau
overhidrasi. Anemia juga dapat memengaruhi status oksigenasi
3) Kadar kreatinin
Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengukur fungsi ginjal.
Kreatinin
adalah
produk
normal
metabolisme
otot
dan
diekskresikan dalam kadar yang cukup konstan, terlepas dari
faktor asupan cairan, diet, dan olah raga.
4) Berat jenis urine
Pemeriksaan berat jenis urine mengukur derajat konsentrasi urine.
Rentang berat jenis urine normal antara 1,003 – 1,030.
5) Analisis gas darah arteri
Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi tentang status
keseimbangan asam basa dan tentang keefektifan fungsi ventilasi
dalam mengakomodasi oksigen-karbon dioksida secara normal.
6) Pemeriksaan pH darah arteri mengukur konsentrasi hidrogen.
Penurunan pH dihubungkan dengan asidosis, dan peningkatan pH
dihubungkan dengan alkalosis. PaCO2 mengukur tekanan parsial
karbon dioksida dalam darah arteri, dan PaO2 mengukur tekanan
parsial oksigen dalam darah arteri. SaO2 mengukur derajat
hemoglobin
yang
disaturasi
oleh
oksigen.
Bikarbonat
mencerminkan porsi pengaturan asam basa ginjal.
b. Diagnosa keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), diagnosa keperawatan
yang berkaitan dengan kebutuhan cairan dan elektrolit adalah:
1. Diare b.d inflamasi gastrointestinal, iritasi gastrointestinal, proses
infeksi, malabsorpsi, kecemasan, tingkat stress tinggi, terpapar
kontaminan,
terpapar
toksin,
penyalahgunaan
laksatif,
penyalahgunaan zat, bakteri pada air, program pengobatan
(analgetik, agen tiroid, pelunak feses, antasida, antibiotik)
2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan
cairan, kelebihan asupan natrium, gangguan aliran balik vena, efek
agen farmakologis (kortikosteroid)
3. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme
regulasi, peningkatan permiabilitas kapiler, kekurangan intake cairan
c. Perencanaan
Menurut Doengoes (2014), intervensi yang tepat untuk kebutuhan cairan
dan elektrolit adalah:
No
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil
Rencana tindakan
keperawatan
1. Diare
b.d
inflamasi Setelah dilakukan tindakan
gastrointestinal,
iritasi keperawatan selama 3 x 24
gastrointestinal, proses jam
infeksi,
1. Observasi dan dokumentasikan
malabsorpsi, teratasi
kecemasan,
diharapkan
dengan
frekuensi, karakteristik, jumlah,
diare
faktor pencetus diare
kriteria
R/
tingkat hasil:
terpapar
yang normal 1x/hari
membedakan
penyakit individual dan mengkaji
stress tinggi, terpapar a. Pola eliminasi defekasi
kontaminan,
membantu
keparahan penyakit
2. Monitor intake cairan dan output
toksin, penyalahgunaan b. Tidak ada darah atau
R/ Untuk mengumpulkan dan
laksatif,
menganalisis data pasien untuk
lendir dalam feses
penyalahgunaan
zat, c. Mukosa bibir lembap
bakteri
air, d. TTV dalam batas normal
pada
mengatur keseimbangan cairan
3.
Berikan
terapi
IV,
sesuai
TD: 120/80 mmHg
program
(analgetik, agen tiroid,
RR: 12-20x/menit
R/ Untuk memberikan hidrasi
pelunak feses, antasida,
Nadi: 60-80x/menit
cairan tubuh secara parenteral
antibiotik)
Suhu: 36,5-37,5
program
pengobatan
4.
Anjurkan
pasien
e. Turgor kulit elastis
menghindari
f. Tidak ada tanda-tanda
makanan pedas, dan makanan
kopi,
yang mengiritasi saluran cerna
dehidrasi
R/ Menghindari diare berlanjut
g. Intake dan output cairan
seimbang
susu,
untuk
5.
Berikan
diet
cair
untuk
mengistirahatkan usus
R/
Menghindari
iritasi,
meningkatkan istirahat usus
6. Anjurkan pasien untuk makan
dalam porsi kecil, tetapi sering
dan
tingkatkan
kepadatannya
secara bertahap
R/
Untuk
menjaga
asupan
makanan yang dibutuhkan tubuh
7. Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi
R/Menurunkan
motilitas
atau
peristaltik usus dan menunjukkan
sekresi
degestif
untuk
menghilangkan kram dan diare
2. Hipervolemia
gangguan
regulasi,
b.d Setelah dilakukan tindakan
mekanisme keperawatan selama 3 x 24
kelebihan jam
R/ haluan urine kurang dari
teratasi
400 ml/24 jam menandakan
cairan, hipervolemia
kelebihan
asupan dengan kriteria hasil:
gangguan
aliran balik vena, efek
agen
farmakologis
(kortikosteroid)
secara akurat
diharapkan
asupan
natrium,
1. Catat asupan intake output
gagal ginjal akut. Intake dan
a. Asupan cairan menurun
output
b. Haluaran urin meningkat
menentukan
400-2000 ml/hari
c. Membran
diperlukan
kebutuhan
mukosa
lembab
d. Tidak ada edema
untuk
penggantian
cairan
dan
mengurangi resiko kelebihan
cairan
2. Timbang berat badan setiap
e. Tidak ada dehidrasi
pagi/sore
f. Tekanan darah membaik
R/ penambahan BB lebih dari
120/80 mmHg
g. Mata tidak cekung
h. Turgor kulit elastis
0,5
kg.hari
menunjukkan
retensi cairan
3. Observasi adanya edema pada
kulit,
wajah
dan
area
dependen
R/
edema
menunjukkan
adanya penumpukan cairan
4. Kolaborasi
dengan
dokter
pemberian
diuretik
seperti
furosemid atau manitol
R/ Diuretik bekerja dengan
mencegah penyerapan garam,
termasuk natrium dan klorida,
di ginjal. Kadar garam juga
mempengaruhi kadar air yang
diserap atau dikeluarkan oleh
ginjal. Dengan cara kerja ini,
garam dan air akan dibuang
dari
tubuh
melalui
pengeluaran urine.
3. Hipovolemia
b.d Setelah dilakukan tindakan
1. Tingktkan
asupan
oral,
kehilangan cairan aktif, keperawatan selama 3 x 24
misalnya sediakan sedotan,
kegagalan
diharapkan
beri cairan/ minum diantara
peningkatan hipovolemia teratasi dengan
waktu makan yaitu susu,air
regulasi,
mekanisme jam
permiabilitas
kekurangan
cairan
kapiler, kriteria hasil:
intake
1. Frekuensi
putih
tetapi
yang
tidak
Nadi
memperburuk kondisi anak,
dalam batas normal (
dan berikan cairan sesuai
70-120 x/menit ), \
kebutuhan
2. Suhu tubuh dalam
R/
Meningkatkan
batas normal ( 36,5
keseimbangan
– 37,5 C
mencegah komplikasi akibat
3. Elastisitas
kulit membaik
turgor
cairan
dan
kadar cairan yang abnormal
atau yang tidak diharapkan
4. Intake
membaik
cairan
(8-8,5
cc/kgBB/hari )
5. Membrane mukosa
lemba
6. Tidak ada rasa haus
yang berlebihan
2. Pantau status hidarsi yaitu
kelembaban
kulit
membran
dan
mukosa,
keadekuatan nadi
R/ mencegah dehidrasi
3. Pemantauan Cairan (pantau
warna, jumlah, dan frekuensi
kehilangan cairan, identifikasi
faktor
pengaruh
baertambah
dehidrasi
terhadap
buruknya
misalnya
karena
obat-obatan, atau stress serta
keadaan cemas).
R/
mengumpulkan
menganalisis
data
untuk
dan
pasien
mengatur
keseimbangan cairan
4. Manajemen Nutrisi (lakukan
hignine
oral
sesuai
kebutuhan, tentukan jumlah
cairan yang masuk dalm 24
jam,
hitung
asupan
yang
diinginkan sepanjang sif pagi,
sore atau malam).
R/
membantu
menyediakan
atau
asupan
makanan dan cairan dalam
diet seimbang
5. Pantau
yang
hasil
laboratorium
relevan
keseimbangan
dengan
cairan,
misalnya kadar hematokrit,
BUN, albumin, protein total,
serta
berat
jenis
(laporkan
urin
abnormalitas
elektrolit)
R/ mengatur dan mencegah
komplikasi akibat perubahan
kadar cairan dan elektrolit.
6. berikan terapi IV (intravena)
sesuai program serta berikan
ketentuan penggantian NGT
berdasarkan haluaran, sesuai
dengan kebutuhan.
R/
memberikan
dan
memantau cairan dan obat
intravena,
serta
mengembangkan
cairan
volume
intravaskular
pasien
yang
pada
mengalami
penurunan volume cairan.
7. anjurkan pasien atau keluarga
untuk
menginformasikan
perawat bila pasien haus,
serta ajarkan keluarga tentang
cara memantau asupan dan
haluaran
(misalnya
dalam
pispot atau urinal)
R/
mengumpulkan
menganalisis
untuk
data
dan
pasien
mengatur
keseimbangan cairan
d. Evaluasi
Tujuan umum diidentifikasi pada kriteria hasil klien, meskipun tujuan
dan kriteria hasil selalu bersifat individual. Perawat dan klien akan
memutuskan apakah tujuan awal disesuaikan, menetapkan tujuan atau
diakhiri.
Evaluasi terhadap gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit secara
umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit dengan ditunjukkan oleh adanya
keseimbangan antara jumlah asupan dan pengeluaran, nilai elektrolit
dalam batas normal, berat badan sesuai dengan tinggi badan atau tidak
ada penurunan, turgor kulit baik, tidak terjadi edema, dan lain
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A. & J. B. Reece. (2008). Biologi, Edisi Kedelapan Jilid 3.
Terjemahan: Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2014). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman
Untuk
Perencanaan
dan
Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Devi.B.K.A. (2017). Anatomi fisiologi dan biokimia keperawatan . Yogyakarta:
PUSTAKABARUPRESS
Harnanto, A,M. & Rahayu,. (2016). Kebutuhan dasar manusia II. Jakarta:
Kemenkes RI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Susanto,
A.
V.,
&
Fitriana,
Y.
Yogjakarta:Pustaka Baru Press.
(2017).
Kebutuhan
Dasar
Manusia.
Download