II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ganesa Nikel Laterit Proses terbentuknya endapan nikel sekunder (laterit) dimulai dengan proses pelapukan pada batuan peridotit. Batuan tersebut banyak mengandung olivin, magnesium silikat, dan besi sillikat yang pada umumnya mengandung 0,3 % nikel. Batuan peridotit sangat mudah terpengaruh oleh proses pelapukan dimana air tanah yang kaya CO2 yang berasal dari udara luar dan tumbuhtumbuhan akan menghancurkan olivin. Penguraian olovin, magnesium, besi, nikel, dan silikat ke dalam larutan, cenderung membentuk suspensi koloid dari partikel-partikel silika. Larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Endapan tersebut akan menghilangkan air dengan membentuk mineral-mineral seperti goethite (FeO(OH)), hematite (Fe2O3), dan cobalt, sehingga besi oksida mengendap dekat dengan permukaan air tanah. Magnesium dan nikel silikat tertinggal di dalam larutan selama air tanah bersifat asam, tetapi jika bereaksi dengan batuan dan tanah maka zat-zat tersebut cenderung mengendap sebagai hidrosilikat. Adanya erosi air tanah asam dan erosi di permukaan akan melarutkan mineral-mineral yang telah terendapkan. Zat-zat tersebut terbawa ke tempat yang lebih dalam, sehingga terjadi pengayaan pada bijih nikel. Kandungan nikel pada saat terendapkan akan semakin bertambah banyak, dan selama itu maknesium tersebar pada aliran air tanah. Proses pengayaan bersifat kumulatif, di mana proses 4 5 dimulai dari batuan yang mengandung 0,25 % nikel, sehingga akan menghasillkan 1,5 % bijih nikel. Keadaan tersebut merupakan kadar nikel yang sudah dapat ditambang, di mana waktu yang diperlukan untuk proses pengayaan tersebut mungkin dalam beberapa ribu tahun atau bahkan berjuta-juta tahun. Nikel laterit yang mempunyai kadar paling tinggi terdapat pada dasar zona pelapukan dan diendapkan pada rekahan di bagian atas dari lapisan dasar batuan (bedrock). Nikel laterit terjadi akibat dari proses pelapukan kimia pada kondisi iklim lembab dengan periode waktu yang lama dimana kondisi tektoniknya stabil (Butt dan Zeegers, 1992). Endapan nikel laterit terdapat pada lapisan bumi yang kaya akan besi. Pembagian yang sempurna dari besi dan nikel ke dalam zona-zona yang berbeda belum diketahui. Pengayaan besi dan nikel terjadi melalui pemindahan magnesium dan silika. Besi di dalam banyak berbentuk mineral ferri oksida yang pada umumnya membentuk gumpalan (disebut limonit). Endapan nikel dapat ditunjukkan dengan adanya jenis limonit tersebut atau sebagai nickel ferrous iron ore. Hal tersebut berlawanan dengan nikel bertipe silikat (yang kadang-kadang disebut sebagai bijih serpentin) di mana pemisahan nikel dan besi lebih baik. Pelapukan akan melarutkan silikat dan unsur-unsur logam dari batuan induk akan menghasilkan bijih nikel limonit. Nikel silikat banyak terbentuk di daerah beriklim tropis seperti Indonesia dan Kaledonia Baru. Daerah tersebut dengan curah hujan cukup tinggi dan banyak tumbuh-tumbuhan yang teruraikan sehingga menimbulkan asam organik dan CO2 pada air tanah. 6 B. Dasar Teori 1. Geometri Jalan Angkut a. Lebar Jalan Angkut Dalam kenyataan sehari-hari, semakin lebar jalan angkut maka semakin aman dan lancar lalu lintas pengangkutan. Umumnya jalan angkut pada tambang dibuat untuk jalur tunggal dengan satu arah atau dua arah. Untuk menghitung lebar jalan angkut dibedakan menjadi dua macam yaitu lebar jalan angkut lurus dan lebar jalan angkut untuk belokan (tikungan). Penentuan lebar jalan angkut lurus dan lebar jalan angkut belokan dalam perhitungan berbeda, dimaksudkan untuk meningkatkan kelancaran dan mencegah terjadinya kecelakaan lalulintas. Adapun rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Lebar jalan angkut lurus Penentuan lebar jalan angkut pada jalur lurus dan tikungan yang didasarkan pada rule of thumb yang dikemukan oleh the American Association of The State Highway and Transportation Officials (AASHTO) manual rural highway design (1973). Untuk menghitung lebar jalan angkut pada jalur lurus dapat menggunakan persamaan sebagai berikut: 𝐿 = (𝑛 𝑋 𝑊𝑡) + (𝑛 + 1) 𝑋 (0,5 𝑋 𝑊𝑡) Dimana : L = lebar jalan angkut minimum (m) n = jumlah jalur yang digunakan (buah) Wt = lebar alat angkut (m) (1) 7 Gambar 1. Sayatan melintang lebar jalan angkut 2. Lebar jalan pada tikungan Lebar jalan tambang pada tikungan selalu lebih besar dari pada lebar pada jalan lurus. Untuk jalur ganda, lebar minimum pada tikungan dihitung dengan mendasarkan pada: 1. Lebar jejak ban 2. Lebar juntai atau tonjolan alat angkut bagian depan dan belakang pada saat membelok 3. Jarak antara alat-alat angkut pada saat bersimpangan 4. Jarak (spasi) alat angkut terhadap tepi jalan. Untuk menghitung lebar jalan angkut pada belokan dapat menggunakan rumus sebagai berikut: (2) W = 2 (U + Fa + Fb + Z) + C C = Z = (U + Fa + Fb) / 2 (3) 8 Dimana : W U Fa Fb C Z = lebar jalan angkut pada tikungan atau belokan (m) = lebar jejak roda (center to center tyre) (m) = lebar juntai depan (m) = lebar juntai belakang (m) = jarak antara dua truk yang akan bersimpangan (m) = jarak sisi luar truk ke tepi jalan (m) b. Jari-jari belokan Jari-jari atau radius tikungan jalan angkut merupakan jari-jari lintas perlengkungan yang dibentuk oleh alat angkut pada saat menikung, besarnya dipengaruhi oleh kecepatan kendaraan dan superelevasi jalan. Besarnya jari-jari belokan minimum pada jalan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: R= V2 127.(e f ) (4) Dimana : e f V R = Superelevasi (mm/m) = friction factor = Kecepatan rencana kendaraan (km/jam) = Jari-jari belokan (m) Kecepatan rencana yang biasa digunakan didaerah tikungan adalah 35 km/jam sedangkan superelevasi maksimum untuk kecepatan lebih besar dari 30 km/jam adalah 10% (menurut Silvia S dalam buku Dasar-dasar Perencanaan Geometrik jalan). 9 Gambar 2. Lebar jalan pada tikungan c. Superelevasi Pada jalan belokan merupakan daerah berbahaya karena pada jalan belokan tersebut dump truck akan mengalami gaya sentrifugal. Untuk mengimbangi gaya tersebut maka pada jalan belokan diperlukan kemiringan jalan atau super elevasi yaitu perbedaan ketinggian tepi jalan terluar dengan tepi jalan bagian dalam pada suatu tikungan. Yang dimaksud dengan super elevasi adalah kemiringan melintang pada belokan jalan. Untuk menghitung besarnya kemiringan (superelevasi) dapat menggunakan rumus sebagai berikut : V2 e+f= 127 R Dimana : e f V R = Super elevasi (mm/m) = Koefisien gesekan melintang maksimum = Kecepatan kendaraan (km/jam) = Jari-jari tikungan (m) (5) 10 d. Derajat lengkung ( ) Maksimum Derajat lengkung adalah besarnya sudut lengkung yang menghasilkan panjang busur 25 m. Semakin besar R semakin kecil dan semakin tumpul lengkung horizontal rencana. Sebaliknya semakin kecil R, semakin besar dan semakin tajam lengkung horizontal yang direncanakan. Ini berarti: maks = maks = 25 x 360 0 2R (6) 1432,39 , R dalam meter R Dengan mengetahui superelevasi maksimum, koefisien gesekan maksimum jalan serta kecepatan rencana maksimum maka didapat derajat lengkung : V2 R= 127 (e maks f maks) maks = 1432,39 V2 ( ) 127 (e maks f maks) maks = 181913,53 (e maks f maks) V2 Dimana : e maks f maks V maks = Superelevasi maksimum, m/m = Koefisien gesekan melintang maksimum = Kecepatan rencana, km/jam = Derajat lengkung maksimum (7) 11 Gambar 3. Derajat lengkung maksimum Diketahui : = Derajat Lengkung R = Jari-jari Tikungan A - B = Panjang Busur (25 m) e. Kemiringan jalan Kemiringan jalan angkut dapat berupa jalan menanjak maupun menurun yang disebabkan perbedaan ketinggian pada jalur jalan. Untuk mengetahui kemiringan jalan dapat penggunakan persamaan sebagai berikut : Grade = 𝛥ℎ 𝑥 100% 𝛥𝑥 Dimana : Δh = beda tinggi antara dua titik yang diukur (m) Δx = jarak datar antara dua titik yang diukur (m) f. Kemiringan Melintang (cross slope) (8) 12 Untuk menghindari agar disaat hujan, air tidak tergenang pada jalan, maka pembuatan kemiringan melintang (cross slope) dilakukan dengan cara membuat bagian tengah jalan lebih tinggi dari bagian tepi jalan. Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap bidang horizontal. Menurut Sukirman, Silvia cross slope ideal pada jalan lurus sebesar 20-40 mm/m. C. Sistem Penambangan 1. Metode Penambangan Sistem penambangan yang digunakan pada PT. Indrabakti Mustika adalah tambang terbuka (Surface Mining) dimana sistem penambangannya bersentuhan langsung dengan udara bebas atau udara luar. Dengan menggunakan metode open cast dimana metode tersebut menggunakan alat mekanis untuk mengupas overburden sesuai dengan keadaan morfologi atau lereng. Metode ini juga biasanya disebut dengan metode countur mining. Bench-bench yang dibuat memiliki ketinggian 2 meter dengan kemiringan rata – rata 60°. 2. Tahapan Penambangan a. Land Clearing Land clearing atau pengupasan vegetasi yang berada di atas daerah yang ingin ditambang dilakukan dengan menggunakan 1 buah buldozer tipe D85E – ss2 dan juga excavator CAT tipe 320. b. Pembuatan Ramp Pembuatan Ram p dilakukan ketika kegiatan penambangan ingin dimulai. Kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah alat-alat mekanis bekerja dan 13 memiliki akses yang baik untuk mengangkat overburden atupun ore ke disposal ataupun ke stockpile. Pembuatan Ramp menggunakan Batuan yang berada di daerah tersebut atau yang biasa disebut dengan quary (kuari). Pengerjaannya menggunakan 1 breaker komatsu tipe pc 200 untuk menghancurkan atau membuat batu ke bentuk yang lebih kecil lalu batuan atau quarry tersebut dimuat oleh 1 excavator tipe hitachi 210 dan diangkut oleh dumptruck hino ranger 500 tipe 260 fd ke tempat yang telah direncanakan. Kemudian batuan tersebut akan diratakan menggunakan 1 bulldozer tipe komatsu D85E – ss- 2 dan 1 buah excavator CAT 320. Setelah itu Ramp tersebut akan dipadatkan menggunakan 1 compactor tipe bomag. c. Pengupasan tanah penutup (Stripping of Overbuden) Overburden merupakan lapisan yang berada diatas lapisan ore. Pengupasan overburden adalah pengupasan tanah penutup agar dapat mengambil ore ataupun material berharga yang berada di bawahnya. Overburden yang memiliki humus yang dapat ditanami oleh tumbuhan atau lebih sering disebut sebagai top soil dipisahkanke tempat yang berbeda dengan overburden yang lain. Overburden tersebut dibawa ke dumping point khusus top soil yang berada di samping disposal sementara yang bukan kategori top soil dibawa ke disposal. d. Selective mine Tahapan setelah pengupasan overburden adalah pengambilan ore atau material berharga,karena penyebaran ore yang sesuai COG (Cut off Grade) tidak merata maka perlu dilakukan kegiatan selective mine. Selective mine adalah kegiatan untuk memilih ore yang sesuai COG pada front tambang.Karena tingkat 14 homogenitas bijih nikel sangat rendah oleh karena perlu dilakukan samplingketika kadar ore tersebut tidak diyakini sesuai COG yang telah ditetapkan oleh PT. Indrabakti Mustika. e. Pengambilan ore Tahapan setelah selective mine adalah pengambilan ore. Pengambilan ore tersebut dilakukan dengan cara seperti memindahkan overburden, yaitu dengan menggunakan beberapa excavator untuk membantu satu excavator yang berada di loading point. Untuk melakukan penggalian ore dari front tambang menggunakan 1 excavator hitachi tipe 210, 1 excavator komatsu pc 200 dan 1 excavator CAT 320 pada loading point untuk memuat materialore ke dumptruck dengan masing – masing fleet menggunakan 10 Dump truck yang terdiri dari 8 hino ranger 500 260 fd dan 2 quester cwe 280.