BAB VI REALISASI PANCASILA A. PENGANTAR Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara, Pandangan Hidup Bangsa, sebagai Filsafat Bangsa, sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia dan fungsi konsekuensi lainnya, yang dalam realisasi berbeda-beda (pengalamannya) tergantung pada memiliki konteksnya. Sebagaimana telah dipahami dari nilai-nilai yang ada dalam kehidupan secara nyata bangsa Indonesia (local wisdom), yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai agama yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri belum membentuk negara. Dalam pengertian inilah maka kausa materialis Pancasila pada hakikatnya adalah bangsa Indonesia. Oleh karena itu berdasar pengertian tersebut, maka realisasi serta pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari secara nyata merupakan suatu keharusan baik secara moral maupun secara hukum. Dalam merealisasikan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, juga harus didasarkan pada pengetahuan tentang Pancasila yang benar. Dengan lain perkataan bahwa jikalau seseorang sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang sila-sila Pancasila, atau bahkan sila-sila saja tidak hafal, maka mustahil dapat mengamalkan serta merealisasikan Pancasila. Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi Pancasila Subjektif yaitu realisasi pada setiap individu, dan aktualisasi Objektif yaitu realisasi dalam segala aspek penyelenggaraan kenegaraan dan hukum. B. Realisasi Pancasila yang Objektif Realisasi serta pengalaman Pancasila yang Objektif yaitu realisasi serta implementasi nilai-nilai Pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan negara, terutama dalam kaitannya dengan penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam praksis penyelenggaraan negara dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam implementasi penjabaran Pancasila yang bersifat objektif adalah merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam kedudukan sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang realisasi kongkritnya merupakan sumber dari segala sumber hukum Indonesia. Oleh karena itu implementasi Pancasila yang objektif ini berkaitan dengan norma-norma hukum dan moral, secara lebih luas dengan norma-norma kenegaraan. Pelaksanaan Pancasila yang subjektif itu dapat terlaksana dengan dengan baik manakala tercapainya suatu keseimbangan kerohanian yang mewujudkan suatu bentuk sinergi dalam suatu bentuk kehidupan yang memiliki keseimbangan kesadaran wajib hukum dengan kesadaran wajib moral. Realisasi dan pengalaman Pancasila secara objektif berkaitan dengan pemenuhan wajib hukum yang memiliki norma-norma yang tertuang dalam suatu sistem hukum positif. Aktualisasi subjektif lebih menentukan keberhasilan aktualisasi pancasila yang objektif, dan tidak sebaliknya. Dapat juga dikatakan bahwa aktualisasi secara objektif itu akan berhasil secara optimal bilamana didukung oleh aktualisasi atau pelaksanaan Pancasila secara subjektif. Hal ini mengandung arti bahwa dalam realisasi Pancasila yang objektif, selain penjabaran nilai-nilai pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan negara juga harus diwujudkan dalam moralitas para penyelenggara negara. C. Penjabaran Pancasila yang Objektif Pengertian penjabaran Pancasila yang objektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik dibidang legislatif, eksekutif maupun yudikatif dan semua bidang kenegaraan dan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan perundangundangan negara Indonesia, hal itu antara lain dapat dirinci sebagai berikut: a) Tafsir Undang-Undang Dasar 1945, harus dilihat dari sudut dasar filsafat negara Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV. b) Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Undang-undang harus mengingat dasar-dasar pokok pikiran yang tercantum dalam dasar filsafat negara Indonesia. c) Tanpa mengurangi sifat-sifat undang-undang yang tidak dapat diganggu gugat, interpretasi pelaksanaannya harus mengingat unsurunsur yang terkandung dalam filsafat negara. d) Interpretasi pelaksanaan undang-undang harus lengkap dan menyeluruh e) Pokok kaidah negara serta pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 juga didasarkan atas asas kerohanian Pancasila. Dalam setiap penentuan kebijaksanaan di bidang kenegaraan antara lain. Bentuk dan Kedaulatan dalam Negara Hukum, perundang-undangan dan pendidikan Sistem Demokrasi Pemerintah dari Pusat sampai Daerah Politik dalam dan luar negri Keselamatan, keamanan dan pertahanan Kesejahteraan Kebudayaan Pendidikan, dan lain sebagainya Tujuan negara Reformasi dan segala pelaksanaannya Pancasila sebagai Dasar Filsafat Pembangunan Nasional Sebagai suatu organisasi maka negara memiliki suatu dasar filsafat sebagai sumber cita-cita serta sumber nilai-nilai bagi segala aspek dalam penyelenggaraan negara, dalam pengertian ini negara memiliki dasar-dasar sebagai sumber cita-cita untuk membangun dorongan untuk membangun dan cara-cara pembangunan pada hakikatnya berpangkal pada cita-cita agar manusia sebagai warga negara hidup dengan lebih sesuai dengan martabatnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna hakikat serta arah dan tujuan pembangunan nasional adalah berdasarkan Pancasila yang bersumber pada hakikat kodrat manusia ‘monopluralis’ yang merupakan esensi dari Pancasila. Sebagaimana telah dipahami bersama bahwa subjekpendukung pokok negara sekaligus subjek pendukung sila-sila Pancasila pada hakikatnya adalah manusia. Maka manusia adalah merupakan ‘dasar ontologis’ pembangunan nasional. Dengan demikian maka hakikat manusia ‘monopluralis’ adalah merupakan dasar pembangunan nasional Indonesia. Oleh karena itu reformasi juga harus mendasarkan oada suatu paradigma yang jelas, dan dalam masalah ini paradigma yang harus diletakkan sebagai basis segala agenda refoemasi adalah dasar filsafat negara, yaitu Pancasila. D. Realisasi Pancasila yang Subjektif Aktualisasi Pancasila yang subjektif adalah pelaksanaan pada setiap pribadi perseorangan, setiap warganegara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia. Aktualisasi Pancasila yang subjektif bagi aktualisasi Pancasila yang subsyaratan bagi aktualisasi Pancasila yang objektif. Dalam pengertian inilah maka fenomena kongkrit yang ada pada seseorang yang berkaitan dengan dikap dan tingkah laku seseorang dalam realisasi Pancasila secara subjektif disebut moral Pancasila. Maka aktualisasi Pancasila yang bersifat subjektif ini lebih berkaitan dengan kondisi objektif, yaitu berkaitan dengan normanorma moral. Dalam pengalaman Pancasila perlu diusahakan adanya suatu kondisi individu akan adanya kesadaran untuk merealisasikan Pancasila. Kesadaran adalah hasil perbuatan akal, yaitu pengalaman tentang keadaankeadaan yang ada pada diri manusia sendiri. Jadi keadaan-keadaan inilah yang menjadikan objek dari kesadaran dan berupa segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pengelaman manusia. Aktualisasi serta pengamalan itu bersifat jasmaniah maupunrohaniah, dari kehendak manusia.