9 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pengertian Perspektif Dalam Pemasaran
Sebagai
ilmu
sekaligus
seni,
pemasaran
(marketing)
mengalami
perkembangan pesat dan dramatis. Berbagai transformasi telah, sedang dan akan
terus berlangsung. Peranan dan arti penting pemasaran semakin diakui dan
disadari oleh para pelaku bisnis. Menurut Keyna (2011) bahkan menegaskan
bahwa “marketing is everything and everything is marketing”. Dengan kata lain,
pemasaran bukan lagi sekedar departemen atau fungsi manajerial dalam sebuah
organisasi. Pemasaran telah menjelma menjadi filosofi dan cara berbisnis yang
berorientasi pada pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan secara efektif,
efisien, dan etis sedemikian rupa sehingga lebih unggul dibandingkan para
pesaing dan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
lingkungan secara umum.
Dinamika lingkungan bisnis merupakan faktor kritis yang wajib di cermati
setiap pemasar, karena setiap perubahan lingkungan bisa menghadirkan peluang
sekaligus ancaman
yang berpotensi mempengaruhi kelangsungan hidup
perusahaan. Gates dan Hemingway (2011) mendeskripsikan dinamika lingkungan
bisnis saat ini sebagai “era velositas”, yang karakteristik utamanya adalah bahwa
informasi, keputusan, dan tindakan akan berlangsung at the speed of thought. Hal
9
ini mengarah pada semakin cepatnya perubahan karakteristik bisnis, semakin
mudahnya akses informasi, berubahnya gaya hidup dan ekspektasi konsumen
terhadap
dunia
bisnis,
serta
makin
cepatnya
perbaikan
kualitas
dan
penyempurnaan proses bisnis. Semuanya ini difasilitasi oleh digitalisasi aliran
informasi yang semakin hari semakin canggih. Implikasinya, perubahan
lingkungan kerapkali terjadi super cepat dan membawa dampak yang tak terduga.
Pemasar yang tidak siap menghadapi kenyataan tersebut bakal terlindas kompetisi
dan terancam kelangsungan hidupnya.
2.1.2 Pengertian Pemasaran Jasa
Pemasaran jasa merupakan disiplin ilmu yang masih relatif baru. Dengan
memiliki sejumlah perbedaan dengan pemasaran barang yang sudah umum
dikenal. Oleh karena itu, pengertian mengenai jasa untuk merumuskannya melalui
beberapa definisi.
Menurut Kotler (2009:476) merumuskan jasa sebagai setiap tindakan atau
untuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara
prinsip intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menyebabkan perpindahan
kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan bisa juga tidak terikat pada
suatu produk fisik.
Zeithaml dan Bitner (2009:5) mendefinisikan jasa itu mencakup semua
aktivitas ekonomi yang keluarannya bukanlah produk atau konstruksi fisik, yang
secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu yang sama, dan
nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan, hiburan, kecepatan
dan kesehatan) yang secara prinsip intangible bagi pembeli pertamanya.
Sedangkan menurut Payne (2012:6) merumuskan jasa sebagai aktivitas
ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai atau manfaat) intangible yang
berkaitan dengannya, yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau
dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan.
Perubahan dalam kondisi bisa saja muncul dan produksi suatu jasa bisa memiliki
atau bisa juga tidak mempunyai kaitan dengan produk fisik.
2.1.3 Karakteristik Jasa
Barang dan jasa itu memiliki sejumlah perbedaan dan untuk mendapatkan
gambaran yang jelas mengenai karakteristik jasa. Maka digunakan metode
komparasi antara barang dan jasa. Komparasi yang dimaksud mengarah kepada
sejumlah karakteristik jasa yang berbeda secara kontras dengan karakteristik
barang beserta implikasi manajemen dan pemasarannya.
Zeithaml dan Bitner (2009:19) menggambarkan perbedaan karakteristik
barang dan jasa yang mencakup intangibilitas, keberagaman, simultanitas
produksi dan konsumsi jasa dan kerentanan (perishability).
1. Intangibilitas (Intangibility)
Jasa itu lebih merupakan tindakan, proses-proses atau untuk kerja bukannya
merupakan objek. Namun jasa sering mencakup tindakan tangible. Dan
sebagai konsekuensi-konsekuensi yang muncul akibat dari sifat intangible
ini sebagai berikut :
a. Jasa tidak bisa dilihat, dirasakan, dicicipi atau disentuh seperti yang
dapat kita rasakan dari suatu barang.
b. Karena itu jasa tidak bisa disimpan.
c. Dan akibatnya fluktuasi permintaan jasa sering sulit untuk
dikendalikan.
d. Jasa tidak bisa dipatenkan secara sah, sehingga suatu konsep jasa
akan mudah sekali ditiru oleh pesaing.
e. Jasa juga tidak bisa di display setiap saat atau dengan mudah
dikomunikasikan kepada konsumen, karena itu kualitas jasa
mungkin sulit untuk dinilai oleh konsumen.
f. Penentuan harga jasa juga sulit karena biaya pemrosesan jasa sulit
dibedakan mana yang biaya tetap dan mana yang biaya operasi.
Intigibilitas Jasa
Menyebabkan konsumen :
1. Sulit mengevaluasi berbagai resiko alternatif penawaran jasa
2. Mempersepsikan tingkat resiko yang tinggi
3. Menekan pentingnya sumber informasi informal
4. Menggunakan harga sebagai dasar penilaian kualitas
Membutuhkan respons manajemen berupa :
1. Reduksi kompleksitas jasa
2. Penekanan tangible cues
3. Fasilitasi rekomendasi dari mulut ke mulut
4. Fokus pada kualitas jasa
Gambar 1
Implikasi Intangibilitas Jasa
2. Keberagaman
Selain keluarannya intangibel, keluaran jasa juga bervariasi (heterogen)
sehingga jasa sulit distandarisasikan. Sebab setiap individu konsumen itu
ingin dipenuhi keinginannya dengan cara yang berbeda-beda (tidak ada dua
konsumen yang sama) sebelum maupun selama jasa yang diinginkan
konsumen itu diproses. Setiap konsumen mempunyai permintaan yang unik
atau ingin mengalami jasa dalam cara yang unik pula. Karena jasa itu
berupa suatu untuk kerja, dan sering dikerjakan oleh manusia maka tidak
ada dua keluaran jasa yang sama. Pengertian yang ada keberagaman jasa
dipicu oleh interaksi manusia (antara karyawan dan karyawan sendiri serta
antara karyawan dan konsumen) dengan segala perbedaan harapan dan
persepsi yang menyertai interaksi itu.
3. Simultanitas Produksi dan Konsumsi (Inseparability)
Karakteristik antara produksi dan konsumsi jasa berbeda dengan
karakteristik barang. Barang biasanya dibuat kemudian dijual dan
dikonsumsi. Sementara itu, banyak jasa dijual terlebih dahulu baru
kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara simultan. Konsumen sering
berinteraksi dengan konsumen lainnya selama proses jasa berlangsung dan
bisa mempengaruhi pengalaman konsumen yang lain.
Inseparabilitas Jasa
Menyebabkan konsumen :
1. Menjadi co-producers jasa
2. Seringkali menjadi co-consumers suatu jasa dengan konsumen
lainnya
3. Sering harus melakukan perjalanan untuk mencapai lokasi produksi
jasa
Membutuhkan respons manajemen berupa :
1. Upaya memisahkan produksi dan konsumsi
2. Manajemen interaksi konsumen dan produsen
3. Penyempurnaan sistem penyampaian jasa
Gambar 2
Implikasi Inseparabilitas Jasa
4. Kerentanan
Jasa tidak bisa disimpan, dijual lagi atau dikembalikan. Kerentanan tersebut
membuat jasa sulit untuk disimpan. Persediaan jasa sulit dilakukan, karena
itu
peramalan
permintaan
dan
perencanaan
yang
kreatif
dalam
menggunakan fasilitas jasa merupakan hal yang sangat penting dan
memerlukan keputusan yang bijaksana. Kenyataan bahwa jasa itu biasanya
tidak bisa dikembalikan atau dijual kembali mengimplikasikan perlu
disususnya strategi
terjadi kesalahan.
perbaikan (recovery) yang akan digunakan
ketika
2.1.4 Klasifikasi Jasa
Jasa diklasifikasikan berdasarkan beragam kriteria, menurut Lovelock (2012)
jasa dapat diklasifikasikan sebagai berikut ini :
1. Berdasarkan sifat tindakan jasa
Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu,
dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sifat tindakan jasa (tangible
actions dan intangible actions) sedangkan sumbu horizontalnya merupakan
penerimaan jasa (manusia dan benda).
2. Berdasarkan hubungan dengan pelanggan
Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu,
dimana sumbu vertikalnya menunjukkan tipe hubungan antara perusahaan
jasa dan pelanggannya (status keanggotaan dan hubungan temporer).
Sedangkan sumbu horizontalnya sifat penyampaian jasa (penyampaian
secara berkesinambungan dan penyampaian diskrit).
3. Berdasarkan tingkat customization dan kemampuan mempertahankan
standar konstan dalam penyampaian jasa
Jasa diklasifikasikan berdasarkan dua sumbu utama, yaitu tingkat
customization karakteristik jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan
individual (tinggi dan rendah) dan tingkat kemampuan penyedia jasa
dalam mempertahankan standar yang konstan (tinggi dan rendah).
4. Berdasarkan sifat permintaan dan penawaran jasa
Jasa diklasifikasikan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu,
dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sejauh mana penawaran jasa
menghadapi masalah sehubungan dengan terjadinya permintaan puncak
(permintaan puncak dapat dipenuhi tanpa penundaan berarti dan
permintaan puncak biasanya melampaui penawaran). Sedangkan sumbu
horizontalnya adalah tingkat fluktuasi permintaan sepanjang waktu (tinggi
dan rendah).
5. Berdasarkan metode penyampaian jasa
Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu,
dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sifat interaksi antara pelanggan
dan perusahaan jasa (pelanggan mendatangi perusahaan jasa ; perusahaan
jasa mendatangi pelanggan ; serta pelanggan dan perusahaan jasa
melakukan transaksi melalui surat atau media elektronik). Sedangkan
sumbu horizontalnya adalah ketersediaan outlet jasa (single site dan
multiple sites).
2.1.5 Kualitas Jasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualitas didefinisikan sebagai
tingkat baik buruknya sesuatu. Kualitas dapat pula didefinisikan sebagai tingkat
keunggulan, sehingga kualitas merupakan ukuran relatif kebaikan. Kualitas itu
sendiri sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan. Artinya, kualitas didasarkan pada
pengalaman aktual pelanggan atau konsumen terhadap jasa yang diukur
berdasarkan persyaratan-persyaratan tersebut. Maka jasa harus memiliki tingkat
kualitas tertentu karena untuk memenuhi atau memuaskan pemakainya yang tidak
lain konsumen tersebut.
Menurut Tjiptono (2008:252) kualitas jasa merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi.
Kualitas jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan keinginan yang
diharapkan konsumen, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan.
Apabila jasa yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas jasa
dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih
rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Baik
atau tidaknya kualitas jasa bergantung akan kemampuan penyedia jasa agar dapat
memenuhi harapan konsumennya secara konsisten serta berulang. Dan kualitas
jasa lebih sulit didefinisikan, dijabarkan dan diukur apabila dibandingkan dengan
kualitas barang. Bila ukuran kualitas dan pengendalian kualitas telah
dikembangkan dan diterapkan untuk barang-barang berwujud (tangible goods),
maka jasa itu sendiri dalam upaya dikembangkan agar dapat dirumuskan ukuranukuran semacam itu. Maka dilakukan perbedaan antara kualitas barang dan
kualitas jasa, yang dijelaskan tabel 1 berikut ini :
Tabel 1
Perbedaan Antara Kualitas Barang dan Kualitas Jasa
Kualitas Barang
Kualitas Jasa
1. Dapat secara obyektif diukur dan
ditentukan oleh pemanufaktur
1. Diukur secara subyektif dan selalu
ditentukan konsumen
2. Kriteria pengukuran lebih mudah
disusun dan dikendalikan
2. Kriteria pengukuran lebih sulit
disusun dan sering sulit
dikendalikan
3. Standarisasi kualitas dapat
diwujudkan melalui investasi pada
otomatisasi dan teknologi
3. Kualitas sulit distandarisasikan dan
membutuhkan investasi besar pada
pelatihan sumber
4. Lebih mudah
mengkomunikasikan kualitas
4. Lebih sulit mengkomunikasikan
kualitas
5. Dimungkinkan untuk melakukan
perbaikan pada produk cacat
guna menjalin kualitas
5. Pemulihan atas jasa yang buruk sulit
dilakukan karena tidak dapat
mengganti jasa-jasa yang cacat
6. Kualitas pengukuran lebih mudah
disusun dan dikendalikan
6. Bergantung pada komponen
tambahan untuk merealisasikan
kualitas
7. Kualitas dimiliki dan dinikmati
(enjoyed)
7. Kualitas dialami (experienced)
Sumber : Tjiptono (2008:257)
Jasa bersifat intangible dan lebih dari proses yang dialami pelanggan secara
subjektif, dimana aktifitas produksi dan konsumsi berlangsung pada waktu yang
bersamaan. Pada hakikatnya definisi kualitas jasa berfokus upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan, serta ketepatan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Tjiptono (2008:259) ada 3 macam tipe
harapan pelanggan yaitu :
1. Will Expectation adalah tingkat kinerja yang diproduksi atau diperkirakan
konsumen akan diterimanya, berdasarkan semua informasi yang diketahui.
2. Should Expectation adalah tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya
diterima konsumen.
3. Ideal Expectation adalah tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan
dapat diterima konsumen.
Keunggulan suatu produk jasa tergantung dari keunikan serta kualitas yang
diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sesuai dengan harapan dan keinginan
konsumen. Menurut Kotler (2009:228) membagi macam-macam jasa sebagai
berikut :
1. Barang berwujud murni
Hanya terdiri dari barang berwujud seperti buku, pensil, penghapus. Tidak ada
jasa yang menyertai produk tersebut.
2. Barang berwujud yang disertai jasa
Terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu atau lebih untuk jasa
guna mempertinggi daya tarik konsumen. Contohnya : produsen sepeda motor
tidak hanya menjual sepeda motor saja, melainkan juga menjual kualitas dan
pelayanan kepada konsumennya (reparasi, jual suku cadang, pelayanan pasca
jual).
3. Campuran
Disini terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Contohnya :
Restoran cepat saji yang didukung oleh makanan, kebersihan, pelayanan dan
fasilitas yang mendukung saat ini.
4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan
Disini terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan atau barang pelengkap.
Contoh : penumpang kereta api membeli jasa transportasi dan mereka sampai
pada tempat tujuan tanpa sesuatu hal tidak berwujud dan memperlihatkan
pengeluaran. Namun, dalam perjalanan tersebut menyertai barang-barang yang
sifatnya berwujud misalnya : makanan, minuman, pemeriksaan tiket dan
majalah profil kereta api.
5. Jasa Murni
Hanya terdiri dari jasa. Contohnya : jasa penitipan anak dengan fasilitasnya,
pengacara, notaris.
Sedangkan menurut Lupiyoadi (2011:144) kualitas produk atau jasa adalah
sejauh mana produk atau jasa memenuhi spesifikasi-spesifikasinya. Konsep
kualitas jasa pada dasarnya bersifat relatif, dimana tergantung dari perspektif yang
digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi.
Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam
riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality). SERVQUAL
dibangun dari perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas
pelayanan atau layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan
layanan yang sesungguhnya diharapkan atau diinginkan (expected service).
Menurut Zeithaml dan Bitner (2009:82) dalam salah satu studi mengenai
SERVQUAL, disimpulkan terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut
ini :
1. Keandalan (Reliability)
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan
janjinya mendekati akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan
pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua
pelanggan tanpa perbedaan, sikap yang simpatik, dan akurasi yang tinggi.
2. Daya Tanggap (Responsiviness)
Yaitu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan
tepat kepada konsumen, dengan menyampaikan informasi yang jelas dan
mudah dipahami serta tanggap terhadap segala keluhan serta keinginan yang
diharapkan oleh konsumen.
3. Jaminan (Assurance)
Yaitu
pengetahuan,
kesopansantunan
dan
kemampuan
para
pegawai
perusahaan dalam bersikap serta berbicara agar menumbuhkan rasa percaya
kepada konsumen terhadap perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen
sebagai berikut ini : komunikasi (communication), kredibilitas (credibility),
keamanan (security), kompetensi (competence), sopan santun (courtesy).
4. Empati (Emphaty)
Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan sifatnya secara individual atau
pribadi yang diberikan kepada para konsumen yang menggunakan jasa
perusahaan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu
perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang
konsumennya, memahami kebutuhan konsumen secara spesifik, serta memiliki
waktu pengoperasian yang nyaman bagi konsumen.
5. Bukti Fisik (Tangible)
Yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk menujukkan eksistensinya kepada
pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik
perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari
pelayanan yang diberikan oleh pihak pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik
(gedung, gudang, ruang tunggu dan lain sebagainya), peralatan yang digunakan
dan sarana angkutan (teknologi) serta penampilan dari pegawai yang bersih,
rapi dan sopan.
Dalam model SERVQUAL (Service Quality) kualitas jasa di definisikan
sebagai penilaian atau sikap global berkenaan dengan superioritas suatu jasa.
Menurut Tjiptono (2008:262). Definisi ini berdasarkan tiga landasan konseptual
utama meliputi :
1. Kualitas jasa lebih sukar di evaluasi konsumen daripada kualitas barang.
2. Persepsi terhadap kualitas jasa merupakan hasil dari perbandingan antara
harapan konsumen dengan kinerja aktual jasa.
3. Evaluasi kualitas jasa tidak hanya dilakukan atas hasil jasa, namun juga
mencakup evaluasi terhadap proses penyampaian jasa.
Teori kepuasan konsumen selalu didasarkan upaya untuk penyempitan gap
antara keadaan yang diinginkan (harapan) dengan keadaan sebenarnya yang
dihadapi. Harapan konsumen dapat dibentuk melalui komunikasi perusahaan
dengan konsumen. Selanjutnya harapan itu akan meningkat bahkan menurun
setelah konsumen berkomunikasi atau berinteraksi dengan konsumen lain. Secara
singkat Zeithaml dan Bitner (2009:87) menyebutnya Gap Kualitas Jasa.
Model SERVQUAL meliputi analisis lima Gap yang berpengaruh terhadap
jasa, berikut gambar gap-gap yang berpengaruh terhadap jasa yang dijelaskan
pada gambar 3 berikut ini :
Sumber : Valerie A. Zeithmal & Leonard L. Berry (2009:87)
Gambar 3
Analisis Lima Kesenjangan (Model GAP Kualitas Jasa)
Dengan berbagai faktor, seperti subjektivitas pemberi jasa, keadaan
psikologis konsumen maupun pemberi jasa, kondisi lingkungan eksternal dan
tidak jarang memainkan peranannya masing-masing. Maka jasa sering
disampaikan dengan cara berbeda dengan apa yang dipersepsikan oleh konsumen.
Dari sini perbedaan cara penyampaian tentang apa yang dipersepsikan konsumen
mencakup lima perbedaan sebagai berikut :
1.
Gap Antara Harapan Konsumen – Persepsi Manajemen
2. Gap Antara Persepsi Manajemen – Harapan Akan Kualitas Jasa
3. Gap Antara Kualitas Jasa Yang Diharapkan – Penyampaian Jasa
4. Gap Antara Penyampaian Jasa – Komunikasi Eksternal ke Konsumen
5. Gap Antara Jasa yang Diharapkan – Jasa Yang Diterima
Gap 5 adalah penyimpangan kualitas jasa yang dilihat oleh konsumen,
sementara Gap 1 sampai dengan Gap 4 adalah penyimpangan yang terjadi di
dalam organisasi jasa. Sedangkan Gap 1 sampai dengan Gap 4 memberi
kontribusi terhadap Gap 5.
KETERANGAN :
Gap 1 : Gap Antara Harapan Konsumen dengan Persepsi Manajemen
Gap ini muncul sebagai akibat dari ketidaktahuan manajemen tentang kualitas
jasa macam bagaimana dan apa yang diharapkan konsumen. Sehingga
ketidaktahuan membawa dampak konsekuensi kurang baiknya desain dan standar
jasa. Karena desain dan standar kurang baik, maka cara penyampaian jasa pun
tidak dapat terstandarisasi dengan baik. Kesenjangan ini terjadi karena kurangnya
orientasi penelitian pemasaran, pemanfaat yang tidak memadai atas temuan
penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan pelanggan,
komunikasi dari bawah ke atas yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya
tingkatan manajemen.
Gap 2 : Gap Antara Persepsi Manajemen tentang Harapan Konsumen dan
Spesifikasi Kualitas Jasa
Gap ini muncul karena para manajer menetapkan spesifikasi kualitas jasa
berdasarkan apa yang mereka percayai sebagai keinginan konsumen. Padahal
pendapat belum tentu akurat dengan banyaknya organisasi jasa yang telah
memfokuskan tekanan kualitas teknis. Akar dari gap ini tidak adanya interaksi
langsung antara manajemen dengan konsumen, ketidakinginan manajemen untuk
menanyakan harapan konsumen, dan ketidaksiapan manajemen dalam mengatur
keduanya.
Gap 3 : Gap Antara Spesifikasi Kualitas Jasa dengan Jasa yang Disajikan
Gap ini muncul pada jasa yang sistem penyampaiannya sangat bergantung
kepada karyawan. Persepsi yang akurat tentang harapan konsumen untuk kualitas
penyajian jasa yang terbaik. Dan gap ini mengindikasikan perlu ditetapkan desain
dan standar jasa yang berorientasi kepada konsumen. Standar yang dimaksud
beriorientasi pada konsumen dibangun berdasarkan kepada keperluan pokok
konsumen yang mudah dipahami dan
diukur oleh konsumen. Serta standar-
standar terdiri dari standar operasi yang ditetapkan sesuai harapan dan prioritas
konsumen daripada dengan kepentingan perusahaan yang menyangkut efektifitas
dan efisiensi.
Gap 4 : Gap Antara Penyampaian Jasa Aktual dengan Komunikasi
Eksternal Kepada Konsumen
Janji-janji yang disampaikan perusahaan jasa melalui media periklanan,
media cetak, tenaga penjualan dan komunikasi secara potensial bukan hanya
untuk meningkatkan harapan yang dijadikan sebagai standar kualitas jasa yang
diterima konsumen. Tetapi juga meningkatkan persepsi tentang jasa yang akan
disampaikan. Persepsi konsumen bisa juga ditingkatkan bila perusahaan mendidik
mereka untuk menjadi pengguna jasa yang lebih baik dan perusahaan-perusahaan
jasa
sering
gagal
untuk
memanfaatkan
kesempatan-kesempatan
untuk
memperbaiki persepsi konsumen.
Gap 5 : Gap Antara Jasa Yang Diharapkan Dengan Yang Secara Aktual
Diterima
Gap ini menjelaskan perbedaan antara untuk kerja dengan kenyataannya
mengenai persepsi yang dimiliki konsumen. Persepsi secara subyektif tentang
kualitas antara yang dimiliki konsumen dan produsen jasa adalah sama. Akan
tetapi karena berbagai faktor yang muncul selama proses penyajian jasa (melalui
berbagai tahapan) berlangsung, maka pada akhir proses penyajian jasa persepsi
konsumen dan produsen tentang kualitas jasa yang dimaksud berbeda. Model gap
ini sebenarnya memberikan kerangka kerja untuk mengembangkan pemahaman
yang lebih baik tentang sebab-sebab munculnya persoalan berantai tentang
kualitas jasa, identifikasi kegagalan-kegagalan kualitas jasa dan menentukan
upaya yang baik untuk menutup gap-gap tersebut.
Adapun tinjauan lebih lanjut, pencapaian kepuasan pelanggan melalui
kualitas pelanggan, dapat ditingkatkan dalam berbagai pendekatan yang
dikemukakan oleh Kotler dalam Lupiyoadi (2011:158) berikut ini :
1. Memperkecil kesenjangan-kesenjagan yang terjadi antara pihak manajemen
dan konsumen. Misalnya, melakukan penelitian dengan metode customer
focus dengan menyebarkan kuesioner dalam beberapa waktu guna untuk
mengetahui persepsi pelayanan menurut pelanggan.
2. Perusahaan harus mampu membangun komitmen yang kuat bersama dengan
menciptakan visi perbaikan proses pelayanan. Yang dimaksud adalah
memperbaiki cara berfikir, perilaku, kemampuan dan pengetahuan dari semua
sumber manusia yang ada.
3. Memberi kesempatan konsumen untuk menyampaikan keluhan dengan
membentuk complaint and sugsestion system, misalnya hotline bebas pulsa.
4. Mengembangkan dan menerapkan accountable, proactive dan partnership
marketing sesuai dengan pemasaran. Perusahaan menghubungi konsumen
setelah proses pelayanan terjadi untuk mengetahui kepuasan dan harapan
pelanggan (accountable). Perusahaan menghubungi konsumen dari waktu ke
waktu untuk mengetahui perkembangan pelayanan (proactive). Sedangkan
partnership marketing dimana pendekatan perusahaan untuk membangun
kedekatan dengan konsumen yang bermanfaat meningkatkan citra dan posisi
perusahaan di pasar.
2.1.6 Konsep Perilaku Konsumen
1. Pengertian Perilaku Konsumen
Menurut Kotler (2009:201) perilaku konsumen (costumer behavior)
didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu secara langsung terlibat dalam
mendapatkan dan mempergunakan barang-barang serta jasa-jasa, termasuk di
dalamnya proses pengambilan keputusan pada penentuan kegiatan tersebut.
Analisa perilaku konsumen yang realistis hendaknya menganalisa prosesproses yang tidak dapat atau sulit diamati dengan menyertai setiap pembelian.
Perilaku pembelian mengandung dua pengertian yaitu :
1. Bila diterapkan pada perilaku konsumen lebih menunjukkan kegiatankegiatan individu yang secara langsung terlihat dalam pertukaran dengan
barang-barang dan jasa-jasa serta dalam proses pengambilan keputusan
yang menentukan kegiatan pertukaran itu.
2.
Pengertian yang mempunyai arti khusus yaitu perilaku konsumen
(customer behavior) yang digunakan sebagai sebutan yang lebih inklusif
dibanding perilaku konsumen.
Rangsangan
Rangsangan
Ciri-ciri
Proses
Pemasaran
Lain
pembeli
Keputusan
- Produk
- Harga
- Saluran
Pemasaran
- promosi
- ekonomi
- teknologi
- politik
- budaya
Keputusan
Pembeli
Pembeli
-
Budaya
Social
Pribadi
Psikologi
- pemahaman
masalah
- pencarian
informasi
- Pemilihan
alternative
- Keputusan
pembelian
- Perilaku
pasca
pembelian
- Pemilihan
produk
- Pemilihan
merek
- Pemilihan
saluran
pembelian
- Penentuan
waktu
pembelian
- Jumlah
pembelian
Sumber : Kotler (2009:203)
Gambar 4
Model Perilaku Konsumen
Gambar diatas memperlihatkan titik tolak untuk memahami perilaku pembeli,
yaitu model rangsangan tanggapan. Rangsangan pemasaran dan lingkungan
masuk kesadaran pembeli. Karakteristik pembeli dan proses pengambilan
keputusannya akan menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Tujuan pemasar
adalah memahami apa yang terjadi pada kesadaran pembeli sejak masuknya
rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut Kotler (2009:153) faktor yang mempengaruhi Perilaku Konsumen
antara lain :
a. Faktor Budaya
Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
b. Faktor Sosial
Peran status, kependudukan orang di masing-masing kelompok dapat
ditentukan berdasarkan peran dan status. Peran meliputi kegiatan
yang
diharapkan
peran
akan
dilakukan
oleh
seseorang.
Masing-masing
konsumennya.
Pemasar
menghasilkan status.
c. Faktor Pribadi
Pekerjaan,
mempengaruhi
pola
berusaha
mengidentifikasi kelompok bahkan dapat mengkhususkan produknya untuk
kelompok profesi tertentu.
d. Faktor Psikologis
Pembelajaran, proses belajar pada suatu pembelian terjadi apabila konsumen
ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasan atau sebaliknya, tidak
terjadi apabila konsumen merasa dikecewakan produk atau jasa yang kurang
baik.
2.1.7
Kepuasan Konsumen
Kepuasan konsumen adalah sejauh mana tingkat produk dipersepsikan sesuai
dengan harapan pembeli menurut Kotler dan Amstrong (2008:23). Kepuasan
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja
(hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapan, maka pelanggan
kita tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, maka pelanggan puas. Jika
kinerja melebihi harapan, maka pelanggan amat puas atau senang menurut Kotler
dan Keller (2007:70).
Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para
pelanggan yang merasa puas menurut Tjiptono (2008:21). Terciptanya kepuasan
pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya hubungan antara
perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik
bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu
rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi
perusahaan menurut Tjiptono (2008:24).
Strategi kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus berusaha keras
dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu
perusahaan. Satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa kepuasan
pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik
menyangkut dana maupun sumber daya manusia. Menurut Tjiptono (2008:40).
Dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan, pada
akhirnya akan bermuara pada nilai yang akan diberikan oleh konsumen mengenai
kepuasaan yang dirasakan. Menurut Lupiyoadi (2011:158) kepuasan merupakan
tingkat perasaan di mana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja
produk atau jasa yang diterima dan yang diharapkan.
Dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama
yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Kelima faktor adalah sebagai berikut :
1. Kualitas Produk
Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Kualitas Pelayanan
Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik
atau sesuai yang diharapkan.
3. Emosional
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain
akan kagum apabila menggunakan produk dengan merek tertentu yang
cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang
diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self-esteem
yang membuat pelanggan puas terhadap merek tertentu.
4. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang
relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.
5. Biaya
Pelanggan tidak perlu mengeluarkan imbalan atau tidak perlu membuang
waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap
produk atau jasa itu.
Menurut Tjiptono dan Chandra (2009:198) menguraikan bahwa kepuasan
pelanggan adalah respon konsumen pada evaluasi persepsi terhadap perbedaan
antara ekspektasi awal atau standar kinerja tertentu dan kinerja aktual produk
sebagaimana dipersepsikan setelah konsumsi produk .
Konsumen akan lebih suka mempertahankan suatu hubungan hingga menjadi
konsumen yang loyal terhadap pemakaian suatu barang atau jasa. Apabila yang
diperoleh dari hubungan itu (kualitas, kepuasan, benefit khusus) melebihi dari
yang diberikan (biaya atau pengorbanan yang bersifat moneter dan non monoter).
Beberapa cara untuk mengukur kepuasan pelanggan, yang Tjiptono dan Diana
(2009:105) dengan empat metode sebagai berikut ini :
1. Sistem keluhan dan saran (Complaint and Suggetion System)
Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu
memberi kesempatan yang luas kepada pelanggannya untuk menyampaikan
saran, pendapat dan keluhan yang dialami oleh pelanggan. Adapun media yang
digunakan berupa kotak saran, kartu komentar, customer hotline dan saluran
telepon bebas pulsa. Sehingga informasi yang diberikan pelanggan kepada
perusahaan sangat berguna untuk masukan serta perbaikan agar dapat bereaksi
cepat maupun tanggap di dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul.
Tetapi ada kesulitan untuk metode ini yang bersifat pasif, dimana sulit
mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan dan tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan
keluhannya, bahkan ada juga yang berpindah membeli ke perusahaan lain. Dari
sini upaya untuk mendapatkan saran dan hubungan jangka panjang yang baik
dari
pelanggan cukup sulit diwujudkan, terlebih apabila perusahaan tidak
memberi timbal balik serta tindak lanjut kepada pelanggan tersebut.
2. Survei kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction Surveys)
Perusahaan melakukan survei dengan tujuan yang diperoleh berupa tanggapan
dan umpan balik secara langsung dari pelanggan. Dan survey ini dilakukan
adanya tanda atau signal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian kepada
pelanggannya melalui pos, telepon, wawancara pribadi atau pelanggan diminta
mengisi angket.
3. Pembeli Bayangan (Ghost Shopping)
Perusahaan mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) dengan tujuan
sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan keunggulan dan kelemahan
pelayan yang melayaninya. Dapat juga melaporkan segala sesuatu yang
bermanfaat sebagai bahan untuk pengambilan keputusan oleh manajemen.
Bahkan bukan orang lain yang disewa untuk menjadi pembeli bayangan tetapi
manajer perusahaan terjun secara langsung menjadi ghost shopper (dengan
syarat karyawan lain tidak boleh mengetahuinya). Karena pengalaman manajer
yang dilakukan dengan terjun secara langsung sangat berguna untuk
mengetahui data dan informasi yang diperoleh berdasarkan pengalamannya.
4. Analisa pelanggan yang lari (Lost Customer Analysis)
Menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli maupun berpindah
ke perusahaan lain, agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi sekaligus
mengadakan penyempurnaan. Dengan mengevaluasi adakah sesuatu masalah
yang terjadi sehingga tidak dapat diatasi atau terlambat diatasi. Dari hubungan
semacam ini maka informasi diperoleh untuk memperbaiki kinerja perusahaan
dengan mengetahui kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.
2.1.8 Penelitian Terdahulu
Nama
& Tahun
Peneliti
Tamara Aulia
(2011)
Judul
Variabel
Pengaruh
Keandalan
Kualitas
(reliability),
Pelayanan
Daya tanggap
terhadap
(responsiviness),
Kepuasan
Jaminan
Pengguna Jasa
(assurance),
pada PT.
Empati
Pelabuhan
(emphaty), dan
Indonesia IV
Bukti fisik
(persero)
(tangible)
Cabang
Terminal
Petikemas di
Makassar
Analisis
Sylvia
Keandalan
Faktor
Ratna Eliza
(reliability),
Kepuasan
(2012)
Daya tanggap
Konsumen
(responsiviness),
atas
Jaminan
Pelayanan
(assurance),
Jasa PT. PLN
Empati
(persero) Area
Pelayanan dan (emphaty), dan
Jaringan
Bukti fisik
(APJ)
(tangible)
Surabaya
Utara Rayon
Perak” dengan
sampel
pelanggan PT.
PLN (persero)
Area
Pelayanan dan
Jaringan
(APJ)
Surabaya
Utara Rayon
Perak
Alat Analisis
Hasil Penelitian
Analisis
regresi linear
berganda
Sampel
pengguna jasa
petikemas,
menyimpulkan
bahwa kualitas
pelayanan
berpengaruh
dengan
kepuasan
pengguna jasa
dengan teknik
menggunakan
non random
sampling.
Berpengaruh
positif dan
signifikan
dengan
kepuasan
konsumen
dengan subyek
penelitian yang
digunakan
adalah bidang
jasa
Analisis
regresi linear
berganda
Joko Priyono
(2004)
Peranan
Perbaikan
Kualitas
Layanan
terhadap
Peningkatan
Kepuasan
Konsumen
PT. Astra
Internasional
Isuzu di
Surabaya
Keandalan
(reliability),
Daya tanggap
(responsiviness),
Jaminan
(assurance),
Empati
(emphaty), dan
Bukti fisik
(tangible)
Analisis
regresi linear
berganda
Gambar 5
Analisis Penelitian Terdahulu
Hubungan
antara varibel
kualitas layanan
terhadap
variabel
kepuasan
konsumen maka
kontribusi
variabel bebas
secara simultan
mampu
menjelaskan
pengaruh
terhadap
kepuasan
konsumen.
2.2 Rerangka Pemikiran
Berdasarkan penelitian terdahulu maka penulis dapat memperoleh gambaran
dalam melakukan analisis berdasarkan tinjauan teori dan melihat penelitian
terdahulu yang telah dibaca sebagai analisis untuk memecahkan masalah yang
terdapat dalam rumusan masalah yang dikemukakan oleh peneliti. Dari sudut
pandang studi teori, peneliti dapat memahami langkah-langkah ataupun konsep
yang digunakan untuk menganalisis pengaruh kualitas pelayanan sesuai dengan
perumusan masalah dan hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti.
Rerangka pemikiran yang terdapat pada gambar lima akan memberikan suatu
gambaran peneliti dalam menentukan rumusan masalah. Permasalahan yang akan
diangkat oleh penulis di dalam penelitiannya adalah “Apakah pengaruh kualitas
jasa yang terdiri dari keandalan (reliability), daya tanggap (responsiviness),
jaminan (assurance), empati (emphaty), dan bukti fisik (tangible) yang diberikan
oleh PT. Iratojaya Samudera Indonesia berpengaruh terhadap kepuasan konsumen
jasa bongkar muat ? “. Sesuai dengan studi teori dan rumusan masalah maka
perumusan hipotesis yang akan diajukan oleh peneliti adalah “Diduga bahwa
konsumen merasa puas terhadap pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari
keandalan (reliability), daya tanggap (responsiviness), jaminan (assurance),
empati (emphaty), dan bukti fisik (tangible) pada PT. Iratojaya Samudera
Indonesia”. Maka judul yang diambil untuk skripsi oleh peneliti adalah “Pengaruh
Kualitas Jasa Terhadap Kepuasan Konsumen Jasa Bongkar Muat Pada PT.
Iratojaya Samudera Indonesia”.
Studi Teori
Studi Empirik
-Jasa merupakan suatu kegiatan yang
memiliki
beberapa
unsur
ketidakberwujudan (intangibility) yang
melibatkan beberapa interaksi dengan
property dalam kepemilikannya, dan
tidak
menghasilkan
transfer
kepemilikan. Payne (2012:28).
-Tamara Aulia (2011), meneliti tentang
pengaruh kualitas pelayanan terhadap
kepuasan konsumen jasa petikemas
pada PT. Pelabuhan Indonesia IV
(persero) Cabang Terminal Petikemas
di Makassar.
- Sylvia Ratna Eliza (2012) Analisis
Faktor Kepuasan Konsumen atas
Pelayanan Jasa PT. PLN (persero) Area
Pelayanan
dan
Jaringan
(APJ)
Surabaya Utara Rayon Perak” dengan
sampel pelanggan PT. PLN (persero)
Area Pelayanan dan Jaringan (APJ)
Surabaya Utara Rayon Perak
-Terdapat lima dimensi SERVQUAL
yaitu keandalan, daya tanggap,
jaminan, empati dan bukti fisik.
Lupiyoadi (2011:148).
- Joko Priyono (2004) Peranan
Perbaikan Kualitas Layanan terhadap
Peningkatan Kepuasan Konsumen PT.
Astra Internasional Isuzu di Surabaya.
Permasalahan
Hipotesis
Uji Statistik
Hasil
Gambar 6
Rerangka Pemikiran
2.2.1 Rerangka Konseptual
Dengan adanya rerangka pemikiran tersebut, maka peneliti dapat membuat
rerangka konseptual yang dapat memberikan suatu gambaran atau konsep yang
akan digunakan oleh peneliti dalam melakukan analisis. Di dalam rerangka
konseptual terdapat konsep analisis yang digunakan oleh penelitian ini.
Konsep analisis tersebut dapat kita lihat pada gambar tujuh sebagai berikut ini :
Keandalan (X1)
Daya Tanggap (X2)
Kepuasan Konsumen Jasa
Bongkar Muat pada PT.
Iratojaya Samudera
Indonesia
Jaminan (X3)
Empati (X4)
Bukti Fisik (X5)
Gambar 7
Rerangka Konseptual
2.3 Perumusan Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan
landasan teori yang telah dikemukakan oleh penulis, maka dapat diajukan
hipotesis sebagai berikut :
1. Kualitas jasa yang terdiri dari terdiri dari keandalan (reliability), daya tanggap
(responsiviness), jaminan (assurance), empati (emphaty), dan bukti fisik
(tangible) secara parsial yang berpengaruh signifikan meliputi variabel daya
tanggap terhadap kepuasan konsumen jasa bongkar muat pada PT. Iratojaya
Samudera Indonesia.
2. Jasa yang berupa variabel daya tanggap mempunyai pengaruh dominan
terhadap kepuasan konsumen jasa bongkar muat pada PT. Iratojaya Samudera
Indonesia.
Download