Uploaded by User75834

MAKALAH KSMP KELOMPOK VIII.-dikonversi

advertisement
Tugas Makalah
KAPITA SELEKTA MATEMATIKA PENDIDIKAN DASAR
“MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP DASAR PECAHAN”
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Kapita Selekta Pendidikan Dasar
Yang Di Ampu Oleh Saleh, S.pd. M.pd
Oleh Kelompok VIII:
Adim Jufriyatno Syarifudin (A1I119019)
Arni Rahmayanti (A1I119069)
Muhammad Fitrah Ramadhan (A1I119047)
Syarif Hidayatullah (A1I119091)
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak
akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatNya, sehingga makalah “miskonsepsi siswa terhadap konsep dasar pecahan” dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta
Matematika Pendidikan Dasar. Penulis berharap makalah tentang miskonsepsi siswa
terhadap konsep pecahan ini dapat menjadi referensi bagi bagi guru maupun siswa agar
dapat meminimalisir terjadinya miskonsepsi dalam proses belajar dan mengajar.
Penulis menyadari makalah bertema miskonsepsi ini masih perlu banyak
penyempurnaan karena kesalahan ataupun kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik
dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten, penulis memohon
maaf.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3
1.3
Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 4
1.4
Manfaat Penulisan ......................................................................................................... 4
BAB II ........................................................................................................................................... 5
KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................................................... 5
2.1
Pemahaman Konsep ...................................................................................................... 5
2.2
Pecahan ......................................................................................................................... 6
2.3
Alat Peraga Blok Pecahan ............................................................................................. 7
BAB III........................................................................................................................................ 10
PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 10
3.1
Miskonsepsi Siswa ...................................................................................................... 10
3.2
Alat Peraga Blok Pecahan ........................................................................................... 14
BAB IV ....................................................................................................................................... 18
PENUTUP ................................................................................................................................... 18
4.1
Kesimpulan ................................................................................................................. 18
4.2
Saran............................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 19
LAMPIRAN ................................................................................................................................ 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu konsep dasar matematika yang diajarkan semenjak sekolah
dasar (SD) adalah konsep pecahan. Sepintas, konsep matematika yang diberikan
pada siswa SD sangatlah sederhana dan mudah. Namun, faktanya hasil
penelitian Maria Endah Savitri beserta rekan-rekannya menunjukkan bahwa
masih ditemukan siswa kelas VIII yang keliru dalam memahami konsep pecahan
dalam bentuk aljabar dan kekeliruan itu disebabkan oleh kurangnya pemahaman
siswa pada konsep pecahan (Savitri, dkk, 2016:403). Beberapa penelitian
sebelumnya juga menunjukan bahwa pengetahuan siswa pada operasi bilangan
bulat dan pecahan masih menjadi hambatan dalam menyelasaikan masalah pada
materi 2 aljabar (Steinle dkk, 2009:492, Herutomo dan Saputro, 2014:174). Hal
tersebut didukung pula oleh pendapat Theis (2013:13) bahwa banyak materi
matematika SD yang belum dipahami siswa ataupun mahasiswa dengan baik,
diantaranya materi pecahan (konsep dasar, operasi dan pemacahan masalahnya).
Padahal, konsep pecahan menjadi materi prasayarat pada materi matematika
lanjutan seperti Sistem Persamaan dan Pertidakasamaan Linear, Perbandingan,
Aritmatika Sosial, Peluang, dan sebagainya. Oleh karena itu konsep pecahan
perlu mendapat perhatian khusus.
Pada materi pecahan di tingkat SD masih mempelajari hal-hal yang
sangat sederhana seperti mempelajari simbol dan menuliskan bentuk bilangan
pecahan, menyajikan pecahan kedalam bentuk gambar maupun sebaliknya,
bagaimana letak pembilang dan penyebut pecahan, membandingkan dan
mengurutkan nilai pecahan, hingga tingkatan yang lebih tinggi pada materi
pecahan tingkat SD yaitu operasi dan pemecahan masalahnya. Namun pada
proses belajar mengajar dikelas kenyataannya banyak siswa yang kesulitan
dalam mencapai kompetensi tersebut, masih banyak siswa yang mengalami
1
miskonsepsi contohnya siswa miskonsepsi menerjemahkan atau menetukan
mana pembilang dan mana penyebut dari sebuah gambar sehingga seringkali
terbalik dalam penulisannya. siswa juga miskonsepsi saat mengurutkan dan
membandingkan nilai yang terbesar atau terkecil dari beberapa bilangan pecahan
yang diberikan karena hanya melihat angka terbesar di antara bilangan pecahan
tersebut meskipun angka itu terletak sebagai penyebut. selain itu siswa juga
kesulitan menggambarkan bentuk pecahan karena tidak mengetahui konsep
sebenarnya bagaimana bilangan pecahan itu bisa terbentuk dan lain-lain.
Berbagai
miskonsepsi
tersebut
disebabkan
karena
kurangnya
pemahaman konsep pecahan oleh siswa. contoh yang paling dasar ialah konsep
pecahan sebagai bagian dari keseluruhan, dimana pembilang menyatakan bagian
yang
dimaksud
dan
penyebut
menunjukkan
jumlah
bagian
yang
dipertimbangkan. Saat siswa tidak memahami konsep tersebut maka siswa akan
miskonsepsi saat menunjukkan bentuk bilangan pecahan dari sebuah gambar.
Contoh lain yaitu ketika siswa tidak memahami konsep pecahan sebagai bagian
dari suatu daerah yang bagian-bagiannya kongruen, maka siswa akan
miskonsepsi karena menggambarkan bagian-bagian daerah pecahan yang tidak
kongruen dll.
Sangat penting untuk mempelajari dan memahami konsep pecahan
karena pecahan juga merupakan dasar dari berbagai macam materi dalam
matematika. jika konsep awal yang dipelajari siswa salah atau bahkan tidak
mengetahui konsepnya maka untuk penerapan konsep itu pada pengetahuan
selanjutnya akan salah juga dan hal tersebut akan menimbulkan berbagai
kesalahan. Pecahan menjadi landasan bagi siswa dalam mempelajari matematika
selanjutnya seperti persen, rasio, dan aljabar. Bahkan operasi dan aplikasi dari
bilangan pecahan
berhubungan dengan kehidupan nyata dan digunakan di
dalamnya.
Solusi dalam menyikapi sulitnya siswa dalam memahami konsep
bilangan yaitu diperlukan suatu metode pembelajaran yang menarik dan
bermakna agar siswa aktif ikut terlibat didalam memahami materi pembelajaran.
Untuk Anak usia sekolah dasar yang belum mampu memahami operasi logis
2
dari konsep matematika, diperlukan alat peraga dalam proses belajar-mengajar
agar ilmu yang disampaikan dapat diserap dengan mudah dan mengingatnya
lebih lama.
Sesuai dengan pandangan Dienes ( Ruseffendi, 1992:204 ) yang
mengemukakan “ tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan
dalam bentuk konkret akan dapat dipahami dengan baik “. menerangkan konsep
pecahan pada siswa sekolah dasar harus selalu diawali dengan menggunakan
benda konkret. Oleh sebab itu dalam pembuatan makalah penelitian ini saya
menggunakan alat peraga blok pecahan dalam upaya meningkatkan pemahaman
siswa tentang konsep pecahan.
alat peraga blok pecahan saya buat sendiri menggunakan kardus dan
kertas berwarna yang tentunya aman bagi siswa. Selain itu, alasan saya memilih
alat peraga blok pecahan dalam mengajarkan konsep pecahan adalah dapat
memperjelas konsep matematika dalam bentuk nyata, bentuk dan warnanya
menarik, mudah digunakan siswa karena mudah di pegang, dipindahkan,
dipasangkan, dan sebagainya, dan yang terakhir bentuknya yang lingkaran
memudahkan pengajar untuk memotong dan membagi lingkaran tersebut
menjadi beberapa bagian dan cocok untuk digunakan menjelaskan konsep
pecahan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana miskonsepsi yang dilakukan siswa terhadap konsep dasar
pecahan ?
2. Mengapa siswa mengalami miskonsepsi terhadap konsep dasar pecahan ?
3. Bagaimana penggunaan alat peraga blok pecahan untuk mengatasi
miskonsepsi siswa terhadapkonsep dasar pecahan ?
3
1.3
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana miskonsepsi yang dilakukan siswa terhadap
konsep dasar pecahan
2. Untuk mengetahui mengetahui mengapa siswa mengalami miskonsepsi
terhadap konsep dasar pecahan
3. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan alat peraga blok pecahan untuk
mengatasi miskonsepsi siswa terhadapkonsep dasar pecahan
1.4
Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Bagi guru matematika, makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk
mengetahui gambaran letak miskonsepsi siswa pada konsep bilangan
pecahan. Sehingga dapat dirancang strategi pengajaran yang efektif untuk
menunjang hasil belajar yang diharapkan.
2. Bagi siswa, sebagai bahan masukan untuk memperbaiki miskonsepsi pada
konsep bilangan pecahan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
3. Bagi akademisi dan peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan sumbangan
pemikiran dan referensi mengenai miskonsepsi yang dialami siswa dengan
gaya kognitif field dependence pada konsep bilangan pecahan.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pemahaman Konsep
Inti dalam pembelajaran matematika adalah pemahaman mengenai
konsep. Godino (2015: 2) mendefinisikan pemahaman sebagai pengalaman
mental dari suatu subjek, dimana melalui pengalaman tersebut subjek dapat
menghubungkan suatu objek dengan objek lain mengguanakan inderanya.
Dalam pembelajaran matematika, istilah “pemahaman” juga digunakan dalam
proses penilaian atau evaluasi siswa. Seberapa siswa dapat menguasai konsep
dilihat dari seberapa siswa mampu memahami konsep tersebut. Hal ini sejalan
dengan pendapat Skemp (2002: 47), menurutnya pemahaman adalah
menghubungkan pengalaman atau ide baru dengan skema yang sudah ada.
Pemahaman akan meluas seiring beradaptasi dengan situasi yang baru, sehingga
pemahaman itu penting untuk mempelajari matematika. Hasil temuan Geller,
Son, & Stigler (2017: 122) menunjukkan bahwa siswa yang lemah
pemahamannya memiliki kecenderungan berfokus pada hal konkrit, siswa yang
lebih kuat cenderung menggunakan konsep untuk menjelaskan jawabannya,
sedangkan siswa dengan pemahaman yang tinggi cenderung menggunakan
konsep yang lebih umum. Hal ini berimplikasi pada pendekatan dalam
pembelajaran
matematika.
Ketika
mengenalkan
konsep,
diasumsikan
pemahaman siswa masih rendah, sehingga memerlukan hal-hal konkrit untuk
menurunkan tingkat keabstrakan konsep matematika. Hal ini sejalan dengan
pendapat D’Agustin & Smith (1992: 2), bahwa pembelajaran matematika dapat
ditingkatkan jika ada perubahan yang dibuat bukan hanya dalam kurikulum,
tetapi juga dalam cara mengajarkan matematika pada siswa.
Matematika adalah pemahaman terhadap konsep-konsepnya. Kabbach &
Fadel (2014: 4) mendefinisikan konsep adalah gagasan/ide abstrak. Konsep
terletak pada pemikiran manusia. Konsep matematika adalah pemikiran atau
sudut pandang manusia terhadap matematika itu sendiri. Souviney (1994: 34)
5
mendefinisikan konsep matematika sebagai pola dasar yang menghubungkan
kumpulan objek atau tindakan satu sama lain. Terdapat fakta-fakta dasar dalam
matematika. Ketika fakta tersebut saling berkaitan oleh suatu kondisi, maka akan
menjadi sebuah konsep yang utuh.
2.2
Pecahan
Pecahan atau fraction secara terminologi, menurut Bennett, Burton, &
Nelson (2010: 283) berasal dari bahasa latin fractio dari bentuk frangere yang
berarti jeda. Secara historis, pecahan pertama kali digunakan untuk mewakili
jumlah yang kurang dari satu atau satu kesatuan, seperti setengah permen,
sepertiga pizza, dan lainnya. Pecahan sebagai materi memiliki beberapa definisi.
Novak & Renzo (2013: 3) berpendapat bahwa pecahan merupakan sebuah hasil
bagi atau representasi bagian dari angka. Hal ini sebagai penguat konsep
pecahan sebagai pembagian. Selain itu, menurut Musser, Burger, & Peterson
(2011: 216) pecahan dapat dimaknai dengan dua cara yang berbeda. Pertama,
pecahan digunakan sebagai angka yang menunjukkan bagian dari keseluruhan.
Kedua, pecahan dimaknai sebagai perbandingan.
Bennett, et al. (2010: 283) mengilustrasikan pecahan menjadi tiga
konsep, yaitu konsep pecahan sebagai bagian dari keseluruhan, konsep pecahan
sebagai hasil bagi, dan konsep pecahan sebagai rasio. Pecahan sebagai bagian
dari keseluruhan, pada bilangan pecahan terdiri dari pembilang yaitu bilangan
yang terletak di atas dan penyebut yaitu bilangan yang terletak di bawah.
Pembilang menunjukkan jumlah keseluruhan yang dimaksud. Penyebut
menunjukkan jumlah bagian yang dipertimbangkan. Kedua bilangan tersebut
dipisahkan oleh sebuah garis. Definisi pecahan sebagai bagian dari keseluruhan
juga digunakan pada konsep pecahan sebagai bagian dari sekumpulan (set).
Pecahan sebagai hasil bagi, pecahan muncul dari pembagian antara suatu
bilangan dengan bilangan yang lain. Dapat disimbolkan pembilang sebagai
bilangan yang terbagi, penyebut sebagai bilangan pembagi. Pecahan dapat
didefinisikan sebagai konsep rasio. Dalam definisi ini, pecahan digunakan untuk
membandingkan satu jumlah dengan jumlah yang lain. Pada simbol pecahan
dapat dibaca sebagai perbandingan antara pembilang dengan penyebut.
6
Hasil penelitian Ciosek & Samborska (2015: 10) menyimpulkan bahwa
pecahan adalah topik yang sangat sulit. Temuan menunjukkan banyak kesalahan
siswa yang mengindikasikan kurangnya pemahaman konsep siswa pada
pecahan. Hal ini sejalan dengan temuan Stringler, Givvin, & Thompson (2010:
4), menunjukkan bahwa pecahan sangat sulit dipahami siswa. Meskipun materi
ini telah diajarkan sejak kelas 3, namun banyak siswa lulusan sekolah menengah
masuk perguruan tinggi masih memiliki pemahaman bilangan rasional yang
dangkal. Rendahnya pemahaman konsep pecahan tersebut berdasarkan temuan
Siegler & Pyke (2013: 1994) disebabkan siswa belajar dengan menghafal aturan
prosedural, tanpa memahami konsep-konsep yang sesuai dengan pecahan,
sehingga banyak aturan operasional yang tidak dimengerti. Hal ini menjadikan
asumsi bahwa pecahan merupakan representasi matematika.
temuan dari Torbeyns, et al. (2015: 5) bahwa pemahaman siswa tentang
pecahan berhubungan positif terhadap prestasi matematika siswa secara umum.
Dengan kata lain, jika siswa telah memahami konsep pecahan, maka konsep
matematika selain pecahan juga bisa dipahaminya. Untuk itu,guru hendaknya
mendesain pembelajaran yang sesuai sehingga tujuan dapat tercapai.
Sebagaimana hasil temuan Hurrell (2013: 2) yang mengindikasikan bahwa
pembelajaran yang terstruktur dengan baik akan berdampak positif terhadap
kepercayaan diri guru dalam mengajarkan topik matematika yang sulit seperti
pecahan.
2.3
Alat Peraga Blok Pecahan
Menurut Annisah(2014), matematika tidak mudah dipahami oleh
sebagian siswa khususnya siswa SD/MI. Untuk mempelajari objek matematika
yang abstrak diperlukan jembatan atau perantara yang bersifat konkrit. Model
benda nyata yang digunakan untuk mengurangi keabstrakan materi matematika
disebut alat peraga pembelajaran matematika. Hasil wawancara peneliti dengan
guru kelas V di SD negeri Bejirejo, materi yang mengalami kesulitan antara lain,
bangun ruang, pecahan, dan perbandingan. Materi pecahan dianggap sulit karena
siswa kurang memahami konsep pecahan dan materi ini dipelajari sejak kelas
III.
7
Menurut Ahmadin Sitanggang (2013), alat peraga matematika adalah
sebuah atau seperangkat benda konkrit yang dibuat, dirancang, dihimpun atau
disusun secara sengaja, yang digunakan untuk membantu menanamkan atau
mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika.
Menurut Estiningsih dalam Sukayati dan Agus Suharjana (2009), alat peraga
merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciriciri
konsep yang dipelajari. Sudarwanto dan Ibnu Hadi(2014), alat peraga
pembelajaran adalah bahan, alat, maupun metode/teknik yang digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi
edukatif antara guru dan anak didik dapat berlangsung secara efektif dan efisien
sesuai dengan tujuan pengajaran yang dicita-citakan. Dari pengertian para ahli,
maka dapat disimpulkan bahwa alat peraga adalah bahan, alat atau seperangkat
benda konkrit yang membawakan ciri-ciri konsep yang dipelajarinnya serta
mempermudah komunikasi antara guru dan anak didik.
Salah satu media pembelajaran yang dapat dipakai pada masalah konsep
pecahan yaitu alat peraga blok pecahan. Blok Pecahan berbentuk dasar lingkaran, bisa dibagi sesuai dengan pecahan yang diinginkan. Fungsinya adalah untuk
menanamkan konsep: (1) menyatakan pecahan ke bentuk lain yang ekuivalen;
(2) menyederhanakan pecahan; (3) membandingkan dua pecahan; dan (4)
melakukan operasi hitung pecahan. Blok pecahan banyak dipilih oleh sebagian
orang sebagai alat peraga matematika khususnya materi pecahan, karena blok
pecahan memenuhi syarat alat peraga yang diungkapkan oleh Ruseffendi,
(2009:230-231) yaitu ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki alat peraga
agar fungsi atau manfaat dari alat peraga tersebut sesuai dengan yang diharapkan
dalam pembelajaran: (1) sesuai
dengan konsep matematika, (2) dapat
memperjelas konsep matematika, baik dalam bentuk real (nyata), gambar atau
diagram dan bukan sebaliknya mempersulit pemahaman konsep matematika, (3)
tahan lama, terbuat dari bahan-bahan yang cukup kuat, (4) bentuk dan warnanya
menarik, (5) dari bahan yang aman bagi kesehatan siswa, (6) sederhana dan
mudah dikelola, (7) ukurannya sesuai atau seimbang dengan ukuran fisik dari
siswa, (8) peragaan diharapkan menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir
abstrak, (9) bagi siswa, karena alat peraga tersebut dapat dimanipulasi (dapat
8
diraba, dipegang, dipindahkan, dipasangkan, dan sebagainya) agar siswa dapat
belajar secara aktif baik secara individual maupun kelompok, dan (10) bila
mungkin alat peraga tersebut dapat bermanfaat banyak.
➢ Kelebihan alat peraga blok pecahan :
1) Dapat memperjelas konsep matematika, dalam bentuk real (nyata);
2) Tahan lama;
3) Bentuk dan warnanya menarik;
4) Dari bahan yang aman bagi kesehatan siswa;
5) Mudah digunakan siswa, karena alat peraga tersebut dapat dipegang,
dipindahkan, dipasangkan, dan sebagainya. Sehingga siswa dapat belajar
secara aktif baik secara individual maupun kelompok;
6) Alat peraga blok pecahan ini berbentuk lingkaran sehingga cocok digunakan
untuk menjelaskan konsep pecahan karena memudahkan guru atau siswa dalam
memotong atau membagi lingkaran tersebut menjadi beberapa bagian.
Misalnya, siswa membandingkan pecahan dan dengan melihat besarnya
potongan dari blok pecahan tersebut pemahaman siswa lebih tepat mana yang
lebih besar karena pembelajaran lebih konkrit.
➢ Kekurangan alat peraga blok pecahan :
1) Sulit digunakan ketika angka pembilang lebih besar dari pada penyebut;
2) Sulit digunakan ketika angka penyebutnya sangat besar;
3) Tidak adanya audio sehingga guru harus lebih aktif dalam menjelaskannya
9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Miskonsepsi Siswa
Apabila siswa melakukan kesalahan dalam memahami konsep yang
seharusnya, maka akibatnya akan menimbulkan miskonsepsi. Berikut ini
merupakan hasil wawancara yang dilakukan melalui pemberian soal tentang
pemahaman pecahan sederhana terhadap beberapa siswa.
Tentukanlah bentuk pecahan bagian yang di arsir dari bagian
keseluruhan gambar berikut.
Gambar 3.1
Jawaban seorang siswa mengenai soal di atas yaitu
1
5
dengan alasan
karena bagian yang diarsi ada satu kotak dan yang tidak di arsir ada 5 kotak
1
sehingga iya menyimpulkan dengan sangat yakin bahwa jawabannya adalah 5.
Siswa menganggap bahwa untuk membentuk pecahan dari gambar yang
membuat bagian yang di arsir sebagai pembilang dan bagian yang tidak di arsir
sebagai penyebut, seharusnya untuk penyebut menggunakan bagian dari
keseluruhan gambar
Dari jawaban tersebut dapat diketahui bahwa siswa belum betul-betul
mengetahui konsep suatu bilangan pecahan. Dimana yang dalam pendapat
bennett, et al (2010: 283) yang mengilustrasikan pecahan menjadi 3 konsep
yaitu konsep pecahan sebagai bagian dari keseluruhan , konsep pecahan sebagai
hasil bagi, dan konsep pecahan sebagai rasio. Siswa belum memahami konsep
pecahan sebagai bagian dari keseluruhan yang jika diterjemahkan dalam bentuk
10
penulisan pecahan, pembilang menunjukan jumlah keseluruhan yang dimaksud
dan pada penyebut menunjukkan jumlah bagian yang dipertimbangkan.
Soal lain yang juga saya berikan kepada siswa adalah “ coba berikan
gambar dari bentuk pecahan
3
4
3
dan 7“. Dan berikut gambar jawaban siswa dari
soal saya tersebut ( saya menggambarkan dua persegi panjang yang ukurannya
sama dan mereka sendiri yang membagi dan mengarsir bagian-bagian pecahan
dari soal ) :
3/4
3/6
Gambar 3.2
Dari jawaban siswa pada gambar 3.2 , dapat dilihat bahwa pemahaman
siswa mengatakan bahwa konsep pecahan part whole noncongruent part (bagian
dari suatu daerah, bagian-bagiannya tidak kongruen) tanpa membentuk gambar
tersebut menjadi bagian-bagian yang kongruen. Padahal seharusnya siswa
menggambar dengam memerhatikan atau menggunakan konsep pecahan sebagai
part whole congruent part (bagian dari suatu daerah, bagian-bagiannya
kongruen). Jawaban tersebut mengindikasikan bahwa siswa mengalami salah
konsep atau miskonsepsi.
Setelah menggambar bagian dari bilangan pecahan (Gambar 3.2),
kemudian saya menyakan kepada siswa tersebut “pecahan mana yang nilainya
lebih besar?”. Siswa tersebut menjawab bilangan pecahan yang lebih besar
adalah
3
6
alasannya karena pada gambar pecahan
3
6
menghasilkan lebih banyak
bagian bagian. Namun, jawaban siswa tersebut tentu merupakan miskonsepsi
sebab ia menganggap semakin banyak bagian yang terbentuk maka akan
semakin besar pula nilai dari pecahannya. Miskonsepsi tersebut disebabkan
karena siswa belum memahami bahwa pada konsep perbandingan pecahan yaitu:
11
1. Jika penyebutnya sama: semakin besar pembilang, semakin besar nilai
pacahannya.
2. Jika pembilangnya sama: semakin besar penyebut, semakin kecil nilai
pecahannya.
Jika berpegangan pada konsep tersebut,
yang sama sehingga
3
4
3
4
dan
3
6
memiliki pembilang
3
merupakan pecahan yang lebih besar karena 6 memiliki
penyebut yang lebih besar . berikut gambar dari masing-masing bilangan
pecahan :
1/4
1/4
1/4
3/4
3/6
Gambar 3.3
Pertanyaan berikutnya yang saya tanyakan adalah “apakah bilangan 1/2
dan 3/6 memiliki nilai yang sama ?”. siswa tersebut mengatakan bahwa kedua
pecahan tersebut memiliki nilai yang berbeda sebab dilihat dari kedua bilangan
pecahan tersebut bahkan tidak ada angka yang sama sehingga nilai keduanya
pun pasti berbeda. Miskonsepsi ini menunjukkan bahwa siswa tidak mengetahui
konsep pecahan senilai, yaitu Suatu pecahan bisa jadi memiliki bentuk lain,
namun tetap sama nilainya. Gambar berikut menunjukkan pecahan yang berbeda
namun nilainya sama.
1/2
2/4
3/6
Gambar 3.4
Bagian gambar yang diarsir pada setiap gambar (Gambar 3.4) persegi
1
2
3
memiliki besar yang sama. Jika disimbolkan menjadi 2 = 4 = 6 , maka pecahan
tersebut adalah pecahan senilai. Pecahan senilai merupakan pecahan- pecahan
12
yang memiliki nilai sama. Jika sebuah pecahan dikalikan dengan 1, maka nilai
pecahan tersebut tidak berubah. Dalam sebuah pecahan, ketika pembilang dan
penyebut adalah bilangan yang sama, maka pecahan tersebut nilainya adalah 1
2
( 2,
3
,
3
4
, dst..). Jadi, pecahan yang dikalikan dengan suatu pecahan yang
4
pembilang dan penyebutnya adalah bilangan yang sama, akan menghasilkan
pecahan yang senilai.
1
2
2
1
3
3
Misal : 2 × 2 = 4 atau 2 × 3 = 6
1
2
3
Jadi, 2 = 4 = 6
Pada akhir wawancara saya memberikan 2 soal tentang penjumlahan dan
pengurangan pecahan pada siswa lalu meminta untuk menjawabnya. berikut
jawaban siswa tersebut.
Gambar 3.5
Jawaban siswa seperti disajikan pada gambar 3.5, Siswa menyamakan
penyebut pecahan tersebut dengan cara mengali silang. siswa mengalami
miskonsepsi karena beranggapan untuk menyamakan penyebut dari pecahan
tersebut harus dikali silang. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap
siswa, siswa mengatakan cara yang digunakan untuk mencari penjumlahan dan
pengurangan pecahan tersebut diperoleh dari guru yang mengajarkan pelajaran
matematika di kelas, padahal konsep tersebut bukan termasuk konsep ilmiah
meskipun pada dasarnya hasilnya benar.
Menurut Adinawan, dkk (2007) untuk menyelesaikan penjumlahan dan
pengurangan pecahan seharusnya dicari terlebih dahulu KPK dari penyebutnya
agar penyebutnya menjadi sama, kemudian dicari pembilang dari pecahan –
pecahan tersebut selanjutnya dijumlahkan atau dikurangkan. Sebagaimana
dikemukakan oleh Liliawati (2008), terdapat beberapa hal yang dapat
menyebabkan terjadinya miskonsepsi, salah satunya adalah metode mengajar
dimana miskonsepsi dapat terjadi karena pengungkapan aplikasi yang salah dari
konsep yang bersangkutan sehingga mengakibatkan miskonsepsi. Kesalahan
13
yang dilakukan oleh YS juga dialami oleh siswa pada jenjang SMP sebagaimana
yang terdapat pada penelitian Maria Endah, dkk (2016) bahwa siswa dalam
menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan cara mengali
silang penyebut dan pembilang pecahan.
3.2
Alat Peraga Blok Pecahan
Alat peraga berasal dari kata “raga” artinya benda yang diraba, dilihat,
didengar, dan dapat diamati melalui panca indra kita. Alat peraga adalah segala
sesuatu yang dapat memberi rangsangan kepada alat indra sebagai interaksi
pembelajaran dapat berjalan dengan baik, pesan yang disampaikan dapat
diterima dengan jelas, mudah dimengerti, konkrit, dan tahan lama dalam ingatan
siswa. Blok pecahan adalah alat peraga yang berbentuk potongan-potongan yang
dibagi beberapa bagian. Alat peraga blok pecahan yang dimaksud penulis disini
terbuat dari karton kemudian diberi warna agar menarik perhatian siswa. Alat
peraga blok pecahan ini berbentuk lingkaran, kemudian dibagi-bagi berdasarkan
1 1 1 1 1
nilainya. Misalnya 2, 3, 4, 5, 6 dengan setiap bagian besarnya sama
Lingkaran utuh seperti yang terlihat pada gambar digunakan untuk
memperagakan bilangan 1. Bagian lingkaran yang berwarna kuning sebagai
pembilang sedangkan penyebutnya adalah banyaknya bagian yang terbentuk dari
blok pecahan tersebut. Terdapat juga lingkaran yang dipotong menjadi 2 bagian
sama besar dan 1 bagian berwarna kuning digunakan untuk memperagakan
1
konsep pecahan 2. Lingkaran yang dipotong menjadi 4 bagian sama digunakan
1
untuk memperagakan konsep pecahan 4, bila bagian berwarna kuning ada 2
potong, maka disebut
2
4
(dua per empat) dan bila bagian berwarna kuning ada 3
14
potong, maka disebut
3
4
1 1
(tuga per empat). Peragaan dapat dilanjutkan untuk 5, 6,
1
, dan seterusnya.
7
1. membuktikan pecahan senilai dengan blok pecahan
1
3
Kita akan coba membuktikan bahwa pecahan 2 senilai dengan pecahan 6 .
pertama-tama siapkan blok pecahan
1
2
kemudian ambillah bagian yang
berwarna kuning pada blok pecahan tersebut. Selanjutnya ambil 3 potong
bagian berwarna blok pecahan
pada blok pecahan
1
2
1
6
untuk menghasilkan pecahan
3
6
lalu letakkan
untuk mengisi bagian yang kosong, maka bagian
3
6
tersebut akan pas mengisi bagian kosong yang sebelumnya ditempati oleh
1
blok pecahan 2 berwarna kuning. Berikut gambar pembuktiannya :
2. Penggunaan blok pecahan untuk perbandingan pecahan
Membandingkan bilangan pecahan yang penyebutnya sama, misalnya
1
4
2
dan 4 . seperti pada gambar :
Dari alat peraga blok pecahan tersebut dapat diketahui bahwa pecahan
lebih besar dari
1
4
2
4
. Hal ini disebabkan oleh luas potongan yang berwarna
merah pada pecahan
2
4
lebih besar dari luas potongan yang berwarna merah
1
pada pecahan 4.
15
2
2
Membandingkan pecahan dengan pembilang sama, misalnya 3 dengan 5.
Seperti pada gambar :
Berdasarkan alat peraga blok pecahan dapat diketahui bahwa pecahan
2
3
2
lebih besar dari 5. Karena luas potongan pecahan berwarna merah pada
pecahan
2
3
2
lebih besar dari luas potongan yang berwarna merah pada
pecahan 5.
3. Penggunaan alat peraga blok pecahan untuk penjumlahan dan
penguranga pecahan berpenyebut sama
Penjumlahan pecahan berpenyebut sama dapat dilakukan dengan
cara membalikan warna putih menjadi warna kuning sesuai angka
pembilang. Karena alat peraga blok pecahan yang dimaksud ini warna
kuning sebagai pembilang dan warna hijau sebagai bukan daerah yang
1
1
2
dimaksud . Contoh 4 + 4 = 4
Pengurangan pecahan berpenyebut sama dapat dilakukan dengan
cara membalikkan potongan pecahan yang berwarna hijau menjadi warna
merah sesuai dengan angka pembilang pada pecahan pertama. Kemudian
pada pecahan kedua dengan membalikkan potongan berwarna merah yang
16
telah dibalik tadi sesuai dengan angka pembilang pada pecahan kedua.
3
2
1
Contoh 5 - 5 = 5
17
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Sangat penting untuk mempelajari dan memahami konsep pecahan
karena pecahan juga merupakan dasar dari berbagai macam materi dalam
matematika. jika konsep awal yang dipelajari siswa salah atau bahkan tidak
mengetahui konsepnya maka untuk penerapan konsep itu pada pengetahuan
selanjutnya akan salah juga dan hal tersebut akan menimbulkan berbagai
kesalahan. Pecahan menjadi landasan bagi siswa dalam mempelajari matematika
selanjutnya seperti persen, rasio, dan aljabar.
Pemahaman terhadap konsep bilangan pecahan beserta
operasinya dapat dilakukan dengan menggunakan alat peraga blok pecahan .
memahami konsep bilangan pecahan menggunakan alat peraga merupakan
metode pembelajaran yang menarik dan bermakna serta siswa juga lebih aktif
ikut terlibat didalam memahami materi pembelajaran. Siswa dapat memahami
operasi logis dari konsep matematika, sehingga ilmu yang disampaikan dapat
diserap dengan mudah dan mengingatnya lebih lama.
4.2
Saran
pembelajaran yang dilakukan guru untuk mengajarkan konsep pecahan
sebaiknya menggunakan alat peraga
agar pemahaman konsep dapat lebih
mudah diserap oleh siswa , guru juga sebaiknya memberikan penekanan pada
setiap konsep serta mengkaitkan konsep satu dengan konsep yang lain.
18
DAFTAR PUSTAKA
Rafiah Rahma Pulungan.2019.Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Konsep
pecahan.sumber:
http://repository.upi.edu/35758/3/T_MTK_1706650_Chapter2.pdf
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/5718/5/Bab%202.pdf
Rahmaya Anjelita.2019.Penggunaan Alat Peraga Blok Pecahan Untuk Menngkatkan
Pemahaman Konsep Siswa Pada Materi Pecahan Kelas III. Sumber:
https://repository.arraniry.ac.id/id/eprint/11185/1/Rahmaya%20Anjelita%2C%20150209063%2C%20FTK
%2C%20PGMI%2C%20082167777610.pdf
Nurhamdiah.2019.Profil Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pecahan Berdasarkan
Tingkat Kemampuan Matematika Siswa. Sumber: http://jurnal.umtapsel.ac.id/index.php/eksakta/article/view/684
19
LAMPIRAN
Gambar alat peraga Blok Pecahan :
20
Download