PROSESI UPACARA PERKAWINAN DI NAGARI PASIE LAWEH KECAMATAN SUNGAI TARAB KABUPATEN TANAH DATAR Deden Sukma Julianto Jurusan Tadris Fisika Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negri Batusangkar [email protected] Abstrak : Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu fase dalam kehidupan yang akan dijalani setiap manusia. Pernikahan pada budaya masyarakat Minangkabau yang biasa disebut dengan Baralek merupakan suatu proses perkawinan menurut adat yang digambarkan mulai dari akad nikah cara adat antara seorang pria dan wanita yang bersifat unik dan khas hingga proses perayaan. Adanya akad nikah cara adat ini, bertujuan agar perkawinan kedua mempelai semakin diingat dan dikenal secara umum. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui prosesi Baralek di Nagari Pasie Laweh Kecamatam Sungai Tarab Kabupaten Tanah Datar. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara, dimana hal ini akan memberikan informasi yang lengkap sehingga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Kata kunci : Pernikahan, Minangkabau, Baralek PENDAHULUAN Minangkabau merupakan salah satu suku yang ada di Nusantara yang lebih terkenal dengan nama suku minang. Suku ini dikenal sebagai suku yang mewakili daerah Sumatera Barat. Sekian banyak suku yang terdapat di Indonesia, salah satunya adalah Minangkabau. Dalam suku Minangkabau mempunyai adat yang berbeda pada setiap atau pada suatu kelompok masyarakat yang mempunyai kekhasan dan keunikan dakam pelaksanaan ritual upacara adat. Menurut Hakimy (1978:13) “Adat Minangkabau adalah aturan hidup masyarakat di Minangkabau yang diciptakan oleh leluhurnya ,yaitu datuak Parpatieh Nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan”. Setiap suku bangsa atau satu kelompok masyarakat akan mempunyai berbagai macam corak khas ritual upacara adat yang berbeda dengan masyarakat lainnya yang tata cara pelaksanaannya berdasarkan kepada nilai-nilai dan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat dimana kebudayaan itu berada. Diantara berbagai budaya yang ada di dalam suku Minangkabau tersebut adalah upacara adat perkawinan. Upacara adat perkawinan yang ada dalam suatu masyarakat berdasarkan budaya yang dimilikinya sehingga antara suatu daerah dengan daerah lain ada perbedaan. salah satu hal yang khas dari suku Minangkabau adalah sistim kekerabatan berdasarkan garis matrineal (garis keturunan menurut Ibu). METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui pengamtan langsung ke masing-masing lokasi dan wawancara serta pengumpulan data dengan cara membaca dan mempelajari sumber-sumber berupa buku, literatur, dan bahan kuliah yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam makalah ini. PEMBAHASAN Bagian ini merupakan bagian inti dari penulisan artikel.Karena bagian ini memuat pembahsan teori yang teliti. A. Sistem Perkawinan/pernikahan di Minangkabau Adat Minang melarang orang Minang kawin dengan orang yang sukunya sama/ suku serumpun, dengan kata lain sangat pantang untuk kawin sesuku umpamanya suku yang laki-laki piliang maka tidak dibenarkan dia mengawini perempuan yang sukunya juga Piliang atau Koto, Karena piliang dan koto adalah suku yang serumpun , demikian juga suku caniago dan Bodi.kalau hal ini sempat terjadi, menurut aat minang orangorang ini dihukum buang sepanjang adat, Maksudnya orang yang melanggar aturan yang telah di gariskan adat ini, tidak dibawah sehilir semudik, mereka di kucilkan dari pergaulan masyarakat. Agama yang dianut orang Minangkabau hanyalah agama islam pepatah adat kita orang minagkabau menyatakan: Si Amat mandi ka luak Luak parigi bapaga bilah Bila bapilih kasadonyo adat basandi syara' syara' basandi kitabullah sanda manyanda kaduonyo Pepatah ini membuktikan, bahwa orang Minagkabau taat pada aturan-aturan adatnya dan ajaran- ajaran agama Islam, serta selalu menjadikan Kitab Alquran dan sunnah nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai pedoman hidupnya. Orang Minangkabau meyakini bahwa ada tiga rahasia di alam ini yang hanya diketahui dan ditentukan oleh Allah subhanahu wa ta'ala yaitu: 1. Umur kita sebagai umat manusia dan hamba Allah 2. Rezeky yang kita terima dark hasil usaha kita 3. jodoh kita sebagai pendamping hidup untuk meneruskan keturunan kita. Tentang jodoh sebagai pendamping hidup kita, apapun yang kita lakukan atau Usahakan kalau tidak seizin Allah tidak akan terjadi.umumnya di Minangkabau untuk mencari jodoh atau menantu, pihak keluarga perempuan yang aktif. dalam arti kata, keluarga perempuan Ia mendatangi keluarga pihak laki-laki ini sesuai dengan Hukum kekerabatan matrilineal. Dalam alquran Allah menegaskan tentang jodoh ini pada surat ar-rum ayat 21. Menurut adat kita Minangkabau, jika lelaki dan perempuan ini melaksanakan perkawinan atau pernikahan untuk membentuk suatu keluarga baru, Maka segala urusan menurut adat Minangkabau menjadi urusan dan tanggung jawab bersama kedua belah pihak keluarga. Selanjutnya jika sepasang lelaki dan perempuan telah menjadi suami istri maka masing-masing pihak tetap menjadi anggota kaumnya.Namun anakanak yang lahir tetap mengikuti suku ibu atau kaum ibunya perkawinan seperti ini disebut dengan istilah perkawinan bersifat eksogami. B. Syarat Sah Perkawinan Menurut Adat 1. Syarat sah perkawinan menurut agama Islam, kedua calon mempelai harus beragama Islam. Hal ini sesuai dengan ajaran adat kita Minangkabau, adat bersandi syara', syara' basandi kitabullah. selanjutnya kedua mempelai melalui melakukan akad atau ijab qabul secara Islam di hadapan penghulu atau wali hakim dari pejabat Kantor Urusan Agama (KUA) disaksikan oleh kedua belah pihak anggota keluarga .Acara ini boleh dilakukan di rumah calon Anak Daro atau di masjid, setelah akad nikah selesai pihak laki-laki memberikan atau menyerahkan mahar atau mas kawin kepada Anak Daro. 2. menurut ajaran adat dan ajaran syara kedua calon mempelai harus saling menghormati dan menghargai orang tua ( Ibu dan Bapak ) dan keluarga belah pihak. 3. Secara adat Minangkabau maupun ajaran agama kita Islam calon suami (marapulai)harus sudah punya Sumber penghasilan tetap untuk dapat menjamin kelangsungan hidup mereka berumah tangga. 4. Selanjutnya kita melaksanakan secara adat. menurut adat Minangkabau pihak lakilaki atau marapulai harus dijemput pihak perempuan atau Anak Daro, karena menurut adat kita pihak laki-laki akan tinggal di rumah perempuan dalam adat dikatakan: Sigai mencari anau Anau tatap sigai tingga Datang dek bajapuik Pai iyo baanta Bak ayam putiah tabang siang Basuluah mato ari Bagalanggang mato rang banyak Maksud dari pepatah ada di atas adalah walaupun akad nikah secara agama telah dilakukan. suami baru boleh pulang ke rumah istri jika telah dijemput pihak keluarga istrinya dan diantar keluarga suami. Di Minangkabau secara lahiria yang punya rumah adalah kaum wanita atau Ibu,sedangkan kaum laki-laki tempatnya adalah Surau kaumnya aturan pihak laki-laki untuk tinggal di rumah kaum istri Sampai sekarang masih berlaku.Hal inilah yang dimaksud sigai mencari anau,anai tatap, singai tingga, datang dek bajapuik, pai dek ba anta. Bak ayam putiah tabang siang, basuluah mato ari, bagalanggang mayo rang banyak, maksudnya adalah memberi tahu kepada orang banyak atau orang kampung, bahwa marapulai dan anak Daro sudah menikah pemberitahuan ini dilakukan dengan cara mengundang orangorang kerabat, tetangga, dunsanak dan orang kampung untuk datang meramaikan Alek, baik oleh pihak Anak Daro maupun oleh pihak marapulai, acara ini bisa disebut dengan baralek. 5. Setelah pihak perempuan atau Anak Daro juga wajib mengunjungi rumah orang tua laki-laki atau suaminya. acara ini disebut manjalang mintuo. jika tiga hal tersebut di atas telah dilaksanakan, Maka resmilah menurut adat dan agama perkawinan tersebut. Untuk kita ketahui bersama,kemungkinan acara tersebut di tempat kita berbeda pelaksanaannya kita harus ingat pepatah adat kita yang mengatakan Lain padang lain belalang, lain lubuak lain ikannyo.juga hukum adat yang mengatakan adat salingka Nagari. C. Upacara/ prosesi perkawinan di minangkabau Di ranah Minangkabau tercinta ini, banyak ragam tata cara yang dilakukan masyarakat untuk menyelenggarakan upacara perkawinan. hal ini sangat sesuai dengan pepatah adat yaitu: lain Padang lain belalang, lain lubuk lain ikannyo. sesuai juga dengan prinsip adat salingka Nagari. Namun pada umumnya pelaksanaan tersebut hampir sama, perbedaan-perbedaan kecil yang terjadi hanya sebagai bunga-bunga adat yang diadatkan. Bagi orang Minangkabau terjadi pernikahan atau perkawinan antara seorang lakilaki dan seorang perempuan mengandung arti atau makna yang sangat penting dalam kehidupan, baik dipandang dari sudut agama kita Islam maupun secara adat Minangkabau, jika dilanggar akan berakibat sangat pahit dan menyedihkan sepanjang Hayat dan ada kalanya berkelanjutan pada keturunan. perkawinan akan menghubungkan tali kekerabatan antara pihak keluarga perempuan dan pihak keluarga laki-laki. proses perkawinan di Minangkabau, selalu didahului oleh pihak keluarga terutama pihak keluarga perempuan. Awalnya mereka akan memilih orang kepercayaan yang akan dijadikan utusan dalam meminang, menentukan hari, dan sebagainya. proses meminang secara umum ada 7 tahap yaitu sebagai berikut: 1. Manapiak bandua Proses manapiak bandua ini dilaksanakan dengan mengutus orang kepercayaan keluarga pihak perempuan, untuk menyampaikan maksud keluarga pihak perempuan kepada pihak laki-laki, proses manapiak bandua ini awalnya hanya berlangsung antara orangtua (ibu - bapak) pihak perempuan dan pihak laki-laki. utusan pihak perempuan datang dengan membawa sirih lengkap. dalam pertemuan ini pihak keluarga laki-laki akan menangguhkan dulu beberapa hari untuk memberikan jawaban, karena mereka akan merundingkan nya terlebih dahulu dengan seluruh kaum kerabat pihak laki-laki. Dan untuk jawabannya akan disampaikan melalui orang kepercayaan dari keluarga pihak laki-laki. untuk manapiak bandua ini biasanya utusan terdiri dari satu atau dua orang perempuan dan satu orang laki-laki (orang dewasa yang telah menikah) dan sumando dan baik bisan keluarga perempuan. 2. Maminang Jika kesepakatan dari pihak kaum kerabat laki-laki telah ada maka dilakukan proses meminang. Orang kepercayaan pihak perempuan ditambah dengan salah seorang mamaknya datang meminang kaum kerabat pihak lakilaki Dan pinangan disampaikan ke mamak penghulu atau datuak pihak laki-laki. Hal ini sesuai dengan pepatah adat kawin Jo niniak Mamak nikah jo parampuan. Umumnya pada saat meminang ini belum ditentukan jawaban karena pihak laki-laki harus merundingkan nya lagi, dan jawaban akan disampaikan lewat utusan pihak laki-laki. 3. Batimbang tando jo bainai Pada saat acara bertimbang tando ini kedua belah pihak keluarganya akan menentukan hari baik bulan baik untuk melaksanakan pesta pernikahan, dan syarat-syarat lainnya yang harus dipenuhi serta bentuk pelaksanaan pesta perhelatan yang akan dihadapi bersamaan. Setelah acara batimbang Tando selesai biasanya pihak calon marapulai Anak Daro melakukan pembuatan Inai (bainai) di kuku jari tangan dan kaki, sebagai pertanda kepada sanak saudara dan teman-teman bahwa mereka telah bertunangan. Masa pertunangan ini tidak boleh terlalu lama waktunya, hal ini sesuai dengan pepatah adat karajo baiak Indakn Elok dipalalaikan, kok Malang ditimpo dek nan buruak. Acara bainai dilakukan malam hari di rumah calon Anak Daro yang dihadiri keluarga kedua belah pihak. 4. Manikahkan Proses menikahkan Sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak keluarga perempuan dan laki-laki, pada tanggal dan hari pelaksanaan, dilaksanakan di rumah pihak perempuan. pernikahan ini dipimpin oleh pejabat kantor Urusan Agama (KUA). sebenarnya setelah dinikahkan oleh pejabat KUA yang dihadiri oleh kedua belah pihak keluarga, mereka resmi sebagai pasangan suami-istri. Namun karena proses manjapuik marapulai belum dilaksanakan maka pihak laki-laki belum boleh tinggal serumah dengan pihak perempuan. pada acara pernikahan ini terjadi peristiwa ijab kabul yang diiringi dengan pemberian mahar kepada pihak perempuan oleh pihak laki-laki. 5. Manjapuik Marapulai Acara manjapuik marapulai dilakukan pada saat pesta perhelatan, anak daro Jo pangiriangnyo datang ke tempat pesta pernikahan laki-laki, salah seorang pengiriang Anak Daro yang dituakan (laki-laki )mohon izin kepada keluarga beserta Mamak marapulai untuk manjapuik tabao sang marapulai ke rumah Anak Daro melalui cara kata-kata alua pasambahan kata alua merupakan kata berbunga yang disusun dengan bagus dan dihafal dipakai sebagai protokoler penyembahan dalam baralek baik alek penghulu perkawinan dan sebagainya. 6. Mampasandiangkan marapulai jo anak daro Setelah marapulai bajapuik oleh anak daro, selanjutnya mereka pasandiamgkan di rumah Anak Daro, mereka akan menerima upacara selamatan rumah tangga dari tamu-tamu yang diundang. 7. Manjalang mintuo selesai pesta pernikahan, kegiatan Anak Daro Jo marapulai adalah saling melakukan kunjungan ke rumah dan sana Anak Daro dan marapulai. Acara disebut manjalang mintuo yang dilaksanakan setelah empat atau lima hari usai pesta perhelatan. pada umumnya yang dibawa sebagai buah tangan dari Anak Daro Jo marapulai adalah kue dan nasi kunyiek (ketan berwarna kuning) sebaliknya pihak mintuo yang di jalang akan memberikan buah tangan berupa bahan pakaian, uang, atau emas sebagai bekal untuk membantu Anak Daro Jo marapulai dalam mengurangi bahtera hidup baru. KESIMPULAN Ada tiga hal yang menjadi rahasia di alam ini hanya Allah yang mengetahui dan menentukan nya yaitu: pertama, umur kita sebagai manusia dan hamba Allah.Kedua, rezeki yang kita terima dari hasil uasaha kita.Ketiga, jodoh kita sebagai pendamping hidup meneruskan keyurunan kita.Persoalan perkawinan bukan hanya menjadi urusan kita dan orang tua kita, tapi menjadi urusan semua keluarga kedua belah pihak.Di Minangkabau secara lahiriah yang punya rumah adalah kaum perempuan. Anak laki-laki atau bujang akan tinggal bersama dengan saudara- saudara sekaum di surau kaumnya. DAFTAR PUSTAKA Amir, M.S. (2003). Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minangkabau. Sumbar: Mutiara Sumber Widya Hilman, Hadikusuma. (1989) .Hukum Perkawinan Adat. Bandung: Citra Aditya Bakti Sumardi, Aida. (2017). Nilai Budaya Panibo Dalam Adat Perkawinan Di Minangkabau.