MOTIVASI KERJA Kata motivasi secara etimologi berawal dari bahasa Inggris, yaitu “motivation”, yang memiliki arti “daya batin” atau “dorongan”. Jadi, motivasi diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat mendorong atau menggerakkan seseorang untuk bergerak melakukan sesuatu dengan tujuan atau maksud tertentu. Motivasi kerja merupakan motivasi yang terjadi pada situasi dan lingkungan kerja yang terdapat pada suatu organisasi atau lembaga. Pada dasarnya manusia selalu menginginkan hal yang baik-baik saja, sehingga daya pendorong atau penggerak yang memotivasi semangat kerjanya tergantung dari harapan yang akan diperoleh mendatang. Jika harapan itu dapat menjadi kenyataan maka seseorang akan cenderung meningkatkan semangat kerjanya. Tetapi sebaliknya jika harapan itu tidak tercapai akibatnya seseorang cenderung menjadi malas. JENIS-JENIS MOTIVASI Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005), yaitu sebagai berikut: Motivasi Positif (Insentif positif) Manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja. Motivasi Negatif (Insentif negatif) Manajer memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat, karena takut hukuman. Faktor-Faktor Motivasi Ada banyak faktor yang dapat menimbulkan motivasi dalam diri seseorang. Berikut adalah faktorfaktor yang yang menyebabkan timbulnya motivasi: 1. Faktor Internal (Intern) Faktor internal merupakan faktor motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang. Motivasi internal ini muncul akibat adanya keinginan individu untuk mendapatkan prestasi dan tanggungjawab di dalam hidupnya. Ada beberapa hal yang bisa termasuk ke dalam faktor internal, diantaranya adalah: 1. Harga diri dan Prestasi, yaitu sebab timbulnya motivasi di dalam diri seseorang bisa dikarenakan ingin mencapai prestasi tertentu atau ingin membuktikan dan meningkatkan harga dirinya. 2. Kebutuhan, motivasi juga dapat timbul karena adanya kebutuhan akan sesuatu di dalam hidupnya sehingga ia termotivasi untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. 3. Harapan, adanya suatu harapan yang ingin dicapai seseorang di masa yang akan datang dapat berpengaruh pada tindakan orang yang bersangkutan. 4. Tanggungjawab, motivasi yang berasal di dalam diri seseorang untuk bekerja dengan baik dan hati-hati dalam menghasilkan sesuatu yang berkualitas. 5. Kepuasan kerja, adanya kepuasan kerja juga bisa menimbulkan motivasi dalam diri seseorang 2. Faktor Eksternal (Ekstern) Faktor eksternal merupakan faktor motivasi yang bersumber dari luar diri seseorang. Banyak faktor yang dapat menjadi faktor eksternal timbulnya motivasi diantaranya adalah: 1. Jenis dan sifat pekerjaan, faktor jenis dan sifat pekerjaan menjadi dorongan seseorang untuk bekerja dan dipengaruhi oleh besar imbalan yang didapatkan. 2. Kelompok kerja, ialah kelompok kerja dimana seseorang bekerja untuk mendapatkan pendapatan bagi kebutuhan hidupnya. 3. Kondisi kerja, ialah keadaan dimana seseorang bekerja sesuai dengan harapannya. 4. Keamanan dan keselamatan kerja, ialah motivasi yang timbul karena adanya jaminan keamanan dan keslamatan seseorang dalam bekerja. 5. Hubungan interpersonal, ialah hubungan antara teman, atau dengan atasan, hubungan dengan bawahan. MANAJEMEN KONFLIK Pengertian manajemen konflik adalah serangkaian aksi dan reaksi yang dilakukan oleh para pelaku konflik atau pihak ketiga secara rasional dan seimbang, untuk pengendalian situasi dan kondisi perselisihan atau pertikaian yang terjadi antara beberapa pihak. Faktor-faktor Penyebab Konflik: 1. Perbedaan Individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan; 2. Perbedaan latar belakang Kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula. seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya; 3. Perbedaan Kepentingan antara individu atau kelompok, diantaranya menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial; dan 4. Perubahan-Perubahan Nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Tujuan Manajemen Konflik Berikut ini beberapa tujuan manajemen konflik, diantaranya sebagai berikut: Mencegah dan meminimalisir terjadinya gangguan terhadap anggota organisasi, sehingga dapat fokus kepada visi dan misi perusahaan atau organisasi. Membangun rasa saling menghormati antar sesama anggota organisasi dan menghargai keberagaman. Meningkatkan kreativitas anggota organisasi dengan memanfaatkan konflik yang terjadi. Strategi Manajemen Konflik Stevenin mengatakan ada 5 tahap dalam memahami manajemen konflik dengan baik. Dengan memahami 5 tahap tersebut maka organisasi akan lebih mudah merumuskan strategi terbaik dalam penanganan konflik. Berikut ini adalah 5 tahap manajemen konflik: 1. Pengenalan. Tahap pertama adalah dengan mengenali permasalahan yang terjadi, siapa saja yang terlibat konflik, dan bagaimana keadaan di sekitar selama terjadinya konflik. Informasi ini digunakan sebagai informasi awal yang penting dalam manajemen konflik. 2. Diagnosis. Tahap kedua adalah menganalisis penyebab konflik. Untuk mengimplementasikannya dibutuhkan metode yang benar dan telah teruji, serta berfokus pada masalah utama dalam konflik yang terjadi. 3. Menyepakati Solusi. Setelah mendiagnosis masalah, selanjutnya organisasi bisa merumuskan solusi apa yang paling tepat untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Solusi yang ditentukan harus dikompromikan bersama dengan pihak yang berkonflik dibantu pihak penengah. Selanjutnya, maka semua pihak melakukan kesepakatan bersama. 4. Pelaksanaan. Setelah menyepakati solusi, tahap keempat adalah proses pelaksanaan kesepakatan yang telah dibuat. Semua pihak yang terlibat dalam konflik harus menerima dan melaksanakan kesepakatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Menjadi poin penting bahwa kesepakatan yang telah dibuat tidak berpotensi menimbulkan konflik yang lain. 5. Evaluasi. Tahap kelima adalah mengevaluasi dan menilai apakah pelaksanaan kesepakatan tersebut berjalan dengan baik. Dengan melakukan evaluasi maka organisasi dapat melakukan pendekatan alternatif untuk konflik lain yang berpotensi terulang. MEMBUAT KEPUTUSAN DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN Matlin (1998) menyatakan bahwa situasi pengambilan keputusan yang dihadapi seseorang akan mempengaruhi keberhasilan suatu pengambilan keputusan. Setelah seseorang berada dalam situasi pengambilan keputusan maka selanjutnya dia akan melakukan tindakan untuk mempertimbangkan, menganalisa, melakukan prediksi, dan menjatuhkan pilihan terhadap alternatif yang ada. Menurut Siagian (1991) bahwa terdapat aspek-aspek tertentu bersifat internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Adapun aspek internal tersebut antara lain : Pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Biasanya semakin luas pengetahuan seseorang semakin mempermudah pengambilan keputusan. Aspek kepribadian. Aspek kepribadian ini tidak nampak oleh mata tetapi besar peranannya bagi pengambilan keputusan. Sementara aspek eksternal dalam pengambilan keputusan, antara lain : Kultur. Kultur yang dianut oleh individu bagaikan kerangka bagi perbuatan individu. Hal ini berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan. Orang lain. Orang lain dalam hal ini menunjuk pada bagaimana individu melihat contoh atau cara orang lain (terutama orang dekat ) dalam melakukan pengambilan keputusan. Sedikit banyak perilaku orang lain dalam mengambil keputusan pada gilirannya juga berpengaruh pada perilkau individu dalam mengambil keputusan. Seorang pemimpin pendidikan harus mampu menjadi pemecah masalah bagi dirinya dan orang lain. Ini merupakan konsekuensi logis sebagai seorang pemimpin, karena mau tidak mau, suka tidak suka, ia harus berani mengambil keputusan. Karena posisinya sebagai problem solver, ia harus benar-benar memiliki daya analisis yang tinggi, sehingga keputusan yang diambilnya sudah dipertimbangkan secara matang, yang dapat dilakukan melalui studi kasus, pengamatan, maupun wawancara terfokus. Pemimpin pendidikan sebagai problem solver dituntut untuk memiliki kreativitas dalam memecahkan masalah dan mengembangkan alternatif penyelesaiannya. Berpikir kreatif untiuk memecahkan masalah dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Tahap orientasi masalah, yaitu merumuskan masalah dan mengindentifikasi aspek aspek masalah tersebut. Dalam prospeknya, si pemikir mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan masalahyang dipikirkan. 2) Tahap preparasi. Pikiran harus mendapat sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah tersebut. Kemudian informasi itu diproses untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada tahap orientasi. 3) Tahap inkubasi. Ketika pemecahan masalah mengalami kebuntuan maka biarkan pikiran beristirahat sebentar. Sementara itu pikiran bawah sadar kita akan bekerja secara otomatis untuk mencari pemecahan masalah. 4) Tahap iluminasi. Proses inkubasi berakhir, karena si pemikir mulai mendapatkan ilham serta serangkaian pengertian (insight) yang dianggap dapat memecahkan masalah. 5) Tahap verifikasi, yaitu melakukan pengujian atas pemecahan masalah tersebut, apabila gagal maka tahapan sebelummnya harus di ulangi lagi. Dalam hal mengambil keputusan, antar individu yang satu dengan individu yang lain melakukan pendekatan dengan cara yang tidak sama. Setiap orang mempunyai cara unik dalam mengambil keputusan. Jadi ada gaya yang berbeda-beda antar individu yang satu dengan yang lain dalam melakukan pengambilan keputusan.