Duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.

advertisement
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Duku Kumpeh (Lansium domestican Corr.)
Duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) merupakan tumbuhan tropis
beriklim basah yang banyak hidup di Indonesia terutama di pulau Sumatera,
khususnya daerah Provinsi Jambi yang memiliki varietas duku kumpeh (Gambar
2.1) Duku merupakan tanaman buah-buahan yang hanya berbuah 1 kali dalam 1
tahun. Menurut Ummi (2011:94) tumbuhan duku berasal dari negara Malaysia dan
Indonesia. Dari negara asalnya, duku menyebar ke negara lain seperti Vietnam,
Myanmar, dan India. Nama lain duku adalah (L. domesticum Corr.), Aglailadooko
griffth atau Aglaila domesticum Corr. Menurut Tjitrosoepomo (2010:300) duku dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kerajaan
Divisi
Kelas
Bangsa
Suku
Marga
Jenis
: Plantae
: Spermatophyta
: Dicotyledonaeae
: Sapindales
: Meliaceae
: Lansium
: Lansium domesticum Corr.
Gambar 2.1 (a) Duku Kumpeh berumur 20 tahun (Dokumentasi Pribadi , 2016)
12
13
Tumbuhan Duku di Indonesia tumbuh sangat subur, terutama di Pulau
Sumatera. Salah satunya di daerah Provinsi Jambi, tumbuhan duku yang tumbuh di
daerah Jambi dibagi menjadi 3 jenis dari famili Meliaceae yaitu duku, langsat, dan
kokosan yang banyak mengandung getah. Akan tetapi duku dan langsatlah yang
memiliki banyak varietas, ada yang berbuah besar dan ada yang berbuah kecil
tergantung jenisnya. Di provinsi Jambi tanaman duku yang terkenal adalah duku
kumpeh (Gambar 2.2) yang memiliki rasa manis, warna daging buah yang transparan
(bening), kulit biji buah yang tipis dan daging buah yang tebal (Syeikh, 2011:43).
a
b
Gambar 2.2 (a) Daging buah duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (b) kulit buah yang tipis
(Dokumentasi Pribadi , 2016).
Menurut Backer, dkk (1965:116) tumbuhan duku memiliki ciri-ciri morfologi
diantaranya:
a. Batang Duku Kumpeh
Lansium domesticum Corr. merupakan tanaman Dicotyledoneae dan bergetah
dengan sosok tanaman pohon buah tinggi 15-20 m dan diameter batangnya 35-40 cm.
Pada batang beralur-alur dan menjulur tinggi dan kulit batang duku bewarna cokelat
14
kehijau-hijaun atau keabu-abuan (Gambar 2.3), pecah-pecah dan bergetah putih.
Selain itu kulit batang sedikit tipis dan agak sulit dilepaskan dari batangnya. Pada
permukaan batang duku terdapat bintik-bintik berwarna cokelat, berbentuk silindris,
percabangan monopodial yaitu antara batang induk dengan cabang terlihat jelas dari
perbedaan ukurannya, arah tumbuh batang tegak lurus dan arah tumbuh cabang
condong keatas. Termasuk batang yang berkayu dan kuat.
Gambar 2.3 batang duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentasi Pribadi, 2016).
b. Daun Duku Kumpeh
Daun merupakan daun majemuk ganjil yang tersusun berselang-seling. Setiap
tangkai terdiri dari 5-7 helain daun, yang berbentuk elips yang panjang, berpinggir
rata, pangkal asimetik dan ujungnya meruncing(Gambar 2.4a).
Gambar 2.4 (a) Jumlah daun duku Kumpeh majemuk ganjil (Lansium domesticum Corr.)
(Dokumentasi Pribadi, 2016).
15
Permukaan daun bewarna hijau muda. Warna daun ketika sudah tua bewarna
hijau tua, terkstur daun halus(Gambar 2.4b). Tumbuhan duku memiliki karakteristik
daun tersendiri. Tulang daunnya menyirip, pada bagian permukaan atas daunnya
mengkilat, ujung daunnya meruncing pendek, tepi daun rata, dan merupakan daun
tidak lengkap karena hanya memiliki helaian daun (lamina), tangkai daun (petiolus)
(Tjitrosoepomo, 2010:300).
Gambar 2.4 (b) helaian daun duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentas Pribadi,
2016).
c. Bunga Duku Kumpeh
Duku memiliki bunga tandan, bentuk bunga seperti mangkok dan merupakan
bunga banci, dalam satu bunga terdapat putik dan benang sari. Jumlah kelopak bunga
5 helai, tebal dan mahkota bunga terdiri dari 4-5 helai (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Bakal bunga duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumetasi Pribadi, 2016)
16
d. Buah Duku Kumpeh
Buah duku merupakan buah tandan. Berbentuk bulat atau bulat memanjang
dengan diameter 2-5 cm. Dalam satu tanda jumlahnya bervariasi. Warna kulit duku
ketika muda bewarna hijau dan sudah masak bewarna kuning dan warna buah putih
transparan(Gambar 2.6a dan 2.6.b).
a
b
Gambar 2.6 (a) buah duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) yang berbentuk tandan dan
bewarna hijau (b) bentuk bulat memanjang dan buah duku kumpeh yang masak
bewarna kuning (Dokumentasi Pribadi, 2016).
e. Biji Duku Kumpeh
Biji duku berbentuk bulat lonjong dan ukuran bervariasi 2-6 cm dan bewarna
hijau kekuningan. Dalam satu buah jumlah biji bervariasi antara 3-5 biji. Biji duku
merupakan biji Dicotyledoneae (Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Biji duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentasi Pribadi, 2016).
17
f. Akar Duku Kumpeh
Akar duku merupakan tunggang, menancap ke bawah tanah, tanaman ini
sangat kuat berdiri tegak dan kokoh. Akarnya memiliki banyak cabang besar sampai
ujung
yaitu
tudung
akar
atau
bulu
akar.
Akar
duku
bewarna
kuning
kecoklatan(Gambar 2.8).
Gambar 2.8 Biji duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentasi Pribadi, 2016).
Menurut Mayanti (2009:24) mengatakan bahwa perbedaan antara duku dan
langsat dapat dilihat dari habitus kedua jenis tanaman ini yaitu dari daun, kulit dan
buah dari pohon dewasa. Duku memiliki daun dewasa berdaging lebih tipis,
sedangkan daun langsat memiliki daun yang tebal. Buah duku lebih sedikit getah
dibandingkan langsat yang banyak mengandung getah. Duku memiliki rasa yang
manis, legit dibandingkan langsat.
2.2 Pertumbuhan dan Cara Budidaya Bibit Duku Kumpeh (L. domesticum
Corr.)
Pertumbuhan merupakan suatu proses pertambahan ukuran sel, jumlah sel
yang bersifat kuantitatif atau dapat diukur (Salisbury, 1995:3). Untuk sementara ini
18
tanaman duku hanya dapat dibiakkan melalui biji dan pada umur tertentu misalnya 12
bulan duku dapat dimodifikasikan untuk mendapatkan bibit yang unggul seperti
teknik sambung yang merupakan suatu seni yang berkembang pada abad 15, teknik
perbanyakan merupakan teknik penggabungan antara satu batang dengan batang yang
lain yang sama jenisnya dan memiliki sifat unggul (Wijaya,2014:88).
2.3 Azolla pinnata sebagai pupuk hijau
A. pinnata merupakan paku air tawar yang dapat hidup dikolam, danau, rawa
dan sungai kecil. A. pinnata. Berasosiasi dengan ganggang biru-hijau (Anabaena)
yang dapat memfikasi N dari udara bebas dalam bentuk amonia yang dapat diserap
oleh tanaman. A. pinnata. Menurut Giller (2001:47) merupakan tanaman pakupakuan yang termasuk dalam famili Salviniaceae tetapi ada juga yang mengatakan A.
pinnata masuk kedalam famili Azollaceae. A. pinnata dapat dimanfaatkan sebagai
sumber pupuk hijau yang memiliki kandungan unsur hara dan kandungan unsur kimia
yang dibutuhkan oleh tanaman. A. pinnata yang akan dimanfaatkan oleh tanaman
sebagai sumber mikro dan makro, sehingga proses pertumbuhan suatu tanaman dapat
berjalan dengan semestinya. Selain itu A. pinnata mampu membantu pertumbuhan
tanaman tanpa mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman tersebut. Menurut
Tulung (2010:68). A. pinnata dapat diklasifikasi sebagai berikut:
Kerajaan
Divisi
Kelas
Bangsa
Suku
Marga
Jenis
: Plantae
: Pteridophyta
: Pteridopsida
: Salvinlales
: Salviniaceae
: Azolla
: Azolla pinnata
19
a
b
Gambar 2.9 (a) Azolla pinnata (b) bentuk daun Azolla pinnata (Dokumentasi Pribadi, 2016).
Tanaman paku-pakuan yang termasuk dalam family Salviniaceae tetapi ada
juga yang mengatakan A.pinnata termasuk kedalam family Azollaceae. A.pinnata
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau yang memilki kandungan unsur hara dan
kandungan unsur kimia yang di butuhkan oleh tanaman. A. pinnata dapat
menyuburkan, memperbaiki kondisi tanah unsur hara, dan zat kimia yang terkandung
didalam A.pinnata yang akan dimanfaatkan oleh tanaman sebagai sumber makro dan
mikro, sehingga proses pertumbuhan suatu tanaman dapat berjalan dengan baik
semestinya. Selain itu A. pinnata mampu membantu pertumbuhan tanaman tanpa
mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman tersebut. Kandungan unsur hara dan zat
kimia berdasarkan berat kering dapat disajikan pada Tabel 2.1 Berikut:
Tabel 2.1 Kandungan unsur hara A. pinnata
NO
Unsur Hara
1
Nitrogen (N)
2
Fospor (P)
3
Kalsium (Ca)
4
Magnesium (Mg)
5
Mangan (Mn)
6
Ferum (Fe)
7
Kalium (K)
(sumber: Arifin, 1996:36)
Persentasi (%)
4,5
0,5-0,9
2,0-4,5
0,5-0,65
0,11-0,16
0,06-0,26
0,4-1,0
20
Menurut Arifin (1996:46), bahan organik dapat dijadikan bahan baku dalam
pembuatan kompos, akan tetapi proses pengomposan A.pinnata memerlukan waktu
yang lama yaitu 3-6 bulan dalam keadaan pengomposan termofilik dengan bentuk
yang stabil. Untuk pengomposan A.pinnata diperlukan metode sendiri. Misalnya,
penambahan bioaktivator yang mengandung jamur dari genus Trichoderma. Secara
umum pengomposan dengan sistem aerobic termasuk pengomposan A.pinnata adalah
modifikasi yang terjadi secara biologis.
Modifikasi yang terjadi secara biologi pada struktur kimia atau bahan biologi
organik ini akan menimbulkan keuntungan, dimana proses pengomposan dibantu oleh
mikroorganisme tanah yang ditandai dengan perubahan temperatur. Hasil dari
dkomposisi bahan organik sebagai berikut:
Mikroba aerob
Bahan organik
CO2 + H20 + Hara + Humus + energy
Selanjutnya Gatot (2012:2) menjelaskan bahwa dalam pembuatan kompos
diperlukan A.pinnata tempat khusus dan idealnya terdiri atas satu ruangan khusus
dalam keadaan termofilik, sebab proses pengomposan sangat membutuhkan waktu
yang lama. A.pinnata merupakan salah satu pupuk yang mampu membuat keadaan
fisik, kimia dan biologi tanah menjadi baik, kandungan unsur hara kompos A.pinnata
lebih tinggi terutama kandunga unsur Nitrogen (N) dan tidak tercemar logam berat
yang dapat merugikan tanaman.
Banyaknya unsur hara yang dikandung oleh suatu pupuk merupakan faktor
utama untuk pertumbuhan suatu tanaman, karena jumlah unsur hara mampu
menentukan kenaikan kadar unsur hara dalam tanah. Pada dasarnya makin tinggi
21
kadar unsur haram akin baik pertumbuhan suatu tanaman. Kadar unsur hara dalam
pupuk adalah N, P, dan K. Unsur hara inilah yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.
Sehingaa pengambilan unsur hara dari tanah oleh tanaman melalui pertukaran kation
atau anion antara akar dengan larutan. Kemampuan pertukaran ini tergantung pada
jenis tanaman. Misalnya tanaman Dicotyledoneae lebih cepat dan tinggi dalam proses
pertukaran unsur haranya dibandingkan tumbuhan monokotil (Sarwono, 2007:99107).
2.4 Tanah Bekas Tambang Batubara
Tanah bekas tambang batubara merupakan tumpukan tanah atau lahan
marginal yang miskin akan unsur hara yang lapisan atas (top soil) berada dibagian
bawah dan lapisan bawah (sub soil) berada bagian atas (Gambar 2.10). Tanah ini
banyak mengandung logam dan rendahnya kesuburan tanah sebagai akibat buruknya
sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, kehadiran unsur-unsur yang dapat bersifat
racun seperti aluminium, besi, dan mangan yang terjadi pada tanah bereaksi masam
(pH 4-5), serta kehadiran lapisan penghambat sehingga daerah pertumbuhan akar
menjadi sangat terbatas. Kapasihtas Tukar Kation (KTK) rendah dan bertekstur pasir.
a
b
Gambar 2.10 (a) Kondisi lahan batubara PT. Nan Riang (b) lubang bekas
galian yang menjadi kolam (Dokumentasi Pribadi, 2016).
22
Tanah bekas tambang ini memerlukan perlakuan khusus untuk dapat menjadi
media tanam yang baik bagi tanaman, yakni dengan cara mencampurkan pupuk
organic dan merupakan sumber karbon bagi tanaman (Ulfah,2010:201).
PT. Nan Riang merupakan Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang
pertambangan batubara di Desa Ampelu Mudo, Ampelu Tuo dan Bejeba, Kecamatan
Muaro Tembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Izin usaha pertambangan
batubara PT. Nan Riang diperoleh tanggal 23 Januari 2003 berupa kuasa
pertambangan eksplorasi batubara seluas 1. 208,56 Ha. (Gambar 2.11) peta lokasi
lahan tambang batubara yang masih belum dimanfaatkan seutuhnya oleh pihak PT.
Nan Riang, Kabupaten Batanghari (SK Bupati Batanghari Nomor:01/kp/2003).
Gambar 2.11 Peta lokasi PT. Nan Riang (Dokumentasi Pribadi, 2016).
23
2.5 Fungi Mikoriza
Mikoriza berasal dari kata aslinya Mycorrhize yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu Mykes yang artinya cendawan, dan Rhiza artinya akar, sehingga secara
harfiah berarti cendawan akar atau fungi akar. Mikoriza adalah simbiosis mutualistik,
hubungan antara fungi dan akar tanaman. Mikoriza ini bertindak sebagai pelindung
akar tanaman, meningkatkan toleransi atau melindungi perkecambahan tanaman
terhadap kekeringan, temperatur tinggi, infeksi penyakit jamur, dan keasaman tanah
(Yulipriyanto,2010:108).
Menurut Theresia, dkk (2008:196) asosiasi akar tanaman dan fungi dibagi
menjadi 3 berdasarkan pertumbuhan hifa, yaitu : ektomikoriza, endomikoriza dan
ektendomikoriza.
Berikut
penjelasan
mengenai
ketiga
kelompok
mikoriza
berdasarkan morfologi, fisiologi dan perananya dalam suatu ekosistem terutama pada
perakaran tanaman sebagi berikut:
A. Ektomikoriza
Ektomikoriza (mikoriza ektotropik) jamur yang menginfeksi tidak masuk
kedalam sel akar tanaman dan hanya berkembang diantara dinding sel jaringan
korteks, akar yang terinfeksi membesar dan bercabang. Biasanya juga meyusun
jaringan hifa dengan sangat rapat pada permukaan akar yang disebut selubung.
Selubung ini sering disebut dengan selubung Pseudoparenkim. Kebanyakan jamur
yang membentuk mikoriza adalah Basidiomycetes (family Aminitaceae, Boletaceae,
Cortinariaceae,
Russulaceae,
Sclerodermataceae)
Tricholomataceae,
Rhizopongonaceae,
dan
24
Beberapa ordo dari Ascomycetes, terutama Eurotiales, Tuberales, Pezizales,
Helotiales, mempunyai spesies yang diduga membentuk ektomikoriza dengan pohon.
Gambar 2.11 salah satu contoh ektomikoriza.
a.
b.
Gambar 2.12 (a) Boletus sp. dan (b) Akar yang terinfeksi (Alamsjah,2010:4)
B. Endomikoriza
Endomikoriza (endotropik) merupakan jamur yang menginfeksi masuk kedalam
jaringan sel korteks dan akar yang terinfeksi tidak membesar. Pada jenis
endomikoriza, jaringan hifa cendawan masuk kedalam sel korteks akar dan
membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesikel dan sistem
percabangan hifa yang disebut arbuscular, sehingga endomikoriza disebut juga
vesicular-arbuscular micorrhizae VAM atau FMA. FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula)
adalah struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai maniferstasi adanya
simbiosis mutualistic antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza). Endomikoriza
banyak mendapat perhatian karena peyebarannya lebih luas dan dapat berasoisasi
dengan hampir 90% spesies tanaman tingkat tinggi, salah satunya adalah FMA.
25
Jamur endomikoriza masuk kedalam sel korteks dari akar serabut (feeder roots).
Gambar 2.12 salah satu spora dan cara infeksi endomikoriza dan proses infeksi akar
oleh endomikoriza.
Gambar 2.13 (a) Spora Glomus sp. dan (b) Akar yang terinfeksi (Mansur,2012:19)
Gambar 2.14 Penampang akar yang terinfeksi mikoriza (Brundrret, 1995 dalam Mansur ,
2010:19)
Menurut Faisal (2012:9) Jamur ini tidak membentuk selubung yang padat, namun
membentuk miselium yang tersusun longgar pada permukaan akar. Jamur juga
membentuk vesikula dan arbuskular yang besar di dalam sel korteks, sehingga sering
26
disebut dengan FMA (Vesicular-Arbuscular Miccorhizal). Sebagai contoh jenis
Glomus, Acaulospora, Gigaspora dan Scutellospora.
1. Genus Glomus
Glomus sp. adalah genus mikoriza dari famili Glomaceae. Genus ini memiliki
keberagaman jenis tertinggi dari yang lain. Beberapa ciri khas dari genus ini yaitu
spora terbentuk secara tunggal ataupun berpasangan dua pada terminal hifa nongametangium yang tidak berdiferensiasi dalam sporokarp. Pada saat dewasa spora
dipisahkan dari hifa pelekat oleh sebuah sekat, spora berbentuk globos sub-globos,
ovoid ataupun obovoid dengan dinding spora terdiri dari lebih dari satu lapis,
berwarna hyaline sampai kuning, merah kecoklatan, coklat dan hitam. Berukuran
antara 20-400 μm. Selain itu Glomus sp. tidak bereaksi dengan larutan Melzer.
Glomus berkembang dengan baik pada pH 5.5 sampai 6.5. Morfologi genus Glomus
dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.15 Spora Glomus sp. (Florentina, 2013:13).
2. Genus Acaulospora
Acaulospora sp. adalah genus mikoriza yang termasuk dalam famili
Acaulosporaceae. Genus ini memiliki beberapa ciri khas antara lain yaitu memiliki
27
2–3 dinding spora, spora terbentuk di sisi samping leher sporiferous saccule,
berbentuk globos hingga elips, berwarna hyaline, kuning, ataupun merah
kekuningan,berukuran antara 100–400 μm. Selain itu ciri khas Acaulospora sp.
adalah dinding spora bagian luar tidak bereaksi dengan larutan Melzer sedangkan
bagian dalam bereaksi dengan larutan Melzer, pada ekosistem hutan asli
Acaulospora mempunyai keanekaragaman jenis yang paling tinggi. Acaulouspora
berkembang dengan baik pada pH 5.0. Salah satu contoh spora Acaulospora dapat
dilihat pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Spora Acaulospora scrobiculata (Florentina, 2013:13).
3. Genus Gigaspora
Genus Gigaspora memiliki ciri-ciri yaitu berbentuk bulat besar, coklat
kehitaman berukuran rata-rata 300 μm dan tidak dapat terlihat perbedaan antara
dinding spora dengan germination wall, serta memiliki ciri khusus yaitu Bulbous
suspensor. Spora Gigaspora sp. memiliki dinding sporanya yang terdiri atas satu
kelompok dinding. Salah satu contoh spora Gigaspora dapat dilihat pada Gambar
2.17.
28
Gambar 2.17 Spora Gigaspora (Florentina, 2013:13).
4. Genus Scutellospora
Genus
Scutellospora
sp.
adalah
genus
mikoriza
dari
famili
Gigasporaceae. Proses perkembangan Scutellospora sama dengan Gigaspora.
Untuk membedakan dengan genus Gigaspora, pada Scutellospora terdapat lapisan
kecambah. Bila berkecambah hifa ke luar dari lapisan kecambah tadi. Spora
bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh. Warna sporanya merah coklat
ketika bereaksi dengan larutan Melzer. Ukuran sporanya rata-rata 165 μm. Salah
satu contoh spora Scutellospora dapat dilihat pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Spora Scutellospora (Amalia, 2015:20).
C. Ektendomikoriza
29
Ektendomikoriza (Mikoriza ektendotropik), merupakan jamur yang strukturnya
terdiri karena asosiasi jamur mikoriza dengan akar tumbuhan, sehingga pada
terbentuk hifa dan mampu berkembang ke dalam sel-sel korteks akar tumbuhan dan
memiliki ciri dari kedua yang terdahulu yaitu ektendomikoriza dan endomikoriza.
2.6 Fungsi Mikoriza Arbuskular (FMA)
Merupakan jamur yang akhir-akhir ini banyak digunakan para peneliti
lingkungan, biologi dan pertanian, karena fungsinya dapat membantu pertumbuhan
suatu tanaman dan mikroba ini mampu menyuburkan tanaman dengan merombak
senyawa karbon, nitrogen rasio 9-12 (Gaur,1982 dalam Yulipriyanto, 2010:163).
FMA adalah jamur yang struktur hifa yang bercabang-cabang seperti pohonpohon kecil yang mirip haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai
tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inang dengan jamur. Struktur ini mulai
terbentuk 2-3 hari setelah infeksi, diawali dengan penetrasi cabang hifa lateral yang
dibentuk oleh hifa ekstraselular dan intraselular ke dalam dinding sel inang. Asosiasi
FMA pada tanaman merangsang IAA (indole acetic acid), sitokinin, auksin dan
gibberalin, dan asam-asam organic dari akar (Kemas, 2005:53).
Secara umum FMA dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman
salinitas tanah. Toleransi tanaman terhadap salinitas dapat dinyatakan dalam berbagai
cara, yaitu 1) kemampuan tanaman hidup pada tanah salin, 2) produksi yang
dihasilkan pada tanah salin, 3) hasil relatif pada tanah salin dibandingkan dengan
tanah biasa (normal) dan 4) salinitas maksimum yang dapat dialami tanah tanaman
tanpa terjadi penurunan hasil. Pengaruh FMA juga dapat terjadi pada sisi perbaikan
30
fisik tanah, peningkatan aktivitas hidraulik akar pada potensial air tanah rendah
(Danu,2012:20-23).
2.7 Perbanyakan (Kultur Penangkaran) FMA Indigenous
Menurut Nusantara, dkk (2012:44) perbanyakan spora dilakukan dengan cara
sporulasi atau meningkatkan jumlah propagul FMA yang ada di dalam tanah yang
diambil dari lapangan. Hal tersebut perlu dilakukan, mengingat tidak semua FMA
aktif pada periode waktu yang sama. Sebagian FMA jumlahnya melimpah pada
musim hujan, sebagian lainnya pada waktu musim kemarau, dan sebagian lainnya ada
sepanjang tahun. Kultur penangkaran dibuat dengan cara mencampur tanah atau akar
dari lapangan sebagai sumber inokulum dengan medium tumbuh steril dan tanaman
inang yang sesuai. Kultur penangkaran memerlukan waktu yang cukup panjang (± 3
bulan), tetapi menghasilkan spora segar yang mudah diidentifikasi karakteristik
morfologinya. Tanaman inang merupakan faktor yang penting. Apabila akan
digunakan untuk menyelidiki kelimpahan dan keragaman FMA pada satu ekosistem,
maka tanaman inang yang digunakan ialah tanaman yang ada di lapangan tempat
pengambilan contoh tanah. Penggunaan tanaman inang lain, sekali pun tergolong
tanaman yang selama ini diyakini sebagai tanaman generalist, sering kali
menghasilkan kelimpahan dan keragaman yang jauh berbeda. Salah satu tanaman
inang yang dapat digunakan adalah sorgum, jagung dan ubi kayu dan lain.
2.8 Pengayan Materi Ajar Fisiologi Tumbuhan
31
Pengayaan materi ajar fisiologi tubuhan sangat perlu dikembangan. Oleh
sebab itu materi ajar fisiologi tumbuhan akan bervariasi, jika adanya pengayaan
materi yang bisa dilakukan dengan pemanfaatan hasil penelitian, sehingga hasil
penelitian menjadi optimal. Pengayaan materi ini dapat membantu mahasiswa dalam
memahami materi yang terbatas. Pengayaan materi ajar fisiologi tumbuhan yang
berasal dari hasil penelitian dibuat dalam bentuk bahan ajar cetak berupa buku atau
penuntun praktikum.
Ditambahkan Sutanto dan Qurniani (2015:4) pemanfaatan hasil penelitian
sebagai sumber belajar biologi berupa penuntun praktikum dapat membantu
mahasiswa dalam proses belajar, sesuai dengan kurikulum 2013 yang menyatakan
pembelajaran dengan pendekatan ilmiah. Kurikulum 2013 dituntut untuk melakukan
kegiatan dengan pendekatan ilmiah yang bertujuan agar mahasiswa lebih aktif dan
mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam kegiatan pembelajaran yang bersifat
nyata sehingga dibuatlah buku yang berupa buku popular yang dilengkapi dengan
prosedur eksperimen.
Download