12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Duku Kumpeh (Lansium domestican Corr.) Duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) merupakan tumbuhan tropis beriklim basah yang banyak hidup di Indonesia terutama di pulau Sumatera, khususnya daerah Provinsi Jambi yang memiliki varietas duku kumpeh (Gambar 2.1) Duku merupakan tanaman buah-buahan yang hanya berbuah 1 kali dalam 1 tahun. Menurut Ummi (2011:94) tumbuhan duku berasal dari negara Malaysia dan Indonesia. Dari negara asalnya, duku menyebar ke negara lain seperti Vietnam, Myanmar, dan India. Nama lain duku adalah (L. domesticum Corr.), Aglailadooko griffth atau Aglaila domesticum Corr. Menurut Tjitrosoepomo (2010:300) duku dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Plantae : Spermatophyta : Dicotyledonaeae : Sapindales : Meliaceae : Lansium : Lansium domesticum Corr. Gambar 2.1 (a) Duku Kumpeh berumur 20 tahun (Dokumentasi Pribadi , 2016) 12 13 Tumbuhan Duku di Indonesia tumbuh sangat subur, terutama di Pulau Sumatera. Salah satunya di daerah Provinsi Jambi, tumbuhan duku yang tumbuh di daerah Jambi dibagi menjadi 3 jenis dari famili Meliaceae yaitu duku, langsat, dan kokosan yang banyak mengandung getah. Akan tetapi duku dan langsatlah yang memiliki banyak varietas, ada yang berbuah besar dan ada yang berbuah kecil tergantung jenisnya. Di provinsi Jambi tanaman duku yang terkenal adalah duku kumpeh (Gambar 2.2) yang memiliki rasa manis, warna daging buah yang transparan (bening), kulit biji buah yang tipis dan daging buah yang tebal (Syeikh, 2011:43). a b Gambar 2.2 (a) Daging buah duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (b) kulit buah yang tipis (Dokumentasi Pribadi , 2016). Menurut Backer, dkk (1965:116) tumbuhan duku memiliki ciri-ciri morfologi diantaranya: a. Batang Duku Kumpeh Lansium domesticum Corr. merupakan tanaman Dicotyledoneae dan bergetah dengan sosok tanaman pohon buah tinggi 15-20 m dan diameter batangnya 35-40 cm. Pada batang beralur-alur dan menjulur tinggi dan kulit batang duku bewarna cokelat 14 kehijau-hijaun atau keabu-abuan (Gambar 2.3), pecah-pecah dan bergetah putih. Selain itu kulit batang sedikit tipis dan agak sulit dilepaskan dari batangnya. Pada permukaan batang duku terdapat bintik-bintik berwarna cokelat, berbentuk silindris, percabangan monopodial yaitu antara batang induk dengan cabang terlihat jelas dari perbedaan ukurannya, arah tumbuh batang tegak lurus dan arah tumbuh cabang condong keatas. Termasuk batang yang berkayu dan kuat. Gambar 2.3 batang duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentasi Pribadi, 2016). b. Daun Duku Kumpeh Daun merupakan daun majemuk ganjil yang tersusun berselang-seling. Setiap tangkai terdiri dari 5-7 helain daun, yang berbentuk elips yang panjang, berpinggir rata, pangkal asimetik dan ujungnya meruncing(Gambar 2.4a). Gambar 2.4 (a) Jumlah daun duku Kumpeh majemuk ganjil (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentasi Pribadi, 2016). 15 Permukaan daun bewarna hijau muda. Warna daun ketika sudah tua bewarna hijau tua, terkstur daun halus(Gambar 2.4b). Tumbuhan duku memiliki karakteristik daun tersendiri. Tulang daunnya menyirip, pada bagian permukaan atas daunnya mengkilat, ujung daunnya meruncing pendek, tepi daun rata, dan merupakan daun tidak lengkap karena hanya memiliki helaian daun (lamina), tangkai daun (petiolus) (Tjitrosoepomo, 2010:300). Gambar 2.4 (b) helaian daun duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentas Pribadi, 2016). c. Bunga Duku Kumpeh Duku memiliki bunga tandan, bentuk bunga seperti mangkok dan merupakan bunga banci, dalam satu bunga terdapat putik dan benang sari. Jumlah kelopak bunga 5 helai, tebal dan mahkota bunga terdiri dari 4-5 helai (Gambar 2.5). Gambar 2.5 Bakal bunga duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumetasi Pribadi, 2016) 16 d. Buah Duku Kumpeh Buah duku merupakan buah tandan. Berbentuk bulat atau bulat memanjang dengan diameter 2-5 cm. Dalam satu tanda jumlahnya bervariasi. Warna kulit duku ketika muda bewarna hijau dan sudah masak bewarna kuning dan warna buah putih transparan(Gambar 2.6a dan 2.6.b). a b Gambar 2.6 (a) buah duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) yang berbentuk tandan dan bewarna hijau (b) bentuk bulat memanjang dan buah duku kumpeh yang masak bewarna kuning (Dokumentasi Pribadi, 2016). e. Biji Duku Kumpeh Biji duku berbentuk bulat lonjong dan ukuran bervariasi 2-6 cm dan bewarna hijau kekuningan. Dalam satu buah jumlah biji bervariasi antara 3-5 biji. Biji duku merupakan biji Dicotyledoneae (Gambar 2.7). Gambar 2.7 Biji duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentasi Pribadi, 2016). 17 f. Akar Duku Kumpeh Akar duku merupakan tunggang, menancap ke bawah tanah, tanaman ini sangat kuat berdiri tegak dan kokoh. Akarnya memiliki banyak cabang besar sampai ujung yaitu tudung akar atau bulu akar. Akar duku bewarna kuning kecoklatan(Gambar 2.8). Gambar 2.8 Biji duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentasi Pribadi, 2016). Menurut Mayanti (2009:24) mengatakan bahwa perbedaan antara duku dan langsat dapat dilihat dari habitus kedua jenis tanaman ini yaitu dari daun, kulit dan buah dari pohon dewasa. Duku memiliki daun dewasa berdaging lebih tipis, sedangkan daun langsat memiliki daun yang tebal. Buah duku lebih sedikit getah dibandingkan langsat yang banyak mengandung getah. Duku memiliki rasa yang manis, legit dibandingkan langsat. 2.2 Pertumbuhan dan Cara Budidaya Bibit Duku Kumpeh (L. domesticum Corr.) Pertumbuhan merupakan suatu proses pertambahan ukuran sel, jumlah sel yang bersifat kuantitatif atau dapat diukur (Salisbury, 1995:3). Untuk sementara ini 18 tanaman duku hanya dapat dibiakkan melalui biji dan pada umur tertentu misalnya 12 bulan duku dapat dimodifikasikan untuk mendapatkan bibit yang unggul seperti teknik sambung yang merupakan suatu seni yang berkembang pada abad 15, teknik perbanyakan merupakan teknik penggabungan antara satu batang dengan batang yang lain yang sama jenisnya dan memiliki sifat unggul (Wijaya,2014:88). 2.3 Azolla pinnata sebagai pupuk hijau A. pinnata merupakan paku air tawar yang dapat hidup dikolam, danau, rawa dan sungai kecil. A. pinnata. Berasosiasi dengan ganggang biru-hijau (Anabaena) yang dapat memfikasi N dari udara bebas dalam bentuk amonia yang dapat diserap oleh tanaman. A. pinnata. Menurut Giller (2001:47) merupakan tanaman pakupakuan yang termasuk dalam famili Salviniaceae tetapi ada juga yang mengatakan A. pinnata masuk kedalam famili Azollaceae. A. pinnata dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk hijau yang memiliki kandungan unsur hara dan kandungan unsur kimia yang dibutuhkan oleh tanaman. A. pinnata yang akan dimanfaatkan oleh tanaman sebagai sumber mikro dan makro, sehingga proses pertumbuhan suatu tanaman dapat berjalan dengan semestinya. Selain itu A. pinnata mampu membantu pertumbuhan tanaman tanpa mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman tersebut. Menurut Tulung (2010:68). A. pinnata dapat diklasifikasi sebagai berikut: Kerajaan Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Plantae : Pteridophyta : Pteridopsida : Salvinlales : Salviniaceae : Azolla : Azolla pinnata 19 a b Gambar 2.9 (a) Azolla pinnata (b) bentuk daun Azolla pinnata (Dokumentasi Pribadi, 2016). Tanaman paku-pakuan yang termasuk dalam family Salviniaceae tetapi ada juga yang mengatakan A.pinnata termasuk kedalam family Azollaceae. A.pinnata dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau yang memilki kandungan unsur hara dan kandungan unsur kimia yang di butuhkan oleh tanaman. A. pinnata dapat menyuburkan, memperbaiki kondisi tanah unsur hara, dan zat kimia yang terkandung didalam A.pinnata yang akan dimanfaatkan oleh tanaman sebagai sumber makro dan mikro, sehingga proses pertumbuhan suatu tanaman dapat berjalan dengan baik semestinya. Selain itu A. pinnata mampu membantu pertumbuhan tanaman tanpa mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman tersebut. Kandungan unsur hara dan zat kimia berdasarkan berat kering dapat disajikan pada Tabel 2.1 Berikut: Tabel 2.1 Kandungan unsur hara A. pinnata NO Unsur Hara 1 Nitrogen (N) 2 Fospor (P) 3 Kalsium (Ca) 4 Magnesium (Mg) 5 Mangan (Mn) 6 Ferum (Fe) 7 Kalium (K) (sumber: Arifin, 1996:36) Persentasi (%) 4,5 0,5-0,9 2,0-4,5 0,5-0,65 0,11-0,16 0,06-0,26 0,4-1,0 20 Menurut Arifin (1996:46), bahan organik dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan kompos, akan tetapi proses pengomposan A.pinnata memerlukan waktu yang lama yaitu 3-6 bulan dalam keadaan pengomposan termofilik dengan bentuk yang stabil. Untuk pengomposan A.pinnata diperlukan metode sendiri. Misalnya, penambahan bioaktivator yang mengandung jamur dari genus Trichoderma. Secara umum pengomposan dengan sistem aerobic termasuk pengomposan A.pinnata adalah modifikasi yang terjadi secara biologis. Modifikasi yang terjadi secara biologi pada struktur kimia atau bahan biologi organik ini akan menimbulkan keuntungan, dimana proses pengomposan dibantu oleh mikroorganisme tanah yang ditandai dengan perubahan temperatur. Hasil dari dkomposisi bahan organik sebagai berikut: Mikroba aerob Bahan organik CO2 + H20 + Hara + Humus + energy Selanjutnya Gatot (2012:2) menjelaskan bahwa dalam pembuatan kompos diperlukan A.pinnata tempat khusus dan idealnya terdiri atas satu ruangan khusus dalam keadaan termofilik, sebab proses pengomposan sangat membutuhkan waktu yang lama. A.pinnata merupakan salah satu pupuk yang mampu membuat keadaan fisik, kimia dan biologi tanah menjadi baik, kandungan unsur hara kompos A.pinnata lebih tinggi terutama kandunga unsur Nitrogen (N) dan tidak tercemar logam berat yang dapat merugikan tanaman. Banyaknya unsur hara yang dikandung oleh suatu pupuk merupakan faktor utama untuk pertumbuhan suatu tanaman, karena jumlah unsur hara mampu menentukan kenaikan kadar unsur hara dalam tanah. Pada dasarnya makin tinggi 21 kadar unsur haram akin baik pertumbuhan suatu tanaman. Kadar unsur hara dalam pupuk adalah N, P, dan K. Unsur hara inilah yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Sehingaa pengambilan unsur hara dari tanah oleh tanaman melalui pertukaran kation atau anion antara akar dengan larutan. Kemampuan pertukaran ini tergantung pada jenis tanaman. Misalnya tanaman Dicotyledoneae lebih cepat dan tinggi dalam proses pertukaran unsur haranya dibandingkan tumbuhan monokotil (Sarwono, 2007:99107). 2.4 Tanah Bekas Tambang Batubara Tanah bekas tambang batubara merupakan tumpukan tanah atau lahan marginal yang miskin akan unsur hara yang lapisan atas (top soil) berada dibagian bawah dan lapisan bawah (sub soil) berada bagian atas (Gambar 2.10). Tanah ini banyak mengandung logam dan rendahnya kesuburan tanah sebagai akibat buruknya sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, kehadiran unsur-unsur yang dapat bersifat racun seperti aluminium, besi, dan mangan yang terjadi pada tanah bereaksi masam (pH 4-5), serta kehadiran lapisan penghambat sehingga daerah pertumbuhan akar menjadi sangat terbatas. Kapasihtas Tukar Kation (KTK) rendah dan bertekstur pasir. a b Gambar 2.10 (a) Kondisi lahan batubara PT. Nan Riang (b) lubang bekas galian yang menjadi kolam (Dokumentasi Pribadi, 2016). 22 Tanah bekas tambang ini memerlukan perlakuan khusus untuk dapat menjadi media tanam yang baik bagi tanaman, yakni dengan cara mencampurkan pupuk organic dan merupakan sumber karbon bagi tanaman (Ulfah,2010:201). PT. Nan Riang merupakan Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang pertambangan batubara di Desa Ampelu Mudo, Ampelu Tuo dan Bejeba, Kecamatan Muaro Tembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Izin usaha pertambangan batubara PT. Nan Riang diperoleh tanggal 23 Januari 2003 berupa kuasa pertambangan eksplorasi batubara seluas 1. 208,56 Ha. (Gambar 2.11) peta lokasi lahan tambang batubara yang masih belum dimanfaatkan seutuhnya oleh pihak PT. Nan Riang, Kabupaten Batanghari (SK Bupati Batanghari Nomor:01/kp/2003). Gambar 2.11 Peta lokasi PT. Nan Riang (Dokumentasi Pribadi, 2016). 23 2.5 Fungi Mikoriza Mikoriza berasal dari kata aslinya Mycorrhize yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Mykes yang artinya cendawan, dan Rhiza artinya akar, sehingga secara harfiah berarti cendawan akar atau fungi akar. Mikoriza adalah simbiosis mutualistik, hubungan antara fungi dan akar tanaman. Mikoriza ini bertindak sebagai pelindung akar tanaman, meningkatkan toleransi atau melindungi perkecambahan tanaman terhadap kekeringan, temperatur tinggi, infeksi penyakit jamur, dan keasaman tanah (Yulipriyanto,2010:108). Menurut Theresia, dkk (2008:196) asosiasi akar tanaman dan fungi dibagi menjadi 3 berdasarkan pertumbuhan hifa, yaitu : ektomikoriza, endomikoriza dan ektendomikoriza. Berikut penjelasan mengenai ketiga kelompok mikoriza berdasarkan morfologi, fisiologi dan perananya dalam suatu ekosistem terutama pada perakaran tanaman sebagi berikut: A. Ektomikoriza Ektomikoriza (mikoriza ektotropik) jamur yang menginfeksi tidak masuk kedalam sel akar tanaman dan hanya berkembang diantara dinding sel jaringan korteks, akar yang terinfeksi membesar dan bercabang. Biasanya juga meyusun jaringan hifa dengan sangat rapat pada permukaan akar yang disebut selubung. Selubung ini sering disebut dengan selubung Pseudoparenkim. Kebanyakan jamur yang membentuk mikoriza adalah Basidiomycetes (family Aminitaceae, Boletaceae, Cortinariaceae, Russulaceae, Sclerodermataceae) Tricholomataceae, Rhizopongonaceae, dan 24 Beberapa ordo dari Ascomycetes, terutama Eurotiales, Tuberales, Pezizales, Helotiales, mempunyai spesies yang diduga membentuk ektomikoriza dengan pohon. Gambar 2.11 salah satu contoh ektomikoriza. a. b. Gambar 2.12 (a) Boletus sp. dan (b) Akar yang terinfeksi (Alamsjah,2010:4) B. Endomikoriza Endomikoriza (endotropik) merupakan jamur yang menginfeksi masuk kedalam jaringan sel korteks dan akar yang terinfeksi tidak membesar. Pada jenis endomikoriza, jaringan hifa cendawan masuk kedalam sel korteks akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesikel dan sistem percabangan hifa yang disebut arbuscular, sehingga endomikoriza disebut juga vesicular-arbuscular micorrhizae VAM atau FMA. FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) adalah struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai maniferstasi adanya simbiosis mutualistic antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza). Endomikoriza banyak mendapat perhatian karena peyebarannya lebih luas dan dapat berasoisasi dengan hampir 90% spesies tanaman tingkat tinggi, salah satunya adalah FMA. 25 Jamur endomikoriza masuk kedalam sel korteks dari akar serabut (feeder roots). Gambar 2.12 salah satu spora dan cara infeksi endomikoriza dan proses infeksi akar oleh endomikoriza. Gambar 2.13 (a) Spora Glomus sp. dan (b) Akar yang terinfeksi (Mansur,2012:19) Gambar 2.14 Penampang akar yang terinfeksi mikoriza (Brundrret, 1995 dalam Mansur , 2010:19) Menurut Faisal (2012:9) Jamur ini tidak membentuk selubung yang padat, namun membentuk miselium yang tersusun longgar pada permukaan akar. Jamur juga membentuk vesikula dan arbuskular yang besar di dalam sel korteks, sehingga sering 26 disebut dengan FMA (Vesicular-Arbuscular Miccorhizal). Sebagai contoh jenis Glomus, Acaulospora, Gigaspora dan Scutellospora. 1. Genus Glomus Glomus sp. adalah genus mikoriza dari famili Glomaceae. Genus ini memiliki keberagaman jenis tertinggi dari yang lain. Beberapa ciri khas dari genus ini yaitu spora terbentuk secara tunggal ataupun berpasangan dua pada terminal hifa nongametangium yang tidak berdiferensiasi dalam sporokarp. Pada saat dewasa spora dipisahkan dari hifa pelekat oleh sebuah sekat, spora berbentuk globos sub-globos, ovoid ataupun obovoid dengan dinding spora terdiri dari lebih dari satu lapis, berwarna hyaline sampai kuning, merah kecoklatan, coklat dan hitam. Berukuran antara 20-400 μm. Selain itu Glomus sp. tidak bereaksi dengan larutan Melzer. Glomus berkembang dengan baik pada pH 5.5 sampai 6.5. Morfologi genus Glomus dapat dilihat pada Gambar 2.14. Gambar 2.15 Spora Glomus sp. (Florentina, 2013:13). 2. Genus Acaulospora Acaulospora sp. adalah genus mikoriza yang termasuk dalam famili Acaulosporaceae. Genus ini memiliki beberapa ciri khas antara lain yaitu memiliki 27 2–3 dinding spora, spora terbentuk di sisi samping leher sporiferous saccule, berbentuk globos hingga elips, berwarna hyaline, kuning, ataupun merah kekuningan,berukuran antara 100–400 μm. Selain itu ciri khas Acaulospora sp. adalah dinding spora bagian luar tidak bereaksi dengan larutan Melzer sedangkan bagian dalam bereaksi dengan larutan Melzer, pada ekosistem hutan asli Acaulospora mempunyai keanekaragaman jenis yang paling tinggi. Acaulouspora berkembang dengan baik pada pH 5.0. Salah satu contoh spora Acaulospora dapat dilihat pada Gambar 2.16. Gambar 2.16 Spora Acaulospora scrobiculata (Florentina, 2013:13). 3. Genus Gigaspora Genus Gigaspora memiliki ciri-ciri yaitu berbentuk bulat besar, coklat kehitaman berukuran rata-rata 300 μm dan tidak dapat terlihat perbedaan antara dinding spora dengan germination wall, serta memiliki ciri khusus yaitu Bulbous suspensor. Spora Gigaspora sp. memiliki dinding sporanya yang terdiri atas satu kelompok dinding. Salah satu contoh spora Gigaspora dapat dilihat pada Gambar 2.17. 28 Gambar 2.17 Spora Gigaspora (Florentina, 2013:13). 4. Genus Scutellospora Genus Scutellospora sp. adalah genus mikoriza dari famili Gigasporaceae. Proses perkembangan Scutellospora sama dengan Gigaspora. Untuk membedakan dengan genus Gigaspora, pada Scutellospora terdapat lapisan kecambah. Bila berkecambah hifa ke luar dari lapisan kecambah tadi. Spora bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh. Warna sporanya merah coklat ketika bereaksi dengan larutan Melzer. Ukuran sporanya rata-rata 165 μm. Salah satu contoh spora Scutellospora dapat dilihat pada Gambar 2.18. Gambar 2.18 Spora Scutellospora (Amalia, 2015:20). C. Ektendomikoriza 29 Ektendomikoriza (Mikoriza ektendotropik), merupakan jamur yang strukturnya terdiri karena asosiasi jamur mikoriza dengan akar tumbuhan, sehingga pada terbentuk hifa dan mampu berkembang ke dalam sel-sel korteks akar tumbuhan dan memiliki ciri dari kedua yang terdahulu yaitu ektendomikoriza dan endomikoriza. 2.6 Fungsi Mikoriza Arbuskular (FMA) Merupakan jamur yang akhir-akhir ini banyak digunakan para peneliti lingkungan, biologi dan pertanian, karena fungsinya dapat membantu pertumbuhan suatu tanaman dan mikroba ini mampu menyuburkan tanaman dengan merombak senyawa karbon, nitrogen rasio 9-12 (Gaur,1982 dalam Yulipriyanto, 2010:163). FMA adalah jamur yang struktur hifa yang bercabang-cabang seperti pohonpohon kecil yang mirip haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inang dengan jamur. Struktur ini mulai terbentuk 2-3 hari setelah infeksi, diawali dengan penetrasi cabang hifa lateral yang dibentuk oleh hifa ekstraselular dan intraselular ke dalam dinding sel inang. Asosiasi FMA pada tanaman merangsang IAA (indole acetic acid), sitokinin, auksin dan gibberalin, dan asam-asam organic dari akar (Kemas, 2005:53). Secara umum FMA dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas tanah. Toleransi tanaman terhadap salinitas dapat dinyatakan dalam berbagai cara, yaitu 1) kemampuan tanaman hidup pada tanah salin, 2) produksi yang dihasilkan pada tanah salin, 3) hasil relatif pada tanah salin dibandingkan dengan tanah biasa (normal) dan 4) salinitas maksimum yang dapat dialami tanah tanaman tanpa terjadi penurunan hasil. Pengaruh FMA juga dapat terjadi pada sisi perbaikan 30 fisik tanah, peningkatan aktivitas hidraulik akar pada potensial air tanah rendah (Danu,2012:20-23). 2.7 Perbanyakan (Kultur Penangkaran) FMA Indigenous Menurut Nusantara, dkk (2012:44) perbanyakan spora dilakukan dengan cara sporulasi atau meningkatkan jumlah propagul FMA yang ada di dalam tanah yang diambil dari lapangan. Hal tersebut perlu dilakukan, mengingat tidak semua FMA aktif pada periode waktu yang sama. Sebagian FMA jumlahnya melimpah pada musim hujan, sebagian lainnya pada waktu musim kemarau, dan sebagian lainnya ada sepanjang tahun. Kultur penangkaran dibuat dengan cara mencampur tanah atau akar dari lapangan sebagai sumber inokulum dengan medium tumbuh steril dan tanaman inang yang sesuai. Kultur penangkaran memerlukan waktu yang cukup panjang (± 3 bulan), tetapi menghasilkan spora segar yang mudah diidentifikasi karakteristik morfologinya. Tanaman inang merupakan faktor yang penting. Apabila akan digunakan untuk menyelidiki kelimpahan dan keragaman FMA pada satu ekosistem, maka tanaman inang yang digunakan ialah tanaman yang ada di lapangan tempat pengambilan contoh tanah. Penggunaan tanaman inang lain, sekali pun tergolong tanaman yang selama ini diyakini sebagai tanaman generalist, sering kali menghasilkan kelimpahan dan keragaman yang jauh berbeda. Salah satu tanaman inang yang dapat digunakan adalah sorgum, jagung dan ubi kayu dan lain. 2.8 Pengayan Materi Ajar Fisiologi Tumbuhan 31 Pengayaan materi ajar fisiologi tubuhan sangat perlu dikembangan. Oleh sebab itu materi ajar fisiologi tumbuhan akan bervariasi, jika adanya pengayaan materi yang bisa dilakukan dengan pemanfaatan hasil penelitian, sehingga hasil penelitian menjadi optimal. Pengayaan materi ini dapat membantu mahasiswa dalam memahami materi yang terbatas. Pengayaan materi ajar fisiologi tumbuhan yang berasal dari hasil penelitian dibuat dalam bentuk bahan ajar cetak berupa buku atau penuntun praktikum. Ditambahkan Sutanto dan Qurniani (2015:4) pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar biologi berupa penuntun praktikum dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar, sesuai dengan kurikulum 2013 yang menyatakan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah. Kurikulum 2013 dituntut untuk melakukan kegiatan dengan pendekatan ilmiah yang bertujuan agar mahasiswa lebih aktif dan mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam kegiatan pembelajaran yang bersifat nyata sehingga dibuatlah buku yang berupa buku popular yang dilengkapi dengan prosedur eksperimen.