Uploaded by User70264

Prinsip Muamalah dan Riba

advertisement
Nama : Dede Fatimah
NIM
: 190111100256
Buat ulasan materi mengenai:
1. Prinsip Muammalah
2. Pengertian Riba, Dasar Hukum larangan riba, sejarah tahapan turunnya larangan riba
3. Macam macam riba
Cantumkan sumber bacaan yang jelas. usahakan 3-5 buku, ditambah jurnal Hindarkan referensi
dari blog spot, website yang tidak credible
Jawaban :
A. Prinsip Muamalah
Pertama, setiap transaksi pada dasarnya mengikat pihak-pihak yang melakukan
transaksi itu sendiri, kecuali transaksi itu ternyata melanggar syariat. Prinsip ini sesuai
dengan maksud ayat surat al-Maidah : 1 dan surat al-Isra‟ : 34, yang memerintahkan orangorang mukmin supaya memenuhi akad atau janjinya apabila mereka melakukan perjanjian
dalam suatu transaksi.
Kedua, butir-butir pererjanjian dalam transaksi itu dirancang dan dilaksanakan oleh
kedua belah pihak secara bebas tatapi penuh tanggung jawab, selama tidak bertentangan
dengan peraturan syariat dan adab sopan santun.
Ketiga, setiap transaksi dilakukan secara suka rela, tanpa ada paksaan atau intimidasi dari
pihak manapun.
Keempat, pembuat hukum (syari‟) mewajibkan agar setiap perencanaan transaksi
dan pelaksanaannya didasarkan atas niat baik, sehingga segala bentuk penipuan,
kecurangan, dan penyelewengan dapat dihindari. Bagi yang tertipu atau dicurigai diberi
hak khiar (kebebasan memilih untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi tersebut).
Kelima, penentuan hak yang muncul dari suatu transaksi diberikan oleh syara‟ pada
„urf atau adat untuk menentukan kriteria dan batasannya. Artinya, peranan ‟urf atau adat
kebiasaan dalam bidang transaksi sangat menentukan selama syara‟ tidak menentukan lain.
Oleh sebab itu, ada juga yang mendefinisikan muamalah sebagai hukum syara‟ yang
berkaitan dengan masalah keduniaan, seperti jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa.
Adapun karakteristik muamalah dalam buku pengantar fikih muamalah yang ditulis
oleh Muhamad Nadratuzzaman Hosen dan Deden Misbahudin Muayyad adalah sebagai
berikut :
1. Memiliki dimensi keimanan yaitu dalam setiap transaksi atau akad tidak hanya mencari
keuntungan yang besar dan sebebas-bebasnya tetapi harus disertai dengan keimanan,
contoh :
a. Tidak memakan harta secara batil atau mencari keuntungan dengan merugikan
orang lain (surat An-Nissa ayat 29)
b. Menjauhi Riba (Surat AL-Baqarah ayat 278)
c. Tidak melakukan penimbunan, menipu dan memanipulasi
d. Tidak melakukan jual beli yang tidak terpenuhi syarat dan rukunnya
2. Senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Islam memberikan prinsip-prinsip
dasar dan akidah yang harus dijalankan oleh setiap pemeluknya. Tidak ada kebebasan
mutlak bagi individu dalam melakukan transaksi, setiap transaksi harus patuh kepada
setiap aturannya.
3. Memiliki dimesi keadilan. misalnya anjuran untuk memberikan kelonggaran kepada
orang yang tidak bayar hutang yang disebabkan kesulitan, sesuai dengan surat (AlBawarah ayat 280)
4. Terkait dengan realitas. Setiap penetapan hukum dalam muamalah didasarkan pada
kejadian atau realita yang terjadi di masyarakat , hal tersebut bisa terkait dengan waktu
yang berbeda-beda. Misalnya seorang muslim yang kelaparan yang sedang berada di
hutan tidak menemukan makanan kecuali yang diharamkan seperti babi, diperbolehkan
memakannya sampia terhindar dari sesuatu yang membahayakan jiwanya.
B. Pengertian Riba
- Secara bahasa
Kata riba berarti Ziyadah yaitu tambahan, kadang kata riba juga disebutkan dengan
lafads yang berbeda, seperti Rama’, sebagaiman yang dikatakan oleh Umar bin
Khattab:
“aku takutkan dari kalian adalah rama’ ” (maksudnya adalah riba). Kadang juga
digunakan istilah rubbiyah sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“tidak ada lagi tuntutan atas riba ataupun darah”
- Secara istilah
Adapun definisi riba menurut istilah dalam ilmu fiqih, kita temukan beberapa ungkapan
yang berbeda-beda dari masing-masing mahzab utama
1. Al-Hanafiah
“kelebihan yang termasuk bukan penggantian dengan ketentuan syar’I yang
disyaratkan atas salah satu pihak dalam masalah mu’awadhah”
2. Al-Malikiyah
Dalam pandangan mazhab ini, riba itu didefinisikan sebagai
“semua jenis dari jenis-jenis riba”
3. Asy-Syafi’iyah
Dalam pandangan mazhab ini, riba didefinisikan sebagai :
“akad atas penggantian yang dikhususkan yang tidak diketahui kesetaraan dalam
pandangan syariah pada saat akad atau dengan penundaan salah satu atau kedua
harta yang dipertukarkan”
4. Al-Hanabilah
Dalam mazhab ini didefinisikan sebagai :
“kelebihan pada harta yang dipertukarkan atau penangguhan pembayaran yang
dikhususkan, dimana syariat mengharamkan kelebihannya baik secara nash atau
secara qiyas”
C. Dasar Hukum larangan riba
a) Dalam Al-Quran
1) QS. Ar-Ruum :39
2) (QS. An-Nissa : 160-61)
3) (Qs. Al-Imran : 130)
4) (QS. Al- Baqarah ayat 278-279)
b) Dalam hadist
1) “Abu Hurairah telah mengatakan bahwa pesuruh Allah bersabda: “Riba
terdiri dari tujuh puluh jenis yang berbeda dan yang paling kurang
bahayanya adalah setara dengan seorang pria menikahi (yaitu melakukan
hubungan jenis) dengan ibunya sendiri” (Ibn Majah, Baihaqi)
2) “Jabir bin Abdullah telah berkata:”aku mendengar rasul Allah bersabda:
jika siapapun dari kamu tidak meninggalkan muhabarah, ketahuiah dia
akan peperangan dari Allah dan pesuruh-Nya. Zaid bin Tsabit berkata: aku
kemudia bertanya” apakah mukhabarah? Beliau menjawab” ini adalah
yang mana kemu memiliki tanah untuk budidaya dengan setengah,
sepertiga atau seperempat (hasilnya untuk kamu)(bahayanya adalah ia
akan membawa, secara muslihatnya, seseorang bekerja sebagai hamba)”
(Abu Daud)
3) “Diriwayatkan oleh Abu said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda
janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali yang sama beratnya,
janganlah kalian melebihkan sebahagian diatas bagian yang lain,
janganlah kalian menjual perak dengan perak kecuali yang sama beratnya
dan janganlah kalian melebihkan sebahagian diatas bagian yang lain, dan
janganlah kalian menjual yang tidak ada diantara barang-barang itu
dengan yang ada.”(H.R Bukhari Muslim).
D. Sejarah Tahapan Turunnya Larangan Riba
Al-Quran mengharamkan riba dalam empat tahap (marhalah). Dr. Wahbah Azzuhaili dalam tafsir Al-Munir menjelaskan tahapan pengharam riba adalah sebagai
berikut :
1. Tahapan Pertama
‫ا‬
‫ِ َ تسن َ وَ تببيي يَف َْساون َِ تم َيْم يف ََُ تبب َيي ابِو م تن ْ َ تُْ ي تَ َا َمو‬
“dalam sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi allah.” (QS. Ar-Ruum
:39).
Ayat ini turun dai mekkah dan menjadi tamhid, atau awal mula dari
diharamkannya riba dan urgensi untuk menjauhi riba. Tahap pertama ini hanya
sekedar menggambarkan adanya unsur negatif di dalam riba.
Dalam surat Ar-Rum ayat 39 Allah menyatakan secara nasehat bahwa Allah
tidak menyenangi orang yang melakukan riba. Dan untuk mendapatkan hidayah
Allah ialah dengan menjauhkan riba. Di sini Allah menolak anggapan bahwa
pinjaman riba yang mereka anggap untuk menolong manusia merupakan cara untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Berbeda dengan harta yang dikeluarkan untuk
zakat, Allah akan memberikan berkahNya dan melipat gandakan pahalanya. Pada
ayat ini tidaklah menyatakan larangan dan belum mengharamkannya.
2. Tahap kedua
‫ي ََظَُتي تَ َا اب تمسَو اَود ياْ َْايونَ منَ يَم ي‬
َ ‫ح‬
‫هناا تَ ََ يي تَ ِياظا ت‬
‫ُبْ ا‬
َ ‫ٍُامَو‬
ََ ‫ل تظ‬
‫ََ تسن ي اي يييْ نت َاقَ ا‬
ِ ‫َْببَو َاِ َ تهيا يَ اَر‬
َ ِ
َ ‫ِمُب ََ تن َاب‬
‫ت‬
‫ت‬
َ
َ
َ
َ
‫ت‬
َ
َ‫َُِ ِلو يْبِو ََ م تس يي تَ َظَِويبونَ َاِ تََْنتاَو بوَمَوٍب َْساون ِ تم َيْ َم َاِاظي ت‬
“maka disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas merka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka
dank arena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah.” (QS. AnNissa : 160-61).
Ayat ini turun dimadinah dan menceritakan tentang perlaku Yahudi yang
memakan riba dan dihukum Allah. Dalam ayat ini masih ‘hanya’ menyebutkan
kecaman terhadap orang-orang Yahudi yang melakukan praktik-praktik riba.
3. Tahap ketiga
‫ي تاظِييفَ ََ ََظا يِ تَ ا‬
‫َْب َبو َُ ت ياظييْ َا ْ َمسييْ َْايونَ َِوُّ َيو َوو‬
‫ةو ََاَضِ ِ َ ت‬
‫ف ََويِو ا‬
َ ‫َِ َاْ اتييْ يم‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan” (Al-Imran : 130)
Pada tahap ini Al-Quran mengharamkan jenis riba yang bersifat fahisy
yaitu riba jahiliyah yang berlipat ganda.
4. Tahap
keempat
‫ت‬
‫ي‬
َ
‫ت‬
‫ي‬
‫ي‬
َ
‫ت‬
َ
َ
‫ت‬
‫ت‬
‫ي‬
َ
‫ف َمو َاَُ يااْ ا‬
‫ِيَن ا‬
‫َِ ْ اتييْ ْ َمسييْ َْايونَ َِوُّ َيو َوو‬
‫ت‬
‫ب‬
‫م‬
‫و‬
‫ب‬
‫َْب‬
‫ف‬
ْ
َ
ْ
‫س‬
‫ا‬
‫س‬
‫م‬
‫نت‬
‫م‬
‫ف‬
‫ن‬
‫ي‬
َ
َ
ْ‫ي‬
‫ظ‬
َ
‫ا‬
ْ‫ي‬
‫ا‬
ُ
ُ
‫ي‬
‫ح‬
‫ب‬
ِ
‫ب‬
‫م‬
ِ
َ‫ن‬
َ‫ُن‬
َ‫ن‬
‫َا َا ي‬
‫ت‬
َ َ
َ‫ا‬
‫ي‬
‫ت‬
‫ت‬
َ
َ َ
‫ت‬
‫ت‬
َ
‫ان يَظَ يِ تَ ي تمْ ي تَ َاْ تف‬
‫يلظَ يليفَ َاا َلظ يليفَ ا ِ تم َيَْ يِ تَ يا يس ي‬
“Hai orang-orang beriman, bertakwalah pada Allah dan tinggalkan sisa
riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak melaksanakan
(apa yang diperintahkan ini) maka ketahuilah, bahwa akan terjadi perang dahsyat
dari Allah dan RosulNya dan jika kamu bertaubat maka bagi kamu pokok harta
kamu, kamu tidak dianiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS. Al- Baqarah ayat 278279)
Dalam tahap ini Al-Quran telah mengharamkan selurh jenis riba dan segala
macamnya. Artinya bukan hanya pada riba jahiliyah saja aau riba nasi’ah.
Asbāb al-Nuzūl Turunnya Ayat-ayat Riba
Adalah suatu keharusan untuk mengetahui latar belakang (asbāb alnuzūl)
larangan ayat riba ayat agar bisa memahami pembahasan riba secara mendasar.
Tanpa mengetahui sebab yang melatarbelakanginya, akan menjadikan pemahaman
yang kurang lengkap terhadap masalah riba.
Secara historis ada beberapa versi (riwayat) yang menjadi latar belakang
turunnya ayat larangan riba, khususnya QS. Al-Baqarah ayat 275-279 dan Ali
Imran ayat 130-131. Umumnya para mufassir dengan mengutip dari al-Thabari
berpendapat bahwa ayat al-Baqarah 275-279, khususnya ayat 275, turun
disebabkan oleh pengamalan paman Nabi Muhammad saw, Abbas bin Abdul
Muthalib dan Khalid bin Walid, yang bekerjasama meminjamkan uang kepada
orang lain dari Tsaqif bani ‘Amr.
Sehingga keduanya mempunyai banyak harta ketika Islam datang. Sumber
lain mengatakan bahwa bani ‘Amr ibn Umair ibn Awf mengambil riba dari bani
Mughirah. Apabila tiba waktu pembayaran yang telah dijanjikan, maka utusan
datang ke bani Mughirah untuk mengambil tagihan. Ketika pada suatu waktu Bani
Mungirah tidak mau membayar dan hal tersebut sampai kepada Rasulullah saw,
beliau bersabda, “Ikhlaskanlah atau kalau tidak siksa yang pedih dari Allah.
Sedangkan sebab turunnya QS. Ali Imran ayat 130-131, menurut satu
riwayat dari ‘Atha disebutkan bahwa, bani Tsaqif mengambil riba dari banu
Mughirah. Apabila tiba waktu pembayaran datang utusan dari bani Tsaqif datang
untuk menagih. Kalau tidak membayar, disuruh menunda dengan syarat menambah
sejumlah tambahan.
Senada dengan hal tersebut, Mujahid meriwayatkan, bahwa seseorang di
zaman Jahiliyyah berhutang kepada orang lain. Lalu yang berhutang (kreditur)
berkata, “Akan saya tambah sekian jika kamu memberikan tempo kepadaku.” Maka
si empunya piutang (debitur) memberikan tempo tersebut.
Riwayat lain menyebutkan, bahwa di masyarakat pra-Islam, mereka biasa
menggandakan pinjaman pada orangorang yang sangat membutuhkan (kesusahan),
yang dengan pinjaman tertentu, orang yang meminjam tidak saja mengembalikan
sejumlah uang yang dipinjam, tetapi juga menambah dengan sejumlah tambahan
yang sesuai dengan masa pinjamannya.
Kalau si peminjam mempunyai uang untuk mengembalikan pinjaman
dalam waktu cepat dan singkat, maka dia akan mengembalikan dengan jumlah
tambahan yang relatif sedikit. Sebaliknya, kalau tidak mempunyai uang untuk
mengembalikan dengan cepat, maka bisa ditunda, dengan syarat harus membayar
uang tambahan yang lebih besar lagi.
E. Macam-macam Riba
secara garis besar macam-macam riba terbagi dua macam yaitu riba yang terkait dengan
jual-beli (fadhl) dan riba yang terkait dengan peminjaman uang (nasi’ah)
a. Riba dalam jual beli (fadhl)
Secara bahasa kata fadhl bermakna kelebihan atau sesuatu yang melebihi dari
ukurannya. Sedangkan secara istilah riba fadhl adalah rba yang terjadi dalam barter
atau tukar menukar benda riba yang satu jenis, dengan perbedaan ukurannya akibat
perbedaan kualitas.
Riba jenis ini mempunyai beberapa nama lain. Ibnul Qayyim menyebut jenis riba
ini adalah riba khafiy sebagai lawan dari riba jaliy
Kriteria riba fadhl
a) Tukar menukar barang
Pada dasarnya riba fadhl adalah riba yang terdapat dalam sebuah proses
transaksi jual-beli antara dua barang. Suatu barang ditukar langsung dengan
barang, bukan ditukar denga uang. Jual-beli seperti ini sering kita sebut
barter.
Kalau yang dipertukarkan adalah uang dengan barang, maka akad itu
bukan akad riba fadhl dan hukumnya diperbolehkan.
b) Pertukaran barang
Kriteria riba fadhl yang kedua adalah bahwa pertukaran antara kedua
barang itu dilakukan secara langsung, tanpa lewat peoses oenjualan dan
pembelian dengan uang.
Contohnya, seseorang menjual 2 kg kurma kualitas rendah kepada pihak
lain, lalu dia menerima uangnya senilai 30 ribu rupiah. Lalu uang itu
digunakan untuk membeli kurma yang kualitasnya lebih baik. Ternyata
kurma itu harga sekilonya 30 ribu rupiah.
Maka proses yang dilakukannya bukan termasuk riba fadhl, lanataran
kedua barang itu tidak dipertukarkan secara langsung, melainkan lewat
proses penjualan dengan harga tertentu, lali kemudia baru dilakukan proses
pembelian dengan harga tertentu.
c) Dua arang dari jenis yang sama
Kriteria ketiga dari akad riba fadhl bahwa barang yang dipertukarkan oleh
kedua belah pihak merupakan saru jenis barang yang sama.
Kalau barang yang dipertukarkan itu dua barang yang berbeda jenisnya,
maka bukan termasuk riba fadhl. Misanya beras ditukar dengan kurma
atau emas ditukar dengan perak, maka pertukaran itu bukan termasuk riba
fadhl dan hukumnya diperbolehkan.
d) Beda ukuran karena perbedaan kualitas
Riba fadhl terjadi hanyalah bila kedua jenis barang yang sama
dipertukarkan dengan ukuran yang berbedam akibat adanya perbedaan
kualitas diantara kedua.
Kalau kedua barang itu punya ukuran yang sama dan kualitas yang sama
tentu bukan termasuk riba fadhl. Contohnya dua benda yang sama tapi ukuran
beda adlaah emas 150 gram ditukar dengan emas 100 gram secara langsung.
Emas 150 gram kualitasnya Cuma 22 karat sedangkan emas 100 gram
kualitasnya 24 karat. Kalau pertukaran lansung benda sejenis beda ukuran ini
dilakukan maka inilah yang disebut dengan riba fadhl dan hukumnya haram.
e) Jenis barang tertentu
Jenis barang yang dipertukarkan itu terbatas hanya benda tertentu saja
dan tidak berlaku untuk semua jenis barang. Barang-barang ini kemduai
disebut dengan harta ribawi.
Maka apabila kdua barang yang dipertukarkan ternyata bukan termasuk
ke dalam kriterisa al-mal ar-ribawi, walaupun beda ukutan tetapi tidak
termasuk akad riba fadhl yang diharamkan.
Harta ribawi
1. Emas
2. Perak
3. Gandum
4. Terigu
5. Kurma
6. Garam
b. Riba dalam hutang piutang
Riba Nasi’ah disebut juga riba jahiliyah. Nas’ah beradal dari kara nasa’ yang
artinya penangguhan. Sebab riba ini terjadi karena adanya penagguhan pembayaran.
Inilah riba yang umumnya kita kenal dimasa sekarang.
Riba ini ada dua bentuk :
1) Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo (bayar
hutangnya atau tambah nominalnya dengan mundurnya- tempo)
Sistem ini disebut riba mudga’afah (melipatgandakan uang) allah
berfirman: “hai orang-orang beriman, janganla kamu memakan riba
denfan berlipat ganda” (Ali Imran : 130)
2) Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan diawal akad
Dimana seseorang yang memberi hutang berupa uang kepada pihak lain.,
dengan ketentuan bahwa hutang uang itu harus diganti bukan hanya
pokoknya, tetapi juga dengan tambahan prosentase bunganya. Riba
dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaam, perubahan atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan
kemudian.
Contohnya ahmad ingin membangun rumah untuk itu dia meminjam uang
kepada bank sebesar 144 juta dengan bunga 13 persen pertahun. Sistem
peminjaman seperti ini yaitu harus dengan syarat dikembalikan plus
bunganya, maka transaksi ini adalah transaksi ribali yang diharamkan
dalam syariat islam.
Riba ini adalah riba yang paling besar dosanya dan sangat tampak
kerusakannya. Riba jenis ini sering terjadi di bank-bank konvensional
yang dikenal dikalangan dengan istilah “menganakkan uang”
F. Daftar pustaka
Buku :
Hosen, Muhamad Nadratuzzaman, Dan Muayad, Deden Misbahudin. Pengantar Fiqih
Muamalah. Cet Ke 1, Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2015
Sarwat, Ahmad., Kiat-Kiat Menghindari Riba, Cet Ke 1, Jakarta: Rumah Fiqih
Publishing, 2019
Jurnal :
Nurfaizal, 2013, “Prinsip-Prinsip Mualamah Dan Implementasinya Dalam Hukum
Perbankan Indonesia”, Hukum Islam, Vol 13, No.1, Semptember 2013
Ghofur, Abdul. 2016, “Konsep Riba Dalam Al-Quran”, Conomica, Vol.7. No. 1, Mei
2016
Setyawati, Fitri. 2017, “Riba Dalam Pandangan Al-Quran Dan Hadist” Al-Intaj, Vol. 3,
No.2, September 2017
Download