Uploaded by User70175

renji 2

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal penting untuk membekali peserta didik
menghadapi masa depan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan
kehidupan yang cerdas, damai terbuka dan demokratis. Kemudian kualitas
kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan itu sendiri. Pendidikan
diatur dalam Undang-Undang tersendiri dalam bentuk Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas). Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang
Sisdiknas tahun 2003 bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. (Maunah, 2009:1)
Sekolah sebagai pendidikan formal mempunyai tanggung jawab dan
wewenang untuk turut mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Pencapaian tujuan
pendidikan berkaitan erat dengan input, proses transformasi dan output yang
dihasilkan dari suatu institusi pendidikan. Belajar bukan sekedar menghafal
sebuah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman
tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, pembelajaran di kelas
guru sebaiknya memperhatikan berbagai aspek kegiatan, terutama berkaitan
dengan pendekatan dalam pembelajaran yang dapat mendorong aktivitas siswa
lebih optimal. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan
tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental.
(Sanjaya, 2008:16)
Upaya untuk meningkat mutu pendidikan telah banyak dilakukan, salah
satunya dengan meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya pembelajaran
matematika. Berbagai upaya tersebut antara lain (1) penataran guru, (2) kualifikasi
pendidikan guru, (3) pembaharuan kurikulum, (4) penerapan model atau metode
1
2
pembelajaran baru, (5) penelitian tentang kesulitan dan kesalahan siswa dalam
matematika.(Sanjaya, 2008:16)
Pembelajaran Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis sehingga pembelajaran Biologi bukan hanya penguasaan
kumpulan-kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam pembelajaran
Biologi, guru dituntut untuk menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar
mengajar yang bermakna sehingga siswa dapat aktif dalam belajar sehingga
mampu membangun pengetahuannya sendiri.
Dalam pembelajaran biologi terdapat interaksi antara guru dengan murid,
guru sebagai pengajar dan siswa sebagai peserta didik. Biologi sebagai salah satu
mata pelajaran yang dipelajari di sekolah sampai sekarang, prestasi belajar yang
dicapai untuk mata pelajaran biologi ini masih tergolong rendah. Padahal sudah
banyak usaha yang dilakukan guru dan sekolah supaya prestasi belajar biologi
dapat meningkat lebih baik.
Pada pembelajaran biologi seringkali siswa merasa kesulitan memahami
pelajaran yang diberikan guru, siswa kurang antusias untuk mengikuti pelajaran
biologi bahkan menjadikan biologi sebagai mata pelajaran yang paling
menakutkan bagi mereka. Hal ini terjadi karena sampai saat ini masih banyak guru
biologi menggunakan metode pembelajaran yang disebut metode konvensional,
yaitu guru membacakan atau memberikan bahan yang disiapkannya sedangkan
siswa mendengarkan, mencatat dengan teliti dan mencoba menyelesaikan soal
sebagai mana yang dicontohkan oleh guru. Hal tersebut menjadikan siswa pasif.
Dalam meningkatkan hasil belajar biologi sebaiknya diarahkan kepada
kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa belajar aktif baik secara fisik, sosial,
maupun psikis dalam memahami konsep. Oleh karena itu dalam proses
pembelajaran biologi hendaknya guru menggunakan metode yang membuat siswa
banyak beraktifitas yaitu dengan problem posing dimana pada pembelajaran ini
siswa diharapkan dapat merumuskan masalah melalui beberapa fakta sehingga
siswa sadar akan adanya suatu masalah tersebut dengan cara mencari informasi
3
baik dari guru, peserta didik, berita-berita dan lingkungan sekitar, maka siswa
akan menjadi terangsang untuk memecahkan masalah.
Dengan demikian banyaknya aktifitas yang dilakukan dapat menimbulkan
antusias siswa dalam belajar sehingga pemahaman konsep biologi semakin baik
dan hasil belajarnya akan meningkat. Penerapan model pembelajaran problem
posing ini akan mempengaruhi cara belajar siswa yang semula cenderung untuk
pasif ke arah yang lebih aktif. SMP Muhammadiyah 5 Surakarta, merupakan salah
satu sekolah swasta yang mempunyai masukan siswa yang memiliki prestasi
belajar yang bervariasi, karena prestasi belajar yang bervariasi inilah maka peran
serta dan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar beranekaragam.
Menurut hasil pengamatan yang dilakukan peneliti melalui observasi kelas
dan wawancara dengan guru mata pelajaran biologi pada tahun 2019/2020
menunjukkan bahwa hasil belajar biologi siswa kurang optimal. Asumsi dasar
yang menyebabkan hasil belajar biologi siswa kurang optimal adalah pemilihan
metode pembelajaran dan kurangnya peran serta keaktifan siswa dalam KMB.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dikembangkan suatu
metode pembelajaran yang salah satunya dikenal dengan metode problem posing.
Melalui pemilihan metode pembelajaran tersebut diharapkan sumber informasi
yang diterima siswa dapat meningkatkan peran serta dan keaktifan siswa dalam
mempelajari dan menerima ilmu. Penerapan model pembelajaran problem posing
untuk mata pelajaran biologi di SMA Negeri 10 Kota Jambi diharapkan lebih
efektif, karena siswa akan belajar lebih aktif dalam berpikir dan memahami materi
secara berkelompok. Selain itu, siswa dapat lebih mudah menyerap materi
pelajaran, serta kematangan pemahaman terhadap materi pelajaran.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan judul
penelitian sebagai berikut : “PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN
PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
BIOLOGI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 10 KOTA JAMBI.
4
B. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas ternyata permasalahan yang ada masih luas
sehingga perlu diadakan pembatasan sebagai berikut :
1. Obyek penelitin
Semua siswa kelas
2. Subyek dalam penelitian ini adalah aplikasi pembelajaran Problem Posing
dalam meningkatkan hasil belajar biologi
3. Hasil belajar, merupakan hasil belajar akhir dari suatu proses belajar
mengajar dapat ditunjukkan dengan dua aspek yaitu kognitif dan afektif .
4. Perumusan Masalah
Memperhatikan
latar
belakang
tersebut
maka
permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah aplikasi
dapat
dirumuskan
metode pembelajaran
problem posing dalam meningkatkan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI
SMAN 10 kota jambi
5. Tujuan dan Manfaat penelitian.
a. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : Mengetahui aplikasi pembelajaran
problem posing dalam meningkatkan hasil belajar biologi pada siswa kelas
XI SMA Negeri 10 Kota Jambi Tahun Ajaran 2019/2020.
b. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini selesai diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
1) Bagi peneliti : penelitian ini dapat memberikan gambaran dan
pengetahuan dalam penerapan problem posing pada pelajaran
biologi.
2) Bagi guru biologi, semoga penelitian ini dapat memberikan
kontribusi dalam inovasi pembelajaran untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa.
5
3) Bagi kepala sekolah, penelitian ini dapat digunakan untuk
menyarankan kepada guru-guru di sekolahnya bahwa model
problem posing dapat digunakan sebagai alternatif dalam upaya
mengaktifkan siswa dalam belajar.
4) Bagi peneliti yang lain, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai acuan untuk pengembangan model pembelajaran dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar ( Nurhadi,2004:112)
Model cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Sistem pengajaran cooperative learning didefinisikan sebagai sistem
kerja atau belajar kelompok yang berstruktur. Ada unsur-unsur dasar cooperative
learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asalasalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan
memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif (Anita Lie, 2004 :
28).
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar
yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu
diantara sesama, struktur bekerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri
atas dua orang atau lebih (Hilda Karlin dan Margaretha, 2002 : 70).
Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif di dorong dan
dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus
mengkoordinasikan usahanya untuk penyelesaian tugasnya. Dalam pencapaian
pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain
untuk mencapai satu pemahaman bersama. Kebanyakan pembelajaran yang
menggunakan model kooperatif dapat memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (a) siswa
bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya,
(b) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah, (c) bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
jenis kelamin yang berbeda-beda, (d) penghargaan lebih berorientasi kelompok
daripada individu (Muslimin Ibrahim, 2000).
6
7
Metode mengajar diartikan juga sebagai teknik guru untuk mengajar atau
menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut
dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa dengan baik (Roestiyah,
2001:1).
Pengalaman belajar secara kooperatif menghasilkan keyakinan yang lebih
kuat bahwa seseorang merasa disukai, diterima oleh siswa lain, dan menaruh
perhatian tentang bagaimana kawannya belajar, dan ingin membantu kawannya
belajar. Siswa sebagai subjek yang belajar merupakan sumber belajar bagi siswa
lainnya yang dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, misalnya diskusi,
pemberian umpan balik, atau bekerja sama dalam melatih keterampilanketerampilan tertentu (A. Suhaenah Suparno, 2001 : 156).
Metode
pembelajaran
kooperatif
mempunyai
kelebihan-kelebihan
dibanding metode lainnya diantaranya: (a) meningkatkan kemampuan siswa, (b)
meningkatkan rasa percaya diri, (c) menumbuhkan keinginan untuk menggunakan
pengetahuan dan keahlian, (d) memperbaiki hubungan antar kelompok ( Anita
Lie,2004:32). Tetapi di samping keunggulan, metode pembelajaran kooperatif
juga memiliki kelemahan yaitu: (a) memerlukan persiapan yang rumit untuk
melaksanakan, (b) bila terjadi persaingan yang negatif maka hasilnya akan buruk,
(c) bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa dalam kelompok
mengakibatkan usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya, (d) adanya
siswa yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam belajar (Robet
Slavin,1995).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah proses pembelajaran yang dilakukan secara
bersama-sama atau kelompok supaya memperoleh hasil belajar yang maksimal
dan untuk memecahkan materi pembelajaran dengan membagi tugas pada masingmasing individu.
B. Model Pembelajaran Biologi
Berhasil atau tidaknya guru sangat ditunjang oleh metode dan model
mengajar yang guru ambil karena pemilihan metode atau model pembelajaran ini
8
menyangkut
strategi
dalam pembelajaran.
Strategi
pembelajaran
adalah
perencanaan dan tindakan yang tepat dan cermat mengenai kegiatan pembelajaran
agar kompetensi dasar dan indikator pembelajaran dapat tercapai.
Joyce dan Well( J Mandalika dkk,1999 : 158) berpendapat bahwa model
pengajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (suatu rencana pengajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pengajaran dan membimbing pengajaran di kelas atau yang lain.
Ad Rooijakkers (1991:1), mengemukakan bahwa mengajar berarti
menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan pandangan. Dalam hal itu baik
murid maupun pengajar harus mengerti bahan yang akan dibicarakan.Dengan kata
lain dalam kegiatan mengajar itu harus terjadi suatu proses,yaitu proses belajar.
Menurut Darsono dkk (2004:48) menyatakan pembelajaran secara umum
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah
laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.Pembelajaran yang baik menurut
Gestalt yaitu usaha untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa
sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu cara yang dipakai menyampaikan pelajaran kepada
siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
C. Model Problem Possing
Model pembelajaran ini lebih cenderung pada sekolah aktif yang artinya
siswa mempunyai peran utama dalam proses pembelajaran. Model problem
posing dikembangkan tahun 1997 oleh D. English. Pada prinsipnya model
pembelajaran problem posing (pengajuan soal atau penghadapan masalah) adalah
model pembelajaran yang mewajibkan kepada siswa untuk mengajukan soal
sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri (Amin Suyitno, 2004 :
2).
Menurut J. Riberu dalam Ad Rooijokker (1991:xxvi-xxvii) dalam problem
posing ini cara pendekatan yang dianjurkan adalah dari bermacam-macam segi,
9
merumuskan masalah lalu mencari pemecahan masalah melalui berbagai macam
jalan. Garis besar cara pendekatan ini adalah sebagai berikut:
a. Penyadaran masalah
Pada awal pengajaran berusaha agar peserta didik sadar adanya
suatu masalah. Hal ini ditempuh dengan jalan: 1) Mengemukakan
beberapa fakta yang menonjol sebagai gejala dari suatu masalah, 2)
Memanfaatkan berita-berita, dan 3) Pengumpulan pendapat peserta didik.
b. Analisa masalah
Kalau peserta didik sudah sadar akan adanya masalah maka peserta
didik dapat diajak untuk menelaah masalah itu lebih lanjut, yang perlu
diperhatikan ialah aspek-aspek masalah, latar belakang sebab pelaku dan
ruang serta waktu sekitar masalah.
c. Perumusan masalah
Sesudah masalah dianalisa umumnya peserta didik mulai mendapat
gambaran yang lebih menyeluruh dan lebih terpadu tentang suatu masalah.
Oleh sebab itu ia lebih mampu merumuskan dengan singkat dan padat apa
sebenarnya masalahnya.
d. Pemecahan masalah
Sesudah masalah dianalisa dan dirumuskan mulailah peserta didik
dirangsang untuk mencari pemecahan yang sebaik-baiknya. Tiap
pemecahan ini berlangsung akan muncul cara yang mana yang paling tepat
kekuatan,kelemahan serta kemungkinan penyelesaianya.
e. Perumusan pemecahan masalah
Sesudah alternatif pemecahan masalah dipilih, peserta didik dapat
merumuskan secara singkat cara pemecahan yang dipilih itu. Dengan
demikian penerapan model pembelajaran problem posing di SMP sebagai
berikut: 1) guru meminta siswa untuk membaca materi, 2) guru meminta
siswa untuk menuliskan permasalahan dan siswa yang bersangkutan harus
dapat menyelesainkannya, 3) guru mengklarifikasikan jawaban dari
permasalahan, tugas ini dapat dilakukan secara kelompok, 4) guru
memberikan tugas rumah secara individual (Amin Suyitno, 2004 : 2).
10
Pada tahap awal cukup memberikan tugas kepada siswa dalam model
pembelajaran problem posing dengan memilih salah satu cara sebagai berikut: 1)
siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru
(presolution posing), 2) siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi
sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru (Within Solution
Posing), 3) siswa membuat soal sejenis, seperti yang dibuat oleh guru (Post
Solution Posing)
Sementara perbedaan antara problem possing dan problem solving adalah
pada
prinsipnya,
model
pembelajaran
problem
possing
adalah
model
pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui
belajar (berlatih soal) secara mandiri (Suyitno Amin, 2004). Problem posing
adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang masalah yang ada dengan
perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Sementara problem solving
menurut Slameto (2009:99) berorientasi pada pembelajaran dengan investigasi
dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
D. Belajar
Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan
serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan,
meniru, dan sebagainya. Dalam pengertian lain dapat diartikan sebagai kegiatan
psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya (Sardiman, 2001).
Oemar Hamalik (2001:27), menjelaskan bahwa belajar adalah modifikasi
atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu
proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya
mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yaitu mengamati.
Menurut Fudyartanto (2002:151), belajar adalah usaha sadar dari individu
untuk memahami dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan, sikap-sikap dan
nilai-nilai, guna meningkatkan kualitas tingkah lakunya dalam rangka
mengembangkan kepribadiannya
Belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan
11
lingkungan menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik (Syaiful Bahri
Djamarah, 2000:13).
Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, ketrampilan, dan
sikap. Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang. Rasullullah
SAW, menyatakan dalam salah satu haditsnya bahwa manusia harus belajar sejak
dari ayunan hingga liang lahat, para ahli jiwa pendidikan menekankan supaya
pembentukan perilaku yang baik sudah dimulai pada masa kecil, seperti
membiasakan tidur lebih cepat, belajar renang, lari, olahraga, membiasakan agar
jangan meludah ditempat umum, jangan membelakangi dimana ada orang lain,
jangan berdusta, jangan suka bersumpah, baik benar ataupun salah, menghormati
kedua orang tua, menghormati orang yang lebih tua, menyayangi adik-adik yang
berumur di bawahnya (Martinus Yamin, 2006).
Arief S. Sadiman (2002), berpendapat belajar adalah suatu proses yang
kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia
masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah
belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan
tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan
(kognitif), dan ketrampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan
sikap (afektif).
Belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta
yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Orang yang
beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya
telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi
yang terdapat dalam buku teks atau yang dianjurkan oleh guru (Muhibbin Syah,
2002 : 89). Menurut Gregory A.Kimble adalah bahwa belajar sebagai perubahan
yang relatif permanen dalam potensialitas tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil latihan atau praktek yang diperkuat (diberi hadiah).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
belajar merupakan kegiatan atau aktifitas yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang dilakukan karena suatu usaha sehingga menghasilkan
perubahan tingkah laku.
12
E. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar
(Saifudin Azwar, 2000). Hasil belajar juga merupakan berbagai kapasitas yang
diperoleh siswa sehubungan dengan keikutsertaannya dalam proses pembelajaran.
Disatu sisi hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pengajaran, disisi lain hasil
belajar merupakan penggal dan puncak belajar siswa (Dimyati dan Mudjiono,
1999).
Hasil belajar dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern yang
dialami dan dihayati siswa yang berpengaruh terhadap proses belajar adalah (1)
sikap siswa terhadap belajar, (2) motivasi belajar, (3) konsentrasi belajar, (4)
kemampuan mengolah bahan belajar, (5) kemampuan yang telah tersimpan, (6)
kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, (7) rasa percaya diri siswa,
intelegensia dan keberhasilan belajar dan kebiasaan belajar. Sedangkan faktorfaktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar antara lain : (1) guru sebagai
pembimbing belajar siswa, (2) sarana dan prasarana belajar, (3) kondisi
pembelajaran, (4) kebijakan penilaian, (5) kurikulum yang diterapkan dan
lingkungan sosial siswa (Dimyati dan Mudjiono, 1999).
Bloom dan kawan-kawan dalam Saifuddin Azwar (2000) mengembangkan
3 tujuan pendidikan yang berkenaan dengan hasil belajar yang mencakup ranah
kognitif, afektif dan psikomotor. Masing-masing ranah tersebut secara berturutturut berkenaan dengan kemampuan intelektual keadaan psikis dan ketrampilan
psikis dan ketrapilan motorik peserta didik.
F. Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Kemmis and Mc Taggart (1994), penelitian tindakan merupakan
sebuah inkuiri yang bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh partisipan
dalam situisi sosial termasuk kependidikan dengan maksud untuk meningkatkan
kemantapan rasionalitas dari
a. praktek-praktek sosial kependidikan,
b. pemahaman terhadap praktek-praktek tersebut,
13
c. situasi pelaksanaan praktek-praktek pembelajaran. Instrumen yang
diperlukan dalam penelitian tindakan kelas sangat sejalan dengan
prosedur dan langkah penelitian tindakan kelas itu sendiri.
Ditinjau dari hal tersebut, maka instrument-instrumen ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu; instrument untuk mengobservasi guru
(observing teacher), instrument untuk mengobservasi kelas (observing classroom),
instrument untuk mengobservasi perilaku siswa (observing student).
Penelitian tindakan kelas atau istilah dalam bahasa Inggris adalah
Classroom Action Research (CAR) sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu
dikenal dan ramai dibicarakan dalam dunia pendidikan. Ada tiga kata pembentuk
pengertian PTK yaitu:
(a) penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek
dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk
memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan
mutu suatu hasil yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
(b) tindakan, menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan
dengan tujuan tertentu, dalam penelitian berbentuk rangkaian kegiatan
siklus untuk siswa,
(c) kelas, dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi
dalam pengertian yang lebih spesifik yaitu sekelompok siswa yang
dalam waktu yang sama dari guru yang sama pula.
Dalam menggabungkan batasan pengertian tiga kata tersebut dapat
disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut
diberikan oleh guru dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa
(Suharsimi Arikunto, 2006).
Menurut Suhardjono (2006), tujuan utama PTK adalah memecahkan
permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Kegiatan penelitian ini tidak saja
bertujuan untuk memecahkan masalah tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah
mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. Pada
intinya PTK bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis
14
dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam
interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar.
Dalam pelaksanaan PTK terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu,
sebagai berikut:
1. PTK merupakan penelitian yang mengikutsertakan secara aktif peran guru
dan siswa dalam berbagai tindakan.
2. Kegiatan refleksi (perenungan, pemikiran dan evaluasi) dilakukan
berdasarkan pertimbangan rasional (menggunakan konsep teori) yang
mantap dan valid guna melakukan perbaikan tindakan dalam upaya
memecahkan masalah yang terjadi.
3. Tindakan perbaikan terhadap situasi dan kondisi pembelajaran dilakukan
dengan segera dan dilakukan secara praktis (dapat dilakukan dalam
praktek pembelajaran) (Suharjono,2006:72).
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu penelitian yang dilakukan
secara sistematis terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru sekaligus
peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai dengan penelitian tindakan
secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru dengan arahan dari guru
yang dilakukan oleh siswa (Suharsimi Arikunto,2006:93).
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK),yaitu:
1. Kelebihan
a) Meningkatkan rasa percaya diri,
b) Menumbuhkan sikap profesional dalam diri guru karena PTK
mampu
membelajarkan
guru
untuk
berfikir
kritis
dan
sistematis,mampu membiasakan membelajarkan guru untuk menulis
dan membuat catatan,
c) Dapat meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas pembelajaran,
d) Dapat membantu guru dan tenaga kependidikan dalam memecahkan
masalah pembelajaran dalam kelas.
2. Kekurangan
15
a) Pemecahan masalah hanya dilakukan di dalam kelas,
b) Memerlukan waktu yang lama untuk guru melakukan penelitian,
c) Guru harus melakukan pengamatan diri secara obyektif.
H. Penelitian Terdahulu
Agar penelitian ini lebih akurat, maka peneliti merujuk pada beberapa
jurnal. Dalam penelitian ini peneliti memiliki 4 jurnal dalam negeri dan 1 jurnal
internasional. Berikut rinciannya:
Penelitian pertama oleh Sofiana Rahmiatun Hatmawati dengan judul
Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing dengan Metode Eksperimen
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19
Mataram Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilakukan dua siklus,
masing-masing terdiri dari dua pertemuan yang meliputi empat fase, rencana,
tindakan, observasi, dan refleksi. Persentase klasik kelengkapan hasil belajar pada
ranah kognitif dari siklus pertama ke siklus kedua meningkat dari 75,00% menjadi
87,50% dengan nilai rata-rata untuk setiap siklus adalah 72,66 dan 78,28, pada
afektif dari yang pertama siklus ke yang kedua telah meningkat dari 67,97
menjadi 78,12 (cukup baik untuk menjadi sangat baik), dan psikomotor domain
dari siklus pertama ke yang kedua telah meningkat dari 12,22 menjadi 15,58
(kompeten menjadi lebih banyak kompeten). Disimpulkan bahwa untuk
meningkatkan hasil belajar, model implementasi strategi masalah posing learning
dengan metode eksperimen yaitu: 1) memberikan hadiah berupa hadiah dan
tambahan nilai bagi siswa yang aktif, tertib, dan tidak menimbulkan gangguan
selama kegiatan belajar, 2) memberi perhatian dan bimbingan dalam bentuk
penjelasan tentang materi pelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukandilakukan, 3) memberikan beberapa contoh membuat masalah dan
menjelaskannya secara rinci, dan juga 4) menunjuk anggota acak dari setiap
kelompok ke presentasi.
Kemudian penelitian selanjutnya dari Rini Setyaningsih dengan judul
Aplikasi Metode Pembelajaran Problem Posing Dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Biologi Siswa Kelas VIII C SMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran 2008/2009.
16
Penelitian bertujuan untuk: Mengetahui aplikasi metode pembelajaran Problem
Posing dalam meningkatkan hasil belajar Biologi siswa kelas VIII CSMP Negeri 2
Kartasura Tahun Ajaran 2008/2009. Metode yang digunakan adalah tindakan kelas
dan hasilnya adalah persentase klasik kelengkapan hasil belajar pada ranah
kognitif dari siklus pertama ke siklus kedua meningkat dari 75,00% menjadi
87,50% dengan nilai rata-rata untuk setiap siklus adalah 72,66 dan 78,28, pada
afektif dari yang pertama siklus ke yang kedua telah meningkat dari 67,97
menjadi 78,12 (cukup baik untuk menjadi sangat baik), dan psikomotor domain
dari siklus pertama ke yang kedua telah meningkat dari 12,22 menjadi 15,58
(kompeten menjadi lebih banyak kompeten).
Penelitian ketiga dari Lutfi Nur Zakyah dengan judul Penerapan Model
Pembelajaran Problem Posing (PP) dipadu Pembelajaran Kooperatif MODEL
THINK PAIR SHARE (TPS) Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar
Biologi Siswa Kelas X IPA 5 SMAN 7 Malang, Penelitian ini merupakan
Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari 2 siklus. Tujuan penelitian untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Subyek penelitian adalah siswa kelas X
IPA 5 SMAN 7 Malang yang berjumlah 34 siswa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa berdasarkan hasil observasi, secara klasikal motivasi dari siklus I sebesar
57,86% ke siklus II sebesar 67,7% mengalami peningkatan sebesar 9,84% dan
berdasarkan hasil angket, dari siklus I sebesar 70% ke siklus II sebesar 81,48%
mengalami peningkatan sebesar 11,48%. Sedangkan hasil belajar (kognitif) dari
siklus I sebesar 55,8% ke siklus II sebesar 82,3% mengalami peningkatan sebesar
26,5%.
Penelitian keempat oleh Handayani Yanti dengan judul Penerapan Model
Pembelajaran
Problem
Posing
Dengan
Teknik
Berkelompok
Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII A SMP Muhamadyah 6
Wuluhan –Jember. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan
Teknik Pembelajaran Problem Possing dapat meningkatkan hasil belajar Biologi.
Dalam Bahan Ekosistem untuk tahun ketujuh siswa di SMP Muhammadiyah 6.
Penelitian ini dimulai pada 14 April 2014 hingga 26 April 2014. Jenis penelitian
ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus, yang pada
17
setiap siklus terdiri dari langkah-langkah wisata. Mereka adalah perencanaan,
tindakan, observasi dan refleksi. Hasil dari hasil ini menunjukkan bahwa ada
ingroving dari Hasil Belajar Biologi. Untuk aspek kognitif peningkatan klasik
adalah 31,6% untuk 63,3% (siklus pertama) menjadi 83,3% (siklus kedua). Untuk
aspek afectif, peningkatannya adalah 17,3% dari 69,5% (siklus pertama) menjadi
81,5% (siklus kedua). Peningkatan aspek psikomotorik adalah 20,4% dari 67,6%
(siklus pertama) menjadi 81,4% (siklus kedua). Kesimpulan dari penelitian ini
adalah Teknik Pembelajaran Problem Possing dapat meningkatkan hasil belajar
Pembelajaran Biologi tahun ketujuh SMP Muhammadiyah 6 Wuluhan-Jember.
Penelitian terakhir dari Selim Guvercdn dengan judul The Effect of
Problem Posing Tasks Used in Mathematics Instruction to Mathematics Academic
Achievement and Attitudes Towards Mathematics. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji pengaruh intervensi problem posing pada matematika siswa
kelas 8 prestasi dan sikap terhadap matematika. Masalah kata digunakan dalam
penelitian sebagai alat untuk mengamati perbedaan antara kelompok eksperimen
dan kontrol. Kami menganalisis efek instruksi problem posing dengan tes yang
dirancang khusus kegiatan pra dan pasca. Sementara itu kami mencari tanggapan
siswa melalui pertemuan individu. Studi ini telah dilakukan dengan siswa kelas 8
di Sekolah Menengah Kazakh untuk siswa berbakat selama semester kedua tahun
akademik 2010-2011. Ada total 54 siswa yang dibagi menjadi dua kelompok.
Salah satu kelompok adalah eksperimental dan yang lainnya adalah kelompok
kontrol. Ada jumlah siswa yang sama di setiap kelompok dengan jumlah 27.
Penelitian ini mengambil dua bulan di sekolah yang sama. Penelitian ini
menggunakan desain metode campuran dengan komponen kuantitatif dan
kualitatif. Data dari komponen kuantitatif yaitu pre dan post test yang dianalisis
dengan menggunakan paket komputer SPSS. Kualitatif desain termasuk data yang
digunakan siswa dibandingkan dari pendapat sebelum dan sesudah intervensi.
Kami menggunakan Tes Prestasi Matematika untuk mengukur prestasi akademik
matematika siswa. Untuk mengukur sikap siswa terhadap matematika, kami
menggunakan Skala Sikap Matematika. Keandalan tes diukur dengan teknik
khusus dan nilai konstanta Cronbach's Alpha dihitung sebagai 0,83 untuk tes
18
prestasi dan 0,90 untuk skala sikap. Selama masalah berpose instruksi dengan
siswa kelompok eksperimen kami menggunakan kegiatan yang sebelumnya
masalah kata yang dirancang khusus dalam terang tahap masalah posing. Metode
pendidikan tradisional digunakan dalam kelompok kontrol. Selain itu, beberapa
pertanyaan disiapkan untuk siswa yang mendapat nilai ekstrim dari kegiatan. Pada
Pada akhir penelitian, data dievaluasi dengan menggunakan paired sample t-test
dan analisis wawancara dengan siswadilakukan dengan menggunakan metode
deskriptif.
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMAN 10 Kota
Jambi.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Agustus sampai Oktober
2019 dari tahap prasurvei hingga dilaksanakan tindakan.
B. Subyek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas XI SMAN 10 Kota Jambi
semester 1 dengan fokus penelitian pada pembelajaran Biologi Sub Bidang
Ekosistem.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan
penelitian
yang
bertujuan
PTK (penelitian tindakan kelas), yaitu
memberikan
sumbangan
nyata
peningkatan
profesionalisme guru, menyiapkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan
tentang prilaku guru pengajar dan murid belajar. Pendekatan yang dilakukan
adalah pendekatan kualitatif, sebab dalam melakukan tindakan kepada subyek
penelitian sangat diutamakan adalah mengungkap makna yakni makna dan proses
pembelajaran sebagai upaya meningkatkan motivasi, kegairahan dan prestasi
belajar melalui tindakan yang dilakukan sebagimana dikemukakan oleh Bogdan
dan Bikien (1998). Sifat PTK yang dilakukan adalah kolaboratif partisipatoris,
yakni kerjasama antara peneliti dengan praktisi di lapangan.
Ebbut (1985) dalam Hopkins (1993), penelitian tindakan kelas adalah
kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh
sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran,
berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.
Burns (1999) penelitian tindakan merupakan penerapan penemuan fakta pada
20
pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan
kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan
kerja sama para peneliti, praktisi, dan orang awam. Pada intinya PTK merupakan
suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul dikelas dan dirasakan
langsung oleh guru yang bersangkutan sehingga sulit dibenarkan jika ada
anggapan bahwa permasalahan dalam tindakan kelas diperoleh dari persepsi atau
lamunan seorang peneliti (Suharsimi, 2006). Dengan demikian penelitian tindakan
kelas (Classroom Action Research) terkait dengan persoalan praktik pembelajaran
sehari-hari yang dihadapi oleh guru.
Menurut Kunandar (2004) PTK termasuk penelitian dengan pendekatan
kualitatif, walaupun data yang dikumpulkan dapat berupa dat kuantitatif dan data
kualitataif. PTK memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.
a. (on-the job problem orientied) didasarkan pada masalah yang benar-benar
dihadapi oleh guru dalam proses belajar-mengajar di kelas.
b. (problem-solving-oriented) berorientasi pada pemecahan masalah.
c. (improvement-oriented) berorientasi pada peningkatan mutu.
d. . (Cyclic) siklus, konsep tindakan dalam PTK ditetapkan melalui urutan
yang terdiri dari beberapa tahap berdaur ulang.
e. (Action orientied) selalu didasarkan pada adanya tindakan. Menurut Kurt
Lewin, prosedur kerja dalam penelitian tindakan kelas terdiri atas empat
komponen, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan
(observing), dan refleksi (reflecting). Hubungan keempatkomponen tersebut
dipandang sebagai satu siklus (Depdikbud, 1999).
21
Adapun gambaran rencana pelaksanaan setiap siklus adalah sebagai
berikut.
a. Perencanaan (planning) Kegiatan dalam tahap perencanaan ini meliputi
hal-hal sebagai berikut:
1. Studi pendahuluan terhadap prestasi belajar siswa.
2.
Merencanakan pembelajaran dengan membuat Silabus, RPP.
3. . Membuat soal tes akhir siklus.
4.
Membuat lembar pengamatan aktivitas belajar Biologi siswa.
5.
Peneliti dan teman sejawat membuat lembar pengamatan
pengelolaan pembelajaran Biologi dengan metode Problrm Posing
6. Merencanakan pembentukan kelompok heterogen.
b. Pelaksanaan/implementasi
tindakan
(acting)
Tahap
pelaksanaan/implementasi tindakan merupakan tahap pelaksanaan
proses pembelajaran di kelas. Pada tahap tindakan, tim peneliti
melakukan kegiatan pembelajaran seperti yang telah direncanakan
yaitu kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan proses.
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan selama
22
empat jam pelajaran (4 x 35 menit). Pertemuan pertama dimanfaatkan
untuk proses pembelajaran berupa diskusi penemuan konsep dan
proses diskusi menyelesaikan masalah dan presentasi kelompok.
Sebelum pembelajaran ditutup guru memberikan reward kepada
kelompok unggulan dengan skor perkembangan tertinggi. Sedangkan
pertemuan kedua digunakan untuk mengambil data tes akhir siklus.
Dengan kata lain, penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, sebagai
berikut: Siklus I 1) Perencanaan 2)Tindakan dan Observasi I pada
siklus I pertemuan I 3) Refleksi I terhadap siklus I pertemuan I 4)
Evaluasi I berdasarkan siklus I pertemuan I 5) Tindakan dan Observasi
II pada siklus I pertemuan I 6) Refleksi II terhadap siklus I pertemuan
II 7) Evaluasi II berdasarkan siklus I Pertemuan II Siklus II 1)
Perencanaan 2)Tindakan dan Observasi I pada siklus II pertemuan I 3)
Refleksi I terhadap siklus II pertemuan I 4) Evaluasi berdasarkan
siklus II pertemuan I 5) Tindakan dan Observasi II pada siklus II
pertemuan II 6) Refleksi II terhadap siklus II pertemuan II 7) Evaluasi
II berdasarkan siklus II Pertemuan II .
c. Pengamatan (Observasi)
Observasi dilakukan oleh teman sejawat. Lembar pengamatan
digunakan untuk mengamati dan mengukur aktivitas belajar siswa
serta aktivitas peneliti pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data prestasi belajar
Biologi siswa berdasarkan hasil tes akhir siklus dan pelaksanaan tugas
yang diberikan oleh peneliti.
d. Refleksi
Refleksi merupakan analisis hasil observasi dan hasil tes.
Refleksi dilaksanakan segera setelah tahap implementasi/tindakan dan
observasi selesai. Pada tahap ini peneliti dan teman sejawat
mendiskusikan hasil yang meliputi kelebihan dan kekurangan pada
pembelajaran. Hasil refleksi ini akan digunakan sebagai perbaikan
dalam pelaksanaan siklus berikutnya.
23
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini, maka
penulis menggunakan beberapa metode yang antara lain:
a) Metode Observasi
1) Observasi partisipatif
Cara ini digunakan agar data yang diinginkan sesuai dengan
apa yang dimaksud oleh peneliti. Dalam observasi ini, peneliti
terlibat dengan kehidupan sehari-hari orang yang sedang diamati
atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil
melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang
dikerjakan oleh sumber data. Dengan observasi partisipan, maka
data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
Selain peneliti ikut berpartisipasi dalam observasi, peneliti
juga berperan sebagai fasilitator. Sehingga peneliti juga turut
mengarahkan siswa yang diteliti untuk melaksanakan tindakan
yang mengarah pada data yang diinginkan oleh peneliti. Metode
ini, peneliti dapat mengamati secara langsung terhadap obyek yang
sedang diselidiki. Pendekatan ini digunakan untuk memperoleh
data-data tentang keadaan lokasi penelitian, kegiatan-kegiatan yang
dilakukan siswa-siswi dan lain-lain.
2) Observasi aktivitas kelas
Hal ini merupakan pengamatan langsung terhadap siswa
dengan memperhatikan tingkah laku siswa dalam proses belajar
mengajar. Sehingga peneliti mendapat gambaran langsung
bagaimana tingkah laku siswa, kerjasama, serta komunikasi
diantara siswa dalam kelompok dan pembelajaran.
b) Metode Pengukuran Hasil Tes
Tes ialah seperangkat rangsangan yang diberikan kepada
seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang
dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka (Furchan, 2004).
24
Pengukuran tes prestasi belajar ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui peningkatan pada prestasi belajar sisiwa. Tes tersebut juga
sebagai salah satu rangkaian yang dilakukan dalam kegiatan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe problem posing dalam meningkatkan
hasil belajar siswa. Tes yang dilakukan berbentuk tes formatif yang
dilaksanakan pada setiap akhir pembelajaran, hasil tes ini akan
digunakan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa
melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe problem posing.
c) Metode Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,
berupa catatan, gambar, karya-karya dan lain sebagainya (Furchan,
2006). Peneliti menggunakan pendekatan ini untuk mengetahui
datadata terkait dengan sejarah berdirinya lokasi penelitian, stuktur
organisasi, jumlah guru, absensi kelas, dan pelaksanaan pembelajaran
Biologi untuk mengetahui data siswa yang mengikuti bidang studi
Biologi, serta data-data yang terkait lainnya.
E. Langkah-langkah Problem Posing Teknik Berkelompok
Langkah-langkah pembelajaran pendekatan Problem Posing disusun dengan
memperhatikan karakteristik Problem Posing dan mengacu pada langkah-langkah
pembelajaran yang sering digunakan guru matematika. Pada intinya langkahlangkah pembelajaran ini menurut Yuhasriati terdiri dari empat kegiatan pokok
yaitu seperti berikut ini:
1. Kegiatan pendahuluan Tahap ini, kegiatan yang dialakukan adalah
memotivasi siswa, untuk menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mengingat kembali materi sebelumnya yang relevan
2. Kegiatan pengembangan Tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah
guru menyajikan materi baik berupa konsep-konsep, prinsip serta
contoh-contoh kepada siswa
3. Kegiatan penerapan (pengajuan soal) Tahap ini, siswa dimita untuk
menerapkan materi yang telah dipelajari pada materi yang lebih luas.
25
Bentuk kegiatannya seperti mengerjakan soal-soal latihan atau
membuat tugas-tugas.
4. Kegiatan penutup Tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah membuat
ringkasan hasil pembelajaran dan memberikan latihan sebagai
pekerjaan rumah.
Dalam penelitian ini jenis pendekatan problem posing yang digunakan
adalah bentuk semi terstruktur. Langkah-langkah pembelejaran pendekatan
Problem Posing bentuk semi terstruktur yang dilakukan secara berkelompok
adalah secara berikut:
1. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa
2.
Guru memberikan latihan soal secukupnya
3.
Guru membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen, yang
terdiri atas 4-5 siswa.
4.
Setiap kelompok diminta untuk meyelesaikan soal pada lembar kerja
kelompok
5.
Setiap kelompok diminta mengajukan soal yang menantang, dan
kelompok yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya, suatu
masalah mengandung tantangan dan memerlukan tindakan dalam
menanganinya jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan melalui
prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa.
6. Guru menyuruh secara acak perwakilan kelompok untuk menyajikan
soal temuannya didepan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan
kelompok secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan.
7. Guru bisa membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa
kembali ketempat duduknya masing-masing
8. Guru memberikan tugas rumah secara individu. (Yusnaini, 2014:22)
G. Teknik Analisis
Penelitian Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian tindakan
kelas ini adalah :
1. Data Kuantitatif
26
Data kuantitatif berupa hasil belajar kognitif, dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menentukan presentasi
ketuntasan belajar dan mean (rata-rata) kelas. Adapun penyajian data
kuantitatif dipaparkan dalam bentuk presentasi dan angka dengan
mengacu pada referensi Aqib (2010) sebagai berikut:
a. Rumus untuk menghitung persentase ketuntasan belajar adalah
sebagai berikut :
b. Rumus untuk menghitung nilai rata-rata adalah sebagai berikut :
Penghitungan presentase dengan menggunakan rumus di
atas harus sesuai dan memperhatikan kriteria ketuntasan belajar
siswa Kelas XI di SMA Negeri 10 Kota Jambi yang
dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu tuntas dan tidak tuntas
dengan kriteria sebagai berikut :
Tabel 3.1.Kriteria Ketuntasan Minimal Mata Pelajaran Biologi
Kriteria Ketuntasan
> 70
< 70
Sumber : SMAN 10 Kota Jambi
Klasifikasi
tuntas
Tidak tuntas
2. Data Kualitatif
Data kualitatif berupa data hasil belajar, hasil observasi
keterampilan guru serta aktivitas siswa dalam pembelajaran Biologi.
27
Data kualitatif dipaparkan dalam kalimat yang dipisahkan menurut
kategori untuk memperoleh kesimpulan. Data hasil belajar siswa dapat
dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan dengan
menggunakan tabel berikut :
Jika data hasil perhitungan aktivitas belajar siswa dan kinerja
guru hasilnya berupa bilangan pecahan, maka harus dibulatkan
menjadi bilangan utuh. Jika hasilnya 0,49 ke bawah maka dibulatkan
ke bawah, sedangkan jika hasilnya 0,5 ke atas maka dibulatkan ke atas.
Adapun data hasil pengamatan pada proses pembelajaran
menggunakan lembar observasi keterampilan guru dan aktivitas siswa
dapat dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan dengan
menggunakan tabel berikut:
Jika data hasil perhitungan aktivitas belajar siswa dan kinerja
guru hasilnya berupa bilangan pecahan, maka harus dibulatkan
menjadi bilangan utuh. Jika hasilnya 0,49 ke bawah maka dibulatkan
ke bawah, sedangkan jika hasilnya 0,5 ke atas maka dibulatkan ke atas.
28
H. Indikator Keberhasilan
Keberhasilan kinerja dengan Penerapan Model Pembelajaran Cooperative
Learning Tipe problem posing dengan teknik berkelompok pada siswa kelas XI
SMAN 10 Kota Jambi :
1. Hasil belajar Biologi pada sub ekosistem minimal 70 dengan
ketuntasan belajar klasikal 75%.
2. Keaktifan siswa dalam pembelajaran Biologi pada sub ekosistem
menggunakan metode problem posing dengan teknik berkelompok
sebesar ≥ 70 dengan kriteria sekurang-kurangnya baik.
3. Keterampilan guru dalam Biologi pada sub ekosistem menggunakan
metode problem posing dengan teknik berkelompok sebesar ≥ 70
dengan kriteria sekurang-kurangnya baik.
29
DAFTAR PUSTAKA
A.Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Direktorat Jendral.
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Anita Lie. 2004. Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di.
Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : PT. Grasindo
Aqib, Zainal. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.
Arief S. Sadiman. 2002. Media Pendidikan Pengaertian, Pengembangan dan.
Pemanfaatannya. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta
: PT Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi 2009. Dasar-dasar evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi
Aksara
Azwar, Saifuddin. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta
Hamalik, Oemar. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya :
Surabaya
Karlin, Hilda dan Margaretha. (2002). Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. II. Bandung: Bina Media Informasi
Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kooperatif. Jakarta.
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sardiman, 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Slavin, Robert E, 2005, Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik, Bandung:
Nusa Media.
30
Suyitno, Amin. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I.
Semarang: FMIPA UNNES
Yamin, Martinis, 2006, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta:
Gaung Persada Press.
Download