1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal penting untuk membekali peserta didik menghadapi masa depan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai terbuka dan demokratis. Kemudian kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan itu sendiri. Pendidikan diatur dalam Undang-Undang tersendiri dalam bentuk Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Maunah, 2009:1) Sekolah sebagai pendidikan formal mempunyai tanggung jawab dan wewenang untuk turut mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Pencapaian tujuan pendidikan berkaitan erat dengan input, proses transformasi dan output yang dihasilkan dari suatu institusi pendidikan. Belajar bukan sekedar menghafal sebuah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, pembelajaran di kelas guru sebaiknya memperhatikan berbagai aspek kegiatan, terutama berkaitan dengan pendekatan dalam pembelajaran yang dapat mendorong aktivitas siswa lebih optimal. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental. (Sanjaya, 2008:16) Upaya untuk meningkat mutu pendidikan telah banyak dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya pembelajaran matematika. Berbagai upaya tersebut antara lain (1) penataran guru, (2) kualifikasi pendidikan guru, (3) pembaharuan kurikulum, (4) penerapan model atau metode 1 2 pembelajaran baru, (5) penelitian tentang kesulitan dan kesalahan siswa dalam matematika.(Sanjaya, 2008:16) Pembelajaran Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga pembelajaran Biologi bukan hanya penguasaan kumpulan-kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam pembelajaran Biologi, guru dituntut untuk menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang bermakna sehingga siswa dapat aktif dalam belajar sehingga mampu membangun pengetahuannya sendiri. Dalam pembelajaran biologi terdapat interaksi antara guru dengan murid, guru sebagai pengajar dan siswa sebagai peserta didik. Biologi sebagai salah satu mata pelajaran yang dipelajari di sekolah sampai sekarang, prestasi belajar yang dicapai untuk mata pelajaran biologi ini masih tergolong rendah. Padahal sudah banyak usaha yang dilakukan guru dan sekolah supaya prestasi belajar biologi dapat meningkat lebih baik. Pada pembelajaran biologi seringkali siswa merasa kesulitan memahami pelajaran yang diberikan guru, siswa kurang antusias untuk mengikuti pelajaran biologi bahkan menjadikan biologi sebagai mata pelajaran yang paling menakutkan bagi mereka. Hal ini terjadi karena sampai saat ini masih banyak guru biologi menggunakan metode pembelajaran yang disebut metode konvensional, yaitu guru membacakan atau memberikan bahan yang disiapkannya sedangkan siswa mendengarkan, mencatat dengan teliti dan mencoba menyelesaikan soal sebagai mana yang dicontohkan oleh guru. Hal tersebut menjadikan siswa pasif. Dalam meningkatkan hasil belajar biologi sebaiknya diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa belajar aktif baik secara fisik, sosial, maupun psikis dalam memahami konsep. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran biologi hendaknya guru menggunakan metode yang membuat siswa banyak beraktifitas yaitu dengan problem posing dimana pada pembelajaran ini siswa diharapkan dapat merumuskan masalah melalui beberapa fakta sehingga siswa sadar akan adanya suatu masalah tersebut dengan cara mencari informasi 3 baik dari guru, peserta didik, berita-berita dan lingkungan sekitar, maka siswa akan menjadi terangsang untuk memecahkan masalah. Dengan demikian banyaknya aktifitas yang dilakukan dapat menimbulkan antusias siswa dalam belajar sehingga pemahaman konsep biologi semakin baik dan hasil belajarnya akan meningkat. Penerapan model pembelajaran problem posing ini akan mempengaruhi cara belajar siswa yang semula cenderung untuk pasif ke arah yang lebih aktif. SMP Muhammadiyah 5 Surakarta, merupakan salah satu sekolah swasta yang mempunyai masukan siswa yang memiliki prestasi belajar yang bervariasi, karena prestasi belajar yang bervariasi inilah maka peran serta dan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar beranekaragam. Menurut hasil pengamatan yang dilakukan peneliti melalui observasi kelas dan wawancara dengan guru mata pelajaran biologi pada tahun 2019/2020 menunjukkan bahwa hasil belajar biologi siswa kurang optimal. Asumsi dasar yang menyebabkan hasil belajar biologi siswa kurang optimal adalah pemilihan metode pembelajaran dan kurangnya peran serta keaktifan siswa dalam KMB. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dikembangkan suatu metode pembelajaran yang salah satunya dikenal dengan metode problem posing. Melalui pemilihan metode pembelajaran tersebut diharapkan sumber informasi yang diterima siswa dapat meningkatkan peran serta dan keaktifan siswa dalam mempelajari dan menerima ilmu. Penerapan model pembelajaran problem posing untuk mata pelajaran biologi di SMA Negeri 10 Kota Jambi diharapkan lebih efektif, karena siswa akan belajar lebih aktif dalam berpikir dan memahami materi secara berkelompok. Selain itu, siswa dapat lebih mudah menyerap materi pelajaran, serta kematangan pemahaman terhadap materi pelajaran. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan judul penelitian sebagai berikut : “PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 10 KOTA JAMBI. 4 B. Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah di atas ternyata permasalahan yang ada masih luas sehingga perlu diadakan pembatasan sebagai berikut : 1. Obyek penelitin Semua siswa kelas 2. Subyek dalam penelitian ini adalah aplikasi pembelajaran Problem Posing dalam meningkatkan hasil belajar biologi 3. Hasil belajar, merupakan hasil belajar akhir dari suatu proses belajar mengajar dapat ditunjukkan dengan dua aspek yaitu kognitif dan afektif . 4. Perumusan Masalah Memperhatikan latar belakang tersebut maka permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah aplikasi dapat dirumuskan metode pembelajaran problem posing dalam meningkatkan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI SMAN 10 kota jambi 5. Tujuan dan Manfaat penelitian. a. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : Mengetahui aplikasi pembelajaran problem posing dalam meningkatkan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI SMA Negeri 10 Kota Jambi Tahun Ajaran 2019/2020. b. Manfaat Penelitian Setelah penelitian ini selesai diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1) Bagi peneliti : penelitian ini dapat memberikan gambaran dan pengetahuan dalam penerapan problem posing pada pelajaran biologi. 2) Bagi guru biologi, semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam inovasi pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. 5 3) Bagi kepala sekolah, penelitian ini dapat digunakan untuk menyarankan kepada guru-guru di sekolahnya bahwa model problem posing dapat digunakan sebagai alternatif dalam upaya mengaktifkan siswa dalam belajar. 4) Bagi peneliti yang lain, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk pengembangan model pembelajaran dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar ( Nurhadi,2004:112) Model cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Sistem pengajaran cooperative learning didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang berstruktur. Ada unsur-unsur dasar cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asalasalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif (Anita Lie, 2004 : 28). Model pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama, struktur bekerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih (Hilda Karlin dan Margaretha, 2002 : 70). Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif di dorong dan dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk penyelesaian tugasnya. Dalam pencapaian pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu pemahaman bersama. Kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif dapat memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (a) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (b) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (c) bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda, (d) penghargaan lebih berorientasi kelompok daripada individu (Muslimin Ibrahim, 2000). 6 7 Metode mengajar diartikan juga sebagai teknik guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa dengan baik (Roestiyah, 2001:1). Pengalaman belajar secara kooperatif menghasilkan keyakinan yang lebih kuat bahwa seseorang merasa disukai, diterima oleh siswa lain, dan menaruh perhatian tentang bagaimana kawannya belajar, dan ingin membantu kawannya belajar. Siswa sebagai subjek yang belajar merupakan sumber belajar bagi siswa lainnya yang dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, misalnya diskusi, pemberian umpan balik, atau bekerja sama dalam melatih keterampilanketerampilan tertentu (A. Suhaenah Suparno, 2001 : 156). Metode pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding metode lainnya diantaranya: (a) meningkatkan kemampuan siswa, (b) meningkatkan rasa percaya diri, (c) menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan keahlian, (d) memperbaiki hubungan antar kelompok ( Anita Lie,2004:32). Tetapi di samping keunggulan, metode pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan yaitu: (a) memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakan, (b) bila terjadi persaingan yang negatif maka hasilnya akan buruk, (c) bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa dalam kelompok mengakibatkan usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya, (d) adanya siswa yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam belajar (Robet Slavin,1995). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah proses pembelajaran yang dilakukan secara bersama-sama atau kelompok supaya memperoleh hasil belajar yang maksimal dan untuk memecahkan materi pembelajaran dengan membagi tugas pada masingmasing individu. B. Model Pembelajaran Biologi Berhasil atau tidaknya guru sangat ditunjang oleh metode dan model mengajar yang guru ambil karena pemilihan metode atau model pembelajaran ini 8 menyangkut strategi dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah perencanaan dan tindakan yang tepat dan cermat mengenai kegiatan pembelajaran agar kompetensi dasar dan indikator pembelajaran dapat tercapai. Joyce dan Well( J Mandalika dkk,1999 : 158) berpendapat bahwa model pengajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (suatu rencana pengajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pengajaran dan membimbing pengajaran di kelas atau yang lain. Ad Rooijakkers (1991:1), mengemukakan bahwa mengajar berarti menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan pandangan. Dalam hal itu baik murid maupun pengajar harus mengerti bahan yang akan dibicarakan.Dengan kata lain dalam kegiatan mengajar itu harus terjadi suatu proses,yaitu proses belajar. Menurut Darsono dkk (2004:48) menyatakan pembelajaran secara umum adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.Pembelajaran yang baik menurut Gestalt yaitu usaha untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu cara yang dipakai menyampaikan pelajaran kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. C. Model Problem Possing Model pembelajaran ini lebih cenderung pada sekolah aktif yang artinya siswa mempunyai peran utama dalam proses pembelajaran. Model problem posing dikembangkan tahun 1997 oleh D. English. Pada prinsipnya model pembelajaran problem posing (pengajuan soal atau penghadapan masalah) adalah model pembelajaran yang mewajibkan kepada siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri (Amin Suyitno, 2004 : 2). Menurut J. Riberu dalam Ad Rooijokker (1991:xxvi-xxvii) dalam problem posing ini cara pendekatan yang dianjurkan adalah dari bermacam-macam segi, 9 merumuskan masalah lalu mencari pemecahan masalah melalui berbagai macam jalan. Garis besar cara pendekatan ini adalah sebagai berikut: a. Penyadaran masalah Pada awal pengajaran berusaha agar peserta didik sadar adanya suatu masalah. Hal ini ditempuh dengan jalan: 1) Mengemukakan beberapa fakta yang menonjol sebagai gejala dari suatu masalah, 2) Memanfaatkan berita-berita, dan 3) Pengumpulan pendapat peserta didik. b. Analisa masalah Kalau peserta didik sudah sadar akan adanya masalah maka peserta didik dapat diajak untuk menelaah masalah itu lebih lanjut, yang perlu diperhatikan ialah aspek-aspek masalah, latar belakang sebab pelaku dan ruang serta waktu sekitar masalah. c. Perumusan masalah Sesudah masalah dianalisa umumnya peserta didik mulai mendapat gambaran yang lebih menyeluruh dan lebih terpadu tentang suatu masalah. Oleh sebab itu ia lebih mampu merumuskan dengan singkat dan padat apa sebenarnya masalahnya. d. Pemecahan masalah Sesudah masalah dianalisa dan dirumuskan mulailah peserta didik dirangsang untuk mencari pemecahan yang sebaik-baiknya. Tiap pemecahan ini berlangsung akan muncul cara yang mana yang paling tepat kekuatan,kelemahan serta kemungkinan penyelesaianya. e. Perumusan pemecahan masalah Sesudah alternatif pemecahan masalah dipilih, peserta didik dapat merumuskan secara singkat cara pemecahan yang dipilih itu. Dengan demikian penerapan model pembelajaran problem posing di SMP sebagai berikut: 1) guru meminta siswa untuk membaca materi, 2) guru meminta siswa untuk menuliskan permasalahan dan siswa yang bersangkutan harus dapat menyelesainkannya, 3) guru mengklarifikasikan jawaban dari permasalahan, tugas ini dapat dilakukan secara kelompok, 4) guru memberikan tugas rumah secara individual (Amin Suyitno, 2004 : 2). 10 Pada tahap awal cukup memberikan tugas kepada siswa dalam model pembelajaran problem posing dengan memilih salah satu cara sebagai berikut: 1) siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru (presolution posing), 2) siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru (Within Solution Posing), 3) siswa membuat soal sejenis, seperti yang dibuat oleh guru (Post Solution Posing) Sementara perbedaan antara problem possing dan problem solving adalah pada prinsipnya, model pembelajaran problem possing adalah model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar (berlatih soal) secara mandiri (Suyitno Amin, 2004). Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang masalah yang ada dengan perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Sementara problem solving menurut Slameto (2009:99) berorientasi pada pembelajaran dengan investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. D. Belajar Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Dalam pengertian lain dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya (Sardiman, 2001). Oemar Hamalik (2001:27), menjelaskan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yaitu mengamati. Menurut Fudyartanto (2002:151), belajar adalah usaha sadar dari individu untuk memahami dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai, guna meningkatkan kualitas tingkah lakunya dalam rangka mengembangkan kepribadiannya Belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan 11 lingkungan menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik (Syaiful Bahri Djamarah, 2000:13). Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, ketrampilan, dan sikap. Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang. Rasullullah SAW, menyatakan dalam salah satu haditsnya bahwa manusia harus belajar sejak dari ayunan hingga liang lahat, para ahli jiwa pendidikan menekankan supaya pembentukan perilaku yang baik sudah dimulai pada masa kecil, seperti membiasakan tidur lebih cepat, belajar renang, lari, olahraga, membiasakan agar jangan meludah ditempat umum, jangan membelakangi dimana ada orang lain, jangan berdusta, jangan suka bersumpah, baik benar ataupun salah, menghormati kedua orang tua, menghormati orang yang lebih tua, menyayangi adik-adik yang berumur di bawahnya (Martinus Yamin, 2006). Arief S. Sadiman (2002), berpendapat belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), dan ketrampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang dianjurkan oleh guru (Muhibbin Syah, 2002 : 89). Menurut Gregory A.Kimble adalah bahwa belajar sebagai perubahan yang relatif permanen dalam potensialitas tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau praktek yang diperkuat (diberi hadiah). Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan kegiatan atau aktifitas yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang dilakukan karena suatu usaha sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku. 12 E. Hasil Belajar Hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar (Saifudin Azwar, 2000). Hasil belajar juga merupakan berbagai kapasitas yang diperoleh siswa sehubungan dengan keikutsertaannya dalam proses pembelajaran. Disatu sisi hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pengajaran, disisi lain hasil belajar merupakan penggal dan puncak belajar siswa (Dimyati dan Mudjiono, 1999). Hasil belajar dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern yang dialami dan dihayati siswa yang berpengaruh terhadap proses belajar adalah (1) sikap siswa terhadap belajar, (2) motivasi belajar, (3) konsentrasi belajar, (4) kemampuan mengolah bahan belajar, (5) kemampuan yang telah tersimpan, (6) kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, (7) rasa percaya diri siswa, intelegensia dan keberhasilan belajar dan kebiasaan belajar. Sedangkan faktorfaktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar antara lain : (1) guru sebagai pembimbing belajar siswa, (2) sarana dan prasarana belajar, (3) kondisi pembelajaran, (4) kebijakan penilaian, (5) kurikulum yang diterapkan dan lingkungan sosial siswa (Dimyati dan Mudjiono, 1999). Bloom dan kawan-kawan dalam Saifuddin Azwar (2000) mengembangkan 3 tujuan pendidikan yang berkenaan dengan hasil belajar yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Masing-masing ranah tersebut secara berturutturut berkenaan dengan kemampuan intelektual keadaan psikis dan ketrampilan psikis dan ketrapilan motorik peserta didik. F. Penelitian Tindakan Kelas Menurut Kemmis and Mc Taggart (1994), penelitian tindakan merupakan sebuah inkuiri yang bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh partisipan dalam situisi sosial termasuk kependidikan dengan maksud untuk meningkatkan kemantapan rasionalitas dari a. praktek-praktek sosial kependidikan, b. pemahaman terhadap praktek-praktek tersebut, 13 c. situasi pelaksanaan praktek-praktek pembelajaran. Instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas sangat sejalan dengan prosedur dan langkah penelitian tindakan kelas itu sendiri. Ditinjau dari hal tersebut, maka instrument-instrumen ini dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu; instrument untuk mengobservasi guru (observing teacher), instrument untuk mengobservasi kelas (observing classroom), instrument untuk mengobservasi perilaku siswa (observing student). Penelitian tindakan kelas atau istilah dalam bahasa Inggris adalah Classroom Action Research (CAR) sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu dikenal dan ramai dibicarakan dalam dunia pendidikan. Ada tiga kata pembentuk pengertian PTK yaitu: (a) penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hasil yang menarik minat dan penting bagi peneliti. (b) tindakan, menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, dalam penelitian berbentuk rangkaian kegiatan siklus untuk siswa, (c) kelas, dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik yaitu sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama dari guru yang sama pula. Dalam menggabungkan batasan pengertian tiga kata tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Suharsimi Arikunto, 2006). Menurut Suhardjono (2006), tujuan utama PTK adalah memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. Pada intinya PTK bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis 14 dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar. Dalam pelaksanaan PTK terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu, sebagai berikut: 1. PTK merupakan penelitian yang mengikutsertakan secara aktif peran guru dan siswa dalam berbagai tindakan. 2. Kegiatan refleksi (perenungan, pemikiran dan evaluasi) dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional (menggunakan konsep teori) yang mantap dan valid guna melakukan perbaikan tindakan dalam upaya memecahkan masalah yang terjadi. 3. Tindakan perbaikan terhadap situasi dan kondisi pembelajaran dilakukan dengan segera dan dilakukan secara praktis (dapat dilakukan dalam praktek pembelajaran) (Suharjono,2006:72). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru sekaligus peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai dengan penelitian tindakan secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Suharsimi Arikunto,2006:93). Ada beberapa kelebihan dan kelemahan Penelitian Tindakan Kelas (PTK),yaitu: 1. Kelebihan a) Meningkatkan rasa percaya diri, b) Menumbuhkan sikap profesional dalam diri guru karena PTK mampu membelajarkan guru untuk berfikir kritis dan sistematis,mampu membiasakan membelajarkan guru untuk menulis dan membuat catatan, c) Dapat meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas pembelajaran, d) Dapat membantu guru dan tenaga kependidikan dalam memecahkan masalah pembelajaran dalam kelas. 2. Kekurangan 15 a) Pemecahan masalah hanya dilakukan di dalam kelas, b) Memerlukan waktu yang lama untuk guru melakukan penelitian, c) Guru harus melakukan pengamatan diri secara obyektif. H. Penelitian Terdahulu Agar penelitian ini lebih akurat, maka peneliti merujuk pada beberapa jurnal. Dalam penelitian ini peneliti memiliki 4 jurnal dalam negeri dan 1 jurnal internasional. Berikut rinciannya: Penelitian pertama oleh Sofiana Rahmiatun Hatmawati dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing dengan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Mataram Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilakukan dua siklus, masing-masing terdiri dari dua pertemuan yang meliputi empat fase, rencana, tindakan, observasi, dan refleksi. Persentase klasik kelengkapan hasil belajar pada ranah kognitif dari siklus pertama ke siklus kedua meningkat dari 75,00% menjadi 87,50% dengan nilai rata-rata untuk setiap siklus adalah 72,66 dan 78,28, pada afektif dari yang pertama siklus ke yang kedua telah meningkat dari 67,97 menjadi 78,12 (cukup baik untuk menjadi sangat baik), dan psikomotor domain dari siklus pertama ke yang kedua telah meningkat dari 12,22 menjadi 15,58 (kompeten menjadi lebih banyak kompeten). Disimpulkan bahwa untuk meningkatkan hasil belajar, model implementasi strategi masalah posing learning dengan metode eksperimen yaitu: 1) memberikan hadiah berupa hadiah dan tambahan nilai bagi siswa yang aktif, tertib, dan tidak menimbulkan gangguan selama kegiatan belajar, 2) memberi perhatian dan bimbingan dalam bentuk penjelasan tentang materi pelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukandilakukan, 3) memberikan beberapa contoh membuat masalah dan menjelaskannya secara rinci, dan juga 4) menunjuk anggota acak dari setiap kelompok ke presentasi. Kemudian penelitian selanjutnya dari Rini Setyaningsih dengan judul Aplikasi Metode Pembelajaran Problem Posing Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIII C SMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran 2008/2009. 16 Penelitian bertujuan untuk: Mengetahui aplikasi metode pembelajaran Problem Posing dalam meningkatkan hasil belajar Biologi siswa kelas VIII CSMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran 2008/2009. Metode yang digunakan adalah tindakan kelas dan hasilnya adalah persentase klasik kelengkapan hasil belajar pada ranah kognitif dari siklus pertama ke siklus kedua meningkat dari 75,00% menjadi 87,50% dengan nilai rata-rata untuk setiap siklus adalah 72,66 dan 78,28, pada afektif dari yang pertama siklus ke yang kedua telah meningkat dari 67,97 menjadi 78,12 (cukup baik untuk menjadi sangat baik), dan psikomotor domain dari siklus pertama ke yang kedua telah meningkat dari 12,22 menjadi 15,58 (kompeten menjadi lebih banyak kompeten). Penelitian ketiga dari Lutfi Nur Zakyah dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing (PP) dipadu Pembelajaran Kooperatif MODEL THINK PAIR SHARE (TPS) Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X IPA 5 SMAN 7 Malang, Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari 2 siklus. Tujuan penelitian untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Subyek penelitian adalah siswa kelas X IPA 5 SMAN 7 Malang yang berjumlah 34 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil observasi, secara klasikal motivasi dari siklus I sebesar 57,86% ke siklus II sebesar 67,7% mengalami peningkatan sebesar 9,84% dan berdasarkan hasil angket, dari siklus I sebesar 70% ke siklus II sebesar 81,48% mengalami peningkatan sebesar 11,48%. Sedangkan hasil belajar (kognitif) dari siklus I sebesar 55,8% ke siklus II sebesar 82,3% mengalami peningkatan sebesar 26,5%. Penelitian keempat oleh Handayani Yanti dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing Dengan Teknik Berkelompok Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII A SMP Muhamadyah 6 Wuluhan –Jember. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan Teknik Pembelajaran Problem Possing dapat meningkatkan hasil belajar Biologi. Dalam Bahan Ekosistem untuk tahun ketujuh siswa di SMP Muhammadiyah 6. Penelitian ini dimulai pada 14 April 2014 hingga 26 April 2014. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus, yang pada 17 setiap siklus terdiri dari langkah-langkah wisata. Mereka adalah perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Hasil dari hasil ini menunjukkan bahwa ada ingroving dari Hasil Belajar Biologi. Untuk aspek kognitif peningkatan klasik adalah 31,6% untuk 63,3% (siklus pertama) menjadi 83,3% (siklus kedua). Untuk aspek afectif, peningkatannya adalah 17,3% dari 69,5% (siklus pertama) menjadi 81,5% (siklus kedua). Peningkatan aspek psikomotorik adalah 20,4% dari 67,6% (siklus pertama) menjadi 81,4% (siklus kedua). Kesimpulan dari penelitian ini adalah Teknik Pembelajaran Problem Possing dapat meningkatkan hasil belajar Pembelajaran Biologi tahun ketujuh SMP Muhammadiyah 6 Wuluhan-Jember. Penelitian terakhir dari Selim Guvercdn dengan judul The Effect of Problem Posing Tasks Used in Mathematics Instruction to Mathematics Academic Achievement and Attitudes Towards Mathematics. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh intervensi problem posing pada matematika siswa kelas 8 prestasi dan sikap terhadap matematika. Masalah kata digunakan dalam penelitian sebagai alat untuk mengamati perbedaan antara kelompok eksperimen dan kontrol. Kami menganalisis efek instruksi problem posing dengan tes yang dirancang khusus kegiatan pra dan pasca. Sementara itu kami mencari tanggapan siswa melalui pertemuan individu. Studi ini telah dilakukan dengan siswa kelas 8 di Sekolah Menengah Kazakh untuk siswa berbakat selama semester kedua tahun akademik 2010-2011. Ada total 54 siswa yang dibagi menjadi dua kelompok. Salah satu kelompok adalah eksperimental dan yang lainnya adalah kelompok kontrol. Ada jumlah siswa yang sama di setiap kelompok dengan jumlah 27. Penelitian ini mengambil dua bulan di sekolah yang sama. Penelitian ini menggunakan desain metode campuran dengan komponen kuantitatif dan kualitatif. Data dari komponen kuantitatif yaitu pre dan post test yang dianalisis dengan menggunakan paket komputer SPSS. Kualitatif desain termasuk data yang digunakan siswa dibandingkan dari pendapat sebelum dan sesudah intervensi. Kami menggunakan Tes Prestasi Matematika untuk mengukur prestasi akademik matematika siswa. Untuk mengukur sikap siswa terhadap matematika, kami menggunakan Skala Sikap Matematika. Keandalan tes diukur dengan teknik khusus dan nilai konstanta Cronbach's Alpha dihitung sebagai 0,83 untuk tes 18 prestasi dan 0,90 untuk skala sikap. Selama masalah berpose instruksi dengan siswa kelompok eksperimen kami menggunakan kegiatan yang sebelumnya masalah kata yang dirancang khusus dalam terang tahap masalah posing. Metode pendidikan tradisional digunakan dalam kelompok kontrol. Selain itu, beberapa pertanyaan disiapkan untuk siswa yang mendapat nilai ekstrim dari kegiatan. Pada Pada akhir penelitian, data dievaluasi dengan menggunakan paired sample t-test dan analisis wawancara dengan siswadilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Setting Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMAN 10 Kota Jambi. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Agustus sampai Oktober 2019 dari tahap prasurvei hingga dilaksanakan tindakan. B. Subyek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas XI SMAN 10 Kota Jambi semester 1 dengan fokus penelitian pada pembelajaran Biologi Sub Bidang Ekosistem. C. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian yang bertujuan PTK (penelitian tindakan kelas), yaitu memberikan sumbangan nyata peningkatan profesionalisme guru, menyiapkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan tentang prilaku guru pengajar dan murid belajar. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif, sebab dalam melakukan tindakan kepada subyek penelitian sangat diutamakan adalah mengungkap makna yakni makna dan proses pembelajaran sebagai upaya meningkatkan motivasi, kegairahan dan prestasi belajar melalui tindakan yang dilakukan sebagimana dikemukakan oleh Bogdan dan Bikien (1998). Sifat PTK yang dilakukan adalah kolaboratif partisipatoris, yakni kerjasama antara peneliti dengan praktisi di lapangan. Ebbut (1985) dalam Hopkins (1993), penelitian tindakan kelas adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Burns (1999) penelitian tindakan merupakan penerapan penemuan fakta pada 20 pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerja sama para peneliti, praktisi, dan orang awam. Pada intinya PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul dikelas dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan sehingga sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa permasalahan dalam tindakan kelas diperoleh dari persepsi atau lamunan seorang peneliti (Suharsimi, 2006). Dengan demikian penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) terkait dengan persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Menurut Kunandar (2004) PTK termasuk penelitian dengan pendekatan kualitatif, walaupun data yang dikumpulkan dapat berupa dat kuantitatif dan data kualitataif. PTK memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut. a. (on-the job problem orientied) didasarkan pada masalah yang benar-benar dihadapi oleh guru dalam proses belajar-mengajar di kelas. b. (problem-solving-oriented) berorientasi pada pemecahan masalah. c. (improvement-oriented) berorientasi pada peningkatan mutu. d. . (Cyclic) siklus, konsep tindakan dalam PTK ditetapkan melalui urutan yang terdiri dari beberapa tahap berdaur ulang. e. (Action orientied) selalu didasarkan pada adanya tindakan. Menurut Kurt Lewin, prosedur kerja dalam penelitian tindakan kelas terdiri atas empat komponen, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Hubungan keempatkomponen tersebut dipandang sebagai satu siklus (Depdikbud, 1999). 21 Adapun gambaran rencana pelaksanaan setiap siklus adalah sebagai berikut. a. Perencanaan (planning) Kegiatan dalam tahap perencanaan ini meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Studi pendahuluan terhadap prestasi belajar siswa. 2. Merencanakan pembelajaran dengan membuat Silabus, RPP. 3. . Membuat soal tes akhir siklus. 4. Membuat lembar pengamatan aktivitas belajar Biologi siswa. 5. Peneliti dan teman sejawat membuat lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran Biologi dengan metode Problrm Posing 6. Merencanakan pembentukan kelompok heterogen. b. Pelaksanaan/implementasi tindakan (acting) Tahap pelaksanaan/implementasi tindakan merupakan tahap pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Pada tahap tindakan, tim peneliti melakukan kegiatan pembelajaran seperti yang telah direncanakan yaitu kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan proses. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan selama 22 empat jam pelajaran (4 x 35 menit). Pertemuan pertama dimanfaatkan untuk proses pembelajaran berupa diskusi penemuan konsep dan proses diskusi menyelesaikan masalah dan presentasi kelompok. Sebelum pembelajaran ditutup guru memberikan reward kepada kelompok unggulan dengan skor perkembangan tertinggi. Sedangkan pertemuan kedua digunakan untuk mengambil data tes akhir siklus. Dengan kata lain, penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, sebagai berikut: Siklus I 1) Perencanaan 2)Tindakan dan Observasi I pada siklus I pertemuan I 3) Refleksi I terhadap siklus I pertemuan I 4) Evaluasi I berdasarkan siklus I pertemuan I 5) Tindakan dan Observasi II pada siklus I pertemuan I 6) Refleksi II terhadap siklus I pertemuan II 7) Evaluasi II berdasarkan siklus I Pertemuan II Siklus II 1) Perencanaan 2)Tindakan dan Observasi I pada siklus II pertemuan I 3) Refleksi I terhadap siklus II pertemuan I 4) Evaluasi berdasarkan siklus II pertemuan I 5) Tindakan dan Observasi II pada siklus II pertemuan II 6) Refleksi II terhadap siklus II pertemuan II 7) Evaluasi II berdasarkan siklus II Pertemuan II . c. Pengamatan (Observasi) Observasi dilakukan oleh teman sejawat. Lembar pengamatan digunakan untuk mengamati dan mengukur aktivitas belajar siswa serta aktivitas peneliti pada saat proses pembelajaran berlangsung. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data prestasi belajar Biologi siswa berdasarkan hasil tes akhir siklus dan pelaksanaan tugas yang diberikan oleh peneliti. d. Refleksi Refleksi merupakan analisis hasil observasi dan hasil tes. Refleksi dilaksanakan segera setelah tahap implementasi/tindakan dan observasi selesai. Pada tahap ini peneliti dan teman sejawat mendiskusikan hasil yang meliputi kelebihan dan kekurangan pada pembelajaran. Hasil refleksi ini akan digunakan sebagai perbaikan dalam pelaksanaan siklus berikutnya. 23 D. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa metode yang antara lain: a) Metode Observasi 1) Observasi partisipatif Cara ini digunakan agar data yang diinginkan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh peneliti. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kehidupan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. Dengan observasi partisipan, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. Selain peneliti ikut berpartisipasi dalam observasi, peneliti juga berperan sebagai fasilitator. Sehingga peneliti juga turut mengarahkan siswa yang diteliti untuk melaksanakan tindakan yang mengarah pada data yang diinginkan oleh peneliti. Metode ini, peneliti dapat mengamati secara langsung terhadap obyek yang sedang diselidiki. Pendekatan ini digunakan untuk memperoleh data-data tentang keadaan lokasi penelitian, kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa-siswi dan lain-lain. 2) Observasi aktivitas kelas Hal ini merupakan pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah laku siswa dalam proses belajar mengajar. Sehingga peneliti mendapat gambaran langsung bagaimana tingkah laku siswa, kerjasama, serta komunikasi diantara siswa dalam kelompok dan pembelajaran. b) Metode Pengukuran Hasil Tes Tes ialah seperangkat rangsangan yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka (Furchan, 2004). 24 Pengukuran tes prestasi belajar ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan pada prestasi belajar sisiwa. Tes tersebut juga sebagai salah satu rangkaian yang dilakukan dalam kegiatan penerapan pembelajaran kooperatif tipe problem posing dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Tes yang dilakukan berbentuk tes formatif yang dilaksanakan pada setiap akhir pembelajaran, hasil tes ini akan digunakan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe problem posing. c) Metode Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, berupa catatan, gambar, karya-karya dan lain sebagainya (Furchan, 2006). Peneliti menggunakan pendekatan ini untuk mengetahui datadata terkait dengan sejarah berdirinya lokasi penelitian, stuktur organisasi, jumlah guru, absensi kelas, dan pelaksanaan pembelajaran Biologi untuk mengetahui data siswa yang mengikuti bidang studi Biologi, serta data-data yang terkait lainnya. E. Langkah-langkah Problem Posing Teknik Berkelompok Langkah-langkah pembelajaran pendekatan Problem Posing disusun dengan memperhatikan karakteristik Problem Posing dan mengacu pada langkah-langkah pembelajaran yang sering digunakan guru matematika. Pada intinya langkahlangkah pembelajaran ini menurut Yuhasriati terdiri dari empat kegiatan pokok yaitu seperti berikut ini: 1. Kegiatan pendahuluan Tahap ini, kegiatan yang dialakukan adalah memotivasi siswa, untuk menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengingat kembali materi sebelumnya yang relevan 2. Kegiatan pengembangan Tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah guru menyajikan materi baik berupa konsep-konsep, prinsip serta contoh-contoh kepada siswa 3. Kegiatan penerapan (pengajuan soal) Tahap ini, siswa dimita untuk menerapkan materi yang telah dipelajari pada materi yang lebih luas. 25 Bentuk kegiatannya seperti mengerjakan soal-soal latihan atau membuat tugas-tugas. 4. Kegiatan penutup Tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah membuat ringkasan hasil pembelajaran dan memberikan latihan sebagai pekerjaan rumah. Dalam penelitian ini jenis pendekatan problem posing yang digunakan adalah bentuk semi terstruktur. Langkah-langkah pembelejaran pendekatan Problem Posing bentuk semi terstruktur yang dilakukan secara berkelompok adalah secara berikut: 1. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa 2. Guru memberikan latihan soal secukupnya 3. Guru membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen, yang terdiri atas 4-5 siswa. 4. Setiap kelompok diminta untuk meyelesaikan soal pada lembar kerja kelompok 5. Setiap kelompok diminta mengajukan soal yang menantang, dan kelompok yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya, suatu masalah mengandung tantangan dan memerlukan tindakan dalam menanganinya jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan melalui prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa. 6. Guru menyuruh secara acak perwakilan kelompok untuk menyajikan soal temuannya didepan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan kelompok secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan. 7. Guru bisa membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa kembali ketempat duduknya masing-masing 8. Guru memberikan tugas rumah secara individu. (Yusnaini, 2014:22) G. Teknik Analisis Penelitian Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah : 1. Data Kuantitatif 26 Data kuantitatif berupa hasil belajar kognitif, dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menentukan presentasi ketuntasan belajar dan mean (rata-rata) kelas. Adapun penyajian data kuantitatif dipaparkan dalam bentuk presentasi dan angka dengan mengacu pada referensi Aqib (2010) sebagai berikut: a. Rumus untuk menghitung persentase ketuntasan belajar adalah sebagai berikut : b. Rumus untuk menghitung nilai rata-rata adalah sebagai berikut : Penghitungan presentase dengan menggunakan rumus di atas harus sesuai dan memperhatikan kriteria ketuntasan belajar siswa Kelas XI di SMA Negeri 10 Kota Jambi yang dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu tuntas dan tidak tuntas dengan kriteria sebagai berikut : Tabel 3.1.Kriteria Ketuntasan Minimal Mata Pelajaran Biologi Kriteria Ketuntasan > 70 < 70 Sumber : SMAN 10 Kota Jambi Klasifikasi tuntas Tidak tuntas 2. Data Kualitatif Data kualitatif berupa data hasil belajar, hasil observasi keterampilan guru serta aktivitas siswa dalam pembelajaran Biologi. 27 Data kualitatif dipaparkan dalam kalimat yang dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Data hasil belajar siswa dapat dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan dengan menggunakan tabel berikut : Jika data hasil perhitungan aktivitas belajar siswa dan kinerja guru hasilnya berupa bilangan pecahan, maka harus dibulatkan menjadi bilangan utuh. Jika hasilnya 0,49 ke bawah maka dibulatkan ke bawah, sedangkan jika hasilnya 0,5 ke atas maka dibulatkan ke atas. Adapun data hasil pengamatan pada proses pembelajaran menggunakan lembar observasi keterampilan guru dan aktivitas siswa dapat dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan dengan menggunakan tabel berikut: Jika data hasil perhitungan aktivitas belajar siswa dan kinerja guru hasilnya berupa bilangan pecahan, maka harus dibulatkan menjadi bilangan utuh. Jika hasilnya 0,49 ke bawah maka dibulatkan ke bawah, sedangkan jika hasilnya 0,5 ke atas maka dibulatkan ke atas. 28 H. Indikator Keberhasilan Keberhasilan kinerja dengan Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe problem posing dengan teknik berkelompok pada siswa kelas XI SMAN 10 Kota Jambi : 1. Hasil belajar Biologi pada sub ekosistem minimal 70 dengan ketuntasan belajar klasikal 75%. 2. Keaktifan siswa dalam pembelajaran Biologi pada sub ekosistem menggunakan metode problem posing dengan teknik berkelompok sebesar ≥ 70 dengan kriteria sekurang-kurangnya baik. 3. Keterampilan guru dalam Biologi pada sub ekosistem menggunakan metode problem posing dengan teknik berkelompok sebesar ≥ 70 dengan kriteria sekurang-kurangnya baik. 29 DAFTAR PUSTAKA A.Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Direktorat Jendral. Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Anita Lie. 2004. Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di. Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : PT. Grasindo Aqib, Zainal. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. Arief S. Sadiman. 2002. Media Pendidikan Pengaertian, Pengembangan dan. Pemanfaatannya. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi 2009. Dasar-dasar evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara Azwar, Saifuddin. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta Hamalik, Oemar. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya : Surabaya Karlin, Hilda dan Margaretha. (2002). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. II. Bandung: Bina Media Informasi Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kooperatif. Jakarta. Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sardiman, 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Slavin, Robert E, 2005, Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik, Bandung: Nusa Media. 30 Suyitno, Amin. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: FMIPA UNNES Yamin, Martinis, 2006, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada Press.