Nama : Febbi Anggy Prodi : Pendidikan Dokter Kelompok :16 (Kloramfenikol) AKAR DARI PILIHANMU Alasan memilih fakultas kedokteran Keinginan untuk menjadi dokter sebenarnya belum pernah terbesit dalam benak saya sejak duduk di bangku SMP sampai SMA kelas 2. Peralihan kelas 3 SMA saya menyadari selama ini, saya selalu abai akan kesehatan diri walau orang tua memperingati. Hingga pemaparan langsung contoh nyata dari keluarga yang sakit akibat tidak memperhatikan kesehatan adalah metode ibu saya untuk membuat saya merubah pola pikir dan prinsip bahwa sehat itu mahal namun pemeliharaannya murah jika memenuhi pola hidup teratur. Namun perubahan dalam diri saya tidak langsung signifikan terlihat karena masih belum paham mengenai dunia kesehatan. Namun melihat banyaknya keluarga saya yang mengidap penyakit keras seperti gagal ginjal, membuat saya semakin takut untuk tidak mengetahui hal hal apa saja yang memicu penyakit itu agar bisa mengatasi bagi diri saya dan orang lain serta bisa mengobati bagi orang lain juga. Berangkat dari diri yang acuh terhadap kesehatan diri, sehingga sering sakit membuat saya resah akan diri saya, serta banyak keluarga yang sakit sakitan mendorong saya untuk ingin tau secara pasti dam mempelajari hidup yang baik dan benar agar terhindar dari penyakit dan ikut andil dalam melayani pasien yang sakit. Menjadi dokter memikul tanggung jawab yang sangat besar karena akan berdapan dengan nyawa seseorang. Dari sini saya juga ingin menjadi pemimpin yang selalu tanggung jawab baik bagi diri, pun terhadap orang di sekitar saya. Saya memilih fakultas kedokteran bukan karena orang tua saya dokter. Belum ada satupun keluarga saya yang berprofesi dokter. Akan tetapi saya teguh pada diri saya untuk tetap memilih langkah ini menjadi riwayat belajar karena kondisi kesehatan diri dan keluarga. Kilas balik waktu yang telah lalu, sedari kecil saat duduk di bangku SD saya sangat terinspirasi oleh ayah saya. seorang sarjana Teknik Sipil berangkat dari kehidupan yang jauh dari kata cukup dari segi finansial yang tinggal di sebuah desa yang sangat terpencil di Lombok Tengah, memiliki keresahan tersendiri dengan jalan yang ada di desanya yang begiu memprihatinkan. Keresahan itu muncul karena ia selalu melewati jalan itu ketika pulang pergi ke kota untuk mengenyam pendidikan. Oleh karena ia meliliki potensi awal bidang bangunan, ia bercita cita dengan ia pergi mengenyam pendidikan yang jauh dan berharap bisa berkontribusi untuk memperbaiki jalan jalan yang ada di sana. Hal ini membuat saya juga sempat membuat saya yakin jika masa depan saya juga akan seperti ayah saya sebagai seorang sarjana teknik sipil. Namun saya tidak dapat mewujudkannya untuk lanjut studi ke arah sana diakibatkan satu hal yang sama dari SD sampai SMA yaitu kurang dalam hal hitung menghitung. Saya sangat tidak suka dengan matematika karena saya tidak menguasainya, namun saya terus melatih kemampuan menghitung saya agar meningkat. Namun saya rasa tetap saja saya merasa tidak mampu. Dan merasa Teknik Sipil bukanlan pilihan yang tepat bagi saya. Namun saya masih sangat terinspirasi dari ayah saya untuk berusaha memberikan kontribusi walaupun saya tidak mengikuti jalur ayah saya. Sejak SD saya sangat bersemangat mempelajari IPA, Ilmu pengetahuan alam. Mata pelajaran itu menjadi favorit saya. Saya selalu unggul dan aktif di kelas ketika jam mata pelajaran itu dimulai. SMP pun masih ada pelajaran IPA namun lebih kompleks mulai dari biologi, fisika, dan kimia menjadi lebih luas penjabarannya. Namun rasa semangat ketika duduk di bangku SD saat mempelajari IPA masih belum sirna, namun saya merasa kesulitan pada cabang fisika, yang isinya hitung hitungan juga. Saya lebih memilih biologi dan kimia. Pun saat SMA masih sama biologi dan kimia masih menjadi mata pelaharan favorit saya. Saya sempat ditunjuk menjadi perwakilan Olimpiade Kimia dan biologi. Jadi ketika saya mencoba merubah pilihan awal saya dari Teknik Sipil ke Fakultas kedokteran saya merasa sangat lega karena saya bisa berjalan sesuai dengan kemampuan saya yang sebenarnya. Namun perjuangan saya melawan rasa ketidak percayadirian hadir menghantui saya ketika detik detik pemilihan jurusan pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi atau SNMPTN karena saya bukanlah sang juara umum. Peringkat 5 ke bawah adalah posisi andalanku semasa SMA. Prinsip yang saya pegang selama sekolah adalah, saya tidak peduli terhadap peringkat. Yang menjadi fokus saya adalah saya aktif dalam belajar, berinteraksi dengan teman atau kelompok belajar, memahami pelajaran dan memetiknya sebagai implementasi terhadap kehidupan sehari hari itu sangatlah cukup, peringkat hanyalah bonus. Semasa SMA saya kerap mendapat dispensasi untuk tidak hadir dalam kelas seperti teman teman lainnya dikarenakan saya dipercayai untuk menjadi perwakilan lomba lomba debat bahasa inggris dan pidato bahasa inggris. Gagal sudah menjadi hal yang biasa dalam diri saya. Menang pun menjadi sebuah bonus dalam perlombaan bagi saya. Jika dihitung jumlah gagal lebih banyak dari menang dalam kamus saya. Namun dengan merasakan kegagalan kita bisa belajar disetiap kegagalan ada kelemahan yang merupakan kelebihan yang belum terasah. Sehingga ingin terus mempupuk diri segabai bentuk pemantasan diri dan selalu haus akan ilmu sama seperti mahasiswa kedokteran. Jika sudah menginjakkan kaki ke dunia kedokteran, ada prinsip yang mau tidak mau harus diterapkan oleh mahasiswanya yaitu Long Life Learning, belajar seumur hidup. Dengan begini saya terus bisa berkontribusi melalui bidang kesehatan terhadap keresahan penyakit yang dialami oleh orang sekitar saya, bahkan kasus penyakit yang dialami dunia seperti ini. Dengan melihat kasus Covid-19 yang kian bertambah membuat saya sedih melihat akan banyak juga tenaga medis yang merelakan nyawanya untuk tetap merawat pasien yang terpapar pandemi ini. Melihat kemuliaan yang mereka lakukan sangat memecut saya untuk terus semangat dalam menjalani kuliah ini nantinya. Agar bisa seutuhnya berkontribusi dalam permasalahan yang ada di negara kita dengan membuat inovasi inovasi yang berkaitan yg dapat membantu meringankan beban tentu juga berkerja sama dengan seluruh elemen masyarakat apapun profesinya. Karena bentuk kontribusinya saja yang berbeda namun tujuannya sama untuk menjadi pemimpin yang bijak di masa depan untuk membangun negeri menjadi negara yang maju. Mungkin saat ini saya belum bisa ikut andil dalam penangangan Covid-19 ini namun kita tidak pernah tau apa lagi yang akan kita hadapi kedepannya sehingga apapun itu saya sangat yakin dengan pilihan saya untuk menjadi dokter yang tentunya harus bisa berguna bagi masyarakat banyak dan bisa merubah pola hidup saya menjadi pola hidup yang sehat dan teratur, serta bisa merawat orang tua saya yang sudah berjuang mencari dana untuk menyekolahkan saya di fakultas kedokteran sampai lulus. Lalu Rifai hadi Anugra khairunnisa Puspa Sari