Uploaded by User69092

6. BAB II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkerasan Jalan Raya
Kelancaran arus lalu lintas sangat tergantung dari kondisi jalan yang
ada, semakin baik kondisi jalan maka akan semakin lancar arus lalu lintas.
Untuk itu dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan jalan tersebut, seperti fungsi
jalan, kinerja perkerasan, umur rencana, lalu lintas yang merupakan beban dari
perkerasan jalan, sifat tanah dasar, kondisi lingkungan, sifat dan jumlah
material yang tersedia di lokasi yang akan dipergunakan sebagai bahan lapis
perkerasan, dan bentuk geometrik lapisan perkerasan. Berdasarkan bahan
pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan menurut Sukirman (1999) dapat
dibedakan atas :
a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu berupa perkerasan
yang bahan pengikatnya menggunakan aspal. Perkerasan ini memiliki
lapisan lapisan dibawahnya yang berfungsi untuk menerima beban dan
menyebarkan beban ke lapisan bawahnya. Perkerasan ini banyak
dijumpai pada perkerasan jalan di Indonesia, dari jalan kelas rendah
sampai kelas tinggi.
b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
pengikatnya menggunakan semen (portland cement), tanpa atau dengan
menggunakan tulangan yang akan diletakkan di tanah dasar atau pondasi
bawah. Beban yang diterima sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
5
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu kombinasi
antara perkerasan kaku dengan perkerasan lentur berupa perkerasan
lentur di atas dan perkerasan kaku dibawah atau perkerasan lentur di
bawah dan perkerasan kaku diatas. Untuk lebih mengetahui perbedaan
antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku menurut Sukirman (1999)
dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Perbedaan antara Perkerasan Lentur dan Kaku
No
Perbedaan
Perkerasan Lentur
Perkerasan Kaku
1
Bahan Pengikat
Aspal
Semen
2
Repetisi Beban
Timbul rutting
Timbul retak – retak
(lendutan pada jalur
pada permukaan
roda)
3
4
Penurunan Tanah
Jalan bergelombang
Bersifat sebagai
Dasar
(mengikuti tanah
balok diatas
dasar)
perletakan
Perubahan
Modulus kekakuan
Modulus kekakuan
temperatur
berubah.
tidak berubah.
Timbul tegangan
Timbul tegangan
dalam yang kecil
dalam yang besar
Sumber : Sukirman, 1999
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006, jalan adalah
prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
6
keretaapi, jalan lori, dan jalan kabel. Untuk keperluan pengaturan penggunaan
dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang
didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan roda secara tepat dengan
mempertimbangkan
keunggulan
karakteristik
masing-masing
roda,
perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat
kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut
muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari:
1. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum
digunakan di Indonesia, namun sudah mulai dikembangkan diberbagai
negara maju seperti di Prancis telah mencapai muatan sumbu terberat
sebesar 13 ton;
2. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai
untuk angkutan peti kemas;
3. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;
7
4. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan
sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;
5. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter,
dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
2.2 Bahu Jalan
Bahu jalan merupakan sarana jalan raya yang berada ditepi luar jalan yang
digunakan untuk pemberhentian kendaraan pada kondisi darurat. Bahu
jalan mempunyai kemiringan untuk keperluan pengaliran air dari permukaan
jalan dan juga untuk memperkokoh konstruksi jalan. Penempatan bahu jalan
pada sisi kiri dan kanan dalam untuk jalan kelengkapan median (Alamsyah,
2003). Selain itu bahu juga dipergunakan sebagai tempat menghindar dari
kecelakaan lalu-lintas terutama pada jalan yang tidak dipisah dengan
median jalan, khususnya pada saat ada kendaraan yang menyalib tetapi
kemudian
dari arah
yang
berlawanan
datang
kendaraan,
sehingga
kendaraan yang datang dari depan bisa menghindar dan masuk bahu
jalan. Oleh karena itu konstuksi bahu tidak boleh berbeda ketinggian dari
badan
jalan.Secara
hukum,bahu
jalan
tidak boleh digunakan untuk
mendahului kendaraan lain tetapi hanya untuk kebutuhan darurat kendaraan
8
umum atau saat ada kecelakaan. Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan
pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan penutup beraspal atau lapisan
beton semen. Perbedaan kekuatan antara 6 bahu dengan jalur lalu-lintas
akan memberikan pengaruh pada kinerja perkerasan. Hal tersebut dapat diatasi
dengan bahu beton semen, sehingga akan meningkatkan kinerja perkerasan
dan mengurangi tebal pelat. Yang dimaksud dengan bahu jalan
pada
perkerasan kaku adalah bahu yang dikunci dan diikatkan dengan lajur lalu
lintas dengan lebar minimum1,50 m, atau bahu yang menyatu dengan lajur
lalu-lintas selebar 0,60 m,yang juga dapat mencakup saluran dan kereb
(Departement Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).
2.3 Lalu Lintas
Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen,
dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai
dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalulintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu-lintas dan
konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah
yang mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk
perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai berikut :
a. Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
b. Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
9
c. Sumbu tandem roda ganda (STdRG).
d. Sumbu tridem roda ganda (STrRG).
2.3.1 Pertumbuhan Lalu lintas.
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data pertumbuhan
historis atau formulasi koneksi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid,
Untuk menghitung pertumbuhan lallu lintas selama umur rencana dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(1+𝑖)𝑈𝑅 −1
R=
Dimana
𝑖
R= faktor pertumbuhan laulintas
i= laju pertumbuhan tahun dalam (%)
UR= Umur rencana (tahun)
Tabel 2.2 Faktor Pertumbuhan Lalu-Lintas ( R)
Umur Rencana
(Tahun)
0
Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)
2
4
6
8
10
5
5
5,2
5,4
5,6
5,9
6,1
10
10
10,9
12
13,2
14,5
15,9
15
15
17,3
20
23,3
27,2
31,8
20
20
24,3
29,8
36,8
45,8
57,3
25
25
32
41,6
54,9
73,1
98,3
30
30
40,6
56,1
79,1
113,3
164,5
35
35
50
73,7
111,4
172,3
271
40
40
60,4
95
154,8
259,1
442,6
10
2.3.2
Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu
ruas jalan raya yang menampung lalu-lintas kendaraan niaga terbesar. Jika
jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien
distribusi (C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan
sesuai Tabel 2.2
Tabel 2.3 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi (C)
kendaraan niaga pada lajur rencana
Lebar perkerasan (Lp)
Jumlah lajur (nl)
Koefisien distribusi
1 Arah
Lp < 5,50 m
5,50 m ≤ Lp <
8,25 m
8,25 m ≤ Lp < 11,25 m
11,23 m ≤ Lp < 15,00 m
2 Arah
1 lajur
1
1
2 lajur
0,70
0,50
3 lajur
0,50
0,475
4 lajur
-
0,45
5 lajur
-
0,425
6 lajur
-
0,40
15,00 m ≤ Lp < 18,75 m
18,75 m ≤ Lp < 22,00 m
2.3.3
Umur Rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan
klasifikasi fungsional jalan, pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan yang
bersangkutan, yang dapat ditentukan antara lain dengan metode Benefit
Cost Ratio, Internal Rate of Return, kombinasi dari metode tersebut atau
11
cara lain yang tidak terlepas dari pola pengembangan wilayah. Umumnya
perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20
tahun sampai 40 tahun.
2.3.4
Lalu-lintas rencana
Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan
niaga pada lajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu
serta distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada
suatu jenis sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval 10 kN (1
ton) bila diambil dari survai beban.
Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan
rumus berikut :
JSKN = JSKNH x 365 x R x C
Dengan pengertian :
JSKN
: Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
JSKNH
: Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan
dibuka.
R
: Faktor pertumbuhan komulatif dari Rumus (5) atau Tabel 3 atau
Rumus , yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas
tahunan dan umur rencana.
C
: Koefisien distribusi kendaraan
12
2.3.5
Faktor Keamanan Beban
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan
faktor keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan
berkaitan adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti telihat
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.4 Faktor Keamanan Beban (FKB)
Nilai
No.
Penggunaan
FKB
1
2
3
Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur
banyak,
yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan
niaga yang
tinggi.
Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survai beban (weightin-motion)
dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor
keamanan beban
dapat dikurangi menjadi 1,15.
Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume
kendaraan
niaga menengah.
Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah.
1,2
1,1
1,0
2.4 Beton
Beton merupakan fungsi dari bahan penyusun yang terdiri dari bahan
semen sebagai bahan ikatnya, agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan
tambah lainnya. Beton didefinisikan sebagai sekumpulan interaksi mekanis
dan kimiawi dari material pembentuknya (Nawy, 1990). Murdock dan Brook
13
(1986) secara jelas menyebutkan bahwa beton adalah suatu bahan bangunan
dan bahan konstruksi, yang sifat-sifatnya dapat ditentukan lebih dahulu
dengan mengadakan perencanaan dan pengawasan yang teliti terhadap bahanbahan yang dipilih. Bahan-bahan pilihan itu adalah ikatan keras, yang
ditimbulkan oleh reaksi kimia antar semen dan air, serta agregat, dimana
semen yang mengeras itu ber-adhesi dengan baik maupun kurang baik.
Agregat boleh berupa kerikil, batu pecah, sisa bahan mentah tambang, agregat
ringan buatan, pasir, atau bahan sejenis lainnya. Kekuatan, keawetan, dan sifat
beton tergantung dari nilai perbandingan bahan dasar beton, sifat bahan
dasarnya, cara pengadukan, pengerjaan, penuangan, pemadatan serta
perawatan selama proses pengerasan. Untuk membuat beton yang baik maka
harus diperhitungkan cara mendapatkan adukan beton segar yang baik dan
beton keras yang dihasilkan juga baik. Pencapaian kuat beton yang baik perlu
diperhatikan kepadatan dan kekerasan massanya karena umumnya semakin
keras dan padat massa penyusunnya makin tinggi kekuatan dan durability-nya.
Untuk memperoleh kekuatan desak beton yang tinggi ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan selain faktor air semen dan kepadatan semen.
Menurut Mulyono (2004) faktor-faktor tersebut diantaranya:
a.
kualitas semen,
b.
proporsi semen terhadap air dalam campuran,
c.
kekuatan dan kebersihan agregat,
d.
interaksi adhesi antara pasta semen dengan agregat,
e.
pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton,
14
f.
penempatan yang benar, penyelesaian dan kompaksi beton segar,
g.
perawatan pada temperatur yang tidak lebih rendah dari 50ºF pada
saat beton hendak mencapai kekuatan, kandungan klorida tidak
melebihi 0,15%dalam beton yang diekspos dan 1% bagi beton
yang tidak diekspos.
2.4.1
Proses Terjadinya Beton
Proses terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara
air dan semen (Mulyono, 2004). selanjutnya jika ditambahkan dengan
agregat halus menjadi mortar dan jika ditambahkan dengan agregat kasar
menjadi beton. Adapun proses terbentuknya beton dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Semen
Portland
Dengan atau
tidakmenggunakan
bahan tambah
Pasta
Semen
Air
Agregat
Mortar
Beton
Ditambahkan:
Tulangan, Serat,
Agregat Kasar,
Prestress,
Precast, dll
Jenis Beton
Beton bertulang,
beton serat, beton
ringan, dll
Gambar 2.1. Proses Terjadinya Beton
15
2.4.2
Bahan-Bahan Penyusun Beton
1. Semen Portland
Semen Portland (Portland cement) merupakan bahan ikat yang sangat
penting dalam konstruksi beton, yang bersifat hidrolis, yaitu akan
mengalami proses pengerasan jika dicampur air yang digunakan untuk
mengikat bahan material menjadi satu kesatuan yang kuat. Suatu semen
jika diaduk dengan semen air akan menjadi adukan pasta semen,
Sedangkan jika diaduk dengan air kemudian ditambah pasir menjadi
mortar semen, dan jika ditambah dengan kerikil menjadi beton
(Tjokrodimujo, 1992). Semen Portland berfungsi sebagai pengikat
bahan-bahan bangunan yang lain (batu bata, batu kali, pasir). Selain itu
juga untuk mengisi rongga-rongga di antara butiran agregat. Kandungan
bahan kimia dalam semen dapat dilihat dalam Tabel 2.4 (Tjokrodimuljo,
1992).
Tabel 2.5 Kandungan Bahan-Bahan Kimia dalam Bahan Baku Semen
Oksida
%
Kapur, CaO
60-65
Silika, SiO2
17-25
Alumina, Al2O3
3-8
Besi, Fe2O3
0,5-6
Magnesia, MgO
0,5-4
Sulfur, SO3
1-2
Soda/potash, Na2O + K2O
0,5-1
16
Semen portland dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu (Tjokrodimuljo,
Tipe I
: untuk konstruksi biasa dimana sifat yang khusus tidak
diperlukan.
Tipe IA : semen air entraining yang penggunannya sama dengan tipe I.
Tipe II
: untuk konstruksi biasa dimana diinginkan perlawanan
terhadap sulfat atau panas dari hidrasi yang sedang.
Tipe IIA : semen air entraining yang penggunannya sama dengan tipe II.
Tipe III : untuk konstruksi dimana kekuatan permulaan yang tinggi
diinginkan.
Tipe IIIA : semen air entraining yang penggunannya sama dengan tipe
III.
Tipe IV : untuk konstruksi dimana panas yang rendah dari hidrasi
diinginkan.
Tipe V
: untuk konstruksi dimana daya tahan tinggi terhadap sulfat
diinginkan.
2. Air
Air merupakan bahan yang diperlukan untuk proses reaksi kimia,
dengan semen untuk pembentukan pasta semen. Air juga digunakan
untuk pelumas antara butiran dalam agregat agar mudah dikerjakan dan
dipadatkan. Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses
kimiawi semen, membasahi agregat, dan memberikan kemudahan dalam
penerjaan beton. Air yang dapat diminum umunya dapat digunakan
17
sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa
berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya,
bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton,
bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan (Mulyono,
2004). Air dalam campuran beton menyebabkan terjadinya proses hidrasi
dengan semen. Jumlah air yang berlebihan akan menurunkan kekuatan
beton. Namun air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi
yang tidak merata.
Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya memenuhi persyratan
sebagai berikut ini (Tjokrodimuljo, 1992).
1. Tidak mengandung organik (benda melayang lainnya) lebih
dari 2 gram/liter.
2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton
(asam, zat organik, dll) lebih dari 15 gram/liter.
3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter
3. Agregat
Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dalam campuran mortar atau beton (Tjokrodimuljo, 1992).
Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa
beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat,
dimana agregat yang berukuan kecil befungsi sebagai pengisi celah yang
18
ada diantara agregat berukuran besar (Nawy, 1990). Dua jenis agregat
adalah:
1. Agregat kasar (kerikil, batu pecah)
2. Agregat halus (pasir)
a. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah kerikil yang dihasilkan secara alami atau
berupa batu yang dipecah dan bergradasi antara 5-40 mm.
Syarat-syarat agregat kasar:
1.
Harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.
2.
Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah
atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari
dan hujan
3.
Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat
merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali
4.
Agregat kasar tidak boleh mengandung Lumpur lebih dari 1 %.
Apabila kadar Lumpur melampaui 1 % maka agregat kasar harus
dicuci.
Jenis agregat kasar yang umum digunakan (Nawy, 1990):
1.
Batu pecah alami: Bahan ini didapat dari cadas atau batu pecah
alami yang digali. Batu ini dapat berasal dari gunung api, jenis
sedimen, atau jenis metamorf. Meskipun dapat menghasilkan
kekuatan yang tinggi terhadap beton, batu pecah kurang
19
memberikan
kemudahan
pengerjaan
dan
pengecoran
dibandingkan dengan jenis agregat kasar lainnya.
2.
Kerikil alami: Kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari
pengikisan tepi maupun dasar sungai oleh air sungai yang
mengalir. Kerikil memberikan kekuatan yang lebih rendah
dibandingkan
batu
pecah,
tetapi
memberikan
kemudahan
pengerjaan yang lebih tinggi.
3.
Agregat kasar buatan: Terutama berupa slag atau shale yang biasa
digunakan utnuk beton berbobot ringan. Biasanya merupakan
hasil dari proses lain seperti blast-furnace dan lain-lain.
4.
Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat: Dengan
adanya tuntutan yang spesifik pada zaman atom sekarang ini, juga
untuk pelindung dari radiasi nuklir ssebagai akibat dari semakin
banyaknya pembangkit atom dan stasiun tenaga nuklir, maka
perlu ada beton yang dapat melindungi dari sinar x, sinar gamma,
dan neutron. Pada beton demikian syarat ekonomis maupun syarat
kemudahan pengerjaan tidak begitu menentukan. Agregat kasar
yang dikalsifikasikan di sini misalnya baja pecah, barit, dan
limonit.
b. Agregat Halus
Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil disintregasi alami
batuan ataupun pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan
20
mempunyai ukuran butir lebih kecil dari 3/16 inci atau 5 mm (lolos
saringan no. 4). Pada umumnya agregat halus yang dipergunakan sebagai
bahan dasar pembentuk beton adalah pasir alam, sedangkan pasir yang
dibuat dari pecahan batu umumnya tidak cocok untuk pembuatan beton
karena biasanya mengandung partikel yang terlalu halus yang terbawa
pada saat pembuatannya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh agregat
halus menurut spesifikasi bahan bangunan bagian A (SK SNI S-04-1989F) adalah sebagai berikut ini.
1.
Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan
keras dengan indeks kekerasan  2,2.
2.
Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak
pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti terik
matahari dan hujan.
3.
Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat
sebagai berikut:


 Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimal 12
%
 Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimal
10 %
4. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih besar dari 5 %
(ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur
adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,060 mm. Apabila
kadar lumpur melampaui 5 %, maka agregat halus harus dicuci.
21
5. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu
banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari AbramsHarder. Untuk itu, bila direndam larutan 3% NaOH, cairan di atas
endapan tidak boleh lebih gelap daripada warna larutan pembanding.
Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan warna ini dapat juga
dipakai, asal kekuatan desak adukan agregat tersebut pada umur 7 dan
28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan agregat yang sama
tetapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci hingga
bersih dengan air, pada umur yang sama.
6. Susunan besar butir agregat halus harus memenuhi modulus kehalusan
antara 1,5 – 3,8 dan harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam
besarnya. Apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan,
harus masuk salah satu dalam daerah susunan butir menurut zone 1, 2,
3, dan 4 dan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:




Sisa di atas ayakan 4,8 mm, harus maksimum 2 % berat

Sisa di atas ayakan 1,2 mm, harus maksimum 10 % berat

Sisa di atas ayakan 0,3 mm, harus maksimum 15 % berat
7. Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi, reaksi pasir dengan
alkali harus negatif.
8. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu
beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan
bahan-bahan yang diakui.
22
Agregat halus yang digunakan untuk maksud spesi plesteran dan spesi
terapan harus memenuhi persyaratan di atas (pasir pasang).
Susunan besar butir agregat halus lebih penting daripada susunan
besar butir agregat kasar, karena agregat halus bersama dengan semen
dan air membentuk mortar yang akan melekatkan dan mengisi ronggarongga antar butiran agregat kasar sehingga beton yang dihasilkan
permukaannya menjadi rata. Pemakaian agregat halus yang terlalu sedikit
akan mengakibatkan:
1.
Terjadi segregasi, karena agregat kasar dengan mudah saling
memisahkan diri akibat mortar yang tidak dapat mengisi ronggarongga antara butiran agregat kasar dengan baik.
2.
Campuran akan kekurangan pasir, yang disebut under sanded.
3.
Adukan beton akan menjadi sulit untuk dikerjakan sehingga dapat
menimbulkan sarang kerikil.
4.
Finishing akan menghasilkan beton dengan permukaan kasar.
5.
Beton yang dihasilkan menjadi tidak awet.
Jika pemakaian agregat halus terlalu banyak maka akan mengakibatkan:
a.
Campuran menjadi tidak ekonomis.
b.
Diperlukan banyak semen untuk mencapai kekuatan yang sama
yang dihasilkan oleh campuran dengan perbandingan optimum
antara agregat halus dan agregat kasar.
c.
Campuran akan kelebihan pasir, yang disebut over sanded.
23
d.
Beton yang dihasilkan menunjukkan gejala rangkak dan susut
yang lebih besar.
2.5 Perkerasan Kaku
Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton
semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau
menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah
dasar, tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton
semen secara tipikal sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2.
Perkerasan Beton Semen
Pondasi bawah
Tanah dasar
Gambar 2.2. Tipikal Struktur Perkerasan Beton Semen
Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama
diperoleh dari pelat beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar
sangat mempengaruhi keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kadar air pemadatan,
kepadatan dan perubahan kadar air selama masa pelayanan.
Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan
merupakan bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian
24
yang berfungsi sebagai berikut :
a. Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
b. Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepitepi pelat.
c. Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
d. Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.
Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat
menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan
yang rendah pada lapisan-lapisan di bawahnya. Bila diperlukan tingkat
kenyaman yang tinggi, permukaan perkerasan beton semen dapat dilapisi
dengan lapis campuran beraspal setebal 5 cm.
Perkerasan beton semen dibedakan ke dalam 4 jenis :
a. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
b. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
c. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
d. Perkerasan beton semen pra-tegang
Pada konstruksi perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama
adalah berupa satu lapis beton semen mutu tinggi.Sedangkan lapis pondasi
bawah (subbase berupa cement treated subbase maupun granular
subbbase) berfungsi sebagai konstruksi pendukung atau pelengkap.
25
Gambar 2.3 Skema Potongan Melintang dan memanjang Konstruksi
Perkerasan Kaku
Adapun Komponen Konstruksi Perkerasan Beton Semen ( Rigid
Pavement) adalah sebagai berikut :
1. Tanah Dasar ( Subgrade )
Tanah dasar adalah bagian dari permukaan badan jalan yang dipersiapkan
untuk menerima konstruksi di atasnya yaitu konstruksi perkerasan.Tanah
dasar ini berfungsi sebagai penerima beban lalu lintas yang telah
disalurkan / disebarkan oleh konstruksi perkerasan. Persyaratan yang harus
dipenuhi dalam penyiapan tanah dasar (subgrade) adalah lebar, kerataan,
kemiringan melintang keseragaman daya dukung dan keseragaman
kepadatan. Daya dukung atau kapasitas tanah dasar pada konstruksi
perkerasan kaku yang umum digunakan adalah CBR dan modulus reaksi
tanah dasar (k). Pada konstruksi perkerasan kaku fungsi tanah dasar tidak
terlalu menentukan, dalam arti kata bahwa perubahan besarnya daya
dukung tanah dasar tidak berpengaruh terlalu besar pada nilai konstruksi
(tebal) perkerasan kaku.
26
2. Lapis Pondasi ( Subbase )
Lapis pondasi ini terletak di antara tanah dasar dan pelat beton semen
mutu tinggi. Sebagai bahan subbase dapat digunakan unbound granular
(sirtu) atau bound granural (CTSB, cement treated subbase). Pada
umumnya fungsi lapisan ini tidak terlalu struktural, maksudnya
keberadaan dari lapisan ini tidak untuk menyumbangkan nilai struktur
perkerasan beton semen.Fungsi utama dari lapisan ini adalah sebagai lantai
kerja yang rata dan uniform.Apabila subbase tidak rata, maka pelat beton
juga tidak rata. Ketidakrataan ini dapat berpotensi sebagai crack inducer.
3. Tulangan
Pada perkerasan beton semen terdapat dua jenis tulangan, yaitu
tulangan pada pelat beton untuk memperkuat pelat beton tersebut dan
tulangan sambungan untuk menyambung kembali bagian – bagian pelat
beton yang telah terputus(diputus). Kedua tulangan tersebut memiliki
bentuk, lokasi serta fungsi yangberbeda satu sama lain. Adapun
tulangan tersebut antara lain :
a. Tulangan Pelat
Tulangan pelat pada perkerasan beton semen mempunyai bentuk,
lokasi dan fungsi yang berbeda dengan tulangan pelat pada konstruksi
beton yang lain seperti gedung, balok dan sebagainya. Adapun
karakteristik dari tulangan pelat pada perkerasan beton semen adalah
sebagi berikut :
27
a. Bentuk tulangan pada umumnya berupa lembaran atau gulungan.
Pada pelaksanaan di lapangan tulangan yang berbentuk lembaran
lebih baik daripada tulangan yang berbentuk gulungan. Kedua
bentuk tulangan ini dibuat oleh pabrik.
b. Lokasi tulangan pelat beton terletak ¼ tebal pelat di sebelah atas.
c. Fungsi dari tulangan beton ini yaitu untuk “memegang beton” agar
tidak retak (retak beton tidak terbuka), bukan untuk menahan
momen ataupun gaya lintang. Oleh karena itu tulangan pelat beton
tidak mengurangi tebal perkerasan beton semen.
b. Tulangan Sambungan
Tulangan sambungan ada dua macam yaitu tulangan sambungan
arahmelintang
dan
arah
memanjang.Sambungan
melintang
merupakan sambunganuntuk mengakomodir kembang susut ke arah
memanjang
pelat.Sedangkantulangan
sambungan
memanjang
merupakan sambungan untuk mengakomodirgerakan lenting pelat
beton.
Sumber : Anas Aly, Perkerasan Beton Semen 2004
Gambar 2.4 Sambungan Pada Konstruksi Perkerasan Kaku
28
Adapun ciri dan fungsi dari masing – masing tulangan sambungan
adalah sebagai berikut :
Tulangan Sambungan Melintang
1. Jarak maksimum sambungan melintang 25 kali lipat tebal pelat (max
5m)
2. Tulangan sambungan melintang disebut juga dowel
3. Berfungsi sebagai ‘sliding device’ dan ‘load transfer device’.
4. Berbentuk polos, bekas potongan rapi dan berukuran besar.
5. Satu sisi dari tulangan melekat pada pelat beton, sedangkan satu sisi
yang lain tidak lekat pada pelat beton
6. Lokasi di tengah tebal pelat dan sejajar dengan sumbu jalan.
Tulangan Sambungan Memanjang :
1. Jarak maksimum sambungan memanjang 3-4 meter
2. Tulangan sambungan memanjang disebut juga Tie Bar.
3. Berfungsi sebagai unsliding devices dan rotation devices.
4. Berbentuk deformed / ulir dan berbentuk kecil.
5. Lekat di kedua sisi pelat beton.
6. Lokasi di tengah tebal pelat beton dan tegak lurus sumbu jalan.
7. Luas tulangan memanjang dihitung dengan rumus seperti pada
tulangan melintang.
29
Download