Ringkasan Khotbah RECI Sydney, 26/5/2013 Pengkhotbah: Pdt

advertisement
Ringkasan Khotbah RECI Sydney, 26/5/2013
Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.
Eksposisi Kitab Keluaran (13)
Tema: Menghargai Panjang Sabar Tuhan
Nats: Keluaran 9:13-14, 20-28; 10:1-3, 21-29
Pernahkah terbersit dalam hati kita, kenapa Tuhan sampai bertubi-tubi menurunkan tulah kepada negeri
Mesir? Apakah Tuhan seperti tirani yang memakai kuasaNya untuk mempermainkan manusia yang
lemah dan tidak berdaya untuk memaksa mereka percaya kepadaNya? Apakah Tuhan adalah Allah yang
bengis dan kejam, yang menghukum tanpa belas kasihan orang yang menolak Dia? Apa sebenarnya
keinginan hati Tuhan menjatuhkan tulah-tulah ini? Apa yang menjadi tujuan dan maksud Tuhan dari
tindakanNya yang seperti ini? Namun sebaliknya, bukankah kita patut berpikir dan bertanya, sampai
berapa keras dan tegarkah hati manusia hingga Tuhan perlu mendatangkan sepuluh tulah yang dahsyat
dan berat ini dan mereka masih menolak Dia?
Secara tradisional sepuluh tulah ini oleh tradisi Yahudi dibagi menjadi 3 bagian, sebelum nanti sampai
puncaknya tulah ke sepuluh, yaitu kematian anak sulung di Mesir. Tulah itu dibagi tiga karena memiliki
siklus pola yang sama. Tulah pertama, keempat dan ketujuh, Tuhan menyuruh Musa menjumpai Firaun
pada pagi hari di tepi sungai Nil. Tulah kedua, kelima dan kedelapan, Tuhan menyuruh Musa menjumpai
Firaun di dalam istana. Lalu kemudian tulah ketiga, keenam dan kesembilan datang dengan tanpa ada
peringatan apa-apa, seolah-olah ingin memberitahukan kepada kita "enough is enough." Ketika tulah
pertama dan kedua diberikan Firaun makin mengeraskan hati, datanglah tiba-tiba tulah yang
unexpected terjadi. Tiga kali pola ini berulang sampai kepada tulah yang kesepuluh. Maka hari ini kita
sampai kepada pembahasan tulah ketujuh, kedelapan dan kesembilan; hujan es, belalang, dan
kegelapan selama tiga hari.
Seri ketiga tulah ini mencatat beberapa bagian yang cukup panjang, khususnya mengenai tulah hujan es
dan tulah belalang. Dalam bagian ini kita menemukan bagaimana Tuhan menyatakan maksud dan tujuan
tulah-tulah itu diberikan. Dan dari bagian yang kita baca kita menemukan Tuhan sendiri menyatakan
pada waktu bencana datang, peristiwa terjadi menimpa orang Mesir itu jelas datang dari Tuhan dan
supaya melaluinya Firaun dan orang Mesir tahu siapa Tuhan yang sejati yang patut disembah itu.
Ada tiga tujuan Tuhan memberikan tulah-tulah ini dan Tuhan sendiri menyatakannya pada waktu Ia
hendak menurunkan hujan es sebagai pernyataan tujuan yang pertama, "Tulah ini Kuberikan kepada
Firaun dan seluruh rakyatnya supaya mereka mengetahui bahwa tidak ada yang seperti Aku di seluruh
bumi" (Keluaran 9:14). Supaya mereka tahu tidak ada tuhan dan illah lain yang seperti YAHWEH, Tuhan
Allah yang patut kita sembah. Ia adalah Tuhan yang maha kuasa. Bukan saja Ia sanggup mengontrol
elemen-elemen yang kolosal seperti hujan, badai dan gempa besar, tetapi sekaligus hal-hal yang kecil
seperti kutu, belalang dan katak sekalipun semuanya berada di dalam kontrol Tuhan. Kita tidak perlu
dikagetkan oleh hal-hal yang dahsyat dan menakutkan baru kita sadar dan tahu siapa Tuhan itu. Tetapi
hal-hal kecil yang terjadi di sekitar kita sepatutnya pula mengingatkan dan membuat kita tahu Tuhan
selayaknya kita sembah dan muliakan. Cuma kita selalu harus kembali bertanya dan bertanya lagi
melalui bertubi-tubi datangnya tulah ini, mengapa harus seperti itu baru mereka sadar dan tahu adanya?
Tuhan bukanlah Tuhan yang bengis dan kejam, tirani yang semata-mata ingin mempermainkan manusia,
karena kita melihat Tuhan menyatakan cetusan hatinya, "Berapa lama lagi engkau menolak untuk
merendahkan dirimu di hadapanKu?" (Keluaran 10:3). Pada waktu kita bertekuk-lutut dan bersembah
sujud bukan saja kita mengaku akan siapa Tuhan yang selayaknya menerima pengakuan kita, tetapi
sekaligus di situ mendatangkan pengenalan kita akan identitas diri kita yang sejati, siapa diri kita di
hadapan Tuhan adanya.
Dalam Roma 9:16-17 Paulus berbicara mengenai bagaimana kita bisa percaya Tuhan, kenapa kita dipilih
oleh Tuhan, dan bahwa keselamatan itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan jasa, usaha dan
kekuatan dari kita, melainkan tidak lain dan tidak bukan semata-mata itu datangnya dari kemurahan
Tuhan. Lalu Paulus mengutip, "Sebab kitab suci berkata kepada Firaun, itulah sebabnya Aku
membangkitkan engkau yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau dan supaya
namaKu dimasyurkan di bumi" (Roma 9:17). Ayat ini menyatakan bagaimana secara misterius Tuhan
memakai Firaun di situ. Apa arti dari ayat ini? Artinya dengan kata lain hal-hal yang jahat yang muncul
pun dipakai oleh Tuhan untuk menggenapkan maksud dan rencana Tuhan yang baik adanya. Firaun yang
jahat pun ada di bawah kuasa Tuhan yang jauh lebih kuat daripada dia. Betapa ironis, Allah
membangkitkan Firaun yang diktator dan tegar hati itu biar melalui dia orang mengetahui dan
memuliakan Tuhan.
Kedua, Tuhan menyatakan dalam Keluaran 10:2 "Biar engkau bisa menceritakan kepada anak cucumu
bagaimana Tuhan bekerja di dalamnya mempermain-mainkan..." Artinya hal-hal yang melawan Tuhan
pun bisa dipakai oleh Tuhan untuk menggenapkan maksud Tuhan supaya semua itu kita kenang dan
ceritakan dari generasi ke generasi. Semua tanda dan mujizat itu tidak pernah terjadi lagi, sama halnya
kebangkitan Tuhan Yesus Kristus tidak terjadi lagi, tetapi tidak berarti Tuhan tidak sanggup mengerjakan
mujizat dan tanda yang luar biasa kepada kita, namun walaupun hal itu tidak terjadi, catatan peristiwa
lewat dan hidup kita yang sudah mencatat semua kesetiaan Tuhan yang tidak pernah lalu, jangan
biarkan itu tidak kita bawa dan berikan semua itu kepada anak dan cucu kita. Bukan saja kepada orang
Israel, kita menemukan lama setelah peristiwa ini waktu bangsa Israel akhirnya keluar dan memasuki
tanah perjanjian, Alkitab mencatat bangsa-bangsa lain gemetar mendengar kisah bagaimana Tuhan
melepaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir bukan dengan senjata dan alat-alat perang tetapi
orang-orang biasa yang tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan militer, bahwa Tuhan yang maha
berkuasa yang melepaskan mereka dan itu menggentarkan hati mereka. Tuhan memerintahkan
umatNya untuk menceritakan peristiwa ini turun-temurun kepada generasi yang selanjutnya supaya
mereka tahu Allah yang mereka sembah itu adalah Allah yang setia dan tidak ada tandingannya dan
membuat mereka percaya kepadaNya, bersandar kepadaNya dan berpegang kepadaNya.
Ketiga, kenapa tulah-tulah itu diberi? Keluaran 9:29 mengatakan "Sekeluar dari tempat ini aku akan
mengembangkan tanganku kepada Tuhan, guruh akan berhenti dan hujan es tidak akan turun lagi,
supaya engkau mengetahui bahwa bumi adalah milik Tuhan." Firaun adalah titisan dewa Amon-Re, dia
yang melengkapi dan mencukupkan. Firaun begitu berkuasa, dia bisa mengambil semua milikmu. Dia
bisa merampas hartamu, dia bisa menjarah segala barang dan propertimu, bahkan dia bisa mengambil
kebebasanmu. Tetapi satu hal yang dia tidak bisa lakukan, dia tidak bisa mengambil imanmu kepada
Tuhan.
Apalagi yang masih tersisa dari hidup orang Israel yang tidak diambil oleh Firaun yang punya kuasa itu?
Maka Tuhan memberikan tulah ini menghajar Firaun dan seluruh orang Mesir supaya dia tahu bumi ini
milik Tuhan. Bukan saja bumi ini bisa Tuhan pakai untuk menggenapkan maksud dan pekerjaan Tuhan,
semua itu mengingatkan kepada kita, bukan kita pemilik sejati. Apa saja yang ada di tangan kita, apa
yang kita raih dan dapat, segala pencapaian kita hari ini, biar kita senantiasa ingat, baik kita orang yang
percaya Tuhan maupun orang yang tidak percaya Tuhan, kita tidaklah pemilik sejati dari semua ini.
Jangan sampai satu kali kelak ketika semua itu hilang dan lenyap dari hidup kita, baru di situ kita tahu
semua itu bukan milik kita selama-lamanya. Tuhanlah pemilik yang sejati dari segala sesuatu yang ada ini.
Kita hanya dipanggil Tuhan menjadi penata-layan yang setia bagiNya. Tidak ada orang yang boleh
pegang dan genggam erat-erat semua yang ada pada hidupnya, semua harta, karunia, bakat, talenta dan
kesempatan yang dia miliki. Tidak ada orang yang boleh bilang segala kesuksesan dan pencapaian yang
ada sebagai miliknya. Bahkan anak-anak yang lahir di dalam rumah tangga kita, kita pun tidak berhak
mengatakan mereka adalah milik kita. Kita dengan hati yang tulus harus berkata, Tuhan, semua yang ada
padaku adalah karunia yang Engkau percayakan kepada kami. Yang dituntut dari kita adalah bagaimana
kita dengan setia memakai dan menggunakan semua itu. Jangan sampai semua itu tersapu habis dengan
bencana baru kita sadar itu semua bukan milik kita. Biar seawal mungkin waktu kita mengerjakan
sesuatu dalam hidup kita, kita tidak memegang erat-erat dan merebut apa yang menjadi milik Tuhan
sebagai hak dan property pribadi kita selama-lamanya.
Dalam 1 Timotius 6:17-19 Paulus mengatakan kepada Timotius, "Peringatkanlah kepada orang-orang
kaya yang ada di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tidak
tentu seperti kekayaan, melainkan kepada Allah yang dalam kekayaanNya memberikan kepada kita
segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah mereka agar mereka rajin berbuat baik, menjadi kaya di
dalam kebajikan, suka memberi dan membagi, dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta
sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang
sebenarnya." Mari kita menjalani hidup kita sampai usia tua dan sampai akhir sebagai hidup yang tidak
berhenti sampai di sini tetapi hidup yang akan kita nikmati sampai kepada kekekalan bersama Tuhan.
Pada waktu Yesus datang kembali, di situlah kita menikmati segala kepenuhan yang telah dijanjikanNya.
Kita diperingatkan untuk tidak congkak dan bangga kepada diri sendiri sebab merasa itu semua adalah
miliknya. Biar kita dengan rendah hati menyatakan apa yang kita punya dan terima biar kita pakai untuk
kemuliaan Tuhan.
Bagaimana seharusnya kita berespons kepada Tuhan? Tidak gampang dan tidak mudah sebagai anakanak Tuhan kalau peristiwa bencana dan hal-hal yang tidak terduga terjadi di dalam hidup kita,
bagaimana kita bereaksi kepada semua itu. Terkadang kita menyaksikan Tuhan meluputkan kita dari
segala bencana, membawa hati kita bersyukur kepada perlindunganNya, sama seperti orang Israel yang
tinggal di tanah Gosyen boleh terluput dari semua tulah itu. Tetapi jikalau respons umat Tuhan akhirnya
meremehkan anugerah Tuhan, tidak taat dan tidak merendahkan diri, apakah hal yang sama akan
ditimpakan juga kepada mereka? Jawabannya ya. Tuhan tidak pandang bulu, Tuhan tidak segan-segan
bertindak, dan semua orang Israel yang keluar dari tanah Mesir tidak ada yang masuk ke tanah
perjanjian yang Tuhan beri karena mereka tidak berespons dengan benar adanya.
Sampai kepada tulah yang ketujuh, ada respons yang muncul dari sebagian orang Mesir yang berani
mengambil sikap menyatakan hati yang takut kepada Tuhan (Keluaran 9:20). Dan nantinya Alkitab
mencatat berbagai bangsa lain ikut dengan orang Israel keluar dari Mesir (Keluaran 12:38). Bukan saja
orang Israel yang pergi tetapi juga bangsa-bangsa lain ikut dengan mereka. Dengan kata lain berarti
mereka beriman dan percaya kepada Allah Yahweh, Tuhan orang Ibrani itu. Melalui catatan ini kita
menemukan ada orang-orang yang berespons dengan indah dan benar, mereka bertobat dan berbalik
kepada Tuhan.
Dari kebenaran ini biar hati kita terbuka melihat, seberapa pun besarnya kekuatan oposisi terhadap
pekerjaan Tuhan, seberapa pun besarnya kekuatan oposisi yang menekan penginjilan, bahkan walaupun
menyebabkan seolah pelayanan mereka tidak ada hasil karena tantangan itu, mari kita tetap melihat di
balik itu semua ada penghiburan Tuhan yang luar biasa, bahwa tidak pernah firman itu keluar dengan
sia-sia. Kita tahu memang tidak semua orang akan bertobat dan percaya, tetapi tetap ada sebagian
orang yang Tuhan panggil berespons dan berbalik kepada Tuhan.
Sebagian dari mereka yang berespons positif dan berbalik kepada Tuhan, tetapi sebagian lagi termasuk
Firaun menyatakan respons yang salah dan penyesalan yang salah. Untuk pertama kalinya dicatat di
bagian ini Firaun menyatakan dia telah bersalah (Keluaran 9:27-28). Tetapi setelah itu dia berbalik
mengeraskan hati. Dan sesudah itu dia kembali menyatakan penyesalannya (Keluaran 10:16-17).
Pengakuan Firaun disebut oleh penafsir sebagai "the sinner's prayer" sebagai satu kontras dengan apa
yang dikatakan oleh Yakobus tentang "the righteous' prayer" doa orang benar (Yakobus 5:16b). Orang
berdosa tetap bisa berdoa tetapi attitude dan pernyataan doanya adalah doa yang berdosa. Doa orang
benar yang dinyatakan dengan benar, betapa besar kuasanya, kata Yakobus. Doa itu lahir bukan saja dari
pengenalan akan siapa Allah yang dia sembah tetapi juga lahir di dalam respons hormat dan takut dan
respek kepada Allah. Doa itu meletakkan segala sesuatu ke dalam tangan Allah dimana dalam doa itu
kita boleh menyatakan persandaran kita dengan segala ketenangan dan pengharapan yang penuh.
Tetapi doa orang berdosa adalah doa yang diucapkan dengan 'term and condition' yang bermotivasi
memanipulasi, memperalat dan mengatur Tuhan supaya Tuhan tinggal membubuhkan tanda tanganNya
menyetujui proposal doa itu. Itulah yang kita sebut sebagai doa orang berdosa. Sebab di dalamnya kita
bisa melihat bagaimana setelah dia "berdoa," Firaun kemudian memberikan beberapa konsesi kepada
Musa. Dari situ kita tahu dia yang ingin mengatur 'term and condition' itu. Tawaran pertama, engkau
boleh berbakti tetapi hanya di sini, di Mesir saja (Keluaran 8:25), setelah itu datang tawaran kedua,
engkau dan semua laki-laki Israel boleh berbakti tetapi jangan bawa isteri dan anak-anakmu (Keluaran
10:11), lalu tawaran ketiga, engkau boleh pergi bawa keluargamu, tetapi ternakmu harus tinggal
(Keluaran 10:24). Musa menolak semua tawaran itu dan tidak menyatakan kompromi kepada Firaun.
Rev. Charles Spurgeon berkata, "There are the justifying faith and the condemning faith" ada iman yang
membenarkan, ada iman yang menghukum. Yang dimaksud dengan iman yang menghukum baginya
adalah iman yang tahu bahwa ada Allah yang menghukum dan hanya Dia yang sanggup mengampuni,
tetapi dia tidak pernah datang berdoa dengan rendah hati kepada Allah seperti itu. Firaun pertama kali
berkata di sini aku orang berdosa. Tetapi dia tidak datang dengan rendah hati kepada Tuhan dan berdoa
mengaku kepadaNya. Yang ada ialah dia suruh Musa berdoa baginya. Hal yang sama terjadi pada waktu
Saul telah jatuh di dalam dosa dan ditegur oleh Samuel, Saul menyuruh Samuel "berdoalah kepada
Allah-mu untuk aku" (1 Samuel). Betapa berbeda pada waktu Daud ditegur oleh Natan atas dosanya,
Daud datang merendahkan diri dan mengaku dosa kepada Allah-nya.
Dalam 2 Korintus 7:10 Paulus mengatakan, "Sebab dukacita menurut kehendak Allah mendatangkan
pertobatan yang membawa keselamatan. Dukacita itu tidak akan disesalkan. Tetapi dukacita yang dari
dunia ini menghasilkan kematian." Ada dua macam dukacita dan rasa bersalah, yaitu yang pertama
penyesalan dan pertobatan yang membawa kepada keselamatan. Dia tahu dia sudah bersalah dan
berdosa kepada Allah dan mengaku kepadaNya dan minta pengampunanNya. Tetapi yang kedua adalah
rasa bersalah yang tidak diselesaikan dengan datang merendahkan diri kepada Tuhan dan mengaku
serta minta pengampunanNya.
Mari kita lihat diri kita sendiri. Pada waktu Yesus yang bermahkota duri dengan tangan dan kaki yang
terluka disalib dan dipaku itu berdiri di hadapanmu dan bertanya, "Berapa lama lagikah engkau tidak
mau merendahkan hati di hadapanKu?" Bagaimana sikap dan respons kita di hadapan Tuhan? Di tengah
engkau sedang mencari dan memikirkan Allah seperti apa yang sesungguhnya kita sembah selama ini,
biar kita mengintrospeksi hati setiap kita. Adakah Ia kita sembah sebagai Allah yang bukan saja
mendatangkan pembebasan kepada orang Israel dari perbudakan Mesir tetapi Ia juga Allah yang
mengampuni, menyelamatkan dan membebaskan kita. Kalau Allah masih berpanjang sabar dan masih
memberi peringatan, jangan sampai itu membuat orang menghina dan menantang, "Mana hukuman
Tuhan?" dan mempermainkan kemurahanNya. Justru kesabaranNya harus kita hargai dengan takut dan
hormat, karena kita tahu selama masa anugerah Tuhan menanti hati manusia yang keras dan tegar
berbalik dan bertobat kepadaNya. Orang yang membenci Tuhan dihukum dan memberikan disiplin
bukan supaya bikin 'kapok dan rasain lu'. Tetapi sampai kepada tulah belalang Tuhan menyatakan
keluhanNya, sampai berapa lama lagi engkau tidak mau merendahkan diri dan mengaku Tuhan? Satusatunya penyesalan yang tidak pernah akan kita sesalkan adalah penyeslan atas dosa dan pelanggaran
kita.
Sebelum tulah yang kesembilan tiba, yaitu gelap gulita yang menelan segala sinar datang menimpa
orang Mesir, sebagai makna spiritual sebelum tulah kesepuluh kematian anak sulung tiba, dimana tidak
ada pengharapan lagi, untuk mewakili itulah hati manusia yang gelap dan berdosa. Karena demikian
besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia memberikan AnakNya yang tunggal supaya barangsiapa yang
percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Namun manusia menolakNya
sebab manusia lebih senang tinggal di dalam kegelapan daripada datang mencari Allah di dalam terang,
sebab di dalam kegelapan itu manusia bisa menutupi segala perbuatannya yang salah supaya tidak
diketahui orang (Yohanes 3:16-21). Tetapi cahaya Tuhan selalu datang bersinar menyinari hidup kita,
biar kita terbuka melihat kekotoran dan ketelanjangan kita dan merendahkan diri di hadapan Tuhan.(kz)
Download