Uploaded by alivindakid1412

Laporan BALURAN pendahuluan

advertisement
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kawasan
Taman
Nasional
Baluran
secara
astronomis
terletak di antara 7°45’-7°56’ LS dan 113°59’-114°28’ BT atau secara
geografis terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Propinsi
Jawa Timur dengan batas-batas wilayah sebelah utara Selat Madura, sebelah
timur Selat Bali, sebelah selatan Sungai Bajulmati, Desa Wonorejo dan
sebelah barat Sungai Klokoran, Desa Sumberanyar. Luas Wilayah Taman
Nasional Baluran seluas 12.000 Ha, zona rimba seluas 5.537ha (perairan =
1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha), zona pemanfaatan intensif dengan luas
800 Ha, zona pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 Ha, dan zona
rehabilitasi seluas 783 Ha. Sedangkan dari segi pengelolaan kawasan Taman
Nasional Baluran dibagi menjadi dua Seksi Pengelolaan Taman Nasional,
yaitu: Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Bekol, meliputi
Resort Bama, Lempuyang dan Perengan. Seksi Pengelolaan Taman
Nasional Wilayah II Karangtekok meliputi Resort Watu Numpuk,
Labuhan Merak dan Bitakol.
Taman Nasional Baluran memiliki area yang luas dimana terdapat
berbagai macam vegetasi yang ditemukan dan merupakan perwakilan
ekosistem hutan yang spesifik kering terdiri dari tipe vegetasi savana, hutan
mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa
dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun. Sekitar 40 persen tipe vegetasi
savana mendominasi kawasan Taman Nasional Baluran. Taman Nasional
Baluran merupakan kawasan Konservasi Sumber daya Alam yang di
dalamnya memiliki berbagai macam flora dan fauna dan ekosistem, yang
berarti di dalam kawasan Taman Nasional Baluran terdapat pengelolaan
sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana,
untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Sebagai salah satu
kawasan konservasi memiliki beragam manfaat baik manfaat dalam
1
pemanfaatan skala terbatas maupun manfaat yang berupa produk jasa
lingkungan,
seperti
udara
bersih
dan
pemandangan
alam.
Tujuan
pembangunan konservasi sumberdaya alam yaitu mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya,
sehingga dapat lebih mendukung dalam upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Taman Nasional Baluran memiliki
3 fungsi utama yaitu fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan pemanfaatan
secara lestari Sumber Daya Alam Hayati (SDAH) beserta ekosistemnya, yang
dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya,rekreasi dan pariwisata. Maka dari itu tujuan
pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran adalah melestarikan SDAH
dan ekosistemnya agar dapat memenuhi fungsinya secara optimal. Sasaran
utama pengelolaan Taman Nasional Baluran adalah SDAH, ekosistem dan
kawasannya. Tingginya potensi keanekaragaman hayati dan indahnya
panorama alam Baluran, merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan,
baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik/nusantara untuk
mengunjungi dan menikmatinya. Atas dasar itu, kami melaksanakan Studi
Lapang Ekologi Tumbuhan pada 6 ekosistem, yaitu Ekosistem Mangrove,
Ekosistem Hutan Pantai, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan Musim Dan
Ekosistem Hutan Evergreen dan Ekosistem Ekoton di kawasan Taman
Nasional Baluran. Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara
mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi.
Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa
komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies
tumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin
dicapai dalam analisis komunitas ini adalah untuk mengetahui komposisi
spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari.
Analisis vegetasi ini dengan mengamati berbagai macam tumbuhan
berupa pohon, herba dan semak. Dengan pengamatan itu didapatkan densitas,
dominansi dan frekuensi serta luas penutupan untuk mengetahui nilai
2
penting, sehingga dapat diketahui karakteristik dari ekosistem yang berada
pada Taman Nasional Baluran. Berdasarkan fakta yang ada, flora dan fauna
merupakan bagian dari peran hidup manusia sebagai sarana penunjang dalam
kehidupannya. Ketergantungan kegiatan manusia untuk mengeksploitasi
sumber daya alam cenderung semakin meningkat, baik terhadap flora
maupun fauna, sehingga tidak disadari banyak jenis tumbuhan dan satwa liar
telah dan atau menuju kepunahan. Baluran dipergunakan sebagai daerah
perburuan liar selama ± 500 tahun. Pada tahun 1928 A.H. Loedeboer
menyatakan Baluran sebagai daerah konservasi untuk melindungi kehidupan
liar didalamnya. Pada tahun 1937, direktur Kebun Raya Bogor K.W.
Wadermann menetapkan Baluran sebagai suaka alam dan berubah menjadi
Taman Nasional pada tahun 1982. Taman Nasional Baluran sebagai satusatunya kawasan konservasi (salah satu 5 tamannasional tertua di Indonesia)
yang memiliki savana terluas di Pulau Jawa (sebagai replika savana di
Afrika) dengan banteng (Bos javanicus) sebagai maskot utamanya. Oleh
karena itu menjadi kewajiban bagi kita untuk melestarikan dan melindungi
kawasan tersebut. Disamping itu, keanekaragaman jenis flora maupun fauna
sebagai pendukung komponen ekosistem utamanya sangat tinggi dan
beragam jumlah maupun jenisnya, yang diantaranya yaitu : rusa, kerbau liar,
kijang, macan tutul, burung merak, lutung, yang kesemuanya masuk dalam
kategori satwa dilindungi.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1
Bagaimana karakter dari 6 ekosistem (Ekosistem Pantai, Ekosistem
Ekoton, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan Musim Dan Ekosistem
Hutan Evergreen dan Ekosistem Hutan Mangrove) di kawasan TN
Baluran ?
1.2.2
Bagaimana perbedaan spesifik dari 6 ekosistem (Ekosistem Pantai,
Ekosistem Ekoton, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan Musim Dan
Ekosistem Hutan Evergreen, Ekosistem Hutan Mangrove) di kawasan
TN Baluran ?
3
1.3 Tujuan
1.3.1
Mengetahui karakter 6 ekosistem (Ekosistem Pantai Basah,Ekosistem
Ekoton, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan MusimDan Ekosistem
Hutan Evergreen, Ekosistem Hutan Mangrove) di kawasan TN
Baluran.
1.3.2
Mengetahui perbedaan spesifik dari 6 ekosistem (Ekosistem Pantai
Basah,Ekosistem Ekoton, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan
MusimDan Ekosistem Hutan Evergreen, Ekosistem Hutan Mangrove)
di kawasan TN Baluran.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Taman Nasional (TN) merupakan kawasan pelestarian alam yang terletak
di darat atau di laut yang mempunyai ciri-ciri keaslian, kekhasan dan keragaman
flora, fauna, ekosistem dan atau geomorfologis/keadaan alam, budaya/arkeologi
yang secara keseluruhan memiliki kepentingan nasional atau internasional dan
dikelola oleh pemerintah dengan tujuan untuk pengawetan (perlindungan),
penelitian (ilmu pengetahuan), pendidikan dan rekreasi/ekoturisme (Widodo,
2013). Berdasarkan letak geografis, Taman Nasional (TN) Baluran berada pada
7°29’ 10”-7°55’55” LS dan 114°29’20”-14°39’ 10” Bujur Timur dengan luas ±
25.000 Ha. Taman Nasional Baluran beriklim monsoon dengan musim kemarau
yang panjang. Musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai bulan April,
sedangkan musim kemarau bulan Mei sampai bulan November. Berdasarkan
klasifikasi iklim, Taman Nasional Baluran termasuk ke dalam kelas hujan tipe E
dengan temperatur ber-kisar antara 27,2° C smpai 30,9° C dengan kelembapan
udara 77% (Qirom dkk, 2007). Di sebelah utara dibatasi oleh Selat Madura dan
sebelah timur dibatasi oleh Selat Bali. Dari bagian selatan ke barat berturut-turut
dibatasai oleh Dusun Pandean Desa Wonorejo, Su-ngai Bajulmati, Sungai
Klokoran, Dusun Karangtekok dan Desa Sumberanyar. Taman Nasional Baluran
memiliki bentuk topografi datar sampai bergunung-gunung dan mempunyai
ketinggian antara 0 sampai 1.270 m dpl. Bentuk topografi datar sampai berombak
relatif mendominasi kawasan ini. Jenis tanah yang ada di kawasan Taman
Nasional Baluran antara lain Ando-sol (5,52%), Latosol (20,23%), Mediteran
merah kuning dan Grumusol (51,25%) serta Alluvium (23%). Savana Bekol didominasi oleh tanah yang berwarna hi-tam, ditumbuhi rumput yang subur sehingga disenangi oleh satwa pemakan rumput. Ciri khas tanah jenis ini adalah
mudah longsor dan sangat berlumpur pada musim penghujan. Sebaliknya pada
musim kemarau, tanah akan menjadi pecah-pecah dengan patahan sedalam lebih
kurang 80 cm dan lebih kurang 10 cm (Octavia dkk, 2013). Kawasan Taman
Nasional Baluran (TN Baluran) adalah kawasan konservasi di Provinsi Jawa
Timur yang memiliki ciri khas dan keunikan berupa hamparan savana yang luas.
5
Savana alami yang berbatasan dengan hutan pantai dan hutan musim (Sumadi,
2008). Selain itu, Taman Nasional Baluran merupakan kawasan yang memiliki
potensi keanekaragaman hayati tinggi baik flora, fauna maupun ekosistemnya.
Taman Nasional Baluran sebagai salah satu kawasan konservasi dalam
pelestariannya juga mengalami beberapa gangguan antara lain adanya spesies
invasif (Acacia nilotica) dan kebakaran hutan (Halli dkk, 2014).
Taman Nasional Baluran merupakan kawasan koservasi yang memiliki
keanekaragaman satwa dan habitat alamnya dengan berbagai tipe komunitas. Tipe
vegetasi yang dimiliki oleh Taman Nasional Baluran antara lain hutan pantai
kering, hutan pantai basah, hutan musim, hutan evergreen, dan savana (Indrawan,
1998).
Ekosistem merupakan suatu kesatuan habitat yang menyediakan
kebutuhan hidup untuk makhluk hidup. Keberadaan ekosistem merupakan sumber
pemanfaaatan ekologi untuk kebutuhan energi, pangan, obat dan kebutuhan lain
untuk menunjang proses kehidupan manusia. Kebutuhan manusia yang tinggi
terhadap ekosistem menjadi sumber penurunan dan hilangnya keanekaragaman
hayati yang menyebabkan perubahan struktur eksosistem bahkan komunitas
ekologi (Ali dkk, 2016). Tumbuhan, hewan, organisme lain dan lingkungan
fisiknya berinteraksi satu terhadap yang lain dalam suatu sistem yang disebut
dengan ekosistem. Untuk mengenal tipe-tipe ekosistem dapat digunakan berbagai
ciri, tetapi ciri vegetasi (komunitas tumbuhan) adalah yang paling mudah
digunakan. Wujud vegetasi merupakan cerminan fisiognomi (penampakan luar)
dari interaksi antara tumbuhan, hewan, dan lingkungannya. Karena itulah vegetasi
dapat digunakan sebagai pengganti dari ekosistem, dan juga karena vegetasi lebih
mudah dikenal dan diteliti (Kartawinata, 2013).
Hutan menurut UU No.41 tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya
tidak dapat dipisahkan. Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang
masing-masing pakar. Misalnya dari segi sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan
adalah komunitas hidup yang terdiri dari asosiasi pohon dan vegetasi secara
6
umum serta hewan lain. Dalam komunitas itu, tiap individu berkembang, tumbuh
menjadi dewasa, tua dan mati. Lebih lanjut, hutan adalah suatu komunitas
biologik dari tumbuhan dan hewan yang hidup dalam suatu kondisi tertentu,
berinteraksi secara kompleks dengan komponen lingkungan tak hidup (abiotik)
yang meliputi faktor-faktor seperti: tanah, iklim, dan fiiografi. Lebih khusus,
maka hutan adalah komunitas tumbuhan yang lebih didominasi oleh pohon dan
tumbuhan berkayu dengan tajuk yang rapat. Jenis hutan di Indonesia, dapat
dibagi beradasarkan beberapa aspek, diantaranya pembagian hutan berdasarkan
iklim, bentang alam, tipe pohon, berdasarkan asalnya, dan pembentukannya.
Terdapat dua posisi pada pembagian hutan, yang pertama adalah posisi vertikal
dengan hutan pantai. Hutan pantai merupakan hutan yang tumbuh di sepanjang
pantai laut berpasir dengan tanah kering, tidak pernah tergenang air, dan tidak
lebar tetapi memanjang. Keadaan hutan ini telah menyesuaikan diri dengan
situasi tempat tumbuh yang kering, tidak terdapat air tawar secara terus-menerus
dan air hujan (Arief, 2001).
A. Hutan Musim
Hutan musim merupakan hutan yang terbentuk karena daerah ini
mendapat curah hujan yang sangat rendah, yaitu kurang dari 100 mm yang
jatuh rata-rata setiap bulan (Ihsan, 2015). Hutan monsoon yang terdapat di
Taman Nasional Baluran dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu hutan
monsoon dataran rendah dan hutan monsoon dataran tinggi. Daerah
transisi kedua hutan ini terletak pada ketinggian 250 - 400 meter dari
permukaan air laut. Di kawasan Baluran juga terdapat tanaman yang dapat
dipakai sebagai bahan obat tradisional (Surasana, 1990).
B. Hutan Evergereen
Evergreen merupakan ekosistem yang paling subur dengan curah
hujan yang besar sekitar 200-400 mm/tahun. Suhunya tinggi (sekitar 250 –
260 C) dan seragam, dengan kelembaban rata-rata sekitar 80%. Hutan
evergreen disebut juga hutan hujan merupakan suatu komunitas yang
sangat kompleks, dengan ciri yang utama adalah pepohonan dengan
berbagai ukuran. Sebagian besar tanaman pemanjat dan beberapa jenis
7
epifit yang berkayu. Tumbuhan herba yang terdapat ialah beberapa epifit
sebagai bagian dari tumbuhan bawah dalam proporsi yang relatif kecil.
Karakter tumbuhan yang terdapat di wilayah ini adalah batang pohonnya
tidak terlalu tinggi, tetapi kayunya sangat keras (Ewusie. 1980). Hutan
hujan terdapat di daerah tropis basah dengan curah hujan tinggi sepanjang
tahun, seperti di Amerika Tengah dan selatan, Afrika, Asia Tenggara
Timur Laut. Dalam kawasan ini pohon-pohonnya tinggi, pada umumnya
berdaun lebar, hijau dan jenisnya besar. Longman & Jenik (2008) dalam
penelitiannya, mendefinisikan hutan hujan sebagai hutan yang selalu hijau,
bersifat higrofilus, tinggi pohon paling rendah 30 m.
C. Hutan Mangrove
Hutan mangrove Indonesia merupakan hutan mangrove terluas di
dunia. Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total
mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia.
Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera,
Kalimantan dan Papua. Namun demikian, kondisi mangrove Indonesia
baik secara kualitatif dan kuantitatif terus menurun dari tahun ke tahun.
Saat ini, Indonesia mempunyai hutan mangrove seluas 9.36 juta Ha yang
tersebar di seluruh Indonesia. Sekitar 48% atau seluas 4.51 juta Ha rusak
sedang dan 23% atau 2.15 juta Ha lainnya rusak berat. Kerusakan hutan
mangrove di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh ulah manusia.
Baik berupa konversi mangrove menjadi sarana pemanfaatan lain seperti
pemukiman, industri, rekreasi dan lain sebagainya (Haya, 2015). Hutan
mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang
terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.
Ekosistem mangrove sering disebutkan sebagai hutan payau atau hutan
bakau. Ekosistem mangrove merupakan tipe hutan daerah tropis yang khas
tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang masih dipengaruhi
oleh pasang surut air laut. Ekosistem mangrove banyak dijumpai di
wilayah pesisir yang terlindungi dari gempuran ombak. Pengertian
ekosistem mangrove secara umum adalah merupakan komunitas vegetasi
8
pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Haya
dkk, 2015). Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak,
maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan
lumpur yang dibawanya dari hulu (Michael, 1994). Mangrove diketahui
mempunyai daya adaptasi fisiologis yang sangat tinggi. Mereka tahan
terhadap lingkungan dengan suhu perairan yang tinggi, fluktasi salinitas
yang luas dan tanah yang anaerob. Salah satu faktor yang penting adalah
system pengudaraan di akar-akarnya (Odum dan Johannes, 1975).
Mangrove merupakan jenis pohon atau belukar yang tumbuh di
antara batas pasang surut air, terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia,
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria,
Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa. Berdasarkan penelitian
Sudarmadji (2009: 16-17), luas keseluruhan hutan mangrove di Taman
Nasional Baluran adalah 416,093 ha. Hutan mangrove tersebut mengalami
ancaman di antaranya adalah pencurian kayu jenis R. apiculata oleh
masyarakat, pencurian kayu ini berada di blok Pantai Popongan, sementara
di blok Perengan terjadi pencurian akar Sonneratia moluccensis. Pencurian
belum merambah ke blok lainnya namun dimungkinkan pencurian akan
menyebar di seluruh blok Taman Nasional Baluran. Ancaman lain adalah
pengambilan nener, walaupun sebenarnya tidak merusak vegetasi
mangrove secara langsung, akan tetapi pembongkaran batu yang
berserakan di tepi pantai dan kemudian disusun sebagai batas petak
pengambilan nener telah menghilangkan kesempatan terjadinya endapan
lumpur atau pasir yang dapat ditahan oleh batu-batu tersebut, sehingga
menghilangkan kesempatan perluasan hutan mangrove (Putrisari, 2017).
Menurut Noor et al., (1999), tipe vegetasi mangrove terbagi atas 4
bagian antara lain : Mangrove terbuka, mangrove tengah, mangrove payau,
dan mangrove daratan
Fungsi ekosistem mangrove mencakup fungsi fisik yaitu menjaga
garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut/abrasi,
9
intrusi air laut, mempercepat perluasan lahan, dan mengolah bahan limbah,
fungsi biologis yaitu tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan
beberapa biota air, tempat bersarangnya burung, habitat alami bagi
berbagai jenis biota dan fungsi ekonomi sumber pertambakan, perikanan,
tempat pembuatan garam, bahan bangunan, dan berbagai macam makanan
serta obat-obatan.
D. Hutan Savana
Di savana Bekol cukup banyak dite-mukan jenis-jenis tumbuhan
yang ber-fungsi sebagai pestisida alami (bio-pes-tisida), namun potensinya
belum diketa-hui. Dari jenis-jenis bio-pestisida yang ditemui, di antaranya
berfungsi sebagai insektisida (pembasmi serangga), fungi-sida (pembasmi
jamur), dan nematisida (pembasmi cacing). Babadotan (Agera-tum
conyzoides Linn.) dan tembelekan (Lantana camara Linn.), pestisida
alami yang dijumpai ternyata mampu membas-mi hama penggerek pucuk
mahoni (Lepi-doptera : Pyralidae), sehingga akan ber-dampak positif
untuk suatu ekosistem hutan (Octavia dkk, 2008). Aktivitas utama
penyebab kebakaran di savana meliputi perburuan satwa, kelalaian
pengguna jalan dan pembersihan lahan (Sugiarto, 2013). Kawasan savana
pada umumnya kurang terancam oleh eksploitasi ekonomi dibandingkan
hutan hujan, meskipun demikian savana kadang-kadang mendapat tekanan
berupa penggembalaan ternak dan penggunaan pertanian lainnya.
E. Hutan Pantai
Pantai Baluran terdiri dari pasir hitam, putih, batu pantai yang
hitam kecil, atau lereng karang, tergantung daerahnya. Secara umum,
hutan ini terletak di tepi pantai, tumbuh pada tanah kering berpasir dan
berbatu dan tidak terpengaruh oleh iklim serta berada di atas garis pasang
tertinggi. Daerah penyebaran utama hutan pantai terdapat di Sumatera,
Jawa, Bali dan Sulawesi. Vegetasi pantai yang tumbuh adalah formasi
Baringtonia yang berkembang baik yaitu pandan, Pemphis acidula,
Acrophora, Porites lutea, Serioptophora histerix dan Stylophora sp
(Alfaida, 2013).
10
F. Hutan Ekoton
Ekoton termasuk ke dalam hutan transisional antara hutan musim
dan hutan pantai Ekoton di baluran ini berupa hutan homogen. Hutan
homogen (sejenis) yaitu hutan yang banyak didominasi oleh beberapa
jenis tumbuhan yang banyaknya 80% dari seluruh populasi yang ada alam
(Arief, 2001). Ekoton dapat memiliki transisi vegetasi tajam, dengan garis
tegas antara dua komunitas. Misalnya, perubahan warna rumput atau
tanaman hidup dapat mengindikasikan ekoton. Perubahan dalam
fisiognomi (penampilan fisik dari spesies tanaman) juga dapat menjadi
indikator kunci dari sebuah ekosistem ekoton. Ciri khas dari hutan ekoton
yang berada di Taman Nasional Baluran ini adalah hutan ekoton
didominasi oleh satu spesies saja yaitu Gebang.
11
BAB 3 . METODE PENGAMATAN
3.1 Tempat dan Waktu Pengamatan
3.1.1 Waktu
: Kamis, 16 November 2017.
3.1.2 Tempat Pelaksanaan : Taman Nasional Baluran Kabupaten Sitobondo
3.2 Alat dan Bahan Pengamatan
3.2.1 Alat
- Soil tester, termohigrometer,
- Plastik kecil dan kertas label
- kompas, luxmeter, anemometer
- Kamera digital
- Alat tulis dan penggaris
- Buku kunci identifikasi
- Milimeter block, kertas HVS
- Pasak 50 cm 6 buah, pasak 30 cm, 15 buah dan tali tambang 250 meter
3.2.2 Bahan
- Vegetasi yang berada di ekosistem Evergreen Taman Nasional Baluran
Kabupaten Situbondo
- Vegetasi yang berada di ekosistem Hutan Musim Taman Nasional
Baluran Kabupaten Situbondo
- Vegetasi yang berada di ekosistem Hutan Pantai Taman Nasional
Baluran Kabupaten Situbondo
- Vegetasi yang berada di ekosistem Hutan Mangrove Taman Nasional
Baluran Kabupaten Situbondo
- Vegetasi yang berada di ekosistem Hutan Ekoton Taman Nasional
Baluran Kabupaten Situbondo
12
- Vegetasi yang berada di ekosistem Hutan Savana Taman Nasional
Baluran Kabupaten Situbondo
3.3 Prosedur Kerja
Pengamatan 1 (Hutan Evergreen dan Hutan musim)
Memasuki kawasan hutan 5 meter dari jalan utama (disesuaikan dengan
kondisi hutan dan musim)
Membuat plot dengan ukuran 25 x 25 meter menggunakan tambangyang
telah dipersiapkan
Mencatat semua jenis tumbuhan dan banyaknya individu masing –
masing jenis yang terdapat dalam plot tersebut
Mengukur faktor abiotik yang meliputi suhu, kelembapan, intensitas
cahaya, Ph tanah dan mengamati tekstur tanahnya, struktur tanah dan
ketebalan serasah.
Mendeskripsikan dan mengidentifikasi tumbuhan yang terdapat dalam
petak pengamatan, mencatat karakteristik tipe ekosistem yang akan
diamati.
Memberikan sampel dari tumbuhan yang dominan dan dimasukkan ke
dalam kantong plastik, kemudian memberi pula label pada masing –
masing kantong plastik dengan tujuan membuat herbarium, serta
menggambar profil hutan yang meliputi horizontal dan vertikal di
milimeter blok.
13
Pengamatan 2 (Hutan Pantai)
Mencatat semua nama jenis tumbuhan yang diobservasikan lalu
melakukan proses identifikasi
Mengukur faktor abiotik yang meliputi suhu, kelembapan, intensitas
cahaya, Ph tanah dan mengamati tekstur tanah, struktur tanah dan
ketebalan serasah, mencatat karakteristik tipe ekosistem yang diamati.
Mengambil sampel dari tumbuhan yang dominan dan memasukkan
kedalam kantong plastik, dan memberi pula label pada masing – masing
kantong plastik dengan tujuan membuat herbarium.
14
BAB 4. HASIL DAN ANALISIS
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Hutan Evergreen
Analisis vegetasi
No.
Banyaknya
Nama Tumbuhan
1.
Drypetes sp.
11
2.
Gebang
5
3.
Klengkengan
1
4.
Johar
1
5.
Phaleria
1
6.
Serut
6
7.
Tumbuhan C
1
Luas kanopi
Nama Tumbuhan
Tinggi (m)
(m)
Drypetes sp. 1
5x5
10
Drypetes sp. 2
5x3
4
Drypetes sp. 3
3x2
4
Drypetes sp. 4
3x1
3
Drypetes sp. 5
6x2
3
Drypetes sp. 6
3x2
3
Drypetes sp. 7
5x5
7
Drypetes sp. 8
3x2
5
15
Drypetes sp. 9
5x3
6
Drypetes sp. 10
3x2
4
Drypetes sp. 11
5x6
5
Gebang 1
3x3
4
Gebang 2
9x6
12
Gebang 3
4x3
4
Gebang 4
2x3
3
Gebang 5
3x3
6
Serut 1
5x4
3
Serut 2
7x5
4
Serut 3
3x3
3
Serut 4
3x2
3
Serut 5
3x3
3
Serut 6
3x4
3
Klengkengan
3x2
3
Phaleria sp.
6x5
10
Tumbuhan C
3x3
6
Johar
5x4
10
Faktor Lingkungan
Abiotik
No
Suhu
Kelembapan
Intensitas
pH
Kelembapan
Kecepatan
Ketebalan
Tekstur
Udara
Cahaya
Tanah
Tanah
Angin
Serasah
Tanah
16
1.
31o
71
0,38x1
6.8
3
13 mph
12 cm
2.
31o
72
0,18x10
6.8
4,5
1 mph
13 cm
3.
31o
71
0,18x100
6,6
6
0 mph
11 cm
Loam
Loam
Loam
Profil Horizontal hutan evergreen
25
5
3
4
2
1
20
2
Название оси
1
3
15
8
Y-Values
10
1
Линейная (Y-Values)
5
1
5
1
9
10
11
1
1
2
0
0
5
10
15
Название оси
Keterangan
: Serut
: Drypetes
: Gebang
: Kelengkengan
: Phaleria
: Tumbuhan C
: Johar
17
4
6
3
20
25
Profil Vertikal hutan evergreen
25
Название оси
20
15
Y-Values
10
Линейная (Y-Values)
5
0
0
5
10
15
Название оси
Keterangan
: Serut
: Drypetes
: Gebang
: Kelengkengan
: Phaleria
: Tumbuhan C
: Johar
18
20
25
Grafik jumlah ekosistem evergreen
12
10
8
6
Series 1
Series 2
4
Series 3
2
0
4.1.2
Hutan musim
Analisis vegetasi
No.
Banyaknya
Nama Tumbuhan
1.
Caparis sp.
9
2.
Akasia
13
3.
Gambas-gambasan
1
Luas kanopi
Nama Tumbuhan
Tinggi (m)
(m)
Caparis sp. 1
1x1,4
2,3
Caparis sp. 2
2,5x2
2,5
Caparis sp. 3
1x1,5
2,5
Caparis sp. 4
2x1
3,5
19
Caparis sp. 5
2,5x1,7
4
Caparis sp. 6
1x0,8
2
Caparis sp. 7
2,5x2
3
Caparis sp. 8
1,5x2
3
Caparis sp. 9
3x1,4
5
Akasia 1
3x3
5
Akasia 2
3x2,5
5
Akasia 3
3x2,5
6
Akasia 4
4x2,5
6
Akasia 5
2x1,1
2
Akasia 6
3x1,7
4
Akasia 7
2x1,3
5
Akasia 8
1,5x1
2
Akasia 9
2x1
3
Akasia 10
0,5x0,5
3
Akasia 11
3x1,2
4
Akasia 12
1,5x1,9
3
Akasia 13
5x2,9
6
Tumbuhan A
1x1
2
20
Faktor Lingkungan
Abiotik
No
Suhu
Kelembapan
Intensitas
pH
Kelembapan
Kecepatan
Ketebalan
Tekstur
Udara
Cahaya
Tanah
Tanah
Angin
Serasah
Tanah
1.
34o
54
400x100
6,2
7
25 mph
5 cm
2.
35o
53
406x100
6,3
4
19 mph
6 cm
3.
36o
49
352x100
4,4
7
30 mph
5 cm
Liat
Liat
Liat
Profil horizontal hutan musim
25
Название оси
20
15
Y-Values
10
Линейная (Y-Values)
5
0
0
5
10
15
Название оси
Keterangan :
: Akasia
: Tumbuhan A
:
Caparis
21
20
25
Profil vertikal hutan musim
25
Название оси
20
15
Y-Values
10
Линейная (Y-Values)
5
0
0
5
10
15
Название оси
Keterangan :
: Akasia
: Tumbuhan A
: Caparis
22
20
25
Grafik jumlah ekosistem hutan musim
18
16
14
12
10
Series 1
8
Series 2
Series 3
6
4
2
0
Akasia
4.1.3
Tumbuhan A
Caparis
Hutan pantai
Analisis vegetasi
No.
Banyaknya
Nama Tumbuhan
1.
Poh-pohan
1
2.
Gebang
1
3.
Tumbuhan A
11
4.
Kendal
3
Luas kanopi
Nama Tumbuhan
Tinggi (m)
(m)
Tumbuhan A 1
1x0,3
3,8
Tumbuhan A 2
1x1
2,3
Tumbuhan A 3
1x1
2,2
Tumbuhan A 4
1x1
2,4
23
Tumbuhan A 5
1x0,9
3,5
Tumbuhan A 6
1x1
2,3
Tumbuhan A 7
1x1
2,3
Tumbuhan A 8
1,1x1
2,4
Tumbuhan A 9
1x1
2,3
Tumbuhan A 10
1x1,1
2,2
Tumbuhan A 11
1x1,2
2,2
Kendal 1
2,5x2
8,2
Kendal 2
3x2
9,9
Kendal 3
2x1
1,5
Poh-pohan
4x2
8,2
Corypha utan
8x5
7,5
Faktor Lingkungan
Abiotik
No
Suhu
Kelembapan
Intensitas
pH
Kelembapan
Kecepatan
Ketebalan
Tekstur
Udara
Cahaya
Tanah
Tanah
Angin
Serasah
Tanah
1.
31o
82
1127
6
7
58,5 mph
3 cm
2.
28o
82
1337
6,6
4
5 mph
2,5 cm
3.
29o
81
1877
4,4
6,5
10 mph
5,5 cm
24
Liat
Liat
Liat
Profil horizon hutan pantai
25
Название оси
20
15
Y-Values
10
Линейная (Y-Values)
5
0
0
5
10
15
Название оси
Keterangan
: Poh-pohan
: Kedal
: Corypha utan
: Tumbuhan A
25
20
25
Profil vertikal hutan pantai
25
Название оси
20
15
Y-Values
10
Линейная (Y-Values)
5
0
0
5
10
15
Название оси
Keterangan
: Poh-pohan
: Kedal
: Corypha utan
: Tumbuhan A
26
20
25
Grafik jumlah ekosistem hutan pantai
12
10
8
Series 1
6
Series 2
Series 3
4
2
0
Poh-pohan
4.1.4
Kendal
Corypha utan
Tumbuhan A
Hutan mangrove
Analisis vegetasi
No.
4.1.5
Nama Tumbuhan
Banyaknya
1.
Rhizopora apiculata
∞
2.
Rhizopora stilosa
∞
Hutan ekoton
Analisis vegetasi
No.
Nama Tumbuhan
Banyaknya
1.
Gebang
-
2.
Ficus sp.
-
3.
Asem
-
27
4.1.6
Hutan savana
Analisis vegetasi
No.
Banyaknya
Nama Tumbuhan
1.
Rumput
-
2.
Akasia
-
3.
Widoro bekol
-
4.2 Analisis Data
A = 250.000 m2
Hutan Evergreen
Vegetasi
Jumlah
D
RD
F
RF
Drypethes (n1)
11
Gebang (n2)
C
RC
0,044 x 10-3
0,432
1
0,146
4,18
0,13
0,699
5
0,02 x 10-3
0,192
0,833
0,122
4,83
0,15
0,464
Klengkengan (n3)
1
0,004 x 10-3
0,038
1
0,146
3
0,09
0,274
Johar (n4)
1
0,004 x 10-3
0,038
1
0,146
5
0,16
0,344
Phaleria (n5)
1
0,004 x 10-3
0,038
1
0,146
6
0,19
0,374
Serut (n6)
6
0,024 x 10-3
0,23
1
0,146
4,08
0,12
0,446
Tumbuhan C
1
0,004 x 10-3
0,038
1
0,146
5
0,16
0,344
(n7)
∑
0,104 x 10-3
6,875
28
32,09
IV
Hutan Musim
Vegetasi
Jumlah
D
RD
F
Capparis (n1)
16
0,064 x 10-3
0,695
1
Akasia (n2)
6
0,024 x 10-3
0,26
Liana (n3)
1
0,004 x 10-3
0,043
∑
0,092 x 10-3
RF
C
RC
0,33
2,125
0,31
1,335
1
0,33
3,75
0,54
1,13
1
0,33
1
0,15
0,523
3
IV
6,875
Hutan Pantai
Vegetasi
Jumlah
D
Poh – Pohan
1
0,004 x 10-3
Gebang (n2)
1
Liana (n3)
Kendal (n4)
RD
F
RF
C
RC
IV
0,0625
1
0,316
4
0,73
0,7085
0,004 x 10-3
0,0625
0,167
0,052
4,831
0,39
0,5045
11
0,044 x 10-3
0,6875
1
0,316
1
0,08
0,46475
3
0,012 x 10-3
0,1875
1
0,316
2,5
0,2
0,53475
(n1)
∑
0,064 x 10-3
3,167
29
12,33
BAB 5. PEMBAHASAN
Pada acara studi lapang di Taman Nasional Baluran kali ini mengenai
pengamatan terhadap berbagai macam ekosistem yang ada di Taman Nasional
Baluran. Beberapa diantaranya ekosistem hutan evergreen, hutan musim, hutan
pantai, ekoton, hutan mangrove, dan savana. Pada Taman Nasional Baluran ini
terdapat 6 jenis ekosistem sekaligus di suatu area yang sangat berdekatan.
Keanekaragaman tipe ekosistem yang ada dalam kawasan Taman Nasional
Baluran cukup beragam mulai dari ekosistem hutan musim dataran tinggi, hutan
musim dataran rendah, savana, hutan payau, mangrove, hutan pantai maupun
terumbu karang. Penyebab utama mampu terbentuknya banyak ekosisem dalam
suatu daerah yang berdekatan di Taman Nasional Baluran ini adalah karena
adanya perbedaan intensitas ketersediaan air pada masing-masing ekosistem
sehingga daya serap air yang juga disebabkan perbedaan jenis konstruk tanah juga
berbeda. Kelembaban tanah juga menjadi faktor utama indikator perbedaan
intensitas ketersediaan air pada masing-masing ekosistem yang menyebabkan
perbedaan kadar air yang diserap.
Secara ekologi, perbedaan jenis tanah dapat mempengaruhi sifat
penyerapan air pada masing-masing ekosistem, hal ini berkaitan dengan adanya
gunung Baluran yang kini sudah berstatus tidak aktif. Gunung Baluran terletak di
tengah-tengah Taman Nasional Baluran. Bagian tengah pegunungan terbagi-bagi
membentuk kaldera yang dalam dengan cerukan kawah yang memadat di
dasarnya. Di sisi timur kawah terdapat daerah terbuka yang dalam dimana sungai
kacip keluar dari gunung pada ketinggian 150 mdpl. Lereng gunung ditumbuhi
hutan musim. Kebanyakan daerah yang lebih rendah adalah dataran dan sedikit
bergelombang. Di sekitar gunung Baluran daerah rendah yang sedikit
bergelombang diliputi padang savana dengan diselingi pepohonan, dan sedikit
daerah yang ditumbuhi semak serta tanaman merambat. Sementara daerah pantai
terdapat daerah karang terjal. Meskipun gunung ini sudah tidak aktif, namun
sejarah meletusnya gunung ini jelas dapat menimbulkan perbedaan jenis tanah
pada daerah yang pernah menjadi dampak letusanya. Hal ini jelas sekali sangat
30
dipengaruhi oleh faktor ekologis juga, dimana daerah yang dekat dengan pantai
maka akan terkena dampak perbedaan jenis tanahnya juga, yang juga akan
mempengaruhi kadar air yang diserap oleh tanah. Faktor ekologi selain
kelembaban tanah yang dapat menyebabkan perbedaan kemampuan vegetasi
untuk tumbuh adalah suhu, kelembaban, intensitas cahaya, tekstur tanah, struktur
tanah, ketebalan serasah, pH tanah, dan kecepatan angin.
Secara geologi Taman Nasional Baluran memiliki dua jenis golongan
tanah, yaitu tanah pegunungan yang terdiri dari jenis tanah aluvial dan tanah
vulkanik, serta tanah dasar laut yang terbatas hanya pada dataran pasir sepanjang
pantai daerah-daerah hutan mangrove. Keadaan tanahnya terdiri dari beberapa
jenis yang kaya akan mineral tetapi miskin akan bahan-bahan organik, dan
mempunyai kesuburan kimia yang tinggi tetapi kondisi fisiknya kurang baik
karena sebagian besar berpori-pori dan tidak dapat menyimpan air dengan baik.
Tanah yang berwarna hitam yang meliputi luas kira-kira setengah dari luas
daratan rendah, ditumbuhi rumput savana. Daerah ini merupakan daerah yang
sangat subur, serta membantu keanekaragaman kekayaan makanan bagi jenis
satwa pemakan rumput. Akan tetapi, tanah ini mempunyai ciri khas, yaitu mudah
longsor dan sangat berlumpur pada musim hujan, sebaliknya bila musim kemarau
permukaan tanahnya pecah-pecah dengan sedalam ± 80 cm dan lebar ± 15 cm.
Tanah-tanah di Taman Nasional Baluran mempunyai kedalaman efektif yang
cukup bervariasi, yaitu 60-90 cm, bahkan lebih pada tanah-tanah datar (savana,
semak belukar) dan pada tempat yang tinggi mempunyai kedalaman efektif lebih
kecil dari 60 cm. Sedangkan tekstur penyusun tanah pada seluruh areal berupa
lempung (sedang).
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson kawasan Taman Nasional
Baluran beriklim kering tipe F dengan temperatur berkisar antara 27,2oC-30,9oC,
kelembaban udara 77 %, kecepatan angin 7 nots dan arah angin sangat
dipengaruhi oleh arus angin tenggara yang kuat. Musim hujan pada bulan
November-April, sedangkan musim kemarau pada bulan April-Oktober dengan
curah hujan tertinggi pada bulan Desember-Januari. Namun secara faktual,
31
perkiraan tersebut sering berubah sesuai dengan kondisi global yang
mempengaruhi. Taman Nasional Baluran memang memiliki iklim kering dengan
arus angin sangat kuat dari arah tenggara. Bila kemarau tiba, padang rumput
seluas 10 ribu hektare terlihat gersang. Sumber air pun sulit dicari. Kalaupun ada
bakal menjadi pusat persinggahan kawanan satwa untuk melepas dahaga. Namun
kondisi itu akan berubah ketika musim penghujan datang. Kehidupan flora dan
fauna di sana pun kembali bergairah. Seiring dengan itu, rumput yang selama ini
menjadi sumber makanan utama binatang herbivora mulai tumbuh subur di setiap
sudut sabana tersebut. Pada musim hujan, tanah yang hitam sedikit sekali dapat
ditembus air dan air mengalir di permukaan tanah, membentuk banyak kubangan
(terutama di sebelah selatan daerah yang menghubungkan Talpat dengan Bama).
Pada musim kemarau air tanah di permukaan tanah menjadi sangat terbatas dan
persediaan air pada beberapa mata air tersebut menjadi berkurang. Lereng-lereng
gunung dibelah oleh lembah yang dalam dibagian gunung yang tinggi dan diikuti
jurang-jurang berbatu di bagian yang rendah. Jurang-jurang ini di musim
penghujan akan menampung air, dan menjadi kering di musim kemarau.
Taman Nasional Baluran mempunyai tata air radial, terdapat sungai-sungai
besar termasuk sungai Kacip yang mengalir dari kawah menuju Pantai Labuhan
Merak, Sungai Klokoran dan Sungai Bajulmati yang menjadi batas Taman
Nasional Baluran di bagian Barat dan Selatan. Banyak dasar sungai yang berisi air
selama musim penghujan yang pendek, akan tetapi banyak air yang meresap
melalui abu vulkanik yang berpori-pori sampai mencapai lapisan lava yang keras
di bawah tanah dan keluar lagi pada permukaan tanah sebagai mata air -mata air
pada sumber air di daerah pantai (Popongan, Kelor, Bama, Mesigit, Bilik, Gatal,
Semiang dan Kepuh), daerah kaki bukit (sumber air Talpat), pada daerah ujung
pantai (teluk Air Tawar) dan air laut (dekat Tanjung Sedano).
Berdasarkan data hasil pengamatan terdapat enam hutan yang diamati
yaitu hutan evergreen, hutan musim, hutan savana, hutan mangrove, hutan pantai
dan hutan ekoton.
32
Hutan evergreen merupakan hutan yang kondisinya selalu dalam keadaan
hijau dan di tumbuhi dengan pohon yang besar dan kebanyakan menutupi area.
Hutan evergreen atau hutan hujan tropika merupakan jenis nabatah yang paling
subur. Hutan jenis ini terdapat di wilayah tropika di bumi ini, yang menerima
curah hujan berlimpah sekitar 2000-4000 mm setahunnya. Sedangkan menurut
Lathifah et al. (2015) hutan evergreen merupakan salah satu ekosistem yang
terdapat di Taman Nasional Baluran dan termasuk ke dalam hutan hujan
pegunungan. Hutan ini memilki keunikan yaitu selalu hijau sepanjang tahun.
Tumbuhanbawah atau semai pada suatu ekosistem berfungsi sebagai penahan
pukulan air hujandan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya erosi.
Dari hasil pengamatan didapatkan faktor abiotik yaitu nyamuk dan serasah dengan
ketebalan rata-rata 12 cm setelah dilakukan tiga kali pengulangan, sedangakan
faktor abiotiknya di dapatkan hasil yaitu hutan evergreen memiliki suhu 31o C
memiliki kelembaban udara 71,3 Rh, lalu intensitas cahaya 20,18 cd, tekstur tanah
pada hutan evergreen yang di temukan adalah loam, pH tanah 6,8 dengan
kelembapan tanah 4,5 dan kecepatan angin 4,6m/menit. Untuk analisis vegetasi
pada hutan evergreen ditemukan 7 macam tumbuhan yaitu Dryphetes acamnica,
Gebang, Klengkengan, Johar, Phaleria, Serut dan tumbuhan C yang belum
teridentifikasi. Gebang merupakan pohon yang mirip dengan pohon kelapa. Pohon
gebang merupakan tumbuhan yang memiliki tingkat dominansi/penguasaan
tertinggi. Penyebarannya antara lain meliputi pantai Bama, Evergreen, dan Telaga.
Masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Baluran menggunakan daun pohon
gebang sebagai bahan baku kerajinan tangan, sedangkan bijinya digunakan dalam
pembuatan tasbih.
Hutan musim merupakan hutan yang sifat-sifatnya mengikuti perubahan
dua musim yaitu musim
penghujan
dan
musim
kemarau, namun hutan
musim mempunyai periode musim kemarau yang lebih panjang dengan
menggugurkan daun pada saat musim kemarau tersebut, karena dalam
pertumbuhan vegetasinya dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau, tanah
kekurangan nutrisi sehingga menyebabkan tumbuhan mati/kering dan daunnya
meranggas untuk sementara, sedangkan pada musim penghujan daunnya menjadi
33
lebat. Musim kemarau yang panjang dan kering memberikan pengaruh yang nyata
terhadap terbentuknya hutan musim atau hutan monsoon. Pohon-pohon yang ada
di hutan musim umumnya tahan dari kekeringan. Ciri hutan ini antara lain, hampir
semua jenis pohon menggugurkan daun pada musim kemarau, dan pohonnya
tidak begitu tinggi. Hutan
musim
yang
terdapat
di
Baluran
dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu hutan musim dataran rendah dan hutan musim
dataran tinggi. Hutan musim dataran rendah luasnya sekitar 1.500 ha yang
berbatasan dengan hutan jati, evergreen forest, dan savana Bekol serta savana
Kramat. Sedangkan hutan musim dataran tinggi terdapat di lereng gunung
Baluran, Gunung Klosot dan Gunung Periuk. Vegetasi di hutan musim ini pada
umumnya memiliki daun yang tebal dan batangnya berduri. Dari hasil
pengamatan didapatkan faktor abiotik yaitu serasah dengan ketebalan rata-rata 5,3
cm setelah dilakukan tiga kali pengulangan, sedangakan faktor abiotiknya di
dapatkan hasil yaitu hutan musin memiliki suhu 34-36o C memiliki kelembaban
udara 52 Rh, lalu intensitas cahaya 38,600 cd, tekstur tanah pada hutan musim
yang di temukan adalah liat, pH tanah 5,6 dengan kelembapan tanah 6 Rh dan
kecepatan angin 24,6 m/menit. Analisis vegetasi pada hutan musim ditemukan 3
macam tumbuhan yaitu Caparis, Akasia, dan tumbuhan liana/gambas-gambasan.
Gebang merupakan pohon yang mirip dengan pohon kelapa.
Hutan savana merupakan padang rumput dan semak yang terdapat di
daerah tropika dan subtropika serta terpencar di antara rerumputan, serta
merupakan daerah peralihan antara hutan musim dan ekoton pada taman nasional
baluran. Padang savana pada taman nasional baluran ini merupakan identitas dari
taman nasional baluran. Savana mungkin terjadi karena keadaan tanah dan atau
kebakaran yang berulang-ulang. Tipe savana di Taman Nasional Baluran
dibedakan menjadi dua, yaitu flat savana (savana datar) dan undulting savana
(savana bergelombang). Savana datar yaitu savana yang tumbuh diatas tanah
hitam alluvial muda yang berbatu-batu seluas sekitar 1.500 – 2.000 ha di bagian
Tenggara suaka, yaitu sekitar Plalangan dan Bekol. Pada hutan savana rumput
mendominasi sebab memiliki kandungan alelopati yang dapat menghambat
tumbuhan lain untuk tumbuh disekitarnya, dan memiliki stolon yang dapat
34
memperbanyak anakannya sehingga menjadi padang rumput. Alelopati juga
sangat menghambat pertumbuhan akar semai, perkecambahan biji, pertumbuhan,
system perakaran, dan tumbuhan menjadi layu bahkan dapat menyebabkan
kematian. Faktor utama dapat atau tidak tumbuhnya suatu vegetasi adalah
kelembaban udara jika kelembaban udaranya minim maka menandakan partikel
airnya sedikit dan tidak akan ada yang dapat tumbuh pada kelembaban tanah yang
kurang seperti di hutan savana. Analisis vegetasi pada hutan savana ditemukan 3
macam tumbuhan yaitu Akasia, Widoro bekol dan juga Rumput-rumputan.
Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair
payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.
Adapun ciri-ciri hutan mangrove antara lain kadar garam air dan tanahnya tinggi,
kadar O2 air dan tanahnya tinggi, saat air pasang, lingkungannya banjir, saat air
surut lingkungannya becek dan terlumpur. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai
yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau
yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang
terlindung. Mangrove berperan penting dalam ekosistem pesisir, baik secara fisik,
biologi, maupun ekonomi, namun kelestariannya terancam akibat tekanan
aktivitas manusia. Hutan mangrove mampu melindungi pantai dari kerusakan
akibat tsunami Hasil penelitian Pratikto et al. (2002) dan Istiyanto et al. (2003)
menunjukkan bahwa energi gelombang yang sampai di pantai jauh berkurang
setelah melewati tegakan mangrove, sehingga pantai aman dari abrasi. Kerusakankerusakan kawasan mangrove terjadi akibat perubahan sifat-sifat fisika dan kimia,
meliputi suhu air, nutrisi, salinitas, hidrologi, sedimentasi, kekeruhan, substansi
beracun, dan erosi tanah, perubahan sifat-sifat biologis, meliputi terjadinya
perubahan spesies dominan, densitas, populasi, serta struktur tumbuhan dan
binatang, perubahan keseimbangan ekologi, meliputi regenerasi, pertumbuhan,
habitat dan rantai makanan, baik pada ekosistem mangrove itu sendiri maupun
pada daerah pantai yang bersebelahan (Haya dkk, 2015). Ekosistem yang terdapat
di hutan bakau sangat sedikit yang mampu bertahan hidup, hal ini karena hutan
bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi yang mengakibatkan
kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur
35
penggenangan oleh pasang-surut air laut. Maka dari itu Mangrove diketahui
mempunyai daya adaptasi fisiologis yang sangat tinggi. Mereka tahan terhadap
lingkungan dengan suhu perairan yang tinggi, fluktasi salinitas yang luas dan
tanah yang anaerob. Analisis vegetasi pada hutan mangrove ditemukan 2 macam
tumbuhan yaitu Rhizopa apiculata dan Rhizopora stilosa yang jumlahnya tak
terbatas dan mendominasi di hutan mangrove. Genus Rhizopora mempunyai akar
tunjang yang berfungsi untuk menguatkan tubuhnya atau bagian atas tumbuhan
dari pengaruh abrasi air laut.Rhizopora memiliki buah yang berbentuk seperti
tombak, jatuh dan tertancap di lumpur. Kerapatan dan dominasi pohon bakau di
hutan mangrove mampu mengabsorpsi radiasi. Namun tidak adanya pohon bakau
ini akan mengakibatkan abrasi dan populasi bandeng di hutan mangrove akan
mengalami penurunan.
Hutan pantai atau lebih tepatnya disebut vegetasi pantai atau vegetasi
pantai berpasir adalah
tutupan vegetasi
yang tumbuh dan berkembang
di pantai berpasir di atas garis pasang tertinggi di wilayah tropika. Secara umum,
hutan ini terletak di tepi pantai, tumbuh pada tanah kering berpasir dan berbatu
dan tidak terpengaruh oleh iklim serta berada di atas garis pasang tertinggi.
Daerah penyebaran utama hutan pantai terdapat di Sumatera, Jawa, Bali dan
Sulawesi. Hutan pantai digunakan sebagai tempat saltlick oleh berbagai spesies
binatang, khususnya mamalia besar. Saltlick merupakan aktivitas binatang untuk
memperoleh garam mineral untuk memelihara kesimbangan fisiologis cairan
tubuhnya. Salah satu fauna yang sering tercatat berada di hutan pantai baluran
adalah monyet. Pantai Baluran terdiri dari pasir hitam, putih, batu pantai yang
hitam kecil, atau lereng karang, tergantung daerahnya. Vegetasi pantai yang
tumbuh adalah formasi Baringtonia yang berkembang baik di antara Pandean dan
Tanjung Candibang, pandan (Pandanus tectorius) di Tanjung Bendi, Pemphis
acidula di Air Karang. Dari hasil pengamatan didapatkan faktor abiotik yaitu
serasah dengan ketebalan rata-rata 3,6 cm setelah dilakukan tiga kali pengulangan,
sedangakan faktor abiotiknya di dapatkan hasil yaitu hutan pantai memiliki suhu
29-31o C memiliki kelembaban udara dengan rata-rata 81,6 Rh, lalu intensitas
cahaya 1447 cd, tekstur tanah pada hutan pantai yang di temukan adalah liat, pH
36
tanah rata-rata 6,3 dengan kelembapan tanah 2,6 dan kecepatan angin rata-rata
24,5 m/menit. Analisis vegetasi pada hutan pantai ditemukan 4 macam tumbuhan
yaitu Pohpohan, Gebang, Tumbuhan A dan Tumbuhan B yang belum
teridentifikasi.
Hutan ekoton berada diantara dua ekosistem yang berbeda. Ekoton
termasuk ke dalam hutan transisional antara hutan musim dan hutan pantai. Ciri
khasnya yaitu hanya didominasi oleh satu spesies saja. Komunitas ekotone
biasanya banyak mengandung organisme dari masing-masing komunitas yang
saling tumpang tindih sehingga akan memunculkan organisme-organisme yang
khas dan sering kali hanya terdapat pada daerah ekoton. Kondisi air di hutan ini
dalam keadaan baik sehingga tumbuhan yang hidup ukurannya besar dan
menunjukkan ekologisnya baik. Vegetasi yang dominan pada hutan ekoton ini
adalah gebang, karena gebang cocok dengan salinitas yang ada di ekoton Baluran.
Dari hasil pengamatan didapatkan faktor abiotik yaitu serasah dengan ketebalan
rata-rata 3,3 cm setelah dilakukan tiga kali pengulangan, sedangakan faktor
abiotiknya di dapatkan hasil yaitu hutan ekoton memiliki suhu 31-32o C memiliki
kelembaban udara dengan rata-rata 71,6 Rh, lalu intensitas cahaya 4,853 cd,
tekstur tanah pada hutan ekoton yang di temukan adalah liat, pH tanah rata-rata
5,1 dengan kelembapan tanah 5,1 dan kecepatan angin rata-rata 0,1 m/menit.
Analisis vegetasi pada hutan ekoton ditemukan 3 macam tumbuhan yaitu Gebang,
ficus sp dan Asem.
Alam Indonesia terdiri dari berbagai daratan dan perairan yang
membentuk ekosistem nusantara, yang membentang dari Sabang sampai Merauke.
Ekosistem tersebut mempunyai suatu relung ekologi yang khas seperti ekosistem
hutan. Letak geografis Indonesia yang berada pada 60 LU-110 LS dan 950 -1400
BT.Serta diantara benuabenua Asia dan Australia, mengakibatkan adanya zona
vegetasi hutan dan tipe-tipe hutan yang berbeda. Perbedaan tipe hutan tersebut
menghadirkan pola keanekargaman dan struktur spesies vegetasi hutan yang
kompleks.Spesies vegetasi hutan erat kaitannya dengan faktor biotik dan abiotik.
Keanekaragaman jenis tumbuhan adalah bervariasinya tingkat genetik pada
berbagai jenis tumbuhan dalam suatu area Keberadaan tanaman di dalam suatu
37
ekosistem memilki pengaruh besar terhadap ketersediaan oksigen bagi makhluk
hidup di bumi.
Keanekargaman tumbuhan pada suatu ekosistem memberikan
keunikan bagi ekosistem tersebut.Selain fungsi secara fisiologis, beberapa jenis
tumbuhan telah diidentifikasi sebagai jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan sebagai sumber energi alternatif
(Lathifah,dkk.2015).
A. Hutan Evergreen
Taman Nasional Baluran memiliki lebih dari satu ekosistem alami yang
memberikan kekayaan dan ciri khas tersendiri. Hutan evergreen merupakan salah
satu ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Baluran dan termasuk ke dalam
hutan hujan pegunungan. Hutan ini memilki keunikan yaitu selalu hijau sepanjang
tahun. Tumbuhan bawah atau semai pada suatu ekosistem berfungsi sebagai
penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya
erosi. Sedangkan keberadaan tumbuhan pohon tidak hanya memberikan fungsi
secara
ekologis
melainkan
memberikan
nilai
ekonomi
bagi
negara
(Lathifah,dkk.2015). Vegetasi merupakan kumpulan dari beberapa jenis
tumbuhtumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat dimana antara
individu
penyusunnya
terdapat
interaksi
yang
erat,
baik
di
antara
tumbuhtumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan
lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari
individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan dimana
individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu
komunitas yumbuh-tumbuhan. Terdapat beberapa vegetasi yang di temukan di
dalam hutan evergreen ini. Yaitu Dryphetes acaminaca, Gebang, Klengkengan,
Johar, Phaleria, Serut dan tumbuhan C. Vegetasi yang mendominasi pada hutan
evergreen ini adalah Dryphetes acaminaca, dimana terlihat tumbuh di sepanjang
hutan evergreen. Kelembapan udara pada hutan evergreen cukup tinggi, sehingga
menyuguhkan suasana sejuk, Pada hutan evergreen merupakan hutan yang
kondisinya selalu dalam keadaan hijau dan di tumbuhi dengan pohon yang besar
menutupi area hutan evergreen ini. Di dapatkan hasil pengamatan terdapat faktor
38
dengan adanya vegetasi yang banyak. Masing – masing karakteristik tumbuhan
dari plot pada ekosistem hutan evergreen tersebut meliputi :
1. Dryphetes acaminaca
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Rosidae
Ordo
: Malpighiales
Famili
: Putranjivaceae
Genus
: Dryphetes
Spesies
: Dryphetes acaminaca
Tumbuhan Dryphetes acaminaca merupakan tumbuhan yang paling
banyak tumbuh dan hidup pada ekosistem hutan evergreen, memiliki bentuk daun
jorong dan berwarna hijau tua dan rata – rata tumbuhan Dryphetes acaminaca
memiliki tinggi sekitar 3 hingga 10 meter. Bagian daun abaksial yang lebih halus
daripada bagian daun adaksial. Pada pengeplotan yang kami amati, tumbuhan
Dryphetes acaminaca sejumlah 11.
2. Gebang (Corypha utan)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Arecales
Famili
: Arecaceae
Genus
: Corypha
Spesies
: Corypha utan
Spesies gebang Pohon palma yang besar, berbatang tunggal, tinggi sekitar
15-20 m. kami menemukan saat di plot sebanyak 5 pohon. Daun daun besar
berbentuk kipas, bulat menjari dengan diameter 2-3,5 m,termasuk daun tunggal
bercangap dan memiliki pelepah daun, terkumpul di ujung batang (roset batang);
bertangkai panjang hingga 7 m, lebar, beralur dalam serta berduri tempel di
39
tepinya. Bekas-bekas pelepah daun pada batang membentuk pola spiral. Gebang
hanya berbunga dan berbuah sekali, yakni di akhir masa hidupnya. Karangan
bunga muncul di ujung batang (terminal), sesudah semua daunnya mati, berupa
malai tinggi besar 3-5 m, dengan ratusan ribu kuntum bunga kuning kehijauan
yang berbau harum. Buah bentuk bola bertangkai pendek, hijau, 2-3 cm
diameternya.
3. Klengkengan (Dimocarpus longan)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Tracheophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Sapindales
Famili
: Sapindaceae
Genus
: Dimocarpus
Spesies
: Dimocarpus longan
Tanaman
Kelengkeng
memiliki buah
yang
bulat,
warna
coklat
kekuningan, hampir gundul, licin, berbutir-butir, berbintil kasar atau beronak,
bergantung pada jenisnya. Daging buah (arilus) tipis berwarna puith dan agak
bening. Pembungkus biji berwarna coklat kehitaman, mengkilat. Terkadang
berbau agak keras, Tanaman Kelengkeng Bijinya berbentuk bulat, terdiri dari dua
keping dan dilapisi kulit biji yang berwarna hitam. Daging bijinya sendiri
berwarna putih, mengandung karbohidrat, sedikit minyak, dan saponin,
Perbungaan umumnya di ujung (flos terminalis), panjangnya sekitar 4-80 cm,
lebat dengan bulu-bulu kempa, bentuk payung menggarpu. Mahkota bunga lima
helai, panjang hingga 6 mm. Tanaman Kelengkeng memiliki akar tunggang yang
dalam dan akar kesamping yang luas. Tanaman Kelengkeng memiliki daun
majemuk, dengan 2-4 pasang anak daun, sebagian besar berbulu rapat pada
aksialnya. Tangkai daun 1-20 cm, tangkai anak daun 0,5-3,5 cm. Anak daun bulat
memanjang.
4. Johar (Senna siamea)
Klasifikasi
:
40
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Senna
Spesies
: Senna siam
Tumbuhan johar (Senna siamea), merupakan pohon, dengan tinggi 2 – 20
m dengan batang lurus dan pendek, dan jarang melebihi 50 cm. Pepagan (kulit
batang) berwarna abu-abu kecoklatan pada cabang yang muda dengan
percabangan melebar membentuk tajuk yang padat dan membulat. Daun menyirip
genap, 10 – 35 cm panjangnya; dengan tangkai bulat torak sepanjang 1,5 -3,5 cm
yang beralur dangkal di tengahnya; poros daun tanpa kelenjar; daun penumpu
meruncing kecil, lk. 1 mm, lekas rontok. Anak daun 4 - 16 pasang, agak
menjangat, jorong hingga jorong-bundar telur, 3 – 8 cm × 1- 2,5 cm, panjang 2 - 4
× lebarnya, pangkal dan ujungnya membulat atau menumpul, gundul dan
mengkilap di sisi atas, dengan rambut halus di sisi bawah.
5. Mahkota dewa (Phaleria sp.)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Myrtales
Famili
: Thymelaeaceae
Genus
: Phaleria
Spesies
: Phaleria sp.
Tanaman Phaleria sp. sebagai tumbuhan dengan bunga dan juga biji.
Bentuknya layaknya pohon yang tumbuh ke atas (tidak merambat) dan memiliki
usia yang tergolong panjang atau parenial. Adapun tinggi maksimal mahkota
41
dewa adalah 1 hingga 2,5 meter. Batang pohonnya berkayu, silindris, berwarna
coklat dengan permukaan cenderung kasar dan dilengkapi dengan sistem
percabangan yang miring ke atas. Akar tanaman mahkota dewa bersifat tunggang
sedangkan daunnya bersifat tunggal. Bentuk daun ini agak menjorong dengan
panjang 7 sampai 10 cm dan lebar 2 sampai 2,5 cm. Warnanya hijau tua dan
tersusun secara folia oposita atau berhadapan. Bentuk biji bulat dan pada usia
muda berwarna hijau saat matang berwarna merah terang. Buah tersusun atas serat
dan air dan memiliki biji.
6. Serut (Streblus asper)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliphyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Urticales
Famili
: Moraceae
Genus
: Streblus
Spesies
: Streblus asper
Pohon Serut mampu tumbuh menyemak sampai pohon menengah setinggi
4 -10 meter, bentuk daun persegi panjang-bulat telur sampai belah ketupat dengan
panjang 4-12 cm. Di Baluran kami menemukan saat di plot sebanyak 6 permukaan
daunnya kasar, tepi daun bergerigi, ujung runcing, pangkal daun meruncing,
tulang daun menyirip. Bunga laki-laki pendek dan kuning kehijauan. Bunga femal
adalah peduncled, biasanya berpasangan, hijau dan hampir penutup buah. Buah
berbentuk bulat, dengan panjang 8-10 milimeter, kuning pucat, pericarpnya
lembut dan berdaging, sedangkan bijinya bulat telur dengan diameter 5-6
milimeter. Penyebaran pohon Serut ini dari sekitar India, Sri Lanka dan Asia
Selatan sampai ke Asia Tenggara (termasuk Filipina). Di Indonesia saat ini Pohon
Serut banyak dijumpai selain di Taman Nasional Baluran sebagai salah satu
habitat alaminya,
Pohon Serut sangat apik jika dibonsai karena mempunyai
perakaran tunjang yang kuat, berwarna coklat keputihan dengan batang berkayu,
silindris, banyak cabang tinggi atau rendah, batang retak/bercelah, kulit batang
42
hampir mengelupas, abu-abu. Dengan system percabangan yang banyak
menjadikan Pohon Serut banyak diminati karena memudahkan.
7. Tumbuhan C
Dalam suatu hutan evergreen, kami menemukan tumbuhan yang mana,
tumbuhan kali ini kami belum mengetahui nama atau jenis tumbuhannya,
sehingga dalam kelompok atau team kami memberikan symbol sebagai
“Tumbuhan C”. Dalam plot yang kami temukan hanya sedikit bagian dari spesies
tumbuhan ini yaitu hanya berjumlah 1 saja. Yang mana tumbuhan C ini, memiliki
ciri-ciri perakaran tunggang, batang berkayu, dan susunan pertulangan daun yaitu
menyirip.
B. Hutan Musim
Hutan musim di baluran dapat dipisahkan dalam 2 kelompok, yaitu hutan
musim dataran rendah dan datran tinggi. Hutan musim memiliki luas 1.500 ha
yang berbatasan dengan hutan jati, evergreen dan savana. Sedangkan hutan musim
dataran tinggi terdapat di lereng gunung baluran, gunung klosot dan periuk. Hutan
musim merupakan hutan dengan curah hujan yang tinggi yang sifat-sifatnya
mengikuti perubahan 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau,
namun mempunyai periode musim kemarau yang panjang dengan menggugurkan
daun pada saat musim kemarau tersebut. Pada saat musim kemarau, banyak
pohon-pohon yang menggugurkan daunnya, dimana dalam pertumbuhan
vegetasinya dipengaruhi oleh musim. Tingkat keguguran daun pada suatu
tumbuhan saat musim kemarau bergantung pada keras dan panjangnya musim
kemarau. Pohon-pohon yang ada di hutan musim umumnya tahan dari kekeringan
dan termasuk tumbuhan tropofit artinya mampu beradaptasi dengan keadaan
kering dan keadaan basah. Pada musim kemarau, tanah kekurangan nutrisi
sehingga menyebabkan tumbuhan mati/kering dan daunnya meranggas untuk
sementara, sedangkan pada musim penghujan daunnya menjadi lebat. karena
keamarau yang panjang ini mengakibatkan suhu pada hutan musim terus
mengalami kenaikan, dan karena kenaikan tersebut mengakibatkan tanaman
mengalami devisit air yang sangat banyak mengakibatkan tanaman pada hutan
musim yang kami termui kering dan daunnya rata-rata meranggas sehingga tidak
43
ada daun hijau yang di temukan. Kelembaban pada hutan musim ini di lihat
menggunakan alat pengukur kelembaban 3540 berdasarkan hal tersebut pada
kelembaban tersebut di ketahui bahwa kelembaban tersbeut merupakan rendah hal
tersebut di karenakan pada hutan musim ini merupakan hutan yang musim
keringnya lebih panjang jika di bandingkan dengan hutan hujannya maka
kelembaban pun lebih rendah. Intensitas cahaya yang di temukan pada saat
pengamatan 520 cd hal tersbut sudah sesuai dengan teori karena hutan musim ini
mengalami musim kemarau yang panjang di bandingkan dengan musim hujannya
mengakibatkan dan banyak yang berguguran dan mati mengakibatkan hutan tidak
lagi rimbun cahaya pun banyak yang masuk pada hutan tersebut dan intensitas
cahaya pun tinggi. Tekstur tanah pada hutan musim ini yang di amati sudah sesuai
dengan teori yang ada dimana pada saat pengamatan berlangsung di dapatkan
tekstur tanah liat, merupakan tanah yang dapat mengikat partikel-partikel air yang
sangat banyak, dengan tekstur tanah liat ini mengakibatkan tanaman tidak
kekurangan air karenatanah liat ini nantinya ketika hujan akan menyimpan
partikel air yang sangat banyak sehingga pada saat musim kemarau tumbuhan
tidak akan mengalami kematian karena banyak partikel air yang terdapat pada
tanah tersebut. Hal tersebut sesuai dengan teori Rahmawati (2007) hutan musim
Taman Nasional Baluran merupakan kawasan Agro Climatic karena mempunyai
musim kemarau lebih dari enam bulan, sehingga dengan keterbatasan ekologis
cenderung mendorong spesies-spesies yang tumbuh adalah spesies-spesies yang
mampu beradaptasi pada kondisi dengan spesifikasi kering.
Masing – masing karakteristik tumbuhan dari plot pada ekosistem hutan
Musim tersebut meliputi :
1. Caparis spinosa
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Capparales
Famili
: Capparaceae
44
Genus
: Caparis
Spesies
: Caparis spinosa
Tanaman Caparis mempunyai daun yang bulat dan berisi serta bunga yang
besar berwarna putih ke putih kesumba. Tumbuhan ini dikenali kerana putik
bunganya yang boleh dimakan serta sering dibuat perisa dan buahnya (beri kaper),
kedua-duanya sering dijerukkan. Capparis spesis lain yang turut dipetik bersama
ialah C. spinosa untuk putik dan buahnya. Bahagian tanaman lain pohon Capparis
ini digunakan untuk pembuatan ubat dan kosmetik. Tumbuhan reneknya
mempunyai banyak cabang, dengan daun yang berselang, tebal dan berkilat, bulat
hingga ke bujur bentuknya. Bunganya lengkap, manis baunya dan mempunyai
empat sepal dan empat kelopak putih putih ke putih kesumba, dengan stamen
panjang berwarna ungu, dan stigma tunggal yang.menaik di atas stamen. Tanaman
Caparis yang ditemukan adalah sejumlah 16.
2. Akasia (Acacia denticulosa)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Acacia
Spesies
: Acacia denticulosa
Tanaman akasia adalah tanaman kayu-kayuan yang termasuk ke dalam
family Fabaceae dan genus Acacia. Tanaman ini sebetulnya berasal dari Amerika
bagian utara, kendati pun nama Akasia sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu
‘akis’ yang berarti duri. Dalam bahasa Inggris akasia dinamai denga sebutan
whistling thorns, Wattles, yellow-fever acacia, atau umbrella acacias tergantung
dari spesiesnya, yang cukup banyak spesies yaitu sekitar 1.300 an. Dulunya
tanaman akasia hanya digunakan sebagai salah satu tanaman peneduh di tepi-tepi
jalan. Ia juga merupakan tanaman penahan banjir di lereng-lereng sungai yang
tandus, mengingat tanaman ini memang terbukti bisa tumbuh dengan subur
45
sekalipun ditanam di tanah marginal. Kendati demikian, tanaman dengan nama
latin Akasia denticulosa ini tergolong tanaman yang rapuh, sebab cabangnya
sangat mudah patah meski hanya tersapu oleh angin yang tidak terlalu kencang.
Bagi dunia kesehatan, tanaman dengan nama latin akasia ini digunakan untuk
menanggulangi problem ejakulasi dini yang umum diderita para pria. Tidak hanya
itu, akar akasia juga sering diolah menjadi obat penyakit rabies. Adapun zat tanin
yang dikandungnya bisa dipakai sebagai astringent dengan melewati proses
penguapan kayu akasia. Lebih jauh, tanaman ini nyatanya juga bisa berguna untuk
menstabilkan kadar gula darah dengan tutorial merebus serta meminumnya
dengan cara teratur.
3. Liana (Derris sp.)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Papilionaceae
Genus
: Derris
Spesies
: Derris sp.
Liana adalah tumbuhan yang biasanya tumbuh melilit atau memanjat, pada
pohon Liana yang kami temukan kami tidak mengetahui jenis liana apa yang
kami temukan dalam plot di hutan musim, jumlah tumbuhan ini dalam plot yaitu
1 pohon. Liana tumbuh memanjat pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi
dalam upaya mendapatkan cahaya matahari ,tetapi akar tetap berada didalam
tanah sebagai sarana untuk mendapatkan makanan. Karakteristik dari liana ini,
batang bukan sebagai menanggung berat tumbuhan,tapi fleksibel dan memiliki
kekuatan tarik menarik yang besar. Batang berevolusi untuk menahan, menarik
dan memutar. Pertumbuhan tunas sangat cepat. Ada penudaan yang lama dalam
pembesaran daun sampai batang atau sumbu silinder menjadi nmelilit
mendukung. Batang berkayu relatif sempit dibanding luas daun. Batang kayu
sangat fleksibel untuk membungkuk,memutar dan melingkar. Liana biasanya
46
bukan parasit namun dapat melemahkan tumbuhan lain yang menjadi penyangga
dan berkompetisi terhadap cahaya.
C. Hutan Pantai
Pada daerah hutan pantai terdapat spesies yang memiliki akar napas
karena habitatnya tergenang air dan dengan kadar garam yang tinggi, sehingga
memiliki kelarutan oksigen yang rendah. Daerah pantai merupakan daerah
perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat. Karena hempasan
gelombang dan hembusan angin maka pasir dari pantai membentuk gundukan ke
arah darat. Setelah terbentuknya gundukan pasir itu biasanya terdapat hutan yang
dinamakan hutan pantai. Hutan pantai, menyebar di sepanjang pantai yang tidak
tergenang oleh pasang surut air laut dengan luas kurang lebihnya 3,3 juta hektar.
Ciri umum ekosistem ini antara lain adalah tidak terpengaruh iklim, tanah kering
(tanah pasir, berbatu karang, lempung), tanah rendah pantai, pohon kadangkadang ditumbuhi epyphit. Tipe ekosistem hutan pantai terdapat di daerah-daerah
kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas
garis pasang tertinggi. Di daerah seperti itu pada umumnya jarang tergenang oleh
air laut, namun sering terjadi atau terkena angin kencang dengan hembusan
garam. Menurut hasil pengamatan pada kelompok kami di hutan pantai taman
nasional baluran, pada vegetasi yang ditemukan dengan metode kuadrat. Tanaman
yang teridentifikasi di dalam plot yang kami buat adalah tanaman Poh-pohan
sebanyak 1 pohon, Pohon gebang
sebanyak 1 pohon dan tumbuhan Liana
sebanyak 11 pohon serta pohon kendal sejumlah 3 pohon. Tipe ekosistem hutan
pantai terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir
atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Di daerah seperti itu pada
umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering terjadi atau terkena angin
kencang denganembusan garam. tanah dan ph tanah yang telah diukur, hutan ini
memiliki rata-rata suhu 340 C, kelembapan udara 61, intensitas cahaya 52,5 cd,
ketebalan serasah tanah 2 cm, pH tanah 6,9, kelembapan tanah 1, kecepatan angin
8. Spesies pohon Liana merupakan spesies terbanyak yang mendominasi hutan
pantai ini.
47
Masing – masing karakteristik tumbuhan dari plot pada ekosistem hutan
Pantai tersebut meliputi :
1. Poh – Pohan (Pilea melastomoides)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Urticales
Famili
: Urticaceae
Genus
: Pilea
Spesies
: Pilea melastomoides
Poh-pohan memiliki ciri-ciri berdaun lebar dengan aroma yang harum.
Tumbuhan ini biasa ditemukan di daerah lembah.
2. Gebang (Corypha utan)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Arecales
Famili
: Arecaceae
Genus
: Corypha
Spesies
: Corypha utan
Spesies gebang Pohon palma yang besar, berbatang tunggal, tinggi sekitar
15-20 m. kami menemukan saat di plot sebanyak 1 pohon. Daun daun besar
berbentuk kipas, bulat menjari dengan diameter 2-3,5 m,termasuk daun tunggal
bercangap dan memiliki pelepah daun, terkumpul di ujung batang (roset batang);
bertangkai panjang hingga 7 m, lebar, beralur dalam serta berduri tempel di
tepinya. Bekas-bekas pelepah daun pada batang membentuk pola spiral. Gebang
hanya berbunga dan berbuah sekali, yakni di akhir masa hidupnya. Karangan
bunga muncul di ujung batang (terminal), sesudah semua daunnya mati, berupa
malai tinggi besar 3-5 m, dengan ratusan ribu kuntum bunga kuning kehijauan
48
yang berbau harum. Buah bentuk bola bertangkai pendek, hijau, 2-3 cm
diameternya.
3.
Liana (Derris sp.)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Papilionaceae
Genus
: Derris
Spesies
: Derris sp.
Liana adalah tumbuhan yang biasanya tumbuh melilit atau memanjat, pada
pohon Liana yang kami temukan kami tidak mengetahui jenis liana apa yang
kami temukan dalam plot di hutan musim, jumlah tumbuhan ini dalam plot yaitu
11 pohon. Liana tumbuh memanjat pada tumbuhan lain yang lebih besar dan
tinggi dalam upaya mendapatkan cahaya matahari ,tetapi akar tetap berada
didalam tanah sebagai sarana untuk mendapatkan makanan. Karakteristik dari
liana ini, batang bukan sebagai menanggung berat tumbuhan,tapi fleksibel dan
memiliki kekuatan tarik menarik yang besar. Batang berevolusi untuk menahan,
menarik dan memutar. Pertumbuhan tunas sangat cepat. Ada penudaan yang lama
dalam pembesaran daun sampai batang atau sumbu silinder menjadi nmelilit
mendukung. Batang berkayu relatif sempit dibanding luas daun. Batang kayu
sangat fleksibel untuk membungkuk,memutar dan melingkar. Liana biasanya
bukan parasit namun dapat melemahkan tumbuhan lain yang menjadi penyangga
dan berkompetisi terhadap cahaya.
4. Kendal (Cordia dichotoma)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Tracheophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Lamiales
49
Famili
: Baroginaceae
Genus
: Cordia
Spesies
: Cordia dichotoma
Tanaman Kendal merupakan tanaman semak,yang ditemuka sebanyak 3
pohon dalam plot yang kami lakukan. Kendal ini memiliki system perakaran
tunggang dengan daun berseling berbentuk lonjong hingga bulat telur
dan
berwarna hijau dengan pertulangan daun menyirip,ujung daun dan batang daun
merincing atau lancip hingga membulat dengan tepi agak berombak. Bunga
Kendal berupa bunga majemuk yang terdapat diketiak daun.Warna bunga mulai
putih
kekuningan hingga hijau.Buahnya berbentuk bulat telur berwarna
putihkekeuningan hingga orange dan menjadi berwarna
merah muda ketika
matang.Buah Kendal berukuran kecil dengan panjang sekitar 0,5 –1,5 cm.
D. Hutan Mangrove
Ekosistem hutan mangrove merupakan ekosistem batas dan kaya akan
nutrisi,sebagai habitat nener. Tumbuhan yang dominan pada ekosistem adalah
Rhizopora. Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun
labil.
Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh
vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan.
Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda
(salineyoung soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai
kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik,
total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat
laut dan tinggi pada bagian arah daratan. Bersifat dinamis karena hutan mangrove
dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan
perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak
dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala. Ekosistem yang terdapat di hutan
bakau sangat sedikit yang mampu bertahan hidup, hal ini karena hutan bakau
bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi yang mengakibatkan
kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur
penggenangan oleh pasang-surut air laut. Maka dari itu Mangrove diketahui
mempunyai daya adaptasi fisiologis yang sangat tinggi. Mereka tahan terhadap
50
lingkungan dengan suhu perairan yang tinggi, fluktasi salinitas yang luas dan
tanah yang anaerob. Salah satu faktor yang penting adalah system pengudaraan di
akar-akarnya.
Jenis tumbuhan yang ada di hutan mangrove di pantai Bama
Taman Nasional Baluran yang mendominasi adalah pohon bakau atau
Rhizophora.Genus Rhizopora mempunyai akar tunjang yang berfungsi untuk
menguatkan tubuhnya atau bagian atas tumbuhan dari pengaruh abrasi air
laut.Rhizopora memiliki buah yang berbentuk seperti tombak, terbuang bersama
gugurnya daun. Adapun ciri-ciri hutan mangrove antara lain kadar garam air dan
tanahnya tinggi, kadar O2 air dan tanahnya tinggi, saat air pasang, lingkungannya
banjir, saat air surut lingkungannya becek dan terlumpur. Sebagai daerah
peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat
lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya fluktuasi
beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Oleh karena
itu, jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi yang besar
terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor tersebutlah yang dapat bertahan dan
berkembang. Kenyataan ini menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove
kecil, akan tetapi kepadatan populasi masing-masing umumnya besar.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa dari gambaran profil
ekosistem mangrove tampak bagian depan didominasi secara merata oleh
Rhizophora yang mempunyai ketinggian sekitar 3-4 meter.
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Famili
: Rhizophoraceae
Genus
: Rhizophora
Spesies
: Rhizophora sp.
E. Hutan Ekoton
Hutan Ekoton termasuk ke dalam hutan transisional antara hutan musim
dan hutan pantai. Ciri khasnya yaitu hanya didominasi oleh satu spesies saja.
51
Ekoton jarang ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Spesies yang paling
mendominasi yaitu Gebang (Corypha utan). Ada beberapa hal yang membedakan
dari sebuah ekoton. Pertama, sebuah ekoton dapat memiliki transisi vegetasi
tajam, dengan garis tegas antara dua komunitas. Misalnya, perubahan warna
rumput atau tanaman hidup dapat mengindikasikan ekoton. Kedua, perubahan
dalam fisiognomi (penampilan fisik dari spesies tanaman) dapat menjadi indikator
kunci. Para ilmuwan melihat variasi warna dan perubahan tinggi tanaman. Ketiga,
perubahan spesies dapat menandakan ekoton. Akan ada organisme tertentu pada
satu sisi dari sebuah ekoton atau yang lain. Seperti yang diketahui. Ekoton
merupakan zona transisi, yaitu peralihan dua atau lebih komunitas yang berbeda
antara habitat air tawar dan habitat lautan. Dimana komunitas ekoton biasanya
banyak mengandung organisme dari masing-masing komunitas yang saling
tumpang tindih sehingga akan memunculkan organisme-organisme yang khas dan
sering kali hanya terdapat pada daerah ekoton. Berdasarkan hasil pengamatan dan
penjelasan dari dosen pendamping study lapang dapat diketahui bahwa spesies
pohon Gebang (Corypha utan) memiliki tingkat dominasi spesies yang lebih
tinggi dibandingkan dengan spesies yang lain. Tingginya tingkat densitas dari
spesies pohon yang menempati suatu ekosistem tertentu ini disebabkan oleh
banyak faktor, diantaranya adalah species tersebut memiliki toleransi yang lebar
atau preferensi tertentu terhadap keadaan lingkungan. Faktor lainnya adalah
faktor lingkungan yang mendukung seperti pH, suhu dan kelembaban yang cocok
guna untuk mendukung pertumbuhan populasi selain itu juga memiliki
kemampuan bersaing yang cukup kuat terhadap tanaman lain untuk tetap
bertahan, hidup di lingkungannya. Faktor abiotik yang di ukur adalah pengukuran
suhu, kelembapan, intensitas cahaya, tekstur tanah, ketebalan serasah tanah dan ph
tanah yang telah diukur, hutan ini memiliki rata-rata ketebalan serasah tanah 0,23
cm, pH tanah 7, kelembapan tanah 0. Hutan ekoton kelembapannya relatif
lembab, suhu relatif rendah, intensitas cahayanya paling teduh dan arah
pergerakan angin yang rendah. Kadar salinitas yang rendah dan ketebalan serasah
yang lebih tebal membuat hutan ekoton cenderung ditumbuhi oleh spesies yang
kurang bervariasi. Pada ekoton, tanaman yang paling dominan yaitu gebang
52
(Corypha utan) walaupun ada yang lain tetapi tumbuhan lain tersebut terdapat
pada ekoton bagian tepi bukan bagian tengah ekoton. Ekoton di daerah lain belum
tentu yang dominan itu adalah tanaman gebang, bisa jadi tanaman yang lain yang
lebih dominan tergantung dari kondisi lingkungannya. Kebetulan di ekoton
Taman Nasional Baluran ini tanaman yang paling dominan adalah gebang. Karena
gebang cocok dengan salinitas yang ada di ekoton Baluran sehingga tanaman ini
dapat tumbuh dengan baik di ekoton Baluran.
Berikut keterangan mengenai
spesies yang ditemukan pada hutan ekoton menurut hasil plot yang telah kami
buat:
1. Gebang Gebang (Corypha utan)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Arecales
Famili
: Arecaceae
Genus
: Corypha
Spesies
: Corypha utan
Spesies gebang Pohon palma yang besar, berbatang tunggal, tinggi sekitar
15-20 m. Daun daun besar berbentuk kipas, bulat menjari dengan diameter 2-3,5
m,termasuk daun tunggal bercangap dan memiliki pelepah daun, terkumpul di
ujung batang (roset batang); bertangkai panjang hingga 7 m, lebar, beralur dalam
serta berduri tempel di tepinya. Bekas-bekas pelepah daun pada batang
membentuk pola spiral. Gebang hanya berbunga dan berbuah sekali, yakni di
akhir masa hidupnya. Karangan bunga muncul di ujung batang (terminal), sesudah
semua daunnya mati, berupa malai tinggi besar 3-5 m, dengan ratusan ribu
kuntum bunga kuning kehijauan yang berbau harum. Buah bentuk bola bertangkai
pendek, hijau, 2-3 cm diameternya.
2. Ficus sp.
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
53
Divisi
: Tracheophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Rosales
Famili
: Moraceae
Genus
: Ficus
Spesies
: Ficus sp.
Ficus sp. adalah genus tumbuh-tumbuhan yang secara alamiah tumbuh di
daerah tropis dengan sejumlah spesies hidup di zona ugahari. Terdiri dari sekitar
850 spesies, jenis-jenis Ficus ini dapat berupa pohon kayu, semak, tumbuhan
menjalar dan epifit serta hemi-epifit dalam familia Moraceae. Secara umum jenisjenisnya dikenal sebagai ara, pohon ara atau kayu ara Pohon tin (Common Fig;
Ficus ) adalah spesies yang banyak ditemukan di daerah Asia Barat Daya, Timur
Tengah dan sekitar Laut Tengah (dari Afganistan sampai Portugal), dan
dibudidayakan sejak zaman purba karena buahnya. Buah yang dihasilkan
kebanyakan spesies dapat dimakan, meskipun hanya mempunyai nilai ekonomi
lokal. Namun, buah-buah ini umumnya merupakan sumber makanan yang penting
bagi banyak hewan liar. Pohon-pohon ara juga berperan penting dalam
kebudayaan baik karena nilai religinya, seperti halnya pohon beringin (F.
benjamina) dan pohon bodhi (F. religiosa), maupun karena banyak kegunaan
praktis yang dihasilkannya.
3. Asam (Tamarindus sp.)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Tamarindus
Spesies
: Tamarindus sp.
Tanaman asam merupakan tumbuhan yang tumbuh didaerah tropis
yang
berbuah polong, Tamarindus sp.,memiliki akar tunggang, batang berukuran besar
54
dan berkayu dapat berukuran sekitar 30 meter dengan diameter yang mampu
mencapai 2 meter, daun majemuk menyirip genap, bertepi rata dan berwarna
hijau,daunnya akan berguguran menjelang keluarnya bunga. Bunga pada asam
berwarna kekuningan yang tersusun dalam tandan renggang dan tumbuh di ketiak
daun atau diujung ranting. Buah pada asam
berbentuk polong yang
menggembung,hamper silindris, bengkok atau lurus,dengan jumlah biji mencapai
sekitar 10 butir dalam tiap polongnya. Daging buah berwarna putih,kehijauan saat
muda dan berubah menjadi merah kecoklatan sampai kehitaman ketika sangat
masak. Rasa buah masam, biji coklat kehitaman, mengkilap dan keras, berbentuk
agak persegi.
F. Hutan Savana
Padang savana pada taman nasional baluran ini merupakan identitas dari
taman nasional baluran ini karena padang svan ini di ibaratkan sebagai afrikanya
Indonesia berada di baluran. Sehingga dapat kita ketahui bahwa padang savana ini
sangat penting keberadaannya di dalam taman nasional baluran ini karena menjadi
ciri khas dan satus atunya di indonesia. Apabila keberadaan atau kelestariannya
terganggu maka akan berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lainnya,
sehingga keberadaannya harus di pertahankan. Kemudian masalah lainnya adalah
tingginya intensitas penggembalaan liar di kawasan taman nasional. Walaupun hal
ini telah berlangsung lama, akan tetapi dampak dari kegiatan ini banyak
mempengaruhi ekosistem savana. Terdapat berbagai cara yang telah di lakukan
oleh pengelola taman nasional yaitu yang pertama adalah penghilangan
A.
nilotica dengan memberantas secara manual dengan biaya yang tentunya tidak
sedikit dan juga mencegah keberadaan dari penggembala liar di dalam baluran,
tetapi semua cara yang dilakukan belum ada yang optimal dalam menyelesaikan
permasalahan
tersebut.
Kelestarian
suatu
ekosistem
tergantung
kepada
pengelolanya, karena keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari sistem
alam, dimana manusia diberi kemampuan mengelola alam ini. Begitu juga dengan
pengelolaan TN Baluran, kebijakan pihak pengelola akan mempengaruhi
ekosistem alami di kawasan ini. Masing – masing karakteristik tumbuhan dari plot
pada ekosistem savana tersebut meliputi :
55
1. Akasia (Acacia denticulosa)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Acacia
Spesies
: Acacia denticulosa
Tanaman akasia adalah tanaman kayu-kayuan yang termasuk ke dalam
family Fabaceae dan genus Acacia. Tanaman ini sebetulnya berasal dari Amerika
bagian utara, kendati pun nama Akasia sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu
‘akis’ yang berarti duri. Dalam bahasa Inggris akasia dinamai denga sebutan
whistling thorns, Wattles, yellow-fever acacia, atau umbrella acacias tergantung
dari spesiesnya, yang cukup banyak spesies yaitu sekitar 1.300 an. Dulunya
tanaman akasia hanya digunakan sebagai salah satu tanaman peneduh di tepi-tepi
jalan. Selain itu, juga merupakan tanaman penahan banjir di lereng-lereng sungai
yang tandus, mengingat tanaman ini memang terbukti bisa tumbuh dengan subur
sekalipun ditanam di tanah marginal. Kendati demikian, tanaman dengan nama
latin Akasia denticulosa ini tergolong tanaman yang rapuh, sebab cabangnya
sangat mudah patah meski hanya tersapu oleh angin yang tidak terlalu kencang.
Bagi dunia kesehatan, tanaman dengan nama latin akasia ini digunakan untuk
menanggulangi problem ejakulasi dini yang umum diderita para pria. Tidak hanya
itu, akar akasia juga sering diolah menjadi obat penyakit rabies. Adapun zat tanin
yang dikandungnya bisa dipakai sebagai astringent dengan melewati proses
penguapan kayu akasia. Lebih jauh, tanaman ini nyatanya juga bisa berguna untuk
menstabilkan kadar gula darah dengan tutorial merebus serta meminumnya
dengan cara teratur.
2. Widoro Bekol (Zyzyphus mauritiana)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
56
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Rosales
Famili
: Rhamnaceae
Genus
: Zyzyphus
Spesies
: Zyzyphus mauritiana
Merupakan tanaman perdu atau pohon kecil, biasanya bengkok, tinggi
hingga 15 m dan gemang batang hingga 40 cm. Cabang-cabang menyebar dan
acap menjuntai, dengan ranting-ranting tumbuh simpang siur dan berambut
pendek. Selalu hijau atau semi menggugurkan daun. Daun-daun penumpu berupa
duri, sendirian dan lurus (5–7 mm), atau berbentuk pasangan dimorfis, di mana
yang kedua lebih pendek dan melengkung, kadang-kadang tanpa duri, Selain
daun, buah, biji, kulit kayu, dan akarnya juga berkhasiat obat, untuk membantu
pencernaan dan sebagai tapal obat luka. Di Jawa, kulit kayu ini digunakan untuk
mengatasi gangguan pencernaan; dan di Malaysia, kulit kayu yang dihaluskan
dipakai sebagai obat sakit perut.Kulit kayu bidara diyakini memiliki khasiat
sebagai tonikum, meski tidak terlalu kuat, dan dianjurkan untuk penyakit lambung
dan usus. Kulit akarnya, dicampur dengan sedikit pucuk, pulasari, dan bawan
putih, diminum untuk mengatasi kencing yang nyeri dan berdarah.
3. Rumput (Cyperus rotundus)
Klasifikasi
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Tracheophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Poales
Famili
: Cyperaceae
Genus
: Cyperus
Spesies
: Cyperus rotundus
Ekosistem memiliki vegetasi yang berbeda - beda. Menurut penjelasan dari
pak wahyu, pada setiap ekosistem memiliki perbedaan vegetasi yang dikarenakan
memiliki kelembaban tanah yang berbeda-beda, sehingga yang mendasari
57
timbulnya perbedaan vegetasi yang terdapat pada setiap ekosistem adalah
kelembaban tanah dimana kelembaban tanah ini mengindikasi terdapatnya
partikel air. Evergreen terbentuk karena proses sedimentasi dimana pada
evergreen tersebut dulunya lebih rendah atau cekung di dalamnya terdapat banyak
sekali batuan dan ketika terjadi sedimentasi maka cadangan air lebih banyak dari
tempat lain. Sedangkan di hutan musim lebih dekat dengan air karena posisinya
bersebelahan dengan hutan evergreen tadi, dan posisi pada hutan musim ini lebih
rendah daripada hutan evergreen sehingga sisa-sisa air terdapat di hutan musim.
Pada hutan pantai ketika kita menggali tidak dalam sudah langsung di temukan air
karena posisinya yang dekat dengan air laut, akan tetapi pohon yang biasanya
menyerap air yang di dekat pantai ini cenderung lebih besar, akan tetapi mudah
sekali roboh dan keropos. Hal ini dapat terjadi di karenakan batuan berada di
bawah hutan pantai ini batuannya padas sehingga sistem perakarannyanya
cenderung lebih lemah dan mudah roboh karena tidak dapat menembus tanah
dengan dalam tidak seperti pada hutan evergreen yang cenderung memiliki batuan
yang tidak padas, sehingga mengakibatkan masih mudah di tembus oleh akar,
sehingga pada hutan pantai yang memiliki batuan padas akarnya cenderung
menyamping mengakibatkan tidak kuat pondasi pohonnya dan mudah sekali
roboh. Jadi nya pondasi pohon harus kokoh supaya tidak mudah sekali roboh.
Faktor lainnya adalah salinitas, dimana salinitas pada pohon semakin ke bawah
maka
semakin
tinggi
salinitasnya
maka
sistem
perakarannya
semakin
menyamping. Jika tumbuhan memiliki perakaran yang tunjang maka akar tersebut
tidak akan berkembang sehingga mudah sekali roboh. Berarti kelima ekosistem
tersebut memiliki vegetasi yang berbeda dan faktor ekologinya juga berbeda.
Yang terutama menyebabkan perbedaan pada 6 ekosistem tersebut adalah
utamanya ketersediaan air, ketersediaan yang berbeda maka akan memacu
perbedaan ekosistem yang ada.
Faktor yang merupakan faktor tumbuhnya vegetasi yang berbeda pada
setiap hutan tersebut adalah curah hujan dimana kita tahu bahwa air merupakan
salah satu kebutuhan vital bagi mahluk hidup, tanpa asanya air maka tumbuhan
tidak akan ada di muka bumi ini titik-titik air hujan yang jatuh ke bumi dapat
58
meresap pada lapisan- lapisan tanah dan menjadi persediaan air tanah, atau
bergerak sebagai air larian permukaan, kemudian mengisi badan-badan air, seperti
danau atau sungai. Begitu pentingnya air bagi kehidupan mengakibatkan pola
penyebaran dan kerapatan makhluk hidup antarwilayah pada umumnya
bergantung dari tinggi-rendahnya curah hujan. Wilayah-wilayah yang memiliki
curah hujan tinggi pada umumnya merupakan kawasan yang dihuni oleh aneka
spesies dengan jumlah dan jenis jauh lebih banyak dibandingkan dengan wilayah
yang relatif lebih kering. Sebagai contoh daerah tropis ekuatorial dengan curah
hujan tinggi merupakan wilayah yang secara alamiah tertutup oleh kawasan hutan
hujan tropis (belantara tropis) dengan aneka jenis flora dan fauna dan tingkat
kerapatan yang tinggi. Tingkat intensitas curah hujan pada suatu wilayah akan
membentuk karakteristik yang khas bagi formasi-formasi vegetasi (tumbuhan) di
muka bumi.
Selain itu, adanya faktor kelembaban juga merupakan faktor yang
menyebabkan perbedaan vegetasi dan spesies di dalam hutan karena kelembaban
udara yang mengandung banyak sekali uap airyang terkandung di dalam massa
udara. Tingkat kelembaban udara berpengaruh langsung terhadap pola persebaran
tumbuhan di muka bumi. Beberapa jenis tanaman sangat cocok hidup di wilayah
yaang kering, sebaliknya terdapat jenis tanaman yang hanya dapat bertahan hidup
di atas lahan dengan kadar air yang tinggi. Karena perbedaan adaptasi dan
kemampuan hidup mereka mengakibatkan jika tanah yang mengandung banyak
partikel air seperti misalnya pada hutan evergreen maka akan mengakibatkan
banyak sekali tumbuh – tumbuhanan pohon-pohon besar dan pohon-pohon semak
ataupun herba yang dapat hidup disana sedangkan jika kita lihat pada padang
savana tidak ada sama sekali herba yang dapat bertahan hidup disana karena
kondidsi kelembaban nya sangat rendah sehingga yang dapat survive pada padang
savana
ini
hanya
jenis
tumbuhan
tertentu
saja.
Berdasarkan
tingkat
kelembabannya di klasifikasikan ke dalam beberapa jenis tanaman, yang pertama
seperti Xerophyta, yaitu jenis tumbuhan yang sangat tahan terhadap lingkungan
hidup yang kering atau gersang (kelembapan udara sangat rendah), seperti kaktus
dan beberapa jenis rumput gurun. Kemudian mesophyta, yaitu jenis tumbuhan
59
yang sangat cocok hidup di lingkungan yang lembap, seperti anggrek dan jamur
(cendawan). Lalu hygrophyta, yaitu jenis tumbuhan yang sangat cocok hidup di
lingkungan yang basah, seperti eceng gondok, selada air, dan teratai. Dan
tropophyta, yaitu jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi terhadap perubahan
musim kemarau dan penghujan. Tropophyta merupakan flora khas di daerah iklim
muson tropis, seperti pohon jati.
Pada ekosistem hutan ekoton, tanaman yang paling dominan yaitu gebang
(Corypha utan) walaupun ada yang lain tetapi tumbuhan lain tersebut terdapat
pada ekoton bagian tepi bukan bagian tengah ekoton, vegetasi yang terdapat di
ekosistem hutan ekoton yaitu gebang (Corypha utan), Ficus sp. , asem. Ekoton di
daerah lain belum tentu yang dominan itu adalah tanaman gebang, bisa jadi
tanaman yang lain yang lebih dominan tergantung dari kondisi lingkungannya.
Kebetulan di ekoton Taman Nasional Baluran ini tanaman yang paling dominan
adalah gebang. Karena gebang cocok dengan salinitas yang ada di ekoton
Baluran sehingga tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di ekoton Baluran.
Hutan ekoton kelembapannya relatif lembab, suhu relatif rendah, intensitas
cahayanya paling teduh dan arah pergerakan angin yang rendah. Kadar salinitas
yang rendah dan ketebalan serasah yang lebih tebal membuat hutan ekoton
cenderung ditumbuhi oleh spesies yang kurang bervariasi. Tambahan dari Bapak
Wahyu bahwa ciri konservasi pada hutan ekoton yaitu pada gebang yang sudah
mati dan tumbang dibiarkan begitu saja, hal ini dikarenakan sudah terdapat biji
hasil pembuangan yang sangat banyak maka akan memunculkan anak atau
individu tumbuhan yang baru.
Jenis tumbuhan yang ada di ekosistem hutan mangrove di pantai Bama
Taman Nasional Baluran yang mendominasi adalah pohon bakau atau
Rhizophora, yaitu spesies Rhizophora apiculata dan Rhizophora stilosa. Genus
Rhizopora mempunyai akar tunjang yang berfungsi untuk menguatkan tubuhnya
atau bagian atas tumbuhan dari pengaruh abrasi air laut. Rhizopora memiliki buah
yang berbentuk seperti tombak, bentuk ini merupakan adaptasi terhadap
habitatnya di tepi pantai. Dengan bentuk seperti itu, maka pada saat jatuh akan
menancap pada pasir sehingga tidak terbawa oleh arus ombak. Saat menancap
60
pada pasir, bagian seperti tombak akan membentuk akar dan biji akan membentuk
tumbuhan baru. Rhizophora biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap
digempur ombak sehingga untuk mengatasi hal itu, Rhizophora mengembangkan
akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Selain itu,
sistem perakarannya hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah
hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu
melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan,
diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun.
Tambahan dari Bapak Wahyu bahwa adanya hutan bakau juga dapat dijadikan
sebagai bioindikator terjadinya intrusi. Intrusi sendiri merupakan penyerapan air
laut kedalam tanah daratan. Kerapatan dan dominan pohon bakau mampu
mengabsorpsi radiasi efektif dan fungsi pohon bakau untuk mencegah abrasi.
Keseimbangan ekologi lingkungan peairan pantai akan tetap terjaga apabila
keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai
biofilter, agen perangkap dan pengikat polusi. Mangrove juga merupakan tempat
hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan
plankton, nener (anak ikan) sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai
biofilter alami (Haris, 2014).
Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.
Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi
mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Bersifat
dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta
mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan
labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala
(Haris, 2014).
Pada ekosistem hutan pantai, tanaman yang paling dominan yaitu
Tumbuhan A. mengapa tumbuhan A karena kami dalam mengidentifikasi
tumbuhan tersebut tidak mengetahui itu tumbuhan apa sehingga kami memberi
nama tumbuhan A. Vegetasi yang di temukan di hutan pantai ini terdiri dari
tumbuhan poh-pohan, gebang, kendal dan tumbuhan A, namun yang paling
61
mendominasi yaitu Tumbuhan A yang berjumlah 11 spesies. Karena Tumbuhan
A cocok dengan kondisi tanah pada hutan pantai. Tipe ekosistem hutan pantai
terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir atau
berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Di daerah seperti itu pada
umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering terjadi atau terkena angin
kencang dengan embusan garam.
Hutan Savana merupakan padang rumput dan semak yang terpencar di
antara rerumputan, serta merupakan daerah peralihan antara hutan musim dan
ekoton pada taman nasional baluran. Vegetasi yang ditemukan di ekosistem
savana yaitu akasia, widoro bekol dan rumput, Acacia nilotica dan golongan
akasia lainnya merupakan jenis tanaman yang tahan terhadap suhu tinggi.
Vegetasi pada ekosistem savana yang paling mendominasi yaitu rumput, ketika
musim panas mengalami kering dan tekstur tanah yang liat berubah menjadi
pecah-pecah atau retak. Ketika musim hujan vegetasi rumput menjadi warna
hijau, sedangkan hewan yang dapat ditemui di ekosistem savana ini yaitu rusa
dan banteng.
Ekosistem hutan musim merupakan ekosistem hutan dengan curah hujan
yang tinggi yang sifat-sifatnya mengikuti perubahan 2 musim yaitu musim
penghujan dan musim kemarau, namun mempunyai periode musim kemarau
yang panjang dengan menggugurkan daun pada saat musim kemarau tersebut.
Pada saat musim kemarau, banyak pohon-pohon yang menggugurkan daunnya,
dimana dalam pertumbuhan vegetasinya dipengaruhi oleh musim. Vegetasi yang
ditemukan di ekosistem hutan musim yaitu Caparis, akasia, Liana/gambasgambasan. Yang paling mendominasi pada ekosistem hutan musim yaitu
tumbuhan Caparis yang berjumlah 16 spesies karena tumbuhan caparis mampu
survive dalam keadaan di ekosistem hutan musim. Pada ekosistem hutan musim
kadar airnya terbatas dan banyak tumbuhan mati dan kering akibat musim panas.
Tumbuhan yang mengering karena adanya akar yang tidak panjang dan tidak
kuat seperti pada tumbuhan hijau, sehingga asimilasi karbon terletak pada batang
62
dan akar. Sedangkan tumbuhan hijau, daun tetap segar meskipun saat ini musim
panas karena asimilasi karbon berada di daun.
Pada ekosistem hutan evergreen merupakan hutan yang kondisinya selalu
dalam keadaan hijau dan di tumbuhi dengan pohon yang besar menutupi area
hutan evergreen. Pada ekosistem hutan evergreen keadaannya lebih banyak
vegetasinya. Vegetasi yang ditemukan pada hutan evergreen yaitu Dryphetes
acamnica, gebang, klengkengan, johar, Phaleria, serut, dan tumbuhan C, dari
beberapa vegetasi tersebut yang paling mendominasi pada hutan evergreen yaitu
tumbuhan Dryphetes acamnica yang berjumlah 11 pohon, tumbuhan ini hampir
mirip dengan tumbuhan kopi. Selain itu terdapat tumbuhan gebang. Tambahan
dari Ibu hari bahwa tumbuhan gebang dapat berbunga namun membutuhkan
waktu 20-30 tahun sekali untuk menghasilkan biji dalam jumlah ribuan.
Tumbuhan gebang ini melakukan sekali reproduksi dan kemudian akan mati.
Tekstur tanah pada hutan evergreen adalah loam yaitu loam dengan
perbandingan liat, pasir dan debu yang sama. pada hutan evergreen ekosistem
vegetasinya lebih banyak dan tingkat kerapatan semakin tinggi maka semakin
dalam kadar oksigennya berkurang karena kelembaban yang tnggi.
63
BAB 6. PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah kami lakukan
maka dapat di ambil kesimpulan yaitu Taman Nasional Baluran mempunyai
berbagai macam tipe ekosistem hutan yaitu: hutan musim, hutan Evergreen, hutan
pantai, hutan mangrove, hutan ecotone dan hutan savana.
Hutan Evergreen memiliki karakteristik sebagai hutan yang selalu hijau setiap
saat dan di tumbuhi tumbuhan yang berukuran besar – besar, memiliki curah
hujan sekitar 2500 – 300 mm, penuh dengan tanaman semusim, dan tetap teduh
pada musim kemarau. Evergreen merupakan hutan yang paling subur dan
vegetasinya lebih bervariasi dibandingkan dengan hutan-hutan lainnya.
Karakteristik hutam musim di Taman Nasional Baluran yaitu terdiri dari
pohon-pohon yang umumnya tahan dari kekeringan dan termasuk tumbuhan
tropofit artinya mampu beradaptasi dengan keadaan kering dan keadaan basah.
Vegetasi pada hutan musim cenderung lebih terbuka dibandingkan dengan hutan
evergreen, memiliki curah hujan yang tinggi yang sifat-sifatnya mengikuti
perubahan 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau.
Karakteristik hutan pantai di Taman Nasional Baluran yaitu memiliki kondisi
tanah yang cukup lembab, agak berpasir, sedikit liat, terdapat serasah yang agak
tebal dan pada beberapa lokasi tergenang air. Pada hutan pantai ragam
tumbuhannya sedikit dan agak jarang. Kondisi seperti ini dikarenakan banyak
terdapat pohon tinggi dan memiliki kanopi yang cukup luas sehingga menghalangi
cahaya yang masuk.
Karakteristik hutan mangrove di Taman Nasional Baluran yaitu tanaman
dapat tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan
dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Jenis tumbuhan yang ada di hutan
mangrove di pantai Bama Taman Nasional Baluran yang mendominasi adalah
pohon bakau yang mempunyai akar tunjang yang berfungsi untuk menguatkan
tubuhnya atau bagian atas tumbuhan dari pengaruh abrasi air laut, cenderung
64
membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan sebagai
perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Bila dilakukan
penebangan mangrove maka akan mengakibatkan terjadinya abrasi.
Karakteristik hutan Ecoton yaitu merupakan peralihan antara dua komunitas
besar seperti komunitas hutan pantai dan komunitas hutan musim dan vegetasi
yang paling dominan adalah tanaman gebang (Corypha utan), sebuah ecotone
dapat memiliki transisi vegetasi tajam, dengan garis tegas antara dua komunitas.
Misalnya, perubahan warna rumput atau tanaman hidup dapat mengindikasikan
ekoton. Ekoton tidak memiliki kekayaan jenis spesies yang tinggi dibandingkan
pada vegetasi yang berada di perbatasan, dan terdapat spesies yang biasanya juga
terdapat pada bagian lain dari daerah transisi.
Karakteristik Savana di Taman Nasional Baluran yaitu tampak gersang dan
kering karena musim kemarau yang sangat panjang sehingga rumput menjadi
kering dan terjadi suksesi antara rumput dengan akasia. Savana ini di dominasi
oleh rumput-rumputan. Intensitas cahaya pada savana rendah sehingga suhu juga
rendah namun kelembapan tinggi.
1.2 Saran
Untuk studi lapang atau pengamatan tahun selanjutnya, sebaiknya membawa
buku identifikasi yang lengkap sehingga seluruh spesies dapat teridentifikasi.
65
DAFTAR PUSTAKA
Alfaida, Suleman. S.M., dan Nurdin, Hja. Musdalifah. 2013. Jenis-Jenis
Tumbuhan Pantai di Desa Pelawa Baru Kecamatan Parigi
TengahKabupaten Parigi Moutong dan Pemanfaatannya sebagai Buku
Saku. e-Jipbiol. Vol. 1 : 19-32.
Ali, Agus dkk. 2016. Penentuan Bentuk dan Ukuran Plot Contoh Optimal
Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan di Hutan Pegunungan
Bawah. Jurnal Media Konservasi. Volume 21(1) : 42-47.
AriefArifin. 2001. Hutan dan Kehutanan.Yogyakarta: Kanisius.
Ewusie. 1980. Pengantar Ekologi Tropika. Tanuwidjaya Usman, penerjemah.
Bandung: ITB Press. Terjemahan dari : Elements of Tropical Ecology.
Halli, Ida dkk. 2014. Diversitas Arthropoda Tanah di Lahan Kebakaran dan Lahan
Transisi Kebakaran Jalan HM 36 Taman Nasional Baluran. Jurnal
Biotropika. Volume 2(1) : 20-25.
Haris, Risma. 2014. Keanekaragaman Vegetasi Dan Satwa Liar Hutan Mangrove.
Jurnal Bionature. 15(2) : 117-122.
Haya, Neviaty dkk. 2015. Analisis Struktur Ekosistem Mangrove di Desa
Kukupang Kecamatan Kepulauan Joronga. Jurnal Teknologi Perikanan
Kelautan. Volume 6(1) : 79-89.
Ihsan, Mohammad. 2015. Kesamaan Komunitas Burung Di Lembah Palu
Sulawesi Tengah. Jurnal Warta Rimba. Volume 3(2) : 155-162.
Indrawan, Muhammad dkk. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan obor
Indonesia.
Kartawinata, Kuswata. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia. Jakarta :
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lathifah,dkk.2015. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DI HUTAN
EVERGREEN TAMAN NASIONAL BALURAN, SITUBONDO, JAWA
TIMUR. Jurnal Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 – 134.
Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Noor Yus Rusila, M. Khazali, I N.N. Suryadiputra, 1999. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands Internasional.
Octavia, Susy dkk. 2013. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Pestisida
Alami di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam. Volume 5(4) : 355-365.
Odum dan Johannes. 1975. Ekologi Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
66
Putrisari. 2017. Keanekaragaman dan Struktur Vegetasi Mangrove di Pantai
Bama-Dermaga Lama Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Jurnal Prodi
Biologi. Volume 6(3) : 1-9.
Qiram, Susy dkk. 2007. Pengaruh Pembebasan Jenis Akasia Berduri Acacia
nilotica (L.) Willd.ex Del Terhadap Komposisi Jenis Tumbuhan Penyusun
Savana dan Kualitas Savana di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Volume 4(6) : 573-582.
Sugiarto, Komarsa dkk. 2013. Analisis Risiko Kebakaran Hutan dan Lahan di
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dengan Pemanfaatan Pemodelan
Spasial. Jurnal Globe. Volume 15(1) : 68-76.
Sumadi, Sri dkk. 2008. Pendekatan Model Sistem Dalam Kebijakan Pengelolaan
Populasi Rusa di Taman Nasional Baluran. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam. Volume 5(3) : 205-215.
Surasana, Syafeieden. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: FMIPA
Biologi ITB.
Widodo, W. 2013. Komparasi Keragaman Jenis Burung-burung di Taman
Nasional Baluran dan Alas Purwo Pada Beberapa Tipe Habitat. Jurnal
Penelitian Hayati. Volume 14(1) : 113-124.
67
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Berdasarkan data analisis vertikal dan horizontal yang diperoleh pada hasil
pengamatan dapat dihitung nilai frekuensi (F), kepadatan (D), serta domansi
spesies (important value IV) pada tiap hutan yaitu sebagai berikut :
1. Ekosistem Hutan Evergreen
a. Dryphetes acamnica : 11

Di
=
=
= 44 x 10-9

RDi
=
=
=1

Fi
=
=
= 0,169

RFi
=
=
= 0.425

Ci
=
=
= 184 x 10-9

RCi
=
=
= 876 x 10-12
68

IV
= RDi + RFi + RCi
= 1 + 0,425+876 x 10-12
= 1,425000000876
b. Gebang (Corypha utan) : 5

Di
=
=
= 2 x 10-8

RDi
=
=
= 0,833

Fi
=
=
= 0,076

RFi
=
=
= 0,191

Ci
=
=
= 84 x 10-9

RCi
=
=
= 4 x 10-10

IV
= RDi + RFi + RCi
= 0,833 + 0,191+ 4 x 10-10
69
= 1.0240000004
c. Kelengkengan : 1

Di
=
=
= 4 x 10-9

RDi
=
=
=1

Fi
=
=
= 0,015

RFi
=
=
= 0,037

Ci
=
=
= 12 x 10-9

RCi
=
=
= 57 x 10-12

IV
= RDi + RFi + RCi
= 1 + 0,037+ 57 x 10-12
= 1.037000000057
d. Johar : 1
70

Di
=
=
= 4 x 10-9

RDi
=
=
=1

Fi
=
=
= 0,015

RFi
=
=
= 0,037

Ci
=
=
= 2 x 10-8

RCi
=
=
= 95 x 10-12

IV
= RDi + RFi + RCi
= 1 + 0,037+ 95 x 10-12
= 1.037000000095
e. Phaleria : 1

Di
=
71
=
= 4 x 10-9

RDi
=
=
=1

Fi
=
=
= 0,015

RFi
=
=
= 0,037

Ci
=
=
= 24 x 10-9

RCi
=
=
= 114 x 10-12

IV
= RDi + RFi + RCi
= 1 + 0,037+ 114 x 10-12
= 1.037000000114
f. Serut: 6

Di
=
=
72
= 24x 10-9

RDi
=
=
=1

Fi
=
=
= 0,092

RFi
=
=
= 0,231

Ci
=
=
= 84 x 10-9

RCi
=
=
= 457 x 10-12

IV
= RDi + RFi + RCi
= 0,833 + 0,231+ 457 x 10-12
= 1.064000000457
g. Tumbuhan C : 1

Di
=
=
= 4 x 10-9
73

RDi
=
=
=1

Fi
=
=
= 0,015

RFi
=
=
= 0,037

Ci
=
=
= 2 x 10-8

RCi
=
=
= 95 x 10-12

IV
= RDi + RFi + RCi
= 1 + 0,037+ 95 x 10-12
= 1.037000000095
2. Ekosistem Hutan Musim
a. Capparis : 16

D
=
=
= 64 x 10 -9

RDI
=
74
=
=1

FI
=
=
= 0.246

RFI
=
=
= 0.696

Ci
=
=
= 14 X 10-8

RCi
=
=
= 239 x 10-11

IV
= RDi + RFi + RCi
= 1 + 0.696 + 239 x 10-11
= 1.06970000239
b. Akasia : 6

D
=
=
= 24 x 10 -9

RDI
=
=
=1

FI
=
75
=
= 0.092

RFI
=
=
= 0.260

Ci
=
=
= 9 X 10-8

RCi
=
=

IV
= 153 x 10-11
= RDi + RFi + RCi
= 1 + 0.260 + 153 x 10-11
= 1.26000000153
c. Tumbuhan A : 1

D
=
=
= 4 x 10 -9

RDI
=
=
=1

FI
=
=
= 0.015

RFI
=
=
76
= 0.042

Ci
=
=
= 4 X 10-9

RCi
=
=
= 68 x 10-12
 IV
= RDi + RFi + RCi
= 1 + 0.042 + 68 x 10-12
= 1.042000000068
3. Ekosistem Hutan Pantai
a. Pohpohan : 1

D
=
=
= 4 x 10 -9

RDI
=
=
=1

FI
=
=
= 0.015

RFI
=
=
= 0.061

Ci
=
=
= 16 X 10-9
77

RCi
=
=
= 524 x 10-12
 IV
= RDi + RFi + RCi
= 1 + 0.061 + 524 x 10-12
= 1.061000000524
b. Gebang (Corypha utan) : 1

D
=
=
= 4 x 10 -9

RDI
=
=
= 0.166

FI
=
=
= 0.015

RFI
=
=
= 0.061

Ci
=
=
= 32 X 10-9

RCi
=
=

IV
= 1049 x 10-12
= RDi + RFi + RCi
= 0.166 + 0.061 + 1049 x 10-12
= 0.227000001049
78
c. Tumbuhan A : 11

D
=
=
= 44 x 10 -9

RDI
=
=
=1

FI
=
=
= 0.169

RFI
=
=
= 0.689

Ci
=
=
= 44 X 10-9

RCi
=
=

IV
= 1442 x 10-12
= RDi + RFi + RCi
= 1 + 0.689 + 1442 x 10-12
= 1.689000001442
d. Tumbuhan B : 3

D
=
=
= 12 x 10 -9

RDI
=
79
=
=1

FI
=
=
= 0.046

RFI
=
=
= 0.187

Ci
=
=
= 3 X 10-8

RCi
=
=

IV
= 98 x 10-11
= RDi + RFi + RCi
= 1 + 0.187 + 98 x 10-11
= 1.18700000098
80
LAMPIRAN BUKU DAN JURNAL
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
LAMPIRAN FOTO
Foto ekosistem
1. Hutan evergreen
2. Hutan musim
3. Hutan pantai
4. Hutan ekoton
5. Hutan mangrove
101
6. Hutan savana
Hutan evergreen
Tumbuhan
Drypetes 1
Drypetes 2
Drypetes 3
Drypetes 4
102
Drypetes 5
Drypetes 6
Drypetes 7
Drypetes 8
Drypetes 9
Drypetes 10
103
Drypetes 11
Gebang 1
Gebang 2
Gebang 3
Gebang 4
104
Gebang 5
Klengkengan
Johar
Phaleria
105
Serut 1
Serut 2
Serut 3
Serut 4
Serut 5
106
Tumbuhan C
Hutan Musim
107
Hutan pantai
108
109
Download