BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kawasan Taman Nasional Baluran secara astronomis terletak di antara 7°45’-7°56’ LS dan 113°59’-114°28’ BT atau secara geografis terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur dengan batas-batas wilayah sebelah utara Selat Madura, sebelah timur Selat Bali, sebelah selatan Sungai Bajulmati, Desa Wonorejo dan sebelah barat Sungai Klokoran, Desa Sumberanyar. Luas Wilayah Taman Nasional Baluran seluas 12.000 Ha, zona rimba seluas 5.537ha (perairan = 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha), zona pemanfaatan intensif dengan luas 800 Ha, zona pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 Ha, dan zona rehabilitasi seluas 783 Ha. Sedangkan dari segi pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran dibagi menjadi dua Seksi Pengelolaan Taman Nasional, yaitu: Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Bekol, meliputi Resort Bama, Lempuyang dan Perengan. Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Karangtekok meliputi Resort Watu Numpuk, Labuhan Merak dan Bitakol. Taman Nasional Baluran memiliki area yang luas dimana terdapat berbagai macam vegetasi yang ditemukan dan merupakan perwakilan ekosistem hutan yang spesifik kering terdiri dari tipe vegetasi savana, hutan mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun. Sekitar 40 persen tipe vegetasi savana mendominasi kawasan Taman Nasional Baluran. Taman Nasional Baluran merupakan kawasan Konservasi Sumber daya Alam yang di dalamnya memiliki berbagai macam flora dan fauna dan ekosistem, yang berarti di dalam kawasan Taman Nasional Baluran terdapat pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana, untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Sebagai salah satu kawasan konservasi memiliki beragam manfaat baik manfaat dalam 1 pemanfaatan skala terbatas maupun manfaat yang berupa produk jasa lingkungan, seperti udara bersih dan pemandangan alam. Tujuan pembangunan konservasi sumberdaya alam yaitu mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Taman Nasional Baluran memiliki 3 fungsi utama yaitu fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan pemanfaatan secara lestari Sumber Daya Alam Hayati (SDAH) beserta ekosistemnya, yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,rekreasi dan pariwisata. Maka dari itu tujuan pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran adalah melestarikan SDAH dan ekosistemnya agar dapat memenuhi fungsinya secara optimal. Sasaran utama pengelolaan Taman Nasional Baluran adalah SDAH, ekosistem dan kawasannya. Tingginya potensi keanekaragaman hayati dan indahnya panorama alam Baluran, merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik/nusantara untuk mengunjungi dan menikmatinya. Atas dasar itu, kami melaksanakan Studi Lapang Ekologi Tumbuhan pada 6 ekosistem, yaitu Ekosistem Mangrove, Ekosistem Hutan Pantai, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan Musim Dan Ekosistem Hutan Evergreen dan Ekosistem Ekoton di kawasan Taman Nasional Baluran. Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas ini adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari. Analisis vegetasi ini dengan mengamati berbagai macam tumbuhan berupa pohon, herba dan semak. Dengan pengamatan itu didapatkan densitas, dominansi dan frekuensi serta luas penutupan untuk mengetahui nilai 2 penting, sehingga dapat diketahui karakteristik dari ekosistem yang berada pada Taman Nasional Baluran. Berdasarkan fakta yang ada, flora dan fauna merupakan bagian dari peran hidup manusia sebagai sarana penunjang dalam kehidupannya. Ketergantungan kegiatan manusia untuk mengeksploitasi sumber daya alam cenderung semakin meningkat, baik terhadap flora maupun fauna, sehingga tidak disadari banyak jenis tumbuhan dan satwa liar telah dan atau menuju kepunahan. Baluran dipergunakan sebagai daerah perburuan liar selama ± 500 tahun. Pada tahun 1928 A.H. Loedeboer menyatakan Baluran sebagai daerah konservasi untuk melindungi kehidupan liar didalamnya. Pada tahun 1937, direktur Kebun Raya Bogor K.W. Wadermann menetapkan Baluran sebagai suaka alam dan berubah menjadi Taman Nasional pada tahun 1982. Taman Nasional Baluran sebagai satusatunya kawasan konservasi (salah satu 5 tamannasional tertua di Indonesia) yang memiliki savana terluas di Pulau Jawa (sebagai replika savana di Afrika) dengan banteng (Bos javanicus) sebagai maskot utamanya. Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi kita untuk melestarikan dan melindungi kawasan tersebut. Disamping itu, keanekaragaman jenis flora maupun fauna sebagai pendukung komponen ekosistem utamanya sangat tinggi dan beragam jumlah maupun jenisnya, yang diantaranya yaitu : rusa, kerbau liar, kijang, macan tutul, burung merak, lutung, yang kesemuanya masuk dalam kategori satwa dilindungi. 1.2 Rumusan masalah 1.2.1 Bagaimana karakter dari 6 ekosistem (Ekosistem Pantai, Ekosistem Ekoton, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan Musim Dan Ekosistem Hutan Evergreen dan Ekosistem Hutan Mangrove) di kawasan TN Baluran ? 1.2.2 Bagaimana perbedaan spesifik dari 6 ekosistem (Ekosistem Pantai, Ekosistem Ekoton, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan Musim Dan Ekosistem Hutan Evergreen, Ekosistem Hutan Mangrove) di kawasan TN Baluran ? 3 1.3 Tujuan 1.3.1 Mengetahui karakter 6 ekosistem (Ekosistem Pantai Basah,Ekosistem Ekoton, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan MusimDan Ekosistem Hutan Evergreen, Ekosistem Hutan Mangrove) di kawasan TN Baluran. 1.3.2 Mengetahui perbedaan spesifik dari 6 ekosistem (Ekosistem Pantai Basah,Ekosistem Ekoton, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan MusimDan Ekosistem Hutan Evergreen, Ekosistem Hutan Mangrove) di kawasan TN Baluran. 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional (TN) merupakan kawasan pelestarian alam yang terletak di darat atau di laut yang mempunyai ciri-ciri keaslian, kekhasan dan keragaman flora, fauna, ekosistem dan atau geomorfologis/keadaan alam, budaya/arkeologi yang secara keseluruhan memiliki kepentingan nasional atau internasional dan dikelola oleh pemerintah dengan tujuan untuk pengawetan (perlindungan), penelitian (ilmu pengetahuan), pendidikan dan rekreasi/ekoturisme (Widodo, 2013). Berdasarkan letak geografis, Taman Nasional (TN) Baluran berada pada 7°29’ 10”-7°55’55” LS dan 114°29’20”-14°39’ 10” Bujur Timur dengan luas ± 25.000 Ha. Taman Nasional Baluran beriklim monsoon dengan musim kemarau yang panjang. Musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai bulan April, sedangkan musim kemarau bulan Mei sampai bulan November. Berdasarkan klasifikasi iklim, Taman Nasional Baluran termasuk ke dalam kelas hujan tipe E dengan temperatur ber-kisar antara 27,2° C smpai 30,9° C dengan kelembapan udara 77% (Qirom dkk, 2007). Di sebelah utara dibatasi oleh Selat Madura dan sebelah timur dibatasi oleh Selat Bali. Dari bagian selatan ke barat berturut-turut dibatasai oleh Dusun Pandean Desa Wonorejo, Su-ngai Bajulmati, Sungai Klokoran, Dusun Karangtekok dan Desa Sumberanyar. Taman Nasional Baluran memiliki bentuk topografi datar sampai bergunung-gunung dan mempunyai ketinggian antara 0 sampai 1.270 m dpl. Bentuk topografi datar sampai berombak relatif mendominasi kawasan ini. Jenis tanah yang ada di kawasan Taman Nasional Baluran antara lain Ando-sol (5,52%), Latosol (20,23%), Mediteran merah kuning dan Grumusol (51,25%) serta Alluvium (23%). Savana Bekol didominasi oleh tanah yang berwarna hi-tam, ditumbuhi rumput yang subur sehingga disenangi oleh satwa pemakan rumput. Ciri khas tanah jenis ini adalah mudah longsor dan sangat berlumpur pada musim penghujan. Sebaliknya pada musim kemarau, tanah akan menjadi pecah-pecah dengan patahan sedalam lebih kurang 80 cm dan lebih kurang 10 cm (Octavia dkk, 2013). Kawasan Taman Nasional Baluran (TN Baluran) adalah kawasan konservasi di Provinsi Jawa Timur yang memiliki ciri khas dan keunikan berupa hamparan savana yang luas. 5 Savana alami yang berbatasan dengan hutan pantai dan hutan musim (Sumadi, 2008). Selain itu, Taman Nasional Baluran merupakan kawasan yang memiliki potensi keanekaragaman hayati tinggi baik flora, fauna maupun ekosistemnya. Taman Nasional Baluran sebagai salah satu kawasan konservasi dalam pelestariannya juga mengalami beberapa gangguan antara lain adanya spesies invasif (Acacia nilotica) dan kebakaran hutan (Halli dkk, 2014). Taman Nasional Baluran merupakan kawasan koservasi yang memiliki keanekaragaman satwa dan habitat alamnya dengan berbagai tipe komunitas. Tipe vegetasi yang dimiliki oleh Taman Nasional Baluran antara lain hutan pantai kering, hutan pantai basah, hutan musim, hutan evergreen, dan savana (Indrawan, 1998). Ekosistem merupakan suatu kesatuan habitat yang menyediakan kebutuhan hidup untuk makhluk hidup. Keberadaan ekosistem merupakan sumber pemanfaaatan ekologi untuk kebutuhan energi, pangan, obat dan kebutuhan lain untuk menunjang proses kehidupan manusia. Kebutuhan manusia yang tinggi terhadap ekosistem menjadi sumber penurunan dan hilangnya keanekaragaman hayati yang menyebabkan perubahan struktur eksosistem bahkan komunitas ekologi (Ali dkk, 2016). Tumbuhan, hewan, organisme lain dan lingkungan fisiknya berinteraksi satu terhadap yang lain dalam suatu sistem yang disebut dengan ekosistem. Untuk mengenal tipe-tipe ekosistem dapat digunakan berbagai ciri, tetapi ciri vegetasi (komunitas tumbuhan) adalah yang paling mudah digunakan. Wujud vegetasi merupakan cerminan fisiognomi (penampakan luar) dari interaksi antara tumbuhan, hewan, dan lingkungannya. Karena itulah vegetasi dapat digunakan sebagai pengganti dari ekosistem, dan juga karena vegetasi lebih mudah dikenal dan diteliti (Kartawinata, 2013). Hutan menurut UU No.41 tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari segi sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari asosiasi pohon dan vegetasi secara 6 umum serta hewan lain. Dalam komunitas itu, tiap individu berkembang, tumbuh menjadi dewasa, tua dan mati. Lebih lanjut, hutan adalah suatu komunitas biologik dari tumbuhan dan hewan yang hidup dalam suatu kondisi tertentu, berinteraksi secara kompleks dengan komponen lingkungan tak hidup (abiotik) yang meliputi faktor-faktor seperti: tanah, iklim, dan fiiografi. Lebih khusus, maka hutan adalah komunitas tumbuhan yang lebih didominasi oleh pohon dan tumbuhan berkayu dengan tajuk yang rapat. Jenis hutan di Indonesia, dapat dibagi beradasarkan beberapa aspek, diantaranya pembagian hutan berdasarkan iklim, bentang alam, tipe pohon, berdasarkan asalnya, dan pembentukannya. Terdapat dua posisi pada pembagian hutan, yang pertama adalah posisi vertikal dengan hutan pantai. Hutan pantai merupakan hutan yang tumbuh di sepanjang pantai laut berpasir dengan tanah kering, tidak pernah tergenang air, dan tidak lebar tetapi memanjang. Keadaan hutan ini telah menyesuaikan diri dengan situasi tempat tumbuh yang kering, tidak terdapat air tawar secara terus-menerus dan air hujan (Arief, 2001). A. Hutan Musim Hutan musim merupakan hutan yang terbentuk karena daerah ini mendapat curah hujan yang sangat rendah, yaitu kurang dari 100 mm yang jatuh rata-rata setiap bulan (Ihsan, 2015). Hutan monsoon yang terdapat di Taman Nasional Baluran dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu hutan monsoon dataran rendah dan hutan monsoon dataran tinggi. Daerah transisi kedua hutan ini terletak pada ketinggian 250 - 400 meter dari permukaan air laut. Di kawasan Baluran juga terdapat tanaman yang dapat dipakai sebagai bahan obat tradisional (Surasana, 1990). B. Hutan Evergereen Evergreen merupakan ekosistem yang paling subur dengan curah hujan yang besar sekitar 200-400 mm/tahun. Suhunya tinggi (sekitar 250 – 260 C) dan seragam, dengan kelembaban rata-rata sekitar 80%. Hutan evergreen disebut juga hutan hujan merupakan suatu komunitas yang sangat kompleks, dengan ciri yang utama adalah pepohonan dengan berbagai ukuran. Sebagian besar tanaman pemanjat dan beberapa jenis 7 epifit yang berkayu. Tumbuhan herba yang terdapat ialah beberapa epifit sebagai bagian dari tumbuhan bawah dalam proporsi yang relatif kecil. Karakter tumbuhan yang terdapat di wilayah ini adalah batang pohonnya tidak terlalu tinggi, tetapi kayunya sangat keras (Ewusie. 1980). Hutan hujan terdapat di daerah tropis basah dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun, seperti di Amerika Tengah dan selatan, Afrika, Asia Tenggara Timur Laut. Dalam kawasan ini pohon-pohonnya tinggi, pada umumnya berdaun lebar, hijau dan jenisnya besar. Longman & Jenik (2008) dalam penelitiannya, mendefinisikan hutan hujan sebagai hutan yang selalu hijau, bersifat higrofilus, tinggi pohon paling rendah 30 m. C. Hutan Mangrove Hutan mangrove Indonesia merupakan hutan mangrove terluas di dunia. Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papua. Namun demikian, kondisi mangrove Indonesia baik secara kualitatif dan kuantitatif terus menurun dari tahun ke tahun. Saat ini, Indonesia mempunyai hutan mangrove seluas 9.36 juta Ha yang tersebar di seluruh Indonesia. Sekitar 48% atau seluas 4.51 juta Ha rusak sedang dan 23% atau 2.15 juta Ha lainnya rusak berat. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh ulah manusia. Baik berupa konversi mangrove menjadi sarana pemanfaatan lain seperti pemukiman, industri, rekreasi dan lain sebagainya (Haya, 2015). Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Ekosistem mangrove sering disebutkan sebagai hutan payau atau hutan bakau. Ekosistem mangrove merupakan tipe hutan daerah tropis yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindungi dari gempuran ombak. Pengertian ekosistem mangrove secara umum adalah merupakan komunitas vegetasi 8 pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Haya dkk, 2015). Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu (Michael, 1994). Mangrove diketahui mempunyai daya adaptasi fisiologis yang sangat tinggi. Mereka tahan terhadap lingkungan dengan suhu perairan yang tinggi, fluktasi salinitas yang luas dan tanah yang anaerob. Salah satu faktor yang penting adalah system pengudaraan di akar-akarnya (Odum dan Johannes, 1975). Mangrove merupakan jenis pohon atau belukar yang tumbuh di antara batas pasang surut air, terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa. Berdasarkan penelitian Sudarmadji (2009: 16-17), luas keseluruhan hutan mangrove di Taman Nasional Baluran adalah 416,093 ha. Hutan mangrove tersebut mengalami ancaman di antaranya adalah pencurian kayu jenis R. apiculata oleh masyarakat, pencurian kayu ini berada di blok Pantai Popongan, sementara di blok Perengan terjadi pencurian akar Sonneratia moluccensis. Pencurian belum merambah ke blok lainnya namun dimungkinkan pencurian akan menyebar di seluruh blok Taman Nasional Baluran. Ancaman lain adalah pengambilan nener, walaupun sebenarnya tidak merusak vegetasi mangrove secara langsung, akan tetapi pembongkaran batu yang berserakan di tepi pantai dan kemudian disusun sebagai batas petak pengambilan nener telah menghilangkan kesempatan terjadinya endapan lumpur atau pasir yang dapat ditahan oleh batu-batu tersebut, sehingga menghilangkan kesempatan perluasan hutan mangrove (Putrisari, 2017). Menurut Noor et al., (1999), tipe vegetasi mangrove terbagi atas 4 bagian antara lain : Mangrove terbuka, mangrove tengah, mangrove payau, dan mangrove daratan Fungsi ekosistem mangrove mencakup fungsi fisik yaitu menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut/abrasi, 9 intrusi air laut, mempercepat perluasan lahan, dan mengolah bahan limbah, fungsi biologis yaitu tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air, tempat bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota dan fungsi ekonomi sumber pertambakan, perikanan, tempat pembuatan garam, bahan bangunan, dan berbagai macam makanan serta obat-obatan. D. Hutan Savana Di savana Bekol cukup banyak dite-mukan jenis-jenis tumbuhan yang ber-fungsi sebagai pestisida alami (bio-pes-tisida), namun potensinya belum diketa-hui. Dari jenis-jenis bio-pestisida yang ditemui, di antaranya berfungsi sebagai insektisida (pembasmi serangga), fungi-sida (pembasmi jamur), dan nematisida (pembasmi cacing). Babadotan (Agera-tum conyzoides Linn.) dan tembelekan (Lantana camara Linn.), pestisida alami yang dijumpai ternyata mampu membas-mi hama penggerek pucuk mahoni (Lepi-doptera : Pyralidae), sehingga akan ber-dampak positif untuk suatu ekosistem hutan (Octavia dkk, 2008). Aktivitas utama penyebab kebakaran di savana meliputi perburuan satwa, kelalaian pengguna jalan dan pembersihan lahan (Sugiarto, 2013). Kawasan savana pada umumnya kurang terancam oleh eksploitasi ekonomi dibandingkan hutan hujan, meskipun demikian savana kadang-kadang mendapat tekanan berupa penggembalaan ternak dan penggunaan pertanian lainnya. E. Hutan Pantai Pantai Baluran terdiri dari pasir hitam, putih, batu pantai yang hitam kecil, atau lereng karang, tergantung daerahnya. Secara umum, hutan ini terletak di tepi pantai, tumbuh pada tanah kering berpasir dan berbatu dan tidak terpengaruh oleh iklim serta berada di atas garis pasang tertinggi. Daerah penyebaran utama hutan pantai terdapat di Sumatera, Jawa, Bali dan Sulawesi. Vegetasi pantai yang tumbuh adalah formasi Baringtonia yang berkembang baik yaitu pandan, Pemphis acidula, Acrophora, Porites lutea, Serioptophora histerix dan Stylophora sp (Alfaida, 2013). 10 F. Hutan Ekoton Ekoton termasuk ke dalam hutan transisional antara hutan musim dan hutan pantai Ekoton di baluran ini berupa hutan homogen. Hutan homogen (sejenis) yaitu hutan yang banyak didominasi oleh beberapa jenis tumbuhan yang banyaknya 80% dari seluruh populasi yang ada alam (Arief, 2001). Ekoton dapat memiliki transisi vegetasi tajam, dengan garis tegas antara dua komunitas. Misalnya, perubahan warna rumput atau tanaman hidup dapat mengindikasikan ekoton. Perubahan dalam fisiognomi (penampilan fisik dari spesies tanaman) juga dapat menjadi indikator kunci dari sebuah ekosistem ekoton. Ciri khas dari hutan ekoton yang berada di Taman Nasional Baluran ini adalah hutan ekoton didominasi oleh satu spesies saja yaitu Gebang. 11 BAB 3 . METODE PENGAMATAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengamatan 3.1.1 Waktu : Kamis, 16 November 2017. 3.1.2 Tempat Pelaksanaan : Taman Nasional Baluran Kabupaten Sitobondo 3.2 Alat dan Bahan Pengamatan 3.2.1 Alat - Soil tester, termohigrometer, - Plastik kecil dan kertas label - kompas, luxmeter, anemometer - Kamera digital - Alat tulis dan penggaris - Buku kunci identifikasi - Milimeter block, kertas HVS - Pasak 50 cm 6 buah, pasak 30 cm, 15 buah dan tali tambang 250 meter 3.2.2 Bahan - Vegetasi yang berada di ekosistem Evergreen Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo - Vegetasi yang berada di ekosistem Hutan Musim Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo - Vegetasi yang berada di ekosistem Hutan Pantai Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo - Vegetasi yang berada di ekosistem Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo - Vegetasi yang berada di ekosistem Hutan Ekoton Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo 12 - Vegetasi yang berada di ekosistem Hutan Savana Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo 3.3 Prosedur Kerja Pengamatan 1 (Hutan Evergreen dan Hutan musim) Memasuki kawasan hutan 5 meter dari jalan utama (disesuaikan dengan kondisi hutan dan musim) Membuat plot dengan ukuran 25 x 25 meter menggunakan tambangyang telah dipersiapkan Mencatat semua jenis tumbuhan dan banyaknya individu masing – masing jenis yang terdapat dalam plot tersebut Mengukur faktor abiotik yang meliputi suhu, kelembapan, intensitas cahaya, Ph tanah dan mengamati tekstur tanahnya, struktur tanah dan ketebalan serasah. Mendeskripsikan dan mengidentifikasi tumbuhan yang terdapat dalam petak pengamatan, mencatat karakteristik tipe ekosistem yang akan diamati. Memberikan sampel dari tumbuhan yang dominan dan dimasukkan ke dalam kantong plastik, kemudian memberi pula label pada masing – masing kantong plastik dengan tujuan membuat herbarium, serta menggambar profil hutan yang meliputi horizontal dan vertikal di milimeter blok. 13 Pengamatan 2 (Hutan Pantai) Mencatat semua nama jenis tumbuhan yang diobservasikan lalu melakukan proses identifikasi Mengukur faktor abiotik yang meliputi suhu, kelembapan, intensitas cahaya, Ph tanah dan mengamati tekstur tanah, struktur tanah dan ketebalan serasah, mencatat karakteristik tipe ekosistem yang diamati. Mengambil sampel dari tumbuhan yang dominan dan memasukkan kedalam kantong plastik, dan memberi pula label pada masing – masing kantong plastik dengan tujuan membuat herbarium. 14 BAB 4. HASIL DAN ANALISIS 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Hutan Evergreen Analisis vegetasi No. Banyaknya Nama Tumbuhan 1. Drypetes sp. 11 2. Gebang 5 3. Klengkengan 1 4. Johar 1 5. Phaleria 1 6. Serut 6 7. Tumbuhan C 1 Luas kanopi Nama Tumbuhan Tinggi (m) (m) Drypetes sp. 1 5x5 10 Drypetes sp. 2 5x3 4 Drypetes sp. 3 3x2 4 Drypetes sp. 4 3x1 3 Drypetes sp. 5 6x2 3 Drypetes sp. 6 3x2 3 Drypetes sp. 7 5x5 7 Drypetes sp. 8 3x2 5 15 Drypetes sp. 9 5x3 6 Drypetes sp. 10 3x2 4 Drypetes sp. 11 5x6 5 Gebang 1 3x3 4 Gebang 2 9x6 12 Gebang 3 4x3 4 Gebang 4 2x3 3 Gebang 5 3x3 6 Serut 1 5x4 3 Serut 2 7x5 4 Serut 3 3x3 3 Serut 4 3x2 3 Serut 5 3x3 3 Serut 6 3x4 3 Klengkengan 3x2 3 Phaleria sp. 6x5 10 Tumbuhan C 3x3 6 Johar 5x4 10 Faktor Lingkungan Abiotik No Suhu Kelembapan Intensitas pH Kelembapan Kecepatan Ketebalan Tekstur Udara Cahaya Tanah Tanah Angin Serasah Tanah 16 1. 31o 71 0,38x1 6.8 3 13 mph 12 cm 2. 31o 72 0,18x10 6.8 4,5 1 mph 13 cm 3. 31o 71 0,18x100 6,6 6 0 mph 11 cm Loam Loam Loam Profil Horizontal hutan evergreen 25 5 3 4 2 1 20 2 Название оси 1 3 15 8 Y-Values 10 1 Линейная (Y-Values) 5 1 5 1 9 10 11 1 1 2 0 0 5 10 15 Название оси Keterangan : Serut : Drypetes : Gebang : Kelengkengan : Phaleria : Tumbuhan C : Johar 17 4 6 3 20 25 Profil Vertikal hutan evergreen 25 Название оси 20 15 Y-Values 10 Линейная (Y-Values) 5 0 0 5 10 15 Название оси Keterangan : Serut : Drypetes : Gebang : Kelengkengan : Phaleria : Tumbuhan C : Johar 18 20 25 Grafik jumlah ekosistem evergreen 12 10 8 6 Series 1 Series 2 4 Series 3 2 0 4.1.2 Hutan musim Analisis vegetasi No. Banyaknya Nama Tumbuhan 1. Caparis sp. 9 2. Akasia 13 3. Gambas-gambasan 1 Luas kanopi Nama Tumbuhan Tinggi (m) (m) Caparis sp. 1 1x1,4 2,3 Caparis sp. 2 2,5x2 2,5 Caparis sp. 3 1x1,5 2,5 Caparis sp. 4 2x1 3,5 19 Caparis sp. 5 2,5x1,7 4 Caparis sp. 6 1x0,8 2 Caparis sp. 7 2,5x2 3 Caparis sp. 8 1,5x2 3 Caparis sp. 9 3x1,4 5 Akasia 1 3x3 5 Akasia 2 3x2,5 5 Akasia 3 3x2,5 6 Akasia 4 4x2,5 6 Akasia 5 2x1,1 2 Akasia 6 3x1,7 4 Akasia 7 2x1,3 5 Akasia 8 1,5x1 2 Akasia 9 2x1 3 Akasia 10 0,5x0,5 3 Akasia 11 3x1,2 4 Akasia 12 1,5x1,9 3 Akasia 13 5x2,9 6 Tumbuhan A 1x1 2 20 Faktor Lingkungan Abiotik No Suhu Kelembapan Intensitas pH Kelembapan Kecepatan Ketebalan Tekstur Udara Cahaya Tanah Tanah Angin Serasah Tanah 1. 34o 54 400x100 6,2 7 25 mph 5 cm 2. 35o 53 406x100 6,3 4 19 mph 6 cm 3. 36o 49 352x100 4,4 7 30 mph 5 cm Liat Liat Liat Profil horizontal hutan musim 25 Название оси 20 15 Y-Values 10 Линейная (Y-Values) 5 0 0 5 10 15 Название оси Keterangan : : Akasia : Tumbuhan A : Caparis 21 20 25 Profil vertikal hutan musim 25 Название оси 20 15 Y-Values 10 Линейная (Y-Values) 5 0 0 5 10 15 Название оси Keterangan : : Akasia : Tumbuhan A : Caparis 22 20 25 Grafik jumlah ekosistem hutan musim 18 16 14 12 10 Series 1 8 Series 2 Series 3 6 4 2 0 Akasia 4.1.3 Tumbuhan A Caparis Hutan pantai Analisis vegetasi No. Banyaknya Nama Tumbuhan 1. Poh-pohan 1 2. Gebang 1 3. Tumbuhan A 11 4. Kendal 3 Luas kanopi Nama Tumbuhan Tinggi (m) (m) Tumbuhan A 1 1x0,3 3,8 Tumbuhan A 2 1x1 2,3 Tumbuhan A 3 1x1 2,2 Tumbuhan A 4 1x1 2,4 23 Tumbuhan A 5 1x0,9 3,5 Tumbuhan A 6 1x1 2,3 Tumbuhan A 7 1x1 2,3 Tumbuhan A 8 1,1x1 2,4 Tumbuhan A 9 1x1 2,3 Tumbuhan A 10 1x1,1 2,2 Tumbuhan A 11 1x1,2 2,2 Kendal 1 2,5x2 8,2 Kendal 2 3x2 9,9 Kendal 3 2x1 1,5 Poh-pohan 4x2 8,2 Corypha utan 8x5 7,5 Faktor Lingkungan Abiotik No Suhu Kelembapan Intensitas pH Kelembapan Kecepatan Ketebalan Tekstur Udara Cahaya Tanah Tanah Angin Serasah Tanah 1. 31o 82 1127 6 7 58,5 mph 3 cm 2. 28o 82 1337 6,6 4 5 mph 2,5 cm 3. 29o 81 1877 4,4 6,5 10 mph 5,5 cm 24 Liat Liat Liat Profil horizon hutan pantai 25 Название оси 20 15 Y-Values 10 Линейная (Y-Values) 5 0 0 5 10 15 Название оси Keterangan : Poh-pohan : Kedal : Corypha utan : Tumbuhan A 25 20 25 Profil vertikal hutan pantai 25 Название оси 20 15 Y-Values 10 Линейная (Y-Values) 5 0 0 5 10 15 Название оси Keterangan : Poh-pohan : Kedal : Corypha utan : Tumbuhan A 26 20 25 Grafik jumlah ekosistem hutan pantai 12 10 8 Series 1 6 Series 2 Series 3 4 2 0 Poh-pohan 4.1.4 Kendal Corypha utan Tumbuhan A Hutan mangrove Analisis vegetasi No. 4.1.5 Nama Tumbuhan Banyaknya 1. Rhizopora apiculata ∞ 2. Rhizopora stilosa ∞ Hutan ekoton Analisis vegetasi No. Nama Tumbuhan Banyaknya 1. Gebang - 2. Ficus sp. - 3. Asem - 27 4.1.6 Hutan savana Analisis vegetasi No. Banyaknya Nama Tumbuhan 1. Rumput - 2. Akasia - 3. Widoro bekol - 4.2 Analisis Data A = 250.000 m2 Hutan Evergreen Vegetasi Jumlah D RD F RF Drypethes (n1) 11 Gebang (n2) C RC 0,044 x 10-3 0,432 1 0,146 4,18 0,13 0,699 5 0,02 x 10-3 0,192 0,833 0,122 4,83 0,15 0,464 Klengkengan (n3) 1 0,004 x 10-3 0,038 1 0,146 3 0,09 0,274 Johar (n4) 1 0,004 x 10-3 0,038 1 0,146 5 0,16 0,344 Phaleria (n5) 1 0,004 x 10-3 0,038 1 0,146 6 0,19 0,374 Serut (n6) 6 0,024 x 10-3 0,23 1 0,146 4,08 0,12 0,446 Tumbuhan C 1 0,004 x 10-3 0,038 1 0,146 5 0,16 0,344 (n7) ∑ 0,104 x 10-3 6,875 28 32,09 IV Hutan Musim Vegetasi Jumlah D RD F Capparis (n1) 16 0,064 x 10-3 0,695 1 Akasia (n2) 6 0,024 x 10-3 0,26 Liana (n3) 1 0,004 x 10-3 0,043 ∑ 0,092 x 10-3 RF C RC 0,33 2,125 0,31 1,335 1 0,33 3,75 0,54 1,13 1 0,33 1 0,15 0,523 3 IV 6,875 Hutan Pantai Vegetasi Jumlah D Poh – Pohan 1 0,004 x 10-3 Gebang (n2) 1 Liana (n3) Kendal (n4) RD F RF C RC IV 0,0625 1 0,316 4 0,73 0,7085 0,004 x 10-3 0,0625 0,167 0,052 4,831 0,39 0,5045 11 0,044 x 10-3 0,6875 1 0,316 1 0,08 0,46475 3 0,012 x 10-3 0,1875 1 0,316 2,5 0,2 0,53475 (n1) ∑ 0,064 x 10-3 3,167 29 12,33 BAB 5. PEMBAHASAN Pada acara studi lapang di Taman Nasional Baluran kali ini mengenai pengamatan terhadap berbagai macam ekosistem yang ada di Taman Nasional Baluran. Beberapa diantaranya ekosistem hutan evergreen, hutan musim, hutan pantai, ekoton, hutan mangrove, dan savana. Pada Taman Nasional Baluran ini terdapat 6 jenis ekosistem sekaligus di suatu area yang sangat berdekatan. Keanekaragaman tipe ekosistem yang ada dalam kawasan Taman Nasional Baluran cukup beragam mulai dari ekosistem hutan musim dataran tinggi, hutan musim dataran rendah, savana, hutan payau, mangrove, hutan pantai maupun terumbu karang. Penyebab utama mampu terbentuknya banyak ekosisem dalam suatu daerah yang berdekatan di Taman Nasional Baluran ini adalah karena adanya perbedaan intensitas ketersediaan air pada masing-masing ekosistem sehingga daya serap air yang juga disebabkan perbedaan jenis konstruk tanah juga berbeda. Kelembaban tanah juga menjadi faktor utama indikator perbedaan intensitas ketersediaan air pada masing-masing ekosistem yang menyebabkan perbedaan kadar air yang diserap. Secara ekologi, perbedaan jenis tanah dapat mempengaruhi sifat penyerapan air pada masing-masing ekosistem, hal ini berkaitan dengan adanya gunung Baluran yang kini sudah berstatus tidak aktif. Gunung Baluran terletak di tengah-tengah Taman Nasional Baluran. Bagian tengah pegunungan terbagi-bagi membentuk kaldera yang dalam dengan cerukan kawah yang memadat di dasarnya. Di sisi timur kawah terdapat daerah terbuka yang dalam dimana sungai kacip keluar dari gunung pada ketinggian 150 mdpl. Lereng gunung ditumbuhi hutan musim. Kebanyakan daerah yang lebih rendah adalah dataran dan sedikit bergelombang. Di sekitar gunung Baluran daerah rendah yang sedikit bergelombang diliputi padang savana dengan diselingi pepohonan, dan sedikit daerah yang ditumbuhi semak serta tanaman merambat. Sementara daerah pantai terdapat daerah karang terjal. Meskipun gunung ini sudah tidak aktif, namun sejarah meletusnya gunung ini jelas dapat menimbulkan perbedaan jenis tanah pada daerah yang pernah menjadi dampak letusanya. Hal ini jelas sekali sangat 30 dipengaruhi oleh faktor ekologis juga, dimana daerah yang dekat dengan pantai maka akan terkena dampak perbedaan jenis tanahnya juga, yang juga akan mempengaruhi kadar air yang diserap oleh tanah. Faktor ekologi selain kelembaban tanah yang dapat menyebabkan perbedaan kemampuan vegetasi untuk tumbuh adalah suhu, kelembaban, intensitas cahaya, tekstur tanah, struktur tanah, ketebalan serasah, pH tanah, dan kecepatan angin. Secara geologi Taman Nasional Baluran memiliki dua jenis golongan tanah, yaitu tanah pegunungan yang terdiri dari jenis tanah aluvial dan tanah vulkanik, serta tanah dasar laut yang terbatas hanya pada dataran pasir sepanjang pantai daerah-daerah hutan mangrove. Keadaan tanahnya terdiri dari beberapa jenis yang kaya akan mineral tetapi miskin akan bahan-bahan organik, dan mempunyai kesuburan kimia yang tinggi tetapi kondisi fisiknya kurang baik karena sebagian besar berpori-pori dan tidak dapat menyimpan air dengan baik. Tanah yang berwarna hitam yang meliputi luas kira-kira setengah dari luas daratan rendah, ditumbuhi rumput savana. Daerah ini merupakan daerah yang sangat subur, serta membantu keanekaragaman kekayaan makanan bagi jenis satwa pemakan rumput. Akan tetapi, tanah ini mempunyai ciri khas, yaitu mudah longsor dan sangat berlumpur pada musim hujan, sebaliknya bila musim kemarau permukaan tanahnya pecah-pecah dengan sedalam ± 80 cm dan lebar ± 15 cm. Tanah-tanah di Taman Nasional Baluran mempunyai kedalaman efektif yang cukup bervariasi, yaitu 60-90 cm, bahkan lebih pada tanah-tanah datar (savana, semak belukar) dan pada tempat yang tinggi mempunyai kedalaman efektif lebih kecil dari 60 cm. Sedangkan tekstur penyusun tanah pada seluruh areal berupa lempung (sedang). Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson kawasan Taman Nasional Baluran beriklim kering tipe F dengan temperatur berkisar antara 27,2oC-30,9oC, kelembaban udara 77 %, kecepatan angin 7 nots dan arah angin sangat dipengaruhi oleh arus angin tenggara yang kuat. Musim hujan pada bulan November-April, sedangkan musim kemarau pada bulan April-Oktober dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember-Januari. Namun secara faktual, 31 perkiraan tersebut sering berubah sesuai dengan kondisi global yang mempengaruhi. Taman Nasional Baluran memang memiliki iklim kering dengan arus angin sangat kuat dari arah tenggara. Bila kemarau tiba, padang rumput seluas 10 ribu hektare terlihat gersang. Sumber air pun sulit dicari. Kalaupun ada bakal menjadi pusat persinggahan kawanan satwa untuk melepas dahaga. Namun kondisi itu akan berubah ketika musim penghujan datang. Kehidupan flora dan fauna di sana pun kembali bergairah. Seiring dengan itu, rumput yang selama ini menjadi sumber makanan utama binatang herbivora mulai tumbuh subur di setiap sudut sabana tersebut. Pada musim hujan, tanah yang hitam sedikit sekali dapat ditembus air dan air mengalir di permukaan tanah, membentuk banyak kubangan (terutama di sebelah selatan daerah yang menghubungkan Talpat dengan Bama). Pada musim kemarau air tanah di permukaan tanah menjadi sangat terbatas dan persediaan air pada beberapa mata air tersebut menjadi berkurang. Lereng-lereng gunung dibelah oleh lembah yang dalam dibagian gunung yang tinggi dan diikuti jurang-jurang berbatu di bagian yang rendah. Jurang-jurang ini di musim penghujan akan menampung air, dan menjadi kering di musim kemarau. Taman Nasional Baluran mempunyai tata air radial, terdapat sungai-sungai besar termasuk sungai Kacip yang mengalir dari kawah menuju Pantai Labuhan Merak, Sungai Klokoran dan Sungai Bajulmati yang menjadi batas Taman Nasional Baluran di bagian Barat dan Selatan. Banyak dasar sungai yang berisi air selama musim penghujan yang pendek, akan tetapi banyak air yang meresap melalui abu vulkanik yang berpori-pori sampai mencapai lapisan lava yang keras di bawah tanah dan keluar lagi pada permukaan tanah sebagai mata air -mata air pada sumber air di daerah pantai (Popongan, Kelor, Bama, Mesigit, Bilik, Gatal, Semiang dan Kepuh), daerah kaki bukit (sumber air Talpat), pada daerah ujung pantai (teluk Air Tawar) dan air laut (dekat Tanjung Sedano). Berdasarkan data hasil pengamatan terdapat enam hutan yang diamati yaitu hutan evergreen, hutan musim, hutan savana, hutan mangrove, hutan pantai dan hutan ekoton. 32 Hutan evergreen merupakan hutan yang kondisinya selalu dalam keadaan hijau dan di tumbuhi dengan pohon yang besar dan kebanyakan menutupi area. Hutan evergreen atau hutan hujan tropika merupakan jenis nabatah yang paling subur. Hutan jenis ini terdapat di wilayah tropika di bumi ini, yang menerima curah hujan berlimpah sekitar 2000-4000 mm setahunnya. Sedangkan menurut Lathifah et al. (2015) hutan evergreen merupakan salah satu ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Baluran dan termasuk ke dalam hutan hujan pegunungan. Hutan ini memilki keunikan yaitu selalu hijau sepanjang tahun. Tumbuhanbawah atau semai pada suatu ekosistem berfungsi sebagai penahan pukulan air hujandan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya erosi. Dari hasil pengamatan didapatkan faktor abiotik yaitu nyamuk dan serasah dengan ketebalan rata-rata 12 cm setelah dilakukan tiga kali pengulangan, sedangakan faktor abiotiknya di dapatkan hasil yaitu hutan evergreen memiliki suhu 31o C memiliki kelembaban udara 71,3 Rh, lalu intensitas cahaya 20,18 cd, tekstur tanah pada hutan evergreen yang di temukan adalah loam, pH tanah 6,8 dengan kelembapan tanah 4,5 dan kecepatan angin 4,6m/menit. Untuk analisis vegetasi pada hutan evergreen ditemukan 7 macam tumbuhan yaitu Dryphetes acamnica, Gebang, Klengkengan, Johar, Phaleria, Serut dan tumbuhan C yang belum teridentifikasi. Gebang merupakan pohon yang mirip dengan pohon kelapa. Pohon gebang merupakan tumbuhan yang memiliki tingkat dominansi/penguasaan tertinggi. Penyebarannya antara lain meliputi pantai Bama, Evergreen, dan Telaga. Masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Baluran menggunakan daun pohon gebang sebagai bahan baku kerajinan tangan, sedangkan bijinya digunakan dalam pembuatan tasbih. Hutan musim merupakan hutan yang sifat-sifatnya mengikuti perubahan dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau, namun hutan musim mempunyai periode musim kemarau yang lebih panjang dengan menggugurkan daun pada saat musim kemarau tersebut, karena dalam pertumbuhan vegetasinya dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau, tanah kekurangan nutrisi sehingga menyebabkan tumbuhan mati/kering dan daunnya meranggas untuk sementara, sedangkan pada musim penghujan daunnya menjadi 33 lebat. Musim kemarau yang panjang dan kering memberikan pengaruh yang nyata terhadap terbentuknya hutan musim atau hutan monsoon. Pohon-pohon yang ada di hutan musim umumnya tahan dari kekeringan. Ciri hutan ini antara lain, hampir semua jenis pohon menggugurkan daun pada musim kemarau, dan pohonnya tidak begitu tinggi. Hutan musim yang terdapat di Baluran dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu hutan musim dataran rendah dan hutan musim dataran tinggi. Hutan musim dataran rendah luasnya sekitar 1.500 ha yang berbatasan dengan hutan jati, evergreen forest, dan savana Bekol serta savana Kramat. Sedangkan hutan musim dataran tinggi terdapat di lereng gunung Baluran, Gunung Klosot dan Gunung Periuk. Vegetasi di hutan musim ini pada umumnya memiliki daun yang tebal dan batangnya berduri. Dari hasil pengamatan didapatkan faktor abiotik yaitu serasah dengan ketebalan rata-rata 5,3 cm setelah dilakukan tiga kali pengulangan, sedangakan faktor abiotiknya di dapatkan hasil yaitu hutan musin memiliki suhu 34-36o C memiliki kelembaban udara 52 Rh, lalu intensitas cahaya 38,600 cd, tekstur tanah pada hutan musim yang di temukan adalah liat, pH tanah 5,6 dengan kelembapan tanah 6 Rh dan kecepatan angin 24,6 m/menit. Analisis vegetasi pada hutan musim ditemukan 3 macam tumbuhan yaitu Caparis, Akasia, dan tumbuhan liana/gambas-gambasan. Gebang merupakan pohon yang mirip dengan pohon kelapa. Hutan savana merupakan padang rumput dan semak yang terdapat di daerah tropika dan subtropika serta terpencar di antara rerumputan, serta merupakan daerah peralihan antara hutan musim dan ekoton pada taman nasional baluran. Padang savana pada taman nasional baluran ini merupakan identitas dari taman nasional baluran. Savana mungkin terjadi karena keadaan tanah dan atau kebakaran yang berulang-ulang. Tipe savana di Taman Nasional Baluran dibedakan menjadi dua, yaitu flat savana (savana datar) dan undulting savana (savana bergelombang). Savana datar yaitu savana yang tumbuh diatas tanah hitam alluvial muda yang berbatu-batu seluas sekitar 1.500 – 2.000 ha di bagian Tenggara suaka, yaitu sekitar Plalangan dan Bekol. Pada hutan savana rumput mendominasi sebab memiliki kandungan alelopati yang dapat menghambat tumbuhan lain untuk tumbuh disekitarnya, dan memiliki stolon yang dapat 34 memperbanyak anakannya sehingga menjadi padang rumput. Alelopati juga sangat menghambat pertumbuhan akar semai, perkecambahan biji, pertumbuhan, system perakaran, dan tumbuhan menjadi layu bahkan dapat menyebabkan kematian. Faktor utama dapat atau tidak tumbuhnya suatu vegetasi adalah kelembaban udara jika kelembaban udaranya minim maka menandakan partikel airnya sedikit dan tidak akan ada yang dapat tumbuh pada kelembaban tanah yang kurang seperti di hutan savana. Analisis vegetasi pada hutan savana ditemukan 3 macam tumbuhan yaitu Akasia, Widoro bekol dan juga Rumput-rumputan. Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Adapun ciri-ciri hutan mangrove antara lain kadar garam air dan tanahnya tinggi, kadar O2 air dan tanahnya tinggi, saat air pasang, lingkungannya banjir, saat air surut lingkungannya becek dan terlumpur. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung. Mangrove berperan penting dalam ekosistem pesisir, baik secara fisik, biologi, maupun ekonomi, namun kelestariannya terancam akibat tekanan aktivitas manusia. Hutan mangrove mampu melindungi pantai dari kerusakan akibat tsunami Hasil penelitian Pratikto et al. (2002) dan Istiyanto et al. (2003) menunjukkan bahwa energi gelombang yang sampai di pantai jauh berkurang setelah melewati tegakan mangrove, sehingga pantai aman dari abrasi. Kerusakankerusakan kawasan mangrove terjadi akibat perubahan sifat-sifat fisika dan kimia, meliputi suhu air, nutrisi, salinitas, hidrologi, sedimentasi, kekeruhan, substansi beracun, dan erosi tanah, perubahan sifat-sifat biologis, meliputi terjadinya perubahan spesies dominan, densitas, populasi, serta struktur tumbuhan dan binatang, perubahan keseimbangan ekologi, meliputi regenerasi, pertumbuhan, habitat dan rantai makanan, baik pada ekosistem mangrove itu sendiri maupun pada daerah pantai yang bersebelahan (Haya dkk, 2015). Ekosistem yang terdapat di hutan bakau sangat sedikit yang mampu bertahan hidup, hal ini karena hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur 35 penggenangan oleh pasang-surut air laut. Maka dari itu Mangrove diketahui mempunyai daya adaptasi fisiologis yang sangat tinggi. Mereka tahan terhadap lingkungan dengan suhu perairan yang tinggi, fluktasi salinitas yang luas dan tanah yang anaerob. Analisis vegetasi pada hutan mangrove ditemukan 2 macam tumbuhan yaitu Rhizopa apiculata dan Rhizopora stilosa yang jumlahnya tak terbatas dan mendominasi di hutan mangrove. Genus Rhizopora mempunyai akar tunjang yang berfungsi untuk menguatkan tubuhnya atau bagian atas tumbuhan dari pengaruh abrasi air laut.Rhizopora memiliki buah yang berbentuk seperti tombak, jatuh dan tertancap di lumpur. Kerapatan dan dominasi pohon bakau di hutan mangrove mampu mengabsorpsi radiasi. Namun tidak adanya pohon bakau ini akan mengakibatkan abrasi dan populasi bandeng di hutan mangrove akan mengalami penurunan. Hutan pantai atau lebih tepatnya disebut vegetasi pantai atau vegetasi pantai berpasir adalah tutupan vegetasi yang tumbuh dan berkembang di pantai berpasir di atas garis pasang tertinggi di wilayah tropika. Secara umum, hutan ini terletak di tepi pantai, tumbuh pada tanah kering berpasir dan berbatu dan tidak terpengaruh oleh iklim serta berada di atas garis pasang tertinggi. Daerah penyebaran utama hutan pantai terdapat di Sumatera, Jawa, Bali dan Sulawesi. Hutan pantai digunakan sebagai tempat saltlick oleh berbagai spesies binatang, khususnya mamalia besar. Saltlick merupakan aktivitas binatang untuk memperoleh garam mineral untuk memelihara kesimbangan fisiologis cairan tubuhnya. Salah satu fauna yang sering tercatat berada di hutan pantai baluran adalah monyet. Pantai Baluran terdiri dari pasir hitam, putih, batu pantai yang hitam kecil, atau lereng karang, tergantung daerahnya. Vegetasi pantai yang tumbuh adalah formasi Baringtonia yang berkembang baik di antara Pandean dan Tanjung Candibang, pandan (Pandanus tectorius) di Tanjung Bendi, Pemphis acidula di Air Karang. Dari hasil pengamatan didapatkan faktor abiotik yaitu serasah dengan ketebalan rata-rata 3,6 cm setelah dilakukan tiga kali pengulangan, sedangakan faktor abiotiknya di dapatkan hasil yaitu hutan pantai memiliki suhu 29-31o C memiliki kelembaban udara dengan rata-rata 81,6 Rh, lalu intensitas cahaya 1447 cd, tekstur tanah pada hutan pantai yang di temukan adalah liat, pH 36 tanah rata-rata 6,3 dengan kelembapan tanah 2,6 dan kecepatan angin rata-rata 24,5 m/menit. Analisis vegetasi pada hutan pantai ditemukan 4 macam tumbuhan yaitu Pohpohan, Gebang, Tumbuhan A dan Tumbuhan B yang belum teridentifikasi. Hutan ekoton berada diantara dua ekosistem yang berbeda. Ekoton termasuk ke dalam hutan transisional antara hutan musim dan hutan pantai. Ciri khasnya yaitu hanya didominasi oleh satu spesies saja. Komunitas ekotone biasanya banyak mengandung organisme dari masing-masing komunitas yang saling tumpang tindih sehingga akan memunculkan organisme-organisme yang khas dan sering kali hanya terdapat pada daerah ekoton. Kondisi air di hutan ini dalam keadaan baik sehingga tumbuhan yang hidup ukurannya besar dan menunjukkan ekologisnya baik. Vegetasi yang dominan pada hutan ekoton ini adalah gebang, karena gebang cocok dengan salinitas yang ada di ekoton Baluran. Dari hasil pengamatan didapatkan faktor abiotik yaitu serasah dengan ketebalan rata-rata 3,3 cm setelah dilakukan tiga kali pengulangan, sedangakan faktor abiotiknya di dapatkan hasil yaitu hutan ekoton memiliki suhu 31-32o C memiliki kelembaban udara dengan rata-rata 71,6 Rh, lalu intensitas cahaya 4,853 cd, tekstur tanah pada hutan ekoton yang di temukan adalah liat, pH tanah rata-rata 5,1 dengan kelembapan tanah 5,1 dan kecepatan angin rata-rata 0,1 m/menit. Analisis vegetasi pada hutan ekoton ditemukan 3 macam tumbuhan yaitu Gebang, ficus sp dan Asem. Alam Indonesia terdiri dari berbagai daratan dan perairan yang membentuk ekosistem nusantara, yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Ekosistem tersebut mempunyai suatu relung ekologi yang khas seperti ekosistem hutan. Letak geografis Indonesia yang berada pada 60 LU-110 LS dan 950 -1400 BT.Serta diantara benuabenua Asia dan Australia, mengakibatkan adanya zona vegetasi hutan dan tipe-tipe hutan yang berbeda. Perbedaan tipe hutan tersebut menghadirkan pola keanekargaman dan struktur spesies vegetasi hutan yang kompleks.Spesies vegetasi hutan erat kaitannya dengan faktor biotik dan abiotik. Keanekaragaman jenis tumbuhan adalah bervariasinya tingkat genetik pada berbagai jenis tumbuhan dalam suatu area Keberadaan tanaman di dalam suatu 37 ekosistem memilki pengaruh besar terhadap ketersediaan oksigen bagi makhluk hidup di bumi. Keanekargaman tumbuhan pada suatu ekosistem memberikan keunikan bagi ekosistem tersebut.Selain fungsi secara fisiologis, beberapa jenis tumbuhan telah diidentifikasi sebagai jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan sebagai sumber energi alternatif (Lathifah,dkk.2015). A. Hutan Evergreen Taman Nasional Baluran memiliki lebih dari satu ekosistem alami yang memberikan kekayaan dan ciri khas tersendiri. Hutan evergreen merupakan salah satu ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Baluran dan termasuk ke dalam hutan hujan pegunungan. Hutan ini memilki keunikan yaitu selalu hijau sepanjang tahun. Tumbuhan bawah atau semai pada suatu ekosistem berfungsi sebagai penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya erosi. Sedangkan keberadaan tumbuhan pohon tidak hanya memberikan fungsi secara ekologis melainkan memberikan nilai ekonomi bagi negara (Lathifah,dkk.2015). Vegetasi merupakan kumpulan dari beberapa jenis tumbuhtumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat dimana antara individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuhtumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan dimana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas yumbuh-tumbuhan. Terdapat beberapa vegetasi yang di temukan di dalam hutan evergreen ini. Yaitu Dryphetes acaminaca, Gebang, Klengkengan, Johar, Phaleria, Serut dan tumbuhan C. Vegetasi yang mendominasi pada hutan evergreen ini adalah Dryphetes acaminaca, dimana terlihat tumbuh di sepanjang hutan evergreen. Kelembapan udara pada hutan evergreen cukup tinggi, sehingga menyuguhkan suasana sejuk, Pada hutan evergreen merupakan hutan yang kondisinya selalu dalam keadaan hijau dan di tumbuhi dengan pohon yang besar menutupi area hutan evergreen ini. Di dapatkan hasil pengamatan terdapat faktor 38 dengan adanya vegetasi yang banyak. Masing – masing karakteristik tumbuhan dari plot pada ekosistem hutan evergreen tersebut meliputi : 1. Dryphetes acaminaca Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Angiospermae Kelas : Rosidae Ordo : Malpighiales Famili : Putranjivaceae Genus : Dryphetes Spesies : Dryphetes acaminaca Tumbuhan Dryphetes acaminaca merupakan tumbuhan yang paling banyak tumbuh dan hidup pada ekosistem hutan evergreen, memiliki bentuk daun jorong dan berwarna hijau tua dan rata – rata tumbuhan Dryphetes acaminaca memiliki tinggi sekitar 3 hingga 10 meter. Bagian daun abaksial yang lebih halus daripada bagian daun adaksial. Pada pengeplotan yang kami amati, tumbuhan Dryphetes acaminaca sejumlah 11. 2. Gebang (Corypha utan) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Corypha Spesies : Corypha utan Spesies gebang Pohon palma yang besar, berbatang tunggal, tinggi sekitar 15-20 m. kami menemukan saat di plot sebanyak 5 pohon. Daun daun besar berbentuk kipas, bulat menjari dengan diameter 2-3,5 m,termasuk daun tunggal bercangap dan memiliki pelepah daun, terkumpul di ujung batang (roset batang); bertangkai panjang hingga 7 m, lebar, beralur dalam serta berduri tempel di 39 tepinya. Bekas-bekas pelepah daun pada batang membentuk pola spiral. Gebang hanya berbunga dan berbuah sekali, yakni di akhir masa hidupnya. Karangan bunga muncul di ujung batang (terminal), sesudah semua daunnya mati, berupa malai tinggi besar 3-5 m, dengan ratusan ribu kuntum bunga kuning kehijauan yang berbau harum. Buah bentuk bola bertangkai pendek, hijau, 2-3 cm diameternya. 3. Klengkengan (Dimocarpus longan) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Sapindaceae Genus : Dimocarpus Spesies : Dimocarpus longan Tanaman Kelengkeng memiliki buah yang bulat, warna coklat kekuningan, hampir gundul, licin, berbutir-butir, berbintil kasar atau beronak, bergantung pada jenisnya. Daging buah (arilus) tipis berwarna puith dan agak bening. Pembungkus biji berwarna coklat kehitaman, mengkilat. Terkadang berbau agak keras, Tanaman Kelengkeng Bijinya berbentuk bulat, terdiri dari dua keping dan dilapisi kulit biji yang berwarna hitam. Daging bijinya sendiri berwarna putih, mengandung karbohidrat, sedikit minyak, dan saponin, Perbungaan umumnya di ujung (flos terminalis), panjangnya sekitar 4-80 cm, lebat dengan bulu-bulu kempa, bentuk payung menggarpu. Mahkota bunga lima helai, panjang hingga 6 mm. Tanaman Kelengkeng memiliki akar tunggang yang dalam dan akar kesamping yang luas. Tanaman Kelengkeng memiliki daun majemuk, dengan 2-4 pasang anak daun, sebagian besar berbulu rapat pada aksialnya. Tangkai daun 1-20 cm, tangkai anak daun 0,5-3,5 cm. Anak daun bulat memanjang. 4. Johar (Senna siamea) Klasifikasi : 40 Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Senna Spesies : Senna siam Tumbuhan johar (Senna siamea), merupakan pohon, dengan tinggi 2 – 20 m dengan batang lurus dan pendek, dan jarang melebihi 50 cm. Pepagan (kulit batang) berwarna abu-abu kecoklatan pada cabang yang muda dengan percabangan melebar membentuk tajuk yang padat dan membulat. Daun menyirip genap, 10 – 35 cm panjangnya; dengan tangkai bulat torak sepanjang 1,5 -3,5 cm yang beralur dangkal di tengahnya; poros daun tanpa kelenjar; daun penumpu meruncing kecil, lk. 1 mm, lekas rontok. Anak daun 4 - 16 pasang, agak menjangat, jorong hingga jorong-bundar telur, 3 – 8 cm × 1- 2,5 cm, panjang 2 - 4 × lebarnya, pangkal dan ujungnya membulat atau menumpul, gundul dan mengkilap di sisi atas, dengan rambut halus di sisi bawah. 5. Mahkota dewa (Phaleria sp.) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Thymelaeaceae Genus : Phaleria Spesies : Phaleria sp. Tanaman Phaleria sp. sebagai tumbuhan dengan bunga dan juga biji. Bentuknya layaknya pohon yang tumbuh ke atas (tidak merambat) dan memiliki usia yang tergolong panjang atau parenial. Adapun tinggi maksimal mahkota 41 dewa adalah 1 hingga 2,5 meter. Batang pohonnya berkayu, silindris, berwarna coklat dengan permukaan cenderung kasar dan dilengkapi dengan sistem percabangan yang miring ke atas. Akar tanaman mahkota dewa bersifat tunggang sedangkan daunnya bersifat tunggal. Bentuk daun ini agak menjorong dengan panjang 7 sampai 10 cm dan lebar 2 sampai 2,5 cm. Warnanya hijau tua dan tersusun secara folia oposita atau berhadapan. Bentuk biji bulat dan pada usia muda berwarna hijau saat matang berwarna merah terang. Buah tersusun atas serat dan air dan memiliki biji. 6. Serut (Streblus asper) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliphyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Urticales Famili : Moraceae Genus : Streblus Spesies : Streblus asper Pohon Serut mampu tumbuh menyemak sampai pohon menengah setinggi 4 -10 meter, bentuk daun persegi panjang-bulat telur sampai belah ketupat dengan panjang 4-12 cm. Di Baluran kami menemukan saat di plot sebanyak 6 permukaan daunnya kasar, tepi daun bergerigi, ujung runcing, pangkal daun meruncing, tulang daun menyirip. Bunga laki-laki pendek dan kuning kehijauan. Bunga femal adalah peduncled, biasanya berpasangan, hijau dan hampir penutup buah. Buah berbentuk bulat, dengan panjang 8-10 milimeter, kuning pucat, pericarpnya lembut dan berdaging, sedangkan bijinya bulat telur dengan diameter 5-6 milimeter. Penyebaran pohon Serut ini dari sekitar India, Sri Lanka dan Asia Selatan sampai ke Asia Tenggara (termasuk Filipina). Di Indonesia saat ini Pohon Serut banyak dijumpai selain di Taman Nasional Baluran sebagai salah satu habitat alaminya, Pohon Serut sangat apik jika dibonsai karena mempunyai perakaran tunjang yang kuat, berwarna coklat keputihan dengan batang berkayu, silindris, banyak cabang tinggi atau rendah, batang retak/bercelah, kulit batang 42 hampir mengelupas, abu-abu. Dengan system percabangan yang banyak menjadikan Pohon Serut banyak diminati karena memudahkan. 7. Tumbuhan C Dalam suatu hutan evergreen, kami menemukan tumbuhan yang mana, tumbuhan kali ini kami belum mengetahui nama atau jenis tumbuhannya, sehingga dalam kelompok atau team kami memberikan symbol sebagai “Tumbuhan C”. Dalam plot yang kami temukan hanya sedikit bagian dari spesies tumbuhan ini yaitu hanya berjumlah 1 saja. Yang mana tumbuhan C ini, memiliki ciri-ciri perakaran tunggang, batang berkayu, dan susunan pertulangan daun yaitu menyirip. B. Hutan Musim Hutan musim di baluran dapat dipisahkan dalam 2 kelompok, yaitu hutan musim dataran rendah dan datran tinggi. Hutan musim memiliki luas 1.500 ha yang berbatasan dengan hutan jati, evergreen dan savana. Sedangkan hutan musim dataran tinggi terdapat di lereng gunung baluran, gunung klosot dan periuk. Hutan musim merupakan hutan dengan curah hujan yang tinggi yang sifat-sifatnya mengikuti perubahan 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau, namun mempunyai periode musim kemarau yang panjang dengan menggugurkan daun pada saat musim kemarau tersebut. Pada saat musim kemarau, banyak pohon-pohon yang menggugurkan daunnya, dimana dalam pertumbuhan vegetasinya dipengaruhi oleh musim. Tingkat keguguran daun pada suatu tumbuhan saat musim kemarau bergantung pada keras dan panjangnya musim kemarau. Pohon-pohon yang ada di hutan musim umumnya tahan dari kekeringan dan termasuk tumbuhan tropofit artinya mampu beradaptasi dengan keadaan kering dan keadaan basah. Pada musim kemarau, tanah kekurangan nutrisi sehingga menyebabkan tumbuhan mati/kering dan daunnya meranggas untuk sementara, sedangkan pada musim penghujan daunnya menjadi lebat. karena keamarau yang panjang ini mengakibatkan suhu pada hutan musim terus mengalami kenaikan, dan karena kenaikan tersebut mengakibatkan tanaman mengalami devisit air yang sangat banyak mengakibatkan tanaman pada hutan musim yang kami termui kering dan daunnya rata-rata meranggas sehingga tidak 43 ada daun hijau yang di temukan. Kelembaban pada hutan musim ini di lihat menggunakan alat pengukur kelembaban 3540 berdasarkan hal tersebut pada kelembaban tersebut di ketahui bahwa kelembaban tersbeut merupakan rendah hal tersebut di karenakan pada hutan musim ini merupakan hutan yang musim keringnya lebih panjang jika di bandingkan dengan hutan hujannya maka kelembaban pun lebih rendah. Intensitas cahaya yang di temukan pada saat pengamatan 520 cd hal tersbut sudah sesuai dengan teori karena hutan musim ini mengalami musim kemarau yang panjang di bandingkan dengan musim hujannya mengakibatkan dan banyak yang berguguran dan mati mengakibatkan hutan tidak lagi rimbun cahaya pun banyak yang masuk pada hutan tersebut dan intensitas cahaya pun tinggi. Tekstur tanah pada hutan musim ini yang di amati sudah sesuai dengan teori yang ada dimana pada saat pengamatan berlangsung di dapatkan tekstur tanah liat, merupakan tanah yang dapat mengikat partikel-partikel air yang sangat banyak, dengan tekstur tanah liat ini mengakibatkan tanaman tidak kekurangan air karenatanah liat ini nantinya ketika hujan akan menyimpan partikel air yang sangat banyak sehingga pada saat musim kemarau tumbuhan tidak akan mengalami kematian karena banyak partikel air yang terdapat pada tanah tersebut. Hal tersebut sesuai dengan teori Rahmawati (2007) hutan musim Taman Nasional Baluran merupakan kawasan Agro Climatic karena mempunyai musim kemarau lebih dari enam bulan, sehingga dengan keterbatasan ekologis cenderung mendorong spesies-spesies yang tumbuh adalah spesies-spesies yang mampu beradaptasi pada kondisi dengan spesifikasi kering. Masing – masing karakteristik tumbuhan dari plot pada ekosistem hutan Musim tersebut meliputi : 1. Caparis spinosa Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Capparales Famili : Capparaceae 44 Genus : Caparis Spesies : Caparis spinosa Tanaman Caparis mempunyai daun yang bulat dan berisi serta bunga yang besar berwarna putih ke putih kesumba. Tumbuhan ini dikenali kerana putik bunganya yang boleh dimakan serta sering dibuat perisa dan buahnya (beri kaper), kedua-duanya sering dijerukkan. Capparis spesis lain yang turut dipetik bersama ialah C. spinosa untuk putik dan buahnya. Bahagian tanaman lain pohon Capparis ini digunakan untuk pembuatan ubat dan kosmetik. Tumbuhan reneknya mempunyai banyak cabang, dengan daun yang berselang, tebal dan berkilat, bulat hingga ke bujur bentuknya. Bunganya lengkap, manis baunya dan mempunyai empat sepal dan empat kelopak putih putih ke putih kesumba, dengan stamen panjang berwarna ungu, dan stigma tunggal yang.menaik di atas stamen. Tanaman Caparis yang ditemukan adalah sejumlah 16. 2. Akasia (Acacia denticulosa) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Acacia Spesies : Acacia denticulosa Tanaman akasia adalah tanaman kayu-kayuan yang termasuk ke dalam family Fabaceae dan genus Acacia. Tanaman ini sebetulnya berasal dari Amerika bagian utara, kendati pun nama Akasia sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘akis’ yang berarti duri. Dalam bahasa Inggris akasia dinamai denga sebutan whistling thorns, Wattles, yellow-fever acacia, atau umbrella acacias tergantung dari spesiesnya, yang cukup banyak spesies yaitu sekitar 1.300 an. Dulunya tanaman akasia hanya digunakan sebagai salah satu tanaman peneduh di tepi-tepi jalan. Ia juga merupakan tanaman penahan banjir di lereng-lereng sungai yang tandus, mengingat tanaman ini memang terbukti bisa tumbuh dengan subur 45 sekalipun ditanam di tanah marginal. Kendati demikian, tanaman dengan nama latin Akasia denticulosa ini tergolong tanaman yang rapuh, sebab cabangnya sangat mudah patah meski hanya tersapu oleh angin yang tidak terlalu kencang. Bagi dunia kesehatan, tanaman dengan nama latin akasia ini digunakan untuk menanggulangi problem ejakulasi dini yang umum diderita para pria. Tidak hanya itu, akar akasia juga sering diolah menjadi obat penyakit rabies. Adapun zat tanin yang dikandungnya bisa dipakai sebagai astringent dengan melewati proses penguapan kayu akasia. Lebih jauh, tanaman ini nyatanya juga bisa berguna untuk menstabilkan kadar gula darah dengan tutorial merebus serta meminumnya dengan cara teratur. 3. Liana (Derris sp.) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Papilionaceae Genus : Derris Spesies : Derris sp. Liana adalah tumbuhan yang biasanya tumbuh melilit atau memanjat, pada pohon Liana yang kami temukan kami tidak mengetahui jenis liana apa yang kami temukan dalam plot di hutan musim, jumlah tumbuhan ini dalam plot yaitu 1 pohon. Liana tumbuh memanjat pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi dalam upaya mendapatkan cahaya matahari ,tetapi akar tetap berada didalam tanah sebagai sarana untuk mendapatkan makanan. Karakteristik dari liana ini, batang bukan sebagai menanggung berat tumbuhan,tapi fleksibel dan memiliki kekuatan tarik menarik yang besar. Batang berevolusi untuk menahan, menarik dan memutar. Pertumbuhan tunas sangat cepat. Ada penudaan yang lama dalam pembesaran daun sampai batang atau sumbu silinder menjadi nmelilit mendukung. Batang berkayu relatif sempit dibanding luas daun. Batang kayu sangat fleksibel untuk membungkuk,memutar dan melingkar. Liana biasanya 46 bukan parasit namun dapat melemahkan tumbuhan lain yang menjadi penyangga dan berkompetisi terhadap cahaya. C. Hutan Pantai Pada daerah hutan pantai terdapat spesies yang memiliki akar napas karena habitatnya tergenang air dan dengan kadar garam yang tinggi, sehingga memiliki kelarutan oksigen yang rendah. Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat. Karena hempasan gelombang dan hembusan angin maka pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat. Setelah terbentuknya gundukan pasir itu biasanya terdapat hutan yang dinamakan hutan pantai. Hutan pantai, menyebar di sepanjang pantai yang tidak tergenang oleh pasang surut air laut dengan luas kurang lebihnya 3,3 juta hektar. Ciri umum ekosistem ini antara lain adalah tidak terpengaruh iklim, tanah kering (tanah pasir, berbatu karang, lempung), tanah rendah pantai, pohon kadangkadang ditumbuhi epyphit. Tipe ekosistem hutan pantai terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Di daerah seperti itu pada umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering terjadi atau terkena angin kencang dengan hembusan garam. Menurut hasil pengamatan pada kelompok kami di hutan pantai taman nasional baluran, pada vegetasi yang ditemukan dengan metode kuadrat. Tanaman yang teridentifikasi di dalam plot yang kami buat adalah tanaman Poh-pohan sebanyak 1 pohon, Pohon gebang sebanyak 1 pohon dan tumbuhan Liana sebanyak 11 pohon serta pohon kendal sejumlah 3 pohon. Tipe ekosistem hutan pantai terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Di daerah seperti itu pada umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering terjadi atau terkena angin kencang denganembusan garam. tanah dan ph tanah yang telah diukur, hutan ini memiliki rata-rata suhu 340 C, kelembapan udara 61, intensitas cahaya 52,5 cd, ketebalan serasah tanah 2 cm, pH tanah 6,9, kelembapan tanah 1, kecepatan angin 8. Spesies pohon Liana merupakan spesies terbanyak yang mendominasi hutan pantai ini. 47 Masing – masing karakteristik tumbuhan dari plot pada ekosistem hutan Pantai tersebut meliputi : 1. Poh – Pohan (Pilea melastomoides) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Urticales Famili : Urticaceae Genus : Pilea Spesies : Pilea melastomoides Poh-pohan memiliki ciri-ciri berdaun lebar dengan aroma yang harum. Tumbuhan ini biasa ditemukan di daerah lembah. 2. Gebang (Corypha utan) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Corypha Spesies : Corypha utan Spesies gebang Pohon palma yang besar, berbatang tunggal, tinggi sekitar 15-20 m. kami menemukan saat di plot sebanyak 1 pohon. Daun daun besar berbentuk kipas, bulat menjari dengan diameter 2-3,5 m,termasuk daun tunggal bercangap dan memiliki pelepah daun, terkumpul di ujung batang (roset batang); bertangkai panjang hingga 7 m, lebar, beralur dalam serta berduri tempel di tepinya. Bekas-bekas pelepah daun pada batang membentuk pola spiral. Gebang hanya berbunga dan berbuah sekali, yakni di akhir masa hidupnya. Karangan bunga muncul di ujung batang (terminal), sesudah semua daunnya mati, berupa malai tinggi besar 3-5 m, dengan ratusan ribu kuntum bunga kuning kehijauan 48 yang berbau harum. Buah bentuk bola bertangkai pendek, hijau, 2-3 cm diameternya. 3. Liana (Derris sp.) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Papilionaceae Genus : Derris Spesies : Derris sp. Liana adalah tumbuhan yang biasanya tumbuh melilit atau memanjat, pada pohon Liana yang kami temukan kami tidak mengetahui jenis liana apa yang kami temukan dalam plot di hutan musim, jumlah tumbuhan ini dalam plot yaitu 11 pohon. Liana tumbuh memanjat pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi dalam upaya mendapatkan cahaya matahari ,tetapi akar tetap berada didalam tanah sebagai sarana untuk mendapatkan makanan. Karakteristik dari liana ini, batang bukan sebagai menanggung berat tumbuhan,tapi fleksibel dan memiliki kekuatan tarik menarik yang besar. Batang berevolusi untuk menahan, menarik dan memutar. Pertumbuhan tunas sangat cepat. Ada penudaan yang lama dalam pembesaran daun sampai batang atau sumbu silinder menjadi nmelilit mendukung. Batang berkayu relatif sempit dibanding luas daun. Batang kayu sangat fleksibel untuk membungkuk,memutar dan melingkar. Liana biasanya bukan parasit namun dapat melemahkan tumbuhan lain yang menjadi penyangga dan berkompetisi terhadap cahaya. 4. Kendal (Cordia dichotoma) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Lamiales 49 Famili : Baroginaceae Genus : Cordia Spesies : Cordia dichotoma Tanaman Kendal merupakan tanaman semak,yang ditemuka sebanyak 3 pohon dalam plot yang kami lakukan. Kendal ini memiliki system perakaran tunggang dengan daun berseling berbentuk lonjong hingga bulat telur dan berwarna hijau dengan pertulangan daun menyirip,ujung daun dan batang daun merincing atau lancip hingga membulat dengan tepi agak berombak. Bunga Kendal berupa bunga majemuk yang terdapat diketiak daun.Warna bunga mulai putih kekuningan hingga hijau.Buahnya berbentuk bulat telur berwarna putihkekeuningan hingga orange dan menjadi berwarna merah muda ketika matang.Buah Kendal berukuran kecil dengan panjang sekitar 0,5 –1,5 cm. D. Hutan Mangrove Ekosistem hutan mangrove merupakan ekosistem batas dan kaya akan nutrisi,sebagai habitat nener. Tumbuhan yang dominan pada ekosistem adalah Rhizopora. Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (salineyoung soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan. Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala. Ekosistem yang terdapat di hutan bakau sangat sedikit yang mampu bertahan hidup, hal ini karena hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Maka dari itu Mangrove diketahui mempunyai daya adaptasi fisiologis yang sangat tinggi. Mereka tahan terhadap 50 lingkungan dengan suhu perairan yang tinggi, fluktasi salinitas yang luas dan tanah yang anaerob. Salah satu faktor yang penting adalah system pengudaraan di akar-akarnya. Jenis tumbuhan yang ada di hutan mangrove di pantai Bama Taman Nasional Baluran yang mendominasi adalah pohon bakau atau Rhizophora.Genus Rhizopora mempunyai akar tunjang yang berfungsi untuk menguatkan tubuhnya atau bagian atas tumbuhan dari pengaruh abrasi air laut.Rhizopora memiliki buah yang berbentuk seperti tombak, terbuang bersama gugurnya daun. Adapun ciri-ciri hutan mangrove antara lain kadar garam air dan tanahnya tinggi, kadar O2 air dan tanahnya tinggi, saat air pasang, lingkungannya banjir, saat air surut lingkungannya becek dan terlumpur. Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor tersebutlah yang dapat bertahan dan berkembang. Kenyataan ini menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi kepadatan populasi masing-masing umumnya besar. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa dari gambaran profil ekosistem mangrove tampak bagian depan didominasi secara merata oleh Rhizophora yang mempunyai ketinggian sekitar 3-4 meter. Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malpighiales Famili : Rhizophoraceae Genus : Rhizophora Spesies : Rhizophora sp. E. Hutan Ekoton Hutan Ekoton termasuk ke dalam hutan transisional antara hutan musim dan hutan pantai. Ciri khasnya yaitu hanya didominasi oleh satu spesies saja. 51 Ekoton jarang ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Spesies yang paling mendominasi yaitu Gebang (Corypha utan). Ada beberapa hal yang membedakan dari sebuah ekoton. Pertama, sebuah ekoton dapat memiliki transisi vegetasi tajam, dengan garis tegas antara dua komunitas. Misalnya, perubahan warna rumput atau tanaman hidup dapat mengindikasikan ekoton. Kedua, perubahan dalam fisiognomi (penampilan fisik dari spesies tanaman) dapat menjadi indikator kunci. Para ilmuwan melihat variasi warna dan perubahan tinggi tanaman. Ketiga, perubahan spesies dapat menandakan ekoton. Akan ada organisme tertentu pada satu sisi dari sebuah ekoton atau yang lain. Seperti yang diketahui. Ekoton merupakan zona transisi, yaitu peralihan dua atau lebih komunitas yang berbeda antara habitat air tawar dan habitat lautan. Dimana komunitas ekoton biasanya banyak mengandung organisme dari masing-masing komunitas yang saling tumpang tindih sehingga akan memunculkan organisme-organisme yang khas dan sering kali hanya terdapat pada daerah ekoton. Berdasarkan hasil pengamatan dan penjelasan dari dosen pendamping study lapang dapat diketahui bahwa spesies pohon Gebang (Corypha utan) memiliki tingkat dominasi spesies yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies yang lain. Tingginya tingkat densitas dari spesies pohon yang menempati suatu ekosistem tertentu ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah species tersebut memiliki toleransi yang lebar atau preferensi tertentu terhadap keadaan lingkungan. Faktor lainnya adalah faktor lingkungan yang mendukung seperti pH, suhu dan kelembaban yang cocok guna untuk mendukung pertumbuhan populasi selain itu juga memiliki kemampuan bersaing yang cukup kuat terhadap tanaman lain untuk tetap bertahan, hidup di lingkungannya. Faktor abiotik yang di ukur adalah pengukuran suhu, kelembapan, intensitas cahaya, tekstur tanah, ketebalan serasah tanah dan ph tanah yang telah diukur, hutan ini memiliki rata-rata ketebalan serasah tanah 0,23 cm, pH tanah 7, kelembapan tanah 0. Hutan ekoton kelembapannya relatif lembab, suhu relatif rendah, intensitas cahayanya paling teduh dan arah pergerakan angin yang rendah. Kadar salinitas yang rendah dan ketebalan serasah yang lebih tebal membuat hutan ekoton cenderung ditumbuhi oleh spesies yang kurang bervariasi. Pada ekoton, tanaman yang paling dominan yaitu gebang 52 (Corypha utan) walaupun ada yang lain tetapi tumbuhan lain tersebut terdapat pada ekoton bagian tepi bukan bagian tengah ekoton. Ekoton di daerah lain belum tentu yang dominan itu adalah tanaman gebang, bisa jadi tanaman yang lain yang lebih dominan tergantung dari kondisi lingkungannya. Kebetulan di ekoton Taman Nasional Baluran ini tanaman yang paling dominan adalah gebang. Karena gebang cocok dengan salinitas yang ada di ekoton Baluran sehingga tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di ekoton Baluran. Berikut keterangan mengenai spesies yang ditemukan pada hutan ekoton menurut hasil plot yang telah kami buat: 1. Gebang Gebang (Corypha utan) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Corypha Spesies : Corypha utan Spesies gebang Pohon palma yang besar, berbatang tunggal, tinggi sekitar 15-20 m. Daun daun besar berbentuk kipas, bulat menjari dengan diameter 2-3,5 m,termasuk daun tunggal bercangap dan memiliki pelepah daun, terkumpul di ujung batang (roset batang); bertangkai panjang hingga 7 m, lebar, beralur dalam serta berduri tempel di tepinya. Bekas-bekas pelepah daun pada batang membentuk pola spiral. Gebang hanya berbunga dan berbuah sekali, yakni di akhir masa hidupnya. Karangan bunga muncul di ujung batang (terminal), sesudah semua daunnya mati, berupa malai tinggi besar 3-5 m, dengan ratusan ribu kuntum bunga kuning kehijauan yang berbau harum. Buah bentuk bola bertangkai pendek, hijau, 2-3 cm diameternya. 2. Ficus sp. Klasifikasi : Kingdom : Plantae 53 Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rosales Famili : Moraceae Genus : Ficus Spesies : Ficus sp. Ficus sp. adalah genus tumbuh-tumbuhan yang secara alamiah tumbuh di daerah tropis dengan sejumlah spesies hidup di zona ugahari. Terdiri dari sekitar 850 spesies, jenis-jenis Ficus ini dapat berupa pohon kayu, semak, tumbuhan menjalar dan epifit serta hemi-epifit dalam familia Moraceae. Secara umum jenisjenisnya dikenal sebagai ara, pohon ara atau kayu ara Pohon tin (Common Fig; Ficus ) adalah spesies yang banyak ditemukan di daerah Asia Barat Daya, Timur Tengah dan sekitar Laut Tengah (dari Afganistan sampai Portugal), dan dibudidayakan sejak zaman purba karena buahnya. Buah yang dihasilkan kebanyakan spesies dapat dimakan, meskipun hanya mempunyai nilai ekonomi lokal. Namun, buah-buah ini umumnya merupakan sumber makanan yang penting bagi banyak hewan liar. Pohon-pohon ara juga berperan penting dalam kebudayaan baik karena nilai religinya, seperti halnya pohon beringin (F. benjamina) dan pohon bodhi (F. religiosa), maupun karena banyak kegunaan praktis yang dihasilkannya. 3. Asam (Tamarindus sp.) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Tamarindus Spesies : Tamarindus sp. Tanaman asam merupakan tumbuhan yang tumbuh didaerah tropis yang berbuah polong, Tamarindus sp.,memiliki akar tunggang, batang berukuran besar 54 dan berkayu dapat berukuran sekitar 30 meter dengan diameter yang mampu mencapai 2 meter, daun majemuk menyirip genap, bertepi rata dan berwarna hijau,daunnya akan berguguran menjelang keluarnya bunga. Bunga pada asam berwarna kekuningan yang tersusun dalam tandan renggang dan tumbuh di ketiak daun atau diujung ranting. Buah pada asam berbentuk polong yang menggembung,hamper silindris, bengkok atau lurus,dengan jumlah biji mencapai sekitar 10 butir dalam tiap polongnya. Daging buah berwarna putih,kehijauan saat muda dan berubah menjadi merah kecoklatan sampai kehitaman ketika sangat masak. Rasa buah masam, biji coklat kehitaman, mengkilap dan keras, berbentuk agak persegi. F. Hutan Savana Padang savana pada taman nasional baluran ini merupakan identitas dari taman nasional baluran ini karena padang svan ini di ibaratkan sebagai afrikanya Indonesia berada di baluran. Sehingga dapat kita ketahui bahwa padang savana ini sangat penting keberadaannya di dalam taman nasional baluran ini karena menjadi ciri khas dan satus atunya di indonesia. Apabila keberadaan atau kelestariannya terganggu maka akan berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lainnya, sehingga keberadaannya harus di pertahankan. Kemudian masalah lainnya adalah tingginya intensitas penggembalaan liar di kawasan taman nasional. Walaupun hal ini telah berlangsung lama, akan tetapi dampak dari kegiatan ini banyak mempengaruhi ekosistem savana. Terdapat berbagai cara yang telah di lakukan oleh pengelola taman nasional yaitu yang pertama adalah penghilangan A. nilotica dengan memberantas secara manual dengan biaya yang tentunya tidak sedikit dan juga mencegah keberadaan dari penggembala liar di dalam baluran, tetapi semua cara yang dilakukan belum ada yang optimal dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Kelestarian suatu ekosistem tergantung kepada pengelolanya, karena keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari sistem alam, dimana manusia diberi kemampuan mengelola alam ini. Begitu juga dengan pengelolaan TN Baluran, kebijakan pihak pengelola akan mempengaruhi ekosistem alami di kawasan ini. Masing – masing karakteristik tumbuhan dari plot pada ekosistem savana tersebut meliputi : 55 1. Akasia (Acacia denticulosa) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Acacia Spesies : Acacia denticulosa Tanaman akasia adalah tanaman kayu-kayuan yang termasuk ke dalam family Fabaceae dan genus Acacia. Tanaman ini sebetulnya berasal dari Amerika bagian utara, kendati pun nama Akasia sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘akis’ yang berarti duri. Dalam bahasa Inggris akasia dinamai denga sebutan whistling thorns, Wattles, yellow-fever acacia, atau umbrella acacias tergantung dari spesiesnya, yang cukup banyak spesies yaitu sekitar 1.300 an. Dulunya tanaman akasia hanya digunakan sebagai salah satu tanaman peneduh di tepi-tepi jalan. Selain itu, juga merupakan tanaman penahan banjir di lereng-lereng sungai yang tandus, mengingat tanaman ini memang terbukti bisa tumbuh dengan subur sekalipun ditanam di tanah marginal. Kendati demikian, tanaman dengan nama latin Akasia denticulosa ini tergolong tanaman yang rapuh, sebab cabangnya sangat mudah patah meski hanya tersapu oleh angin yang tidak terlalu kencang. Bagi dunia kesehatan, tanaman dengan nama latin akasia ini digunakan untuk menanggulangi problem ejakulasi dini yang umum diderita para pria. Tidak hanya itu, akar akasia juga sering diolah menjadi obat penyakit rabies. Adapun zat tanin yang dikandungnya bisa dipakai sebagai astringent dengan melewati proses penguapan kayu akasia. Lebih jauh, tanaman ini nyatanya juga bisa berguna untuk menstabilkan kadar gula darah dengan tutorial merebus serta meminumnya dengan cara teratur. 2. Widoro Bekol (Zyzyphus mauritiana) Klasifikasi : Kingdom : Plantae 56 Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rosales Famili : Rhamnaceae Genus : Zyzyphus Spesies : Zyzyphus mauritiana Merupakan tanaman perdu atau pohon kecil, biasanya bengkok, tinggi hingga 15 m dan gemang batang hingga 40 cm. Cabang-cabang menyebar dan acap menjuntai, dengan ranting-ranting tumbuh simpang siur dan berambut pendek. Selalu hijau atau semi menggugurkan daun. Daun-daun penumpu berupa duri, sendirian dan lurus (5–7 mm), atau berbentuk pasangan dimorfis, di mana yang kedua lebih pendek dan melengkung, kadang-kadang tanpa duri, Selain daun, buah, biji, kulit kayu, dan akarnya juga berkhasiat obat, untuk membantu pencernaan dan sebagai tapal obat luka. Di Jawa, kulit kayu ini digunakan untuk mengatasi gangguan pencernaan; dan di Malaysia, kulit kayu yang dihaluskan dipakai sebagai obat sakit perut.Kulit kayu bidara diyakini memiliki khasiat sebagai tonikum, meski tidak terlalu kuat, dan dianjurkan untuk penyakit lambung dan usus. Kulit akarnya, dicampur dengan sedikit pucuk, pulasari, dan bawan putih, diminum untuk mengatasi kencing yang nyeri dan berdarah. 3. Rumput (Cyperus rotundus) Klasifikasi : Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Poales Famili : Cyperaceae Genus : Cyperus Spesies : Cyperus rotundus Ekosistem memiliki vegetasi yang berbeda - beda. Menurut penjelasan dari pak wahyu, pada setiap ekosistem memiliki perbedaan vegetasi yang dikarenakan memiliki kelembaban tanah yang berbeda-beda, sehingga yang mendasari 57 timbulnya perbedaan vegetasi yang terdapat pada setiap ekosistem adalah kelembaban tanah dimana kelembaban tanah ini mengindikasi terdapatnya partikel air. Evergreen terbentuk karena proses sedimentasi dimana pada evergreen tersebut dulunya lebih rendah atau cekung di dalamnya terdapat banyak sekali batuan dan ketika terjadi sedimentasi maka cadangan air lebih banyak dari tempat lain. Sedangkan di hutan musim lebih dekat dengan air karena posisinya bersebelahan dengan hutan evergreen tadi, dan posisi pada hutan musim ini lebih rendah daripada hutan evergreen sehingga sisa-sisa air terdapat di hutan musim. Pada hutan pantai ketika kita menggali tidak dalam sudah langsung di temukan air karena posisinya yang dekat dengan air laut, akan tetapi pohon yang biasanya menyerap air yang di dekat pantai ini cenderung lebih besar, akan tetapi mudah sekali roboh dan keropos. Hal ini dapat terjadi di karenakan batuan berada di bawah hutan pantai ini batuannya padas sehingga sistem perakarannyanya cenderung lebih lemah dan mudah roboh karena tidak dapat menembus tanah dengan dalam tidak seperti pada hutan evergreen yang cenderung memiliki batuan yang tidak padas, sehingga mengakibatkan masih mudah di tembus oleh akar, sehingga pada hutan pantai yang memiliki batuan padas akarnya cenderung menyamping mengakibatkan tidak kuat pondasi pohonnya dan mudah sekali roboh. Jadi nya pondasi pohon harus kokoh supaya tidak mudah sekali roboh. Faktor lainnya adalah salinitas, dimana salinitas pada pohon semakin ke bawah maka semakin tinggi salinitasnya maka sistem perakarannya semakin menyamping. Jika tumbuhan memiliki perakaran yang tunjang maka akar tersebut tidak akan berkembang sehingga mudah sekali roboh. Berarti kelima ekosistem tersebut memiliki vegetasi yang berbeda dan faktor ekologinya juga berbeda. Yang terutama menyebabkan perbedaan pada 6 ekosistem tersebut adalah utamanya ketersediaan air, ketersediaan yang berbeda maka akan memacu perbedaan ekosistem yang ada. Faktor yang merupakan faktor tumbuhnya vegetasi yang berbeda pada setiap hutan tersebut adalah curah hujan dimana kita tahu bahwa air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi mahluk hidup, tanpa asanya air maka tumbuhan tidak akan ada di muka bumi ini titik-titik air hujan yang jatuh ke bumi dapat 58 meresap pada lapisan- lapisan tanah dan menjadi persediaan air tanah, atau bergerak sebagai air larian permukaan, kemudian mengisi badan-badan air, seperti danau atau sungai. Begitu pentingnya air bagi kehidupan mengakibatkan pola penyebaran dan kerapatan makhluk hidup antarwilayah pada umumnya bergantung dari tinggi-rendahnya curah hujan. Wilayah-wilayah yang memiliki curah hujan tinggi pada umumnya merupakan kawasan yang dihuni oleh aneka spesies dengan jumlah dan jenis jauh lebih banyak dibandingkan dengan wilayah yang relatif lebih kering. Sebagai contoh daerah tropis ekuatorial dengan curah hujan tinggi merupakan wilayah yang secara alamiah tertutup oleh kawasan hutan hujan tropis (belantara tropis) dengan aneka jenis flora dan fauna dan tingkat kerapatan yang tinggi. Tingkat intensitas curah hujan pada suatu wilayah akan membentuk karakteristik yang khas bagi formasi-formasi vegetasi (tumbuhan) di muka bumi. Selain itu, adanya faktor kelembaban juga merupakan faktor yang menyebabkan perbedaan vegetasi dan spesies di dalam hutan karena kelembaban udara yang mengandung banyak sekali uap airyang terkandung di dalam massa udara. Tingkat kelembaban udara berpengaruh langsung terhadap pola persebaran tumbuhan di muka bumi. Beberapa jenis tanaman sangat cocok hidup di wilayah yaang kering, sebaliknya terdapat jenis tanaman yang hanya dapat bertahan hidup di atas lahan dengan kadar air yang tinggi. Karena perbedaan adaptasi dan kemampuan hidup mereka mengakibatkan jika tanah yang mengandung banyak partikel air seperti misalnya pada hutan evergreen maka akan mengakibatkan banyak sekali tumbuh – tumbuhanan pohon-pohon besar dan pohon-pohon semak ataupun herba yang dapat hidup disana sedangkan jika kita lihat pada padang savana tidak ada sama sekali herba yang dapat bertahan hidup disana karena kondidsi kelembaban nya sangat rendah sehingga yang dapat survive pada padang savana ini hanya jenis tumbuhan tertentu saja. Berdasarkan tingkat kelembabannya di klasifikasikan ke dalam beberapa jenis tanaman, yang pertama seperti Xerophyta, yaitu jenis tumbuhan yang sangat tahan terhadap lingkungan hidup yang kering atau gersang (kelembapan udara sangat rendah), seperti kaktus dan beberapa jenis rumput gurun. Kemudian mesophyta, yaitu jenis tumbuhan 59 yang sangat cocok hidup di lingkungan yang lembap, seperti anggrek dan jamur (cendawan). Lalu hygrophyta, yaitu jenis tumbuhan yang sangat cocok hidup di lingkungan yang basah, seperti eceng gondok, selada air, dan teratai. Dan tropophyta, yaitu jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi terhadap perubahan musim kemarau dan penghujan. Tropophyta merupakan flora khas di daerah iklim muson tropis, seperti pohon jati. Pada ekosistem hutan ekoton, tanaman yang paling dominan yaitu gebang (Corypha utan) walaupun ada yang lain tetapi tumbuhan lain tersebut terdapat pada ekoton bagian tepi bukan bagian tengah ekoton, vegetasi yang terdapat di ekosistem hutan ekoton yaitu gebang (Corypha utan), Ficus sp. , asem. Ekoton di daerah lain belum tentu yang dominan itu adalah tanaman gebang, bisa jadi tanaman yang lain yang lebih dominan tergantung dari kondisi lingkungannya. Kebetulan di ekoton Taman Nasional Baluran ini tanaman yang paling dominan adalah gebang. Karena gebang cocok dengan salinitas yang ada di ekoton Baluran sehingga tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di ekoton Baluran. Hutan ekoton kelembapannya relatif lembab, suhu relatif rendah, intensitas cahayanya paling teduh dan arah pergerakan angin yang rendah. Kadar salinitas yang rendah dan ketebalan serasah yang lebih tebal membuat hutan ekoton cenderung ditumbuhi oleh spesies yang kurang bervariasi. Tambahan dari Bapak Wahyu bahwa ciri konservasi pada hutan ekoton yaitu pada gebang yang sudah mati dan tumbang dibiarkan begitu saja, hal ini dikarenakan sudah terdapat biji hasil pembuangan yang sangat banyak maka akan memunculkan anak atau individu tumbuhan yang baru. Jenis tumbuhan yang ada di ekosistem hutan mangrove di pantai Bama Taman Nasional Baluran yang mendominasi adalah pohon bakau atau Rhizophora, yaitu spesies Rhizophora apiculata dan Rhizophora stilosa. Genus Rhizopora mempunyai akar tunjang yang berfungsi untuk menguatkan tubuhnya atau bagian atas tumbuhan dari pengaruh abrasi air laut. Rhizopora memiliki buah yang berbentuk seperti tombak, bentuk ini merupakan adaptasi terhadap habitatnya di tepi pantai. Dengan bentuk seperti itu, maka pada saat jatuh akan menancap pada pasir sehingga tidak terbawa oleh arus ombak. Saat menancap 60 pada pasir, bagian seperti tombak akan membentuk akar dan biji akan membentuk tumbuhan baru. Rhizophora biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak sehingga untuk mengatasi hal itu, Rhizophora mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Selain itu, sistem perakarannya hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun. Tambahan dari Bapak Wahyu bahwa adanya hutan bakau juga dapat dijadikan sebagai bioindikator terjadinya intrusi. Intrusi sendiri merupakan penyerapan air laut kedalam tanah daratan. Kerapatan dan dominan pohon bakau mampu mengabsorpsi radiasi efektif dan fungsi pohon bakau untuk mencegah abrasi. Keseimbangan ekologi lingkungan peairan pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen perangkap dan pengikat polusi. Mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan plankton, nener (anak ikan) sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami (Haris, 2014). Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala (Haris, 2014). Pada ekosistem hutan pantai, tanaman yang paling dominan yaitu Tumbuhan A. mengapa tumbuhan A karena kami dalam mengidentifikasi tumbuhan tersebut tidak mengetahui itu tumbuhan apa sehingga kami memberi nama tumbuhan A. Vegetasi yang di temukan di hutan pantai ini terdiri dari tumbuhan poh-pohan, gebang, kendal dan tumbuhan A, namun yang paling 61 mendominasi yaitu Tumbuhan A yang berjumlah 11 spesies. Karena Tumbuhan A cocok dengan kondisi tanah pada hutan pantai. Tipe ekosistem hutan pantai terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Di daerah seperti itu pada umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering terjadi atau terkena angin kencang dengan embusan garam. Hutan Savana merupakan padang rumput dan semak yang terpencar di antara rerumputan, serta merupakan daerah peralihan antara hutan musim dan ekoton pada taman nasional baluran. Vegetasi yang ditemukan di ekosistem savana yaitu akasia, widoro bekol dan rumput, Acacia nilotica dan golongan akasia lainnya merupakan jenis tanaman yang tahan terhadap suhu tinggi. Vegetasi pada ekosistem savana yang paling mendominasi yaitu rumput, ketika musim panas mengalami kering dan tekstur tanah yang liat berubah menjadi pecah-pecah atau retak. Ketika musim hujan vegetasi rumput menjadi warna hijau, sedangkan hewan yang dapat ditemui di ekosistem savana ini yaitu rusa dan banteng. Ekosistem hutan musim merupakan ekosistem hutan dengan curah hujan yang tinggi yang sifat-sifatnya mengikuti perubahan 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau, namun mempunyai periode musim kemarau yang panjang dengan menggugurkan daun pada saat musim kemarau tersebut. Pada saat musim kemarau, banyak pohon-pohon yang menggugurkan daunnya, dimana dalam pertumbuhan vegetasinya dipengaruhi oleh musim. Vegetasi yang ditemukan di ekosistem hutan musim yaitu Caparis, akasia, Liana/gambasgambasan. Yang paling mendominasi pada ekosistem hutan musim yaitu tumbuhan Caparis yang berjumlah 16 spesies karena tumbuhan caparis mampu survive dalam keadaan di ekosistem hutan musim. Pada ekosistem hutan musim kadar airnya terbatas dan banyak tumbuhan mati dan kering akibat musim panas. Tumbuhan yang mengering karena adanya akar yang tidak panjang dan tidak kuat seperti pada tumbuhan hijau, sehingga asimilasi karbon terletak pada batang 62 dan akar. Sedangkan tumbuhan hijau, daun tetap segar meskipun saat ini musim panas karena asimilasi karbon berada di daun. Pada ekosistem hutan evergreen merupakan hutan yang kondisinya selalu dalam keadaan hijau dan di tumbuhi dengan pohon yang besar menutupi area hutan evergreen. Pada ekosistem hutan evergreen keadaannya lebih banyak vegetasinya. Vegetasi yang ditemukan pada hutan evergreen yaitu Dryphetes acamnica, gebang, klengkengan, johar, Phaleria, serut, dan tumbuhan C, dari beberapa vegetasi tersebut yang paling mendominasi pada hutan evergreen yaitu tumbuhan Dryphetes acamnica yang berjumlah 11 pohon, tumbuhan ini hampir mirip dengan tumbuhan kopi. Selain itu terdapat tumbuhan gebang. Tambahan dari Ibu hari bahwa tumbuhan gebang dapat berbunga namun membutuhkan waktu 20-30 tahun sekali untuk menghasilkan biji dalam jumlah ribuan. Tumbuhan gebang ini melakukan sekali reproduksi dan kemudian akan mati. Tekstur tanah pada hutan evergreen adalah loam yaitu loam dengan perbandingan liat, pasir dan debu yang sama. pada hutan evergreen ekosistem vegetasinya lebih banyak dan tingkat kerapatan semakin tinggi maka semakin dalam kadar oksigennya berkurang karena kelembaban yang tnggi. 63 BAB 6. PENUTUP 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah kami lakukan maka dapat di ambil kesimpulan yaitu Taman Nasional Baluran mempunyai berbagai macam tipe ekosistem hutan yaitu: hutan musim, hutan Evergreen, hutan pantai, hutan mangrove, hutan ecotone dan hutan savana. Hutan Evergreen memiliki karakteristik sebagai hutan yang selalu hijau setiap saat dan di tumbuhi tumbuhan yang berukuran besar – besar, memiliki curah hujan sekitar 2500 – 300 mm, penuh dengan tanaman semusim, dan tetap teduh pada musim kemarau. Evergreen merupakan hutan yang paling subur dan vegetasinya lebih bervariasi dibandingkan dengan hutan-hutan lainnya. Karakteristik hutam musim di Taman Nasional Baluran yaitu terdiri dari pohon-pohon yang umumnya tahan dari kekeringan dan termasuk tumbuhan tropofit artinya mampu beradaptasi dengan keadaan kering dan keadaan basah. Vegetasi pada hutan musim cenderung lebih terbuka dibandingkan dengan hutan evergreen, memiliki curah hujan yang tinggi yang sifat-sifatnya mengikuti perubahan 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Karakteristik hutan pantai di Taman Nasional Baluran yaitu memiliki kondisi tanah yang cukup lembab, agak berpasir, sedikit liat, terdapat serasah yang agak tebal dan pada beberapa lokasi tergenang air. Pada hutan pantai ragam tumbuhannya sedikit dan agak jarang. Kondisi seperti ini dikarenakan banyak terdapat pohon tinggi dan memiliki kanopi yang cukup luas sehingga menghalangi cahaya yang masuk. Karakteristik hutan mangrove di Taman Nasional Baluran yaitu tanaman dapat tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Jenis tumbuhan yang ada di hutan mangrove di pantai Bama Taman Nasional Baluran yang mendominasi adalah pohon bakau yang mempunyai akar tunjang yang berfungsi untuk menguatkan tubuhnya atau bagian atas tumbuhan dari pengaruh abrasi air laut, cenderung 64 membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Bila dilakukan penebangan mangrove maka akan mengakibatkan terjadinya abrasi. Karakteristik hutan Ecoton yaitu merupakan peralihan antara dua komunitas besar seperti komunitas hutan pantai dan komunitas hutan musim dan vegetasi yang paling dominan adalah tanaman gebang (Corypha utan), sebuah ecotone dapat memiliki transisi vegetasi tajam, dengan garis tegas antara dua komunitas. Misalnya, perubahan warna rumput atau tanaman hidup dapat mengindikasikan ekoton. Ekoton tidak memiliki kekayaan jenis spesies yang tinggi dibandingkan pada vegetasi yang berada di perbatasan, dan terdapat spesies yang biasanya juga terdapat pada bagian lain dari daerah transisi. Karakteristik Savana di Taman Nasional Baluran yaitu tampak gersang dan kering karena musim kemarau yang sangat panjang sehingga rumput menjadi kering dan terjadi suksesi antara rumput dengan akasia. Savana ini di dominasi oleh rumput-rumputan. Intensitas cahaya pada savana rendah sehingga suhu juga rendah namun kelembapan tinggi. 1.2 Saran Untuk studi lapang atau pengamatan tahun selanjutnya, sebaiknya membawa buku identifikasi yang lengkap sehingga seluruh spesies dapat teridentifikasi. 65 DAFTAR PUSTAKA Alfaida, Suleman. S.M., dan Nurdin, Hja. Musdalifah. 2013. Jenis-Jenis Tumbuhan Pantai di Desa Pelawa Baru Kecamatan Parigi TengahKabupaten Parigi Moutong dan Pemanfaatannya sebagai Buku Saku. e-Jipbiol. Vol. 1 : 19-32. Ali, Agus dkk. 2016. Penentuan Bentuk dan Ukuran Plot Contoh Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan di Hutan Pegunungan Bawah. Jurnal Media Konservasi. Volume 21(1) : 42-47. AriefArifin. 2001. Hutan dan Kehutanan.Yogyakarta: Kanisius. Ewusie. 1980. Pengantar Ekologi Tropika. Tanuwidjaya Usman, penerjemah. Bandung: ITB Press. Terjemahan dari : Elements of Tropical Ecology. Halli, Ida dkk. 2014. Diversitas Arthropoda Tanah di Lahan Kebakaran dan Lahan Transisi Kebakaran Jalan HM 36 Taman Nasional Baluran. Jurnal Biotropika. Volume 2(1) : 20-25. Haris, Risma. 2014. Keanekaragaman Vegetasi Dan Satwa Liar Hutan Mangrove. Jurnal Bionature. 15(2) : 117-122. Haya, Neviaty dkk. 2015. Analisis Struktur Ekosistem Mangrove di Desa Kukupang Kecamatan Kepulauan Joronga. Jurnal Teknologi Perikanan Kelautan. Volume 6(1) : 79-89. Ihsan, Mohammad. 2015. Kesamaan Komunitas Burung Di Lembah Palu Sulawesi Tengah. Jurnal Warta Rimba. Volume 3(2) : 155-162. Indrawan, Muhammad dkk. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan obor Indonesia. Kartawinata, Kuswata. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Lathifah,dkk.2015. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DI HUTAN EVERGREEN TAMAN NASIONAL BALURAN, SITUBONDO, JAWA TIMUR. Jurnal Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 – 134. Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Noor Yus Rusila, M. Khazali, I N.N. Suryadiputra, 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands Internasional. Octavia, Susy dkk. 2013. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Pestisida Alami di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Volume 5(4) : 355-365. Odum dan Johannes. 1975. Ekologi Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 66 Putrisari. 2017. Keanekaragaman dan Struktur Vegetasi Mangrove di Pantai Bama-Dermaga Lama Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Jurnal Prodi Biologi. Volume 6(3) : 1-9. Qiram, Susy dkk. 2007. Pengaruh Pembebasan Jenis Akasia Berduri Acacia nilotica (L.) Willd.ex Del Terhadap Komposisi Jenis Tumbuhan Penyusun Savana dan Kualitas Savana di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Volume 4(6) : 573-582. Sugiarto, Komarsa dkk. 2013. Analisis Risiko Kebakaran Hutan dan Lahan di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dengan Pemanfaatan Pemodelan Spasial. Jurnal Globe. Volume 15(1) : 68-76. Sumadi, Sri dkk. 2008. Pendekatan Model Sistem Dalam Kebijakan Pengelolaan Populasi Rusa di Taman Nasional Baluran. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Volume 5(3) : 205-215. Surasana, Syafeieden. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: FMIPA Biologi ITB. Widodo, W. 2013. Komparasi Keragaman Jenis Burung-burung di Taman Nasional Baluran dan Alas Purwo Pada Beberapa Tipe Habitat. Jurnal Penelitian Hayati. Volume 14(1) : 113-124. 67 LAMPIRAN PERHITUNGAN Berdasarkan data analisis vertikal dan horizontal yang diperoleh pada hasil pengamatan dapat dihitung nilai frekuensi (F), kepadatan (D), serta domansi spesies (important value IV) pada tiap hutan yaitu sebagai berikut : 1. Ekosistem Hutan Evergreen a. Dryphetes acamnica : 11 Di = = = 44 x 10-9 RDi = = =1 Fi = = = 0,169 RFi = = = 0.425 Ci = = = 184 x 10-9 RCi = = = 876 x 10-12 68 IV = RDi + RFi + RCi = 1 + 0,425+876 x 10-12 = 1,425000000876 b. Gebang (Corypha utan) : 5 Di = = = 2 x 10-8 RDi = = = 0,833 Fi = = = 0,076 RFi = = = 0,191 Ci = = = 84 x 10-9 RCi = = = 4 x 10-10 IV = RDi + RFi + RCi = 0,833 + 0,191+ 4 x 10-10 69 = 1.0240000004 c. Kelengkengan : 1 Di = = = 4 x 10-9 RDi = = =1 Fi = = = 0,015 RFi = = = 0,037 Ci = = = 12 x 10-9 RCi = = = 57 x 10-12 IV = RDi + RFi + RCi = 1 + 0,037+ 57 x 10-12 = 1.037000000057 d. Johar : 1 70 Di = = = 4 x 10-9 RDi = = =1 Fi = = = 0,015 RFi = = = 0,037 Ci = = = 2 x 10-8 RCi = = = 95 x 10-12 IV = RDi + RFi + RCi = 1 + 0,037+ 95 x 10-12 = 1.037000000095 e. Phaleria : 1 Di = 71 = = 4 x 10-9 RDi = = =1 Fi = = = 0,015 RFi = = = 0,037 Ci = = = 24 x 10-9 RCi = = = 114 x 10-12 IV = RDi + RFi + RCi = 1 + 0,037+ 114 x 10-12 = 1.037000000114 f. Serut: 6 Di = = 72 = 24x 10-9 RDi = = =1 Fi = = = 0,092 RFi = = = 0,231 Ci = = = 84 x 10-9 RCi = = = 457 x 10-12 IV = RDi + RFi + RCi = 0,833 + 0,231+ 457 x 10-12 = 1.064000000457 g. Tumbuhan C : 1 Di = = = 4 x 10-9 73 RDi = = =1 Fi = = = 0,015 RFi = = = 0,037 Ci = = = 2 x 10-8 RCi = = = 95 x 10-12 IV = RDi + RFi + RCi = 1 + 0,037+ 95 x 10-12 = 1.037000000095 2. Ekosistem Hutan Musim a. Capparis : 16 D = = = 64 x 10 -9 RDI = 74 = =1 FI = = = 0.246 RFI = = = 0.696 Ci = = = 14 X 10-8 RCi = = = 239 x 10-11 IV = RDi + RFi + RCi = 1 + 0.696 + 239 x 10-11 = 1.06970000239 b. Akasia : 6 D = = = 24 x 10 -9 RDI = = =1 FI = 75 = = 0.092 RFI = = = 0.260 Ci = = = 9 X 10-8 RCi = = IV = 153 x 10-11 = RDi + RFi + RCi = 1 + 0.260 + 153 x 10-11 = 1.26000000153 c. Tumbuhan A : 1 D = = = 4 x 10 -9 RDI = = =1 FI = = = 0.015 RFI = = 76 = 0.042 Ci = = = 4 X 10-9 RCi = = = 68 x 10-12 IV = RDi + RFi + RCi = 1 + 0.042 + 68 x 10-12 = 1.042000000068 3. Ekosistem Hutan Pantai a. Pohpohan : 1 D = = = 4 x 10 -9 RDI = = =1 FI = = = 0.015 RFI = = = 0.061 Ci = = = 16 X 10-9 77 RCi = = = 524 x 10-12 IV = RDi + RFi + RCi = 1 + 0.061 + 524 x 10-12 = 1.061000000524 b. Gebang (Corypha utan) : 1 D = = = 4 x 10 -9 RDI = = = 0.166 FI = = = 0.015 RFI = = = 0.061 Ci = = = 32 X 10-9 RCi = = IV = 1049 x 10-12 = RDi + RFi + RCi = 0.166 + 0.061 + 1049 x 10-12 = 0.227000001049 78 c. Tumbuhan A : 11 D = = = 44 x 10 -9 RDI = = =1 FI = = = 0.169 RFI = = = 0.689 Ci = = = 44 X 10-9 RCi = = IV = 1442 x 10-12 = RDi + RFi + RCi = 1 + 0.689 + 1442 x 10-12 = 1.689000001442 d. Tumbuhan B : 3 D = = = 12 x 10 -9 RDI = 79 = =1 FI = = = 0.046 RFI = = = 0.187 Ci = = = 3 X 10-8 RCi = = IV = 98 x 10-11 = RDi + RFi + RCi = 1 + 0.187 + 98 x 10-11 = 1.18700000098 80 LAMPIRAN BUKU DAN JURNAL 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 LAMPIRAN FOTO Foto ekosistem 1. Hutan evergreen 2. Hutan musim 3. Hutan pantai 4. Hutan ekoton 5. Hutan mangrove 101 6. Hutan savana Hutan evergreen Tumbuhan Drypetes 1 Drypetes 2 Drypetes 3 Drypetes 4 102 Drypetes 5 Drypetes 6 Drypetes 7 Drypetes 8 Drypetes 9 Drypetes 10 103 Drypetes 11 Gebang 1 Gebang 2 Gebang 3 Gebang 4 104 Gebang 5 Klengkengan Johar Phaleria 105 Serut 1 Serut 2 Serut 3 Serut 4 Serut 5 106 Tumbuhan C Hutan Musim 107 Hutan pantai 108 109