Uploaded by nindyanurmaghfiroh

BAB 1-4

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu indikator yang dapat menggambarkan kesejahteraan
masyarakat di suatu negara adalah Angka Kematian Ibu (AKI). World Health
Organization (WHO) mengungkapkan bahwa 830 wanita meninggal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan setiap harinya. Hampir semua kematian
ibu (99%) terjadi di negara berpenghasilan rendah. Lebih dari setengah
kematian tersebut terjadi di Afrika Sub-Sahara dan sepertiganya terjadi di Asia
Selatan. Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
menunjukkan angka kematian ibu Indonesia adalah 359 per 100.000 kelahiran
hidup, angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu sebesar
228 per 100.000 kelahiran hidup. AKI Provinsi Sumatera Selatan pada tahun
2013 yaitu 146 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2014
mengalami peningkatan menjadi 155 per 100.000 kelahiran hidup. Angka
tersebut masih berada diatas target nasional untuk tahun 2015 yaitu sebesar
102 per 100.000 kelahiran hidup.
Kematian ibu menunjukkan lingkup yang luas, tidak hanya terkait
dengan kematian yang terjadi saat proses persalinan, tetapi juga mencakup
kematian ibu dalam masa kehamilan dan nifas. Kematian ibu di Indonesia
masih didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu pada tahun 2013
disebabkan oleh perdarahan yaitu 30,3%, kemudian diikuti hipertensi dalam
kehamilan (HDK) sebesar 27,1%, dan infeksi 7,3%. Angka hipertensi dalam
kehamian terus mengalami kenaikan dari tahun 2010 sampai 2013
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Menurut WHO pada tahun 2016, angka kejadian preeklamsia di seluruh
dunia sebanyak 861 dari 96.494 ibu hamil. Di Indonesia angka kejadian
preeklamsia sekitar 7-10% dari seluruh kehamilan. Pada tahun 2014,
didapatkan proporsi penyebab terbanyak angka kematian Ibu di Jawa Timur
adalah Preeklampsia-eklampsia (29,9%). Pada tahun 2015 kejadian Eklampsia
sebesar 31% atau sebanyak 162 orang. Angka kejadian preeklamsia di
Kabupaten Jember sebesar 28,8%, sedangkan angka kematian di Kabupaten
Jember pada tahun 2016 sebesar 33 orang yang salah satunya disebabkan
karena preeklamsia (Dinas Kesehatan Kabupaten Jember 2016).
Penyebab pasti preeklampsia masih belum diketahui secara pasti,
sehingga preeklampsia disebut sebagai ‘’the disease of theories’’. Preeklamsia
adalah gangguan hipertensi kehamilan khusus yang secara signifikan
mempengaruhi morbiditas dan kematian ibu di seluruh dunia. Hal ini terjadi
dalam 5-7% dari seluruh kehamilan, dan merupakan penyebab utama kematian
ibu di negara berkembang. Preeklampsia juga merupakan faktor penting
morbiditas dan mortalitas perinatal, karena berhubungan dengan kelahiran
prematur dan pembatasan pertumbuhan dalam rahim.6 Ada banyak faktor
risiko yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia, seperti umur, paritas,
preeklampsia sebelumnya, riwayat keluarga preeklampsia, kehamilan kembar,
kondisi kesehatan sebelumnya seperti diabetes, hipertensi kronis, penyakit
autoimun, jarak kehamilan serta faktor lainnya.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik
lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90
mmHg. Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer
atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang
dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, dan
gangguan anak ginjal (adrenal). Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala,
sementara tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan komplikasi (Yonata, 2017).
Menurut National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy, terdapat 4 jenis hipertensi dalam
kehamilan, yaitu:
1. Hipertensi Kronis : hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan atau
didapatkan pada usia kehamilan < 20 minggu dan hipertensi menetap hingga
> 12 minggu setelah persalinan.
2. Hipertensi Kronis superimposed preeklampsia : suatu kondisi dimana
didapatkan kondisi hipertensi kronis yang memberat dengan tanda-tanda
preeklampsia setelah usia kehamilan ≥ 20 minggu.
3. Hipertensi gestasional : hipertensi yang baru terjadi pada usia kehamilan ≥20
minggu tanpa disertai gangguan organ dan tidak menetap > 12 minggu
setelah persalinan. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan tekanan darah
≥140/90 mmHg, tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah
normal di usia kehamilan <12 minggu, tidak ada proteinuria (diperiksa
dengan tes celup urin), dan diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan.
4. Preeklamsia : hipertensi yang baru terjadi pada usia kehamilan ≥ 20 minggu
disertai adanya gangguan organ. Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan
apabila ditemukan adanya tekanan darah ≥140/90 mmHg dan minimal salah
satu dari adanya proteinuria ≥300 mg/24 jam atau ≥+1 dipstik, serum
kreatinin > 1,1 mg/dl, edema paru, peningkatan fungsi liver (lebih dari dua
kali dan atau diserai nyeri epigastrial/kuadran kanan atas), trombosit < 100.
000, nyeri kepala dan gangguan penglihatan, serta gangguan pertumbuhan
janin.
4
Setelah menegakkan diagnosis preeklampsia, perlu dilakukan klasifikasi
apakah pada preeklampsia itu terjadi gejala berat (selanjutnya dapat disebut
Preeklampsia Berat) jika pada diagnosis preeklampsia tersebut, didapatkan
adanya TD ≥ 160/110, Serum kreatinin > 1,1 mg / dl, Peningkatan fungsi
liver (lebih dari dua kali dan atau disertai nyeri epigastrial / kuadran kanan
atas), Trombosit <100.000, Nyeri kepala dan gangguan penglihatan,
Gangguan pertumbuhan janin.
5. Eklampsia : kejadian kejang pada wanita dengan preeklampsia yang
sebelumnya telah menunjukan gejala-gejala preeklampsia.3 Eklampsia berasal
dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut dipakai karena
seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului
oleh tanda-tanda lain. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan
kejang yang diikuti oleh koma. Eklampsia lebih sering pada primigravida
daripada multipara. Tergantung dari saat timbulnya eklampsia dibedakan
eklampsia gravidarum (eklampsia antepartum), eklampsia parturientum
(eklampsia intrapartum), dan eklampsia puerperale (eklampsia postpartum).
2.2 Etiologi
Sampai saat ini belum ada teori yang dapat menerangkan secara pasti
mengenai penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil. Menurut
Cunningham et al. tahun 2014 penyebab dari preeclampsia dikarakteristikan oleh
adanya abnormalitas di pembuluh darah berupa jejas sel endotel vaskular diikuti
vasospasme, transudasi plasma, serta sekuel iskemik dan trombotik.
Berikut adalah beberapa teori yang menerangkan proses terjadinya
preeklampsia ((Cunningham et al., 2014):
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus miometrium menjadi arteri arkuarta dan memberi cabang ke arteri
radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis kemudian
memberi cabang ke arteri spiralis.
Kemudian terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis dan
jaringan sekitarnya sehingga matriks lapisan tersebut menjadi kendor dan diikuti
oleh degenerasi lapisan otot arteri spiralis. Hal ini akan mempermudah distensi dan
vasodilatasi arteri spiralis. Distensi dan vasodolatasi lumen arteri spiralis
berdampak pada penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah pada region sirkulasi uteroplasenta. Akibatnya, perfusi ke
jaringan janin meningkat sehingga dapat mendukung pertumbuhan janin. Proses
ini disebut dengan remodeling arteri spiralis.
Pada kejadian hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis mengalami
vasokonstriksi relative yang berlanjut pada kegagalan remodelling arteri spiralis
sehingga sirkulasi uteroplasenta akan menurun dan terjadi proses hipoksia dan
iskemia plasenta..
b.
Teori Disfungsi Endotel
Teori ini menjelaskan tentang proses iskemia pada plasenta akibat proses
remodeling arteri spiralis. Plasenta yang iskemik dan hipoksik akan
menghasilkan bahan oksidan atau radikal bebas. Salah satu oksidan penting yang
dihasilkan adalah radikal hidroksil yang bersifat toksik khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran
sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak kemudian akan merusak membran sel, nukleus, dan protein sel
endotel.
Pada kondisi awal proses destruksi ini masih dapat dikompensasi dengan
adanya produksi bahan antioksidan pada tubuh contohnya vitamin E. Sehingga
terjadi dominasi kadar oksidan peroksida yang lebih tinggi. Peroksida lemak
sebagai oksidan yang sangat toksik ini akan beredar di di seluruh tubuh dan
merusak membran sel endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang
mengakibatkan
disfungsi
endotel,
akan
terjadi
gangguan
metabolisme
prostaglandin dan terjadi agregasi platelet pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan.
Karena gangguan metabolisme prostaglandin, pada saat yang sama agregasi
platelet memproduksi tromboksan A2, suatu vasokonstriktor kuat, maka
cenderung meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II yang mengakibatkan
vasokonstriksi dan menimbulkan hipertensi. Selain itu juga disfungsi endotel
mengakibatkan perubahan khas pada endotel kapiler glomerulus, peningkatan
permeabilitas kapiler, peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, dan
peningkatan faktor koagulasi.
c.
Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Pada plasenta ibu yang mengalami preeklampsia terjadi penurunan ekspresi
HLA-G. Berkurangnya HLA-G ini di desidua daerah plasenta, menghambat invasi
trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangatlah penting agar jaringan
desidua menjadi lunak dan gembur, sehingga memudahkan terjadinya dilatasi
arteri spiralis.
d.
Teori Genetik
Preeklampsia merupakan penyakit multifaktorial dan poligenik. Risiko
insiden preeklampsia meningkat 20-40% pada anak dari ibu yang pernah
mengalami preklampsia, 11-37% pada saudara perempuan seorang penderita
preeklampsia, dan 22-47% pada saudari kembar. Mungkin keadaan
ini
merupakan akibat interaksi ratusan gen yang diwariskan dan dapat mengendalikan
sejumlah besar fungsi metabolik dan enzimatik di sistem organ.
2.3 Faktor Risiko
Wanita hamil dengan usia muda dan wanita nulipara lebih mudah terkena
preeklampsia, sedangkan wanita dengan usia lebih tua berisiko mengalami
hipertensi kronis dengan preeclampsia superimposed. Hal ini diduga berkaitan
erat dengan faktor genetik dari ras dan etnis dimana dari kasus preeklampsia yang
muncul sebanyak 5% adalah wanita berkulit putih, 9% dari wanita Hispania, dan
11% dari wanita Afrika-Amerika. Faktor lain yang mempengaruhi meliputi
pengaruh lingkungan, sosioekonomi, musim, obesitas, kehamilan ganda, usia ibu,
dan adanya sindroma metabolik (Cunningham et al., 2014).
1) Umur ibu > 35 tahun
2) Nulipara
3) Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
4) Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
5) Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
6) Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
7) Kehamilan multipel
8) IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
9) Hipertensi kronik
10) Penyakit Ginjal
11) Sindrom antifosfolipid (APS)
12) Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
13) Obesitas sebelum hamil
14) Indeks masa tubuh > 30
15) Tekanan darah diastolic > 80 mmHg
16) Proteinuria dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300 mg/24 jam.
2.4 Patofisiologi
Meskipun penyebab jelas dari preeklampsia masih belum diketahui, bukti
timbulnya manifestasi klinis preeklampsia mulai tampak sejak awal kehamilan,
berupa gejala yang samar-samar hingga muncul dengan jelas secara klinis di
kemudian hari. Jika preeklampsia tidak dideteksi dan ditangani sejak dini maka
akan menimbulkan komplikasi pada organ tubuh mulai dari komplikasi yang
ringan hingga mengancam nyawa dari ibu maupun janin. Mekanisme terjadinya
preeklampsia diduga akibat dari vasospasme, disfungsi endotel, dan iskemia pada
pembuluh darah.
Mekanisme
vasospasme
pada
pembuluh
darah
disebabkan
oleh
meningkatnya aktivasi bahan-bahan vasopresor seperti angiotensin II dan
endothelin yang jumlahnya cenderung mendominasi pada wanita hamil diikuti
oleh menurunnya produksi bahan-bahan vasodilator seperti nictric oxide dan
prostasiklin. Pada saat yang sama akibat dari vasokonstriksi yang berlebihan akan
terjadi stress oksidatif pada pembuluh darah sehingga menimbulkan jejas pada sel
endotel kemudian terjadi kebocoran cairan ke intertisial dimana darah termasuk
platelet dan fibrinogen akan terdeposit di region subendote sehingga menyebaban
penurunan aliran pembuluh darah. Penurunan aliran darah ini akan mengakibatkan
iskemia dan berakhir dengan nekrosis pada jaringan pembuluh darah. Jika terjadi
pada sistem organ di tubuh maka akan mengakibatkan kerusakan dari sistem
organ tersebut (Cunningham et al., 2014).
2.5 Gejala Klinis
Gejala klinis yang timbul pada preeklampsia adalah :
a. Hipertensi;
b. Gangguan pada fungsi ginjal berupa proteinuria dan peningkatan serum kreatinin;
c. Gejala neurologis yaitu sakit kepala, gangguan penglihatan, gangguan
kesadaran;
d. Edema perifer;
e. Nyeri di region epigastrik abdomen atau di kuadran kanan atas abdomen;
f. Sesak akibat edema paru; dan
g. Gangguan pertumbuhan janin.
2.6 Diagnosis
Diagnosis preeklampsia berat dapat ditegakkan jika ada diagnosis
preeklampsia disertai salah satu dari kriteria klinis pemberatan preeklampsia
tersebut yaitu (PNPK, 2016):
a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama;
b. Trombositopenia: trombosit < 100.000/mikroliter;
a. Gangguan ginjal:kreatinin serum > 1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak adakelainan
ginjal lainnya;
b. Gangguan liver : peningkatan serum transaminase 2 kali kadar normal dan atau
adanya nyeri regioepigastrik / kuadran kanan atas abdomen;
c. Edema paru;
d. Gangguan neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus; atau
e. Gangguan sirkulasi uteroplasenta: oligohidramnion, fetal growth restriction
(FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity
(ARDV).
2.7 Diagnosis Banding
a. Preeklamsia
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan
/ diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya
didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan
peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia
tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu (PNPK, 2016):
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
b. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan atau muncul pada usia
kehamilan < 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali terdiagnosa setelah usia
kehamilan > 20 minggu dan menetap hingga >12 minggu pasca persalinan
(PNPK, 2016).
c. Hipertensi Kronik dengan Preeklampsia Superimposed
Hipertensi kronik yang memberat disertai dengan tanda-tanda preeclampsia
pada usia kehamilan ≥ 20 minggu (PNPK, 2016).
d. Eklamsia
Kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, sebelumnya pasien sudah menjukan
gejala-gejala preeklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria) (PNPK, 2016).
e. Hipertensi gestasional
Hipertensi yang baru terjadi pada usia kehamilan ≥ 20 minggu tanpa disertai
tanda – tanda preeklampsia dan tidak menetap > 12 minggu setelah persalinan dan
disebut juga transient hypertension (PNPK, 2016).
f. Sindroma HELLP
Ialah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan
enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia. Sindroma HELLP didahului
dengan (PNPK, 2016):
1) Terdapat tanda gejala preeklampsia,
2) Tanda hemolisis intravaskuler (kenaikan LDH, AST dan bilirubin indirek)
3) Tanda disfungsi sel hepar (kenaikan ALT, AST, LDH)
4) Trombositopenia (≤ 100.000/ml)
2.8 Penatalaksanaan
1.
Pencegahan dan Pengelolaan Kejang
a) MgSO4 (Magnesium Sulfat)
Magnesium sulfat dapat menghambat dan menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serabut saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga
aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibitor antara ion kalsium dan
ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja
magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan
pertama untuk anti kejang pada preeklampsia.
Cara pemberian (PNPK, 2016):
a. Alternatif 1 (Pemberian kombinasi iv dan im) (untuk Faskes primer, sekunder
dan tersier)
Loading dose
a. Injeksi 4g iv bolus (MgSO4 20%) 20cc selama 5 menit (jika tersedia
MgSO4 40%, berikan 10cc diencerkan dengan 10 cc aquabidest)
b. Injeksi 10g im (MgSO4 40%) 25cc pelan, masing – masing pada bokong
kanan dan kiri berikan 5g (12,5cc). Dapat ditambahkan 1mL Lidokain 2%
untuk mengurangi nyeri.
Maintenance Dose
Injeksi 5g im (MgSO4 40%) 12,5cc pelan, pada bokong bergantian setiap 6
jam.
b. Alternatif 2 (Pemberian iv saja) (hanya untuk Faskes sekunder dan tersier)
Initial Dose
a. Injeksi 4g iv bolus (MgSO4 20%) 20cc selama 5 menit (jika tersedia
MgSO4 40%, berikan 10cc diencerkan dengan 10 cc aquabidest).
b. Dilanjutkan Syringe pump atau infusion pump
Lanjutkan dengan pemberian MgSO4 1g/jam.
c. Atau dilanjutkan Infusion Drip *
Lanjutkan dengan pemberian MgSO4 1g/jam, contoh: sisa 15cc atau 6g
(MgSO4 40%) diencerkan dengan 500cc kristaloid dan berikan selama 6
jam (28 tetes / menit)
c. Jika didapatkan kejang ulangan setelah pemberian MgSO4
Tambahan 2g iv bolus (MgSO4 20%) 10cc (jika tersedia MgSO4 40%,
berikan 5cc diencerkan dengan 5cc aquabidest). Berikan selama 2 – 5 menit,
dapat diulang 2 kali. Jika masih kejang kembali beri diazepam.
Syarat pemberian MgSO4 :
Laju nafas > 12x/menit, refleks patela (+), produksi urin 100cc/4jam
sebelum pemberian, tersedianya Calcium Glukonas 10% 1g (10cc) iv sebagai
antidotum.
2.
Pengobatan Hipertensi
Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari
tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai <160/105 atau MAP <
125. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi.
1. Antihipertensi lini pertama
-20 mg per oral diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg dalam 24 jam / 5-10 mg setiap 8 jam. Dapat diberikan bersama
metildopa 250-500mg setiap 8 jam
2. Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside
Penanganan Aktif
Kehamilan dengan PEB sering dihubungkan dengan peningkatan mortalitas
perinatal dan peningkatan morbiditas serta mortalitas ibu. Sehingga beberapa ahli
berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah usia kehamilan mencapai 34
minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif yang terbaik untuk ibu untuk
mencegah progresifitas PEB.
Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB dilihat baik indikasi pada ibu
maupun janin:
1. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada ibu:
a. kegagalan terapi medikamentosa:
 Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan
darah yang persisten
 setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa, terjadi
kenaikan desakan darah yang persisten
b. tanda dan gejala impending eklampsia
c. gangguan fungsi hepar
d. gangguan fungsi ginjal
e. dicurigai terjadi solusio plasenta
f. timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan
g. umur kehamilan ≥ 37 minggu
h. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) berdasarkan pemeriksaan USG
timbulnya oligohidramnion
2. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada janin
3. Indikasi lain yaitu trombositopenia progresif yang menjurus ke sindrom
HELLP (hemolytic anemia, elevated liver enzymes, and low platelet count).
Pada pasien dengan PEB, sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
dengan beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Penderita belum inpartu
1. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8
2. Dalam melakukan induksi persalinan, bila perlu dapat dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah
mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan
dianggap gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesar.
3. Pembedahan sesar dapat dilakukan jika tidak ada indikasi untuk
persalinan pervaginam atau bila induksi persalinan gagal, terjadi
maternal distress, terjadi fetal distress, atau umur kehamilan <33
minggu.
b. Bila penderita sudah inpartu
1. Perjalan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
2. Memperpendek kala II
3. Pembedahan secara SC dilakukan bila terdapat maternal distress dan
fetal distress.
4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar.
5. Anastesi: regional anastesia, epidural anastesia. Tidak dianjurkan
anastesia umum.
Penanganan ekspektatif
Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia tanpa
gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan evaluasi
maternal dan janin yang lebih ketat. Para ahli merekomendasikan Manajemen
ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia berat dengan usia
kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu dan janin stabil.
Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga direkomendasikan untuk
melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan tersedia
perawatan intensif bagi maternal dan neonatal. Bagi wanita yang melakukan
perawatan
ekspektatif
preekklamsia
berat,
pemberian
kortikosteroid
direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin. Pasien dengan
preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat inap selama
melakukan perawatan ekspektatif (PNPK,2016).
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran
perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia
kehamilan tanpa membahayakan ibu.. Adapun penatalaksanaan ekspektatif
bertujuan:
1. Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang
memenuhi syarat janin dapat dilahirkan
2. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan
ibu.
Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
• Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
• Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
• Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
• Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala
• Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan
doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal direkomendasikan
2.9 Komplikasi
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang
biasa terjadi :
a. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
b. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.
c. Nekrosis hati, akibat vasospasme arteriol di hepar.
d. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low platelet
count.
e. Gangguan ginjal.
f. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
g. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intrauterin.
2.10 Prognosis
Prognosis dari ibu dan janin pada pasien preeklampsia berat tergantung dari
kecepatan dan ketepatan dalam proses skrining dan penanganannya. Penanganan
dan skrining yang cepat dan tepat dapat meningkatkan kemungkinan selamatnya
ibu maupun janin.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1
3.2
Identitas Pasien
Nama
: Ny. K
Umur
: 34 Tahun
Suku
: Jawa
Pendidikan Terakhir
: SMA
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Agama
: Islam
Alamat
: Jember
MRS
: 02-09-2020
Tanggal Pemeriksaan
: 02-09-2020
Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSD dr. Soebandi dari Puskesmas Sukowono jam
15.25 dengan G2P1000 UK 35-36 mgg J/T/H + PEB.
a.
Keluhan Utama : Pusing
b.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan pusing sejak pagi (06.30). Pasien mengeluhkan pusing
sejak 5-7 hari yang lalu, namun pasien tidak periksa ke bidan atau dokter.
Hari ini pasien mengeluhkan pusing semakin sering dan sudah tidak bisa
ditahan lagi. Pasien periksa ke Posyandu di daerah rumahnya, dan
didapatkan hasil pemeriksaan tekanan darah 200/110 mmHg dan dirujuk ke
Puskesmas Sukowono. Di PKM Sukowono, pasien disuntik MgSO4 full
dose pada pukul 13.00. Lalu pasien dirujuk ke RSD Soebandi. Pasien
mengaku tidak pernah memiliki riwayat darah tinggi, dan hanya memiliki
darah tinggi saat hamil seperti kehamilan sebelumnya.
c.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi
: disangkal
Diabetes mellitus
: disangkal
16
d.
e.
f.
g.
Asma
: disangkal
Alergi
: disangkal
Darah tinggi saat hamil
: diakui saat hamil pertama
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi
: disangkal
Diabetes mellitus
: disangkal
Asma
: disangkal
Alergi
: disangkal
Riwayat Haid
Menarche
: 13 tahun
Siklus
: ± tiap 28 hari, teratur
Lama
: 5-7 hari
Dismenorhea
: tidak dirasakan nyeri selama haid
HPHT
: 24 Desember 2019
HPL
: 1 Oktober 2020
Riwayat Perkawinan
Menikah
: 1 kali
Lama menikah
: 6 tahun
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. Laki-laki/ 3 tahun/ spontan/ puskesmas/ 3200 gr
2. Hamil ini
h.
Riwayat KB
Tidak KB
i.
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pola makan pasien sehari-hari baik
dan teratur. Pasien mengaku tidak memiliki kecenderungan mengonsumsi
jenis makanan tertentu. Pasien tidak memiliki kebiasaan minum alkohol dan
merokok. Hubungan pasien dengan keluarga serta lingkungan sekitar baik.
3.3
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan
: 152 cm
Berat badan
: 79 kg
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 176/99 mmHg
Nadi
: 116 x / menit
Suhu (axiller)
: 36,6 °C
RR
: 23 x / menit
17
3.4
Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Kepala
: Oedem kelopak mata - / Konjunctivaanemis - / Sclera icterus - / Sianosis (-)
Dyspnea (-)
Leher
: Pembesaran KGB (-), Bendungan Vena Leher (-)
Thorax
: Bentuk normal, gerak simetris +/+, retraksi -/-
Pulmo
: Suara nafas
Simetris +/+, vesikuler +/+, Rhonkhi -/- , Wheezing -/-
Cor
: S1S2 tunggal, extra systole (-), gallop (-), murmur (-)
Abdomen
: BU (+) dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat
+
+
+
+
Oedema
-
-
+
+
b. Status Obstetri
Mammae
: kolostrum (-), hiperpigmentasi areola mammae (+),
penonjolan glandula mammae (+)
Abdomen
: Inspeksi
: Bandle Rings (-), BSC (-)
Auskultasi
: DJJ (+) 142x/menit
Perkusi
: Redup (+)
Palpasi
: Soepel, nyeri tekan (-), massa (-), TFU 22
cm, punggung kanan, dengan presentasi
kepala, belum masuk pintu atas
panggul (PAP). His (-)
Genitalia
: VT ø taa
18
3.5
Resume
Ibu usia 26 tahun datang ke Poli Hamil RSD dr. Soebandi rujukan dari
Puskesmas Tanggul jam 07.56 dengan G2P1001Ab000 uk 32-33 mgg dengan
PEB. Pasien merasa hamil 7 bulan. Pasien dirujuk oleh Bidan Puskesmas Tanggul
dengan PEB dan hasil laboraturium tanggal 26 Maret 2020 RS Bina Sehat
menunjukkan proteinuria +3. Saat kunjungan rumah tanggal 24 Maret 2020,
pasien tidak ada keluhan namun TD 150/90 mmHg, DJJ 144x/menit. Pasien
mendapatkan obat nifedipin dan aspilet. Pasien datang ke Poli Hamil RSD dr.
Soebandi pada 27 Maret 2020 pukul 07.56 untuk dilakukan pemeriksaan USG.
Pasien juga mengeluhkan kaki bengkak dan kadang merasakan pusing. Di Poli
Hamil RSD dr. Soebandi tekanan darah pasien 160/100 mmHg, Nadi 92 x/menit,
RR 20 x/menit, Tax :36,6°C. Abdomen: TFU 22 cm, puka, preskepala, DJJ (+)
142 x/menit. Genitalia: VT ø taa. Hasil USG : plasenta di fundus, ketuban cukup,
Estimated Fetal Weight (EFW) : 780 gram. Kesan : terdapat gangguan
pertumbuhan janin.
3.6
Diagnosis Kerja
G2P1000 UK 35-36 mgg janin T/H + PEB
3.7
Planning
 Edukasi :
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi pasien,
tindakan yang dilakukan, serta prognosisnya.
 Diagnostik :
 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
 TTV
 DL, UL
 NST
 Terapi :
 Infus RL
 Injeksi MgSO4 sesuai protab (full dose, lanjut loading dose)
 Nifedipine 3x10mg
 Dopamet 3x500mg
 Gastrul tab ¼
19
 Obstetri
 Terminasi Kehamilan
 Monitoring :
 Keluhan pasien
 TTV
 DJJ
3.8
Tanggal
2/9/2020
Observasi
Jam
15.25
Estimasi
urine
-
2/9/2020
19.00
800cc
3/9/2020
00.00
-
3/9/2020
05.00
600 cc
3/9/2020
11.00
-
3/9/2020
18.00
4/9/2020
01.00
4/9/2020
07.00
4/9/2020
13.00
300cc
SOAP
VT Ø taa
DJJ 142 x/menit
VT Ø taa
DJJ 145 x/menit
DJJ 142 x/menit
- Nifedipin
10mg
- Dopamet
500mg
- MgSO4 40%
1gr/jam (infus
pump)
DJJ 142 x/menit
- Nifedipin 10mg
- Dopamet 250mg
- Gastrul ¼ tab
- MgSo4 40%
1g/jam
DJJ 139 x/menit
- Nifedipin 10mg
- Dopamet 250mg
DJJ 142 x/mnt
VT : BS <5
- Gastrul ¼ tab
- Nifedipin 10mg
- Dopamet
250mg
DJJ 140 x/mnt
VT : BS <5
- Gastrul ¼ tab
- Nifedipin 10mg
- Dopamet
250mg
DJJ 146 x/mnt
VT : BS <5
- MgSO4 40%
1g/jam
- Gastrul 50mg
- Nifedipin 10mg
- Dopamet
TD
(mmHg)
168/94
N
(x/mnt)
116
RR
(x/mnt)
22
Tax
(°C)
36,6
140/90
110
20
36,5
140/90
96
22
36,5
140/90
94
20
36,5
140/90
94
20
36,6
140/90
90
20
36,5
130/90
94
22
36,6
140/90
96
20
36,6
140/90
90
22
36,6
20
250mg
4/9/2020
21.00
4/9/2020
23.00
5/9/2020
01.50
5/9/2020
07.00
5/9/2020
09.00
5/9/2020
15.00
5/9/2020
19.00
5/9/2020
23.00
6/9/2020
09.00
350cc
400cc
300cc
DJJ 142 x/mnt
VT : BS >5
- Gastrul 50mg
- Nifedipin 10mg
- Dopamet
250mg
DJJ 146 x/mnt
- MgSO4 40%
1g/jam
- Telah lahir bayi
jenis kelamin
perempuan,
langsung
menangis,
dengan Apgar
Score 7-8.
- BB: 3200 gr
- PB: 51 cm
- Nifedipin 10mg
- Dopamet
250mg
- Amoksisilin
500mg
- Asmef 500mg
- MgSO4 40%
1g/jam
- Nifedipin 10mg
- Dopamet
250mg
- Amoksisilin
500mg
- Asmef 500mg
- MgSO4 40%
1g/jam
- Nifedipin 10mg
- Dopamet
250mg
- Amoksisilin
500mg
- Asmef 500mg
Pasien poliklinis,
kontrol poli 5 hari.
- Nifedipin 10mg
- Dopamet
250mg
- Amoksisilin
500mg
- Asmef 500mg
130/90
93
22
36,2
140/90
88
22
36,1
140/70
98`
22
36,4
140/80
86
20
36,6
140/80
88
20
36,3
140/80
82
22
36,1
140/80
88
20
36,2
140/90
86
22
36,6
140/80
86
20
36,6
21
3.9 Hasil Laboratorium
DL 02/09/2020
UL 02/09/2020
Hb : 14.3
Protein : positip 2
Lekosit: 11.1
Blood Makros : positip 3
Hematokrit: 41,8
Trombosit: 224
SGOT : 42
SGPT: 23
GDA : 188
3.10 Penatalaksanaan
Terapi post persalinan pervaginam:
 Terapi :

MgSO4 40% syring pump 1g/jam

Nifedipine tab 3x10 mg P.O

Metildopa tab 3x500 mg P.O

Amoksisilin 3x500 mg P.O

Asam Mefenamat 3x500mg P.O
 Monitoring :
3.11

Keluhan pasien

Fluksus

TTV

Kontraksi uterus

Urine output
Diagnosis Keluar
P2001 post partum B H1 + PEB
3.12
Prognosis
Quo ad vitam: bonam
Quo ad functionam: bonam
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis preeklampsia dalam kehamilan dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Berikut adalah
perbandingan antara teori dan temuan klinis yang dijumpai pada pasien yang
mendukung diagnose terjadinya preeklampsia.
No.
1.
Teori
Pasien
Anamnesis
-
a. Riwayat keluarga preeklampsia
Riwayat
keluarga
preeklampsia
b. Primigravida
-
c. Kehamilan kembar
2(100)/3 =120)
d. Primitua sekunder (jarak antar kehamilan >
-
(97,5
kg/ (1,625 m)2) =
10 tahun)
e. Usia > 35 tahun
36,923
f. Body Mass Index (BB/{TB}2 > 30) /
obesitas
g. Mean Arterial Pressure ({Sistolik + 2
Diastolik}/3) > 90
h. Riwayat Hipertensi dalam Kehamilan
i. Hipertensi Kronis
j. Kelainan Ginjal
k. Diabetes
l. Penyakit Autoimun
2.
Penegakkan diagnosis
preeklampsia
berat
- Tekanan
harus memenuhi kkriteria minimal sebagai
160/100
Darah:
berikut:
- Proteinuria: + 3
 Hipertensi: tekanan darah minimal 160
- Peningkatan AST
mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama;
 Serum kreatinin > 1,1 mg/dl atau proteinuria
 Edema paru
 Peningkatan fungsi liver (lebih dari dua kali
atau disertai nyeri epigastrial / kuadran
kanan atas)
 Trombosit < 100.000
 Nyeri kepala dan gangguan penglihatan
 Gangguan pertumbuhan janin
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Barry, Chris. 2011. Hypertension in Pregnancy The Management of
Hypertensive Disorders During Pregnancy. Edisi Pertama Cetakan
Kedua. London : Royal College of Obstetrics and Gynecologists.
2. Benson, R. C., & Pernoll, M. L. (2013). Buku Saku Obstetri dan
Ginekologi (9 ed.). (S. S. Primarianti, & T. Resmisari, Eds.) Jakarta:
EGC.
3. Cunningham, F. G., Lenevo, K. J., Bloom, S. L., Spong, C. Y., Dashe,
J. S., Hoffman, B. L. 2014. Williams Obstetrics (24th ed.). United
States: McGraw-Hill Education.
4. Gumilar D., Prof.dr. Erry, Sp.OG (K). 2017. Rekomendasi
Preeklampsia- Eklampsia dan Perdarahan Pasca Persalinan. Surabaya :
Satgas Penakib.
5. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan Tatalaksan
Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Indonesia.
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Profil Kesehatan
Indonesia 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan Indonesia.
8. Pusat Data dan lnformasi Kementerian Kesehatan Rl. Hipertensi.
Jakarta: Infodatin Pusat Data dan lnformasi Kementerian Kesehatan
Rl; 2014.
9. Roberts, James M. 2013. Hypertension in Pregnancy. Edisi Pertama.
Washington DC : American College of Obstetrics and Gynecologists.
10. Saiffudin, dr. Abdul Bari , M.P.H., Sp. OG. 2014. Ilmu Kebidanan
Edisi Ke IV.Jakarta: PT. Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo.
Download