Uploaded by User66131

makalah sejarah goa selarong

advertisement
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah
“Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling” ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini saya membahas tentang sejarah goa selarong.
Makalah ini
disusun berdasarkan sumber buku yang berhubungan dengan obyek
penulis. Dengan harapan makalah ini dapat membantu menjelaskan semua
prinsip-prinsip bimbingan konseling pada umumnya bagi mahasiswa maupun
pembaca. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran atau kritik yang dapat
membangun guna penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 03 November 2018
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setelah kekalahannya dalam Peperangan era Napoleon di Eropa, pemerintah
Belanda berada dalam kesulitan ekonomi, dan berusaha menutup kekosongan kas
mereka dengan memberlakukan berbagai pajak di wilayah jajahannya, termasuk di
Hindia Belanda. Selain itu, mereka juga melakukan monopoli usaha dan
perdagangan untuk memaksimalkan keuntungan. Pajak-pajak dan praktek monopoli
tersebut amat mencekik rakyat Indonesia yang saat itu sudah sangat menderita.
Untuk semakin memperkuat kekuasaan dan perekonomiannya, Belanda mulai
berusaha menguasai kerajaan-kerajaan di Nusantara, salah satu di antaranya adalah
Kerajaan Yogyakarta. Ketika Sultan Hamengku Buwono IV wafat, Sultan
Hamengku Buwono V yang baru berusia 3 tahun, diangkat menjadi penguasa. Akan
tetapi pada prakteknya, pemerintahan kerajaan dilaksanakan oleh Patih Danuredjo,
seseorang yang mudah dipengaruhi dan tunduk kepada Belanda. Belanda dianggap
mengangkat seseorang yang tidak sesuai dengan pilihan atau adat keraton.
Pemberontakan terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Sultan Hamengku
Buwono V (1822) dimana Pangeran Diponegoro menjadi salah satu anggota
perwalian yang mendampingi Sultan Hamengku Buwono V yang baru berusia 3
tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama
Residen Belanda.
Kekuasaan Belanda yang semakin besar dan meluas, bukan hanya dalam bidang
ekonomi dan politik saja, namun juga meluas ke bidang-bidang lainnya seperti
kebudayaan dan agama. Karena masuknya Bangsa Eropa ke kehidupan Bangsa
Indonesia, menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa perlawanan dan perang
melawan penindasan dan penjajahan Bangsa Eropa.
Tindakan sewenang-wenang dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa kolonial
Eropa telah menimbulkan kesengsaraan dan kepedihan bangsa Indonesia.
Menghadapi tindakan penindasan itu, rakyat Indonesia memberikan perlawanan
yang sangat gigih. Salah satu perlawanan pribumi terhadap penjajah yaitu Perang
Jawa. Pangeran Diponegoro menjadi tokoh penggerak dan pemimpin dari Perang
Jawa. Awal mula terjadinya perang ini adalah karena rakyat dibelit oleh berbagai
bentuk pajak dan pungutan yang menjadi beban turun-temurun sedangkan kalangan
kraton hidup mewah dan tidak mempedulikan penderitaan rakyat
Perang Jawa yang juga dikenal dengan sebutan Perang Diponegoro adalah perang
besar dan berlangsung selama lima tahun (1825-1830) di Pulau Jawa. Perang ini
merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda
selama masa pendudukannya di Nusantara, melibatkan pasukan Belanda di bawah
pimpinan Jenderal Hendrik Merkus De Kock yang berusaha meredam perlawanan
penduduk Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro.
Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan
dukungan rakyat. Di bawah kepemimpinan Diponegoro, rakyat pribumi bersatu
dalam semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati" yang artinya
sejari
kepala
sejengkal
tanah
dibela
sampai
mati. Atas
saran
dari
pamannya Pangeran Mangkubumi, Pangeran Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo
(kediaman neneknya), dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa
Selarong.
Perang ini menimbulkan korban bagi kedua belah pihak. Tercatat ada 200.000
orang di Jawa tewas selama peperangan. Di pihak Belanda, 8000 prajurit Eropa
terbunuh, dan 7000 prajurit, yang direkrut Belanda dari wilayah Nusantar tewas.
Selain itu Belanda juga mengalami kebangkrutan karena telah menghabiskan uang
sebesar 20 juta gulden.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang melatarbelakang terjadinya Perang Jawa ?
2. Bagaimanakah proses terjadinya Perang Jawa?
C. TUJUAN
1. Mengetahui penyebab terjadinya Perang Diponegoro.
2. Mengenal asal usul Pangeran Diponegoro.
3. Mengetahui akhir dari Perang Jawa.
D. MANFAAT
Manfaat penulisan makalah ini adalah kita dapat mengambil banyak nilai-nilai
positif dari perlawanan Pangeran Diponegoro yang dapat kita contoh seperti
keberanian, kegigihan, kesabaran dan pengorbanan yang dapat kita terapkan
dikehidupan sehari-hari.
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Pangeran Diponegoro
Diponegoro lahir di Yogyakarta, 11 November 1785, tepat menjelang fajar saat sahur
pada bulan puasa. Beliau memiliki nama kanak-kanak yaitu Bendoro Raden Mas
Mustahar. Diponegoro adalah putra dari Sultan Hamengku Buwono III dengan
seorang selir (garwa ampean) yang bernama Raden Ayu Mengkarawati. Menyadari
kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya
untuk menjadi raja, ia lebih tertarik dengan kehidupan keagamaannya dan
masyarakat. Sehingga Semenjak kecil, diasuh oleh neneknya, Ratu Ageng di
Tegalrejo. Sebuah tempat tinggal yang terpencil yang letaknya beberapa kilometer
dari istana Yogyakarta. Disana dia memasuki lingkungan-lingkungan pesantren dan
tidak
mau
menghadap
istana
yang
tidak
disukainya
karena
banyak
persengkongkolan, kemerosotan akhlak, pelanggaran susila, dan pengaruh barat
yang bersifat merusak.
Diponegoro dikenal sebagai sosok yang suka membaca kitab-kitab agama dan
menjunjung tinggi adat jawa dilingkungannya. Sifat khas Diponegoro di mata orang
Jawa adalah ia seorang yang mudah bergaul baik dengan orang biasa maupun
dengan orang besar. Oleh karena itu ia banyak disenangi oleh banyak orang karena
kejujuran, kesederhanaan, kerendahan hati, kebersihan hati, kepemimpinan, dan
jiwa kepahlawanan yang ia miliki.
Selama hidup, Pangeran Diponegoro setidaknya menikah dengan 9 orang istri di
antaranya yaitu :
1.
R.A. Retna Madubrangta (puteri kedua Kyai Gedhe Dhadhapan)
2.
R.A. Supadmi (R.A. Retnakusuma, putri Raden Tumenggung Natawijaya III)
3.
R.A. Retnadewati (puteri kyai di Yogyakarta)
4.
R.Ay. Citrawati (puteri Raden Tumenggung Rangga Parwirasentika)
5.
R.A. Maduretno (puteri Raden Rangga Prawiradirjo III dan Ratu Maduretna)
6.
R.Ay. Ratnaningsih (putri Raden Tumenggung Sumaprawira)
7.
R.A. Retnakumala (putri Kyai Guru Kasongan)
8.
R.Ay. Ratnaningrum (putri Pangeran Penengah)
9.
Syarifah Fathimah Wajo (putri Datuk Husain)
Dari 9 istri, setidaknya Pangeran Diponegoro memiliki 22 anak, terdiri dari 12 anak
laki-laki dan 10 anak perempuan.
B. Penyebab Terjadinya Perang Jawa
Melihat situasi Jawa yang penuh dengan penderitaan, dengan rakyat yang dibebani
oleh kewajiban membayar pajak, serta harus memenuhi kebutuhan orang Belanda,
membuat Pangeran Diponegoro menjadi tidak tahan melihat situasi tersebut. Selain
itu ,Belanda pada masa itu ikut campur dalam urusan pemerintah istana, seperti
penobatan Sultan Yogyakarta. Setelah Sultan Hamengku Buwono IV wafat,
Belanda mengangkat putra mahkota, yaitu Jarot (Sultan Hamengku Buwono V)
sebagai Sultan Yogyakarta, Padahal usianya pada saat itu baru tiga tahun. Sultan
Hamengku Buwono V hanya dijadikan sebagi simbol pemerintahan saja.
Selanjutnya
dalam
pemerintahan
istana
Yogyakarta
dipegang
oleh Patih
Danurejo bersama Residen Belanda.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya Perang Diponegoro. Sebab-sebab
tersebut antara lain:
a. Sebab Umum
Kekuasaan dan wibawa raja-raja di Jawa Tengah semakin merosot karena daerah
kekuasaannya semakin berkurang. Kaum bangsawan merasa dikurangi haknya,
tanah-tanah yang mereka sewakan kepada pihak swasta Eropa telah diambil alih
oleh pemerintah kolonial.
Rakyat mempunyai beban yang sangat berat dalam hidupnya, seperti kerja rodi dan
membayar pajak tanah. Pemungutan yang dilakukan bersifat memeras dan menjadi
beban bagi rakyat.
b. Sebab Khusus
Sebab khusus Perang Diponegoro adalah pembuatan jalan yang melalui tanah makam
leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Pembuatan jalan itu dilaksanakan oleh
Patih Danurejo IV sebagai kaki tangan bangsa Belanda. Patok-patok yang dipasang
atas perintah Patih Danurejo IV dicabut oleh pasukan pangeran diponegoro.
Pemasangan dan pencabutan patok-patok tanda pembuatan jalan itu telah terjadi
berulang kali. Akhirnya Pangeran Diponegoro memerintahkan agar patok-patok itu
diganti dengan tombak sebagai pernyataan perang.
C. Awal Perang Jawa
Diawali pada bulan Mei 1825 Residen Belanda, A.H Smissaert bersama Patih
Danurejo IV akan membangun jalan yang melintasi daerah yang bernama Tegalrejo.
Namun Pangeran Diponegoro dan masyarakat merasa tersinggung dan marah karena
Tegalrejo merupakan tempat pemakaman dari leluhur Pangeran Diponegoro. Selain
itu pembutan jalan tersebut pembangunan tersebut akan menggusur banyak lahan.
Untuk menyelesaikan masalah tanah itu, sebenarnya A.H.Smisaert telah
mengundang Pangeran Diponegoro untuk menemuinya. Namun undangan itu
ditolak mentah-mentah olehnya.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian melakukan pematokan di daerah yang akan
dibuat jalan. Pematokan sepihak tersebut membuat Pangeran Diponegoro geram,
lalu memerintahkan orang-orangnya untuk mencabuti patok-patok itu dan diganti
dengan tombak yang menyatakan perang. Inilah awal pertentangan antara Pangeran
Diponegoro dengan Patih Danurejo IV dan Belanda.
Akhirnya terdengar kabar bahwa Belanda akan menyerang Tegalrejo dan menangkap
Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro kemudian mengadakan rapat dengan
para keluarga dan pengikutnya seperti Kyai Mojo dan Sentot Ali Basha untuk
mengambil tindakan-tindakan yang perlu diambil jika Belanda benar-benar
menyerang Tegalrejo.
Kemudian Sultan Hamengku Buwono V mengutus Pangeran Mangkubumi untuk
datang
ke
Tegalrejo
dan
menanyakan
mengapa
Pangeran
Diponegoro
mengumpulkan rakyat di desanya. Pangeran Diponegoro kemudian menjawab
bahwa mereka berkumpul untuk mengahadapi serangan Belanda. Kemudian dari
keraton mengutus Patih Danurejo IV untuk mengundang Pangeran Diponegoro
menghadap Sultan di keraton tapi atas keinginan rakyat, maka pangeran Diponegoro
kembali menolak ajakan itu dan rakyat bersedia menanggung akibatnya.
Pangeran Mangkubumi kemudian menyarankan agar wanita, anak-anak dan orang
tua dipindahkan ke Selarong daerah Bantul. Kemudian datanglah utusan dari residen
untuk
menjemput
Pangeran
Mangkubumi
kembali
ke
keraton.
Utusan
itu juga membawa surat dari Pangeran Diponegoro yang isinya tentang kehendak
Pangeran Diponegoro mengumpulkan rakyat. Ketika Pangeran Mangkubumi sedang
menulis surat balasan tiba tiba terdengar letusan senjata tentara Belanda yang
menyerang Tegalrejo. Mulailah perlawanan Pangeran Diponegoro pada tanggal 20
Juli 1825.
Ketika wilayah Tegalrejo dibakar oleh tentara Belanda, Pangeran Diponegoro
bersama pengikutnya menyingkir ke Bantul di daerah Kalisoka. Didesa
Kalisoka Pangeran Diponegoro disambut oleh pasukan rakyat yang telah menunggu
kedatangan Pangeran Diponegoro.
Anak anak, Wanita dan Orang tua tetap tinggal di Kalisoka dan Pangeran
Mangkubumi
ditunjuk
Diponegoro bermarkas
sebagai
di Selarong.
pelindungnya.
Di markas
Sedangkan
besar Selarong
Pangeran
ini berkumpul
para Pasukan Pangeran Diponegoro menyusun strategi di markas Selarong.
Di Selarong Pangeran Diponegoro mambagi tugas untuk melakukan perlawanan.
Pangeran Diponegoro Anom, yaitu putra Pangeran Diponegoro, dan Tumenggung
Danukusuma diberi tugas untuk melakukan perlawanan di daerah Bagelen.
Pangeran
Adiwinono
dan
Mangundipuro
mendapat
tugas
mengadakan perlawanan di daerah Kedu dan sekitarnya . Pangeran Abu Bakar dan
Tumenggung Jaya Mustopo mengadakan perlawanan di daerah Lowano. Pangeran
Adisurya
dan
Pangeran
Sumonegoro
mengadakan
perlawanan
Kulon Progo Tumenggung Cokronegoro memimpin pasukan di Godean.
di
Pangeran
Joyokusumo ( Pangeran Bei ) memimpin pasukan di utara Yogyakarta dibantu
Tumenggung Suradilogo. Yogyakarta bagian timur diserahkan kepada Tumenggung
Suryonegoro dan Tumenggung Suronegoro
Pertahanan di Selarong diberikan kepada Joyonegoro, Pangeran Suryodiningrat dan
Pangeran Joyowinoto. Gunung Kidul diberikan kepada pangeran Singosari dan
Pangeran Warakusumo. Perlawanan di daerah Pajang dipegang oleh Pangeran
Mertoloyo Pangeran Wiryokusumo, Tumenggung Sindurejo dan Pangeran
Diporejo. Perlawanan
di Sukawati
dipimpin oleh Kertonegara ,
Bupati
Mangunnegara memimpin perlawanan di Madiun Magetan dan Kediri.
Insiden Tegalrejo dengan cepat terdengar oleh Van der Capellen, kemudian ia
mengirim Jenderal De Kock untuk mengambil tindakan dan memulikan keamanan,
Jenderal de Kock sampai di Semarang tanggal 29 Juli 1825 dan tiba di Surakarta
pada tanggal 30 Juli 1825. Susuhan Pakubuwana VI menyatakan kesediaanya untuk
membantu Jendral de Kock memadamkan perlawanan Pangeran Diponegoro.
D. Jalannya Perang Jawa
Untuk memadamkan perlawanan rakyat di Yogyakarta Belanda mengirim pasukan
bantuan dari Semarang. Sesampainya di lembah Logerok (Lembah Pisangan) bala
bantuan yang dipimpin kapten Keemsius tadi di sergap oleh pasukan Diponegoro
dibawah
pimpinan
Musyosentika.
Sebagian
besar pasukan itu yang berjumlah 200 orang tewas,
senjata-senjata mereka dirampas beserta
uang
50.000
gulden.
Barang
rampasan ini kemudian dibawa ke Selarong, kemenangan pertama ini terjadi pada
akhir Juli 1825.
Bala bantuan dari timur terdiri dari legiun Mangkunegaran yang dipimpin Raden
Mas Suwongso, menantu Mangkunegoro disergap di desa Randugunting (Kalasan) .
Hampir seluruh prajurit Mangkunegaran tewas. Pemimpinnya Raden Mas
Suwongso tertawan dan dibawa ke Selarong, tetapi kemudian dibebaskan kembali
oleh Pangeran Diponegoro.
Mendengar berita kemenangan pasukan Diponegoro di logorok dan Randugunting,
membuat rakyat semakin berani bergerak dan kuat. Sedangkan keluarga Keraton
Yogyakarta yang ketakutan bersembunyi di benteng Belanda. Banyak alim ulama
keraton yang meninggalkan keraton dan bergabung dengan pasukan Diponegoro.
Perlwanan
rakyat
terus
berkobar,
upaya
de
Kock
untuk
mengatasi perlawanan rakyat selanjutnya
adalah dengan memanggil perwira-perwira
Belanda yang bertugas
diluar
Jawa
untuk menghadapi Diponegoro. Jenderal Van Geen yang bertugas memadamkan
perlawanan
di
Sulawesi
ditarik
ke
Jawa,
selama
berminggu-minggu dia
harus bertempur melawan rakyat Semarang yang dipimpin oleh Pangeran Serang.
Pangeran
Serang
kemudian
menuju
ke
Sukawati
di
selatan bergabung dengan pasukan Kartodirja. Kemudian mereka memimpin perlaw
anan rakyat di Rembang, Blora dan Bojonegara. Tumenggung Kartadirja tertembak
kakinya kemudian ditawan di Semarang. Kemudian Pangeran Serang bergabung
ke Madiun dan selanjutnya bergabung dengan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta.
Setelah itu pasukan Belanda mengadakan serangan besar-besaran ke Selarong pada 2
dan 4 Oktober 1825, namun Selarong sudah kosong karena Pangeran Diponegoro
memindahkan markasnya ke Dekso. Para wanita,anak anak dan orang tua
dipindahkan ke Suwela. Di situ Pangeran Diponegoro memperkuat dan
memperbaiki pasukannya. Ia membentuk kesatuan pasukan baru dengan Senopati
tangguh dan berpengalaman.
Kemudian tanggal 28 Juli pasukan Belanda kembali bergerak menuju Yogyakarta, di
Kasuran pasukan Belanda disergapoleh Pasukan Diponegoro, Van Geen kabur, Kol
Cochius dan dua orang bangsawan kraton tewas. Selama tahun 1826 Pangeran
Diponegoro
selalu
memenangkan pertempuran melawan Belanda dan Mangkunegaran.
Karena
mengalami
kekalahan
berturut-turut
sejak
awal
perang
kemudian mengangkat kembali Sultan Hamengkubuwono II
de
Kock
pada 1826.
Pengangkatan ini bermaksud agar pimpinan perjuangan rakyat yang dulu setia
kepada Sultan Sepuh mau meninggalkan perjuagan dan kembali ke kraton. Akan
tetapi pemimpin pasukan tetap setia kepada Pangeran Diponegoro, dan tetap
melanjutkan perlawanan.
Pada tahun 1827 karena telah menelan kekalahan bertubi tubi sejak dua tahun
berperang. Jenderal de Kock mengubah siasat perang menjadi Benteng Stelsel, yaitu
dengan mendirikan benteng di tempat yang diduduki. Siasat ini untuk mengimbangi
siasat perang gerilya yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro yang selalu
berpindah
tempat.
Sehingga
pasukan
de
Kock
tidak perlu mencari Diponegoro. Total 200 benteng dibangun untuk mengatasi perla
wanan Pangeran Diponegoro. Strategi benteng stelsel ini tidak langusng behasil
karena pasukan Diponegoro masih memenangkan pertempuran pertempuran di
Kedu.
Pada 1828 Belanda memindahkan markasnya ke Magelang Karena dinilai lebih
strategis,
sebab
lokasinya
yang
strategis
untuk
memadamkan perlawanan rakyat. Belanda terus memperkuat jaringan bentengnya,
mereka memper sempit ruang gerak pasukan Diponegoro. Pada 1828 tepatnya pada
tanggal 18 April Pangeran Natadiningrat putra Pangeran Mangkubumi menyerah.
Penyerahan ini sangat menggembirakan bagi Belanda karena Belanda berharap
Pangeran Mangkubumi juga ikut menyerah ke Belanda.
Disamping persenjataan yang lengkap dan modern. Belanda juga melancarkan cara
lain untuk mempengaruhi para pemimpin pasukan Diponegoro untuk menyerahkan
diri dengan iming-iming posisi di keraton.
1828
terjadi
pertempuran
Pada akhir
di
Penangguhan.
Disini
jatuh banyak korban dari Belanda maupun dari pasukan pangeran Diponegoro.
Kapten Van Ingen dan Pangeran Prangwedana tewas dan di pihak Diponegoro
komandan pasukan Mantirejon meninggal. Kedua belah pasukan menarik diri dari
pertempuran ini.
E. Akhir Perang Jawa
Pada awal tahun 1829 terjadi pergantian pimpinan dalam pemerintahan Kolonial
Belanda di Indonesia. Komiaris Dus Bus akan diganti oleh Johannesvan Den Bosch
sebagai Gubernur Jenderal. Jenderal Marcus de Kock digantioleh Mayor Jendral
Benyamin Bisschof. Mayor Bisshof tiba di Jakarta tanggal 13 Mei 1939. Jenderal ini
kondisinya lemah dan ia meninggal di Cianjur Jawa barat pada 7 Juni 1939.
Sehingga Jendeeral de Kock minta memimpin pasukan Belanda melawan
Diponegoro.
Sementara terjadi pergantian kekuasaan di Belanda Pangeran Diponegoro terus
melanjutkan perlawanan di Bagelen dan Banyumas. Yogyakarta selatan perlawanan
rakyat
dibawah
Pangeran
Bei
mengadakan perlawanan terhadap pos pos pertahanan Belanda.
Pada 1829 diluar Yogyakarta banyak Tumenggung yang menyerahkepada Belanda.
Istri pangeran Mangkubumi juga menyerah pada tahun yang sama. Kemudian
karena usia yang tua Pangeran Mangkubumi kembali ke Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat.
Keadaan semakin memburuk bagi Pangeran Diponegoro, Sentot Prawiradirja
menyerah ke Belanda. Para Pangeran juga menyerah kepada Belanda dan kembali
ke keraton Yogyakarta. Akan tetepi Pangeran Diponegoro tetap mengadakan
perlawanan di daerah Kedu. Pada 17 Februari Letkol Cleerens mengahadap
Pangeran Diponegoro untuk mengajak berunding di Karesidenan.
Pada 18 Maret Pangeran Diponegoro tiba di Magelang dengan berkuda tepat pada
bulan Ramadhan. Diponegoro kemudian mengusulkan agar perundingan baru
diadakan setelah Idul Fitri yang jatuh pada 27 maret 1830. Sehari setelah Idul Fitri
pada tanggal 28 Maret 1830 perundingan dilaksanakan. Tuntutan pangeran
Diponegoro agar mendirikan negara merdekayang bersendikan syariat dan Islam.
Karena
tuntutan Dipanegara dinilai berlebihan kemudian Pangeran Dipanegara ditangkap ke
mudian dibuang ke Manado. Dengan demikian berakhirlah Perang Jawa yang
dipimpin oleh Pangeran Diponegoro melawan keraton dan Belanda.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perang jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro selama lima tahun adalah
perang rakyat jawa melawan Belanda dan Dalem Mangkunegaran, yang nyaris
seluruh perlawanan hampir dimenangkan oleh pasukan Diponegoro. Namun karena
sistem benteng stelse yang digunakan Belanda dalam strategi Belanda membuat
ruang gerak pasukan Diponegoro menjadi sempit.
Kemunduran perang jawa ini juga dipengaruhi oleh banyaknya pasukan Diponegoro
yang mundur dan tergiur akan iming-iming Belanda, yang berjanji akan
memberikan posisi di Keraton jika mau mundur dari perang. Selain itu, perang jawa
juga memberikan beberapa dampak bagi Belanda dan pribumi, yaitu Belanda harus
menanggung biaya perang sebesar 20 juta gulden yang menyebabkan Belanda
menciptakan cuultur stelse (tanam paksa), serta kehilangan ribuan pasukannya.
Sedangkan dampak bagi pri bumi adalah Pulau Jawa dilanda kelaparan yang
menyebabkan banyaknya pri bumi yang meninggal karena kelaparan, serta sistem
tanam paksa yang semakin memberatan rakyat jawa.
B. SARAN
Kita sebagai generasi milenial patutlah mengetahui bagaimana susahnya pejuang
Indonesia zaman dahulu dalam memperjuangkan kemerdekaan, dari bertaruh harta
maupun nyawa. Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam
membela Indonesia dan semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.
serta
menjadikan
perjuangan
mereka
menjadi
motivasi
bagi
kita
bersungguh-sungguh dalam memajukan Bangsa Indonesia yang lebih makmur
agar
DAFTAR PUSTAKA
Caley,Peter.2014.Takdir.diterjemahkan oleh: Bambang Murtianto dan P.M. Laksono.
Jakarta:Kompas Penerbit Buku
http://manabf.blogspot.com/2015/12/makalah-perang-diponegoro.html
https://risalridwan.blogspot.com/2017/02/makalah-pangeran-diponegoro.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Diponegoro
https://media.neliti.com/media/publications/12153-ID-kepemimpinan-pangeran-d1po
negoro-dalam-perspektif-sejarah.pdf
https://www.academia.edu/9186169/Perang_Dipanegara_1825-1830
Download