KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah “Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini saya membahas tentang sejarah goa selarong. Makalah ini disusun berdasarkan sumber buku yang berhubungan dengan obyek penulis. Dengan harapan makalah ini dapat membantu menjelaskan semua prinsip-prinsip bimbingan konseling pada umumnya bagi mahasiswa maupun pembaca. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran atau kritik yang dapat membangun guna penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Yogyakarta, 03 November 2018 Penulis DAFTAR ISI PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setelah kekalahannya dalam Peperangan era Napoleon di Eropa, pemerintah Belanda berada dalam kesulitan ekonomi, dan berusaha menutup kekosongan kas mereka dengan memberlakukan berbagai pajak di wilayah jajahannya, termasuk di Hindia Belanda. Selain itu, mereka juga melakukan monopoli usaha dan perdagangan untuk memaksimalkan keuntungan. Pajak-pajak dan praktek monopoli tersebut amat mencekik rakyat Indonesia yang saat itu sudah sangat menderita. Untuk semakin memperkuat kekuasaan dan perekonomiannya, Belanda mulai berusaha menguasai kerajaan-kerajaan di Nusantara, salah satu di antaranya adalah Kerajaan Yogyakarta. Ketika Sultan Hamengku Buwono IV wafat, Sultan Hamengku Buwono V yang baru berusia 3 tahun, diangkat menjadi penguasa. Akan tetapi pada prakteknya, pemerintahan kerajaan dilaksanakan oleh Patih Danuredjo, seseorang yang mudah dipengaruhi dan tunduk kepada Belanda. Belanda dianggap mengangkat seseorang yang tidak sesuai dengan pilihan atau adat keraton. Pemberontakan terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono V (1822) dimana Pangeran Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Sultan Hamengku Buwono V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Kekuasaan Belanda yang semakin besar dan meluas, bukan hanya dalam bidang ekonomi dan politik saja, namun juga meluas ke bidang-bidang lainnya seperti kebudayaan dan agama. Karena masuknya Bangsa Eropa ke kehidupan Bangsa Indonesia, menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa perlawanan dan perang melawan penindasan dan penjajahan Bangsa Eropa. Tindakan sewenang-wenang dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa kolonial Eropa telah menimbulkan kesengsaraan dan kepedihan bangsa Indonesia. Menghadapi tindakan penindasan itu, rakyat Indonesia memberikan perlawanan yang sangat gigih. Salah satu perlawanan pribumi terhadap penjajah yaitu Perang Jawa. Pangeran Diponegoro menjadi tokoh penggerak dan pemimpin dari Perang Jawa. Awal mula terjadinya perang ini adalah karena rakyat dibelit oleh berbagai bentuk pajak dan pungutan yang menjadi beban turun-temurun sedangkan kalangan kraton hidup mewah dan tidak mempedulikan penderitaan rakyat Perang Jawa yang juga dikenal dengan sebutan Perang Diponegoro adalah perang besar dan berlangsung selama lima tahun (1825-1830) di Pulau Jawa. Perang ini merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara, melibatkan pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Hendrik Merkus De Kock yang berusaha meredam perlawanan penduduk Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Di bawah kepemimpinan Diponegoro, rakyat pribumi bersatu dalam semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati" yang artinya sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati. Atas saran dari pamannya Pangeran Mangkubumi, Pangeran Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo (kediaman neneknya), dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Perang ini menimbulkan korban bagi kedua belah pihak. Tercatat ada 200.000 orang di Jawa tewas selama peperangan. Di pihak Belanda, 8000 prajurit Eropa terbunuh, dan 7000 prajurit, yang direkrut Belanda dari wilayah Nusantar tewas. Selain itu Belanda juga mengalami kebangkrutan karena telah menghabiskan uang sebesar 20 juta gulden. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang melatarbelakang terjadinya Perang Jawa ? 2. Bagaimanakah proses terjadinya Perang Jawa? C. TUJUAN 1. Mengetahui penyebab terjadinya Perang Diponegoro. 2. Mengenal asal usul Pangeran Diponegoro. 3. Mengetahui akhir dari Perang Jawa. D. MANFAAT Manfaat penulisan makalah ini adalah kita dapat mengambil banyak nilai-nilai positif dari perlawanan Pangeran Diponegoro yang dapat kita contoh seperti keberanian, kegigihan, kesabaran dan pengorbanan yang dapat kita terapkan dikehidupan sehari-hari. PEMBAHASAN A. Asal Usul Pangeran Diponegoro Diponegoro lahir di Yogyakarta, 11 November 1785, tepat menjelang fajar saat sahur pada bulan puasa. Beliau memiliki nama kanak-kanak yaitu Bendoro Raden Mas Mustahar. Diponegoro adalah putra dari Sultan Hamengku Buwono III dengan seorang selir (garwa ampean) yang bernama Raden Ayu Mengkarawati. Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak keinginan ayahnya untuk menjadi raja, ia lebih tertarik dengan kehidupan keagamaannya dan masyarakat. Sehingga Semenjak kecil, diasuh oleh neneknya, Ratu Ageng di Tegalrejo. Sebuah tempat tinggal yang terpencil yang letaknya beberapa kilometer dari istana Yogyakarta. Disana dia memasuki lingkungan-lingkungan pesantren dan tidak mau menghadap istana yang tidak disukainya karena banyak persengkongkolan, kemerosotan akhlak, pelanggaran susila, dan pengaruh barat yang bersifat merusak. Diponegoro dikenal sebagai sosok yang suka membaca kitab-kitab agama dan menjunjung tinggi adat jawa dilingkungannya. Sifat khas Diponegoro di mata orang Jawa adalah ia seorang yang mudah bergaul baik dengan orang biasa maupun dengan orang besar. Oleh karena itu ia banyak disenangi oleh banyak orang karena kejujuran, kesederhanaan, kerendahan hati, kebersihan hati, kepemimpinan, dan jiwa kepahlawanan yang ia miliki. Selama hidup, Pangeran Diponegoro setidaknya menikah dengan 9 orang istri di antaranya yaitu : 1. R.A. Retna Madubrangta (puteri kedua Kyai Gedhe Dhadhapan) 2. R.A. Supadmi (R.A. Retnakusuma, putri Raden Tumenggung Natawijaya III) 3. R.A. Retnadewati (puteri kyai di Yogyakarta) 4. R.Ay. Citrawati (puteri Raden Tumenggung Rangga Parwirasentika) 5. R.A. Maduretno (puteri Raden Rangga Prawiradirjo III dan Ratu Maduretna) 6. R.Ay. Ratnaningsih (putri Raden Tumenggung Sumaprawira) 7. R.A. Retnakumala (putri Kyai Guru Kasongan) 8. R.Ay. Ratnaningrum (putri Pangeran Penengah) 9. Syarifah Fathimah Wajo (putri Datuk Husain) Dari 9 istri, setidaknya Pangeran Diponegoro memiliki 22 anak, terdiri dari 12 anak laki-laki dan 10 anak perempuan. B. Penyebab Terjadinya Perang Jawa Melihat situasi Jawa yang penuh dengan penderitaan, dengan rakyat yang dibebani oleh kewajiban membayar pajak, serta harus memenuhi kebutuhan orang Belanda, membuat Pangeran Diponegoro menjadi tidak tahan melihat situasi tersebut. Selain itu ,Belanda pada masa itu ikut campur dalam urusan pemerintah istana, seperti penobatan Sultan Yogyakarta. Setelah Sultan Hamengku Buwono IV wafat, Belanda mengangkat putra mahkota, yaitu Jarot (Sultan Hamengku Buwono V) sebagai Sultan Yogyakarta, Padahal usianya pada saat itu baru tiga tahun. Sultan Hamengku Buwono V hanya dijadikan sebagi simbol pemerintahan saja. Selanjutnya dalam pemerintahan istana Yogyakarta dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya Perang Diponegoro. Sebab-sebab tersebut antara lain: a. Sebab Umum Kekuasaan dan wibawa raja-raja di Jawa Tengah semakin merosot karena daerah kekuasaannya semakin berkurang. Kaum bangsawan merasa dikurangi haknya, tanah-tanah yang mereka sewakan kepada pihak swasta Eropa telah diambil alih oleh pemerintah kolonial. Rakyat mempunyai beban yang sangat berat dalam hidupnya, seperti kerja rodi dan membayar pajak tanah. Pemungutan yang dilakukan bersifat memeras dan menjadi beban bagi rakyat. b. Sebab Khusus Sebab khusus Perang Diponegoro adalah pembuatan jalan yang melalui tanah makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Pembuatan jalan itu dilaksanakan oleh Patih Danurejo IV sebagai kaki tangan bangsa Belanda. Patok-patok yang dipasang atas perintah Patih Danurejo IV dicabut oleh pasukan pangeran diponegoro. Pemasangan dan pencabutan patok-patok tanda pembuatan jalan itu telah terjadi berulang kali. Akhirnya Pangeran Diponegoro memerintahkan agar patok-patok itu diganti dengan tombak sebagai pernyataan perang. C. Awal Perang Jawa Diawali pada bulan Mei 1825 Residen Belanda, A.H Smissaert bersama Patih Danurejo IV akan membangun jalan yang melintasi daerah yang bernama Tegalrejo. Namun Pangeran Diponegoro dan masyarakat merasa tersinggung dan marah karena Tegalrejo merupakan tempat pemakaman dari leluhur Pangeran Diponegoro. Selain itu pembutan jalan tersebut pembangunan tersebut akan menggusur banyak lahan. Untuk menyelesaikan masalah tanah itu, sebenarnya A.H.Smisaert telah mengundang Pangeran Diponegoro untuk menemuinya. Namun undangan itu ditolak mentah-mentah olehnya. Pemerintah Hindia Belanda kemudian melakukan pematokan di daerah yang akan dibuat jalan. Pematokan sepihak tersebut membuat Pangeran Diponegoro geram, lalu memerintahkan orang-orangnya untuk mencabuti patok-patok itu dan diganti dengan tombak yang menyatakan perang. Inilah awal pertentangan antara Pangeran Diponegoro dengan Patih Danurejo IV dan Belanda. Akhirnya terdengar kabar bahwa Belanda akan menyerang Tegalrejo dan menangkap Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro kemudian mengadakan rapat dengan para keluarga dan pengikutnya seperti Kyai Mojo dan Sentot Ali Basha untuk mengambil tindakan-tindakan yang perlu diambil jika Belanda benar-benar menyerang Tegalrejo. Kemudian Sultan Hamengku Buwono V mengutus Pangeran Mangkubumi untuk datang ke Tegalrejo dan menanyakan mengapa Pangeran Diponegoro mengumpulkan rakyat di desanya. Pangeran Diponegoro kemudian menjawab bahwa mereka berkumpul untuk mengahadapi serangan Belanda. Kemudian dari keraton mengutus Patih Danurejo IV untuk mengundang Pangeran Diponegoro menghadap Sultan di keraton tapi atas keinginan rakyat, maka pangeran Diponegoro kembali menolak ajakan itu dan rakyat bersedia menanggung akibatnya. Pangeran Mangkubumi kemudian menyarankan agar wanita, anak-anak dan orang tua dipindahkan ke Selarong daerah Bantul. Kemudian datanglah utusan dari residen untuk menjemput Pangeran Mangkubumi kembali ke keraton. Utusan itu juga membawa surat dari Pangeran Diponegoro yang isinya tentang kehendak Pangeran Diponegoro mengumpulkan rakyat. Ketika Pangeran Mangkubumi sedang menulis surat balasan tiba tiba terdengar letusan senjata tentara Belanda yang menyerang Tegalrejo. Mulailah perlawanan Pangeran Diponegoro pada tanggal 20 Juli 1825. Ketika wilayah Tegalrejo dibakar oleh tentara Belanda, Pangeran Diponegoro bersama pengikutnya menyingkir ke Bantul di daerah Kalisoka. Didesa Kalisoka Pangeran Diponegoro disambut oleh pasukan rakyat yang telah menunggu kedatangan Pangeran Diponegoro. Anak anak, Wanita dan Orang tua tetap tinggal di Kalisoka dan Pangeran Mangkubumi ditunjuk Diponegoro bermarkas sebagai di Selarong. pelindungnya. Di markas Sedangkan besar Selarong Pangeran ini berkumpul para Pasukan Pangeran Diponegoro menyusun strategi di markas Selarong. Di Selarong Pangeran Diponegoro mambagi tugas untuk melakukan perlawanan. Pangeran Diponegoro Anom, yaitu putra Pangeran Diponegoro, dan Tumenggung Danukusuma diberi tugas untuk melakukan perlawanan di daerah Bagelen. Pangeran Adiwinono dan Mangundipuro mendapat tugas mengadakan perlawanan di daerah Kedu dan sekitarnya . Pangeran Abu Bakar dan Tumenggung Jaya Mustopo mengadakan perlawanan di daerah Lowano. Pangeran Adisurya dan Pangeran Sumonegoro mengadakan perlawanan Kulon Progo Tumenggung Cokronegoro memimpin pasukan di Godean. di Pangeran Joyokusumo ( Pangeran Bei ) memimpin pasukan di utara Yogyakarta dibantu Tumenggung Suradilogo. Yogyakarta bagian timur diserahkan kepada Tumenggung Suryonegoro dan Tumenggung Suronegoro Pertahanan di Selarong diberikan kepada Joyonegoro, Pangeran Suryodiningrat dan Pangeran Joyowinoto. Gunung Kidul diberikan kepada pangeran Singosari dan Pangeran Warakusumo. Perlawanan di daerah Pajang dipegang oleh Pangeran Mertoloyo Pangeran Wiryokusumo, Tumenggung Sindurejo dan Pangeran Diporejo. Perlawanan di Sukawati dipimpin oleh Kertonegara , Bupati Mangunnegara memimpin perlawanan di Madiun Magetan dan Kediri. Insiden Tegalrejo dengan cepat terdengar oleh Van der Capellen, kemudian ia mengirim Jenderal De Kock untuk mengambil tindakan dan memulikan keamanan, Jenderal de Kock sampai di Semarang tanggal 29 Juli 1825 dan tiba di Surakarta pada tanggal 30 Juli 1825. Susuhan Pakubuwana VI menyatakan kesediaanya untuk membantu Jendral de Kock memadamkan perlawanan Pangeran Diponegoro. D. Jalannya Perang Jawa Untuk memadamkan perlawanan rakyat di Yogyakarta Belanda mengirim pasukan bantuan dari Semarang. Sesampainya di lembah Logerok (Lembah Pisangan) bala bantuan yang dipimpin kapten Keemsius tadi di sergap oleh pasukan Diponegoro dibawah pimpinan Musyosentika. Sebagian besar pasukan itu yang berjumlah 200 orang tewas, senjata-senjata mereka dirampas beserta uang 50.000 gulden. Barang rampasan ini kemudian dibawa ke Selarong, kemenangan pertama ini terjadi pada akhir Juli 1825. Bala bantuan dari timur terdiri dari legiun Mangkunegaran yang dipimpin Raden Mas Suwongso, menantu Mangkunegoro disergap di desa Randugunting (Kalasan) . Hampir seluruh prajurit Mangkunegaran tewas. Pemimpinnya Raden Mas Suwongso tertawan dan dibawa ke Selarong, tetapi kemudian dibebaskan kembali oleh Pangeran Diponegoro. Mendengar berita kemenangan pasukan Diponegoro di logorok dan Randugunting, membuat rakyat semakin berani bergerak dan kuat. Sedangkan keluarga Keraton Yogyakarta yang ketakutan bersembunyi di benteng Belanda. Banyak alim ulama keraton yang meninggalkan keraton dan bergabung dengan pasukan Diponegoro. Perlwanan rakyat terus berkobar, upaya de Kock untuk mengatasi perlawanan rakyat selanjutnya adalah dengan memanggil perwira-perwira Belanda yang bertugas diluar Jawa untuk menghadapi Diponegoro. Jenderal Van Geen yang bertugas memadamkan perlawanan di Sulawesi ditarik ke Jawa, selama berminggu-minggu dia harus bertempur melawan rakyat Semarang yang dipimpin oleh Pangeran Serang. Pangeran Serang kemudian menuju ke Sukawati di selatan bergabung dengan pasukan Kartodirja. Kemudian mereka memimpin perlaw anan rakyat di Rembang, Blora dan Bojonegara. Tumenggung Kartadirja tertembak kakinya kemudian ditawan di Semarang. Kemudian Pangeran Serang bergabung ke Madiun dan selanjutnya bergabung dengan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta. Setelah itu pasukan Belanda mengadakan serangan besar-besaran ke Selarong pada 2 dan 4 Oktober 1825, namun Selarong sudah kosong karena Pangeran Diponegoro memindahkan markasnya ke Dekso. Para wanita,anak anak dan orang tua dipindahkan ke Suwela. Di situ Pangeran Diponegoro memperkuat dan memperbaiki pasukannya. Ia membentuk kesatuan pasukan baru dengan Senopati tangguh dan berpengalaman. Kemudian tanggal 28 Juli pasukan Belanda kembali bergerak menuju Yogyakarta, di Kasuran pasukan Belanda disergapoleh Pasukan Diponegoro, Van Geen kabur, Kol Cochius dan dua orang bangsawan kraton tewas. Selama tahun 1826 Pangeran Diponegoro selalu memenangkan pertempuran melawan Belanda dan Mangkunegaran. Karena mengalami kekalahan berturut-turut sejak awal perang kemudian mengangkat kembali Sultan Hamengkubuwono II de Kock pada 1826. Pengangkatan ini bermaksud agar pimpinan perjuangan rakyat yang dulu setia kepada Sultan Sepuh mau meninggalkan perjuagan dan kembali ke kraton. Akan tetapi pemimpin pasukan tetap setia kepada Pangeran Diponegoro, dan tetap melanjutkan perlawanan. Pada tahun 1827 karena telah menelan kekalahan bertubi tubi sejak dua tahun berperang. Jenderal de Kock mengubah siasat perang menjadi Benteng Stelsel, yaitu dengan mendirikan benteng di tempat yang diduduki. Siasat ini untuk mengimbangi siasat perang gerilya yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro yang selalu berpindah tempat. Sehingga pasukan de Kock tidak perlu mencari Diponegoro. Total 200 benteng dibangun untuk mengatasi perla wanan Pangeran Diponegoro. Strategi benteng stelsel ini tidak langusng behasil karena pasukan Diponegoro masih memenangkan pertempuran pertempuran di Kedu. Pada 1828 Belanda memindahkan markasnya ke Magelang Karena dinilai lebih strategis, sebab lokasinya yang strategis untuk memadamkan perlawanan rakyat. Belanda terus memperkuat jaringan bentengnya, mereka memper sempit ruang gerak pasukan Diponegoro. Pada 1828 tepatnya pada tanggal 18 April Pangeran Natadiningrat putra Pangeran Mangkubumi menyerah. Penyerahan ini sangat menggembirakan bagi Belanda karena Belanda berharap Pangeran Mangkubumi juga ikut menyerah ke Belanda. Disamping persenjataan yang lengkap dan modern. Belanda juga melancarkan cara lain untuk mempengaruhi para pemimpin pasukan Diponegoro untuk menyerahkan diri dengan iming-iming posisi di keraton. 1828 terjadi pertempuran Pada akhir di Penangguhan. Disini jatuh banyak korban dari Belanda maupun dari pasukan pangeran Diponegoro. Kapten Van Ingen dan Pangeran Prangwedana tewas dan di pihak Diponegoro komandan pasukan Mantirejon meninggal. Kedua belah pasukan menarik diri dari pertempuran ini. E. Akhir Perang Jawa Pada awal tahun 1829 terjadi pergantian pimpinan dalam pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia. Komiaris Dus Bus akan diganti oleh Johannesvan Den Bosch sebagai Gubernur Jenderal. Jenderal Marcus de Kock digantioleh Mayor Jendral Benyamin Bisschof. Mayor Bisshof tiba di Jakarta tanggal 13 Mei 1939. Jenderal ini kondisinya lemah dan ia meninggal di Cianjur Jawa barat pada 7 Juni 1939. Sehingga Jendeeral de Kock minta memimpin pasukan Belanda melawan Diponegoro. Sementara terjadi pergantian kekuasaan di Belanda Pangeran Diponegoro terus melanjutkan perlawanan di Bagelen dan Banyumas. Yogyakarta selatan perlawanan rakyat dibawah Pangeran Bei mengadakan perlawanan terhadap pos pos pertahanan Belanda. Pada 1829 diluar Yogyakarta banyak Tumenggung yang menyerahkepada Belanda. Istri pangeran Mangkubumi juga menyerah pada tahun yang sama. Kemudian karena usia yang tua Pangeran Mangkubumi kembali ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Keadaan semakin memburuk bagi Pangeran Diponegoro, Sentot Prawiradirja menyerah ke Belanda. Para Pangeran juga menyerah kepada Belanda dan kembali ke keraton Yogyakarta. Akan tetepi Pangeran Diponegoro tetap mengadakan perlawanan di daerah Kedu. Pada 17 Februari Letkol Cleerens mengahadap Pangeran Diponegoro untuk mengajak berunding di Karesidenan. Pada 18 Maret Pangeran Diponegoro tiba di Magelang dengan berkuda tepat pada bulan Ramadhan. Diponegoro kemudian mengusulkan agar perundingan baru diadakan setelah Idul Fitri yang jatuh pada 27 maret 1830. Sehari setelah Idul Fitri pada tanggal 28 Maret 1830 perundingan dilaksanakan. Tuntutan pangeran Diponegoro agar mendirikan negara merdekayang bersendikan syariat dan Islam. Karena tuntutan Dipanegara dinilai berlebihan kemudian Pangeran Dipanegara ditangkap ke mudian dibuang ke Manado. Dengan demikian berakhirlah Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro melawan keraton dan Belanda. PENUTUP A. KESIMPULAN Perang jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro selama lima tahun adalah perang rakyat jawa melawan Belanda dan Dalem Mangkunegaran, yang nyaris seluruh perlawanan hampir dimenangkan oleh pasukan Diponegoro. Namun karena sistem benteng stelse yang digunakan Belanda dalam strategi Belanda membuat ruang gerak pasukan Diponegoro menjadi sempit. Kemunduran perang jawa ini juga dipengaruhi oleh banyaknya pasukan Diponegoro yang mundur dan tergiur akan iming-iming Belanda, yang berjanji akan memberikan posisi di Keraton jika mau mundur dari perang. Selain itu, perang jawa juga memberikan beberapa dampak bagi Belanda dan pribumi, yaitu Belanda harus menanggung biaya perang sebesar 20 juta gulden yang menyebabkan Belanda menciptakan cuultur stelse (tanam paksa), serta kehilangan ribuan pasukannya. Sedangkan dampak bagi pri bumi adalah Pulau Jawa dilanda kelaparan yang menyebabkan banyaknya pri bumi yang meninggal karena kelaparan, serta sistem tanam paksa yang semakin memberatan rakyat jawa. B. SARAN Kita sebagai generasi milenial patutlah mengetahui bagaimana susahnya pejuang Indonesia zaman dahulu dalam memperjuangkan kemerdekaan, dari bertaruh harta maupun nyawa. Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam membela Indonesia dan semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari mereka. serta menjadikan perjuangan mereka menjadi motivasi bagi kita bersungguh-sungguh dalam memajukan Bangsa Indonesia yang lebih makmur agar DAFTAR PUSTAKA Caley,Peter.2014.Takdir.diterjemahkan oleh: Bambang Murtianto dan P.M. Laksono. Jakarta:Kompas Penerbit Buku http://manabf.blogspot.com/2015/12/makalah-perang-diponegoro.html https://risalridwan.blogspot.com/2017/02/makalah-pangeran-diponegoro.html https://id.wikipedia.org/wiki/Diponegoro https://media.neliti.com/media/publications/12153-ID-kepemimpinan-pangeran-d1po negoro-dalam-perspektif-sejarah.pdf https://www.academia.edu/9186169/Perang_Dipanegara_1825-1830