LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners Keperawatan Jiwa OLEH: Madinatus Syukria (2019.04.038) Rifa Wahyu Hidayah (2019.04.060) Shindy Herawati Mochiko Dewi (2019.04.070) Thendi Saputra Sakti (2019.04.073) Ulfa Mar’atus Solekhah (2019.04.075) PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI BANYUWANGI 2020 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN JIWA Dengan Resiko Bunuh Diri Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners Keperawatan Jiwa Oleh : Madinatus Syukria (2019.04.038) Rifa Wahyu Hidayah (2019.04.060) Shindy Herawati Mochiko Dewi (2019.04.070) Thendi Saputra Sakti (2019.04.073) Ulfa Mar’atus Solekhah (2019.04.075) Telah Diperiksa dan Disetujui pada : Hari : Tanggal : Pembimbing Intitusi Ns. Badrul Munif, S.Kep,M.Kep NIDN : 0701 089 102 BAB 1 KONSEP SKIZOFRENIA 1.1 Definisi Skizofrenia Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah (split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian ( Hawari, 2018). Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi dan perilaku. Keyakinan irasional tentang dirinya atau isi pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang jelas, seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau bermaksud mencelakainya (Raboch, 2017). Skizofrenia paranoid yaitu pada tipe ini adanya pikiran-pikiran yang absurd (tidak ada pegangannya) tidak logis, dan delusi yang berganti-ganti. Sering diikuti halusinasi dengan akibat kelemahan penilaian kritis (critical judgement)nya dan aneh tidak menentu, tidak dapat diduga, dan kadang-kadang berperilaku yang berbahaya. Orang-0rang dengan tipe ini memiliki halusinasi dan delusi yang sangat mencolok,yang melibatkan tema-tema tentang penyiksaan dan kebesaran (Susan Nolen Hoeksema, 2019). Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, adanya perilaku menarik diri dari interaksi social serta disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi (Carson dan Butcher, 2019). Menurut Maramis, 2018 skizofrenia paranoid sedikit berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalan penyakit. Hebrefenia dan Katatonia sering lama-kelamaan Hebrefenia dan Katatonia bercampuran. Tidal demikian dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan. Gejala-gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai waham-waham skunder, dan Halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir dan adanya gangguan afek berfikir. 1.2 Etiologi a. Faktor Biologis 1) Herediter ( Pengaruh Gen terhadap Skizofrenia) Studi terhadap keluarga, anak kembar dan anak adopsi melengkapi bukti-bukti bahwa gen terlibat dalam transmisi (penyebaran) skizofrenia (Liohtermann, Karbe & Maier, 2016). Beberapa peneliti berpendapat bahwa banyak gen (polygenic) model tambahan, yang membentuk jumlah dan konfigurasi gen abnormal untuk membentuk skizofrenia (Gottensman, 1991, Gottansman & Erlenmyer-kimling, 2017). Adanya lebih banyak gen yang terganggu meningkatkan kemungkinan berkembangnya skizofrenia dan menungkatakan kerumitan gangguan tersebut. Individu yang lahir dengan beberapa gen tetapi tidak cukup untuk menunjukkan simtom-simtom bertaraf sedang atau ringan skizofrenia, seperti keganjilan dalam pola bicara atau proses berpikir dan keyakinan-keyakinan yang aneh. Anak-anak yang memiliki kedua orang tuanya menderita skizofrenia dan anakanak kembar identik atau dari satu zigot (monozigot) dari orangtua dengan skizofrenia, mendapat sejumlah besar gen skizofrenia, memiliki resiko sangat besar mendapatkan skizofrenia. Sebaliknya penurunan kesamaan gen dengan orang-orang skizofrenia, menurunkan resiko individu mengembangkan gangguan ini. Jika aman dari orang skizofrenia mengembangkan gangguan ini, tidak berarti bahwa hal itu dikirimkan atau diwariskan secara genetic. Tumbuh bersama orangtua skizofrenia dan secara khusus bersama dengan kedua orangtua dengan gangguan tersebut, kemungkinan besar berarri tumbuh berkembang dalam suasana yang penuh stress. Jika orangtua psikotik, anak dapa terbuka untuk pemikiran-pemikiran yang tidak logis, perubahan suasana hati dan perilaku yang kacau. Bahkan jika orangtua bukanlah psikotik akut, sisa-sisa simtom negative akut skizofrenia, kurangnya motivasi, dan disorganisasi mungkin mengganggu kamampuan orangtua untuk peduli terhadap anak. Studi adopsi yang dilakukan Leonard Heston di Amerika Serikat dan Kanada menunjukkan bahwa anak-anak yang hidup bersama orangtua skizofrenia yang diadopsi jauh dari ibu, mempunyai tingkat pengembangan skizofrenia yang lebih rendah. 2) Pembesaran Ventrikel Struktur utama otak yang abnormal sesuai dengan skizofrenia adalah pembesaran ventrikel. Ventrikel adalah ruang besar yang berisi cairan dalam otak. Perluasan mendukung atropi (berhentinya pertumbuhan), deteriorasi di jaringan otak lainnya. Orang-orang skizofrenia dengan pembesaran ventricular cenderung menunjukkan penirinan secara social, ekonomi, perilaku, lama sebelum mereka mengembangkan simtom utama atau inti dati skizofrenia. Mereka juga cenderung untuk memiliki simtom yang lebih kuat dari pada orang skizofrenialainnya dan kurang responsive terhadap pengobatan karena dianggap sebagai pergantian yang buruk dalam pemfungsian otak, yang sulit untuk ditangani/dikurangi melalui treatment. Perbedaan jenis kelamin mungkin juga berhubungan dengan ukuran ventricular. Beberapa studi menemukan bahwa laki-laki dengan skizofrenia memiliki pelebaran ventrikel yang lebih kuat. 3) Faktor Anatomis Neuron Abnormalitas neuron secara otomatis pada skizofrenia memiliki beberapa penyebab, termasuk abnormalitas gen yang spesifik (khas), cedera otak berkaitan dengan cedera waktu kelahiran, cedera kepala, infeksi virus defisiensi (penurunan) dalam nutrisi dan defisiensi dalam stimulus kognitif (Conklin & Lacono, 2017). 4) Komplikasi Kehamilan Komplikasi serius selama prenatal dan masalah-masalah berkaitan dengan kandungan pada saat kelahiran merupakan hal yang lebih sering dalam sejarah orangorang dengan skizofrenia dan mungkin berperan dalam membuat kesulitan-kesulitan secara neurologist. Komplikasi dalam pelepasan berkombinasi dengan keluarga beresiko terhadap terjadinya karena menambah derajad pembesaran ventricle. Penelitian epidemiologi telah menunjukkan angka yang tinggi dari skizofrenia dikalangan orang-orang yang memiliki ibu terjangkit virus influenza ketika hamil. Selain itu, apabila ada gangguan pada perkembangan otak janin selama kehamilan(epigenetic faktor), maka interaksi antara gen yang abnormal yang sudah ada sebelumnya dengan faktor epigenetik tersebut dapat memunculkan gejala skizofrenia. (Dadang Hawari, 2017) 5) Neurotransmiter Neurotransmiter dopamine dianggap memainkan peran dalam skizpfrenia ( Coklin & Lacono, 2016 ). Teori awal dari dopamine menyatakan bahwa simtom-simton skizofrenia disebabkan oleh kelebihan jumlah dopamine di otak, khususnya di frontal labus dan system limbic. Aktivitas dopamine yang berlebihan / tinggi dalam system mesolimbik dapat memunculkan simtom positif skizofrenia : halusinasi, delusi, dan gangguan berfikir. Karena atipikal antipsikotis bekerja mereduksi simtom-simtom skizofrenia dengan mengikat kepada reseptor D4 dalam system mesolimbik. Sebaliknya jika aktivitas dopamine yang rendah dapat mendorong lahirnya simtom negative seperti hilangnya motivasi, kemampuan untuk peduli pada diri sendiri dalam aktivitas sehari-hari. Dan tidak adanya responsivitas emosional. Hal ini menjelaskan bahwa phenothiazines, yang mereduksi aktivitas dopamine, tidak meredakan atau mengurangi simtom. Dalam penelitian lain bahwa taraf abnormalitas nuotansmiter glutamate dan gamma aminobutyric acid ( GABA ) tampak pada orang-orang dengan skizofrenia (Goff & Coyle, 2015, Tsai & Coyle, 2016 ). Glutamate dan GABA terbesar di otak manusia dan defisiensi pada neurotransmitter akan memberikan kontribusi terhadap simtomsimtom kognitif dan emosioanal. Neuro glutamate merupakan pembangkit jalan kecil yang menghubungkan kekortek, system limbic dan thalamus bagian otak yang membangkitkan tingkah laku abnormal pada orang-orang dengan skizofrenia. b. Faktor Psikososial 1) Teori Psikodinamika Menurut Kohut & Wolf, ahli-ahli teori psikodinamika berpendapat bahwa skizofrenia merupakan hasil dari paksaan atau tekanan kekuetan biologis yang mencegah atau menghalangi individu untuk mengembangkan dan mengintegrasikan persaan atau pemahaman atas dirinya. Freud(2019) berargumen bahwa jika ibu secara ekstrim atau berlebihan kasar dan terus-menerus mendominasi, anak akan mengalami taraf regresi dan kembali ke taraf perkembangan bayi dalam hal pemfungsiannya, sehingga ego akan kehilangan kemampuannya dalam membedakan realita. Menurut Dadang Hawari, dalam teori homeostatis-deskriptif, diuraikan gambaran gejala-gejala dari suatu gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan atau homeostatis pada diri seorang, sebelum dan seseudah terjadinya gangguan jiwa tersebut. Sedangkan dalam teori Fasilitatif etiologik, diuraikan faktor yang memudahkan penyebab suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan. Sebagai contoh misalnya menurut Melanie Klein (2019), bahwa skizofrenia muncul karena terjadi fiksasi pada fase paranoid-schizoid pada awal perkembangan masa bayi. 2) Pola-Pola Komunikasi Menurur Gregory Bateson & koleganya bahwa orangtua (khususnya ibu) pada anak-anak sklizofrenia menempatkan anak mereka dalam situasi ikatan ganda (double binds) yang secara terus menerus mengkomunikasikan pesan-pesan yang bertentangan pada anak-anak. Yang dimaksud ikatan ganda adalah pemberian pendidikan dan informasi yang nilainya saling bertentangan. Dalam teori doble-bind tentang pola-pola komunikasi dalam keluarga orang-orang dengan skizofrenia, menampakkan keganjilan. Keganjilan-keganjilan itu membentuk lingkungan yang penuh ketegangan yang membuat lebih besar kemungkinan seorang anak memiliki kerawanan secara biologis terhadap skizofrenia. Selain itu, anak dalam berbicara sering tidak mneyambung atau kacau atau tidak jelas arah pembicaraan, serta dalm berbicara disertai emosi yang tinggi dan suara yang keras. 3) Stres dan Kekambuhan Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stress (stresfull) mungkin tidak menyebabkan seseorang terjangkit skizofrenia, tetapi keadaan tersebut dapat memicu episode baru pada orang-orang yang mudah terkena serangan atau rawan terhadap skizofrenia. Berdasarkan penelitian bahwa lebih dari 50 % orang yang mengalami kekambuhan skizofrenia adalah mereka yang dalam kehidupannya telah mengalami kejadian-kejadian buruk sebelum mereka kambuh. Menurut danang Hawari, stresor yang menyebabkan stres atau kekambuhan skizofrenia paranoid adalah perkawinan, masalah orang tua, hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan dan hukum. 4) Faktor Kesalahan Belajar Yang dimaksud kesalahan belajar adalah tidak tepatnya mempelajari yang benar atau dengan tepat mempelajari yang tidak benar. Dalam hal ini penderita mempelajari dengan baik perilaku orang-orang skizofrenia atau perilaku yang baik dengan cara yang tidak baik (Wiramaharja, 2015) 1.3 Manifestasi Klinis a. Gejala Primer 1. Gangguan proses pikiran (bentuk,langkah dan isi pikiran) yang terganggu terutama aspek asosiasi, kadang-kadang suatu ide belum selesai diutarakan, sudah muncul ide uang lain. Sering ditandai oleh : menggunakan arti simbolik, terdapat clang association, jalan pikirannya tidak dapat dimengerti / inkoherensi, menyamakan hal-hal. Terjadi bloking beberapa detik sampai beberapa hari, ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada yang laindidalam dirinya yang berfikir dan tanda sejenis lainnya. 2. Gangguan afek dan emosi Dapat berupa : a. Kedangkalan afek dan emosi, klien menjadi acuh tak acuh pada hal-hal yang penting dalam hidupnya. b. Parathimi ; merasa sedih atau marah yang seharusnya timbul rasa tenang dan gembira. c. Paramimi ; klien menangis padahal merasa senang dan bahagia. d. Emosi, afek dan ekspresinya tidak mengalami kesatuan. e. Emosi yang berlebih. Hilang kemampuan untuk mengandalkan hubungan emosi yang baik. f. Ambivalensi pada afek : dua hal yang bertentangan berada pada satu objek 3. Gangguan kemauan Ditandai antara lain : a. Tidak dapat mengambil keputusan b. Tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan c. Melamun dalam waktu tertentu yang lama. d. Negativisme ; perbuatan yang berlawanan dengan perlawanan e. Ambivalensi kemauan ; menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama f. Otomatisme ; merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar sehingga ia berbuat otomatis. 4. Gangguan psikomotor a. Stupor : tidak bergerak dalam waktu yang lama. b. Hiperkinesa; terus bergerak dan tampak gelisah c. Stereotipi ; berulang melakukan gerakan atau sikap d. Verbigerasi ; stereotipi pembicaraan e. Manerisme ; stereotipi tertentu pada pada skizofrenia, grimes pada muka atau keanehan berjalan dan gaya. f. Katalepsi ; posisi badan dipertahankan dalam waktu yang lama. g. Fleksibilitas cerea ; bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti lilin. h. Negativisme ; menentang atau justru melakukan berlawan dengan apa yang disuruh. i. Otomatisme komando ; kebalikan daari negativisme. j. Echolalia; meniru kata-kata yang diucapkan orang lain. b. Gejala Sekunder 1. Waham atau delusi Keyakinan yang salah yang tidak dapat diubah dengan penalaran atau bujukan. Sangat tidak logis dan kacau tetapi klien tidak menyadari hal tersebut dan menganggap sebagai fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Jenis-jenis waham mencakup : a) kebesaran ; seseorang memiliki suatu perasaan berlebih dalam kepentingan atau kekuasaan. b) curiga ; seseorang merasa terancam dan yakin bahwa orang lain bermaksud untuk membahayakan atau menncurigai dirinya. c) Siar ; semua kejadian dalam, lingkungan sekitarnya diyakini merujuk / terkait kepada dirinya. d) kontrol ; seseorang percaya bahwa objek atau oang tertentu mengontrol perilakunya. 2. Halusinasi Istilah ini menggarbarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari kelima panca indra. Halusinasi pendengaran dan penglihatan yang sering,halusinasi penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi ( Towsend, Mary S, 1998). Tanda gangguan yang berlangsung secara terus menerus sedikitnya selama 6 bulan ( Stuard, 2016 )adalah : a) Kecurigaan yang ekstrim terhadap orang lain. b) Halusinasi Modalitas sensori yang tercakup dalam halusinasi : 1. Pendengaran / auditorius Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai pasien, untuk menyelesaikan percakapan antara dua orang atau lebih tentang pasien yang berhalusinasi. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar pasien yaitu pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh pasien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang hal yang berbahaya. 2. Penglihatan / visual Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar geometris, gambar kartun, dan gambar atau panorama yang luas dan kopleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang menakutkan ( seperti melihat monster ). 1.4 Komplikasi Menurut Keliat (2019), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain : 1. Aktifitas hidup sehari-hari Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan diri, penampila dan sosialisasi. 2. Hubungan interpersonal Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi dari temanteman dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap lingkungan kehidupan yang kaku dan stimulus yang kurang. 3. Sumber koping Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan fungsi pada klien, menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk menghadapi stress. 4. Harga diri rendah Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya, tidak ingin melakukan sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan tidak berani mencapai sukses. 5. Kekuatan Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang dimiliki dan pernah digunakan klien pada waktu yang lalu. 6. Motivasi Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang. 7. Kebutuhan terapi yang lama Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit satu periode selama 6 bulan terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di rumah sakit dalam 1 tahun. 1.5 Penatalaksanaan 1. Medis Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misalnya perubahan perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham, proses piker kacau). Obat-obatan untuk pasien skizophrenia yang umum diunakan adalah sebaga berikut : a. Pengobatan pada fase akut 1) Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif diberikan injeksi : a) b) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular. Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai keadaan akut teratasi. c) Kombinsi haloperidol 5 mg intra muscular kemudian diazepam 10 mg intra muscular dengan interval waktu 1-2 menit. 2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet : a) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari. b) Klorpromazin 2x100 mg per hari c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari b. Pengobaan fase kronis Diberikan dalam bentuk tablet : 1) Haloperidol 2x 0,5 – 1 mg perhari 2) Klorpromazin 1 x 50 mg sehari (malam) 3) Triheksifenidil 1- 2x 2 mg sehari a) Tingkatkan perlahan-lahan, beri kesempatan obat untuk bekerja, disamping itu melakukan tindakan perawatan dan pendidikan kesehatan. b) Dosis maksimal Haloperidol : 40 mg sehari (tablet) dan klorpromazin 600 mg sehari (tablet). c. Efek dan efek samping terapi 1) Klorpromazine Efek : mengurangi hiperaktif, agresif, agitasi Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi ortostatik. 2) Haloperidol Efek : mengurangi halusinasi Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi ortostatik. 2. Tindakan keperawatan efek samping obat a. Klorpromazine 1. Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan mulut secara teratur. 2. Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman penglihatan. 3. Konstipasi : makan makanan tinggi serat 4. Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya. 5. Hipoensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk. b. Haloperidol 1. Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan mulut secara teratur. 2. Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman penglihatan. 3. Konstipasi : makan makanan tinggi serat 4. Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya. 5. Hipotensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk BAB 2 KONSEP RESIKO BUNUH DIRI 2.1 Definisi Resiko Bunuh Diri Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2016). Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2018). Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh diri dapat diartikan sebagai resiko individu untuk menyakitidiri sendiri, mencederai diri, serta mengancam jiwa. (Nanda, 2015) Menurut Beck (1994) dalam Keliat (2019) mengemukakan rentang harapanputus harapan merupakan rentang adaptif -maladaptif.Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh normanorma sosial dan budaya setempat. Prilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah dapatmengarah kepada kematian. Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatandiri sebagai respon paling adaptif, sementara perilaku destruktif diri, pencederaan diri,dan bunuh diri merupakan respon maladaptif (Wiscarz dan Sundeen, 2018). Pikiran bunuh diri biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan mood, terutama depresi. Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk membunuh diri sendiri (Videbeck, 2018). Sehingga dari beberapa pendapat diatas, bunuh diri merupakan tindakan yang sengaja dilakukan seseorang individu untuk mengakhiri hidupnya dengan berbagai cara. Dan seseorang dengan gangguan psikologi tertentu atau sedang depresi dapat pula beresiko melakukan bunuh diri. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang bunuh diri, dapat dari faktor eksternal seperti lingkungan dan faktor internal seperti gangguan psikologi dalam dirinya. Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu (Stuart, 2016): 1) Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal. 2) Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah. 3) Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya. Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi: 1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk bunuh diri. 2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya. 3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan. 2.2 Etiologi Resiko Bunuh Diri Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua faktor, yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi (factor pencetus). a. Faktor predisposisi Stuart (2016) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku resiko bunuh diri meliputi : 1) Diagnosis psikiatri Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia. 2) Sifat kepribadian Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi. 3) Lingkungan psikososial 4) Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri. 4) Biologis Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis yang tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa ada gangguan pada level serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan dengan perilaku agresif dan kecemasan. Penelitian lain mengatakan bahwa perilaku bunuh diri merupakan bawaan lahir, dimana orang yang suicidal mempunyai keluarga yang juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Walaupun demikian, hingga saat ini belum ada faktor biologis yang ditemukan berhubungan secara langsung dengan perilaku bunuh diri 5) Psikologis Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2016) mengidentifikasi tiga bentuk penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is murder turned around 180 degrees”, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri dengan kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara psikologis, individu yang beresiko melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya dengan orang yang hilang tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih sayang ini dan berharap untuk menghukum atau bahkan membunuh orang yang hilang tersebut. Meskipun individu mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih sayang, perasaan marah dan harapan untuk menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena itu, perilaku destruktif diri terjadi. 6) Sosiokultural Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi dan teratur atau tidak dengan masyarakatnya b. Faktor presipitasi Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan perilaku bunuh diri. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri sendiri, serta cara utuk mengakhiri keputusasaan. c. Respon terhadap stres 1. Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses kognitifnya, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar. 2. Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata akibat adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah. 3. Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua, yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons lokal tubuh terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara refleks kaki akan diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS) adalah reaksi menyeluruh terhadap stresor yang ada. 4. Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. 5. Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri. d. Kemampuan mengatasi masalah/ sumber coping 1. Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada klien dengan resiko bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya. 2. Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari keluarga, teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan dukungan terbaik yang diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga. 3. Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan kesehatan, dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan lain-lain. 4. Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat mempertahankan koping adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor. Keyakinan yang harus dikuatkan pada klien resiko bunuh diri adalah keyakinan bahwa klien mampu mengatas masalahnya. e. Mekanisme coping Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien secara sadar memilih bunuh diri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi. Menurut Fitria (2012) mengemukakan rentang harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif. Maladaptif Adaptif Peningkatan Berisiko destruktif diri Destruktif diri tidak langsung Pencederaan diri Bunuh Diri Keterangan: a. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri. b. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal. c. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telahmengambil sikap yang kurang tepat terhadap situasi yangmembutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. d. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada. e. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang. Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan adgar untuk mengatasi masalah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri. 2.3 Manifestasi Klinis Resiko Bunuh Diri Menurut Fitria, Nita (2009): 1. Mempunyai ide untuk bunuh diri. 2. Mengungkapkan keinginan untuk mati. 3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan. 4. Impulsif. 5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh). 6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri. 7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obatdosis mematikan). 8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri). 9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol). 10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal). 11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier). 12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun. 13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan). 14. Pekerjaan. 15. Konflik interpersonal. 16. Latar belakang keluarga. 17. Orientasi seksual. 18. Sumber-sumber personal. 19. Sumber-sumber social. 20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil. 2.4 Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri Menurut Stuart dan Sundeen (1997, dalam Keliat, 2019:13) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk perilaku bunuh diri yaitu : 1) Melindungi Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya. Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani klien terus- menerus sampai klien dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan klien dari semua benda yang berbahaya. 2) Meningkatkan harga diri Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif. 3) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi atau dipelajari koping baru. 4) Menggali perasaan Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien. 5) Menggerakkan dukungan sosial Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien. a. Penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri yaitu: 1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman. 2) Meningkatkan harga diri klien, dengan cara: a) Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya. b) Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang positif. c) Meyakinkan klien bahwa dirinya penting d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh klien e) Merencanakan aktifitas yang dapat klien lakukan 3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara: a) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya b) Mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah c) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik Pathway Faktor Presipitasi Faktor Predisposisi Sumber Koping <<< Mekanisme Koping Maladaptif Respon Konsep Diri Maladaptif Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah (HDR) Malu, merasa bersalah Menarik Diri Risiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Isolasi sosial Perilaku kekerasan Risiko membahayakan diri: Risiko Bunuh Diri Ketidakefektifan Koping Individu BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI 3.1Pengkajian Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian : 1. Riwayat masa lalu : a. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik. e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial f. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka 2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami. 3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi. 4. Riwayat pengobatan. 5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan. 6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan gangguan mood. 7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri : 1. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit. 2. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut. 3. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan gangguan mood 4. Sistem pendukung yang ada. 5. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat. 6. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tandatanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri. 7. Symptomyang menyertainya Apakah klien mengalami : 1. Ide bunuh diri 2. Ancaman bunuh diri 3. Percobaan bunuh diri 4. Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja. Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah : 1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri. 2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan. 3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional 4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dan klien. 5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien 6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional. 3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Resiko Bunuh Diri berhubungan dengan gangguan psikologi(D.0135) 3.3 Intervensi Keperawatan Resiko Bunuh Diri berhubungan dengan gangguan psikologi(D.0135) Faktor Resiko: 1. Gangguan perilaku 2. Demografi 3. Gangguan fisik 4. Masalah sosial 5. Gangguan Psikologi Kriteria Hasil: Menurun Cukup Sedang menurun Verbalisasi Cukup Meningkat meningkat 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 ancaman kepada orang lain Verbalisasi umpatan Perilaku menyerang Perilaku agresif Suara keras Bicara 1 2 3 4 5 ketus Intervensi: Pencegahan Bunuh Diri Observasi: 1. Identifikasi gejala resiko bunuh diri 2. Identifikasi fikiran dan rencana bunuh diri 3. Monitor adanya perubahan perilaku Terapeutik: 1. Libatkan dalam perencanaan perawatan mandiri 2. Libatkan keluaraga dalam perencanaan perawatan 3. Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau 4. Tingkatkan pengawasan pada kondisi tertentu 5. Lakukan intervensi perlindungan Edukasi: 1. Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang lain 2. Anjurkan menggunakan sumber pendukung 3. Jelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada keluarga 4. Latih pencegahan resiko bunuh diri Kolaborasi: 1. Kolaborasi pemberian obat ati ansietas 2. Kolaborasi tindakan keselamatan kepada PPA 3. Rujuk ke pelayanan kesehatan mental Intervensi Manajemen Mood (1.09289) Observasi: 1. Identifikasi mood (mis, tanda gejala, riwayat penyakit) 2. Identifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain 3. Monitor fungsi kognitif (mis, konsentrasi, memori, kemampuan membuat keputusan) Terapeutik 1. Fasilitasi pengisian kuesioner jika perlu 2. Berikan kesempatan untuk menyampaikan perasaan Edukasi 1. Jelaskan tentang gangguan mood dan penanganannya 2. Ajarkan keterampilan koping dan penyelesaian masalah baru 3. Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian obat antispikotik 2. Rujuk ke psikoterapi, jika perlu 3.4 Implementasi Pelaksanaan Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan Resiko bunuh diri 20 interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. 3.5 Evaluasi 1. Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu. 2. Klien menggunakan koping yang adaptif. 3. Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri. 4. Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN SKIZOFRENIA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI I. IDENTITAS KLIEN Nama : Tn.W (L/P) Umur : 48 Tahun Alamat : Yogyakarta Pendidikan : SLTA Agama : Islam Status :Duda Pekerjaan : Wiraswasta JenisKel. : Kel. inti No RM :- TanggalDirawat : 09 januari 2020 TanggalPengkajian : 21 januari 2020 RuangRawat : ruangan melati II. ALASAN MASUK Keluarga mengatakan klien berupaya bunuh diri III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG dan FAKTOR PRESIPITASI Keluarga pasien mengatakan pasien putus obat sejak ± 2 bulan dan istri pasien meminta cerai pada tahun 2019 sehingga klien tinggal bersama ibu dan kakaknya. Pasien berbicara lambat dan nyambung ketika diajak bicara namun sulit mengawali pembicaraan. Pasien mengatakan memiliki perasaan gagal, tidak berguna, dan merasa hidupnya tidak bahagia. IV. FAKTOR PREDISPOSISI 1. Pernahmengalamigangguanjiwa di masalalu ? Ya Tidak JikaYa,Jelaskan: pasien mempunyai riwayat gangguan jiwa sejak setahun yang lalu. Pasien dirawat di RSJ Grhasia Yogyakarta untuk kedua kalinya kemudian putus obat ± 2 bulan. 2. Pengobatansebelumnya Berhasil Kurangberhasil Tidakberhasil Jelaskan: Pasien menolak mengonsumsi obat. Pasien mengatakan memiliki perasaan gagal, tidak berguna, dan merasa hidupnya tidak bahagia. 3. Riwayat Trauma Trauma 1. Aniayafisik Usia ………… Pelaku Korban Saksi ………… ………… ………… 2. Aniayaseksual ………… ………… ………… ………… 3. Penolakan 47 tahun istri Tn.W Keluarganya 4. Kekerasandalamkeluarga ………… ………… ………… ………… 5. Tindakan kriminal ………… Jelaskan: istri pasien meminta cerai pada tahun 2019 ………… ………… ………… Masalah/ DiagnosaKeperawatan : Perubahanpertumbuhandanperkembangan Berdukaantisipasi Berdukadisfungsional Responpasca trauma Sindroma trauma perkosaan Resikotinggikekerasan Ketidakefektifan penatalaksanaan regiment terapeutik Lain-lain, jelaskan .................. 4. Pengalamanmasalalu yang tidakmenyenangkan Pasien mengatakan istri pasien meminta cerai pada tahun 2019 Masalah/ DiagnosaKeperawatan : Perubahanpertumbuhandanperkembangan Responpasca trauma Berdukaantisipasi Sindroma trauma Berdukadisfungsional perkosaan Lain-lain, jelaskan RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA 1. Anggota keluarga yang gangguanjiwa ? Ada √ Tidak Kalau ada : Hubungan keluarga Gejala Riwayat pengobatan : Keluarga tidak ada yang mempunya riwayat penyakit seperti klien : tidak ada gejala : keluarga tidak mempunyai riwayat pengobatan seperti klien Masalah / DiagnosaKeperawatan: Koping keluarga tidak efektif : ketidakmampuan Koping keluarga tidak efektif : kompromi Resiko tinggi kekerasan V. PEMERIKSAAAN FISIK Tanggal :21 januari 2020 1. Keadaanumum :keadaan umum cukup, kedasaran komposmetis, GCS 4 5 6 2. Tanda vital: TD: 130/ 80mm/Hg N:89x/m S : 36,7 C P : 21 x/m 3. Ukur: SEBELUM : BB 60kg TB 165cm SESUDAH : BB: 58 kg Turun TB 165 cm Naik 4. Keluhan fisik: Tidak Ya, Jelaskan: Pasien mengatakan mengalami penurunan berat badan Masalah / DiagnosaKeperawatan : Resiko tinggi perubahan suhu tubuh Defisit Volume Cairan Kelebihan Volume Cairan Resiko Tinggi terhdap Infeksi RisikoTinggi terhadap Transmisi Infeksi Perubahan Nutrisi: Kurang dari kebutuhanTubuh Perubahan Nutrisi: Lebih kebutuhan tubuh Kerusakan menelan Perubahan Eliminasi faeses Perubahan Eliminasi urine Kerusakan integritas kulit Lain-lain. VI. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (Sebelumdansesudahsakit) 1. Genogram: KETERANGAN : :Laki – Laki Meninggal :Perempuan Meninggal : Laki - Laki : Perempuan :Klien : Perkawinan : Tinggal Satu Rumah dari Jelaskan: pasien tinggal bersama ibu dan kakak nya, pasien tidak mempunya masalah dengan keluarga nya. Masalah / Diagnosa Keperawatan : Koping keluarga tidak efektif : Lain-lain ketidakmampuan Koping keluarga tidak efektif : kompromi Koping keluarga : potensial untuk pertumbuhan 2. Konsep Diri a. Citra tubuh : Pasien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya meskipun terdapat bekas luka pada pergelangan tangan kanan dan kiri b. Identitas : pasien mengatakan selama menjadi wiraswasta dirinya menjadi ayah yang bertanggungjawab c. Peran : Sekarang saya tidak bisa bekerja dan beraktivitas seperti orang yang lainnya d. Ideal diri : pasien mengatakan ingincepat sembuh dan pulang e. Hargadiri : Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak bahagia dan hidupnya monoton Masalah / DiagnosaKeperawatan : Pengabaian unilateral Harga diri rendah Gangguan citra tubuh kronis Gangguan identitas pribadi Harga diri rendah situasional Lain-lain, jelaskan. 3. Hubungansosial a. Orang yang berarti/terdekat: Pasien mengatakan dekat dengan ibu dan kakaknya b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: sebelum mengalami gangguan kejiwaan, klien sering aktif dalam organisasi masyarakat. c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Klien kooperatif ketika diajak bicara namun kontak mata kurang, cenderung memandang satu titik bukan memandang lawan bicaranya Masalah / DiagnosaKeperawatan : Kerusakan komunikasi Kerusakan komunikasi verbal Kerusakan interaksi sosial Isolasi sosial Lain-lain 4. Spiritual a. Nilai dan keyakinan Klien mengatakan beragama Islam dan klien merasa dirinya selalu dilindungi oleh Tuhan. b. Kegiatan ibadah Klien mengatakan selama di RS menjalankan ibadah seperti sholat. Masalah / Diagnosa Keperawatan: Distress spiritual Lain-lain VII.STATUS MENTAL 1. Penampilan Rapi Penggunaanpakaiansesuai Cara berpakaiansepertibiasanya Jelaskan: Cara berpakaian klien rapid an selalu bersih Masalah / Diagnosa Keperawatan: Sindroma defisit perawatan diri (makan, mandi, berhias, toiletting, instrumentasi) Defisit perawatan diri (makan, mandi, berhias, toiletting, instrumentasi) Lain-lain. 2. Pembicaraan Cepat Keras Gagap Apatis Lambat Membisu Tidak mampu memulai pembicaraan Lain-lain Jelaskan: Saat diajak berinteraksi pasien tapak lambat namun kooeratif Masalah / Diagnosa Keperawatan: Kerusakan komunikasi Kerusakan komunikasi verbal Lain-lain 3. Aktifitasmotorik/Psikomotor Kelambatan : Hipokinesia,hipoaktifitas Katalepsi Sub stupor katatonik Fleksibilitasserea Jelaskan:Pasien tidak mempunya kelambatan psikomotor Peningkatan : Hiperkinesia,hiperaktifitas Gagap Stereotipi GaduhGelisahKatatonik Grimace Otomatisma Negativisme Reaksikonversi Tremor Mannarism Verbigerasi Katapleksi Berjalankaku/rigid Tik Kompulsif Ekhopraxia Command automatism Jelaskan:Pasien tidak mempunya peningkatan motorik/psikomotor Risiko tinggi cidera Kerusakan mobilitas fisik Perilaku kekerasan 4. Afek dan Emosi a. Afek Adekuat Tumpul Dangkal/datar Inadekuat Labil Ambivalensi Jelaskan: Masalah / Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi cidera Kerusakan komunikasi Kerusakan komunikasi verbal Defisit aktivitas deversional / hiburan Intoleransi aktivitas Resiko tinggi kekerasan Lain-lain Kerusakan interaksi sosial Isolasi sosial Lain-lain b. Emosi Merasa kesepian Apatis Marah Anhedonia Eforia Depresi/sedih Cemas (Ringan, Sedang,BeratdanPanik) Jelaskan: pasienmerasa tidak bahagia dan hidupnya monoton Masalah / DiagnosaKeperawatan Risiko tinggi cidera Ansietas Ketakutan Isolasi sosial Ketidakberdayaan 5. Interaksiselamawawancara Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung Kontak mata kurang Defensif Risiko diri membahayakan diri Risiko diri penganiaayan diri Risiko tinggi mutilasi diri Lain-lain, jelaskan resiko bunuh diri Curiga kooperatif Jelaskan: Pasien kooperatif namun lambat dan kontak mata kurang Masalah / DiagnosaKeperawatan : Kerusakan komunikasi Risiko tinggi kekerasan Kerusakan interaksi sosial Risiko tinggi penganiayaaan Isolasi sosial diri Risiko membahayakan diri Risiko tinggi mutilasi diri Lain-lain, jelaskan.......... 6. Persepsi – Sensorik Halusinasi Pendengaran Penglihatan Perabaan Pengecapan Penciuman Ilusi Ada Tidakada Depersonalisasi Ada Tidakada Derealisasi Ada Tidakada Jelaskan: pasien merasa dirinya tidak bahagia dan hidupnya monoton Masalah / DiagnosaKeperawatan : Gangguan persepsi sensori : halusinasi (pendengaran, penglihatan, perabaan , pengecapan, penciuman) Lain-lain, jelaskan resiko bunuh diri 7. Proses Pikir a. Arus Pikir dan bentuk pikir: Koheren Inkoheren Sirkumstansial Neologisme Tangensial Logorea Kehilangan asosiasi Bicara lambat Flight of idea Bicara cepat Main kata-kata Blocking Pengulangan Pembicaraan/perseverasi Afasia Asosiasi bunyi Jelaskan:Pasien Mengalami perlambatan berbicara ketika diajak berkomunikasi Masalah / Diagnosa Keperawatan: Gangguan proses pikir : Lain-lain, jelaskan Kerusakan Komunikasi b. Isi Pikir Obsesif Ekstasi Fantasi Alienasi Pikiran Bunuh Diri Preokupasi Pikiran Isolasi sosial Ide yang terkait Pikiran Rendah diri Pesimisme Pikiran magis Pikira ncuriga Fobia Waham: Agama Somatik/hipokondria Kebesaran Kejar / curiga Nihilistik Dosa Sisippiker Siar piker Kontrolpiker c. Bentukpikir: Realistik Non Realistik Dereistik Autistik Jelaskan: Masalah / Diagnosa Keperawatan: Gangguan proses pikir : Lain-lain 8. Kesadaran Menurun: Compos mentis Sopor Apatis/sedasi Subkoma Somnolensia Koma Meninggi Hipnosa Disosiasi Gangguanperhatian Berubah Jelaskan: Klien tidak memiliki gangguan pada kesadaran Masalah / Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi cidera Lain-lain Gangguan proses pikir 9. Orientasi Waktu Tempat Orang Jelaskan: Masalah / DiagnosaKeperawatan: Risiko tinggi cidera Gangguan proses pikir Lain-lain 10. Memori Gangguan daya ingat jangka panjang ( > 1 bulan) Gangguan daya ingat jangka pendek ( 1 hari – 1 bulan) Gangguan daya ingat saat ini ( < 24 jam) Amnesia Paramnesia: Konfabulasi Dejavu Jamaisvu Fause reconnaissance hiperamnesia Jelaskan: Masalah / Diagnosa Keperawatan : Gangguan proses pikir : Lain-lain 11. Tingkat konsentrasi dan berhitung Mudah beralih Tidak mampu berkonsentrasi Tidak mampu berhitung sederhana Jelaskan: Masalah / Diagnosa Keperawatan : Gangguan proses pikir Isolasi sosial Lain-lain 12. Kemampuan penilaian Gangguan ringan Gangguan bermakna Jelaskan: Masalah / Diagnosa Keperawatan : Gangguan proses pikir 13. Daya tilik diri Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal diluar dirinya Jelaskan: Gangguan proses pikir VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG 1. Makan Bantuan Minimal Bantuan total Jelaskan: Sebelum : Pasien dapat memenuhi kebutuhan makan sehari – harinya dan pasien makan sehari 3x dengan porsi sedang makan selalu dihabiskan Sesudah : Pasien memerlukan bantuan minimal pasien makan 2x dalam sehari, porsi makan selalu dihabiskan Masalah / Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh Perubahan nutrisi : potensial lebih dari kebutuhan tubuh Lain-lain Jelaskan Tn. W tidak memiliki gangguan pada pola makan sehari – hari 2. BAB/BAK Bantuan minimal Bantuan total Jelaskan: Sebelum : Pasien tidak mempunyai masalah dengan BAB/BAK dan pasien dapat melakukan BAB/BAK secara mandiri Sesudah : Pasien tidak mempunyai masalah dengan BAB/BAK dan pasien dapat melakukan BAB/BAK secara mandiri Masalah / Diagnosa Keperawatan : Perubahan eliminasi fases Perubahan eliminasi urin Defisit perawatan (makan, mandi, berhias, toiletting, instrumentasi) Lain-lain Jelaskan Tn. W tidak memiliki gangguan pada pola eliminasi 3. Mandi Bantuan minimal Bantuan total Jelaskan Sebelum : Pasien tidak mempunyai masalah dalam melakukan kegiatan mandi. Pasien bisa melakukannya dengan sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain Sesudah : Pasien tidak mempunyai masalah dalam melakukan kegiatan mandi. Pasien bisa melakukannya dengan sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain Masalah / DiagnosaKeperawatan : Defisit perawatan diri Lain-lain Jelaskan Tn. W tidak memiliki gangguan pada pola kebersihan diri 4. Berpakaian/berhias Bantuan Minimal Bantuan total Jelaskan : Sebelum : Pasien tidak mempunyai masalah dalam berpakaian dan berhias, pasien dapat melakukan secara mandiri Sesudah : Pasien tidak mempunyai masalah dalam berpakaian dan berhias, pasien dapat melakukan secara mandiri Masalah / DiagnosaKeperawatan : Defisit perawatan diri Lain-lain Jelaskan Tn. W tidak mempunyai masalah dalam berpakaian dan berhias, 5. Istirahat dan tidur Tidur Siang, Lama : tidak pernah tidur siang Tidur Malam, Lama : 21.30 s/d 04.30 Aktifitas sebelum/sesudah tidur : Sikat gigi dan cuci muka Jelaskan: Sebelum : Pasien mengatakan tidak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya biasanya pasien tidur ±7 jam dalam 24 jam. Sesudah : Pasien mengatakan tada masalah dalam istirahat dan tidurnya biasanya pasien tidur ±6 jam dalam 24 jam tetapi sering terbangun Masalah / DiagnosaKeperawatan : Gangguan pola tidur Lain-lain Jelaskan Tn. W sering terbangun dari tidurnya 6. Penggunaan obat Bantuan Minimal Bantuan total Jelaskan : Sebelum : Pasien sudah tidak minum obat selama perawatan di rumah Sesudah : Pasien harus diingatkan dan dilatih untuk minum obat secara teratur :Masalah / Diagnosa Keperawatan : Perubahan pemeliharaan kesehatan Ketidakefektifan penatalaksanaan regiment terapeutik Ketidakpatuhan Lain-lain, jelaskan 7. Pemeliharaan kesehatan Perawatan lanjutan Sistem pendukung Keluarga Terapis Teman sejawat Kelompok sosial Jelaskan : Sebelum : Pasien mendapat perawatan lanjutan di rumah dan dibantu oleh keluarga, klien tampak kooperatif Sesudah : Pasien tetap harus menjalankan perawatan lanjutan, selama di rumah sakit keluarga selalu membantu pasien Masalah/ DiagnosaKeperawatan : Perilaku mencari bantuan kesehatan Lain-lain 8. Aktifitas dalam rumah Ya Tidak Ya Tidak Mempersiapkan makanan Menjaga kerapihan rumah Mencuci pakaian Pengaturan keuangan 9. Aktifitas di luar rumah Belanja Transportasi Lain-lain Jelaskan : Sebelum : Pasien dalam melakukan aktivitas didalam dan diluar rumah mampu mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga Sesudah : Pasien sudah tidak dapat melakukan aktivitas di dalam dan di luar rumah dan mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga dibantu dengan keluarganya Masalah/ DiagnosaKeperawatan : Perubahan pemeliharaan kesehatan Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah Lain-lain IX. MEKANISME KOPING Adaptif Bicaradengan orang lain Mampumenyelesaikanmasalah Teknikrelaksasi Aktifitaskonstruktif Olah raga Lain-lain Maladaptif Minumalkhohol Reaksilambat/berlebihan Bekerjaberlebihan Menghindar Mencideraidiri Lain-lain\ Jelaskan : Sebelum : Pasien tampak biasa saja baik kepada semua orang disekitarnya, tidak mudah marah. Sesudah : Pasien marah-marah saat dinasehati, bicara kasar dan tidak sesuai, menyerang orang lain, merusak alat-alat rumah tangga dan sulit tidur Masalah/ DiagnosaKeperawatan : Kegiatan penyesuaian Koping individu tidak efektif Koping individu tidak efektif (koping defensif) Koping individu tidak efektif (menyangkal) Lain-lain X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya Sebelum : Keluarga selalu menemani klien Sesudah : Selama sakit keluarga selalu menemani dan membantu klien Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya Sebelum : Keluarga mengatakan pasien selalu berinteraksi bagus dengan masyarakat sekitar Sesudah : Saat diajak berinteraksi pasien tampak lambat dan kontak mata kurang Masalah dengan pendidikan, spesifiknya Sebelum : Tidak ada masalah dengan pendidikannya dan pasien lulusan dari SMA Sesudah : Tidak ada masalah dengan pendidikannya dan pasien lulusan dari SMA Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya Sebelum : Keluarga pasien mengatakan tidak ada masalah dengan pekerjaan Sesudah : Pasien tidak bekerja Masalah dengan perumahan, spesifiknya Sebelum : Keluarga mengatakan klien tidak memiliki masalah dengan perumahan Sesudah : Keluarga mengatakan klien tidak memiliki masalah dengan perumahan Masalah dengan ekonomi, spesifiknya Sebelum : Klien tidak memiliki masalah dengan ekonomi Sesudah : Klien tidak memiliki masalah dengan ekonomi Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya Sebelum : Keluarga pasien mengatakan klien selalu mendatangi fasilitas kesehatan apabila sakit Sesudah : Keluarga pasien mengatakan klien selalu mendatangi fasilitas kesehatan apabila sakit Masalah/ DiagnosaKeperawatan : Perubahan pemeliharan kesehatan Perubahan pada eliminasi urine Gangguan konsep diri (Gangguan citra tubuh) Gangguan konsep diri (Gangguan identitas pribadi) Gangguan konsep diri (Gangguan harga diri) Gangguan konsep diri (Gangguan harga diri rendah kronis) Gangguan konsep diri (Gangguan harga diri rendah situasional Perilaku mencari bantuan kesehatan Enuresis maturasi Ketidakberdayaan Keputusasaan Perubahan kinerja peran Sindrom stres relokasi Lain-lain XI. PENGETAHUAN KURANG TENTANG Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang kurang tentang suatu hal? Penyakit/gangguanjiwa Sistem pendukung Faktor presipitasi Mekanisme koping Penyakit fisik Obat-obatan Lain-lain, jelaskan Jelaskan: Pasien diketahui menjalani perawatan dan pengobatan terakhir setahun yang lalu, kemudian putus obat dan tidak pernah kontrol sejak ± 2 bulan . Pasien merasa sudah sembuh dan mengatakan tidak perlu minum obat lagi. Masalah / DiagnosaKeperawatan: Perilaku mencari bantuan kesehatan Ketidakefektifan penatalaksanaan regiment terapeutik Kurang pengetahuan XII.ASPEK MEDIS Diagnosis medik : SKIZOFRENIA PARANOID Terapi medik : Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari XIII. ANALISA DATA NO 1. DATA DS: klien mengatakan pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak dua kali dengan menggunakan tali DO: klien tampak berbicara lambat, kontak mata kurang karena klien cenderung memandang satu titik, dan tidak memandang lawan bicaranya. MASALAH / DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko bunuh Diri 2. DS: Klien mengatakan bahwa dirinya merasa tidak bahagia karena hidupnya monoton Harga diri rendah DO: nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls XIV. DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapuetik 2. Resiko bunuh diri 3. Harga diri rendah situasional 4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh 5. Defisit perawatan diri 6. Kerusakan komunikasi verbal 7. Resiko tinggi kekerasan 8. Kerusakan integritas sosial 9. Waham 10. Gangguan pola tidur 11. Perilaku mencari bantuan kesehatan 12. Koping individu tidak efektif 13. Perubahan pemeliharaan kesehatan XV. POHON MASALAH Resiko bunuh diri Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri) Gangguan interaksi sosial menarik diri Gangguan konsep diri (harga diri rendah) Mekanisme koping Maladaptif Faktor Pencetus Penjelasan : Faktor pencetus merupakan penentu dari munculnya suatu permasalahan, pada kasus Resiko bunuh diri akan diawali dengan mekanisme koping maladaptif, dimana mekanisme koping maladaptif merupakan mekanisme yang mengarah ke perilaku negatif seperti perilaku yang cenderung merusak, melakukan aktifitas yang kurang sehat sepeertimengosumsi obatobatan dan alkohol, selain itu perilaku individu akan tampak cenderung menghindar dan menarik diri. Hal tersebut tentu akan membuat individu mengalami gangguan konsep diri seperti harga diri rendah. Individu yang memiliki konsep harga diri rendah akan cenderung menarik diri dari kelompok sosialnya. Perilaku tersebut tentu akan berpengaruh terhadap kesehatan mental individu dimana dampak dari hal tersebut akan memunculkan perilaku kekerasa seperti mencederai diri sendiri yang akan mengarah ke resiko bunuh diri. XVI. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko bunuh diri Malang, ………………………. Perawat / Mahasiswayang mengkaji ____________________________ NIM/NIRM: ……………………. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No 1 TGL// JAM 22/09/2020 (10.00) 23/09/2020 (10.00) DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko bunuh diri Resiko bunuh diri TUJUAN KEPERAWATAN Tujuan Umum : Melaksanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan untuk masalah keperawatan dimulai dari SP Tujuan Khusus : Melaksanakan SP 1 yaitu mengidentifikasi tanda dan gejala perubahan mood, mengidentifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain, memonitor fungsi kognitif. Melaksanakan SP 2 yaitu menjelaskan tentang gangguan mood dan penanganannya, menganjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi, mengajarkan mengenali pemicu gangguan mood. KRITERIA HASIL INTERVENSI Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1-3 kali tatap muka diharapkan pasien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala perubahan mood, mengidentifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain, memonitor fungsi kognitif. 1. BHSP 2. Identifikasi tanda dan gejala perubahan mood 3. Identifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain 4. Monitor fungsi kognitif. 5. Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien 6. Kontra untuk pertemuan berikutnya. Setelah diberikan tindakan keperawatan kesehatan jiwa SP 2 selama 1-3 kali tatap muka diharapkan pasien mampu menjelaskan tentang gangguan mood dan penanganannya, menganjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi, mengajarkan mengenali pemicu gangguan mood, 1. BHSP 2. Evaluasi dan validasi pertemuan 1 3. Jelaskan tentang gangguan mood dan penangannya 4. Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi 5. Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood 6. Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien 7. Kontra untuk pertemuan berikutnya No 1 TGL// JAM 24/09/2020 (10.00) 25/09/2020 (10.00) DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko bunuh diri TUJUAN KEPERAWATAN Tujuan Umum : Melaksanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan untuk masalah keperawatan dimulai dari SP Tujuan Khusus : Melaksanakan SP 3 yaitu mengidentifikasi pola koping yang dapat diterapkan, memonitor adanya perubahan pola perilaku, Mendiskusikan perasaan terhadap orang lain Resiko bunuh diri Melaksanakan SP 4 yaitu melatih resiko pencegahan bunuh diri dan mengidentifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien KRITERIA HASIL INTERVENSI Setelah dilakukan tindakan keperawatan kesehatan jiwa SP 3 selama 1-3 kali tatap muka diharapkan pasien mampu mengidentifikasi pola koping yang dapat diterapkan, memonitor adanya perubahan pola perilaku, Mendiskusikan perasaan terhadap orang lain 1. BHSP 2. Evaluasi dan validasi pertemuan 2 3. Identifikasi pola kopinh yang dapat diterapkan 4. Monitor adanya perubahan pola perilaku 5. Diskusikan perasaan terhadap orang lain 6. Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien 7. Kontra untuk pertemuan berikutnya Setelah diberikan tindakan keperawatan kesehatan jiwa SP 4 selama 1-3 kali tatap muka diharapkan pasien mampu melatih resiko pencegahan bunuh diri dan mengidentifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien 1. BHSP 2. Evaluasi dan validasi pertemuak ke 3 3. Latih resiko pencegahan bunuh diri 4. Identifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien 5. Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien 6. Kontrak untuk pertemuan berikutnya Hari/tgl/ shift Senin, 23 Januari 2020/ pagi DX. Keperawatan Resiko Bunuh Diri Jam 10.00 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN Implementasi paraf Jam Evaluasi (SOAP) 1. BHSP R/ klien koperatif, namun bicara lambat 2. Identifikasi tanda dan gejala, perubahan mood R/ klien terkadang merasa hidupnya tidak berguna ketika sendirian 3. Identifikasi keselamatan diri dan orang lain R/ klien mencoba menahan diri untuk tidak melakukan tindakan buruk kepada diri sendiri dan orang lain 4. Monitor fungsi kognitif (konsentrasi, memori, membuat keputusan) R/ klien mengatakan lebih senang ketika mendiskusikan masalah dengan ibunya 5. Buat dan Masukkan pada jadwal harian pasien. R/ klien kooperatif dan mengikuti arahan perawat 6. Kontrak untuk pertemuan berikutnya R/ klien setuju dan mengunggukkan kepala 11.00 S: Klien mengatakan akan mencoba menghindari perilaku bunuh diri O: Perubahan mood dan percobaan bunuh diri sedikit dapat dikendalikan melalui mekanisme koping yang telah dipilih Klien tampak kooperatif A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi SP 2 paraf Selasa, 24 Januari 2020/ Pagi Resiko bunuh diri 10.00 1. BHSP R/ klien kooperatif 2. Evaluasi dan validasi pertemuan 1 R/ klien dapat menceritakan apa yang telah dibicarakan pada pertemuan pertama 3. Jelaskan tentang gangguan mood dan penangannya R/ Klien mengetahui macammacam perubahan mood dan penangannya 4. Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi R/ Klien sangat kooperatif dalam menerima setiap jenis pengobatan yang diberikan terhadapnya 5. Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood R/ klien menyebutkan hal-hal yang tidak disukai untuk dapat mengenali gangguan mood 11.00 S: Klien mengatakan akan mencoba mengolah perasaannya ke arah perasaan positif O : Klien menjadi individu yang kooperatif dan senang dalam menerima perawatan dari tenaga medis A: Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi SP 3 Rabu, 25 Januari 2020/ Pagi Kamis, 26 Januari 2020/ Pagi Resiko bunuh diri Resiko bunuh diri 10.00 10.00 1. BHSP R/ klien kooperatif 2. Evaluasi dan validasi pertemuan kedua R/ klien dapat menceritakan apa yang telah dibicarakan pada pertemuan pertama 3. Menanyakan penyelesaian masalah yang dapat diterapkan R/ klien sharing atau berinteraksi untuk mendapatkan motivasi 4. Menanyakan perubahan perilaku setelah sharing. R/ Klien lebih bersemangat hidup. 11.00 1. BHSP R/ klien kooperatif 2. Evaluasi dan validasi pertemuan 1 11.00 S: Klien mengatakan akan mencoba lebih berinteraksi kepada orang lain O : Klien mulai termotivasi dengan adanya komunikasi A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi SP 4 S: Klien mengatakan akan mencoba memotivasi diri untuk hal positif R/ klien dapat menceritakan apa yang telah dibicarakan pada pertemuan ketiga 3. Melatih klien dengan memberikan motivasi R/ Klien mengetahui dan memahami 4. Memberikan semangat bahwa klien masih bias melakukan hal positif R/ Klien memahami dan mau mendengarkan O : Klien menjadi individu yang kooperatif dan senang dalam menerima perawatan dari tenaga medis A: Masalah teratasi P: Hentikan Intervensi STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1) TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI A. Proses Keperawatan 1. Kodisi Klien: DS: Klien mengatakan pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak dua kali dengan menggunakan tali DO : klien tampak berbicara lambat, kontak mata kurang karena klien cenderung memandang satu titik, dan tidak memandang lawan bicaranya. 2. Diagnosa Keperawatan. Resiko bunuh diri 3. Tujuan Keperawatan Tercapainya Setrategi pelaksanaan 1 : - BHSP - Identifikasi tanda dan gejala perubahan mood - Identifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain - Monitor fungsi kognitif. - Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien - Kontra untuk pertemuan berikutnya 4. Tindakan Keperawatan - BHSP - Identifikasi tanda dan gejala perubahan mood - Identifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain - Monitor fungsi kognitif. - Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien - Evaluasi dan Kontrak untuk pertemuanberikutnya B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan a. Fase Orientasi 1. Salam Terapeutik “Selamat pagi pak, kenalkan saya perawat Ria” “Saya mahasiswa profesi ners dari Stikes Banyuwangi yang akan praktek selama 2 minggu kedepan di ruangan ini, pada hari ini saya dinas pagi di ruangan ini mulai pukul 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini saya yang akan merawat bapak” R/: iya mbak ”Namanya bapak siapa, senang dipanggil siapa? ” R/: Saya suka dipanggil pak W 2. Evaluasi “bagaimana perasaan bapak hari ini? R/:saya merasa bosan Validasi “Bagaimana kabar Bapak hari ini? Bagaimana tidur Bapak semalam? R/: saya tidak bisa tidur nyenyak 3. Kontrak : “Kalau begitu bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang supaya bapak lebih tenang.” R/: iya Topik :“Baiklah pak, saya akan menjelaskan mengidentifikasi tanda dan gejala perubahan mood, mengidentifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain, memonitor fungsi kognitif., membuat dan masukkan pada jadwal harian pasien”.R/: iya mbak Waktu: “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”R/: iya mbak Tempat: “bapak mau kita berbincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di taman pak? ”R/: Iya mbak b. Fase Kerja 1. Mengidentifi tanda dan gejala perubahan mood “bapak saya ingin tahu, bagaimana perasaan suasana hati bapak sekarang? Apa yang bapak rasakan?” R/: saya merasa tidak berguna, merasa hidup tidak bahagia dan merasa gagal dalam hidup 2. Mengidentifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain “apakah bapak pernah mencoba melakukan bunuh diri? Atau mencelakakan orang lain?” R/: iya saya pernah mencoba bunuh diri menggunakan tali karena saya merasa tidak berguna tetapi saya tidak pernah mencelakai orang lain 3. Memonitor fungsi kognitif. “baik, kalau begitu apakah bapak masih ingat apa yang terjadi pada bapak sehingga bapak merasa gagal dalam hidup? R/: iya mbak, istri saya minta cerai jadi saya merasa gagal dalam hidup karena saya merasa tidak bisa membahagiakan istri sayadan saya merasa tidak berguna hal itu yang mendorong saya untuk melakukan bunuh diri 4. Membuat dan masukkan pada jadwal harian pasien “bapak bagaimana jika kita membuat jadwal harian untuk bapak agar bapak tidak merasa bosan?” R/: baiklah “bapak bisa menyapu?”R/: Iya saya bisa “kalau begitu coba bapak mulai besok menyapu taman ya pak”R/: iya “ini saya kasih buku harian pak dan centang disini ketika bapak selesai menyapu” R/: Iya c. FaseTerminasi 1. Evaluasi respon klien dan validasi terhadap tindakan keperawatan yang sudah diberikan Evaluasi Subyektif (Klien) “Bagaimana perasaan bapak sekarang setelah kita berbincang-bincang? R/: saya merasa tenang dan tahu apa yang harus saya lakukan ketika bosan Evaluasi Obyektif (Perawat) a) Klien tampak bersemangat b) Klien mampu berkonsentrasi Validasi : “kalau begitu bapak sudah mengetahui apa yang dilakukan agar bapak tidak bosan, coba bapak contohkan bagaimana cara menyapu” R/: seperti ini “Iya begitu pak, bagus” 2. Rencana Tindak Lanjut “Bapak, kita tadi sudah bercakap-cakap dan melakukan apa yang saya ajarkan ketika bapak merasa bosan” R/: iya mbak 3. Kontrak yang akan datang : “karena waktu kita sudah habis untuk pertemuan kali ini, bagaimana kalau kita lanjutkan besok pagi ya bu”. R/: Iya Topik: “Baiklah besok kita akan membahas tentang mengevaluasi dan validasi pertemuan 1, menjelaskan tentang gangguan mood dan penangannya, menganjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi, mwngajarkan mengenali pemicu gangguan mood” Waktu :“ Besok pukul 08.00 ya pak” R/: Iya Tempat: “Mau dimana kita berdiskusi? Disini saja ya pak”. R/:iya mbak “kalau begitu saya pamit dulu ya pak terimakasih” R/: iya mbak STRATEGI PELAKSANAAN (SP 2) TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI A. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien: DS: Klien mengatakan sudah tidak melakukan percobaan bunuh diri dan bisa mengendalikan diri DO : Klien tampak bersemangat, mampu bicara dengan memandang lawan bicaranya. 2. Diagnosa Keperawatan. Resiko bunuh diri 3. Tujuan Keperawatan Tercapainya Setrategi pelaksanaa 2 : - BHSP - Evaluasi dan validasi pertemuan 1 - Jelaskan tentang gangguan mood dan penangannya - Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi - Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood 4. Tindakan Keperawatan - BHSP - Evaluasi dan validasi pertemuan 1 - Jelaskan tentang gangguan mood dan penangannya - Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi - Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan a. Fase Orientasi 1. Salam Terapeutik “Assalamu’alaikum, selamat pagi pak, kita bertemu lagi hari ini ya bu” R/: Walaikum salam “Masih ingat dengan saya ya pak” R/ :iya mbak “Pagi ini ibu terlihat lebih segar” 2. Evaluasi “Bagaimana perasaan bapak W hari ini?” R/: Saya merasa lebih baik dari kemarin Validasi “Apa yang ibu lakukan dengan perasaan yang bapak rasakan saat ini?” R/ : R/: saya mulai menyukai kegiatan saya “Coba ibu sebutkan apa saja yang kemarin kita perbincangkan”.R/: kemarin kita sudah berbicara tentang suasana hati saya dan melakukan kesibukan dengan menyapu taman “ Iya betul sekali pak,, wah bapak mengingat dengan baik ya. 3. Kontrak : “Baik pak, bolehkah saya ajak bapak berbincang – bincang lagi hari ini,agar ibu bisa lebih baik” R/: iya mbak Topik :“Baiklah pak, saya akan menjelaskan Jelaskan tentang gangguan mood dan penangannya, menanjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi dan mengajarkan mengenali pemicu gangguan mood” R/: iya mbak Waktu: “Berapa lama pak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”R/:iya mbak Tempat: “dimana kita berbincang-bincang pak? Bgaimana jika disini aja ya. ”R/: iya disini saja b. Fase Kerja 1. Menjelaskan tentang gangguan mood dan penangannya “bapak kalau sedang diam dan murumg itu berarti ada gangguan dalam suasana hati bapak jadi cobalah untuk memlakukan aktivitas lain seperti menyiram bunga atau menyapu yang sudah saya ajarkan agar bapak merasa bersemangan dan tidak murung lagi” R/: iya akan saya coba 2. Menganjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi “Coba bapak mematuhi apa saja yang diajarkan oleh perawat dan meminum obat secara teratu” R:/iya mbak 3. Mengajarkan mengenali pemicu gangguan mood “kalau bapak merasa murung itu adalah suasana hati bapak yang kurang baik dan yang menyebabkan hal tersebut ketika bapak mempunyai malasah namun tidak bercerita kepada orang lain, jadi jika bapak mempunyai masalah sebaiknya bapak bercerita kepada orang terdekat atau bapak bisa bercerita kepada ibu bapak” R/: iya mbak c. Fase Terminasi 1. Evaluasi respon klien dan validasi terhadap tindakan keperawatan yang sudah diberikan Evaluasi Subyektif (Klien) “Bagaimana perasaan ibu sekarang setelah kita berbincang-bincang? R/: saya merasa sedikit bersemangat dan akan mencoba untuk melakukan apa yang disarankan. Evaluasi Obyekti (Perawat) a) Klien tampak lebih bersemangat b) Klien tampak mampu berkonsentrasi c) Klien kooperatif saat dilakukan implementasi Validasi : “Coba bapak sebutkan apa yang telah kita perbincangkan dan apa yang ibu rasakan?” R/: menjelaskan apa yang menyebabkan gangguan mood dan mengenali apa yang menybabkan gangguan mood 2. Rencana TindakLanjut “Baik pak, untuk ke depannya interaksi dengan lingkungan diperbaiki lagi, sehingga perasaan untuk bunuh diri yang sebelumnya bisa hilang dan bapak jadi lebih bersemangat untuk mejalani hidup” R/: iya mbak 3. Kontrak yang akandatang Topik: “Baik pak, untuk kedepannya kalau ada senggang waktu, kita bertemu dan berbincang kembali mungkin masalah lain yang mungkin ibu alami” Terimakasih banyak untuk waktu 2 hari ini sudah member saya waktu untuk berbincang dengan bapak, apabila ada salah kata saya mohon maaf sebesarbesarnya, semoga kita selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT. Saya pamit ya bu. Terimakasih, Assalamu’alaikum”. R/: amin… wassalamualaikum STRATEGI PELAKSANAAN (SP 3) TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI A.Proses Keperawatan 1. Kodisi Klien: DS: Klien mengatakan pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak dua kali dengan menggunakan tali DO : klien tampak berbicara lambat, kontak mata kurang karena klien cenderung memandang satu titik, dan tidak memandang lawan bicaranya. 2. Diagnosa Keperawatan. Resiko bunuh diri 3. Tujuan Keperawatan Tercapainya Setrategi pelaksanaan 3 : - BHSP - Evaluasi dan validasi pertemuan 2 - Identifikasi pola koping yang dapat diterapkan - Monitor adanya perubahan pola perilaku - Diskusikan perasaan terhadap orang lain - Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien - Evaluasi dan Kontrak untuk pertemuan berikutnya 4. Tindakan Keperawatan - BHSP - Evaluasi dan validasi pertemuan 2 - Identifikasi pola koping yang dapat diterapkan - Monitor adanya perubahan pola perilaku - Diskusikan perasaan terhadap orang lain - Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien - Evaluasi dan Kontrak untuk pertemuan berikutnya B.Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan a. Fase Orientasi 1.Salam Terapeutik “Assalamu’alaikum, selamat pagi pak, kita bertemu lagi hari ini ya pak” R/: Walaikum salam “Masih ingat dengan saya ya pak” R/ :iya mbak “Pagi ini bapak terlihat lebih cerah” 2. Evaluasi “bagaimana perasaan bapak hari ini? R/: saya merasa lebih baik dari kemarin 3.Validasi “Bagaimana kabar Bapak hari ini? R/: saya mulai bisa tidur nyenyak “Coba bapak sebutkan apa saja yang kemarin kita perbincangkan”.R/: kemarin kita berbicara gangguan mood dan pemicu gangguan mood” “ Iya betul sekali pak,, wah bapak mengingat dengan baik ya. 4. Kontrak : “Kalau begitu bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang supaya bapak lebih tenang.” R/: baik mbak Topik :“Baiklah pak, saya akan menjelaskan tentang mengevaluasi dan validasi pertemuan 2, mengidentifikasi pola koping yang dapat diterapkan, memonitor adanya perubahan pola perilaku, mendiskusikan perasaan terhadap orang lain”.R/: iya mbak Waktu: “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”R/: iya mbak Tempat: “bapak mau kita berbincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di taman pak? ”R/: Iya mbak b.Fase Kerja 1. Mengidentifikasi pola koping yang dapat diterapkan “bapak bagaimana kegiatan yang sudah bapak terapkan? Apa berjalan dengan lancar?” R/: ya saya sudah melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang dicatat 2. Memonitor adanya perubahan pola perilaku “apakah bapak merasa ada perubahan setelah melakukan kegiatan tersebut?” R/: iya mbak saya merasa mulai bisa berintraksi dengan lingkungan 3. Mendiskusikan perasaan terhadap orang lain “baik bapak saya ingin tahu pendapat bapak ketika melihat orang lain menderita?” R/: ya saya merasa kasihan mbak i c.FaseTerminasi 1. Evaluasi respon klien dan validasi terhadap tindakan keperawatan yang sudah diberikan Evaluasi Subyektif (Klien) “Bagaimana perasaan bapak sekarang setelah kita berbincang-bincang? R/: saya merasa lebih bersemangat untuk menjalani hari-hari saya Evaluasi Obyektif (Perawat) c) Klien tampak bersemangat d) Klien mampu berkonsentrasi Validasi : “kalau begitu bapak harus berusaha berinteraksi dengan orang lain agar bapak lebih semangat menjalani hidup” R/: iya mbak 4. Rencana Tindak Lanjut “Bapak, kita tadi sudah bercakap-cakap dan besok kita boleh bertemu kembali?” R/: iya mbak 5. Kontrak yang akan datang : “karena waktu kita sudah habis untuk pertemuan kali ini, bagaimana kalau kita lanjutkan besok pagi ya pak”. R/: Iya Topik: “Baiklah besok kita akan membahas tentang mengevaluasi dan validasi pertemuan ke 3, Latih resiko pencegahan bunuh diri, Identifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien” Waktu :“ Besok pukul 09.00 ya pak” R/: Iya Tempat: “Mau dimana kita berdiskusi? Disini saja ya pak”. R/:iya mbak “kalau begitu saya pamit dulu ya pak terimakasih” R/: iya mbak STRATEGI PELAKSANAAN (SP 4) TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI A.Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien: DS: Klien mengatakan sudah tidak melakukan percobaan bunuh diri dan bisa mengendalikan diri DO : Klien tampak bersemangat, mampu bicara dengan memandang lawan bicaranya. 2. Diagnosa Keperawatan. Resiko bunuh diri a. Tujuan Keperawatan Tercapainya Setrategi pelaksanaa 4 : b. BHSP Evaluasi dan validasi pertemuak ke 3 Latih resiko pencegahan bunuh diri Identifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien Tindakan Keperawatan - BHSP Evaluasi dan validasi pertemuak ke 3 Latih resiko pencegahan bunuh diri Identifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien 3. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan b. Fase Orientasi a. Salam Terapeutik “Assalamu’alaikum, selamat pagi pak, kita bertemu lagi hari ini ya pak” R/: Walaikum salam “Masih ingat dengan saya ya pak” R/ :iya mbak “Pagi ini ibu terlihat lebih segar” b. Evaluasi “Bagaimana perasaan bapak W hari ini?” R/: Saya merasa lebih baik dari kemarin Validasi “Apa yang bapak lakukan dengan perasaan yang bapak rasakan saat ini?”R/: saya mulai menyukai kegiatan saya “Coba bapak sebutkan apa saja yang kemarin kita perbincangkan”.R/: kemarin kita sudah berbicara tentang perubahan perilaku dan berbicara tentang perasaan terhadap orang lain. c. Kontrak : “Baik pak, bolehkah saya ajak bapak berbincang – bincang lagi hari ini,agar bapak bisa lebih baik” R/: iya mbak Topik :“Baiklah pak, saya akan menjelaskan tentang melatih resiko pencegahan bunuh diri, mengidentifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien ” R/: iya mbak Waktu: “Berapa lama pak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”R/:iya mbak Tempat: “dimana kita berbincang-bincang pak?” R/: di tempat biasa saja mbak di taman c. Fase Kerja a. Menjelaskan tentang melatih resiko pencegahan bunuh diri “bapak saya akan menjelaskan tentang melatih resiko pencegahan bunuh diri karena bunuh diri itu tidak baik bapak dan bapak juga masih mempunyai ibu yang saying pada bapak” R/: iya mbak b. Mengidentifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien “bapak akhir-akhir apa yang bapak lalukan untuk mengisi hari-hari bapak?” R/: saya melakukan kegiatan seperti menyapu dan mencoba berinteraksi dengan orang lain 4. Fase Terminasi a. Evaluasi respon klien dan validasi terhadap tindakan keperawatan yang sudah diberikan Evaluasi Subyektif (Klien) “Bagaimana perasaan ibu sekarang setelah kita berbincang-bincang? R/: saya merasa bersemangat dan akan mencoba untuk melakukan berinteraksi dengan orang lain. Evaluasi Obyekti (Perawat) d) Klien tampak lebih bersemangat e) Klien tampak mampu berkonsentrasi f) Klien kooperatif saat dilakukan implementasi Validasi : “Coba bapak sebutkan apa yang telah kita perbincangkan dan apa yang ibu rasakan?” R/: menjelaskan resiko pencegahan bunuh diri dan berbicara tentang aspek positif yang saya lakukan b. Rencana TindakLanjut “Baik pak, untuk ke depannya interaksi dengan lingkungan diperbaiki lagi, sehingga perasaan untuk bunuh diri yang sebelumnya bisa hilang dan bapak jadi lebih bersemangat untuk mejalani hidup” R/: iya mbak c. Kontrak yang akandatang Topik: “Baik pak, untuk kedepannya kalau ada senggang waktu, kita bertemu dan berbincang kembali mungkin masalah lain yang mungkin ibu alami” Terimakasih banyak untuk waktu 2 hari ini sudah member saya waktu untuk berbincang dengan bapak, apabila ada salah kata saya mohon maaf sebesarbesarnya, semoga kita selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT. Saya pamit ya bu. Terimakasih, Assalamu’alaikum”. R/: amin… wassalamualaikum DAFTAR PUSTAKA Captain. 2008. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Alih bahasa oleh Yasmin Asih. Jakarta: EGC. Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tidakan Keperawatan (LP dan SP) revisi 2012. Jakarta: Salemba Medika. Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC. Keliat, Budi Anna. 2009.Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC. NANDA. (2012). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014. Philadelphia: NANDA International. Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Videbeck, Sheila L. 2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Wilkinson, J.M., & Ahern N.R..2012. Buku Saku Diagnosis KeperawatanDiagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC Edisi kesembilan. Jakarta: EGC Yosep, I. 2010.Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama. .