Uploaded by rifawahyu21

(REVISI) LP ASKEP SPTK RBD KEL. 14

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners
Keperawatan Jiwa
OLEH:
Madinatus Syukria
(2019.04.038)
Rifa Wahyu Hidayah
(2019.04.060)
Shindy Herawati Mochiko Dewi
(2019.04.070)
Thendi Saputra Sakti
(2019.04.073)
Ulfa Mar’atus Solekhah
(2019.04.075)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
Dengan Resiko Bunuh Diri
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners
Keperawatan Jiwa
Oleh :
Madinatus Syukria
(2019.04.038)
Rifa Wahyu Hidayah
(2019.04.060)
Shindy Herawati Mochiko Dewi
(2019.04.070)
Thendi Saputra Sakti
(2019.04.073)
Ulfa Mar’atus Solekhah
(2019.04.075)
Telah Diperiksa dan Disetujui pada :
Hari :
Tanggal :
Pembimbing Intitusi
Ns. Badrul Munif, S.Kep,M.Kep
NIDN : 0701 089 102
BAB 1
KONSEP SKIZOFRENIA
1.1 Definisi Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah (split), dan
“ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah
seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian ( Hawari, 2018).
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat melibatkan gangguan
yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi dan perilaku.
Keyakinan irasional tentang dirinya atau isi pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab
yang jelas, seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau bermaksud mencelakainya
(Raboch, 2017).
Skizofrenia paranoid yaitu pada tipe ini adanya pikiran-pikiran yang absurd (tidak ada
pegangannya) tidak logis, dan delusi yang berganti-ganti. Sering diikuti halusinasi dengan
akibat kelemahan penilaian kritis (critical judgement)nya dan aneh tidak menentu, tidak dapat
diduga, dan kadang-kadang berperilaku yang berbahaya. Orang-0rang dengan tipe ini memiliki
halusinasi dan delusi yang sangat mencolok,yang melibatkan tema-tema tentang penyiksaan
dan kebesaran (Susan Nolen Hoeksema, 2019).
Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai oleh
distorsi-distorsi mengenai realitas, adanya perilaku menarik diri dari interaksi social serta
disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi (Carson dan Butcher,
2019).
Menurut Maramis, 2018 skizofrenia paranoid sedikit berlainan dari jenis-jenis yang
lain dalam jalan penyakit. Hebrefenia dan Katatonia sering lama-kelamaan Hebrefenia dan
Katatonia bercampuran. Tidal demikian dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak
konstan. Gejala-gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai waham-waham skunder,
dan Halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir
dan adanya gangguan afek berfikir.
1.2 Etiologi
a. Faktor Biologis
1) Herediter ( Pengaruh Gen terhadap Skizofrenia)
Studi terhadap keluarga, anak kembar dan anak adopsi melengkapi bukti-bukti
bahwa gen terlibat dalam transmisi (penyebaran) skizofrenia (Liohtermann, Karbe &
Maier, 2016). Beberapa peneliti berpendapat bahwa banyak gen (polygenic) model
tambahan, yang membentuk jumlah dan konfigurasi gen abnormal untuk membentuk
skizofrenia (Gottensman, 1991, Gottansman & Erlenmyer-kimling, 2017). Adanya
lebih banyak gen yang terganggu meningkatkan kemungkinan berkembangnya
skizofrenia dan menungkatakan kerumitan gangguan tersebut. Individu yang lahir
dengan beberapa gen tetapi tidak cukup untuk menunjukkan simtom-simtom bertaraf
sedang atau ringan skizofrenia, seperti keganjilan dalam pola bicara atau proses
berpikir dan keyakinan-keyakinan yang aneh.
Anak-anak yang memiliki kedua orang tuanya menderita skizofrenia dan anakanak kembar identik atau dari satu zigot (monozigot) dari orangtua dengan skizofrenia,
mendapat sejumlah besar gen skizofrenia, memiliki resiko sangat besar mendapatkan
skizofrenia. Sebaliknya penurunan kesamaan gen dengan orang-orang skizofrenia,
menurunkan resiko individu mengembangkan gangguan ini.
Jika aman dari orang skizofrenia mengembangkan gangguan ini, tidak berarti
bahwa hal itu dikirimkan atau diwariskan secara genetic. Tumbuh bersama orangtua
skizofrenia dan secara khusus bersama dengan kedua orangtua dengan gangguan
tersebut, kemungkinan besar berarri tumbuh berkembang dalam suasana yang penuh
stress. Jika orangtua psikotik, anak dapa terbuka untuk pemikiran-pemikiran yang
tidak logis, perubahan suasana hati dan perilaku yang kacau.
Bahkan jika orangtua bukanlah psikotik akut, sisa-sisa simtom negative akut
skizofrenia, kurangnya motivasi, dan disorganisasi mungkin mengganggu kamampuan
orangtua untuk peduli terhadap anak. Studi adopsi yang dilakukan Leonard Heston di
Amerika Serikat dan Kanada menunjukkan bahwa anak-anak yang hidup bersama
orangtua skizofrenia yang diadopsi jauh dari ibu, mempunyai tingkat pengembangan
skizofrenia yang lebih rendah.
2) Pembesaran Ventrikel
Struktur utama otak yang abnormal sesuai dengan skizofrenia adalah pembesaran
ventrikel. Ventrikel adalah ruang besar yang berisi cairan dalam otak. Perluasan
mendukung atropi (berhentinya pertumbuhan), deteriorasi di jaringan otak lainnya.
Orang-orang skizofrenia dengan pembesaran ventricular cenderung menunjukkan
penirinan secara social, ekonomi, perilaku, lama sebelum mereka mengembangkan
simtom utama atau inti dati skizofrenia. Mereka juga cenderung untuk memiliki
simtom yang lebih kuat dari pada orang skizofrenialainnya dan kurang responsive
terhadap pengobatan karena dianggap sebagai pergantian yang buruk dalam
pemfungsian otak, yang sulit untuk ditangani/dikurangi melalui treatment. Perbedaan
jenis kelamin mungkin juga berhubungan dengan ukuran ventricular. Beberapa studi
menemukan bahwa laki-laki dengan skizofrenia memiliki pelebaran ventrikel yang
lebih kuat.
3) Faktor Anatomis Neuron
Abnormalitas neuron secara otomatis pada skizofrenia memiliki beberapa
penyebab, termasuk abnormalitas gen yang spesifik (khas), cedera otak berkaitan
dengan cedera waktu kelahiran, cedera kepala, infeksi virus defisiensi (penurunan)
dalam nutrisi dan defisiensi dalam stimulus kognitif (Conklin & Lacono, 2017).
4) Komplikasi Kehamilan
Komplikasi serius selama prenatal dan masalah-masalah berkaitan dengan
kandungan pada saat kelahiran merupakan hal yang lebih sering dalam sejarah orangorang dengan skizofrenia dan mungkin berperan dalam membuat kesulitan-kesulitan
secara neurologist. Komplikasi dalam pelepasan berkombinasi dengan keluarga
beresiko terhadap terjadinya karena menambah derajad pembesaran ventricle.
Penelitian epidemiologi telah menunjukkan angka yang tinggi dari skizofrenia
dikalangan orang-orang yang memiliki ibu terjangkit virus influenza ketika hamil.
Selain
itu, apabila
ada
gangguan
pada
perkembangan otak
janin selama
kehamilan(epigenetic faktor), maka interaksi antara gen yang abnormal yang sudah ada
sebelumnya dengan faktor epigenetik tersebut dapat memunculkan gejala skizofrenia.
(Dadang Hawari, 2017)
5) Neurotransmiter
Neurotransmiter dopamine dianggap memainkan peran dalam skizpfrenia ( Coklin
& Lacono, 2016 ). Teori awal dari dopamine menyatakan bahwa simtom-simton
skizofrenia disebabkan oleh kelebihan jumlah dopamine di otak, khususnya di frontal
labus dan system limbic. Aktivitas dopamine yang berlebihan / tinggi dalam system
mesolimbik dapat memunculkan simtom positif skizofrenia : halusinasi, delusi, dan
gangguan berfikir. Karena atipikal antipsikotis bekerja mereduksi simtom-simtom
skizofrenia dengan mengikat kepada
reseptor D4 dalam system mesolimbik.
Sebaliknya jika aktivitas dopamine yang rendah dapat mendorong lahirnya simtom
negative seperti hilangnya motivasi, kemampuan untuk peduli pada diri sendiri dalam
aktivitas sehari-hari. Dan tidak adanya responsivitas emosional. Hal ini menjelaskan
bahwa phenothiazines, yang mereduksi aktivitas dopamine, tidak meredakan atau
mengurangi simtom.
Dalam penelitian lain bahwa taraf abnormalitas nuotansmiter glutamate dan gamma
aminobutyric acid ( GABA ) tampak pada orang-orang dengan skizofrenia (Goff &
Coyle, 2015, Tsai & Coyle, 2016 ). Glutamate dan GABA terbesar di otak manusia
dan defisiensi pada neurotransmitter akan memberikan kontribusi terhadap simtomsimtom kognitif dan emosioanal. Neuro glutamate merupakan pembangkit jalan kecil
yang menghubungkan kekortek, system limbic dan thalamus bagian otak yang
membangkitkan tingkah laku abnormal pada orang-orang dengan skizofrenia.
b. Faktor Psikososial
1) Teori Psikodinamika
Menurut Kohut & Wolf, ahli-ahli teori psikodinamika berpendapat bahwa
skizofrenia merupakan hasil dari paksaan atau tekanan kekuetan biologis yang
mencegah atau menghalangi individu untuk mengembangkan dan mengintegrasikan
persaan atau pemahaman atas dirinya. Freud(2019) berargumen bahwa jika ibu secara
ekstrim atau berlebihan kasar dan terus-menerus mendominasi, anak akan mengalami
taraf regresi dan kembali ke taraf perkembangan bayi dalam hal pemfungsiannya,
sehingga ego akan kehilangan kemampuannya dalam membedakan realita.
Menurut Dadang Hawari, dalam teori homeostatis-deskriptif, diuraikan gambaran
gejala-gejala dari suatu gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan
keseimbangan atau homeostatis pada diri seorang, sebelum dan seseudah terjadinya
gangguan jiwa tersebut. Sedangkan dalam teori Fasilitatif etiologik, diuraikan faktor
yang memudahkan penyebab suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan
mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan. Sebagai contoh misalnya
menurut Melanie Klein (2019), bahwa skizofrenia muncul karena terjadi fiksasi pada
fase paranoid-schizoid pada awal perkembangan masa bayi.
2) Pola-Pola Komunikasi
Menurur Gregory Bateson & koleganya bahwa orangtua (khususnya ibu) pada
anak-anak sklizofrenia menempatkan anak mereka dalam situasi ikatan ganda (double
binds) yang secara terus menerus mengkomunikasikan pesan-pesan yang bertentangan
pada anak-anak. Yang dimaksud ikatan ganda adalah pemberian pendidikan dan
informasi yang nilainya saling bertentangan. Dalam teori doble-bind tentang pola-pola
komunikasi dalam keluarga orang-orang dengan skizofrenia, menampakkan
keganjilan. Keganjilan-keganjilan itu membentuk lingkungan yang penuh ketegangan
yang membuat lebih besar kemungkinan seorang anak memiliki kerawanan secara
biologis terhadap skizofrenia.
Selain itu, anak dalam berbicara sering tidak mneyambung atau kacau atau tidak
jelas arah pembicaraan, serta dalm berbicara disertai emosi yang tinggi dan suara yang
keras.
3) Stres dan Kekambuhan
Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stress (stresfull) mungkin tidak
menyebabkan seseorang terjangkit skizofrenia, tetapi keadaan tersebut dapat memicu
episode baru pada orang-orang yang mudah terkena serangan atau rawan terhadap
skizofrenia. Berdasarkan penelitian bahwa lebih dari 50 % orang yang mengalami
kekambuhan skizofrenia adalah mereka yang dalam kehidupannya telah mengalami
kejadian-kejadian buruk sebelum mereka kambuh.
Menurut danang Hawari, stresor yang menyebabkan stres atau kekambuhan
skizofrenia paranoid adalah perkawinan, masalah orang tua, hubungan interpersonal,
pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan dan hukum.
4) Faktor Kesalahan Belajar
Yang dimaksud kesalahan belajar adalah tidak tepatnya mempelajari yang benar
atau dengan tepat mempelajari yang tidak benar. Dalam hal ini penderita mempelajari
dengan baik perilaku orang-orang skizofrenia atau perilaku yang baik dengan cara
yang tidak baik (Wiramaharja, 2015)
1.3 Manifestasi Klinis
a. Gejala Primer
1. Gangguan proses pikiran (bentuk,langkah dan isi pikiran) yang terganggu terutama
aspek asosiasi, kadang-kadang suatu ide belum selesai diutarakan, sudah muncul ide
uang lain. Sering ditandai oleh : menggunakan arti simbolik, terdapat clang association,
jalan pikirannya tidak dapat dimengerti / inkoherensi, menyamakan hal-hal. Terjadi
bloking beberapa detik sampai beberapa hari, ada penderita yang mengatakan bahwa
seperti ada yang laindidalam dirinya yang berfikir dan tanda sejenis lainnya.
2. Gangguan afek dan emosi
Dapat berupa :
a. Kedangkalan afek dan emosi, klien menjadi acuh tak acuh pada hal-hal yang penting
dalam hidupnya.
b. Parathimi ; merasa sedih atau marah yang seharusnya timbul rasa tenang dan
gembira.
c. Paramimi ; klien menangis padahal merasa senang dan bahagia.
d. Emosi, afek dan ekspresinya tidak mengalami kesatuan.
e. Emosi yang berlebih. Hilang kemampuan untuk mengandalkan hubungan emosi
yang baik.
f. Ambivalensi pada afek : dua hal yang bertentangan berada pada satu objek
3. Gangguan kemauan
Ditandai antara lain :
a. Tidak dapat mengambil keputusan
b. Tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan
c. Melamun dalam waktu tertentu yang lama.
d. Negativisme ; perbuatan yang berlawanan dengan perlawanan
e. Ambivalensi kemauan ; menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang
sama
f. Otomatisme ; merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar
sehingga ia berbuat otomatis.
4. Gangguan psikomotor
a. Stupor : tidak bergerak dalam waktu yang lama.
b. Hiperkinesa; terus bergerak dan tampak gelisah
c. Stereotipi ; berulang melakukan gerakan atau sikap
d. Verbigerasi ; stereotipi pembicaraan
e. Manerisme ; stereotipi tertentu pada pada skizofrenia, grimes pada muka atau
keanehan berjalan dan gaya.
f. Katalepsi ; posisi badan dipertahankan dalam waktu yang lama.
g. Fleksibilitas cerea ; bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti
lilin.
h. Negativisme ; menentang atau justru melakukan berlawan dengan apa yang disuruh.
i. Otomatisme komando ; kebalikan daari negativisme.
j. Echolalia; meniru kata-kata yang diucapkan orang lain.
b. Gejala Sekunder
1. Waham atau delusi
Keyakinan yang salah yang tidak dapat diubah dengan penalaran atau bujukan.
Sangat tidak logis dan kacau tetapi klien tidak menyadari hal tersebut dan menganggap
sebagai fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.
Jenis-jenis waham mencakup :
a) kebesaran ; seseorang memiliki suatu perasaan berlebih dalam kepentingan atau
kekuasaan.
b) curiga ; seseorang merasa terancam dan yakin bahwa orang lain bermaksud untuk
membahayakan atau menncurigai dirinya.
c) Siar ; semua kejadian dalam, lingkungan sekitarnya diyakini merujuk / terkait
kepada dirinya.
d) kontrol ; seseorang percaya bahwa objek atau oang tertentu mengontrol perilakunya.
2. Halusinasi
Istilah ini menggarbarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah
satu dari kelima panca indra. Halusinasi pendengaran dan penglihatan yang
sering,halusinasi penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi ( Towsend,
Mary S, 1998).
Tanda gangguan yang berlangsung secara terus menerus sedikitnya selama 6 bulan
( Stuard, 2016 )adalah :
a) Kecurigaan yang ekstrim terhadap orang lain.
b) Halusinasi
Modalitas sensori yang tercakup dalam halusinasi :
1. Pendengaran / auditorius
Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang. Suara dapat berkisar dari
suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai pasien, untuk
menyelesaikan percakapan antara dua orang atau lebih tentang pasien yang
berhalusinasi. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar pasien yaitu pasien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan
oleh pasien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang hal
yang berbahaya.
2. Penglihatan / visual
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, dan gambar atau panorama yang luas dan kopleks. Penglihatan
dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang menakutkan ( seperti melihat
monster ).
1.4 Komplikasi
Menurut Keliat (2019), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :
1.
Aktifitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan diri,
penampila dan sosialisasi.
2.
Hubungan interpersonal
Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi dari temanteman dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap lingkungan
kehidupan yang kaku dan stimulus yang kurang.
3.
Sumber koping
Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan fungsi pada klien,
menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk menghadapi stress.
4.
Harga diri rendah
Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya, tidak ingin
melakukan sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan tidak berani
mencapai sukses.
5.
Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang dimiliki dan pernah
digunakan klien pada waktu yang lalu.
6.
Motivasi
Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang.
7.
Kebutuhan terapi yang lama
Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit satu periode selama 6
bulan terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di rumah sakit dalam 1 tahun.
1.5 Penatalaksanaan
1.
Medis
Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misalnya perubahan
perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham, proses piker kacau). Obat-obatan
untuk pasien skizophrenia yang umum diunakan adalah sebaga berikut :
a. Pengobatan pada fase akut
1) Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif diberikan injeksi :
a)
b)
Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai
keadaan akut teratasi.
c)
Kombinsi haloperidol 5 mg intra muscular kemudian diazepam 10 mg intra
muscular dengan interval waktu 1-2 menit.
2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet :
a) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
b) Klorpromazin 2x100 mg per hari
c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari
b. Pengobaan fase kronis
Diberikan dalam bentuk tablet :
1) Haloperidol 2x 0,5 – 1 mg perhari
2) Klorpromazin 1 x 50 mg sehari (malam)
3) Triheksifenidil 1- 2x 2 mg sehari
a) Tingkatkan perlahan-lahan, beri kesempatan obat untuk bekerja, disamping itu
melakukan tindakan perawatan dan pendidikan kesehatan.
b) Dosis maksimal
Haloperidol : 40 mg sehari (tablet) dan klorpromazin 600 mg sehari (tablet).
c.
Efek dan efek samping terapi
1)
Klorpromazine
Efek : mengurangi hiperaktif, agresif, agitasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi
ortostatik.
2) Haloperidol
Efek : mengurangi halusinasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi
ortostatik.
2. Tindakan keperawatan efek samping obat
a. Klorpromazine
1. Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan mulut
secara teratur.
2. Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman
penglihatan.
3. Konstipasi : makan makanan tinggi serat
4. Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
5. Hipoensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk.
b. Haloperidol
1.
Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan
mulut secara teratur.
2.
Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman
penglihatan.
3.
Konstipasi : makan makanan tinggi serat
4.
Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
5.
Hipotensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk
BAB 2
KONSEP RESIKO BUNUH DIRI
2.1 Definisi Resiko Bunuh Diri
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2016).
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya
sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya
yang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah tindakan agresif
yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin
merupakan keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Captain, 2018).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh
diri dapat diartikan sebagai resiko
individu untuk
menyakitidiri sendiri,
mencederai diri, serta mengancam jiwa. (Nanda, 2015)
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (2019) mengemukakan rentang harapanputus harapan merupakan rentang adaptif -maladaptif.Respon adaptif merupakan
respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara
umum berlaku, sedangkan
respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan
individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh normanorma sosial dan budaya setempat. Prilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas
yang jika tidak di cegah dapatmengarah kepada kematian. Rentang respon protektif
diri mempunyai peningkatandiri sebagai respon paling adaptif, sementara perilaku
destruktif diri, pencederaan diri,dan bunuh diri merupakan respon maladaptif
(Wiscarz dan Sundeen, 2018). Pikiran bunuh diri biasanya muncul pada individu
yang mengalami gangguan mood, terutama depresi. Bunuh diri adalah tindakan
yang dilakukan dengan sengaja untuk membunuh diri sendiri (Videbeck, 2018).
Sehingga dari beberapa pendapat diatas, bunuh diri merupakan tindakan
yang sengaja dilakukan seseorang individu untuk mengakhiri hidupnya dengan
berbagai cara. Dan seseorang dengan gangguan psikologi tertentu atau sedang
depresi
dapat
pula beresiko melakukan bunuh diri. Banyak faktor yang
menyebabkan seseorang bunuh diri, dapat dari faktor eksternal seperti lingkungan
dan faktor internal seperti gangguan psikologi dalam dirinya.
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu (Stuart, 2016):
1) Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin
mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama
lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
2) Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3) Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan
terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam
diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
2.2 Etiologi Resiko Bunuh Diri
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada
dua faktor, yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi (factor
pencetus).
a. Faktor predisposisi
Stuart (2016) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang
perilaku resiko bunuh diri meliputi :
1) Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan psikososial
4) Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,kehilangan yang
dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
4) Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis
yang tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa ada
gangguan pada level serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan dengan
perilaku agresif dan kecemasan. Penelitian lain mengatakan bahwa perilaku
bunuh diri merupakan bawaan lahir, dimana orang yang suicidal mempunyai
keluarga yang juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Walaupun
demikian, hingga saat ini belum ada faktor biologis yang ditemukan berhubungan
secara langsung dengan perilaku bunuh diri
5) Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2016) mengidentifikasi tiga bentuk
penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama didasarkan
pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is murder turned around 180
degrees”, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri dengan kehilangan seseorang
atau objek yang diinginkan. Secara psikologis, individu yang beresiko
melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya dengan orang yang hilang
tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih sayang ini dan berharap untuk
menghukum atau bahkan membunuh orang yang hilang tersebut. Meskipun
individu mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih sayang, perasaan marah
dan harapan untuk menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena itu, perilaku
destruktif diri terjadi.
6) Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang
perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan masyarakatnya,
yang menekankan apakah individu terintegrasi dan teratur atau tidak dengan
masyarakatnya
b. Faktor presipitasi
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan,
seperti
masalah
interpersonal,
dipermalukan
di
depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media
untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan
perilaku bunuh diri.
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri
sendiri, serta cara utuk mengakhiri keputusasaan.
c. Respon terhadap stres
1. Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses kognitifnya,
seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran
berulang, dan pikiran tidak wajar.
2. Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata
akibat adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3. Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi
dua, yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons lokal
tubuh terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara refleks kaki
akan diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS) adalah reaksi
menyeluruh terhadap stresor yang ada.
4. Perilaku:
Klien
dengan
penyakit
kronik
atau
penyakit
yang
mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali
orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social
maupun budaya.
5. Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau
bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih
mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam
kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
d. Kemampuan mengatasi masalah/ sumber coping
1. Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada klien dengan resiko
bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
2. Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari
keluarga, teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan dukungan
terbaik yang diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga.
3. Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan
kesehatan, dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan
kesehatan dan lain-lain.
4. Keyakinan
positif:
merupakan
keyakinan
spiritual
dan
gambaran
positif seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat
mempertahankan koping adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor.
Keyakinan yang harus dikuatkan pada klien resiko bunuh diri adalah
keyakinan bahwa klien mampu mengatas masalahnya.
e. Mekanisme coping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien secara sadar
memilih bunuh diri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme
pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak langsung
adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi,
dan
regresi.
Menurut
Fitria (2012) mengemukakan rentang harapan-putus harapan merupakan rentang
adaptif-maladaptif.
Maladaptif
Adaptif
Peningkatan Berisiko
destruktif
diri
Destruktif diri
tidak langsung
Pencederaan
diri
Bunuh Diri
Keterangan:
a. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri
secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.
b. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi
yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah
semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan
padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telahmengambil sikap yang kurang
tepat terhadap situasi yangmembutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
d.
Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.
e. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme koping.
Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan adgar untuk mengatasi masalah. Resiko yang mungkin terjadi
pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan
tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan
atau ancaman verbal untuk
melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada
diri sendiri.
2.3 Manifestasi Klinis Resiko Bunuh Diri
Menurut Fitria, Nita (2009):
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obatdosis
mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan
diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam
karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
2.4 Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri
Menurut Stuart dan Sundeen (1997, dalam Keliat, 2019:13) mengidentifikasi
intervensi utama pada klien untuk perilaku bunuh diri yaitu :
1) Melindungi
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di tempat yang aman, bukan
diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani klien terus- menerus sampai klien
dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan klien dari semua benda yang
berbahaya.
2) Meningkatkan harga diri
Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien
mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang
positif.
3) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat
Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan
untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi atau
dipelajari koping baru.
4) Menggali perasaan
Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor
predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
5) Menggerakkan dukungan sosial
Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu
keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat
mengontrol prilaku klien.
a. Penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri yaitu:
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri klien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan klien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
klien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat klien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing cara penyelesaian
masalah
c) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
Pathway
Faktor Presipitasi
Faktor Predisposisi
Sumber Koping <<<
Mekanisme Koping Maladaptif
Respon Konsep Diri Maladaptif
Gangguan Konsep Diri:
Harga Diri Rendah (HDR)
Malu, merasa bersalah
Menarik Diri
Risiko Gangguan
Persepsi Sensori:
Halusinasi
Isolasi sosial
Perilaku kekerasan
Risiko membahayakan diri:
Risiko Bunuh Diri
Ketidakefektifan
Koping Individu
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI
3.1Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
a. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
f. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan
gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
1. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
2. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara
melaksanakan rencana tersebut.
3. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan
gangguan mood
4. Sistem pendukung yang ada.
5. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik
maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.
6. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau
keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tandatanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
7. Symptomyang menyertainya
Apakah klien mengalami :
1. Ide bunuh diri
2. Ancaman bunuh diri
3. Percobaan bunuh diri
4. Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk
dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang
akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak
melakukan
diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus
pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari
komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan
dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau
diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini
akan mempengaruhi penilaian profesional
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun
hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dan klien.
5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional
klien
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur
penilaian profesional.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Bunuh Diri berhubungan dengan gangguan psikologi(D.0135)
3.3 Intervensi Keperawatan
Resiko Bunuh Diri berhubungan dengan gangguan psikologi(D.0135)
Faktor Resiko:
1. Gangguan perilaku
2. Demografi
3. Gangguan fisik
4. Masalah sosial
5. Gangguan Psikologi
Kriteria Hasil:
Menurun
Cukup
Sedang
menurun
Verbalisasi
Cukup
Meningkat
meningkat
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
ancaman
kepada
orang lain
Verbalisasi
umpatan
Perilaku
menyerang
Perilaku
agresif
Suara keras
Bicara
1
2
3
4
5
ketus
Intervensi: Pencegahan Bunuh Diri
Observasi:
1. Identifikasi gejala resiko bunuh diri
2. Identifikasi fikiran dan rencana bunuh diri
3. Monitor adanya perubahan perilaku
Terapeutik:
1. Libatkan dalam perencanaan perawatan mandiri
2. Libatkan keluaraga dalam perencanaan perawatan
3. Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau
4. Tingkatkan pengawasan pada kondisi tertentu
5. Lakukan intervensi perlindungan
Edukasi:
1. Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang lain
2. Anjurkan menggunakan sumber pendukung
3. Jelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada keluarga
4. Latih pencegahan resiko bunuh diri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat ati ansietas
2. Kolaborasi tindakan keselamatan kepada PPA
3. Rujuk ke pelayanan kesehatan mental
Intervensi Manajemen Mood (1.09289)
Observasi:
1.
Identifikasi mood (mis, tanda gejala, riwayat penyakit)
2.
Identifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain
3.
Monitor fungsi kognitif (mis, konsentrasi, memori, kemampuan membuat keputusan)
Terapeutik
1. Fasilitasi pengisian kuesioner jika perlu
2. Berikan kesempatan untuk menyampaikan perasaan
Edukasi
1. Jelaskan tentang gangguan mood dan penanganannya
2. Ajarkan keterampilan koping dan penyelesaian masalah baru
3. Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antispikotik
2. Rujuk ke psikoterapi, jika perlu
3.4 Implementasi
Pelaksanaan Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan
kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai
kemampuan Resiko bunuh diri 20 interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan
yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan
keperawatan boleh dilaksanakan.
3.5 Evaluasi
1. Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah
asal atau waktu.
2. Klien menggunakan koping yang adaptif.
3. Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.
4. Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan
kesejahteraan sosial
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA KLIEN SKIZOFRENIA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
I.
IDENTITAS KLIEN
Nama
: Tn.W (L/P)
Umur
: 48 Tahun
Alamat
: Yogyakarta
Pendidikan : SLTA
Agama
: Islam
Status
:Duda
Pekerjaan : Wiraswasta
JenisKel.
: Kel. inti
No RM
:-
TanggalDirawat
: 09 januari 2020
TanggalPengkajian : 21 januari 2020
RuangRawat
: ruangan melati
II. ALASAN MASUK
Keluarga mengatakan klien berupaya bunuh diri
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG dan FAKTOR PRESIPITASI
Keluarga pasien mengatakan pasien putus obat sejak ± 2 bulan dan istri pasien meminta
cerai pada tahun 2019 sehingga klien tinggal bersama ibu dan kakaknya. Pasien berbicara
lambat dan nyambung ketika diajak bicara namun sulit mengawali pembicaraan. Pasien
mengatakan memiliki perasaan gagal, tidak berguna, dan merasa hidupnya tidak bahagia.
IV. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernahmengalamigangguanjiwa di masalalu ?
 Ya
Tidak
JikaYa,Jelaskan:
pasien mempunyai riwayat gangguan jiwa sejak setahun yang lalu. Pasien dirawat di RSJ
Grhasia Yogyakarta untuk kedua kalinya kemudian putus obat ± 2 bulan.
2. Pengobatansebelumnya
 Berhasil

 Kurangberhasil

Tidakberhasil
Jelaskan:
Pasien menolak mengonsumsi obat. Pasien mengatakan memiliki perasaan gagal, tidak
berguna, dan merasa hidupnya tidak bahagia.
3. Riwayat Trauma
Trauma
1. Aniayafisik
Usia
…………
Pelaku
Korban
Saksi
………… ………… …………
2. Aniayaseksual
…………
………… ………… …………
3. Penolakan
47 tahun
istri
Tn.W
Keluarganya
4. Kekerasandalamkeluarga …………
………… ………… …………
5. Tindakan kriminal
…………
Jelaskan:
istri pasien meminta cerai pada tahun 2019
………… ………… …………
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
 Perubahanpertumbuhandanperkembangan
 Berdukaantisipasi
 Berdukadisfungsional
 Responpasca trauma
 Sindroma trauma perkosaan
 Resikotinggikekerasan
 Ketidakefektifan penatalaksanaan
regiment terapeutik
 Lain-lain, jelaskan ..................
4. Pengalamanmasalalu yang tidakmenyenangkan
Pasien mengatakan istri pasien meminta cerai pada tahun 2019
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
 Perubahanpertumbuhandanperkembangan
 Responpasca trauma
 Berdukaantisipasi
 Sindroma trauma
 Berdukadisfungsional
perkosaan
Lain-lain, jelaskan

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. Anggota keluarga yang gangguanjiwa ?
 Ada
√ Tidak
Kalau ada :
Hubungan keluarga
Gejala
Riwayat pengobatan
: Keluarga tidak ada yang mempunya riwayat penyakit
seperti klien
: tidak ada gejala
: keluarga tidak mempunyai riwayat pengobatan seperti
klien
Masalah / DiagnosaKeperawatan:
 Koping keluarga tidak efektif :
ketidakmampuan
 Koping keluarga tidak efektif : kompromi
 Resiko tinggi kekerasan
V. PEMERIKSAAAN FISIK
Tanggal :21 januari 2020
1. Keadaanumum :keadaan umum cukup, kedasaran komposmetis, GCS 4 5 6
2. Tanda vital:
TD: 130/ 80mm/Hg N:89x/m
S : 36,7 C
P : 21 x/m
3. Ukur:
 SEBELUM :
BB 60kg
TB 165cm
 SESUDAH :
BB: 58 kg
Turun
TB 165 cm
Naik
4. Keluhan fisik:

Tidak
 Ya,
Jelaskan:
Pasien mengatakan mengalami penurunan berat badan
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
 Resiko tinggi perubahan suhu tubuh
 Defisit Volume Cairan
 Kelebihan Volume Cairan
 Resiko Tinggi terhdap Infeksi
 RisikoTinggi terhadap Transmisi Infeksi
 Perubahan Nutrisi: Kurang dari kebutuhanTubuh






Perubahan Nutrisi: Lebih
kebutuhan tubuh
Kerusakan menelan
Perubahan Eliminasi faeses
Perubahan Eliminasi urine
Kerusakan integritas kulit
Lain-lain.
VI. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (Sebelumdansesudahsakit)
1. Genogram:
KETERANGAN :
:Laki – Laki Meninggal
:Perempuan Meninggal
: Laki - Laki
: Perempuan
:Klien
: Perkawinan
: Tinggal Satu Rumah
dari
Jelaskan: pasien tinggal bersama ibu dan kakak nya, pasien tidak mempunya masalah
dengan keluarga nya.
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
 Koping keluarga tidak efektif :
 Lain-lain
ketidakmampuan
 Koping keluarga tidak efektif : kompromi
 Koping keluarga : potensial untuk
pertumbuhan
2. Konsep Diri
a. Citra tubuh : Pasien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya meskipun
terdapat bekas luka pada pergelangan tangan kanan dan kiri
b. Identitas
: pasien mengatakan selama menjadi wiraswasta dirinya menjadi ayah
yang bertanggungjawab
c. Peran
: Sekarang saya tidak bisa bekerja dan beraktivitas seperti orang yang
lainnya
d. Ideal diri : pasien mengatakan ingincepat sembuh dan pulang
e. Hargadiri : Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak bahagia dan hidupnya monoton
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
 Pengabaian unilateral
 Harga diri rendah
 Gangguan citra tubuh
kronis
 Gangguan identitas pribadi
 Harga diri rendah
situasional
 Lain-lain, jelaskan.
3. Hubungansosial
a. Orang yang berarti/terdekat:
Pasien mengatakan dekat dengan ibu dan kakaknya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:
sebelum mengalami gangguan kejiwaan, klien sering aktif dalam organisasi
masyarakat.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Klien kooperatif ketika diajak bicara namun kontak mata kurang, cenderung
memandang satu titik bukan memandang lawan bicaranya
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
 Kerusakan komunikasi
 Kerusakan komunikasi verbal
 Kerusakan interaksi sosial
 Isolasi sosial
 Lain-lain
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan beragama Islam dan klien merasa dirinya selalu dilindungi oleh
Tuhan.
b. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan selama di RS menjalankan ibadah seperti sholat.
Masalah / Diagnosa Keperawatan:
 Distress spiritual
 Lain-lain
VII.STATUS MENTAL
1. Penampilan
 Rapi
 Penggunaanpakaiansesuai
 Cara berpakaiansepertibiasanya
Jelaskan:
Cara berpakaian klien rapid an selalu bersih
Masalah / Diagnosa Keperawatan:
 Sindroma defisit perawatan diri (makan, mandi, berhias, toiletting,
instrumentasi)
 Defisit perawatan diri (makan, mandi, berhias, toiletting, instrumentasi)
 Lain-lain.
2. Pembicaraan
 Cepat
 Keras
 Gagap
 Apatis
 Lambat
 Membisu
 Tidak mampu memulai pembicaraan
 Lain-lain
Jelaskan:
Saat diajak berinteraksi pasien tapak lambat namun kooeratif
Masalah / Diagnosa Keperawatan:
 Kerusakan komunikasi
 Kerusakan komunikasi verbal
 Lain-lain
3. Aktifitasmotorik/Psikomotor
Kelambatan :
 Hipokinesia,hipoaktifitas
 Katalepsi
 Sub stupor katatonik
 Fleksibilitasserea
Jelaskan:Pasien tidak mempunya kelambatan psikomotor
Peningkatan :





Hiperkinesia,hiperaktifitas
Gagap
Stereotipi
GaduhGelisahKatatonik




Grimace
Otomatisma
Negativisme
Reaksikonversi
Tremor
Mannarism
 Verbigerasi
 Katapleksi
 Berjalankaku/rigid
 Tik
 Kompulsif
 Ekhopraxia
 Command automatism
Jelaskan:Pasien tidak mempunya peningkatan motorik/psikomotor

 Risiko tinggi cidera
 Kerusakan mobilitas fisik
 Perilaku kekerasan
4. Afek dan Emosi
a. Afek
 Adekuat
 Tumpul
 Dangkal/datar
 Inadekuat
 Labil
 Ambivalensi
Jelaskan:
Masalah / Diagnosa Keperawatan:
 Risiko tinggi cidera
 Kerusakan komunikasi
 Kerusakan komunikasi verbal
 Defisit aktivitas deversional / hiburan
 Intoleransi aktivitas
 Resiko tinggi kekerasan
 Lain-lain
 Kerusakan interaksi sosial
 Isolasi sosial
 Lain-lain
b. Emosi
 Merasa kesepian
 Apatis
 Marah
 Anhedonia
 Eforia

Depresi/sedih
Cemas (Ringan, Sedang,BeratdanPanik)
Jelaskan:
pasienmerasa tidak bahagia dan hidupnya monoton
Masalah / DiagnosaKeperawatan
 Risiko tinggi cidera
 Ansietas
 Ketakutan
 Isolasi sosial
 Ketidakberdayaan

5. Interaksiselamawawancara
 Bermusuhan
 Tidak kooperatif
 Mudah tersinggung
 Kontak mata kurang
 Defensif
 Risiko diri membahayakan
diri
 Risiko diri penganiaayan diri
 Risiko tinggi mutilasi diri
 Lain-lain, jelaskan resiko
bunuh diri
Curiga
 kooperatif
Jelaskan:
Pasien kooperatif namun lambat dan kontak mata kurang
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
 Kerusakan komunikasi
 Risiko tinggi kekerasan
 Kerusakan interaksi sosial
 Risiko tinggi penganiayaaan
 Isolasi sosial
diri
 Risiko membahayakan diri
 Risiko tinggi mutilasi diri
 Lain-lain, jelaskan..........

6. Persepsi – Sensorik
Halusinasi

Pendengaran

Penglihatan

Perabaan

Pengecapan

Penciuman
Ilusi

Ada

Tidakada
Depersonalisasi
 Ada

Tidakada
Derealisasi

Ada

Tidakada
Jelaskan: pasien merasa dirinya tidak bahagia dan hidupnya monoton
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
 Gangguan persepsi sensori : halusinasi (pendengaran, penglihatan, perabaan ,
pengecapan, penciuman)
 Lain-lain, jelaskan resiko bunuh diri
7. Proses Pikir
a. Arus Pikir dan bentuk pikir:
 Koheren
 Inkoheren

Sirkumstansial

Neologisme

Tangensial

Logorea

Kehilangan asosiasi
 Bicara lambat

Flight of idea

Bicara cepat

Main kata-kata
Blocking

Pengulangan Pembicaraan/perseverasi

Afasia

Asosiasi bunyi
Jelaskan:Pasien Mengalami perlambatan berbicara ketika diajak berkomunikasi

Masalah / Diagnosa Keperawatan:
Gangguan proses pikir :
 Lain-lain, jelaskan Kerusakan Komunikasi
b. Isi Pikir
 Obsesif
 Ekstasi
 Fantasi
 Alienasi
 Pikiran Bunuh Diri
 Preokupasi
 Pikiran Isolasi sosial
 Ide yang terkait
 Pikiran Rendah diri
 Pesimisme
 Pikiran magis
 Pikira ncuriga
 Fobia
Waham:
 Agama
 Somatik/hipokondria
 Kebesaran
 Kejar / curiga
 Nihilistik
 Dosa
 Sisippiker
 Siar piker
 Kontrolpiker
c. Bentukpikir:

Realistik

Non Realistik

Dereistik

Autistik
Jelaskan:
Masalah / Diagnosa Keperawatan:
Gangguan proses pikir :
 Lain-lain
8. Kesadaran
 Menurun:
 Compos mentis
 Sopor
 Apatis/sedasi
 Subkoma
 Somnolensia
 Koma





Meninggi
Hipnosa
Disosiasi
Gangguanperhatian
Berubah
Jelaskan: Klien tidak memiliki gangguan pada kesadaran
Masalah / Diagnosa Keperawatan:
 Risiko tinggi cidera
 Lain-lain
 Gangguan proses pikir
9. Orientasi
 Waktu
 Tempat
 Orang
Jelaskan:
Masalah / DiagnosaKeperawatan:
 Risiko tinggi cidera
 Gangguan proses pikir
 Lain-lain
10. Memori
 Gangguan daya ingat jangka panjang ( > 1 bulan)
 Gangguan daya ingat jangka pendek ( 1 hari – 1 bulan)
 Gangguan daya ingat saat ini ( < 24 jam)
 Amnesia
 Paramnesia:
 Konfabulasi
 Dejavu
 Jamaisvu
 Fause reconnaissance
 hiperamnesia
Jelaskan:
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
 Gangguan proses pikir :
 Lain-lain
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
 Mudah beralih
 Tidak mampu berkonsentrasi
 Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan:
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
 Gangguan proses pikir
 Isolasi sosial
 Lain-lain
12. Kemampuan penilaian
 Gangguan ringan
 Gangguan bermakna
Jelaskan:
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
 Gangguan proses pikir
13. Daya tilik diri
 Mengingkari penyakit yang diderita
 Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan:
Gangguan proses pikir
VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
 Bantuan Minimal
 Bantuan total
Jelaskan:
Sebelum : Pasien dapat memenuhi kebutuhan makan sehari – harinya dan
pasien makan sehari 3x dengan porsi sedang makan selalu dihabiskan
Sesudah : Pasien memerlukan bantuan minimal pasien makan 2x dalam sehari, porsi
makan selalu dihabiskan
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
 Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
 Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh
 Perubahan nutrisi : potensial lebih dari kebutuhan tubuh
 Lain-lain
Jelaskan
Tn. W tidak memiliki gangguan pada pola makan sehari – hari
2. BAB/BAK
 Bantuan minimal
 Bantuan total
Jelaskan:
Sebelum : Pasien tidak mempunyai masalah dengan BAB/BAK dan pasien dapat
melakukan BAB/BAK secara mandiri
Sesudah : Pasien tidak mempunyai masalah dengan BAB/BAK dan pasien dapat
melakukan BAB/BAK secara mandiri
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
 Perubahan eliminasi fases
 Perubahan eliminasi urin
 Defisit perawatan (makan, mandi, berhias, toiletting, instrumentasi)
 Lain-lain
Jelaskan
Tn. W tidak memiliki gangguan pada pola eliminasi
3. Mandi
 Bantuan minimal
 Bantuan total
Jelaskan
Sebelum : Pasien tidak mempunyai masalah dalam melakukan kegiatan mandi. Pasien
bisa melakukannya dengan sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang
lain
Sesudah : Pasien tidak mempunyai masalah dalam melakukan kegiatan mandi.
Pasien bisa melakukannya dengan sendiri tanpa membutuhkan bantuan
orang lain
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
 Defisit perawatan diri
 Lain-lain
Jelaskan
Tn. W tidak memiliki gangguan pada pola kebersihan diri
4. Berpakaian/berhias
 Bantuan Minimal
 Bantuan total
Jelaskan :
Sebelum : Pasien tidak mempunyai masalah dalam berpakaian dan berhias, pasien
dapat melakukan secara mandiri
Sesudah : Pasien tidak mempunyai masalah dalam berpakaian dan berhias, pasien
dapat melakukan secara mandiri
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
 Defisit perawatan diri
 Lain-lain
Jelaskan
Tn. W tidak mempunyai masalah dalam berpakaian dan berhias,
5. Istirahat dan tidur
 Tidur Siang, Lama : tidak pernah tidur siang
 Tidur Malam, Lama : 21.30 s/d 04.30
 Aktifitas sebelum/sesudah tidur : Sikat gigi dan cuci muka
Jelaskan:
Sebelum : Pasien mengatakan tidak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya
biasanya pasien tidur ±7 jam dalam 24 jam.
Sesudah : Pasien mengatakan tada masalah dalam istirahat dan tidurnya biasanya
pasien tidur ±6 jam dalam 24 jam tetapi sering terbangun
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
 Gangguan pola tidur
 Lain-lain
Jelaskan
Tn. W sering terbangun dari tidurnya
6. Penggunaan obat
 Bantuan Minimal
 Bantuan total
Jelaskan :
Sebelum
: Pasien sudah tidak minum obat selama perawatan di rumah
Sesudah
: Pasien harus diingatkan dan dilatih untuk minum obat secara
teratur
:Masalah / Diagnosa Keperawatan :
 Perubahan pemeliharaan kesehatan
 Ketidakefektifan penatalaksanaan regiment terapeutik
 Ketidakpatuhan
 Lain-lain, jelaskan
7. Pemeliharaan kesehatan
 Perawatan lanjutan
 Sistem pendukung
 Keluarga
 Terapis
 Teman sejawat
 Kelompok sosial
Jelaskan :
Sebelum : Pasien mendapat perawatan lanjutan di rumah dan dibantu oleh keluarga,
klien tampak kooperatif
Sesudah : Pasien tetap harus menjalankan perawatan lanjutan, selama di rumah
sakit keluarga selalu membantu pasien
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
 Perilaku mencari bantuan kesehatan
 Lain-lain
8. Aktifitas dalam rumah
Ya
Tidak




Ya
Tidak



Mempersiapkan makanan
Menjaga kerapihan rumah
Mencuci pakaian
Pengaturan keuangan
9. Aktifitas di luar rumah
Belanja
Transportasi
Lain-lain
Jelaskan :
Sebelum : Pasien dalam melakukan aktivitas didalam dan diluar rumah mampu
mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga
Sesudah : Pasien sudah tidak dapat melakukan aktivitas di dalam dan di luar rumah
dan mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga dibantu dengan
keluarganya
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
 Perubahan pemeliharaan kesehatan
 Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah
 Lain-lain
IX. MEKANISME KOPING
Adaptif
 Bicaradengan orang lain
 Mampumenyelesaikanmasalah
 Teknikrelaksasi
 Aktifitaskonstruktif
 Olah raga
 Lain-lain
Maladaptif
 Minumalkhohol
 Reaksilambat/berlebihan
 Bekerjaberlebihan
 Menghindar
 Mencideraidiri
 Lain-lain\
Jelaskan :
Sebelum : Pasien tampak biasa saja baik kepada semua orang disekitarnya, tidak mudah
marah.
Sesudah : Pasien marah-marah saat dinasehati, bicara kasar dan tidak sesuai, menyerang
orang lain, merusak alat-alat rumah tangga dan sulit tidur
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
 Kegiatan penyesuaian
 Koping individu tidak efektif
 Koping individu tidak efektif (koping defensif)
 Koping individu tidak efektif (menyangkal)
 Lain-lain
X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
 Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya
Sebelum : Keluarga selalu menemani klien
Sesudah : Selama sakit keluarga selalu menemani dan membantu klien
 Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya
Sebelum : Keluarga mengatakan pasien selalu berinteraksi bagus dengan masyarakat
sekitar
Sesudah : Saat diajak berinteraksi pasien tampak lambat dan kontak mata kurang
 Masalah dengan pendidikan, spesifiknya
Sebelum : Tidak ada masalah dengan pendidikannya dan pasien lulusan dari SMA
Sesudah : Tidak ada masalah dengan pendidikannya dan pasien lulusan dari SMA
 Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya
Sebelum : Keluarga pasien mengatakan tidak ada masalah dengan pekerjaan
Sesudah : Pasien tidak bekerja
 Masalah dengan perumahan, spesifiknya
Sebelum : Keluarga mengatakan klien tidak memiliki masalah dengan perumahan
Sesudah : Keluarga mengatakan klien tidak memiliki masalah dengan perumahan
 Masalah dengan ekonomi, spesifiknya
Sebelum : Klien tidak memiliki masalah dengan ekonomi
Sesudah : Klien tidak memiliki masalah dengan ekonomi
 Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya
Sebelum : Keluarga pasien mengatakan klien selalu mendatangi fasilitas kesehatan
apabila sakit
Sesudah : Keluarga pasien mengatakan klien selalu mendatangi fasilitas kesehatan
apabila sakit
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
 Perubahan pemeliharan kesehatan
 Perubahan pada eliminasi urine
 Gangguan konsep diri (Gangguan citra tubuh)
 Gangguan konsep diri (Gangguan identitas pribadi)
 Gangguan konsep diri (Gangguan harga diri)
 Gangguan konsep diri (Gangguan harga diri rendah kronis)
 Gangguan konsep diri (Gangguan harga diri rendah
situasional
 Perilaku mencari bantuan kesehatan
 Enuresis maturasi
 Ketidakberdayaan
 Keputusasaan
 Perubahan kinerja
peran
 Sindrom stres relokasi
 Lain-lain
XI. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang kurang tentang
suatu hal?
 Penyakit/gangguanjiwa
 Sistem pendukung
 Faktor presipitasi
 Mekanisme koping
 Penyakit fisik
 Obat-obatan
 Lain-lain, jelaskan
Jelaskan:
Pasien diketahui menjalani perawatan dan pengobatan terakhir setahun yang lalu, kemudian
putus obat dan tidak pernah kontrol sejak ± 2 bulan . Pasien merasa sudah sembuh dan
mengatakan tidak perlu minum obat lagi.
Masalah / DiagnosaKeperawatan:
 Perilaku mencari bantuan kesehatan
 Ketidakefektifan penatalaksanaan regiment terapeutik
 Kurang pengetahuan
XII.ASPEK MEDIS
Diagnosis medik : SKIZOFRENIA PARANOID
Terapi medik
: Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari
XIII. ANALISA DATA
NO
1.
DATA
DS: klien mengatakan pernah melakukan
percobaan bunuh diri sebanyak dua kali
dengan menggunakan tali
DO: klien tampak berbicara lambat, kontak
mata kurang karena klien cenderung
memandang satu titik, dan tidak memandang
lawan bicaranya.
MASALAH / DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Resiko bunuh Diri
2.
DS: Klien mengatakan bahwa dirinya merasa
tidak bahagia karena hidupnya monoton
Harga diri rendah
DO: nampak sedih, mudah marah, gelisah,
tidak dapat mengontrol impuls
XIV. DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapuetik
2. Resiko bunuh diri
3. Harga diri rendah situasional
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
5. Defisit perawatan diri
6. Kerusakan komunikasi verbal
7. Resiko tinggi kekerasan
8. Kerusakan integritas sosial
9. Waham
10. Gangguan pola tidur
11. Perilaku mencari bantuan kesehatan
12. Koping individu tidak efektif
13. Perubahan pemeliharaan kesehatan
XV. POHON MASALAH
Resiko bunuh
diri
Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)
Gangguan interaksi sosial menarik diri
Gangguan konsep diri (harga diri rendah)
Mekanisme koping Maladaptif
Faktor Pencetus
Penjelasan :
Faktor pencetus merupakan penentu dari munculnya suatu permasalahan, pada kasus
Resiko bunuh diri akan diawali dengan mekanisme koping maladaptif, dimana mekanisme
koping maladaptif merupakan mekanisme yang mengarah ke perilaku negatif seperti perilaku
yang cenderung merusak, melakukan aktifitas yang kurang sehat sepeertimengosumsi obatobatan dan alkohol, selain itu perilaku individu akan tampak cenderung menghindar dan
menarik diri. Hal tersebut tentu akan membuat individu mengalami gangguan konsep diri
seperti harga diri rendah. Individu yang memiliki konsep harga diri rendah akan cenderung
menarik diri dari kelompok sosialnya. Perilaku tersebut tentu akan berpengaruh terhadap
kesehatan mental individu dimana dampak dari hal tersebut akan memunculkan perilaku
kekerasa seperti mencederai diri sendiri yang akan mengarah ke resiko bunuh diri.
XVI. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko bunuh diri
Malang, ……………………….
Perawat / Mahasiswayang mengkaji
____________________________
NIM/NIRM: …………………….
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No
1
TGL// JAM
22/09/2020
(10.00)
23/09/2020
(10.00)
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Resiko bunuh diri
Resiko bunuh diri
TUJUAN
KEPERAWATAN
Tujuan Umum :
Melaksanakan
strategi
pelaksanaan
asuhan
keperawatan untuk masalah
keperawatan dimulai dari SP
Tujuan Khusus :
Melaksanakan SP 1 yaitu
mengidentifikasi tanda dan
gejala perubahan mood,
mengidentifikasi
resiko
keselamatan diri atau orang
lain,
memonitor
fungsi
kognitif.
Melaksanakan SP 2 yaitu
menjelaskan
tentang
gangguan
mood
dan
penanganannya,
menganjurkan berperan aktif
dalam
pengobatan
rehabilitasi,
mengajarkan
mengenali pemicu gangguan
mood.
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1-3
kali tatap muka diharapkan
pasien
mampu
mengidentifikasi tanda dan
gejala perubahan mood,
mengidentifikasi
resiko
keselamatan diri atau orang
lain, memonitor fungsi
kognitif.
1. BHSP
2. Identifikasi tanda dan gejala
perubahan mood
3. Identifikasi resiko keselamatan
diri atau orang lain
4. Monitor fungsi kognitif.
5. Buat dan masukkan pada
jadwal harian pasien
6. Kontra untuk pertemuan
berikutnya.
Setelah diberikan tindakan
keperawatan kesehatan jiwa
SP 2 selama 1-3 kali tatap
muka diharapkan pasien
mampu
menjelaskan
tentang gangguan mood dan
penanganannya,
menganjurkan
berperan
aktif dalam pengobatan
rehabilitasi, mengajarkan
mengenali
pemicu
gangguan mood,
1. BHSP
2. Evaluasi dan validasi
pertemuan 1
3. Jelaskan tentang gangguan
mood dan penangannya
4. Anjurkan berperan aktif dalam
pengobatan rehabilitasi
5. Ajarkan mengenali pemicu
gangguan mood
6. Buat dan masukkan pada
jadwal harian pasien
7. Kontra untuk pertemuan
berikutnya
No
1
TGL// JAM
24/09/2020
(10.00)
25/09/2020
(10.00)
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Resiko bunuh diri
TUJUAN
KEPERAWATAN
Tujuan Umum :
Melaksanakan
strategi
pelaksanaan
asuhan
keperawatan untuk masalah
keperawatan dimulai dari SP
Tujuan Khusus :
Melaksanakan SP 3 yaitu
mengidentifikasi pola koping
yang
dapat
diterapkan,
memonitor adanya perubahan
pola perilaku, Mendiskusikan
perasaan terhadap orang lain
Resiko bunuh diri
Melaksanakan SP 4 yaitu
melatih resiko pencegahan
bunuh
diri
dan
mengidentifikasi aspek positif
yang dapat dilakukan klien
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan kesehatan jiwa
SP 3 selama 1-3 kali tatap
muka diharapkan pasien
mampu mengidentifikasi
pola koping yang dapat
diterapkan,
memonitor
adanya perubahan pola
perilaku, Mendiskusikan
perasaan terhadap orang
lain
1. BHSP
2. Evaluasi dan validasi
pertemuan 2
3. Identifikasi pola kopinh yang
dapat diterapkan
4. Monitor adanya perubahan pola
perilaku
5. Diskusikan perasaan terhadap
orang lain
6. Buat dan masukkan pada
jadwal harian pasien
7. Kontra untuk pertemuan
berikutnya
Setelah diberikan tindakan
keperawatan kesehatan jiwa
SP 4 selama 1-3 kali tatap
muka diharapkan pasien
mampu melatih resiko
pencegahan bunuh diri dan
mengidentifikasi
aspek
positif
yang
dapat
dilakukan klien
1. BHSP
2. Evaluasi dan validasi
pertemuak ke 3
3. Latih resiko pencegahan bunuh
diri
4. Identifikasi aspek positif yang
dapat dilakukan klien
5. Buat dan masukkan pada
jadwal harian pasien
6. Kontrak untuk pertemuan
berikutnya
Hari/tgl/
shift
Senin,
23
Januari
2020/
pagi
DX.
Keperawatan
Resiko Bunuh
Diri
Jam
10.00
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN
Implementasi
paraf
Jam
Evaluasi (SOAP)
1. BHSP
R/ klien koperatif, namun bicara
lambat
2. Identifikasi tanda dan gejala,
perubahan mood
R/ klien terkadang merasa
hidupnya tidak berguna ketika
sendirian
3. Identifikasi keselamatan diri dan
orang lain
R/ klien mencoba menahan diri
untuk tidak melakukan tindakan
buruk kepada diri sendiri dan
orang lain
4. Monitor
fungsi
kognitif
(konsentrasi, memori, membuat
keputusan)
R/ klien mengatakan lebih senang
ketika mendiskusikan masalah
dengan ibunya
5. Buat dan Masukkan pada jadwal
harian pasien.
R/ klien kooperatif dan mengikuti
arahan perawat
6. Kontrak
untuk
pertemuan
berikutnya
R/
klien
setuju
dan
mengunggukkan kepala
11.00
S:
Klien
mengatakan akan mencoba
menghindari perilaku bunuh diri
O:
 Perubahan mood dan percobaan
bunuh
diri
sedikit
dapat
dikendalikan melalui mekanisme
koping yang telah dipilih
 Klien tampak kooperatif
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi SP 2
paraf
Selasa,
24
Januari
2020/
Pagi
Resiko bunuh
diri
10.00
1. BHSP
R/ klien kooperatif
2. Evaluasi dan validasi pertemuan
1
R/ klien dapat menceritakan apa
yang telah dibicarakan pada
pertemuan pertama
3. Jelaskan tentang gangguan
mood dan penangannya
R/ Klien mengetahui macammacam perubahan mood dan
penangannya
4. Anjurkan berperan aktif dalam
pengobatan rehabilitasi
R/ Klien sangat kooperatif dalam
menerima
setiap
jenis
pengobatan
yang diberikan
terhadapnya
5. Ajarkan mengenali pemicu
gangguan mood
R/ klien menyebutkan hal-hal
yang tidak disukai untuk dapat
mengenali gangguan mood
11.00
S:
Klien mengatakan akan mencoba
mengolah perasaannya ke arah perasaan
positif
O : Klien menjadi individu yang
kooperatif dan senang dalam menerima
perawatan dari tenaga medis
A: Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi SP 3
Rabu,
25
Januari
2020/
Pagi
Kamis,
26
Januari
2020/
Pagi
Resiko bunuh
diri
Resiko bunuh
diri
10.00
10.00
1. BHSP
R/ klien kooperatif
2. Evaluasi dan validasi pertemuan
kedua
R/ klien dapat menceritakan apa
yang telah dibicarakan pada
pertemuan pertama
3. Menanyakan penyelesaian
masalah yang dapat diterapkan
R/ klien sharing atau berinteraksi
untuk mendapatkan motivasi
4. Menanyakan perubahan perilaku
setelah sharing.
R/ Klien lebih bersemangat
hidup.
11.00
1. BHSP
R/ klien kooperatif
2. Evaluasi dan validasi pertemuan
1
11.00
S:
Klien mengatakan akan mencoba lebih
berinteraksi kepada orang lain
O : Klien mulai termotivasi dengan
adanya komunikasi
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi SP 4
S:
Klien mengatakan akan mencoba
memotivasi diri untuk hal positif
R/ klien dapat menceritakan apa
yang telah dibicarakan pada
pertemuan ketiga
3. Melatih klien dengan
memberikan motivasi
R/ Klien mengetahui dan
memahami
4. Memberikan semangat bahwa
klien masih bias melakukan hal
positif
R/ Klien memahami dan mau
mendengarkan
O : Klien menjadi individu yang
kooperatif dan senang dalam menerima
perawatan dari tenaga medis
A: Masalah teratasi
P: Hentikan Intervensi
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1)
TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
A. Proses Keperawatan
1. Kodisi Klien:
DS:
Klien mengatakan pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak dua kali dengan
menggunakan tali
DO :
klien tampak berbicara lambat, kontak mata kurang karena klien cenderung memandang
satu titik, dan tidak memandang lawan bicaranya.
2. Diagnosa Keperawatan.
Resiko bunuh diri
3. Tujuan Keperawatan
Tercapainya Setrategi pelaksanaan 1 :
-
BHSP
-
Identifikasi tanda dan gejala perubahan mood
-
Identifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain
-
Monitor fungsi kognitif.
-
Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien
-
Kontra untuk pertemuan berikutnya
4. Tindakan Keperawatan
-
BHSP
-
Identifikasi tanda dan gejala perubahan mood
-
Identifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain
-
Monitor fungsi kognitif.
-
Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien
-
Evaluasi dan Kontrak untuk pertemuanberikutnya
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase Orientasi
1. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak, kenalkan saya perawat Ria” “Saya mahasiswa profesi ners
dari Stikes Banyuwangi yang akan praktek selama 2 minggu kedepan di ruangan
ini, pada hari ini saya dinas pagi di ruangan ini mulai pukul 07.00-14.00. Selama
di rumah sakit ini saya yang akan merawat bapak” R/: iya mbak
”Namanya bapak siapa, senang dipanggil siapa? ” R/: Saya suka dipanggil pak W
2. Evaluasi
“bagaimana perasaan bapak hari ini? R/:saya merasa bosan
Validasi
“Bagaimana kabar Bapak hari ini? Bagaimana tidur Bapak semalam? R/: saya tidak
bisa tidur nyenyak
3. Kontrak : “Kalau begitu bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang supaya
bapak lebih tenang.” R/: iya
Topik :“Baiklah pak, saya akan menjelaskan mengidentifikasi tanda dan gejala
perubahan mood, mengidentifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain, memonitor
fungsi kognitif., membuat dan masukkan pada jadwal harian pasien”.R/: iya mbak
Waktu: “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 15 menit?”R/: iya mbak
Tempat: “bapak mau kita berbincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di taman
pak? ”R/: Iya mbak
b. Fase Kerja
1. Mengidentifi tanda dan gejala perubahan mood
“bapak saya ingin tahu, bagaimana perasaan suasana hati bapak sekarang? Apa yang
bapak rasakan?” R/: saya merasa tidak berguna, merasa hidup tidak bahagia dan
merasa gagal dalam hidup
2. Mengidentifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain
“apakah bapak pernah mencoba melakukan bunuh diri? Atau mencelakakan
orang lain?” R/: iya saya pernah mencoba bunuh diri menggunakan tali
karena saya merasa tidak berguna tetapi saya tidak pernah mencelakai
orang lain
3. Memonitor fungsi kognitif.
“baik, kalau begitu apakah bapak masih ingat apa yang terjadi pada bapak
sehingga bapak merasa gagal dalam hidup? R/: iya mbak, istri saya minta cerai
jadi saya merasa gagal dalam hidup karena saya merasa tidak bisa
membahagiakan istri sayadan saya merasa tidak berguna hal itu yang mendorong
saya untuk melakukan bunuh diri
4. Membuat dan masukkan pada jadwal harian pasien
“bapak bagaimana jika kita membuat jadwal harian untuk bapak agar bapak tidak
merasa bosan?” R/: baiklah
“bapak bisa menyapu?”R/: Iya saya bisa
“kalau begitu coba bapak mulai besok menyapu taman ya pak”R/: iya
“ini saya kasih buku harian pak dan centang disini ketika bapak selesai menyapu”
R/: Iya
c. FaseTerminasi
1. Evaluasi respon klien dan validasi terhadap tindakan keperawatan yang sudah
diberikan
Evaluasi Subyektif (Klien)
“Bagaimana perasaan bapak sekarang setelah kita berbincang-bincang? R/: saya
merasa tenang dan tahu apa yang harus saya lakukan ketika bosan
Evaluasi Obyektif (Perawat)
a) Klien tampak bersemangat
b) Klien mampu berkonsentrasi
Validasi :
“kalau begitu bapak sudah mengetahui apa yang dilakukan agar bapak tidak bosan,
coba bapak contohkan bagaimana cara menyapu” R/: seperti ini
“Iya begitu pak, bagus”
2. Rencana Tindak Lanjut
“Bapak, kita tadi sudah bercakap-cakap dan melakukan apa yang saya ajarkan ketika bapak
merasa bosan” R/: iya mbak
3. Kontrak yang akan datang : “karena waktu kita sudah habis untuk pertemuan
kali ini, bagaimana kalau kita lanjutkan besok pagi ya bu”. R/: Iya
Topik: “Baiklah besok kita akan membahas tentang mengevaluasi dan validasi
pertemuan 1, menjelaskan tentang gangguan mood dan penangannya, menganjurkan
berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi, mwngajarkan mengenali pemicu
gangguan mood”
Waktu :“ Besok pukul 08.00 ya pak” R/: Iya
Tempat: “Mau dimana kita berdiskusi? Disini saja ya pak”. R/:iya mbak
“kalau begitu saya pamit dulu ya pak terimakasih” R/: iya mbak
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 2)
TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien:
DS:
Klien mengatakan sudah tidak melakukan percobaan bunuh diri dan bisa mengendalikan
diri
DO :
Klien tampak bersemangat, mampu bicara dengan memandang lawan bicaranya.
2. Diagnosa Keperawatan.
Resiko bunuh diri
3. Tujuan Keperawatan
Tercapainya Setrategi pelaksanaa 2 :
-
BHSP
-
Evaluasi dan validasi pertemuan 1
-
Jelaskan tentang gangguan mood dan penangannya
-
Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi
-
Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood
4. Tindakan Keperawatan
-
BHSP
-
Evaluasi dan validasi pertemuan 1
-
Jelaskan tentang gangguan mood dan penangannya
-
Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi
-
Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase Orientasi
1. Salam Terapeutik
“Assalamu’alaikum, selamat pagi pak, kita bertemu lagi hari ini ya bu” R/:
Walaikum salam
“Masih ingat dengan saya ya pak” R/ :iya mbak
“Pagi ini ibu terlihat lebih segar”
2. Evaluasi
“Bagaimana perasaan bapak W hari ini?” R/: Saya merasa lebih baik dari kemarin
Validasi
“Apa yang ibu lakukan dengan perasaan yang bapak rasakan saat ini?” R/ : R/: saya
mulai menyukai kegiatan saya
“Coba ibu sebutkan apa saja yang kemarin kita perbincangkan”.R/: kemarin kita
sudah berbicara tentang suasana hati saya dan melakukan kesibukan dengan
menyapu taman
“ Iya betul sekali pak,, wah bapak mengingat dengan baik ya.
3. Kontrak : “Baik pak, bolehkah saya ajak bapak berbincang – bincang lagi hari
ini,agar ibu bisa lebih baik” R/: iya mbak
Topik :“Baiklah pak, saya akan menjelaskan Jelaskan tentang gangguan mood dan
penangannya, menanjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi dan
mengajarkan mengenali pemicu gangguan mood” R/: iya mbak
Waktu: “Berapa lama pak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
15 menit?”R/:iya mbak
Tempat: “dimana kita berbincang-bincang pak? Bgaimana jika disini aja ya. ”R/: iya
disini saja
b. Fase Kerja
1. Menjelaskan tentang gangguan mood dan penangannya
“bapak kalau sedang diam dan murumg itu berarti ada gangguan dalam suasana hati
bapak jadi cobalah untuk memlakukan aktivitas lain seperti menyiram bunga atau
menyapu yang sudah saya ajarkan agar bapak merasa bersemangan dan tidak murung
lagi” R/: iya akan saya coba
2. Menganjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi
“Coba bapak mematuhi apa saja yang diajarkan oleh perawat dan meminum obat
secara teratu” R:/iya mbak
3. Mengajarkan mengenali pemicu gangguan mood
“kalau bapak merasa murung itu adalah suasana hati bapak yang kurang baik
dan yang menyebabkan hal tersebut ketika bapak mempunyai malasah namun
tidak bercerita kepada orang lain, jadi jika bapak mempunyai masalah
sebaiknya bapak bercerita kepada orang terdekat atau bapak bisa bercerita
kepada ibu bapak” R/: iya mbak
c. Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien dan validasi terhadap tindakan keperawatan yang sudah
diberikan
Evaluasi Subyektif (Klien)
“Bagaimana perasaan ibu sekarang setelah kita berbincang-bincang? R/: saya merasa
sedikit bersemangat dan akan mencoba untuk melakukan apa yang disarankan.
Evaluasi Obyekti (Perawat)
a) Klien tampak lebih bersemangat
b) Klien tampak mampu berkonsentrasi
c) Klien kooperatif saat dilakukan implementasi
Validasi :
“Coba bapak sebutkan apa yang telah kita perbincangkan dan apa yang ibu
rasakan?”
R/: menjelaskan apa yang menyebabkan gangguan mood dan mengenali apa yang
menybabkan gangguan mood
2. Rencana TindakLanjut
“Baik pak, untuk ke depannya interaksi dengan lingkungan diperbaiki lagi,
sehingga perasaan untuk bunuh diri yang sebelumnya bisa hilang dan bapak jadi
lebih bersemangat untuk mejalani hidup” R/: iya mbak
3. Kontrak yang akandatang
Topik: “Baik pak, untuk kedepannya kalau ada senggang waktu, kita bertemu
dan berbincang kembali mungkin masalah lain yang mungkin ibu alami”
Terimakasih banyak untuk waktu 2 hari ini sudah member saya waktu untuk
berbincang dengan bapak, apabila ada salah kata saya mohon maaf sebesarbesarnya, semoga kita selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT. Saya pamit ya bu.
Terimakasih, Assalamu’alaikum”. R/: amin… wassalamualaikum
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 3)
TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
A.Proses Keperawatan
1. Kodisi Klien:
DS:
Klien mengatakan pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak dua kali dengan
menggunakan tali
DO :
klien tampak berbicara lambat, kontak mata kurang karena klien cenderung memandang
satu titik, dan tidak memandang lawan bicaranya.
2. Diagnosa Keperawatan.
Resiko bunuh diri
3. Tujuan Keperawatan
Tercapainya Setrategi pelaksanaan 3 :
-
BHSP
-
Evaluasi dan validasi pertemuan 2
-
Identifikasi pola koping yang dapat diterapkan
-
Monitor adanya perubahan pola perilaku
-
Diskusikan perasaan terhadap orang lain
-
Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien
-
Evaluasi dan Kontrak untuk pertemuan berikutnya
4. Tindakan Keperawatan
-
BHSP
-
Evaluasi dan validasi pertemuan 2
-
Identifikasi pola koping yang dapat diterapkan
-
Monitor adanya perubahan pola perilaku
-
Diskusikan perasaan terhadap orang lain
-
Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien
-
Evaluasi dan Kontrak untuk pertemuan berikutnya
B.Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase Orientasi
1.Salam Terapeutik
“Assalamu’alaikum, selamat pagi pak, kita bertemu lagi hari ini ya pak” R/:
Walaikum salam
“Masih ingat dengan saya ya pak” R/ :iya mbak
“Pagi ini bapak terlihat lebih cerah”
2. Evaluasi
“bagaimana perasaan bapak hari ini? R/: saya merasa lebih baik dari kemarin
3.Validasi
“Bagaimana kabar Bapak hari ini? R/: saya mulai bisa tidur nyenyak
“Coba bapak sebutkan apa saja yang kemarin kita perbincangkan”.R/: kemarin
kita berbicara gangguan mood dan pemicu gangguan mood”
“ Iya betul sekali pak,, wah bapak mengingat dengan baik ya.
4. Kontrak : “Kalau begitu bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang supaya
bapak lebih tenang.” R/: baik mbak
Topik :“Baiklah pak, saya akan menjelaskan tentang mengevaluasi dan validasi
pertemuan 2, mengidentifikasi pola koping yang dapat diterapkan, memonitor adanya
perubahan pola perilaku, mendiskusikan perasaan terhadap orang lain”.R/: iya mbak
Waktu: “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit?”R/: iya mbak
Tempat: “bapak mau kita berbincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di taman
pak? ”R/: Iya mbak
b.Fase Kerja
1. Mengidentifikasi pola koping yang dapat diterapkan
“bapak bagaimana kegiatan yang sudah bapak terapkan? Apa berjalan dengan
lancar?” R/: ya saya sudah melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang dicatat
2. Memonitor adanya perubahan pola perilaku
“apakah bapak merasa ada perubahan setelah melakukan kegiatan tersebut?” R/: iya
mbak saya merasa mulai bisa berintraksi dengan lingkungan
3. Mendiskusikan perasaan terhadap orang lain
“baik bapak saya ingin tahu pendapat bapak ketika melihat orang lain
menderita?” R/: ya saya merasa kasihan mbak i
c.FaseTerminasi
1. Evaluasi respon klien dan validasi terhadap tindakan keperawatan yang sudah
diberikan
Evaluasi Subyektif (Klien)
“Bagaimana perasaan bapak sekarang setelah kita berbincang-bincang? R/: saya
merasa lebih bersemangat untuk menjalani hari-hari saya
Evaluasi Obyektif (Perawat)
c) Klien tampak bersemangat
d) Klien mampu berkonsentrasi
Validasi :
“kalau begitu bapak harus berusaha berinteraksi dengan orang lain agar bapak lebih
semangat menjalani hidup” R/: iya mbak
4. Rencana Tindak Lanjut
“Bapak, kita tadi sudah bercakap-cakap dan besok kita boleh bertemu kembali?” R/: iya mbak
5. Kontrak yang akan datang : “karena waktu kita sudah habis untuk pertemuan kali
ini, bagaimana kalau kita lanjutkan besok pagi ya pak”. R/: Iya
Topik: “Baiklah besok kita akan membahas tentang mengevaluasi dan validasi
pertemuan ke 3, Latih resiko pencegahan bunuh diri, Identifikasi aspek positif yang dapat
dilakukan klien”
Waktu :“ Besok pukul 09.00 ya pak” R/: Iya
Tempat: “Mau dimana kita berdiskusi? Disini saja ya pak”. R/:iya mbak
“kalau begitu saya pamit dulu ya pak terimakasih” R/: iya mbak
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 4)
TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
A.Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien:
DS:
Klien mengatakan sudah tidak melakukan percobaan bunuh diri dan bisa mengendalikan
diri
DO :
Klien tampak bersemangat, mampu bicara dengan memandang lawan bicaranya.
2. Diagnosa Keperawatan.
Resiko bunuh diri
a. Tujuan Keperawatan
Tercapainya Setrategi pelaksanaa 4 :
b.
BHSP
Evaluasi dan validasi pertemuak ke 3
Latih resiko pencegahan bunuh diri
Identifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien
Tindakan Keperawatan
-
BHSP
Evaluasi dan validasi pertemuak ke 3
Latih resiko pencegahan bunuh diri
Identifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien
3. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
b. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamu’alaikum, selamat pagi pak, kita bertemu lagi hari ini ya pak” R/:
Walaikum salam
“Masih ingat dengan saya ya pak” R/ :iya mbak
“Pagi ini ibu terlihat lebih segar”
b. Evaluasi
“Bagaimana perasaan bapak W hari ini?” R/: Saya merasa lebih baik dari kemarin
Validasi
“Apa yang bapak lakukan dengan perasaan yang bapak rasakan saat ini?”R/: saya mulai
menyukai kegiatan saya
“Coba bapak sebutkan apa saja yang kemarin kita perbincangkan”.R/: kemarin kita
sudah berbicara tentang perubahan perilaku dan berbicara tentang perasaan
terhadap orang lain.
c. Kontrak : “Baik pak, bolehkah saya ajak bapak berbincang – bincang lagi hari
ini,agar bapak bisa lebih baik” R/: iya mbak
Topik :“Baiklah pak, saya akan menjelaskan tentang melatih resiko pencegahan
bunuh diri, mengidentifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien
” R/: iya mbak
Waktu: “Berapa lama pak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
15 menit?”R/:iya mbak
Tempat: “dimana kita berbincang-bincang pak?” R/: di tempat biasa saja mbak di
taman
c. Fase Kerja
a. Menjelaskan tentang melatih resiko pencegahan bunuh diri
“bapak saya akan menjelaskan tentang melatih resiko pencegahan bunuh diri karena
bunuh diri itu tidak baik bapak dan bapak juga masih mempunyai ibu yang saying pada
bapak” R/: iya mbak
b. Mengidentifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien
“bapak akhir-akhir apa yang bapak lalukan untuk mengisi hari-hari bapak?” R/: saya
melakukan kegiatan seperti menyapu dan mencoba berinteraksi dengan orang lain
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien dan validasi terhadap tindakan keperawatan yang sudah
diberikan
Evaluasi Subyektif (Klien)
“Bagaimana perasaan ibu sekarang setelah kita berbincang-bincang? R/: saya merasa
bersemangat dan akan mencoba untuk melakukan berinteraksi dengan orang lain.
Evaluasi Obyekti (Perawat)
d) Klien tampak lebih bersemangat
e) Klien tampak mampu berkonsentrasi
f) Klien kooperatif saat dilakukan implementasi
Validasi :
“Coba bapak sebutkan apa yang telah kita perbincangkan dan apa yang ibu
rasakan?”
R/: menjelaskan resiko pencegahan bunuh diri dan berbicara tentang aspek positif
yang saya lakukan
b. Rencana TindakLanjut
“Baik pak, untuk ke depannya interaksi dengan lingkungan diperbaiki lagi,
sehingga perasaan untuk bunuh diri yang sebelumnya bisa hilang dan bapak jadi
lebih bersemangat untuk mejalani hidup” R/: iya mbak
c. Kontrak yang akandatang
Topik: “Baik pak, untuk kedepannya kalau ada senggang waktu, kita bertemu
dan berbincang kembali mungkin masalah lain yang mungkin ibu alami”
Terimakasih banyak untuk waktu 2 hari ini sudah member saya waktu untuk
berbincang dengan bapak, apabila ada salah kata saya mohon maaf sebesarbesarnya, semoga kita selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT. Saya pamit ya bu.
Terimakasih, Assalamu’alaikum”. R/: amin… wassalamualaikum
DAFTAR PUSTAKA
Captain. 2008. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Alih bahasa
oleh Yasmin Asih. Jakarta: EGC.
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tidakan Keperawatan (LP dan SP) revisi 2012. Jakarta: Salemba
Medika.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna. 2009.Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
NANDA. (2012). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014.
Philadelphia: NANDA International.
Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Videbeck, Sheila L. 2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R..2012. Buku Saku Diagnosis KeperawatanDiagnosa
NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC Edisi kesembilan. Jakarta: EGC
Yosep, I. 2010.Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
.
Download