Uploaded by User65618

Pengantar Ilmu Sosial

advertisement
Pengantar Ilmu Sosial
Definisi Ilmu Sosial
 Sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek – aspek yang
berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya.
 Dalam mempelajari aspek – aspek masyarakat secara subjektif, intersubjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah
bila dibanding dengan ilmu alam
 Ilmu yang mempelajari tentang berbagai macam masalah oleh masyarakat umum
dengan memakai berbagai macam pengertian seperti, fakta, konsep dan teori
yang berasa dari bermacam-macam bidang ilmu pengetahuan keahlian dalam
lapangan ilmu-ilmu sosial, misalnya: ekonomi, geografi sosial, sosiologi,
antropologi, psikologi sosial, sejarah dan lain sebagainya. Tujuan ilmu sosial
dasar adalah untuk membantu perkembangan pengetahuan atau wawasan
pemikiran dan juga kepribadian agar supaya mendapatkan wawasan pemikiran
sosial yang lebih luas lagi.
 Ilmu yang mempelajari manusia dalam konteks sosial.
 Disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makhluk sosial secara
ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai bagian dari masyarakat dan
kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Sejarah Perkembangan
Wallerstain: Perkembangan Ilmu Sosial dimulai sejak masa Yunani & Romawi
Kuno, dimana proses institusionalisasi pada abad 19 terdapat di lima kota besar
(Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Amerika Serikat) dan menunjukan progres yang
cukup tinggi. Disiplin Ilmu sosial pertama yang mencapai eksistensi institusional
otonom adalah Ilmu sejarah, walaupun banyak sejarawan secara antusias menolak
label Ilmu sosial. Ilmu sejarah memang suatu praktik yang sudah berlangsung lama,
dan terminologi sejarah juga sangatlah kuno.
Dilanjut Ilmu ekonomi juga baru secara formal disebut sebagai disiplin Ilmu
pada abad 19, ketika pemberlakuan teori-teori ekonomi liberal pada abad ke 19, para
ekonom beragumentasi bahwa perilaku ekonomi lebih merupakan cermin suatu
Psikologi individualistik universal daripada institusi-institusi yang dikonstruksikan
secara sosial. Ketika Ilmu ekonomi menjadi sebuah disiplin ilmu yang matang di
beberapa perguruan tinggi di Eropa.
Bersamaan dengan itu, abad ke 19 juga muncul disiplin ilmu sosiologi. Auguste
Comte berkeyakinan bahwa ilmu tersebut harus menjadi “ ratu ilmu-ilmu”, sosiologi
merupakan hasil asosiasi-asosiasi reformasi sosial yang agenda utamanya berkaitan
dengan berbagai ketidakpuasan yang disebabkan oleh kekacauan populasi kelas
pekerja perkotaan yang semakin besar jumlahnya seiring dengan berjalannya
Revolusi Industri.
Fase selanjutnya berkembang ilmu politik. Kemunculannya bukan karena
subject matter-nya negara kontemporer dan perpolitikannya, juga bukan karena
kurang menyetujui analisis nomotetis, tetapi karena resistensi fakultas-fakultas
hukum untuk merebut monopoli kekuasaan. Begitulah empat serangkai (Sejarah,
ekonomi, sosiologi dan politik) telah berhasil menjadi disiplin-disiplin ilmu sosial di
Universitas-universitas di Eropa abad ke 19, Pada akhir abad ke 19 Geografi
berhasil merekonstruksikan dirinya sebagai sebuah disiplin ilmu baru, terutama di
beberapa Universitas di Jerman.
Psikologi pada mulanya merupakan bagian integral dari filsafat, pada abad
19 psikologi mulai menunjukkan jati dirinya, terutama dengan kepeloporan Saint
Agustint, dengan minatnya dalam melakukan intropeksi dan keingintahuannya dan
fenomena psikologis. Pada abad 19 terdapat dua teori psikologi yang saling
bersaing, yakni Psikologi kemampuan dan Psycology asosiasi yang lahir karena
timbulnya penafsiran kemampuan khusus pada otak berbeda-beda. Pada 1879 lahirlah
laboratorium Psikologi pertama di Jerman.
Dalam perkembangannya psikologi sering berada pada dua tempat yakni
disiplin Ilmu sosial dan ilmu alam. Hal ini bertalian erat dengan kedekatan psikologi
dengan arena medis, sehingga banyak psikolog yang menyeberang psikologi dari ilmu
sosial ke ilmu biologi/alam. Istilah Psikologi sosial merupakan penguatan bahwa
Psikologi masih menempatkan kakinya pada ranah Ilmu sosial.
Perkembangan di Indonesia
Berdasarkan Meztika Zed (2006:56), dibagi menjadi 3 fase, yakni fase
embrionik sejak zaman kolonial, fase developmentalis sejak 1950 sampai orde baru,
dan fase kotemporer.
1. Fase Embrionik
Fase ini sering disebut dengan istilah Indologie atau ilmu sosial kolonial. Hal
tersebut dikarenakan, ilmu sosial yang berkembang pada masa tersebut lebih
condong untuk kepentingan penjajah terutama untuk membantu pemerintah Hinda
Belanda melaksanakan administrasi dan kebijakan pemerintahannya. Keadaan itu
makin dipertegas, pada tahun 1842 pemerintah Hinda Belanda menyiapkan secara
khusus untuk memperkenalkan Indologie, yakni bagian ilmu oriental yang
dikembangkan untuk menyiapkan calon pegawai yang akan bertugas di Hindia
Belanda.
Perkembangan indologi di Belanda memang cukup pesat, terbukti pada tahun
1864 telah berdiri di berbagai universitas jurusan ilmu sosial. Bahkan pada tahun
1891 indologi menjadi salah satu jurusan di Universitas Leiden. Pengaruh indologi
memang sangat besar di Indonesia pada abad ke 20. Namun, sampai tahun 1950
masih belum signifikan perkembangannya.
Ciri umum perkembangan ilmu sosial di Indonesia pada masa kolonial yaitu
sebagai ilmu sosial yang sangat dipengaruhi oleh para ilmuan Belanda, yang
memiliki kepentingan kolonial dan para ilmuan tersebut belum memiliki spesifikasi
dalam bidang indologi tersebut. Selain itu, ciri umum perkembangan ilmu sosial
pada masa kolonial yaitu sangat erat kaitannya dengan upaya untuk memecahkan
permasalahan daerah jajahan dan mempertahankan status quo.
2. Perkembangan Ilmu Sosial Developmentalis
Apabila perkembangan ilmu sosial pada masa Indologie lebih berpusat pada
Eurosentris maka pada tahun 1950 sampai 1960 an menjadi titik balik
perkembangan ilmu sosial di Indonesia dengan lebih berkiblat pada Amerika
Serikat. Perang dingin yang terjadi pasca perang dunia II membuat negaranegara adikuasa berupaya untuk menanamkan pengaruhnya di Indonesia, salah
satunya melalui ilmu sosial. Tidak mengherankan Amerika Serikat misalnya
berusaha menanamkan pengaruhnya melalui ilmu sosial yang sedang berkembang
di Indonesia.
Pada masa ini perkembangan ilmu sosial dikatakan sebagai ilmu sosial
developmentalis, hal itu dikarenakan idiologi yang berkembang dalam ilmu-ilmu
sosial pada masa tersebut yang sangat berhubungan dengan negara-negara yang
baru merdeka. Developmentalis bermakna pembangunan yang berarti ilmu sosial
menekankan pada penggunaanya sebagai alat bantu untuk pemecahan masalah
pembangunan ekonomi di Indonesia. Bung Hatta menjelaskan bahwa pertumbuhan
ilmu sosial tidak lepas dari penemuan dan sekaligus masalah sosial yang
dihasilkan ilmu-ilmu alam. Dalam kesempatan tersebut Bung Hatta juga menjelaskan
bahwa ilmu sosial memiliki tugas istimewa kejurusan pembangunan Negara dan
masyarakat.
3. Perkembangan Ilmu Sosial Kotemporer
Pada 1970an hingga 1980an semakin banyak ilmuan dari lulusan ilmu sosial dari
berbagai dunia. Lompatan besar ilmuan sosial di Indonesia ini berpengaruh pada
perkembangan ilmu sosial di Indonesia. Secara kuantitas dapat dilihat dengan
munculnya berbagai perguruan tinggi yang membuka jurusan atau program studi
ilmu sosial. Pada awal 1970an setidaknya terdapat 74 fakultas ilmu sosial dan
kebudayaan. Perkembangan jumlah institusi akademik ini tentu sangat
berpengaruh terhadap perkembangan penelitian dan penerapan ilmu-ilmu sosial di
Indonesia. Berbagai lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang menjadi
pusat pengkajian ilmu sosial mula berkembang dengan mantap pada awal 1970an
seperti lembaga pendidikan, penelitian dan pengembangan ekonomi sosial sangat
penting peranannya dalam perkembangan ilmu sosial di Indonesia.
Landasan Penelaahan Ilmu Sosial dalam Filsafat
 Ontologi
Onto (Yunani), berarti sesuatu yg sungguh-sungguh ada, kenyataan yg
sesungguhnya, & logos berarti studi tentang, teori yang dibicarakan
(Angeles,1981).
Secara terminologis, ontologi diartikan dengan meta fisika umum. yaitu cabang
filsafat yang mempelajari tentang sifat dasar dari kenyataan yang terdalam
membahas asas-asas rasional dari kenyataan (Kattsoff,1986). Kata lain,
permasalahan ontologi adalah menggali sesuatu dari yang nampak.
“Pada dasarnya, ilmu merupakan hasil dari penjajahan dalam pengalaman
manusia. Sehinhgga, ilmu bersifat terbatas pada pengalaman manusia itu sendiri. Ilmu
tidak dapat memaparkan persoalan yang tidak berwujud”.
 Epistimologi
Episteme (Yunani), berarti pengetahuan atau bagaimana mengetahui, dan logos
berarti ilmu atau teori.
Epistimologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang hakikat sebuah
pengetahuan yang bekerja dalam ranah metodologis sebuah ilmu pengetahuan.
 Aksiologi
Axios (Yunani) berarti nilai, makna, atau manfaat. Aksiologi dapat diartikan
sebagai ilmu atau teori yang mempelajari hakikat nilai. Landasan aksiologis yang
dimaksud adalah pandangan tentang nilai yang mendasari asumsi asumsi sosial.
Polemic yang berkepanjangan yang menandai perkembangan ilmu – ilmu sosial
adalah berkaitan dengan klaim bebas dan tidak bebas nilai dalam ilmu – ilmu
sosial. Bebas nilai artinya ilmu sosial harus mengacu pada ilmu – ilmu alam yang
berusaha menangkap hokum – hokum alam yang objektif yang tidak tercemari
oleh kepentingan – kepentingan manusiawi.
“Pada dasarnya, etos ilmu social adalah mencari kebenaran objektif atau
mencari realism, yaitu suatu istilah yang salah satu artinya menunjuk pada suatu
pandangan objektif tentang realitas (Gunnar Myrdal, 1981)”.
Konstruksi Filsafat Sosial dan Ilmu – ilmu Sosial
Filsafat sosial merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari persoalan
sosial kemasyarakatan secara kritis, radikal dan komprehensif. Sejak Plato, dan
Aristoteles kajian terhadap persoalan-persoalan kemasyarakatan sudah menjadi
objek penelitian tersendiri. Menurut Plato dan Aristoteles, susunan masyarakat
mencerminkan susunan kosmos yang abadi, manusia berkewajiban untuk menyesuaikan
diri dengan susunan itu dan mentaati demi keselamatannya, kalau tidak, ia
menghancurkan dirinya.
Beberapa tokoh progresif seperti, Saint Somon, Charle Fourrier, Pierre
Joseph Proudhon dan Auguste Comte meramalkan bahwa abad 19 merupakan abad
‘industri’ dan terbentunya orde sosial baru. Pada abad ini agama bukan lagi
kekuatan yang melembaga semua bidang masyarakat, melainkan kecerdasan manusia.
Masyarakat baru akan dibangun atas dasar suatu perencanaan rasional yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah (K.J. Veeger, 1993).
Di sisi lain bahwa mempelajari perilaku manyarakat tidak perlu dengan teori
tetapi cukup dengan common sense, dalam hal ini harus dipandang dalam dua hal.
pertama, pandangan itu turun dari cara pemahaman yang berbasis pada sosiologi
pengetahuan yang berfokus pada pengetahuan sehari-hari orang awam. kedua,
pernyataan tersebut lebih merupakan sinisme kaum positivis yang menganggap bahwa
hanya fenomena alam yang bisa dijelaskan lewat postulat, paradigma, teori, konsep,
perspektif dan lain-lain. sementara fenomena sosial cukup dengan nalar
awam, dalam batas tertentu fenomena sosial bisa dijelaskan dengan rigorous theory,
tetapi pada sisi lain teori tersebut gagal dan yang diperlukan cara interpretatif
untuk memperoleh kedalaman, bahkan tidak tertutup kemungkinan penjelasan yang
agak spekulatif juga diperlukan dalam rangka memperoleh alternatif penjelasan.
dalam hal ini spekulasi memungkinkan orang berpikir kreatif, bahkan kaum post
strukturalis kadang bersifat ‘sewenang-wenang’ dengan metode semiotiknya dalam
menjelaskan fenomena sosial (heru nogroho,2002).
Ruang Lingkup
Ilmu sosial mengkaji perilaku manusia yang bermacam-macam, misalnya:
1. Perilaku manusia dalam hubungannya dengan manusia lain baik pribadi atau
kelompok yang nantinya melahirkan ilmu sosiologi.
2. Perilaku manusia pada masa lalu melahirkan ilmu sejarah.
3. Perilaku manusia kaitannya dengan kejiwaannya melahirkan ilmu psikologi.
4. Perilaku manusia kaitannya dengan pemenuhan kebutuhannya melahirkan ilmu
ekonomi, dan sebagainya.
Wallerstein (1977) : ruang lingkup ilmu sosial terdiri dari Sosiologi,
antropologi, geografi, ekonomi, sejarah, psikologi, hukum, dan ilmu politik.
Brown, membagi ilmu sosial dalam sosiologi, antropologi, ekonomi, sejarah,
psikologi, hukum, dan ilm politik. Perbedaan keduanya bahwa Wallerstein memasukkan
ilmu geografi dalam ilmu sosial, sedangkan Brown tidak memasukkan geografi dalam
ilmu sosial.
Cabang – cabang ilmu sosial berdasarkan pendapat Wallerstain dan Brown:
1. Antropologi, merupakan ilmu sosial yang mempelajari manusia pada umumnya,
dan khususnya antropologi budaya, yang mempelajari segi kebudayaan
masyarakat. Contohnya, ilmu antropologi digunakan untuk menghadapi
tantangan yang kian berat dengan adanya permasalahan seperti
multikulturalisme, kemiskinan struktural, korupsi tanpa henti, konflik-konflik
kepentingan golongan, kesenjangan sosial ekonomi, ketidakpastian pelaksanaan
hukum, dan jurang generasi.
2. Ekonomi, merupakan ilmu sosial yang mempelajari produksi dan pembagian
kekayaan dalam masyarakat, atau ilmu sosial yang mempelajari bagaimana
manusia memenuhi kebutuhannya. Contohnya kegiatan jual beli sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3. Geografi, merupakan ilmu sosial yang mempelajari lokasi dan variasi
keruangan atas fenomena fisik dan manusi di atas permukaan bumi. Karena
kaitannya dengan hal fisik inilah, sebagian ilmuwan tidak memasukkannya
dalam ilmu sosial tetapi dalam ilmu alam. Contohnya, geografi diperlukan dalam
memahami atau memecahkan suatu masalah di dalam negeri, seperti:
urbanisasi, kelebihan penduduk, penipisan sumber daya alam, hutan-hutan
yang semakin gundul.[6]
4. Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian
kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang
politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai
perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap
kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara
negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka
kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas
kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
5. Linguistik, merupakan ilmu sosial yang mempelajari aspek kognitif dan sosial
dari bahasa. Linguistik tidak mempelajari tentang bagaimana penggunaan
bahasa, melainkan bagaimana bahasa digunakan dan unsur-unsur apa yang
ada di dalamnya. Misalnya penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa
Internasional.
6. Pendidikan, merupakan ilmu sosial yang mempelajari masalah yang berkaitan
dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral.
Misalnya kegiatan belajar formal maupun non formal.
7. Politik, merupakan ilmu sosial yang mempelajari pemerintahan sekelompok
manusia (termasuk negara). Selain itu menurut Roger F. Soltau, politik
merupakan kajian tentang negara, tujuan-tujuan negara, dan lembaga-lembaga
yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu; hubungan antara negara dengan
warga negaranya serta dengan negara-negara lain. Misalnya hubungan dalam
bidang ekonomi, militer dan bidang lainnya antara Indonesia dengan Australia.
8. Psikologi, merupakan ilmu sosial yang mempelajari tingkah laku dan proses
mental manusia. Bidang khusus yang terdapat di dalamnya sanngat beraneka
ragam, termasuk psikologi eksperimental, psikologi fisiologi, psikologi
perkembangan, psikologi sosial, psikologi kepribadian, psikologi klinis dan
penyuluhan, psikologi sekolah dan pendidikan, serta psikologi industri dan
permesinan. Dengan demikian, psikologi merupakan salah satu bagian dari ilmu
perilaku atau ilmu sosial. Misalnya cara memahami perilaku seseorang individu.
9. Sejarah, merupakan ilmu sosial yang mempelajari masa lalu (sejak manusia ada
hingga masa sekarang) yang berhubungan dengan umat manusia. Sementara
menurut Depdiknas sejarah merupakan mata pelajaran yang menanamkan
pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan
mayarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini. Namun, yang
jelas kata kuncinya bahwa sejarah merupakan suatu penggambaran ataupun
rekonstruksi peristiwa, kisah maupun cerita, yang benar-benar terjadi pada
masa lalu. Misalnya tentang sejarah indonesia.
10. Sosiologi, merupakan ilmu sosial yang mempelajari masyarakat dan hubungan
antar manusia di dalamnya. Banyak para ahli yang berpendapat tentang
sosiologi salah satunya, Piritim Sorokin mengemukakan bahwa sosiologi
merupakan suatu ilmu tantang hubungan dan pengaruh timbal balik antara
aneka macam gejala-gejala sosial. Sementara, ahli dari Indonesia yaitu Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi berpendapat bahwa sosiologi merupakan
ilmu tentang struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan
sosial. Dengan pernyataan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
sosilogi merupkan disiplin ilmu tentang interaksi sosial, kelompok sosial gejalagejala sosial, organisasi sosial, struktur sosial, proses sosial, maupun
perubahan sosial. Misalnya tingkatan kelas sosial dalam masyarakat.
Metode Ilmiah Ilmu Sosial
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan atau
yang kerap disebut ilmu. Metode ilmiah sebagai prosedur juga harus memiliki
langkah-langkah sistematis sebagai pengkajian dari peraturan yang terdapat dalam
metode ilmiah. Hasil akhir metode ilmiah adalah sebuah bangunan teori.
Dalam membuat bangunan teori diperlukan sebuah tahapan-tahapan. Lapisan
tahapan inilah yang dinamakan dengan metode ilmiah, yaitu:
 Tahapan persepsi, adalah tahapan awal mengarah pada observasi dengan
berbagai tehnis dan metode yang menghasilkan penalaran.
 Tahapan hipotesis, merupakan hasil penalaran yang disusun dengan
pernyataan (proposisi), yang menyatakan ada kaitan antara dua konsep
observasi. Jika terbukti benar akan menjadi sebuah hukum.
 Tahapan hukum, yaitu menunjuk pada suatu keteraturan, dimana antara satu
dengan yang lain saling menunjang.
 Tahapan teori, yaitu hasil abstraksi dari suatu keteraturan sehingga menjadi
berlaku umum sebagai teori.
Kesimpulan
Ilmu – ilmu sosial adalah sekelompok disiplin keilmuan yang mempelajari aspek
– aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu sosial
muncul akibat adanya masalah sosial. Masalah sosial selalu ada kaitannya dengan
nilai – nilai moral dan pranata – pranata sosial.
Sosiologi sebagai cabang ilmu sosial paling tua timbul akibat adanya gejala
sosial di era revolusi prancis. Revolusi prancis membawa pengaruh signifikan di
dunia barat. Setidaknya kejadian tersebut telah meruntuhkan susunan masyarakat
feodal dan mengawali proses demokratisasi. Gagasan – gagasan barupun tumbuh
pada keyakinan bahwa manusia bebas untuk mengatur dunianya. Dampaknya
adalah terjadinya perubahan struktur sosial. Hal inilah yang memunculkan para
pemikir untuk merumuskan teori – teori sosial, yang berkaitan dengan gejala dan
fakta – fakta sosial ketika itu.
Download