AMBIVALENSI DEMOKRASI Tulisan ini adalah sebuah konteks dari tulisan Amartya Sen. Amartya Sen dalam menguraikan logikanya tentang pentingnya demokrasi begitu sederhana dan mengalir. Argumen-argumen Sen tidak ada yang mencengangkan meskipun sulit pula untuk dipatahkan. Sen membuka tulisannya dengan melemparkan satu problem. Apakah kebebasan politik lebih penting daripada kebutuhan ekonomi? Pertanyaan itu sontak membuat saya berpikir tentang “apakah rakyat akan merasa baik-baik saja jika suaranya dibungkam tapi kehidupannya sejahtera?” Lalu saya mengaitkannya dengan pertanyaan lain, “apakah tujuan didunia ini makan untuk hidup atau hidup untuk makan?” Saya lebih memilih opsi pertama, kenapa? Karena kesejahteraan hidup tidak hanya dalam bentuk materi dan kehidupan saya tidak hanya berputar soal makan. Menurut saya, kebutuhan utama adalah keselamatan rohani karena itu bersifat kekal, bukan kebutuhan materi yang hanya bersifat sementara. Terdapat dua hal penting jika melihat gagasan demokrasi dari Amartya Sen, yaitu secara instrumental dan konstruktif. Pentingnya demokrasi dalam instrumental berarti demokrasi menjadi ‘rule of law’ dalam kehidupan. Peraturannya membuat orang mau mendengar kritik dan menyembunyikan pilihannya. Sedangkan dari sisi konstruktif, hal ini menjadi penghubung antara kebebasan politik dan ekonomi. Politik yang bebas tidak hanya berbicara tentang kebijakannya saja tetapi juga tentang konseptualisasi. Pola pikir demokratis yang mengedepankan adanya dialog menjadi penting, dimana setiap orang bisa mengeluarkan gagasan dan ide untuk sebuah hal. Tidak dapat dipungkiri, massa rakyat terutama orang-orang miskin lebih cenderung memilih pemenuhan ekonomi daripada kebebasan politik. Kesejahteraan demikian justru membuat rakyat tidak berkembang dan membuat pemerintahan menjadi otoriter. Mereka tidak mengetahui bahwa kebebasan politik dan hak-hak sipil merupakan bagian dari demokrasi yang tidak dapat dicabut dari kehidupan manusia. Mereka belum menyadari bahwa dua hal itu adalah bagian dari kehidupan mereka sebelum kebutuhan ekonomi mereka benar-benar terpenuhi. Kebebasan politik dan ekonomi tidak dapat diukur mana yang lebih penting. Jika perekonomian suatu negara ingin kuat, maka kebebasan politik dan demokrasi adalah syaratnya. Saya tidak setuju dengan stigma yang mengatakan bahwa saat ini sedang terjadi krisis demokrasi yang kebablasan. Justru saya menilai itu bagian dari kebebasan berekspresi yang dulunya sulit untuk dilakukan. Yang terjadi saat ini adalah kebebasan berekspresi yang terkonstruksi. Sekarang masyarakat sedang naik kelas. Bayangkan saja, selama 32 tahun kebebasan berekspresi dikekang dan sekarang sedang pada tahap euforia mengeluarkan pendapat, mengkritisi dan berdiskusi lantas mengapa sekarang lagi-lagi dibatasi? Apakah itu yang disebut demokrasi?