BAGIIAN VIII: FEDERALISME DOSEN FERRY PRASETYIA, SE E., MAppEc JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA i Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 BAB II PENGENALAN ......................................................................................... 2 Pengertian Federalisme Fiskal ......................................................................... 2 Instrumen Fiskal .............................................................................................. 5 BAB III ARGUMENTASI UNTUK TINGKATAN PEMERINTAH.................................................6 Biaya Keseragaman......................................................................................... 7 Hipotesis Tiebout ............................................................................................. 9 Argumentasi Distributif ................................................................................... 11 BAB IV ALASAN DESENTRALISASI FISKAL ................................................... 13 Efisiensi versus Kemantapan (Stabilitas) ....................................................... 13 AKUNTABILITAS ( Pertanggung Jawaban ) .................................................. 15 BAB V BUKTI PADA DESENTRALISASI .......................................................... 17 Desentralisasi di seluruh dunia ...................................................................... 17 Desentralisasi dengan fungsi ......................................................................... 18 Faktor Penentu Desentralisasi ....................................................................... 20 BAB VI TEORI MENGENAI FEDERALISME FISKAL ........................................ 21 Menurut Oates ............................................................................................... 21 Menurut Bahl ................................................................................................. 22 BAB VII TRANSFER ANTAR PEMERINTAH..................................................... 24 BAB VIII DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA ....................................... 28 BAB XI KESIMPULAN .......................................... Error! Bookmark not defined. BAB X STUDI KASUS .......................................... Error! Bookmark not defined. BAB XI PERTANYAAN...................................................................................... 38 BAB XII KATA KUNCI ....................................................................................... 40 BAB XIII DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 41 BAB I PENDAHULUAN Dalam konteks hubungannya dengan pemerintahan, apapun bentuk pemerintahan suatu Negara, baik itu Negara federal maupun Negara kesatuan (unitary), akan memunculkan hubungan fiskal antar pemerintah (Fiscal Intergovernmental Relationship). Sebagaimana dikemukakan oleh Norregaard, terdapat perbedaan-perbedaan dalam interval luas dalam struktur kelembagaan dan hubungan keuangan pusat dan daerah, baik Negara yang berbentuk federal maupun Negara yang berbentuk kesatuan. Menurut Bird dan Vaillancourt, terdapat dua model hubungan antar pemerintahan yang berlaku saat ini. Pertama, federalisme fiskal dan kedua adalah keuangan federal. Dimana contoh negara-negara yang menganut sistem federlaisme fiskal diantaranya adalah sebagai berikut, pada negara maju : Perancis dan Jepang, Negara berkembang : Indonesia, Kolombia, Maroko, Tunisia dan Negara transisi : Cina dan Vietnam. Secara teoritis negara yang berbentuk kesatuan biasanya menganut model federalisme fiskal akan tetapi, pada prakteknya tidak selalu seperti itu sebab kenyataannya juga berlaku sistem keuangan federal dimana model ini lebih cocok diterpakanuntuk bebrapa negara yang memiliki keanekaragaman dalam aspek geografis dan etnis. Dalam keuangan federal batas-batas resmi, penyerahan fungsi, wewnang serta pembiayaan sudah secara umum ditetapkan dalam undang-undang dan model ini secara teoritis negara berbentuk federal menganut model ini misalnya Amerika Serikat, yang mana model hubungan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah bagian kemudian pemerintah bagian dan pemerintah lokal, masing-masing memiliki kewenangan yang jelas terhadap wilayah, fungsi dan pembiayaan sesuai dengan konstitusi federal. Sehingga dalam kaitannya dengan hal diatas disini akan dijelaskan pula mengenai bagian-bagian yang akan dibahas pada bab selanjutnya mengenai pengenalan topik mengenai fedralisme fiskal, arumentasi untuk pemerintah yang banyak tingkatan, efisiensi versus stabilitas, akuntabilitas ( pertanggung jawaban ), bukti-bukti pada desentralisasi dan terakhir adalah kesimpulan. BAB II PENGENALAN 2.1 Pengertian Federalisme Fiskal Bentuk pemerintahan federalisme fiskal adalah struktur dari tingkatan pemerintah yang masing-masing tingkatan mempunyai sumber dari pendapatan dan mempunyai tanggung jawab. Federalisme fiskal adalah studi hubungan keuangan antar tingkatan pemerintah dimana sistem ini menggunakan program pemerintah yang meletakkan pada tingkat pemerintah yang berbeda. Berawal dari sebuah prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk semua negara yang berusaha mengaplikasikan desentralisasi fiskal. Jadi federalisme fiskal merupakan perangkat prinsip pedoman untuk rancang keuangan tingkat nasional dan subnasional pemerintah. Konsep federalisme fiskal maksudnya adalah pemerintah tingkat II ( kabupaten/kota) merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat atau dengan kata lain di beberapa negara yang berbentuk federal dimana pemerintahan negara bagian bukan sebagai pelaku otonom. Dalam model federalisme fiskal, konsentrasi keuangan di pusat demikian tinggi. Dalam bentuk ini kerangka yang sesuai untuk desentralisasi bersifat top down dan berpola dekosentrasi (pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah tingkat II ) , pemerintah pusat dapat secara sepihak menentukan dan mengubah baik tanggung jawab pengeluaran maupun pendapatan Pemerintah Daerah dan pengaturan hubungan keuangan antara pemerintahan dalam upaya mengatasi permasalahan permasalahan. Implikasi dari hubungan fiskal dari model federalisme fiskal ini adalah berbagai bentuk transfer dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Dati I ke Dati II) dalam rangka untuk menggalakan ekonomi regional dan infrastruktur lokal. Biasanaya akan dibelanjakan Pemerintah Daerah sesuai dengan pedoman dan sektor-sektor yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Hubungan fiskal dengan model federalisme ini berpengaruh pada berbagai bentuk transfer dari Pusat kepada Daerah. Dalam penerapan desentralisasi fiskal, setiap daerah juga dituntut untuk membiayai sendiri biaya pembangunannya, padahal pendapatan pengeluarannya. Oleh daerah karena tidak bisa itu, transfer membiayai dana dari seluruh pusat (intergovernmental transfer) menjadi sumber penerimaan yang sangat dominan bagi pemerintah daerah. Transfer pusat ke daerah dapat dibedakan atas bagi hasil pendapatan (revenue sharing) dan bantuan (grants). Transfer tersebut penting untuk menggalakkan otonomi regional dan untuk memperbaiki infrastruktur lokal. Pada umumnya transfer akan dibelanjakan sesuai pedoman yang telah ditetapkan Pemerintah pusat. Analisis dengan pendekatan grafik Upaya Pemerataan Kesejahteraan Nasional Melalui Sistem Desentralisasi Fiskal Jika permintaan penduduk setempat yang diperhitungkan, maka jumlah permintaannya akan sangat rendah (DA) dan harganya pun rendah (PA), sehingga daerah setempat pasti bisa mengadakannya. Namun, untuk permintaan barang publik tertentu (misal: Perguruan Tinggi), peminatnya juga berasal dari luar daerah (DB) dengan harga PB. Sehingga total permintaannya = DT , dengan biaya = P1. Karena biaya terlalu mahal -> daerah setempat sulit mengadakannya. Agar penyediaan barang publik tersebut tetap terlaksana -> pemerintah pusat memberikan transfer sebesar selisih antara PB dan P1. Dengan subsidi ini, pemerintah daerah dapat menyediakan barang publik tersebut (karena biaya berada dalam jangkauan anggaran daerah). Federalisme fiskal adalah divisi dari pendapatan yang diperoleh dan pertanggungjawaban pengeluaran dana di antara tingkatan pemerintah yang berbeda. Banyak negara memiliki pemerintahan pusat, pemerintahan Negara bagian, dewan kota, dan pada tingkatan terendah, dewan pembatasan jemaah pada gereja. instrument Setiap pajak. tingkatan Secara memiliki bersama-sama pemerintah menetapkan administrasi yang memiliki banyak tingkatan dan saling melengkapi yang memerintah negara berkembang. Misalnya Pemerintah pusat biasanya dapat memutuskan instrument pajak apa saja yang disenangi, dan meskipun pemerintah memiliki kebebasan dalam pengeluarannya, pemerintah biasanya memfokuskan kegiatannya pada pertahanan nasional, ketetapan hukum dan tata tertib, infrastruktur dan pembayaran transfer. Kekuatan pajak dari pemerintah suatu negara lebih dibatasi. Di Inggris, pemerintah dapat memungut pajak property saja; di Amerika, komoditas dan pajak pendapatan lokal diberikan. Pertanggung jawaban pemerintah mencakup pendidikan, infrastruktur daerah, dan ketentuan perawatan kesehatan. Pemerintah daerah menyediakan beberapa jasa, seperti pengumpulan sampah dan tempat parkir. Pertanggungjawaban kepada polisi dan jasa pemadam kebakaran dapat diletakkan pada tingkatan Negara atau daerah. Tingkatan pemerintah tersebut mempunyai hubungan dengan pertanggungjawaban dan pembayaran transfer antara setiap tingkatan yang saling melengkapi. 2.2 Instrumen Fiskal Dalam pemerintahan suatu negara yang mengembangkan penggunaan dasar keuangan yang sama yang menginstrumentasi pemerintah di negara berkembang. Instrumen fiskal dipergunakan oleh pemerintah pada pada sisi pendapatan dalam bentuk pajak, lisensi dan iuran pinjaman dari institusi eksternal dan pinjaman domestik. Dari instrumen ini pajak lah yang paling mendasari bagian dari pendapatan pemerintah domestik atu daerah. Penambahan pinjaman diperlukan ketika pembelanjaan melebihi pendapatan pajak. Sedangkan pada sisi pembelanjaan hal yang utama dalam pengalokasian instrumen fiskal adalah pembelanjaan pada barang dan jasa, pembelanjaan pemerintah dapat digolongkan seperti arus atau pengeluaran modal manapun. Contohnya, pembelanjaan pemerintah saat ini adalah membiayai aktivitas rumah tangga dari pemerintah yang meliputi pembayaran gaji pegawai pemerintahan, pembayaran tranfer(pemindahan) dan pengeluaran jangka panjang dari barang dan jasa. Pengeluaran modal adalah pengeluaran untuk aset tetap seperti membangun perlengkapan, pengalokasian sumber dana ke seluruh investasi pada ekonomi. BAB III ARGUMENTASI UNTUK TINGKATAN PEMERINTAH Dalam kaitannya dengan suatu argumen yang berhubungan dengan pemerintah dimana dalam argumentasi ekonomi untuk pemerintah mempunyai dua garis besar. Salah satu diantaranya adalah jika terjadinya kegagalan pasar maka pemerintah dapat mengintervensi di bidang ekonomi untuk menaikkan efisiensi. Selain itu, intervensi juga dapat menambahkan ekuitas/keadilan tanpa melihat apakah terjadi efisiensi atau tidak. Dalam menyamakan tingkatan pemerintah kasusnya harus disamakan untuk membuat efisiensi dan ekuitas menjadi objektif dan hasil terbaiknya dengan kombinasi antara pemerintah lokal dan pusat. Jika suatu keputusan yang tepat sudah dibuat tentang tingkat penetapan barang publik dan tentang pajak, maka hal ini tidak menjadi masalah ketika tingkatan pemerintah diambil. Penyediaan tanpa adanya sumberdaya menjadi sia-sia pada tanggung jawab yang tumpang tindih karena jumlah dari tingkatan pemerintah itu penting untuk adanya penggabungan dan sebuah bentuk untuk tingkatan pemerintah harus melihat perbedaan pada informasi dan proses politik yang diikuti oleh beberapa struktur untuk pencapaian hasil yang terbaik antara pemerintah pusat dan daerah / provinsi. Keputusan seharusnya diambil pada tingkat nasional jika mereka termasuk pada barang publik yang disediakan oleh perekonomian secara keseluruhan contonya adalah pertahanan dimana setiap orang mempunyai hak yang sama di bawah hukum dan menjadi subjek hukum yang sama. Pemberian ketetapan pusat pada bidang jasa menjadikan suatu kealamian untuk mendukung mereka melalui pajak terpusat yang terorganisir. Barang publik lain, yang dinamai barang publik lokal, keuntungannya hanya dalam suatu area geografis. Tingkat penawaran dari barang tersebut dapat menjadi faktor penentu dan dibiayai pada tingkat nasional tetapi ada tiga pendapat yang disarankan pada ketetapan tingkatan yang rendah agar lebih baik. Pertama, faktor penentu pada tingkat lokal atau daerah dapat dihitung dari informasi yang tersedia lebih tepat pada pilihan lokal, pada konteks ini surat suara lokal atau pemilihan daerah dan keadaan pengetahuan lokal mungkin dapat membantu mencapai efisiensi yang lebih. Kedua, jika sebuah keputusan dibuat pada tingkat tekanan politik nasional mungkin mencegah dari adanya perbedaan ketetapan antara masyarakat tertentu yang mungkin efisien untuk tingkat yang berbeda pada ketetapan barang publik di wilayah berbeda. Terakhir, Hipotesis Tiebout menginvestigasi jika kunsumen mempunyai pilihan yang hiterogen kemudian efisiensi jumlah masyarakat untuk bentuk dan tingkat penawaran yang berbeda ketentuan barang publik. Jika pendapat tersebut untuk menentukan dan menyediakan barang publik pada sebuah tingkat lokal atau daerah yang diterima lalu pendapat serupa dapat diulang untuk peraturan lain pada pemerintah misalnya pengontrol eksternalitas dan beberapa aspek dari realokasi pendapatan. Saran pada tingkat pemerintah yang berbeda seharusnya dibuat untuk memastikan jika keputusan yang dibuat yang paling sesuai. 3.1 Biaya Keseragaman Penetapan keseragaman dari barang publik dan jasa dengan yurisdiksi tentunya hanya akan bertemu dengan kebutuhan keseluruhan dari populasi ketika pilihannya sejenis. Ketika tidak, banyak bentuk dari penetapan keseragaman harus dibicarakan pada kompetisi tingkat permintaan seperti contohnya termasuk beberapa kerugian pada kesejahteraan yang relatif yang ketetapannya dapat dibedakan. Pendapat ini dapat diilustrasikan dimana terdapat dua kelompok konsumen yang mempunyai perbedaan rasa untuk barang publik ekonomi secara tunggal. Asumsikan bahwa barang publik tersebut dibayar dengan menggunakan pajak pendapatan. Lalu notasikan dua kelompok tersebut menjadi A dan B, kepuasan suatu tipe kelompok konsumen pada i dengan pendapatan yi adalah sebagai berikut : Ui ([1 - t] yi, G), i = A,Bu dimana t adalak tingkat pajak dan G adalah tingkat penetapan barang publik. misalkan jumlah konsumen pada dua grup dengan nA dan nB, G dan t saling berhubungan dengan G = nAtyA + ntyB tingkat kepuasan dapat ditulis pada bentuk barang publik seperti Sekarang asumsikan pada kelompok B yang mempunyai kerelativan pilihan yang lebih kuat untuk barang publik dari kelompok A, letakkan pada akun tingkat pajak yang lebih tinggi. Tingkat kepuasan untuk dua kelompok dapat digambar dengan melawan kuantitas dari ketetapan barang publik yang dinotasikan seperti GA dan GB (dengan GA < GB). Sekarang tergantung pada pilihan sebuah ketetapan tingkat keseragaman dan pada tingkat ini jadi Gₒ. asumsikan bahwa kepalsuan antara GA dan GB ( pendapat ini mudah meluas pada kasus dimana kepalsuan keluar dari batas ). kehilangan kesejahteeraan untuk di asosiasikan kemudian menjadi dibandingkan untuk apa yang akan diterima jika tiap kelompok dapat ditawarkan dengan kuantitas yang lebih disukai. Nilai dari kehilangan dapat diminimalisasikan dengan mengatur lokasi Gₒ jadi keuntungan marginal dari kelompok B dalam memperoleh lebih dari barang publik, nBuB (Gₒ) > 0, hanya keluar dari kerugian marjinal pada kelompok A, nAu'A (Gₒ) < 0, tetapi poin pentingnya adalah kerugian utamanya kembali positif. Lagipula, peningkatan kerugian lebih besar pembubarannya pada pilihan dan anggota lainnya pada masing-masing kelompok. Analasis ini menunjukan bagaimana keseragaman yang kemudian dapat menjadi mahal pada bentuk kesejahteraan yang dibatalkan. kebijakan keseragaman hanya dapat didukung jika harga pembeda melebihi keuntungan. seperti biaya yang muncul pada koleksi informasi untuk faktor pembeda dan biaya administrasi sebuah sistem pembeda. 3.2 Hipotesis Tiebout Walaupun biaya keseragaman yang telah diilustrasikan di atas sudah tidak bisa terbantahkan lagi. Hipotesis ini adalah langkah yang lain yang menunjukkan bahwa desentralisasi itu disamakan. Dimana hipotesis tiebout menganalasis koneksi dengan teori barang publik lokal. Selain itu tiebout mengasumsikan sebuah populasi dan komunitas yang cepat, yang ditawarkan pemerintah lokal pada barang publik dan jasa di biaya rata-rata minimum yang disukai oleh pola pilihan individu. Kemudian, pada masing-masing komunitas dapat menjadi penjual seperti seorang penyedia barang publik lokal secara tunggal. Jika konsumen pada perekonomian mempunyai rasa yang heterogen, dimana akan menjadi keuntungan bersih pada penetapan tingkat yang berbeda yang dimiliki oleh kekuasaan hukum. Untuk pendekatan pada kelompok tertentu dalam masyarakat dengan memilih kekuasaan hukum yang ada untuk kehidupan para konsumen dengan keinginan mereka pada barang publik dan karena itu sebuah keseimbangan efisien harus terjadi. Hipotesis tersebut memberikan petunjuk bahwa terdapat potensi untuk mencapai efisiensi ekonomi. (maximizing social welfare) dalam penyediaan barang publik lokal. asumsi yang dikemukakan pada model tiebout adalah sebagai berikut : 1. aktivitas pemerintah yang tidak menghasilkan eksternalitas 2. individu yang sepenuhnya gesit. dimana orang-orang dapat berpindah ke tingkat hukum pada jasa publik yang paling disenangi untuk individu tersebut. lokasi dari tempat individu tidak ada pembatasan dimana orang tersebut tinggal dan tidak mempengaruhi pendapatan individu 3. para individu mempunyai informasi yang sempurna dengan peduli pada setiap kepemilikan jasa dan pajak pada masyarakat 4. tidak cukup perbedaan kepemilikan sehingga masing-masing individu dapat mencari satu dari jasa publik bertemu dengan permintaannya 5. untuk setiap bentuk dari pelayanan masyarakat , seorang pengurus suatu kota yang mengikuti pilihan pada masyarakat hal itu merupakan ukuran masyarakat secara optimal 6. masyarakat dibawah ukuran optimalberusaha untuk menarik warga baru untuk menurunkan biaya rata-rata Grafik ilustrasi dari efek hipotesis tiebout http://www.rri.wvu.edu/WebBook/Goetz/Migx2.htm Pada grafik di atas (panel 1) menunjukkan penambahan di perubahan permintaan dari tempat yang disukai, (panel 2) pengurangan pada perubahan permintaan dari tempat lawannya dan (panel 3) efek keuntungan bersih pada perubahan permintaan dan harga. Tiebout menyimpulkan bahwa di bawah kondisi konsumen akan menempatkan kesenangan terbaik pilihan mereka. lebih lanjut jika produksi barang publik yang dipamerkan pengembaliannya tetap untuk skala dan jika masyarakat cukup ada, kemudian konsumen akan berpindah pada masyarakat yang tentu senang dngan piliahanmereka. dengan skala pengembalian yang tetap, masyarakat bahakan satu orang dapat menyediakan jasa pada biaya rata-rata minimum dan ukuran masyarakat menjadi tidak relevan. ini ditujukan untuk menunjukan asumsi yang dibutuhkan pada model pembelanjaan pemerintah daerah, yang mana hasil alokasi maksimal akan berupa pasar swasta. 3.3 Argumentasi Distributif Daerah yang didasari perekonomian yang berdasarkan pemberian dengan persediaan sumber daya yang berbeda. Beberapa diantaranya mungkin kaya akan sumber daya alam seperti minyak dan tambang, yang lainnya mungkin kekuatannya pada pendidikan yang baik dengan tingkat yang tinggi pada modal SDM, seperti perbedaan pemberian akan merefleksikan perbedaan dalam standar hidup antar daerah. Pendapatan hak kekayaan(ekuitas) untuk mendapatkan ketetapan keseragaman yakni dimana kemampuan yang berbeda untuk penetapan barang publik antar wilayah yang diikuti dengan target lebih akurat pada sumber daya yang mereka inginkan dan keputusan desentralisasi membuat perijinan beberapa wilayah untuk saling mengkomunikasikan kebutuhan untuk daerah pusat dan perijinan dari pusat inilah yang digunakan untuk membuat perbedaan alokasi bagi setiap daerah. Proses ini dibentuk untuk pengeluaran standar perbedaan hidup yang disebabkan karena pemberian yang berbeda di setiap wilayah. Dimana tipenya tidak akan ada kompensasi untuk pembeda dari pilihan penetapan barang publik seperti pemeberian lebih untuk suatu daerah yang meminta untuk pengeluaran yang lebih pada barang publik. Selain itu, pendapatan diarahkan kepada daerah dari pengeluaran pemerintah, seperti pendidikan dan jalan, kita melihat hal yang dilakukan pemerintah ini didedikasikan untuk memproduksi barang untuk konsumsi kolektif, dengan penekanan pada pertahanan nasional. BAB IV ALASAN DESENTRALISASI FISKAL 4.1 Efisiensi versus Kemantapan (Stabilitas) Argumen sebelumnya telah meneliti sejumlah keuntungan desentralisasi fiskal. Hal ini telah melibatkan baik efisiensi dan aspek ekuitas. Masalah yang tersisa adalah struktur optimal apa atau berapa jumlah yang tepat dalam tingkat administrasi. Kesulitan yang timbul di sini adalah pembagian optimal mungkin berbeda di antara barang publik. Ada banyak barang publik yang disediakan oleh pemerintah jika setiap barang itu dapat dialokasukan pada tingkat yang tepat dari desentralisasi, ini berarti jumlah yang sama besar dari tingkat pemerintah. Untuk memahami apakah hal ini akan diselesaikan, perlu untuk mempertimbangkan aspek penting desentralisasi yang belum diperkenalkan. Sejauh ini hanya keuntungan yang dipertimbangkan tapi, sekarang saatnya untuk memperkenalkan biaya. Setiap tingkat pemerintahan membawa serta biaya tambahan. Hal ini melibatkan semua faktor yang diperlukan untuk menyediakan administrasi bangunan,staf dan peralatan juga akan membutuhkan kompensasi atas waktu yang dihabiskan untuk kegiatan politik. Biaya tersebut digandakan setiap kali penambahan tingkat pemerintah. Akibatnya, tidak gratis untuk memperkenalkan lebih lanjut tentang tingkat pemerintahan. Pilihan optimal pada tingkat desentralisasi harus mengambil biaya ini untuk diperhitungkan dan diseimbangkan terhadap manfaat yang ada. Dari proses tersebut akan muncul struktur yang optimal. Hal ini akan bergantung pada ukuran relatif dari biaya dan manfaat tapi kemungkinan besar untuk menghasilkan tingkat desentralisasi sehingga beberapa keputusan diambil pada tingkat yang lebih tinngi dari pada desentralisasi tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Argumen ini digambarkan pada suatu model alokasi sederhana tentang perdagangan skala ekonomi terhadap perdagangan skala ekonomi terhadap keseragaman preferensi. Titik awal adalah bahwa pengambilan keputusan terpusat menghasilkan “satu ukuran untuk semua“ hasil yang tidak mencerminkan selera yang heterogen. Pertimbangan ekonomi mencegah suara terbanyak terpusat dari alokasi yang berbeda dari tingkat barang publik daerah yang berbeda. Hanya dengan desentralisasi pemungutan suara mayoritas tingkat daerah mungkin membedakan ketentuan publik baik pada beberapa biaya penggandaan. Misalkan satu barang publik yang dapat diberikan baik pada tingkat pusat atau tingkat daerah. Ilustrasi model alokasi sedehana Sentralisasi dan desentralisasi Desentralisasi akan meningkatkan efisiensi karena pemerintah daerah memiliki informasi yang lebih baik mengenai kebutuhan penduduknya dibandingkan pemerintah pusat. Keputusan mengenai pengeluaran publik yang dasar-dasar keuangan publik dibuat oleh pemerintah daerah akan lebih responsif terhadap keinginan unsurunsurnnya dibandingkan dengan keputusan yang dibuat oleh pemerintah pusat dan hal ini erat kaitannya dengan alokasi sumber daya. Sedangkan untuk stabilitas itu sendiri Stabilitas adalah pemindahan dana yang dapat ditingkatan oleh pemerintah ketika aktivitas perekonomian sedang lesu. Selain itu bisa juga dana pemindahan ke daerah dikurangi manakala perekonomian sedang terjadi ledakan. Pemindahan dana-dana pembangunan (capital grants) adalah instrumen yang cocok untuk tujuan tersebut. Namun, kecermatan dalam menghitung haruslah diperlukan agar tindakan menaikan atau menurunkan dana transfer itu berakibat tidak bertentangan dengan tujuan stabilisasi. Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal adalah alat utama yang digunakan untuk menyetabilkan ekonomi. Studi terkini mengenai antar desentralisasi fiskal dengan pengelolaan sektor ekonomi menemukan bahwa sistem desentralisasi fiskal menawarkan perbaikan potensial yang lebih besar terhadap perbaikan pengelolaan dibandingakan sistem fiskal yang sentralisasi. Untuk negara yang berkembang stabilitas bukanlah hal yang otomatis dapat terwujud dengan diterapkannya desentralisasi fiskal. Contoh nyatanya jika suatu negara mendesentralisasikan tanggung jawab pengeluaran lebih besar dibandingkan dengan sumber-sumber yang tersedia maka tingkat pelayanan akan menurun. Daerah akan menekan pusat untuk mendapatkan tambahan kucuran dana yang lebih besar atau pinjaman yang lebih besar atau kedua-duanya. Sebaliknya jika lebih banyak penerimaan daripada pengeluaran yang didesentralisasikan maka mobilisasi dana daerah dapat menurun dan ketidak seimbangan dapat kembali muncul. 4.2 AKUNTABILITAS ( Pertanggung Jawaban ) Pada kaitannya dengan pemerintahan baik pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah erat di dalamnya dengan politisi-politisi. Dimana politisi dapat mengejar berbagai tujuan yang berbeda. Kadangkadang, mereka bersemangat dan mendedikasikan diri sepenunhnya untuk memajukuan kepentingan umum. Tapi kadang mereka juga dapat mengejar kepentingan mereka sendiri yang bahkan ini berbeda dengan dari konstitusi mereka. Beberapa diantaranya mungkin ingin memperoleh keuntungan pribadi sat di kantor atau secara aktif mencari manfaat dari kantor. Ada pula pendapat yang mengatakan mereka memeperpanjang nikmat yang mereka dapat untuk keluarga dan teman-teman. Tapi, cara yang paling penting dimana mereka dapat bertindak melawan kepentingan konstitusi dengan memilih kebijakan yang memajukan mereka sendiri atau kepentingan kelompok-kelompok khusus. Akuntabilitas ( pertanggung jawaban ) sering digambarkan sebagai hubungan yang menyangkut saat sekarang ataupun masa depan, antar individu, kelompok sebagai sebuah pertanggungjawaban dalam kepentingan merupakan sebuah kewajiban untuk memberitahukan, menjelaskan tiap-tiap tindakan dan keputusannya agar dapat disetujui maupun ditolak atau dapat diberikan hukuman bilamana ditemui adanya penyalahgunaan kewenangan. Dalam hal ini, pemilihan dapat dilihat sebagai sebuah mekanisme akuntabilitas untuk mengendalikan dan memilih baik atau buruknya sesuatu hal. Tampilan standar akuntabilitas yaitu bagaimana pemilihan yang dilakukan pemilih menetapkan beberapa standar kinerja untuk mengevaluasi pemerintah. Tetapi, pemilihan tidak bekerja dengan baik dalam mengendalikan dan menyortir seorang politisi ada masalah yang berat dalam pemantauan dan mengevaluasi perilaku dalam rangka untuk membuat keputusan tentang apakah pantas atau tidak. Dalam hal ini Brennan dan Buchanan mempunyai pandangan bahwa desentralisasi merupakan mekanisme efektif untuk mengendalikan pemerintah yang kecenderungan ekspansif. Argumen dasarnya adalah kompetisi antara pemerintah desentralisasi yang berbeda dapat memberikan kekuatan disiplin dan mematahkan kekuatan monopoli dari pemerintah pusat yang besar. Membandingkan kinerja di kantor antara yang lama yang berbeda membantu dalam memilah jenis baik dar jenis buruk serta mengendalikan kualitas dari keputusan mereka. Pendapat lain tentang mengapa desentralisasi seharusnya memimpin untuk efisiensi dan akuntabilitas yang lebih adalah bahwa pembuat keputusan pusat tidak perlu untuk menyenangkan semua yurisdiksi atau kekuatan hukum untuk terpilih tapi hanya sebagian besar dari mereka. Namun pendapat ini biasanya seimbang terhadap kenyataan bahwa nilai pemegang kantor lebih besar dalam pengaturan terpusat dan dengan demikian politisi lebih bersemangat untuk memenangkan pemilu, yang dalam model badan konvensional akuntabilitas dan efisiensi. politik dapat meningkatkan BAB V BUKTI PADA DESENTRALISASI Desentralisasi pada dasarnya adalah penyerahan segala urusan pemerintahan dari pemerintah pusat atau daerah tingkat atasnya kepada pemerintah daerah atau lokal untuk mengurus dan mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Selain itu desentralisasi akan membantu memenuhi korespondensi geografis yang lebih baik antara yang membayar dan menerima manfaat dan juga digunakan untuk adanya kapasitas yang lebih efisien. 5.1 Desentralisasi di seluruh dunia Tingkat desentralisasi dari aktivitas pemerintah dapat terukur pada beberapa cara yang berebeda, Oates membedakan tiga ukuran desentralisasi fiskal: (i) bagian dari pendapatan publik merupakan total yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat, Ukuran pertama, berdasarkan pengumpulan pendapatan menimbulkan masalah bahwa pemerintah dapat mengumpulkan pendapatan bagi daerah. Ini menurunkan derajat desentralisasi pada daerah yang mendapatkan kembali sebagian besar dari pendapatan yang dikumpulkan di tingkat pemerintah. (ii) seluruh saham dan pengeluaran publik (termasuk pembayaran redistribusi pendapatan) dimana , pembayaran redistribusi pendapatan juga menurunkan derajat desentralisasi karena redistribusi pendapatan adalah sebagian besar peran pemerintah, terlepas dari bagaimana desentralisasi suatu negara. (iii) saham dari pemerintah pusat merupakan pengeluaran konsumsi pemerintah saat ini, yang dapat menjadi ukuran adalah konsentrasi konsumsi total pemerintah saat ini di mana pengeluaran total pemerintah merupakan jumlah konsolidasi dari seluruh pengeluaran di berbagai tingkat pemerintahan. Konsolidasi adalah hal-hal untuk mencegah penghitungan ganda antarpemerintah hibah dan transfer atau perpindahan. Tabel 19.1 menunjukkan pola dari desentralisasi di dunia dan mengesankan sebuah tren yang jelas. negara maju dunia pertama pada umumnya lebih terdesentralisasi. kebanyakan negara Amerika latin mengusung desentralisasi pada periode 1980-1995. bagaimanapun, konsumsi pemerintah di amerika latin masih lebih tersentralisasi, dengan pembelanjaan / pengeluaran pada level pusat sebanyak 70%, berbeda dengan negara maju yang menghabiskan kurang dari 50% untuk pengeluaran level pusat. negara afrika tersentralisasi dan menunjukkan kenaikan yang kecil pada sentralisasi ( dengan sebagian besar pngeluaran pemerintah terjadi di tingkat pusat). Antar seluruh daerah, negara maju menunjukan peningkatan yang lebih substansial pada sentralisasi. Melihat rata-rata tingkat dunia ( terdapat kurang lebih 48 negara) juga menjadi sebuah trend umum pada desentralisasi yang lebih baik, dengan pembagian pengeluaran pusat merosot dari 75% di 1975 menjadi 65% di 1995 countries 1975 1985 1995 developed 0,57 0,49 0,46 Russia n.a 0,61 0,63 Latin America 0,76 0,71 0,70 Asia 0,79 0,74 0,72 Africa 0,88 0,86 0,82 World 0,76 0,68 0,64 Pembagian pendapatan pemerintah pusat pada total pendapatan Sumber : Vernon Henderson’s dataset, 1975-1995,Brown University Negara maju umumnya lebih terdesentralisasi. Di antara semua daerah, negara-negara maju menunjukkan penurunan paling besar dalam sentralisasi. 5.2 Desentralisasi dengan fungsi Ini sudah terlihat bahwa tingkat desentralisasi substansinya cukup berbeda antar negara. Perintah itu juga untuk mengukur desentralisasi pembelanjaan publik oleh fungsi untuk melihat apakah ini konsisten dengan aturan normatif. Dari sudut pandang normatif tentang penglihatan desentralisasi yang diinginkan ketika dibutuhkan untuk pengeluaran pada dominasi pilihan lokal yang mungkin secara ekonomis. Statistik keuangan pemerintah pada IMF berisi data untuk merinci aktivitas pemerintah dengan fungsi dan tingkatan. Seluruh pembelanjaan lokal dilihat dari pembelanjaan di tingkat pemerintah pusat, daerah dan provinsi. 19.2 mengindikasi desentralisasi fungsional dari aktivitas pemerintahan negara dengan negara. Pemerumahan dan fasilitas masyarakat adalah yang paling terdesentralisas, dengan rata-rata 71%, diikiuti erat dengan pendidikan dan kesehatan dengan rata-rata 64% masingmasing. desentralisasi paling sedikit yaitu pembelanjaan untuk keamanan sosial dan kesejahteraan yakni 18%. Ini tetap dengan penglihatan normatif dimana pendapatan redistribusi lebih baik dicapai pada tingkat pusat. social country education health welfare housing transport total Australia 72 48 10 77 85 50 Canada 94 96 31 74 90 60 Denmark 45 95 55 29 51 56 France 37 2 9 82 42 19 Germany 96 28 21 93 57 38 Ierland 22 48 6 70 43 25 Netherlands 33 5 14 79 35 26 Norway 63 78 19 87 31 38 Russia 83 90 10 96 68 39 Spain 71 63 6 93 62 36 U.K. 68 0 20 40 61 26 U.S. 95 43 31 32 75 49 Average 64 64 18 71 56 38 Pendapatan daerah adalah a% dari total pendapatan pemerintah dengan fungsi (1995-1999) Sumber : IMF statistik keuangan pemerintah buku tahunan 2001. 5.3 Faktor Penentu Desentralisasi Desentralisasi merupakan proses yang kompleks dan telah disediakan sebuah literatur normatif yang sangat besar tentang cara terbaik untuk mengalokasikan tanggung jawab yang berbeda antara pemerintah pusat dan daerah dan keuntungan efisiensi tersebut memungkinkan desentralisasi. Literatur positif tentang desentralisasi menunjukkan keteraturan empiris tertentu mengenai kekuatan yang mendukung desentralisasi. Batas penting dari pengujian empiris yang ada pada desentralisasi adalah bahwa diabaikannya kekuatan pusat dalam proses desentralisasi, yaitu ancaman pemisahan. Kemungkinan pemisahan diri telah menjadi kekuatan ampuh untuk membatasi kemampuan pemerintah pusat untuk mengeksploitasi minoritas dalam pemilih untuk kepentingan mayoritas penduduk. keputusan untuk desentralisasi tidak selalu dipandu oleh pertimbangan efisiensi, tetapi juga didorong oleh kekuatan distribusi dan politik. Ketika daerah kaya, yang mentransfer sejumlah besar pendapatan ke daerah yang lebih miskin, menuntut desentralisasi lebih itu adalah untuk membatasi kontribusi yang bersih. Mereka sering melakukan itu karena mereka tidak percaya lagi pada efek asuransi bersama yang dipindahkan tersebut mungkin mengubah arah dalam waktu dekat. Daerah kaya menuntut otonomi lebih karena ketimpangan pendapatan daerah adalah seperti asuransi menjadi redistribusi murni. Selain itu, permintaan untuk otonomi lebih diperburuk, benar atau salah, oleh persepsi di daerah kaya yang pemindahan pada daerah sangat dipengaruhi oleh perilaku peluang daerah penerima (yaitu beberapa bentuk masalah moral hazard di tingkat daerah. BAB VI TEORI MENGENAI FEDERALISME FISKAL 6.1 Menurut Oates Desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,karena pemerintah sub nasional/pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan barang-barang publik. Pengambilan keputusan pada level pemerintah lokal akan lebih didengarkan untuk menganekaragamkan pilihan lokal dan lebih berguna bagi efisensi alokasi. Desentralisasi fiskal di negara-negara berkembang apabila tidak berpegang pada standar teori desentralisasi, hasilnya mungkin akan merugikan pertumbuhan ekonomi dan efisiensi. Desentralisasi fiskal memungkinkan untuk melakukan korupsi pada level lokal karena memberikan pertimbangan politikus lokal dan birokrat yang dapat di akses dan peka terhadap kelompok bunga lokal. Oates juga menyatakan bahwa desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi ekonomi yang kemudian berkaitan dengan dinamika pertumbuhan ekonomi. Perbelanjaan infrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah daerah lebih memacu pertumbuhan ekonomi daripada kebijakan pemerintah pusat. Menurutnya daerah memiliki kelebihan dalam membuat anggaran pembelanjaan sehingga lebih efisien dengan memuaskan kebutuhan masyarakat karena lebih mengetahui keadaannya. Selain itu juga hibah antar pemerintah (disebut sebagai hibah) dirancang untuk menangani anggaran tersebut pada tingkat pemerintahan yang berbeda. Wallace Oates berpendapat bahwa dalam sistem fiskal dalam pemerintah, ketiga fungsi pemerintah tidak sama-sama cocok untuk semua tingkat pemerintahan dan bahwa efisiensi yang diwujudkan jika fungsi telah sesuai dengan benar disesuaikan dengan tingkat yang tepat dari pemerintah. secara umum, ia berpendapat untuk kontrol pemerintah pusat terhadap kebijakan moneter dan fiskal dalam upaya untuk stabilitas harga dan pekerjaan. 6.2 Menurut Bahl Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip money should follow function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan. artinya, setiap penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksankan kewenangan tersebut. kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif dari kebijakan otonomi daerah, melalui pelimpahan wewenang pemerintah pusat ke daerah. maksudnya, semakin banyak wewenang yang dilimpahkan maka kecenderungan semakin besar biaya yang dibutuhkan oleh daerah Mengemukakan dalam aturan yang keduabelas, bahwa desentralisasi harus memacu adanya persaingan di antara berbagai pemerintah lokal untuk menjadi pemenang (there must be a champion for fiscal decentralization). Hal ini dapat dilihat dari semakin baiknya pelayanan publik. Pemerintah lokal berlomba-lomba untuk memahami benar dan memberikan apa yang terbaik yang dibutuhkan oleh masyarakatnya, perubahan struktur ekonomi masyarakat dengan peran masyarakat yang semakin besar meningkatkan kesejahteraan rakyat, partisipasi rakyat setempat dalam pemerintahan dan lain-lain. Desentralisasi fiskal memang tidak secara jelas dinyatakan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004. Namun, komponen dana perimbangan merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat penting dalam pelaksanaan desentralisasi. Dalam kebijakan fiskal, dana perimbangan merupakan inti dari desentralisasi fiskal. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikapsikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Menurut bahl, desentralisasi fiskal memiliki beberapa keuntungan yaitu 1. Keuntungan mendekati dari pemindahan masyarakat.argumen pemerintah efisiensi ini yang lebih mendorong pemikiran kebanyakan ahli ekonomi 2. Mobilisasi keseluruhan penerimaan dapat ditingkatkan karena desentralisasi dapat memperluas objek pajak 3. Jika desentralisasi fiskal telah cukup jauh berlangsung maka distribusi kota dalam ukuran yang lebih baik akan dihasilkan. BAB VII TRANSFER ANTAR PEMERINTAH Transfer antar pemerintah adalah transfer dana yang ditujukan untuk pendidikan dari satu tingkat pemerintahan yang lain. Pembatasan dana dialokasikan untuk pendidikan sangat penting untuk menghindari ambiguitas tentang sumber pendanaan. Keperluan umum transfer antar pemerintah tidak termasuk (misalnya, hibah bagi hasil, umum hibah pemerataan fiskal, atau distribusi dari pajak bersama dari pemerintah pusat ke provinsi, negara, atau Länder), bahkan di mana transfer tersebut menyediakan dana yang regional atau lokal otoritas menarik untuk membiayai pendidikan. Misalanya, UU No. 22/1999 menggantikan sistem pemerintahan hirarki yang menghubungkan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dengan suatu sistem yang menjamin bahwa pemerintah daerah memiliki otonomi yang lebih besar. Dengan walikota dan bupati yang dipilih oleh DPRD tingkat II dan bukan ditunjuk gubernur, pemerintah kabupaten menjadi bertanggung jawab kepada masyarakat kabupaten dalam suatu cara yang sama sekali baru. Menurut Ryas Rasyid, ‘paradigma baru’ dalam hubungan antar pemerintah membutuhkan suatu perubahan mendasar dari dominasi pusat menjadi dominasi daerah, dengan kabupaten dan kota mendapatkan perluasan kekuasaan yang lebih banyak. Dalam konteks desentralisasi, kewenangan kepada pemerintah daerah, transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Intergovernmental transfer) merupakan hal yang penting dantak bisa terhindari. Intergovemental transfer menjadi penting akibat dari implikasi desentralisasi yang menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan dana di pemerintahan daerah (local). Intergovernmental Transfer juga merupakan sumber penerimaan yang dominan bagi pemerintah daerah di banyak negara, terutama negara-negara berkembang dan tak terkecuali Indonesia. Meskipun masing-masing program transfer antar pemerintah akan memiliki motivasi sendiri, ada tiga alasan dasar mengapa program transfer antar pemerintah bisa dibentuk : 1. Pemerintah tingkat yang lebih tinggi menyediakan uang untuk mendorong tipe dari program tertentu oleh pemerintah tingkat yang lebih rendah 2. Perpajakan bagi pemerintah tingkat dapat dialihkan kepada pemerintah tingkat yang lebih tinggi, di mana pajak lebih sulit untuk menghindari 3. Program ini dibentuk untuk alasan ekuitas, untuk memberikan negaranegara miskin atau paritas daerah dengan negara-negara kaya atau lokalitas dalam program pendanaan pemerintah. Transfer antar pemerintah telah lama menjadi skema yang utama dari perimbangan dana di banyak negara. Baik buruknya hasil transfer bergantung pada insentif yang terdapat pada sistem transfer. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam intergovernmental transfer adalah efeknya terhadap hasil kebijakan seperti efisiensi alokasi, redistribusi, dan stabilitas makroekonomi. Aspek terpenting dari intergovernmental transfer bukanlah pada siapa yang menyerahkan atau siapa yang menerima, tetapi pengaruhnya terhadap tujuan kebijakan. Karena tujuan dan kondisi masing-masing negara yang berbeda, tidak ada pola transfer yang sama dan berlaku umum untuk semua negara. Didalam pelaksanaan dan pengalaman bebeberapa negara, intergovernmental transfer bertujuan untuk pencapaian beberapa hal, yakni : · Vertical Equalization Transfer, intergovernmental transfer bertujuan untuk mengoreksi kesenjangan pendapatan yang diperoleh setiap level pemerintahan (pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah local). · Horizontal Equalization Transfer, intergovernmental transfer bertujuan untuk menutup kesenjangan celah fiskal yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah. · Experimenting with new ideas, bertujuan untuk menguji coba suatu program baru yang direncanakan oleh pemerintah sebelum melakukan penyeragaman program ke suma daerah di dalam suatu negara. · Stabilisasi, intergovernmental transfer bertujuan untuk menjaga stabilisasi perekonomian suatu negara. · Memenuhi standar pelayanan minimum, intergovernmental transfer bertujuan untuk melakukan pemenuhan standar pelayanan minimum di tiap-tiap daerah sesuao dengan apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Di dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan intergovernmental transfer, tiap-tiap negara memiliki pendekatan-pendekatan sendiri tergantung kepada ketentuan institusi yang berlaku di tiap-tiap daerah, factor sejarah, factor socialbudaya dan sangat bergantung pada aspek politik di tiap-tiap negara. Prinsip-Prinsip Desain Intergovernmental Transfer Pada dasarnya, intergovernmental transfer dilaksanakan dibeberapa negara dapat dibedakan atas bagi hasil pendapatan atau penerimaan (revenue sharing) dan bantuan (grants) yang pada intinya harus memenuhi beberapa criteria design transfer, yakni : · Otonom, prinsip intergovernmental transfer yang bersifat otonom menekankan agar pemerintah daerah/local memiliki independensi dan fleksibilitas dalam menentukan prioritas-prioritas daerah. Prinsip inilah yang menjadi dasar yang sangat penting di dalam menentukan keberhasilan sebuah desentralisasi fiskal. · Revenue Adequacy, pemerintah daerah semestinya memiliki penerimaan (termasuk transfer) untuk memenuhi semua kewajiban dan tanggungjawab yang diemban oleh pemerintah daerah · Equity atau keadilan, besarnya dana transfer dari pusat ke daerah sewajarnya berhubungan positif dengan kebutuhan fiskal tiap-tiap daerah dan sebaliknya, berkebalikan dengan besarnya kapasitas fiskal daerah yang bersangkutan. · Transparan dan stabil, formula yang di design harus transparan sehingga dapat diakses oleh masyarakat dan formulanya bersifat stabil sehingga memudahkan pemerintah daerah di dalam menyusun anggaran dan program. · Simplicity atau sederhana, desain transfer sebaiknya disusun dengan sederhana sehingga mudah dipahami, akan tetapi tanpa melupakan atau mengeliminir factor-faktor objektif di dalam penyusunan formula. · Insentif, intergovernmental transfer harus didesain sedimikian rupa sehingga mampu memberikan insentif kepada daerah yang mampu memenejemen fiskal daerahnya dengan baik dan sebaliknya mampu menangkal dan mengurangi praktik-praktik manajemen fiskal yang tidak efisien. Prinsip – prinsip ini harus menjadi perhatian penting di dalam mendesain serta melaksanakan intergovernmental transfer sehingga pencapaian tujuan transfer itu sendiri dapat tercapai. Beberapa kegagalan transfer di bebebrapa negara diakibatkan pada kurang diperhatikannya prinsip-prinsip diatas di dalam mendesain dan melaksanakan intergovernmental transfer khususnya pada poin tansparansi, simplicity dan insentif Jenis-Jenis Intergovernmental Transfer Berdasarkan pengalaman berbagai negara, pelaksanaan intergovernmental transfer dapat di sertai dengan syarat-syarat tertentu atau tidak. Dengan demikian, pada dasarnya jenis-jenis transfer dapat dikelompokkan kedalan dua kategori besar yakni transfer tanpa syarat (unconditional transfer, general purpose grant, block grant) dan transfer dengan syarat (conditional grant, categorical grant, specific purpose grant). Ciri dari unconditional transfer adalah daerah atau local memiliki keleluasaan penuh di dalam mengelola dan mengalokasikan dana yang ditransfer dari pusat. Dan tujuan dari transfer ini adalah horizontal equalization transfer. Ciri dari conditional grant adalah transfer yang syarat dan ketentuannya telah ditentukan oleh pemerintah pusat dan seringkali tujuan dari transfer ini dianggap penting oleh pemerintah pusat dan akan tetapi bisa saja dianggap tidak penting oleh pemerintah daerah. Conditional Grant ini dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yakni : · Matching Grants. Matching grant adalah transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk menutup sebagian tau seluruh kekurangan pembiayaan suatu jenis urusan atau program tertentu. Tujuan mengatasi eksternalitas akibat pelayanan public disuatu daerah dapat diselesaikan dengan matching grant. Matching grants mempunyai keunggulan politis yang sangat penting dalam hal pelibatan daerah, komitmen, akuntabilitas, dan pertanggungjawaban atas aktivitasnya. Beberapa grants bahkan sangat penting untuk proyek investasi modal. Selain itu, matching grants dapat menyamakan dalam hal perbedaan dan preferensi pembelanjaan dimana perbedaan ini tidak dapat diamati oleh pemerintah pusat. Di negara berkembang, hanya sedikit yang berhasil menerapkan matching grants. Alasannya, mereka lebih memperhatikan aspek redistribusi, bukan efisiensi dalam menetapkan matching rates. Daerah miskin memperoleh bantuan lebih karena memang mereka miskin, bukan karena matching ratenya yang tinggi untuk mendorong mereka menghasilkan jumlah pelayanan yang optimal. Permasalahan yang paling mendasar dari pendekatan matching adalah sangat membutuhkan informasi. Idealnya, penerapannya membutuhkan spesifikasi tingkat pelayanan yang ingin disediakan dengan jelas. Di Kanada, terdapat 29 jenis dan tingkat pelayanan pendidikan dasar untuk grant pendidikan. Sehingga diperlukan perkiraan biaya pelayanan yang akurat dan up to date untuk masing-masing tipe dan tingkatan. · Non – Matching Grant Non matching grant adalah transfer dari pusat untuk menambah dana penyelenggaraan sustu jenis urusan atau program tertentu tanpa mempertimbangkan bahwa pemerintah daerah sendiri telah atau akan mengalokasikan sumber dananya dengan jumlah besar atau kecil. BAB VIII DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Dalam amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undangundang. Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, yang meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya, telah diatur dengan diundangkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk dapat menjalankan hal-hal yang menjadi urusan tiap-tiap tingkat pemerintahan diperlukan suatu pola hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Pola hubungan tersebut mencakup pembagian kewenangan dan hal-hal yang mencakup pengelolaan pembiayaan/ keuangan. Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di tingkat tertinggi pemerintah pusat menjalankan urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Adapun urusan selainnya menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Sejalan dengan itu pemerintah pusat berkewajiban untuk mendanai urusanurusan wajib yang diserahkan kepada pemerintah daerah. Untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan konsep money follows functions di mana pemerintah pusat memberikan transfer dana atas kegiatan dan urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, disahkan pula UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Baik UU No. 32 Tahun 2004 maupun UU No. 33 Tahun 2004 merupakan pengganti dari UU No. 22 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang disetujui bersama-sama oleh DPR RI dan Presiden RI karena dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah. keadaan, Sejak tahun 2001, transfer dana dari APBN ke daerah dialokasikan dalam bentuk Dana Perimbangan, yang ditujukan untuk memberikan kepastian sumber pendanaan bagi APBD dan untuk memperkecil/mengurangi perbedaan kapasitas fiskal antar-daerah. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Selanjutnya sejak tahun 2002 juga dialokasikan Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyeimbang. Dalam kurun tahun 2001-2005 penerimaan daerah dari Dana Perimbangan masih sangat dominan terhadap sumber-sumber penerimaan daerah lainnya dengan rata-rata 83% dari total penerimaan. Oleh karena itu pemilihan Dana Perimbangan sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dapat mewakili pengaruh pengeluaran pemerintah di kabupaten/kota di Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Apabila dilihat dalam konteks yang lebih luas, maka sebenarnya dana Pemerintah yang bergulir ke daerah pada dasarnya tidak hanya yang dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Di daerah, Pemerintah juga mengalokasikan dana untuk membiayai program dan kegiatan yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah dalam bentuk Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan. Jumlah dana tersebut akan menjadi lebih besar lagi apabila ditambahkan dengan dana yang digulirkan ke daerah melalui program nasional yang menjadi Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), serta program nasional melalui subsidi yang sebagian besar juga dibelanjakan di daerah, seperti subsidi energi dan subsidi non-energi. Besarnya dana yang bergulir ke daerah, baik yang dikelola dalam APBD maupun APBN pada tahun 2010 mencapai hingga 60,62 persen dari total belanja dalam APBNP Tahun 2010 (lihat Grafik V.1) DAK Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah, yang menyebutkan bahwa: “Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber daripendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.” Pasal 162 UU No.32/2004 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk (1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat atas dasar prioritas nasional dan (2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. DAU Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. · Alokasi DAU DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota.Besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan wewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. BAB XI KESIMPULAN Melihat dari paparan diatas mengenai konsep dari federalisme fiskal yaitu pemerintah tingkat II ( kabupaten/kota) merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat atau dengan kata lain di beberapa negara yang berbentuk federal dimana pemerintahan negara bagian bukan sebagai pelaku otonom. Terdapat sebuah pertimbangan kontroversi seperti aktivitas publik apa yang seharusnya di desentralisasikan atau di sentralisasikan. Hal itu juga menjadi keseluruhan. pembuktian Salah satu empiris keuntungan pada kenaikan penting pada desentralisasi suatu sistem desentralisasi pada penetapan barang publik dan jasa untuk pilihan lokal atau daerah. Gagasan bahwa pemerintah lokal atau daerah amat dekat untuk masyarakat dan sangatlah merespon untuk pilihan mereka daripada pemerintah pusat. Keuntungan lain dari desentralisasi adalah untuk membantu perkembangan kompetisi pemerintah dalam membuat pemerintah yang lebih efisien dan lebih bertanggungjawab untuk rakyat mereka. Ada pula kerugian dari sistem desentralisasi, diantaranya seperi kompetisi fiskal. kerugian yang utama dari desentralisasi adalah kemungkinannya kegagalan untuk mengeksploitasi semua perekonomian dalam penetapan barang publik. Hasil federalisme secara optimal dari perdagangan antara berbagai biaya dan manfaat dari desentralisas. hal ini menyediakan kesimpulan normatif tentang alokasi tanggung jawab antara tingkat pusat dan daerah. namun, demikian dari pandangan yang lebih positif, pertimbangan politis dan distribusi dapat memimpin kesimpulan yang berbeda, ilustrasi yang terbaik adalah jika desentralisasi terlau berlebihan akan mengakibatkan sebuah pemilihan demokrasi. BAB X STUDI KASUS Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/09/14/04571945/desentralisasi.belum.efektif Kasus: Desentralisasi Belum Efektif jakarta, Kompas – Selama satu dekade terakhir, pelaksanaan desentralisasi fiskal belum efektif. Oleh karena itu, revisi kebijakan harus segera diselesaikan. Perbaikan kemampuan manajemen finansial juga dibutuhkan karena selama ini, laporan keuangan daerah sering mendapat opini disclaimer. Penyusunan laporan juga sering telat. Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Agus Martowardojo seusai membuka International Conference Fiscal Decentralization in Indonesia, di Jakarta, Selasa (13/9). ”Kualitas belanja daerah masih kurang bagus. Rata-rata 45 persen anggarannya habis untuk membayar pegawai. Bahkan ada yang lebih dari itu. Ke depan, kualitas tersebut harus dibenahi,” katanya. Menurut dia, saat ini tim revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sedang mengkaji penyempurnaan kebijakan desentralisasi fiskal. Salah satu yang dikaji adalah batas atas belanja pegawai dan batas minimum belanja modal dalam sistem reward and punishment. ”Daerah yang berprestasi membuat laporan keuangan tepat waktu dan tidak ada opini disclaimer, maka akan mendapatkan reward,” ujarnya. Terkait dengan batas atas belanja pegawai dan belanja modal, Agus mengatakan, pihaknya tengah mengkaji dua alternatif. Alternatif pertama, jika belanja pegawai melebihi 50 persen anggaran, maka daerah tersebut tidak diperkenankan menambah pegawai. Alternatif kedua, dengan menetapkan belanja minimum untuk modal sebesar 20 persen. Selama ini, masih ada sejumlah daerah yang mematok belanja modal 10-15 persen saja. Meningkat Menurut Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Marwanto Harjowiryono, dana yang ditransfer ke daerah selama sepuluh tahun terakhir terus meningkat. Tahun 2005, jumlah transfer ke daerah sebesar Rp 150,5 triliun (5,4 persen terhadap PDB). Tahun ini, jumlah tersebut meningkat sebesar 174,2 persen menjadi Rp 412,5 triliun (5,7 persen terhadap PDB). Dana tersebut ditransfer ke daerah dalam bentuk dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan dana otonomi khusus. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Gorontalo Winarni Monoarfa, yang hadir dalam acara tersebut, mengatakan, pemerintah pusat perlu memperbesar DAK dan memperkecil dana dekonsentrasi. ”Tidak hanya itu. Indikator alokasi DAK sebaiknya tidak hanya melihat jumlah penduduk, luas wilayah, dan faktor geografis lainnya, tetapi juga perlu memperhatikan daerah yang memperbesar porsi langsung daripada belanja tidak langsung. Artinya, daerah yang mengutamakan anggaran propublik perlu mendapatkan reward,” katanya. (ENY) Analisa kasus: Dalam kasus di atas menunjukan ada ketidak sesuaian antara konsep desentralisasi yang sesungguhnya dimana harus adanya suatu unsur yang efisien. Akan tetapi, Pada kasus di atas menunjukkan bahwa pemindahan (transfer) dana yang berasal dari pemerintah pusat tidak digunakan secara efisien oleh pemerintah daerah karena pada kenyataannya jumlah dana yang diberikan kepada pemerintah daerah sebagian besar digunakan atau rata-rata pengeluaran yang terbesar pada pembayaran gaji pegawai pemerintah yaitu sebesar 45 % atau lebih dari anggaran yang ada. Padahal dana sedemikian besar itu pada hakikatnya akan mempengaruhi beberapa sektor misalkan sektor pembangunan pada daerah. Selain itu yang menyebabkan pembengkakan dana untuk gaji pegawai mungkin d] disebabkan oleh struktur birokrasi pemerintah yang terlalu gemuk. Selain itu bisa dilihat pula masih besarnya ketergantungan pemerintah daerah terhadap transfer fiscal dari pemerintah pusat, masih rendahnya kontribusi PAD terhadap pengeluaran (belanja) pemerintah daerah, relatif besarnya proporsi dari dana transfer yang diperuntukkan untuk belanja pegawai,terbatasnya ruang bagi daerah untuk mengkreasikan sumber-sumber penerimaan atau memperluas basis penerimaan, keterbatasan anggaran pemerintah daerah (khususnyadaerah-daerah yang tidak memiliki sumberdaya alam) untuk membiayai seluruh pengeluarannya, merupakan sejumlah indikasi akan lemahnya struktur keuangan daerah yang dimaksud Padahal jika dana yang diberikan pemerintah bisa dialokasikan untuk hal yang lebih baik atau dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk kemajuan akan lebih bisa bermanfaat bagi daerah tersebut, apalagi untuk daerah-daerah yang memiliki geografis atau kekayaan alam yang lebih dibandingkan daerah yang lain. Dengan dana tersebut, daerah yang mempunyai potensi alam yang luar biasa bisa mengoptimalkan manfaat potensi yang ada. Misalnya untuk membangun pariwisata sehingga daerah tersebut bisa maju karena adanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari hasil pariwisata tersebut. Sehingga antara transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah bisa dialokasikan menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan efisien apalagi ditamabah dengan PAD dari pendapatan daerah tersebut. Solusi: Seharusnya pemerintah dalam melakukan rekruitmen pegawai negeri harus mempertimbangkan segi efisiensi. Baik jumlah pegawai yang berpengaruh besar pada pembelanjaan gaji pegawai Kasus diatas telah menunjukkan bahwa jumlah pegawai yang bekerja di pemerintahan terlalu banyak sehingga, kinerja merekapun juga tidak efisien jika dibandingkan pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk gaji pegawai. Selain itu seharusnya pemerintah harus mempertimbangkan segi efisiensi untuk mengalokasi anggaran yang akan lebih efisien artinya tidak banyak pengeluaran yang terbuang sia-sia. Kemudian perlunya peninjauan format densentralisasi fiskal secara berkala dan teratur yang harus dilanjutkan terus untuk menjamin sensitivitasnya terhadap perubahan dan dinamika lingkungan serta aspirasi-aspirasi baru yang terus berkembang. BAB XI PERTANYAAN Pilihan Ganda 1. 2. Model federalisme fiskal dicetuskan oleh.. a. Norregaard c. Bird dan Vaillancourt b. Kaldor d. Marcantilist Pada biaya keseragaman ilustrasi yang diberikan untuk pembayaran barang publik dengan menggunakan... a. Pajak lump-sum c. Pajak progersif b. Pajak pendapatan. d. Pajak perseorangan 3. Menurut informasi yang diperoleh dari dataset brown university, di mana jumlah konsolidasi dari seluruh pengeluaran di berbagai tingkat pemerintahan. Merupakan pengertian dari.. a. Desentralisasi c. Redistribusi Pendapatan b. Pengeluaran Pemerintah d. Total pengeluaran pemerintah 4. (1) total dari pendapatan public yang dikumpulkan pemerintah (2) Saham pemerintah pada seluruh pengeluaran public (3) Saham pemerintah pada konsumsi pengeluaran Data di atas merupakan ukuran desentralisasi fiskal yang dikemukakan oleh… a. Brown c. Bowen b. Oates d. Samuelson Essay 1. Pada federalisme fiskal kewenangan apakah yang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat dan sebutkan alasannya 2. Jelaskan Instrumen apa yang menjadi dasar utama pada instrumen fiskal ? 3. Jelaskan analisis yang dibahas dalam Hipotesis Tiebout ? 4. Jelaskan salah satu mekanisme akuntabilitas apa yang digunakan untuk mengendalikan dan memilih baik atau buruknya sesuatu hal BAB XII KATA KUNCI · federalisme fiskal : studi kompetensi pengeluaran pada instrumen pendapatan untuk dialokasikan pada elemen-elemen masyarakat. Berawal dari sebuah prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk semua negara yang berusaha mengaplikasikan desentralisasi fiskal. Jadi federalisme fiskal merupakan perangkat prinsip pedoman untuk rancang keuangan tingkat nasional dan subnasional pemerintah. · pemerintah pusat : lembaga negara yang mengurus urusan di tingkat pusat. artinya ya yang mengurus urusan negara. hanya ada beberapa urusan, yaitu : agama, peradilan, pertahanan, keamanan, fiskal dan moneter, serta politik luar negeri · pemerintah daerah : penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya · biaya keseragaman : Penetapan keseragaman dari barang publik dan jasa dengan kekuasaan hukum tentunya hanya akan bertemu dengan kebutuhan keseluruhan dari populasi ketika pilihannya sejenis · hipotesis tiebout : menganalasis koneksi dengan teori barang publik lokal. Selain itu tiebout mengasumsikan sebuah populasi dan komunitas yang cepat, yang ditawarkan pemerintah lokal pada barang publik dan jasa di biaya rata-rata minimum yang disukai oleh pola pilihan individu. · Sentralisasi : memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. · akuntabilitas : Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi publik suatu pemerintahan ( lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif) dalam kaitannya dengan hal tersebut adanya pertanggung jawaban terhadap tiap tindakan, produk, keputusan dan kebijakan termasuk pula didalamnya administrasi publik pemerintahan dimana adanya pertanggungjawaban dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. · barang publik : barang yang memiliki sifat non-rival dan non-eksklusif. Ini berarti: konsumsi atas barang tersebut oleh suatu individu tidak akan mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk dikonsumsi oleh individu lainnya; dan noneksklusif berarti semua orang berhak menikmati manfaat dari barang tersebu · kebijakan moneter : kebijakan yang diarahkan untuk mengontrol permintaan uang dan perbankan · kebijakan fiskal : menggunakan pajak dan pembelanjaan pemerintah untuk tujuan untuk memelihara tiadanya pengangguran dan inflasi yang rendah. distributif · Efisiensi : terkait pada kegunaan pemaksimalan serta pemanfaatan seluruh sumber daya dalam proses produksi barang dan jasa. · Intervensi : campur tangan yang berlebihan dalam urusan politik,ekonomi,sosial dan budaya · Desentralisasi : penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. · Redistribusi pendapatan : praktek yang dirancang untuk tingkat pendapatan di masyarakat melalui pengalihan pendapatan dari orang kaya kepadaindividu-individu miskin, baik secara langsung maupun tidak langsung. · Pengeluaran pemerintah menurut Arthur Goldsmith. (2008), menyatakan bahwa peningkatan belanja pemerintah dapat memperluas permintaan agregat dalam jangka pendek tetapi juga dapat meningkatkan tingkat suku bunga sehingga akan menurunkan investasi swasta dalam jangka panjang. Belanja pemerintah dibagi menjadi dua komponen: konsumsi masyarakat dan investasi publik BAB XIII DAFTAR PUSTAKA Bahl R, Linn J.1992.Urban PublicFinance in Developing Countries.New York: Oxford University Press. Brennan, G dan J Buchannan.1980.The Power to Tax,New york:Cambridge University Press Imawan, Risnanda. 2005. Desentralisasi, Demokratisasi, dan Pembentukan Good Governance, dalam Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Editor: Syamsuddin Haris, Jakarta: LIPI Press. Litvack & Seddon, dalam Sadu Wasistiono. 2005. Desentralisasi, Demokratisasi, dan Pembentukan Good Governance, dalam Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Editor: Syamsuddin Haris, Jakarta: LIPI Press. Fischel M.1992 Property taxation and the tiebout model: evidence for the benevit view from zoning and voting.J Econ Lit 30 : 171-177 Hindrics Jean dan Gareth D. Myles.2004.Intermediete Public Economic. Howard Michael.2001.Public Sektor Economic.Canada: University of West Indies Press. Instrumen fiscal hal : 8. I. Robbin Donijo.2005. handbook of public sector economy.Uited States of America :CRC press Mieszkowski P, Zodrow G.1989. Taxation and the tiebout model: the differential effects of head taxes, taxes on land,rents and property taxes. J econ Lit 27: 198-1146 Myles,Gareth D.2002.public economi.United Kingdom: Cambridge University Press Oates W.E. 1972.Fiscal Federalism,New York:Harcout Brace Jovanovich, academic Press Oates, W.E. and J. Wallis.1998 “ Decentralization in the public sector: an empirical study and local government”. In Fiscal Decentralization: Quantitative Studies, H.S Rosen (ed.), Chicago: University of chicago press. Oates W. An essay on fiscal federalism.J econ lit 37: 1120-1149,1999. Public finance Panizza, U. 1999 “ on the determinant of fiscal centralization theory and evidence “, journal of public economic,74,97-193. Rudini, 1995. Otonomi Daerah sebagai Otonomi Nyata dalam Perspektif Ekonomi dan Politik, dalam Otonomi Daerah: Peluang dan Tantangan. Disusun oleh Tim Suara Pembaruan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Waluyono, Pertumbuhan Joko. Ekonomi 2007. dan Dampak Ketimpangan Desentralisasi Pendapatan Fiskal terhadap antar-Daerah di Indonesia. Parallel Session IA: Fiscal Decentralization, Kampus UI-Depok. http://cetak.kompas.com/read/2011/09/14/04571945/desentralisasi.belum.efektif http://www.scribd.com/doc/2205421/25/B-A-B-XXV/dasar-dasarkeuangan http://www.scribd.com/doc/54140828/Desentralisasi-Fiskal-Di-Indonesia