bagi ian viii: federalisme

advertisement
BAGIIAN VIII: FEDERALISME
DOSEN
FERRY PRASETYIA, SE
E., MAppEc
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
i
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II PENGENALAN ......................................................................................... 2
Pengertian Federalisme Fiskal ......................................................................... 2
Instrumen Fiskal .............................................................................................. 5
BAB III ARGUMENTASI UNTUK TINGKATAN
PEMERINTAH.................................................6
Biaya Keseragaman......................................................................................... 7
Hipotesis Tiebout ............................................................................................. 9
Argumentasi Distributif ................................................................................... 11
BAB IV ALASAN DESENTRALISASI FISKAL ................................................... 13
Efisiensi versus Kemantapan (Stabilitas) ....................................................... 13
AKUNTABILITAS ( Pertanggung Jawaban ) .................................................. 15
BAB V BUKTI PADA DESENTRALISASI .......................................................... 17
Desentralisasi di seluruh dunia ...................................................................... 17
Desentralisasi dengan fungsi ......................................................................... 18
Faktor Penentu Desentralisasi ....................................................................... 20
BAB VI TEORI MENGENAI FEDERALISME FISKAL ........................................ 21
Menurut Oates ............................................................................................... 21
Menurut Bahl ................................................................................................. 22
BAB VII TRANSFER ANTAR PEMERINTAH..................................................... 24
BAB VIII DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA ....................................... 28
BAB XI KESIMPULAN .......................................... Error! Bookmark not defined.
BAB X STUDI KASUS .......................................... Error! Bookmark not defined.
BAB XI PERTANYAAN...................................................................................... 38
BAB XII KATA KUNCI ....................................................................................... 40
BAB XIII DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 41
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam konteks hubungannya dengan pemerintahan, apapun bentuk
pemerintahan suatu Negara, baik itu Negara federal maupun Negara
kesatuan (unitary), akan memunculkan hubungan fiskal antar pemerintah
(Fiscal Intergovernmental Relationship). Sebagaimana dikemukakan oleh
Norregaard, terdapat perbedaan-perbedaan dalam interval luas dalam
struktur kelembagaan dan hubungan keuangan pusat dan daerah, baik
Negara yang berbentuk federal maupun Negara yang berbentuk kesatuan.
Menurut Bird dan Vaillancourt, terdapat dua model hubungan antar
pemerintahan yang berlaku saat ini. Pertama, federalisme fiskal dan kedua
adalah keuangan federal. Dimana contoh negara-negara yang menganut
sistem federlaisme fiskal diantaranya adalah sebagai berikut, pada negara
maju : Perancis dan Jepang, Negara berkembang : Indonesia, Kolombia,
Maroko, Tunisia dan Negara transisi : Cina dan Vietnam.
Secara teoritis negara yang berbentuk kesatuan biasanya menganut
model federalisme fiskal akan tetapi, pada prakteknya tidak selalu seperti
itu sebab kenyataannya juga berlaku sistem keuangan federal dimana
model
ini lebih cocok diterpakanuntuk bebrapa negara yang memiliki
keanekaragaman dalam aspek geografis dan etnis. Dalam keuangan
federal batas-batas resmi, penyerahan fungsi, wewnang serta pembiayaan
sudah secara umum ditetapkan dalam undang-undang dan
model ini
secara teoritis negara berbentuk federal menganut model ini misalnya
Amerika Serikat, yang mana model hubungan fiskal antara pemerintah
pusat dan pemerintah bagian kemudian pemerintah bagian dan pemerintah
lokal, masing-masing memiliki kewenangan yang jelas terhadap wilayah,
fungsi dan pembiayaan sesuai dengan konstitusi federal.
Sehingga dalam kaitannya dengan hal diatas disini akan dijelaskan
pula mengenai bagian-bagian yang akan dibahas pada bab selanjutnya
mengenai pengenalan topik mengenai fedralisme fiskal, arumentasi untuk
pemerintah yang banyak tingkatan, efisiensi versus stabilitas, akuntabilitas
( pertanggung jawaban ), bukti-bukti pada desentralisasi dan terakhir
adalah kesimpulan.
BAB II
PENGENALAN
2.1 Pengertian Federalisme Fiskal
Bentuk pemerintahan federalisme fiskal
adalah struktur dari
tingkatan pemerintah yang masing-masing tingkatan mempunyai
sumber dari pendapatan dan mempunyai tanggung jawab.
Federalisme fiskal adalah studi hubungan keuangan antar
tingkatan pemerintah dimana sistem ini menggunakan program
pemerintah yang meletakkan pada tingkat pemerintah yang berbeda.
Berawal dari sebuah prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk
semua negara yang berusaha mengaplikasikan desentralisasi fiskal.
Jadi federalisme fiskal merupakan perangkat prinsip pedoman untuk
rancang keuangan tingkat nasional dan subnasional pemerintah.
Konsep federalisme fiskal maksudnya adalah pemerintah tingkat II (
kabupaten/kota) merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah
pusat atau dengan kata lain di beberapa negara yang berbentuk
federal dimana pemerintahan negara bagian bukan sebagai pelaku
otonom.
Dalam model federalisme fiskal, konsentrasi keuangan di
pusat demikian tinggi. Dalam bentuk ini kerangka yang sesuai untuk
desentralisasi
bersifat
top
down
dan
berpola
dekosentrasi
(pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah tingkat II ) ,
pemerintah pusat dapat secara sepihak menentukan dan mengubah
baik tanggung jawab pengeluaran maupun pendapatan Pemerintah
Daerah dan pengaturan hubungan keuangan antara pemerintahan
dalam upaya mengatasi permasalahan permasalahan. Implikasi dari
hubungan fiskal dari model federalisme fiskal ini adalah berbagai
bentuk transfer dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
(Dati I ke Dati II) dalam rangka untuk menggalakan ekonomi regional
dan infrastruktur lokal. Biasanaya akan dibelanjakan Pemerintah
Daerah sesuai dengan pedoman dan sektor-sektor yang telah
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Hubungan fiskal dengan model
federalisme ini berpengaruh pada berbagai bentuk transfer dari Pusat
kepada Daerah. Dalam penerapan desentralisasi fiskal, setiap daerah
juga dituntut untuk membiayai sendiri biaya pembangunannya,
padahal
pendapatan
pengeluarannya.
Oleh
daerah
karena
tidak
bisa
itu,
transfer
membiayai
dana
dari
seluruh
pusat
(intergovernmental transfer) menjadi sumber penerimaan yang sangat
dominan bagi pemerintah daerah. Transfer pusat ke daerah dapat
dibedakan atas bagi hasil pendapatan (revenue sharing) dan bantuan
(grants). Transfer tersebut penting untuk menggalakkan otonomi
regional dan untuk memperbaiki infrastruktur lokal. Pada umumnya
transfer akan dibelanjakan sesuai pedoman yang telah ditetapkan
Pemerintah pusat.
Analisis dengan pendekatan grafik
Upaya Pemerataan Kesejahteraan Nasional Melalui Sistem
Desentralisasi Fiskal
Jika permintaan penduduk setempat yang diperhitungkan, maka
jumlah permintaannya akan sangat rendah (DA) dan harganya pun
rendah (PA), sehingga daerah setempat pasti bisa mengadakannya.
Namun, untuk permintaan barang publik tertentu (misal: Perguruan
Tinggi), peminatnya juga berasal dari luar daerah (DB) dengan harga
PB.
Sehingga total permintaannya = DT , dengan biaya = P1. Karena
biaya terlalu mahal -> daerah setempat sulit mengadakannya. Agar
penyediaan barang publik tersebut tetap terlaksana -> pemerintah
pusat memberikan transfer sebesar selisih antara PB dan P1. Dengan
subsidi ini, pemerintah daerah dapat menyediakan barang publik
tersebut (karena biaya berada dalam jangkauan anggaran daerah).
Federalisme fiskal adalah divisi dari pendapatan yang diperoleh
dan pertanggungjawaban pengeluaran dana di antara tingkatan
pemerintah yang berbeda. Banyak negara memiliki pemerintahan
pusat, pemerintahan Negara bagian, dewan kota, dan pada tingkatan
terendah,
dewan
pembatasan
jemaah
pada
gereja.
instrument
Setiap
pajak.
tingkatan
Secara
memiliki
bersama-sama
pemerintah menetapkan administrasi yang memiliki banyak tingkatan
dan saling melengkapi yang memerintah negara berkembang.
Misalnya
Pemerintah
pusat
biasanya
dapat
memutuskan
instrument pajak apa saja yang disenangi, dan meskipun pemerintah
memiliki kebebasan dalam pengeluarannya, pemerintah biasanya
memfokuskan kegiatannya pada pertahanan nasional, ketetapan
hukum dan tata tertib, infrastruktur dan pembayaran transfer.
Kekuatan pajak dari pemerintah suatu negara lebih dibatasi. Di
Inggris, pemerintah dapat memungut pajak property saja; di Amerika,
komoditas dan pajak pendapatan lokal diberikan.
Pertanggung
jawaban
pemerintah
mencakup
pendidikan,
infrastruktur daerah, dan ketentuan perawatan kesehatan. Pemerintah
daerah menyediakan beberapa jasa, seperti pengumpulan sampah
dan tempat parkir. Pertanggungjawaban kepada polisi dan jasa
pemadam kebakaran dapat diletakkan pada tingkatan Negara atau
daerah. Tingkatan pemerintah tersebut mempunyai hubungan dengan
pertanggungjawaban
dan
pembayaran
transfer
antara
setiap
tingkatan yang saling melengkapi.
2.2 Instrumen Fiskal
Dalam
pemerintahan suatu
negara
yang
mengembangkan
penggunaan dasar keuangan yang sama yang menginstrumentasi
pemerintah di negara berkembang. Instrumen fiskal dipergunakan oleh
pemerintah pada pada sisi pendapatan dalam bentuk pajak, lisensi dan
iuran pinjaman dari institusi eksternal dan pinjaman domestik. Dari
instrumen ini pajak lah yang paling mendasari bagian dari pendapatan
pemerintah domestik atu daerah. Penambahan pinjaman diperlukan
ketika pembelanjaan melebihi pendapatan pajak.
Sedangkan pada sisi pembelanjaan hal yang utama dalam
pengalokasian instrumen fiskal adalah pembelanjaan pada barang dan
jasa, pembelanjaan pemerintah dapat digolongkan seperti arus atau
pengeluaran modal manapun. Contohnya, pembelanjaan pemerintah
saat ini adalah membiayai aktivitas rumah tangga dari pemerintah
yang meliputi pembayaran gaji pegawai pemerintahan, pembayaran
tranfer(pemindahan) dan pengeluaran jangka panjang dari barang dan
jasa. Pengeluaran modal adalah pengeluaran untuk aset tetap seperti
membangun perlengkapan, pengalokasian sumber dana ke seluruh
investasi pada ekonomi.
BAB III
ARGUMENTASI UNTUK TINGKATAN PEMERINTAH
Dalam kaitannya dengan suatu argumen yang berhubungan dengan
pemerintah dimana dalam argumentasi ekonomi untuk pemerintah
mempunyai dua garis besar. Salah satu diantaranya adalah jika terjadinya
kegagalan pasar maka pemerintah dapat mengintervensi di bidang
ekonomi untuk menaikkan efisiensi.
Selain itu, intervensi juga dapat
menambahkan ekuitas/keadilan tanpa melihat apakah terjadi efisiensi atau
tidak.
Dalam
menyamakan
tingkatan
pemerintah
kasusnya
harus
disamakan untuk membuat efisiensi dan ekuitas menjadi objektif dan hasil
terbaiknya dengan kombinasi antara pemerintah lokal dan pusat.
Jika suatu keputusan yang tepat sudah dibuat tentang tingkat
penetapan barang publik dan tentang pajak, maka hal ini tidak menjadi
masalah ketika tingkatan pemerintah diambil. Penyediaan tanpa adanya
sumberdaya menjadi sia-sia pada tanggung jawab yang tumpang tindih
karena jumlah dari tingkatan pemerintah itu penting untuk adanya
penggabungan dan sebuah bentuk untuk tingkatan pemerintah harus
melihat perbedaan pada informasi dan proses politik yang diikuti oleh
beberapa struktur untuk pencapaian hasil yang terbaik antara pemerintah
pusat dan daerah / provinsi.
Keputusan seharusnya diambil pada tingkat nasional jika mereka
termasuk pada barang publik yang disediakan oleh perekonomian secara
keseluruhan contonya adalah pertahanan dimana setiap orang mempunyai
hak yang sama di bawah hukum dan menjadi subjek hukum yang sama.
Pemberian ketetapan pusat pada bidang jasa menjadikan suatu kealamian
untuk mendukung mereka melalui pajak terpusat yang terorganisir.
Barang publik lain, yang dinamai barang publik lokal, keuntungannya
hanya dalam suatu area geografis. Tingkat penawaran dari barang tersebut
dapat menjadi faktor penentu dan dibiayai pada tingkat nasional tetapi ada
tiga pendapat yang disarankan pada ketetapan tingkatan yang rendah agar
lebih baik. Pertama, faktor penentu pada tingkat lokal atau daerah dapat
dihitung dari informasi yang tersedia lebih tepat pada pilihan lokal, pada
konteks ini surat suara lokal atau pemilihan daerah dan keadaan
pengetahuan lokal mungkin dapat membantu mencapai efisiensi yang
lebih. Kedua, jika sebuah keputusan dibuat pada tingkat tekanan politik
nasional mungkin mencegah dari adanya perbedaan ketetapan antara
masyarakat tertentu
yang mungkin efisien untuk tingkat yang berbeda
pada ketetapan barang publik di wilayah berbeda. Terakhir, Hipotesis
Tiebout menginvestigasi jika kunsumen mempunyai pilihan yang hiterogen
kemudian efisiensi jumlah masyarakat untuk bentuk dan tingkat penawaran
yang berbeda ketentuan barang publik.
Jika pendapat tersebut untuk menentukan dan menyediakan barang
publik pada sebuah tingkat lokal atau daerah yang diterima lalu pendapat
serupa dapat diulang untuk peraturan lain pada pemerintah misalnya
pengontrol eksternalitas dan beberapa aspek dari realokasi pendapatan.
Saran pada tingkat pemerintah yang berbeda seharusnya dibuat untuk
memastikan jika keputusan yang dibuat yang paling sesuai.
3.1 Biaya Keseragaman
Penetapan keseragaman dari barang publik dan jasa dengan
yurisdiksi
tentunya
hanya
akan
bertemu
dengan
kebutuhan
keseluruhan dari populasi ketika pilihannya sejenis. Ketika tidak,
banyak bentuk dari penetapan keseragaman harus dibicarakan pada
kompetisi tingkat permintaan seperti contohnya termasuk beberapa
kerugian pada kesejahteraan yang relatif yang ketetapannya dapat
dibedakan.
Pendapat ini dapat diilustrasikan dimana terdapat dua kelompok
konsumen yang mempunyai perbedaan rasa untuk barang publik
ekonomi secara tunggal. Asumsikan bahwa barang publik tersebut
dibayar dengan menggunakan pajak pendapatan. Lalu notasikan dua
kelompok tersebut menjadi A dan B, kepuasan suatu tipe kelompok
konsumen pada i dengan pendapatan yi adalah sebagai berikut :
Ui ([1 - t] yi, G), i = A,Bu
dimana t adalak tingkat pajak dan G adalah tingkat penetapan barang
publik. misalkan jumlah konsumen pada dua grup dengan nA dan nB,
G dan t saling berhubungan dengan
G = nAtyA + ntyB
tingkat kepuasan dapat ditulis pada bentuk barang publik seperti
Sekarang asumsikan pada kelompok B yang mempunyai
kerelativan pilihan yang lebih kuat untuk barang publik dari kelompok
A, letakkan pada akun tingkat pajak yang lebih tinggi. Tingkat
kepuasan untuk dua kelompok dapat digambar dengan melawan
kuantitas dari ketetapan barang publik yang dinotasikan seperti GA
dan GB (dengan GA < GB). Sekarang tergantung pada pilihan sebuah
ketetapan tingkat keseragaman dan pada tingkat ini jadi Gₒ. asumsikan
bahwa kepalsuan antara GA dan GB ( pendapat ini mudah meluas
pada kasus dimana kepalsuan keluar dari batas ). kehilangan
kesejahteeraan untuk di asosiasikan kemudian menjadi
dibandingkan untuk apa yang akan diterima jika tiap kelompok
dapat ditawarkan dengan kuantitas yang lebih disukai.
Nilai dari kehilangan dapat diminimalisasikan dengan mengatur
lokasi Gₒ jadi keuntungan marginal dari kelompok B dalam
memperoleh lebih dari barang publik, nBuB (Gₒ) > 0, hanya keluar dari
kerugian marjinal pada kelompok A, nAu'A (Gₒ) < 0, tetapi poin
pentingnya adalah kerugian utamanya kembali positif. Lagipula,
peningkatan kerugian lebih besar pembubarannya pada pilihan dan
anggota lainnya pada masing-masing kelompok.
Analasis ini menunjukan bagaimana keseragaman yang kemudian
dapat menjadi mahal pada bentuk kesejahteraan yang dibatalkan.
kebijakan keseragaman hanya dapat didukung jika harga pembeda
melebihi keuntungan. seperti biaya yang muncul pada koleksi
informasi untuk faktor pembeda dan biaya administrasi sebuah sistem
pembeda.
3.2 Hipotesis Tiebout
Walaupun biaya keseragaman yang telah diilustrasikan di atas
sudah tidak bisa terbantahkan lagi. Hipotesis ini adalah langkah yang
lain yang menunjukkan bahwa desentralisasi itu disamakan. Dimana
hipotesis tiebout menganalasis koneksi dengan
teori barang publik
lokal. Selain itu tiebout mengasumsikan sebuah populasi dan
komunitas yang cepat, yang ditawarkan pemerintah lokal pada barang
publik dan jasa di biaya rata-rata minimum
yang disukai oleh pola
pilihan individu.
Kemudian, pada masing-masing komunitas dapat menjadi penjual
seperti seorang penyedia barang publik lokal secara tunggal. Jika
konsumen pada perekonomian mempunyai rasa yang heterogen,
dimana akan menjadi keuntungan bersih pada penetapan tingkat yang
berbeda yang dimiliki oleh kekuasaan hukum. Untuk pendekatan pada
kelompok tertentu dalam masyarakat dengan memilih kekuasaan
hukum yang ada untuk kehidupan para konsumen dengan keinginan
mereka pada barang publik dan karena itu sebuah keseimbangan
efisien harus terjadi. Hipotesis tersebut memberikan petunjuk bahwa
terdapat potensi untuk mencapai efisiensi ekonomi. (maximizing social
welfare) dalam penyediaan barang publik lokal.
asumsi yang dikemukakan pada model tiebout adalah sebagai
berikut :
1. aktivitas pemerintah yang tidak menghasilkan eksternalitas
2. individu yang sepenuhnya gesit. dimana orang-orang dapat
berpindah ke tingkat hukum pada jasa publik yang paling
disenangi untuk individu tersebut. lokasi dari tempat individu
tidak ada pembatasan dimana orang tersebut tinggal dan tidak
mempengaruhi pendapatan individu
3. para individu mempunyai informasi yang sempurna dengan
peduli
pada
setiap
kepemilikan
jasa
dan
pajak
pada
masyarakat
4. tidak cukup perbedaan kepemilikan sehingga masing-masing
individu dapat mencari satu dari jasa publik bertemu dengan
permintaannya
5. untuk setiap bentuk dari pelayanan masyarakat , seorang
pengurus suatu kota yang mengikuti pilihan pada masyarakat
hal itu merupakan ukuran masyarakat secara optimal
6. masyarakat dibawah ukuran optimalberusaha untuk menarik
warga baru untuk menurunkan biaya rata-rata
Grafik ilustrasi dari efek hipotesis tiebout
http://www.rri.wvu.edu/WebBook/Goetz/Migx2.htm
Pada grafik di atas (panel 1) menunjukkan penambahan di
perubahan
permintaan
dari
tempat
yang
disukai,
(panel
2)
pengurangan pada perubahan permintaan dari tempat lawannya dan
(panel 3) efek keuntungan bersih pada perubahan permintaan dan
harga.
Tiebout menyimpulkan bahwa
di bawah kondisi konsumen
akan menempatkan kesenangan terbaik pilihan mereka. lebih lanjut
jika produksi barang publik yang dipamerkan pengembaliannya tetap
untuk skala dan jika masyarakat cukup ada, kemudian konsumen akan
berpindah pada masyarakat yang tentu senang dngan piliahanmereka.
dengan skala pengembalian yang tetap, masyarakat bahakan satu
orang dapat menyediakan jasa pada biaya rata-rata minimum dan
ukuran masyarakat menjadi tidak relevan. ini ditujukan untuk
menunjukan asumsi yang dibutuhkan pada model pembelanjaan
pemerintah daerah, yang mana hasil alokasi maksimal akan berupa
pasar swasta.
3.3 Argumentasi Distributif
Daerah yang didasari perekonomian yang berdasarkan pemberian
dengan persediaan sumber daya yang berbeda. Beberapa diantaranya
mungkin kaya akan sumber daya alam seperti minyak dan tambang,
yang lainnya mungkin kekuatannya pada pendidikan yang baik dengan
tingkat yang tinggi pada modal SDM, seperti perbedaan pemberian
akan merefleksikan perbedaan dalam standar hidup antar daerah.
Pendapatan hak kekayaan(ekuitas) untuk mendapatkan ketetapan
keseragaman
yakni
dimana
kemampuan
yang
berbeda
untuk
penetapan barang publik antar wilayah yang diikuti dengan target lebih
akurat pada sumber daya yang mereka inginkan dan keputusan
desentralisasi membuat perijinan beberapa wilayah untuk saling
mengkomunikasikan kebutuhan untuk daerah pusat dan perijinan dari
pusat inilah yang digunakan untuk membuat perbedaan alokasi bagi
setiap daerah.
Proses ini dibentuk untuk pengeluaran standar perbedaan hidup
yang disebabkan karena pemberian yang berbeda di setiap wilayah.
Dimana tipenya tidak akan ada kompensasi untuk pembeda dari pilihan
penetapan barang publik seperti pemeberian lebih untuk suatu daerah
yang meminta untuk pengeluaran yang lebih pada barang publik.
Selain itu, pendapatan diarahkan kepada daerah dari pengeluaran
pemerintah, seperti pendidikan dan jalan, kita
melihat hal yang
dilakukan pemerintah ini didedikasikan untuk memproduksi barang
untuk konsumsi kolektif, dengan penekanan pada pertahanan nasional.
BAB IV
ALASAN DESENTRALISASI FISKAL
4.1 Efisiensi versus Kemantapan (Stabilitas)
Argumen
sebelumnya
telah
meneliti
sejumlah
keuntungan
desentralisasi fiskal. Hal ini telah melibatkan baik efisiensi dan aspek
ekuitas. Masalah yang tersisa adalah struktur optimal apa atau berapa
jumlah yang tepat dalam tingkat administrasi.
Kesulitan yang timbul di sini adalah pembagian optimal mungkin
berbeda di antara barang publik. Ada banyak barang publik yang
disediakan oleh pemerintah jika setiap barang itu dapat dialokasukan
pada tingkat yang tepat dari desentralisasi, ini berarti jumlah yang sama
besar dari tingkat pemerintah.
Untuk memahami apakah hal ini akan diselesaikan, perlu untuk
mempertimbangkan
aspek
penting
desentralisasi
yang
belum
diperkenalkan. Sejauh ini hanya keuntungan yang dipertimbangkan tapi,
sekarang
saatnya
untuk
memperkenalkan
biaya.
Setiap
tingkat
pemerintahan membawa serta biaya tambahan. Hal ini melibatkan semua
faktor yang diperlukan untuk menyediakan administrasi bangunan,staf
dan peralatan juga akan membutuhkan kompensasi atas waktu yang
dihabiskan untuk kegiatan politik. Biaya tersebut digandakan setiap kali
penambahan tingkat pemerintah.
Akibatnya, tidak gratis untuk memperkenalkan lebih lanjut tentang
tingkat pemerintahan. Pilihan optimal pada tingkat desentralisasi harus
mengambil biaya ini untuk diperhitungkan dan diseimbangkan terhadap
manfaat yang ada. Dari proses tersebut akan muncul struktur yang
optimal. Hal ini akan bergantung pada ukuran relatif dari biaya dan
manfaat
tapi
kemungkinan
besar
untuk
menghasilkan
tingkat
desentralisasi sehingga beberapa keputusan diambil pada tingkat yang
lebih tinngi dari pada desentralisasi tidak mengeluarkan uang sepeser
pun.
Argumen ini digambarkan pada suatu model alokasi sederhana
tentang perdagangan skala ekonomi terhadap
perdagangan skala
ekonomi terhadap keseragaman preferensi. Titik awal adalah bahwa
pengambilan keputusan terpusat menghasilkan
“satu ukuran untuk
semua“ hasil yang tidak mencerminkan selera yang heterogen.
Pertimbangan ekonomi mencegah suara terbanyak terpusat dari alokasi
yang berbeda dari tingkat barang publik daerah yang berbeda. Hanya
dengan desentralisasi pemungutan suara mayoritas tingkat daerah
mungkin membedakan ketentuan publik baik pada beberapa biaya
penggandaan. Misalkan satu barang publik yang dapat diberikan baik
pada tingkat pusat atau tingkat daerah.
Ilustrasi model alokasi sedehana
Sentralisasi dan desentralisasi
Desentralisasi akan meningkatkan efisiensi karena pemerintah
daerah memiliki informasi yang lebih baik mengenai kebutuhan
penduduknya dibandingkan pemerintah pusat. Keputusan mengenai
pengeluaran publik yang dasar-dasar keuangan publik dibuat oleh
pemerintah daerah akan lebih responsif terhadap keinginan unsurunsurnnya
dibandingkan
dengan
keputusan
yang
dibuat
oleh
pemerintah pusat dan hal ini erat kaitannya dengan alokasi sumber
daya.
Sedangkan
untuk
stabilitas
itu
sendiri
Stabilitas
adalah
pemindahan dana yang dapat ditingkatan oleh pemerintah ketika
aktivitas perekonomian sedang lesu. Selain itu bisa juga dana
pemindahan ke daerah dikurangi manakala perekonomian sedang
terjadi ledakan. Pemindahan dana-dana pembangunan (capital grants)
adalah instrumen yang cocok untuk tujuan tersebut.
Namun, kecermatan dalam menghitung haruslah diperlukan agar
tindakan menaikan atau menurunkan dana transfer itu berakibat tidak
bertentangan dengan tujuan stabilisasi. Kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal adalah alat utama yang digunakan untuk menyetabilkan
ekonomi.
Studi
terkini
mengenai
antar
desentralisasi
fiskal
dengan
pengelolaan sektor ekonomi menemukan bahwa sistem desentralisasi
fiskal menawarkan perbaikan potensial yang lebih besar terhadap
perbaikan pengelolaan dibandingakan sistem fiskal yang sentralisasi.
Untuk negara yang berkembang stabilitas bukanlah hal yang otomatis
dapat terwujud dengan diterapkannya desentralisasi fiskal. Contoh
nyatanya jika suatu negara mendesentralisasikan tanggung jawab
pengeluaran lebih besar dibandingkan dengan sumber-sumber yang
tersedia maka tingkat pelayanan akan menurun. Daerah akan menekan
pusat untuk mendapatkan tambahan kucuran dana yang lebih besar
atau pinjaman yang lebih besar atau kedua-duanya. Sebaliknya jika
lebih
banyak
penerimaan
daripada
pengeluaran
yang
didesentralisasikan maka mobilisasi dana daerah dapat menurun dan
ketidak seimbangan dapat kembali muncul.
4.2 AKUNTABILITAS ( Pertanggung Jawaban )
Pada kaitannya dengan pemerintahan baik pemerintahan pusat
maupun pemerintahan daerah erat di dalamnya dengan politisi-politisi.
Dimana politisi dapat mengejar berbagai tujuan yang berbeda. Kadangkadang, mereka
bersemangat
dan
mendedikasikan
diri
sepenunhnya untuk memajukuan kepentingan umum. Tapi kadang
mereka juga dapat mengejar kepentingan mereka sendiri yang bahkan ini
berbeda dengan dari konstitusi mereka. Beberapa diantaranya mungkin
ingin memperoleh keuntungan pribadi sat di kantor atau secara aktif
mencari manfaat dari kantor. Ada pula pendapat yang mengatakan
mereka memeperpanjang nikmat yang mereka dapat untuk keluarga dan
teman-teman. Tapi, cara yang paling penting dimana mereka dapat
bertindak melawan kepentingan konstitusi dengan memilih kebijakan
yang memajukan mereka sendiri atau kepentingan kelompok-kelompok
khusus.
Akuntabilitas ( pertanggung jawaban ) sering digambarkan sebagai
hubungan yang menyangkut saat sekarang ataupun masa depan, antar
individu,
kelompok
sebagai
sebuah
pertanggungjawaban
dalam
kepentingan merupakan sebuah kewajiban untuk memberitahukan,
menjelaskan tiap-tiap tindakan dan keputusannya agar dapat disetujui
maupun ditolak atau dapat diberikan hukuman bilamana ditemui adanya
penyalahgunaan kewenangan.
Dalam hal ini, pemilihan dapat dilihat sebagai sebuah mekanisme
akuntabilitas untuk mengendalikan dan memilih baik atau buruknya
sesuatu hal. Tampilan standar akuntabilitas yaitu bagaimana pemilihan
yang dilakukan pemilih menetapkan beberapa standar kinerja untuk
mengevaluasi pemerintah. Tetapi, pemilihan tidak bekerja dengan baik
dalam mengendalikan dan menyortir seorang politisi ada masalah yang
berat dalam pemantauan dan mengevaluasi perilaku dalam rangka untuk
membuat keputusan tentang apakah pantas atau tidak.
Dalam hal ini Brennan dan Buchanan mempunyai pandangan
bahwa desentralisasi merupakan mekanisme efektif untuk mengendalikan
pemerintah yang kecenderungan ekspansif. Argumen dasarnya adalah
kompetisi
antara
pemerintah
desentralisasi
yang
berbeda
dapat
memberikan kekuatan disiplin dan mematahkan kekuatan monopoli dari
pemerintah pusat yang besar. Membandingkan kinerja di kantor antara
yang lama yang berbeda membantu dalam memilah jenis baik dar jenis
buruk serta mengendalikan kualitas dari keputusan mereka.
Pendapat lain tentang mengapa desentralisasi seharusnya memimpin
untuk efisiensi
dan akuntabilitas yang lebih adalah bahwa pembuat
keputusan pusat tidak perlu untuk menyenangkan semua yurisdiksi atau
kekuatan hukum untuk terpilih tapi hanya sebagian besar dari mereka.
Namun pendapat ini biasanya seimbang terhadap kenyataan bahwa nilai
pemegang kantor lebih besar dalam pengaturan terpusat dan dengan
demikian politisi lebih bersemangat untuk memenangkan pemilu, yang
dalam
model
badan
konvensional
akuntabilitas dan efisiensi.
politik
dapat
meningkatkan
BAB V
BUKTI PADA DESENTRALISASI
Desentralisasi pada dasarnya adalah penyerahan segala urusan
pemerintahan dari pemerintah pusat atau daerah tingkat atasnya
kepada pemerintah daerah atau lokal untuk mengurus dan mengatur
urusan rumah tangganya sendiri. Selain itu desentralisasi akan
membantu memenuhi korespondensi geografis yang lebih baik antara
yang membayar dan menerima manfaat dan juga digunakan untuk
adanya kapasitas yang lebih efisien.
5.1 Desentralisasi di seluruh dunia
Tingkat desentralisasi dari aktivitas pemerintah dapat terukur pada
beberapa cara yang berebeda, Oates membedakan tiga ukuran
desentralisasi fiskal: (i) bagian dari pendapatan publik merupakan total
yang
dikumpulkan
oleh
pemerintah
pusat,
Ukuran
pertama,
berdasarkan pengumpulan pendapatan menimbulkan masalah bahwa
pemerintah dapat mengumpulkan pendapatan bagi daerah. Ini
menurunkan derajat desentralisasi pada daerah yang mendapatkan
kembali sebagian besar dari pendapatan yang dikumpulkan di tingkat
pemerintah. (ii) seluruh saham dan pengeluaran publik (termasuk
pembayaran redistribusi pendapatan) dimana , pembayaran redistribusi
pendapatan juga menurunkan derajat desentralisasi karena redistribusi
pendapatan adalah sebagian besar peran pemerintah, terlepas dari
bagaimana desentralisasi suatu negara. (iii) saham dari pemerintah
pusat merupakan pengeluaran konsumsi pemerintah saat ini, yang
dapat menjadi ukuran adalah konsentrasi konsumsi total pemerintah
saat ini di mana pengeluaran total pemerintah merupakan jumlah
konsolidasi dari seluruh pengeluaran di berbagai tingkat pemerintahan.
Konsolidasi adalah hal-hal untuk mencegah penghitungan ganda antarpemerintah hibah dan transfer atau perpindahan.
Tabel 19.1 menunjukkan pola dari desentralisasi di dunia dan
mengesankan sebuah tren yang jelas. negara maju dunia pertama
pada umumnya lebih terdesentralisasi. kebanyakan negara Amerika
latin
mengusung
desentralisasi
pada
periode
1980-1995.
bagaimanapun, konsumsi pemerintah di amerika latin masih lebih
tersentralisasi, dengan pembelanjaan / pengeluaran pada level pusat
sebanyak 70%, berbeda dengan negara maju yang menghabiskan
kurang dari 50% untuk pengeluaran level pusat. negara afrika
tersentralisasi dan menunjukkan kenaikan yang kecil pada sentralisasi (
dengan sebagian besar pngeluaran pemerintah terjadi di tingkat pusat).
Antar seluruh daerah, negara maju menunjukan peningkatan yang lebih
substansial pada sentralisasi. Melihat rata-rata tingkat dunia ( terdapat
kurang lebih 48 negara) juga menjadi sebuah trend umum pada
desentralisasi yang lebih baik, dengan pembagian pengeluaran pusat
merosot dari 75% di 1975 menjadi 65% di 1995
countries
1975
1985
1995
developed
0,57
0,49
0,46
Russia
n.a
0,61
0,63
Latin America
0,76
0,71
0,70
Asia
0,79
0,74
0,72
Africa
0,88
0,86
0,82
World
0,76
0,68
0,64
Pembagian pendapatan pemerintah pusat pada total pendapatan
Sumber : Vernon Henderson’s dataset, 1975-1995,Brown University
Negara maju umumnya lebih terdesentralisasi. Di antara semua
daerah, negara-negara maju menunjukkan penurunan paling besar
dalam sentralisasi.
5.2 Desentralisasi dengan fungsi
Ini sudah terlihat bahwa tingkat desentralisasi substansinya cukup
berbeda antar negara. Perintah itu juga untuk mengukur desentralisasi
pembelanjaan publik oleh fungsi untuk melihat apakah ini konsisten
dengan aturan normatif. Dari sudut pandang normatif tentang
penglihatan desentralisasi yang diinginkan ketika dibutuhkan untuk
pengeluaran pada dominasi pilihan lokal yang mungkin secara
ekonomis.
Statistik keuangan pemerintah pada IMF berisi data untuk merinci
aktivitas
pemerintah
dengan
fungsi
dan
tingkatan.
Seluruh
pembelanjaan lokal dilihat dari pembelanjaan di tingkat pemerintah
pusat, daerah dan provinsi.
19.2
mengindikasi
desentralisasi
fungsional
dari
aktivitas
pemerintahan negara dengan negara. Pemerumahan dan fasilitas
masyarakat adalah yang paling terdesentralisas, dengan rata-rata
71%, diikiuti erat dengan pendidikan dan kesehatan dengan rata-rata
64% masingmasing. desentralisasi
paling sedikit yaitu pembelanjaan
untuk keamanan sosial dan kesejahteraan yakni 18%. Ini tetap dengan
penglihatan normatif dimana pendapatan redistribusi lebih baik dicapai
pada tingkat pusat.
social
country
education
health
welfare
housing transport
total
Australia
72
48
10
77
85
50
Canada
94
96
31
74
90
60
Denmark
45
95
55
29
51
56
France
37
2
9
82
42
19
Germany
96
28
21
93
57
38
Ierland
22
48
6
70
43
25
Netherlands
33
5
14
79
35
26
Norway
63
78
19
87
31
38
Russia
83
90
10
96
68
39
Spain
71
63
6
93
62
36
U.K.
68
0
20
40
61
26
U.S.
95
43
31
32
75
49
Average
64
64
18
71
56
38
Pendapatan daerah adalah a% dari total pendapatan pemerintah dengan fungsi (1995-1999)
Sumber : IMF statistik keuangan pemerintah buku tahunan 2001.
5.3 Faktor Penentu Desentralisasi
Desentralisasi merupakan proses yang kompleks dan telah
disediakan sebuah literatur normatif yang sangat besar tentang cara
terbaik untuk mengalokasikan tanggung jawab yang berbeda antara
pemerintah pusat dan daerah dan keuntungan efisiensi tersebut
memungkinkan desentralisasi. Literatur positif tentang desentralisasi
menunjukkan keteraturan empiris tertentu mengenai kekuatan yang
mendukung desentralisasi.
Batas penting dari pengujian empiris yang ada pada desentralisasi
adalah
bahwa
diabaikannya
kekuatan
pusat
dalam
proses
desentralisasi, yaitu ancaman pemisahan.
Kemungkinan pemisahan diri telah menjadi kekuatan ampuh untuk
membatasi kemampuan pemerintah pusat untuk mengeksploitasi
minoritas dalam pemilih untuk kepentingan mayoritas penduduk.
keputusan
untuk
desentralisasi
tidak
selalu
dipandu
oleh
pertimbangan efisiensi, tetapi juga didorong oleh kekuatan distribusi
dan politik. Ketika daerah kaya, yang mentransfer sejumlah besar
pendapatan ke daerah yang lebih miskin, menuntut desentralisasi lebih
itu adalah untuk membatasi kontribusi yang bersih. Mereka sering
melakukan itu karena mereka tidak percaya lagi pada efek asuransi
bersama yang dipindahkan tersebut mungkin mengubah arah dalam
waktu dekat.
Daerah kaya menuntut otonomi lebih karena ketimpangan
pendapatan daerah adalah seperti asuransi menjadi redistribusi murni.
Selain itu, permintaan untuk otonomi lebih diperburuk, benar atau
salah, oleh persepsi di daerah kaya yang pemindahan pada daerah
sangat dipengaruhi oleh perilaku peluang daerah penerima (yaitu
beberapa bentuk masalah moral hazard di tingkat daerah.
BAB VI
TEORI MENGENAI FEDERALISME FISKAL
6.1 Menurut Oates
Desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,karena pemerintah sub
nasional/pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi dan
penyediaan barang-barang publik. Pengambilan keputusan pada level
pemerintah lokal akan lebih didengarkan untuk menganekaragamkan
pilihan lokal dan lebih berguna bagi efisensi alokasi. Desentralisasi
fiskal di negara-negara berkembang apabila tidak berpegang pada
standar teori desentralisasi, hasilnya mungkin akan merugikan
pertumbuhan
ekonomi
dan
efisiensi.
Desentralisasi
fiskal
memungkinkan untuk melakukan korupsi pada level lokal karena
memberikan pertimbangan politikus lokal dan birokrat yang dapat di
akses dan peka terhadap kelompok bunga lokal. Oates juga
menyatakan bahwa desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi
ekonomi yang kemudian berkaitan dengan dinamika pertumbuhan
ekonomi. Perbelanjaan infrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah
daerah lebih memacu pertumbuhan ekonomi daripada kebijakan
pemerintah pusat. Menurutnya daerah memiliki kelebihan dalam
membuat anggaran pembelanjaan sehingga lebih efisien dengan
memuaskan
kebutuhan
masyarakat
karena
lebih
mengetahui
keadaannya. Selain itu juga hibah antar pemerintah (disebut sebagai
hibah) dirancang untuk menangani anggaran tersebut pada tingkat
pemerintahan yang berbeda.
Wallace Oates berpendapat bahwa dalam sistem fiskal dalam
pemerintah, ketiga fungsi pemerintah tidak sama-sama cocok untuk
semua tingkat pemerintahan dan bahwa efisiensi yang diwujudkan jika
fungsi telah sesuai dengan benar disesuaikan dengan tingkat yang
tepat dari pemerintah. secara umum, ia berpendapat untuk kontrol
pemerintah pusat terhadap kebijakan moneter dan fiskal dalam upaya
untuk stabilitas harga dan pekerjaan.
6.2 Menurut Bahl
Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip money should
follow function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan
dan dilaksanakan. artinya, setiap penyerahan atau pelimpahan
wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang
diperlukan untuk melaksankan kewenangan tersebut. kebijakan
perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif dari
kebijakan otonomi daerah, melalui pelimpahan wewenang pemerintah
pusat ke daerah. maksudnya, semakin banyak wewenang yang
dilimpahkan
maka kecenderungan
semakin besar
biaya
yang
dibutuhkan oleh daerah
Mengemukakan
dalam
aturan
yang
keduabelas,
bahwa
desentralisasi harus memacu adanya persaingan di antara berbagai
pemerintah lokal untuk menjadi pemenang (there must be a champion
for fiscal decentralization). Hal ini dapat dilihat dari semakin baiknya
pelayanan publik. Pemerintah lokal berlomba-lomba untuk memahami
benar dan memberikan apa yang terbaik yang dibutuhkan oleh
masyarakatnya, perubahan struktur ekonomi masyarakat dengan
peran masyarakat yang semakin besar meningkatkan kesejahteraan
rakyat, partisipasi rakyat setempat dalam pemerintahan dan lain-lain.
Desentralisasi fiskal memang tidak secara jelas dinyatakan dalam UU
Nomor 33 Tahun 2004. Namun, komponen dana perimbangan
merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat penting dalam
pelaksanaan desentralisasi. Dalam kebijakan fiskal, dana perimbangan
merupakan inti dari desentralisasi fiskal. Pertumbuhan Ekonomi dan
Kemiskinan Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional
yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial,
sikapsikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan
pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.
Menurut bahl, desentralisasi fiskal memiliki beberapa keuntungan
yaitu
1. Keuntungan
mendekati
dari
pemindahan
masyarakat.argumen
pemerintah
efisiensi
ini
yang
lebih
mendorong
pemikiran kebanyakan ahli ekonomi
2. Mobilisasi keseluruhan penerimaan dapat ditingkatkan karena
desentralisasi dapat memperluas objek pajak
3. Jika desentralisasi fiskal telah cukup jauh berlangsung maka
distribusi kota dalam ukuran yang lebih baik akan dihasilkan.
BAB VII
TRANSFER ANTAR PEMERINTAH
Transfer antar pemerintah adalah transfer dana yang ditujukan untuk
pendidikan dari satu tingkat pemerintahan yang lain. Pembatasan dana
dialokasikan untuk pendidikan sangat penting untuk menghindari ambiguitas
tentang sumber pendanaan.
Keperluan umum transfer antar pemerintah tidak termasuk (misalnya,
hibah bagi hasil, umum hibah pemerataan fiskal, atau distribusi dari pajak
bersama dari pemerintah pusat ke provinsi, negara, atau Länder), bahkan di
mana transfer tersebut menyediakan dana yang regional atau lokal otoritas
menarik untuk membiayai pendidikan. Misalanya, UU No. 22/1999 menggantikan
sistem pemerintahan hirarki yang menghubungkan pemerintah daerah dengan
pemerintah pusat dengan suatu sistem yang menjamin bahwa pemerintah
daerah memiliki otonomi yang lebih besar. Dengan walikota dan bupati yang
dipilih oleh DPRD tingkat II dan bukan ditunjuk gubernur, pemerintah kabupaten
menjadi bertanggung jawab kepada masyarakat kabupaten dalam suatu cara
yang sama sekali baru. Menurut Ryas Rasyid, ‘paradigma baru’ dalam hubungan
antar pemerintah membutuhkan suatu perubahan mendasar dari dominasi pusat
menjadi dominasi daerah, dengan kabupaten dan kota mendapatkan perluasan
kekuasaan yang lebih banyak.
Dalam konteks desentralisasi, kewenangan kepada pemerintah daerah,
transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Intergovernmental
transfer) merupakan hal yang penting dantak bisa terhindari. Intergovemental
transfer menjadi penting akibat dari implikasi desentralisasi yang menyebabkan
semakin meningkatnya kebutuhan dana di pemerintahan daerah (local).
Intergovernmental Transfer juga merupakan sumber penerimaan yang dominan
bagi pemerintah daerah di banyak negara, terutama negara-negara berkembang
dan tak terkecuali Indonesia.
Meskipun masing-masing program transfer antar pemerintah akan
memiliki motivasi sendiri, ada tiga alasan dasar mengapa program transfer antar
pemerintah bisa dibentuk :
1. Pemerintah tingkat yang lebih tinggi menyediakan uang untuk mendorong
tipe dari program tertentu oleh pemerintah tingkat yang lebih rendah
2. Perpajakan bagi pemerintah tingkat dapat dialihkan kepada pemerintah
tingkat yang lebih tinggi, di mana pajak lebih sulit untuk menghindari
3. Program ini dibentuk untuk alasan ekuitas, untuk memberikan negaranegara miskin atau paritas daerah dengan negara-negara kaya atau
lokalitas dalam program pendanaan pemerintah.
Transfer antar pemerintah telah lama menjadi skema yang utama dari
perimbangan dana di banyak negara. Baik buruknya hasil transfer bergantung
pada insentif yang terdapat pada sistem transfer. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam intergovernmental transfer adalah efeknya terhadap hasil kebijakan seperti
efisiensi alokasi, redistribusi, dan stabilitas makroekonomi. Aspek terpenting dari
intergovernmental transfer bukanlah pada siapa yang menyerahkan atau siapa
yang menerima, tetapi pengaruhnya terhadap tujuan kebijakan. Karena tujuan
dan kondisi masing-masing negara yang berbeda, tidak ada pola transfer yang
sama dan berlaku umum untuk semua negara.
Didalam
pelaksanaan
dan
pengalaman
bebeberapa
negara,
intergovernmental transfer bertujuan untuk pencapaian beberapa hal, yakni :
·
Vertical Equalization Transfer, intergovernmental transfer bertujuan untuk
mengoreksi kesenjangan pendapatan yang diperoleh setiap level
pemerintahan (pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah
local).
·
Horizontal Equalization Transfer, intergovernmental transfer bertujuan
untuk menutup kesenjangan celah fiskal yang dimiliki oleh tiap-tiap
daerah.
·
Experimenting with new ideas, bertujuan untuk menguji coba suatu
program baru yang direncanakan oleh pemerintah sebelum melakukan
penyeragaman program ke suma daerah di dalam suatu negara.
·
Stabilisasi, intergovernmental transfer bertujuan untuk menjaga stabilisasi
perekonomian suatu negara.
·
Memenuhi standar pelayanan minimum, intergovernmental transfer
bertujuan untuk melakukan pemenuhan standar pelayanan minimum di
tiap-tiap daerah sesuao dengan apa yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah pusat.
Di dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan intergovernmental transfer,
tiap-tiap negara memiliki pendekatan-pendekatan sendiri tergantung kepada
ketentuan institusi yang berlaku di tiap-tiap daerah, factor sejarah, factor socialbudaya dan sangat bergantung pada aspek politik di tiap-tiap negara.
Prinsip-Prinsip Desain Intergovernmental Transfer
Pada dasarnya, intergovernmental transfer dilaksanakan dibeberapa
negara dapat dibedakan atas bagi hasil pendapatan atau penerimaan (revenue
sharing) dan bantuan (grants) yang pada intinya harus memenuhi beberapa
criteria design transfer, yakni :
·
Otonom, prinsip intergovernmental transfer yang bersifat otonom
menekankan agar pemerintah daerah/local memiliki independensi dan
fleksibilitas dalam menentukan prioritas-prioritas daerah. Prinsip inilah
yang menjadi dasar yang sangat penting di dalam menentukan
keberhasilan sebuah desentralisasi fiskal.
·
Revenue Adequacy, pemerintah daerah semestinya memiliki penerimaan
(termasuk
transfer)
untuk
memenuhi
semua
kewajiban
dan
tanggungjawab yang diemban oleh pemerintah daerah
·
Equity atau keadilan, besarnya dana transfer dari pusat ke daerah
sewajarnya berhubungan positif dengan kebutuhan fiskal tiap-tiap daerah
dan sebaliknya, berkebalikan dengan besarnya kapasitas fiskal daerah
yang bersangkutan.
·
Transparan dan stabil, formula yang di design harus transparan sehingga
dapat diakses oleh masyarakat dan formulanya bersifat stabil sehingga
memudahkan pemerintah daerah di dalam menyusun anggaran dan
program.
·
Simplicity atau sederhana, desain transfer sebaiknya disusun dengan
sederhana sehingga mudah dipahami, akan tetapi tanpa melupakan atau
mengeliminir factor-faktor objektif di dalam penyusunan formula.
·
Insentif, intergovernmental transfer harus didesain sedimikian rupa
sehingga mampu memberikan insentif kepada daerah yang mampu
memenejemen fiskal daerahnya dengan baik dan sebaliknya mampu
menangkal dan mengurangi praktik-praktik manajemen fiskal yang tidak
efisien.
Prinsip – prinsip ini harus menjadi perhatian penting di dalam mendesain
serta melaksanakan intergovernmental transfer sehingga pencapaian tujuan
transfer itu sendiri dapat tercapai. Beberapa kegagalan transfer di bebebrapa
negara diakibatkan pada kurang diperhatikannya prinsip-prinsip diatas di dalam
mendesain dan melaksanakan intergovernmental transfer khususnya pada poin
tansparansi, simplicity dan insentif Jenis-Jenis Intergovernmental Transfer
Berdasarkan
pengalaman
berbagai
negara,
pelaksanaan
intergovernmental transfer dapat di sertai dengan syarat-syarat tertentu atau
tidak. Dengan demikian, pada dasarnya jenis-jenis transfer dapat dikelompokkan
kedalan dua kategori besar yakni transfer tanpa syarat (unconditional transfer,
general purpose grant, block grant) dan transfer dengan syarat (conditional grant,
categorical grant, specific purpose grant).
Ciri dari unconditional transfer adalah daerah atau local memiliki
keleluasaan penuh di dalam mengelola dan mengalokasikan dana yang
ditransfer dari pusat. Dan tujuan dari transfer ini adalah horizontal equalization
transfer.
Ciri dari conditional grant adalah transfer yang syarat dan ketentuannya
telah ditentukan oleh pemerintah pusat dan seringkali tujuan dari transfer ini
dianggap penting oleh pemerintah pusat dan akan tetapi bisa saja dianggap tidak
penting oleh pemerintah daerah. Conditional Grant ini dapat dikelompokkan
kedalam dua jenis, yakni :
·
Matching Grants.
Matching grant adalah transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat
untuk menutup sebagian tau seluruh kekurangan pembiayaan suatu jenis urusan
atau program tertentu. Tujuan mengatasi eksternalitas akibat pelayanan public
disuatu daerah dapat diselesaikan dengan matching grant.
Matching grants mempunyai keunggulan politis yang sangat penting
dalam hal pelibatan daerah, komitmen, akuntabilitas, dan pertanggungjawaban
atas aktivitasnya. Beberapa grants bahkan sangat penting untuk proyek investasi
modal. Selain itu, matching grants dapat menyamakan dalam hal perbedaan dan
preferensi pembelanjaan dimana perbedaan ini tidak dapat diamati oleh
pemerintah pusat. Di negara berkembang, hanya sedikit yang berhasil
menerapkan matching grants. Alasannya, mereka lebih memperhatikan aspek
redistribusi, bukan efisiensi dalam menetapkan matching rates. Daerah miskin
memperoleh bantuan lebih karena memang mereka miskin, bukan karena
matching ratenya yang tinggi untuk mendorong mereka menghasilkan jumlah
pelayanan yang optimal.
Permasalahan yang paling mendasar dari pendekatan matching adalah
sangat
membutuhkan
informasi.
Idealnya,
penerapannya
membutuhkan
spesifikasi tingkat pelayanan yang ingin disediakan dengan jelas. Di Kanada,
terdapat 29 jenis dan tingkat pelayanan pendidikan dasar untuk grant pendidikan.
Sehingga diperlukan perkiraan biaya pelayanan yang akurat dan up to date untuk
masing-masing tipe dan tingkatan.
·
Non – Matching Grant
Non matching grant adalah transfer dari pusat untuk menambah dana
penyelenggaraan
sustu
jenis
urusan
atau
program
tertentu
tanpa
mempertimbangkan bahwa pemerintah daerah sendiri telah atau akan
mengalokasikan sumber dananya dengan jumlah besar atau kecil.
BAB VIII
DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Dalam
amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten,
dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undangundang. Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, yang
meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber
daya
alam,
dan
sumber
daya
lainnya,
telah
diatur
dengan
diundangkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Untuk dapat menjalankan hal-hal yang menjadi urusan tiap-tiap tingkat
pemerintahan diperlukan suatu pola hubungan antara pemerintah pusat dan
pemerintahan
daerah.
Pola
hubungan
tersebut
mencakup
pembagian
kewenangan dan hal-hal yang mencakup pengelolaan pembiayaan/ keuangan.
Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di
tingkat tertinggi pemerintah pusat menjalankan urusan politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Adapun urusan selainnya menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari urusan
wajib dan urusan pilihan yang meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata
ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan itu pemerintah pusat berkewajiban untuk mendanai urusanurusan wajib yang diserahkan kepada pemerintah daerah.
Untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan konsep
money follows functions di mana pemerintah pusat memberikan transfer dana
atas kegiatan dan urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah,
disahkan pula UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Baik UU No. 32 Tahun 2004
maupun UU No. 33 Tahun 2004 merupakan pengganti dari UU No. 22 dan UU
No. 25 Tahun 1999 yang disetujui bersama-sama oleh DPR RI dan Presiden RI
karena
dianggap
tidak
lagi
sesuai
dengan
perkembangan
ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah.
keadaan,
Sejak tahun 2001, transfer dana dari APBN ke daerah dialokasikan dalam
bentuk Dana Perimbangan, yang ditujukan untuk memberikan kepastian sumber
pendanaan bagi APBD dan untuk memperkecil/mengurangi perbedaan kapasitas
fiskal antar-daerah. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Selanjutnya sejak tahun 2002 juga
dialokasikan Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyeimbang.
Dalam kurun tahun 2001-2005 penerimaan daerah dari Dana Perimbangan
masih sangat dominan terhadap sumber-sumber penerimaan daerah lainnya
dengan rata-rata 83% dari total penerimaan. Oleh karena itu pemilihan Dana
Perimbangan sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dapat mewakili
pengaruh pengeluaran pemerintah di kabupaten/kota di Indonesia terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah.
Apabila dilihat dalam konteks yang lebih luas, maka sebenarnya dana
Pemerintah yang bergulir ke daerah pada dasarnya tidak hanya yang
dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Di daerah, Pemerintah
juga mengalokasikan dana untuk membiayai program dan kegiatan yang menjadi
kewenangan Pemerintah di daerah dalam bentuk Dana Dekonsentrasi dan Dana
Tugas Pembantuan. Jumlah dana tersebut akan menjadi lebih besar lagi apabila
ditambahkan dengan dana yang digulirkan ke daerah melalui program nasional
yang menjadi Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, seperti Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), serta program nasional melalui subsidi yang sebagian besar juga
dibelanjakan di daerah, seperti subsidi energi dan subsidi non-energi. Besarnya
dana yang bergulir ke daerah, baik yang dikelola dalam APBD maupun APBN
pada tahun 2010 mencapai hingga 60,62 persen dari total belanja dalam APBNP Tahun 2010 (lihat Grafik V.1)
DAK
Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan
Keuangan Daerah, yang menyebutkan bahwa:
“Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang
bersumber daripendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.”
Pasal 162 UU No.32/2004 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam
APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk (1)
membiayai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat atas dasar
prioritas nasional dan (2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah
tertentu.
DAU
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana
Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN,
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya
diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk
peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah.
· Alokasi DAU
DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota.Besaran DAU
ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto
yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk
daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan wewenangan antara
provinsi dan kabupaten/kota.
BAB XI
KESIMPULAN
Melihat dari paparan diatas mengenai konsep dari federalisme
fiskal yaitu pemerintah tingkat II ( kabupaten/kota) merupakan kepanjangan
tangan dari pemerintah pusat atau dengan kata lain di beberapa negara
yang berbentuk federal dimana pemerintahan negara bagian bukan
sebagai pelaku otonom.
Terdapat sebuah pertimbangan kontroversi seperti aktivitas publik
apa yang seharusnya di desentralisasikan atau di sentralisasikan. Hal itu
juga
menjadi
keseluruhan.
pembuktian
Salah
satu
empiris
keuntungan
pada
kenaikan
penting
pada
desentralisasi
suatu
sistem
desentralisasi pada penetapan barang publik dan jasa untuk pilihan lokal
atau daerah. Gagasan bahwa pemerintah lokal atau daerah amat dekat
untuk masyarakat dan sangatlah merespon untuk pilihan mereka daripada
pemerintah pusat. Keuntungan lain dari desentralisasi adalah untuk
membantu
perkembangan
kompetisi
pemerintah
dalam
membuat
pemerintah yang lebih efisien dan lebih bertanggungjawab untuk rakyat
mereka.
Ada pula kerugian dari sistem desentralisasi, diantaranya seperi
kompetisi
fiskal.
kerugian
yang
utama
dari
desentralisasi
adalah
kemungkinannya kegagalan untuk mengeksploitasi semua perekonomian
dalam penetapan barang publik.
Hasil federalisme secara optimal dari perdagangan antara berbagai
biaya dan manfaat dari desentralisas. hal ini menyediakan kesimpulan
normatif tentang alokasi tanggung jawab antara tingkat pusat dan daerah.
namun, demikian dari pandangan yang lebih positif, pertimbangan politis
dan distribusi dapat memimpin kesimpulan yang berbeda, ilustrasi yang
terbaik adalah jika desentralisasi terlau berlebihan akan mengakibatkan
sebuah pemilihan demokrasi.
BAB X
STUDI KASUS
Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/2011/09/14/04571945/desentralisasi.belum.efektif
Kasus:
Desentralisasi Belum Efektif
jakarta, Kompas – Selama satu dekade terakhir, pelaksanaan desentralisasi
fiskal belum efektif. Oleh karena itu, revisi kebijakan harus segera diselesaikan.
Perbaikan kemampuan manajemen finansial juga dibutuhkan karena selama ini,
laporan keuangan daerah sering mendapat opini disclaimer. Penyusunan laporan
juga sering telat.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Agus Martowardojo seusai
membuka International Conference Fiscal Decentralization in Indonesia, di
Jakarta, Selasa (13/9).
”Kualitas belanja daerah masih kurang bagus. Rata-rata 45 persen anggarannya
habis untuk membayar pegawai. Bahkan ada yang lebih dari itu. Ke depan,
kualitas tersebut harus dibenahi,” katanya.
Menurut dia, saat ini tim revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sedang
mengkaji penyempurnaan kebijakan desentralisasi fiskal. Salah satu yang dikaji
adalah batas atas belanja pegawai dan batas minimum belanja modal dalam
sistem reward and punishment.
”Daerah yang berprestasi membuat laporan keuangan tepat waktu dan tidak ada
opini disclaimer, maka akan mendapatkan reward,” ujarnya.
Terkait dengan batas atas belanja pegawai dan belanja modal, Agus
mengatakan, pihaknya tengah mengkaji dua alternatif. Alternatif pertama, jika
belanja pegawai melebihi 50 persen anggaran, maka daerah tersebut tidak
diperkenankan menambah pegawai. Alternatif kedua, dengan menetapkan
belanja minimum untuk modal sebesar 20 persen. Selama ini, masih ada
sejumlah daerah yang mematok belanja modal 10-15 persen saja.
Meningkat
Menurut Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan
Marwanto Harjowiryono, dana yang ditransfer ke daerah selama sepuluh tahun
terakhir terus meningkat. Tahun 2005, jumlah transfer ke daerah sebesar Rp
150,5 triliun (5,4 persen terhadap PDB). Tahun ini, jumlah tersebut meningkat
sebesar 174,2 persen menjadi Rp 412,5 triliun (5,7 persen terhadap PDB). Dana
tersebut ditransfer ke daerah dalam bentuk dana alokasi umum (DAU), dana
alokasi khusus (DAK), dan dana otonomi khusus.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Gorontalo Winarni
Monoarfa, yang hadir dalam acara tersebut, mengatakan, pemerintah pusat perlu
memperbesar DAK dan memperkecil dana dekonsentrasi.
”Tidak hanya itu. Indikator alokasi DAK sebaiknya tidak hanya melihat jumlah
penduduk, luas wilayah, dan faktor geografis lainnya, tetapi juga perlu
memperhatikan daerah yang memperbesar porsi langsung daripada belanja tidak
langsung. Artinya, daerah yang mengutamakan anggaran propublik perlu
mendapatkan reward,” katanya. (ENY)
Analisa kasus:
Dalam kasus di atas menunjukan ada ketidak sesuaian antara konsep
desentralisasi yang sesungguhnya dimana harus adanya suatu unsur yang
efisien. Akan tetapi, Pada kasus di atas menunjukkan bahwa pemindahan
(transfer) dana yang berasal dari pemerintah pusat tidak digunakan secara
efisien oleh pemerintah daerah karena pada kenyataannya jumlah dana yang
diberikan kepada pemerintah daerah sebagian besar digunakan atau rata-rata
pengeluaran yang terbesar pada pembayaran gaji pegawai pemerintah yaitu
sebesar 45 % atau lebih dari anggaran yang ada. Padahal dana sedemikian
besar itu pada hakikatnya akan mempengaruhi beberapa sektor misalkan sektor
pembangunan pada daerah. Selain itu yang menyebabkan pembengkakan dana
untuk gaji pegawai mungkin d] disebabkan oleh struktur birokrasi pemerintah
yang terlalu gemuk. Selain itu bisa dilihat pula masih besarnya ketergantungan
pemerintah daerah terhadap transfer fiscal dari pemerintah pusat, masih
rendahnya kontribusi PAD terhadap pengeluaran (belanja) pemerintah daerah,
relatif besarnya proporsi dari dana transfer yang diperuntukkan untuk belanja
pegawai,terbatasnya ruang bagi daerah untuk mengkreasikan sumber-sumber
penerimaan atau memperluas basis penerimaan, keterbatasan anggaran
pemerintah daerah (khususnyadaerah-daerah yang tidak memiliki sumberdaya
alam) untuk membiayai seluruh pengeluarannya, merupakan sejumlah indikasi
akan lemahnya struktur keuangan daerah yang dimaksud Padahal jika dana
yang diberikan pemerintah bisa dialokasikan untuk hal yang lebih baik atau dana
yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk kemajuan
akan lebih bisa
bermanfaat bagi daerah tersebut, apalagi untuk daerah-daerah yang memiliki
geografis atau kekayaan alam yang lebih dibandingkan daerah yang lain.
Dengan dana tersebut, daerah yang mempunyai potensi alam yang luar biasa
bisa mengoptimalkan manfaat potensi yang ada. Misalnya untuk membangun
pariwisata sehingga daerah tersebut bisa maju karena adanya Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang diperoleh dari hasil pariwisata tersebut. Sehingga antara
transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah bisa dialokasikan menjadi sesuatu
yang lebih bermanfaat dan efisien apalagi ditamabah dengan PAD dari
pendapatan daerah tersebut.
Solusi:
Seharusnya pemerintah dalam melakukan rekruitmen pegawai negeri harus
mempertimbangkan segi efisiensi. Baik jumlah pegawai yang berpengaruh besar
pada pembelanjaan gaji pegawai Kasus diatas telah menunjukkan bahwa jumlah
pegawai yang bekerja di pemerintahan terlalu banyak sehingga, kinerja
merekapun juga tidak efisien jika dibandingkan pengeluaran yang dikeluarkan
oleh pemerintah untuk gaji pegawai. Selain itu seharusnya pemerintah harus
mempertimbangkan segi efisiensi untuk mengalokasi anggaran yang akan lebih
efisien artinya tidak banyak pengeluaran yang terbuang sia-sia. Kemudian
perlunya peninjauan format densentralisasi fiskal secara berkala dan teratur yang
harus dilanjutkan terus untuk menjamin sensitivitasnya terhadap perubahan dan
dinamika lingkungan serta aspirasi-aspirasi baru yang terus berkembang.
BAB XI
PERTANYAAN
Pilihan Ganda
1.
2.
Model federalisme fiskal dicetuskan oleh..
a. Norregaard
c. Bird dan Vaillancourt
b. Kaldor
d. Marcantilist
Pada biaya keseragaman ilustrasi yang diberikan untuk pembayaran
barang publik dengan menggunakan...
a.
Pajak lump-sum
c. Pajak progersif
b.
Pajak pendapatan.
d. Pajak perseorangan
3. Menurut informasi yang diperoleh dari dataset brown university, di
mana jumlah konsolidasi dari seluruh pengeluaran di berbagai tingkat
pemerintahan. Merupakan pengertian dari..
a.
Desentralisasi
c. Redistribusi Pendapatan
b.
Pengeluaran Pemerintah
d. Total pengeluaran pemerintah
4. (1) total dari pendapatan public yang dikumpulkan pemerintah
(2) Saham pemerintah pada seluruh pengeluaran public
(3) Saham pemerintah pada konsumsi pengeluaran
Data di atas merupakan ukuran desentralisasi fiskal yang dikemukakan
oleh…
a.
Brown
c. Bowen
b.
Oates
d. Samuelson
Essay
1. Pada federalisme fiskal kewenangan apakah yang bisa dilakukan oleh
pemerintah pusat dan sebutkan alasannya
2. Jelaskan Instrumen apa yang menjadi dasar utama pada instrumen
fiskal ?
3. Jelaskan analisis yang dibahas dalam Hipotesis Tiebout ?
4. Jelaskan salah satu mekanisme akuntabilitas apa yang digunakan
untuk mengendalikan dan memilih baik atau buruknya sesuatu hal
BAB XII
KATA KUNCI
· federalisme fiskal
: studi kompetensi pengeluaran pada instrumen
pendapatan untuk dialokasikan pada elemen-elemen masyarakat.
Berawal dari sebuah prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk
semua negara yang berusaha mengaplikasikan desentralisasi fiskal.
Jadi federalisme fiskal merupakan perangkat prinsip pedoman untuk
rancang keuangan tingkat nasional dan subnasional pemerintah.
· pemerintah pusat : lembaga negara yang mengurus urusan di tingkat
pusat. artinya ya yang mengurus urusan negara. hanya ada beberapa
urusan, yaitu : agama, peradilan, pertahanan, keamanan, fiskal dan
moneter, serta politik luar negeri
· pemerintah daerah : penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
· biaya keseragaman : Penetapan keseragaman dari barang publik dan
jasa dengan kekuasaan hukum tentunya hanya akan bertemu dengan
kebutuhan keseluruhan dari populasi ketika pilihannya sejenis
· hipotesis tiebout : menganalasis koneksi dengan
teori barang publik
lokal. Selain itu tiebout mengasumsikan sebuah populasi dan
komunitas yang cepat, yang ditawarkan pemerintah lokal pada barang
publik dan jasa di biaya rata-rata minimum yang disukai oleh pola
pilihan individu.
· Sentralisasi : memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil
manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur
organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di
Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.
· akuntabilitas : Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat
dengan administrasi publik suatu pemerintahan ( lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif) dalam kaitannya dengan hal tersebut adanya
pertanggung jawaban terhadap tiap tindakan, produk, keputusan dan
kebijakan termasuk pula didalamnya administrasi publik pemerintahan
dimana adanya pertanggungjawaban dari pemerintah daerah ke
pemerintah pusat.
· barang publik : barang yang memiliki sifat non-rival dan non-eksklusif. Ini
berarti: konsumsi atas barang tersebut oleh suatu individu tidak akan
mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk dikonsumsi oleh
individu lainnya; dan noneksklusif berarti semua orang berhak
menikmati manfaat dari barang tersebu
· kebijakan moneter : kebijakan yang diarahkan untuk mengontrol
permintaan uang dan perbankan
· kebijakan fiskal : menggunakan pajak dan pembelanjaan pemerintah
untuk tujuan untuk memelihara tiadanya pengangguran dan inflasi
yang rendah. distributif
· Efisiensi : terkait pada kegunaan pemaksimalan serta pemanfaatan
seluruh sumber daya dalam proses produksi barang dan jasa.
· Intervensi
:
campur
tangan
yang
berlebihan
dalam
urusan
politik,ekonomi,sosial dan budaya
· Desentralisasi : penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri
berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka
negara kesatuan Republik Indonesia.
· Redistribusi
pendapatan
:
praktek
yang
dirancang
untuk
tingkat pendapatan di masyarakat melalui pengalihan pendapatan dari
orang kaya kepadaindividu-individu miskin, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
· Pengeluaran pemerintah menurut Arthur Goldsmith. (2008), menyatakan
bahwa peningkatan belanja pemerintah dapat memperluas permintaan
agregat dalam jangka pendek tetapi juga dapat meningkatkan tingkat
suku bunga sehingga akan menurunkan investasi swasta dalam
jangka panjang. Belanja pemerintah dibagi menjadi dua komponen:
konsumsi masyarakat dan investasi publik
BAB XIII
DAFTAR PUSTAKA
Bahl R, Linn J.1992.Urban PublicFinance in Developing Countries.New
York: Oxford University Press.
Brennan,
G
dan
J
Buchannan.1980.The
Power
to
Tax,New
york:Cambridge University Press
Imawan,
Risnanda.
2005.
Desentralisasi,
Demokratisasi,
dan
Pembentukan Good Governance, dalam Desentralisasi dan Otonomi Daerah:
Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Editor:
Syamsuddin Haris, Jakarta: LIPI Press.
Litvack & Seddon, dalam Sadu Wasistiono. 2005. Desentralisasi,
Demokratisasi, dan Pembentukan Good Governance, dalam Desentralisasi dan
Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan
Daerah. Editor: Syamsuddin Haris, Jakarta: LIPI Press.
Fischel M.1992 Property taxation and the tiebout model: evidence for the
benevit view from zoning and voting.J Econ Lit 30 : 171-177
Hindrics Jean dan Gareth D. Myles.2004.Intermediete Public Economic.
Howard Michael.2001.Public Sektor Economic.Canada: University of
West Indies Press. Instrumen fiscal hal : 8.
I. Robbin Donijo.2005. handbook of public sector economy.Uited States of
America :CRC press
Mieszkowski P, Zodrow G.1989. Taxation and the tiebout model: the
differential effects of head taxes, taxes on land,rents and property taxes. J econ
Lit 27: 198-1146
Myles,Gareth
D.2002.public
economi.United
Kingdom:
Cambridge
University Press
Oates W.E. 1972.Fiscal Federalism,New York:Harcout Brace Jovanovich,
academic Press
Oates, W.E. and J. Wallis.1998 “ Decentralization in the public sector: an
empirical study and local government”. In Fiscal Decentralization: Quantitative
Studies, H.S Rosen (ed.), Chicago: University of chicago press.
Oates W. An essay on fiscal federalism.J econ lit 37: 1120-1149,1999.
Public finance
Panizza, U. 1999 “ on the determinant of fiscal centralization theory and
evidence “, journal of public economic,74,97-193.
Rudini, 1995. Otonomi Daerah sebagai Otonomi Nyata dalam Perspektif
Ekonomi dan Politik, dalam Otonomi Daerah: Peluang dan Tantangan. Disusun
oleh Tim Suara Pembaruan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Waluyono,
Pertumbuhan
Joko.
Ekonomi
2007.
dan
Dampak
Ketimpangan
Desentralisasi
Pendapatan
Fiskal
terhadap
antar-Daerah
di
Indonesia. Parallel Session IA: Fiscal Decentralization, Kampus UI-Depok.
http://cetak.kompas.com/read/2011/09/14/04571945/desentralisasi.belum.efektif
http://www.scribd.com/doc/2205421/25/B-A-B-XXV/dasar-dasarkeuangan
http://www.scribd.com/doc/54140828/Desentralisasi-Fiskal-Di-Indonesia
Download