MATERI KULIAH BAJA 1 ( SP5124) – 3 SKS Jurusan Teknik Sipil – ITN Malang Dosen Pembina : Ir.Sudirman Indra,M.Sc Methode Analisa, dengan Methode ASD dan LRFD Refrensi : 1. Struktur Baja Perilaku,Analisa &Design AISC 2010 edisi ke 2 2. Struktur Baja dengan penekanan pada metode LRFD jilid 1 dan 2 G.Salmon 3. Perencanaan Struktur baja dengan metode LRFD . Agus Setiawan 4. SNI 1729 – 2015 Tata cara perenc Bja untuk Gedung, dan Tabel baja, dan refrensi baja yang lain2. BAB II STRUKTUR RANGKA 2.1. PENGERTIAN STRUKTUR RANGKA Yang konstruksi batang. tahan dimaksud pendukung Dan bentuk bentuk, dan dengan yang segitiga rangka terdiri ini titik-titik yaitu suatu dari segitiga dipilih berhubung dimana batang itu bertemu dipandang sebagai engsel. Suatu rangka dapat statis tidak tertentu, hal ini tergantung banyaknya batang dan juga titik simpul. pada Konstruksi menjadi statis tertentu bila: S = 2 n – 3 dimana S = banyak batang dan n = banyak titik simpul. Untuk batang dapat Konstruksi dihitung statis dengan atau dengan diagram Cremona. tertentu cara gaya-gaya Ritter, Culman, 2.2. BENTUK RANGKA BAJA Dalam penentuan bentuk rangka suatu konstruksi pada dasarnya adalah tergantung pada tujuannya dan fungsinya, seperti dimana kalau datar, maka (gambar kita dapat 2.1). pada gambar-gambar memerlukan dibuat Jika pinggir gelagar rangka itu dibawah ini atas yang sejajar seperti diperlukan untuk kuda-kuda maka pinggir atas mengikuti bidang atap, sedang pinggir bawah bisa dibuat datar. Tinggi rangka untuk gelagar-gelagar sejajar atau yang hampir sejajar dibuat 1/8 - 1/12 kali batang (L). Beberapa bentuk type rangka baja antara lain : H L Gambar 2.1 Bentuk Atap Datar Gambar 2.2 Kuda-kuda Inggris dengan diagonal tekan Gambar 2.3 Kuda-kuda Polonceau rangkap Gambar 2.4 Kuda-kuda berpetak ( tepi terputus ) Kuda-kuda level 2.3. KONSTRUKSI ATAP Pada kuda – kuda baja maka konstruksi penutup atap bisa terdiri dari : 1. Genteng dengan sudut kemiringan ( ά minimum = 30° ) 2. Penutup dari sirap ( ά minimum = 10° ) 3. Penutup dari seng bergelombang ( ά minimum = 10° ) 4. Penutup dari eternit bergelombang PERLETAKAN GORDING Eternit gelombang daripada seng sifat menyekatnya gelombang dan lebih tidak baik membutuhkan pemeliharaan, dan kejelekannya adalah, bahwa platplat ini pemasangan tidak dan tahan tumbukan pengangkutannya maka harus dari hati itu hati, untuk pemasangannya hampir sama dengan seng. 2.4. BATANG TARIK Batang tarik mungkin merupakan elemen yang paling sederhana perencanaannya dibandingkan dengan elemen lainnya. Sebab pada umumnya akibat beban yang bekerja sentris, tegangan merata pada seluruh penampang, dan instabilitas bukanlah problem dominan yang harus dipertimbangkan. Pembuatan lubang untuk penyambungan pada batang tarik mengakibatkan berkurangnya luas penampang batang. Hal ini harus diperhitungkan pada perencanaan. Sehingga persyaratan keamanan struktur yang diberikan dalam LRFD (RSNI-T-03-2005 ) adalah : t.Tn Tu .....................(2.1) Dimana : t = factor resistensi yang berkaitan tarik Tn = kekuatan nominal batang tarik Tu = beban terfaktor pada batang tarik dengan kekuatan Kekuatan desain t . Tn menurut LRFD lebih kecil dibanding dengan yang didasarkan pada pelelehan pada penampang bruto : t . Tn = t . Fy . Ag = 0,90 . Fy . Ag (0,9 = Faktor reduksi kuat tarik leleh) Atau pada retakan pada penampang bersih/berlubang : t . Tn = t . Fu . Ae = 0,75 . Fu . Ae (0,75 = Faktor reduksi kuat tarik fraktur) Dimana : Ag = Luas Penampang kotor Ae = Luas penampang bersih Fy = Tegangan leleh baja Fu = Tegangan tarik putus 2.5. BATANG TEKAN Batang tekan adalah batang yang menderita atau mendukung suatu gaya tekan baik secara sentris maupun secara eksentris sehingga batang tersebut hanya menderita gaya aksial atau kombinasi antara gaya aksial dengan momen. Dalam perencanaan suatu adalah peristiwa kearah sumbu batang tekuk. yang tekan yang perlu Batang tekan yang akan jari inersia mempunyai jari – diperhatikan menekuk yang terkecil. Dan gambar di bawah ini digambarkan macam – macam kedudukan tekuknya. batang tekan yang berhubungan dengan panjang Gambar 2.5 Kondisi kedudukan batang tekan c . Pn Pu Dimana : c = 0,85; factor resistensi untuk batang tekan Pn = kekuatan nominal batang tekan Pu = beban layan terfaktor Kekuatan nominal Pn dari batang tekan adalah : Pn = Ag . Fcr Dimana : Ag = luas penampang bruto batang tekan Fcr = tegangan kritis Nilai Fcr tergantung pada halaman 15) sebagai berikut : parameter λc (RSNI-T-03-2005 1. Untuk λc ≤ 1,5 Fcr = 2 λ (0,658 𝑐) Fy 2. Untuk λc > 1,5 𝐹𝑐𝑟 = 0,887 2 λ 𝑐 Fy Untuk memberikan keamanan batang dari bahaya tekuk maka LRFD memberikan spesifikasi tersendiri kerampingan. (RSNI-T-03-2005 halaman 15) 𝐾. 𝐿 λc = 𝑟 𝐾.𝐿 𝑟 = rasio kerampingan efektif K = factor panjang efektif L = Panjang batang 𝐹𝑦 𝜋2. 𝐸 untuk parameter r = radius girasi 𝐼 𝐴𝑔 ry = radius girasi 𝐼𝑦′ 𝐴𝑔 rx = radius girasi 𝐼𝑥′ 𝐴𝑔 I = momen inersia E = modulus elastisitas baja 2.6. BALOK LENTUR Istilah balok lentur umumnya merujuk struktur yang ditempatkan secara horizontal, dan dibebani pada arah vertical, tegak lurusnya. Jika pembebanan relative kecil, mekanisme lentur tidak mengubah konfigurasi bentuk balok secara permanen. Jadi ketika bebannya hilang, balok akan kembali pada kondisinya yang semula. Jika itu terjadi maka perilaku yang dimaksud disebut elastis. Persyaratan kekuatan untuk balok pada desain faktor beban dan resistensi menurut LRFD dapat dinyatakan sebagai : b . Mn Mu Dimana : b = 0,90; faktor resistensi untuk batang lentur Mn = kekuatan nominal batang lentur Mn = kekuatan momen nominal batang lentur Mu = momen beban layan terfaktor Klasifikasi Bentuk AISC mengklasifikasikan bentuk penampang sebagai kompak, non-kompak, dan langsing tergantung rasio harga lebar-tebal. • Jika λ ≤ λp, penampang adalah kompak • Jika λp < λ ≤ λr , penampang adalah nonkompak ; dan Jika λ > λr , penampang adalah langsing PENAMPANG KOMPAK Kekuatan nominal Mn untuk “penampang kompak” yang secara lateral stabil menurut LRFD dapat dinyatakan sebagai: Mn = Mp Dimana : Mp = kekuatan momen plastic = Z.Fy Z = modulus plastic (profil) Fy = tegangan leleh yang ditentukan PENAMPANG NON-KOMPAK Kekuatan nominal Mn untuk “penampang kompak” yang secara lateral stabil menurut LRFD dapat dinyatakan sebagai: Mn = Mr = ( Fy – Fr )S Dimana : Fr = tegangan sisa Fy = tegangan leleh yang ditentukan S = modulus penampang Gambar 2.6 Modulus Penampang Perbagai Tipe Profil Simetri BAB III PERENCANAAN KONSTRUKSI KUDA-KUDA Dalam bab ini perencanaan, penulis guna mencoba memberi mengambil penjelasan dalam konstruksi kap baja. 1. DATA PERENCANAAN Kuda – kuda type inggris • Lebar bentang ( L ) • Panjang bangunan = 10 meter = 25 meter • Jarak kuda – kuda = 5 meter • Kemiringan atap ( ά ) = 20º • Tekanan angin rencana (σt) = 1400 kg/cm² suatu contoh perencanaan α λ L Kuda-kuda Gording l1 l1 l1 l1 Gambar 2.6 Bentuk Kuda-kuda dan denah tampak atas 2. DIMENSI GORDING Perhitungan Jarak gording α A C ά = 20° AB = 1,66 m . cos ά = AB/A’ B λ = 1,66 A’ , = , = 1,76 Pembebanan Gording Berat gording ditaksir = 10 kg/m Maka berat gording ditaksir ( G1 ) = 10 . 5 = 50 kg = 10 kg/m² Berat atap seng ( BWG 24 ) Maka berat atap ( G2 ) = 10 . 1,76 . 5 = 88 kg Jadi beban mati ( G ) = G1 + G2 = 50 + 88 = 138 kg Perhitungan Tekanan Angin Koefisien Angin Tekan ( C ) = 0,02 . ά – 0,4 Koefisien Angin Hisap ( C ) = -0,4 Sehingga tiap titik simpul menerima beban angin tekan Perhitungan Momen Pada Gording Dari gambar bidang momen diambil akibat momen yang terbesar (Mmax), dimana : (Mmax) = M2 = M8 = 0,105 q · l² Dimana q = Q/1 Qu = q · l Mx = 0,105 · Qu· . l = 0,105 · 223,639 · . 5 = 117,41 kgm My = 0,105 · 81,398 · 5 = 42,73 kgm Momen tahanan W = M/σ 𝝈 𝒎𝒂𝒙 = σ = M/W 𝑴𝒙 𝑴𝒚 ± < 𝝈𝒕 𝒓𝒖𝒎𝒖𝒔 𝒉𝒖𝒌𝒖𝒎 𝑯𝒐𝒌𝒆 𝑾𝒙 𝑾𝒚 dimana : Wy = 1/8 · Wx Wx perlu = Dipakai baja [10] Wx + 41,2 cm³ > Wx perlu Wy = 8,49 cm³ , Ix = 206 cm4 , Iy = 29,3 cm4 , G = 10,6 kg/m Kontrol lendutan : f ' = 1/400 · L Ftengah = Potma halaman 106 dimana : k1 = 3,07 ; k2 = 0,72 ; k3 = 1,5 (Q) dalam ton dan (l) dalam meter fx = = 0,415 fy = = 1,06 fm = = 1,137 fm/1 < 1/400 1,383/500 < 1/400 L (memenuhi) Apabila dalam hal pengontrolan lendutan ternyata difleksi yang timbul tersebut lebih perlu besar diatasi dari dengan yang diijinkan memasang maka trekstang hal atau batang penguat dengan diameter ¼″. Guna memperkecil yang ada, dan selanjutnya diadakan suatu pengontrolan sehingga lendutan diijinkan. yang timbul menjadi lebih kecil dari yang 3. FORMULASI DIMENSI BATANG TARIK Contoh : Misal dari hasil analisa program STAAD PRO V8i didapat gaya aksial terfaktor Tu = ………………kg - Rencanakan dimensi batang tarik ! - Kontrol kekuatan desain ! Penyelesaian : - Direncanakan dimensi batang tarik dengan profil L 45.45.5 Factor beban untuk baja = 1,1 A = 4,30 cm2 H = 45 mm Ix = 7,83 cm4 tw = 5 mm Iy = 7,83 cm4 e = 1,28 cm B = 45 mm Syarat kekakuan nominal batang tarik berdasarkan LRFD, φc . Tn ≥ Tu Dimana : c = faktor resistensi yang berkaitan dengan kekuatan tarik Tn = kekuatan nominal batang tarik Tu = beban layan terfaktor Dari hasil analisa STAAD terfaktor Tu = 312049.39 kg PRO v8i didapat gaya aksial Adapun perhitungan dimensi batang tarik sebagai berikut : Luas nominal pelat : An = Ag – ( lebar lubang baut x tebal web ) = 4,30 – ( 1,4 x 0.5 ) = 3,6 cm2 Proses Aduk (Proses ini ditemukan pada th 1784) Dimana besi yang dihasilkan dinamakan besi cor, dan ini merupakan proses yang lama dan dari hasil proses ini bisa dinamakan besi tempa. 1.3 . SIFAT-SIFAT BAHAN BAJA Dari beberapa proses pembuatan baja maka dapat diketahui secara umum mana sifat-sifatdari umum dari baja sifat-sifat baja, tergantung yang dari dari mana baja, yang sifat-sifat beberapa faktor antara lain, (1). Tergantung dari cara melebur, (2). Tergantung dari macam dan banyaknya campuran logamlogam (3). Tergantung dari cara mengerjakannya. Dari sifat-sifat struktur dapat harus memberikan umum tersebut memiliki diatas sifat-sifat jaminan kekuatan maka baja utama, guna untuk melayani beban dan aksi lain yang timbul pada suatu struktur. Karena pada dasarnya baja tekan, maka sifat-sifat kuat utama menahan dari tarik baja dan struktur harus tidak boleh menyimpang dari kelakuan dasarnya yang mana, sifat-sifat dari baja yaitu : 1. Keteguhan (Solidity) tegangan-tegangan mulai berlangsung, dalam ini yaitu, dimana berarti batas dari perpatahan daya lawan baja terhadap tarikan,tekanan, dan lentur. 2. Elastisitas (Elastisity) adalah kesanggupan untuk dalam batas-batas pembebanan tertentu, dan apabila sesudahnya pembebanan ditiadakan, kembali pada bentuk semula. 3. Kekenyalan Atau Keliatan (Tenacity) merupakan kemampuan baja untuk menyerap energi mekanis atau kesanggupan untuk menerima perubahan- perubahan bentuk yang besar tanpa menderita kerugian yang berupa terlihat pendek sebelum cacat-cacat dari luar, patah, atau dan masih kerusakan dalam bisa jangka merubah bentuknya dengan banyak. 4. Kemungkinan di Tempa (Malleabilty), dalam keadaan merah pijar baja menjadi lembek dan - plastis tanpa merugikan sifat-sifat keteguhannya sehingga dapat dirubah bentuknya dengan baik. 5. Kemungkinan di Las (Weldability), sifat dalam keadaan panas dapat digabungkan satu sama lain dengan memakai atau tidak memaikai bahan tambahan, tanpa merugikan sifat-sifat keteguhannya. 6. Kekerasan (Hardnees), adalah kekuatan melawan terhadap masuknya benda lain kedalamnya. Dari sifat-sifat kepentingan utama perencanaan yang dimiliki struktur dittapkan baja, yaitu modulus elastisitas baja E = Poison ratio baja, untuk konstanta 2,1 . 106 Kg/Cm 2 v = 0,30 E Modulus elastisitas geser G = 2 ( 1 v ) -6 o Koefisien pemuaian linier αt = 12 x 10 per C Dan untuk mengetahui lebih lanjut tentang sifat-sifat dari baja maka percobaan tarik, dilakukan dapat ulur. kita dan harus dari digambarkan mengadakan percobaan- percobaan-percobaan yang dinamakan yang diagram DIAGRAM TEGANGAN ULUR Gambar No. 3 Diagram Tegangan Ulur Kondisi baut putus Pada percobaan dimana pembebanan ditingkatkan dari nol terus menerus sampai batang percobaan putus. Dimana pada sumbu vertikal ditempatkan besarnya tegangan yaitu 1 = P/F dan 2 = P/F2 dan seterusnya, sedangkan pada sumbu horisontal merupakan besarnya penguluran spesifik yang terjadi dimana penguluran Pengertian lebih lanjut 1 1 / E L1/L tentang gambar N0.3 adalah sebagai berikut : Pada garis 0 – P merupakan garis lurus titik P = batas sebanding itu adalah garis lurus maka tetap konstan, 2.100.000 Kg/Cm2. proposional dan nilai misal ----- E = modulus untuk (sebanding) baja σ/ε . yang Karena Elastisitas Fe.37 maka (E) = E = Dimana P disebut juga tegangan atau keteguhan proposional. Titik P – E, mulainya penguluran dimana sifat dari baja ini jika mendapat beban tambahan akan mengulur, dan bila regangan Belanda), beban dilepas sebesar sampai akan mendapat ε 1/10.000 1/100.000 ( perpanjangan (menurut peraturan menurut peraturan Internasional ). Titik E – mengakibatkan Va, yaitu terjadinya titik lumer penguluran atas yang yang lebih cepat. Titik Va – Vb, yaitu akan lebih cepat lagi mengulur, sehingga pada titik lumer tanpa pembebanan baja akan mengulur dan bila diberi beban tambahan maka batang percobaan tersebut akan putus. Oleh karena akibat suatu pertambahan panjang (∆L) maka luas penampang (F) akan lebih kecil dan akan berubah. Dari diagram gambar tersebut diatas dapat ditarik suatu kesimpulan dimana ; Daerah I = daerah elastis (E), dan Daerah II = daerah plastis (PL), yaitu merupakan ukuran untuk daya kerja dari batang, sedangkan Daerah III = daerah penguatan dengan batasbatas bcCVb. Sehingga dari gabungan Daerah II dan III, luas bidang σB . R memberikan yaitu yang disebut angka Kwalitas Tetmayer. Dimana R = penguluran putus, L/L . 100% (untuk Fe.37 VOSB ----- R ≥ 27%. Sedangkan maksud dari Angka Kwalitas Tetmayer, yaitu menentukan apakah bahan bangunan atau baja cukup ulet sebagai bahan konstruksi. Dan jika tersebut B itu besar maka bahan tersebut bersifat ulet. Dari tinjauan sifat-sifat umum maupun sifat yang utama dari baja, maka ada beberapa keuntungan maupun kerugian dari baja sebagai bahan konstruksi antara lain sebagai berikut : Keuntungan Bahan Baja Sebagai bahan Konstruksi : (1). Beratnya (berat sendiri) kecil, (2). Mudah diubah, mudah diperkuat, mudah dirombak atau dipindahkan. (3). Pada perombakan baja masih bisa dipergunakan. Karena pekerjaan penting dilakukan dalam bengkel, (4). Pada tempat pembangunan diperlukan waktu yang pendek dengan sedikit pekerja yang terampil. Sedangkan Kerugiannya Adalah : (1). Tidak konstruksi seperti tahan yang misalnya terhadap menyokong konstruksi karat, menjadi menara lebih-lebih terjadinya air yang pada karat, terkena pengaruh udara lua, uap air, air embun, uap-uap asam dan lain sebagainya. (2). Tidak tahan terhadap bahaya kebakaran, dibakar, walaupun tetapi baja sifat-sifat itu sendiri keteguhannya tidak dapat akan hilang pada suhu yang tinggi. Dan daya muatnya pada 500oC akan turun kira-kira seperdua. 1.4. TEGANGAN LELEH DAN TEGANGAN DASAR Tegangan leleh dan tegangan-tegangan dasar dari bermacam-macam baja bangunan dapat dilihatpada tabel No.1 yang tergantung dari jenis atau mutu baja yang dipakai. Yang dimaksud dengan leleh σ1 ialah tegangan yang menyebabkan regangan tetap sebesar 0.2 %. Macam Baja sebutan LAMA BARU St.33 Fe.310 St.37 Fe.360 St.44 Fe.430 St.52 Fe.510 Tegangan Leleh σl kg/cm2 MPA 2000 200 2400 240 2800 280 3600 360 Tegangan Dasar σa KG/CM2 MPA 1333 133.3 1600 160.0 1867 186.7 2400 240.0 1 MPA = 10 Kg/Cm2 . (Mpa) = Mega Pascal Tegangan Putus dan leleh Struktur baja brdasarka mutu SNI 03-1729-2002 Dimana harga-harga tegangan yang tercantum pada tabel No.1 adalah untuk elemen-elemen baja yang tebalnya kurang dari 40 mm. Sedangkan untuk elemen baja yang tebalnya lebih dari 40 mm, tetapi kurang dari 100 mm, harga-harga pada tebal No.1 harus dikurangi 10%. Untuk dasar perhitungan tegangan-tegangan diizinkan pada suatu kondisi pembebanan tertentu, dipkai tegangan dasar yang besarnya dapat dihitung dari persamaan a l : 1,5. 1.5. PERATURAN DAN SPESIFIKASI YANG DIPAKAI Perencanaan menunjukan struktur perkembangan baja dan di Indonesia peningkatan yang telah cukup pesat mengikuti kemajuan dibidang teknologi konstruksi. Sebelum lahirnya peraturan perencanaan bangunan baja di Indonesia (PPBBI – 1983), di Indonesia sudah dikenal adanya peraturan atau spesifikasi untuk perencanaan struktur baja antara lain dikeluarkan oleh AISC, dan AASHTO berarti ( keduanya dengan spesifikasi AISC dari Amerika), terbitnya dan PPBBI AASHTO akan – tidak tetapi 1983, berlaku tidak kemudian lagi di Indonesia, sebaliknya justru merupakan bahan studi yang menarik bagi teknisi dan paktisi untuk mengkaji sejauh mana persamaan dan perbedaan yang dimiliki, dan faktor- Faktor apa saja yang menyebabkan adanya perbedaan tersebut, dalam kaitannya dengan ketiga peraturan dan spesifikasi hanya tersebut. menekankan pada Namun pada perencanaan diktat baja beberapa I ini sambungan struktur baja, untuk menambah wawasan perencanaan pada aplikasinya bagi mahasiswa jurusan teknik sipil. Dua Filosofi Design Pada Konstrksi Baja Metode ASD dan LRFD adalah dua metode yang sama’ dipakai oleh AISC (American Isntitute of Steel Construction) dan juga oleh ACI (American Concrete Institute). Hanya ASD sudah mulai ditinggalkan dan LRFD lebih banyak dijadikan acuan oleh kedua lembaga karena asumsi’ yang dipakai lebih bisa diterima logic-nya. • Secara garis besar, filosofi ASD adalah sebagai berikut: • Konsep ASD (Allowable Stress Design) adalah beban (atau tegangan) yang terjadi harus lebih kecil dari beban (atau tegangan ijin. Beban (atau tegangan) yang terjadi dihitung berdasarkan pada beban yang terjadi pada struktur atau member (coba bandingkan dengan metode LRFD) dan beban (atau tegangan) ijin didapat dari kekuatan maksimum material dibagi dengan safety factor. • Sedangkan filosofi LRFD (Load Resistance Factor Design) berkembang seiring ilmu bidang keengineeringan. • Beban yang dipake pada LRFD adalah beban yang telah dikalikan dengan suatu Load Factor tertentu yang didapat dari penelitian secara statistik (nilainya selalu>=1.0). • Misal ada kombinasi beban dengan 1.4xDead Load + variasi (ketidaktentuan) beban hidup adalah lebih besar hidup dikalikan dengan factor1.6, sedangkan beban mati hanya dikalikan dengan factor1.4. Demikian juga dengan kekuatan dari material/member/struktur perlu dilakukan fabrikasi/instalasi dsb. • Ya.. namanya factor reduksi, ya nilai selalu <1.0 • Kalo dibikin formula kurang lebih begini: • Load Factor x beban <= Reduction Factor x beban ijin • dengan Load Factor >=1.0 • Reduction Factor <1.0 • Metode LRFD dianggap lebih logis karena penentuan faktor pembebanannya berdasarkan probabilistik sehingga diperoleh faktor bebannya 1.4 untuk dead load dan 1.6 untuk life load. demikian juga untuk reduction factor nya diperoleh dari probablistik sehingga diperoleh 0.85. BAB II PERENCANAAN SAMBUNGAN DENGAN BAUT DAN PAKU KELING II.1. SAMBUNGAN BAUT DAN PAKU KELING Sambungan – sambungan dalam struktur baja, biasanya dibuat dengan alat penyambung (baut dan paku keling) atau las. Sambungan baut dan paku keling akan dibahas pada sub bab berikutnya. Kondisi Baut Akibat tarik dan geser Alat penyambung Konstruksi a.Paku Keling b. Baut c.Las 10/5/2014 Baut Mutu Tinggi Baut Mutu Tinggi (High Strength Bolt) Ada dua jenis baut mutu tinggi yang ditetapkan ASTM yaitu A325 dan A490. Baut A325 terbuat dari baja karbon sedang dengan kekuatan leleh (yield strength) dari 560 sampai dengan 630 MPa, sedangkan baut A490 terbuat dari baja alloy yang mempunyai kekuatan diameter leleh mendekati 790 sampai dengan 900 MPa (Catatan : tergantung juga ukuran). Gambar 2. 2 Baja Profil I Baja Profil siku (L) Contoh profil baja canai dingin (cold rolled), tebal profil < 1 mm (0,60 mm dan 0,8 mm), dinamai juga baja ringan. Sumber : Brosur prima truss. II.2. PAKU KELING Bila kita mempelajari tentang paku keling, maka sejak dari dahulu hanya paku keling dan baut sekrup yang dipergunakan sebagai alat penyambung dalam bangunan baja. Dewasa ini paku keling untuk sebagian telah terdorong oleh las elektrik. Sambungan mempunyai banyak keuntungannya, akan tetapi ada pula beberapa kekurangannya bila dibandingkan paku keling. Paku keling tak akan terdorong seluruhnya oleh las listrik, paku keling dan sambungan las masing-masing dapat dipergunakan pada lapangan istimewa. Sedangkan pada sambungan dibedakan menjadi 2 bagian yaitu : paku keling dapat 1. Paku Gaya yaitu : Paku yang berfungsi untuk memindahkan gaya-gaya dari bagian konstruksi yang satu pada konstruksi yang lainnya, seperti sambungan las dan lain sebagainya. 2. Paku Lekat yaitu : Paku yang hanya berfungsi untuk melekatkan bagian-bagian kontruksi tanpa memindahkan gaya-gaya sperti pada pelat pengisi. II.3. SYARAT-SYARAT PENEMPATAN PAKU KELING Dalam maka ada perencanaan beberapa sambungan persyaratan dengan untuk paku menempatkan keling sebagai berikut : Dimana ; t = 3d – 7d dan a = 1,5d – 3d t = Jarak paku yang satu dengan paku yang lainnya. A = Jarak paku sampai ke tepi. keling paku Ada dua jenis sambungan yang digunakan dengan paku keling antara lain : 1. Sambungan teriris tunggal dengan satu bidang geser. 2.Sambungan teriris ganda dengan dua bidang geser. Gambar No. 5 • Tumpu ber potongan tunggal F = d . S. I ber potongan double F = d. S1 . 2 Jumlah paku yang dibutuhkan - N geser = atau = = 4 4 - N tumpu . d2. . d2. = d.s. . 1 = .......... Kg .2 tp = .......... Kg = .......... Kg Dan dari kedua n tersebut diambil yang terkecil. Jadi kebutuhan paku n = P ....... pk N terkecil Sedangkan pada perhitungan banyaknya paku didasarkan atas pertimbangan terhadap tekanan tumpu atau gaya desak dan gaya geser yang diijinkan. Dan dari kedua hasil perhitungan tersebut diambil gaya yang terkecil diantara keduanya, sehingga dapat menghasilkan jumlah paku yang lebih banyak. Tinjauan terhadap geser : Berpotongan tunggal --------- Fg π / 4 . d 2 . 1 Dan Gaya geser yang bekerja π . d2 Ng . τ 4 Cm2 kg Berpotongan ganda 2 ----------- Fg π / 4 . d . 2 Dan Gaya geser yang bekerja Cm2 π . d2 Ng 2 . . τ 4 kg Tinjauan terhadap tumpuan atau desakan : Berpotongan tunggal ---------- Ft d . s . 1 Cm 2 ---------- Ft 2 . d . s1 Cm 2 Nt d . s . tp Cm 2 Berpotongan ganda Dan gaya tumpu yang bekerja Dari gaya geser (Ng) dan gaya tumpu (Nt) yang didapatkan dambil gaya yang terkecil kebutuhan paku yang diperlukan (n) = P/N terkecil = ....Pk guna perhitungan jumlah BAB III APLIKASI PERHITUNGAN KONSTRUKSI III.1. PERHITUNGAN PELAT Dalam aplikasi perhitungan seperti dibawah ini mencoba mengambil suatu permasalahan, seperti kasus pada pelat yang akan disambung. Contoh ; Diketahui dua buah batang pelat yang masingmasing tebalnya (s) = 10mm, dan akan dismbung satu sama lain dengan dua pelat penyambung. Besarnya gaya tarik yang dipikul (P) = 25,7 ton. Diminta rencanakan : 1. Banyak paku keling yang diperlukan, dan rencanakan sambunga tersebut. 2. Lebar teoritis dari batang yang disambung. 3. Tebal pelat penyambung (S1). Bila tegangan tarik baja ( σt ) = 1400 Kg/Cm2 tp = 0,8 . = 1,6 . t t Penyelesaian : Perhitungan jumlah baut menurut ASD τ 0,8 . σt 0,8 . 1400 1120 kg/Cm 2 tp 1,6 . σt 1,6 . 1400 2240 kg/Cm 2 Penentuan diameter ( d ) paku keling Untuk s 11 mm - - - - - - d 2 . s Untuk s 11 mm - - - - - - d 1 / 2 . s 16 mm atau d 0,7 . s 13 mm Perhitungan jumlah kebutuhan Paku Keling Akibat Gaya Geser n1 2 . 4 P . d2 . 25700 4 pk 3,14 2 . . 2 2 . 1120 4 Akibat Gaya Tumpu P d . s . tp 25700 6 pk 2 . 1 . 2240 n2 n2 Dengan demikian yang menentukan untuk jumlah kebutuhan paku adalah (n2) akibat gaya desak = 6 buah paku keling tiap pelat. Penyelesaian : Perhitungan jumlah baut menurut LRFD - Misal direncanakan menggunakan baut A490 dengan diameter nominal (df) = 7/8’’ = 2,222 cm. Kekuatan tarik baut, Fub = 150 ksi = 1034,25 N/mm2. Diameter lubang (db) = 2,22 cm + 0,1 = 2,322 cm Ab = ¼ . π . df2 = ¼ . π . 22,222 = 387,577 mm2 Kekuatan geser desain baut Rn = . (0,6 . Fub) . m . Ab CG.Salmon J.E ,Johnson,”Struktur Baja Desain dan Perilaku I” 1992, halaman 132 = Faktor resistansi = 0,65 Rn = Kekuatan geser desain penyambung (kg) Fub = Kekuatan tarik baut = 1034,25 N/mm2 Ab = Luas penampang baut m = Banyaknya bidang geser yang terlibat = 2 karna = 387,577 cm2 merupakan irisan ganda Maka Rn = . (0,6 . Fub) . m . Ab = 0,65 × (0,6 × 1034,25) × 2 × 387,577 cm2 = 312664,1796 N = 31266,4179 kg Kekuatan tarik desain baut Rn= . (0,75 . Fub) . Ab CG.Salmon J.E, Johnson,”Struktur Baja Desain dan Perilaku I” 1992 = Rnt = halaman 133 Faktor resistensi = 0,75 Kekuatan tarik desain penyambung (kg) Maka Rn = . (0,75 . Fub) . Ab = 0,75 × (0,75 × 1034,25) x 387,577 = 225478,976 N = 22547,8976 kg Kekuatan tumpu desain baut Rn= . (2,4 . d . tw . Fu) Perhitungan kekuatan tumpu desain pada perumusannya mempertimbangkan ketebalan plat yang akan disambung. CG.Salmon J.E, Johnson,”Struktur Baja Desain dan Perilaku I” 1992 halaman 134 = Faktor resistensi = 0,75 Rn = Kekuatan desain tumpu baut (kg) Fu = Kekuatan tarik baja yang membentuk bagian yang disambung ( Fu = 1400 kg/cm2 ) tw = Ketebalan batang yang disambung = 1 cm d = Diameter baut nominal = 2,32 cm Maka Rn = . (2,4 . d . tw . Fu) = 0,75 × (2,4 × 2.32 × 1 × 1400 ) = 5846,4 kg Rn = kekuatan (tarik, geser dan tumpu desain baut akan diambil hasil dari persamaan kuat desain baut yang nialinya yang terkecil ) Rn = 5846,4 kg Menentukan jumlah baut ( n ) : 𝑃 n= Ø Rn n= 25700 5846,4 n = 4,395 baut ≈ 5 baut Perhitungan Lebar teoritis penampang : 1. Tinjau Potongan A-A. ( b - d ) . s P / tr ( b - 2 ) . 1 25700 / 1400 - - - - - - b 20,4 Cm. 2. Tinjau Potongan B-B. ( b - 2 d ) . s 5/6 . P / tr ( b - 2 . 2 ) . 1 5/6 . 25700 / 1400 - - - - - - b 20,4 Cm. 3. Tinjau Potongan C-C. ( b - 3 d ) . s 3/6 . P / tr ( b - 3 . 2 ) . 1 3/6 . 25700 / 1400 - - - - - - b 15,2 Cm. Dengan demikian lebar toritis dari pelat tersebut adalah b = 20,4 Cm. Untuk perhitungan lebar maksimum dan minimal dari pelat tersebut maka kita tinjau potongan C – C, oleh karena potongan tersebut merupakan potongan yang kritis dalam arti jumlah paku yang terbanyak. Lebar minimal pelat - - - - b 2 . 1,5 d 2 . 3 d 18 Cm Lebar maximal pelat - - - - b 2 . 3 d 2 . 7 d 40 Cm Perhitungan tebal pelat penyambung : Perhitungan tebal pelat penyambung ( S1 ) kita tinjau potongan ( C – C ) potongan terlemah. 2 ( b - n . d ) . s1 . σtr P 2 ( 20,4 - 3 . 2 ) . s1 . 1400 25700 maka s1 0,63 Cm 7 mm. Jadi tebal pelat penyambung s1 7 mm III.2. PERHITUNGAN PAKU KELING PADA PEMBEBANAN BIASA. Pada perhitungan maka perlu ditinjau baik pembebanan konstruksi terhadap biasa ( dengan pembebanan search ), paku yang maupun keling bekerja, pembebanan bertukar ( bolak-balik ). Sebelum kita lanjutkan pada perhitungan berikutnya maka, ada beberapa tinjauan asumsi yang biasa digunakan dalam perhitungan sambungan dengan paku keling antara lain : 1. Sebuah gaya yang bekerja melalui titik berat susuanan rivet tersebut dipikul sama besar oleh masing-masing rivet. 2. Tegangan geser pada penampang sebuah paku ( rivet ) dianggap terbagi rata. 3. Setelah paku ( rivet ) dipasang, paku mengisi sepenuhnya lubang paku. Dan diameter lubang paku biasanya dibuat ± 1 mm lebih besar dari pada paku itu sendiri. Dengan adanya asumsi tersebut diatas, maka sebagai diameter ( Ø paku ) yang dipakai dalam perhitungan adalah diameter lubang ----- Ø lubang = Ø paku + 1 mm. Contoh soal : Gambar No.8 Perencanaan Sambungan. Diketahui : Suatu sambungan konstruksi seperti gambar diatas, memikul gaya tarik sebesar P = 20 ton. Data-data konstruksi adalah sebagai berikut : σtr 1400 Kg/Cm 2 0,8 . σtr σtp 2 . σtr Ditanyakan : Rencanakan sambungan tersebut, bila sambungan tersebut direncanakan 1. Dengan paku keling Ø 23 mm 2. Dengan baut Ø 5/8” 3. Baut hitam 5/8” Penyelesaian : 1. Perencanaan dengan paku keling Ø 23 mm Diameter lubang paku diambil = 23 mm + 1 mm = 24 mm. Menurut N.1055 - - - -- tr 1400 Kg/Cm 2 0,8 . 1400 1120 Kg/Cm 2 tp 2 . 1400 2800 Kg/Cm 2 Gaya geser ( Ng ) 2 . π / 4 . d2 . 2 . 3,14 . 2,4 2 . 1120 10128 Kg Gaya tumpu ( Ntp ) d . s . σtp 2,44 . 1,5 . 2800 10080 Kg Dari harga gaya geser ( Ng ) dan gaya tumpu/desak (Ntp), diambil dari gaya yang terkecil untuk menentukan jumlah paku yang diperlukan. P N tumpu 20000 n 2 pk. 10080 Jadi Jumlah kebutuhan paku n 2. Sambungan dengan baut bubut ( 5/8” = 15,87 mm ). Menurut VOSB - - - -- tr 1400 Kg/Cm 2 0,8 . 1400 1120 Kg/Cm 2 tp 2 . 1400 2800 Kg/Cm 2 1 baut - - - - - - N geser 2 . π / 4 . d 2 . 2 . 3,14 . 1,587 2 . 1120 4429 Kg N tumpu d . s . σtp 1,587 . 1,5 . 2800 6665 Kg. Jadi kebutuhan paku ( n ) P/Ng 20000/4429 5 pk 3. Dengan baut hitam ( 5/8” = 15,87 ). Menurut N.1055 - - - -- tr 1400 Kg/Cm 2 0,6 . 1400 840 Kg/Cm 2 tp 1,5 . 1400 2100 Kg/Cm 2 Kekuatan 1 baut N geser 2 . π / 4 . d2 . 2 . 3,14 . 1,587 2 . 840 3322 Kg N tumpu d . s . σtp 1,587 . 1,5 . 2100 7933 Kg Jadi kebutuhan baut - - - -- n P/Ng 20000/3322 6 baut III.3. PERHITUNGAN SAMBUNGAN DENGAN PEMBEBANAN BERTUKAR DIMANA GAYA TARIK DAN GAYA TEKAN BEKERJA SALING BERGANTIAN. Dalam suatu sambungan konstruksi yang kita rencanakan biasanya terdapat beban atau gaya yang bertukar, dimana gaya tersebut saling berlawanan arah dan bekerja saling bergantian ( kekanan dan kekiri ). Namun sebelum kita menginjak ke masalah perhitungan maka persyaratan – persyaratan letak paku keling perlu kita perhatikan, dimana dalam penentuan jarak paku keling antara yang satu dengan yang lainnya tidk boleh terlalu jauh, sebab akan terjadi tertekuknya pelat seperti gambar dibawah ini : Dimana : t = jarak paku satu dengan yang lainnya s1 & s 2 = tebal pelat rencana. Contoh perhitungan : Diketahui : Pada sambungan pelat dengan 2 baja siku 90.90.9 seperti gambar diatas, dan bekerja 2 ( dua ) buah gaya yang berlawanan arah yaitu : Gaya tarik P1 = + 39 ton Gaya tekan P2 = - 28 ton Dimana gaya tersebut bekerja saling bergantian dan sambungan dilaksanakan dengna paku keling. Diminta : Rencanakan tegangan gesernya, bila sambungan tersebut dan kontrol σtr 1400 Kg/Cm 2 0,8 . σtr σtp 2 . σtr Penyelesaian : Dalam penentuan diameter paku ada dua cara yang dapat digunakan, yaitu cara pertama adalah dengan langsung melihat pada tabel baja berdasarkan baja siku rencana Dan cara kedua adalah, secara empiris/pendekatan yaitu : Ø paku = 2 x tebal rata-rata antara pelat penyambung dengan baja siku dibagi dua ( 2 ) 15 11 paku 2 . 26 mm ( ada dipasaran ). 2 Maka diameter ( Ø ) lubang = 26 + 1 = 27 mm. Checking : a = 90 – 50 = 40 mm ≤ 1,5 d = 1,5.27 = 40,5 mm Penyelesaian : Dalam penentuan diameter paku ada dua cara yang dapat digunakan, yaitu cara pertama adalah dengan langsung melihat pada tabel baja berdasarkan baja siku rencana Dan cara kedua adalah, secara empiris/pendekatan yaitu : Ø paku = 2 x tebal rata-rata antara pelat penyambung dengan baja siku dibagi dua ( 2 ) 15 11 paku 2 . 26 mm ( ada dipasaran ). 2 Maka diameter ( Ø ) lubang = 26 + 1 = 27 mm. Checking : a = 90 – 50 = 40 mm ≤ 1,5 d = 1,5.27 = 40,5 mm ( tidak memenuhi ), maka diambil Ø paku = 23 mm ( tebal ) Diameter ( Ø ), lubang = 23 + 1 = 24 mm. Checking : a = 40 mm ≥ 1,5 d = 1,5 . 24 = 36 mm ( memenuhi ) Perhitungan kebutuhan paku keling. Ditinjau gaya P1 = 39 t ( gaya yang terbesar dalam arti absolut ) dimana paku berpotongan ganda / double. Gaya geser ( Ng ) 2 . π / 4 . d2 . 2 . 3,14 . 2,4 2 . 0,8 . 1400 10128 Kg. Gaya tumpu ( Nt ) d . s . σtp 2,4 . 1,5 . 2 . 1400 10080 Kg Dari kedua besaran gaya tersebut diatas maka yang menentukan adalah gaya tumpu ( Nt ). Jadi kebutuhan paku ( n ) = P/Nt = 39000/10080 = 4 pk Kontrol Tegangan Geser yang timbul ( ) P 28000 n ------ 2 2 2 . 3,14/4 . 2,4 . 4 2 . 3,14/4 . d . 39000 2 2 . 4 . 3,14/4 . 2,4 1078 Kg/Cm 2 500 Kg/Cm 2 Dengan demikian akibat P = 39 ton, akan terbit pergeseran dari lubang batang. Jika gaya yang bekerja berbalik menjadi 28 ton, maka tiap paku akan memiku gaya sebesar P Dimana : P 28000 7000 Kg 4 Kontrol tegangan geser : 28000 2 2 . 3,14/4 . 2,4 . 4 774 Kg/Cm 2 500 Kg/Cm 2 maka terjadi lagi pergeseran lubang kejurusan lain, dengan demikian bagian- bagian itu akan senantiasa akan bergerak kekanan dan kekiri sehinggan sambungan akan menjadi longgar menyebabkan atau dan air akan menimbulkan dapat masuk karatan pada yang akan konstruksi. Terutama konstruksi-konstruksi yang tidak terlindung oleh atap. Untuk mengatasi hal tersebut diatas maka paku keling harus diperbanyak. Jadi jumlah paku keling yang dipakai untuk mengatasi kelebihan tegangan geser yaitu : 774 Jumlah paku ( n ) . 4 7 buah paku 554 Kontrol : 28000 2 . 3,14/4 . 2,4 . 7 442 Kg/Cm 2 500 Kg/Cm 2 ( memenuhi ). Dengan demikian pergeseran hanya akan terjadi satu kali saja yaitu, kejurusan yang terbesar secara absolut. Dan angka tegangan 500 Kg/Cm2, adalah yang rata-rata dari percobaan, tetapi bila diikuti percobaan tertentu misalnya peraturan perencanaan baja jembatan ( VOSB 1938 ) maka tegangan yang diijinkan untuk bpaku dan baut dalam sambungan dari batang-batang dalam mana bekerja gaya tarik dan gaya tekan dan juga dapat bekerja momen-momen yang bertentangan untuk gaya yang terbesar ( nilai mutlaknya ) atau momen yang terbesar adalah sama seperti pembebanan biasa, maka untuk gaya yang terkecil atau momen yang terkecil yaitu diambil tidak boleh lebih dari 0,4 . tr. Jadi hanya diijinkan 0,4 . 1400 560 Kg/Cm 2 . disini untuk gaya yang terkecil Dengan cara lain : P/F1 7000 / 3,14/4 . 2,4 2 . 2 Kebutuhan Paku : n n . '/ Dengan demikian 4 . 774 / 500 7 paku jumlah paku yang dibutuhkan pada konstruksi adalah 7 buah paku. Sebagaimana disyaratkan dalam peraturan bahwa didalam satu bari paku tidak boleh lebih dari 5 paku, dan jika terpaksa sekali boleh dipasang 6 buah paku keling, dan untuk mengatasi hal tersebut diatas maka perlu digunakan baja siku penolong yang mana 4 buah paku pada baja siku induk, dan 3 paku pada baja siku penolong. III.4. PEMAKAIAN BAJA SIKU PENOLONG Dari beberapa teori yang telah kita pelajari, bahwa penempatan paku tikdak boleh lebih dari ( 5 ) buah paku keling dalam satu bari atau jika terpaksa sekali boleh 6 buah paku keling, oleh karena jika lebih dari ( 5 ), paku maka paku yang pinggir atau terjauh akan mendapat tegangan yang bear hingga meleleh. Dan untuk mengatasi hal tersebut diatas, maka perlu digunakan baja siku penolong ( keerhock steel ), yang ukurannya lazim diambil sama dengan baja siku induk. Dengan digunakan baja siku penolong tersebut, yang berarti bukan saja sambungan paku menjadi lebih baik, akan tetapi tegangan – tegangan sekunder dalam baja siku indukpun akan berkurang. Contoh Kasus Data - data konstruksi : tr 1400 Kg/Cm 2 0,8 . tr 1120 Kg/Cm 2 tp 2 . tr 2800 Kg/Cm 2 Diminta : Rencanakan hasil sambungan tersebut dan gambar hasil perhitungan. Penyelesaian : Perhitungan kebutuhan paku : n geser P 34000 2 . 3,14/4 . 2 2 . 1120 2 . / 4 . d2 . 5 buah paku n tumpu P 34000 2 . 1 . 2800 d . s . tp 7 buah paku Dengan demikian kebutuhan paku yang diperlukan = 7 pk. Seperti apa yang telah disyaratkan bila lenih dari 5 paku maka perlu dipasang baja siku penolong, dimana 4 pada baja siku induk dan 3 pada baja siku penolong. Secara praktis bahwa hasil perhitungan seperti pada gambar telah dianggap selesai sampai disini. Namun dalam pengontroloan perencanaan tegangan – perlu tegangan diadakan yang timbul suatu pada konstruksi, apakah dengan jumlah paku seperti diatas, dan besarnya momen yang timbul sudah memenuhi dengan tegangan yang diijinkan ( tegangan yang timbul sudah lebih kecil dari yang diijinkan ). pada konstruksi Pertama tentukan terlebih dahulu letak titik berat paku ( Z ), yaitu dengan membagi duabagian yang samabesar antara paku atas dan paku bawah. Jarak antara kedua garis tersebut dibagi menjadi dua bagianyang berbanding terbalik dengan jumlah paku pada baris atas dan bawah yaitu ; a a 1 3/7 . 80 34 mm 2 4/7 . 80 46 mm Kedua, tarik garis anatara paku no.5 dan 6 kepaku no.2 hingga didapatkan titik Z. Dari persilangan garis tersebut akan kita dapatkan garis sumbu X dan garis sumbu Y. Dari paku no.2 ke garis sumbu Y dan didapat jarak sebesar b dimana : b - - - -- 80/30 46/b - - - -- b 17,25 Cm. Jadi - - - - - - - - y 40 22,9 62,9 mm e 62,9 46 16,9 mm Dengan adanya exentrisitas terhadap P maka : Mu P . e 34000 . 1,69 57460 KgCm Sekarang P asli dipindahkan kegaris barat, maka masingmasing paku tersebut akan memikul gaya sebesar ∆P yang arahnya berlawanan dengan gya P. P P/n 34000 / 7 - 4857 Kg ( ) Untuk perhitungan selanjutnya dapat dibuat tabel sebagai berikut : X 2 Y 2 267,425 109,72 377,145 Untuk mengontrol kekuatan paku maka harus kita perhitungkan besarnya resultante dari masing-masing paku, akan tetapi perhitungan terlalu lama. Dengan maka cukup terhadap demikian kita titik untuk kontrol berat, mempersingkat paku oleh yang karena perhitungan letaknya paku yang terjauh terjauh terhadap titik berat akan menerima gaya yang terbesar. Sekarang kita tinjau paku no.4 dan no.7 ( paku yang terjauh ). Mu = + 57460 KgCm ---------- M rumus = -57460 KgCm. X Y 4 4 - M . y4 2 2 X Y - 57460 . ( 3,4 ) 377,145 518 Kg - 57460 . ( 10,275 ) 377,145 1566 Kg X7 518 Y7 1177 Kg - M . x4 2 2 X Y Kg P - 4857 Kg ( ) Oleh karena paku no.4 lebih besar dari pada paku no.7, maka yang menentukan adalah paku no.4 R4 ( X )2 ( Y )2 ( - 518 - 4857 ) 2 ( 1566 ) 2 5598,48 Kg Kontrol Tegangan Yang Timbul. R / F geser 5598,48 / /4 . 2 2 . 2 446 Kg/Cm 2 1120 Kg/Cm 2 R / F tumpu 5598,48 / 2 . 1 2799 Kg/Cm 2 τtp ( memenuhi ) Dengan demikian konstruksi tersebut cukup kuat ( aman ) III.5. ENGSEL ( SENDI ) – GERBER. Seperti pada gambar dibawah ini, digambarkian suatu gording yang dibuat sebagai suatu gelagar – Gerber, yang direncanakan sebagai sebuah engsel pada sambungan. A. Gording terputus – putus, sebagai balok atas dua perletakan. Keuntungan : - Statis tertentu, tidak peka terhadap peurunan perletakan yang tidak sama. Kerugian : - Dimensi baloknya besar. B. Gording balok menerus atas beberapa penggung. Keuntungan : - Balok dapat lebih ringan Kerugian : - Statis tak tentu, penurunan penanggungan yang didak sama. peka ter terhadap C. Gording menurut sistem Gerber. Keuntungan : - Statis tertentu sehingga tidak peka terhadap penurunan penanggung yang tidak sama. - Balok dapat lebih ringan Kerugian : - Membutuhkan kostruksi khusus yaitu engsel. Perhitungan sambungan paku keling dan baut engsel yang dibebani kopel pada konstruksi gording menurut sistim gerber, diamana engsel yang dipergunakan diameter 3/4“ seperti pada contoh soal dibawah iini. Contoh kasus : Diketahui, gording menurut sistim gerber dengan ukuran profil INP 18 ( seperti pada gambar ). Diameter paku keling = 16 mm Diameter engsel = 3/4“ ( baut engsel ). Data - data paku tr 1600 Kg/Cm 2 0,8 . 1600 1280 Kg/Cm 2 tp 2 . 1600 Kg/Cm 2 3200 Kg/Cm 2 Baut engsel tr 1600 Kg/Cm 2 0,6 . 1600 960 Kg/Cm 2 tp 1,2 atau 1,5 . tr Penyelesaian : Cara I. Cara Grafis. Perhitungan paku : Pertama : Tetapkan terlebih dahulu letak titik berat (Z) dari bagian paku, sehingga didapatkan exentrisitas gaya P Kedua Mu = : Pindahkan gaya P ke titik berat (Z) P . e = 2000 . 10,5 = 21000 KgCm. Dengan Cara Grafis : Gaya yang diterima oleh paku - - - - K I1 I3 2 2 32 3,6 Cm I4 4 Cm M .1 2 I M .1 21000 . 3,6 2 3,6 2 3,6 2 4 2 I M . 12 2004 Kg 2 I K1 K3 K2 1804 Kg Akibat P ( ) - - - -- ( ) P P/n 2000/3 666,7 Kg R1 R3 2242 Kg R2 2004 666,7 1337 Kg Kontrol kekuatan paku : R 2242 2 2 . /4 . d 2 . /4 . 1,7 2 494 Kg/Cm 2 0,8 . tr R tp d . s 2242 1,7 . 0,69 1912 Kg/Cm 2 tp 2 . tr Kontrol Engsel 3/4“ ( 19,05 mm = 2,0 Cm ) P 2000 2 2 . /4 . d 2 . /4 . 2 2 319 Kg/Cm 2 0,6 . tr tp R d .s 2000 2 . 0,69 1449 Kg/Cm 2 tp 1,5 . tr Cara II. Analitis. Mu = + 21000 Kgcm -------- Mu rumus = - 21000 Kgcm X X1 2 Y 2 24 18 42 - M . ( y1 ) 2 2 X Y dan Y1 - M . ( x1 ) 2 2 X Y Sehingga : X1 = 1500 Kg Y1 = -1000 Kg X2 = Kg Y2 = Kg Y3 = -1000 Kg 0 X3 = -1500 Dengan demikian resultante paku adalah : R ( X )2 ( Y )2 dimana : (rum u s) X = Gaya yang sejajar sumbu x Y = Gaya yang sejajar sumbu y Maka R1 = 2242 Kg X2 = 1333 Kg X3 = 2242 Kg 2000 Kg Dari harga resultante ( R ) tersebut diatas maka yang menentukan adalah harga resultante yang terbesar yaitu R1 atau R3 guna mengontrol kekuatan paku terhadap tegangan yang timbul, baik tegangan geser yang timbul , maupun tegangan tumpu yang timbul. Dan cara pengontrolannya sama dengan halaman sebelumnya, dimana semua tegangan yang timbul harus lebih kecil dari tegangan yang diijinkan. Sekarang bagaimana bila gaya yang terjadi atau gaya yang bekerja membentuk suatu sudut ( miring ) seperti yang tertara dalam gambar dibawah ini : Langkah – langkah penyelesaiannya : 1. Uraikan gaya ( P’ ) tersebut menjadi gaya horisont ( PH ) dan menjadi gaya vertikal ( PV ). 2. Tetapkan (z) atau letak titik berat paku berdasarkan kedududukan paku, hingga didapatka exentrisitas paku ( e ) dari ( z ) ke ( PV ). 3. Akibat adanya suatu exentrisitas terhadap gaya ( PV ) maka gaya tersebut akn menimbulkan momen sebesar : Mu = PV . e 4. Bila gaya PV dipindahkan bekerja pada titik berat paku maka akan timbul gaya dalam paku sebesar ∆P = PV/n Begitu juga dengan PH maka ∆H = PH/n dimana ( n ) = jumlah paku keling. 5. Dengan demikian dapat dibuat suatu tabel perhitungan paku seperti biasanya untuk menghitung besarnya resultante paku yang bekerja, guna mengontrol tegangan – tegangan yang timbul pada sambunga tersebut. 6. Sedangkan pengontrolan paku dan engsel dapat dilakukan sama seperti perhingan gording sebelumnya, yang mana tegangan yang timbul harus lebih kecil dari tegangan yang diijinkan. BAB IV GELAGAR IV.1. PENGERTIAN GELAGAR Yang dimaksud dengan gelagar atau balok yaitu bagian – bagian konstruksi yang mendatar atau bagian – bagian konstruksi yang hampir mendatar, yang diberi beban lentur biasanya dibebani oleh suatu balok pada beban yang tegak lurus pada sumbu memanjang. Atau dengan kata lain, umumnya merupakan elemen struktur yang berfungsi memikul beban lentur. Dan biasanya elemen struktur ini diatur sedemikian rupa sehingga beban lentur yang diterimanya adalah beban - Lentur searah ( lentur yang terjadi pada satu bidang ). Muatan biasanya dianggap bekerja pada sher-centre ( titik pusat geser ), sehingga torsi tidak perlu diperhitungkan. Didalam kasus yang demikian, kekuatan lentur terhadap sumbu kuat bahan menjadi pokok perhatian dalam perencanaan, sehingga profil – profil yang dipilih umumnya adalah profil I atau C ( Channel ). Oleh karena bentuk-bentuk ini mempunyai perlawanan yang lemah terhadap torsi dan lentur yang tegak lurus sumbu lemah bahan, sehingga padanya dapat terjadi perpindahan lateral dan torsi meskipun pada balok tersebut hanya bekerja beban letur yang arahnya tegak lurus sumbu kuat bahan. Kejadian ini dinamakan lateral torsional buckling - atau kip, yang akan dibahas secara detail nanti pada materi baja semester VII. Dan pada bab gelagar ini akan diberikan pada mahasiswa suatu kasus mengenai sambungan suatu gelagar pada jarak tertentu dari tumpuan seperti contoh dibawah ini, sebagai suatu gambaran sederhana untuk pertinjauan terhadap permasalahan yang lebih komplek lagi. Contoh kasus : Diketahui suatu gelagar terdiri dari profil memikul beban seperti pada gambar dibawah ini : INP.55, Dimana : Beban merata ( q ) 1 ton/m Beban sendiri gelagar 0,167 ton/m Tegangan ijin baja tr 1600 kg/Cm 2 Diminta : Perhitungan dan gambar rencana bagian sambungan dengan paku keling di titik ( C ). Bila sambungan direncanakan sejarak 2m dari titik A ke titik C Dan periksa apakah sambungan yang direncanakan tersebut cukup kuat. Penyelesaian : Pembebanan : - Berat sendiri gelagar = 0,167 t/m - Beban luar merata (q) = 1,000 t/m Maka beban total ( q1 ) = 1,167 t/m + Perhitungan reaksi gelagar : MB 0 - - - - RA 1/2 . qt . L 1/2 . ( 1,167 ) . 8 4, 668 ton Gaya Desak ( D ) D RA - 2 . ( 1,167 ) 4,668 - 2,334 2,334 ton Momen Mu RA . 2 - 2 . ( 1,167 ) . 2/2 4,668 . 2 - 2,334 7,002 tm Penentuan Pelat Penyambung : 1. Pelat penyambung flens F ≥ F flens 2. Pelat penyambung badan harus dibuat setinggi mungkin tetapi masuhi dibawah pembuatan profil. Tebal pelat penyambung badan ≥ 0,7 x tebal pelat badan yaitu = 0,7 . 19 = 13,3 mm diambil 15 mm. Gaya lintang D dipikul penuh oleh pelat penyambung badan. Sehingga ∆D = D/n = 2334/10 = 233,4 Kg. Z1 Z2 MD D . 2 2334 . 36/2 42012 KgCm Momen Luar Total ( Mut ). Pemeriksaan Tegangan : Dimana, F netto = I netto = F bruto – F lubang paku I bruto – I lubang Perhitungan I bruto : - Pelat penyambung badan 2 . 1/12 . 22 . 33 2 . 22 . 3 . 29 2 100 Cm 4 111012 Cm 4 - Pelat penyambung badan 2 . 1/12 . 1,5 . 443 21296 Cm 4 I bruto 132408 Cm 4 Akibat lubang – lubang ( 4 dalam pelat penyambung dan 4 dalam pelat penyambung flens ) maka, I 4 . 2,6 . 3 . 29 2 26240 Cm 4 . ( atas dan bawah ) 4 . 2,6 . 1,5 . 17,52 4778 Cm 4 . ( kiri ) 4 . 2,6 . 1,5 . 52 390 Cm 4 . ( kanan ) I 31408 Cm 4 Perhitungan I bruto : I netto I bruto - I 132408 - 31408 101000 Cm 4 Mu 7,002 tm 700200 KgCm I netto 101000 W1 netto 3312 Cm 3 Z1 30,5 I netto 101000 W2 netto 4591 Cm 3 Z2 22 I netto 101000 W3 netto 3483 Cm 3 Z3 29 Kontrol Tegangan Yang Timbul : 1' M/W1 700200 / 3312 212 Kg/Cm 2 tr ( oke ). 2' M/W2 700200 / 4591 153 Kg/Cm 2 tr ( oke ). 3' M/W3 700200 / 3483 201 Kg/Cm 2 tr ( oke ). Kesimpulan : Melihat lebih kecil dari dari tegangan tegangan baja yang yang sambungan tersebut cukup kuat. Pelat Penyambung Flens : K F netto . 3 ( 22 - 2,6 . 2 ) . 3 . 201 10131 Kg 10131 Jadi tiap paku 1266 Kg 4 . 2 timbul diijinkan, sudah maka Pemeriksaan Paku Pada Flens : ( Berpotongan Tunggal ). 1266 1266 163 Kg/Cm 2 tp d . s 2,6 . 3 1266 1266 2 239 Kg/Cm 0,8 . tr 2 2 /4 . d /4 . 2,6 tp Jadi sambungan dari flens tersebut cukup kuat ( aman ). Pelat Penyambung Badan : I netto = I bruto - ∆I = 2 . ( 1/12 . 1,5 . 443 ) – 4 . 1,5 . 2,6 + 4 . 1,5 . 2,6 . 52 = 16128,5 Cm4 W netto Mu = I netto 16128,5 733 Cm3 . Z2 22 Mbd + ∆M ( r u m u s ) M Plat badan W netto . z 733 . 153 112149 KgCm Mu = M bd + ∆M = 112149 + 42012 = 154161 KgCm Mu + maka M r u m u s = - Untuk mengontrol kekuatan paku cukup ditinjau paku yang laetaknya paling jauh saja, seperti paku no. 1;3;8;10 2 2 X Y 405 1938 2343 Cm 2 X 1 - M . y1 2 2 X Y - 154161 . ( - 17,5 ) 2343 1152 Kg Y 1 - M . x1 2 2 X Y - 154161 . ( - 9,0 ) 2343 593 Kg Resultante ( R ). R1 ( 1152 ) 2 ( 593 233,4 ) 1418 Kg. Kontrol Tegangan Yang Timbul : tp R / F tumpu 1418 / 2,6 . 1,9 287 Kg/Cm 2 tp R / F geser 1418 / 2 . /4 . 2,6 2 134 Kg/Cm 2 ( memenuhi ) Jadi sambungan pelat penyambung badan cukup kuat. IV.2. Perhitungan Konsol : Dalam suatu ontoh analisa konsol sederhana, pada yang diklat mana ini, konsol mengambil pendek yang dihubungkan pada suatu kolom seperti pada kasus dibawah ini. Kasus Konsol : Diketahui suatu konsol pendek seperti pada gambar dibawah. Dimana konsol dibebani gaya P dengan jarak 6 cm, dari kolom baja 18. Konsol dan kolom dihubungkan dengan 8 buah paku diameter ( d ) 19 mm ( diameter sebelum dikeling ). Data konstruksi sebagai berikut : Tegangan ijin tari k baja ( tr ) 1400 Kg/Cm 2 . Tegangan ijin tump u ( tp ) 2 . tr. Tegangan ijin geser ( ) 0,6 . tr. Penyelesaian : lubang paku 19 1 mm 20 mm 2 Cm. N geser 2 . /4 . d 2 . 2 . /4 . 2 2 . 0,6 . 1400 5277,9 Kg N tumpu d . s . tp 2 . 1,4 . ( 2 . 1400 ) 7840 Kg 2 2 2 2 2 2 X Y 8 (4) 4 ( 3,5 ) 4 ( 10,5 ) 618 Cm M P . e 15 P Maka untuk meninjau gaya – gaya yang terbesar yang bekerja pada paku, maka cukup ditinjau paku yang jaraknya terjauh terhadap titik berat. V P/n M . x / 618 V P / 6 15 . P . 4 /618 0,2221 P H M . y / 618 15 . P . 10,5 / 618 0,2548 P Resultante Yang Bekerja Pada Paku : R ( V )2 ( H )2 ( 0,2221 P ) 2 ( 0,2548 P ) 2 0,338 P Dimana, resultante ini harus sama dengan kekuatan satu paku keling. Maka untuk meninjau gaya – gaya yang terbesar yang be R N geser - - - - - - 0,338 P 5277,9 Kg. Jadi P 15615 Kg. Jadi gaya yang dapat dipikul oleh konsol, Yaitu Pmax = 15615 Kg. Sedangkan tegangan maximum yang terjadi pada paku adalah tegangan geser yaitu = 0,6 . tr. Oleh gaya karena geser. paku yang menentukan adalah akibat THANKS