Uploaded by User57073

GalihHaidar KesejahteraanSosial18

advertisement
Galih Haidar
170310180055
Ilmu Kesejahteraan Sosial 2018
BANTUAN SOSIAL
“PENYELAMAT atau PETAKA?”
PENDAHULUAN
Berdasarkan data Berita Resmi Statistik, 29 April 2020 oleh The SMERU Research ,
dalam laporannya berjudul “The Impact of Covid-19 Outbreak on Poverty: An Estimation for
Indonesia” menunjukkan pelemahan ekonomi akibat Covid-19 berdampak terhadap
peningkatan penduduk miskin di Indonesia dan pada skenario terburuk, jika ekonomi
tumbuh hanya 1%, maka tingkat kemiskinan Indonesia mencapai 12,37%. Angka ini
meningkat dari 2019 yang memiliki tingkat kemiskinan satu digit sebesar 9,22%. Laporan
tersebut menjelaskan kemajuan Indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan dalam satu
dekade terakhir akan musnah. (DataBoks, 2020). Berikut data lengkapnya :
GAMBAR 1 : Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Tingkat Kemiskinan 2020
Pada 12 Maret 2020 WHO (World Health Organization) menetapkan bahwa virus
Covid-19 ini sebagai Pandemi atau penyakit yang telah menyebar ke seluruh dunia .Sejalan
dengan hal tersebut Presiden Jokowi menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional dan
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menetapkan masa ini sebagai masa
tanggap keadaan darurat bencana akibat virus Covid-19 dan menghimbau seluruh warga
negara Indonesia harus waspada (BNPB, 2020). Bantuan sosial merupakan salah satu jenis
dalam jaminan sosial (Social Security),yaitu program dari Kementrian Sosial Republik
Indonesia,yaitu berupa bantuan uang atau barang yang biasanya diberikan kepada kelompok
miskin tanpa mempertimbangkan kontribusinya. Penerima bantuan sosial disebut juga PPKS
(Penerima Pelayanan Kesejahteraan Sosial) yang memiliki kriteria tertentu yaitu anak
terlantar, jompo terlantar dan penyandang cacat yang tidak mampu bekerja (Edi, 2013).
Namun tidak ada yang menduga sebelumnya, bahwa sejak awal maret 2020 hingga saat ini,
Indonesia mendapat goncangan wabah pandemi Covid-19 yang dampaknya sangat dahsyat,
bukan hanya pada sektor kesehatan saja,tetapi mematikan kehidupan sosial-ekonomi dari
masyarakat, dimana pabrik ditutup,pekerja dirumahkan bahkan di PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja) dan pariwisata sepi. Hal ini membuat definisi Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS) menjadi berkembang sangat luas karena dampak dari covid-19
ini.
Untuk menanggulangi hal tersebut pemerintah pusat melalui
Kementrian Sosial
menetapkan kebijakan Social Safety Net atau Jaring Pengaman Sosial yaitu berupa bantuan
sosial. Dilansir dari laman Kemensos, Program bantuan sosial dalam masa pandemi ini
cukup banyak jenisnya ada bantuan sosial tunai, sembako , makanan siap saji bahkan
santunan kematian (Kemensos, 2020). Selain dari pemerintah pusat, ada lagi berupa bantuan
dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang memilki program bantuan
sosialnya sendiri. Namun, dalam implementasinya program bantuan sosial bukan hanya
berdampak membantu mensejahterakan
rakyatnya,tetapi masih banyak berpotensi
menimbulkan perpecahan dan konflik sosial baru di tengah masyarakat,Salah satunya seperti
apa yang terjadi konflik antara aparat desa dan warga di Rembang Jawa Tengah karena
Bantuan Sosial
(NewsDetik, 2020).Jadi sebenarnya, Bantuan sosial itu menyelamatkan
masyarakat atau memecahbelah masyarakat? Berangkat permasalahan tersebut, Tulisan ini
bertujuan untuk mencari tahu penyebab bantuan sosial bisa menyebabkan konflik sosial dan
peran peran profesi pekerja sosial dalam menangani masalah tersebut.
ISI
Faktor Penyebab Bantuan sosial berpotensi menimbulkan konflik sosial , secara garis
besar disebabkan karena 2 hal yaitu data dan birokrasi . Data yang tidak akurat dan belum
terupdate secara berkala di tingkat pusat membuat dalam realisasi di lapangan masih sangat
banyak yang tidak menerima bantuan dan tidak tepat sasaran. Maka dari itu, solusi dari
masalah kekeliruan data
seperti apa yang disampaikan Sosiolog Imam B Prasodjo dalam
(Liputan6, 2020) yaitu dengan cara subjektif dan objektif. Subjektif dengan cara
mengumpulkan sub-sub sistem yang ada di masyarakat seperti karang taruna, PKK dan ormas
aktif dalam satu RT untuk mencari tahu dan memberitahu secara langsung siapa saja yang
berhak menerima bantuan sosial. Objektif dengan cara melihat secara data dan fakta kondisi
rumahnya,berapa jumlah anaknya dan terkena PHK atau tidak.
Birokrasi, ini merupakan masalah klasik karena bukan hanya dalam hal bantuan sosial ,
mayoritas dalam hal penanganan atas nama pemerintah memang dalam hal birokrasi
kebanyakan cukup rumit dan kurang efesien. Banyaknya jenis Bantuan Sosial dari
pemerintah baik itu dari berbagai kementrian pusat maupun pemerintah daerah, dalam fakta
di lapangan pencairan dana bantuan sosial ke masyarakat memakan waktu yang cukup lama ,
sehingga karena kurangnya sosialisasi dari ke masyarakat, masyarakat jadi berfikiran negatif
(korupsi) dan menyalahkan kepada pemerintah khususnya dalam tingkat paling dekat adalah
RT/RW di lingkungan sekitarnya. Solusi permasalahan tersebut, disampaikan oleh Gubernur
Jawa Barat Ridwan Kamil dalam (SindoNews, 2020) bahwa koordinasi bantuan sosial baik
itu tingkat pusat dan daerah dalam birokrasinya harus satu pintu yang dipimpin oleh pihak
Kementrian
Koordinator
Pembangunan
Manusia
dan
Kesejahteraan
(Kemenko
PMK).Memang dalam hal birokrasi ini jika dipangkas untuk lebih mengefesienkan juga
bukan hal yang tepat, karena jika langsung diberi kebebasan kepada daerah tanpa komunikasi
dengan pusat, artinya pemerintah pusat tidak punya laporan pertanggungjwaban keuangan
dan akan menimbulkan prasangka buruk dari publik karena dana bantuan sosial merupakan
uang negara dan harus dipertanggungjawabkan.
Dalam segi kebijakan, Langkah pemerintah menerapkan kebijakan Social Safety Net
berupa bantuan sosial merupakan hal yang cukup tepat.Namun, masih terdapat beberapa
evaluasi seperti dalam konsepnya masih menggunakan ukuran per-Kartu Keluarga bukan perindividu,hal ini sejalan apa yang disampaikan oleh dosen Administrasi Publik Unpad , Yogi
Suprayogi Sugandi dalam penyampaian seminar online bertemakan “Tata Kelola Kebijakan
di Era Pandemi Covid-19” bahwa “penerima bantuan sosial yang masih menggunakan
rumus lama dengan pendataan kepala keluarga belum individu,sehingga identifikasi ini
mempersulit presisi yang masuk ke dalam garis kemiskinan” . Selain itu, kebijakan bantuan
sosial tersebut, harusnya terjadi dalam jangka Panjang dan bukan hanya eventual saja, dan
program-programnya bukan hanya berupa bantuan ekonomi tetapi harus dikolaborasikan
dengan kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti program padat karya. Karena saat pandemi
seperti ini, banyak pekerja yang dirumahkan atau PHK dan momentum sumber daya manusia
tersebut harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Untuk meminimalisir kekeliruan data
petugas RT/RW setempat, seharusnya oleh pihak pemerintah diberikan fasilitas dan
sosialisasi lebih seperti pemahaman social mapping, komunikasi publik dan management
stress, karena mereka merupakan garda terdepan yang mendata dan memberikan daftar
penerima bantuan sosial di lapangan. Evaluasi lainnya yaitu dalam fakta di berbagai berita
media masih sering terjadinya misskomunikasi antara kepala daerah dan pemerintahan pusat
sehingga menimbulkan kegaduhan bagi publik. Maka dari itu pejabat atau tokoh publik perlu
hadir untuk menegahi, memperkuat koordinasi pemerintah pusat dan daerah dan
memperbaiki komunikasi publik agar tidak menimbulkan polemik baru di masyarakat.
PENUTUP
Penulis yakin pemerintah tidak ada niatan sama sekali menyengsarakan rakyatnya, hal-hal
yang tidak diinginkan seperti konflik sosial karena bantuan sosial tidak tepat sasaran, ini
merupakan bentuk ketidaksiapan pemerintah dalam hadirnya pandemi covid-19 ini. Maka
dari itu hal yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi saat krisis seperti ini adalah
mengimplementasikan Pancasila sila ke-3 yaitu Persatuan Indonesia. Seperti memperluas dan
menerapkan semangat dan nilai filantropi (donasi) dan memanfaatkan ikatan sosial dan
ketahanan sosial yang ada di masyarakat.
Daftar Pustaka
BNPB, A. D. (2020, April 13). Presiden Tetapkan COVID-19 Sebagai Bencana Nasional.
Retrieved
from
Badan
Nasional
Penanggulangan
Bencana:
https://bnpb.go.id/berita/presiden-tetapkan-covid19-sebagai-bencana-nasional
BPS. (2019). Persentase Penduduk Miskin Maret 2019 Sebesar 9,41 Persen. Retrieved from
Badan
Pusat
Statistik:
https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/07/15/1629/persentase-penduduk-miskinmaret-2019-sebesar-9-41-persen.html
Dwi, J. H. (2020, April 29). Ekonomi Melemah, Kemiskinan Bertambah Akibat Covid-19.
Retrieved
from
Databoks.KataData.co.id:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/04/29/ekonomi-melemahkemiskinan-bertambah-akibat-covid-19
Edi, S. (2013). Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta CV.
Kemensos. (2020). BANTUAN "SOCIAL SAFETY NET" KEMENTRIAN SOSIAL BAGI
KELUARGA MISKIN DAN TERDAMPAK COVID-19. Retrieved from Kementrian
Sosial Republik Indonesia: Kemensos.go.id
Liputan6, Y. M. (2020, Mei 1). Penyaluran Bansos Corona di Daerah Tersendat, Faktor
Data
atau
Birokrasi?
Retrieved
from
Liputan6:
https://www.liputan6.com/news/read/4242124/headline-penyaluran-bansos-corona-didaerah-tersendat-faktor-data-atau-birokrasi
NewsDetik, A. (2020, Mei 18). Warga-Aparat Desa di Rembang Ribut Gegara Bansos,
Polisi Turun Tangan. Retrieved from Detik News: https://news.detik.com/berita-jawatengah/d-5019276/warga-aparat-desa-di-rembang-ribut-gegara-bansos-polisi-turuntangan/2
SindoNews, A. B. (2020, April 28). Hindari Konflik Sosial, Ridwan Kamil Minta Pusat
Salurkan
Bansos
lewat
Satu
Pintu.
Retrieved
from
SindoNews:
https://jabar.sindonews.com/read/10255/701/hindari-konflik-sosial-ridwan-kamilminta-pusat-salurkan-bansos-lewat-satu-pintu-1588064694
Download