ANALISIS FUNDAMENTAL DMAS 1.1.Analisis Ekonomi Wacana pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang semakin menimbulkan ketidakpastian global di tengah perang dagang yang tidak kunjung berakhir. Sementara itu kondisi perekonomian di Indonesia turut berpotensi menekan laju IHSG selama sebulan ke depan. Kondisi tersebut terlihat dari deflasi yang terjadi pada periode September 2019 sebesar 0,27%, atau lebih tinggi dari periode yang sama 2018 yang mencatatkan deflasi 0,18%. Meningkatnya deflasi menandakan daya beli masyarakat yang masih lemah. Padahal, dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25%. Ini adalah kali ketiga BI memangkas bunga acuannya tahun ini, yang secara total telah menurunkan sebesar 75 bps. Namun, tujuan kebijakan pelonggaran moneter ini untuk menggenjot perekonomian ternyata belum berhasil dengan tingkat deflasi yang lebih tinggi secara tahunan. Sementara itu pada September kemarin pemerintah juga resmi mengumumkan kenaikan cukai hasil tembakau menjadi sebesar 23% serta kenaikan harga jual eceran rokok rata-rata 35% mulai 1 Januari 2020. Kebijakan ini langsung mendapat respon negatif dari investor yang langsung melakukan aksi jual saham dan membuat saham emiten rokok anjlok. Kondisi perekonomian yang masih stagnan ini berdampak pada IHSG yang masih belum akan keluar dari periode bearish. Selain itu kondisi keamanan nasional yang kurang kondusif terkait demonstrasi yang terjadi juga dapat menurunkan kepercayaan investor terhadap pasar saham Indonesia. (Sumber: katadata.com) 1.2.Analisis Industri Emiten sektor kawasan industri dinilai memiliki prospek cerah seiring dengan memanasnya perang dagang antara China versus Amerika Serikat. Mengutip dari riset yang diterbitkan Bloomberg, Indra Cahya analis Asia Pacific Equity Research menyebutkan pemain sektor kawasan industri berpotensi menjadi penerima manfaat bergesernya rantai pasokan akibat perang dagang AS - China yang sedang berlangsung. Menurutnya, dalam 5 tahun terakhir penjualan tanah kawasan industri berkurang 14% per tahun, akan tetapi dengan meletusnya perang dagang permintaan tanah industri meningkat 23% untuk seluruh pemain. (Sumber: bisnis.com) 1.3.Analisis Perusahaan Dari analisis industri menunjukan PT Puradelta Lestari Tbk. (DMAS) akan mendapatkan porsi penjualan terbesar dari segmen real estat yang mana menjelaskan DMAS menjual lahan seluas 33 hektare di Kawasan Industri Deltamas di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, selama 2018 yang menunjukkan pelambatan pertumbuhan minus 14% compound annual growth rate (CAGR) sejak 2013. Sementara itu, per Juni 2019 permintaan lahan kepada DMAS sudah mencapai 150 hektar, meningkat dari posisi 90 ha tahun lalu atau naik 67%. Indra mengemukakan permintaan penting datang dari produsen otomotif Hyundai dan Volkswagen, serta raksasa e-commerce China yaitu Alibaba dan perusahaan susu China yang tidak disebutkan namanya. Sebagai informasi, penjualan lahan oleh DMAS sejak 2015 melambat, sedangkan dari sisi nilai DMAS terus naik. DMAS berhasil menjual 96 ha dengan harga rata-rata Rp1,69 juta/m2 pada 2014, 91 ha pada 2015 dengan harga rata-rata Rp1,89 juta/m2. Lalu 53 ha pada 2016 dengan harga rata-rata Rp2,02 juta/m2, 59 ha pada 2017 dengan rerata harga Rp2,38 juta ha dan 33 ha pada 2018 dengan rerata Rp2,66 juta. Dan pada kuartal 2 tahun 2019 DMAS membukukan pertumbuhan jumbo. Emiten properti PT Puradelta Lestari Tbk. DMAS meraup pendapatan usaha sebesar Rp985 miliardengan laba bersih senilai Rp626 miliar pada semester I/2019. Pendapatan naik empat kali lipat dibandingkan denganpendapatan usaha pada semester I/2018 sebesar Rp247 miliar atau sekitar 298,78 persen. Laba bersih Perseroan meningkat sebesar 565,95 persen dibandingkan laba bersih Perseroan di semester pertama tahun sebelumnya sebesar Rp94 miliar. laba usaha DMAS dapat tumbuh sebesar 896,6 persen menjadi Rp572 miliar dibandingkan semester pertama tahun 2018 sebesar Rp57 miliar. Laba kotor Perseroan tumbuh sebesar 391,6 persen menjadi Rp656 miliar dibandingkan laba kotor semester pertama tahun 2018 sebesar Rp133 miliar. Posisi kas DMAS ikut meningkat sebesar 20,3 persen menjadi Rp896 miliar dari posisi kas per 30 Juni 2018 sebesar Rp745 miliar. Dengan asumsi konservatif growth rate sekitar 15% harga wajar saham DMAS 412 harga sekarang saat (penutupan, 28 oktober 2019) harga saham DMAS berada di level 302 memiliki margin of safety sebesar 36%.