HABITAT Habitat dan sebaran Cerithidea cingulata Cerithidea cingulata banyak ditemukan di hutan mangrove. Cerithidea cingulata umum ditemukan di dasar perairan, akar mangrove, atau menempel pada batang mangrove. Kepadatan Cerithidea cingulata dapat umumnya mencapai 500 individu per meter. Cerithidea cingulata berperan sebagai obligate deposit feeder (pemakan sedimen atau lumpur) di dalam ekosistem mangrove. Cerithidea cingulata memakan sedimen atau lumpur yang mengandung makroalga, bakteria, dan diatom (Kamimura & Tsuchiya 2004: 2). Cerithidea cingulata merupakan pemakan sedimen atau lumpur, oleh sebab itu tekstur dari substrat sangat memengaruhi distribusi dari Cerithidea cingulata. Cerithidea cingulata hampir tidak dapat ditemukan di daerah dekat mulut estuari. Hal tersebut terjadi karena pada daerah mulut estuari bertekstur pasir (Rao & Sukumar 1981: 192). Cerithidea cingulata dapat ditemukan di hutan mangrove, serta tersebar di pantai India dan Pasifik bagian barat. Cerithidea cingulata umumnya tersebar di pantai yang bertekstur lumpur. Cerithidea cingulata dapat hidup di perairan yang memiliki kisaran salinitas antara 15--45 ‰, kisaran salinitas di atas 48 ‰ akan menyebabkan siput tersebut mati (Bagarinao & Olaguer 2000:1). Nilai kisaran pH yang sesuai untuk Cerithidea cingulata antara 6--9. Hasil konversi hutan mangrove menjadi tambak air payau di Indonesia menyebabkan populasinya melimpah di tambak air payau (Aldon dkk. 1998: 10--12). GENETIK Saat ini dikenal sekitar 40 genus dan 600 jenis dari Famili Epitoniidae yang masih hidup, serta 300 jenis yang ditemukan dalam bentuk fosil. Genus yang memiliki anggota jenis paling ban yak dan paling dikenal adalah Epitonium. Genus lainnya an tara lain Epifungium, Surrepifungium, Epidendrium, Abyssochrisos ; Acirsa, Cingulacirsa , Teramachiacirsa, Acrilla, Alexania, Alora, Amaea, Berthais, Cirsotrema, Clathrus, Constantia, Couthouyella, Dannevlgena, Eccliseogyra, Eglisia, Kurodacirsa, Narrimania, lphitella, Nystiella, lphitus, Murdochell a, Obstopalina, Fragilopalia, Opalia, Lampropalia, Varicopalia, Opaliopsis, Scalina, Periapta, Problitora, Sthenorytis, Tasm alira, Asperiscala, Acrilloscala, Amiciscala, Boreoscala, Chuniscala, Cinctiscala, Cirratiscala, Clathroscala, Claviscala, Compressicala, Confusiscala, Coroniscal a, Cycloscala, Cylindriscala, Depressiscala, Elegantiscala, Follaceiscala, Foraceiscala, Foratiscala, Fragiliscala, Funiscala, Fusicoslaca.Glabriscala, Globiscala, Graciliscala, Granuliscala, Gregoryscala, Gyroscala, Hirtoscala, Laeviscala, Lamel/iscala, Mazescala, Minabescala, Narvaliscala, Nipponoscala, Nodiscala, Nitidiscala, Papuliscala, Papyriscala, Parviscala, Plastiscal a, Punctiscala, Pupiscala, Sagamiscala, Spiniscala, Turbiniscala, Variciscala, dan Viciniscala (Gittenberger et al., 2006). Seiring perkembangan lmui pengetahuan dan teknologi yang mendukung sistem tata nama makhluk hidup, terutama teknologi genetika dan analisa DNA, banyak terjadi perubahan nama spesies untuk Famili Epitoniidae. 8eberapa genus mengalami perubahan nama, dan beberapa genus lainnya dibagi menjadi beberapa genus baru, sedangkan beberapa genus direduksi menjadi satu dengan genus lain, dan banyak perubahan lain mengenai sistem penamaan famili ini. Perkembangan dan perubahan tersebut masih berlangsung sampai saar ini, dan kemungkinan masih tetap berlangsung seeara dinamis mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Gittenberger, 2006b) Analisis molekuler Famili Epitoniidae sangat meodukung paodangan terjadinya evolusi konvergen atau paralel. Hal initerlihat nyata antara dua jenis yang berjauhan, yaitu Epifunglum twilae dan E. pseudotwilae. Keduanya walaumemiliki eiri morfologis identik, namun memiliki hubungan kekerabatan yang relatifjauh dalam famili (Gittenberger, 2006). Karakter operkulum, radula, rabang dan kapsul telur memiliki kelebihan sebingga lebih kuat untuk mengklasifikasikan taksa ke peringkat yang lebih rendah dari Famili Epitoniidae. Oleh karena itu, banyak taksa yang terabaikan pada rnasa lalu, sejak tahun 2000 telah mengalami perubahan. FamiliEpitoniidaedibagimenjadi 18 jenis (tiga genus) dan yang sebelumnya hanya dikenal empatjenis (satu genus) (Gittenberger, 2003; Gittenberger, 2007; Gittenberger et al., 2000; Gittenberger & Gittenberger, 2005). Bentuk dasar, perbandingan tinggi dan lebar, halus atau tidaknya permukaan dan mikrostruktur cangkang, ada tidaknya operkulum, serta letak parasit pada karang, masih belum banyak diketahui. Padahal, karakter-karakter tersebut merupakan bagian penting untuk mengetahui nama jenis dari moluska. Sebagai contoh, perbedaan keeil pada protoconch (Gambar 8) yanghanya dapat dilihat dengan mikroskop awalnya diabaikan, padahal merupakan bagian penting dalam identifikasi. Apabila dengan morfologi dan anatomi cangkang tidak mendapatkan hasil yang nyata, hams ada alat bantu untuk menunjukkan perbedaannya. Alat bantu tersebut adalah analisa molekuler, yang berbahan dasar sekuensi DNA. Gittenberger & Gittenberger (2005) telah melakukan analisis molekuler terhadap ribuan siput yang dikoleksi dari dalam karangjarnur dari berbagaitempat mulai dari Laut Merah di bagian barat sarnpai ke Palau di bagian timur. Saat ini,jenis dari Famili Epitoniidae yang diidentifikasi dengan analisis molekuler tidak semuanya dapat diketahui hanya berdasar sifat morfologinya saja. Beberapa jenis hanya dapat dibedakan dengan menggunakan data dari analisis molekuler dan identifikasi karang inangnya. Namun, tidakmenutup kemungkinan adanya tumpang tindih mengenai jenis siput parasit denganjenis karang inangnya, sehingga akan selalu muncul perdehatan dalarnpemberian nama atau perubahan nama (Gittenberger & Gittenberger, 2005). Sebagian besar anggota kelompok siput ektoparasit mem:iliki cangkang yang sangat rapub. Kondisi ini menjadi kendala tersendiri pada proses identifikasi dan saat penyimpanan. Terkena tekanan sedikit saja, cangkang bisa mengalami kerusakan, bahkan hancur. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam penanganan saat identifikasi maupun penyimpanan agar bagian-bagian cangkang tetap utuh.