Uploaded by eviyuliaarvensi

LAPORAN PENDAHULUAN SNH

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI NERS
STROKE NON HEMORAGIK
Disusun oleh :
1. EVI YULIA ARVENSI
P27220019268
2. LENA
P27220019280
3. NADYA ANDRIYANI PUTRI
P27220019289
4. NIA DELVI LAROSI
P27220019291
5. MUHSONATUL KHASIFAH
P27220019287
6. PANDU RIFQI AMALIA
P27220019293
7. POPI LESTARI
P27220019394
8. VERLENTIA AGVEZHA
P27220019312
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KEMENKES SURAKARTA
PROFESI KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE NON HEMORAGIK (SNH)
I. TEORI DASAR STROKE NON HEMORAGIK (SNH)
A. Definisi
Stroke merupakan kegawat daruratan medik yang menjadi salah satu
penyebab kematian dan
kecacatan (Rachmawati, 2017). Stroke dapat
menyerang semua golongan usia dan sebagian besar akan dijumpai pada usia
55 tahun keatas (Bustan, 2015). Stroke non hemorargik terjadi ketika
pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu atau mengalami
(iskemik)
yang
disebabkan
oleh
oklusi
atau
stenosis
arteri
(Taufiqurrohman,dkk, 2016).
Stroke non hemoragic adalah stroke yang disebabkan oleh bekuan darah (baik
sebagai trombus maupun embolus), atau dari stenosis pembuluh yang disebabkan
penumpukan plak (Lemone, 2016). Stroke non hemoragic adalah suatu gangguan
peredaran darah ke otak akibat tersumbatnya pembuluh darah tanpa terjadi suatu
perdarahan (Wiwit, 2016).
Berdasarkan penjelasan tersebut, bahwa stroke non hemorargik adalah stroke yang
disebabkan gangguan peredaran darah ke otak yang disebabkan oleh trombus maupun
embolus ataupun stenosis pembuluh yang terjadi akibat penumpukan plak tanpa
adanya perdarahan.
B. Etiologi Stroke Non Hemoragik
Stroke biasanya terjadi disebabkan oleh salah satu dari kejadian dibawah ini :
1. Thrombolisis
Pengumpulan trombus mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis
endotelial dari pembuluh darah. Arteroslerosis menyebabkan zat lemak tertumpuk
dan membentuk plak di dinding pembuluh darah, plak ini yang membuat
pembuluh drah menyempit (Black & Hawks; 2014)
2. Emboli cerebral
Yaitu bekuan darah atau lainnya seperti lemak yang mengalir melalui
pembuluh darah dibawa ke otak, dan nyumbat aliran darah bagian otak tertentu
(Nurarif; 2015)
3. Spasme pembuluh darah
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, penurunan aliran darah
ke arah otak yang disuplay oleh pembuluh darah yang menyempit. (Black &
Hawks; 2014)
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala stroke non hemorargik antara lain;
Gambaran klinis stroke non hemorargik terkait dengan arteri yang terkena
1. Arteri karotis interna

Hemiparesis atau paralisis pada bagian wajah, lengan dan kaki

Defisit sensorik kontralateral pada wajah, lengan dan kaki

Afasia atau disfasia jika terkena hemisfer yang dominan

Apraksia, agnosia, dan unilateral neglect jika terkena hemisfer non-dominan

Gangguan penglihatan (Chang, 2010)
2. Arteri serebri anterior

Hemiparesis pada kaki sampai tungkai bagian bawah

Berkurangnya sensorik kontralateral pada kaki sampai tungkai bagian bawah

Kehilangan kemampuan untuk membuat keputusan atau bertindak secara
volunter

Inkontinensia urine(Lemone, dkk, 2016)
3. Arteri serebri media

Hemiplegia pada derah (flacid pada muka, lengan dan tungkai pada sisi
kontralateral)

Gangguan sensorik (pada daerah yang sama sebagai hemiplegia)

Aphasia (aphasia global jika hemisfer dominan yang dipengaruhi)

Hemonymous hemianopsia

Bingung sampai dengan koma (makin buruk tingkat kesadaran)

Ketidakmampuan menggerakan mata terhadap sisi yang paralisis

Denial paralisis

Kemungkinan pernapasan chynestokes

Sakit kepala

Paresis vasomotor
4. Arteri vertebrobasilaris

Lemah di sisi yang diserang

Mati rasa di sekitar bibir dan mulut

Potongan bidang visual

Diplopia

Koordinasi buruk

Disfagia

Bicara mencerca

Pusing

Amnesia dan ataksia(Masriadi, 2016)
5. Arteri basilaris

Quadriplegia

Kelemahan otot faring, lidah, dan wajah (Chang, dkk, 2010)
6. Arteri serebralis

Atakasia, vertigo, limbung dan nistagmus

Mual dan muntah

Gangguan rasa nyeri dan sensibilitas terhadap suhu pada batang tubuh dan
ekstermitas di sisi kontralateral

Paralisis tatapan mata

Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena (Chang, dkk, 2010)
Gambaran klinis stroke non hemorargik berdasarkan sisi otak yang terkena menurut
(Nair & Peate, 2015) antara lain;
1. Sisi kanan otak

Kehilangan fungsi motorik pada kiri tubuh

Pusat bahasa tidak terganggu

Defisit lapang pandang kiri

Ketidakpedulian yang nyata akan kebebasan

Penilaian dan perilaku impulsif yang buruk
2. Sisi kiri otak

Dominan untuk bicara, kemampuan analisis, dan memori auditori serta verbal

Hemiplegia sisi kanan

Afasia ekspresif, reseptif, atau global

Gangguan proses berpikir

Kelemahan penglihatan sisi kanan

Perilaku berhati-hati
D. Klasifikasi Stroke Non Hemorargik
1. Stroke iskemik transien (Transtien ischemic attack/TIA)
Stroke ini biasa disebut dengan stroke kecil, dimana stroke yang terjadi pada
periode singkat iskemi serebral terlokalisasi yang menyebabkan defisit neurolis
yang berlangsung selama kurang dari 24 jam. Transtien ischemic attack (TIA)
disebabkan karena gangguan inflamasi arteri, anemia sel sabit, perubahan
ateroklerosis pada arteri karotis dan serebral, trombosis, serta emboli.
Manifestasi
neurologis TIA beragam
berdasarkan
lokasi
dan
ukuran
pembuluh serebral yang terkena dan memiliki awitan tiba-tiba. Biasanya terjadi
defisit meliputi kebas kontralateral atau kelemahan tungkai, tangan, lengan bawah,
dan pusat mulut, afasia, dan gangguan penglihatan buram serta fugaks amaurosis
(kebutaan yang cepat pada satu mata) (Lemone, dkk, 2016)
2. Stroke pembuluh darah besar (Trombolisis)
Stroke trombotik adalah tipe stroke yang paling umum, dimana sering
dikaitkan dengan ateroklerosis dan menyebabkan penyempitan lumen arteri,
sehingga menyebabkan gangguan masuknya darah yang menuju ke bagian otak.
3. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Tanda dan gejala gangguan persarafan yang berlangsung dalam waktu yang
lama lama. Kondisi RIND dan TIA mempunyai kesamaan, hanya saja RIND
berlangsung maksimal 1 minggu (7 hari) dan kemudian pulih kembali (dalam
jangka waktu 3 minggu) serta tidak meninggalkan gejala sisa (Masriadi, 2016).
4. Stroke embolik kardiogenik
Stroke ini terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi atrial, trombi ventrikel,
infark miokard, penyakit jantung kongesti, atau plak asteroklerosis masuk sistem
sirkulasi dan menjadi tersumbat pada pembuluh serebral terlalu sempit untuk
memungkinkan gerakan lebih lanjut. Pembuluh darah kemudian mengalami oklusi.
Tempat yang paling sering mengalami emboli serebral adalah di bifurkasi
pembuluh, terutama pada arteri serebral tengah (Lemone, dkk, 2016).
5. Complete stroke
Suatu
gangguan
pembuluh
darah
pada
otak
yang
menyebabkan deficit neurologist yang berlangsung lebih dalam waktu 24 jam.
Stroke ini akan meninggalkan gejala sisa (Masriadi, 2016).
6. Progressive Stroke (Stroke in Evolution)
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau
lebih. Stroke jenis ini merupakan stroke dimana penentuan prognosisnya terberat
dan sulit. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil, berubah-ubah
dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk (Masriadi, 2016)
E. Patofisiologi
Berdasarkan dari segi penyebab, stroke non hemorargik dapat terjadi dari
beberapa faktor pencetus dimulai dari faktor gaya hidup, faktor yang dapat diubah,
sampai dengan faktor yang tidak dapat diubah. (Alchuriyah & Wahjuni) dan (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Dari berbagai faktor tersebut dapat menyebabkan ateroklerosis yang terbentuk
daerah yang berlemak, seiring waktu terbentuk plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang
mengalami keterbatasan terutama di daerah yang berlawanan yaitu di percabangan
arteri ekstraserebral.
Sel darah merah/ trombosit kemudian melekat pada permukaan plak bersama
dengan fibrin, secara perlahan trombosit yang melekat dapat memperbesar ukuran plak
sehingga menyebabkan terbentuknya trombus. Penyempitan atau oklusi tersebut dapat
dapat mengakibatkan aliran darah ke serebral sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
stroke non hemorargik (Chang, dkk, 2010).
Apabila aliran suplai darah ke otak terganggu maka akan menimbulkan perfusi
darah pada otak itu sendiri berubah yang dapat menimbulkan hipoksia. Dari hipoksia
dalam otak akan menyebabkan berbagai macam patofisiologi munculnya klasifikasi
stroke yaitu trombotik, embolik, iskemik, dan infark lakunar. Penyebab yang pertama
adalah stroke iskemik (TIA), dimana saling berhubungan dengan iskhemik serebral dan
disfungsi neurologis sementara.
Trombotik bekuan cairan didalam pembuluh darah adalah tipe stroke yang paling
umum terjadi, dimana sering dikaitkan dengan ateroklerosis dan menyebabkan
penyempitan lumen arteri sehingga menyebabkan gangguan suplai darah yang menuju
ke otak yang dapat mengenai arteri serebral tunggal. Stroke infak lakunar terjadi ketika
stroke trombotik mengenai pembuluh serebral terkecil tidak segera ditangani sehingga
meninggalkan rongga kecil di jaringan otak atau batang otak yang dapat mengenai
arteri serebral tengah tengah dan arteri serebral posterior (Lemone, dkk, 2016)
Penyebab umum yang terakhir adalah stroke embolik kardiogenik (bekuan darah
atau material lain) terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi atrial, trombi ventrikel,
infark miokard, penyakit jantung kongesti, atau plak ateroklrerosis masuk ke sistem
sirkulasi dan menjadi tersumbat pada pembuluh serebral tersebut, sehingga
menyebabkan oklusi pembuluh darah, yang dapat mengenai arteri serebral tengah
(Lemone, dkk, 2016)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan mengidentifikasi area perdarahan (biasanya untuk pemakaian darurat.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging) mengidentifikasi lokasi iskemik (lebih lambat
dari CT scan).
3. MRA (Maagnetik Resonance Angiography) dapat mengidentifikasi vasculature
abnormal atau vasospasm.
4. Difusi atau perfusi MRI/MRA akan menunjukkan area yang tidak mendapatkan
suplai darah dalam jumlah cukup, namun belum mengalami infarktus.
5. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) akan menunjukkan area
yang tidak mendapat perfusi secara tepat.
G. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala, Hidrosefalus.
H. Pathway
II. Konsep Askep Gadar Stroke Non Hemorargik
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Umur
Stroke ditemukan pada semua golingan usia, namun sebagian besar akan
dijumpai pada usia di atas 55 tahun. Kejadian stroke secara eksposional meningkat
pada usia yang sudah lanjut, dimana akan terjadi peningkatan 100 kali lipat pada
usia 80-90 adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000 pada golongan usia
30-40 tahun (Bustan, 2015).
b. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan wanita, hal ini terjadi karena laki-laki memiliki hormon
testoteron yang bisa meningkatkan kadar LDL darah (Bushnell dalam Laily, 2017)
c. Alamat / Tempat tinggal
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Ghani,dkk, 2016) bahwa
penderita stroke paling banyak terjadi yang tinggal di perkotaan daripada di
perdesaan
2. Pengkajian Primer
a. Airway
Pada penderita stroke yang mengalami penurunan kesadaran umumnya
mengalami
hambatan
jalan
napas (Jauhar,
Bararah
&
2013),
sekret
berbuih (Mubarak, dkk, 2015).
b. Breathing
1) Inspeksi
Terdapat retraksi otot pernapasan, pernapasan lebih dari 20 x/menit (Mubarak,
dkk, 2015), kesulitan bernapas, sesak napas atau apnea, kemungkinan
pernapasan cheynestokes.
2) Palpasi
Focal fremitus umumnya tidak seimbang antara kanan dan kiri selama ada
penumpukan sekret
3) Perkusi
Terdapat bunyi hipersonor jika terdapat sekret dalam lapang paru
4) Auskultasi
Terdapat suara napas tambahan ronkhi, wheezing jika pasien stroke
mengalami penurunan kesadaran (Mubarak, dkk, 2015)
c. Circulation
1) Tekanan darah
Dapat ditemukan tekanan darah tinggi/hipertensi dengan tekanaan darah >200
mmHg (Nurarif & Kusuma, 2015)
2) Nadi
Frekuensi nadi dapat bervariasi (Bararah & Jauhar, 2013)
3) Suhu
Hipertermia (Lemone, dkk, 2016)
4) Capilary Refill Time
Kapiler refill time > 1-2 detik (Mubarak, dkk, 2015)
5) Sianosis/pucat
Pada pasien stroke non hemorargik yang mengalami perfusi serebral tidak
efektif
menyebabkan
kadar
PaO2 <
95%
sehingga
menyebabkan
sianosis (Mubarak, dkk, 2015)
6) Akral
Pada pasien stroke non hemorargik mengalami diaforesis sehingga dapat
ditemukan akral dingin (Nurarif & Kusuma, 2015)
7) Kelembapan
Pada pasien stroke non hemorargik mengalami diaforesis dan akral dingin
sehingga mengalami kelembapan pada kulitnya.
8) Disability
a) GCS/AVPU
Menurut (Heriana, 2014) ada tiga hal yang dinilai dalam penilaian
kuantitatif kesadaran yang menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale);
Respon membuka mata (eyes)
Nilai 4:
Mata membuka spontan, misalnya sesudah disentuh
Nilai 3:
Dapat membuka mata jika diajak bicara, dipanggil nama atau
diperintahkan untuk membuka mata
Nilai 2:
Mata membuka hanya kalau dirangsang kuat/ nyeri
Nilai 1:
Tidak membuka mata walaupun diberikan rangsang nyeri
b) Respon bicara (verbal)
Pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara. Orientasi
Nilai 5:
waktu, tempat, orang, siapa dirinya, berada di mana, tanggal dan hari
Nilai 4:
Pasien konfusi atau tidak orientasi penuh
Bisa bicara, kata-kata yang diucapkan jelas dan baik, tetapi tidak
Nilai 3:
menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan
Mampu bersuara namun tidak dapat ditangkap secara jelas apa artinya/
Nilai 2:
“ngrenyem”, suara tidak mampu dikenali makna katanya
Nilai 1:
Tidak bersuara apapun walau diberi rangsangan nyeri
c) Respon motorik
Nilai 6:
Dapat menirukan perintah sederhana yang telah pemeriksa anjurkan
seperti: mengangkat tangan, dapat menunjuk jumlah jari-jari, serta
mampu melepaskan genggaman.
Nilai 5:
Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti
tekanan pada sternum, cubitan pada muskulus trapizius
Gerakan fleksi menjauhi dari rangsangan nyeri yang diberikan, tetapi
tidak mampu menunjuk dengan tangan dimana lokasi atau tempat
Nilai 4:
rangsang nyeri yang diberikan
Bila diberi rangsangan nyeri bahu mengalami fleksi abnormal, bahu
mengalami abduksi, fleksi dan pronasi lengan bawah, fleksi pada
Nilai 3:
pergelangan tangan dan mengepal
Bila diberi rangsang nyeri bahu mengalami ekstensi abnormal. Bahu
abduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan
Nilai 2:
tangan dan tinju mengepal,
Nilai 1:
Sama sekali tidak ada respons
Skor penilaian GCS :
GCS 14-15: Compos Mentis
GCS 12-13: Apatis
GCS 11-10: Delirium
GCS 7-9: Somnolen
GCS 8-10: Stupor
GCS <5: Koma (Nurarif & Kusuma, 2015)
Pada klien yang mengalami stroke non hemorargik akan mengalami gangguan tingkat
kesadaran jika terjadi ketidakseimbangan perfusi ventilasi (Bararah & Jauhar, 2013)
9) Pupil
Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena (Chang, dkk, 2010)
10) Gangguan motorik
Hemiplegia, hemiparesis, flasiditas (tidak adanya tonus otot), spastisitas
(peningkatan tonus otot) (Lemone, dkk, 2016)
11) Gangguan sensorik
Defisit dalam penglihatan, pendengaran, rasa dan indra penciuman (Lemone,
dkk, 2016, hal. 1802)
12) Exposure/Enviromental/Event
Pada pasien stroke non hemorargik biasanya akan terjadi ketika selama tidur
atau segera setelah bangun tidur sehingga jarang adanya trauma.
d.
Secondary Survey
e.
Five Intervensi
1) EKG
Jika mempunyai penyakit jantung maka hasil EKG menunjukan
adanya disritmia (Bararah & Jauhar, 2013).
2) Kateter
Penggunaan kateter intermiten pada pasien stroke non hemorgik untuk
pengosongan kandung kemih (Nurarif & Kusuma, 2015)
3) NGT
Pemasangan selang nasogastrik jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun (Nurarif & Kusuma, 2015)
4) Sp O2
Didapatkan hasil < 95% (Mubarak, dkk, 2015)
5) Labolatorium
Peningkatan lemak dalam darah karena pasien stroke non hemorargik
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum (Bararah &
Jauhar, 2013)
6) Full Of Vital Sign
a) MAP
>130 mmHg jika didapatkan infark miokard akut dan gagal jantung
kongestif (Nurarif & Kusuma, 2015)
b) Nadi
Pada stroke iskemik didapatkan nadi mungkin cepat dan halus
tergantung dari pada etiologi penyakit jantung yang menyertai.
c) Suhu
Hipertermia (Lemone, dkk, 2016)
d) RR
Pernapasan tidak teratur (Mubarak, dkk, 2015)
e) BB
BB mungkin menurun pada pasien stroke non hemorargik karena
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum
karena adanya kehilangan sensasi pada lidah. (Bararah & Jauhar, 2013)
7) Give Comfort
Jika dalam stroke non hemorargik mengalami peningkatan TIK maka
posisi kepala dinaikkan 30 derajat, posisi kepala dan dada di satu
bidang (Nurarif & Kusuma, 2015)
8) History
a) Keluhan Utama
Pada klien stroke non hemorargik keluhan utamnya biasanya terjadi
hemiparesis, hemisensorik, afasia, disartria, ataksia, sampai vertigo dan
akan mengalami penurunan kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
Stroke non hemorargik akan terjadi pada saat santai atau tidur, dengan
lama serangan sekitar 2-15 menit sampai paling lama 24 jam, gejala yang
timbul seperti pusing yang tidak lazim adanya nyeri kepala yang hebat,
mual, muntah, maupun panas. Timbul rasa kesemutan pada sesisi badan,
mati rasa dan terasa seperti terbakar atau terkena cabai.
Lemas atau bahkan kelumpuhan pada sisi badan, mulut dan lidah
mencong, gangguan menelan (Masriadi, 2016).
c) Makan minum terakhir
Pada klien stroke infark akan mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan makan dan minum. Hal ini dapat diketahui melalui tanda dan
gejala seperti nafsu makan hilang, mual muntah. Kehilangan sensasi pada
lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia, kesulitan menelan (Bararah & Jauhar,
2013)
d) Riwayat medikasi
Penyalahgunaan obat-obatan terlarang menyebabkan intake nutrisi/Fe
menurun sehingga mengakibatkan penurunan hemoglobin (Tarwoto &
Wartonah, 2010)
e) Pengalaman pembedahan
Pada pasien stroke akan dilakukan pembedahan jika mengalami TIA
(Lemone, dkk, 2016)
f) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus (Bararah & Jauhar, 2013,
hal. 38), hipertensi ataupun hipotensi, riwayat penjakit jantung.
g) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat kelurga yang terkena stroke (Nurarif & Kusuma,
2015)
9) Pemeriksaan Fisik Head to Toe:
a) Kepala
Pasien stroke akan mengeluh Pusing, sakit kepala (Bararah & Jauhar,
2013). Pemeriksaan 12 saraf kranial pasien stroke non hemorargik;
b) Nervus I olfaktorius
Defisit indra penciuman (Lemone, dkk, 2016)
c) Nervus II opticus
Defisit penglihatan, hemianopia, homonomus, diplopia, penurunan
ketajaman penglihatan (Lemone, dkk, 2016), berulangnya serangan
kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral mata.
d) Nervus III oculomotoris
Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena, paralisis
tatapan mata (Chang, dkk, 2010)
e) Nervus IV throclearis
Jarang terjadi gangguan pergerakan mata (motorik).
f) Nervus V thrigeminus
Tidak lancar atau tidak dapat bicara, bicara pelo.
g) Nervus VI abdusen
Gangguan gerakan tangkas atau gerakan tidak terkoordinasi
(Masriadi, 2016)
h) Nervus facialis
Paralisis wajah (Chang, dkk, 2010), muka tidak simetris (Masriadi,
2016), hilangnya sensasi pada wajah.
i) Nervus VII auditorius
Pada pasien dengan stroke non hemorargik akan mengalami tuli dan
tinnitus jika mengenai arteri serebral inferior anterior sisi ipsilateral.
j) Nervus IX glosopharingeal
Gangguan menelan atau bila minum sering sering tersedak (Masriadi,
2016)
k) Nervus X Vagus
Muntah (Chang, dkk, 2010)
l) Nervus XI accesorius
Terdapat bendungan vena jugularis (Mubarak, dkk, 2015)
m) Nervus XII hypoglosus
Mulut dan lidah mencong bila diluruskan (Masriadi, 2016) hilang
sensasi pengecapan pada lidah.
n) Leher
Tidak ada kaku kuduk (Nurarif & Kusuma, 2015).
o) Dada
 Paru-paru:
Inspeksi : terdapat retraksi otot pernapasan (Mubarak, dkk, 2015)
Palpasi : focal fremitus umumnya tidak seimbang antara kanan dan kiri
selama ada penumpukan sekret
Perkusi : terdapat bunyi hipersonor jika terdapat sekret dalam lapang paru
Auskultasi : ronkhi, wheezing (Mubarak, dkk, 2015)
 Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak nampak pada pasien yang mengalami obesitas
Palpasi : ictus cordis pada teraba pada ICS 5-6 bergeser ke kiri
Perkusi: batas normal jantung atas ICS II mid sternalis, batas bawah ICS V,
batas kiri ICS V midclavicula sinistra dekstra. Pada pasien stroke jika
terjadi kardiomegali perkusi yang didapatkan melebihi batas normal
Auskultasi : S1 dan S2 tidak teratur serta terdapat S3 (Mubarak, dkk, 2015)
p) Abdomen
Konstipasi, impaksi feses (Lemone, dkk, 2016), mengalami distensi
abdomen, bising usus negatif, tympani (Bararah & Jauhar, 2013)
q) Ekstermitas
Mengalami kelumpuhan atau kelemahan separo badan (Nurarif &
Kusuma, 2015), gangguan fungsi motorik, lemah dan mati rasa di
kaki (Masriadi, 2016), hemiplegia, kontarktur, ankilosis tubuh, atrofi
disuse, disartria (Lemone, dkk, 2016)
r) Kulit/integument
Defisit motorik dapat menyebabkan perubahan mobilitas sehingga
komplikasi dapat melibatkan sistem tubuh yang multipel salah satunya
kulit/integument
yang
dapat
menciptakan
pembentukan
luka
dicubitus (Lemone, dkk, 2016)
3. Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan mengidentifikasi area perdarahan (biasanya untuk pemakaian darurat.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging) mengidentifikasi lokasi iskemik (lebih
lambat dari CT scan).
3. MRA (Maagnetik Resonance Angiography) dapat mengidentifikasi vasculature
abnormal atau vasospasm.
4. Difusi atau perfusi MRI/MRA akan menunjukkan area yang tidak mendapatkan
suplai darah dalam jumlah cukup, namun belum mengalami infarktus.
5. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) akan menunjukkan area
yang tidak mendapat perfusi secara tepat.
b. Pemeriksaan labolatorium
Darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, AGD, biokimia
darah, elektrolit. Digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. Hasil dari
pemeriksaan labolatorium menunjukan hasil AGD yang tidak normal (Mubarak,
dkk, 2015), kenaikan hematokrit dengan vaskositas darah yang tinggi (Chang, dkk,
2010), peningkatan lemak dalam darah (Bararah & Jauhar, 2013).
a. EKG 12 Lead
Membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli dicurigai
terjadi (Chang, dkk, 2010). Pada pemeriksaan ini akan menunjukan adanya
disritmia (Bararah & Jauhar, 2013).
b. Sinar tengkorak
Adanya gambaran kalenjar lempeng pienal yang berubah pada daerah yang
berlawanan dari massa yamg melebar, dan adanya kalsifikasi parsial dinding
aneurisme pada daerah yang mengalami perdarahan yaitu pada subarakhnoid. Hasil
dari pemeriksaan ini menunjukan adanya tumor sel embolik di dalam otak.
4. Terapi Medis
a. Penatalaksanaan medis
Pemberian nutrisi dapat diberikan dengan menggunakan cairan yang
mengandung isotonik, kristaloid atau koloid 1500-200 mL, pemeriksaan kadar gula
darah sewaktu yang >150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3
hari pertama. Jika terjadi penurunan kadar gula dalam darah < 60 mg % atau < 80
mg% dengan gejala dapat diatasi segera dengan pemberian cairan dekstrosa 40%
secara (IV) sampai stabil dan harus dicari diketahui awal penyebabnya. Obatobatan yang direkomendasikan ialah diazepam 5-20 mg iv maksimal 100 mg/hari
jika terjadi kejang, jika didapatkan peningkatan TIK beri manitol 0,25-1 gr/KgBB
per 30 menit, jika ada gejala rebound dilanjutkan manitol 0,25 gr/KgBB per 30
menit selam 6 jam. Pemberian citicolin 100-300 mg.hari diberikan secra IV/IM dan
sodium Thipenton 5 mg/KgBB sebagai pengganti diazepam (Nurarif & Kusuma,
2015).
b. Penatalaksanaan keperawatan
c. Mengkaji status pernapasan
d. Mengobservasi tanda-tanda vital
e. Memantau fungsi usus dan kandung kemih
f. Melakukan katerisasi kandung kemih
g. Mempertahankan tirah baring(Bararah & Jauhar, 2013)
h. Penatalaksanaan gizi
Pemberian nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan memberikan makanan
cair supaya tidak menimbukkan aspirasi dan cairan harus dibatasi mulai hari
pertama setelah terjadi stroke sebagai alternatif untuk mencegah pembengkakan
pada otak, serta pemberian diet rendah garam dan menghindari makanan yang kaya
akan lemak dan kolestrol (Bararah & Jauhar, 2013)
B. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
1.
Pola Nafas tidak efektif b.d imaturitas neurologis
2.
Gangguan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
3.
Nyeri Akut b.d Agen cedera biologis
4.
Gangguan ventilasi spontan
5.
Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
6.
Gangguan sirkulasi spontan
C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
1.
Pola
Nafas tidak
efektif b.d
imaturitas
neurologis
INTERVENSI
(SIKI)
TUJUAN & KRITERI
HASIL (SLKI)
A. PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
Pola Napas (L.01004)
1. Observasi
o Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
o Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan pola
napas efektif, dengan kriteria
hasil:
hiperventilasi, Kussmaul, CheyneStokes, Biot, ataksik0
o Monitor kemampuan batuk efektif
o Monitor adanya produksi sputum
o Monitor adanya sumbatan jalan
napas
o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
o Auskultasi bunyi napas
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor nilai AGD
o Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
o Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
o Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
B. MENEJEMEN JALAN NAPAS (I. 01011)
1. Observasi
o Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
o Monitor bunyi napas tambahan
(mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
o Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
2. Terapeutik
o Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift (jawthrust jika curiga trauma cervical)
o Posisikan semi-Fowler atau Fowler
o Berikan minum hangat
o Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
o Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
o Lakukan hiperoksigenasi sebelum
o Penghisapan endotrakeal
o Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsepMcGill
o Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
o Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
o Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
- Dispnea menurun
- Penggunaan otot bantu
napas menurun
- Pemanjangan fase
ekspirasi menurun
- Ortopnea menurun
- Pernapasan pursed-lip
menurun
- Pernapasan cuping hidung
menurun
- Frekuensi napas membaik
- Kedalaman napas
membaik
- Ekskursi dada membaik
- Ventilasi semenit
membaik
- Kapasitas vital membaik
- Diameter thoraks anteriorposterior membaik
- Tekanan ekspirasi
membaik
- Tekanan inspirasi
membaik
o
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2.Gangguan A. PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
Pertukaran gas (L.01003)
pertukaran
1. Observasi
gas b.d
Setelah dilakukan tindakan
o Monitor frekuensi, irama,
Ketidakseimb
keperawatan diharapkan
kedalaman, dan upaya napas
angan
gangguan pertukaran gas tidak
o Monitor pola napas (seperti
ventilasi
terjadi, dengan kriteria hasil:
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
perfusi
- Dyspnea menurun
Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
- Bunyi nafas tambahan
ataksik0
menurun
o Monitor kemampuan batuk efektif
- Takikardia menurun
o Monitor adanya produksi sputum
- Pusing menurun
o Monitor adanya sumbatan jalan
- Penglihatan kabur
napas
menurun
o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Olaforesis menurun
o Auskultasi bunyi napas
- Nafas cuping hidung
o Monitor saturasi oksigen
menurun
o Monitor nilai AGD
- Gelisah menurun
o Monitor hasil x-ray toraks
- PCO2 membaik
2. Terapeutik
- PO2 membaik
o Atur interval waktu pemantauan
- PH arteri membaik
respirasi sesuai kondisi pasien
- Sianosis membaik
o Dokumentasikan hasil pemantauan
- Pola nafas membaik
3. Edukasi
- Warna kulit membaik
o Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
B. TERAPI OKSIGEN (I.01026)
1. Observasi
o Monitor kecepatan aliran oksigen
o Monitor posisi alat terapi oksigen
o Monitor aliran oksigen secara
periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
o Monitor efektifitas terapi oksigen
(mis. oksimetri, analisa gas darah ),
jika perlu
o Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
o Monitor tanda-tanda hipoventilasi
o Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
o Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
o Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
2. Terapeutik
o Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trachea, jika perlu
o Pertahankan kepatenan jalan nafas
o Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
o Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
o Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengat tingkat mobilisasi
pasien
3. Edukasi
o Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
4. Kolaborasi
o Kolaborasi penentuan dosis oksigen
o Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
3.
Nyeri
Akut
b.d
Agen cedera
biologis
A. MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
Tingkat Nyeri
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan nyeri
o lokasi, karakteristik, durasi,
menghilang, dengan kriteria
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
hasil:
o Identifikasi skala nyeri
- Kemampuan menuntaskan
o Identifikasi respon nyeri non verbal
o Identifikasi faktor yang
Aktivitas meningkat
memperberat dan memperingan
- Keluhan Nyeri menurun
nyeri
o Identifikasi pengetahuan dan
- Frekuensi membaik
keyakinan tentang nyeri
o Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
o Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
o Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
o Monitor efek samping penggunaan
analgetik
2. Terapeutik
o Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
o Control lingkungan yang
1. Observasi
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
o Fasilitasi istirahat dan tidur
o Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
o Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
o Jelaskan strategi meredakan nyeri
o Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
o Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
o Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
B. PEMBERIAN ANALGETIK (I.08243)
1. Observasi
o Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
o Identifikasi riwayat alergi obat
o Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika, nonnarkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
o Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
o Monitor efektifitas analgesik
2. Terapeutik
o Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
o Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
o Tetapkan target efektifitas analgesic
untuk mengoptimalkan respon
pasien
o Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
3. Edukasi
o Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
o
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi
4.Gangguan
ventilasi
spontan
A. Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013) Ventilasi Spontan (L.01007)
Setelah
1. Observasi
dilakukan
 Periksa indikasi ventilator mekanik (mis. keperawatan
Kelehan otot napas, disfungsi neurologis, ventilasi
asidosis
tindakan
diharapkan
spontan,
dengan
kriteria hasil:
 Monitor efek ventilator terhadap status o
Dispnea menurun
oksigenasi (mis. Respon pasien, bunyi o
Penggunaan otot bantu
paru, SaO2)
napas menurun
 Monitor efek negatif ventilator (mis. o
Deviasi trachea, barotraumas, distensi
gaster, emfisema subkutan)
 Monitor gejala peningkatan pernapasan
 Monitor
kondisi
yang
trakea dan laring
2. Terapeutik
o Atur posisi 45 - 60⁰ untuk mencegah
aspirasi
o Reposisi pasien setiap 2 jam, jika perlu
o Lakukan perawatan mulut secara rutin
setiap shift
o Lakukan fisioterapi dada secara berkala
penghisapan
o
Volume tidal membaik
o
PCO2 membaik
o
 Monitor gangguan mukosa oral, nasal,
o Lakukan
menurungelisah menurun
meningkatkan o
konsumsi oksigen tinggi
lendir
sesuai
kebutuhan
o Siapkan BVM disamping tempat tidur
untuk antisipasi malfungsi mesin
Takikardia
PO2 membaik
SaO2 membaik
o Dokumentasi respon terhadap ventilator
c. Kolaborasi
o Kolaborasi pemilihan mode ventilator
o Kolaborasi pemberian agen pelumpuh
otot, sedatif, analgesik sesuai kebutuhan
o Kolaborasi penggunaan PS atau PEEP
untuk
meminimalkan
hipoventilasi
alveolus
B.Manajemen Jalan Napas Buatan (I.01012)
1. Observasi
o Monitor
(ETT),
posisi
terutama
selang
setelah
endotrakeal
mengubah
posisi
o Monitor tekanan balon ETT setiap 4 – 8
jam
o Monitor kulit area stoma trakeostomi
(mis. Kemerahan dan perdarahan
o Pasang oropharingeal airway (OPA)
untuk mencegah ETT tergigit
o Cegah ETT terlipat (kinking)
o Berikan pre-oksigenasi 100% selama 30
detik (3-6 kali ventilasi) sebelum dan
sesudah
o Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik sesuai kebutuhan
o Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
o Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri
dan kanan) setiap 24 jam
o Lakukan perawatan mulut secara rutin
setiap shift
o Lakukan perawatan stoma trakeostomi
secara rutin setiap shift
2. Edukasi
o Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan
dan prosedur pemasangan jalan napas
buatan.
3. Kolaborasi
o Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk
mucous plug yang tidak dapat dilakukan
penghisapan.
5.Resiko
perfusi
jaringan
serebral tidak
efektif
A.
MENEJEMEN
PENINGKATAN Perfusi serebral meningkat
TEKANAN INTRAKRANIAL (I. 06198)
1. Observasi
o Identifikasi penyebab peningkatan TIK
(mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema
serebral)
o Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
(mis. Tekanan darah meningkat, tekanan
nadi melebar, bradikardia, pola napas
ireguler, kesadaran menurun)
o Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
o Monitor CVP (Central Venous Pressure),
jika perlu
o Monitor PAWP, jika perlu
o Monitor PAP, jika perlu
o Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika
tersedia
o Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
o Monitor gelombang ICP
o Monitor status pernapasan
o Monitor intake dan output cairan
o Monitor
cairan
serebro-spinalis
(mis.
Warna, konsistensi)
2. Terapeutik
o Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
o Berikan posisi semi fowler
o Hindari maneuver Valsava
o Cegah terjadinya kejang
o Hindari penggunaan PEEP
o Hindari pemberian cairan IV hipotonik
o Atur ventilator agar PaCO2 optimal
o Pertahankan suhu tubuh normal
3. Kolaborasi
o Kolaborasi
pemberian
sedasi
dan
antikonvulsan, jika perlu
o Kolaborasi pemberian diuretic osmosis,
jika perlu
o Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu
B.
PEMANTAUAN
TEKANAN
INTRAKRANIAL (I.06198
1. Observasi
o Observasi penyebab peningkatan TIK
(mis. Lesi menempati ruang, gangguan
metabolism, edema sereblal, peningkatan
tekanan vena, obstruksi aliran cairan
serebrospinal,
hipertensi
intracranial
idiopatik)
o Monitor peningkatan TD
o Monitor pelebaran tekanan nadi (selish
TDS dan TDD)
o Monitor penurunan frekuensi jantung
o Monitor ireguleritas irama jantung
o Monitor penurunan tingkat kesadaran
o Monitor
perlambatan
atau
ketidaksimetrisan respon pupil
o Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm
rentang yang diindikasikan
o Monitor tekanan perfusi serebral
o Monitor
jumlah,
kecepatan,
dan
karakteristik drainase cairan serebrospinal
o Monitor
efek
stimulus
lingkungan
terhadap TIK
2. Terapeutik
o Ambil
sampel
drainase
cairan
serebrospinal
o Kalibrasi transduser
o Pertahankan sterilitas system pemantauan
o Pertahankan posisi kepala dan leher netral
o Bilas sitem pemantauan, jika perlu
o Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
o Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan
tujuan
dan
prosedur
pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan, jika
PERLU
6.Gangguan
sirkulasi
spontan
A. Resusitasi Jantung Paru
Setelah dilakukan intervensi
1. Observasi
diharpkan
sirkulasispontan
penolong, meningkat
dengan kriteria
o Identifikasi
keamanan
lingkungan dan pasien
hasil:
o Identifikasi respon pasien
-
Tingkat
o Monitor nadi karotis dan napas setiap 2 kesadaranmeningkat
menit atau 5 sikls RJP
-
2. Teraupetik
Saturasi
oksigenmeningkat
o Pakai APD
-
o Aktifkan EMS
EKGaritmia menurun
o Posisikan pasien terlentang di tempat dadar dan keras
o Atur
posisi
Gambaran
Frekuensi
nadimembaik
penolong
berlutur
di -
samping korban
Tekanan
darahmembaik
o Raba nadi karotis dalam waktu <10 detik
Frekuensi
nafasmembaik
o Berikan
rescue
breathing
jika -
Suhu tubuhmembaik
ditemukan ada nadi tetapi tidak ada -
ETCO2membaik
napas
Produksi urine
-
o Kompresi dada 30 kali dikombinasikan
dengan bantuan napas (ventilasi) 2 kali
jika ditemukan tidak ada nadi dan tidak
ada
napas]kompresi
dengan
tumit
telapak tanagan menumpuk di atas
telapak tangan yang lain tegak lurus
pada pertengahan dada
o Kompresi dengan kedalaman kompresi
5-6 cm dengan kecepatan 100-200x.n
o Bersihkan dan buka jalan napas dengan
head till chin lift atau jaw thrust
o Berikan
bantuan
napas
dengan
menggunakan BVM dengan teknik EC
clamp
o Kombinasikan kompresi dan ventilasi
selama 2 menit atau sebanyak 5 siklus
o Hentikan RJP jika ditemukan adanya
tanda kehidupan, enolong yang lebih
mahir datang ditemukan adanya tanda
kematian biologis
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
kepada keluarga atau pengantar pasien
4. Kolaborasi
o Kolaborasi untuk tim medis untuk
bantuan hidup lanjut
B. Manajemen Defibrilisasi
1. Observasi
o Periksa irama pada monitor setelah RJP
2 menit
2. Teraupetik
o Lakukan RJP hingga mesin defibrilator
siap
o Siapkan
dan
hidupkan
mesin
defibrilator
o Pasang monitor EKG
o Pastikan irama EKG henti jantung (VF
atau VT tanpa nadi)
o Atur jumlah energi dengan mode
asynchronized (360 J untuk monofasik
dan 200 J untuk bifasik)
o Angkat paddle dari mesin dan oleskan
jeli pada paddle
o Tempelkan paddle sternum kanan pada
sisi kanan sternum di bawah klavikula
dan paddle apeks kiri pada gais
midaksilaris setinggi elektroda V^
o Isi energi dengan menekan tombol
charge pada paddle atau tombol charge
pada mesin defibrilator dan menunggu
hingga energi yang diinginkan tercapai
o Hentikan RJP saat defibrilator siap
o Teriak bahwa defibrilator telah siap
o Berikan syok dengan menekan tombol
pada kedua padlle secara bersamaan
o Angkat padlle dan lanjutkan RJP
o Monitor setelah pemberian defibrilator
o Lanjutkan RJP sampai 2 menit
DAFTAR PUSTAKA
LeMone, dkk (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa. Jakarta: EGC
Alchuriyah, S & Wahjuni (2016). Faktor Risiko Kejadian StrokeUsia MudaPada Pasien
Rumah Sakit Brawijaya Surabaya. Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya
Bustan, (2015). Manajemen pengendalian penyakit tidak menular. Jakarta : Rineka Cipta.
Taufiqurrahman, dkk. 2016. Manfaat Pemberian Sitokoline Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik (SNH). Jurnal. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban
Patria
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Chang, E., Daly, J., dan Elliott, D., 2010, Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik
Keperawatan, 112-113, Jakarta, EGC.
Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Trans Info Media
Nair M., and Peate I. (2015). Pathophysiology for nurse at a Glance. John Wiley & Sons.
Chapter 15: 36-37.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Ghani L, Laurentia K M & Delima,(2016) Faktor Risiko Dominan Penderita Stroke Di
Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. Maret 2016. Vol. 44, No. 1,: 49-58
Bararah, T dan Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi
Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya
Mubarak WI., Nurul C., Joko S. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap
dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Heriana, P. (2014). Buku ajar kebutuhan dasar manusia. Tangerang : Binarupa Aksara
Download
Study collections