LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI NERS STROKE NON HEMORAGIK Disusun oleh : 1. EVI YULIA ARVENSI P27220019268 2. LENA P27220019280 3. NADYA ANDRIYANI PUTRI P27220019289 4. NIA DELVI LAROSI P27220019291 5. MUHSONATUL KHASIFAH P27220019287 6. PANDU RIFQI AMALIA P27220019293 7. POPI LESTARI P27220019394 8. VERLENTIA AGVEZHA P27220019312 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KEMENKES SURAKARTA PROFESI KEPERAWATAN 2020 LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK (SNH) I. TEORI DASAR STROKE NON HEMORAGIK (SNH) A. Definisi Stroke merupakan kegawat daruratan medik yang menjadi salah satu penyebab kematian dan kecacatan (Rachmawati, 2017). Stroke dapat menyerang semua golongan usia dan sebagian besar akan dijumpai pada usia 55 tahun keatas (Bustan, 2015). Stroke non hemorargik terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu atau mengalami (iskemik) yang disebabkan oleh oklusi atau stenosis arteri (Taufiqurrohman,dkk, 2016). Stroke non hemoragic adalah stroke yang disebabkan oleh bekuan darah (baik sebagai trombus maupun embolus), atau dari stenosis pembuluh yang disebabkan penumpukan plak (Lemone, 2016). Stroke non hemoragic adalah suatu gangguan peredaran darah ke otak akibat tersumbatnya pembuluh darah tanpa terjadi suatu perdarahan (Wiwit, 2016). Berdasarkan penjelasan tersebut, bahwa stroke non hemorargik adalah stroke yang disebabkan gangguan peredaran darah ke otak yang disebabkan oleh trombus maupun embolus ataupun stenosis pembuluh yang terjadi akibat penumpukan plak tanpa adanya perdarahan. B. Etiologi Stroke Non Hemoragik Stroke biasanya terjadi disebabkan oleh salah satu dari kejadian dibawah ini : 1. Thrombolisis Pengumpulan trombus mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis endotelial dari pembuluh darah. Arteroslerosis menyebabkan zat lemak tertumpuk dan membentuk plak di dinding pembuluh darah, plak ini yang membuat pembuluh drah menyempit (Black & Hawks; 2014) 2. Emboli cerebral Yaitu bekuan darah atau lainnya seperti lemak yang mengalir melalui pembuluh darah dibawa ke otak, dan nyumbat aliran darah bagian otak tertentu (Nurarif; 2015) 3. Spasme pembuluh darah Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, penurunan aliran darah ke arah otak yang disuplay oleh pembuluh darah yang menyempit. (Black & Hawks; 2014) C. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala stroke non hemorargik antara lain; Gambaran klinis stroke non hemorargik terkait dengan arteri yang terkena 1. Arteri karotis interna Hemiparesis atau paralisis pada bagian wajah, lengan dan kaki Defisit sensorik kontralateral pada wajah, lengan dan kaki Afasia atau disfasia jika terkena hemisfer yang dominan Apraksia, agnosia, dan unilateral neglect jika terkena hemisfer non-dominan Gangguan penglihatan (Chang, 2010) 2. Arteri serebri anterior Hemiparesis pada kaki sampai tungkai bagian bawah Berkurangnya sensorik kontralateral pada kaki sampai tungkai bagian bawah Kehilangan kemampuan untuk membuat keputusan atau bertindak secara volunter Inkontinensia urine(Lemone, dkk, 2016) 3. Arteri serebri media Hemiplegia pada derah (flacid pada muka, lengan dan tungkai pada sisi kontralateral) Gangguan sensorik (pada daerah yang sama sebagai hemiplegia) Aphasia (aphasia global jika hemisfer dominan yang dipengaruhi) Hemonymous hemianopsia Bingung sampai dengan koma (makin buruk tingkat kesadaran) Ketidakmampuan menggerakan mata terhadap sisi yang paralisis Denial paralisis Kemungkinan pernapasan chynestokes Sakit kepala Paresis vasomotor 4. Arteri vertebrobasilaris Lemah di sisi yang diserang Mati rasa di sekitar bibir dan mulut Potongan bidang visual Diplopia Koordinasi buruk Disfagia Bicara mencerca Pusing Amnesia dan ataksia(Masriadi, 2016) 5. Arteri basilaris Quadriplegia Kelemahan otot faring, lidah, dan wajah (Chang, dkk, 2010) 6. Arteri serebralis Atakasia, vertigo, limbung dan nistagmus Mual dan muntah Gangguan rasa nyeri dan sensibilitas terhadap suhu pada batang tubuh dan ekstermitas di sisi kontralateral Paralisis tatapan mata Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena (Chang, dkk, 2010) Gambaran klinis stroke non hemorargik berdasarkan sisi otak yang terkena menurut (Nair & Peate, 2015) antara lain; 1. Sisi kanan otak Kehilangan fungsi motorik pada kiri tubuh Pusat bahasa tidak terganggu Defisit lapang pandang kiri Ketidakpedulian yang nyata akan kebebasan Penilaian dan perilaku impulsif yang buruk 2. Sisi kiri otak Dominan untuk bicara, kemampuan analisis, dan memori auditori serta verbal Hemiplegia sisi kanan Afasia ekspresif, reseptif, atau global Gangguan proses berpikir Kelemahan penglihatan sisi kanan Perilaku berhati-hati D. Klasifikasi Stroke Non Hemorargik 1. Stroke iskemik transien (Transtien ischemic attack/TIA) Stroke ini biasa disebut dengan stroke kecil, dimana stroke yang terjadi pada periode singkat iskemi serebral terlokalisasi yang menyebabkan defisit neurolis yang berlangsung selama kurang dari 24 jam. Transtien ischemic attack (TIA) disebabkan karena gangguan inflamasi arteri, anemia sel sabit, perubahan ateroklerosis pada arteri karotis dan serebral, trombosis, serta emboli. Manifestasi neurologis TIA beragam berdasarkan lokasi dan ukuran pembuluh serebral yang terkena dan memiliki awitan tiba-tiba. Biasanya terjadi defisit meliputi kebas kontralateral atau kelemahan tungkai, tangan, lengan bawah, dan pusat mulut, afasia, dan gangguan penglihatan buram serta fugaks amaurosis (kebutaan yang cepat pada satu mata) (Lemone, dkk, 2016) 2. Stroke pembuluh darah besar (Trombolisis) Stroke trombotik adalah tipe stroke yang paling umum, dimana sering dikaitkan dengan ateroklerosis dan menyebabkan penyempitan lumen arteri, sehingga menyebabkan gangguan masuknya darah yang menuju ke bagian otak. 3. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Tanda dan gejala gangguan persarafan yang berlangsung dalam waktu yang lama lama. Kondisi RIND dan TIA mempunyai kesamaan, hanya saja RIND berlangsung maksimal 1 minggu (7 hari) dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu 3 minggu) serta tidak meninggalkan gejala sisa (Masriadi, 2016). 4. Stroke embolik kardiogenik Stroke ini terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi atrial, trombi ventrikel, infark miokard, penyakit jantung kongesti, atau plak asteroklerosis masuk sistem sirkulasi dan menjadi tersumbat pada pembuluh serebral terlalu sempit untuk memungkinkan gerakan lebih lanjut. Pembuluh darah kemudian mengalami oklusi. Tempat yang paling sering mengalami emboli serebral adalah di bifurkasi pembuluh, terutama pada arteri serebral tengah (Lemone, dkk, 2016). 5. Complete stroke Suatu gangguan pembuluh darah pada otak yang menyebabkan deficit neurologist yang berlangsung lebih dalam waktu 24 jam. Stroke ini akan meninggalkan gejala sisa (Masriadi, 2016). 6. Progressive Stroke (Stroke in Evolution) Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau lebih. Stroke jenis ini merupakan stroke dimana penentuan prognosisnya terberat dan sulit. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil, berubah-ubah dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk (Masriadi, 2016) E. Patofisiologi Berdasarkan dari segi penyebab, stroke non hemorargik dapat terjadi dari beberapa faktor pencetus dimulai dari faktor gaya hidup, faktor yang dapat diubah, sampai dengan faktor yang tidak dapat diubah. (Alchuriyah & Wahjuni) dan (Nurarif & Kusuma, 2015). Dari berbagai faktor tersebut dapat menyebabkan ateroklerosis yang terbentuk daerah yang berlemak, seiring waktu terbentuk plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang mengalami keterbatasan terutama di daerah yang berlawanan yaitu di percabangan arteri ekstraserebral. Sel darah merah/ trombosit kemudian melekat pada permukaan plak bersama dengan fibrin, secara perlahan trombosit yang melekat dapat memperbesar ukuran plak sehingga menyebabkan terbentuknya trombus. Penyempitan atau oklusi tersebut dapat dapat mengakibatkan aliran darah ke serebral sehingga dapat mengakibatkan terjadinya stroke non hemorargik (Chang, dkk, 2010). Apabila aliran suplai darah ke otak terganggu maka akan menimbulkan perfusi darah pada otak itu sendiri berubah yang dapat menimbulkan hipoksia. Dari hipoksia dalam otak akan menyebabkan berbagai macam patofisiologi munculnya klasifikasi stroke yaitu trombotik, embolik, iskemik, dan infark lakunar. Penyebab yang pertama adalah stroke iskemik (TIA), dimana saling berhubungan dengan iskhemik serebral dan disfungsi neurologis sementara. Trombotik bekuan cairan didalam pembuluh darah adalah tipe stroke yang paling umum terjadi, dimana sering dikaitkan dengan ateroklerosis dan menyebabkan penyempitan lumen arteri sehingga menyebabkan gangguan suplai darah yang menuju ke otak yang dapat mengenai arteri serebral tunggal. Stroke infak lakunar terjadi ketika stroke trombotik mengenai pembuluh serebral terkecil tidak segera ditangani sehingga meninggalkan rongga kecil di jaringan otak atau batang otak yang dapat mengenai arteri serebral tengah tengah dan arteri serebral posterior (Lemone, dkk, 2016) Penyebab umum yang terakhir adalah stroke embolik kardiogenik (bekuan darah atau material lain) terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi atrial, trombi ventrikel, infark miokard, penyakit jantung kongesti, atau plak ateroklrerosis masuk ke sistem sirkulasi dan menjadi tersumbat pada pembuluh serebral tersebut, sehingga menyebabkan oklusi pembuluh darah, yang dapat mengenai arteri serebral tengah (Lemone, dkk, 2016) F. Pemeriksaan Penunjang 1. CT scan mengidentifikasi area perdarahan (biasanya untuk pemakaian darurat. 2. MRI (Magnetic Resonance Imaging) mengidentifikasi lokasi iskemik (lebih lambat dari CT scan). 3. MRA (Maagnetik Resonance Angiography) dapat mengidentifikasi vasculature abnormal atau vasospasm. 4. Difusi atau perfusi MRI/MRA akan menunjukkan area yang tidak mendapatkan suplai darah dalam jumlah cukup, namun belum mengalami infarktus. 5. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) akan menunjukkan area yang tidak mendapat perfusi secara tepat. G. Komplikasi Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah: 1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi. 2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh. 3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala, Hidrosefalus. H. Pathway II. Konsep Askep Gadar Stroke Non Hemorargik A. Pengkajian 1. Identitas Klien a. Umur Stroke ditemukan pada semua golingan usia, namun sebagian besar akan dijumpai pada usia di atas 55 tahun. Kejadian stroke secara eksposional meningkat pada usia yang sudah lanjut, dimana akan terjadi peningkatan 100 kali lipat pada usia 80-90 adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000 pada golongan usia 30-40 tahun (Bustan, 2015). b. Jenis kelamin Laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan wanita, hal ini terjadi karena laki-laki memiliki hormon testoteron yang bisa meningkatkan kadar LDL darah (Bushnell dalam Laily, 2017) c. Alamat / Tempat tinggal Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Ghani,dkk, 2016) bahwa penderita stroke paling banyak terjadi yang tinggal di perkotaan daripada di perdesaan 2. Pengkajian Primer a. Airway Pada penderita stroke yang mengalami penurunan kesadaran umumnya mengalami hambatan jalan napas (Jauhar, Bararah & 2013), sekret berbuih (Mubarak, dkk, 2015). b. Breathing 1) Inspeksi Terdapat retraksi otot pernapasan, pernapasan lebih dari 20 x/menit (Mubarak, dkk, 2015), kesulitan bernapas, sesak napas atau apnea, kemungkinan pernapasan cheynestokes. 2) Palpasi Focal fremitus umumnya tidak seimbang antara kanan dan kiri selama ada penumpukan sekret 3) Perkusi Terdapat bunyi hipersonor jika terdapat sekret dalam lapang paru 4) Auskultasi Terdapat suara napas tambahan ronkhi, wheezing jika pasien stroke mengalami penurunan kesadaran (Mubarak, dkk, 2015) c. Circulation 1) Tekanan darah Dapat ditemukan tekanan darah tinggi/hipertensi dengan tekanaan darah >200 mmHg (Nurarif & Kusuma, 2015) 2) Nadi Frekuensi nadi dapat bervariasi (Bararah & Jauhar, 2013) 3) Suhu Hipertermia (Lemone, dkk, 2016) 4) Capilary Refill Time Kapiler refill time > 1-2 detik (Mubarak, dkk, 2015) 5) Sianosis/pucat Pada pasien stroke non hemorargik yang mengalami perfusi serebral tidak efektif menyebabkan kadar PaO2 < 95% sehingga menyebabkan sianosis (Mubarak, dkk, 2015) 6) Akral Pada pasien stroke non hemorargik mengalami diaforesis sehingga dapat ditemukan akral dingin (Nurarif & Kusuma, 2015) 7) Kelembapan Pada pasien stroke non hemorargik mengalami diaforesis dan akral dingin sehingga mengalami kelembapan pada kulitnya. 8) Disability a) GCS/AVPU Menurut (Heriana, 2014) ada tiga hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale); Respon membuka mata (eyes) Nilai 4: Mata membuka spontan, misalnya sesudah disentuh Nilai 3: Dapat membuka mata jika diajak bicara, dipanggil nama atau diperintahkan untuk membuka mata Nilai 2: Mata membuka hanya kalau dirangsang kuat/ nyeri Nilai 1: Tidak membuka mata walaupun diberikan rangsang nyeri b) Respon bicara (verbal) Pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara. Orientasi Nilai 5: waktu, tempat, orang, siapa dirinya, berada di mana, tanggal dan hari Nilai 4: Pasien konfusi atau tidak orientasi penuh Bisa bicara, kata-kata yang diucapkan jelas dan baik, tetapi tidak Nilai 3: menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan Mampu bersuara namun tidak dapat ditangkap secara jelas apa artinya/ Nilai 2: “ngrenyem”, suara tidak mampu dikenali makna katanya Nilai 1: Tidak bersuara apapun walau diberi rangsangan nyeri c) Respon motorik Nilai 6: Dapat menirukan perintah sederhana yang telah pemeriksa anjurkan seperti: mengangkat tangan, dapat menunjuk jumlah jari-jari, serta mampu melepaskan genggaman. Nilai 5: Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti tekanan pada sternum, cubitan pada muskulus trapizius Gerakan fleksi menjauhi dari rangsangan nyeri yang diberikan, tetapi tidak mampu menunjuk dengan tangan dimana lokasi atau tempat Nilai 4: rangsang nyeri yang diberikan Bila diberi rangsangan nyeri bahu mengalami fleksi abnormal, bahu mengalami abduksi, fleksi dan pronasi lengan bawah, fleksi pada Nilai 3: pergelangan tangan dan mengepal Bila diberi rangsang nyeri bahu mengalami ekstensi abnormal. Bahu abduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan Nilai 2: tangan dan tinju mengepal, Nilai 1: Sama sekali tidak ada respons Skor penilaian GCS : GCS 14-15: Compos Mentis GCS 12-13: Apatis GCS 11-10: Delirium GCS 7-9: Somnolen GCS 8-10: Stupor GCS <5: Koma (Nurarif & Kusuma, 2015) Pada klien yang mengalami stroke non hemorargik akan mengalami gangguan tingkat kesadaran jika terjadi ketidakseimbangan perfusi ventilasi (Bararah & Jauhar, 2013) 9) Pupil Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena (Chang, dkk, 2010) 10) Gangguan motorik Hemiplegia, hemiparesis, flasiditas (tidak adanya tonus otot), spastisitas (peningkatan tonus otot) (Lemone, dkk, 2016) 11) Gangguan sensorik Defisit dalam penglihatan, pendengaran, rasa dan indra penciuman (Lemone, dkk, 2016, hal. 1802) 12) Exposure/Enviromental/Event Pada pasien stroke non hemorargik biasanya akan terjadi ketika selama tidur atau segera setelah bangun tidur sehingga jarang adanya trauma. d. Secondary Survey e. Five Intervensi 1) EKG Jika mempunyai penyakit jantung maka hasil EKG menunjukan adanya disritmia (Bararah & Jauhar, 2013). 2) Kateter Penggunaan kateter intermiten pada pasien stroke non hemorgik untuk pengosongan kandung kemih (Nurarif & Kusuma, 2015) 3) NGT Pemasangan selang nasogastrik jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun (Nurarif & Kusuma, 2015) 4) Sp O2 Didapatkan hasil < 95% (Mubarak, dkk, 2015) 5) Labolatorium Peningkatan lemak dalam darah karena pasien stroke non hemorargik kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum (Bararah & Jauhar, 2013) 6) Full Of Vital Sign a) MAP >130 mmHg jika didapatkan infark miokard akut dan gagal jantung kongestif (Nurarif & Kusuma, 2015) b) Nadi Pada stroke iskemik didapatkan nadi mungkin cepat dan halus tergantung dari pada etiologi penyakit jantung yang menyertai. c) Suhu Hipertermia (Lemone, dkk, 2016) d) RR Pernapasan tidak teratur (Mubarak, dkk, 2015) e) BB BB mungkin menurun pada pasien stroke non hemorargik karena mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum karena adanya kehilangan sensasi pada lidah. (Bararah & Jauhar, 2013) 7) Give Comfort Jika dalam stroke non hemorargik mengalami peningkatan TIK maka posisi kepala dinaikkan 30 derajat, posisi kepala dan dada di satu bidang (Nurarif & Kusuma, 2015) 8) History a) Keluhan Utama Pada klien stroke non hemorargik keluhan utamnya biasanya terjadi hemiparesis, hemisensorik, afasia, disartria, ataksia, sampai vertigo dan akan mengalami penurunan kesadaran. b) Riwayat penyakit sekarang Stroke non hemorargik akan terjadi pada saat santai atau tidur, dengan lama serangan sekitar 2-15 menit sampai paling lama 24 jam, gejala yang timbul seperti pusing yang tidak lazim adanya nyeri kepala yang hebat, mual, muntah, maupun panas. Timbul rasa kesemutan pada sesisi badan, mati rasa dan terasa seperti terbakar atau terkena cabai. Lemas atau bahkan kelumpuhan pada sisi badan, mulut dan lidah mencong, gangguan menelan (Masriadi, 2016). c) Makan minum terakhir Pada klien stroke infark akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum. Hal ini dapat diketahui melalui tanda dan gejala seperti nafsu makan hilang, mual muntah. Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia, kesulitan menelan (Bararah & Jauhar, 2013) d) Riwayat medikasi Penyalahgunaan obat-obatan terlarang menyebabkan intake nutrisi/Fe menurun sehingga mengakibatkan penurunan hemoglobin (Tarwoto & Wartonah, 2010) e) Pengalaman pembedahan Pada pasien stroke akan dilakukan pembedahan jika mengalami TIA (Lemone, dkk, 2016) f) Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat penyakit diabetes melitus (Bararah & Jauhar, 2013, hal. 38), hipertensi ataupun hipotensi, riwayat penjakit jantung. g) Riwayat penyakit keluarga Adanya riwayat kelurga yang terkena stroke (Nurarif & Kusuma, 2015) 9) Pemeriksaan Fisik Head to Toe: a) Kepala Pasien stroke akan mengeluh Pusing, sakit kepala (Bararah & Jauhar, 2013). Pemeriksaan 12 saraf kranial pasien stroke non hemorargik; b) Nervus I olfaktorius Defisit indra penciuman (Lemone, dkk, 2016) c) Nervus II opticus Defisit penglihatan, hemianopia, homonomus, diplopia, penurunan ketajaman penglihatan (Lemone, dkk, 2016), berulangnya serangan kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral mata. d) Nervus III oculomotoris Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena, paralisis tatapan mata (Chang, dkk, 2010) e) Nervus IV throclearis Jarang terjadi gangguan pergerakan mata (motorik). f) Nervus V thrigeminus Tidak lancar atau tidak dapat bicara, bicara pelo. g) Nervus VI abdusen Gangguan gerakan tangkas atau gerakan tidak terkoordinasi (Masriadi, 2016) h) Nervus facialis Paralisis wajah (Chang, dkk, 2010), muka tidak simetris (Masriadi, 2016), hilangnya sensasi pada wajah. i) Nervus VII auditorius Pada pasien dengan stroke non hemorargik akan mengalami tuli dan tinnitus jika mengenai arteri serebral inferior anterior sisi ipsilateral. j) Nervus IX glosopharingeal Gangguan menelan atau bila minum sering sering tersedak (Masriadi, 2016) k) Nervus X Vagus Muntah (Chang, dkk, 2010) l) Nervus XI accesorius Terdapat bendungan vena jugularis (Mubarak, dkk, 2015) m) Nervus XII hypoglosus Mulut dan lidah mencong bila diluruskan (Masriadi, 2016) hilang sensasi pengecapan pada lidah. n) Leher Tidak ada kaku kuduk (Nurarif & Kusuma, 2015). o) Dada Paru-paru: Inspeksi : terdapat retraksi otot pernapasan (Mubarak, dkk, 2015) Palpasi : focal fremitus umumnya tidak seimbang antara kanan dan kiri selama ada penumpukan sekret Perkusi : terdapat bunyi hipersonor jika terdapat sekret dalam lapang paru Auskultasi : ronkhi, wheezing (Mubarak, dkk, 2015) Jantung: Inspeksi : ictus cordis tidak nampak pada pasien yang mengalami obesitas Palpasi : ictus cordis pada teraba pada ICS 5-6 bergeser ke kiri Perkusi: batas normal jantung atas ICS II mid sternalis, batas bawah ICS V, batas kiri ICS V midclavicula sinistra dekstra. Pada pasien stroke jika terjadi kardiomegali perkusi yang didapatkan melebihi batas normal Auskultasi : S1 dan S2 tidak teratur serta terdapat S3 (Mubarak, dkk, 2015) p) Abdomen Konstipasi, impaksi feses (Lemone, dkk, 2016), mengalami distensi abdomen, bising usus negatif, tympani (Bararah & Jauhar, 2013) q) Ekstermitas Mengalami kelumpuhan atau kelemahan separo badan (Nurarif & Kusuma, 2015), gangguan fungsi motorik, lemah dan mati rasa di kaki (Masriadi, 2016), hemiplegia, kontarktur, ankilosis tubuh, atrofi disuse, disartria (Lemone, dkk, 2016) r) Kulit/integument Defisit motorik dapat menyebabkan perubahan mobilitas sehingga komplikasi dapat melibatkan sistem tubuh yang multipel salah satunya kulit/integument yang dapat menciptakan pembentukan luka dicubitus (Lemone, dkk, 2016) 3. Pemeriksaan Penunjang 1. CT scan mengidentifikasi area perdarahan (biasanya untuk pemakaian darurat. 2. MRI (Magnetic Resonance Imaging) mengidentifikasi lokasi iskemik (lebih lambat dari CT scan). 3. MRA (Maagnetik Resonance Angiography) dapat mengidentifikasi vasculature abnormal atau vasospasm. 4. Difusi atau perfusi MRI/MRA akan menunjukkan area yang tidak mendapatkan suplai darah dalam jumlah cukup, namun belum mengalami infarktus. 5. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) akan menunjukkan area yang tidak mendapat perfusi secara tepat. b. Pemeriksaan labolatorium Darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, AGD, biokimia darah, elektrolit. Digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. Hasil dari pemeriksaan labolatorium menunjukan hasil AGD yang tidak normal (Mubarak, dkk, 2015), kenaikan hematokrit dengan vaskositas darah yang tinggi (Chang, dkk, 2010), peningkatan lemak dalam darah (Bararah & Jauhar, 2013). a. EKG 12 Lead Membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli dicurigai terjadi (Chang, dkk, 2010). Pada pemeriksaan ini akan menunjukan adanya disritmia (Bararah & Jauhar, 2013). b. Sinar tengkorak Adanya gambaran kalenjar lempeng pienal yang berubah pada daerah yang berlawanan dari massa yamg melebar, dan adanya kalsifikasi parsial dinding aneurisme pada daerah yang mengalami perdarahan yaitu pada subarakhnoid. Hasil dari pemeriksaan ini menunjukan adanya tumor sel embolik di dalam otak. 4. Terapi Medis a. Penatalaksanaan medis Pemberian nutrisi dapat diberikan dengan menggunakan cairan yang mengandung isotonik, kristaloid atau koloid 1500-200 mL, pemeriksaan kadar gula darah sewaktu yang >150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Jika terjadi penurunan kadar gula dalam darah < 60 mg % atau < 80 mg% dengan gejala dapat diatasi segera dengan pemberian cairan dekstrosa 40% secara (IV) sampai stabil dan harus dicari diketahui awal penyebabnya. Obatobatan yang direkomendasikan ialah diazepam 5-20 mg iv maksimal 100 mg/hari jika terjadi kejang, jika didapatkan peningkatan TIK beri manitol 0,25-1 gr/KgBB per 30 menit, jika ada gejala rebound dilanjutkan manitol 0,25 gr/KgBB per 30 menit selam 6 jam. Pemberian citicolin 100-300 mg.hari diberikan secra IV/IM dan sodium Thipenton 5 mg/KgBB sebagai pengganti diazepam (Nurarif & Kusuma, 2015). b. Penatalaksanaan keperawatan c. Mengkaji status pernapasan d. Mengobservasi tanda-tanda vital e. Memantau fungsi usus dan kandung kemih f. Melakukan katerisasi kandung kemih g. Mempertahankan tirah baring(Bararah & Jauhar, 2013) h. Penatalaksanaan gizi Pemberian nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan memberikan makanan cair supaya tidak menimbukkan aspirasi dan cairan harus dibatasi mulai hari pertama setelah terjadi stroke sebagai alternatif untuk mencegah pembengkakan pada otak, serta pemberian diet rendah garam dan menghindari makanan yang kaya akan lemak dan kolestrol (Bararah & Jauhar, 2013) B. Diagnosa Keperawatan (SDKI) 1. Pola Nafas tidak efektif b.d imaturitas neurologis 2. Gangguan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi perfusi 3. Nyeri Akut b.d Agen cedera biologis 4. Gangguan ventilasi spontan 5. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif 6. Gangguan sirkulasi spontan C. Intervensi Keperawatan DIAGNOSA 1. Pola Nafas tidak efektif b.d imaturitas neurologis INTERVENSI (SIKI) TUJUAN & KRITERI HASIL (SLKI) A. PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014) Pola Napas (L.01004) 1. Observasi o Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas o Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas efektif, dengan kriteria hasil: hiperventilasi, Kussmaul, CheyneStokes, Biot, ataksik0 o Monitor kemampuan batuk efektif o Monitor adanya produksi sputum o Monitor adanya sumbatan jalan napas o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru o Auskultasi bunyi napas o Monitor saturasi oksigen o Monitor nilai AGD o Monitor hasil x-ray toraks 2. Terapeutik o Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien o Dokumentasikan hasil pemantauan 3. Edukasi o Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan o Informasikan hasil pemantauan, jika perlu B. MENEJEMEN JALAN NAPAS (I. 01011) 1. Observasi o Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) o Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering) o Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) 2. Terapeutik o Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jawthrust jika curiga trauma cervical) o Posisikan semi-Fowler atau Fowler o Berikan minum hangat o Lakukan fisioterapi dada, jika perlu o Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik o Lakukan hiperoksigenasi sebelum o Penghisapan endotrakeal o Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill o Berikan oksigen, jika perlu 3. Edukasi o Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi. o Ajarkan teknik batuk efektif 4. Kolaborasi - Dispnea menurun - Penggunaan otot bantu napas menurun - Pemanjangan fase ekspirasi menurun - Ortopnea menurun - Pernapasan pursed-lip menurun - Pernapasan cuping hidung menurun - Frekuensi napas membaik - Kedalaman napas membaik - Ekskursi dada membaik - Ventilasi semenit membaik - Kapasitas vital membaik - Diameter thoraks anteriorposterior membaik - Tekanan ekspirasi membaik - Tekanan inspirasi membaik o Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu. 2.Gangguan A. PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014) Pertukaran gas (L.01003) pertukaran 1. Observasi gas b.d Setelah dilakukan tindakan o Monitor frekuensi, irama, Ketidakseimb keperawatan diharapkan kedalaman, dan upaya napas angan gangguan pertukaran gas tidak o Monitor pola napas (seperti ventilasi terjadi, dengan kriteria hasil: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, perfusi - Dyspnea menurun Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, - Bunyi nafas tambahan ataksik0 menurun o Monitor kemampuan batuk efektif - Takikardia menurun o Monitor adanya produksi sputum - Pusing menurun o Monitor adanya sumbatan jalan - Penglihatan kabur napas menurun o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru - Olaforesis menurun o Auskultasi bunyi napas - Nafas cuping hidung o Monitor saturasi oksigen menurun o Monitor nilai AGD - Gelisah menurun o Monitor hasil x-ray toraks - PCO2 membaik 2. Terapeutik - PO2 membaik o Atur interval waktu pemantauan - PH arteri membaik respirasi sesuai kondisi pasien - Sianosis membaik o Dokumentasikan hasil pemantauan - Pola nafas membaik 3. Edukasi - Warna kulit membaik o Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan o Informasikan hasil pemantauan, jika perlu B. TERAPI OKSIGEN (I.01026) 1. Observasi o Monitor kecepatan aliran oksigen o Monitor posisi alat terapi oksigen o Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup o Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah ), jika perlu o Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan o Monitor tanda-tanda hipoventilasi o Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis o Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen o Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen 2. Terapeutik o Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu o Pertahankan kepatenan jalan nafas o Berikan oksigen tambahan, jika perlu o Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi o Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengat tingkat mobilisasi pasien 3. Edukasi o Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah 4. Kolaborasi o Kolaborasi penentuan dosis oksigen o Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur 3. Nyeri Akut b.d Agen cedera biologis A. MANAJEMEN NYERI (I. 08238) Tingkat Nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri o lokasi, karakteristik, durasi, menghilang, dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas nyeri hasil: o Identifikasi skala nyeri - Kemampuan menuntaskan o Identifikasi respon nyeri non verbal o Identifikasi faktor yang Aktivitas meningkat memperberat dan memperingan - Keluhan Nyeri menurun nyeri o Identifikasi pengetahuan dan - Frekuensi membaik keyakinan tentang nyeri o Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri o Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup o Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan o Monitor efek samping penggunaan analgetik 2. Terapeutik o Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) o Control lingkungan yang 1. Observasi memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) o Fasilitasi istirahat dan tidur o Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri 3. Edukasi o Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri o Jelaskan strategi meredakan nyeri o Anjurkan memonitor nyri secara mandiri o Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat o Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 4. Kolaborasi o Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu B. PEMBERIAN ANALGETIK (I.08243) 1. Observasi o Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi) o Identifikasi riwayat alergi obat o Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, nonnarkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri o Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik o Monitor efektifitas analgesik 2. Terapeutik o Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu o Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum o Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien o Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan 3. Edukasi o Jelaskan efek terapi dan efek samping obat o 4. Kolaborasi o Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi 4.Gangguan ventilasi spontan A. Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013) Ventilasi Spontan (L.01007) Setelah 1. Observasi dilakukan Periksa indikasi ventilator mekanik (mis. keperawatan Kelehan otot napas, disfungsi neurologis, ventilasi asidosis tindakan diharapkan spontan, dengan kriteria hasil: Monitor efek ventilator terhadap status o Dispnea menurun oksigenasi (mis. Respon pasien, bunyi o Penggunaan otot bantu paru, SaO2) napas menurun Monitor efek negatif ventilator (mis. o Deviasi trachea, barotraumas, distensi gaster, emfisema subkutan) Monitor gejala peningkatan pernapasan Monitor kondisi yang trakea dan laring 2. Terapeutik o Atur posisi 45 - 60⁰ untuk mencegah aspirasi o Reposisi pasien setiap 2 jam, jika perlu o Lakukan perawatan mulut secara rutin setiap shift o Lakukan fisioterapi dada secara berkala penghisapan o Volume tidal membaik o PCO2 membaik o Monitor gangguan mukosa oral, nasal, o Lakukan menurungelisah menurun meningkatkan o konsumsi oksigen tinggi lendir sesuai kebutuhan o Siapkan BVM disamping tempat tidur untuk antisipasi malfungsi mesin Takikardia PO2 membaik SaO2 membaik o Dokumentasi respon terhadap ventilator c. Kolaborasi o Kolaborasi pemilihan mode ventilator o Kolaborasi pemberian agen pelumpuh otot, sedatif, analgesik sesuai kebutuhan o Kolaborasi penggunaan PS atau PEEP untuk meminimalkan hipoventilasi alveolus B.Manajemen Jalan Napas Buatan (I.01012) 1. Observasi o Monitor (ETT), posisi terutama selang setelah endotrakeal mengubah posisi o Monitor tekanan balon ETT setiap 4 – 8 jam o Monitor kulit area stoma trakeostomi (mis. Kemerahan dan perdarahan o Pasang oropharingeal airway (OPA) untuk mencegah ETT tergigit o Cegah ETT terlipat (kinking) o Berikan pre-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali ventilasi) sebelum dan sesudah o Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik sesuai kebutuhan o Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam o Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan kanan) setiap 24 jam o Lakukan perawatan mulut secara rutin setiap shift o Lakukan perawatan stoma trakeostomi secara rutin setiap shift 2. Edukasi o Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan prosedur pemasangan jalan napas buatan. 3. Kolaborasi o Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous plug yang tidak dapat dilakukan penghisapan. 5.Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif A. MENEJEMEN PENINGKATAN Perfusi serebral meningkat TEKANAN INTRAKRANIAL (I. 06198) 1. Observasi o Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema serebral) o Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun) o Monitor MAP (Mean Arterial Pressure) o Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu o Monitor PAWP, jika perlu o Monitor PAP, jika perlu o Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia o Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure) o Monitor gelombang ICP o Monitor status pernapasan o Monitor intake dan output cairan o Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi) 2. Terapeutik o Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang o Berikan posisi semi fowler o Hindari maneuver Valsava o Cegah terjadinya kejang o Hindari penggunaan PEEP o Hindari pemberian cairan IV hipotonik o Atur ventilator agar PaCO2 optimal o Pertahankan suhu tubuh normal 3. Kolaborasi o Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu o Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu o Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu B. PEMANTAUAN TEKANAN INTRAKRANIAL (I.06198 1. Observasi o Observasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi menempati ruang, gangguan metabolism, edema sereblal, peningkatan tekanan vena, obstruksi aliran cairan serebrospinal, hipertensi intracranial idiopatik) o Monitor peningkatan TD o Monitor pelebaran tekanan nadi (selish TDS dan TDD) o Monitor penurunan frekuensi jantung o Monitor ireguleritas irama jantung o Monitor penurunan tingkat kesadaran o Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil o Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm rentang yang diindikasikan o Monitor tekanan perfusi serebral o Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan serebrospinal o Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK 2. Terapeutik o Ambil sampel drainase cairan serebrospinal o Kalibrasi transduser o Pertahankan sterilitas system pemantauan o Pertahankan posisi kepala dan leher netral o Bilas sitem pemantauan, jika perlu o Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien o Dokumentasikan hasil pemantauan 3. Edukasi o Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan o Informasikan hasil pemantauan, jika PERLU 6.Gangguan sirkulasi spontan A. Resusitasi Jantung Paru Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi diharpkan sirkulasispontan penolong, meningkat dengan kriteria o Identifikasi keamanan lingkungan dan pasien hasil: o Identifikasi respon pasien - Tingkat o Monitor nadi karotis dan napas setiap 2 kesadaranmeningkat menit atau 5 sikls RJP - 2. Teraupetik Saturasi oksigenmeningkat o Pakai APD - o Aktifkan EMS EKGaritmia menurun o Posisikan pasien terlentang di tempat dadar dan keras o Atur posisi Gambaran Frekuensi nadimembaik penolong berlutur di - samping korban Tekanan darahmembaik o Raba nadi karotis dalam waktu <10 detik Frekuensi nafasmembaik o Berikan rescue breathing jika - Suhu tubuhmembaik ditemukan ada nadi tetapi tidak ada - ETCO2membaik napas Produksi urine - o Kompresi dada 30 kali dikombinasikan dengan bantuan napas (ventilasi) 2 kali jika ditemukan tidak ada nadi dan tidak ada napas]kompresi dengan tumit telapak tanagan menumpuk di atas telapak tangan yang lain tegak lurus pada pertengahan dada o Kompresi dengan kedalaman kompresi 5-6 cm dengan kecepatan 100-200x.n o Bersihkan dan buka jalan napas dengan head till chin lift atau jaw thrust o Berikan bantuan napas dengan menggunakan BVM dengan teknik EC clamp o Kombinasikan kompresi dan ventilasi selama 2 menit atau sebanyak 5 siklus o Hentikan RJP jika ditemukan adanya tanda kehidupan, enolong yang lebih mahir datang ditemukan adanya tanda kematian biologis 3. Edukasi o Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada keluarga atau pengantar pasien 4. Kolaborasi o Kolaborasi untuk tim medis untuk bantuan hidup lanjut B. Manajemen Defibrilisasi 1. Observasi o Periksa irama pada monitor setelah RJP 2 menit 2. Teraupetik o Lakukan RJP hingga mesin defibrilator siap o Siapkan dan hidupkan mesin defibrilator o Pasang monitor EKG o Pastikan irama EKG henti jantung (VF atau VT tanpa nadi) o Atur jumlah energi dengan mode asynchronized (360 J untuk monofasik dan 200 J untuk bifasik) o Angkat paddle dari mesin dan oleskan jeli pada paddle o Tempelkan paddle sternum kanan pada sisi kanan sternum di bawah klavikula dan paddle apeks kiri pada gais midaksilaris setinggi elektroda V^ o Isi energi dengan menekan tombol charge pada paddle atau tombol charge pada mesin defibrilator dan menunggu hingga energi yang diinginkan tercapai o Hentikan RJP saat defibrilator siap o Teriak bahwa defibrilator telah siap o Berikan syok dengan menekan tombol pada kedua padlle secara bersamaan o Angkat padlle dan lanjutkan RJP o Monitor setelah pemberian defibrilator o Lanjutkan RJP sampai 2 menit DAFTAR PUSTAKA LeMone, dkk (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa. Jakarta: EGC Alchuriyah, S & Wahjuni (2016). Faktor Risiko Kejadian StrokeUsia MudaPada Pasien Rumah Sakit Brawijaya Surabaya. Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya Bustan, (2015). Manajemen pengendalian penyakit tidak menular. Jakarta : Rineka Cipta. Taufiqurrahman, dkk. 2016. Manfaat Pemberian Sitokoline Pada Pasien Stroke Non Hemoragik (SNH). Jurnal. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction Chang, E., Daly, J., dan Elliott, D., 2010, Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan, 112-113, Jakarta, EGC. Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Trans Info Media Nair M., and Peate I. (2015). Pathophysiology for nurse at a Glance. John Wiley & Sons. Chapter 15: 36-37. Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction. Ghani L, Laurentia K M & Delima,(2016) Faktor Risiko Dominan Penderita Stroke Di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. Maret 2016. Vol. 44, No. 1,: 49-58 Bararah, T dan Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya Mubarak WI., Nurul C., Joko S. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Heriana, P. (2014). Buku ajar kebutuhan dasar manusia. Tangerang : Binarupa Aksara