KECUNDANG (Tacca leontopetaloides) Tanaman Pesisir yang Kaya Manfaat Oleh : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta Jalan Raya Ragunan No. 30 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 Di Kepulauan Seribu, kecundang (Tacca leontopetaloides) tersebar di beberapa pulau, diantaranya Pulau Pramuka, Pulau Tidung, Pulau Payung, dan pulau lainnya yang berpenghuni. Karakteristik Tanaman kecundang yang terdapat di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu, berupa herba tegak dengan tinggi berkisar 90-120cm (Ikrarwati et al., 2015). Daun majemuk campuran, tepi daun bertoreh menjari. Umbinya berbentuk seperti ginjal, lebar umbi 7-9 cm, tinggi umbi 4-6 cm, berat umbi 150-300g. Kulit umbi berwarna krem. Bagian dalam berwarna putih seperti ubi. Perbanyakan kecundang dapat dilakukan dengan menggunakan biji, selain menggunakan umbi. Umumnya umbi bisa dipanen pada umur 8 – 10 bulan terkadang bisa mencapai 10 – 12 bulan. Daging umbi mengandung kadar air yang cukup tinggi, berwarna putih, bertekstur halus dan mengandung kadar pati yang cukup tinggi. Umbi merupakan merupakan bagian tanaman yang paling banyak dimanfaatkan baik untuk pangan maupun non pangan sebagai obat tradisional untuk beberapa penyakit atau pun pengobatan luar. Berikut merupakan kandungan proksimat kecundang di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu : Kandungan nutrisi Nilai nutrisi (%) Kadar air 50,81 Kadar abu 0,25 Kadar lemak 2,27 Kadar protein 2,24 Karbohidrat 44,43 Kadar pati 42,73 Umbi kecundang Sumber: Ikrarwati et al., 2015 Kandungan karbohidrat dalam umbi kecundang yang cukup tinggi dapat menjadi sumber pangan alternatif bagi masyarakat di daerah pesisir pantai, seperti di Kepulauan 1 Seribu. Melalui teknologi pengolahan menjadi tepung atau pati maka kecundang dapat menjadi bahan baku untuk berbagai macam produk olahan baik untuk dikonsumsi sendiri maupun sebagai peluang usaha. Berikut ini adalah skema proses pembuatan tepung kecundang (Ukpabi et al., 2009; Zaku et al., 2009; Louis et al., 2011): Berdasarkan tahapan prosesnya, umbi yang telah dipanen dikupas dan dibersihkan. Selanjutnya diparut untuk memperoleh bubur umbi. Bubur umbi dibilas dengan air sampai 3 kali untuk memaksimalkan jumlah pati, selanjutnya direndam, dan didiamkan selama beberapa saat hingga umbi mengendap. Setelah umbi mengendap, air rendaman disaring dengan menggunakan kain. Air hasil perasan ditampung dan dikeringkan di bawah sinar matahari atau dengan mekanisasi selanjutnya akan diperoleh pati kecundang. Tepung kecundang memiliki tekstur lebih kenyal atau lengket jika dicampur air, rasa lebih gurih dibandingkan dengan tepung sagu, serta jika diolah menjadi kue akan membuat kue lebih mengembang (Anonim, 2012). Pati kecundang mempunyai daya kembang atau swelling power yang tinggi, hal ini dipengaruhi oleh kadar amilosa dan amilopektin. Pati kecundang membentuk pasta pada kisaran suhu 50 – 95 oC, sedangkan suhu gelatinisasi pada kisaran 65 – 73 oC. Kecundang memerlukan perlakuan awal sebelum diolah menjadi bahan makanan maupun bahan baku produk untuk menghilangkan senyawa yang bersifat toksik. Hasil analisa awal kandungan HCN pada umbi kecundang segar dutunjukkan pada tabel berikut: Pencucian Pengupasan g Pemarutan Penyaringan Pengendapan Pengeringan Penepungan 2 Tabel. Kandungan HCN pada umbi kecundang segar Sampel Hasil Kecundang kulit agak coklat 27,60 - 33,86 ppm Kecundang kulit putih 13,42 – 25,68 ppm Sumber : Aminah et all (2016) Kadar HCN pada umbi kecundang belum termasuk katagori dosis yang beracun apabila berpatokan pada dosis HCN ubi kayu, yaitu: a) tidak beracun HCN 50 mg/kg umbi segar parut, b) beracun sedikit HCN 50 – 80 mg/kg, c) beracun HCN 80 – 100 mg/kg, d) sangat beracun > 100 mg/kg. Dosis HCN pada golongan beracun mematikan saat dikonsumsi, yaitu 0,5 – 3,5 mg HCN/kg berat badan. Manfaat lain dari kecundang antara lain tepungnya digunakan sebagai obat disentri, dan bahkan di negara bagian Plateu, Nigeria, bagian akar kecundang atau umbinya juga dimanfaatkan untuk mengobati luka gigitan ular (Borokini dan Ayodele, 2012). Tangkai daun dan tangkai bunganya menghasilkan serat yang dapat dimanfaatkan untuk membuat topi senar, pancing atau sebagai bahan pembuatan tikar (Borokini dan Ayodele, 2012). Pati kecundang merupakan sumber pati baru yang bersifat terbarukan yang dapat dipadukan dengan gliserol, minyak sawit mentah untuk industri pengembangan plastik (Makhtar et al., 2013; Fabunmi et al., 2007). Thermoplastic starch (TPS) berbahan baku umbi kecundang merupakan sumber bioplolimer terbaik karena kandungan amilosa sekitar 28% (Richard & Spontak, 2000; Spennemann, 1992). Tanaman kecundaNG Bunga dan buah kecundang 3