Diagnosis sindrom nefrotik Diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan oleh adanya udem, proteinuria (>2+ pada dipstik atau rasio protein urin/ kreatinin > 2 mg/mg) dan hipoalbuminemia (serum albumin <2,5 g/dl), serta hiperkolesterolemia (Alatas dkk, 2017). 1) Tes urin o Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari), bentuk hialin dan granular, hematuria o Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah o Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria o Osmolalitas urine : meningkat 2) Tes darah o Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl) o Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000 mg/dl) o Kadar trigliserid serum : meningkat o Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat o Hitung trombosit : meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul) o Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan 3) Biopsi ginjal Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal. Biopsi ginjal dilakukan untuk memeriksa jaringan ginjal melalui mikroskop. 4) Tes Imunologi. Tes imunologi dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kelainan sistem imun. Pemeriksaan tersebut antara lain antinuclear antibodies (ANA), komplemen, antineutrophil cytoplasmic antibody (ANCA), dan antiglomerular basement membrane (anti-GBM). 5) Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan pada anak sindrom nefrotik yang dengan hematuri, trombositopenia, hipertensi persisten yang tidak jelas untuk menyingkirkan terjadinya trombosis vena ginjal (Linda, 2017) Daftar pustaka Alatas, H., Tambunan, T., Trihono, P. P., & Pardede, S. O. 2017. Konsensus tata laksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Jakarta: UKK Nefrologi IDAI, 1-17. Linda, Dwi Maharani. 2017. Sindrom Nefrotik. Fakultas Ilmu Kesehatan UMP. Purwokerto.