Uploaded by User53622

lapkas hipertensi emergensi akbar rabani mugayat

advertisement
PRESENTASI KASUS
HIPERTENSI EMERGENSI
DIPRESENTASIKAN OLEH :
AKBAR RABANI MUGAYAT (1102015014)
PEMBIMBING :
Dr. SULISTIANA, Sp.PD
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD ARJAWINANGUN
1
BAB I
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
: Tn. D
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 66 Tahun 3 Bulan
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Pendidikan
: SMP
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Alamat
: Ciwaringin
No Rekam Medis
: 1023883
Tanggal Masuk RS
: 17 Agustus 2019
2
ANAMNESA
Keluhan Utama
Sesak sejak + 1 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien laki-laki 66 tahun datang ke IGD RSUD
Arjawinangun dengan keluhan Sesak sejak + 1 bulan sebelum masuk
Rumah Sakit dengan nafsu makan yang menurun, Terasa memberat 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, memberat pada saat posisi tidur . Pasien juga
mengaku harus tidur dengan 3 bantal sekurang-kurangnya. Selain sesak,
pasien juga mengaku juga mengalami batuk berdahak warna hijau tidak
berdarah + 1 bulan, terus menerus, tidak dipengaruhi waktu, posisi dan
aktivirtas. Pasien tidak mengeluh demam, keringat malam dan berat badan
yang menurun, pasien belum pernah berobat, dan belum pernah
mendapatkan pengobatan OAT sebelumnya . Pasien juga mengeluh tangan
dan kakinya membengkak + 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, tidak
terasa hangat, tidak terasa nyeri.
Pasien mengaku mempunyai riwayat merokok sehari 1 bungkus 3
tahun yang lalu. Pasien juga mengaku tidak memiliki riwayat dirawat di
rumah sakit sebelumnya.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
-
Riwayat berobat paru disangkal
-
Riwayat Hipertensi tidak diketahui
-
Riwayat Diabetes Melitus tidak diketahui
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:
-
Riwayat sakit seperti ini dalam keluarga disangkal
-
Riwayat Hipertensi dalam keluarga disangkal
-
Riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga disangkal
RIWAYAT PENGOBATAN:
3
-
Tidak ada pengobatan sebelumnya
RIWAYAT PENYAKIT ALERGI:
-
Riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, debu dan cuaca
disangkal oleh pasien
A. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
BB
: 70 kg
TB
: 170 cm
Status Gizi
: Baik
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 220/120 mmHg
Nadi
: 100 x / menit
Respiratory Rate : 32 x/menit
Suhu
: 36.5 0C
Kepala dan Leher :
Kepala
: Normocephal,
Mata
: Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Hidung
: Sekret (-), epistaksis (-/-), septum deviasi (-),
pernapasan cuping hidung (-)
Telinga
: Bentuk normotia, secret (-)
Mulut
: Mulut simetris, tidak ada deviasi Tonsil T1/T1,
tidak sianosis
Leher
: Trakea berada di tengah, tidak deviasi dan intak,
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar getah bening, JVP meningkat
Thoraks
4
Paru :
-
Inspeksi
: Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada
simetris, retraksi sela iga (-)
-
Palpasi
: Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru
-
Perkusi
: Redup pada kedua lapang paru
-
Auskultasi
: Vesikuler di kedua lapang paru menurun,
ronchi (-/-),wheezing (-/-)
Jantung :
-
Inspeksi
: Iktus kordis tidak tampak
-
Palpasi
: Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi
-
Perkusi Batas jantung :
o Batas pinggang jantung : Sela iga II garis
parasternalis kiri
o Batas kanan : sela iga V garis parasternalis kanan
o Batas kiri : Sela Iga V garis axillaries anterior kiri
-
Auskultasi
:BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
-
Inspeksi
: Perut cembung, tidak tampak adanya kelainan
-
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
-
Perkusi
: Suara timpani pada lapang abdomen, shifting
dullness (-), undulasi (-)
-
Palpasi
: Nyeri tekan abdomen (-), tidak ada pembesaran
hepar, tidak ada pembesaran lien, ballotement ginjal (-)
Genitalia
Tidak dinilai
5
Ekstremitas
Akral hangat, CRT<2”, arteri perifer teraba normal, edema ekstermitas +/+,
dengan pitting edema (+), tanpa adanya perubahan color, dolor, dan rubor.
STATUS NEUROLOGIK
Kesadaran : Compos Mentis
GCS
: E4M6V5 (15)
RANGSANG MENINGEAL
Kaku Kuduk
: (-)
Laseuge, Kernig : (-)
Bruinski I/II/II : (-)
SARAF CRANIAL
N.I (OLFAKTORIUS)
Daya Pembau : tidak dilakukan
N.II (OPTIKUS )
Daya Penglihatan
KANAN
:
KIRI
+
+
Pengenalan Warna : tidak dilakukan
Lapang pandang
: baik
N.III (OKULOMOTORIUS)
Ptosis
:
Gerakan Mata
: baik
Ukuran pupil
:
Refleks cahaya direct
: (+/+)
Refleks cahaya indirect
: (+/+)
KANAN
-
3 mm
KIRI
-
3 mm
6
N.IV (TROKHLEARIS)
KANAN
KIRI
+
+
Gerakan mata ke medial bawah :
Strabismus konvergen
: (-)
Diplopia
: tidak ada
N.V (TRIGEMINUS)
KANAN
KIRI
Menggigit
:
(+)
Membuka Mulut
:
Sensibilitas Atas
:
(+)
(+)
Tengah
:
(+)
(+)
Bawah
:
(+)
(+)
Reflek kornea
:
(+)
(+)
Refleks maseter
:
(+)
(+)
Refleks zigomatikum :
(+)
(+)
(+)
N.VI (ABDUSEN)
KANAN
KIRI
(+)
(+)
Gerakan mata ke lateral :
Diplopia
(+)
: tidak ada
N.VII (FASIALIS)
KANAN
Kedipan mata
:
Lipatan naso-labial
: simetris
Sudut mulut
: simetris
Menutup mata
: baik dan simetris
Meringis
: simetris
(+)
KIRI
(+)
Daya kecap lidah 2/3 depan : tidak dilakukan
NIX (GLOSOFARINGEUS)
Arkus farings
: tidak dilakukan
Arkus faringssaat bergerak
: tidak dilakukan
Daya kecap lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan
7
Reflex muntah
: tidak dilakukan
N.X(VAGUS)
KANAN
Denyut Nadi :
90/mnt
Menelan
KIRI
90/mnt
: (+)
N.XI (ASESORIUS)
KANAN
KIRI
Memalingkan Kepala :
(+)
(+)
Sikap Bahu
:
baik
baik
Mengangkat Bahu
:
(+)
(+)
N.XII(HIPOGLOSUS)
Sikap lidah
: ditengah
Atropi otot lidah
: (-)
MOTORIK
Kekuatan
:
5
5
5
5
REFLEKS PATOLOGIS
Babinski
: -/-
Chaddock
: -/-
Oppenheim
: -/-
Gardon
: -/-
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Tanggal 17-07-2019
Pemeriksaan
Hasil
Nilai rujuk
HB
8.1
13.2-17.3
Leukosit
8.2
3.8-10.6
Trombosit
242
150-440
8
Hematokrit
25.4
40-52
Eritrosit
2.86
4.4-5.9
MCV
88.7
80-100
MCH
28.2
26-34
MCHC
31.8
32-36
RDW
13.3
11.5-14.5
MPV
6.2
7.0-11.0
HITUNG JENIS
Segmen
74.4
28-78
Limfosit
13.5
25-40
Monosit
6.8
2-8
Eosinofil
4.6
2-4
Basofil
0.7
0-1
KIMIA KLINIK
Ureum
104.3
10-50
Creatinin
7.34
0.62-1.10
Albumin
3.28
3.5-4.8
Laboratorium Tanggal 18-07-2019 pukul 06.24
ELEKTROLIT
Natrium
140
135-147
Kalium
4.8
3.5-5
Clorida
110
95-105
AGD
PH
7.38
7.35-7.45
PCO2
29.7
35-48
70
80-108
HCO3
17.6
22-26
TCO2
18.5
19-24
BE (B)
-69
(-2)-(+3)
BE (ecf)
-77
SBC
19.5
PO2
9
%SO2C
9.8
9.4-9.8
ctO2
10.7
Thb
8.1
12-14
HCT
24
37-43
FIO2
21
GLUKOSA
GLUKOSA
SEWAKTU
96
75-140
Elektrokardiografi
Kesan =
Sinus tachicardia
Possible left atrial enlargment
Left ventricular hypertrophy with repolarization abnormality
Abnormal ECG
Radiologi
Rontgen thorax, kesan: pembesaran jantung dengan edema paru dan efusi pleura
bilateral
Resume
Seoran pasien 66 tahun datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan
keluhan Sesak sejak + 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit dengan nafsu
makan yang menurun, Terasa memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit,
memberat pada saat posisi tidur. Selain sesak, ada batuk berdahak warna
10
hijau + 1 bulan. Pasien juga mengeluh tangan dan kakinya membengkak +
1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien belum pernah
berobat. Pasien mengaku mempunyai riwayat merokok aktif. Pasien tidur
dengan 3 bantal. Riwayat masuk Rumah Sakit disangkal. Riwayat adanya
darah tinggi, diabetes mellitus dan penyakit jantung tidak diketahui.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tenasi hipertensi, nadi takikardi,
nafas 32x/menit, suhu 36,5 0C. Konjungtiva Anemis (+), perkusi lapang
paru redup (+/+), udem ekstremitas atas dan bawah (+), dengan gambaran
rontgen thorax pembesaran jantung dengan edema paru dan efusi pleura.
Darah lengkap menunjukan anemia normositik normokrom dengan kimia
klinik creatinin yang tinggi dan uremia serta keadaan hipoalbumin
Diagnosis
DIAGNOSIS BANDING
1. Hipertensi Emergesi + Efusi Pleura + Acute Kidney Injury + Anemia
2. Hipertensi Urgensi
3. PPOK
4. Cronic Kidney Disease
5. Penyakit Jantung Hipertensi
DIAGNOSIS
Hipertensi Emergesi + Efusi Pleura + Acute Kidney Injury + Anemia
DIAGNOSIS STATUS
Acut lung edema
Hipertensi Emergensi
Acut on CKD DD CKD dengan anemia
CHF
CAD lateral
I. RENCANA TERAPI
Non Farmakologis
11
1. O2
2. Infus NS terpasang Venflon
3. Tirah baring, dengan posisi semi fowler
4. Kateter urine
5. Diet protein 0,8gr/kgBB/hari
6. Diet rendah sodium < 2,4 gr sodium, atau <6gr sodium Clorida
Farmakologis
1. Nicardipine 5-15mg/jam IV
2. Furosemid 20mg/8jam
Terapi yang telah diberikan:

Infus NS 20 tpm

O2 Nasal Kanul 4-5 lpm

Ranitidin 2x1

Furosemid 1 ampul, lanjut 1x1 amp

Aspilet 1x1 tab

ISDN 1x1 tab
II. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam
: Dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
III.
FOLLOW UP
Tgl
Pemeriksaan
17-7-2019
T : 220/120 mmHg
N : 100x/menit
R : 32x/menit
S : 36,5C
12
Sesak(+), Batuk (+), udem di ekstremitas (+), nafsu makan menurun (+)
BAB & BAK dbn.
Kesadaran : CM
Kepala : Normocephal
Mata : Ka +/+, SI -/-, edema palpebral -/-, lensa keruh -/Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat
Tho : VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -,
gallop Abdomen : cembung, H/L tak membesar
Genitalia : terpasang DC
Akral hangat +/+
Kekuatan otot 5/5, 5/5
Terapi
Infus NS 20 tpm
O2 Nasal Kanul 4-5 lpm
Ranitidin 2x1
Furosemid 1 ampul, lanjut 1x1 amp
Aspilet 1x1 tab
ISDN 1x1 tab
18-07-2019
T : 213/123mmHg
N : 99x/menit
R : 30x/menit
S : 37C
Kesadaran : CM
13
Sesak(+), Batuk berkurang, udem di ekstremitas (+), nafsu makan baik
(+) BAB & BAK dbn.
Mata: Ka +/+, SI -/-, edema palpebral -/-, lensa keruh -/Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat
Tho : VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -,
gallop Abdomen : cembung H/L tak membesar
Genitalia : terpasang DC
Akral hangat +/+
Kekuatan otot 5/5, 5/5
Terapi
Tambahan:
IVFD venflon
Drip nicardipin titrasi naik 10mg/ml, sampai MAP turun 25%
ISDN stop
Terapi lanjut
19-7-2019
T : 180/107mmHg
N : 97x/menit
R : 24x/menit
S : 36,3 C
Sesak(+) berkurang, Batuk berkurang, udem di ekstremitas (+) berkurang,
nafsu makan baik (+) BAB & BAK dbn
Kepala : Normocephal
Mata: Ka -/-, SI -/-, edema palpebral -/-, lensa keruh -/-
14
Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat
Tho : VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -,
gallop Abdomen : cembung H/L tak membesar
Genitalia : terpasang DC
Akral hangat +/+
Terapi lanjut
20-7-2019
T : 152/97mmHg
N : 99x/menit
R : 24x/menit
S : 36,5 C
Sesak(+) berkurang, udem di ekstremitas (+) berkurang, nafsu makan baik
(+) BAB & BAK dbn
Kepala : Normocephal
Mata: Ka -/-, SI -/-, edema palpebral -/-, lensa keruh -/Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat
Tho : VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -,
gallop Abdomen : cembung H/L tak membesar
Genitalia : terpasang DC
Akral hangat +/+
Terapi lanjut
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI KLASIFIKASI
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan
perioritas pengobatan, sebagai berikut :
1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg,
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau
lebih
penyakit/kondisi
akut
(tabel
I).
Keterlambatan
pengobatan
akanmenyebebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan
sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu
dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).
2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa
kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan
dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. (tabel
II)
Hipertensi emergensi adalah hipertensi derajat 3 dengan HMOD akut. Hal
ini sering kali mengancam jiwa dan memerlukan penanganan segera dan
seksama. Untuk menurunkan tekanan darah biasanya memerlukan obat
intravena. Kecepatan peningkatan dan tinggi tekanan darah sama pentingnya
dengan nilai absolut tekanan darah dalam menentukan besarnya kerusakan
organ. Gambaran hipertensi emergensi adalah sebagai berikut:
1. Hipertensi maligna: hipertensi berat (umumnya derajat 3) dengan perubahan
gambaran
funduskopi
(perdarahan
retina
dan
atau
papiledema),
mikroangiopati dan koagulasi intravaskular diseminasi serta ensefalopati
(terjadi pada sekitar 15% kasus), gagal jantung akut, penurunan fungsi ginjal
akut. Gambaran dapat berupa nekrosis fibrinoid arteri kecil di ginjal, retina
dan otak. Makna maligna merefleksikan prognosis buruk apabila tidak
ditangani dengan baik.
2. Hipertensi berat dengan kondisi klinis lain, dan memerlukan penurunan
tekanan darah segera, seperti diseksi aorta akut, iskemi miokard akut atau
gagal jantung akut.
16
3. Hipertensi berat mendadak akibat feokromositoma, berakibat kerusakan
organ.
4. Ibu hamil dengan hipertensi berat atau preeklampsia.
KRITERIA KRISIS HIPERTENSI
Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat ) 3
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.

Pendarahan intracranial, trombotik atau pendarahan subarakhnoid.

Hipertensi ensefalopati.

Aorta diseksi akut.

Oedema paru akut.

Eklampsi.

Feokhromositoma.

Funduskopi KW III atau IV.

Insufisiensi ginjal akut.

Infark miokard akut, angina unstable.

Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
-
Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
-
Cedera kepala.
-
Luka bakar.
-
Interaksi obat.
Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak ) 3

Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan
minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai
keadaan pada tabel I.

KW I atau II pada funduskopi.

Hipertensi post operasi.

Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.
17
Krisis hipertensi
sistol
Hypertensive urgency
>180 mmHg
Hypertensive emergency >180 mmHg
+ target
organ damage
diastol
And/or
And/or
>120 mmHg
>120 mmHg
+ target
organ damage
2.2 Epidemiologi
Hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia
adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di
Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).
2.3 PATOFISIOLOGI
Ada 4 faktor yang mendominasi terjadinya hipertensi:
1. Peran volume intravaskular
18
2. Kendali saraf autonom
Perasarafan autonom ada dua macam, yang pertama simpatis menstimulasi
saraf viseral (termasuk ginjal) melalui: ketokolamin, epinefrin, maupun
dopamin, nor epinefrin (NE) (meningkat). Pengaruh lingkunagn misalnya
stres, genetik, rokok akan mengaktifkan sistem saraf simpatis.
Ada beberapa reseptor adregenik yang berada di jantung, ginjal, otak, serta
dinding vaskuler pembuluh darah
Lalu meningkatkan denyut jantung (HR) di ikuti kenaikan CO/CJ,
sehingga tekanan darah meningkat dan mengalami agregrasi platlet.
19
Peningkatan NE mempunyai efek negatif berupa kerusakan miokard,
hipertrofi dan aritmia.
Pada pembuluh darah juga bila NE meningkat akan memicu vasokonstriksi
3. Peran renin angioensin aldosteron (RAA)
20
4. Peran dinding vaskular pembuluh darah
Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau kontriksi
dalam merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk mempertahankan aliran
(mekanisme autoregulasi) yang tetap terhadap vascular beeds sehingga kerusakan
arteriol tidak terjadi. Pada krisis hipertensi terjadi perubahan mekanisme
autoregulasi pada vascular beeds (terutama jantung, SSP, dan ginjal) yang
mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan ini akan terjad efek local
dengan berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain yang
mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit platelet,
proliferasi miointimal, dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin,
katekolamin, vesopresin, antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi
iskemia organ target. Jantung, SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme
autoregulasi yang dapat melindungi organ tersebut dari iskemia yang akut, bila
tekanan darah mendadak turun atau naik. Misalkan individu normotensi,
mempunyai autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada tekanan arteri
rata-rata.
Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole)
Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan
arteri rata-rata (110-180mmHg).Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan
darah yang mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi
endema dan ensefalopati, demikian juga halnya dengan jantung, ginjal dan mata.3
2.4 DIAGNOSIS
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
21
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal
kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
Hal yang penting ditanyakan yaitu :

Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.

Indikasi adanya hipertensi sekunder
o Riwayat keluarga dengan penyakit ginjal
o Adanya penyakit ginjal, ISK, hematuri, pemakaian obat analgesik
dan obat lainnya
o Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan.
o Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme

Faktor-faktor resiko
o Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga
pasien
o Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
o Kebiasaan merokok
o Polamakan
o Kegemukan, intensitas olah raga
o Kepribadian

Gejala kerusakan organ
o Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan pengliahatan, TIA,
defisit sensoris atau motoris
o
Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan
bantal tinggi (lebih dari 2 bantal)
o Ginjal: haus, poliuria, nokturia,, hematuria, hipertensi yang disertai
kulit pucat anemis
o Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
22

Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun.

Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).

Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).

Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem
paru, nyeri dada ).

Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.
Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD (baring dan berdiri)
mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, gagal jantung
kongestif). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan
neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit
penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaaan Umum untuk Hipertensi Emergensi:

Funduskopi

Elektrokardiogram 12 sandapan

Hemoglobin dan hitung trombosit

Kreatinin, eLFG, elektrolit

Rasio albumin-kreatinin urin (mikroalbuminuria), urinalisis lengkap

Dipertimbangkan kemungkinan hamil pada perempuan usia reproduktif
CATATAN: eLFG=estimasi laju filtrasi glomerulus. Diadaptasi dari ESC/ESH 2018
Hypertension Guidelines
Pemeriksaan Spesifik Berdasarkan Indikasi

Troponin, CK-MB atau NT-proBNP (bila ada kecurigaan masalah jantung,
misalnya nyeri dada akut atau gagal jantung akut)
23

Foto toraks (bila ada tanda bendungan di paru)

Ekokardiografi (bila ada kecurigaan diseksi aorta, gagal jantung atau iskemi
miokard)

CT angiografi toraks dan/atau abdomen bila ada kecurigaan diseksi aorta akut

CT atau MRI otak (bila ada kecurigaan masalah sistem saraf)

USG ginjal (bila ada kecurigaan gangguan ginjal atau stenosis arteri renalis)
Penapisan obat dalam urin (bila ada kecurigaan penggunaan metamfetamin atau
kokain)
CATATAN: CKMB=creatine kinase-muscle/brain; CT=computerized tomography; MRI=magnetic resonance
imaging; NT-proBNP=Nterminal pro b-type natriuretic peptide; USG=ultrasonografi. Diadaptasi dari
ESC/ESH 2018 Hypertension Guidelines
DIFERENSIAL DIAGNOSIS 3
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis
hipertensi seperti :
- Hipertensi berat
- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
- Ansietas dengan hipertensi labil.
- Oedema paru dengan payah jantung kiri.
2.5 TATALAKSANA
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah,
sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh
berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas
fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling
tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien.
Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan
kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan
ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus
konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik
24
terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan
faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien
hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain
yang dapat diakibatkan oleh merokok.
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, 2006
Beberapa pertimbangan strategi penatalaksanaan:
1. Konfirmasi organ target terdampak, tentukan penatalaksanaan spesifik
selain penurunan tekanan darah. Temukan faktor pemicu lain kenaikan
tekanan darah akut, misalnya kehamilan, yang dapat mempengaruhi
strategi penatalaksanaan.
2. Tentukan kecepatan dan besaran penurunan tekanan darah yang aman.
3. Tentukan obat antihipertensi yang diperlukan. Obat intravena dengan
waktu paruh pendek merupakan pilihan ideal untuk titrasi tekanan darah
secara hatihati, dilakukan di fasilitas kesehatan yang mampu melakukan
pemantauan hemodinamik kontinyu.
Tabel. Obat-Obat Hipertensi Emergensi yang Tersedia di Indonesia
25
TD= tekanan darah; IV= intravena.
Diadaptasi dari ESC/ESH 2018 Hypertension Guidelines
Tabel Kondisi Hipertensi Emergensi yang memerlukan Penurunan Tekanan
Darah Segera dengan Obat Intravena beserta Targetnya
HELLP=haemolysis, elevated liver enzimes, low platelet count; MAP= mean arterial pressure;
26
TD=tekanan darah; TDS=tekanan darah sistolik. Diadaptasi dari 2018 ESC/ESH Hypertension
Guidelines
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun
yang sebaiknya dihindari adalah sbb :
1. Hipertensi encephalopati:
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.
Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.
2. Cerebral infark :
Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.
3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid :
Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.
4. Miokard iskemi, miokrad infark :
Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside
dan loop diuretuk.
Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.
5. Oedem paru akut :
Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.
Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.
6. Aorta disseksi :
Anjuran : Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan Bantagonist, labetalol.
Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil
7. Eklampsi :
Anjuran : Hydralazine, Diazoxide, labetalol, Ca antagonist, sodium
nitroprusside. Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist
8. Renal insufisiensi akut :
Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist
Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan
9. KW III-IV :
27
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca – antagonist.
Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.
10. Mikroaangiopati hemolitik anemia :
Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.
Hindarkan : B-antagonist.
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi.
Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan
monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan
hipotensi berat.
Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang
diperukan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam
jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.
2.6 PROGNOSIS
Prognosis dan tindak lanjut Angka kesintasan penderita hipertensi emergensi
mengalami peningkatan dalam dekade terakhir, meskipun demikian kelompok
pasien ini tetap dalam kategori risiko tinggi dan perlu dilakukan penapisan untuk
hipertensi sekunder.
Setelah tekanan darah mencapai tingkat aman dan stabil dengan terapi oral,
pasien dapat rawat jalan. Kontrol rawat jalan dianjurkan minimal satu kali sebulan
hingga target tekanan darah optimal tercapai dan dilanjutkan kontrol teratur jangka
panjang.
28
Datar pustaka
1. Nafrialdi. Bab 6: Antihipertensi, dalam Buku Farmakologi dan Terapi, edisi 5,
editor Sulistia G.G. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009. p.341-360.
2. William and Price. Bab VI: Krisis hipertensi dalam Buku Patoofisiologi, Edisi 5,
Editor Harjianto. Jakarta: EGC. 2002. p.108-110.
3. KJ Isselbacher, Eugene Braunwald, Dennis L Kasper, Eugene B. Section 4:
Heart Failure, Acute Pulmonary Edem In. Harrison’s Principles of Internal
Medicine, edisi 18, editor Douglas L dkk. America. McGraw-Hill. 2012.
p.1901-1916.
4. Roesma J. Bab 175: krisis hipertensi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakrta: Interna Publishing. 2009. p.1103-1104.
5. Sjaharudin H, Sally N. Bab XII: Edema Paru Aku dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakarta: Interna Publishing.
2009. p. 1920-1923.
6. Houston M. Handbook of Hypertension edition 2. Tennessee: Wiley Blackwell.
2006. p. 61-62.
7. Antonia Anna. KONSENSUS PENATALAKSANAAN HIPERTENSI 2019,
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Jakarta 2019.
8. American Heart Asosiation. Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation
and Management of High Blood Pressure in Adults, America 2017.
9. Setiati S, Sudoyo AW, Alwi I, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam FA. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi 6. Jakarta: Interna
10.Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta
11.KJ Isselbacher, Eugene Braunwald, Dennis L Kasper, Eugene B. Section
4: Heart Failure, Acute Pulmonary Edem In. Harrison’s Principles of
Internal Medicine, edisi 18, editor Douglas L dkk. America. McGrawHill. 2012. p.1901-1916.
29
Download