Jurnal Manajemen Teknologi, 16(3), 2017,241-257 Jurnal Manajemen Teknologi Available online at http://journal.sbm.itb.ac.id Indonesian Journal for the Science of Management Kinerja Sektor Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lokasi di Dalam dan di Luar Kawasan Industri 1* 2 2 3 Winardi , DS Priyarsono , Hermanto Siregar , dan Heru Kustanto 12 Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri, Kementerian Perindustrian 3 Abstrak. Sektor industri manufaktur merupakan motor penggerak perekonomian suatu wilayah. Peran sektor industri manufaktur di suatu wilayah akan lebih optimal apabila pada wilayah tersebut terdapat lokasi-lokasi industri yang ketersediaan infrastruktur dasar, infrastruktur penunjang dan sarana penunjang yang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan kinerja sektor industri manufaktur di Provinsi Jawa Barat berdasarkan lokasi di dalam kawasan industri dan di luar kawasan industri. Model analisis menggunakan Model Social Accounting Matrix (SAM) yang dilakukan disagregasi ke dalam sektor industri manufaktur yang berlokasi di dalam dan di luar kawasan industri. Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor industri manafaktur yang berlokasi di dalam kawasan industri mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan sektor industri manufaktur yang berlokasi di luar kawasan industri. Kinerja dimaksud adalah dalam peningkatan nilai tambah faktor produksi baik faktor tenaga kerja maupun faktor modal dan kinerja dalam peningkatan pendapatan masyarakat. Kata kunci : Industri manufaktur, kawasan industri, SAM, nilai tambah, pendapatan rumah tangga Abstract. Manufacturing industry sector is the driving force of the economy of a region. The role of manufacturing industry sector in a region will be more optimal if in the region there are industrial locations that availability of basic infrastructure, supporting infrastructure and adequate supporting facilities. This study aims to analyze the performance comparison of manufacturing industry sectors of West Java Province Based on location inside and outside industrial estates. The analytical model uses the Social Accounting Matrix (SAM) Model which is disaggregated into the manufacturing industry sectors located within and outside the industrial estate. The results of the analysis show that industrial sector manafaktur located in industrial estate have better performance compared with manufacturing industry sector which is located outside industrial area. Performance is meant in the increase of value added factors of production both labor factors and capital and performance factors in increasing public revenues. Keyword: Manufacturing industry, industrial estate, social accounting matrix, value added, household income *Corresponding author. Email: [email protected] Received: September 29th, 2017; Revision: December 13th, 2017; Accepted: December 15th, 2017 Print ISSN: 1412-1700; Online ISSN: 2089-7928. DOI: http://dx.doi.org/10.12695/jmt.2017.16.3.2 Copyright@2017. Published by Unit Research and Knowledge, School of Business and Management - Institut Teknologi Bandung (SBM-ITB) 241 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Jurnal Manajemen Teknologi, 16(3), 2017, 241-257 Pendahuluan Sektor industri manufaktur merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara karena kontribusi industri manufaktur terhadap pencapaian sasaran pembangunan ekonomi nasional, terutama dalam pembentukan PDB sangat besar dan kemampuannya dalam peningkatan nilai tambah yang tinggi. Industri juga dapat membuka peluang untuk menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, yang berarti secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi tingkat kemiskinan. Di samping itu, sektor industri manufaktur mempunyai berperan sebagai pendorong dan penarik aktivitas sektor ekonomi lainnya sehingga memberikank pengaruh positif terhadap perkemkbangan sektor-sektor tersebut, seper ti sektor perdagangan, pengangkutan, jasa, pariwisata dan sektor terkait lainnya, sedangkan dampak selanjutnya adalah peningkatan penerimaan negara dari pertumbuhan sektor industri khususnya dan pertumbuhan ekonomi pada umumnya, memperkuat neraca pembayaran atau cadangan devisa. Sejak akhir tahun 1960, kinerja sektor industri manufaktur secara nasional mengalami pasang surut. Pada periode 1967-1997, kontribusi sektor industri terhadap perekonomian nasional cender ung ter us meng alami peningkatan yaitu sebesar 26,8 persen dari PDB, kemudian pada tahun 2004 peranan sektor industri pengolahan mencapai 28,1 persen. Sejak tahun 2004 tersebut, kontribusi sektor industri tersebut terus mengalami penurunan. Pada tahun 2016 kontribusi sektor industri hanya sebesar 20,51 persen. Penurunan kinerja sektor industri pengolahan di Indonesia tersebut disebabkan oleh 4 (empat) permasalahan utama, antara lain: (1) rendahnya daya saing industri nasional; (2) struktur industri nasional belum kuat dan dalam; (3) masih terkonsentrasinya kegiatan industri di Pulau Jawa; dan (4) terbatasnya infrastruktur industri berupa kawasan industri. Masalah yang ke-4, merupakan salah satu fokus yang akan didalami dalam penelitian ini. Salah satu faktor keberhasilan dalam mendorong pertumbuhan industri berkaitan erat dengan pengelolaan sumber daya dan infrastruktur industri yang dimiliki. Hubungan internal dan keterkaitan serta sinergi antar berbagai sektor akan mempengaruhi tingkat per tumbuhan industri suatu wilayah. Keterkaitan antar berbagai sektor tersebut pada lokasi yang berdekatan akan menciptakan aglomerasi dengan berbagai keuntungan yang akan diperoleh. Aglomerasi akan menciptakan 2 (dua) keuntungan, yaitu penghematan lokalisasi dan penghematan urbanisasi (Isard, 1956). Penghematan lokalisasi terjadi apabila biaya produksi per usahaan mengalami penurunan pada saat produksi total dari industri tersebut mengalami peningkatan, sedangkan penghematan urbanisasi terjadi bila biaya produksi suatu perusahaan mengalami penur uan pada saat produksi selur uh perusahaan pada berbagai tingkatan aktivitas ekonomi di wilayah yang sama mengalami peningkatan (Kuncoro, 2002). Menurut Ellison dan Glaeser (1997) bahwa aglomerasi tidak selalu terjadi dalam satu jenis industri, aglomerasi dapat terjadi pada beberapa jenis industri yang tidak mempunyai keterkaitan sama sekali. Konsentrasi spasial industri-industri yang sejenis atau mempunyai keterkaitan satu sama lain maka aglomerasi tersebut mer upakan klaster industri. sedangkan konsentrasi spasial industri tersebut tidak sejenis dan tidak mempunyai keterkaitan sama sekali maka aglomerasi tersebut dapat dikategorikan sebagai klaster spasial saja, bukan sebagai klaster industri. Dampak yang diperoleh sektor industri jika berlokasi pada klaster industri dan pada klaster spasial adalah tidak sama. Industri yang berlokasi pada klaster industri akan memperoleh dua keuntungan sekaligus yaitu keuntungan penghematan lokalisasi dan penghematan urbanisasi. Sementara itu, jika industri tersebut berlokasi di klaster spasial maka keuntungan yang diperoleh hanya ber upa penghematan urbanisasi (Fujita dan Thiesse, 2002) 242 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Winardi, Priyarsono, Siregar, dan Kustanto/Kinerja Sektor Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lokasi di Dalam dan di Luar Kawasan Industri Klaster industri dan klaster spasial yang terbentuk tersebut dapat berupa pusat pemusatan kegiatan industri dimana tersedia berbagai fasilitas, infrastruktur, sarana dan prasarana dan dikelola oleh badan usaha. Hal ini yang sering diistilahkan sebagai kawasan industri. Menurut Bredo (1960) bahwa kawasan industri merupakan sebidang lahan yang dibagi dan dikembangkan berdasarkan perencanaan yang komprehensif untuk penggunaan sekelompok perusahaan industri. Perencanaan tersebut didalamnya mencakup rencana pembangunan infrastruktur dasar dan penunjang serta rencana pengelolaan kawasan industri. Alexander (1963) mendefinsikan kawasan industri sebagai sekelompok pabrik dibangun pada skala ekonomi di lokasi yang sesuai dan dilengkapi berbagai fasilitas seperti fasilitas air bersih, sarana transportasi, fasilitas energi, perkantoran (bank dan pos), kantin, sarana olahraga, dan poliklinik. Semua fasilitas dan utilitas tersebut disediakan dengan pengaturan khusus dalam pedoman teknis fasilitas pelayanan umum. Definisi yang sama dengan sebelumnya, UNIDO (1997) mendefinisikan kawasan industri sebagai sebidang lahan yang dikembangkan dan dibagi menjadi kavlingkavling sesuai perencanaan dan dilengkapi dengan infrastruktur jalan, transportasi dan utilitas umum lainnya. Sementara itu, di Indonesia istilah kawasan industri tercantum pada Keputusan Presiden No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri, Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1996 tentang K awasan Industri, kemudian diperbaharui pada Peraturan Pemerintah No. 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri, Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Menurut UU No. 3 tahun 2014 tersebut kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. 243 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Pembangunan Kawasan Industri bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor industri lebih terarah, terpadu dan memberikan hasil guna yang lebih optimal bagi daerah dimana kawasan industri berlokasi. UNIDO (2012) membedakan tujuan pembangunan kawasan industri di negara maju dan negara berkembang. Di negara maju bertujuan untuk meminimalkan eksternalitas negatif, seperti polusi dan kemacetan sehingga kawasan industri direncanakan sebagai klaster pergudangan dan pusat distribusi, bahkan pada dalam beberapa negara, kawasan industrinya dikonversi menjadi eco industrial park, sedangkan di negara berkembang kawasan industri bertujuan untuk: (a) mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja di tingkat nasional, regional, dan lokal; (b) menarik investasi asing dan (c) memacu perkembangan sektor industri. Mulyadi (2012) mengemukakan bahwa kawasan industri dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, meningkatkan efisiensi dan kemudahan penyediaan infrastruktur, dan menyediakan lapangan kerja yang luas. Kawasan industri dengan infrastruktur yang lengkap dan memadai dapat menjadi suatu keuntungan bagi industri yang berada di dalamnya karena dapat menghilangkan komponen biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan industri. Berbeda dengan perusahaan industri yang berlokasi di luar kawasan industri dimana biasanya melakukan pembangunan sendiri jalan akses, fasilitas IPAL, energi listrik dan infrastruktur lainnya. Selain itu, jarak yang berdekatan antara industri yang saling berkaitan akan mempermudah proses distribusi barang sehingga menciptakan efisiensi produksi. Keuntungan-keuntungan tersebut diharapkan perusahaan industri yang berada di dalam kawasan industri dapat meningkatkan produktivitas sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi industri tersebut. Semakin berkembangnya kawasan industri akan meningkatkan penyediaan lapangan pekerjaan salah satunya melalui perusahaan industri yang mampu mempekerjakan ribuan buruh/tenaga kerja. Jurnal Manajemen Teknologi, 16(3), 2017, 241-257 Semakin bertambahnya lapangan kerja tersebut maka pendapatan masyarakat juga akan meningkat dan berdampak pula pada peningkatan pendapatan ekonomi daerahnya. Selain itu, penyerapan tenaga kerja pada sektor industri secara tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya. Keuntungan berlokasi di kawasan industri di Provinsi Jawa Barat dapat digambarkan secara umum bahwa jumlah penggunaan tenaga kerja, bahan bakar, listrik dan bahan baku oleh perusahan industri yang berlokasi di kawasan industri relatif lebih sedikit dibandingan dengan yang digunakan oleh perusahaan industri yang berlokasi di luar kawasan industri. Berdasarkan indikator tenaga kerja, di dalam kawasan industri terserap sebanyak 26,24 persen dan di luar kawasan industri sebanyak 73,76 persen. Namun demikian, nilai tambah yang dihasilkan sebesar, yaitu 49,01 persen (di dalam kawasan industri) berbanding 50,99 persen (di luar kawasan industri). Kondisi ini menunjukkan bahwa industri yang berlokasi di kawasan industri akan memperoleh tingkat efisiensi yang lebih baik dibandingkan berlokasi di luar kawasan industri. Keutungan berlokasi di kawasan industri tersebut sejalan dengan hasil penelitiaan Morales dan Fernandes (2003) meneliti dampak kawasan industri terhadap penciptaan nilai tambah oleh perusahaan. Penelitian tersebut membandingkan perusahaan yang berlokasi di dalam dan di luar kawasan industri. Jumlah sampel diambil sebanyak 350 perusahaan manufaktur di wilayah Valencia Spanyol. Hasil temuannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara perusahaan yang berlokasi di dalam kawasan industri dengan penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan industri di luar kawasan industri. Hasil penelitian yang sama juga diperoleh dari Becattini dan Musotti (2003), dimana mereka meneliti dampak kawasan industri di Italia. Hasilnya menunjukkan bahwa: (1) Perusahaan d i d a l a m k awa s a n i n d u s t r i m e m i l i k i produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan kompetitor yang berlokasi di luar kawasan industri; (2) Pangsa produk Italia sebagian besar berasal dari kawasan industri dan mempunyai daya saing internasional yang lebih besar; dan (3) kawasan industri sebagai pasar tenaga kerja mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah di luar kawasan industri. lumnya di dalam kawasan industri. Sumber: BPS 2013 Gambar 1. Kinerja Industri Berdasarkan Lokasi di Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 244 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Winardi, Priyarsono, Siregar, dan Kustanto/Kinerja Sektor Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lokasi di Dalam dan di Luar Kawasan Industri Demikian pula hasil studi Zheng et.al (2016) yang meneliti dampak investasi pemerintah pada pembangunan 110 kawasan industri baru di 8 kota besar di Tiongkok terhadap produktivitas per usahaan, upah, dan penyediaan lapang an ker ja industri pengolahan. Hasil penelitiannya menemukan bahwa pembangunan kawasan industri tersebut berdampak pada peningkatan investasi, penyerapan tenaga kerja, dan meningkatkan sinergi dan keterkaitan perusahaan industri baru dengan perusahaan industri yang sudah ada sebelumnya di dalam kawasan industri. Berdasarkan uraian tersebut, dalam rangka menunjukkan peran penting kawasan industri terhadap kinerja sektor industri manufaktur perlu dilakukan analisis secara komprehensif perbandingan kinerja industri manufaktur yang berlokasi di dalam dan di luar kawasan industri. Adapun lokasi industri manufaktur yang diteliti adalah Provinsi Jawa Barat mengingat Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki kawasan industri terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 25 kawasan industri atau 33,8 persen dari total 74 kawasan industri di Indonesia. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian: 25 Kawasan Industri di Provinsi Jawa Barat Metodologi Penelitian Data yang digunakan adalah data sekunder. Data tersebut diperoleh dari BPS Pusat, BPS Provinsi Jawa Barat, Pusdalitbang Provinsi Jawa Barat, Bappeda Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Perindustrian. Adapun data sekunder tersebut, yaitu Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat 2010, Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2013, neraca keuangan pemerintah daerah, Survei Angkatan Kerja Daerah, Statistik Industri Besar dan Sedang Tahun 2013, Jawa Barat Dalam Angka, dan Direktori Kawasan Industri tahun 2015. Data tersebut bersumber dari BPS Pusat, BPS Provinsi Jawa Barat, Pusdalitbang Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Perindustrian. 245 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Model analisis yang digunakan adalah model Social Accounting Matriks (SAM). SAM adalah suatu sistem data yang memuat berbagfai data sosial ekonomi pada suatu perekonomian (Thorbecke, 1988). Kerangka data pada SAM mempunyai karasteristik keseimbangan umum yang dapat menghubungkan berbagai aspek sosial dan ekonomi serta menggambarkan perekonomian secara menyeluruh. SAM Provinsi Jawa Barat dibangun melalui beberapa tahapan, yaitu penyiapan Tabel Input Output (IO), penyiapan berbagai data dan informasi kondisi sosial dan perekonomian Provinsi Jawa Barat, pengisian tabulasi SAM dan balancing Tabel SAM. Jurnal Manajemen Teknologi, 16(3), 2017, 241-257 Pengumpulan Data Sekunder Membangun Model SAM Jabar Tahun 2013 Analisis Efek Pengganda Terhadap Nilai Tambah Sektor Produksi Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Lokasi Industri (di dalam dan di luar kawasan Industri) Implikasi Kebijakan Gambar 3. Kerangka Analisis Tahap pertama dalam konstruksi SAM Jawa Barat adalah penyiapan Tabel IO dengan melakukan agregasi dan disagregasi Tabel IO Provinsi Jawa Barat tahun 2010. Berdasarkan rumusan dan tujuan penelitian maka sektor yang difokuskan pada penelitian ini adalah sektor industri pengolahan (KBLI 2 Digit) yang berlokasi di kawasan industri. Adapun industri pengelolahan tersebut teridiri dari 8 sub sektor industri, yaitu Industri Makanan dan Minuman, Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furnitur, Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki,Percetakan dan Penerbitan, Industri Barang Bukan Logam, Industri Logam Dasar dan Barang Jadi dari Logam, Industri Kimia, Barang dari Kimia, Karet dan Plastik & Ind Pengilingan Minyak Bumi, dan Industri Pengolahan Lainnya. Tabel IO 2010 memiliki ukuran 29 x 29 sektor kemudian dilakukan agregasi pada sektor pertambangan dan sektor jasa sehingga ukuran Tabel IO menjadi 25 x 25 sektor. Kemudian dilakukan disagregasi pada masing-masing sektor industri pengelohan menjadi 2 sektor, yaitu sektor industri pengolahan yang berlokasi di dalam dan di luar kawasan industri. Berdasarkan disagregasi tersebut diperoleh Tabel IO Jawa Barat 2010 dengan ukuran 33 x 33 sektor. 246 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Winardi, Priyarsono, Siregar, dan Kustanto/Kinerja Sektor Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lokasi di Dalam dan di Luar Kawasan Industri Tahap kedua adalah melakukan updating Tabel IO Provinsi Jawa Barat tahun 2010 menjadi Tabel IO Tahun 2013 dengan menggunakan metode RAS. Metode RAS merupakan metode non survei dalam penyusunan Tabel IO. RAS merupakan metode untuk memperkirakan koefisien input yang baru pada tahun t (A(t)), dimana A(t) dihitung dengan menggunakan data koefisien tahun dasar A(0), dengan menggunakan total input antara tahun t dan total permintaan antara tahun t. Adapun langkah-langkah updating Tabel IO 2010 ke Tabel IO 2013 Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut : 1. Data tahun dasar yang digunakan adalah Tabel IO 2010, 2. Berdasarkan informasi koefisien input tahun 2010 kemudian dihitung nilai input antara, input primer dan permintaan akhir, 3. Hasil perhitungan awal diperoleh total baris yaitu nilai total permintaan dan total penyediaan yang tidak sama (unbalance), meskipun secara kolom (input dan output) mempunyai nilai yang balance, 4. Melakukan balancing pada total baris (permintaan dan penyediaan) dengan menggunakan metode RAS menggunakan microsoft exel, 5. RAS dilakukan dengan balancing total baris, sehingga menyebabkan unbalance di total kolom, kemudian baru melakukan balancing di total kolom yang menyebabkan total baris menjadi unbalance dengan selisih yang semakin kecil sampai diperoleh nilai baris permintaan dan penyediaan dan kolom input output yang balance; 6. H a s i l d a r i m e t o d e R A S ke mu d i a n dimasukkan pada Tabel IO updating 2013 secara lengkap sehingga diperoleh nilai permintaan dan penyediaan, serta nilai input dengan output yang balance. Tahap kedua ini menghasilkan Tabel IO Jawa Barat tahun 2013 dengan klasifikasi sektor produksi yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian. 247 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Tahap ketiga adalah penyiapan berbagai data dan infor masi kondisi sosial dan perekonomian Provinsi Jawa Barat. Adapun data yang tersedia antara lain: Susenas, SAM Nasional 2008, Sensus Penduduk 2010, Jawa Barat dalam Angka Tahun 2015, PDRB Menurut Pengeluaran Provinsi Jawa Barat 2010-2014, PDRB Provinsi Jawa Barat Menur ut Lapangan Usaha 2012-2014, Keadaan Angkatan Kerja di Provinsi Jawa Barat 2014, Indikator Kesejahteraan Rakyat Jawa Barat 2014, Statistik Industri Besar dan Sedang Jawa Barat 2013, dan Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten Kota Jawa Barat 2015. Tahap selanjutnya adalah menginput data ke sel-sel blok neraca faktor produksi, neraca institusi, dan neraca sektor produksi yang merupakan sub matriks dalam kerangka SAM Provinsi Jawa Barat, sedangkan yang belum terisi digunakan data-data pendukung untuk menghitung nilai komponen masing-masing sub matriks neraca transaksi. Tahap awal pengisian ini belum terjadi keseimbangan neraca sehingga perlu dilakukan proses keseimbangan dengan menggunakan metode RAS. Secara matematis metode RAS dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Dibentuk matriks A yang baru (A1) dengan ukuran n x n dari (A0)dengan mengaplikasikan multiplier baris (r) dan kolom (s). 2. Misalkan matriks transaksi SAM adalah T, maka tij adalah nilai sel yang memenuhi kondisi Tj=∑itj Koefisen matriks SAM , dibangun melalui matriks transaksi (T) yang dibagi dengan sel-sel dalam setiap kolom dari T dengan jumlah total kolom:aij=ti/tj 3. Membentuk matrik baru (A1) dari matriks yang lama (A0) dengan operasi proporsional ganda baris dan kolom: a1ij=ri a0ij0sj dalam notasi matriks dinyatakan ῀ A0S῀ dimana ( R ῀ ) sebagai berikut: A1=R mengindikasikan elemen matriks diagonal ri dan ( S῀ ) mengindikasikan elemen matriks diagonal sj Jurnal Manajemen Teknologi, 16(3), 2017, 241-257 Setelah diperoleh Tabel SAM Provinsi Jawa Barat yang balance, maka tahap akhir adalah dilakukan rekonsiliasi untuk memastikan konsistensi antar bagian dengan melihat kewajaran isian baris dan kolom dengan membandingkan dengan indikator-indikator kinerja perekonomian Provinsi Jawa Barat yang tersedia. Apabila seluruh baris dan kolom sudah konsisten maka matriks SAM Provinsi Jawa Barat tahun 2013 tersebut siap digunakan untuk berbagai analisis dalam penelitian ini. Analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis efek peng ganda yang pengganda dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi sektoral dan tingkat pertumbuhan nilai tambah dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat tahun 2013 sebagai dampak perubahan neraca eksogen seperti peningkatan investasi sektor industri manufaktur baik yang berlokasi di dalam maupun di luar kawasan industri. Dalam rangka menganalisis dampak perekonomian maupun peranan masing-masing neraca endogen dan keterbandingan diantara neraca neraca endogen tersebut maka dapat dianalisis seperti efek pengganda nilai tambah faktor produksi. Selain itu, dilakukan juga analisis multiplier pendapatan rumah tangga. Analisis ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga, serta sektor yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi kelompok rumah tangga. Distribusi pendapatan dan pengeluaran neraca endogen dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = T + X (1) dimana Y adalah matriks pendapatan atau pengeluaran, T adalah matriks transaksi dan X adalah matriks neraca eksogen. Apabila diasumsikan besarnya kecenderungan rata-rata pengeluaran Aij adalah perbandingan antara pengeluaran sektor ke-j untuk sektor ke-i dengan total pengeluaran ke-j, maka: Aij = Tij Yj atau 0 0 A 13 A= A21 A22 0 0 A32 A33 | 4. Melakukan iterasi ke-1 (ai1 dan bj1), iterasi ke2 (ai2 dan bj2), sampai pada iterasi ke-t (at1 dan bjt) yang merupakan inerasi yang konvergen. [ (2) [ (3) Matriks A merupakan submatriks yang memuat koefisien kontribusi pengeluaran yang diihitung dengan cara membagi setiap transaksi dengan jumlah kolom dalam SAM, di mana: A13 Koefisiean alokasi nilai tambah ke faktor produksi A21 Koefisiean alokasi pendapatan faktor produksi ke institusi A22 Koefisiean transfer antar institusi A32 Koefisiean penerimaan domestik A33 Koefisiean Penerimaan antara Selanjutnya persamaan (1) masing dibagi dengan Y, diperoleh persamaan (4) berikut: Y/Y = T/Y + X/Y (4) Persamaan (2) dilakukan substitusi ke persamaan (4) sehingga diperoleh: I = A + X/Y I – A = X/Y (I – A)Y = X Y=(I-A)-1) X Jika (I-A)-1)=Ma, maka Y=Ma X (5) dimana: A : koefisien-koefisien yang menunjukkan pengaruh langsung dari perubahan yang terjadi pada suatu sektor terhadap sektor lainnya. Ma : pengganda neraca yang menunjukkan pengaruh perubahan suatu sektor terhadap sektor lainnya dari seluruh SAM. 248 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Winardi, Priyarsono, Siregar, dan Kustanto/Kinerja Sektor Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lokasi di Dalam dan di Luar Kawasan Industri Berdasarkan hal tersebut, ukuran kinerja sektor industri dianalisis berdasarkan nilai efek peng ganda sektor industri terhadap pendapatan faktor produksi baik faktor produksi tenaga kerja, maupun faktor produksi modal (Neraca Faktor Produksi pada Tabel SAM). Di samping itu, juga dianalisis berdasarkan nilai efek pengganda sektor industri terhadap pendapatan rumah tangga (Neraca Institusi pada Tabel SAM). Analisis efek pengganda tersebut dapat diinterpretasikan secara komprehensif berdasarkan adanya injeksi pada neraca eksogen (investasi) sektor industri pengolahan baik yang berlokasi di dalam maupun di luar kawasan industri. Hasil dan Pembahasan Pembangunan kawasan industri akan memberikan banyak keuntungan, salah satunya adalah mampu menyediakan lapangan kerja yang lebih luas. Semakin berkembangnya kawasan industri akan meningkatkan penyediaan lapangan pekerjaan melalui pembangunan industri manufaktur yang dapat menyediakan lapangan kerja yang luas. Semakin banyak lapangan kerja yang tersedia tersebut maka pendapatan rumah tangga juga akan mengalami meningkat dan berdampak pula pada peningkatan pendapatan ekonomi suatu wilayah. Selain itu, penyerapan tenaga kerja pada sektor industri secara tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan investasi sektor industri manufaktur di kawasan industri maka secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja dan selanjutnya juga akan mempengaruhi pendapatan rumah tangga baik di wilayah perdesaan maupun di wilayah perkotaan. Analisis berdasarkan lokasi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui tingkat distribusi pendapatan faktor produksi dan rumah tangga antara wilayah perdesaan dan perkotaan sebagai dampak dari pembangunan industri baik di dalam maupun di luar kawasan industri. 249 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Selain faktor produksi tenaga kerja tersebut, peningkatan faktor produksi modal juga akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan institusi rumah tang ga. Hal ini dapat dilihat secara komprehensif berdasarkan hasil analisis efek berganda SAM, khususnya efek pengganda dari adanya injeksi sektor industri manufaktur baik yang berlokasi di dalam maupun di luar kawasan industri terhadap nilai tambah faktor produksi Provinsi Jawa Barat yang dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil analsis pada Tabel 1 bahwa sektor industri manufaktur yang berlokasi di dalam kawasan industri memberikan nilai efek pengganda terhadap pendapatan tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan industri manufaktur di luar kawasan industri. Nilai efek berganda tenaga kerja di kawasan industri sebesar 2,8064. Hal ini menunjukkan bawah setiap peningkatan investasi industri manufaktur di kawasan industri sebesar 1 milyar rupiah maka akan memberikan dampak terhadap peningkatan nilai tambah faktor produksi tenaga kerja sebesar 2,8064 milyar rupiah, sedangkan di luar kawasan industi, nilai efek berganda tenaga kerja sebesar 2,7988 yang berarti setiap peningkatan investasi di sektor industri manufaktur di luar kawasan industri sebesar 1 milyar rupiah maka akan meningkatkan nilai tambah faktor produksi tenaga kerja sebesar 2,7988 milyar rupiah. Nilai efek pengganda terhadap pendapatan faktor produksi yang diberikan oleh sektor industri pengolahan yang berlokasi di dalam kawasan industri lebih tinggi dan berbeda signifikan dibandingkan deng an efek pengganda terhadap pendapatan faktor produksi yang diberikan oleh sektor industri pengolahan yang berlokasi di luar kawasan industri. Hal ini telah dilakukan uji statistik non parametrik (uji Wilcoxon). Jurnal Manajemen Teknologi, 16(3), 2017, 241-257 Tabel 1. Efek Pengganda Industri Manufaktur terhadap Nilai Tambah Faktor Produksi Faktor Produksi Pertanian Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual & Buruh Tenaga Kerja Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional, & Teknisi Tenaga Kerja di Desa Tenaga Kerja di Kota Tenaga Kerja Modal Total Multiplier Temuan ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Morales dan Fernandes (2003) yang meneliti dampak kawasan industri terhadap penciptaan nilai tambah oleh per usahaan. Penelitian tersebut membandingkan perusahaan yang berlokasi di kawasan industri dengan perusahaan yang berlokasi di luar kawasan industri. Hasil penelitiannya menemukan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus antara perusahaan yang berlokasi di dalam kawasan industri dengan penciptaan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang berlokasi di luar kawasan industri. Demikian pula penelitian Cainelli (2008) yang meneliti dampak kawasan industri terhadap pertumbuhan produktifitas perusahaan, dimana hasil penelitiannya menemukan bahwa perusahaan yang berlokasi di kawasan industri memiliki per tumbuhan produktivitas perusahaan yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang berlokasi di luar kawasan industri. Desa Kota Desa Kota Desa Kota Industri Manufaktur Di Kawasan Di Luar Kawasan Industri Industri 0,0814 0,0816 0,5012 0,4998 0,6498 0,6479 0,3370 0,3361 0,8367 0,8343 0,1097 0,1094 0,2905 0,2897 1,0294 1,0269 1,7770 1,7720 2,8064 2,7988 5,5597 5,5477 8,3661 8,3466 tambah terbesar dari setiap peningkatan investasi adalah tenaga kerja tata usaha, penjualan, dan jasa-jasa di perkotaan. Kelompok tenaga kerja tersebut menerima tambahan nilai tambah dengan nilai efek berganda sebesar 0,8367. Kelompok tenaga kerja terbesar kedua adalah tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual & buruh di perkotaan (0,6498). Kedua kelompok tenaga kerja tersebut merupakan kelompok tenaga kerja dengan bidang usaha yang dominan di dalam industri manufaktur. Kelompok tenaga kerja tata usaha, penjualan, & jasa-jasa, terdiri dari tenag a ker ja supervisor/pengawas, bagian keuangan, logistik, pemasaran, dan jasa lainnya. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual & buruh adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan pembuatan barang, konstruksi, perawatan dan berbaikan bangunan dan mesin atau dengan kata lain tenaga kerja yang melaksanakan aktivitasnya lebih banyak menggunakan tenaga fisik. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa berdasarkan bidang usaha dari tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat baik yang berlokasi di kawasan industri maupun di luar kawasan industri, tenaga kerja yang yang menerima dampak peningkatan nilai 250 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Winardi, Priyarsono, Siregar, dan Kustanto/Kinerja Sektor Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lokasi di Dalam dan di Luar Kawasan Industri Adapun hasil analisis berdasarkan wilayah perdesaan dan perkotaan menunjukkan bahwa peningkatan nilai tambah faktor produksi tenaga kerja sebagai efek berganda dari pembangunan industri manufaktur akan lebih banyak diperoleh oleh tenaga kerja yang berdomisili di wilayah perkotaan dibandingkan tenaga kerja yang di wilayah perdesaan. Efek berganda tenaga kerja diperkotaan sebesar 3,540 sedangkan di perdesaan hanya sebesar 2,0562. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pembangunan industri lebih banyak berlokasi di wilayah perkotaan. Salah satu faktor penyebabnya adalah kawasan industri di Jawa Barat pada umumnya berlokasi di wilayah perkotaan. Hasil analisis ini sesuai dengan temuan dari penelitan Kwanda (2000) bahwa para investor dalam melakukan pemilihan lokasi kawasan industri pada umumnya mereka memiliki di wilayah perkotaan, seperti di wilayah per tumbuhan pusat regional Jabodetabek dan Gerbangkertasusila. Demikian pula, hasil studi Kuncoro (2002) bahwa lokasi industri manufaktur di Indonesia terkonsentrasi di wilayah perkotaan pada dua kutub Pulau Jawa, yaitu wilayah barat Pulau Jawa adalah Jabodetabek dan Bandung sedangkan wilayah timur Pulau Jawa terkonsentrasi di sekitar Surabaya. Apabila sektor industri manufaktur yang berlokasi di kawasan industri dibagi menjadi 8 (delapan) jenis industri, maka berdasarkan hasil analsis pada Tabel 2 bahwa efek peng ganda terbesar sektor industri manufaktur yang berlokasi di dalam kawasan industri terhadap nilai tambah faktor produksi adalah sektor industri makanan dan minuman terhadap faktor produksi modal di perkotaan, yaitu sebesar 0,8578, kemudian diikuti oleh sektor industri tekstil, kulit, pakaian jadi dan alas kaki dengan nilai efek pengganda sebesar 0,8305. Tabel 2. Efek Pengganda Industri Manufaktur yang Berlokasi di Dalam Kawasan Industri terhadap Nilai Tambah Faktor Produksi Ind Manmin Ind Tekstil Ind Kayu Ind Kertas Ind Kimia Ind Bukan Logam Ind Logam Ind Lain TK_Ptani 0,0223 0,0079 0,0077 0,0073 0,0075 0,0064 0,0063 0,0036 TK_ProdD 0,0627 0,0770 0,0655 0,0728 0,0614 0,0690 0,0634 0,0294 TK_ProdK 0,0813 0,0998 0,0850 0,0944 0,0796 0,0894 0,0822 0,0381 TK_TUJD 0,0422 0,0518 0,0441 0,0490 0,0413 0,0464 0,0427 0,0197 TK_TUJK 0,1047 0,1286 0,1094 0,1215 0,1025 0,1151 0,1059 0,0490 TK_KKMD 0,0137 0,0169 0,0143 0,0159 0,0134 0,0151 0,0139 0,0064 TK_KKMK 0,0364 0,0446 0,0380 0,0422 0,0356 0,0400 0,0368 0,0170 MDL 0,8578 0,8305 0,7578 0,7057 0,7120 0,6620 0,7194 0,3144 Faktor Produksi Keterangan: TK_Ptani : Tenaga kerja pertanian TK_ProdD: Tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar di wilayah perdesaan TK_ProdK :Tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar di wilayah perkotaan TK_TUJD : Tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasajasa di wilayah perdesaan 251 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 TK_TUJK : Tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasajasa di wilayah perkotaan T K _ K K M D : Te n a g a ke r j a ke p e m i m p i n a n , ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi di wilayah perdesaan T K _ K K M K : Te n a g a k e r j a k e p e m i m p i n a n , ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi di wilayah perkotaan MDL : Faktor produksi modal Jurnal Manajemen Teknologi, 16(3), 2017, 241-257 Selama ini sektor industri logam dasar dan barang jadi dari logam menjadi sektor dengan konstribusi terbesar diantara sektor industri manufaktur lainnya terhadap PDRB Jawa Barat, namun efek penggandanya terhadap menciptaan nilai tambah lebih rendah dibandingkan deng an sektor industri manufaktur lainnya. Hal ini merupakan fenomena bahwa peranan sektor industri makanan dan minuman; industri tekstil, pakaian jadi, kulit & alas kaki, dan industri kayu, bambu, rotan & furniture lebih baik dibandingkan sektor industri logam dasar dan barang jadi dari logam. Oleh karena itu, dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian Provinsi Jawa Barat yang lebih tinggi, maka kebijakan pengembangan sektor industri jangan hanya berfokus pada pengembangan sektor industri logam dasar dan barang jadi dari logam seperti industri elektronik, peralatan listrik, industri mesin, peralatan, kendaraan bermotor, karoseri, dan industri alat angkut lainnya, tetapi seharusnya difokuskan pada pengembangan sektor industri yang memberikan nilai tambah yang lebih tinggi, yaitu sektor industri makanan & minuman dan industri tekstil, pakaian jadi, kulit & alas khaki. Potensi investasi di sektor industri makanan dan minuman yang terdiri dari industri beras, gula, teh olahan, industri makanan lainnya, dan industri pengolahan tembakau di Provinsi Jawa Barat sangat terbuka lebar, mengingat pasar domestik yang menjanjikan dengan jumlah penduduk Jawa Barat dan Indonesia yang besar, potensi bahan baku domestik yang melimpah, dan ketersediaan sumber daya manusia. Demikian pula menurut UNIDO (2012), kawasan industri di suatu wilayah dapat mengakselerasi pengembangan ekonomi wilayah tersebut melalui penyediaan lokasi usaha industri yang inovatif dan atraktif. D e n g a n d e m i k i a n , k awa s a n i n d u s t r i merupakan salah satu instrumen yang bernilai untuk mendorong peningkatan daya saing industri baik di lingkup regional maupun secara nasional. Analisis berikutnya yang dilakukan adalah analisis efek pengganda industri manufaktur yang berlokasi di dalam dan di luar kawasan industri terhadap pendapatan rumah tangga. Pendapatan r umah tang ga mer upakan pendapatan yang diperoleh rumah tangga yang dapat bersumber dari pendapatan kepala dan anggota rumah tangga. Menurut Sutomo (2015) pendapatan rumah tangga dapat berasal dari balas jasa faktorfaktor produksi. Balas jasa faktor produksi tenaga kerja berupa upah, gaji, keuntungan, atau bonus. Sedangkan balas jasa faktor produksi modal dapat berupa bunga, deviden, dan bagi hasil. Faktor produksi tenaga kerja dan modal tersebut semuanya dimiliki oleh rumah tangga. Pada penelitian ini rumah tangga dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu golongan rumah tangga berpendapatan rendah, sedang dan tinggi serta diklasifikasikan berdasarkan wilayah perkotaan dan perdesaan. Hasil ini sejalan dengan pemikiran Mulyadi (2013) bahwa industri pengolahan yang berlokasi di dalam kawasan industri akan memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, di mana kondisi ini terlihat di wilayah yang memiliki kawasan industri pertumbuhan ekonominya lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional, seperti di Provinsi Banten dan Jawa Barat. 252 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Winardi, Priyarsono, Siregar, dan Kustanto/Kinerja Sektor Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lokasi di Dalam dan di Luar Kawasan Industri Tabel 3 Efek Pengganda Industri Manufaktur terhadap Pendapatan Rumah Tangga Industri Manufaktur Golongan Pendapatan Rumah Tangga Rendah Sedang Tinggi Rendah Kota Sedang Tinggi Rumah Tangga Desa Rumah Tangga Kota Total Rumah Tangga Desa Di Kawasan Industri 0,7703 0,9642 0,1231 0,7133 1,4098 2,6183 1,8577 4,7414 6,5991 Berdasarkan analisis efek pengganda sektor industri manufaktur di dalam dan di luar kawasan industri terhadap pendapatan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur yang berlokasi di dalam kawasan industri memberikan nilai efek pengganda terhadap pendapatan rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan industri manufaktur di luar kawasan industri. Nilai efek berganda terhadap pendapatan rumah tangga di kawasan industri sebesar 6,5991 yang berarti setiap peningkatan investasi di sektor industri manufaktur di kawasan industri sebesar 1 milyar rupiah maka akan memberikan dampak terhadap pendapatan rumah tangga yang meningkat di Provinsi Jawa Barat sebesar 6,5591 milyar rupiah, sedangkan di luar kawasan industi, nilai efek berganda terhadap pendapatan rumah tangga sebesar 6,5833 yang berarti setiap peningkatan investasi di sektor industri manufaktur di luar kawasan industri sebesar 1 milyar rupiah maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga 6,5833 milyar rupiah. Tabel 3 menggambarkan bahwa rumah tangga yang paling banyak memperoleh efek berganda dari industri manufaktur adalah kelompok rumah tangga yang berlokasi di wilayah perkotaan. 253 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Di Luar Kawasan Industri 0,7685 0,9620 0,1228 0,7116 1,4064 2,6120 1,8533 4,7300 6,5833 Hal ini terlihat bahwa efek berganda industri manufaktur di kawasan indutri terhadap pendapatan rumah tangga di perkotaan sebesar 4,7414 sedangkan industri manufaktur di luar kawasan industri, nilai efek bergandanya sebesar 4,7300. Selanjutnya golongan rumah tangga di perkotaan yang menerima efek berganda terbesar adalah golongan rumah tangga berpendapatan tinggi di perkotaan. Meningkatnya pendapatan rumah tangga tersebut berkaitan dengan semakin meningkatnya nilai tambah faktor produksi tenaga kerja di mana pembangunan kawasan industri akan mendorong masuknya investasi sektor industri manufaktur dan selanjutnya membuka lapangan kerja yang luas. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Perry dan Yeoh (2000) yang meneliti peranan Kawasan Industri Batamindo-Indonesia, Kawasan Industri Bintan-Indonesia, Kawasan Industri SuzhouChina dan Kawasan Industri Wuxi-China. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembangunan kawasan industri tersebut mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap menyerapan tenaga kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Jurnal Manajemen Teknologi, 16(3), 2017, 241-257 Tabel 4 Efek Pengganda Industri Manufaktur yang Berlokasi di Dalam Kawasan Industri terhadap Pendapatan Rumah Tangga Faktor Produksi Ind Manmin Ind Tekstil Ind Kayu Ind Kertas Ind Kimia Ind Bukan Logam Ind Logam Ind Lain RTRD 0,1121 0,1157 0,1021 0,1044 0,0959 0,0983 0,0975 0,0442 RTSD 0,1404 0,1449 0,1278 0,1307 0,1200 0,1231 0,1220 0,0554 RTTD 0,0179 0,0185 0,0163 0,0167 0,0153 0,0157 0,0156 0,0071 RTRK 0,1025 0,1076 0,0957 0,0955 0,0898 0,0899 0,0915 0,0409 RTSK 0,2025 0,2127 0,1891 0,1887 0,1775 0,1777 0,1808 0,0808 RTTK 0,3762 0,3951 0,3512 0,3505 0,3296 0,3300 0,3357 0,1501 Keterangan: RTRD : rumah tangga berpendapatn rendah di wilayah perdesaan RTSD : rumah tangga berpendapatn menengah di wilayah perdesaan RTTD : rumah tangga berpendapatn tinggi di wilayah perdesaan RTRK : rumah tangga berpendapatn rendah di wilayah perkotaan RTSK : rumah tangga berpendapatn menengah di wilayah perkotaan RTTK : rumah tangga berpendapatn tinggi di wilayah perkotaan Keberadaan kawasan industri di Provinsi Jawa Barat menjadi sangat penting, mengingat peranan kawasan industri tersebut terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga sangat besar. Berdasarkan analisis efek pengganda sektor industri manufaktur yang berlokasi di dalam kawasan industri terhadap pendapatan rumah tangga bahwa sektor industri yang memberikan efek pengganda terbesar adalah sektor industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki terhadap rumah tangga berpendapatan tinggi di perkotaan, yaitu sebesar 0,3951, kemudian diikuti oleh sektor industri makanan dan minuman dengan nilai efek pengganda sebesar 0,3762. Tingginya nilai efek pengganda sektor industri padat karya (industri tekstil, pakaian jadi, kulit & alas kaki) dan sektor industri makanan & minuman terhadap intitusi rumah tangga berpendapatan tinggi di perkotaan didorong oleh tingginya penyerapan tenaga kerja di kedua sektor tersebut. Sektor industri industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki menyerap tenaga kerja sebanyak 1.588.938 orang atau sekitar 40 persen tenaga kerja sektor industri manufaktur di Provinsi Jawa Barat adalah tenaga kerja di sektor industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki, sedangkan sektor industri makanan dan minuman menyerap tenaga kerja sebanyak 394.893 orang atau sekitar 10 persen. Kondisi ini sejalan dengan hasil studi Zheng et. al (2016) yang meneliti dampak investasi pembangunan 110 kawasan industri di 8 kota di Tiongkok. Hasil studinya menunjukkan bahwa investasi pemerintah dalam pembangunan kawasan industri tersebut mampu meningkatkan pendapatan tenaga kerja sekitar 3 persen. Demikian juga studi Wang (2013) yang meneliti dampak ekonomi dari investasi kawasan ekonomi khusus di Tiongkok. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa investasi di kawasan industri ekonomi khusus memberikan dampak terjadinya aglomerasi ekonomi dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Keuntungan pembangunan kawasan industri di Provinsi Jawa Barat sampai saat ini lebih banyak dinikmati oleh golongan rumah tangga tertentu, yakni rumah tangga berpendapatan tinggi di wilayah perkotaan. Kondisi ini menyebabkan ketimpangan pendapatan rumah tangga baik antar golongan rumah tangga maupun antar wilayah (desa/kota) semakin tinggi sehingga efek berganda yang ditimbulkan pembangunan kawasan industri terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga terlihat lebih rendah secara kualitas. 254 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Winardi, Priyarsono, Siregar, dan Kustanto/Kinerja Sektor Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lokasi di Dalam dan di Luar Kawasan Industri Oleh karena itu, dalam rangka mendorong peningkatan pendapatan rumah tangga di perdesaan maka perlu dikembangkan kawasan industri atau sentra industri baru di sekitar wilayah hinterland dari kawasan industri yang a d a s a a t i n i d i P r ov i n s i Jawa B a r a t . Berlakukannya UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian diperkirakan akan meningkatan efek pengganda sektor industri manufaktur terhadap pendapatan rumah tangga. Hal ini sebabkan karena pada UU tersebut sangat mendorong percepatan pemerataan dan penyebaran pembangunan industri di seluruh wilayah. Demikian pula, regulasi ditingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota juga ditetapkan Peraturan Daerah yang meng atur pengembangan industri berbasis wilayah. Dalam rangka mendukung kebijakan tersebut, Kementerian/Lembaga terkait dan Pe m e r i n t a h D a e r a h h a r u s m e n j a m i n ketersediaan infrastruktur jaringan energi (gas dan listrik), jaringan transportasi (jalan, rel kereta, bandara, pelabuhan), telekomunikasi, dan sumber daya air di sekitar lokasi yang akan dibangun kawasan industri atau sentra industri kecil dan menengah. Ketersediaan infrastruktur tersebut akan menarik investasi sektor industri manufaktur untuk menanamkan modalnya di wilayah tersebut. Berdirinya industri manufaktur di suatu wilayah akan menarik industri-industri lainnya bahkan sektor lain untuk berlokasi di wilayah tersebut, sehingga efek pengganda yang ditimbulkan terhadap rumah tangga sekitar kawasan industri akan semakin besar, misalnya terbukanya kesmpatan kerja yang kemudian berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga. Hal ini sesuai dengan pemikiran Kumar (2008) bahwa kawasan industri bertujuan untuk mewujudkan pembangunan yang terdesentralisasi ke seluruh wilayah, menggeser industri kecil dari lokasi umum ke dalam kawasan industri, menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja. 255 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Pada dasarnya, di wilayah perdesaan Provinsi Jawa Barat memiliki potensi pengembangan industri kecil dan menengah, seperti industri tekstil, alas kaki, pengolahan rotan, makanan dan minuman, namun pengembangan industri tersebut belum terpadu karena tidak berlokasi di satu hamparan lahan industri. Hal ini menyebabkan potensi yang besar tersebut belum mampu memberikan efek pengganda yang optimal bagi pendapatan rumah tangga di wilayah perdesaan Provinsi Jawa Barat. Simpulan Kinerja sektor industri manufaktur yang berlokasi di kawasan industri memberikan nilai efek pengganda terhadap pendapatan faktor produksi modal dan tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan industri manufaktur di luar kawasan industri sehingga perusahaan industri di dalam kawasan industri akan memperoleh keuntungan yang lebih besar, seperti meningkatkan produktifitas perusahaan dan menikmati manfaat dengan terciptanya aglomerasi ekonomi. Sektor industri manufaktur yang berlokasi di dalam kawasan industri memperoleh dua keuntungan sekaligus yaitu (1) Keuntungan lokalisasi, di mana keuntungan berupa penghematan biaya transportasi bahan baku dan hasil produksi, yang diperoleh karena berlokasi secara berdekatan dengan perusahaan terkait lainnya; dan (2) Keuntungan urbanisasi, di mana keuntungan yang diperoleh karena tersedianya infrastruktur dasar dan penunjang yang digunakan secara bersama-sama seperti jariingan listrik, instalasi pengolahan air limbah, instalasi pengolahan air bersih, pergudangan, sarana telekomuninasi, dan utilitas lainnya yang menunjang kegiatan operasi perusahaan industri. Penggunaan fasilitas bersama akan dapat menurunkan biaya karena dapat ditanggung secara bersama. Jurnal Manajemen Teknologi, 16(3), 2017, 241-257 Keberadaan kawasan industri di Provinsi Jawa Barat menjadi sangat penting, mengingat peranan kawasan industri tersebut terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga sangat besar. Keuntungan pembangunan kawasan industri di Provinsi Jawa Barat sampai saat ini lebih banyak dinikmati oleh golongan rumah tangga berpendapatan tinggi di wilayah perkotaan. Kondisi ini menyebabkan ketimpangan pendapatan rumah tangga baik antar golongan rumah tangga maupun antar wilayah (desa/kota) semakin melebar sehingga efek berganda yang ditimbulkan pembangunan kawasan industri terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga terlihat lebih rendah secara kualitas. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka salah satu arah kebijakan pemerintah saat ini dalam pengembangan percepatan memerataan dan penyebaran pembangunan industri di seluruh wilayah. Dalam rangka mendukung kebijakan tersebut, pemerintah perlu melakukan investasi langsung pembangunan kawasan industri. Sebagaimana diketahui bahwa kawasan industri eksisting di Provinsi Jawa Barat merupakan kawasan industri yang dibangun oleh pihak swasta sehingga lokasi kawasan industri tersebut pada umumnya berlokasi di wilayah yang memiliki infrastruktur dasar dan penunjang yang memadai, yaitu di wilayah Bekasi, Karawang, Purwarkarta dan Bogor. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan investasi langsung dalam pembangunan kawasan industri di wilayah yang tidak dilengkapi berbagai infrastruktur dasar dan penunjang tetapi wilayah tersebut juga didukung oleh ketesediaan sumber daya alam yang dapat diolah dan menciptakan nilai tambah yang tinggi. Pemerintah dalam melakukan investasi langsung pembangunan kawasan industri, terlebih dahulu perlu melakukan penyiapan dukungan dari aspek regulasi dan kelembagaan kawasan industri. Sementara itu, dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian Provinsi Jawa Barat yang lebih tinggi, maka kebijakan pengembangan sektor industri di kawasan industri jang an hanya berfokus pada pengembangan sektor industri padat modal, tetapi seharusnya difokuskan pada pengembangan sektor industri yang memberikan nilai tambah dan keterkaitan yang lebih tinggi, yaitu sektor industri makanan dan minuman, dan industri tekstil, kulit, pakaian jadi dan alas khaki. Potensi investasi di sektor industri makanan & minuman di Provinsi Jawa Barat sangat terbuka lebar, mengingat pasar domestik yang menjanjikan dengan jumlah penduduk yang besar dan potensi bahan baku domestik yang melimpah. Oleh karena itu, pengembangan kawasan industri yang memberikan dampak pada peningkatan nilai tambah yang optimal perlu diarahkan pada pendekatan pengembangan kawasan industri pada pendekatan klaster, bukan hanya sebagai klaster secara spasial tetapi juga sebagai klaster industri. Dengan demikan perusahaan industri yang berlokasi di kawasan industri akan memperolah berbagai kemudahan, seperti kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, memperoleh tenag a ker ja, pasar, dan keuntungan lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah harus menyusun regulasi yang mengatur industri baru untuk berlokasi di kawasan industri sesuai dengan karasteristik jenis industri masing-masing, sehingga ke depannya industri-industri yang berlokasi di kawasan industri merupakan industri yang jenisnya sama sehing g a memperbesar peluang terbentuknya klaster industri yang akan menciptakan keterkaitan pada sepanjang rantai nilai industri tersebut, termasuk kegiatan industri pendukung, industri penyedia infrastruktur, industri terkait, dan industri jasa penunjang lainnya. 256 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Winardi, Priyarsono, Siregar, dan Kustanto/Kinerja Sektor Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lokasi di Dalam dan di Luar Kawasan Industri Daftar Pustaka Alexande, P.C. (1963). Industrial estates in India. Asia Pub. House. Becattini, G. & Musotti, F. (2003). Measuring the district effect. Reflections on the literature, Banca Nazionale del Lavoro Quarterly Review. 226:259–290. Bredo, W. (1960). Industrial Estatate for Tool Industrialzation. International Industrial Development Center. Stanford Research Institute. Cainelli, G. (2008). Spatial Agglomeration, Technological Innovations, and Firm Productivity: Evidence from Italian Industrial Districts. Growth and Change, 39 (3), 414–435. Ellison, G. & Glaeser, EL. (1997). Geographic Concentration in U.S. Manufacturing Industries: A Dartboard Approach. Journal of Political Economy. 105(5):889927. Fujita, M. & Thiesse, JF. (2002). Economics of Agglomeration: Cities, Industrial Location and Regional Growth. Cambridge: Cambridge University Press. Isard, W. (1956). Location and Space Economy. New York: Jhon Wley & Sons, Inc. Kuncoro, M. (2000). Ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Kuncoro, M. (2002). Analisis Spasial dan Regional Studi Aglomerasi & Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Kwanda, T. (2000). Pengembangan Kawasan Industri di Indonesia. Dimensi Teknik Arsitektur, 28(1), 54– 61. Morales, F. & Fernandes, M. (2003). The Impact of Industrial District Affiliation on Firm Value Creation. European Planning Studies. 11(2). Mulyadi, D. (2012). Manajemen Perwilayahan I n d u s t r i . Ja k a r t a : Ke m e n t e r i a n Perindustrian. Perry, M. & Yeoh, C. (2000). Singapore's Overseas Industrial Park. Regional Studies, 34 (2), 199. Sutomo, M. (2015). Sistem Data dan Perangkat Analisis Ekonomi Makro. Bandung: CorBooks. 257 Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 16 | No. 3 | 2017 Thorbeche, E. (1988). The Social Accounting Matrix dan Consistenc y-Type. Washington. D.C.: The World Bank. UNIDO. (1997). Industrial Estates Principles and Practice. Technical Report. United Nations Industrial Development Organization. UNIDO. (2012). Europe and Central Asia Regional Conference on Industrial Parks as a tool to foster local industrial development. Baku, Azerbaijan. Wang, J. (2013). The economic impact of Special Economic Zones: Evidence from Chinese municipalities. Journal of Development Economics, 101,133–147 Zheng, S., Sun, W., Wu, J., & Kahn, ME. (2016). Urban Agglomeration and Local Economic Growth in China: The Role of New Industrial Park. USC Dornsife Institute fo New Economic Thingking. Working Paper: 16-06.