PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA PASURUAN (The influence of Green open Space to The Micro Climate in Pasuruan City) Anugrah Teguh Prasetyo Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] Abstrak Meningkatnya pembangunan fisik kota, pertumbuhan penduduk serta berbagai aktivitas kota menyebabkan berkurangnya Ruang Terbuka Hijau. Hal ini menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup yang mengakibatkan terjadinya perubahan iklim mikro terutama peningkatan suhu dan penurunan kelembaban udara. Adanya keberadaan suatu RTH berpengaruh terhadapa suhu dan kelembaban udara di suatu tempat. RTH di Kota Pasuruan tiap tahun selalu mengalami penurunan. Pada tahun 2007 tercatat tinggal 45% atau 16,06 km2, namun pada tahun 2012 hanya tersisa 26,58%. Hal ini berpengaruh terhadap suhu udara. Suhu udara di Kota Pasuruan selalu mengalami peningkatan, pada tahun 2012 suhu rata-rata tercatat sebesar 31,30C, keberadaan RTH ikut mempengaruhi keadaan suhu udara di kota Pasuruan dengan kekuatan korelasi cukup. Keberadaan RTH tidak hanya mempengaruhi suhu udara tapi juga ikut mempengaruhi kelembaban udara di Kota Pasuruan. Besar rata-rata kelembaban udara di Kota Pasuruan tahun 2012 sebesar 65,3%. Besar pengaruh RTH terhadap kelembaban udara di Kota Pasuruan yaitu termasuk kekuatan korelasi cukup. Untuk menjaga kualitas iklim mikro di Kota Pasuruan, maka Kota Pasuruan harus memiliki RTH ideal minimal sebesar 547,12 Ha dengan kerapatan vegetasi 5 x 5 m, sehingga membutuhkan pohon sebanyak 252.768 pohon dengan jenis vegetasi untuk taman kota. Kata kunci: ruang terbuka hijau, iklim mikro, ruang terbuka hijau ideal Abstract Increasing the city's physical development, population growth and other city activities leads to reduced green open space. This resulted in the environment that resulted in a micro-climate change, especially rising temperatures and decreasing humidity. The existence of influential terhadapa green open space temperature and humidity. Green open space in Pasuruan each year is always decreasing. In 2007, there were 45% or 16.06 km2, but in 2012 left only 26.58%. It affects the air temperature. Temperatures in Pasuruan always increase, in 2012 the average temperature was recorded at 31.30ºC, the presence of green open space influence the state of the air temperature in the Pasuruan City with the strength of the correlation enough. The presence of green open space not only affects the air temperature but also humidity influence in Pasuruan. The average humidity in Pasuruan in 2012 amounted to 65.3%. Green open space influence the humidity in Pasuruan is including correlation strength enough. To maintain the quality of the micro climate in Pasuruan, so Pasuruan should ideally have a green open space with a minimum of 547.12 Ha with vegetation density 5 x 5 meters, requiring as many as 252,768 trees by tree vegetation to the city park. Kata Kunci: green open space, micro climate, ideal green space A. PENDAHULUAN Meningkatnya pembangunan fisik kota, pertumbuhan penduduk serta berbagai aktivitas kota menyebabkan berkurangnya Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) dan menurunnya kualitas lingkungan hidup yang mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem alami. Keberadaan dari vegetasi yang berada di RTHK dapat mempengaruhi kondisi atmosfer setempat, mampu merubah suhu dan kelembaban udara juga mengurangi kecepatan angin (Martopo dkk, 1995). Berkurangnya lahan hijau daerah perkotaan terjadi karena konversi RTH, dan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor mengakibatkan terjadi pencemaran udara. Konsentrasi penduduk pada wilayah tertentu ditambah dengan adanya industri dan perdagangan serta transportasi kota yang padat menyebabkan tejadinya thermal polution yang kemudian membentuk pulau panas atau heat island. Pulau-pulau panas terjadi karena adanya emisi panas yang direfleksikan dari permukaan bumi ke atmosfer. Sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi mengalami proses refleksi, transmisi dan absorbsi. Pulau panas pada umumnya terdapat pada bagian wilayah kota tidak bervegetasi, karena pada wilayah kota tidak bervegetasi ketiga proses tersebut saling bersinergi dalam meningkatkan suhu udara. Upaya penanaman vegetasi untuk menghijaukan kota dilakukan dalam bentuk pengelolaan taman-taman kota, taman-taman lingkungan, jalur hijau dan sebagainya. Peranan tumbuhan hijau sangat diperlukan untuk menjaring CO2 dan melepas O2 kembali ke udara. Setiap tahun tumbuh-tumbuhan di bumi ini mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton CO2 dan 25.000 juta ton hidrogen dengan membebaskan 400.000 juta ton O2 ke atmosfer, serta menghasilkan 450.000 juta ton zat-zat organik. Setiap jam, 1 hektar daun-daun hijau menyerap 8 kg CO2 yang ekuivalen dengan CO2 yang dihembuskan oleh napas manusia sekira 200 orang dalam waktu yang sama. Setiap pohon yang ditanam mempunyai kapasitas mendinginkan udara sama dengan rata-rata 5 pendingin udara (AC), yang dioperasikan 20 jam terus menerus setiap harinya. Setiap 1 ha pepohonan mampu menetralkan CO2 yang dikeluarkan 20 kendaraan (Maimun, 2007). Peranan tumbuhan di bumi ini sangat penting dalam menangani krisis lingkungan terutama di perkotaan, sangat tepat jika keberadaan tumbuhan mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan penghijauan perkotaan sebagai unsur hutan kota. Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas, tetapi komponen iklim ini penting artinya bagi kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan, karena kondisi udara pada skala mikro ini yang akan berkontak langsung dengan (dan mempengaruhi secara langsung) makhlukmakhluk hidup tersebut. Makhluk hidup tanggap terhadap dinamika atau perubahan-perubahan dari unsur-unsur iklim di sekitarnya. Keadaan unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi tingkah laku dan metabolisme yang berlangsung pada tubuh makhluk hidup, sebaliknya, keberadaan makhluk hidup tersebut (terutama tumbuhan) akan pula mempengaruhi keadaan iklim mikro di sekitarnya. Antara makhluk hidup dan udara di sekitarnya akan terjadi saling pengaruh atau interaksi satu sama lain (Lakitan, 2002:53). Kota Pasuruan merupakan sebuah kota kecil yang berada di Provinsi Jawa Timur. Kota Pasuruan berbatasan langsung dengan Selat Madura (bagian utara) dan Kabupaten Pasuruan (bagian timur, selatan, barat). Kota ini terletak di jalur pantura sehingga kota ini memiliki letak yang strategis (jalur utama SurabayaBanyuwangi) dalam kegiatan perekonomian termasuk kegiatan industrinya. Kota Pasuruan memiliki luas 35,68 km2 dengan jumlah penduduk 186.262 jiwa (tahun 2010). Kota Pasuruan dibagi menjadi 3 kecamatan (kecamatan Purworejo, Bugul Kidul, dan Gadingrejo) dan 34 kelurahan. Kecamatan Purworejo merupakan pusat pemerintahan Kota Pasuruan. Kecamatan Bugul Kidul merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar yaitu 18,44 km2 atau 51,67% dari luas Kota Pasuruan. Sedangkan Kecamatan Gadingrejo merupakan pusat industri di Kota Pasuruan. Kondisi iklim Kota Pasuruan selama tahun 2010 tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 27°C – 32°C. Sedangkan suhu maksimum mencapai 32,40C dan suhu minimum 27,4°C . Curah hujannya sekitar 1.742,00 mm/ tahun. Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Pasuruan mengikuti perubahan putaran 2 musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karangploso Curah hujan yang relatif tinggi terjadi pada bulan Januari, Februari, April dan Desember, Sedangkan pada bulan Juni, Agustus, dan September curah hujan relatif rendah. Dari tahun ke tahun, suhu udara di Kota Pasuruan dirasakan semakin tinggi. Pada tahun 1997, suhu rata-rata Kota Pasuruan adalah 29,30C. Pada tahun 2004, suhu rata-rata naik menjadi 30,40C, dan pada tahun 2010 suhu rata-rata menjadi 32,30C. Salah satu penyebab meningkatnya suhu di Kota Pasuruan adalah berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Pasuruan. Berkurangnya RTH di Kota Pasuruan ini diakibatkan salah satunya oleh adanya alih fungsi lahan. Pasuruan sebagai Kota industri menyebabkan Pasuruan memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Pada tahun 2001, jumlah penduduk Kota Pasuruan sekitar 159.796 jiwa, pada tahun 2006 bertambah jadi 165,992 jiwa dan pada tahun 2010 total penduduk Kota Pasuruan menjadi 186.262 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 5.092 jiwa/km2. Kepadatan penduduk ini mengakibatkan alih fungsi lahan besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan pembangunan kota. Banyak sekali areal pertanian maupun lahan terbuka yang beralih fungsi dan dibangun gedung-gedung guna memenuhi kebutuhan tempat tinggal masyarakat, banyak RTH yang rusak dan diganti sebagai kawasan perindustrian dan perkantoran. Banyaknya alih fungsi lahan ini menjadikan luas RTH di Kota Pasuruan semakin tahun semakin menyusut. Pada 1997, luas RTH di Kota Pasuruan sebesar 73,52% yaitu sekitar 26,90 km2 dari luasan Kota Pasuruan yang mencapai 35,68 km2. Tapi pada tahun 2003, luas RTH yang berkurang tinggal 22,54 km2 atau 63,12% dari luas total Kota Pasuruan dan pada tahun 2007 tinggal 45% atau 16,06 km2 (Sumber: BPS Kota Pasuruan). B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode survei yang bertujuan untuk mengumpulkan data berupa variabel iklim mikro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Ruang Terbuka Hijau (RTH) terhadap iklim mikro di Kota Pasuruan. Penelitian ini menggunakan teknik “purposive sampling”, berdasarkan karakteristik tertentu yaitu dengan pertimbangan kondisi ruang terbuka hijau. C. PEMBAHASAN 1. Pengaruh RTH terhadap Suhu Udara di Kota Pasuruan Pengukuran suhu udara pada setiap kondisi ruang terbuka hijau di Kota Pasuruan diwakili 4 lokasi pengamatan, yaitu Taman Kota, GOR Untung Suropati, Perumahan Puri Candi, dan areal Persawahan. Pengukuran suhu udara dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 26-27 Mei 2012 pukul 06.00 WIB, 12.00 WIB, dan 18.00 WIB. Hasil dari pengukuran suhu udara dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil Pengukuran Rata-Rata Suhu Kota Pasuruan (0C) Lokasi Pengamatan Taman Kota GOR Untung Suropati Perumahan Puri Candi Areal Persawahan Rata-rata Sabtu 27,6 28,9 28,9 27,8 28,3 06.00 Minggu 27,9 28,8 28,9 28,1 28.4 Rata rata 27,7 28,9 28,9 27,9 28,4 Sabtu 32,2 35,2 34,7 33,8 34,0 12.00 Minggu 32,8 35,2 34,9 33,9 34,2 Rata rata 32,5 35,2 34,8 33,8 34,1 Sabtu 29,9 32,7 31,9 30,9 31,4 18.00 Minggu 30,3 32,6 31,5 31,1 31,4 Rata rata 30,1 32,6 31,7 31,0 31,4 Dari hasil pengukuran suhu udara di 4 titik pengamatan di Kota Pasuruan terlihat bahwa suhu udara minimum terjadi pada pagi hari (pukul 06.00 WIB) dan suhu udara maksimum terjadi pada siang hari (pukul 12.00 WIB), tapi kemudian suhu mulai menurun kembali hingga sore hari (pukul 18.00 WIB). Hal ini terjadi karena adanya sinar matahari yang dimulai pada pagi hari dan terus meningkat hingga siang hari dan kemudian menurun kembali pada sore hari. Di samping itu, pada pagi hari hingga siang hari aktivitas penduduk berupa aktivitas industri dan transportasi meningkat, kemudian menurun pada sore hari memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap peningkatan suhu udara di Kota Pasuruan. 40.0 Suhu Udara (ºC) 35.0 30.0 25.0 Taman Kota 20.0 GOR Untung Suropati 15.0 Perumahan Puri Indah 10.0 Persawahan 5.0 0.0 pukul 06.00 pukul 12.00 pukul 18.00 Waktu Pengukuran Gambar 1. Kurva Rata-rata Suhu Udara di Lokasi Pengukuran Suhu harian 30,1 32,2 31,8 30,9 31,3 Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa taman kota memiliki kondisi RTH yang baik, berpengaruh terhadap penurunan suhu udara dibandingkan lokasi lain. RTH dengan kondisi baik ditunjukkan dengan luas lahan dan banyaknya pepohonan yang tertata. Taman kota memiliki jumlah tanaman sebanyak 88 tanaman dengan 12 jenis tanaman. Banyaknya tanaman di taman kota menyebabkan taman kota memiliki kerapatan tanaman paling tinggi dibanding 3 lokasi penelitian lain, yakni 59 tanaman / 1000m2. Jenis tanaman yang terdapat di taman kota antara lain beringin (Ficus benjamina), mahoni (Swietenia mahagoni), pinus (Pinus merkusii), lamtorogung (Leucaena lecocephala), asam (Tamarindus indica), Mangga (Mangifera indica), palem botol (Revaogehaganii), palem raja (Roystonea regia), angsana (Pterocarpus indicus). Tanaman di taman kota termasuk pada jenis tanaman yang dapat menyerap polusi udara dan mampu mengahsilkan O2 dan uap air (H2O) dalam jumlah besar. Kualitas RTH umumnya berkaitan dengan banyaknya jumlah pohon yang rindang. Semakin banyak jumlah pohon yang rindang di RTH semakin bagus RTH tersebut. Jumlah pohon yang banyak di taman kota menyebabkan tanaman mampu menyerap energi sinar matahari yang datang lebih banyak dan meningkatkan kemampuan menyerap CO2 dari aktivitas penduduk ataupun dari kendaraan bermotor sehingga menjadikan suhu udara tetap rendah dan lingkungan tetap nyaman. Selain itu jenis tanaman juga ikut mempengaruhi suhu udara di taman kota. Jenis tanaman yang ada di taman kota merupakan tanaman perindang dan besar, jenis tanaman ini memiliki fungsi mampu menyerap CO2 yang berasal dari aktivitas penduduk sehingga mengurangi jumlah CO2. Hal ini mengurangi efek perubahan iklim berupa peningkatan suhu udara. Selain itu, jenis tanaman di taman kota memiliki kemampuan penguapan tinggi yang akan menghasilkan O2 dan uap air (H2O) lebih banyak sehingga akan memberikan efek penurunan suhu udara. Penelitian ini melakukan analisis korelasi dengan menggunakan SPSS 16. Hasil analisis korelasi pengaruh antara kondisi RTH pada suhu udara dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Correlations Suhu Suhu Pohon Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N pohon 1 96 -.274** .007 96 -.274** .007 96 1 96 Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa besarnya Sig. (2-tailed) adalah 0.007. Ho diterima jika besar signifikansi > 0.05, dan H0 ditolak jika besarnya signifakansi < 0.05. Pada Tabel 5.3 diketahui bahwa besarnya signifikasi 0.007 dan signifikasi pada tabel 0.007 lebih kecil dari 0.05. dengan demikian H0 ditolak yang berarti terdapat pengaruh antara variabel kondisi RTH terhadap suhu udara di Kota Pasuruan. Menurut interval kekuatan yang dibuat oleh Jonathan Sarwono, maka besar nilai korelasi RTH terhadap suhu udara di Kota Pasuruan sebesar -0.274 termasuk dalam interval kekuatan cukup, berarti RTH memiliki pengaruh terhadap suhu udara di Kota Pasuruan dengan besar kekuatan cukup. Untuk mengetahui arah hubungannya bisa dilihat dari tanda koefisien korelasinya. Apabila tanda (-) berarti apabila variabel X tinggi maka variabel Y rendah, sedangkan tanda (+) berarti apabila variabel X tinggi maka variabel Y juga ikut tinggi. Dari table 5.3 diketahui bahwa besarnya koefisien korelasinya yaitu sebesar -0.274. hal ini arah hubungannya semakin tinggi variabel X maka variabel Y semakin rendah yang artinya semakin baik kondisi RTH, maka suhu udara semakin rendah. 2. Pengaruh RTH terhadap Kelembaban Udara di Kota Pasuruan Pengukuran kelembaban udara pada setiap kondisi ruang terbuka hijau di Kota Pasuruan diwakili 4 lokasi pengamatan, yaitu Taman Kota, GOR Untung Suropati, Perumahan Puri Candi, dan areal Persawahan. Pengukuran kelembaban udara dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 26-27 Mei 2012 pukul 06.00 WIB, 12.000 WIB, dan 18.00 WIB. Hasil dari pengukuran kelembaban udara dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil Pengukuran Rata-rata Kelembaban Udara Kota Pasuruan (%) Lokasi Pengamatan Taman Kota GOR Untung SUropati Perumahan Puri Candi Areal Persawahan Rata-rata Sabtu 79,3 72,9 74,8 76,2 75,8 06.00 Minggu 80,0 74,7 76,8 77,1 77,2 Rata rata 79,7 73,8 75,8 76,7 76,5 Sabtu 65,4 51,2 58,2 60,9 58,9 12.00 Minggu 63,0 50,7 57,2 58,4 57,3 Rata rata 64,2 50,9 57,7 59,6 58,1 Sabtu 68,2 54,0 61,1 63,7 61,8 18.00 Minggu 67,5 53,5 60,1 62,7 61,0 Rata rata 67,8 53,7 60,6 63,2 61,4 Dari hasil pengukuran kelembaban udara di 4 titik pengamatan di Kota Pasuruan terlihat bahwa kelembaban udara minimum terjadi pada pagi hari (pukul 06.00 WIB) dan kelembaban udara maksimum terjadi pada siang hari (pukul 12.00 WIB), tapi kemudian kelembaban mulai menurun kembali hingga sore hari (pukul 18.00 WIB). 90 Kelembaban Udara (%) 80 70 60 50 taman kota 40 gor 30 perumahan 20 sawah 10 0 pukul 06.00 pukul 12.00 pukul 18.00 Waktu Pengukuran Gambar 2. Kurva Rata-rata Kelembaban Udara di Lokasi Pengukuran Dari Tabel 3 bisa diketahui bahwa rata-rata kelembaban udara harian tertinggi di Kota Pasuruan adalah berada di taman kota, yaitu sebesar 70, 6%. Taman kota memiliki kondisi RTH yang baik di bandingkan lokasi penelitian lain, jumlah tanaman sebanyak 88 tanaman dengan 12 jenis tanaman. Banyaknya tanaman di taman kota menyebabkan taman kota memiliki kerapatan tanaman paling tinggi dibanding 3 lokasi penelitian lain, yakni 59 tanaman / 1000m2. Jenis tanaman yang terdapat di taman kota diantaranya lain beringin (Ficus benjamina), mahoni (Swietenia mahagoni), pinus (Pinus merkusii), lamtorogung (Leucaena Lembab harian 70.6 59.5 64.7 66.5 65,3 lecocephala), asam (Tamarindus indica), Mangga (Mangifera indica), palem botol (Revaogehaganii), palem raja (Roystonea regia), angsana (Pterocarpus indicus). Karena vegetasi dengan kerapatan tertinggi tersebut sehingga mampu mempengaruhi iklim mikro khususnya penurunan suhu udara di taman kota. Penurunan suhu terjadi karena banyaknya penutup lahan dan juga karena mampu menghalangi dan menyerap energi sinar matahari sehingga mengurangi suhu udara di areal tersebut. Kelembaban udara dipengaruhi oleh suhu udara. Penurunan suhu udara menyebabkan defisit tekanan uap menurun, sehingga kapasitas udara dalam menampung uap air menurun, sehingga menyebabkan peningkatan kelembaban udara. Jadi semakin meningkat kerapatan pohon maka semakin sulit energi sinar matahari menembus permukaan tanah sehingga suhu udara di permukaan tanah menurun yang menyebabkan kelembaban udara meningkat. Kerapatan pohon yang tinggi juga menyebabkan evapotranspirasi yang tinggi, sehinggga di udara terdapat lebih banyak uap air yang berdampak pada meningkatnya kelembaban udara. Penelitian ini melakukan analisis korelasi dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows. Hasil analisis korelasi pengaruh antara kondisi RTH pada kelembaban udara dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4 Correlations Lembab Lembab Pohon Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pohon 1 96 .357** .000 96 .357** .000 96 1 96 Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa besarnya Sig. (2-tailed) adalah 0.000. Ho diterima jika besar signifikansi > 0.05, dan H0 ditolak jika besarnya signifakansi < 0.05. Pada Tabel 5.6 diketahui bahwa besarnya signifikasi 0.000 dan signifikasi pada tabel 0.000 lebih kecil dari 0.05. dengan demikian H0 ditolak yang berarti terdapat pengaruh antara variabel kondisi RTH terhadap kelembaban udara di Kota Pasuruan. Menurut interval kekuatan yang dibuat oleh Jonathan Sarwono, maka besar nilai korelasi RTH terhadap kelembaban udara di Kota Pasuruan sebesar 0.357 termasuk dalam interval kekuatan cukup, berarti RTH memiliki pengaruh terhadap kelembaban udara di Kota Pasuruan dengan besar kekuatan cukup. Untuk mengetahui arah hubungannya bisa dilihat dari tanda koefisien korelasinya. Apabila tanda (-) berarti apabila variabel X tinggi maka variabel Y rendah, sedangkan tanda (+) berarti apabila variabel X tinggi maka variabel Y juga ikut tinggi. Dari table 5.6 diketahui bahwa besarnya koefisien korelasinya yaitu sebesar 0.357. hal ini arah hubungannya semakin tinggi variabel X maka variabel Y semakin tinggi juga yang artinya semakin baik kondisi RTH, maka kelembaban udara juga semakin tinggi. 3. Luas RTH Ideal Kota Pasuruan Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pasuruan jika dilihat dari kebutuhan oksigennya menggunakan metode Gerakis (1974), yang dimodifikasi dalam Wisesa (1988), sebagai berikut. Pt + Kt m2 Lt = (54 ) (0,9375 ) Keterangan : Lt = luas RTH Kota pada tahun ke t (m2) Pt = jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke t Kt = jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke t 54 = tetapan yang menunjukan bahwa 1 m2 luas lahan menghasilkan 54 gram berat kering tanaman per hari 0,9375 = tetapan yang menunjukan bahwa 1 gram berat kering tanaman adalah setara dengan produksi oksigen 0,9375 gram Berdasarkan hasil perhitungan, maka kebutuhan RTH di Kota Pasuruan pada tahun 2010 adalah: 156.460.080 + 120.517.612 m2 Luas RTH = (54 ) (0,9375) = 276.977.692 / 50,625 = 5.471.164,29 m2 = 547,12 Ha Jika dilihat dari kebutuhan oksigen, maka luas RTH yang dibutuhkan Kota Pasuruan yaitu sebesar 547,12 Ha, hal ini didasarkan pada jumlah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia yaitu sebesar 156.460.080 gram/hari yang didapat dari jumlah penduduk Kota Pasuruan dikali konsumsi oksigen orang tiap hari ditambah dengan jumlah kebutuhan oksigen kendaraan bermotor di Kota Pasuruan yaitu sebesar 120.517.612 gram/hari. Jumlah kebutuhan oksigen kendaraan bermotor didapat dari jumlah lalu lintas harian kendaraan bermotor dikali kebutuhan oksigen kendaraan bermotor tiap hari. Luas RTH menurut kebutuhan oksigen Kota Pasuruan sebesar 547,12 Ha, jika dengan kerapatan vegetasi 5 x 5 m maka jumlah pohon yang dibutuhkan Kota Pasuruan yaitu minimal sebanyak 252.768 pohon dengan jenis vegetasi untuk taman kota seperti beringin (Ficus benyamina), lamtorogung (Leucaena lecocephala), asam (Tamarindus indica), dan mahoni (Swietenia mahagoni). Pada tahun 2010, luas RTH yang tersedia di Kota Pasuruan yaitu sebesar 982,25 Ha. Apabila dilihat dari kebutuhan oksigen, maka luas RTH Kota Pasuruan termasuk baik karena luas RTH Kota Pasuruan melebihi luas minimal RTH jika dilihat dari kebutuhan oksigennya. D. PENUTUP Kondisi RTH memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suhu udara di Kota Pasuruan. Kondisi RTH digambarkan dengan kerapatan vegetasi, semakin rapat vegetasi maka semakin baik kondisi RTHnya. Semakin baik kondisi RTH maka semakin rendah suhu udara di Kota Pasuruan dan sebaliknya semakin jelek kondisi RTH maka suhu udaranya semakin tinggi. Kondisi RTH juga berpengaruh nyata terhadap kelembaban udara di Kota Pasuruan. Semakin baik kondisi RTH di Kota Pasuruan maka semakin tinggi juga kelembaban udaranya. Begitu juga sebaliknya, semakin jelek kondisi RTH maka hal ini akan menyebabkan kelembaban udara di Kota Pasuruan semakin rendah. Untuk menjaga kondisi kelembaban udara di Kota Pasuruan, maka harus memperhatikan kondisi RTH di daerah tersebut. Luas RTH yang dibutuhkan Kota Pasuruan jika didasarkan pada jumlah kebutuhan oksigen, maka luas minimal RTH Kota Pasuruan sebesar 14,95% dari luas total wilayah Kota Pasuruan. Oleh karena itu untuk menjaga kondisi iklim mikro di Kota Pasuruan maka Kota Pasuruan harus menyediakan luas lahan minimal sebesar 14,95% dari luas total wilayah Kota Pasuruan yang khusus digunakan untuk RTH. RTH yang dibangun harus dengan kerapatan vegetasi yang tinggi. RTH mampu mengontrol kondisi iklim mikro di suatu wilayah. E. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2011. Kota Pasuruan dalam Angka 2011. Kota Pasuruan : BPS Kota Pasuruan. Departemen pekerjaan Umum. 2008. Pedoman Penyediaan dan Pemanfaaatan RTH di Kawasan Perkotaan (materi seminar IALI tentang UU no 26/2007 dan permendagri no 1/2007). Bandung. Dahlan, Endes. 1992. Hutan Kota : untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta : Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia(APHI) Fandeli, C., Kaharudin, Mukhlison. 2004. Perhutanan Kota. Yogyakarta: Fak. Kehutanan, UGM. Hakim dan Utomo. 2004. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta Hidayati, Rini. 2001. Masalah Perubahan Iklim di Indonesia. Bogor: IPB Irwan, Z. D. 2007. Prinsip-prinsip Ekologi: Ekosistem Lingkungan dan Pelestarian. Jakarta: Bumi Aksara Jonathan, Sarwono. 2009. Statistik Itu Mudah: Panduan Lengkap untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta Lakitan, B. 2002. Dasar-dasar Klimatologi cetakan ke-2. Jakarta: Raja Grafindo Persada Liesnoor, S. D. 2008. Iklim Mikro dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang. Skripsi. Jurusan Geografi, FIS Universitas Semarang Martopo, Sugeng & Chafid Fandeli. 1995. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan: Prinsip Dasar dan Pemaparannya Dalam Pembangunan. Jakarta: Liberty Susanti , Indah. 2006. Pusat Pemanfaatan Sains dan Iklim. Bandung Tjasyono, Bayong.1995.Klimatologi Umum.Bandung:ITB. Trewartha, Glenn T dan Lyke H. Horn.1995.Pengantar Iklim.Yogyakarta :Gadjah Mada University Press Utomo, B dan Sidabutar, F,H. 2009. Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis forst). Jurnal Akademika Copertis Wilayah I NAD SUMUT Vol 13 No.4 Agustus 2009.