Uploaded by User50464

Kelompok 5 Gadar 2 Gagal jantung

advertisement
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG PADA ANAK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat 2
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Chika Pransiska
Edward Nuralam
Muhammad Deri
Lambang Restu
Ratu Arista
Siti Soyibah
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat illahi robbi Tuhan semesta alam. Atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjunan alam Nabi
Muhammad SAW. Beserta keluarga dan segnap pengikut-Nya sampai akhir zaman. Kami
mengucapkan terima kasih kepada orang tua, sahabat dan keluarga yang senantiasa mendoakan
dan mendukung kami dalam penulisan makalah ini. Tanpa doa dan dukungan dari mereka
mungkin kami akan sulit menyelesaikan makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik serta saran dari bapa atau ibu pembimbing serta
pembaca yang mungkin pengetahuannya jauh lebih mumpuni dalam bidang ini.
Sukabumi, Maret 2020
Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal
jantung pada
anak merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada
masa
kanak-kanak (Kantor et al, 2013). Penyebab paling mungkin dari gagal jantung
kongestif anak tergantung pada usianya. Neonatus dan bayi muda dari usia 2 bulan
merupakan rentang usia yang paling
mungkin
yang
jantung
berhubungan dengan
penyakit
mengalami
gagal jantung kongestif
struktural. Pada pasien ini, evaluasi
jantung yang cepat menjadi sangat penting (Satou, 2015) Gagal jantung pada anak bukan
masalah kecil, dapat mengganggu tumbuh kembang dan kualitas hidup pasien, serta dapat
berakibat fatal.
Perawat berperan penting dalam penatalaksanaan pasien anak dengan gagal jantung.
Pentingnya pemimpin memperkuat strategi organisasi untuk perawat baru dan strategi retensi
untuk perawat berpengalaman dilakukan untuk mengurangi angka kematian pada anak.
Tingkat pendidikan dan pengalaman keperawatanyang lebih tinggi secara signifikan
berhubungan dengan komplikasi yang lebih sedikit setelah operasi jantung anak (Hickey et
al, 2016).
B. Tujuan
Untuk mengetahui tentang gagal jantung pada anak dan mengetahui bagaimana Asuhan
Keperawatannya.
C. Manfaat
Diharapkan makalah ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa khususnya mahasiswa
keperawatan yang sedang menempuh pendidikan untuk bisa lebih menambah pengetahuan
serta pemahaman mengenai gagal jantung pada anak dan Asuhan Keperawatannya.
BAB II
KONSEP TEORI
A. Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung pada anak adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh ketidakmampuan
miokardium memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
termasuk untuk pertumbuhan. Dengan berkembangannya teknologi medis terutama teknik
operasi jantung pada penyakit jantung bawaan, semakin banyak pula dijumpai kasus gagal
jantung akibat kerusakan otot jantung.
Gagal jantung merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh ketidakmampuan
miokardium memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh termasuk kebutuhan untuk pertumbuhan. Gagal jantung adalah suatu sindroma klinik
akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Gagal jantung ditandai dengan suatu bentuk respons hemodinamik, ginjal, saraf dan
hormonal yang nyata, serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung.
Jenis jenis gagal jantung :
1. Gagal jantung kronis vs. gagal jantung akut
Pada gagal jantung akut, setelah terjadinya awitan gejala gagal jantung, mekanisme
kompensasi belum berjalan dengan efektif dan pengangkutan oksigen ke jaringan juga
tidak adekuat. Contohnya pada miokarditis fulminan yang menimbulkan gagal jantung
mendadak sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan perfusi organ secara
tiba tiba. Pada gagal jantung kronis, proses terjadi secara lambat hingga timbulnya
gangguan curah jantung sehingga mekanisme kompensasi masih dapat diaktivasi dan
perfusi organ masih dapat dipertahankan. Anak dengan gagal jantung kronis dapat
mengalami eksaserbasi akut dengan gejala dan tanda yang sesuai dengan gagal jantung
akut
2. Gagal jantung dengan curah jantung tinggi vs. rendah
Pada gagal jantung dengan curah jantung tinggi, peningkatan curah jantung terjadi
untuk memenuhi kebutuhan organ. Biasanya penderita menunjukkan gejala klinis yang
relatif ringan, yaitu takikardi, kulit hangat, dan tekanan nadi yang lebar. Penyebabnya
antara lain adalah anemia, malformasi arteriovenous, hipertiroid, dan defisiensi thiamin.
Pada pasien anak, gagal jantung dengan curah jantung rendah lebih sering ditemukan.
Penyebab utamanya adalah kegagalan primer otot jantung atau perubahan resistensi
vaskular paru atau sistemik, misalnya miokarditis akut, kardiomiopati dilatasi, takiarritmia
kronis, kelainan koroner dan sekuele pasca operatif. Anak yang mengalami gagal jantung
dengan curah jantung rendah secara klinis tampak sakit nyata dengan gejala takikardi
saat istirahat, ekstremitas dingin, pucat, dan oliguri
3.
Gagal jantung kanan vs. gagal jantung kirI
Kedua kondisi tersebut dapat terjadi bersamaan. Meskipun profil kerja ventrikel kanan
berbeda dengan ventrikel kiri, ventrikel kanan berkontribusi penting terhadap curah
jantung (preload ke atrium kiri). Output ventrikel kanan menurun drastis dengan
perubahan minimal pada afterload, sehingga terjadi disfungsi sistolik.Ventrikel kiri lebih
tahan terhadap perubahan afterload dibanding ventrikel kanan. Gagal jantung kanan
dapat timbul akibat obstruksi jalan keluar ventrikel kanan, insufisiensi katup pulmonal atau
trikuspid, peningkatan resistensi vaskular paru (primer maupun sekunder), dsb. Disfungsi
diastolik dapat menyebabkan gagal jantung kanan. Pada keadaan ini relaksasi ventrikel
kanan berkurang sehingga pengisian ventrikel terganggu dan terjadi bendungan pada
atrium kanan. Adapun gagal jantung kiri dapat disebabkan oleh miokarditis, kelainan arteri
koroner, obstruksi jalan keluar ventrikel kiri, serta insufisiensi mitral atau aorta. Seperti
juga pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri pun dapat terjadi akibat gangguan
sistolik maupun diastolik
4. Gagal jantung forward failure vs gagal jantung backward failure
Pada gagal jantung jenis forward failure, aliran darah ke sistem arterial inadekuat, baik
ke paru maupun sistemik. Pada backward failure, darah yang kembali ke jantung tidak
adekuat. Backward dan forward failure dapat terjadi bersamaan pada anak yang sama.
5. Gagal jantung sistolik vs gagal jantung diastolik
Gagal jantung sistolik timbul akibat fungsi sistolik terganggu misalnya pada
kardiomiopati dilatasi. Manifestasinya sama dengan pada gagal jantung forward failure.
Gagal jantung diastolik timbul akibat penurunan compliance diastolik dan gangguan
relaksasi ventrikel (misalnya pada kardiomiopati hipertrofik atau kardiomiopati restriktif).
Diagnosis gagal jantung diastolik dapat ditegakkan jika ditemukan tanda dan gejala gagal
jantung dengan hasil ekokardiografi yang menunjukkan fraksi ejeksi ventrikel normal dan
tidak didapatkan kelainan katup.
B. Anatomi dan Patofisiologi
Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantara kedua paru-paru,
pericardium yang meliputi jantung terdiri dari 2 lapisan : pericardium viceralis dan pericardium
parietalis. Kedua lapisan pericardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang
mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Pericardium parietalis melekat ke
depan pada sternum, ke belakang pada kolumna vertebralis dank e bawah pada diafragma.
Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil di tempatnya. Pericardium viseralis
melekat secara langsung pada permukaan jantung. Pericardium juga melindungi terhadap
penyebaran infeksi atau heoplasma dari organ-organ sekitarnya ke jantung. Jantung sendiri
terdiri dari tiga lapisan : epikardium, miokardium dan endokardium.
Peredaran darah jantung terbagi menjadi dua yaitu peredaran darah sistemik dan
perdaran darah pulmonal. Peredaran darah sistemik merupakan peredaran darah jantung kiri
masuk aorta melalui vulvula semilunaris aorta beredar ke seruluh tubuh dan kembali ke
jantung kanan, melalui vena kava superior dan inverior. Peredaran pulmonal adalah
peredaran darah dari ventrikel dekstra ke arteri pulmonalis melalui vulvula semilunaris
pulmonalis, masuk ke paru kiri dan kanan dan kembali ke atrium kiri melalui vena pulmonalis.
Atrium secara anatomi terpisah dari ruang jantung bawah (ventrikel) oleh suatu
annulus fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam ruang ini.
Katub jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui bilik-bilik
jantung . Ada dua jenis katub : katub atrioventrikularis yang memisahkan atrium dan ventrikel
dan katub semilunaris yang memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang
bersangkutan.
Anulus fibrosus diantara atrium dan ventrikuler memisahkan ruangan ruangan ini baik
secara anatomis maupun elektris. Untuk menjamin rangsang ritmik dan sinkron , serta
kontraksi otot jantung , terdapat jalur konduksi khusus dalam miokardium. Jaringan konduksi
ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Otomatisasi : kemampuan menghasilkan impuls secara spontan.
2. Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur.
3. Konduktivitas : kemampuan untuk menyalurkan impuls.
4. Daya rangsang : kemampuan untuk menanggapi stimulasi.
Jantung dapat bergerak mengembang dan menguncup disebabkan oleh karena adanya
rangsangan yang berasal dari susunan saraf otonomi. Dalam kerjanya jantung memiliki 3
periode:
1. Periode kontraksi/systole adalah keadaan dimana ventrikel menguncup, katup
bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup. Vulvula semilunaris aorta dan
vulvula semilunaris pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir
ke arteri pulmonalis masuk ke paru-paru, sedangkan darah dari ventrikel sinistra
mengalir ke aorta kemudian dialirkan ke seluruh tubuh. Lama kontraksi ± 0.3 detik.
2. Periode dilatasi/diastole adalah periode dimana jantung mengembang. Katup
bikuspidalis dan trikuspidalis terbuka, sehingga darah dari atrium dekstra masuk ke
ventrikel dekstra, darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra. Selanjutnya
darah yang ada di paru melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari
seluruh tubuh masuk ke atrium dekstra. Lama dilatasi 0.5 detik.
3. Periode istirahat, yaitu waktu antara jantung kontraksi dan jantung dilatasi dimana
jantung berhenti kira –kira selama 1/10 detik. Pada waktu istirahat jantung akan
menguncup 70-80 x/menit. Pada tiap-tiap kontraksi jantung akan memindahkan darah
ke aorta sebanyak 60 -70 cc. pada waktu aktivitas, kecepatan jantung bias mencapai
150x/menit dengan daya pompa 20-25 liter/menitsetiap menit.
Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi otot jantung.
Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke
miokardium mellui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Untuk dapat mengetahui
akibat dari penyakit jantung koroner, maka kita harus mengenal terlebih dahulu distribusi
arteri koronaria keotot jantung dan sistem penghantar.
Sistem kardiovaskuler banyak dipersarafi oleh serabut-serabut sistem saraf otonom
yaitu simpatis dan parasimpatis dengan efek yang saling berlawanan dan bekerja bertolak
belakang.
Jantung adalah organ yang pertama kali terbentuk dan berfungsi saat embrio. Jantung
dapat dianggap sebagai sebuah pompa dengan output yang sebanding dengan volume
pengisian dan berbanding terbalik dengan tahanan terhadap pompa tersebut. Ketika volume
akhir diastolik ventrikel meningkat (terjadi dilatasi), jantung yang sehat akan meningkatkan
isi sekuncup (stroke volume) sampai suatu nilai maksimum yang jika terlampaui, isi sekuncup
tidak dapat meningkat lagi (hukum Starling). Akibat peningkatan isi sekuncup, akan terjadi
peningkatan curah jantung (cardiac output). Curah jantung adalah jumlah darah (liter) yang
dipompa setiap ventrikel per satuan waktu (menit). Curah jantung dapat dihitung sebagai
hasil perkalian antara laju jantung (heart rate) dengan isi sekuncup.
Curah Jantung = Laju Jantung X Isi Sekuncup
Peningkatan isi sekuncup disebabkan oleh pemanjangan serabut miokardium yang
mengakibatkan peningkatan tegangan dinding jantung yang pada akhirnya meningkatkan
konsumsi oksigen. Otot jantung dengan gangguan kontraktilitas intrinsik membutuhkan
dilatasi lebih besar untuk meningkatkan isi sekuncup dan tidak dapat mencapai curah jantung
maksimal seperti halnya miokardium normal.
Kemampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh
isi sekuncup yang dipengaruhi preload (isi diastolik akhir), afterload (tahanan yang dialami
ejeksi ventrikel) dan kontraktilitas miokard. Ketiga hal tersebut mendasari konsep terapi gagal
jantung.
Curah jantung dapat meningkat sampai tahap tertentu dengan meningkatkan frekuensi
jantung atau isi sekuncup. Isi sekuncup dapat ditingkatkan dengan meningkatkan preload
dan kontraktilitas atau mengurangi afterload. Secara fisiologis, ketidakmampuan jantung
untuk mengisi (meningkatkan preload) dikenal sebagai disfungsi diastolik. Sedangkan
ketidakmampuan jantung untuk memompa (meningkatkan kontraktilitas) dikenal sebagai
disfungsi sistolik.
Kemampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh dipengaruhi
oleh 4 faktor yaitu: preload, afterload, kontraktilitas otot jantung, dan frekuensi denyut jantung.
1. Preload
Preload adalah beban volume dan tekanan yang diterima ventrikel kiri pada akhir
diastol. Preload ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel dan jumlah darah yang
kembali dari sistem vena ke jantung.
Afterload
2. Afterload yaitu tahanan total untuk melawan ejeksi ventrikel yang merupakan keadaan
beban sistolik. Apabila afterload meningkat maka isi sekuncup dan curah jantung
menurun, sebaliknya berkurangnya afterload meningkatkan curah jantung
3. Kontraktilitas otot jantung
Kontraktilitas otot jantung yaitu kemampuan intrinsik otot jantung berkontraksi tanpa
tergantung preload maupun afterload tapi hanya dipengaruhi oleh frekuensi denyut
jantung. Derajat aktivitas serabut otot jantung ditentukan oleh perubahan kadar
kalsium intrasel atau sensitivitas protein miofibril terhadap kalsium. Konsep ini
merupakan dasar penggunaan obat gagal jantung melalui salah satu mekanisme
sinergik yang juga merupakan mekanisme kompensasi sistem adrenergik melalui
reseptor beta 1 yang mengaktivasi adenylsiklase dan cyclic AMP dengan
mengikutsertakan
peranan
protein
kontraktil
(troponin-C),
sarkoplasma,
phospolamban dan Ca++ ATPase pump sehingga meningkatkan frekuensi denyut
jantung dan kekuatan kontraksi maupun relaksasi otot jantung
4. Frekuensi denyut jantung.
Frekuensi denyut jantung setiap menit dikalikan dengan volume darah yang dipompa
keluar pada 1 kali kontraksi jantung adalah besar curah jantung. Peningkatan
frekuensi denyut jantung akan meningkatkan curah jantung. Akan tetapi, frekuensi
denyut jantung yang terlalu tinggi tidak akan memberikan kesempatan jantung untuk
relaksasi sehingga akan menurunkan volume diastolik akhir, meningkatkan
kebutuhan oksigen dan menurunkan perfusi koroner, akhirnya justru menurunkan
curah jantung.
Mekanisme gagal jantung kongestif pada dasarnya dibagi dalam 2 kategori yaitu:
1. Jantung memompa darah dengan kekuatan normal tetapi darah yang mengalir ke
sistem arteri perifer tidak efekif, hal ini akibat sebagian besar darah yang keluar dari
jantung mengalir ke paru oleh adanya defek anatomis sehingga menimbulkan aliran
kiri ke kanan (left to the right shunt). Pada saat ini jantung dan paru tidak mampu lagi
mengatasi perubahan hemodinamik yang terjadi. Mekanisme ini sering terjadi pada
bayi dan anak dengan defek kiri ke kanan yaitu ASD, VSD, atau PDA.
2. Jantung tidak kuat memompa darah ke aliran sistemik oleh karena kelainan struktur
jantung yaitu jantung kiri terlalu kecil atau terlalu sempit (stenosis katup aorta,
koartasio aorta) atau oleh karena otot jantung sangat lemah sehingga tidak kuat
memompa darah keluar menuju arteri sistemik meskipun struktur jantung normal
(kardiomiopati, miokarditis, penyakit kawasaki).
Dengan melalui salah satu atau kedua mekanisme tersebut, gagaljantung kongestif
terjadi bila ada penurunan fungsi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri. Penurunan fungsi
ventrikel kanan, sehingga tidak mampu memompa darah menuju paru, selalu ada darah
sisa di ventrikel kanan, sementara darah dari vena sistemik akan terus mengisi ventrikel
kanan setiap diastol. Akibatnya terjadi bendungan di ventrikel kanan yang akan
diteruskan ke seluruh sistem vena perifer termasuk hepar. Penurunan fungsi ventrikel kiri
sehingga tidak mampu memompa darah menuju arteri sistemik,sehingga terjadi
bendungan di sistem vena paru.
C. Etiologi
Terdapat 3 kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu
1. Gangguan mekanik : Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan, yaitu:
a. Beban tekanan
*Sentral ( Aorta stenosis, koartasio aorta, stenosis pulmonalis)
*Perifer (Hipertensi pulmonal/sistemik, Takayashu, Kawasaki).
b. Beban volume * Pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, arteriovenous fistula,
anemia, gangguan gizi berat, hipertiroid.
c. Tamponade jantung atau konstriksi perikardium, jantung tidak dapat diastol.
d. Obstruksi pengisian ventrikel akibat stenosis mitral, trikuspidal.
e. Aneurisma ventrikel
f.
Disinergi ventrikel.
g. Restriksi endokardial atau miokardial (endokarditis).
2. Abnormalitas otot jantung
a. Primer : Kardiomiopati, miokarditis metabolik (diabetes, gagal ginjal kronis,
anemia) atau toksin maupun sitostatika.
b. Sekunder : iskemia (penyakit jantung koroner), penyakit sistemik, penyakit
infiltratif, korpulmonal, Kawasaki).
3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi
a. Takidisritmia : Supraventrikular, fibrilasi.
b. Bradidisritmia/standstill.
c. Blok AV total bawaan atau didapat.
d. Asinkroni elektrik jantung.
Penyebab lain gagal jantung
1. Takikardia supraventrikular. Manifestasi klinis berupa takikardia dengan denyut
jantung >200/menit. Pada EKG dijumpai takikardia tanpa gelombang P. Gagal
jantung dapat terjadi sejak masa bayi
2. Blok jantung komplit, biasanya terjadi pada periode neonatus dan bulanbulan
pertama kehidupan
3. Anemia berat dapat menimbulkan gagal jantung pada setiap usia.
4. Kor pulmonale akut yang disertai obstruksi saluran napas akut.
5. Hipertensi sistemik akut, misalnya pada glomerulonefritis akut.
6. Kelainan endokrin, misalnya hipertiroid, dapat menimbulkan gagal jantung.
7. Displasia bronkopulmoner pada bayi prematur.
D. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda gagal jantung yang khas adalah distres pernapasan, gagal tumbuh, dan
intoleransi latihan. Gejala tersebut muncul pada anak-anak dengan gagal jantung terlepas
dari apapun penyebabnya. Beberapa tanda dan gejala yang biasanya ditemukan adalah:
1. Tanda gangguan miokard
a. Takikardia. Apapun penyebabnya, tanda yang biasanya pertama kali muncul
pada gagal jantung adalah takikardia, yaitu laju jantung > 160 kali/ menit pada
bayi dan >100 kali pada anak (saat diam). Jika laju jantung >200 kali/menit perlu
dicurigai adanya takikardia supraventrikular
b. Kardiomegali hampir selalu ditemukan pada pemeriksaan fisis atau foto toraks.
c. Peningkatan tonus simpatis: berkeringat, gangguan pertumbuhan.
d. Irama derap (gallop)
2. Tanda kongesti vena paru (gagal jantung kiri)
a. Takipneu
b. Sesak napas, terutama saat aktivitas. Sesak napas mengakibatkan kesulitan
makan, penurunan asupan kalori dan peningkatan metabolisme. Dalam jangka
panjang akan mengakibatkan gagal tumbuh
c. Ortopneu: sesak napas yang mereda pada posisi tegak
d. Mengi atau ronki; pada bayi mengi lebih sering dijumpai dibanding ronki.
e. Batuk
3. Tanda kongesti vena sitemik (gagal jantung kanan)
a. Hepatomegali; hati teraba kenyal dan tumpul. Hepatomegali tidak selalu
dijumpai. Sebaliknya hepatomegali tidak memastikan adanya gagal jantung.
Pada kondisi paru yang hiperinflasi (asma, bronkiolitis) dapat ditemukan
hepatomegali. Pada bayi dan anak, hepatomegali lebih sering ditemukan dari
pada edema perifer maupun peningkatan tekanan vena jugularis.
b. Peningkatan tekanan vena leher (vena jugularis); tidak ditemukan pada bayi
c. Edema perifer: tidak ditemukan pada bayi
d. Kelopak mata bengkak, biasanya dijumpai pada bayi. Seringkali tidak mudah
menegakkan diagnosis gagal jantung pada bayi. Untuk memudahkan, diagnosis
terdapat beberapa sistem skoring diantaranya dari Ross
Sistem skoring Ross untuk gagal jantung pada bayi
Penilaian skor
1-2 : tidak ada gagal jantung
1-6 : gagal jantung ringan
1-9 : gagal jantung sedang
1-12 : gagal jantung berat
Adapun untuk klasifikasi derajat gagal jantung pada bayi dan anak digunakan modifikasi Ross.
Untuk klasifikasi pada anak besar/dewasa dapat digunakan klasifikasi dari New York Heart
Association
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto toraks
Foto toraks penting sebagai pemeriksaan rutin untuk melihat besar dan bentuk jantung
serta vaskularisasi paru. Pada gagal jantung, hampir selalu ditemukan kardiomegali. Tidak
ditemukannya kardiomegali hampir dapat menyingkirkan diagnosis gagal jantung.
Kardiomegali pada foto posteroanterior (PA) didefinisikan sebagai rasio antara diameter
jantung dengan dimensi toraks internal (cardiothoracic ratio: CTR) melebihi 0.5 pada
dewasa, 0.55 pada anak dan sekitar 0.6 pada bayi. Peningkatan CTR terjadi akibat dilatasi
ventrikel kiri atau kanan, hipertrofi ventrikel kiri atau efusi perikardium.Vaskularisasi paru
perlu dinilai untuk melihat peningkatan atau kongesti vena. Meskipun demikian, pada foto
tidak dapat ditentukan apakah kongesti vena paru disebabkan kelainan jantung atau
bukan jantung, misalnya penyakit ginjal, distres pernapasan dsb. Foto toraks dapat
digunakan untuk memantau hasil terapi, juga dapat memberi informasi berharga tentang
kemungkinan penyebab sesak akibat diluar jantung (paru).
2. EKG
EKG dikerjakan dalam 12 hantaran. EKG tidak dapat memastikan ada atau tidaknya
gagal jantung tetapi dapat mendeteksi hipertrofi ruang ruang jantung sehingga lebih
berfungsi dalam mencari kemungkinan penyebab gagal jantung. Misalnya, jika pada EKG
penderita gagal jantung ditemukan hipertrofi ventrikel kiri maka penyebabnya mungkin
duktus arteriosus persisten, defek septum ventrikel, koarktasio aorta, dsb, tetapi bukan
karena defek septum atrium atau stenosis pulmonal. Pemeriksaan ini sangat penting jika
penyebab gagal jantung adalah aritmia seperti takikardia supraventrikular yang hanya bisa
dipastikan dengan EKG. Nilai normal EKG berbeda menurut usia anak.
3. Ekokardiografi
Ekokardiografi memberi gambaran rinci dan kuantitatif tentang anatomi dan fungsi
jantung. Ekokardiografi dapat memastikan pembesaran ruang jantung, gangguan fungsi
ventrikel kiri dan mendeteksi penyebab gagal jantung, misalnya ditemukan defek septum
ventrikel besar . Parameter yang tersering digunakan untuk mengukur fungsi ventrikel kiri
adalah fraksi pemendekan (fractional shortening) yang nilai normalnya berkisar 28-40 %.
Fraksi pemendekan biasanya menurun pada gagal jantung sistolik. Ekokardiografi juga
bermanfaat melihat efektivitas terapi misalnya pada kasus kardiomiopati dilatasi.
4. Biomarker pada gagal jantung
Terkadang gejala gagal jantung dapat mirip dengan penyakit lain. Sesak napas pada
kelainan jantung dan paru kadang serupa sehingga perlu dicari cara untuk konfirmasi
diagnosis. Belakangan ini berkembang penggunaan petanda diagnostik gagal jantung.
BNP (B-type natriuretic peptides), suatu neurohormon jantung, dilepas ke dalam darah
oleh miokardium sebagai respons terhadap peningkatan tegangan dinding ventrikel akibat
berbagai stres pada jantung. Pada dewasa, pengukuran kadar BNP dan NT pro BNP
sudah lazim digunakan untuk membantu diagnosis gagal jantung dan sekaligus
menyingkirkan sesak napas akibat penyakit lain seperti paru. Pada anak, BNP meningkat
pada gagal jantung akibat disfungsi sistolik (kardiomiopati), volume overload (pirau dari
kanan ke kiri) maupun pressure overload. Meskipun demikian, manfaat pemeriksaan ini
masih terbatas karena belum ada kesepakatan tentang nilai normal pada anak. Kadarnya
juga berbeda tergantung pada kit yang digunakan.
5. Kateterisasi dan Angiokardiografi
Suatu pemeriksaan invasif, untuk menilai hemodinamik, anatomi, elektrofisiologi dan
sekaligus intervensi non bedah berupa blade dan balloon atrial septostomy sebagai upaya
dekompresi tekanan atrium kiri pada stenosis mitral yang berat, dan transposisi pembuluh
darah besar.
6. Sonogram
Sonogram dapat menunjukkan dimensi pembesaran Bilik, perubahan fungsi atau
struktur katup atau area penurunan kontraktilitas Ventrikular.
7. Pemeriksaan Laboratorium (Ontoseno, 2002 B; Richenbacher, 2001) .
Pemeriksaan laboratorium sederhana (Hb, leuko, BBS, eritrosit) membantu untuk
menyingkiran adanya anemi dan infeksi. Analisa gas darah membantu untuk menegakkan
diagnosa serta derajat sekaligus pengobatannya. Serum elektrolit ( natrium, kalium,
kalsium dan magnesium) penting untuk memantau gangguan keseimbangan elektrolit
serta penyulit dan persaratan sebelum pemberian digitalis. Kadar gula darah akibat
hipermetabolism sering menimbulkan gejala kejang. Urinalisis, jumlah akan menurun
disertai albuminuria, kenaikan berat jenis dan hematuria mikroskopis
F. Terapi Medis
Gagal jantung akibat gangguan fungsi ventrikel sistemik merupakan masalah medis yang
signifikan. Meskipun demikian,sangat sedikit penelitian berskala besar dengan randomisasi
tentang pengobatan gagal jantung kronis pada anak dan remaja. Rekomendasi penggunaan
obat gagal jantung pada anak saat ini sebagian besar merupakan hasil ektrapolasi penelitian
klinis pada dewasa.
Ada 3 jenis obat yang digunakan untuk gagal jantung:
1. Inotropik : Meningkatkan kontraktilitas miokardium
2. Diuretik : Mengurangi preload
3. Pengurang afterload
1. Inotropik
Obat inotropik yang bekerja cepat seperti dopamin dan dobutamin digunakan pada kasus
kritis atau akut sedangkan obat inotropik lain seperti digoksin untuk kasus yang tidak kritis.
Digoksin masih merupakan preparat digitalis yang paling sering digunakan dalam mengobati
gagal jantung pada anak. Pada semua kasus gagal jantung dapat diberikan digoksin kecuali
jika ada kontraindikasi seperti kardiomiopati hipertrofik, blok jantung komplit, atau
tamponade jantung.
Digoksin harus diberikan secara hati-hati karena sempitnya rentang antara dosis efektif
dengan dosis toksik. Sebelum pemberian digoksin, harus dilakukan EKG untuk melihat
irama jantung dan interval PR. Digoksin bermanfaat sebagai inotropik ; menambah kekuatan
dan kecepatan kontraksi ventrikel, mengurangi tonus simpatis, menurunkan resistensi
sistemik dengan vasodilatasi perifer, menurunkan frekuensi denyut jantung dan juga
mengaktivasi neurohormonal jantung. Digitalisasi diberikan dengan cara pemberian awal ½
dosis digitalisasi total kemudian dilanjutkan dengan ¼ dosis digitalisasi total setelah 8 jam,
kemudian sisanya diberikan setelah 8 jam lagi. Dosis rumat diberikan dalam 2 dosis terbagi
perhari pada usia < 10 tahun, sedangkan pada usia > 10 tahun dapat diberi sebagai dosis
tunggal perhari
Dopamin dan dobutamin merupakan obat inotropik secara parenteral. Mempunyai mula
kerja yang cepat dan lama kerja yang singkat. Dopamin dan dobutamin bersifat
simpatomimetik sehingga meningkatkan curah jantung, tekanan darah dan denyut jantung.
Dopamin mempunyai efek vasodilatasi renal yang bermanfaat untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang baik pada penderita gagal jantung tetapi juga dapat menimbulkan
takikardia dan bahkan vasokonstriksi pada dosis tinggi. Efek vasodilatasi renal tidak dimiliki
oleh dobutamin sehingga relatif tidak menimbulkan takikardi. Atas dasar ini, penggunaan
gabungan dobutamin dan dopamin dosis rendah memberikan hasil yang cukup baik. Dosis
dopamin (iv drip) biasanya 5-10 µg/kgBB/menit. Dosis dobutamin (iv drip) 5-8 µg/kgBB/menit
2. Diueretik
Furosemid biasanya dipakai pada anak dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari yang dapat
diberikan secara oral atau intravena dengan dosis yang sama. Furosemide menghambat
reabsorpsi air dan natrium di ginjal sehingga mengurangi volume sirkulasi sehingga
mengurangi preload jantung. Furosemid sering diberikan bersamaan dengan digoksin. Efek
samping furosemid adalah hipokalemia sehingga pada pemberian furosemid kadar elektrolit
harus dimonitor. Pemberian preparat kalium pada pemberian furosemid yang lama dengan
dosis yang tinggi seringkali diperlukan untuk mencegah terjadinya hipokalemia. Pada
penderita gagal jantung, kadar aldostreronnya meningkat secara bermakna sehingga
pemberian spironolakton, suatu diuretik inhibitor aldosteron yang bersifat meretensi kalium
dapat digunakan bersamaan dengan furosemid dengan dosis yang sama. Berbeda dengan
furosemid, spironolakton hanya dapat diberikan per oral.
3. Pengurang afterload
Sebagai mekanisme kompensasi dari berkurangnya curah jantung pada penderita gagal
jantung, terjadi vasokonstriksi sebagai akibat dari peningkatan tonus simpatik, peningkatan
katekolamin dan juga aktivitas sistem renin-angiotensin. Vasokonstriksi memperberat
keadaan ventrikel sehingga menambah beban kerjanya dan dapat memperburuk gagal
jantung. Pada keadaan ini, pengurang afterload merupakan pilihan yang tepat. Obat ini
mengurangi afterload dengan cara mengurangi resistensi vaskular perifer melalui
vasodilatasi arteri atau bahkan vena. Bersifat meningkatkan isi sekuncup tetapi tidak
meningkatkan kontraktilitas sehingga tidak meningkatkan konsumsi oksigen pada otot
jantung. Kaptopril merupakan obat golongan ini yang paling sering dipakai dengan dosis 0,30,6 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, dimulai dengan dosis rendah. Pemberian harus dilakukan
1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan mengingat absorpsinya terganggu oleh makanan.
4. Lain-lain
Beta bloker Belakangan ini penggunaan obat beta bloker pada gagal jantung anak mulai
dikenal luas misalnya carvedilol maupun metoprolol yang dikatakan memberi hasil cukup
baik. Pemakaian carvedilol, suatu penghambat beta, dikatakan efektif pada dewasa karena
mempunyai keunggulan mekanisme ganda yaitu blokade beta non-selektif dan blokade alfa
1 yang menyebabkan vasodiltasi. Carvedilol maupun metopropol dikatakan bermanfaat
terutama pada kardiomiopati dilatasi. Baik carvedilol maupun metoprolol dapat ditambahkan
pada regimen obat anti gagal jantung lainnya. Generasi terbaru nebivolol sedang diteliti
penggunaannya pada anak. Saat ini pengalaman penggunaan beta bloker pada anak baru
terbatas pada seri kasus dengan jumlah subyek terbatas. Diperkirakan penggunaan beta
bloker pada gagal jantung anak akan meningkat seiring bertambahnya penelitian tentang
obat ini pada anak. Pada penderita dengan gagal jantung diastolik akibat restriksi aliran
masuk, misalnya kardiomiopati restriktif, mungkin paling baik diatasi dengan beta bloker dan
diuretik dosis rendah.
Karnitin merupakan ko-faktor utama transpor asam lemak rantai panjang ke dalam
mitokondria dalam proses oksidasi. Obat ini dikatakan bermanfaat pada sebagian anak
dengan kardiomiopati terutama akibat gangguan metabolik. Sediaan L karnitin dapat
diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 2-3 pemberian, maksimum 3
g/hari. Pada studi binatang, karnitin dilaporkan mempunyai efek protektif maupun terapeutik
terhadap kardiomiopati akibat doksorubisin.
G. Komplikasi
Komplikasi pada gagal jantung pada anak diantaranya:
1. Gangguan pertumbuhan dan Perkembangan pada anak
2. Hipertensi paru
3. Anemia
4. Aritimia serta gangguan pada ginjal dan hati
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Dasar Fokus Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala
: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pad
istirahat atau pada pengerhan tenaga.
Tanda
: Gelisah, perubahan status mental mis : letargi,
tanda vital berubah pad aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala
: Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic,
bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda
: TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
Irama Jantung ; Disritmia.
Frekuensi jantung ; Takikardia.
Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
posisi secara inferior ke kiri.
Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
Murmur sistolik dan diastolic.
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
kapiler lambat.
Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
Gejala
: Ansietas,
Tanda
: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung atau menangis
4. Eliminasi
Gejala
: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam
hari (nokturia), diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
Gejala
: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang
telah diproses dan penggunaan diuretic.
Tanda
: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
Gejala
: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
Tanda
: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
Gejala
: Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda
: Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala
: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
Tanda
: Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.
9. Pernapasan
Gejala
: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
Tanda
: Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala
: Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot,
kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala
: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
h. Pembelajaran/pengajaran
Gejala
: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya :
penyekat saluran kalsium.
Tanda
: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ;
a. Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik
b. Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
c. Perubahan structural
C. Intervensi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ;
a. Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik
b. Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
c. Perubahan structural
Ditandai dengan ;
a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola
EKG
b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c. Bunyi ekstra (S3 & S4)
d. Penurunan keluaran urine
e. Nadi perifer tidak teraba
f. Kulit dingin kusam
g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Hasil yang diharapkan/evaluasi, klien akan :
1. Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau
hilang) dan bebas gejala gagal jantung
2. Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina
3. Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
1)
Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2) Catat bunyi jantung
3) Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop
umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur
dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
4) Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse alternan.
5) Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF
lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
6) Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak
dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan
kongesti vena.
7) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan :
a. Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
b. Kelemahan umum
c. Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan :
1) Kelemahan, kelelahan
2) Perubahan tanda vital, adanya disrirmia
3) Dispnea, pucat, berkeringat.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1) Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri.
2) Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea
berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi
jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada
kelebihan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional
:
Peningkatan
bertahap
pada
aktivitas
menghindari
kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air.
Ditandai dengan :
a. Ortopnea, bunyi jantung S3
b. Oliguria, edema.
c. Peningkatan berat badan, hipertensi
d. Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1)
Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.
2)
Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi
ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah baring.
2) Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3) Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi
ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
5) Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
6) Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
7) Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
4. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran
kapiler-alveolus.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
a. Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan
oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.
b. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.
Intervensi :
1) Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2) Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3) Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4) Kolaborasi dalam
-
Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
-
Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
a. Mempertahankan integritas kulit
b. Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
1) Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan
gangguan status nutrisi.
2) Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
3) Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
4) Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
5) Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat
dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..
BAB IV
SIMPULAN
Gagal jantung pada bayi dan anak bukan merupakan masalah kecil dan perlu mendapat
perhatian serius dari para tenaga medis. Diagnosis dini dan penanganan yang cepat serta
tepat akan sangat bermanfaat dalam mengurangi penderitaan pasien dan mencegah
komplikasi selanjutnya. Tata laksana secara medis dapat dilakukan sesuai kaidah yang
berlaku dan fasilitas yang ada. Untuk mencari etiologi dan terapi kausal, diperlukan rujukan
ke kardiolog anak yang selanjutnya menentukan jenis tindakan yang diperlukan. Pasien perlu
mendapatkan terapi terbaik yang mungkin dilakukan sehingga tercapai kualitas hidup dan
tumbuh kembang yang optimal.
Sumber Pustaka
Amelia, P. (2019). Gagal Jantung Kongestif Pada Anak. Departemen Kesehatan Anak USU,
1-14.
Setyawati, A., & Marwiati. (2017). Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
Disfungsi Kardiovaskular (Congenital Heart Failure) Pada Anak: Literature Review.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 49-65.
Trihono, P., & dkk. (2012). Kegawatan Pada Bayi dan Anak. Jakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
https://www.academia.edu/6848290/BAB_I_GAGAL_JANTUNG_KONGESTIF (Diunduh
pada Selasa 24 Maret 2020 pukul 13.00)
https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?contenttypeid=90&contentid=P0
1775 (Diunduh pada Selasa 24 Maret 2020 pukul 14.23)
Download