Uploaded by nurfadilahdita18

BINDO - KELOMPOK 1 (PUEBI) 2 - for merge 2

advertisement
MAKALAH KELOMPOK 1
PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. Elvi Susanti, M.Pd.
Disusun Oleh :
Ditanur Fadilah
(11190162000060)
Adiansyah
(11190162000085)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta karuniaNya yang sehingga kami bisa menyusun dan meyelesaikan makalah ini. Makalah yang
berjudul “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia” ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah bahasa Indonesia.
Makalah ini berisikan mengenai sejarah, perbandingan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI) dengan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sebelumnya, pengertian, dan
isi dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Penyusunan makalah ini memang
tidaklah mudah. Sebab, tim penyusun harus melakukan tinjauan pustaka mengenai PUEBI
yang mana tidak banyak ditemukan selain dalam bentuk buku elektronik. Akan tetapi, hal
tersebut bisa diatasi atas bantuan dari pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu,
kami menghaturkan permohonan maaf apabila tedapat kesalahan dalam makalah ini. Kami
pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan sarannya kepada kami agar
di kemudian hari kami bisa membuat makalah yang lebih sempurna lagi.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.
Ciputat, 17 Maret 2020
Penyusun
i
Daftar Isi
Kata Pengantar............................................................................................................................ i
Daftar Isi.................................................................................................................................... ii
Daftar Tabel.............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1
D. Manfaat Penulisan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A. Pengertian Ejaan..............................................................................................................3
B. Sejarah Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia.............................................................4
C. Ruang Lingkup PUEBI................................................................................................. 10
BAB III PENUTUP..................................................................................................................23
A. Kesimpulan................................................................................................................... 23
Daftar Pustaka.......................................................................................................................... 24
ii
Daftar Tabel
Tabel 1 Huruf Abjad............................................................................................................................... 10
Tabel 2 Huruf Vokal............................................................................................................................... 10
Tabel 3 Huruf Konsonan........................................................................................................................11
Tabel 4 Huruf Diftong........................................................................................................................... 11
Tabel 5 Gabungan Huruf Konsonan...................................................................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan bahasa baku menjadi harapan bagi pecinta bahasa Indonesia. Salah satu
wujud dari penggunaan bahasa baku adalah menggunakan kata yang mengikuti kaidah
yang sudah ditetapkan atau diberlakukan. Salah satu aplikasi penggunaan bahasa baku,
yaitu melalui ejaan. Ejaan adalah seperangkat kaidah pelambangan bunyi bahasa,
pemisahan, penggabungan dan penulisannya dalam suatu bahasa. Ejaan bahasa Indonesia
yang telah diberlakukan saat ini adalah PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia). PUEBI ini ditetapkan oleh pemerintah pada 30 November tahun 2015.
Sebagai pemakai bahasa Indonesia, kita harus mematuhi aturan baku berbahasa yang
dinyatakan dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia ini, terutama saat kita dituntut
untuk mampu berbahasa dengan baik dan benar baik dalam forum resmi maupun saat
menyajikan satu bentuk tulisan ilmiah. Banyak sekali masyarakat, pelajar bahkan
mahasiswa yang masih kebingungan kapan suatu huruf harus ditulis dengan huruf kapital
atau huruf kecil, misalnya. Terkadang, permasalahan tersebut cukup diselesaikan secara
“suka-suka”, asalkan kata atau kalimat tersebut dapat dipahami. Kondisi seperti ini tentu
dapat menyebabkan kekacauan dalam berbahasa.
Ejaan bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan, mulai dari
penulisan, pengucapan hingga penempatan tata bahasanya. Sebelum dikenal PUEBI
sebagai ejaan bahasa Indonesia, ejaan bahasa Indonesia yang ditetapkan sebelumnya
adalah EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Dalam perkembangannya, terdapat lebih dari
dua ejaan bahasa Indonesia yang pernah digunakan oleh bangsa Indonesia hingga
sekarang menggunakan PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indoneisa).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ejaan ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan ejaan bahasa Indonesia ?
3. Bagaimana ruang lingkup dari PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari ejaan.
1
2. Mengetahui sejarah dari ejaan bahasa Indonesia.
3. Mengetahui ruang lingkup PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia).
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembelajaran mahasiswa
terhadap PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Selain itu, dapat dijadikan
salah satu sumber pengetahuan mengenai sejarah perkembangan ejaan bahasa Indonesia.
Harapannya juga terhadap makalah ini, yaitu dapat memberi manfaat bagi setiap pemakai
bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia yang
baik dan benar untuk melestarikan dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan bangsa Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ejaan
Kata “ejaan” berasal dari kosakata bahasa Arab hijs’ menjadi eja yang mendapat
akhiran –an. Huruf yang dieja disebut huruf hijaiyah. Mengeja adalah membaca huruf
demi huruf. Ejaan adalah sistem tulis menulis yang dibakukan (distandardisasikan). Ejaan
berarti pula lambang ujaran. Dengan kata lain, ejaan adalah lambang dari bunyi bahasa.
Fonem/a/dilambangkan dengan huruf a, jeda dilambangkan dengan koma (,), kesenyapan
dilambangkan dengan titik (.), dan sebagainya.1
Datangnya Islam ke Nusantara menjadikan huruf Arab digunakan untuk menulis
bahasa Melayu. Dalam penggunaannya, huruf ini disebut sebagai huruf Arab-Melayu
(huruf pegon/huruf Jawi). Huruf Arab-Melayu merupakan salah satu huruf pertama yang
dikenal di Nusantara. Adanya kitab Sejarah Melayu merupakan salah satu contoh
penggunaan huruf Jawi untuk bahasa Melayu. Adapun tokoh yang menggunakan huruf
Jawi ini dalam tulis-menulis adalah Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Abdullah bin
Abdul Kadir Munsyi dikenal sebagai seorang tokoh Zaman Peralihan dari sastra lisan ke
sastra tulis.
1. Menurut Harimurti Kridalaksana, ejaan (spelling) adalah penggambaran bunyi bahasa
dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan, yang lazimnya mempunyai 3
aspek, yakni aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf
dengan penyusunan abjad, aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satusauan morfemis, aspek sintaksis yang menyangkut pertanda ujaran berupa tanda
baca.2
2. Menurut J.S. Badudu, ejaan adalah pelambangan fonem dengan huruf. Dalam sistem
ejaan suatu bahasa, ditetapkan bagaimana fonem-fonem
dalam bahasa itu
dilambangkan. Lambang fonem dinamakan huruf. Sejumlah huruf dalam suatu bahasa
disebut abjad.3
Ramlan Abdul Gani dan Mahmudah Ftriyah, Disiplin Berbahasa Indonesia (Jakarta: FITK Press, 2008), hlm.
17, seperti dikutip oleh Ahmad Bahtiar, Nuryani, dan Syihaabul Huda, Khazanah Bahasa (Bogor: IN MEDIA,
2019), hlm. 15.
2
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 48, seperti
dikutip oleh Ahmad Bahtiar, Nuryani, dan Syihaabul Huda, Khazanah Bahasa (Bogor: IN MEDIA, 2019), hlm.
16.
3
J.S. Badudu, Pelik-pelik Bahasa Indonesia (Bandung: CV Pustaka Prima, 1985), hlm. 31, seperti dikutip oleh
Ahmad Bahtiar, Nuryani, dan Syihaabul Huda, Khazanah Bahasa (Bogor: IN MEDIA, 2019), hlm. 16.
1
3
3. Menurut E. Zainal Arifin dan S. Amran Tasai, ejaan adalah keseluruhan peraturan
bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara
lambang-lambang itu.4
4. Menurut Alek dan Achmad, ejaan adalah keseluruhan peraturan melambangkan bunyi
ujaran, pemisahan dan penggabungan kata, huruf, dan tanda baca.5
5. Berdasarkan Kamus Besar Berbahasa Indonesia (KBBI), menjelaskan bahwa ejaan
adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb.) dalam
bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.6
Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa ejaan adalah kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan, dengan
aturan bagaimana cara meggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb.) dalam bentuk
tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Ejaan digunakan dalam berkomunikasi.
Untuk itu, setiap ejaan bersifat arbitrer (sewenang-wenang) yang dipahami oleh
penggunanya.
B. Sejarah Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan bahasa Indonesia yang digunakan telah berubah dan berkembang. Adapun ejaan
yang berlaku sekarang adalah Pedoman Umum Ejaan Bahas Indonesia yang disebut
PUEBI. Sebelum ditetapkan PUEBI sebagai ejaan bahas Indonesia, telah digunakan
beberapa ejaan yang ditetapkan dalam bahasa Indonesia. Ejaan bahasa Indonesia diubah,
dikembangkan, dan disempurnakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Atas usaha tersebut dihasilkanlah Peraturan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 tahun 2015 tentang PUEBI.
Ejaan bahasa Indonesia diubah, dikembangkan, dan disempurnakan selama 114 tahun,
yang dimulai dari tahun 1901 sampai dengan tahun 2015. Selama itu, berbagai penamaan
untuk ejaan bahasa Indonesia disematkan. Perkembangan ejaan bahasa Indonesia
dilaksanakan
dalam
sembilan
tahun-tahun
terpenting,
perkembangan
tersebut
dikelompokkan menjadi tujuh macam berdasarkan ejaan yang dihasilkan. Ketujuh nama
E. Zainal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:
Akademika Pressindo, 2008), hlm. 127, seperti dikutip oleh Ahmad Bahtiar, Nuryani, dan Syihaabul Huda,
Khazanah Bahasa (Bogor: IN MEDIA, 2019), hlm. 16.
5
Alek dan Achmad, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Kencana Predana Media Grup, 2011),
hlm. 259, seperti dikutip oleh Pitasari Rahmaningsih, “Mengajarkan Ejaan pada Siswa Sekolah Dasar”, Jurnal
Ilmiah Guru No. 1, Mei 2016, hlm. 61.
6
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hlm. 285, seperti dikutip oleh
Ahmad Bahtiar, Nuryani, dan Syihaabul Huda, Khazanah Bahasa (Bogor: IN MEDIA, 2019), hlm. 16.
4
4
ejaan bahasa Indonesia meliputi: Ejaan van Ophuijsen, Ejaan Republik, Ejaan
Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan Baru, EYD, dan PUEBI.7 Ketujuh nama ejaan
tersebut akan dijelaskan mengenai ciri-ciri khususnya pada bagian berikut.
1. Ejaan van Ophuijsen
Buku berjudul Maleische Spraakkunst ‘Tata Bahasa Melayu’ karya Ch. A. van
Ophuijsen menjadi acuan pertama yang ada di Nusantara. Oleh karena itu, acuan
ejaan tersebut dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen. Ejaan ini diakui sebagai
acuan baku ejaan bahasa melayu di Nusantara. Ejaan ini diresmikan pada tahun 1901
sebagai panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia
Ejaan van Ophuijsen memiliki enam ciri khusus, yaitu penggunaan huruf ї,
huruf j, penggunaan oe, tanda akritis, huruf tj, dan huruf ch. Berikut keenam ciri
khusus tersebut.
a. Huruf ї untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran yang disuarakan
tersendiri seperti diftong, misal mulaї dan ramaї, dan untuk menulis huruf y, misal
Soerabaїa.
b. Huruf j untuk menuliskan kata-kata, misalnya jang, saja, wajang.
c. Huruf oe untuk menuliskan katakata, misalnya doeloe, akoe, repoeblik.
d. Tanda diakritis, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, jum’at, ta’, dan pa’.
e. Huruf tj dieja menjadic seperti Tjikini, tcara, pertjaya.
f. Huruf ch yang dieja kh seperti achir, chusus, machloe’.
2. Ejaan Republik
Setelah mengalami perkembangan, Ejaan van Ophuijsen digantikan oleh Ejaan
Soewandi atau Ejaan Republik. Ejaan Republik diresmikan sebagai acuan ejaan baku
bahasa Melayu. Ejaan Republik lebih dikenal dengan nama Ejaan Soewandi. Hal ini
dikarenakan menteri yang mengesahkan ejaan Republik bernama Mr. Soewandi,
sebagai ahli hukum dan notaris pertama Bumi Putera.
Ciri khusus Ejaan Republik, yaitu penggunaan huruf oe, bunyi hamzah, kata
ulang dengan angka 2, awalan di- dan kata depan di, dan penghilangan tanda diakritis.
Berikut lima ciri khusus Ejaan Republik.
a. Huruf oe disederhanakan menjadi u, misalnya dulu, aku, republik.
Yerry Mijiyanti, “Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia”, Jurnal UM Jember Vol. 3 No. 1, Februari 2018,
hlm. 118.
7
5
b. Bunyi hamzah (‘) ditulis dengan k sehingga tidak ada lagi kata ra’yat dan ta’ tetapi
menjadi rakyat dan tak
c. Kata ulang ditulis dengan angka 2 seperti pada anak2, ber-dua2-an, ke-laki2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di keduanya ditulis serangkai dengan kata yang
menyertainya, misalnya dijalan, diluar, dijual, diminum.
e. Penghapusan tanda diakritis schwa atau e‘pepet’ (ẻ) menjadi e sehingga tidak ada
lagi ada tulisan kẻnari dan kẻluarga, tetapi keluarga dan kehadiran.
3. Ejaan Pembaharuan
Ejaan ini urung diresmikan. Namun, ejaan ini menjadi pemantik awal
diberlakukannya EYD tahun 1972. Ejaan ini direncanakan untuk memperbarui Ejaan
Republik. Pembaruan ejaan ini didasarkan atas rasa prihatin Menteri Mohammad
Yamin akan kondisi bahasa Indonesia saat itu.
Ciri khusus Ejaan Pembaharuan ada empat, yaitu perubahan konsonan dan
gabungan vokal. Berikut empat ciri khusus tersebut.
a. Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ Perubahan penulisan gabungan huruf
konsonan dari gabungan konsonan ng menjadi satu huruf ŋ. Misalnya, mengalah
menjadi meŋalah.
b. Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń Perubahan penulisan gabungan huruf
konsonan dari gabungan konsonan nj menjadi satu huruf ń. Misalnya, menjanji
menjadi meńańi.
c. Gabungan konsonan sj menjadi š Perubahan penulisan gabungan huruf konsonan
dari gabungan konsonan sjmenjadi satu huruf š. Misalnya, sjarat menjadi šarat.
d. Gabungan vokal ai, au, dan oi, menjadi ay, aw, dan oy.
4. Ejaan Melindo
Ejaan Melindo adalah bentuk penggabungan aturan penggunaan huruf Latin di
Indonesia dan aturan penggunaan huruf latin oleh Persekutuan Tanah Melayu pada
tahun 1959. Ejaan ini ditetapkan untuk dua negara, yaitu Indonesia dan Malaysia
melalui kesepakatan. Kesepakatan itu terjadi pada tahun 1959. Namun, pembahasan
ini tidak dilanjutkan akibat adanya konflik antara Indonesia dengan Malaysia saat itu.
Ejaan Melindo dapat dikenali dengan enam ciri khusus berikut.
a. Gabungan konsonan tj pada kata tjara, diganti dengan c sehingga ditulis cara.
b. Gabungan konsonan nj pada kata njanji, ditulis dengan huruf nc, sehingga menjadi
huruf yang baru.
c. Kata menyapu akan ditulis meɳapu.
6
d. Gabungan sy pada kata syair ditulis menjadi Ŝyair.
e. Gabungan ng pada kata ngopi ditulis menjadi ɳopi.
f. Diftong oi seperti pada kata koboi ditulis menjadi koboy.
5. Ejaan Baru
Konsep dari Ejaan Baru menjadi awal lahirnya EYD. Konsep Ejaan Baru
dikaji oleh kalangan luas di seluruh tanah air selama beberapa tahun. Pada intinya
antara Ejaan Baru dan EYD hampir tidak ada perbedaan, kecuali perbedaan pada
rincian kaidahnya saja.
6. EYD
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) diresmikan tanggal 16 Agustus 1972 oleh
Presiden Republik Indonesia berdasarkan Putusan Presiden No. 57, tahun 1972. EYD
mengalami beberapa perubahan dari masa ke masa. Masing-masing masa memiliki
ciri khusus. Perkembangan EYD pada tiga kurun waktu, yaitu tahun 1972, tahun 1988,
dan tahun 2009 tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut.
PUEYD tahun 1972 memiliki tujuh ciri khas. Berikut tujuh ciri khusus EYD
pada tahun 1972.
a. Huruf diftong oi hanya ditemukan di belakang kata, misalnya oi pada kata amboi.
b. Bentuk gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy termasuk kelompok huruf konsonan.
c. Masih menggunakan dua istilah yaitu huruf besar dan huruf kapital.
d. Penulisan huruf hanya mengatur dua macam huruf yaitu huruf besar atau huruf
kapital dan huruf miring.
e. Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara lambang
dengan angka, misalnya Rp 500,00
f. Tanda petik dibedakan istilah dan penggunaannya menjadi dua, yaitu tanda petik
ganda dan tanda petik tunggal.
g. Terdapat tanda ulang berupa angka 2 biasa (bukan kecil di kanan atas [2] atau juga
bukan di kanan bawah [2]) yang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula
untuk menyatakan pengulangan kata dasar, misalnya dua2, mata2, dan hati2.
Dalam perkembangan zaman, bahasa mengikuti perkembangannya, maka
dibutuhkan perbaikan dari EYD. Atas dasar keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9 September
1987 maka EYD direvisi. Terdapat lima ciri khusus dalam PUEYD tahun 1988.
Berikut lima ciri khusus tersebut.
7
a. Penggunana huruf kapital dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama
Tuhan terdapat catatan tambahan, yaitu: (1) bila terdiri dari kata dasar maka
tulisan disambung, misalnya Tuhan Yang Mahakuasa; (2) bila terdiri dari kata
berimbuhan maka penulisan dipisah, misalnya Tuhan Yang Maha Pengasih.
b. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama orang diberi keterangan tambahan, jika
nama jenis atau satuan ukuran ditulis dengan huruf kecil, misalnya mesin diesel,
10 volt, dan 5 ampere.
c. Huruf kapital yang digunakan sebagai nama khas geografi diberi catatan tambahan,
yaitu: (1) istilah geografi bukan nama diri ditulis dengan huruf kecil, misalnya
berlayar ke teluk; (2) nama geografi sebagai nama jenis ditulis dengan huruf kecil,
misalnya, gula jawa.
d. Huruf kapital yang digunakan sebagai nama resmi badan dan dokumen resmi
terdapat catatan tambahan, yaitu jika tidak diikuti nama maka ditulis dengan huruf
kecil, misalnya sebuah republik dan menurut undang-undang yang berbeda
dengan Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945.
e. Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara lambang
dengan angka terdapat catatan tambahan, yaitu: (1) untuk desimal pada nilai mata
uang dolar dinyatakan dengan titik, misalnya $3.50; (2) angka yang menyatakan
jumlah ribuan dibubuhkan tanda titik, misalnya Buku ini berusia 1.999 tahun.
PUEYD edisi ketiga diterbitkan pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 46. Ada banyak hal yang diatur dalam lampiran
Peraturan Menteri tersebut. Secara umum, ada empat hal utama yang dijabarkan
dalam Peraturan Menteri tersebut, yaitu pemakaian huruf, penulisan kata, pemakaian
tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Berikut empat ciri khusus dari PUEYD
tahun 2009.
a. Huruf diftong oi ditemukan pada posisi tengah dan posisi akhir dalam sebuah kata,
misalnya boikot dan amboi.
b. Bentuk kh, ng, ny, dan sy dikelompokkan menjadi gabungan huruf konsonan
c. Penulisan huruf masih tetap mengatur dua macam huruf, yaitu huruf besar atau
huruf kapital dan huruf miring.
d. Tanda garis miring terdapat penggunan tambahan, yaitu tanda garis miring ganda
untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk memudahkan
pembacaan naskah.
8
7. PUEBI
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) merupakan ejaan yang
berlaku sekarang. Ejaan ini telah menggantikan ejaan yang sebelumnya digunakan di
Indonesia selama hampir 43 tahun. Penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia
dilakukan oleh lembaga resmi milik pemerintah yaitu Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Melalui usaha tersebut
dihasilkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun
2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia dan pada tahun 2016
berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Dr. Anies
Baswedan, aturan ejaan yang bernama PUEYD diganti dengan nama Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia ini dikenal dengan
nama PUEBI.
Antara EYD dan PUEBI terdapat banyak sekali perubahan. Menurut Zetty
Karyati, perubahan itu bisa berupa penambahan, penghilangan, pengubahan, dan
pemindahan klausul.8 Namun, penyusun hanya meninjau perubahan tersebut dari
penggunaan huruf. Berikut ciri khusus yang terdapat pada PUEBI.
a. Pada huruf vokal, untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar digunakan
diakritik yang lebih rinci, yaitu (1) diakritik (é) dilafalkan [e] misalnya Anak-anak
bermain di teras (téras); (2) diakritik (è) dilafalkan [Ɛ] misalnya Kami menonton
film seri (sèri); (3) diakritik (ê) dilafalkan [Ə] misalnya Pertandingan itu berakhir
seri (sêri).
b. Pada huruf konsonan terdapat catatan penggunaan huruf q dan x yang lebih rinci,
yaitu: (1) huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan ilmu; (2)
huruf x pada posisi awal kata diucapkan [s].
c. Pada huruf diftong terdapat tambahan yaitu diftong ei misalnya pada akata
eigendom, geiser, dan survei.
d. Pada huruf kapital aturan penggunaan lebih diringkas (pada PUEYD terdapat 16
aturan sedangkan pada PUEBI terdapat 13 aturan) dengan disertai catatan.
e. Pada huruf tebal terdapat pengurangan aturan sehingga hanya dua aturan, yaitu
menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring dan menegaskan bagian
karangan seperti judul buku, bab, atau subbab.
8
Zetty Karyati, “Antara EYD dan PUEBI”, Jurnal SAP Vol. 01 No. 02, Desember 2016, hlm. 183.
9
C. Ruang Lingkup PUEBI
1. Pemakaian Huruf
a. Huruf Abjad
Huruf abjad yang ada di Indonesia terdiri atas huruf vokal dan konsonan. Huruf
tersebut terdiri sebagai berikut.
Tabel 1 Huruf Abjad
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf yaitu
a, e, i, o, dan u.
Tabel 2 Huruf Vokal
*Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata
menimbulkan keraguan.
c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas hurufhuruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
10
Tabel 3 Huruf Konsonan
Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
d. Hurud Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat diftong yang dilambangkan dengan
gabungan huruf vokal ai, au, ei, dan oi.
Tabel 4 Huruf Diftong
e. Gabungan Huruf Konsonan
11
Gabungan huruf konsonan di dalam bahasa Indonesia terdiri atas kh, ng, ny, dan sy.
Tabel 5 Gabungan Huruf Konsonan
f. Nama Diri
Penulisan nama sungai, gunung, jalan, dan sebagainya, disesuaikan dengan
PUEBI. Nama orang, badan hukum, dan nama diri lain yang sudah lazim
disesuaikan dengan PUEBI kecuali bila ada pertimbangan khusus
2. Penulisan Huruf
a. Huruf Kapital
1) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat.
2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang
berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab Suci.
4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat
yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang
tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
6) Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata yang
bermakna ‘anak dari’, seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata
tugas.
7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang.
8) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan
sebagai nama sejenis atau satuan ukuran.
9) Huruf kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
10) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,
dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
12
11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,
dan peristiwa sejarah.
12) Huruf kapital tidak dipakai sebagagi huruf pertama peristiwa sejarah yang
tidak dipakai sebagai nama.
13) Huruf kapital dipakai sebagagi unsur pertama nama geografi.
14) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak
menjadi unsur nama diri.
15) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang
digunakan sebagai nama jenis.
16) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara,
lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali
kata seperti dan.
17) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama
resmi negara, lembaga pemerintah, dan ketatanegaraan, badan, serta nama
dokumen resmi.
18) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang
sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
19) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua
unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan
judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang
tidak terletak pada posisi awal.
20) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar,
pangkat, dan sapaan.
21) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai
dalam penyapaan dan pengacuan.
22) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
23) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
b. Huruf Miring
1) Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama
surat kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.
13
2) Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian
kata, kata, atau kelompok kata dalam kalimat.
3) Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa
daerah atau bahasa asing.
c. Huruf Tebal
1) Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis
miring.
2) Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagianbagian karangan, seperti
judul buku, bab, atau subbab.
3. Penulisan Kata
a. Kata Dasar
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
b. Kata Turunan
1) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan awalan dan akhiran) ditulis
serangkai dengan bentuk dasarnya.
Misalnya: berjalan, berkelanjutan, mempermudah.
2) Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Misalnya: adibusana, infrastruktur, antarkota.
3) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang
bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
c. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsurunsurnya.
d. Gabungan Kata
1) Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah
khusus, ditulis terpisah.
Misalnya: duta besar, model linear, orang tua.
2) Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan
membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya.
Misalnya: anak-istri pejabat, anak istri-pejabat, ibu-bapak kami.
14
3) Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat
awalan atau akhiran.
Misalnya: bertepuk tangan, menganak sungai, garis bawahi, sebar luaskan.
4) Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai.
Misalnya: dilipatgandakan, menggarisbawahi, menyebarluaskan.
5) Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai.
Misalnya: acapkali, hulubalang, radioaktif, adakalanya.
e. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu,
dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
f. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali
dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada
dan daripada.
g. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
h. Partikel
1) Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
3) Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian
kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
i. Singkatan dan Akronim
1) Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan
tanda titik pada setiap unsur singkatan itu.
Misalnya:
A.H. Nasution
Abdul Haris Nasution
H. Hamid
Haji Hamid
Suman Hs.
Suman Hasibuan
2) Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga pemerintah
dan ketatanegaraan, lembaga pendidikan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia
15
UI
Universitas Indonesia
PBB
Perserikatan Bangsa-Bangsa
3) Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang bukan nama diri ditulis
dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
PT
perseroan terbatas
MAN
madrasah aliah negeri
SD
sekolah dasar
4) Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
hlm.
halaman
dll.
dan lain-lain
dsb.
dan sebagainya
5) Singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam suratmenyurat masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
a.n.
atas nama
d.a.
dengan alamat
u.b.
untuk beliau
6) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang
tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu
kuprum
cm
sentimeter
kVA
kilovolt-ampere
7) Akronim nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan
huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
BIG
Badan Informasi Geospasial
BIN
Badan Intelijen Negara
LIPI
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
8) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
16
Bulog
Badan Urusan Logistik
Bappenas
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kowani
Kongres Wanita Indonesia
9) Akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata
atau gabungan suku kata ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
iptek
ilmu pengetahuan dan teknologi
pemilu
pemilihan umum
puskesmas
pusat kesehatan masyarakat
j. Angka dan Lambang Bilangan
1) Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor.
2) Angka digunakan untuk menyatakan:
a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi;
b) satuan waktu;
c) nilai uang;
d) kuantitas.
3) Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen,
atau kamar pada alamat.
4) Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5) Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
a) Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas
12
dua puluh dua
22
b) Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah
½
tiga perempat
¾
c) Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
paku Buwono X
pada awal abad XX
d) Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti
Misalnya:
17
tahun ’50-an
(tahun lima puluhan)
uang 5000-an
(uang lima ribuan)
e) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara
berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
f) Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf.
g) Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca.
h) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
i) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus
tepat.
4. Pemakaian Tanda Baca
a. Tanda Titik (.)
1) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
2) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar,
atau daftar.
3) Tanda titik dipakai untuk memisahkan catatan.
4) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.
5) Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
6) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
7) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang tidak menunjukkan jumlah.
8) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan
atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
9) Tanda titik tidak dipakai di belakang
a) alamat pengirim dan tanggal surat atau
b) nama dan alamat penerima surat.
b. Tanda Koma (‘)
1) Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatub perincian atau
pembilangan.
18
2) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
3) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika
anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
4) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat
yang terdapat pada awal kalimat.
5) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan
dari kata yang lain yang tedapat di dalam kalimat.
6) Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat.
7) Tanda koma dipakai di antara
a) nama dan alamat,
b) bagian-bagian alamat,
c) tempat dan tanggal, dan
d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
8) Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya
dalam daftar pustaka.
9) Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
10) Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau
marga.
11) Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen
yang dinyatakan dengan angka.
12) Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi.
13) Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
14) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain yang mengirinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan
tanda tanya atau tanda seru.
c. Tanda Titik Koma (;)
1) Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat
yang sejenis dan setara.
19
2) Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
d. Tanda Titik Dua (:)
1) Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian.
2) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian.
3) Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
4) Tanda titik dua dipakai:
a) di antara jilid atau nomor dan halaman,
b) di antara bab dan ayat dalam kitab suci,
c) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta
d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
e. Tanda Hubung (-)
1) Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
penggantian baris.
2) Tanda hubung menyambung awalan denganbagian kata di belakangnya atau
akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
3) Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
4) Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagianbagian tanggal.
5) Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas.
6) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan.
7) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa asing.
f. Tanda Pisah (—)
1) Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
di luar bangun kalimat.
2) Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain
sehingga kaliat menjadi lebih jelas.
3) Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai
ke’ atau ‘sampai dengan’.
g. Tanda Elipsis (...)
20
1) Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
2) Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada
bagian yang dihilangkan.
h. Tanda Tanya (?)
1) Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
2) Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat
yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
i. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa
emosi yang kuat.
j. Tanda Kurung ((...))
1) Tanda kurung mengapit keterangan.
2) Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian
integral pokok pembicaraan.
3) Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks
dapat dihilangkan.
4) Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan
keterangan.
k. Tanda Kurung Siku ({...})
1) Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi
atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain.
2) Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.
l. Tanda Petik (“...”)
1) Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan
naskah atau bahan tertulis lain.
2) Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam
kalimat.
3) Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal.
4) Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
5) Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang
tanda petik yang mengapit
kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti
khusus pada ujung kalimar atau bagian kalimat.
21
m. Tanda Petik Tunggal (‘)
1) Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
2) Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau
ungkapan asing.
n. Tanda Garis Miring (/)
1) Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
2) Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
o. Tanda Penyingkat (Apostrof) (‘)
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka
tahun.
5. Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa,
baik dari bahasa daerah, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan Bali, maupun dari bahasa
asing, seperti bahasa Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, Cina, dan Inggris.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat
dibagi atas dua golongan besar.
a. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa
Indonesia, seperti: reshuffle, shuttle cock. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks
bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikui cara asing.
b. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan
kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah
seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan
bentuk asalnya.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ejaan adalah kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan, dengan aturan bagaimana
cara meggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb.) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf)
serta penggunaan tanda baca. Perkembangan ejaan bahasa Indonesia dilaksanakan dalam
sembilan tahun-tahun penting, perkembangan ejaan tersebut dikelompokkan menjadi
tujuh macam berdasarkan nama ejaan yang dihasilkan. Tujuh nama ejaan bahasa
Indonesia tersebut meliputi: (1) Ejaan van Ophuijsen, (2) Ejaan Republik, (3) Ejaan
Pembaharuan, (4) Ejaan Melindo, (5) Ejaan Baru, (6) EYD, dan (7) PUEBI.
Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(PUEBI). PUEBI ditetapkan berdasarkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015. Ruang lingkup PUEBI sebagai berikut.
a. Pemakaian huruf membicarakan bagian-bagian dasar dari suatu bahasa, yaitu abjad,
vokal, konsonan, pemenggalan, dan nama diri.
b. Penulisan huruf membicarakan bagaimana penulisan huruf kapital dan huruf miring.
c. Penulisan kata membicarakan bidang morfologi dengan segala bentuk dan jenisnya
berupa kata dasar, kata turunan, kata ulang, gabungan kata, kata ganti, kata depan,
kata sandang, partikel, singkatan dan akronim, angka dan lambang bilangan.
d. Penulisan unsur serapan membicarakan kaidah cara penulisan unsur serapan, terutama
kosakata yang berasal dari bahasa asing.
e. Pemakaian tanda baca membicarakan teknik penerapan kelima belas tanda baca dalam
penulisan dengan kaidah masing-masing.
23
Daftar Pustaka
Bahtiar, A., Nuryani, & Syihaabul Huda. (2019). Khazanah Bahasa: Memaknai Bahasa Indonesia
dengan Baik dan Benar. Bogor: IN MEDIA.
Karyati, Z. (2016). Antara EYD dan PUEBI. Jurnal SAP, 175-185.
Mijiyanti, Y. (2018). Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia. Jurnal UM Jember, 113-126.
Rahmaningsih, P. (2016). Mengajarkan Ejaan pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Guru, 60-69.
Waridah, E. (2019). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung: RuangKata.
24
Download