MAKALAH KELOMPOK 1 PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia Dosen Pengampu : Dr. Elvi Susanti, M.Pd. Disusun Oleh : Ditanur Fadilah (11190162000060) Adiansyah (11190162000085) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta karuniaNya yang sehingga kami bisa menyusun dan meyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia” ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah bahasa Indonesia. Makalah ini berisikan mengenai sejarah, perbandingan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dengan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sebelumnya, pengertian, dan isi dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Penyusunan makalah ini memang tidaklah mudah. Sebab, tim penyusun harus melakukan tinjauan pustaka mengenai PUEBI yang mana tidak banyak ditemukan selain dalam bentuk buku elektronik. Akan tetapi, hal tersebut bisa diatasi atas bantuan dari pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini. Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami menghaturkan permohonan maaf apabila tedapat kesalahan dalam makalah ini. Kami pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami bisa membuat makalah yang lebih sempurna lagi. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini. Ciputat, 17 Maret 2020 Penyusun i Daftar Isi Kata Pengantar............................................................................................................................ i Daftar Isi.................................................................................................................................... ii Daftar Tabel.............................................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1 A. Latar Belakang................................................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah........................................................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1 D. Manfaat Penulisan...........................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3 A. Pengertian Ejaan..............................................................................................................3 B. Sejarah Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia.............................................................4 C. Ruang Lingkup PUEBI................................................................................................. 10 BAB III PENUTUP..................................................................................................................23 A. Kesimpulan................................................................................................................... 23 Daftar Pustaka.......................................................................................................................... 24 ii Daftar Tabel Tabel 1 Huruf Abjad............................................................................................................................... 10 Tabel 2 Huruf Vokal............................................................................................................................... 10 Tabel 3 Huruf Konsonan........................................................................................................................11 Tabel 4 Huruf Diftong........................................................................................................................... 11 Tabel 5 Gabungan Huruf Konsonan...................................................................................................... 12 iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahasa baku menjadi harapan bagi pecinta bahasa Indonesia. Salah satu wujud dari penggunaan bahasa baku adalah menggunakan kata yang mengikuti kaidah yang sudah ditetapkan atau diberlakukan. Salah satu aplikasi penggunaan bahasa baku, yaitu melalui ejaan. Ejaan adalah seperangkat kaidah pelambangan bunyi bahasa, pemisahan, penggabungan dan penulisannya dalam suatu bahasa. Ejaan bahasa Indonesia yang telah diberlakukan saat ini adalah PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). PUEBI ini ditetapkan oleh pemerintah pada 30 November tahun 2015. Sebagai pemakai bahasa Indonesia, kita harus mematuhi aturan baku berbahasa yang dinyatakan dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia ini, terutama saat kita dituntut untuk mampu berbahasa dengan baik dan benar baik dalam forum resmi maupun saat menyajikan satu bentuk tulisan ilmiah. Banyak sekali masyarakat, pelajar bahkan mahasiswa yang masih kebingungan kapan suatu huruf harus ditulis dengan huruf kapital atau huruf kecil, misalnya. Terkadang, permasalahan tersebut cukup diselesaikan secara “suka-suka”, asalkan kata atau kalimat tersebut dapat dipahami. Kondisi seperti ini tentu dapat menyebabkan kekacauan dalam berbahasa. Ejaan bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan, mulai dari penulisan, pengucapan hingga penempatan tata bahasanya. Sebelum dikenal PUEBI sebagai ejaan bahasa Indonesia, ejaan bahasa Indonesia yang ditetapkan sebelumnya adalah EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Dalam perkembangannya, terdapat lebih dari dua ejaan bahasa Indonesia yang pernah digunakan oleh bangsa Indonesia hingga sekarang menggunakan PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indoneisa). B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari ejaan ? 2. Bagaimana sejarah perkembangan ejaan bahasa Indonesia ? 3. Bagaimana ruang lingkup dari PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) ? C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui pengertian dari ejaan. 1 2. Mengetahui sejarah dari ejaan bahasa Indonesia. 3. Mengetahui ruang lingkup PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). D. Manfaat Penulisan Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembelajaran mahasiswa terhadap PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Selain itu, dapat dijadikan salah satu sumber pengetahuan mengenai sejarah perkembangan ejaan bahasa Indonesia. Harapannya juga terhadap makalah ini, yaitu dapat memberi manfaat bagi setiap pemakai bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar untuk melestarikan dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ejaan Kata “ejaan” berasal dari kosakata bahasa Arab hijs’ menjadi eja yang mendapat akhiran –an. Huruf yang dieja disebut huruf hijaiyah. Mengeja adalah membaca huruf demi huruf. Ejaan adalah sistem tulis menulis yang dibakukan (distandardisasikan). Ejaan berarti pula lambang ujaran. Dengan kata lain, ejaan adalah lambang dari bunyi bahasa. Fonem/a/dilambangkan dengan huruf a, jeda dilambangkan dengan koma (,), kesenyapan dilambangkan dengan titik (.), dan sebagainya.1 Datangnya Islam ke Nusantara menjadikan huruf Arab digunakan untuk menulis bahasa Melayu. Dalam penggunaannya, huruf ini disebut sebagai huruf Arab-Melayu (huruf pegon/huruf Jawi). Huruf Arab-Melayu merupakan salah satu huruf pertama yang dikenal di Nusantara. Adanya kitab Sejarah Melayu merupakan salah satu contoh penggunaan huruf Jawi untuk bahasa Melayu. Adapun tokoh yang menggunakan huruf Jawi ini dalam tulis-menulis adalah Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dikenal sebagai seorang tokoh Zaman Peralihan dari sastra lisan ke sastra tulis. 1. Menurut Harimurti Kridalaksana, ejaan (spelling) adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan, yang lazimnya mempunyai 3 aspek, yakni aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dengan penyusunan abjad, aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satusauan morfemis, aspek sintaksis yang menyangkut pertanda ujaran berupa tanda baca.2 2. Menurut J.S. Badudu, ejaan adalah pelambangan fonem dengan huruf. Dalam sistem ejaan suatu bahasa, ditetapkan bagaimana fonem-fonem dalam bahasa itu dilambangkan. Lambang fonem dinamakan huruf. Sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad.3 Ramlan Abdul Gani dan Mahmudah Ftriyah, Disiplin Berbahasa Indonesia (Jakarta: FITK Press, 2008), hlm. 17, seperti dikutip oleh Ahmad Bahtiar, Nuryani, dan Syihaabul Huda, Khazanah Bahasa (Bogor: IN MEDIA, 2019), hlm. 15. 2 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 48, seperti dikutip oleh Ahmad Bahtiar, Nuryani, dan Syihaabul Huda, Khazanah Bahasa (Bogor: IN MEDIA, 2019), hlm. 16. 3 J.S. Badudu, Pelik-pelik Bahasa Indonesia (Bandung: CV Pustaka Prima, 1985), hlm. 31, seperti dikutip oleh Ahmad Bahtiar, Nuryani, dan Syihaabul Huda, Khazanah Bahasa (Bogor: IN MEDIA, 2019), hlm. 16. 1 3 3. Menurut E. Zainal Arifin dan S. Amran Tasai, ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara lambang-lambang itu.4 4. Menurut Alek dan Achmad, ejaan adalah keseluruhan peraturan melambangkan bunyi ujaran, pemisahan dan penggabungan kata, huruf, dan tanda baca.5 5. Berdasarkan Kamus Besar Berbahasa Indonesia (KBBI), menjelaskan bahwa ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb.) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.6 Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa ejaan adalah kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan, dengan aturan bagaimana cara meggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb.) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Ejaan digunakan dalam berkomunikasi. Untuk itu, setiap ejaan bersifat arbitrer (sewenang-wenang) yang dipahami oleh penggunanya. B. Sejarah Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia Ejaan bahasa Indonesia yang digunakan telah berubah dan berkembang. Adapun ejaan yang berlaku sekarang adalah Pedoman Umum Ejaan Bahas Indonesia yang disebut PUEBI. Sebelum ditetapkan PUEBI sebagai ejaan bahas Indonesia, telah digunakan beberapa ejaan yang ditetapkan dalam bahasa Indonesia. Ejaan bahasa Indonesia diubah, dikembangkan, dan disempurnakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Atas usaha tersebut dihasilkanlah Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 tahun 2015 tentang PUEBI. Ejaan bahasa Indonesia diubah, dikembangkan, dan disempurnakan selama 114 tahun, yang dimulai dari tahun 1901 sampai dengan tahun 2015. Selama itu, berbagai penamaan untuk ejaan bahasa Indonesia disematkan. Perkembangan ejaan bahasa Indonesia dilaksanakan dalam sembilan tahun-tahun terpenting, perkembangan tersebut dikelompokkan menjadi tujuh macam berdasarkan ejaan yang dihasilkan. Ketujuh nama E. Zainal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2008), hlm. 127, seperti dikutip oleh Ahmad Bahtiar, Nuryani, dan Syihaabul Huda, Khazanah Bahasa (Bogor: IN MEDIA, 2019), hlm. 16. 5 Alek dan Achmad, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Kencana Predana Media Grup, 2011), hlm. 259, seperti dikutip oleh Pitasari Rahmaningsih, “Mengajarkan Ejaan pada Siswa Sekolah Dasar”, Jurnal Ilmiah Guru No. 1, Mei 2016, hlm. 61. 6 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hlm. 285, seperti dikutip oleh Ahmad Bahtiar, Nuryani, dan Syihaabul Huda, Khazanah Bahasa (Bogor: IN MEDIA, 2019), hlm. 16. 4 4 ejaan bahasa Indonesia meliputi: Ejaan van Ophuijsen, Ejaan Republik, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan Baru, EYD, dan PUEBI.7 Ketujuh nama ejaan tersebut akan dijelaskan mengenai ciri-ciri khususnya pada bagian berikut. 1. Ejaan van Ophuijsen Buku berjudul Maleische Spraakkunst ‘Tata Bahasa Melayu’ karya Ch. A. van Ophuijsen menjadi acuan pertama yang ada di Nusantara. Oleh karena itu, acuan ejaan tersebut dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen. Ejaan ini diakui sebagai acuan baku ejaan bahasa melayu di Nusantara. Ejaan ini diresmikan pada tahun 1901 sebagai panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia Ejaan van Ophuijsen memiliki enam ciri khusus, yaitu penggunaan huruf ї, huruf j, penggunaan oe, tanda akritis, huruf tj, dan huruf ch. Berikut keenam ciri khusus tersebut. a. Huruf ї untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran yang disuarakan tersendiri seperti diftong, misal mulaї dan ramaї, dan untuk menulis huruf y, misal Soerabaїa. b. Huruf j untuk menuliskan kata-kata, misalnya jang, saja, wajang. c. Huruf oe untuk menuliskan katakata, misalnya doeloe, akoe, repoeblik. d. Tanda diakritis, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, jum’at, ta’, dan pa’. e. Huruf tj dieja menjadic seperti Tjikini, tcara, pertjaya. f. Huruf ch yang dieja kh seperti achir, chusus, machloe’. 2. Ejaan Republik Setelah mengalami perkembangan, Ejaan van Ophuijsen digantikan oleh Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik. Ejaan Republik diresmikan sebagai acuan ejaan baku bahasa Melayu. Ejaan Republik lebih dikenal dengan nama Ejaan Soewandi. Hal ini dikarenakan menteri yang mengesahkan ejaan Republik bernama Mr. Soewandi, sebagai ahli hukum dan notaris pertama Bumi Putera. Ciri khusus Ejaan Republik, yaitu penggunaan huruf oe, bunyi hamzah, kata ulang dengan angka 2, awalan di- dan kata depan di, dan penghilangan tanda diakritis. Berikut lima ciri khusus Ejaan Republik. a. Huruf oe disederhanakan menjadi u, misalnya dulu, aku, republik. Yerry Mijiyanti, “Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia”, Jurnal UM Jember Vol. 3 No. 1, Februari 2018, hlm. 118. 7 5 b. Bunyi hamzah (‘) ditulis dengan k sehingga tidak ada lagi kata ra’yat dan ta’ tetapi menjadi rakyat dan tak c. Kata ulang ditulis dengan angka 2 seperti pada anak2, ber-dua2-an, ke-laki2-an. d. Awalan di- dan kata depan di keduanya ditulis serangkai dengan kata yang menyertainya, misalnya dijalan, diluar, dijual, diminum. e. Penghapusan tanda diakritis schwa atau e‘pepet’ (ẻ) menjadi e sehingga tidak ada lagi ada tulisan kẻnari dan kẻluarga, tetapi keluarga dan kehadiran. 3. Ejaan Pembaharuan Ejaan ini urung diresmikan. Namun, ejaan ini menjadi pemantik awal diberlakukannya EYD tahun 1972. Ejaan ini direncanakan untuk memperbarui Ejaan Republik. Pembaruan ejaan ini didasarkan atas rasa prihatin Menteri Mohammad Yamin akan kondisi bahasa Indonesia saat itu. Ciri khusus Ejaan Pembaharuan ada empat, yaitu perubahan konsonan dan gabungan vokal. Berikut empat ciri khusus tersebut. a. Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ Perubahan penulisan gabungan huruf konsonan dari gabungan konsonan ng menjadi satu huruf ŋ. Misalnya, mengalah menjadi meŋalah. b. Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń Perubahan penulisan gabungan huruf konsonan dari gabungan konsonan nj menjadi satu huruf ń. Misalnya, menjanji menjadi meńańi. c. Gabungan konsonan sj menjadi š Perubahan penulisan gabungan huruf konsonan dari gabungan konsonan sjmenjadi satu huruf š. Misalnya, sjarat menjadi šarat. d. Gabungan vokal ai, au, dan oi, menjadi ay, aw, dan oy. 4. Ejaan Melindo Ejaan Melindo adalah bentuk penggabungan aturan penggunaan huruf Latin di Indonesia dan aturan penggunaan huruf latin oleh Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959. Ejaan ini ditetapkan untuk dua negara, yaitu Indonesia dan Malaysia melalui kesepakatan. Kesepakatan itu terjadi pada tahun 1959. Namun, pembahasan ini tidak dilanjutkan akibat adanya konflik antara Indonesia dengan Malaysia saat itu. Ejaan Melindo dapat dikenali dengan enam ciri khusus berikut. a. Gabungan konsonan tj pada kata tjara, diganti dengan c sehingga ditulis cara. b. Gabungan konsonan nj pada kata njanji, ditulis dengan huruf nc, sehingga menjadi huruf yang baru. c. Kata menyapu akan ditulis meɳapu. 6 d. Gabungan sy pada kata syair ditulis menjadi Ŝyair. e. Gabungan ng pada kata ngopi ditulis menjadi ɳopi. f. Diftong oi seperti pada kata koboi ditulis menjadi koboy. 5. Ejaan Baru Konsep dari Ejaan Baru menjadi awal lahirnya EYD. Konsep Ejaan Baru dikaji oleh kalangan luas di seluruh tanah air selama beberapa tahun. Pada intinya antara Ejaan Baru dan EYD hampir tidak ada perbedaan, kecuali perbedaan pada rincian kaidahnya saja. 6. EYD Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) diresmikan tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia berdasarkan Putusan Presiden No. 57, tahun 1972. EYD mengalami beberapa perubahan dari masa ke masa. Masing-masing masa memiliki ciri khusus. Perkembangan EYD pada tiga kurun waktu, yaitu tahun 1972, tahun 1988, dan tahun 2009 tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut. PUEYD tahun 1972 memiliki tujuh ciri khas. Berikut tujuh ciri khusus EYD pada tahun 1972. a. Huruf diftong oi hanya ditemukan di belakang kata, misalnya oi pada kata amboi. b. Bentuk gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy termasuk kelompok huruf konsonan. c. Masih menggunakan dua istilah yaitu huruf besar dan huruf kapital. d. Penulisan huruf hanya mengatur dua macam huruf yaitu huruf besar atau huruf kapital dan huruf miring. e. Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara lambang dengan angka, misalnya Rp 500,00 f. Tanda petik dibedakan istilah dan penggunaannya menjadi dua, yaitu tanda petik ganda dan tanda petik tunggal. g. Terdapat tanda ulang berupa angka 2 biasa (bukan kecil di kanan atas [2] atau juga bukan di kanan bawah [2]) yang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar, misalnya dua2, mata2, dan hati2. Dalam perkembangan zaman, bahasa mengikuti perkembangannya, maka dibutuhkan perbaikan dari EYD. Atas dasar keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987 maka EYD direvisi. Terdapat lima ciri khusus dalam PUEYD tahun 1988. Berikut lima ciri khusus tersebut. 7 a. Penggunana huruf kapital dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan terdapat catatan tambahan, yaitu: (1) bila terdiri dari kata dasar maka tulisan disambung, misalnya Tuhan Yang Mahakuasa; (2) bila terdiri dari kata berimbuhan maka penulisan dipisah, misalnya Tuhan Yang Maha Pengasih. b. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama orang diberi keterangan tambahan, jika nama jenis atau satuan ukuran ditulis dengan huruf kecil, misalnya mesin diesel, 10 volt, dan 5 ampere. c. Huruf kapital yang digunakan sebagai nama khas geografi diberi catatan tambahan, yaitu: (1) istilah geografi bukan nama diri ditulis dengan huruf kecil, misalnya berlayar ke teluk; (2) nama geografi sebagai nama jenis ditulis dengan huruf kecil, misalnya, gula jawa. d. Huruf kapital yang digunakan sebagai nama resmi badan dan dokumen resmi terdapat catatan tambahan, yaitu jika tidak diikuti nama maka ditulis dengan huruf kecil, misalnya sebuah republik dan menurut undang-undang yang berbeda dengan Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945. e. Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara lambang dengan angka terdapat catatan tambahan, yaitu: (1) untuk desimal pada nilai mata uang dolar dinyatakan dengan titik, misalnya $3.50; (2) angka yang menyatakan jumlah ribuan dibubuhkan tanda titik, misalnya Buku ini berusia 1.999 tahun. PUEYD edisi ketiga diterbitkan pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46. Ada banyak hal yang diatur dalam lampiran Peraturan Menteri tersebut. Secara umum, ada empat hal utama yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri tersebut, yaitu pemakaian huruf, penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Berikut empat ciri khusus dari PUEYD tahun 2009. a. Huruf diftong oi ditemukan pada posisi tengah dan posisi akhir dalam sebuah kata, misalnya boikot dan amboi. b. Bentuk kh, ng, ny, dan sy dikelompokkan menjadi gabungan huruf konsonan c. Penulisan huruf masih tetap mengatur dua macam huruf, yaitu huruf besar atau huruf kapital dan huruf miring. d. Tanda garis miring terdapat penggunan tambahan, yaitu tanda garis miring ganda untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah. 8 7. PUEBI Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) merupakan ejaan yang berlaku sekarang. Ejaan ini telah menggantikan ejaan yang sebelumnya digunakan di Indonesia selama hampir 43 tahun. Penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia dilakukan oleh lembaga resmi milik pemerintah yaitu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Melalui usaha tersebut dihasilkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia dan pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Dr. Anies Baswedan, aturan ejaan yang bernama PUEYD diganti dengan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia ini dikenal dengan nama PUEBI. Antara EYD dan PUEBI terdapat banyak sekali perubahan. Menurut Zetty Karyati, perubahan itu bisa berupa penambahan, penghilangan, pengubahan, dan pemindahan klausul.8 Namun, penyusun hanya meninjau perubahan tersebut dari penggunaan huruf. Berikut ciri khusus yang terdapat pada PUEBI. a. Pada huruf vokal, untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar digunakan diakritik yang lebih rinci, yaitu (1) diakritik (é) dilafalkan [e] misalnya Anak-anak bermain di teras (téras); (2) diakritik (è) dilafalkan [Ɛ] misalnya Kami menonton film seri (sèri); (3) diakritik (ê) dilafalkan [Ə] misalnya Pertandingan itu berakhir seri (sêri). b. Pada huruf konsonan terdapat catatan penggunaan huruf q dan x yang lebih rinci, yaitu: (1) huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan ilmu; (2) huruf x pada posisi awal kata diucapkan [s]. c. Pada huruf diftong terdapat tambahan yaitu diftong ei misalnya pada akata eigendom, geiser, dan survei. d. Pada huruf kapital aturan penggunaan lebih diringkas (pada PUEYD terdapat 16 aturan sedangkan pada PUEBI terdapat 13 aturan) dengan disertai catatan. e. Pada huruf tebal terdapat pengurangan aturan sehingga hanya dua aturan, yaitu menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring dan menegaskan bagian karangan seperti judul buku, bab, atau subbab. 8 Zetty Karyati, “Antara EYD dan PUEBI”, Jurnal SAP Vol. 01 No. 02, Desember 2016, hlm. 183. 9 C. Ruang Lingkup PUEBI 1. Pemakaian Huruf a. Huruf Abjad Huruf abjad yang ada di Indonesia terdiri atas huruf vokal dan konsonan. Huruf tersebut terdiri sebagai berikut. Tabel 1 Huruf Abjad b. Huruf Vokal Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf yaitu a, e, i, o, dan u. Tabel 2 Huruf Vokal *Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan. c. Huruf Konsonan Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas hurufhuruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. 10 Tabel 3 Huruf Konsonan Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah. Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu. d. Hurud Diftong Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat diftong yang dilambangkan dengan gabungan huruf vokal ai, au, ei, dan oi. Tabel 4 Huruf Diftong e. Gabungan Huruf Konsonan 11 Gabungan huruf konsonan di dalam bahasa Indonesia terdiri atas kh, ng, ny, dan sy. Tabel 5 Gabungan Huruf Konsonan f. Nama Diri Penulisan nama sungai, gunung, jalan, dan sebagainya, disesuaikan dengan PUEBI. Nama orang, badan hukum, dan nama diri lain yang sudah lazim disesuaikan dengan PUEBI kecuali bila ada pertimbangan khusus 2. Penulisan Huruf a. Huruf Kapital 1) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat. 2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. 3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab Suci. 4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. 5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. 6) Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata yang bermakna ‘anak dari’, seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas. 7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang. 8) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran. 9) Huruf kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. 10) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. 12 11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. 12) Huruf kapital tidak dipakai sebagagi huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama. 13) Huruf kapital dipakai sebagagi unsur pertama nama geografi. 14) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. 15) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis. 16) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. 17) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah, dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi. 18) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. 19) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. 20) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. 21) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. 22) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan. 23) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda. b. Huruf Miring 1) Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka. 13 2) Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata dalam kalimat. 3) Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa asing. c. Huruf Tebal 1) Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring. 2) Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagianbagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab. 3. Penulisan Kata a. Kata Dasar Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. b. Kata Turunan 1) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan awalan dan akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Misalnya: berjalan, berkelanjutan, mempermudah. 2) Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Misalnya: adibusana, infrastruktur, antarkota. 3) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah. c. Kata Ulang Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsurunsurnya. d. Gabungan Kata 1) Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, model linear, orang tua. 2) Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. Misalnya: anak-istri pejabat, anak istri-pejabat, ibu-bapak kami. 14 3) Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat awalan atau akhiran. Misalnya: bertepuk tangan, menganak sungai, garis bawahi, sebar luaskan. 4) Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai. Misalnya: dilipatgandakan, menggarisbawahi, menyebarluaskan. 5) Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai. Misalnya: acapkali, hulubalang, radioaktif, adakalanya. e. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. f. Kata Depan di, ke, dan dari Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. g. Kata si dan sang Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. h. Partikel 1) Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. 2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. 3) Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. i. Singkatan dan Akronim 1) Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik pada setiap unsur singkatan itu. Misalnya: A.H. Nasution Abdul Haris Nasution H. Hamid Haji Hamid Suman Hs. Suman Hasibuan 2) Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, lembaga pendidikan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik. Misalnya: NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia 15 UI Universitas Indonesia PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa 3) Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang bukan nama diri ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik. Misalnya: PT perseroan terbatas MAN madrasah aliah negeri SD sekolah dasar 4) Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti dengan tanda titik. Misalnya: hlm. halaman dll. dan lain-lain dsb. dan sebagainya 5) Singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam suratmenyurat masing-masing diikuti oleh tanda titik. Misalnya: a.n. atas nama d.a. dengan alamat u.b. untuk beliau 6) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Misalnya: Cu kuprum cm sentimeter kVA kilovolt-ampere 7) Akronim nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik. Misalnya: BIG Badan Informasi Geospasial BIN Badan Intelijen Negara LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 8) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital. Misalnya: 16 Bulog Badan Urusan Logistik Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Kowani Kongres Wanita Indonesia 9) Akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata atau gabungan suku kata ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: iptek ilmu pengetahuan dan teknologi pemilu pemilihan umum puskesmas pusat kesehatan masyarakat j. Angka dan Lambang Bilangan 1) Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. 2) Angka digunakan untuk menyatakan: a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; b) satuan waktu; c) nilai uang; d) kuantitas. 3) Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. 4) Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. 5) Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut: a) Bilangan utuh Misalnya: dua belas 12 dua puluh dua 22 b) Bilangan pecahan Misalnya: setengah ½ tiga perempat ¾ c) Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut. Misalnya: paku Buwono X pada awal abad XX d) Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti Misalnya: 17 tahun ’50-an (tahun lima puluhan) uang 5000-an (uang lima ribuan) e) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan. f) Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. g) Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. h) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. i) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. 4. Pemakaian Tanda Baca a. Tanda Titik (.) 1) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. 2) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. 3) Tanda titik dipakai untuk memisahkan catatan. 4) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. 5) Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. 6) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. 7) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. 8) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. 9) Tanda titik tidak dipakai di belakang a) alamat pengirim dan tanggal surat atau b) nama dan alamat penerima surat. b. Tanda Koma (‘) 1) Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatub perincian atau pembilangan. 18 2) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan. 3) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. 4) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. 5) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang tedapat di dalam kalimat. 6) Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. 7) Tanda koma dipakai di antara a) nama dan alamat, b) bagian-bagian alamat, c) tempat dan tanggal, dan d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. 8) Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. 9) Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. 10) Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. 11) Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. 12) Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. 13) Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. 14) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengirinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. c. Tanda Titik Koma (;) 1) Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. 19 2) Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. d. Tanda Titik Dua (:) 1) Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. 2) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. 3) Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. 4) Tanda titik dua dipakai: a) di antara jilid atau nomor dan halaman, b) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, c) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. e. Tanda Hubung (-) 1) Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris. 2) Tanda hubung menyambung awalan denganbagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. 3) Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. 4) Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagianbagian tanggal. 5) Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas. 6) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan. 7) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. f. Tanda Pisah (—) 1) Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. 2) Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kaliat menjadi lebih jelas. 3) Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai ke’ atau ‘sampai dengan’. g. Tanda Elipsis (...) 20 1) Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. 2) Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. h. Tanda Tanya (?) 1) Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. 2) Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. i. Tanda Seru (!) Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. j. Tanda Kurung ((...)) 1) Tanda kurung mengapit keterangan. 2) Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. 3) Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. 4) Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan. k. Tanda Kurung Siku ({...}) 1) Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. 2) Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. l. Tanda Petik (“...”) 1) Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. 2) Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. 3) Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal. 4) Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. 5) Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimar atau bagian kalimat. 21 m. Tanda Petik Tunggal (‘) 1) Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. 2) Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. n. Tanda Garis Miring (/) 1) Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. 2) Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap. o. Tanda Penyingkat (Apostrof) (‘) Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. 5. Penulisan Unsur Serapan Dalam perkembangannya bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa, baik dari bahasa daerah, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan Bali, maupun dari bahasa asing, seperti bahasa Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, Cina, dan Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. a. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti: reshuffle, shuttle cock. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikui cara asing. b. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. 22 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ejaan adalah kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan, dengan aturan bagaimana cara meggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb.) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Perkembangan ejaan bahasa Indonesia dilaksanakan dalam sembilan tahun-tahun penting, perkembangan ejaan tersebut dikelompokkan menjadi tujuh macam berdasarkan nama ejaan yang dihasilkan. Tujuh nama ejaan bahasa Indonesia tersebut meliputi: (1) Ejaan van Ophuijsen, (2) Ejaan Republik, (3) Ejaan Pembaharuan, (4) Ejaan Melindo, (5) Ejaan Baru, (6) EYD, dan (7) PUEBI. Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). PUEBI ditetapkan berdasarkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015. Ruang lingkup PUEBI sebagai berikut. a. Pemakaian huruf membicarakan bagian-bagian dasar dari suatu bahasa, yaitu abjad, vokal, konsonan, pemenggalan, dan nama diri. b. Penulisan huruf membicarakan bagaimana penulisan huruf kapital dan huruf miring. c. Penulisan kata membicarakan bidang morfologi dengan segala bentuk dan jenisnya berupa kata dasar, kata turunan, kata ulang, gabungan kata, kata ganti, kata depan, kata sandang, partikel, singkatan dan akronim, angka dan lambang bilangan. d. Penulisan unsur serapan membicarakan kaidah cara penulisan unsur serapan, terutama kosakata yang berasal dari bahasa asing. e. Pemakaian tanda baca membicarakan teknik penerapan kelima belas tanda baca dalam penulisan dengan kaidah masing-masing. 23 Daftar Pustaka Bahtiar, A., Nuryani, & Syihaabul Huda. (2019). Khazanah Bahasa: Memaknai Bahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Bogor: IN MEDIA. Karyati, Z. (2016). Antara EYD dan PUEBI. Jurnal SAP, 175-185. Mijiyanti, Y. (2018). Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia. Jurnal UM Jember, 113-126. Rahmaningsih, P. (2016). Mengajarkan Ejaan pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Guru, 60-69. Waridah, E. (2019). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung: RuangKata. 24