Critical Review Disertasi METODOLOGI TAFSIR BINT ASYSYÂTHI‟ Karya: Hamdani Mu‟in NIM: 02.3.00.1.05.01.0062 Critical Review ini Dibuat dan Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendekatan dan Metodologi Studi Islam (PMSI) Disusun Oleh: Muhammad Ulinnuha NIM: 10.3.00.1.05.08.0025 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 IDENTITAS DISERTASI: Judul : Metodologi Tafsir Bint Asy-Syâthi‟ Penulis : Hamdani Mu‟in NIM : NIM: 02.3.00.1.05.01.0062 Tempat/Tgl.Lahir : Subang, 5 April 1972 Pekerjaan : Dosen IAIN Walisongo Semarang Program : Doktor Konsenterasi : Pengkajian Islam (Tafsir Hadis) Ujian Terbuka : 8 September 2008 Promotor : 1. Prof. Dr. H. Chatibul Umam, MA 2. Prof. Dr.H. Rif‟at Syauqi Nawawi, MA Tim Penguji : 1. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA 2. Prof.Dr. Suwito, MA 3. Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan 4. Prof. Ahmad Thib Raya, MA 5. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA 6. Prof. Dr.H. Rif‟at Syauqi, MA 7. Prof. Dr.H. Chatibul Umam, MA A. PENDAHULUAN Untuk memudahkan dalam penelaahan critical review ini, reviewer akan menyajikannya menjadi beberapa bagian berikut: 1. Pendahuluan. Bagian ini berisi tentang sistematika penulisan critical review dan alasan mengapa disertasi ini dipilih sebagai objek critical review. Bagian ini juga menjelaskan sekilas tentang isitilah penting yang digunakan dalam tulisan ini. 2. Resume. Bagian ini berisi penjelasan secara singkat dan padat tentang isi disertasi yang sedang direview. 3. Critical Review, berisi tentang kritik terdahap metodologi dan teori yang digunakan penulis dalam menyusun disertasi ini. 4. Alternatif Metodologis dan Teoritis. Pada bagian ini reviewer akan menyajikan beberapa alternatif metodologis dan teoritis yang barangkali laik dipakai dalam penelitian yang sama. Disamping itu, untuk memudahkan dalam melihat mana posisi penulis disertasi dan mana reviewer, serta beberapa istilah asing yang digunakan dalam tulisan ini, maka akan dijelaskan beberapa istilah penting berikut: 1. Penulis adalah penulis disertasi yang berjudul “Metodologi Tafsir Bint asy-Syathi‟”, yakni Hamdani Mu‟in; 2. Reviewer adalah sebutan bagi penulis critical review disertasi tersebut, yakni Muhammad Ulinnuha; 3. Bint asy-Syathi‟ adalah singkatan dari Aisyah Abdurrahman (1913-1998 M.), sang pengarang buku at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm yang menjadi objek utama dalam penelitian disertasi Hamdani Mu‟in. Adapun alasan mendasar yang menyebabkan dipilihnya disertasi ini sebagai objek critical review adalah: pertama, judul disertasi ini senafas dengan judul disertasi yang akan diangkat oleh reviewer, yakni seputar metodologi tafsir. Kedua, disertasi ini tergolong masih baru dan temanya cukup menarik sebab terkait dengan metodologi penafsiran Bint asy-Syathi‟, salah satu mufasir perempuan berdarah Mesir yang kritis dan produktif. Ketiga, background keilmuan penulis disertasi ini dan tema yang diangkatnya sama dengan backgraound reviewer yaitu tafsir-hadis. B. RESUME DISERTASI Disertasi yang ditulis Hamdani Mun‟im dengan NIM 02.3.00.1.05.01.0062 ini terdiri dari i – xxix dan 249 halaman. Disertasi yang dipromotori oleh Prof. Dr. H. Chatibul Umam, MA dan Prof. Dr.H. Rif‟at Syauqi Nawawi, MA ini telah diujikan pada Ujian Pendahuluan pada tanggal 21 Juli 2008 dan diujikan pada Ujian Terbuka pada 8 September 2010 dengan tim penguji yang terdiri dari: Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., Prof.Dr. Suwito, MA., Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan, Prof. Ahmad Thib Raya, MA., Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA., Prof. Dr.H. Rif‟at Syauqi, MA dan Prof. Dr.H. Chatibul Umam, MA. Disertasi ini sejatinya ingin membuktikan kebenaran kesimpulan Muhammad Amin (Muhammad Amin, A Study of Bint as-Shati’s Exegesis, Institut of Islamic Studies McGill University Montreal, 1992) yang menyatakan bahwa tafsir Bint Syathi‟ dalam kitab at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân lebih bercorak tafsir sastra (tafsîr balâghi) dengan menjadikan pendekatan sastra sebagai basis metodologinya (manhaj bayâni). Karena Bint asy-Syathi‟ lebih menggunakan cita rasa bahasa dan sastra al-Qur‟an dalam tafsîr bayâni-nya daripada pendekatan rasional dan kontekstual. Disertasi tersebut memperkuat penelitian mengenai tafsir Bint asy-Syathi‟ yang bercorak sastra (tafsîr balaghî). Namun kesimpulan disertasi ini berbeda dengan temuan penelitian sebelumnya, dimana ia lebih mengungkapkan sisi manhaj bayâni sebagai bangunan metodologis at-tafsîr al-bayâni Bint asy-Syathi‟ dari pada sisi materi tafsirnya. Karena itu, disertasi Mu‟in sejatinya lebih bersifat pengembangan dari penelitian sebelumnya. Kesimpulan besar disertasi menunjukkan bahwa sesungguhnya tafsîr bayâni tidak hanya menjelaskan dan mengungkapkan makna setiap kata dalam al-Qur‟an secara literer dan terminologis, namun juga secara rasional dan kontekstual. Tafsîr bayâni yang ada selama ini dinilai oleh penulis kurang membumi, karena hanya berkutat pada aspek kebahasaan dan kesusastraan al-Qur‟an dan pada gilirannya tafsir demikian hanya akan menjauhkan al-Qur‟an dari realitas kehidupan manusia. Melalui paradigm baru bayân sebagai al-manzhûm, al-mafhûm, al-ma’qûl dan al-manzhûr penulis disertasi ini berharap agar penelitiannya menghasilkan tafsir al-Qur‟an yang orisinil dan kontekstual, sehingga al-Qur‟an dapat lebih menjawab problematika kehidupan modern dan kontemporer, tanpa merusak dan keluar dari makna asal lafazhlafazh al-Qur‟an itu sendiri. Penelitian Mu‟in fokus pada aplikasi manhaj bayâni yang dikembangkan oleh Bint Syathi‟ dengan sumber data primer berupa kitab at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm. Penggalian data dilakukan dengan teknik library research, baik data primer maupun data sekunder, selanjutnya digunakan metode content analysis (tahlîl almadhmûm) untuk menganalisis aplikasi manhaj bayâni dalam kitab tersebut. Analisis meliputi dua hal; analisis teks (mâ fi al-Qur’ân) dan analisis konteks (mâ haula alQur’ân). Adapun sistematikanya terdiri dari enam bab. Bab I berisi pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, kegunaan dan tujuan penelitian, telaah kepustakaan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini merupakan landasan metodologis dalam penelitian disertasi ini. Karena itu, pada bab ini hanya mendeskripsikan hal-hal yang bersifat teoritis metodologis bagi langkah-langkah penelitian, baik ketika penggalian data maupun analisis data. Bab II berisi biografi Bint asy-Syathi‟ yang memuat sekilas biodata Bint asySyathi‟, latar belakang pendidikan, pandangan akademis dan pandangannya terhadap tafsir sebelumnya. Pada akhir bab ini juga dimuat tanggapan sarjana atas Bint asySyathi‟, sehingga terpotret posisi Bint asy-Syathi‟ dalam diskursus pemikiran tafsir kontemporer. Pada bab III disajikan tentang akar metodologis Tafsîr Bayânî. Karena itu, bab ini hanya mendeskripsikan pertumbuhan tafsîr bayânî serta bayân dalam perspektif sastra. Bab ini difokuskan pada kajian historis dan teoritis terhadap bayân. Selanjutnya bab IV berbicara mengenai analisis teks tafsir Bint asy-Syathi‟ dalam kitab at-Tafsîr al-Bayânî li al-Qur’ân al-Karîm. Bab ini memuat: pertama, kajian memahami i’jâz al-Qur‟an melalui kajian atas at-tafsîr al-bayânî. Kedua, telaah atas lahirnya tafsir bayâni dengan melakukan kajian terhadap kedudukan i’jâz alQur‟an. Ketiga, analisis teks (mâ fî al-Qur’ân) dalam kitab Tafsîr al-Bayâni li al-Qur‟ân al-Karîm. Analisis lebih ditekankan pada langkah Bint asy-Syathi‟ dalam menggunakan pendekatan sastra dalam menafsirkan kata-kata al-Qur‟an. Bab V berisi analisis konteks tafsir Bint asy-Syathi‟ dalam kitab at-Tafsîr alBayânî li al-Qur’ân al-Karîm. Pada awal bab ini, penulis disertasi melakukan kajian teoritis tentang kedudukan konteks (siyâq) dalam tafsir al-Qur‟an. Selanjutnya, penulis mencoba menganalisis langkah-langkah Bint asy-Syathi‟ dalam mengaplikasikan manhaj bayâni terhadap studi konteks al-Qur‟an (mâ haul al-Qur’ân). Di samping itu, pada bab ini penulis juga melakukan kritik terhadap manhaj bayâni Bint asy-Syathi‟ dengan melakukan dekonstruksi atas pemahaman bayâni dalam perspektif lebih luas, dimana paradigm bayâni tidak selalu diidentikkan hanya pada aspek kebahasaan atau kesusastraan semata, tetapi terminologi bayâni juga dimaknai sebagai penafsiran atas al-Qur‟an dengan pendekatan rasional dan kontekstual. Kemudian bab VI adalah penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran. Bab terakhir ini merupakan penegasan teori dan temuan yang dihasilkan, di dalamnya dijelaskan dua hal penting. Pertama, kesimpulan akhir disertasi dimana penulis berusaha mengungkap metodologi Bint asy-Syathi‟ dalam kitab at-Tafsîr al-Bayânî li al-Qur’ân al-Karîm, sehingga manhaj tafsir bayâni dapat dijadikan kerangka dan landasan metodologis bagi pengembangan tafsir kontemporer. Kedua, bukti-bukti yang mendukung kesimpulan di atas, dimana melalui paradigma baru tentang bayân yang tidak hanya berkutat pada pemahaman kebahasaan atau kesusastraan al-Qur‟an, tetapi bagaimana al-Qur‟an itu mampu berdialog dengan konteks zaman dan masyarakat modern. Sehingga tafsir bayâni dapat dijadikan sebuah metode dan pendekatan alternatif dalam tafsir kontemporer. Disertasi ini sejatinya adalah kelanjutan dari penelitian tentang Bint asy-Syathi‟ sebelumnya, sehingga ia hanya bersifat sebagai pengembangan semata. C. CRITICAL REVIEW Dalam mengkritisi disertasi ini reviewer akan melakukannya secara berurutan dari latar belakang hingga sistematika penulisan. Analisis kritis tersebut akan ditulis pada bagian akhir dari setiap sub judul yang menjadi objek cirical review. 1. Latar Belakang Pada bagian latar belakang, penulis disertasi menjelaskan bahwa dalam studi tafsir kontemporer, Aisyah Abdurrahman (1913-1998) [selanjutnya disebut: Bint asySyathi‟] adalah tokoh yang dikategorikan oleh banyak penulis sebagai mufasir yang mengembangkan pendekatan sastra dalam menafsirkan al-Qur‟an. Ini dapat dilihat dari dua karya tulisnya yang menekankan aspek kebahasaan; al-I’jâz al-Bayâni li al-Qur’an: Dirâsah Qur’âniyah, Lughawiyah wa Bayâniyah dan at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm. Pada buku pertama, Bint asy-Syathi‟ mencoba membangun kerangka metodologis dalam menafsirkan al-Qur‟an. Menurutnya, melalui manhaj bayâni akan diperoleh tafsir al-Qur‟an yang lebih orisinil dan objektif karena penafsiran atas alQur‟an lebih dititikberatkan pada pemahaman atas makna (dalâlah), konteks (siyâq), korelasi (munâsabah) dan relasi (rabth). Bukan penafsiran yang hanya didasarkan atas pemahaman rasional dan kontekstual terhadap ayat-ayat al-Qur‟an. Sedangkan buku kedua memuat tentang aplikasi manhaj bayâni, dimana Bint asy-Syathi‟ melihat alQur‟an sebagai teks kebahasaan (Kitâb al-‘Arabiyah al-Akbar) sehingga perlu dilakukan penafsiran atas ayat-ayat al-Qur‟an dengan pendekatan sastra. Secara historis, studi al-Qur‟an dengan pendekatan sastra sesungguhnya diformulasikan pertamakali oleh Amin al-Khuli (1895-1966 M).1 Pendekatan sastra (almanhaj al-bayâni), atau dalam istilah Amin al-Khuli disebut al-manhaj al-adabi, memang belum popular pada masa klasik. At-Thabari (w.310 H), ar-Râzi (544-604 H), az-Zamakhsyari (467-538 H), atau Ibn Katsir (w.774 H), misalnya, belum memperkenalkan pendekatan ini pada masanya, meskipun embrio pendekatan sastra telah ada pada waktu itu, bahkan jauh pada masa Nabi Muhammad Saw.2 Pada era Amin al-Khuli-lah metode sastra mulai diformulasikan sebagai metode penafsiran al1 Amin al-Khuli adalah suami Bint asy-Syathi‟. Tentang biografi al-Khuli dapat dilihat pada Kâmil Sa‟fan, Amin al-Khûli, (Mesir: al-Hai‟ah al-Mishriyah al-„Âmmah li al-Kitâb, 1982) 2 Informasi tentang akar historis tafsir bayâni dapat dilihat pada Muhammad Rajab al-Bayûmi, Khuthûth at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm, (Mesir: Majma‟ al-Buhûts al-Islâmiyah, 1971) Qur‟an. Pendekatan tersebut, sebagaimana dirumuskan Amin al-Khuli sendiri, bertujuan untuk memperoleh pesan al-Qur‟an secara menyeluruh dan terhindar dari kepentingan individual ideologis. Sebab, kepentingan demikian akan membuat alQur‟an hanya berfungsi sebagai legitimasi yang sarat dengan subyektifitas dan kepentingan pembacanya. Studi al-Qur‟an dengan pendekatan sastra telah melahirkan kerangka dan paradigma baru dalam metodologi tafsir modern, karena telah banyak memberikan pemahaman tentang pesan-pesan al-Qur‟an secara komprehensif dengan tetap tidak kehilangan fungsinya yang trans-historis dan trans-kultural. Oleh karenanya, agar dapat memahami al-Qur‟an secara proporsional dan komprehensif, kata Amin al-Khuli, seseorang harus menempuh metode sastra (almanhaj al-adabi) yang didasarkan pada metodologi yang tepat (ash-shahîh al-manhaj), kelengkapan aspek (al-kâmilah al-manâhij) dan kesingkronan distribusi pembahasan (al-muttasiqah at-tauzî’).3 Dari beberapa murid Amin al-Khuli, yang diurai dalam penelitian disertasi ini adalah Bint asy-Syathi‟. Bint asy-Syathi‟, sebagaimana disebutkan di atas, menggunakan pendekatan sastra dalam menafsirkan al-Qur‟an. Bahkan dapat dikatakan bahwa ia mengadopsi metode sastra (bayâni) guru -sekaligus suaminya, Amin al-Khulisecara persis dan hampir tanpa pergeseran sama sekali. Melalui karyanya, at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm, Bint asy-Syathi‟ membuktikan kemukjizatan al-Qur‟an dari sudut sastranya (al-bayân) dengan kajian makna kata (dalâlah al-kalimat) dalam al-Qur‟an. Karena itu, dalam menafsirkan alQur‟an Bint asy-Syathi tampak berhati-hati dengan cara membiarkan al-Qur‟an berbicara mengenai dirinya sendiri, agar kitab suci itu dipahami degan cara-cara yang paling langsung sebagaimana orang-orang Arab pada masa kehidupan Rasulullah Saw. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis disertasi ini tertarik untuk lebih jauh meneliti bagaimana aplikasi metode sastra (al-manhaj al-bayâni) dalam menafsirkan alQur‟an. Objek penelitian ini difokuskan pada studi terhadap metode sastra yang digunakan Bint asy-Syathi‟ dalam kitabnya at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm. Pemilihan objek penelitian ini didasarkan pada alasan bahwa Bint asy-Syathi‟ adalah sosok mufasir modern yang menggunakan metode sastra. Disamping itu, latar belakangnya sebagai Guru Besar sastra dan bahasa Arab di Universitas „Ain asy-Syams 3 Amin al-Khuli, Manâhij at-Tajdîd fi an-Nahwi wa al-Balâghah wa at-Tafsîr wa al-Adab, (Kairo: Dâr al-Ma‟rifah, 1961), h. 231 dan beberapa perguruan tinggi lainnya menjadikan Bint asy-Syathi‟ memiliki kualifikasi sebagai mufasir dengan metode sastra. Selain itu, ia adalah murid terdekat (istri) Amin al-Khuli, sehingga sangat dimungkinkan Bint asy-Syathi‟ memperoleh bimbingan yang intensif, dibanding murid-muridnya yang lain. Setelah membaca latar belakang ini, reviewer menemukan beberapa catatan penting. Pertama, penulis disertasi terlalu banyak memberikan porsi pada perbincangan mengenai Amin al-Khuli. Dari 10 halaman, ada sekitar 5 halaman yang mengulas tentang Amin al-Khuli.4 Bagi reviewer hal ini kurang relevan karena terkesan menghamburkan kertas, padahal sejatinya latar belakang harus langsung menukik pada pokok bahasan yakni mengenai Bint asy-Syathi‟ dan kitabnya, at-Tafsîr al-Bayâni li alQur’ân al-Karîm. Kedua, historitas tafsir sastra sebagai sebuah metode alternatif memang diungkap dengan baik, hanya saja reviewer belum menemukan perdebatan akademik seputar tema disertasi yang menjadi titik kegelisahan penulis sehingga mampu mendorongnya untuk meneliti dan menulis disertasi ini. Ketiga, beberapa reason yang dijadikan pijakan penulis disertasi atas urgensi penelitian ini terlihat kurang tepat, sebab kesemuanya lebih menekankan pada sosok Bint asy-Syathi‟-nya, belum menyentuh pada subtansi materi yang menjadi tema pokok penelitian. 2. Pembatasan dan Perumusan Masalah Penulis disertasi ini membatasi masalah penelitiannya pada rumusan dan konsep al-manhaj al-bayâni dalam kitab at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm baik dalam tataran metodologis maupun aplikatif. Adapun rumusan masalahnya adalah “Bagaimana aplikasi metode sastra (manhaj bayâni) dalam kitab at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm karya „Aisyah Abdurrahman (Bint asy-Syathi‟).”5 Pada bagian ini reviewer melihat bahwa penulis disertasi langsung menyusun rumusan masalah tanpa terlebih dahulu menjabarkan poin penting yang dipersyaratkan 4 Hal ini dapat dilihat pada Hamdani Mu‟in, “Metodologi Tafsir Bint asy-Syathi‟”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana (Sps) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2008, h. 3-7 5 Lihat Hamdani Mu‟in, “Metodologi…”, h. 10-11 SPs UIN Jakarta yakni, identifikasi masalah.6 Identifikasi masalah sebetulnya merupakan langkah penting untuk mengungkap sejumlah persoalan yang melingkupi kajian penelitian. Berbagai persoalan ini penting untuk diungkap agar peneliti dapat secara leluasa memetakan sejumlah persoalan yang relevan dengan judul penelitian. Tidak hanya itu, melalui identifikasi masalah yang ditinjau dari berbagai perspektif, seorang peneliti dapat menunjukan bahwa judul yang sedang dikaji memiliki tingkat urgensi dan relevansi yang tinggi. Karena identifikasi masalah tidak dicantumkan maka peneliti terlihat “memaksakan diri” untuk membatasi penelitian ini. Padahal jika identifikasi tersebut dilakukan niscaya peneliti akan lebih mudah untuk memilih mana permasalahan yang paling penting dikaji.7 Pembatasan masalah yang ada dalam disertasi ini belum menunjukkan tingkat urgensitasnya, sebab tidak didukung dengan alasan yang cukup, rasional dan lengkap dengan data-data pendukungnya. Karena itu, pembatasan masalah masih menyisakan pertanyaan besar, misalnya, kenapa objek penelitian dibatasi pada kitab at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karim saja, padahal karya Bint asy-Syathi‟ yang mengungkap teori sastra masih banyak? Salah satunya yang paling monumental adalah al-I’jâz al-Bayâni li al-Qur’ân wa Masâ’il ibn al-Azraq: Dirâsah Qur’âniyah, Lughawiyah wa Bayâniyah.8 Mengenai rumusan masalah, reviewer melihat tidak ada masalah krusial yang patut dikritisi sebab penulis berhasil mengungkapkannya dengan redaksi yang cukup baik dan realable. 3. Kegunaan dan Tujuan Penelitian Penulis disertasi ini mengungkapkan bahwa penelitian ini memiliki kegunaan dan kemanfaatan secara akademik, terutama dalam pengembangan studi al-Qur‟an kontemporer dengan pendekatan sastra. Adapun tujuannya adalah menemukan data metodologis tafsir bayâni yang dikembangkan Bint asy-Syathi‟ dalam kitab at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm untuk dikembangkan sebagai tafsir kontemporer. Secara praksis penelitian ini diharapkan oleh penulisnya dapat memberikan gambaran tentang paradigma baru penafsiran al-Qur‟an dengan pendekatan bayâni yang mampu 6 Lihat Pedoman Akademik Program Master dan Doktor Kajian Islam 2009–2011, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 43 7 Lihat Pedoman Akademik…, h. 44 8 Aisyah Abdurrahman bint asy-Syathi‟, al-I’jâz al-Bayâni li al-Qur’ân wa Masâ’il ibn alAzraq: Dirâsah Qur’âniyah, Lughawiyah wa Bayâniyah, (Kairo: Dâr al-Ma‟ârif, 1971) melahirkan tafsir yang kreatif dan dinamis sehingga al-Qur‟an dapat menjawab tantangan masyarakat modern dan kontemporer. Menurut hemat reviewer tujuan penelitian ini terlihat cukup baik dan sudah memenuhi standar penulisan ilmiah karena berpijak pada rumusan masalah yang ada. Mengenai kegunaan, selain secara kademik dan praksis, barangkali secara teologis juga patut diajukan, misalnya, penelitian ini secara teologis diharapkan mampu memberikan pencerahan sekaligus penguatan keyakinan umat Islam terhadap al-Qur‟an. Sebab metode tafsir bayani Bint asy-Syathi‟ sejatinya ingin menjelaskan sekaligus mengungkap rahasia dan kemukjizatan-kemukjizatan al-Qur‟an. 4. Telaah Kepustakaan Ada sekitar 5 karya ilmiah yang ditelaah oleh penulis disertasi ini yaitu: a. Disertasi Ahmad Thib Raya, Aspek Bayân dalam Tafsir az-Zamakhsyari. Disertasi yang dipertahankan untuk meraih gelar doktoral di Program Pascasarjana (sekarang Sekolah Pascasarjana) UIN Syarif Hidayatullah ini mengurai tentang corak tafsir alKasysyaf yang cenderung pada corak sastra, namun tidak dibangun di atas metode sastra. b. Disertasi Sukamta di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 1999 yang berjudul Majaz dalam al-Qur’an (Sebuah Pendekatan terhadap Pluralitas Makna). Disertasi ini menekankan pentingnya pendekatan sastra dalam menafsirkan al-Qur‟an. c. Karya M. Nur Kholis Setiawan, al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar. Karya ini sejatinya adalah terjemahan dari Disertasi yang diajukan oleh penulisnya untuk meraih Doktor (Dr.Phil) di Orientalische Seminar der Rheinischen FriedrichWilhelms-Universitat Bonn. d. Tesis Muhammad Amin yang berjudul A Study of Bint as-Shati’s Exegesis. Sebuah tulisan tentang pemikiran tafsir Bint asy-Syathi‟ yang ia ajukan untuk memperoleh gelar Master of Arts in Islamic Studies pada Institute of Islamic Studies McGill University Montreal tahun 1992. e. Tesis Sahiron Syamsuddin dengan judul An Examination of Bint al-Shati’s Method of Interpreting the Qur’an (Canada: McGill University, 1998).9 9 Lihat Hamdani Mu‟in, “Metodologi…”, h. 12-16 Semua karya ilmiah yang dilansir di atas, menurut hemat reviewer cukup representatif, namun demikian setidaknya ada dua poin penting yang menarik untuk dianalisa dalam paparan telaah kepustakaan ini: Pertama, semua karya yang dikaji berupa tesis maupun disertasi, tidak ada yang berbentuk buku ilmiah. Padahal ada dua buku yang sangat penting untuk dijadikan rujukan dan ditelaah dalam disertasi ini yaitu; (a) buku Amin al-Khuli (1895-1966), suami Bint asy-Syathi‟, yang berjudul at-Tafsîr: Nasy’atuhu, Tadarrujuhu, Tathawwuruhu. Karya ini merupakan rujukan penting tentang metode tafsir sastra (at-tafsîr al-adabi). Dalam buku ini al-Khuli menyuguhkan teori dasar tafsir sastra yang tertuang dalam dua langkah utama yaitu, mengkaji alQur‟an dari dalam (dirâsah mâ fi al-Qur’ân) dan mengkajinya dari luar (dirâsah mâ haul al-Qur’ân).10 (b) buku Fî Syi’r al-Jâhili karya Thaha Husain (1889-1973). Melalui kajian sastranya, Thaha Husain mengungkap korelasi antara bahasa Arab dengan alQur‟an sehingga memunculkan teori bahwa kisah dalam al-Qur‟an adalah sebuah narasi yang tidak harus dikaitkan dengan realitas sejarah.11 Sampai pada titik ini Thaha Husain berhasil membawa metode sastra ke dalam kajian al-Qur‟an. Karena itu tak berlebihan bila ia dan buku ini dijadikan sebagai salah satu rujukan utama dalam telaah kepustakaan ini. Kedua, karya-karya yang ditelaah tidak ada yang berasal dari Timur Tengah, padahal jelas bahwa Bint asy-Syathi‟ adalah salah satu tokoh asal Timteng. Tentu hal ini terkesan diskriminatif dan tidak ada perimbangan wacana antara timur dan barat. Idealnya telaah kepustakaan harus mampu menyajikan berbagai wacana secara berimbang sehingga hasil analisa dari penelitian tersebut bisa objektif, komprehensif dan tepat sasaran. 5. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian disertasi ini meliputi tiga hal, yaitu: a. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatif dimana data penelitian berupa data non statistik dengan fokus pada studi tentang pemikiran Bint asy-Syathi‟ dalam karyanya, 10 Kajian lebih mendalam seputar langkah-lagkah metodologisnya dapat dilihat pada Amin alKhuli, at-Tafsîr: Nasy’atuhu, Tadarrujuhu, Tathawwuruhu, (Bairut: Dâr al-Kitâb al-Lubnani, t.th.), h. 8596 11 Thaha Husain, Fî Syi’r al-Jâhili, (Kairo: Dar an-Nahr, 1995), Cet. II, h. 20 at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm. Adapun pendekatan yang digunakan adalah socio intellectual history.12 b. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan datanya adalah library research, yakni dengan cara mengadakan studi atas pemikiran tafsir Bint asy-Syathi‟ yang tertuang dalam karyakarya tulisnya. Dalam konteks ini, penulis membaginya menjadi dua sumber data yaitu sumber data primer berupa kitab at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm, dan sumber data sekunder yang diperoleh dari karya-karya Bint asy-Syathi‟ lainnya seperti al-I’jâz al-Bayâni li al-Qur’an, Kitâbunâ al-Akbar, dan lainnya.13 c. Metode Analisis Data Metode yang digunakan adalah analisis isi (content analysis atau tahlîl almadhmûn). Disamping itu, penulis disertasi ini juga menggunakan metode komparatif, artinya membandingkan dengan kitab-kitab tafsir lainnya, terutama kitab tafsir yang menggunakan metode sastra.14 Secara garis besar, metodologi yang digunakan penulis disertasi ini cukup bagus, standar metodologi penelitian ilmiah sudah digunakan dan dielaborasi sedemikian rupa, hanya saja ada beberapa hal yang patut dikritisi. Pertama, dalam uraian metodologi ini penulis disertasi belum menyebutkan instrument penelitian. Karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka instrumen kunci dalam penelitian ini adalah human instrumen,15 artinya, penelitilah yang mengumpulkan data, menyajikan data, mereduksi data, mengorganisasikan data, memaknai data, dan menyimpulkan hasil penelitian. Penggunaan manusia (peneliti) sebagai instrumen kunci dalam penelitian ini karena penelitilah yang lebih memahami data sesuai dengan masalah penelitian, memahami konteks, dan memaknai data penelitian. 12 Hamdani Mu‟in, “Metodologi…”, h. 16-17 Hamdani Mu‟in, “Metodologi…”, h. 17-18 14 Hamdani Mu‟in, “Metodologi…”, h. 19 15 Penelitian kualitatif mempunyai setting natural sebagai sumber data yang langsung dan peneliti adalah kunci instrumen. Lihat Kinayati Djojosuroto, Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan Sastra, (Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2000), Cet. Ke-1, h. 28; lalu bandingkan dengan Robert C. Bogdan & Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education…., h. 10; dan D. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1988), h. 55 13 Kedua, peneliti disertasi ini belum menyebutkan metode yang digunakan untuk mengukur keabsahan temuan. Padahal hasil sebuah penelitian dapat dikatakan absah dan laik pakai adalah apabila hasil penelitinnya benar-benar dapat diyakini keabsahannya. Karena itu, kerangka ideal dari sebuah penelitian adalah adanya indicator yang dapat dijadikan sebagai alat ukur keabsahan sebuah temuan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mentashih data temuan adalah, misalnya dengan mengadakan observasi terus menerus, triangulasi dan mendiskusikannya dengan para pakar atau teman sejawat. Dengan demikian maka hasil temuan penelitian akan dapat dipertanggungjawabkan keabsahan dan kesahihannya. 6. Sistematika Penulisan Disertasi ini terbagi menjadi enam bab yakni, bab pertama berisi pendahuluan, bab kedua berisi biografi Bint asy-Syathi‟, bab ketiga menjelaskan akar metodologis tafsir bayâni, bab keempat berbicara tentang analisis teks tafsir Bint asy-Syathi‟ dalam kitab at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm, bab kelima menyajikan analisis konteks tafsir Bint asy-Syathi‟ dalam kitab at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm, bab keenam tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.16 Menurut reviewer, pada dasarnya sistematika ini sudah disajikan dengan baik hanya saja ada sedikit catatan yang perlu digarisbawahi yaitu pembahasan mengenai biografi Bint asy-Syathi‟. Pembahsan biografi ini seyogjanya tidak perlu disajikan dalam bab tersendiri, cukup diungkapkan dalam catatan kaki secara singkat dan padat, kemudian diberi rujukan alternatif tentang buku-buku yang dapat direfer terkait dengan biografi Bint asy-Syathi‟, seperti buku-buku ensiklopedi atau penelitian-penelitian terdahulu yang menulis biografinya secara lengkap. Pada bab kedua, idealnya diisi dengan landasan teoritis mengenai sastra, terutama sastra barat. Sebab pada bab ketiga sudah dibahas akar metodologis sastra (tafsir bayâni) versi timur. Dengan demikian akan tergembar dengan jelas apa sesungguhnya hakekat sastra yang diinginkan oleh dunia barat dan sastra yang simaksud oleh dunia timur, khususnya Bint Syathi‟. 16 Hamdani Mu‟in, “Metodologi…”, h. 20 - 22 D. ALTERNATIF METODOLOGIS & TEORITIS Jenis penelitian ini adalah kualitatif, karena itu penulis menggunakan beberapa metode, teori dan pendekatan. Dalam memotret setting social dan historis Bint asySyathi‟ misalnya, penulis disertasi ini menggunakan pendekatan socio intellectual history.17 Sumber data yang dipakai juga sudah memenuhi standar penelitian ilmiah yaitu sumber data primer dan sekunder. Sementara metode pengumpulan data menggunakan metode library research,18 dan analisis data menggunakan metode content analysis.19 Secara garis besar sejatinya metode yang dipakai penulis disertasi ini sudah cukup komprehensif dan tepat. Namun demikian, jika reviewer berkesempatan untuk meneliti tema disertasi ini maka reviewer akan menggunakan setidaknya dua alternatif metode dan teori yaitu: 1. Teori Hermeneutika Mengingat teori hermenutika terdiri dari beragam model, maka hermeneutika yang dipakai adalah hermeneutika objektif yang dikembangkan tokoh-tokoh klasik, khususnya Friedrick Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm Dilthey (1833-1911) dan Emilio Betti (18901968).20 Menurut model ini, penafsiran berarti memahami teks sebagaimana yang dipahami pengarangnya, sebab apa yang disebut teks, menurut Schleiermacher, adalah ungkapan jiwa pengarangnya, sehingga seperti juga disebutkan dalam hukum Betti, apa yang disebut makna atau tafsiran atasnya tidak didasarkan atas kesimpulan kita melainkan diturunkan dan bersifat intruktif.21 Untuk mencapai tingkat seperti itu, menurut Schleiermacher, ada dua cara yang dapat ditempuh; lewat bahasanya yang mengungkapkan hal-hal baru, atau lewat karakteristik bahasanya yang ditransfer kepada kita. Ketentuan ini didasarkan atas konsepnya tentang teks. Menurut Schleiermacher, setiap teks mempunyai dua sisi: (1) sisi linguistik yang menunjuk pada bahasa yang memungkinkan proses memahami menjadi mungkin, (2) sisi psikologis yang menunjuk pada isi pikiran si pengarang yang termanifestasikan pada style bahasa yang 17 Lihat Hamdani Mu‟in, “Metodologi…”, h. 17 Library research adalah kegiatan penelitian yang berkaitan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Lihat Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), h. 3 19 Content analisys (tahlîl al-madhmûn) adalah metode analisis isi pesan suatu komunikasi. Yang dimaksud dengan isi pesan suatu komunikasi di sini adalah isi atau pesan dari sumber-sumber data yang telah diperoleh peneliti. Lihat Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), h. 49 20 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, (terj.) Ahsin Muhammad, (Bandung, Pustaka, 1985), h. 9-10. Rahman memasukkan juga Emilio Betti dalam tradisi hermeneutika objektif ini. 21 Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics, (London: Routlege & Kegan Paul, 1980), 29. Referensi lain dapat dilihat pada Nasr Hamid Abu Zaid, Isykâliyât al-Ta`wîl wa Aliyât al-Qirâ’ah, (Kairo: al-Markaz al-Tsaqafi, t.th.), h. 11; Sumaryono, Hermeneutik, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), h. 31 18 digunakan. Dua sisi ini mencerminkan pengalaman pengarang yang pembaca kemudian mengkonstruksinya dalam upaya memahami pikiran pengarang dan pengalamannya.22 Menurut Abu Zaid, diantara dua sisi ini, Schleiermacher lebih mendahulukan sisi linguistik dibanding analisa psikologis, meski dalam tulisannya sering dinyatakan bahwa penafsir dapat memulai dari sisi manapun sepanjang sisi yang satu memberi pemahaman kepada yang lain dalam upaya memahami teks.23 Selanjutnya, untuk dapat memahami maksud pengarang sebagaimana yang tertera dalam tulisan-tulisannya, karena style dan karakter bahasanya berbeda, maka tidak ada jalan bagi penafsir kecuali harus keluar dari tradisinya sendiri untuk kemudian masuk ke dalam tradisi dimana si penulis teks tersebut hidup, atau paling tidak membayangkan seolah dirinya hadir pada zaman itu. Sedemikian, sehingga dengan masuk pada tradisi pengarang, memahami dan menghayati budaya yang melingkupinya, penafsir akan mendapatkan makna yang objektif sebagaimana yang dimaksudkan si pengarang.24 Teori hermeneutika objektif ini akan dapat memotret at-Tafsîr al-Bayâni Bint asySyathi‟ pada level kajian konteks (mâ haul an-nash). Bagi Bint asy-Syathi, kajian terhadap konteks atau apa yang hidup di sekitar teks merupakan faktor determinan dalam proses pengungkapan sisi sastra (bayan) al-Qur‟an. Untuk mengungkapkan sisi kemukjizatan dan keagungan al-Qur‟an, menurut Bint asy-Syathi, kajian terhadap konteks al-Qur‟an merupakan keniscayaan yang tak boleh diabaikan. Karena itu, teori hermeneutika objektif sangat membantu dalam menemukan, mendeteksi, memverifikasi, dan menganalisis data-data yang mengitari teks al-Qur‟an. 2. Teori Semantik Alternatif kedua yang dapat dipakai dalam penelitian ini adalah analisis semantik, yakni suatu studi, kajian atau analisis makna berbagai perspektif yang mengkristal dalam kata-kata atau mencoba menguraikan kategori semantik menurut kondisi pemakaian kata itu. metode analisis semantik tersebut secara global dapat diuraikan menjadi: (a) Analisis medan semantik, (b) Analisis komponen semantik, dan (c) Analisis kombinasi semantik. a. Analisis Medan Semantik Yang dimaksud dengan medan makna (semantik domai, semantik field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena maknanya menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.25 Analisis medan semantik berarti menguraikan makna-makna dari seperangkat kosa 22 Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics, h. 14. Nashr Hamid Abu Zaid, Isykâliyât al-Ta`wîl…, h. 12-3. 24 K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX, I, (Jakarta, Gramedia, 1981), h. 230 25 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), h. 315-316 23 kata yang membentuk pola jaringan tertentu sehingga bisa ditentukan mana yang menempati posisi sentral (keyword), posisi periferal (pinggiran) dan posisi medium (berada di antara keduanya). Jika ditarik ke al-Qur‟an, maka medan semantik al-Qur‟an adalah seperangkat kata dalam al-Qur‟an yang maknanya saling berhubungan (membentuk pola jaringan tertentu membentuk bagian pandang dunianya) sehingga dapat ditentukan posisi masing-masing kosa kata (sentral, periferal dan medium). Dan dalam analisis medan semantik terhadap at-Tafsir alBayâni li al-Qur’ân al-Karîm, kosa kata yang dianalisis berada pada posisi sentral. b. Analisis Komponen Semantik Setiap kata atau leksem tentu memiliki makna dan makna kata tersebut terdiri dari sejumlah komponen (komponen makna) yang membentuk keseluruhan makna kata itu.26 Maka analisis komponen makna berarti penguraian unsur-unsur yang bersama-sama membentuk kosa kata tertentu. c. Analisis Kombinasi Semantik Analisis kombinasi semantik sebenarnya merupakan kombinasi antara analisis medan makna yang berusaha mendistribusikan kosa kata dalam medan tertentu dan analisis komponen semantik yang berusaha menggali unsur-unsur kata sampai pada unit yang paling elementer. Maka analisis kombinasi semantik adalah pengkajian terhadap kombinasi unit-unit makna untuk menampilkan jaringan makna dan konseptual yang dibangunnya. Dari uraian di atas, tampak bahwa metode analisis semantik pada dasarnya adalah usaha penggalian unit-unit makna kosa kata sampai pada unit yang paling elementer sesuai dengan (1) Referensi, dan (2) Yang dimaksud. Dengan demikian, analisis semantik terhadap atTafsîr al-Bayâni berarti telah menerapkan tiga teori pendekatan makna,27 yakni referensial, ideasional/konsepsional dan behavioral/ kontekstual.28 Analisis semantik ini sangat cocok dipakai untuk membedah metode bayâni Bint asy-Syathi‟, terutama yang terkait dengan kajian terhadap teks al-Qur‟an (mâ fî annash). Dengan menggunakan metode ini maka temuan makna teks akan semakin dalam karena sebuah kata akan dibedah satu persatu sesuai dengan posisi dan kedudukannya. Pada titik inilah akan diketahui mana makna yang sentral, periferal dan medium; mana makna dasar (al-ma’anî al-awwaliyah), dan mana makna turunan/relasional (al-ma’ani ats-tsanawiyah). 26 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 315-316 Aminuddin, Semantik; Pengantar Studi Tentang Makna, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2001), h. 55-63 28 Metode analisis semantik tersebut di atas secara simultan telah teraplikasi dalam sejumlah karya Toshihiko Izutsu. Diskusi secara mendalam dapat dilihat pada Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia; Pendekatan Semantik Terhadap al-Quran, (terj.) Agus Fahri dkk., (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997) 27 Dengan menggunakan dua teori ini, reviewer optimis hasil temuan penelitian disertasi yang diangkat Hamdani Mu‟in ini akan semakin mendalam, menukik dan menakjubkan. E. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI DISERTASI HALAMAN JUDUL PERNYATAAN HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ABSTRAK KATA PENGANTAR TRANSLITERASI DAFTAR ISI BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Pembatasan dan Perumusan Masalah C. Kegunaan dan Tujuan Penelitian D. Telaah Kepustakaan E. Metodologi Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II: BIOGRAFI BINT ASY-SYÂTHI‟ A. Pendidikan Bint Asy-Syâthi‟ B. Pandangan Akademik Bint Asy-Syâthi‟ C. Komentar tentang Bint Asy-Syâthi‟ BAB III: AKAR METODOLOGI TAFSIR BAYÂNI A. Sejarah Pertumbuhan Tafsir Bayâni B. Bayân dalam Perspektif Sastra Arab BAB IV: ANALISIS TEKS TAFSIR BINT ASY-SYÂTHI‟ DALAM AT-TAFSÎR AL-BAYÂNI LI AL-QUR‟ÂN AL-KARÎM A. at-Tafsîr Al-Bayâni: Upaya Memahami I‟jâz Bayâni al-Qur‟an B. I’jâz al-Qur’ân: Benih Tafsir Bayâni C. at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm; Analisis Teks (mâ fî al-Qur’ân) BAB V: ANALISIS KONTEKS TAFSIR BINT ASY_SYATHI‟ DALAM AT-TAFSÎR AL-BAYÂNI LI AL-QUR‟ÂN AL-KARÎM A. Konteks (siyâq) dalam Struktur Kalimat al-Qur‟an B. at-Tafsîr al-Bayâni li al-Qur’ân al-Karîm; Analisis Konteks (mâ haula alQur’ân) C. Kritik atas Tafsir Bint Asy-Syathi‟ D. Paradigma Baru Tafsir Bayâni: Upaya Membangun Tafsir Kontemporer BAB VI: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP PHOTO BINT ASY-SYATHI‟