1 MAKALAH RIBA dan BUNGA BANK Diajukan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Disusun Oleh: M. Jazuli Masykur Dosen Pengampu: Masruchin, M.E.I. PRODI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM BANI FATTAH (IAIBAFA) TAMBAKBERAS JOMBANG TAHUN 2015 2 A. Pendahuluan Sejak dahulu, Allah SWT telah mengharamkan riba. Keharamannya adalah abadi dan tidak boleh dirubah sampai hari kiamat. Bahkan hukum ini telah ditegaskan dalam Shari’ah Nabi Musa AS, Isa AS, sampai pada Nabi Muhammad SAW. Tentang hal tersebut, Al-Qur’an telah mengabarkan tentang tingkah laku kaum Yahudi yang dihukum Allah SWT akibat tindakan kejam dan amoral mereka, termasuk didalamnya perbuatan memakan harta riba. Dalam sejarahnya, orang Yahudi adalah kaum yang sejak dahulu berusaha dengan segala cara menghalangi manusia untuk tidak melaksanakan Shari’ah Allah SWT. Mereka membunuh Para Nabi, berusaha mengubah bentuk isi Taurat dan Injil, serta menghalalkan apa saja yang telah diharamkan oleh Allah SWT, misalnya menghalalkan hubungan seksual antara anak dan ayah, membolehkan adanya praktek sihir, menghalalkan riba sehingga terkenallah dari dulu sampai sekarang bahwa antara Yahudi dengan perbuatan riba adalah susah dipisahkan. Dalam kehidupan kaum muslimin yang semakin sulit ini, memang ada yang tidak memperdulikan lagi masalah halal dan haramnya bunga bank. Bahkan ada pendapat yang terang-terangan menghalalkannya. Ini dikarenakan keterlibatan kaum muslimin dalam sistem kehidupan sekularisme-kapitalisme barat serta sistem sosialisme-atheisme. Bagi yang masih berpegang teguh pada hukum Shari’at Islam, maka berusaha agar kehidupannya berdiri diatas keadaan yang bersih dan halal. B. Riba 1. Pengertian Riba Menurut terminologi/bahasa, riba adalah ziyadah artinya tambahan. Riba idza zada wa’alaa, sesuatu itu riba apabila ia bertambah atau meninggi. Menurut istilah, atau Shara’ Riba adalah tambahan terhadap modal tetapi dalam istilah hukum islam, Riba sebagai tambahan dengan kriteria tertentu. Riba adalah kelebihan sepihak yang dilakukan oleh salah satu dari dua orang yang bertransaksi.1 Dalam mengartikan rumusan Riba berbeda-beda tetapi intinya sama yaitu tambahan (ziyadah). Istilah Riba yang dipakai sebagai pegangan adalah tambahan tanpa imbalan yang El-Jurjani, Al-Ta’rifat (Mesir: Syarihal Maktabah Wa Matba’ah Musthofa Al-Babi Al-Halabi Wa Auladun, 1938) Hlm. 97 1 3 disyaratkan kepada salah satu antara kedua belah pihak yang melakukan Mu’ammalah utang piutang atau tukar menukar barang. Jika dikaitkan dengan utang piutang, maka Riba adalah tambahan tanpa imbalan yang diisyaratkan oleh pihak yang meminjamkan atau berpiutang kepada pihak peminjam atau berhutang. Para Ulama’ berbeda-beda dalam merinci macam-macam Riba. Ibn Rusyd menyebutkan: Riba terdapat pada dua perkara, yaitu pada jual beli dan pada jual beli tanggungan, pinjaman atau lainnya. Satu dari dua macam riba ini telah disepakati oleh para ulama’ tentang keharamannya yaitu Riba Jahiliyyah. Riba dalam jual beli ada dua macam yaitu nasiah dan tafadul. Ada juga ulama’ yang membagi riba atas, riba fard, riba yad, riba nasa, riba qard.2 Ibnu Qayyim membagi Riba atas dua bagian: jaly dan khafiy. Riba Jaly adalah Riba Nasiah, diharamkan karena mendatangkan madhorot yang besar. Riba yang sempurna (riba alkamil) adalah Riba Nasiah. Riba ini berlaku pada masa Jahilyyah. Riba Khafiy diharamkan untuk menutup terjadinya Riba Jaly.3 Menurut para ulama’ fiqh, Riba dapat dibagi menjadi empat macam, masing-masing: a. Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama timbangannya atau takaran nya yang diisyaratkan oleh orang yang menukarkan. Contoh: tukar menukar dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras. b. Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi yang meminjami. Contoh: Ahmad meminjam uang sebesar 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar 30.000 maka tambahan 5.000 merupakan Riba Qardh. c. Riba Yard, yaitu berpisah dari tempat sebelum timbang diterima. Maksudnya: orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang 2 Muhammad Al-Syarbaini Al-Khathib, Mughni Al-Muhtaj (Syarh Al-Minhaj) (Mesir: Mustafa Al-Babi AlHalabi Wa Auladuh, 1958). 21. 3 Ibn Qayyim Al-Juziyyah, I’lam Al-Muaqqin II (Baerut: Dar. Al-Jail 1972) 154. 4 tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih terdapat ikatan dengan pihak pertama. d. Riba Nasiah, yaitu tukar menukar dua barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis yang pembayarannya diisyaratkan lebih, dengan diakhiri oleh yang meminjam. Contoh: Aminah membeli cincin seberat 10 gram. Oleh penjual diisyaratkan pembayarannya tahun depan dengan cicin emas seberat 12 gram. Dan apabila terlambat satu tahun lagi maka tambah dua gram lagi menjadi 14 gram dan seterusnya. 2. Pandangan-Pandangan Tentang Hukum Riba Hukum Riba sebagaimana Hukum Khamr, hukum riba ditetapkan secara bertahap. Larangan riba dalam hukum islam melalui empat tahap: 1) Riba untuk menambah harta, riba sebenarnya tidaklah menambah disisi Allah SWT. Sebagaimana diterangakan dalam Firman Allah dalam Surah Ar-Rum ayat 39 Yang artinya: “dan suatu riba atau tambahan yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,maka riba itu tidak menambah di sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridho’an Allah, maka yang berbuat demikian itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.” Ayat ini turun sebelum hijrah, belum menyatakan haramnya riba, tetapi Allah tidak menyukainya. 2) Diceritakan bahwa orang-orang Yahudi melakukan riba, tetapi larangan itu dilanggar oleh mereka sehingga Allah SWT murka dan diharamkan kepada 5 mereka sesuatu yang dihalalkan kepada mereka sebagai akibat pelarangan yang mereka lakukan. Sebagaimana dalam Surah An-nisa’ ayat 160-161: Yang artinya: “maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka memakan makanan yang baik-baik yang dahulu dihalalkan bagi mereka. Dan karena mereka bahyak menghalangi manusia dari jalan Allah,” (Q.S An-Nisa’:160) . Yang artinya“dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka dilaarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (Q.S An-Nisa’:161). Ayat ini turun sesudah hijrah (Ayat Madaniyah). Menceritakan orang-orang Yahudi yang melanggar perintah Allah yang akhirnya dikutuk. Ayat ini belum secara jelas ditunjukkan kepada kaum muslimin tetapi secara sindiran telah menunjukkan bahwa kamu pun wahai kaum muslimin jika berbuat demikian akan mendapat kan kutukan juga sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. 6 3) Turunnya ayat yang melarang riba yang berliapat ganda. Firman Allah dalam Surah Ali Imron ayat 130 menyebutkan Artinya: “Hai orang-ornag yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan.” 4) Larangan sisa-sisa riba yang masih ada: Firman Allah dalam Surah AlBaqoroh ayar 278-279 Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Q.S Al-Baqarah : 278) . Artinya “maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memarangimu. Dan jika 7 kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu kamu tidak menganiaya dan tidak pula menganiaya.” (Q.S Al-Baqoroh: 279). Ayat ini dengan tegas melarang adanya riba yang masih ada waktu ayat ini diturunkan. Dengan larangan yang bertahap-tahap. Tampak dalam menerapkan hukum-hukum islam ditempat taqliq (berangsur-angsur) seperti Hadis Rasulullah dari Abu Hurairrah yang artinya: “Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa yang ketika itu semua orng memakan riba. Yang tidak makan secara langsung akan menerima debunya.” Meski secara sanad Hadist diatas merupakan hadist yang lemah namun makna yang terkandung didalamnya adalah benar, dan zaman tersebut pun telah tiba. Betapa riba dengan berbagai kedoknya saat ini telah menjadi konsumsi publik bahkan suatu yang mendarah daging di tengah banyak kalangan. Padahal ancaman dari Nabitentang riba sungguh mengerikan bagi orang yang masih memiliki iman kepada Allah dan hari Akhir. Riba yang keharamannya disepakati oleh para Ulama’ adalah Riba Jahiliyyah yang dalam Alqur’an jelas terlarang. Gambarannya adalah mereka meminjamkan uang atau barang, bertanggung waktu dan ditentukan tambahan. Peminjam berkata “tangguhkan pembayaran, aku akan tambah”. 4 Mohammad Abduh berpendapat bahwa Riba yang diharamkan dalam AlQur’an adalah Riba yang berlipat ganda. Riba ini adalah Riba Jahilyyah atau Riba Nasiah. 5 Secara garis besar pandangan tentang Riba diatas dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu: kelompok pertama mengharamkan riba, besar atau pun kecil. Kelompok kedua mengharamkan riba yang berlipat ganda. Tambahan yang kecil menurut kelompok kedua tidak digolongkan dalam riba. Setiap pinjaman yang disyaratkan ada tangguhan waktu pengembalian, menurut kelompok pertama haram, sedangkan menurut kelompok kedua yang diharamkan adalah tambahan pengembalian pinjaman yang berlipat ganda. 3. Pemanfaatan harta riba Pembahasan tentang metode pengelolaan harta riba baik yang diperoleh dari perbankan atau lainnya, bahwa kita berkewajiban untuk melepaskan harta riba, dan tidak dibenarkan untuk 4 5 Ahmad Sukarja, Dalam Problematika Islam Kontemporer (Jakarta: Pustaka Firdaus 1997). 35-39. Rosyid Ridho, Tafsir Al-Manar (Beirut: Dar Al-Ma’rifat). 114. 8 menggunakannya, baik dimakan atau digunakan dalam kepentingan lainnya. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang dikemanakan harta riba yang terlanjur kita peroleh secara gelobal, Ulama’ terbagi menjadi dua kelompok: Pertama: mereka berpendapat, harta riba yang terlanjur kita dapatkan harus diinfakkan dalam kepentingan masyarakat umum dan yang tidak terhormat, semacam pembangunan jalan raya, jembatan, jamban umum, atau yang serupa. Tidak dibenarkan untuk membangun masjid, atau diberikan kepada fakir miskin. Kedua: mereka berpendapat harta riba dapat harus kita salurkan pada kegiatan-kegiatan sosial, baik yang kegunaannya dirasakan oleh masyarakat umum, semisal pembangunan madrasah atau hanya dirasakan oleh sebagian orang saja. Misalnya dibagikan kepada fakir miskin. Pendapat kedua inilah yang lebih kuat, yang demikian itu dikarenakan beberapa alasan berikut: a) Tidak ada dalil yang membedakan antara amal sosial yang kegunaannya dirasakan oleh masyaakat umum dari yang manfaatnya dirasakan oleh sebagian orang saja. b) Harta haram dalam islam dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok: a. Harta haram karena zat nya, semisal babi, anjing, bangkai, dan khamr. Barang-barang ini diharamkan dalam segala keadaan dan tetap saja haram walaupun diperoleh dengan cara-cara yang halal, mislanya dengan berburu atau membeli atau hibah. b. Harta haram karena memperolehnya bukan karena zat nya misalnya harta curian, penipuan dan riba. Harta-harta ini haram karena cara memperolehnya, walaupun asal-usulnya adalah halal. Dengan demikian harta riba haram karena diperoleh dengan cara-cara yang diharamkan yaitu riba akan tetapi uang itu tidak dapat dinyatakan haram. Selanjutnya bila harta riba itu diberikan kepada fakir miskin, berarti harta itu berpindah kepada mereka dengan cara yang dibenarkan, bukan dengan cara riba. Oleh karena itu dahulu nabi tetap berniaga dengan orangorang yahudi padahal beliau mengetahui bahwa orang yahudi mendapatkan sebagian hartanya dengan meperjualbulikan babi, khamr, dan menjalankan riba. Yang demikian itu dikarenakan 9 nabibertransaksi dengan yahudi dengan cara-cara yang dibenarkan sehingga perbuatan yahudi meperjual belikan babi dibelakang beliau tudak menjadi masalah. C. Bunga Bank 1. Fungsi Bank Bank atau Perbankan adalah Lembaga keuangan yang usaha pokokny adalah memberikan kredit atau jasa-jasa dalam lalu linntas pembayaran dan peredaran uang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Menurut fungsinya Bank terdiri dari Bank Primer yaitu Bank sirkulasi dan yang menciptakan Uang. Serta Bank Sekunder yaitu Bank yang terdiri dari Bank Umum, Bank Tabungan pembiayaan usaha dan sebagainya. Menurut bentuk hukumnya bank di Indonesia adalah Bank-Bank Negara, BankBank Pemerintahan Daerah, Bank-Bank Swasta Nasional, Bank Asing Campuran, dan Bank milik Koperasi. Menurut sejarah dan kenyataannya, Bank adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk mencari keuntungan yang diperoleh dari selisih bunga yang harus dibayarkan kepada pemberi pinjaman. Atau bunga yang harus dibayarkan kepada pemberi pinjaman atau yang menitipkan uangnya, dengan bunga yang didapat dari pemberi pinjaman kepada orang lain. Diantara kegiatan-kegiatan Bank antara lain adalah: A. . Menerima pinjaman dan simpanan B. . Memberi pinjaman kepada orang atau badan yang memerlukan C. . Mengirim uang D. . Menukarkan mata uang E. . Mengeluarkan uang kertas Bagaimana pandangan islam atau hukumnya tentang pelaksanaan menerima pinjaman dan memberikan pinjaman dengan memberikan pinjaman dengan menggunakan bunga. Apabila seseorang menitipkan uang pada suatu bank, si penitip menandatangani blangko formulir yang sudah disediakan oleh bank. Dalam blangko tersebut sudah dinyatakan antara lain tentang bunga yang diterima atau dibayarkan. Dengan menandatangani blangko tersebut berarti si 10 penitip telah memperbolehkan pihak si penyimpan untuk mempergunakan uang titipannya dan sebagai imbalannya ialah pemberian pihak penyimpan atau bank karena memakai uang tersebut yang disebut dengan bunga. Sebaliknya apabila bank memberikan pinjaman kepada seseorang atau badan usaha, bank menyediakan blanko formulir yang harus ditandatangani dimana telah tercantum bunga yang harus di bayar oleh peminjam sebagai imbalan dari pemakai pinjaman tersebut dalam jangka waktu tertentu.6 Yang menjadi permasalahan adalah apakah bunga bank sama dengan riba yang dilarang dalam Islam. Salah satu pertimbangan untuk menentukan kedudukan yang dilihat dari Hukum Islam adalah bahwa lembaga perbankan pada masa Rosulullah belum ada. Karena itu perbankan dalam Hukum Islam termasuk masalah ijtihadiyah. 2. Pandangan-pandangan tentang hukum bunga bank Di antara pekerjaan yang dikelola bank maka yang menjadi topik permasalahan dalam fiqih adalah masalah bunga yang. Sebab, secara umum tujuan usaha bank adalah untuk memperoleh keuntungan dari pedagang kredit. Bank memberikan kredit kepada orang luar dengan memungut bunga melalui pembayaran kredit. Selisih pembayaran yang disebut bunga itulah yang menjadi keuntungan usaha bank. Dalam masalah ini para intelektual dan ulama’ modernis mempunyai pendapat yang berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang mereka. Ada segolongan dari mereka yang mengharamkanya karena bunga bank tersebut di pandang sebagai riba. Tetapi segolongan lainnya menghalalkannya. Ke dalam kubu pertama(yang mengharamkan bunga bank), tersebutlah Muhammad Abu Saud (mantan penasehat Bank Pakistan), berpendapat bahwa segala bentuk rante bank) yang terkenal dalam sistem perekonomian sekarang ini adalah riba. Lalu kita mendengar pendapat dari Muhammad Abu Zahroh, guru besar Hukum Islam pada fakultas hukum universitas cairo yang memandang bahwa riba nasiah sudah jelas keharamannya dalam alquran. Akan tetapi banyak orang tertarik pada perekonomian orang yahudi yang saat ini menguasai perekonomian dunia. 6 Fuad muhammad fahruddin, riba dalam bank,koperasi perseroan dan asuransi (bandung:al-ma’arif,1985), 4460 11 Mereka memandang bahwa sistem riba itu kini bersifat darurat yang tidak mungkin dapat dielakkan. Lantas mereka menak’wilkan dengan membahas makna riba. Padahal sudah jelas bahwa makna riba itu adalah riba yang dilakukan oleh semua bank yang ada dewasa ini dan tidak ada keraguan tentang keharamannya. Buya Hamka secara sederhana memberikan batasan bahwa arti riba adalah tambahan. Maka, apakah tambahan berlipat ganda atau tambahan dari 10 menjadi 11, atau tambahan 6% atau tambahan 10% dan sebagainya tidak dapat tidak tentu terhitung riba juga. 3. Bank bebas bunga Perbankkan syariah atau perbankkan islam adalah suatu sitem perbankkan yang di kembangkan berdasarkan shariah Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam Agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang di sebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang di kategorikan haram misal usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram usaha media yang tidak Islami di mana hal ini tidak dapat di jamin oleh sistem perbankan konvensional7 Berdirinya bank islam tidak terlepas dari tumbuhnya kesadaran umat islam dalam mengamalkan ajaran agama nya secara utuh tidak hanya dibidang ubbudiyyah tetapi juga dalam praktek dalam bidang ekonomi, sosial, politik hukum dan lain lain. Bank Islam yang populer dengan sebutan bank bebas bunga dari dimensi kesejarahan mengapa ia lahir adalah merupakan perwujudan dari penolakan sebagian umat Islam terhadap bank konvensional yang menjalankan praktek berdasarkan sistem ribawi atau bunga karena hal itu sangat jelas dilarang oleh Allah. Bank Islam merupakan lembaga keuangan yang relatif masih muda usianya Bank Islam pertama kali dipopulerkan oleh Islamic Devolepmen Bank(IDB) yang berpusat di Arab Saudi sebagaimana diketahui bahwa Bank Islam tidak mengenakan bunga pada pemilik uang dan peminjam namun menurut kebiasaan di IDB tetap dikenakan pembayaran biaya pada peminjam sebesar 2,5% pertahun di sesuaikan menurut tingkat inflasi yang berlangsung pada saat itu. Kendati begitu, kreditur deposan dan penabung tetap mendapatkan bagian atau keuntungan dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank atau pihak lain. Besarnya pinjaman tidak diukur dalam ukuran prosentase namun diukur dari nilai nominal, artinya bila ada sesuatu kegagalan dalam usaha, resiko di tanggung bersama sesuai 7 Phill.sahiron syamsuddin al-Quran isu isu konteporer 2011,.454 12 proporsi bagian laba. Begitu kalau ada keuntungan dari usaha pinjaman masing-masing medapatkan bagian sesuai akad perjanjian yang dibuat antara pemodal dengan pengusaha dari hasil keuntungan yang diperoleh dalam investasi bank membagi keuntungan tersebut pada penyimpanan dana. Dalam praktek di IDB pembagian keuntungan biasanya 40% untuk pemodal 60% untuk pengusaha Jenis jenis kredit yang diberikan Bank Islam terdiri dari 3 macam yaitu: Mudlarabah Adalah bank menyediakan modal berupa kredit investasi atau modal kerja atau kedua-dua nya pengusaha menjalankan bagian usaha Musyarakah Adalah kongsi bank dan pengusaha sama-sama menyediakan modal dan juga memutar usahanya Murabahah Adalah semacam usaha yang mirip dengan kredit pemberian barang atau sewa. 13 D.penutup Seorang muslim siapapun orangnya hendaknya mengetahui sistem dan praktek riba yang banar benar dilarang oleh allah. Namun demikian, allah memberikan kehalalan bagi jual beli dan mengharamkan riba. Bahwa bunga konsumtif yang di punggut dari bank tidaklah sama dengan riba. Karena di sana tidak ada unsur ppenganiayaan. Kecuali jika bunga konsumtif itu di pungut oleh lintah darat, maka itu dapat di pandang riba, adapun jika dipungut dari orang yang meminjam di pakai untuk tujuan-tujuan yang produktif seperti untuk perniagaan asalkan saja tidak ada dalam teknis pemungutan tersebut unsur paksaan atau pemerasan maka tidak salah dan tidak ada keharaman baginya . Apabila kita masih terbayang –bayang dengan riba tanpa mengetahui seluk beluk nash tentang turunya ayat tentang riba bagaimana cara operasi dan pemanfaatanya dalam konteks kekinian maka kita akan tertinggal jauh dari dunia ekonomi yang selama ini didominasi oleh yahudi. Padahal kita disuruh untuk kaya agar bisa bersedekah infaq dan shodaqoh. Lebih-lebih bagaimana dengan nasib pegawai negeri golongan rendah yang hanya mengandalkan SK sebagai bahan agunan di bank. Oleh karena itu, sistem dan praktek riba telah menjadi sistem dunia yang dipraktek kan dimana-mana maka untuk keluar dari hal tersebut sangatlah tidak mudah. Kiranya perlu bersyukur bahwa para pakar ekonomi islam telah berijtihad dalam menghasilkan konsep perbankan non romawi atau populer dengan nama bank islam(bank bebas bunga) yang mempraktekan sistem bank bagi hasil 14 Al-Jurjani, Al-Ta’rifat (Mesir: Syarihal Maktabah Wa Matba’ah Musthofa Al-Babi Al-Halabi Wa Auladun, 1938) fahruddin ,Fuad muhammad, riba dalam bank,koperasi perseroan dan asuransi (bandung:alma’arif,1985) syamsuddin, phill.sahiron al-Quran dan isu isu konteporer (uin sunan kalijogo jogjakarta 2011)