INKOMPATIBILITAS A-B-O (Kompetensi 2) Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya Pengertian Inkompatibilitas ABO merupakan suatu kondisi sebagai akibat dari ketidaksesuaian golongan darah antara ibu dan janin yang dikandungnya. Kondisi inkompatibilitas terjadi pada perkawinan yang inkompatibel di mana darah ibu dan bayi yang mengakibatkan zat anti dari serum darah ibu bertemu dengan antigen dari eritrosit bayi dalam kandungan. Sehingga tidak jarang embrio hilang pada waktu yang sangat awal secara misterius atau tiba-tiba, bahkan sebelum ibu menyadari bahwa ia hamil. Inkompatibilitas ABO merupakan salah satu penyebab dari penyakit hemolitik pada neonatus yang biasanya terjadi pada janin dengan golongan darah A,B atau AB dari ibu yang bergolongan darah O, karena antibodi yang ditemukan pada golongan darah O ibuadalah dari kelas IgG yang dapat menembus plasenta. Etiologi Inkompabilitas ABO pada Kesalahan Tranfusi Darah Kasus hemolitik akibat inkompatibilitas ABO disebabkan karena ketidaksesuaian golongan darah antara penerima dan pendonor. Ketidaksesuaian ini mengakibatkan adanya reaksi penghancuran pada sel darah merah donor oleh antibodi penerima. Keadaan ini disebut lethal tranfusion reaction Keadaan ini terjadi karena kurang hati-hati dan teliti dalam memberikan transfusi darah pada: 1. Golongan A, B, atau AB kepada penerima yang bergolongan darah O 2. Golongan darah A atau AB kepada penerima yang bergolongan darah B 3. Golongan darah B atau AB kepada penerima yang bergolongan darah A Inkompabilitas pada Kondisi Kehamilan (Neonatus) Kasus hemolitik akibat inkompatibilitas ABO disebabkan oleh ketidakcocokan dari golongan darah ibu dengan golongan darah janin, dimana umumnya ibu bergolongan darah O dan janinnya bergolongan darah A, atau B, atau AB. Dikarenakan dalam kelompok golongan darah O, terdapat antibodi anti-A dan anti-B (IgG) yang muncul secara natural, dan dapat melewati sawar plasenta. Situasi ini dapat juga disebabkan oleh karena robekan pada membran plasenta yang memisahkan darah maternal dengan darah fetal, sama halnya seperti pada previa plasenta, abruptio placenta, trauma, dan amniosentesis. Manifestasi Klinis Inkompabilitas pada Kesalahan Tranfusi Darah Awal manifestasi klinis umumnya tidak spesifik, dapat berupa demam menggigil, nyeri kepala, nyeri pada panggul, sesak napas, hipotensi, hiperkalemia, dan urin berwarna kemerahan atau keabuan (hemoglobinuria). Pada reaksi hemolitik akut yang terjadi di intravaskular dapat timbul komplikasi yang berat berupa disseminated intravascular coagulation (DIC), gagal ginjal akut (GGA), dan syok. Pada reaksi hemolitik tipe lambat memunculkan gejala dan tanda klinis reaksi timbul 3 sampai 21 hari setelah transfusi berupa demam yang tidak begitu tinggi, penurunan hematokrit, peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi, ikterus prehepatik, dan dijumpainya sferositosis pada apusan darah tepi. Beberapa kasus reaksi hemolitik tipe lambat tidak memperlihatkan gejala klinis, tetapi setelah beberapa hari dapat dijumpai DAT yang positif. Haptoglobin yang menurun dan dijumpainya hemoglobinuria dapat terjadi, tetapi jarang terjadi GGA. Kematian sangat jarang terjadi, tetapi pada pasien yang mengalami penyakit kritis, reaksi ini akan memperburuk kondisi penyakit. Inkompabilitas pada Kondisi Kehamilan (Neonatus) Manifestasi yang ditimbulkan Inkompatibilitas ABO neonatus terhadap janin bervariasi mulai dari ikterus ringan dan anemia sampai hidrops fetalis. Manifestasi yang muncul pada bayi setelah persalinan meliputi : 1. Asfiksia 2. Pucat (oleh karena anemia) 3. Distres pernafasan 4. Jaundice 5. Hipoglikemia 6. Hipertensi pulmonal 7. Edema (hydrops, berhubungan dengan serum albumin yang rendah) 8. Koagulopati (penurunan platelets dan faktor pembekuan darah) 9. Ikterus mengarah pada Kern ikterus oleh karena hiperbilirubinemia Patofisiologi Inkompatibilitas ABO pada transfusi darah Terjadinya inkompatibilitas ABO pada transfusi darah disebabkan karena kesalahan transfusi yaitu kesalahan dalam pemberian darah dimana golongan darah resipien berbeda dengan golongan darah pendonor. Hal ini mengakibatkan antibodi didalam golongan darah resipien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Reaksi hemolitik pada kejadian inkompatibilitas ABO dapat terjadi secara akut dan secara lambat. Reaksi hemolitik akut pada transfusi merupakan masalah yang serius karena terjadi destruksi eritrosit donor yang sangat cepat ( kurang dari 24 jam ). Pada umumnya dikarenakan kesalahan dalam mencocokan sample darah resipien dan donor. Proses hemolitik terjadi di dalam pembuluh darah (intravaskular), yaitu sebagai reaksi hipersensitivitas tipe II. Plasma donor yang mengandung eritrosit dapat merupakan antigen yang berinteraksi dengan antibodi pada resipien berupa IgM anti-A, anti –B atau anti-Rh. Proses hemolitik dibantu oleh reaksi komplemen sampai terbentukmembran attack complex. Pada beberapa kasus terjadi interaksi plasma donor sebagai antibodi dan eritrosit resipien sebagai antigen. Pada reaksi hemolitik akut juga dapat melibatkan IgG dengan atau tanpa melibatkan komplemen, dan proses ini dapat terjadi secara ekstravaskular. Ikatan antigen dan antibodi akan meningaktivasi reseptor Fc dari sel sitotoksik atau sel K yang menghasilkan perforin dan mengakibatkan lisis dari eritrosit. Reaksi hemolitik lambat pada transfusi diawali dengan reaksi antigen-antibodi yang terjadi di intravaskular, namun proses hemolitik terjadi secara ekstravaskular. Plasma donor yang mengandung eritrosit merupakan antigen yang berinteraksi dengan IgG atau C3b pada resipien. Selanjutnya eritrosit yang telah diikat IgG dan C3b akan dihancurkan oleh makrofag di hati. Jika eritrosit donor diikat oleh antibodi (IgG1 atau IgG3) tanpa melibatkan komplemen, maka ikatan antigen-antibodi tersebut akan dibawa oleh sirkulasi darah dandihancurkan di limpa Inkompatibilitas ABO pada Neonatus Timbulnya penyakit Rh dan ABO pada neonatus terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah pada janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan Fetomaternal Microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun antibodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia. Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, sepertiplatelet dan faktorpenting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif atau pada kehamilan kedua dan berikutnya. Penghancuran sel-sel darah merah dapat melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati, tetapi tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu. Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin ,yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi. Bayi dapat berkembang menjadi kernikterus. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada inkompatibilitas ABO kesalahan tranfusi a. Pemeriksaan crossmatch ulang antara darah pendonor dan penerima b. Direct Antiglobulin Test (DAT) c. Pemeriksaan serologis rhesus d. Urinalisis didapatkan adanya hemoglobinuria e. Pemeriksaan lain untuk mengetahui komplikasi dari reaksi hemolitik, antara lain: Renal function test LDH, bilirubin dan haptoglobin Status koagulasi. Pemeriksaan penunjang pada Inkompatibilitas ABO neonatus, meliputi: a. Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan klinis neonatus pada kasus inkompatibilitas ABO merujuk pada pemeriksaan klinis pada ikterus neonatorum karena secara klinis neonatus dengan inkompatibilitas ABO akan mengalami ikterus/ hiperbilirubinemia. Ikterus/ hiperbilirubinemia adalah pewarnaan di kulit, konjungtiva, dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah Klinis akan menunjukkan ikterus bila kadar bilirubin dalam serum adalah ≥ 5mg/dl (85µmol/L). Disebut hiperbilirubin adalah keadaan kadar bilirubin serum mencapai 13 mg/dl. Pemeriksaan klinis ikterus dilakukan menggunakan pencahayaan yang memadai. Pemeriksaan dimulai dari kepala, leher, dan seterusnya. Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata di dalam gambar di bawah ini : Pemeriksaan tanda klinis lain, meliputi adanya gangguan minum, keadaan umum, apnea, suhu yang labil, sangat membantumenegakkan diagnosa penyakit utama disamping keadaan hiperbilirubinemianya. a. Hitung sel darah merah Pada kasus inkompatibilitas ABO pada neonatus, pemeriksaan sel darah merah menunjukkan adanya retikulositosis (retikulosit > 4, 6%) dan mikrosferosit pada hapusan darah tepi Retikulosit merupakan sel darah merah imatur. Jika terjadi anemia, sumsum tulang berusaha mengkompensasi dengan meningkatkan aktivitas eritropoiesis, yang tercermin pada peningkatan hitung retikulosit. Jika produksi sumsum tulang terganggu maka hitung retikulosit akan tetap rendah b. Direct Coomb Test (DCT) Neonatus yang mengalami inkompatibilitas ABO, menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan ini. Tujuan dari pemeriksaan DCT untuk mengetahui apakah sel darah merah diselubungi oleh IgG atau komplemen, artinya apakah ada proses sensitisasi pada sel darah merah di invivo (pada tubuh pasien). Bahan yang dipergunakan adalah sel darah merah pasien. Pada pemeriksaan ini menggunakan sampel darah dengan antikoagulan EDTA