Uploaded by diyantisantosoday

PORTOFOLIO 1. Industri Konstruksi dan Bisnis Konstruksi

advertisement
MANAJEMEN BISNIS
KONSTRUKSI
Pertemuan ke-1
Industri Konstruksi dan Strategi Bisnis
NUR DIYANTI SANTOSO - 25019036
1
PORTOFOLIO SESI 1
INDUSTRI KONSTRUKSI DAN BISNIS KONSTRUKSI
1. Konstruksi
Konstruksi
• Menggambarkan proses membangun suatu fasilitas fisik/prasarana yang diperlukan untuk mendukung kegiatan manusia (sosial,
ekonomi, pertahanan, pendidikan, pemerintahan dsb).
• Segala bentuk pembuatan/ pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, bendung, jaringan irigasi, gedung, dsb) serta
pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur (Well, 1986).
Industri Konstruksi
• Merupakan salah satu sektor ekonomi yang meliputi unsur perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan operasional berupa
transformasi dari berbagai input material menjadi suatu bentuk konstruksi (Moavenzadeh, 1978).
•Cabang dari industri manufaktur dan perdagangan didasarkan pada bangunan, pemeliharaan, dan perbaikan struktur termasuk
pengeboran dan eksplorasi mineral padat. Cakupan dari Industri Konstruksi adalah sebagai berikut:
•Building Construction Industry
•Heavy Construction Industry
•Special Trade Construction Industry
Sektor Konstruksi
• Sektor Konstruksi terdiri dari perusahaan-perusahaan yang terutama bergerak dalam konstruksi bangunan dan struktur lainnya,
konstruksi berat (kecuali bangunan), penambahan, perubahan, rekonstruksi, instalasi, dan pemeliharaan serta perbaikan.
Perusahaan yang terlibat dalam pembongkaran atau penghancuran bangunan dan struktur lainnya, pembersihan lokasi bangunan,
dan penjualan bahan dari struktur yang dihancurkan juga termasuk.
Konstruksi berbeda dari manufaktur karena:
-
-
-
-
-
-
-
Tidak dilakukan dalam kondisi yang terkendali, sangat dipengaruhi oleh cuaca dan kondisi lingkungan lainnya;
Musiman;
Setiap proyek bersifat unik (tidak ada proyek yang benar-benar sama);
Proses tidak dapat diprediksi;
Kesulitan dalam menerapkan otomatisasi;
Berpotensi tinggi untuk menghadapi kondisi yang tidak terduga;
Biaya dapat bervariasi sesuai dengan kondisi.
Industri Konstruksi mencangkup :
a. Building Construction Industry
Semua general contractors dan operative builder terlibat dalam pembangunan perumahan, pertanian, industri,
komersial, atau bangunan lainnya.
b. Heavy Construction Industry
Semua general contractors dan operative builder terlibat dalam konstruksi berat selain bangunan, seperti jalan raya
dan jalan, jembatan, selokan, jalur kereta api, proyek irigasi, dan proyek pengendalian banjir dan konstruksi laut.
Termasuk special trade contractors yang terlibat dalam kegiatan yang biasanya tidak dilakukan pada konstruksi
bangunan, seperti penilaian jalan raya atau pemindahan batu bawah air.
c. Special Trade Construction Industry
Semua special trade contractor yang melakukan kegiatan sejenis khusus untuk konstruksi bangunan, termasuk bekerja
di rumah, atau untuk proyek pembangunan gedung dan non gedung. Termasuk proyek seperti pengecatan, pekerjaan
listrik, pipa ledeng, dll namun tidak termasuk untuk pekerjaan khusus untuk konstruksi berat.
2. Jenis- Jenis Konstruksi
a.
Konstruksi Pemukiman
- 30% - 35% dari indistru Konstruksi
- Tidak begitu memerlukan teknologi yang canggih dalam pelaksanaanya
- Didesain oleh arsitek, builder/developer
- Tipe-tipe konstruksi pemukiman: Single family houses, Multi family dwellings dan High-rise apartments &
condominiums
b.
Konstruksi Bangunan Komersial dan Institusi
c.
-
35-40 % of construction market
-
Lebih besar dan lebih kompleks dari konstruksi pemukiman/residential
-
Various owners (mostly private)
-
Didesign oleh arsitek dan engineer
-
Tipe-tipe konstruksi bangunan komersial dan institusi : Sekolah, Rumah Sakit, Fasilitas Olahraga dan Rekreasi,
Shopping Center, Hotel, Bioskop, Office buildings, Rumah Ibadah, dll.
Konstruksi Industri Khusus
d.
-
Proyek berskala besar
-
High degree of technological complexity
-
Didesain dan dibangun oleh perusahaan dengan kemampuan teknik dan teknologi tertinggi/terbaik
-
Represent 5-10% of the market
-
Tipe-tipe konstruksi Industri Khusus : Pembangkit Listrik, pabrik baja dan alumunium, Chemical processing plants, dll.
Konstruksi Berat dan Prasarana
-
Konstruksi Horisontal
-
20-25% dari industri konstruksi
-
Sebagian besar pembiayaan publik atau konsorsium besar
-
Memerlukan material dalam jumlah besar: tanah, batu, baja, kayu, dan beton
-
Konstruktor membutuhkan pengetahuan teknik dan geologi yang baik
-
Membutuhkan engineer yang terspesialisasi
-
Pembangunannya bersampak terbesar pada tanah dan air
-
Mekanisasi tingkat tinggi
-
Kontrak diberikan melalui penawaran yang sangat kompetitif
-
Tipe-tipe konstruksi Berat : Jalan & Jembatan, Rel kereta api, Tunel dan Dam, Airport, Canal, Pelabuhan dan
Dermaga, Landfill, Pipeline, Water treatment & distribution system, Power & communication network, dll.
Struktur Industri Konstruksi
CONSTRUCTION
INDUSTRY BUSINESS
1
2
3
4
BUILDING, DEVELOPING &
GENERAL CONTRACTING
Land Subdivision &
Land Development
Residential Building
Construction
Single-family
Housing
Construction
Multifamily
Housing
Construction
HEAVY CONSTRUCTION
Non-residential
Building
Construction
Manufacturing &
Industrial Building
Construction
Commercial &
Institutional
Building
Construction
Highway, Street,
Bridge, & Tunnel
Construction
Highway &
Street
Construction
Bridge &
Tunnel
Construction
Other Heavy
Construction
Water, Sewer,
& Pipeline
Construction
Power &
Communication
Transmission Line
Construction
Industrial
Non-building
Structure
Construction
All Other
Heavy
Construction
3. Karakteristik Industri Konstruksi
Untuk proyek konstruksi memang secara khusus jika dilihat secara menyeluruh memiliki beberapa keunikan jika dibandingkan
dengan beberapa jenis proyek lainnya seperti proyek industri manufaktur. Oleh karena itu dalam penulisan kali ini akan dibahas
ciri-ciri suatu proyek konstruksi, antara lain sebagai berikut :
•
Bersifat Unik, Suatu proyek konstruksi selalu memiliki sifat keunikan yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya,
walaupun misalkan proyek X memiliki spesifikasi dan jenis yang sama dengan proyek Y tetapi dikarenakan lokasi proyek
yang berbeda tentunya memiliki keunikan tersendiri dalam proses pelaksanaannya baik dikarenakan kondisi alam,
transportasi material, akses peralatan, maupun faktor lain yang berpengaruh dalam pelaksanaan proyek tersebut.
•
Terbatas Dengan Waktu, Mutu dan Biaya, Tentunya secara umum semua proyek juga dibatasi oleh biaya, mutu dan
waktu dalam proses pelaksanaannya, dikarenakan proyek secara umum dibiayai dengan biaya yang terbatas (sesuai
angaran) dan dengan waktu yang harus dicapai sesuai dengan scheduled plan serta dengan kualitas yang sesuai dengan
kontrak kerja. Dalam proyek konstruksi parameter waktu dan biaya memang menjadi tolak ukur yang harus diupayakan
dan ditargetkan di samping unsur kualitas dan keselamatan kerja, sehingga proyek dapat berjalan sesuai dengan tujuan
yang direncanakan. Oleh karena itu pada dasarnya umur suatu proyek konstruksi bersifat sementara karena dibatasi
oleh durasi yang telah direncanakan.
•
Item Pekerjaan Dilakukan Secara Sistematis, Dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi setiap item pekerjaan
dilakukan secara sistematis dan berurutan sesuai dengan metode pelaksanaannya, jadi setiap elemen suatu struktur
bangunan konstruksi umumnya dikerjakan berdasarkan susunan yang sistematis misalnya mulai dari substructures, upper structures, dan pekerjaan finishing dan tidak berulang setelah item pekerjaan tersebut selesai
dikerjakan.
•
Umumnya Menggunakan Tenaga Kerja Ahli dan Profesional, Dalam praktik konstruksi di lapangan tenaga kerja yang
digunakan umumnya menggunakan tenaga kerja terlatih, terdidik sampai profesional karena pekerjaan yang dikerjakan
memang membutuhkan suatu skill tersendiri mulai dari tahap perencanaan oleh insinyur perencana sampai
pelaksanaannnya di lapangan oleh pekerja seperti pekerjaan pengelasan, perakitan tulangan, pengecetan, plesteran,
instalasi listrik-air, dsb. Kendala akhir-akhir ini yaitu sulitnya memperoleh tenaga kerja yang berkompeten dan
profesional dibidangnnya.
•
Umumnya Pekerja/Labour Bersifat Tenaga Kerja Lepas, Pada industri proyek konstruksi umumnya tenaga yang
digunakan lebih bersifat tenaga kerja lepas sehingga jumlah tenaga kerja lepas pada dasarnya lebih besar dibandingkan
dengan jumlah tenaga kerja tetap yang dimiliki oleh pihak pelaksana. Hal ini dikarenakan karena salah satu ciri dari
suatu proyek yaitu bersifat sementara (terbatas oleh durasi suatu proyek), sehingga jika proyek telah selesai biasanya
pekerja akan mencari proyek baru dengan pihak pelaksana yang baru pula. Berbeda dengan industri manufaktur
dimana pada umumnya jumlah pekerjanya bersifat tetap dan tetap bekerja selama proses produksi terus berjalan.
•
Umumnya Bekerja di Ruangan Terbuka, Hampir semua pekerjaan konstruksi dilakukan di ruangan terbuka dalam
proses pelaksanaannnya dimana sangat dipengaruhi oleh iklim/cuaca. Bekerja di ruangan terbuka juga berpotensi
menimbulkan risiko kecelakan kerja bagi pekerja di lapangan. Sehingga proyek konstruksi berbeda dengan industri
manufaktur yang umumnya dilakukan di dalam ruangan.
•
Pekerjaannya Tidak Berulang-Ulang, Pada industri manufaktur proses pekerjaannya dilakukan secara berulang-ulang
(Cycle), berbeda dengan proyek industri konstruksi dimana item pekerjaannya tidak dilakukan secara berulang dimana
prosesnya bersifat berkelanjutan dan sistematis (jika item pekerjaan X selesai maka berlanjut ke item pekerjaan Y).
•
Hasil Pekerjaan Bersifat Handmade, Berbeda dengan industri manufaktur dimana output dari proses pembuatan
produknya umumnya menggunakan mesin sedangkan proyek konstruksi umumnya hasil output pekerjaannya
bersifat handmade. Perluh diketahui bahwa hasil dari output pekerjaan konstruksi biasanya tidak sesempurna jika
dibandingkan dengan buatan mesin, oleh karena itu ketidaksempurnaan dari hasil produk konstruksi merupakaan hal
yang normal selama dalam batas-batas yang dapat diterima.
•
Perhitungan Biaya Dilakukan Sebelum Pelaksanan, Pada umumnya perhitungan biaya dilakukan pada tahap awal
pengadaan (procurement) kemudian jika telah disepakati maka dilaksanakan pada tahap konstruksi, berbeda dengan
industri manufaktur dimana perhitungan biayanya dilakukan setelah produk selesai dikerjakan yang berupa harga
pokok produksi (HPP). Oleh karena itu khusus untuk proyek konstruksi sering ditemukan kesalahan perhitungan
maupun akibat faktor lain yang menyebabkan pembengkakan biaya setelah proyek selesai dikerjakan dikarenakan
perhitungan biaya secara dini dan dengan waktu yang terbatas serta akibat faktor-faktor lain selama konstruksi yang
mempengaruhi biaya total proyek.
•
Volume Pekerjaan yang Terukur, Pada proyek konstruksi pada umumnya setiap item pekerjaannya memiliki volume
yang dapat diukur sehingga memudahkan dalam proses penganggaran dan pelaksanaannya di lapangan. Setiap item
pekerjaan konstruksi pastinya memiliki nilai volume yang harus dan wajib ditentukan sebelum proyek dilaksanakan.
baik berupa besar volume, luas, panjang, unit, dsb.
•
Berpotensi Besar Terhadap Risiko Kecelakaan Kerja, Industri konstruksi memang berpotensi menimbulkan
terjadinya accident/kecelakaan kerja pada pekerjanya di lapangan mengingat kondisi pekerjaan dilakukan di ruangan
terbuka, bekerja di ketinggian, bekerja dengan peralatan kerja yang sedang berkatifitas, berada pada kondisi alam
terbuka dsb, dibandingkan dengan industri manufaktur yang umumnya bekerja di ruangan tertutup dan memiliki risiko
kecelakaan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan industri konstruksi di lapangan.
•
Menggunakan Peralatan Konstruksi Berat, Berbeda dengan jenis proyek lain dimana pada proyek konstruksi dalam
praktik pelaksanaannya biasanya membutuhkan peralatan berat (Heavy Equipment) dalam mempermudah proses
pekerjaan konstruksi di lapangan baik yang berukuran kecil sampai besar misalnya dalam proses pekerjaan tanah,
beton, transportasi vertikal, jalan dsb. Dengan penggunaan peralatan konstruksi tentunya juga harus didukung oleh
keahlian operator dalam pengoperasiannya.
•
Berpotensi Menimbulkan Klaim, Pada proyek-proyek konstruksi di Indonesia sering ditemukan banyak kejadian dalam
pelaksanaan maupun pada akhir konstruksi menimbulkan klaim/dispute antara pihak owner dan pihak pelaksanaan
baik dikarenakan permasalahan waktu, biaya, kualitas, pembayaran, change order, dsb. Telah banyak proyek konstruksi
yang berakhir dengan perselisihan dan berakhir di jalur hukum. Oleh karena itu melihat kompleksitas yang tinggi pada
proyek konstruksi tentunya dibutuhkan perencanaan yang matang pada tahap perencanaan, perancangan dan
pengadaan sebelum proyek memasuki tahap konstruksi sehingga klaim kosntruksi setidaknya dapat diminimalisir.
4. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Proyek Konstruksi
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
Owner
a. Private or public
b. Conceives the construction project
c. Increasing level of sophistication
Designer
1. Architects : Size of firms ranging form single practitioner to large integrated firms, Mostly building and residential
construction
2. Engineers : Civil, mechanical, structural, electrical,chemical, environmental, geotechechnical, and multidiscipline
General Contractor
1. General contractor also called “Prime” contractor
2. Specialty contractors working as subcontractors
3. Organization ranges from small, one-person company to large, integrated A/E/C firms
4. Part of a design-build team
Construction Manager
1. Two principle divisions of CM
2. CM for Fee (management services only)
3. CM At Risk
4. Operates similarly to a GC or DB with no labor or capital equipment
5. Can encompass the management of the design process as well as construction
6. CM services including inspection and overall project or program management
Suppliers
1.
Manufactures, distributors, research, promotions
2.
Materials and equipment sales
3.
Equipment Rental
Fabricators : Structural steel, pre-castors, wood products
Labor/Trade Unions
Government
1.
Federal, State, local, and quasi-government
2.
Owner/client
- Kemen PUPR, Kemenhub, Kemen ESDM, KemenDikbud, dsb.
- Dinas/Instansi di lingkungan Provinsi/Kabupaten/Kota
3.
Non-ownership functions
Taxation and regulation
Kementerian/Badan/Lembaga yang bersifat regulator (Bappenas, LPJK, LKPP, BPK, BIG, dsbg)
Provinsi: BAPEDDA Prov, Din Tataruang, Dinas Bina Margadsb
Local: Dinas Bangunan Kab/Kota, Bappeda, Dinas Tata Ruang, Disnaker dsb
Quasi-government agencies: development authorities, BPJT, BPSPAM dll
Utility Companies
1.
Electric, communications, water, gas,sanitary sewer
2.
Private petroleum pipelines
3.
Owner or service provider
4.
Integral part of the process
5.
Existing facilities in conflict with new construction
6.
Interruption of service can be very costly
Industry Associations
1. Organizations of construction contractors and consultants
2. Organizations of the design and management professions
3. Construction material and equipment suppliers and product research
4. Construction labor organizations
5. Coordination and arbitration
6. Inspection, specifications, and costs
Other Professional Services
1. Business/management consultants
2. Legal council
3. CPA firms
4. Surety Companies
5. Financial Institutions/Lenders
6. Insurance agents
Adjacent Owners and the Public At-Large
1. Existing businesses, institutions, and residences adjacent to the constructed facility
2. Civic organizations and community groups
3. Railroads and public lands
I.
J.
K.
L.
5. Permasalahan Industri Konstruksi
Terdapat beberapa permasalahan Industri konstruksi di dunia yaitu :
•
•
•
Highly traditional and fragmented; slow to embrace new technology
Restrictive/outdated building codes
Labor agreements and craft jurisdictional issues
•
•
•
•
•
•
Liability and legal considerations
Lack of profit motive or other incentive
Government regulation
Environmental constraints
NIMBY syndrome
Global competition
LPJKN (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional) mencatat beberapa kendala dan tantangan pelaku jasa konstruksi
nasional dalam menghadapi persaingan lokal, nasional bahkan regional diantaranya adalah :
1. Ketimpangan Komposisi Jumlah Perusahaan Kontraktor
a. Ketimpangan struktur pasar dan industri konstruksi.
Secara hipotetik, 85% nilai pasar konstruksi dikuasai oleh kontraktor non kecil dengan jumlah13%
dari total 182.800 badan usaha, sedangkan 15% nilai pasar konstruksi diperebutkan oleh kontraktor
kecil dengan jumlah 87% dari total 182.800 badan usaha. Keadaan ini menyebabkan persaingan usaha di pasar
konstruksi dengan nilai kecil menjadi tidak sehat dan terdistorsi (Tamin, 2012). Struktur
industri konstruksi nasional didominasi oleh pelaku usaha konstruksi berbagai skala yang memiliki sifat umum.
Spesialisasi usaha jasa konstruksi masih belum berkembang dan spesialisasi dipandang akan mempersempit
peluang usaha.
b. Struktur usaha yang kokoh, andal, dan berdaya saing belum terbentuk.
Jumlah kontraktor lebih dari 150.000 dan hampir 70%-80% berada di Jawa. Kemitraan antara badan usaha besar,
sedang, dan kecil belum terwujud secara sinergis, saling menguntungkan dan resiprokal. Disamping itu, jumlah
kontraktor kecil lebih banyak bersifat umum; jumlah kontraktor swasta dan
daerah kecil; jumlah kontraktor spesialis hampir tidak ada (Tamin, 2012). Struktur industri konstruksi
terfragmentasi sehingga
banyak
transaksi
dan
banyak
kontrak.
Dengan demikian, biaya transaksi tinggi sering terjadi.
Seharusnya terdiferensiasi menjadi generalis dan spedialis bila diarahkan dapat terbangun dengan struktur yang
seimbang (Soeparto, 2012).
c. Stigmatisasi dalam industri konstruksi adalah (Soeparto, 2012)
• Mengesankan menjadi tempat permainan kotor
• Dimanfaatkan untuk meminta jatah
• Persaingan sangat keras dapat cenderung berbahaya
• Lebih berdasar ketrampilan dari pada pengetahuan
• Banyak Pekerjaan dilakukan dilapangan
• Biaya murah dan nilai tambah rendah
• Cara berhubungan yang cenderung memicu conflict/bersifat adversarial
• Terfragmentasi, terpecah pecah dan berasal dari banyak latar belakang berbeda
• Entry barrier rendah dan persaingan berdasarkan harga murah. Secara umum kondisi tersebut menjadikan
industri konstruksi kurang efisien, kurang produktif, kurang innovatif.
2. Kualitas dan Produktifitas Perusahaan Kontraktor Rendah
a. Kualitas pekerjaan kontraktor masih rendah yang ditandai oleh konstruksi cepat rusak, kecelakaan konstruksi
tinggi, kegagalan konstruksi dan bangunan mulai terjadi.
Selain itu, produktifitas kontraktor rendah, daya saing lemah, kalah bersaing dengan kontraktor asing yang
beroperasi di Indonesia, sedikit yang berhasil masuk pasar global, tidak responsif terhadap permintaan tinggi
tenaga
kerja
konstruksi
regional, tidak
ada
kontraktor tenaga
kerja
konstruksi
(Labor Contractor) dan lapangan usaha terbatas dan belum berkembang (KBLI) (Tamin, 2012).
b. Kapasitas, kompetensi dan dayasaing kontraktor skala kecil terbatas.
3. Kemitraan (Partnership) Saling Menguntungkan Antar Kontraktor Belum Terbentuk
a. Rantai suplai konstruksi nasional belum terintegrasi secara konstruktif.
b. Keterbatasan kesempatan usaha bagi kontraktor skala kecil.
4. Kelembagaan Pembinaan dan Pengembangan
Peran pembinaan pemerintah belum efektif dan kurang tegas dinyatakan siapa yang mewakili pemerintah.
Disamping itu, koordinasi yang lemah antara stakeholders dan saling mengharapkan antara pemerintah dan
LPJKN/D.Peran
LPJKN/D terbatas dan kemampuan pendanaan yang
terbatas. Disamping itu, lembaga
ini
tidak sepenuhnya mendapat dukungan
pendanaan dari pemerintah. Dalam kondisi keterbatasan tersebut,
konsentrasi peran masih sebatas sertifikasi dan registrasi badan usaha, tenaga ahli dan tenaga terampil. Sistem dan
tatakelola proses sertifikasi masih diwarnai oleh conflict of interest. Namun demikian, sudah ada sedikit harapan
kemajuan dalam penelitian dan pengembangan. Lembaga sudah
mulaimendorong
pelaksanaan
pendidikan
dan pelatihan. Disamping itu, inisiatif pengaturan penilai ahli, arbitrase, dan mediasi, serta peningkatan partisipasi
masyarakat sudah ada (Tamin, 2012).
5. Kelemahan Rantai Pasok Konstruksi
a. Kompetisi antar rantai pasok yang dimiliki oleh kontraktor belum terjadi di Indonesia.
Kondisi ini terjadi karena (i) Kompetisi semu, (ii) Tidak menjadi sebuah keharusan dari owner, (iii) Hubungan
antar rantai pasok yang ada belum berjangka panjang, (iv) dan Tidak ada loyalitas dalam rantai pasok.
Disamping itu, perbedaan hubungan antara tahap lelang dan tahappelaksanaan juga sering terjadi disebab
kan oleh kontraktor belum memiliki rantai pasok yang loyal dan stabil, aturan memaksa untuk tidak dapat
mencantumkan keseluruhan rantai pasok, tidak ada keharusan dari owner dan pengawasan dalam pelaksanaan
pengelolaan rantai pasok, dan hubungan yang tidak berjangka panjang dalam rantai pasok.
b. Lokalisasi kontraktor dalam arti kontraktor lokal melakukan pekerjaan untuk pekerjaan lokal tidak terjadi di
Indonesia.
6. Kontraktor “Selon” dan Keterbatasan Kompetensi
7. Ketimpangan Kompetensi & Perlindungan SDM Konstruksi
8. Distorsi pada Pengadaan dan Kontrak Konstruksi Pemerintah
6. Life Cycle Konstruksi
Dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi selalu diawali dengan tahap dimana biasanya dilakukan survei dan pengumpulan
informasi dari proyek yang akan menjadi rencana ke depan, sampai proses selanjutnya yaitu berupa tahap kelayakan proyek,
kemudian tahap perencanaan, pelaksanaan, operasianal dan evaluasi suatu proyek. Semua urutan tahapan tersebut merupakan
suatu tata cara yang lazim terjadi pada pelaksanaan proyek konstruksi yang biasa disebut sebagai siklus hidup suatu proyek
(Project Life Cycle).
Siklus proyek konstruksi (project life cycle) terdiri dari 8 tahap (phase), yaitu :
a. Tahap Inisiasi proyek (Initiation phase)
Tahap ini merupakan tahap dimana masih berupa tahap pengenalan suatu proyek yang akan dikerjakan yaitu berupa tahap
konseptual atau pengenalan identitas suatu proyek. Biasanya pada tahap ini masih dilakukan suatu survei terhadap proyek
yang akan direncanakan ke depan dan pengumpulan informasi yang dilakukan oleh suatu manajemen panitia, sehingga
dapat memberikan suatu gambaran umum dari proyek yang akan dikerjakan. Tahap ini merupakan tahap untuk
dilanjutkannya suatu studi kelayakan atau tidak, bisa saja pada tahap ini jika hasil survei dilapangan tidak memungkinkan
dilaksanakan proyek maka proses selanjutnya tidak akan dilakukan.
b.
Tahap Studi Kelayakan Proyek (Feasibility Project)
Setelah melalui tahap konseptual atau pengenalan dari suatu proyek yang akan dilakukan maka tahap ini menganalisis
apakah suatu proyek dapat dilaksanakan atau tidak (Feasible or Infeasible). Sehingga dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya,
jika proyek tersebut dinyatakan layak. Pada tahap ini umumnya dilakukan suatu pembentukan tim gugus untuk melakukan
suatu analisis studi kelayakan dari proyek yang akan digarap, tim ini biasanya terdiri dari beberapa disiplin ilmu mulai dari
tim teknis, ekonomi, finansial, lingkungan, legal, dsb. Kemudian hasil dari laporan studi kelayakan tersebut berupa
rekomendasi kepada pemilik proyek apakah proyek ini layak dikerjakan atau sebaliknya.
c.
Tahap Perencanaan dan Pengembangan (Planning-Develop phase)
Tahap perencanaan merupakan tahap yang paling penting dimana membutuhkan banyak waktu dan personel yang terlibat
sesuai dengan besar kecilnya proyek. Output dari tahap ini diantaranya struktur dan tim proyek, gambar detail disain, scope
pekerjaan, data teknis, jadwal proyek, jadwal pekerja, jadwal material/pembelanjaan, prosedur-prosedur, dan hal-hal
detail lainnya. Tahap perencanaan ini merupakan kunci keberhasilan tahap proyek selanjutnya. Pada tahap perencanaan
biasanya dilakukan tahap pengembangan akan desain perencanaan yang dibuat, biasanya penyempurnaan dari rancangan
awal berupa penyempurnaan teknis, fungsi, kualitas dan biaya. Pada tahap pengembangan suatu rekayasa nilai (Value
Engineering) biasanya dapat mendukung dalam melakukan efisiensi biaya proyek ke depannya.
d.
Tahap Pengadaan (Procurement Phase)
Pada tahap ini merupakan tahap mengajukan suatu tender kepada pemilik proyek dengan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan baik berupa anggaran proyek, spesifikasi, gambar kerja, kontrak, dsb. Pada tahap ini pihak pelaksana/kontraktor
akan mengajukan dokumen tender sesuai dengan ketentuan dari penyelenggara tender tersebut. Bentuk
tender/pelelangan dapat berupa penunjukan langsung, pemilihan langsung dan pelelangan terbuka (Umum). Pada tahap
ini pula dilakukan seleksi akan dokumen tender yang diajukan oleh kandidat pelaksana suatu proyek, kemudian dilakukan
pengumuman pemenang dari tender tersebut.
e.
Tahap Pelaksanaan dan Pengontrolan (Execution & Controll phase)
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan atau implementasi dari suatu proyek yang telah direncanakan, pada tahap ini
banyak sumber daya yang akan digunakan seperti material, mesin, uang, metode, tenaga kerja, pada tahap inilah suatu
proyek dapat terealisasi setelah memalui tahap perencanaan. Dalam siklus hidup proyek konstruksi tahap pelaksanaan
merupakan tahap yang paling kompleks akan timbulnya masalah, mulai dari masalah teknis, keuangan, klaim sampai
masalah sosial, sehingga pada tahap ini perluh dilakukan suatu proses pengontrolan dalam kegiatan pelaksanaannya serta
pengendalian dari penyimpangan yang terjadi.
f.
Tahap Penyelesaian proyek (Closing phase)
Tahap ini terdiri dari masa perawatan dan serah terima. Proses serah terima umumnya dibagi dua tahap, tahap pertama
setelah pekerjaan konstruksi selesai dan siap digunakan dan selanjutnya setelah masa perawatan selesai. Output dari tahap
ini adalah final dokumen yang berisikan semua dokumen kontrol dalam tahap konstruksi, gambar final (as built drawing),
manual operasi dan berita acara serah terima atau penyelesaian proyek yang merupakan tahap akhir dari sebuah proyek.
Pada tahap ini kualitas dari suatu hasil produk proyek harus menjadi prioritas agar hubungan kerja sama antara pemilik dan
pelaksana proyek tidak berhenti begitu saja akibat adanya penyimpangan dalam hal kualitas, maka dari itu masa perawatan
umumnya diberikan oleh pihak pelaksana berdasarkan waktu yang telah ditentukan dalam kontrak.
g.
Tahap Operasional dan Pemeliharaan (Operational & Maintanance)
Tahap ini merupakan tahap lanjutan setelah proyek selesai terealisasikan, dimana pada tahap ini dilakukan operasional dari
hasil produk tersebut sesuai fungsinya serta dilakukan proses perawatan selama umur proyek tersebut. Tahap ini
merupakan tahap yang memiliki siklus hidup terpanjang dari semua tahapan, dimana pada tahap ini akan berlangsung
suatu proses operasional dan perawatan akan hasil produk proyek selama umur yang akan difungsikan. Tahap ini
memerlukan suatu manajemen perawatan dan operasional fungsi yang baik agar hasil produk dari suatu investasi proyek
yang telah dilaksanakan dapat berjalan sesuai rencana pada tahap studi kelayakannya.
h.
Tahap Evaluasi Proyek (Evaluation)
Dimana pada tahap ini dilakukan suatu analisis evaluasi setelah mendekati umur dari suatu produk proyek, pada tahap ini
pula dilakukan suatu pengambilan keputusan dari hasil evaluasi apakah akan dilakukan Perbaikan (Repair) atau dibuat baru
kembali sehingga akan kembali lagi pada tahap awal yaitu tahap inisiasi proyek. Tahap ini umumnya berupa analisis evaluasi
dari kondisi fisik produk proyek konstruksi yang telah mendekati atau melampaui umur rencana, sehingga keputusan akan
dilakukannya tindak lanjut dari produk proyek tersebut akan diputuskan pada tahap ini. Hal ini tentunya tergantung dari
kondisi fisik produk konstruksi dan kondisi finansial pemilik, sehingga sangat mempengaruhi hasil keputusan evaluasinya.
Skema Tahapan/Fase Suatu Proyek Konstruksi
Daur Hidup Proyek dan Daur Hidup Aset Konstruksi
7. Project Delivery System
Project Delivery Method adalah sistem pelaksanaan seluruh tahapan proyek yang terkait dengan pihak-pihak yang akan terlibat
dalam setiap tahapan. Project Delivery Method sering disebut juga Project Delivery System (PDS) atau sistem pelaksanaan
proyek.
Jenis-jenis Project Delivery Method:
Ada beberapa jenis pilihan PDM untuk owner, antara lain:
a. Swakelola (Owner-Provided Delivery)
Swakelola dilakukan apabila owner tersebut kapabel untuk melakukan perancangan maupun pelaksanaan seorang diri.
Tentu saja lingkup pekerjaan harus sesuai dengan keahlian, pengalaman, dan sumber daya yang dimiliki oleh owner serta
memiliki izin praktek dan sertifikat profesi. Owner tersebut dapat berperan sebagai konsultan maupun sebagai kontraktor
utama yang mengelola beberapa sub-kontraktor pada saat pelaksanaan proyek. Owner dapat menambah tenaga ahli apabila
diperlukan.
b. Tradisional (Design-Bid-Build/DBB)
PDM ini merupakan PDM yang ditetapkan oleh perundangan untuk pelaksanaan proyek pemerintah. Namun, owner swasta
pun banyak pula yang menggunakannya.
PDM ini dipakai owner apabila:
• Owner menginginkan pengendalian dan otoritas yang tinggi atas pihak-pihak yang ada
• Owner merupakan pemerintah dan harus akuntabel dalam pengeluaran dana milik publik
• Ditetapkan oleh perundang-undangan
• Digunakan metoda kualifikasi untuk seleksi perancang
• Digunakan metoda kompetisi untuk pemilihan kontraktor
Salah satu keunggulan dalam PDM tradisional ini adalah untuk mendapatkan kualitas yang terbaik. Sebagai owner, tentunya
harus dapat memastikan tersedianya dana, tujuan awal proyek, menetukan standard spesifikasi dan bentuk kontrak. Owner
akan melakukan tahapan planning yang dapat dibantu oleh professional, sementara perancang atau konsultan melakukan
perancangan (design) serta mempersiapkan dokumen pengadaan (bid) untuk konstruksi.
Kemudian pada tahapan pengadaan (bid), calon kontraktor berkompetisi mengusulkan proposal baik teknis maupun harga.
Pemilihan biasanya didasarkan pada beberapa aspek, seperti harga terendah, lama waktu pelaksanaan, dan metode kerja
yang digunakan. Pada tahap ini juga akan ada banyak negoisasi antara owner dengan calon kontraktor.
Kontraktor yang terpilih kemudian melakukan pelaksanaan konstruksi (build). Sementara itu, owner akan memilih perwakilan
baik dari sumber daya yang dimiliki maupun dari profesional yang dikontrak oleh owner untuk mengawasi pelaksanaan
pekerjaan proyek apakah pekerjaan yang dilakukan kontraktor sudah benar.
c. Manajemen Konstruksi (Construction Management/CM)
CM ditugaskan oleh owner untuk membuat dokumen pengadaan dan mengawasi pelaksanaan konstruksi. Namun, CM dapat
berperan dari awal daur hidup proyek.
Terdapat 2 jenis CM:
•
Agency Construction Manager
Agency Construction Manager adalah seorang CM yang dapat menggantikan peran owner dalam suatu proyek. CM
dapat available hanya dengan panggilan atau selama proyek berlangsung. CM berlaku sebagai bagian dari internal
organisasi owner dan bertugas dari awal hingga akhir proyek.
•
1.
2.
Construction Manager-at-Risk (CM-at-Risk)
CM at Risk ini seringkali dipakai oleh owner swasta. CM bertugas dalam dua tahap:
Pada saat planning dan conceptual design, yaitu bergabung dengan designer untuk perancangan. Dengan demikian,
CM akan memberikan masukan kepada perancangan mengenai jadwal, biaya dan juga constructability
Pada saat pelaksanaan konstruksi berlaku sebagai general contractor. Dengan CM ini dapat diterapkan strategi fast
track, yaitu proses perencanaan dapat diselingi dengan proses konstruksi. Namun memiliki resiko apabila terjadi
kesalahan
pada
proses
perancangan,
akan
langsung
berimbas
pada
proyek
konstruksinya.
d. Rancang Bangun (Design-Build/DB)
DB adalah sistem pelaksanaan proyek dimana hanya ada satu entitas yang bertanggung jawab baik dalam perancangan
maupun pelaksanaan konstruksi. Dengan sistem ini diharapkan dapat menghindari adanya ketidaksepemahaman antara
konsultan dan kontraktor.
Pemilihan Design-Builder oleh owner dapat dilakukan dengan kompetitif maupun dengan negosiasi. Berbagai aspek menjadi
pertimbangan dalam memilih Design-Builder, seperti pengalaman, reputasi, sumber dana, dan hal-hal lain yang terkait dalam
keberhasilan proyek. Dengan sistem ini fast track juga dapat dilakukan.
Untuk bangunan industri seperti pabrik dan power plant dikenal sebuah istilah yang sistemnya mirip dengan DB, yaitu
Engineering, Procurement, Construction (EPC).
Sama seperti DB, pada EPC hanya terdapat satu entitas yang bertugas untuk melakukan kegiatan perancangan engineering,
pembelian bahan dan alat, serta melakukan pelaksanaan konstruksi.
e. Variasi DB
Terdapat beragam arrangement untuk kontrak DB yang menyediakan berbagai fungsi lain untuk melaksanakan proyek,
seperti fungsi pendanaan, penyewaan, operasi dan pemeliharaan.
Beberapa ragam tersebut:
• Turnkey
Karakteristik Turnkey adalah sama dengan DB tapi ditambahkan tanggung jawab operasi dan pemeliharaan proyek
kepada design-builder. Jadi ketika proyek selesai, design-builder ”turns over the keys”, namun tanggung jawab masih
berada di design-builder.
Beberapa jenis Turnkey:
1. Design-Build-Operate-Transfer: waktu operasi pendek (1 tahun).
2. Design-Build-Operate-Maintain: dikenal dengan super turnkey, waktu operasi dan pemeliharaan yang lama (10-15
tahun)
3. Design-Build-Own-Operate-Transfer: lebih luas cakupannya dan lebih lama operasi dan pemeliharaannya. Biasanya
untuk infrastruktur seperti jalan dan jembatan tol. Dapat pula dikembangkan dengan skema pendanaan oleh pihak
swasta atau developer.
• Variasi Turnkey
Operator swasta dan developer menawarkan berbagai variasi kepada owner swasta dalam menjalankan DB. Seperti:
1.
Lease-develop-operate: owner memberikan operator swasta untuk menyewa dalam jangka panjang,
mengoperasikan, dan mengembangkan fasilitas yang ada. Operator swasta mendapatkan dana dari pihak lain
untuk owner untuk mengembangkan fasilitas dan owner akan menggunakan sebagian dana leasing untuk
2.
membayar hutangnya. Operator yang akan melakukan planning dan conceptual design. Kemudian operator
memilih design-builder untuk mengembangkan fasilitas.
Public-private partnership (PPP): Owner adalah pemerintah yang mengundang pihak swasta untuk berpartisipasi
dalam pengadaan infrastruktur untuk publik.
• Variasi Pendanaan
Selain skema pendanaan diperkenalkan dalam turnkey terdapat beberapa skema lain:
1. Finance, Design, Build, Transfer
2. Finance, Design, Build, Operate, Transfer
3. Finance, Design, Build, Own, Operate, Transfer
Dari berbagai jenis PDM diatas, sistem tradisional merupakan sistem yang banyak dipakai baik owner pemerintah maupun
swasta. Biasanya sistem tradisional dipilih untuk mendapatkan harga yang murah dengan kualitas yang terbaik.
8. Development Process
Project development: major steps in the process are:
a. Recognition of need and initial concept for the facility.
b. Feasibility studies (economic & technical) for the project.
c. Detailed plans, specifications & cost estimates.
d. Approval of the project by regulatory agencies.
e. Advertizing the project for bid or negotiating with potential contractors.
f. Award of prime construction contract (or various subcontracts, if owner-managed)
g. Facility construction and construction contract administration.
h. acceptance of completed facility by owner.
Download