IDIK SAEFUL BAHRI, S.H. TURKI DALAM PERGUMULAN POLITIK, HAM, DAN DEMOKRASI Diterbitkan secara mandiri melalui Bahasa Rakyat TURKI DALAM PERGUMULAN POLITIK, HAM, DAN DEMOKRASI Oleh: Idik Saeful Bahri, S.H. Copyright © 2020 by Idik Saeful Bahri Penerbit Bahasa Rakyat Email : [email protected] Desain Sampul: Idik Saeful Bahri Diterbitkan melalui: Bahasa Rakyat 2 KATA PENGANTAR Turki adalah negara berpenduduk muslim yang paling stabil di Timur Tengah. Kehadiran Turki memberikan makna optimisme bagi gejolak politik diantara negara-negara Arab. Kestabilan Turki tentu dalam artian yang tidak sebenarnya. Turki tetap menghadapi banyak masalah, baik di internal Turki sendiri, maupun konflik di luar Turki. Peran Turki yang cukup strategis di kawasan, membuat dirinya terjun dalam politik kepentingan di negara lain, sebutlah Suriah misalnya. Namun dengan banyaknya masalah dan kasus yang dihadapi, pemerintah Turki memiliki banyak alternatif untuk mengatasinya, atau setidak-tidaknya mengurangi dampak buruknya. Buku ini mencoba menguraikan beberapa masalah yang dihadapi Turki, utamanya dalam hal politik, pelanggaran HAM, dan demokrasi. Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia perlu untuk mengkaji Turki dalam beberapa aspek. Dalam hal-hal positif perlu dijadikan contoh, adapun untuk hal-hal negatif, penting untuk dijadikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, utamanya pemerintah. 3 DAFTAR ISI Kata Pengantar 3 Daftar Isi 4 Bab I. Sejarah Panjang Turki 6 A. Runtuhnya Turki Utsmani 6 B. Sekularisasi Turki 14 C. Turki Modern 23 Bab II. Keadaan Sosial-Politik Turki 28 A. B. C. D. Sosial Masyarakat Turki 28 Perekonomian Turki 32 Politik Dalam Negeri Turki 40 Politik Luar Negeri Turki 53 Bab III. Rentetan Arab Spring 62 Bab IV. Upaya Turki Gabung dengan Uni Eropa 71 A. Proses Masuknya Turki ke Uni Eropa 71 B. Kendala HAM dan Demokrasi 80 Bab V. Isu-Isu Turki dalam Masalam HAM 90 A. B. C. D. Genosida Warga Armenia 95 Pelanggaran HAM di Siprus 100 Kasus Suku Kurdi 102 Kebebasan Agama bagi Komunitas Alevi 114 Bab VI. Propaganda Turki 127 Bab VII. Turki Sebagai Fondasi Demokratisasi Timur Tengah 142 A. Rekonsiliasi Islam dan Demokrasi 142 4 B. Kebijakan Luar Negeri Turki 152 C. Strategi Demokratisasi Timur Tengah 163 D. Reaksi Politik Turki terhadap Suriah 188 Daftar Pustaka 194 Tentang Penulis 204 5 BAB I SEJARAH PANJANG TURKI A. Runtuhnya Turki Utsmani Pemerintahan sultan Turki yang ke X, yaitu Sulaeman Al Qanuni atau Sulaeman I (1520-1566) merupakan masa pemerintahan terpanjang dibandingkan dengan sultan-sultan lainnya. Selama pemerintahannya berhasil meraih kesuksesan dengan masuknya beberapa wilayah negara besar Turki. Bahkan mempersatukan umat Islam dengan non Muslim dibawah kekuasaannya. Namun disisi lain tanda-tanda keruntuhan juga sudah mulai muncul ke permukaan. Gambar 1.1. Sultan Sulaeman Al Qanuni 6 Kerajaan Turki Utsmani mulai melemah semenjak meninggalnya Sulaeman Al Qanuni. Pengganti Sulaeman I, Sultan Salim II merupakan pemimpin yang lemah dan pada umumnya tidak berwibawa. Sehingga kenaikan Sultan Salim II (1566-1574) dianggap sebagai permulaan keruntuhan Turki Utsmani dan berakhirnya zaman keemasannya. Selain itu para pembesar kerajaan hidup dalam kemewahan sehingga sering terjadi penyimpangan keuangan negara. Sekalipun demikian serangan Eropa masih terus berlangsung terutama penaklukkan terhadap kota Wina di Austria. Usaha penaklukkan ini ternyata juga tidak berhasil.1 Gambar 1.2. Sultan Salim II Kemunduran dan Kehancuran Turki Usmani, http://asme28.blogspot.co.id, akses pada 19 Februari 2017, pukul 16:34. 1 7 Melemahnnya semangat perjuangan prajurit Utsmani menyebabkan sejumlah kekalahan dalam pertempuran menghadapi musuh-musuhnya. Pada tahun 1663, tentara Utsmani menderita kekalahan dari serangan pasukan gabungan armada Spanyol, Bandulia, dan armada Sri Paus. Tahun 1676, Pasukan Usmani juga mengalami kekalahan dalam pertempuran di Hungaria. Pada tahun 1699 Turki kalah dalam pertempuran di Mohakez sehingga terpaksa menandatangani perjanjian Karlowits yang berisi pernyataan kerajaan Utsmani harus menyerahkan seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar Slovenia dan Kroasia kepada penguasa Venetia.2 Pada tahun 1770 Masehi, pasukan Rusia mengalahkan pasukan Utsmani di Asia kecil. Sehingga pada tahun 1774, penguasa Utsmani, Abdul Hamid menandatangani perjanjian dengan Rusia yang berisi pengakuan kemerdekaan Krimenia dan penyerahan benteng-benteng pertahanan di laut hitam serta memberikan izin kepada Rusia untuk melintasi selat antara laut hitam dengan laut putih. Periode 2 8 Ibid. keruntuhan kerajaan Turki Utsmani termanifestasi dalam dua periode yang berbeda pula, yaitu: pertama, periode desentralisasi yang dimulai pada awal pemeritahan Sultan Salim II (1566-1574) hingga tahun 1683 ketika angkatan bersenjata Turki, Utsmani gagal dalam merebut kota Fiena untuk kedua kalinya. Kedua, priode dekompresi yang terjadi dengan munculnya anarki internal yang dipadukan dengan lepasnya wilayah taklukan satu per satu.3 Pada abad ke 16 kelompok derfisme telah menjadi kelompok yang solid dan mendominasi kekuatan politik bahkan menggeser posisi para aristokrat Turki tua. Namun pada perkembangan selanjutnya terjadi konflik intern yang menyebabkan mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam politik praktis. Mereka mengkondisikan Sultan agar lebih suka tinggal menghabiskan waktunya di Istana Keputren ketimbang urusan pemerintahan, agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang. Dengan mengeploitasi posisinya di mata penguasa terhadap rakyat, mereka memanipulasi pajak dengan kewajiban tambahan kepada petani, akibatnya banyak penduduk yang 3 Ibid. 9 berusaha untuk masuk ke dalam korp Jannisari4. Hal ini mengakibatkan membengkaknya jumlah keanggotaan Jannisari yang hingga pertengahan abad ketujuh belas mencapai jumlah 200.000 orang. Untuk menentukan faktor penyebab utama kehancuran kerajaan Turki Utsmani merupakan persoalan yang tidak mudah. Alam sejarah lima abad akhir. Abad ke tiga belas sampai abad ke sembilan belas, Kerajaan Turki Utsmani merupakan sebuah proses sejarah panjang yang tidak terjadi secara tibatiba. Mengamati sejarah keruntuhan Kerajaan Turki Utsmani, dalam bukunya Syafiq A. Mughani melihat tiga hal kehancuran Turki Usmani, yaitu melemahnya sistem birokrasi dan kekuatan militer Turki Utsmani, kehancuran perekonomian kerajaan dan munculnya kekuatan baru di daratan Eropa serta serangan balik terhadap Turki Utsmani. Janissari (berasal dari bahasa Turki Utsmaniyah: ينيچرى (Yeniçeri) yang berarti pasukan baru) adalah pasukan infanteri yang dibentuk oleh Sultan Murad I dari Kekalifahan Bani Seljuk pada abad ke-14. Pasukan ini berasal dari bangsa-bangsa Eropa Timur yang wilayahnya berhasil dikuasai oleh Turki Utsmani. Tentara ini dibentuk tak lama setelah Kekaisaran Byzantium kalah oleh Turki Utsmani. 4 10 1. Kelemahan para Sultan dan Sistem Birokrasi Ketergantungan sistem birokrasi Utsmani kepada kemampuan seorang Sultan dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan institusi politik ini menjadi rentan terhadap kejatuhan kerajaan. Seorang Sultan yang cukup lemah cukup membuat peluang bagi degradasi politik di kerajaan Turki Utsmani. Ketika terjadi benturan kepentingan di kalangan elit politik maka dengan mudah mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang tidak berarti. Masing-masing kelompok membuat koalisi dengan janji kemakmuran, Sultan dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan waktunya di istana dibanding urusan pemerintahan agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang. Pelimpahan wewenang kekuasaan pada Perdana Menteri untuk mengendalikan roda pemerintahan. Praktik money politik di kalangan elit, pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan inpantri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jarrisari, untuk menggulingkan kekuasaan merupakan ketidakberdayaan Sultan dan kelemahan sistem birokrasi 11 yang mewarnai Utsmani. perjalanan kerajaan Turki 2. Kemerosotan Kondisi Sosial Ekonomi Perubahan mendasar terjadi pada jumlah penduduk kerajaan sebagaimana terjadi pada struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan akhirnya menghadapi problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai melemah, pada saat bangsa Eropa telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri. Perubahan politik dan kependudukan saling bersinggungan dengan perubahan penting di bidang ekonomi. Desentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh pejabat daerah memberikan konstribusi bagi runtuhnya ekonomi tradisional kerajaan Turki Usmani. 3. Munculnya Kekuatan Eropa Munculnya politik baru di daratan Eropa dapat dianaggap secara umum faktor yang mempercepat proses keruntuhan kerajaan Turki Utsmani. Konfrontasi langsung dengan kekuatan 12 Eropa berawal pada abad ke XVI, ketika masingmasing kekuatan ekonomi berusaha mengatur tata ekonomi dunia. Ketika kerajaan Utsmani sibuk membenahi negara dan masyarakat, bangsa Eropa malah menggalang militer, ekonomi dan teknologi dan mengambil manfaat dari kelemahan kerajaan Turki Utsmani. Dimana sistem kemiliteran Bangsa barat selangkah lebih maju dibandingkan dengan kerajaan Turki Utsmani. Oleh karena itu saat terjadi kontak senjata maupun peperangan yang terjadi belakangan, tentara Turki selalu mengalami kekalahan. Terlebih Turki Utsmani sangat tidak mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan, Turki mengalami stagnansi ilmu pengetahuan. Maka otomatis peralatan perangnya pun semakin ketinggalan zaman. Saat Turki Utsmani mulai berbenah, dirasa sudah terlambat karena wilayahnya sedikit demi sedikit mulai menyusut karena melepaskan diri dan sulit untuk menyatukannya kembali. 4. Pemberontakan Internal Pemberontakan-pemberontakan terjadi dimana-mana, mulai dari Makkah, Wahabiyah, Druze dan pemberontakan di Wilayah pusat 13 kekuasaan telah memperlemah kekuatan militer dan politik. Bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut. Di Mesir misalnya, Yenisari justru bekerjasama dengan Dinasti Mamalik dan akhirnya berhasil merebut kembali wilayah Mesir pada 1772 M hingga kedatangan Napoleon pada 1789 M. Lalu ada gerakan Wahabisme di tanah Arab yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab yang bekerjasama dengan keluarga Saud, dan akhirnya berhasil memukul mundur kekuasaan Turki dengan bantuan tentara Inggris dari jazirah Arab. Keluarga Saud sendiri memproklamirkan dirinya sebagai penguasa Arab, maka wilayah jazirah Arab selanjutnya dinamakan Saudi Arabia. B. Sekularisasi Turki Pada tahun 1919-1923 terjadi revolusi Turki di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasha. Kecemerlangan karier politik Mustafa Kemal dalam peperangan, yang dikenal sebagai perang kemerdekaan Turki, mengantarkannya menjadi pemimpin dan juru bicara gerakan nasionalisme Turki. Gerakan nasionalisme ini, yang pada waktu itu 14 merupakan leburan dari berbagai kelompok gerakan kemerdekaan di Turki, semula bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan Turki dari rebutan negara-negara sekutu. Namun pada perkembangan selanjutnya gerakan ini diarahkan untuk menentang Sultan. Mustafa Kemal mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing reruntuhan kekhalifahan Turki Ustmani dengan prinsip sekularisme, modernisme dan nasionalisme. Gambar 1.3. Mustafa Kemal Pasha 15 Meskipun demikian, Mustafa Kemal bukanlah yang pertama kali memperkenalkan ide-ide tersebut di Turki. Gagasan sekularisme Mustafa Kemal banyak mendapat inspirasi dari pemikiran Ziya Gokalp, seorang sosiolog Turki yang diakui sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya Gokalp adalah sintesa antara tiga unsur yang membentuk karakter bangsa Turki, yaitu ke-Turki-an, Islam dan Modernisasi. Dengan demikian Mustafa dan pengikutnya menggerakkan reformasi-reformasi di Turki dengan dasar-dasar yang telah diletakkan oleh para pembaru-pembaru di kekhalifahan Turki. Pada perkembangan selanjutnya ide-ide reformasi Mustafa Kemal menjadi suatu gerakan politik pemerintah yang dikenal dengan sebutan Kemalisme.5 1. Revolusi Agama, Budaya dan Negara Politik Kemalis ingin memutuskan hubungan Turki dengan sejarahnya yang lalu agar Turki dapat masuk dalam peradaban Barat. Oleh karena itulah penghapusan kekhalifahan Sejarah Negara Republik Turki, http://www.intipsejarah.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul 16:36. 5 16 merupakan agenda pertama yang dilaksanakan. Pada tanggal 1 November 1922 Dewan Agung Nasional pimpinan Mustafa Kemal menghapuskan kekhalifahan. Selanjutnya pada tanggal 13 Oktober 1923 memindahkan pusat pemerintahan dari Istanbul ke Ankara. Akhirnya Dewan Nasional Agung pada tanggal 29 Oktober 1923 memproklamasikan terbentuknya Negara Republik Turki dan mengangkat Mustafa Kemal sebagai Presiden Republik Turki. Setelah meniadakan kekhalifahan, politik Kemalisme menghapuskan lembaga-lembaga Syariah, meskipun sebenarnya peranan lembaga ini sudah sangat dibatasi oleh para pembaru Kerajaan Ustmani. Bagi Kemalis, Syariat adalah benteng terakhir yang masih tersisa dari sistem keagamaan tradisional. Lebih lanjut lagi Kemalis menutup sekolah-sekolah madrasah yang sudah ada sejak tahun 1300-an sebagai suatu lembaga pendidikan Islam. Reformasi agama adalah salah satu contoh tindakan ekstrim dari rezim Kemalis setelah penghapusan khalifah. Reformasi ini bertujuan untuk memisahkan agama dari kehidupan politik negara dan mengakhiri kekuatan tokoh-tokoh agama dalam masalah politik, sosial dan kebudayaan. Selain itu 17 Mustafa Kemal juga mengajukan pemikiran tentang nasionalisme agama. Menurutnya agama merupakan suatu lembaga sosial dan karena itu harus disesuaikan dengan sosial dan budaya masyarakat Turki.6 Suatu komite dibentuk di Fakultas Teologi di Universitas Istanbul untuk memodernisasikan Islam. Komite ini menyebarkan keinginan Mustafa kemal untuk mengganti bentuk dan suasana mesjid seperti bentuk dan suasana gereja di negara-negara Barat, dengan menekankan pada: pentingnya masjid yang bersih, dengan bangku-bangku dan ruang tempat menyimpan mantel, mewajibkan jamaah masuk dengan sepatu yang bersih, menggantikan bahasa Arab dengan bahasa Turki, menyediakan alat-alat musik ditempat shalat untuk memperindah bentuk shalat, dan mengubah teks-teks khutbah yang telah ada dengan khutbah yang berisi pemikiran agama berdasarkan filsafat Barat. Pada tahun 1932 pemerintah mengeluarkan kebijakan mengganti pengucapan adzan ke dalam bahasa Turki, yang 6 18 Ibid. amat ditentang oleh mayoritas masyarakat Muslim Turki. Reformasi agama, yang bentuknya upaya Turkifikasi Islam atau nasionalisasi Islam ini merupakan bentuk campur tangan pemerintah Kemalis dalam kehidupan beragama di masyarakat Turki. Sekularisme yang sejatinya memisahkan hubungan agama dengan pemerintahan, dimana negara menjamin kebebasan beribadah, bagi warga negara, pada pelaksanaannya dijalankan dengan semangat nasionalisme yang radikal dan dipaksakan oleh Kemalis. Namun penerapan nasionalisasi agama ini hanya bertahan hingga akhir pemerintahan Kemalis (Partai Rakyat Republik). Sejak tahun 1950, adzan kembali diucapkan dalam bahasa Arab. Masjid-masjid di Turki pun hingga saat ini tetap menunjukkan bentuk-bentuk yang umum sebagaimana masjid di negara-negara lainnya. Peradaban menurut Mustafa Kemal, berarti peradaban Barat. Tema utama dari pandangannya tentang pem-Barat-an adalah bahwa Turki harus menjadi bangsa Barat dalam segala tingkah laku. Untuk itu Pemerintah Kemalis mengeluarkan kebijakan larangan menggunakan pakaian-pakaian yang dianggap 19 pakaian agama di tempat-tempat umum dan menganjurkan masyarakat Turki menggunakan pakaian sebagaimana orang-orang Barat berpakaian (berjas dan bertopi). Peraturan ini mulai efektif pada November 1925 dan hingga saat ini masyarakat Turki menggunakan pakaian ala Barat. Sampai saat ini pemakaian jas sudah menjadi ciri umum dari masyarakat Turki. Sedangkan pemakaian topi menghilang bersamaan dengan menghilangnya kebiasaan memakai topi itu pada masyarakat Eropa. 7 Mustafa Kemal juga mengkritik pemakaian jilbab oleh wanita-wanita Turki, tapi semasa hidupnya tidak ada undang-undang yang secara tegas melarang pemakaian jilbab tersebut. Pelarangan jilbab secara konstitusional baru terjadi pada tahun 1998, sebagai reaksi militer atas munculnya fenomena kesadaran yang tinggi dari muslimah-muslimah Turki dalam menggunakan jilbab dan juga reaksi atas kemenangan Partai Islam Refah pada pemilu tahun 1995. 7 20 Ibid. Selain reformasi agama, reformasi yang paling penting dari rezim Kemalis adalah reformasi bahasa. Tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin, berdasarkan undang-undang yang diputuskan oleh Dewan Nasional Agung pada 3 Novemeber 1928. Tujuan reformasi bahasa adalah membebaskan bahasa Turki dari ‘belenggu’ bahasa asing. Penekanannya adalah pemurnian bahasa Turki dari bahasa Arab dan Persi. Mustafa Kemal mengadakan kunjungan di banyak tempat untuk mengajar secara langsung tulisan baru pada rakyat Turki. Reformasi bahasa ini memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan linguistik bahasa Turki saat ini. Penelitian yang mendalam terhadap akar bahasa dan struktur bahasa Turki membuktikan bahwa bahasa Turki termasuk kelompok bahasa Altay, yaitu bahasa-bahasa yang dipergunakan bangsa-bangsa yang mendiami wilayah yang membentang dari Finlandia hingga Manchuria. Dari segi gramatikal, bahasa Turki termasuk bahasa aglutinatif, yaitu bahasa berimbuhan. Struktur sintaksis memperlihatkan pola ObjekPredikat, dimana Predikat selalu berada di akhir kalimat. 21 2. Revolusi Hukum Komite ahli hukum mengambil UndangUndang sipil Swiss untuk memenuhi keperluan hukum di Turki menggantikan Undang-Undang Syariah, berdasarkan keputusan Dewan Nasional Agung tanggal 17 Februari 1926. UndangUndang Sipil yang mulai diberlakukan pada tanggal 4 Oktober 1926 ini antara lain tentang: menerapkan monogami, melarang poligami dan memberikan persamaan hak antara pria dan wanita dalam memutuskan perkawinan dan perceraian. Sebagai konsekuensi dari persaman hak dan kewajiban ini hukum waris berdasarkan Islam dihapuskan. Selain itu undang-undang sipil juga memberi kebebasan bagi perkawinan antar agama. Pada 1 Januari 1935, pemerintah mengharuskan pemakaian nama keluarga bagi setiap orang Turki dan melarang pemakaian gelar-gelar yang biasa dipakai pada masa Turki Utsmani. Mustafa Kemal menambahkan nama Ataturk, yang berarti Bapak Bangsa Turki, sebagai nama keluarga. Pada tahun 1935 sistem kalender hijriyah diganti dengan sistem kalender masehi, hari Minggu dijadikan sebagai hari libur menggantikan hari libur sebelumnya yaitu hari Jumat. 22 Tentang sekularisasi dan modernisasi di Turki pada masa Rezim Kemalis seperti diuraikan di atas, Bryan S. Turner, seorang guru besar sosiologi di Universitas Flinders (Australia Selatan), menyimpulkan bahwa sekularisme tersebut merupakan suatu bentuk pemaksaan dari pemerintah rezim, bukanlah sekularisasi yang tumbuh sebagai suatu konsekuensi dari proses modernisasi seperti di negara-negara Eropa. Selain itu sekularisasi di Turki pada saat itu merupakan peniruan secara sadar pola tingkah laku masyarakat Eropa yang dianggap modern dan lebih maju (1984:318). Bagi Kemalis, manusia Turki baru tidak saja harus berpikiran rasional seperti orang-orang Eropa, tetapi juga harus meniru tata cara berperilaku dan berpakaian seperti mereka.8 C. Turki Modern Mustafa Kemal meninggal dunia pada tanggal 10 November 1938, setelah tiga kali menjabat sebagai presiden Republik Turki, yaitu pada tahun 1927, 1931 dan 1935. Mustafa Kemal diakui berhasil 8 Ibid. 23 menciptakan sistem pemerintahan parlementer dan meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi kehidupan demokratisasi di Turki. Partai Republik Rakyat adalah partai politik yang dibentuk Mustafa Kemal untuk menjalankan roda pemerintahan. Meskipun demikian, sejarah Turki menunjukkan pemerintahan Kemal dengan sistem pemerintahan satu partai tidak memberi ruang bagi kemunculan partai oposisi. Iklim Demokrasi muncul kemudian sejak Turki menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945 dan terus berkembang menunjukkan kemajuan yang pesat. Daniel Lerner (di dalam Memudarnya Masyrakat Tradisional, 1983) telah melakukan penelitian yang mendalam di suatu kota dekat Ankara pada tahun 1950-an, dan menyimpulkan bahwa negara Turki telah tumbuh menjadi negara yang relatif lebih stabil dan demokratis di banding dengan negara-negara lain di kawasan Timur Tengah. Reformasi budaya, terutama sekularisasi agama dan pemakaian hukum Barat menggantikan hukum Islam, memperlihatkan proses dinamis dari penerimaan dan penolakan masyarakat Turki. Sekularisasi agama pada masa Kemalis (1923-1950) melahirkan generasi Turki yang jauh dari agamanya. Bahasa Turki yang ditulis dalam bahasa latin telah 24 menjadi bahasa nasional Turki. Sedangkan pemakaian hukum-hukum Barat juga diadaptasi dengan berbagai tingkatan kesulitan di berbagai lapisan msyarakat. 9 Pada pemilu 1950, kekuasaan tunggal Partai Republik Rakyat berakhir dan digantikan oleh partai sekuler beraliran liberal, yaitu Partai Demokrat. Partai pimpinan Adnan Menderes ini mencoba mengoreksi penyimpangan-penyimpangan sekularisasi yang sudah dijalankan oleh Partai Republik Rakyat sejak berdirinya negara Turki. Namun Adnan Menderes juga tidak ingin Kemalisme digantikan dengan ideologi lain. Sejak masa pemerintahan Partai Demokrat inilah masyarakat Muslim yang merupakan mayoritas (98 persen dari 70 juta jiwa) penduduk Turki dapat melakukan shalat di masjid-masjid umum, berpuasa dan melakukan ibadah haji, yang pada masa Rezim Kemalis sulit dilakukan. Selain itu madrasah-madrasah kembali di buka, sehingga para orang tua dapat kembali menyekolahkan anak mereka di sekolah agama, setelah mereka menyadari bahwa mereka tumbuh sebagai suatu generasi yang kering dari nilai dan ilmu agama. Madrasah-madrasah ini kembali ditutup pada 9 Ibid. 25 tahun 1998 setelah dianggap sebagai lembaga yang mendidik kelompok Islam fundamental yang keberadaannya menguat dan mengancam ideologi sekuler Turki Perkembangan masyarakat di Turki menemukan karakter sendiri yang unik sebagai suatu bentuk pertentangan yang rumit antara pemikiran Kemalisme, yang fundamental dan radikal, pemikiran liberalis yang meskipun menentang Kemalisme tetapi tidak ingin ideologi ini diganti, dan pemikiran Islam, baik yang konservatif maupun moderat. Semangat masyarakat Turki modern untuk menjadi suatu bangsa yang modern dan demokratis, selalu disertai dengan kesadaran yang mendalam tentang watak dan idealisme ke-Turki-an dan ke Islaman. Penulis melihat bahwa gagasan sintesa tentang Islam, Turki dan Barat yang pernah dimunculkan oleh Ziya Gokalp (Bapak Nasionalis Turki) mulai terimplementasikan dengan wajar dan alami, sedangkan Kemalisme dijadikan ideologi negara yang keberadaannya sangat dijaga oleh kekuatan militer Turki. 10 10 26 Ibid. Militer Turki mengambil peran sebagai penjaga ideologi Kemalisme sebagai prinsip negara. Jatuhnya pemerintahan Partai Islam Refah pada tahun 1998 adalah suatu bukti masih dominannya pengaruh politik militer di Turki. Namun kebangkitan Islam, baik itu suatu fenomena kesadaran umat Islam Turki untuk kembali mempelajari nilai-nilai Islam di tengah kebijakan sekuler pemerintah dan fenomena dukungan masyarakat Islam terhadap kemenangan partai politik yang dianggap membawa aspirasi Islam terus memperlihatkan kemajuan ke arah yang positif. Aspirasi dan dukungan yang besar dari masyarakat Turki kembali mengantarkan kemenangan partai berbasis Islam, Partai Keadilan dan Pembangunan dalam pemilu 2002. Meskipun secara tegas pemimpin partai ini menyatakan bahwa Partai Keadilan dan Pembangunan bukanlah partai Islam dan mereka menyatakan komitmennya yang sungguh-sungguh menjaga ideologi sekularisme di Turki, nampaknya Rakyat Turki lebih melihat mereka sebagai sosoksosok muslim yang saleh yang diharapkan dapat membawa Turki ke arah yang lebih maju.11 11 Ibid. 27 BAB II KEADAAN SOSIAL-POLITIK TURKI A. Sosial Masyarakat Turki Turki berasal dari bahasa Cina, Tu-kiu (Turk) yang pertama kali digunakan pada abad ke-6. Sejak zaman dahulu di sebelah barat gurun pasir Gobi (wilayah Tiongkok/ Cina) yaitu daerah yang disebut Khurasan dan sekitarnya ada suku yang bernama Turki. Mereka hidup secara nomaden. Bangsa Turki terbagi dalam berbagai suku, di antara suku yang terkenal adalah suku Ughuz dari kabilah al-Gaz berasal dari keluarga Qabey. Suku ini terbagi menjadi 24 sub-suku yang kemudian hari lahir dari sub-suku ini Sultan pertama Dinasti Turki Utsmani yang bernama Utsman. Bangsa Turki memeluk agama Islam mulai abad 9 dan 10 Masehi. Mereka meninggalkan kampung halamannya karena mendapat tekanan dan serangan dari bangsa Mongol di bawah pimpinan Jhengis Khan yang saat itu telah menguasai wilayah Asia tengah dan Asia barat.12 Masyarakat Turki, https://kajiantimurtengah.wordpress.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:38. 12 28 Pengembaraan bangsa ini dipimpin oleh Sulaiman sampai di tepi sungai Eufrat. Dalam perjalanan ke Asia kecil Sulaiman wafat kemudian rombongan dipimpin oleh salah satu putranya bernama Orthogul atau juga disebut Erthagral. Sesampainya di dekat negeri Angora (kini Ankara), mereka menjumpai pertempuran pasukan Bani Saljuk di bawah pimpinan Sultan Alauddin melawan pasukan Mongol. Rombongan Orthogul kemudian bergabung bersama pasukan Bani Saljuk melawan dan mengalahkan tentara Mongol. Dari kemenangan inilah rombongan pengembaraan Orthogul mendapatkan dari Sultan Alauddin hadiah berupa sebuah wilayah dekat Broessa atau juga disebut daerah Iski Shahr dan sekitarnya sebuah wilayah berbatasan dengan wilayah Byzantium yaitu daerah ditepi laut tengah (kini dikenal dengan sebutan Anatolia).13 Saat ini bangsa Turki (bahasa Turki: Türk) didefinisikan sebagai penduduk Republik Turki. Pada catatan sejarah awal, definisi Bangsa Turki adalah “individu manapun di Republik Turki; apapun kepercayaannya atau latar belakang etnisnya; yang berbicara bahasa Turki, mengenal budaya Turki dan memiliki paham idealisme Turki, adalah seorang bangsa Turki.” Pemikiran ini berasal dari kepercayaan Mustafa Kemal Atatürk. Kini, istilah Bangsa Turki digunakan untuk penduduk Turki, dan juga penduduk berbahasa 13 Ibid. 29 Turki di bekas wilayah Kesultanan Utsmaniyah dan komunitas Turki yang tersebar di Eropa, Amerika Utara dan Australia. Anatolia (Yunani: ανατολή Anatolē ) atau Asia Kecil, “terbitnya matahari” atau “Timur”; perbandingan “Asia Timur” dan “Levant”, oleh etimologi umum bahasa Turki Anadolu dari ana “ibu” dan dolu “isi”, juga disebut dengan nama LatinAsia Minor, ialah sebuah kawasan di Asia Barat Daya yang kini dapat disamakan dengan Turki bagian Asia. Karena letaknya yang strategis pada pertemuan Asia dan Eropa, Anatolia telah menjadi tempat lahir beberapa peradaban sejak abad prasejarah, dengan permukiman neolitik seperti Catalhöyük (neolitik barang tembikar), Cayönü (Neolitik Pra-Barang Tembikar A ke neolitik barang tembikar), Nevali Cori (Neolitik Pra-Barang Tembikar B), Hacilar (neolitik barang tembikar), Göbekli Tepe (Neolitik Pra-Barang Tembikar A) dan Mersin. Permukiman Troya bermula di masa Neolitik namun berlanjut sampai abad besi.14 Peradaban dan penduduk utama yang telah tinggal atau menaklukkan Anatolia termasuk Hattia, Luwia, Hittit, Phrygia, Simeria, Lidia, Persia, Kelt, Tabal, Mesekh, Yunani, Pelasgia, Armenia, Romawi, Goth, Kurd, Bizantium, Turki Seljuk dan Turki Utsmani. Mereka semua termasuk dari banyak budaya etnis dan linguistik. Sepanjang sejarah yang terlacak, penduduk Anatolia telah 14 30 Ibid. bercakap Indo-Eropa dan Semit, seperti banyak bahasa dari pertalian tak pasti. Nyatanya, diberikan bahasa zaman purbakala Hittit Indo-Eropa dan Luwia, beberapa sarjana telah mengusulkan Anatolia sebagai pusat hipotesis dari yang bahasa Indo-Eropa telah menyebar. Penulis lainnya telah mengusulkan asal penduduk Anatolia dari bangsa Etruria dari Italia kuno. Kini kebanyakan penduduk Anatolia merupakan penutur asli bahasa Turki, yang telah diperkenalkan penakluk Anatolia oleh orang Turki dan naiknya Kerajaan Ottoman abad ke-13. Bagaimanapun, Anatolia menyisakan multi-etnis sampai awal abad ke-20. Minoritas etnis dan linguistik Kurdi yang signifikan tetap ada di bagian selatan. Bangsa Turki mulai bermigrasi ke daerah yang dinamakan Turki pada abad ke-11. Proses migrasi ini semakin dipercepat setelah kemenangan Seljuk melawan Kekaisaran Bizantium pada pertempuran Manzikert. Beberapa Beylik (Emirat Turki) dan Kesultanan Seljuk Rûm memerintah Anatolia sampai dengan invasi Kekaisaran Mongol. Mulai abad ke-13, beylikbeylik Ottoman menyatukan Anatolia dan membentuk kekaisaran yang daerahnya merambah kebanyakan Eropa Tenggara, Asia Barat, dan Afrika Utara. Setelah Kekaisaran Utsmaniyah runtuh setelah kalah pada Perang Dunia I, sebagian wilayahnya diduduki oleh para Sekutu yang memenangi PD I. Mustafa Kemal Atatürk kemudian mengorganisasikan gerakan perlawanan 31 melawan Sekutu. Pada tahun 1923, gerakan perlawanan ini berhasil mendirikan Republik Turki Modern dengan Atatürk menjabat sebagai presiden pertamanya. Turki adalah sebuah republic konstitusional yang demokratis, sekuler, dan bersatu. Turki telah berangsur-angsur bergabung dengan Barat sementara di saat yang sama menjalin hubungan dengan dunia Timur. Negara ini merupakan salah satu anggota pendiri, Organisasi Konferensi Islam, OECD, dan OSCE, serta negara anggota Dewan Eropa sejak tahun 1949, dan NATO sejak tahun 1952. Sejak tahun 2005, Turki adalah satu-satunya negara Islam pertama yang berunding menyertai Uni Eropa, setelah merupakan anggota koalisi sejak tahun 1963. Turki juga merupakan anggota negara industri G20 yang mempertemukan 20 buah ekonomi yang terbesar di dunia. Ibu kota negara Turki adalah Ankara sedangkan kota terbesar di Turki adalah Istanbul.15 B. Perekonomian Turki Pada bulan Juni 2003 UU Investasi Asing dirubah oleh Turki, yaitu garansi dan hak penuh investor asing sama dengan investor domestik Turki. Kebijakan lama yang mengharuskan investor asing 15 32 Ibid. meminta izin pada Dirjen Investasi Asing dan wajib setor US$ 50.000 per pemegang saham, telah dihapus. The Economist Intelligence Unit mencatat kebijakan pemerintah Recep Tayyip Erdogan telah meningkatkan kepercayaan investor asing dan mendongkrak masuknya investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) ke Turki secara signifikan.16 Pada tahun 2003, FDI melonjak 60% menjadi US$1,6 miliar dari US$ 1 di 2002. Angka ini naik lagi menjadi US$2,6 (2004) dan melesat menjadi US$ 9,6 (2005). Oleh sebab ini, Turki masuk 20 besar negara yang diminati investor asing. Hal ini sesuai dengan Trilogi sukses pemerintahan Erdogan, yaitu privatisasi, perbaikan makro ekonomi dan iklim investasi. Sementara itu untuk 2006, International Herald Tribune mencatat FDI ke Turki melesat menjadi US$ 19,8 miliar dan pada 5 bulan pertama 2007 total FDI yang telah berhasil dibukukan adalah US$ 11 miliar. Sementara itu Gross Domestic Product (GDP) mencapai rata-rata 7% per tahun sejak PM Erdogan berkuasa. Sedangkan GDP per kapita meningkat dua kali lipat menjadi US$ 5.500. Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung Dengan Uni Eropa, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada), hlm. 28. 16 33 Erdogan menjanjikan angka ini diupayakan naik lagi menjadi US$ 10.000 per kapita pada lima tahun kedua periode kekuasaannya.17 Pipa Baku-Tbilisi-Ceyhan (BTC) mencatat peristiwa historis dengan pengiriman pertama kargo minyak mentahnya ke pasar dunia. Chevron memiliki 8,9 % interest di 1.094-mil (1.762-km) pipa yang melintasi Azerbaijan, Georgia dan Turki dan memegang 10,3% working interest di Azerbaijan International Operating Company (AIOC) yang memproduksi dan membangun lapangan ACG. Pipa senilai $ 4,5 miliar ini memiliki kapasitas 1 juta barrel per hari dan diharapkan mengakomodasi mayoritas produksi AIOC.18 Turkish Business Roundtable (TUSIAD) memberikan analisa tentang kemajuan Turki dalam membina “demokrasi yang lebih mendalam, struktur sosial yang lebih stabil, dan ekonomi yang lebih kuat”. Laporan yang menggaris-bawahi reformasi yang ingin dilihat agar terserap ke dalam masyarakat Turki sambil memberikan peta bagi kemajuan berkesinambungan ke arah penerimaan. Laporan 34 17 Sumber dari http://www.detiknews.com. 18 Sumber dari http://www.migas-indonesia.com. TUSIAD menyorot sistem parlementer, administrasi publik, HAM dan pengadilan sebagai area fokus kunci untuk mengembangkan sistem demokrasi di Turki. Mengenai struktur sosial, penekanan diletakkan pada pendidikan, efisiensi pasar tenaga kerja, kesetaraan gender dan perkembangan regional. Akhirnya, laporan tersebut mengatakan bahwa ekonomi bisa diperkuat melalui pertumbuhan yang terus-menerus, kompetisi, prosedur investasi, menaklukkan ekonomi informal dan privatisasi.19 Di bawah kepemimpinan Erdogan dan AKP, Turki menjadi salah satu negara yang berkembang pesat dari sektor ekonomi. Berbagai bentuk kerjasama dilakukan guna menstabilkan kondisi ekonomi dan politiknya. Arah ekonomi Turki mulai melebar hingga Cina, Jepang, dan Indonesia.20Lebih dari itu, walaupun banyak menimbulkan kontroversi di dunia internasional, Turki semakin mendekatkan diri dengan Iran. Tidak hanya itu saja, Erdogan menyokong hak Iran untuk memiliki teknologi nuklir sipil dan menganggap perluasan kerjasama dengan 19 Asmawita Fithri, op.cit, hlm. 30. Bulent Aras, Kenan Dagci and M. Eve Caman, Tukey’s New Activism in Asia, Alternatives Journal, Vol. 8 Summer 2009, hlm. 28. 20 35 Teheran sebagai prioritas utama Ankara.21 Turki dan Rusia juga sepakat untuk berusaha melipat-tigakan perdagangan bilateral hingga bernilai 100 miliar dolar dalam lima tahun mendatang. Kedua pemimpin negara tersebut mengumumkan penandatangan kesepakatan kerjasama itu, termasuk pembangunan instalasi pembangkit tenaga nuklir pertama Turki di dekat pantai Mediterania.22 Di titik ini, Turki benarbenar telah membangun citra dan identitasnya sebagai negara berkembang yang terbuka dengan perdagangan bebas yang mutualistik. Turki tidak lagi membatasi dan menggantungkan dirinya pada ekonomi negara-negara Barat. Perkembangan kemajuan ekonomi ini merupakan puncak keberhasilan Erdogan setelah berhasil berkuasa di Turki. Gross Domestic Product (GDP) Turki hanya senilai 230 milyar dolar pada tahun 2002, dan diakhir 2008 ini mencapai 742 milyar dolar. Selain itu total ekspor Turki dari 32 milyar dolar, kini sudah mencapai 132 milyar dolar. Sanksi Tidak Mempan, Turki-Iran Makin Mesra, http://indonesian.irib.ir, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:43. 21 Rusia, Turki Sepakati Kerjasama Perdagangan dan PLTN, http://www.voanews.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:44. 22 36 Pemerintah Turki yang dipimpin Erdogan juga berhasil menekan inflasi, yang sebelumnya inflasi mencapai 30 persen, kini hanya tinggal 5.7 persen. Inilah rekor yang paling gemilang dari pemerintah Turki, yang selama ini selalu dipojokkan oleh kalangan sekuler, di mana kelompok-kelompok sekuler sebelumnya belum pernah mencapai kemajuan dibidang ekonomi. Bahkan pemerintahan sebelumnya nyaris ambruk dan mengalami kekacauan dibidang ekonomi dengan tingkat inflasi mencapai lebih dari 100 persen.23 Erdogan menyatakan bahwa Turki mempunyai peluang menjadi kekuatan ekonomi global. Dengan terus membaiknya ekonomi Turki, dan usahanya menjadi anggota Uni Eropa, akan memberikan peluang yang sangat besar bagi Turki untuk menjadi negara yang akan memiliki peranan global di masa mendatang. Lebih lanjut Erdogan juga membangun optimisme bahwa Turki akan menjadi sepuluh negara terkemuka di dunia di bidang ekonomi di tahun 2023 nanti.24 23 Erdogan : Ekonomi Turki Terbesar Keenam di Eropa, http://www.eramuslim.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:44. 24 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 76. 37 Pada kenyataannya politik luar negeri Turki saat ini memang lebih banyak melakukan aktivitas di berbagai belahan dunia jika dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya. Turki berusaha menegakkan perdamaian, stabilitas dan keamanan di Timur Tengah, lebih mengintegrasikan Balkan dengan komunitas Euro-Atlantik, memperkuat demokrasi dan resolusi konflik di Kaukasus dan Asia Tengah, berkontribusi pada peningkatan pasokan energi dan keamanan Eropa, serta membantu memperkuat stabilitas keamanan di Afghanistan dan Asia Selatan.25 Perkembangan yang dicapai Turki saat ini memang sangat mengesankan. Turki merupakan satusatunya negara yang secara bersamaan menjadi anggota G-20, NATO dan OKI. Turki juga merupakan anggota honorer Dewan Keamanan PBB. Dilihat dari segi ekonomi, Turki menempati urutan ke 17 negara dengan kekuatan ekonomi tersebar di dunia dan keenam di Eropa.26 Dengan kesadaran akan pencapaian-pencapaian ini, Turki menggerakan kebijakan-kebijakan luar negerinya secara Emiliano Alessandri, The New Turkish Foreign Policy and The Future of Turkey-EU Relations, Instituto Affari Internazionali Documenti IAI, Februari 2010, hlm. 14. 25 26 38 Ahmed Davotuglu. op.cit., hlm. 15. proporsional dan multi-arah. Pendekatan politik ke segala arah ini di satu sisi merupakan sebuah identitas dan cara berperilaku yang baru dari Turki. Disisi lain, dapat juga dipahami sebagai sebuah usaha terus-menerus dari pemerintahan Erdogan untuk membangun sebuah pemaknaan yang baru atas Turki. Pencapaian-pencapaian ini selaras dengan visi politik luar negerinya, doktrin politik luar negeri zero problems with neighbors mencita-citakan Turki sebagai regional super power.27 Visi untuk menjadi sebuah negara yang berpengaruh di kawasan menuntut Turki untuk bersikap sangat hati-hati dalam menanggapi situasi dan konflik yang terjadi di kawasan, khususnya Timur Tengah. Pada tahun 2003, parlemen Turki memilih untuk menentang rencana transitnya tentara AS melalui Turki saat invasi militer ke Irak. Ketiadaan legitimasi PBB membuat parlemen Turki bersikeras bahwa Turki tidak boleh terlibat sama sekali dalam intervensi militer tersebut. Posisi Turki saat itu sangat dilematis mengingat disaat yang bersamaan Turki sedang membangun hubungan dan kesamaan-kesamaan nilai strategis dengan Barat, khusunya Amerika Serikat. Sementara itu di sisi lain, 27 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 77. 39 Turki harus tetap memperhitungkan masalah identitas dan hubungan yang sudah lama dibangun dengan Irak, terlebih dalam kaitannya dengan Arabisme dan suku Kurdi.28 C. Politik Dalam Negeri Turki Turki berawal dari sebuah bentuk kekhalifahan yang dikenal dengan Ottoman Empire. Selama beberapa dekade Ottoman mencapai puncak kekuasaan yang ditandai dengan penaklukan dan perluasan wilayah. Akan tetapi sayangnya Ottoman kemudian mengalami kemunduran. Oleh bangsa Eropa, Kekhalifahan Utsmaniyah dijuluki sebagai “The Sick Man” sebagai ejekan mereka akan tandatanda kemunduruan kekhalifahan. Besarnya gelombang ketidak-puasan menjadi latar belakang munculnya pemberontakan. Puncaknya, pada tahun 1924, Kekhalifahan Utsmani runtuh.29 Berdirinya Republik Tuki menjadikan sekularisme sebagai garis politik utama yang sama 28 Turkey's Position in the Iraq Operation: Bridge or Barrier?, http://cns.miis.edu, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:46. 29 40 Atika Puspita Marzaman, op.cit, hlm. 61. sekali tidak boleh diganggu-gugat. Sistem ini kemudian disahkan dalam konstitusi 1982 pasal 2. The Republic of Turkey is a democratic secular and social State governed by the rule of law…30 Sekularisme bagi Mustafa Kemal31 merupakan pilihan paling tepat untuk membawa Turki menjadi lebih baik, sejajar dengan negara-negara Barat, khususnya kawasan Eropa. Adapun politik luar negeri Turki yang dijalankan Turki pada masa itu adalah Peace at Home and Peace Abroad dengan memprioritaskan Bangsa Barat sebagai patron utamanya.32 Dari segi ekonomi Turki lebih memprioritaskan kerjasama dengan negara-negara Eropa. Walaupun sedikit mengalami kendala akibat perselisihan politik dengan negara-negara Eropa, Mustafa Kemal tetap menjadikan Eropa sebagai kiblat ekonomi mereka, dengan melihat fakta bahwa 30 Hal ini sebagaimana tercantum dalam Konstitusi Republik Turki 1982, Pasal 2. 31 Mustafa Kemal Pasha diberi julukan At-Taturk atau Pendiri Turki. Penjelasan lebih lanjut mengenai Kesultanan Usmani dan berdirinya Republik Turki dapat dilihat dalam Nuri Eren, Turkey Today and Tommorow: An Experiment in Westernization, (New York: Frederick A. Praeger, 1963), dan Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003). Republic of Turkey Ministry of Fereign Affairs, http://www.mfa.gov.tr, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:47. 32 41 Eropa sangat maju kecanggihan teknologi. dalam perdagangan dan Sejalan dengan sektor ekonomi, Turki juga menyandarkan sektor keamanan dan militernya pada Barat. Turki menjadi salah satu negara non-Eropa yang paling awal memperoleh aksesi sebagai anggota NATO. Keikutsertaan Turki dalam NATO merupakan wujud dari ambisi ideologi Mustafa Kemal untuk memperoleh pengakuan identitas Turki sebagai salah satu bagian dari Barat. Politik luar negeri Turki kembali mengalami pergeseran dibawah pemerintahan Recep Teyyip Erdogan. Nama Erdogan mulai marak diperbincangkan di dunia internasional sejak dirinya berhasil menjadi Perdana Menteri Turki yang kemudian menerapkan beberapa kebijakankebijakan kontroversial. Pada pemerintahannya Turki mencapai kemajuan yang pesat baik dari segi politik maupun ekonominya. Erdogan juga telah berulangkali memperoleh prestasi yang mengesankan baik di dalam negeri maupun di dunia internasional.33 Erdogan dikenal sebagai pemimpin dengan kepribadian yang tegas dan kharismatik. Sikapnya yang tegas dengan lantang menolak invasi Israel ke 33 42 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 62. Palestina cukup mencengangkan dunia internasional. Sikap ini kemudian diikuti dengan pemutusan hubungan diplomatik Turki dengan Israel. Selain itu di bawah Erdogan, Turki diarahkan untuk lebih dekat dengan negara-negara Islam sehingga tampaknya hubungan Turki dengan bangsa Barat mulai disampingkan. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya pendapat yang menyatakan saat ini Turki mulai meninggalkan Barat.34 Dalam dunia politik, karir Erdogan cukup cemerlang disebabkan dia sangat dekat dengan rakyat jelata dan berani bersama-sama rakyat untuk bekerja. Karena sifat dan kepemimpinanya itu, pada tahun 1994 Erdogan terpilih jadi Wali Kota Istanbul yang merupakan sebuah kota bersejarah dan metropolitan terbesar dengan penduduk sekitar sepuluh juta jiwa. Sebuah jajak pendapat yang meliputi wilayah timur hingga selatan Turki menyatakan bahwa 59,9% responden memilih Erdogan sebagai pemimpin, negarawan, serta politisi yang paling disukai.35 34 Ibid., hlm. 63. 35 Ramin Ahmadov, Counter Transformation in the Center and Periphery to Turkish Society and the Rise of Justice and Development Party, Alternatives Journal, Vol. 7. No. 2 & 3. Summer & Fall 2008, hlm. 16. 43 Selama menjadi walikota Istanbul ini, Erdogan dikenal sebagai sosok yang sangat menginginkan Islam menggantikan ideologi negara yang sekular. Dalam satu kesempatan, Erdogan mengatakan kepada seorang Barat yang berkunjung ke Turki: “Pandangan agama kami sangat berbeda dengan milik kalian di Barat. Bagi kalian, agama hanya berada ditempat-tempat peribadatan. Bagi kami, agama adalah jalan hidup. Saya tidak pernah menghabiskan semenit pun tanpa Islam.”36 Di lain waktu Erdogan mengecam PBB dan NATO dengan mengatakan bahwa mereka hanyalah antek-antek Amerika. Erdogan pun melawan keinginan pemerintah yang ingin bergabung dengan Uni Eropa. Pada pendukungnya, dia berkata bahwa demokrasi sedang menuju akhir sejarahnya dan tidak perlu untuk bergabung dengan Uni Eropa sebab Uni Eropa sejatinya hanyalah uni/persatuan dari negara-negara Kristen Katolik.37 Karena perlawanannya, Erdogan juga pernah menghabiskan waktu di penjara pada tahun 1999 karena membacakan puisi bernuansa Islam yang 36 Tom Lastnit, Rejeb Tayyib Erdogan, (China: Chelsea House Publisher’s, 2005), hlm.76. 37 44 Ibid., hlm. 77. menurut jaksa telah menghina sistem sekuler Turki.38 Saat itu, Erdogan dianggap dapat mengguncangkan bangunan sekularisme setelah ia membacakan puisi yang dituding dapat menaikan militansi Islam. Dia ditangkap, kemudian dihukum 10 bulan. Namun karena perilakunya yang baik dan santun, pemerintah mengurangi masa hukumannya, sehingga hanya empat bulan. Setelah pembebasannya, Erdogan kembali ke dunia politik namun dengan format baru dan strategi yang lebih matang. Terjadi perubahan pandangan politik yang sangat tajam ketika Erdogan keluar dari penjara.39 Puisi itu berbunyi: Mesjid adalah barak kami/ kubah adalah pelindung kepala kami/ menara adalah bayonet kami/ dan agama adalah tentara kami. Puisi ini dikarang oleh Zyia Gokalp dan pada awalnya dipakai sebagai inspirasi untuk tentara Attaturk. 38 39 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 64. 45 Gambar 2.1. Recep Tayyip Erdogan Erdogan pasca-tahanan adalah Erdogan yang jauh lebih moderat. Jika sebelumnya dia tidak suka dengan demokrasi, pembenci sekularisme, dan antiUni Eropa. Setelah keluar dari penjara, Erdogan menjadi pribadi yang berkompromi dengan demokrasi dan sekularisme serta menjadi pro-Uni 46 Eropa.40 Ketika ditanya mengapa bisa berubah pikiran, dia hanya menjawab, “dunia berubah, begitupun dengan saya”. Puncak dari perubahan garis politik itu adalah ketika mendirikan AKP pada 14 Agustus 2001. Kepopuleran Erdogan yang ditimbulkan karena “kasus” penjara 4 bulan bagi dirinya serta kemerosotan ekonomi dan politik pasca ketidak-hadirannya, mendorong partai AKP menjadi oposisi utama pemerintahan Bülent Ecevit. AKP dikenal sebagai partai yang kebijakan yang menyentuh langsung kepentingan rakyat. Hal ini dilakukan Erdogan dan kawan-kawan tidak sebatas di bibir saja, melainkan sungguh-sungguh dilakukan. Erdogan dan para tokoh AKP tidak segan-segan bahu-membahu bersama rakyat miskin menggugat penguasa, dan memperlihatkan kepada rakyat Turki bahwa mereka bersih dan tidak korup dengan benarbenar mencerminkannya di dalam kehidupan keseharian mereka. AKP juga mencirikan dirinya Dalam pidatonya pada pendukungnya, Erdogan berkata: “Kami dulu anti-Eropa. Kini kami pro-Eropa.Begitupun mengenai pencampuran agama dan politik. Islam adalah agama, demokrasi adalah cara untuk memerintah. Anda tidak bisa memperbandingkan keduanya. Kami hanya ingin meningkatkan kebahagiaan rakyat!”. Lebih lanjut soal perubahan sikap dan garis politik ini dapat dibaca pada uraian Tom Lastnit, Rejeb Tayyib Erdogan, (China: Chelsea House Publisher’s, 2005). 40 47 sebagai partai tengah yang akomodatif dengan garis politik konservatif.41 AKP menyatakan dirinya sebagai partai konservatif demokrat (conservative democracy) dengan pembangunan ekonomi dan penstabilan politik sebagai agenda utamanya. Hal ini dijelaskan Erdogan sebagai berikut :42 This political party of which I am leader, AK Party, represent a new political style and understanding in Turkish political live. I believe that this new approach, based on a political identity I call “conservative democrats” has a significant that goes beyond the borders of Turkey. One observes that, like in the case of socialism, liberalism, and conservatism, all political movements are going through a substantive process of interaction with each other. We know witness not a differentiation and polarization ideologis with sharp and bold lines of division 41 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 65. 42 Recep Teyyip Erdogan, Conservative Democracy and the Globalization of Freedom, dalam M. Sya’roni Rofii, Bulan Sabit di Benua Biru : Redefenisi Identitas Politik dan Kepentingan Nasional Turki, (Yogyakarta : Atavista Literacy, 2010), hlm. 108. 48 between them, but the formation of new political courses accompanying the pervasiveness of different ideologis. We have before us, therefore, a more celored and multidimensional picture rather than a sharp blach and white image. We in Turkey believe that, based on this reality, it is important to renew and strengthen politics and governance through the understanding of conservative democracy. Dari penjelasan di atas tampak bahwa AKP merupakan partai yang membawa warna baru dalam perpolitikan Turki. Langkah yang ditempuh dalam ideologi konservatif demokrat manjadi pilihan AKP untuk membentuk sebuah aliran politik yang moderat, yang dapat diterima oleh semua kalangan, tidak hanya oleh masyarakat Turki namun juga kepada dunia internasional. Dalam pemilu November 2002, AKP keluar sebagai pemenang dengan meraup 363 dari 550 kursi yang tersedia di parlemen. Saat itu, sekitar 42 juta orang berhak memberikan suara pada pemilu dimana 14 partai berusaha memenangkan kursi pada 49 parlemen yang beranggotakan 550 orang.43 Namun sayangnya, jalan Erdogan untuk menduduki kursi Perdana Menteri masih terkendala oleh konstitusi akibat masa lalunya yang pernah menjadi seorang narapidana. Oleh karena itu diangkatlah Abdullah Gul, yang juga merupakan kader cemerlang AKP, sebagai Perdana Menteri saat itu.44 Pada 22 Juli 2007, Turki menyelenggarakan pemilu yang ke-16 untuk memilih Presiden Republik Turki ke-11. Saat itu, Presiden Turki adalah Ahmet Necdet Sezer yang berasal dari kubu sekuler. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berbasis Islam pimpinan Erdogan memenangkan Pemilu 2007. Hasil penghitungan suara menunjukkan AKP meraih 46,7 persen suara (340 dari 550 kursi parlemen), disusul Partai Rakyat Republik (CHP) yang berbasis sekuler 20,9 persen (113 kursi), kemudian Partai Aksi Nasionalis (MHP) yang berbasis nasionalis sekuler 14,3 persen (70 kursi), dan kubu independent 5,1 persen (27 kursi). Kemenangan sayap Islam ini mengejutkan negara yang berpenduduk 98 persen muslim ini. Dengan demikian maka lengkap sudah 43Turkish General Election, 2002, Wikipedia, the Free Enciclopedia, http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:53. 44 50 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 67. dominasi partai Islam itu di dalam sistem politik Turki, setelah Perdana Menteri, Ketua Parlemen, Wali Kota sampai presiden dipegang oleh kader AKP.45 Kenyataan ini tentunya tidak menyenangkan bagi kaum sekuler. Bagi mereka Erdogan dan AKP merupakan ancaman bagi nilai-nilai sekularisme negara. Dengan sekuat tenaga mereka tetap berupaya menghalangi Erdogan agar tidak mencapai kursi Perdana Menteri. Tetapi Erdogan tidak kehilangan akal. AKP dengan cepat mendukung amandemen konstitusi yang membuka jalan baginya untuk jadi Perdana Menteri, dan usaha itu berhasil. Erdogan akhirnya menjadi Perdana Menteri setelah AKP memenangkan pemilu tahun 2007. Turki merupakan salah satu negara yang menganut sistem parlementer. Kebijakan legislatif dipegang oleh parlemen sementara eksekutifnya dikendalikan oleh dewan menteri. Keberhasilan AKP dalam pemilihan umum 2007 membuka peluangnya untuk mengendalikan pemerintahan. Jumlah kursi yang diperoleh AKP dalam parlemen menentukan Turkish General Election, 2007, Wikipedia, the Free Enciclopedia, http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:53. 45 51 pemilihan presiden yang juga memilih Perdana Menteri. Akibatnya, kekuasaan dalam pemerintahan Turki dikuasai oleh AKP baik legislatif maupun eksekutifnya. Kekuasaan AKP dalam pemerintahan Turki terlihat sangat jelas dalam pengambilan setiap kebijakan. Besarnya dominasi AKP dalam pemerinatahan Turki tentunya menjadikan padangan dan ideologi partai ini sebagai pengaruh yang signifikan dalam perumusan setiap kebijakan Turki.46 Pada tahun 2011, AKP kembali memenangkan pemilu dengan memperoleh suara 49,83%, yang diikuti oleh CHP sebesar 25,98% dan MHP sebesar 13,01%.47 Saat itu, lebih dari 50 juta penduduk Turki, sekitar dua per tiga dari populasi Turki yang berjumlah 73 juta mengikuti pemilu. Akan tetapi sayangnya AKP hanya mampu memperoleh 327 kursi di parlemen di mana jumlah ini menurun 14 angka dari pemilu tahun 2007. Kegagalan AKP untuk memperoleh dua per tiga mayoritas suara, yaitu paling kurang 330 kursi ini, berarti bahwa AKP tidak dapat menetapkan amandemen konstitusi yang baru tanpa melalui 46 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 68. 47Turkish General Election, 2011”Wikipedia, the Free Enciclopedia, http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:55. 52 konsultasi dengan partai oposisi. Sementara itu, CHP memenangkan 135 kursi, 23 kursi lebih besar dari pada pemilu sebelumnya, dan MHP 54 kursi, 17 lebih rendah dari pemilu sebelumnya.48 D. Politik Luar Negeri Turki Adapun tujuan kebijakan luar negeri Turki dalam pemerintahan Erdogan adalah untuk mencapai integrasi maksimal dan kerjasama penuh dengan semua negara tetangga. Tujuan tersebut disandarkan pada empat instrumen utama, yaitu:49 1. Keutuhan keamanan. Keamanan bukanlah zero sum game dimana keselamatan negara A bisa tercapai dengan mengorbankan kesejahteraan negara B. 2. Dialog. Semua masalah yang terkait dengan interaksi Turki dalam dunia intenasional harus dapat diselesaikan melalui proses diplomasi dan interaksi politik. Turkey Ruling Party Wins Election With Reduced Majority, http://www.bbc.co.uk, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:55. 48 Ahmed Davotoglu, Turkish Foreign Policy and The EU in 2010, Turkish Policy Quarterly, Volume 8 Number 3, Fall 2009, hlm.13. 49 53 3. Saling ketergantungan ekonomi. Turki akan memperkuat sektor ekonominya sehingga akan tercipta saling ketergantungan dengan negaranegara yang menjadi mitranya. Hal ini sangat penting untuk mencapai dan menjamin perdamaian yang berkelanjutan. 4. Harmoni budaya dan saling menghormati. Dengan didasarkan pada empat instrumen diatas, misi utama politik luar negeri Turki saat ini adalah untuk membangun dan memperkuat perdamaian, stabilitas dan keamanan. Berikut ini adalah beberapa sektor penting dalam kepentingan nasional Turki yang menjadi landasan dalam politik luar negerinya :50 1. Dalam bidang politik, Turki mengupayakan untuk menerapkan sistem demokrasi yang akan membawa pada kestabilan politik baik di dalam maupun di luar negeri. Turki juga berupaya memperluas jaringan dan membangun kerjasama dengan berbagai negara. Hal ini akan berdampak pada posisi tawar Turki dalam politik internasional. 50 54 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 70. 2. Turki memiliki jumlah penduduk sebanyak 77 juta jiwa dan 97,2% diantaranya adalah muslim. Sementara pendapatan perkapita Turki hanya $10,206 pada tahun 2010.51 Hal ini menjadikan Turki untuk lebih mendorong sektor perekonomian terutama dalam hal perdagangan, energi dan industri. Selain itu dengan jumlah penduduk yang besar, Turki memiliki angkatan kerja yang besar pula. Hal ini mendorong Turki untuk membuka lebih banyak lapangan kerja dengan lebih aktif mendorong investasi luar negeri. Investasi asing sangat didambakan pada sektor pertanian yang sangat ketinggalan. Di samping itu, invesatsi asing juga dibutuhkan dalam bidang infrastruktur dan lingkungan. Hal ini juga dilakukan untuk meminimalkan jumlah imigran atau para pencari kerja illegal yang menjadi masalah dalam hubungan luar negeri Turki dengan beberapa negara Eropa. 3. Dalam hal teknologi, Turki masih ketinggalan dengan beberapa negara maju, termasuk Jepang, Amerika Serikat, dan Rusia. Oleh Karena itu, hubungan kerjasama dengan beberapa negara 51 Address Based Population Registration System Results of 2010, Turkish Statistical Institute, Prime Minister Republic of Turkey, No. 19. January 28, 2010. General Directorate Of Population And Citizenship Affairs. 55 guna peningkatan dan kemajuan teknologi sangat diupayakan. Berdasarkan kepentingan nasional di atas, Turki kemudian merumuskan politik luar negeri-nya dalam kebijakan multi arah dan multi dimensi.52 Hal ini menjadi dasar Turki dalam memperluas jaringan kerjasama ke berbagai negara di dunia. Adapun dalam pengambilan kebijakannya, AKP berhasil melakukan banyak perubahan dan perkembangan baik dalam politik maupun ekonomi Turki. Kebijakan multi dimensi yang diambil oleh pemerintahan Turki juga merupakan wujud dari visi AKP. Dengan memprioritaskan pada pembangunan ekonomi dan penegakan demokrasi, AKP memperluas jaringan kerjasamanya ke seluruh belahan dunia. AKP juga tetap memprioritaskan proses keanggotaan Turki dalam Uni Eropa. Amandemen konstitusi, perubahan sistem peradilan serta stimulasi perkembangan ekonomi dilakukan demi memenuhi standar keanggotaan Uni Eropa. Namun terkait dengan hal itu, AKP juga menegaskan bahwa hubungan Turki Emiliano Alessandri, The New Turkish Foreign Policy and The Future of Turkey-EU Relations, Instituto Affari Internazionali,Documenti IAI. Februari 2010, hlm. 8. 52 56 dengan Uni Eropa, Bank Dunia, IMF dan lembaga internasional lainnya harus dijaga sepanjang garis persyaratan ekonomi dan kepentingan nasional Turki.53 AKP juga dilihat sebagai partai yang sangat dekat dengan Islam walaupun Erdogan sebagai pemimpin AKP menyatakan bahwa partai tersebut bukan merupakan partai politik dengan poros keagamaan. Seperti yang disebutkan Carolyn Fleuhr Lobban, bahwa mereka, elit AKP, menolak dicap sebagai Islamis dan tidak mengedepankan isu penerapan syariat sebagai hukum negara, akan tetapi mereka mencitrakan diri sebagai partai Muslim moderat.54Hal ini semata-mata dilakukan AKP untuk menciptakan komunikasi yang lebih baik dengan kubu sekuler sebagai penjaga ideologi sekuler. Pada kenyatannya tidak dapat dipungkiri bahwa AKP begitu dekat dengan Islam. Kebijakankebijakan yang banyak diambil oleh pemerintahan saat ini tampak lebih mendekatkan Turki dengan Party Programme, http://eng.akparti.org.tr, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:57. 53 Rofii, M. Sya’roni, Bulan Sabit di Benua Biru : Redefenisi Identitas Politik dan Kepentingan Nasional Turki, (Yogyakarta : Atavista Literacy, 2010), hlm. 107. 54 57 Islam. Salah satunya adalah dengan menghapus larangan penggunaan jilbab di seluruh perguruan tinggi. Pemerintah juga akan berupaya menghidupkan kembali pelajaran bahasa Arab di sekolah-sekolah. Pengajaran bahasa Arab akan diterapkan pada sekolah tingkat menengah sebagai mata pelajaran pilihan dalam kurikulum, selain pelajaran bahasa Inggris, Perancis, dan Jerman. Hal ini merupakan suatu langkah untuk menghidupkan kembali nilai-nilai Islam dalam masyarakat yang selama ini terdiskriminasi oleh kelompok sekuler dalam pemerintahan.55 Kebijakan luar negeri AKP di bawah komando Perdana Menteri Erdogan dan menteri luar negeri, Ahmet Davutoglu, dirumuskan ke dalam “strategic depth” dan “zero-problems with neighbors”. Argumen utama Davutoglu adalah bahwa Turki merupakan kekuatan besar yang telah mengabaikan hubungan bersejarah dan hubungan diplomatik, ekonomi, dan politik dengan Timur Tengah, Afrika Utara, Balkan, dan Eurasia, sejak era Ottoman. Sejak Turki menemukan new-selfconfidence, aktivitasnya sebagian besar diprioritaskan di kawasan yang dulunya menjadi wilayah Ottoman. 55 58 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 72. Terkait hal tersebut kebijakan luar negeri AKP kadang-kadang disebut sebagai neo-Ottomanism. Neo-Ottomanism adalah sebuah konsep yang mendefinisikan tidak hanya kebijakan luar negeri tetapi juga tren domestik baru di Turki. Pendapat lain juga mengatakan bahwa Neo Ottomanism adalah perubahan paradigma yang mengubah Turki menjadi model yang menarik untuk reformis Arab.56 Dalam konsep strategic depth, Davotoglu menggambarkan Turki sebagai kekuatan baru dalam regionalnya. Strategi dalam politik luar negeri Turki ini mencoba mengintegrasikan modalitas yang dimiliki Turki baik secara historis maupun geografis.Lebih lanjut hal ini dijelaskan oleh Alexander Murinson.57 Davotoglu’s concept of “strategic depth” is composed of four broad denominators. Geographical depth is derived from Turkey’s geographical location with equal access to 56 Nathalie Tocci, dkk. Turkey and The Arab Spring, Implications for Tuskish Foreign Policy from Transatlantic Perpective, Mediterranean Paper Series 2011,Oktober 2012, hlm. 9. 57 Alexander Murinson, Turkish Foreign Policy in the TwentyFirst Century, Mideast Security and Policy Studies, No. 97, The Begin-Sadat Center for Strategic Studies Bar-Ilan University, Israel, September 2012. 59 the Balkans, Middle East, Central Asia, and Russia. Historical depth relates to the common Ottoman history of the region, which places Turkey, as the Ottoman successor state, in a unique position to exploit such a position as a means of diplomacy. Geocultural influence relates to the present-day cultural commonalities with the post-Ottoman world that arises from this common heritage. Geo-economic importance relates to Turkey’s central position as a transit country for Europe’s energy supplies. This geo-economic importance is complemented by the potential of the growing Turkish export market for not only Europe and the US, but for Russia as well. Sejak mengambil alih kekuasaan, pemerintah AKP telah menjalankan strategi neo-Ottoman dan telah mengambil pendekatan yang lebih aktif terhadap Timur Tengah, Balkan, dan Uni Eropa. Turki juga mengambil posisi yang kuat dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina, telah mengirim tentara untuk misi NATO di Afghanistan, telah memberikan kontribusi terhadap pasukan PBB di Lebanon, telah mengambil posisi kepemimpinan 60 dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), telah mengikuti beberapa konferensi Liga Arab, telah membentuk hubungan yang lebih erat dengan Iran, Irak, dan Suriah, telah meningkatkan hubungan ekonomi, politik, dan diplomatik dengan negaranegara Arab dan Muslim, tetapi juga tetap terlibat dalam negosiasi aksesi dengan Uni Eropa dan telah diterima menjadi tuan rumah NATO untuk rudal terbaru dalam sistem pertahanan. Dengan kata lain, neo-Ottoman AKP pada kenyataannya telah melahirkan kebijakan dan aktivitas luar negeri yang beragam.58 58 Ibid. 61 BAB III RENTETAN ARAB SPRING Fenomena Arab Spring59 telah menarik banyak perhatian dunia. Krisis politik yang bergulir di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika Utara secara langsung telah menuntut keterlibatan pihak internasional baik dalam konteks negara maupun organisasi internasional. Berawal dari aksi protes dan unjuk rasa di Tunisia menimbulkan efek domino yang kuat dengan aksi protes yang terjadi di Mesir, Libya hingga saat ini di Suriah.60 Secara garis besar aksi protes di sejumlah negara Arab mempunyai pola dan motivasi yang sama. Masyarakat yang tergabung dalam aksi protes menginginkan demokratisasi dalam pemerintahan yang dianggap otoriter, korup dan tidak Arab Spring yang pada kenyataannya terjadi pada pertengahan musim dingin telah menjadi frase yang digunakan untuk menggambarkan pergolakan politik di beberapa negara kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. 59 60 62 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 27. memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Mobilisasi masyarakat dari berbagai kelas sosial secara langsung telah memberikan legitimasi sosial yang hilang dari rezim berkuasa yang dianggap represif. Aksi protes ini kemudian semakin menjadi perhatian internasional ketika dalam waktu cepat bergulir di beberapa negara Arab dan pada akhirnya mampu menggulingkan pemerintahan yang berkuasa.61 Awal mula protes terjadi di Tunisia pada akhir Desember 2010 ketika salah seorang pedagang buah melakukan aksi bakar diri yang kemudian diikuti unjuk rasa massa.62 Poin utama tuntutan tersebut terkait tindakan brutal penegak keamanan dan korupsi akut yang melanda pemerintahan Tunisia. Beberapa minggu setelah unjuk rasa dilakukan, Presiden Zine al-Abidine Ben Ali melarikan diri keluar dari Tunisia. Demonstran menganggap ini sebuah kemenangan dengan berhasil menurunkan Ben Ali dari jabatannya sebagai presiden Tunisia yang kemudian mengangkat mantan perdana menteri Mohhammed Gannouchi sebagai pengendali 61 Ibid. Witnesses Report Rioting in Tunisian Town, http://www.reuters.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul 19:19. 62 63 pemerintahan hingga pemilihan umum berhasil diselenggarakan.63 Keberhasilan pelengseran rezim penguasa di Tunisia menjadi momentum dimulainya perguliran krisis politik di negara-negara tetangganya di Timur Tengah. Tunisia telah membangkitkan semangat masyarakat di negara lain yang mengharapkan hal yang sama. Di Yordania, 5000 orang turun ke jalan untuk memprotes kebijakan pemerintah yang menaikkan harga minyak dan pajak. Dalam kurun waktu yang sama 42 orang di Algeria terluka saat melakukan aksi protes menentang rezim 64 pemerintah. Sama halnya dengan di Tunisia aksi protes mendapat hasil positif. Raja Abdullah di Yordania dan Presiden Algeria Abdalaziz Bouteflika berhasil ditekan untuk membentuk kabinet baru.65 Gelombang protes yang sangat besar selanjutnya terjadi di Mesir. Pada tanggal 25 Januari Zine al-Abidine Ben Ali forced to flee Tunisia as protesters claim victory, http://www.guardian.co.uk, akses pada 19 Februari 2017, pukul 19:19. 63 64 Timeline Arab Spring, A brief summary of key events up until December 23, 2011, http://www.pcr.uu.se, akses pada 19 Februari 2017, pukul 19:20. 65 64 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 28. 2011 yang dikenal dengan ‘the day of rage’, berpusat di lapangan Tahrir, Kairo, ribuan massa berunjuk rasa sebagai aksi protes terhadap kebijakan pemerintahan Hosni Mubarak.66 Mereka menuntut adanya demokrasi dan transparansi dalam pemerintahan serta diturunkannya Mubarak dari kursi kepresidenan yang telah berkuasa sejak tahun 1981. Pemberontakan yang berawal dari perkumpulan di media sosial ini berhasil mengumpulkan massa puluhan ribu yang mendirikan kemah di lapangan Tahrir. Dalam banyak sumber disebutkan bahwa demonstran yang menuntut demokratisasi ini terkait dengan jaringan internasional Muslim Brotherhood atau Ikhwanul Muslimin.67 Tindakan Mubarak yang mengerahkan pasukan militer untuk menghadapi demonstran mendapat kecaman dari dunia internasional. Pada 11 Februari 2011 Hosni Mubarak mengumumkan melepaskaskan jabatan sebagai presiden Mesir sekaligus sebagai pemegang kendali kekuatan militer Mesir. Mubarak harus pula menjalani proses pengadilan internasional atas kejahatan kemanusiaan Timeline Arab Spring, A brief summary of key events up until December 23, 2011, http://www.pcr.uu.se, akses pada 19 Februari 2017, pukul 19:20. 66 67 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 29. 65 yang dilakukan kepada rakyat Mesir. Pengunduran diri Mubarak ini dirayakan secara besar-besaran oleh masyarakat Mesir yang juga mendapat respon positif dari sejumlah negara.68 Tidak berhenti hanya di Mesir, aksi protes bergulir ke Yaman pada 27 Januari 2011. 16.000 demonstran di Yaman menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh. Selanjutnya protes juga terjadi di Bahrain yang menuntut tingginya tingkat korupsi, pengangguran dan sistem monarki yang masih dipertahankan di Bahrain. Satu bulan setelahnya tuntutan untuk mengamandemen konstitusi dan pemberantasan korupsi terjadi di Maroko. Pada dasarnya demonstran tidak menginginkan untuk menghapuskan sistem monarki hanya saja mereka menginginkan demokrasi yang lebih berimbang. Karena berakhir dengan kericuhan lima orang menjadi korban di Rabat.69 Hingga saat ini proses rekonsiliasi dan perbaikan sistem politik terjadi di negara-negara pacsa reformasi. Mesir dan Tunisia merupakan dua negara yang saat ini masih berada dalam proses 66 68 Ibid. 69 Ibid. pembenahan setelah transisi pemerintahan. Tunisia telah berhasil menyelenggarakan Constituent Assembly Election pada 23 Oktober 2011. Pemilihan ini memberikan suara bagi Ennahda Party sebesar 37%. Sementara itu, Mesir telah mengadakan pemilihan umum dan membentuk sistem pemeritahan baru. Pemilihan umum berhasil dimenangkan oleh Mohammed Mursi dengan perolehan 51,73% suara.70 Keberhasilan aksi protes, terutama di Tunisia dan Mesir, semakin menjadi trigger aksi protes di beberapa negara Arab lainnya. Krisis politik di negara Arab menjadi semakin rumit ketika di Libya dan Suriah juga terjadi protes besar-besaran yang menuntut turunnya pemerintahan yang berkuasa. Di Suriah masih berlangsung ketegangan antara pihak oposisi dengan rezim Bashar Al-Assad. Sementara di Libya, aksi protes secara masif juga dilakukan untuk menjatuhkan rezim Moammar Qaddafi. Konflik yang semakin meluas ini pada akhirnya mengundang reaksi internasional untuk melakukan intervensi.71 Bergulirnya arus protes dan tuntutan demokratisasi ini tidak hanya mengubah peta 70 Muslim Brotherhood's Mursi declared Egypt President, http://www.bbc.co.uk, akses pada 19 Februari 2017, pukul 19:22. 71 Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 30. 67 kekuasaan pada negara-negara di atas, namun juga membawa sebuah wajah baru atas identitas negaranegara Arab yang selama ini masih bertahan dengan model aristokrat otoritariannya. Dalam kasus Libya, turunnya rezim Qaddafi membawa dampak besar karena sudah melibatkan masyarakat internasional dalam penanganan konflik intra-state yang terjadi di Libya.72 Krisis terbaru dan yang masih berlangsung kini adalah krisis politik di Suriah. Gejolak yang diakibatkan oleh konflik Suriah mengancam stabilitas politik di kawasan. Kondisi geopolitik yang berubah dapat dipandang sebagai peluang sekaligus tantangan. Sebagai peluang, negaranegara “Arab Spring”, terutama Suriah, dapat dijadikan arena persaingan pengaruh oleh negaranegara kuat di Timur Tengah. Turki tidak ingin melewatkan perubahan status quo ini sebagai kesempatan ini untuk semakin menanamkan pengaruhnya di kawasan. Sebagai tantangan sudah jelas bahwa perubahan dan persaingan yang ada akan memunculkan konflik kepentingan di antara aktoraktor di kawasan. Hal ini bisa menjadi ganjalan serius bagi Turki dalam menjaga hubungan dengan negara72 68 Ibid., hlm.31 negara yang berseberangan.73 Persaingan yang diprediksi terjadi adalah persaingan klasik antara Arab Saudi dan Iran yang melibatkan dikotomi Sunni-Syiah. Konflik Suriah memang terjadi di antara oposisi yang mayoritas Sunni melawan rezim Assad yang merupakan sekte Syiah Alawiyah.74 Sebagai negara Sunni, sangat masuk akal apabila Turki berpihak pada kekuatan Sunni lain. Namun, hubungan baik dengan Iran membuat Turki harus memperhitungkan dengan cermat reaksi yang akan diambil. Posisi Turki selalu sulit dalam pertarungan kepentingan di kawasan. Hal ini disebabkan oleh doktrin “zero problem with neighbors” yang diterapkan Turki. Doktrin ini membuat Turki selalu berupaya menjaga hubungan baik dengan negara-negara di sekitarnya. Doktrin ini juga sesuai dengan karakter Turki sebagai negara kekuatan menengah (middle power) yang mengutamakan pendekatan Lilik Prasaja, Reaksi Turki terhadap Konflik Suriah, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada), hlm. 10. 73 Calleya S., M. Wohlfeld (ed), Change and Opportunities in the Emerging Mediterranean, (Malta, University of Malta, 2012), hlm. 370-371. 74 69 bersahabat melalui diplomasi berbasis soft power. Segala perbedaan kepentingan, persaingan pengaruh dan ketegangan geopolitik akan merusak stabilitas politik di Timur Tengah. Instabilitas sangat dihindari Turki karena mengancam (jeopardize) tujuan-tujuan luar negerinya yang dibangun atas fondasi diplomasi soft power. Instabilitas jelas berpotensi mengusik ambisi Turki di Timur Tengah yang berbasis kerjasama ekonomi dan perdagangan.75 75 70 Lilik Prasaja, op.cit., hlm. 11. BAB IV UPAYA TURKI GABUNG DENGAN UNI EROPA A. Proses Masuknya Turki ke Uni Eropa Turki memiliki kerjasama bilateral dan multilateral dengan negara-negara Uni Eropa, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Hal ini mempengaruhi kelancaran politik luar negeri Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa. Turki merupakan sebuah republik konstitusional yang demokratis, sekular, dan bersatu. Sistem politiknya didirikan pada tahun 1923 di bawah pimpinan Mustafa Kemal Atatürk setelah kejatuhan Kerajaan Ottoman, akibat Perang Dunia I. Sejak itu, Turki telah berangsur-angsur bergabung dengan Barat sementara di saat yang sama menjalin hubungan dengan dunia Timur. Turki merupakan salah satu anggota pendiri PBB, Organisasi Konferensi Islam (OKI), Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dan Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE), serta negara anggota Dewan Eropa sejak tahun 1949, dan NATO 71 sejak tahun 1952. Turki juga merupakan anggota negara industri G20 yang mempertemukan 20 buah ekonomi yang terbesar di dunia.76 Usaha yang dilakukan Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa yaitu dengan menjalin kerjasama ekonomi. Turki merupakan satu-satunya negara selain Uni Eropa yang bergabung untuk membentuk Customs Uniondengan Uni Eropa pada tahun 1996. Hubungan kerjasama ekonomi ini sudah berlangsung sejak tahun 1959 yaitu pada saat dilakukannya kerjasama ekonomi dibawah EEC (European Economic Community), kemudian pada tanggal 12 September 1963 lahirlah kesepakatan Perjanjian Ankara yang berisikan tentang peraturan-peraturan kerjasama antara Turki dan Uni Eropa. Kerjasama Turki dengan Uni Eropa yang sudah terlihat dari tahun 1995 sampai saat ini yaitu Turki telah menetapkan peraturan Customs Union. Penetapan peraturan tersebut membuka peluang bagi Turki untuk menjalin kerjasama ekonomi dan membina hubungan yang erat dengan Uni Eropa serta mendekatkan diri dengan Uni Eropa, terutama menarik investor asing untuk menanamkan modalnya Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung Dengan Uni Eropa, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada), hlm. 21. 76 72 di Turki. Setelah kerjasama ini berlangsung, perekonomian di negara Turki semakin meningkat dari sebelumnya.77 Diplomasi ekonomi Turki untuk bergabung dengan Customs Union merupakan salah satu cara Turki untuk mendekatkan hubungan kerjasama ekonomi dengan Uni Eropa setelah usaha-usaha yang dilakukan Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa sempat mengalami hambatan-hambatan. Turki mengajukan proposal pertama kali pada tahun 1987 untuk bergabung dengan Uni Eropa, kemudian proposal ini tidak berjalan lancar seperti yang dilakukan oleh anggota-anggota Uni Eropa lainnya karena masih terjadinya konflik dalam negeri Turki sehingga menyulitkan Uni Eropa untuk menerima Turki menjadi anggotanya. Sebenarnya ada beberapa keuntungan yang akan diperoleh Uni Eropa jika menerima Turki menjadi bagian dari anggotanya, karena letak strategis dan geografis Turki ini dapat dimanfaatkan untuk memudahkan kerjasama diberbagai bidang dalam ruang lingkup nasional maupun internasional, khususnya di benua Eropa, Asia dan Afrika.78 77 Ibid., hlm. 22. 78 Ibid. 73 Hubungan masyarakat Uni Eropa dan Turki pernah memburuk akibat retorika dalam oposisi terhadap status keanggotaan Turki menjadi bagian anggota Uni Eropa ditentang oleh presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Angela Merkel, perwakilan dari Jerman. Para pemimpin Eropa telah sering mengungkapkan dukungan untuk sesuatu yang berhubungan dengan status kemitraan khusus Turki di Uni Eropa, meski arti pasti dari pengaturan ini tetap tidak jelas. Faktanya, status ini tampak serupa dengan posisi Turki saat ini, karena Turki telah mendapat keuntungan dari perdagangan tanpa pembatasan dengan negara-negara anggota Uni Eropa melalui perjanjian Customs Union .79 Para pemimpin negara anggota Uni Eropa sepakat untuk menunda negosiasi terhadap 8 Bab (dari 35 Bab yang dirundingkan), yang menjadi dasar bagi perundingan selanjutnya. Beberapa isu sensitif yang terkait antara lain adalah mengenai Siprus, dimana Uni Eropa mendesak Turki untuk mengakui Republik Siprus, kemudian menarik sekitar 40 ribu pasukannya yang menduduki bagian utara pulau Siprus, mencabut embargo kapal-kapal dan pesawat Siprus berdasarkan Protokol Ankara dan 79 74 Ibid., hlm. 23. menyelesaikan sengketa Siprus dalam kerangka PBB.80 Turki juga masih terhambat dengan adanya isu-isu pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan Turki dengan bangsa Armenia. Kasus ini yang telah memberatkan Prancis untuk menerima Turki menjadi anggota Uni Eropa sehingga Presiden Prancis menawarkan Turki untuk menjadikan Turki bagian dari Uni Mediteranian yang dikhususkan bagi negara-negara yang berbatasan dengan Laut Mediteranian atau tawaran dengan status Kemitraaan Khusus. Hal ini dinterpretasikan oleh kebanyakan orang Turki sebagai alternatif Uni Eropa untuk menghindari keanggotaan penuh Turki, sehingga Turki menolak tawaran status-status tersebut. 81 Sejumlah ganjalan tersebut menyebabkan Austria dan Denmark pada awalnya hanya menginginkan Turki cukup mendapatkan status mitra khusus, seperti yang diinginkan Prancis dan tidak perlu menjadi anggota penuh Uni Eropa. Masuknya Turki ke Uni Eropa dianggap akan menyulitkan penyatuan politik dan ekonomi Uni Eropa sendiri. 80 Ibid. 81 Ibid., hlm. 24. 75 Turki juga dianggap terlampau besar dan karena itu akan memiliki lebih banyak kekuasaan di dalam Uni Eropa.82 Syarat lain yang ditentukan Uni Eropa untuk Turki adalah pengakuan kedaulatan terhadap seluruh anggota Uni Eropa, selain syarat perlindungan HAM, demokratisasi, standar ekonomi. Uni Eropa menyoroti demokratisasi dalam hal kebebasan berbicara di Turki masih rendah. Penetapan atas isuisu oleh Uni Eropa tersebut merupakan strategi Uni Eropa untuk menunda bergabungnya Turki ke Uni Eropa. 83 Turki terus berusaha dalam setiap kesempatan melakukan diplomasi-diplomasi dalam negeri dan luar negeri untuk memperoleh dukungan suara pada setiap perundingan-perundingan Uni Eropa, hingga akhirnya Turki diterima menjadi kandidat resmi Uni Eropa pada suatu pertemuan di Helsinki Summit tahun 1999, kemudian resmi bernegosiasi dengan Uni Eropa pada tahun 2005. Sejak dimulainya negosiasi Turki pada bulan Oktober 2005, Uni Eropa memberikan kesempatan bagi Turki untuk merubah 76 82 Ibid. 83 Ibid. dan mengadopsi sistem pemerintahan Turki dengan sistem pemerintahan di Uni Eropa. Turki masih belum bisa mengikuti sistem tersebut karena masih ada permasalahan dalam negeri Turki yang belum terselesaikan. Uni Eropa menginginkan Turki untuk merubah peraturan dan undang-undang agar sesuai dengan 35 Bab yang dirundingkan dengan Uni Eropa sebagai syarat standar bagi calon anggota Uni Eropa.84 Ada beberapa alasan tentang ditolaknya Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa, antara lain catatan pelanggaran Hak Asasi Manusia, pembantaian bangsa Armenia pada tahun 1915, persengketaan dengan Yunani yang sudah lebih dulu menjadi anggota Uni Eropa, kemudian Turki tidak mengakui pengakuan kedaulatan negara Siprus serta sejumlah ketentuan perundang-undangan Turki dianggap belum selaras atau masih di bawah standar Uni Eropa. Turki memiliki aktor-aktor yang sangat berpengaruh untuk mencapai tujuan kebijakan luar negeri maupun dalam negerinya. Aktor-aktor tersebut adalah: 85 84 Ibid., hlm. 25. 85 Ibid. 77 1. Turkish Grand National Assembly (TGNA) atau parlemen Turki yang terdiri dari 550 orang, wakil dari 67 provinsi yang setiap 5 tahun diganti melalui pemilu nasional langsung dan universal. 2. Kekuasaan eksekutif Turki adalah Presiden Republik yang dipilih setiap 7 tahun serta Dewan Menteri atau yang dikenal dengan sebutan Perdana Menteri. 3. Angkatan Bersenjata Turki. Angkatan bersenjata di Turki terkenal dengan prajurit yang terbanyak daripada prajurit-prajurit negara-negara Uni Eropa lainnya. Pemerintah Turki memiliki peraturan untuk masyarakatnya, yaitu semua anak laki-laki yang telah beranjak dewasa harus mengikuti wajib militer. Hal ini dilakukan pemerintahan Turki untuk menjaga keamanan negaranya untuk siap bertempur jika tiba-tiba ada serangan dari luar. 4. Partai-partai politik di Turki atau Final composition of the Grand National Assembly as at 4 August 2007. Turki memiliki berbagai macam partai politik dengan latar belakang yang berbeda-beda. 78 Salah satu cara bagi suatu negara untuk mencapai tujuan politik luar negerinya adalah melalui proses diplomasi. Proses ini dilakukan Turki secara bertahap yaitu dengan mencoba memperbaiki sistem dan peraturan di Turki agar sesuai dengan standarisasi peraturan dan undang-undang yang berlaku di Uni Eropa. Peraturan tersebut tercantum dalam 35 chapter yang di bahas dalam setiap perundingan antara Turki dengan Uni Eropa. Akan tetapi, diplomasi Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa hingga saat ini masih berjalan sangat lemah, karena hanya 1 chapter yang berhasil diterima oleh Uni Eropa dari 35 chapter yang disyaratkan, yaitu science and research chapter.86 Dukungan dari masyarakat Turki yang turut berpartisipasi dalam proses perundingan Turki dengan Uni Eropa, yaitu dengan melibatkan perwakilan dari masing-masing bidang untuk membahas dan melaporkan tentang perkembangan dan kemajuan Turki dalam 35 klasifikasi yang telah dicantumkan dalam perjanjian Ankara. Dalam hal ini, Ali Babacan merupakan diplomat Turki, kemudian perwakilan-perwakilan dari bidang tertentu diwakilkan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan 86 Ibid., hlm. 27. 79 non pemerintah, serta Universitas. Diplomasi Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa masih mengalami hambatan-hambatan, baik domestik maupun internasional. Bagi negara-negara Uni Eropa, keinginan Turki untuk bergabung merupakan hal yang kontroversial dan selalu menjadi ajang perdebatan yang seru pada sidang-sidang Dewan Eropa.87 B. Kendala HAM dan Demokrasi Proses masuknya Turki ke Uni Eropa menunjukan hubungan yang fluktuatif diantara keduanya. Hal ini yang menyebabkan proses keanggotaan Turki berjalan sangat lama. Uni Eropa seringkali melihat Turki telah berhasil memenuhi nilai-nilai demokrasi di negaranya dengan baik, tetapi tidak jarang pula Uni Eropa menganggap bahwa upaya Turki belum cukup maksimal, sehingga sulit bagi Turki untuk berlanjut ke tahap selanjutnya dalam proses keanggotaan Uni Eropa.88 87 Ibid. 88 Meilinda Sari Yayusman, Upaya Turki dalam Memenuhi the Copenhagen Criteria sebagai Syarat Keanggotaan Uni Eropa, Skripsi, 80 Pada hakikatnya, hubungan erat Turki dengan Uni Eropa sudah terjalin sejak lama. Saat Kerajaan Ottoman masih mendominasi, Ottoman sudah memutuskan untuk mendekatkan diri dengan Eropa. Setelah masa kejayaan Kerajaan Ottoman berakhir dan Turki bertransformasi menjadi negara republik, hubungan Turki dengan negara-negara Eropa pun semakin erat, terbukti dengan dukungan-dukungan yang diberikan Turki sebelum dan sesudah Perang Dunia II.89 Dukungan Turki ditunjukan dengan keterlibatan Turki dalam Perang Dunia II dimana sebelumnya Turki memposisikan diri sebagai negara netral. Pada detik-detik akhir peperangan, Turki bergabung dengan Allied Power bersama dengan Amerika Serikat, Inggris, Prancis untuk menunjukan dukungan dan keterlibatan dalam peperangan yang saat itu terjadi. Sesudah Perang Dunia II, Turki pun bergabung dengan NATO untuk memelihara kedekatan dan solidaritas dengan Eropa Barat dalam melawan komunisme Uni Soviet.90 (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada), hlm. 3. 89 K. Aksu, Turkey-EU Relations: Power, Politics, and the Future, (Cambridge Scholars Publishing, Newcastle, 2012), hlm. 6. 90 Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 3. 81 Pembentukan European Economic 91 Community (EEC) pada tahun 1958 merupakan awal mula langkah signifikan yang dilakukan oleh Turki untuk lebih dekat dengan Uni Eropa. Persis setahun setelah pembentukan EEC, Turki mengajukan permohonan untuk bergabung dengan EEC pada Juli 1959.92 Sayangnya, semangat Turki untuk bergabung dengan EEC rupanya belum disambut dengan baik oleh EEC. Saat itu, EEC hanya mengarahkan Turki untuk membina hubungan kerja sama antar EEC-Turki sebagai langkah pendekatan pertama apabila Turki ingin bergabung. Langkah ini kemudian membawa EEC dan Turki menyusun langkah-langkah strategis selanjutnya dengan serangkaian negosiasi yang kemudian menghasilkan sebuah kesepakatan, yakni Association Agreement atau yang dikenal dengan Ankara Agreement pada tahun 1963. Kesepakatan ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan yang berkelanjutan antara Turki dan EEC dengan 91 European Economic Community (EEC) dan European Atomic Energy Community (Euratom) berkembang menjadi European Community (EC) pada tahun 1967 sebagai hasil dari kesepakatan Merger Treaty yang kemudian EC menjadi salah satu pilar dalam Uni Eropa setelah Maastricht Treaty ditandatangani pada 7 Februari 1992. 92 82 K. Aksu, op.cit., hlm. 6. memajukan kerjasama ekonomi dan perluasan perdagangan serta mengurangi disparitas antara ekonomi Turki dan komunitas.93 Namun, pada tahun 1970-1980an, implementasi dari Ankara Agreement tidak membuat hubungan EEC dan Turki berjalan dengan baik karena krisis politik dan ekonomi yang terjadi di Turki. Permasalahan politik dan ekonomi di Turki membuat EEC kembali berpikir untuk menjadikan Turki sebagai bagian dari komunitas. Terlebih ketika Turki di bawah dominasi para militer atau coup d’etat, kondisi domestik Turki semakin memprihatinkan dengan semakin banyaknya pelanggaran hak asasi manusia di Turki. Para militer menghukum tokoh-tokoh politik yang dianggap tidak sejalan dengan mereka. Selain itu, merekapun melakukan kontrol penuh terhadap negara dan membuat masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengekspresikan pendapat. Di tahun 1982, EEC menyatakan bahwa Turki perlu memperhatikan kembali permasalahan terkait penghormatan terhadap hak asasi manusia dan segera mengembalikan kekuatan kepada rakyat, dengan kata Delegation of the European Union to Turkey, History (daring), http://avrupa.info.tr, akses pada 19 Februari 2017, pukul 20:14. 93 83 lain menyegarakan kekuatan militer.94 pemberhentian dominasi Hubungan EEC dan Turki secara bertahap menjadi normal kembali setelah restorasi pemerintahan dilakukan pada tahun 1982. Di tahun 1986, hubungan kedunya benar-benar kembali normal. Momentum ini dimanfaatkan oleh Turki untuk semakin mempererat hubungan dengan EEC dan mengembalikan kepercayaan EEC kepada mereka. Turki pun terus menunjukan keseriusannya untuk bergabung dengan EEC dengan membentuk program-program reformasi di negaranya guna mengajukan permohonan kembali menjadi anggota penuh. Pada 14 April 1987, Turki secara resmi mengajukan aplikasinya untuk menjadi anggota penuh.95 Pada 27 April 1987 di Luxemburg, menteri-menteri luar negeri dari 12 negara anggota akhirnya menerima aplikasi keanggotaan Turki. European Commission kemudian bertugas untuk menindaklanjuti aplikasi ini selama dua tahun. Atas persetujuan European Council, European Commission menyimpulkan 94 Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 4. 95 M. Bogdani, Turkey and the Dilemma of EU Accession: When Religion Meets Politics, (Palgrave Macmillan, New York, 2011), hlm. 23. 84 bahwa, “Even though Turkey has a legitimate reasons to become a member, at the present time, Turkey and the community cannot be easily integrated”.96 Sejak awal, European Commission sudah mengatakan sulit bagi Turki untuk mengintegrasikan diri dengan EEC. Meskipun negara-negara anggota telah menyetujui aplikasi Turki untuk menjadi anggota EEC, sayangnya hubungan EEC-Turki tidak semakin dekat di awal tahun 1990an. Hal ini disebabkan oleh banyak ditemukan ketidak-sesuaian Turki terhadap the Copenhagen Criteria yang dibentuk pada tahun 1993. Pada tahun ini pula, Maastricht Treaty disepakati dan Uni Eropa menjadi nama resmi dari komunitas ini setelah mengalami berbagai perubahan formasi di dalam komunitas sebelumnya. Setidaknya, custom union berhasil dibangun oleh Uni Eropa dan Turki dengan dikeluarkannya Turkey-EU Association Council Decision 1/95 pada 6 Maret 1995.97 Sejak Turki secara resmi menyerahkan permohonan untuk menjadi anggota, perkembangan reformasi Turki untuk memenuhi kriteria Uni Eropa 96 A. Mango, The Today Turks, (John Murray, London, 2004), hlm. 82. 97 K. Aksu, op.cit., hlm.12. 85 terus dilaporkan dalam Turkey’s Progress Report yang dirilis setiap tahun. Akhirnya, berdasarkan Turkey’s Progress Report yang dirilis pada tahun 1998, Turki dapat memperoleh status sebagai negara kandidat. Keputusan ini disetujui oleh negara-negara anggota dalam Helsinki Summit 1999.98 Hal ini kemudian menjadi kabar baik bagi Turki setelah sempat ditolak untuk menjadi negara kandidat pada tahun 1997 dalam Luxembourg Summit.99 Tahun-tahun berikutnya setelah Turki secara resmi menjadi negara kandidat, para akademisi mengatakan bahwa tahun 2000-2012, Turki telah memperlihatkan perubahan pada kondisi ekonomi dan politik negaranya.100 Terdapat dua hal yang sekiranya menjadi pemicu perubahan Turki, pertama, semangat Turki untuk menjadi bagian dari Uni Eropa setelah statusnya telah menjadi negara kandidat. Kedua, di tahun 2002, AKP menjadi partai dominan di Turki dengan Recep Tayyip Erdogan sebagai perdana menteri. Disini, AKP berusaha untuk terus-menurus memperbaiki kondisi domestik Turki agar dapat memenuhi kriteria Uni Eropa. 98 M. Bogdani,op.cit., hlm. 23. 99 Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 5. 100 86 K. Aksu, op.cit., hlm.13. Sejak masa pemerintahan AKP, hubungan TurkiUni Eropa berkembang dengan pesat.101 Hubungan baik ini berhasil dipelihara oleh kedua belah pihak sampai pada tahap Uni Eropa mengakui bahwa Turki telah berhasil menunjukan kemajuan dalam mengakomodasi permasalahan domestik, sehingga Turki dapat menuju pada tahap selanjutnya dalam proses keanggotaan Uni Eropa. Pada 17 Desember 2004, European Council tanpa basa-basi memutuskan untuk memulai tahap accession negotiations dengan Turki. Sementara European Commission menggusulkan agar negosiasi ini dimulai pada Oktober 2005. Alhasil, para pemimpin-pemimpin negara memutuskan untuk membuka accession negotiations dengan Turki pada 3 Oktober 2005. Proses negosiasi ini kemudian dibuka secara resmi pada 20 Oktober 2005 dimana Turki harus melalui tahap pertama dalam proses negosiasi, yakni screening process.102 Tahap screening bermaksud untuk melihat sejauh mana Turki telah dapat menyesuaikan diri dengan 80.000 halaman peraturan-peraturan Uni Eropa atau 101 Meilinda Sari Yayusman, loc.cit., hlm. 5. 102 K. Aksu, op.cit., hlm. 14. 87 the acquis communautaire.103 Fase pertama ini berakhir pada tahun 2006 dan negosiasi pertama dalam bidang riset dan sains dibuka. Sayangnya, perkembangan Turki dalam proses keanggotaan Uni Eropa kembali membeku sampai sekarang. Tanda-tanda Turki untuk secara resmi menjadi anggota Uni Eropa nampaknya masih belum jelas. Hal ini dikarenakan oleh ketidak-mampuan Turki memenuhi persyaratan Uni Eropa yang dianggap semakin kompleks. Proses accession negotiations ternyata tidak berjalan dengan baik, Turki dinilai tidak menunjukan performa lebih baik dalam mengatasi permasalahan domestiknya. Hal ini mempersulit Turki dan Uni Eropa untuk membuka negosiasi dalam bidang lain. Sampai saat ini, perbincangan negosiasi yang sudah disepakati oleh kedua pihak hanya pada bidang riset dan sains,104 sementara beberapa yang lain masih berjalan dan cenderung belum memberikan tanda-tanda bahwa negosiasi akan ditutup atau V. Morelli, European Union Enlargement: A Status Report on Turkey’s Accession Negotiations (daring), http://www.ab.gov.tr, akses pada 19 Februari 2017, pukul 20:18. 103 Duff, A., Turkey’s EU accession negotiations should now be suspended (daring), http://www.euractiv.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul 20:19. 104 88 dengan kata lain mencapai kesepakatan. Bahkan, masih banyak bidang yang belum 105 dinegosiasikan. 105 Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 6. 89 BAB V ISU-ISU TURKI DALAM MASALAH HAM Uni Eropa banyak melakukan dialog politik dengan Turki, khususnya tentang isu-isu pelanggaran hak asasi manusia di Turki. Uni Eropa juga melibatkan Turki untuk turut aktif dalam beberapa program yang ditawarkan oleh Uni Eropa. Hal ini dilakukan agar Turki dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi politik dan ekonomi di Uni Eropa. Masalah HAM di Turki merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa. Permasalahan ini telah mengalami kemajuan walau laporan mencatat bahwa kadangkadang praktiknya gagal untuk mematuhi hukum dan belum terinternalisasi dalam pengadilan dan organisasi administratif. Hal Ini terbukti ketika pada 14 Oktober 2008 terungkap bahwa seorang aktivis politik sayap kiri tewas di penjara akibat disiksa. Menteri Kehakiman Turki, memerintahkan penyelidikan penuh terhadap peristiwa itu, menjanjikan hukuman yang pantas untuk 19 pelaku 90 sesuai dengan kebijakan resmi nol toleransi untuk penyiksaan.106 Pelanggaran HAM di Turki terjadi pada Merve Kavakci yang berhasil memenangkan pemilihan anggota Parlemen pada Pemilu 1999. Namun Kavakci gagal dilantik setelah datang ke gedung Parlemen dengan jilbab. Kelompok politik sekuler dan militer menganggap jilbab adalah simbol Islam. Oleh karena itu, Kavakci diharamkan masuk ke semua gedung pemerintah. Kavakci kemudian memprotes kejadian tersebut, tetapi protes tersebut menyebabkan Kavakci hilang kewarganegaraannya, kemudian sekarang Kavakci menjadi warga negara Amerika Serikat dan mengajar di George Washington University.107 Kavickci sering menjadi pengkritik pelangaran HAM karena telah mengalami kasus HAM yang terjadi padanya dan berkeliling dunia mengampanyekan jilbab sebagai simbol pemberdayaan kaum perempuan. Akhirnya Kirvickci membawa kasus jilbabnya ke European Court of 106 Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung Dengan Uni Eropa, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada), hlm. 31. 107 Ibid., hlm. 32. 91 Human Right dan memenangkan kasus tersebut. Pengadilan HAM Eropa telah menjatuhkan vonis atas pengaduan Merve Kavakci dan Pengadilan menyatakan kasus itu merupakan sebuah pelanggaran HAM.108 Kasus jilbab yang terjadi pada Kavakci merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Turki dan masih banyak lagi kasus-kasus lain yang lebih parah. Turki sudah seharusnya mengatur undang-undang dalam negerinya, karena hal ini akan menghambat perjalanan Turki untuk menjadi bagian dari Uni Eropa. 109 Sebenarnya, banyak peraturan-peraturan yang harus di rubah oleh pemerintahan Turki, misalnya sistem perundang-undangan, demokrasi dan memperbaiki kinerja militer. Salah satu sistem perundang-undangan yang menjadi hambatan adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perselingkuhan/Perzinaan. Paket RUU yang akan menggantikan hukum pidana Turki tersebut disambut positif kalangan Uni Eropa. Di dalamnya terdapat hukuman yang lebih berat bagi yang melakukan penyiksaan maupun pemerkosa serta terdapat klausal soal genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. 92 108 Ibid. 109 Ibid. RUU ini pertama kali diatur dalam undang-undang Turki. 110 RUU itu menimbulkan kontroversi karena meletakkan masalah perselingkuhan di bawah pengadilan sipil. Turki diancam tidak bisa menjadi anggota Uni Eropa jika tetap mengegolkannya. RUU itu pun dikaji ulang seluruh paket hukum pidana tersebut agar memenuhi kriteria Kopenhagen yang merupakan syarat bagi setiap negara yang ingin bergabung dengan Uni Eropa. 111 Parlemen Turki juga sedang mendiskusikan satu Rancangan Undangundang yang diajukan pemerintah yaitu berisikan tentang penetapan perzinahan/perselingkuhan sebagai satu bentuk kejahatan kriminal. Menurut PM Turki, Recep Tayyip Erdogan, Undang-undang itu dimaksudkan untuk melindungi keluarga dan istri-istri dari perselingkuhan/perzinahan suaminya. Namun, RUU itu kemudian menimbulkan kontroversi. 112 Pejabat perluasan Uni Eropa, Guenter Verheugen menyatakan bahwa sikap anti perzinahan dapat menciptakan image bahwa undang-undang di 110 Ibid., hlm. 33. 111 Ibid. 112 Ibid. 93 Turki mulai mendekati hukum Islam. Menteri Luar Negeri Inggris, Jack Straw menyatakan bahwa jika proposal itu disahkan sebagai undang-undang, maka akan menciptakan kesulitan bagi Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa. Akhirnya, setelah mengalami perdebatan dan tekanan dari berbagai pihak, pemerintahan Turki membatalkan RUU tersebut. Kasus di Turki ini menarik untuk diperhatikan, bagaimana masalah moral yang menjadi urusan internal dalam negeri yang mayoritasnya Islam ternyata mendapat perhatian besar dari tokoh-tokoh Barat dan dapat berdampak pada masalah politik yang serius.113 Pada akhir September 2004 dalam kunjungan ke pemimpin Uni Eropa di Brussels, Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan bahwa RUU Perselingkuhan dibatalkan dan Turki akan mengadopsi paket hukum pidana baru. Kendati masih banyak yang skeptis, akhirnya pada pertemuan puncak Uni Eropa pada Desember 2004 yang diikuti seluruh 25 kepala negara, masalah Turki mulai masuk agenda. 114 94 113 Ibid., hlm. 34. 114 Ibid. Beberapa hal yang menghambat proses berjalannya diplomasi Turki dengan Uni Eropa yaitu melemahnya hubungan masyarakat Turki dan Uni Eropa secara berangsur-angsur, kemudian 8 bab dari 35 bab proses negosiasi pernah terhenti pada tahun 2006 ketika Turki menolak mengizinkan pelabuhan dan bandaranya dilalui oleh lalu lintas CypriotYunani. Hal ini mengikuti kegagalan menit terakhir Annan Plan tahun 2004 yang telah menciptakan Republik Siprus Bersatu dan didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. 115 A. Genosida Warga Armenia Parlemen Uni Eropa menuntut agar Turki mengakui pembantaian etnis Armenia pada 1915 yang dilakukan pada masa kerajaan Ottoman. Masalah pembantaian itu merupakan isu signifikan bagi Prancis. Pada bulan Februari 2005, Novelis Turki yang mendapat hadiah nobel 2006, Orhan Pamuk yang novelnya telah menggali kerajaan Turki di masa silam untuk mengeksplorasi kontradiksi- 115 Ibid. 95 kontradiksi dan dilema Turki modern, berkata pada sebuah harian Swiss: 116 “30.000 orang Kurdi dan sejuta orang Armenia tewas dibunuh di tanah ini dan tak seorang pun berani mengatakannya kecuali saya.” Sedangkan orang-orang Armenia menyatakan bahwa 1,5 juta orang Armenia meninggal pada tahun 1915 dalam genosida sistematis pertama di Abad 20, sementara sejarahwan menyebutkan hanya satu juta. Turki secara resmi melaporkan bahwa sekitar 300.000 orang Armenia tewas dalam sebuah konflik partisan yang terjadi ketika orang-orang Armenia membantu penyerbuan tentara Rusia selama PD I. 117 Pendapat lainnya yaitu pada tahun 1915 dan 1916 diperkirakan antara 800.000 hingga 1,2 juta orang keturunan Armenia menjadi korban operasi-operasi terencana. Hal ini sesuai dikatakan oleh pakar Turki 116 Peterson, Scott., RUU Perancis Memperumit Permohonan UE Turki, Kantor Berita Common Ground, 27 Oktober 2006. 117 96 Asmawita Fithri, op.cit., hlm. 35. dan Islam prof. Martin van Bruinesse dari Universitas Utrecht, Belanda yang mengatakan: 118 “Sebagian besar sejarawan memperkirakan sekitar satu juta orang, 800 ribu sampai satu juta, atau satu jatu dua ratus orang terbunuh ketika itu. Kira-kira begitu. Tapi ini sebenarnya tidak penting. Membunuh satu juta orang sama buruknya dengan membunuh 10% darinya, atau 100 ribu orang”. Prancis tidak menyetujui Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa karena masih terjadinya isu-isu pelanggaran hak asasi manusia yaitu tentang pembunuhan genosida yang dilakukan Turki kepada bangsa Armenia. Parlemen Prancis memutuskan untuk meresmikan undang-undang yang mewajibkan seluruh warga negara Prancis untuk mengakui pembantaian warga Armenia oleh Turki pada perang dunia I sebagai sebuah tindakan genosida dan tidak mengakuinya dapat dikenakan sanksi hukum, hal ini mengukuhkan citra Perancis sebagai negara yang menentang keras masuknya Turki ke dalam Uni Johan Huizinga, Belanda, Eropa dan Genosida Armenia, Radio Nederland, 06 Oktober, 2006. 118 97 Eropa. Parlemen Eropa sangat menyesalkan keluarnya undang-undang tersebut karena akan semakin mempersulit posisi Turki, bahkan masalah ini akan menghentikan upaya-upaya negosiasi Turki untuk masuk dalam keanggotaan Uni Eropa.119 Disamping itu, dalam jajak pendapat yang diluncurkan oleh majalah L'Express, hanya satu di antara empat warga Perancis yang mendukung masuknya Turki di Uni Eropa. Alasannya, mereka khawatir rakyat Turki akan membanjiri lowongan kerja di Eropa, karena mayoritas penduduknya Muslim, dan khawatir Perancis akan kehilangan pengaruhnya di Uni Eropa.120 Di Belanda, beberapa calon anggota parlemen dari dua partai besar, yaitu Partai Kristen Demokrat dan Partai Buruh Sosial Demokrat dicoret dari daftar calon untuk pemilihan selanjutnya. Pasalnya mereka yang berasal dari kelompok etnis Turki ini menolak menyatakan pembantaian genosida pada tahun 1915 terhadap warga Armenia. Sedangkan di Turki, apabila seseorang mengatakan bahwa Turki melakukan genosida terhadap bangsa Armenia, maka 119 Asmawita Fithri, op.cit., hlm. 36. Proses Keanggotaan Turki di Uni Eropa Bisa di Veto Perancis, Kompas [Jakarta], 12 Oktober 2004. 120 98 akan mendapat hukuman karena menghina jati diri Turki.121 Para calon anggota parlemen asal Turki tersebut dipaksa mundur, karena pendapat mereka sangat berbeda dengan pendapat pemerintahan Belanda. Mereka mengatakan bahwa: Kalau memang terjadi maka ini belum resmi dinyatakan genosida.122 Ketidakpastian tuduhan pembunuhan genosida bangsa Armenia oleh Turki telah menganggu stabilitas politik luar negeri Turki yang menyebabkan terhambatnya jalan Turki untuk menuju ke Uni Eropa. Para sejarawan juga belum setuju dengan pernyataan genosida tersebut. Namun usaha pembelaan yang dilakukan calon anggota parlemen Belanda yang berkewarganegaraan Turki tersebut sia-sia saja karena calon anggota parlemen harus mendukung pendapat resmi partai, sedangkan semua partai politik di Belanda berpendapat bahwa Turki melakukan genosida terhadap warga Armenia pada tahun 1915.123 Dewan Perwakilan Amerika meninjau kembali persetujuan terhadap sebuah mosi, di mana 121 Asmawita Fithri, lock.cit. Radio Nederland, Kebebasan Berpendapat dan Sopan Santun Politik, Kolom Jean van de Kok, 17 Oktober 2006. 122 123 Ibid. 99 Turki dituduh melakukan genosida terhadap orangorang Armenia. Pada saat itu, mantan Presiden Bill Clinton mengimbau agar resolusi itu tidak disetujui karena tidak menghendaki memburuknya hubungan Amerika dengan Turki sebab Timur Tengah sedang dilanda krisis dan sebelumnya Turki sudah mengancam akan mencabut embargo minyak terhadap Irak, dan membatalkan izin bagi Amerika Serikat untuk memasuki pangkalan-pangkalan strategisnya, kalau resolusi tersebut sampai diterima. Resolusi itu mencantumkan bahwa Turki membantai sekurang-kurangnya sejuta penduduk Armenia antara tahun 1915 dan 1923, akan tetapi Turki membantah tuduhan pembunuhan massal itu.124 B. Pelanggaran HAM di Siprus Ganjalan lain terkait dengan Siprus yang sudah lebih dulu menjadi anggota Uni Eropa. Padahal, Turki belum mengakui negara Republik Siprus Yunani. Siprus terbelah berdasarkan etnis pada 1974, ketika pasukan Turki menguasai wilayah utara Siprus. Saat ini hanya Siprus-Yunani di sebelah Radio Nederland, Dewan Perwakilan Amerika Meninjau Kembali Mosi Terhadap Turki,Warta Berita , 20 Oktober 2000. 124 100 selatan yang menikmati keanggotaan Uni Eropa sejak pulau itu bergabung pada 1 Mei 2004. Proses diplomasi Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa terdapat banyak hambatan, terutama dalam memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Uni Eropa mengenai isu-isu Hak Asasi Manusia dan Siprus terkait dengan pengakuan kedaulatan atas Republik Siprus, penarikan pasukan sekitar 40 ribu dibagian utara pulau Siprus, mencabut embargo kapal-kapal dan pesawat Siprus berdasarkan Protokol Ankara, serta menyelesaikan sengketa Siprus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).125 Pada tahun 1974, Siprus berupaya untuk memisahkan diri dari kekuasaan Turki. Pada tahun 1983, pejuang kemerdekaan Siprus utara sempat memproklamasikan berdirinya Republik Siprus Utara, namun kemudian digagalkan oleh resolusi PBB yang hanya mengakui pemerintahan Turki atas wilayah itu. Masalah ini menjadi sumber ketegangan antara Turki dan Uni Eropa karena Uni Eropa terus mempermasalahkan perlindungan HAM di kawasan Siprus Utara. Uni Eropa bahkan menekan Turki agar mengakui kemerdekaan wilayah itu.126 125 Asmawita Fithri, op.cit., hlm. 38. 126 Ibid., hlm. 39. 101 Perdebatan panjang mengenai diterima tidaknya Turki sebagai anggota Uni Eropa disebabkan sikap Turki yang tetap tidak menerapkan perjanjian tahun 2005. Perjanjian tersebut mewajibkan Turki membuka semua pelabuhan dan bandar udaranya kepada 10 anggota baru Uni Eropa, di antaranya Siprus. Masalahnya Turki saat ini tidak mengakui pemerintahan Siprus yang didominasi keturunan Yunani. Sementara itu, di Siprus masih berlangsung konflik politik yang berkepanjangan sejak 1974 antara warga keturunan Yunani yang menguasai selatan Siprus dan warga keturunan Turki yang mendiami wilayah utara Siprus.127 C. Kasus Suku Kurdi Salah satu hambatan Turki untuk bergabung dengan Uni eropa yaitu karena masih terjadinya peperangan antara Turki dengan PKK atau Partai Pekerja Kurdistan (Partiya Karkerên Kurdistan) juga disebut KADEK, Kongra-Gel, dan KGK. Bahasa Turkinya adalah Kürdistan İşçi Partisi yaitu organisasi militan Kurdistan yang didirikan pada tahun 1970-an. PKK dipimpin oleh Abdullah Öcalan 127 102 Ibid. sampai penangkapannya tahun 1999. Ideologi Kongra-Gel merupakan ideologi MarxismeLeninisme dan nasionalisme Kurdi. Tujuan PKK adalah untuk mendirikan negara Kurdi yang merdeka dan sosialis di Kurdistan, wilayah yang terdiri dari Turki tenggara, Irak barat laut, Suriah timur laut dan Iran barat laut; tempat populasi Kurdi dianggap sebagai mayoritas penduduk.128 Permasalahan dalam negeri Turki menyebabkan terhambatnya diplomasi Turki untuk masuk menjadi anggota Uni Eropa. Konflik yang berkepanjangan di perbatasan antara Turki dan PKK juga menimbulkan banyak korban jiwa. Pemerintah Turki berusaha untuk meyakinkan masyarakat Eropa maupun internasional dengan cara mengampanyekan dan menyebarkan informasi-informasi agar politik dan keamanan di Turki tetap dalam kondisi stabil.129 Kurdi merupakan suatu kelompok etnis yang tersebar dalam jumlah besar di beberapa negara, yakni Irak, Iran, Suriah, dan Turki. Kurdi dianggap sebagai kelompok etnis terbesar di dunia yang tidak memiliki negara sendiri sebagai tempat dimana etnis 128 Ibid. 129 Ibid., hlm. 40. 103 ini berasal.130 Etnis Kurdi di Turki diestimasikan berjumlah antara 10 sampai 20 juta jiwa dan dikatakan sebagai kelompok minoritas terbesar di Turki.131 Orang-orang Kurdi di Turki terkonsentrasi di wilayah bagian Tenggara. Pertanyaan tentang status orang-orang Kurdi di Turki sebenarnya sudah muncul sejak akhir kejayaan Kerajaan Ottoman dan semakin memburuk saat Kerajaan Ottoman dihapuskan lalu negara republik dibentuk di bawah kontrol Mustafa Kemal Atatürk.132 Pada masa Kerajaan Ottoman, berbagai macam komunitas dengan perbedaan bahasa dan budaya dapat hidup saling berdampingan di bawah the millet system, dimana masyarakat dapat menentukan ritual dan kepercayaan mereka masing-masing. Akan tetapi, pada akhir dari masa pemerintahan Kerajaan Ottoman, Ottoman 130 M. Hatem, R., & Dohrmann, Turkey's Fix for the "Kurdish Problem: Ankara's Challenges, Middle East Quarterly, vol. 20, no. 4, 2013, hlm. 49-58. 131 Minority Rights Group International, Kurds (daring), http://www.minorityrights.org, akses pada 19 Februari 2017, pukul 21:16. 132 Meilinda Sari Yayusman, Upaya Turki dalam Memenuhi the Copenhagen Criteria sebagai Syarat Keanggotaan Uni Eropa, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada), hlm. 16. 104 mengadopsi beberapa peraturan guna memperkuat kekuatan sentral, sehingga ketegangan antara minoritas Kurdi dan negara mulai muncul.133 Hubungan antara orang-orang Kurdi dan pemerintah Turki semakin memburuk saat Atatürk mengubah konstitusi Turki menjadi sekularis. Sekularisme berarti pemisahan antara urusan agama dengan urusan kenegaraan atau pemerintahan. Selama ini, Kerajaan Ottoman mencampurkan urusan agama dengan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang berlandaskan hukum Islam. Beberapa perubahanperubahan signifikan yang terjadi di Turki akibat transformasi dari negara kerajaan ke negara republik menjadi faktor pendorong semakin memburuknya hubungan orang-orang Kurdi dengan pemerintah. Disini, Atatürk berusaha untuk merangkul semua perbedaan yang ada di Turki dalam satu identitas bernama, identitas Turki. Di dalam konstitusinya, Turki mengatakan bahwa, “the Turkish state, with its territory and nation, is an indivisible entity”. Alhasil, semua elemen-elemen non-Turki dilemahkan atau lebih buruknya, dihapuskan.134 133 Y. Ensaroglu, Turkey's Kurdish Question and the Peace Prosess, Insight Turkey, vol. 15, no. 2, 2013, hlm. 8. 134 Ibid. 105 Pada masa pemerintahannya, Atatürk menerapkan beberapa perubahan substansial di Turki guna membangun Turki menjadi negara sekularis. Dalam kebijakan pemerintah Turki di tahun 1923, Atatürk memutuskan untuk menghapuskan sistem ‘caliphate’ di Turki, penghentian sistem pendidikan berbasis agama, penyatuan pendidikan dalam bentuk sekolah umum, penutupan the Ministry of Canon Law, penghapusan the Ministry of the General Staff, dan salah satu yang paling signifikan adalah purificationism, yakni menetralisir pengaruh bahasa atau kata-kata yang berasal dari Bahasa Arab atau Persia menjadi Bahasa Turki, hal ini berimplikasi pada pengkajian ulang seluruh media yang dahulu banyak menggunakan Bahasa Arab menjadi Bahasa Turki.135 Dalam kebijakannya ini, Atatürk menegaskan bahwa, “The New Turkey has no relationship to the old. The Ottoman government has passed into history, A new Turkey is born”.136 Akibatnya, kebijakan-kebijakan ini berimplikasi pula pada kelompok-kelompok etnis lain di Turki, 135 F. Keles, Modernization as State-Led Social Transformation: Reflection on the Turkish Case, Journal of Development and Social Transformation, 2006, hlm. 7. 136 106 Ibid. termasuk etnis Kurdi. Pemerintah Turki menutup beberapa madrasah Kurdi yang mana mengajarkan peraturan-peraturan agama yang diyakini oleh orangorang Kurdi (tarikat) guna menutupi dan menghapuskan sejarah masa lampau Turki.137 Menanggapi hal ini, minoritas Kurdi menunjukkan sikap kurang setuju terhadap kebijakan-kebijakan tentang penghapusan dan asimilasi secara paksa yang diterapkan oleh pemerintah Turki. Tensi antara orang-orang Kurdi dan pemerintah Turki semakin meningkat di tahun 1925 dengan dimulainya pemberontakan orangorang Kurdi yang dipimpin oleh Sheik Sahid. Pemberontakan ini dianggap sebagai ancaman besar bagi pemerintah Turki, hal ini dikarenakan oleh kemungkinan semakin membesarnya pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Kurdi, sehingga dapat mengancam prinsip-prinsip Kemalisme yang dijalankan oleh pemerintah Turki pada saat itu. Pemberontakan ini direspon oleh pemerintah Turki dengan bergegas membentuk peraturan tahun 1927 yang mengizinkan pemerintah untuk merelokasi sejumlah orang-orang Kurdi secara paksa dari provinsi tenggara dan 137 Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 16. 107 peraturan tahun 1934 No. 2510 yang menegaskan bahwa negara memiliki kekuatan untuk mengasimilasi beberapa wilayah yang tidak memiliki budaya dan Bahasa Turki secara paksa.138 Peraturanperaturan ini diterapkan untuk melemahkan ikatan sosial tradisional, mendorong urbanisasi, dan asimilasi, terutama bagi orang-orang Kurdi.139 Namun sayangnya, kebijakan-kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah Turki ini justru mendapat perlawanan kembali dari orang-orang Kurdi dalam pemberontakan di Ararat tahun 1930 dan di Dersim tahun 1938.140 Pemberontakan-pemberontakan orang-orang Kurdi untuk menutut statusnya sebagai kaum minoritas yang memperoleh pengakuan di Turki semakin banyak bermunculan sejak saat itu. Meskipun Turki telah berupaya menjadi negara yang lebih demokratis dengan penerapan sistem multipartai dalam perpolitikan, Turki tetap tidak toleran dalam perbedaan etnis dan budaya yang ada dinegaranya. Bersamaaan dengan itu, pada 27 Mei 1960, Turki memasuki 138 D. Mc. Dowall, A Modern History of the Kurds, I. B. Tauris and Co., Ltd., New York, 2004, hlm. 207. 108 139 Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 18. 140 D. Mc. Dowall, op.cit., hlm.197. pemerintahan di bawah kepemimpinan militer coup d’etat dengan serangkaian kebijakan ekstrim dan mengundang peningkatan tensi antara 141 pemerintah dan orang-orang Kurdi. Dominasi militer ini semakin kuat sampai tahun 1980an. Penggunaan Bahasa Kurdi menjadi ilegal untuk digunakan. Memperkenalkan dan mendistribuskan segala materi dalam Bahasa Kurdi juga dilarang sejak akhir tahun 1960an. Kebijakan pemerintah militer ini tentunya membawa kemarahan bagi orang-orang Kurdi. Tekanantekanan oleh orang-orang Kurdi untuk menuntut hak legitimasi sebagai minoritas di Turki semakin meningkat ditahun 1970an. Menanggapi tekanantekanan ini, pemerintah Turki semakin tegas merespon orang-orang Kurdi, intervensi militer mulai dilakukan dengan tujuan untuk melindungi identitas sekularis yang dipegang oleh Turki. Di tahun 1978, pemerintah Turki menerapkan “village guard system” dengan tujuan untuk menyediakan kepala suku di provinsi bagian tenggara guna mengkampanyekan pentingnya loyalitas terhadap pemerintah dengan menggunakan senjata dan E. Hughes, Turkey's Accession to the European Union: The Politics of Exclusion?, Routledge, New York, 2011, hlm. 40. 141 109 bantuan finansial serta mendamaikan wilayah tersebut.142 Namun, kebijakan ini justru membawa amarah lebih besar bagi orang-orang Kurdi karena merasa semakin diatur di Turki.143 Sementara itu, munculnya gerakan separatis yang dipimpin oleh the Kurdistan Worker’s Party (PKK – dalam Bahasa Turki, Partiya Karkerên Kurdistanê) sejak tahun 1974 semakin memperburuk hubungan antara pemerintah Turki dengan orangorang Kurdi.144 Di tahun 1978, PKK baru secara resmi berdiri sebagai partai politik yang mendeklarasikan diri mereka sebagai organisasi baru dari orang-orang Kurdi. Kemunculan PKK ini memicu respon agresif dari pemerintah Turki. Akhirnya, di tahun 1984, baku tembak antara orangorang Kurdi dipimpin oleh PKK dengan pemerintah Turki terjadi di provinsi bagian Tenggara Turki. Dalam memperjuangkan status minoritas Kurdi di Turki, PKK sendiri mendapat bantuan dari Eropa (Uni Soviet) dan beberapa negara tetangga, seperti 142 Canci, H., & Serkan Sen, S., The Gulf War and Turkey: Regional Changes and Their Domestic Effects (1991-2003), International Journal on World Peace, 2011, hlm. 42-46. 110 143 Meilinda Sari Yayusman, loc.cit., hlm.18. 144 E. Hughes, op.cit., hlm.41. Irak, Suriah, dan Iran. Dukungan-dukungan ini membawa situasi di Turki semakin rumit. Baku tembak antara PKK dan pemerintah Turki menghasilkan sebuah kebijakan yang diputuskan tanpa pikir panjang berupa migrasi secara paksa. Migrasi secara paksa ini kemudian terjadi besarbesaran di tahun 1980an, sekitar 378.800 orang Kurdi dipaksa untuk pindah dari wilayah mereka sampai akhir tahun 1997, bahkan beberapa NGO mengatakan bahwa terdapat 1 sampai 4 juta orang Kurdi sudah direlokasi secara paksa oleh pemerintah Turki ke wilayah lain.145 Migrasi secara paksa ini dilakukan guna memisahkan orang-orang Kurdi agar tidak berkumpul dan berupaya untuk menentang pemerintah, terlebih dalam bentuk kekerasan. Mengingat diestimasikan terdapat lebih dari 45.000 orang menjadi korban selama 14 tahun sejak pemerintahan republik dibentuk dan tidak jauh dari itu, lebih dari 45.000 orang pula mati dalam konteks kampanye anti-PKK di Turki.146 K. Kirisci, Migration and Turkey: the Dynamics of State, Society, and Politics, (Cambridge University Press, Cambridge, 2008), hlm. 184. 145 Y. Ensaroglu, Turkey's Kurdish Question and the Peace Prosess, Insight Turkey, vol. 15, no. 2, 2013, hlm. 9. 146 111 Tidak dapat dipungkiri, jumlah ini terus meningkat sejak PKK semakin vokal dalam mengekspresikan tuntutan-tuntutan terhadap status mereka sebagai minoritas yang diakui di Turki. Kini, PKK sendiri dianggap sebagai organisasi teroris yang membahayakan dan menjadi sorotan perhatian tidak hanya bagi pemerintah Turki tetapi juga dunia Internasional. Di sisi lain, migrasi secara paksa yang dilakukan oleh pemerintah Turki ini juga mendapat kecaman dari aktor-aktor internasional seperti European Court of Human Rights (ECHR), mengingat Uni Eropa sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan Turki dalam masalah minoritas Kurdi sebagai persyaratan Turki untuk masuk ke dalam Uni Eropa.147 Selain itu, tindakan migrasi paksa ini juga dikecam oleh The Human Rights Association of Turkey (IHD – dalam Bahasa Turki, Insan Hakları Derneg ̆i) karena dianggap menyebabkan orang-orang Kurdi berada dalam garis kemiskinan dan tidak memiliki pekerjaan akibat ketidaksiapan mereka 148 direlokasikan ke tempat lain secara paksa. 112 147 K. Kirisci, op.cit., hlm.185. 148 Ibid. Penutupan sekolah-sekolah Kurdi dan tidak diakuinya Bahasa Kurdi serta pelarangan menggunakan dan menyebarkan Bahasa Kurdi merupakan salah satu kondisi terburuk yang dialami oleh minoritas Kurdi. Kemudian, kemunculan kelompok pemberontak, yakni PKK menjadi salah satu masalah besar bagi orang-orang Kurdi dan pemerintah Turki. Berkaitan dengan kondisi keamanan yang mengkhawatirkan akibat pemberontakan PKK dan respon agresif pemerintah Turki, hal ini jelas menjadikan hubungan antara orang Kurdi dan negara semakin sulit mencapai jalan tengah. Selain itu, migrasi secara paksa sebagai realisasi kebijakan pemerintah Turki akan kekhawatiran orang-orang Kurdi yang berkumpul di wilayah tertentu membuat kondisi kaum minoritas Kurdi semakin memprihatinkan. Pertanyaan akan status mereka di Turki semakin tidak terjawab karena eksistensi mereka di Turki semakin tidak dianggap. Akibat migrasi ini pula, orang-orang Kurdi hidup berada di bawah garis kemiskinan dan tidak memiliki pekerjaan. Semua kebijakan-kebijakan pemerintah Turki terhadap orang-orang Kurdi dianggap menghancurkan orangorang Kurdi secara sosial, ekonomi, budaya, dan psikologi. 113 Hal ini berimplikasi pada meningkatnya jumlah orang-orang Kurdi yang berjuang dengan segala cara untuk memperoleh hak-haknya sebagai minoritas di Turki. Oleh karena itu, pertanyaan orang-orang Kurdi tentang status serta tuntutan terhadap pemenuhan hak mereka di Turki tidak hanya menimbulkan masalah ekonomi dan sosial tetapi juga perlahan membahayakan sistem hukum dan politik di Turki.149 Akibatnya, permasalahan ini menyebabkan Turki sulit mencapai stabilitas demokrasi di lingkungan domestik.150 D. Kebebasan Agama bagi Komunitas Alevi Kebebasan beragama merupakan hak fundamental yang harus dilindungi dan dihormati oleh setiap negara di dunia. Permasalahan yang dialami oleh orang-orang Alevi terkait legitimasi status yang berimplikasi pada terbelenggunya kebebasan beragama bagi mereka di Turki merupakan masalah yang sudah berlarut-larut dan belum memeroleh penyelesaian yang sempurna sampai sekarang. Alevi merupakan kelompok 114 149 Y. Ensaroglu, op.cit., hlm. 9. 150 Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm.19. beragama non-Sunni terbesar di Turki.151 Tidak ada data secara jelas menuliskan jumlah orang-orang Alevi yang tersebar di Turki, tetapi diestimasikan sekitar 15 juta sampai 20 juta atau sekitar 25% dari populasi orang Turki tergabung dalam komunitas Alevi.152 Isu terkait eksistensi komunitas Alevi merupakan salah satu isu paling rumit dan sulit untuk mencapai titik temu penyelesaianya. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan orang-orang Alevi di Turki dapat dikatakan termarginalisasi dan teraniaya oleh mayoritas Sunni sejak dahulu.153 Alevi sendiri sebenarnya merupakan bagian dari Islam. Akan tetapi, ritual, tradisi, budaya, dan beberapa prinsip yang diyakini memang memiliki perbedaan signifikan dengan orang-orang beragama Islam pada umumnya. Alhasil, Alevi dianggap sebagai White, J. B.,Islam and Politics in Contemporary Turkey, Turkey in the Modern World, in K. Resat (ed.), Cambridge History of Turkey, (Cambridge University Press, Cambridge, 2008), hlm.376. 151 152 Paul Amanda, & Murat Seyrek, D., Freedom of religion in Turkey: The Alevi Issue (daring) http://www.epc.eu, akses pada 19 Februari 2017, pukul 21:23. 153 Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 20. 115 sekelompok orang yang menganut aliran sesat oleh mayoritas Sunni-Islam.154 Pertama, orang-orang Alevi percayai bahwa Allah-Muhammad-Ali adalah tiga hal yang perlu mereka yakini dan sembah. Berbeda dengan mayoritas Sunni-Islam pada umumnya yang mempercayai Allah sebagai Tuhan mereka dan Muhammad sebagai seorang nabi yang diagungkan. Kedua, Alevi mempercayai banyak kitab suci, yakni Torah, Psalms, Injil, dan AlQur’an serta meyakini bahwa mereka perlu mempelajari semuanya, sedangkan orang-orang Sunni-Islam hanya meyakini Al-Qur’an sebagai pedoman dan kitab suci mereka. Al-Qur’an yang mereka pelajari juga berbeda. Untuk orang-orang Alevi, mereka meyakini jenis Al-Qur’an e-Natik, yakni kitab yang dihafal oleh Ali, sedangkan mayoritas Sunni-Islam meyakini dan mempelajari Al-Qur’an e-Samit, yakni kitab yang ditulis oleh Khalifah Utsman dan merupakan kitab yang biasa digunakan oleh orang-orang Islam. Ketiga, yang paling mencolok adalah orang-orang Alevi tidak mempraktikan ritual-ritual 154 116 White, J. B.,op.cit., hlm. 376. yang dilakukan oleh mayoritas Sunni-Islam atau Islam pada umumnya.155 Alevi tidak melakukan puasa di bulan Ramadhan, tidak melaksanakan shalat 5 waktu, dan tidak menunaikan ibadah shalat Jum’at bagi laki-laki. Akan tetapi, mereka memiliki ritual lain yang diyakini oleh mereka sebagai ibadah yang harus dilakukan. Orang-orang Alevi memang tidak menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan, tetapi mereka perlu berpuasa selama 12 hari di bulan Muharam dan menutup hari terakhir puasa dengan mengonsumsi makanan khusus bernama Aure, yakni sup manis dengan berbagai macam bahan, seperti buah-buahan, kacangkacangan, dan gandum. Keempat, pengertian orang-orang Alevi tentang definisi Tuhan juga sangat berbeda dengan mayoritas Sunni-Islam. Konsep Tuhan bagi mereka adalah manusia tidak perlu takut akan Tuhan. Berbeda halnya dengan orang-orang Islam pada umumnya yang meyakini bahwa sebagai manusia sangat perlu untuk takut kepada Tuhan. Disini, orang-orang Alevi percaya bahwa setiap umat manusia merupakan bagian dari Tuhan. Tidak ada D. Doganyilmaz, Religion in Laic Turkey: The Case of Alevis, Quaderns de la Mediterrania, vol. 18, no. 19, 2013, hlm. 196-197. 155 117 batasan antara pencipta dan umat manusia yang diciptakan. Kelima, orang-orang Alevi tidak percaya akan prinsip reward and punishment, atau dengan kata lain ketidak-yakinan akan surga dan neraka sebagai konsekuensi sebagai umat beragama jika melanggar peraturan atau mematuhi perintah Tuhan. Keenam, perbedaan yang tidak kalah signifikan adalah prinsip bagi orang-orang Alevi yang tidak percaya akan adanya kematian. Mereka percaya bahwa ketika seorang manusia tidak bernafas lagi, hal itu berarti manusia tersebut sedang mengalami proses reinkarnasi, yakni hidup kembali dengan pribadi yang berbeda. Ketujuh, orang-orang Alevi tidak mengindahkan adanya subordinasi antara laki-laki dan perempuan. Mereka berusaha untuk menyetarakan hierarki antara lakilaki dan perempuan. Terdapat satu ritual keagamaan atau ibadah yang sangat identik dengan orang-orang Alevi, yakni upacara cem. Upacara ini dipimpin oleh dede, sebutan untuk tokoh spiritual dikalangan Alevi. Jika tokoh spiritual tersebut adalah seorang perempuan, mereka disebut ana. Seorang ana juga dapat memimpin ritual keagamaan. Berbeda halnya dengan orang-orang Sunni-Islam atau Islam pada umumnya, hanya seorang laki-laki yang 118 dapat memimpin segala bentuk ritual keagamaan seperti ibadah shalat berjamaah. Jika tidak ada laki-laki, barulah seorang perempuan dapat menjadi pemimpin atau imam dalam ibadah. Terakhir, orang-orang Alevi memiliki tempat ibadah yang berbeda dengan orang-orang Sunni-Islam. Tempat ibadah kaum Alevi adalah cemevi, sedangkan orang-orang Sunni-Islam beribadah di masjid seperti pada umumnya. Perbedaan terakhir ini merupakan salah satu hal yang sering diperdebatkan antara orang-orang Alevi dengan pemerintah Turki.156 Orang-orang Alevi sendiri tidak menyukai akan keberadaan mesjid di muka bumi ini. Permasalahan mengenai kebebasan beragama terhadap orang-orang Alevi sudah muncul sejak masa Kerajaan Ottoman. Mulanya, dengan the millet system yang digunakan oleh kerajaan dalam mengatur wilayah Anatolia, setiap komunitas dapat mengatur administrasi dan kebijakan kelompoknya secara independen. Komunitas-komunitas ini hanya perlu membayar pajak dan mematuhi beberapa peraturan umum 156 Ibid., hlm. 197. 119 kerajaan. Yang terpenting, mereka diizinkan untuk melakukan ritual-ritual keagamaan mereka masing-masing sesuai dengan budaya dan keyakinan mereka.157 Namun, sama halnya dengan kondisi kaum minoritas Kurdi, saat Ottoman mencoba untuk melakukan sentralisasi pada sistem pemerintahannya, terdapat beragam perubahanperubahan kebijakan yang berimplikasi pada penindasan, diskriminasi, dan marginalisasi terhadap orang-orang Alevi. Dalam hal ini, identitas Alevi diabaikan bahkan pemerintah akan secara otomatis mengasimilasi Alevi sebagai bagian dari mayoritas Sunni-Islam.158 Sampailah pada era dimana Turki bertransformasi menjadi negara republik dengan prinsip sekularisme yang dicetuskan oleh Mustafa Kemal Atatürk. Di awal-awal masa transisi, Alevi merupakan kelompok yang sangat positif terhadap prinsip sekularisme yang akan diterapkan oleh pemerintah Turki. Alevi dianggap sebagai orangorang yang berpihak pada kebijakan sekularisme Atatürk. Posisi ini menunjukan bahwa orang157 Ibid., hlm. 192. 158 T. Köse, The AKP and the "Alevi Opening": Understanding the Dynamics of the Reapproachement, Insight Turkey, vol. 12, no. 2, 2010, hlm. 145. 120 orang Alevi menentang para fundamentalis agama yang pada saat itu banyak menentang kebijakan sekularis yang diterapkan oleh pemimpin Turki yang baru. Inisiasi Turki untuk menunjukan loyalitas pada pemerintah republik tidak serta-merta karena Alevi menyetujui prinsip sekularis tersebut. Hal ini disebabkan oleh kepentingan orang-orang Alevi agar dapat disetarakan dengan mayoritas SunniIslam di Turki. Namun pada nyatanya, pembangunan identitas yang diupayakan oleh negara republik ini adalah membangun Turki dengan identitas yang homogen baik secara etnis maupun agama, modern, dan sekuler. Akibatnya, Turki, meskipun sudah bertransformasi menjadi negara sekularis, tetap tidak menganggap eksistensi komunitas Alevi. Hal ini semakin diperkuat dengan pembentukan konsistusi republik pada tahun 1924. Pada pasal 2, the Turkish Constitution, dijelaskan bahwa, “The religion of the state is Islam, the official language is Turkish and the capital is Ankara”.159 Pasal ini semakin menjelaskan bahwa agama yang diakui di negara Turki adalah Islam, dalam hal ini merujuk kepada Sunni-Islam. Tidak dapat 159 D. Doganyilmaz, op.cit., hlm.193. 121 dipungkiri bahwa Turki merupakan negara republik dengan 99% warga negaranya adalah orang-orang Muslim. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan Muslim adalah Sunni-Islam. Secara perlahan, identitas Alevi semakin terlupakan, kemudian hal ini berimplikasi pada kebebasan mereka dalam melakukan aktivitas keagamaan maupun menanamkan nilai-nilai keyakinan mereka secara lebih luas. Tidak hanya ditegaskan dalam pasal 2 Konstitusi Turki, regulasi baru yang diterapkan oleh pemerintah Turki pada 30 November 1925 untuk memerintahkan aparat pemerintah untuk menutup tempat ibadah orang-orang Alevi, yakni cemevi dan pembukaan the Presidency of Religious Affairs of the Republic of Turkey telah membuat orangorang Alevi semakin termarginalisasi dan 160 terlupakan di Turki. Peraturan ini memang dibentuk sebagai komponen dasar dalam pembentukan kebijakan asimilasi di Turki guna merealisasikan prinsip Turki untuk membentuk Turki sebagai suatu negara dengan satu identitas yang sama. 160 122 Ibid., hlm.198. Kondisi ini terus terjadi berlarut-larut dan belum mampu menemukan titik temu agar pemerintah dapat mengakui status orang-orang Alevi di Turki. Meskipun Turki sudah bertransformasi menjadi negara yang lebih demokratis dengan sistem multipartai yang diterapkan sejak tahun 1950an, hal ini tidak membawa perubahan bagi kondisi domestik yang masih belum mencapai stabilitas demokrasi karena masih banyak permasalahan minoritas dan kebebasan beragama di dalamnya. Dimulai dari awal tahun 1960an, orang-orang Alevi mulai secara besar-besaran melakukan urbanisasi ke kota-kota besar dimana sebelumnya mereka cenderung hidup di desa maupun pinggir kota. Sama halnya seperti minoritas Kurdi, orang-orang Alevi pun tidak tinggal diam menghadapi kondisi ini. Berbagai macam usaha telah dilakukan oleh mereka sejak tahun 1960. Terlebih ketika kaum militer mendominasi pemerintah Turki pada tahun 1980. Dominasi coup d’etat membuat eksistensi Sunni-Islam semakin terlihat di Turki. Penerapan kebijakan untuk menyelenggarakan kelas agama sebagai kewajiban di sekolah dasar dan menengah pertama dianggap sebagai salah satu elemen penting untuk memperkuat kebijakan asimilasi 123 Turki yang sudah ada sejak lama.161 Hal ini sangat diupayakan oleh pemerintahan coup d’etat untuk diterapkan di Turki. Implikasinya adalah kelompok Alevi semakin termarginalisasi karena pelajaran agama yang diwajibkan adalah ajaran Sunni-Islam. Sejak dominasi coup d’etat, orangorang Alevi semakin tidak tinggal diam untuk memperjuangkan hak mereka. Akibatnya, banyak orang mulai melihat permasalahan Alevi sebagai masalah yang rumit dan harus diatasi oleh pemerintah Turki. Mulai muncul banyak tulisan-tulisan dari para akademisi yang menceritakan tentang Alevi. Hal ini kemudian disimbolkan sebagai kebangkitan Alevi atau lebih dikenal dengan sebutan “Alevi Revival”. Orang-orang Alevi mulai berusaha untuk meningkatkan kesadaran publik, menuntut kemudahan untuk mengekspresikan diri di publik, meningkatkan eksistensi di publik, dan mengupayakan agar orang-orang Alevi juga dapat memiliki posisi dalam arena sosial serta politik di Turki.162 Kebangkitan semangat orang-orang Alevi untuk lebih ‘terlihat’ ini berimplikasi pada respon 124 161 Ibid. 162 Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 24. negatif mayoritas Sunni-Islam. Dengan dasar tujuan “defending Islam from unbelievers”, serangan-serangan dilakukan oleh mayoritas Sunni-Islam hingga mengakibatkan banyak orangorang Alevi terbunuh. Antara tahun 1970an dan 1990an, orang-orang Alevi menjadi tujuan dari beberapa serangan masif seperti: Insiden Kahramanmara (1978) dimana lebih dari 100 orang Alevi termasuk wanita dan anak-anak meninggal dunia akibat serangan dari kaum mayoritas SunniIslam (Idiz, 2013), pembunuhan besar-besaran di Corum (1980) salah satu kota dimana orang-orang Alevi banyak bermukim (Bayrak, 2012), dan Insiden Sivas (1993) dimana 35 perwakilan kaum terpelajar Alevi dibakar hidup-hidup oleh orang-orang Sunni yang marah ketika orang-orang Alevi sedang menyelenggarakanacara kebudayaan mereka.163 Kondisi termarginalisasi dan semakin terlupakannya orang-orang Alevi membuat mereka tidak tinggal diam dalam mengatasi masalah ini. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, orang-orang Alevi mulai bangkit untuk memperjuangkan identitasnya di Turki terutama agar dapat diakui dan S. Idiz, Turkey’s Alevi Question, http://www.almonitor.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul 21:26. 163 125 tidak dihalangi serta dimusuhi dalam melakukan aktivitas keagamaan. Tujuan utama kebangkitan orang-orang Alevi dalam memperjuangkan identitas adalah untuk membentuk dan memelihara identitas Alevi di Turki, lebih diakui keyakinannya, dan lebih diterima sebagai aktor yang setara dengan masyarakat lainnya terkhusus dalam arena sosial dan politik Turki.164 Orang-orang Alevi kini benar-benar berusaha untuk mengajukan tuntutan pada pemerintah Turki agar mendapatkan hak yang sama dengan kepercayaan-kepercayaan lain yang ada di Turki. Menurut mereka, semua ini tergantung pada upaya pemerintah Turki untuk mengakomodasi kepentingan orang-orang Alevi, sehingga tidak lagi termarginalisasi dan secara perlahan memperoleh legitimasi dari pemerintah maupun masyarakat Turki khususnya mayoritas Sunni-Islam. Dengan memperoleh hak kebebasan beragama untuk beribadah dan malakukan ritual-ritual lainnya, secara tidak langsung Alevi telah memeroleh legitimasi terhadap identitas mereka di Turki. 164 126 T. Köse, op.cit., hlm. 146. BAB VI PROPAGANDA TURKI Turki melakukan berbagai macam propaganda untuk dapat bergabung dengan Uni Eropa. Propaganda Turki biasanya dilakukan melalui media massa. Salah satu yang dilakukan Turki mengenai kasus Armenia yaitu Turki sampai sekarang masih menyangkal adanya pembantaian atau genosida bangsa Armenia. Namun Turki mengakui bahwa terjadi kematian secara besar-besaran yang terjadi karena peperangan dan hal-hal yang bersangkutan seperti wabah penyakit dan kelaparan. Pengakuan Turki ini menyebabkan reaksi dari bangsa Armenia yang mengatakan bahwa adanya pembunuhan genosida yang dilakukan Turki. 165 Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung Dengan Uni Eropa, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada), hlm.54. 165 127 Oleh sebab itu, Turki melakukan propaganda untuk menarik perhatian dunia internasional dan mengembalikan image buruk Turki bahwa Turki tidak melakukan pembunuhan genosida terhadap bangsa Armenia. Walaupun isu-isu tersebut belum ada pembuktian yang pasti, tetapi kasus ini dapat berpengaruh bagi kelancaran negosiasi Turki dengan Uni Eropa. 166 Turki memiliki dukungan internasional dari negara adikuasa, yaitu Amerika Serikat. Hal ini terlihat ketika Hillary Clinton yang menjabat sebagai menteri luar negeri Amerika Serikat mengunjungi Turki untuk membicarakan kemajuan aksesi Turki bergabung dengan Uni Eropa. Redaktur utama harian Turki Milliyet,Sedat Ergin melihat dua pertanda penting yang disampaikan Hillary Clinton dalam konferensi pers. Ergin mengatakan, Clinton menyatakan dukungan Amerika Serikat bagi keanggotaan Turki dalam Uni Eropa. Namun demikian Clinton juga menekankan, demokrasi di Turki masih memiliki kekurangan dan juga menegaskan pentingnya konstitusi Turki yang bersifat duniawi. Penyataan menteri luar negeri Amerika Serikat tersebut membuktikan bahwa 166 128 Ibid. adanya pendapat yang berbeda dengan mantan Presiden George W. Bush yang selalu menilai Turki sebagai negara Islam yang moderat.167 Turki adalah sekutu tererat Amerika Serikat di Timur Tengah selain Israel. Amerika Serikat ingin agar Turki lebih berperan di Afganistan. Tetapi penempatan militer untuk memerangi Taliban ditolak oleh pemerintah Turki di bawah Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan. Pemerintahan Erdogan tidak menginginkan fotofoto tentara Turki yang tewas di negara Islam, akan tetapi Amerika Serikat membutuhkan Turki untuk menyelesaikan sejumlah masalah di kawasan tersebut. Menteri Luar Negeri Ali Babacan mengatakan, pemerintah Turki siap untuk kembali menjadi penengah dalam konflik antara Suriah dan Israel. Rasa anti Amerika Serikat tersebar luas di Turki, hampir 70% rakyat Turki menganggap Amerika Serikat musuhnya, maka dari itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton hadir sebagai tamu dalam sebuah talk showdi salah satu televisi Turki untuk dapat memberikan penjelasan dan mengubah citra buruk Amerika Serikat.168 167 Ibid. 168 Ibid., hlm.55. 129 1. Propaganda Internal Turki melakukan propaganda di negaranya dengan membuka wawasan masyarakat Turki bahwa dengan bergabungnya Turki dengan Uni Eropa, maka perekonomian Turki akan berkembang dan hal ini akan mengurangi penganguran dan akan banyak lapangan kerja bagi masyarakat Turki. Selain itu, masyarakat Turki akan mudah untuk memperoleh pendidikan di negara-negara anggota Uni Eropa.169 Voting yang dilakukan oleh salah satu universitas di Turki antara jumlah yang mendukung dan menolak Turki bergabung dengan Uni Eropa adalah 47% dan 53%. Sedangkan dari masyarakat internasional Eropa hanya 30% warga yang setuju bila Turki menjadi anggota. Dari jumlah tersebut memperlihatkan bahwa hanya sebagian kecil yang mendukung Turki bergabung dengan Uni Eropa. Jumlah ini mempengaruhi keberhasilan diplomasi Turki. Kecilnya presentase rakyat yang mendukung membuat pemerintahan Turki harus berusaha penuh untuk meyakinkan rakyat Turki dan menjalin kerjasama politik dan diplomasi yang kuat dengan 169 130 Ibid. pihak-pihak tertentu untuk penggabungan Turki ke Uni Eropa.170 melancarkan Turki sudah memahami syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Uni Eropa dimana syarat-syarat ini berlaku secaraumum bagi seluruh negara Eropa yang akan maupun sudah bergabung kedalam Uni Eropa. Turki juga sudah memahami ada beberapa hambatan atau kelemahan Turki. Salah satu fakta bahwa Turki telah menyadari adanya kelemahan tersebut adalah ketika Perdana Menteri, Recep Tayyip Erdogan memperkenalkan bahasa Kurdi dalam sebuah tayangan televisi.Turki berusaha memenuhi syarat Uni Eropa tentang penghormatan Hak Azasi Manusia (HAM). Kesadaran terhadap kelemahan lain adalah penghapusan hukuman mati dan larangan penyiksaan di penjara dan mengurangi dominasi militer (Dewan Keamanan Nasional) dengan menempatkan sipil. 171 Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa jika Uni Eropa memberi tempat bagi Turki, barulah dapat dikatakan Uni Eropa adalah sebuah N. Goksel, Turki: Demokrasi yang Semakin Dewasa, Common Ground News Service, (31 170 Juli 2007). 171 Asmawita Fithri, op.cit., hlm.56 131 tempat di mana peradaban Barat dan Timur bisa bertemu. Beliau juga mengatakan kepada Uni Eropa melalui media massa: “Kalau Anda mengklaim bahwa Uni Eropa bukanlah Klub Kristen, dan Anda memercayainya, maka Anda harus menerima Turki berada di antara Anda. Para pemimpin Eropa harus menentukan apakah Uni Eropa akan menjadi sebuah kekuatanglobal atau tetap menjadi Klub Kristen,''172 Jika dalam proses negosiasi nanti Turki disetujui menjadi anggota Uni Eropa, maka saat itulah untuk pertama kalinya Uni Eropa beranggotakan sebuah negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Keputusan Uni Eropa menerima Turki untuk dibahas menjadi anggota masyarakat Eropa merupakan pilihan yang lebih mengedepankan kematangan politik daripada sikap emosi atau sentimen agama dan ras. Kematangan politik itu tecermin, sebagaimana dikatakan Erdogan, karena Uni Eropa kini lebih memilih menjadi kekuatan global. Erdogan mengatakan pilihan Keanggotaan Turki Mulai Dibahas,Kompas [Jakarta], 30 Juni 2005. 172 132 membicarakan Turki menjadi anggota Uni Eropa sebagai aliansi peradaban. 173 Turki pernah menguasai sebagian besar daratan Eropasekitar 800 tahun pada masa kekhalifahan Ottoman. Oleh sebab itu masyarakat Uni Eropa merasa khawatir akan terjadi kebangkitan Islam kembali jika Turki bergabung dengan Uni Eropa. Apalagi saat ini pemerintah Turki dipegang oleh partai yang berbasis Islam, Partai Keadilan dan Pembangunan yang dipimpin PM Turki. Isu ini membuat pemerintahan Turki menjawab kekhawatiran tersebut dengan fakta Turki adalah negara sekuler yang demokratis. Perjalanan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa masih dalam proses perindingan, karena banyaknya hambatan-hambatan didalam negeri Turki menyebabkan Turki harus menunggu untuk mencapai tujuannya. Diperkirakan keanggotaan Turki akan memakan waktu hingga sepuluh tahun, akan tetapi bisa jadi lebih lama dari yang diperkirakan.174 173 Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung Dengan Uni Eropa, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada), hlm.57 174 Sumber dari http://www.sinarharapan.co.id. 133 Di kalangan kaum muslimin Turki juga berkembang kekhawatiran atas ancaman penjajahan budaya yang akan terjadi bila Turki menjadi anggota Uni Eropa. Bergabungnya Turki dengan Uni Eropa akan semakin membuka pintu bagi masuknya nilai dan budaya Barat ke Turki dan hal ini menyebabkan timbulnya kekhawatiran besar di tengah umat Islam Turki. 175 Kondisi Turki sekarang pun tidak jauhbeda, Partai AKP harus menghadapi tekanan militer dan kelompok sekuler yang curiga kepada agenda islami partai AKP. Krisis Turki juga menjadi pelajaran bahwa meskipun partai AKP ingin menampilkan diri sebagai partai sekuler tetap saja kelompok sekuler mencurigai agenda Islaminya. Partai AKP yang saat ini memerintah negara Turki berusaha untuk mencabut aturan larangan jilbab di kampus-kampus. Namun upaya mereka mendapat hambatan dari kekuatan-kekuatan sekuler di Turki, termasuk dari kalangan militer, hakim-hakim senior dan sebagian besar akademisi yang beranggapan bahwa jilbab adalah simbol agama yang bertentangan dengan sistem sekular yang dianut negara Turki. Larangan jilbab tersebut juga mempengaruhi keputusan Uni 175 134 Asmawita Fithri, op.cit., hlm.58 Eropa untuk memasukkan Turki untuk menjadi anggotanya. Pada tahun 2005, lembaga hak asasi manusia Uni Eropa menyatakan bahwa larangan jilbab di Turki tidak melanggar prinsip kebebasan dan Turki perlu memberlakukan larangan itu guna melindungi sistem sekuler Turki.176 2. Propaganda Eksternal Turki memiliki permasalahan didalam negerinya, terutama tentang konflik di perbatasan Irak, yaitu dengan kelompok PKK. Secara bertahap, Turki meminta negara-negara Eropa melakukan lebih banyak tindakan terhadap PKK yang dianggap Uni Eropa sebagai kelompok teroris. Erdogan menyampaikan hal itu setelah perundingan antara Turki dan Iran yang berakhir tanpa kemajuan. Perundingan itu antara lain membahas usulan Irak menghentikan serangan PKK terhadap Turki dari wilayah Irak. Turki memperingatkan tidak akan memberikan toleransi lebih banyak lagi terhadap serangan lintas perbatasan dan mengirimkan tentaranya secara besar-besaran kesepanjang AKP Gandeng Partai Oposisi untuk Cabut Larangan Jilbab di Turki, Era Muslim, 25 Januari 2008. 176 135 perbatasan. Erdogan mempertanyakan kesungguhan negara-negara Uni Eropa dalam masalah PKK. PM Erdogan mengatakan pidatonya disalah satu televisi Turki: "Tidak ada negara Uni Eropa mengekstradisi anggota PKK ke Turki meskipun dijuluki organisasi teroris".177 Erdogan pernah menegaskan, AKP bukan partai agama, melainkan partai yang ingin menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Turki. Erdogan juga menyatakan sangat mendukung masuknya Turki sebagai anggota Uni Eropa dan pelaksanaan program Dana Moneter Internasional (IMF) bagi reformasi ekonomi Turki yang mengalami krisis serius selama dua tahunterakhir ini. Selain dari itu, Erdogan menegaskan, bersedia mempertahankan hubungan saling menguntungkan antara Turki dan Israel. 178 Uni Eropa masih belum menerima Turki untuk menjadi anggotanya karena Turki masih memiliki dua permasalahandi negerinya, yaitu 177 PM Turki Kecam Uni Eropa, BBC News, 27 Oktober 178 Asmawita Fithri, op.cit., hlm.59 2007. 136 permasalahan demokrasi dan penghormatan hak-hak azasi manusia, dimana hal tersebut merupakan hal yang urgentdalam kriteria calon anggota Uni Eropa. Kemudian dengan berjalannya waktu sejak tahun 2002 sampai 2004, Turki telah merubah peraturan pemerintahnya agar sesuai dengan peraturan yang ditentukan untuk menjadi kandidat Uni Eropa. 179 Sebenarny sangat sulit jalan yang harus ditempuh Turki untuk bergabung untuk menjadi anggota Uni Eropa, karena hal yang terutama yang menjadi alasan Uni Eropa untuk sulit menerima Turki menjadi bagian dari anggotanya yaitu mash terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM di Turki serta tidak stabilnya situasi politik dan ekonomi di Turki. Selian hal-hal tersebut, Turki juga memiliki dua kubu yang mendukung dan tidak mendukung Turki bergabung dengan Uni Eropa, yaitu kubu sekular dan tidak sekular. 180 Ada beberapa opini baik dan buruk yang muncul tentang bergabungnya Turki menjadi anggota Uni Eropa, seperti pada tabel dibawah ini terlihat bahwa beberapa persen warga Uni Eropa dapat 179 Ibid., hlm.60 180 Ibid. 137 menerima atau menolak Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa . Pilihan yang netral didominasi oleh sebagian rakyat Uni Eropa. Walaupun demikian, Turki tidak berputus asa untuk terus mengadakan diplomasi dengan Uni Eropa.181 Kasus yang lain yaitu puluhan wali kota dari wilayah Turki tenggara terancam hukuman penjara. Penyebabnya, mereka mengirim surat kepada perdana menteri Denmark. Jaksa penuntut mendakwa ke-56 wali kota itu dengan tuduhan secara sadar dan sengaja membantu Partai Pekerja Kurdistan (PPK). Para wali kota itu dalam suratnya mendesak Perdana Menteri Anders Fogh Rasmussen untuk tidak menutup stasiun RAJ TV berbahasa Kurdi yang beroperasi di Denmark. 182 Turki menuduh stasiun Rajsebagai corong propaganda kelompok separatis Partai Pekerja Kurdi. Kelompok ini mengangkat senjata menentang pemerintahan Turki pada 1984 dan ingin mendirikan negara sendiri. Lebih dari 30.000 orang, sebagian besar orang Kurdi, tewas dalam konflik itu. Dalam surat kepada Rasmussen, para wali kota dari 138 181 Ibid. 182 Ibid., hlm.61. beberapa kota besar di wilayah selatan mendesak dia untuk bertahan dari tekanan Ankara menyangkut penutupan stasiun Raj TV. Mereka mengatakan, keberadaan stasiun itu perlu bagi demokrasi di Turki.183 Keberadaan Raj TVmenjadi isu serius bagi Turki. Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan pada saat itu batal menggelar konferensi pers di Denmark bersama Rasmussen gara-gara seorang wartawan Raj TVmengikuti jumpa pers. Rasmussen menjelaskan, melarang wartawan itu meliput adalah pelanggaran terhadap prinsip Uni Eropa mengenai kebebasan berekspresi.184 Turki banyak melakukan kampanyekampanye dengan mengatakan kepada media massa bahwa Uni Eropa adalah bukan klub Kristen, oleh karena itu walaupun mayoritas penduduk Turki beragama Islam, namun hal ini tidak menghambat Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa, inilah 183 56 Wali Kota Turki Terancam Dipenjara, Suara Merdeka [Jakarta], 19 Juni 2006. 184 Ibid. 139 saatnya Uni Eropa membuktikan kepada dunia bahwa Uni Eropa bukan klub Kristen. 185 Selain itu, Turki melalukan propaganda untuk menyangkal kasus pembantaian genosida Armenia dengan memasang iklan dibeberapa surat kabar internasional menjelang tanggal 24 April yang diperingati orang-orang Armenia diseluruh dunia sebagai Genocide Memorial Day.Iklan tersebut berbunyi: “Marilah kita bersama menggali kebenaran tentang apa yang terjadi di tahun 1915”.186 Dalam iklan tersebut, pemerintah Turki mengundang Armenia untuk membentuk bersama komisi sejarawan guna menyelidiki genosida tahun 1915 yang menewaskan ribuan warga Armenia di masa kerajaan Ottomn. Diperkirakan sekitar 800 ribu hingga 1,2 juta orang Armenia tewas antara tahun 1915-1917 dalam pembunuhan dan pengusiran massal bangsa Armenia. Pernyataan tersebut membuat Turki menolak untuk mengakui adanya 185 Asmawita Fithri, op.cit., hlm.62 Redaksi-kabarindonesia, Armenia,11 Oktober 2007. 186 140 Debat Soal Genosida pembantaian genosida Armenia yang dilakukan Turki pada zaman kerajaan Ottoman. 187 Sejumlah negara secara resmi menganggap peristiwa itu sebagai genocide. Contoh baru2 ini yaitu Perancis dan Swiss. Negara-negara lain yang mengakui terjadinya genosida Armenia yaitu Argentina, Armenia, Belgia, Canada, Cyprus, Perancis, Jerman, Yunani, Italy, The Netherlands, Lebanon, Poland, Russia, Slovakia, Sweden, Switzerland, Uruguay, Vatican City dan Venezuela.188 187 Asmawita Fithri, op.cit., hlm.63 Armenian Genoside, http://en.wikipedia.org, diakses pada tanggal 12 Agustus 2017, pukul 09:52. 188 141 BAB VII TURKI SEBAGAI FONDASI DEMOKRATISASI TIMUR TENGAH A. Rekonsiliasi Islam dan Demokrasi Menurut Altunışık (2005), ada tiga elemen penting dalam pengalaman Turki, yakni sekularisme, demokrasi dan pengaruh internasional.189 Ketiga elemen ini saling terkait dalam mempengaruhi pembentukan dan pengembangan pengalaman demokratisasi Turki dan identitas negara Turki sebagai salah satu negara demokratis di Timur Tengah. Keterkaitan ketiga elemen tersebut dalam membangun pengalamanTurki bisa dilihat dari dinamika perkembangan politik modern Turki. Awal sejarah Turki ditandai dengan adanya sekularisasi Altunışık, M. B. (2005). The Turkish Model and Democratization in Middle East. Arab Studies Quarterly, 27(1-2), hlm.47. 189 142 yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Atatürk. Sekularisasi ini merupakan upaya Atatürk untuk melakukan modernisasi terhadap kondisi Turki yang dianggap sudah jmud dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman modern pada masa itu .190 Ataturk kemudian melakukan upaya pemisahan agama dari politik secara ketat (dikenal dengan istilah laikik) dengan mengupayakan pembentukan undang-undang sekuler dalam pemerintahan Turki yang baru, melarang perkumpulan agama untuk melakukan kegiatan tanpa seizin pemerintah, serta melarang penggunaan simbol -simbol keagmaan di publik. Proses sekularisme yang dilakukan oleh Atatürk pada masa itu memang mengundang kontroversi dari masyarakat yang sudah berada dalam kekuasaan Kesultanan Turki Usmaniyah yang terbiasa dengan hukum Islam. Namun, seiring waktu, perlawanan tersebut diredam oleh pemerintah Atatürk yang mencoba untuk melakukan represi terhadap kelompok-kelompok reaksioner serta memberlakukan sistem partai tunggal dalam politik 190 Yavuz, M. H. (2009). Secularism and Muslim Democracy in Turkey (Cambridge Middle East Studies). Cambridge: Cambridge University Press, hlm.24 143 Turki yang menghalangi adanya perdebatan politik mengenai sekularisme.191 Dalam perkembangan selanjutnya, sekularisme mulai menghadapi kritik dan tantangan seiring terjadinya proses demokratisasi di Turki pada pertengahan tahun 1950-an. Penerapan sistem multipartai memungkinkan munculnya beberapa partai Islam (meskipun dalam skala yang kecil) dan partai dengan arus ideologi yang berbeda di Turki sehingga memungkinkan adanya pandangan-pandangan alternatif tentang sekularisme.192 Pandangan alternatif terkait sekularisme Turki yang paling utama dikemukakan oleh Demokratik Parti (DP) yang menjadi partai berkuasa pada tahun 1950, dimana DP mencoba untuk merevisi pandangan sekularisme yang dijalankan dengan ketat oleh pemerintahan se belumnya menjadi sekularisme yang lebih moderat 191 Hadza Min Fadhli Robby, Peran Turki Sebagai Norm Entreprneur Dalam Upaya Lokalisasi Norma Demokrasi Di Timur Tengah, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada), hlm. 21. 192 Kili, S. (1980, July). Kemalism in Contemporary Turkey. International Political Science Review, 1(3), 381404.Kirisçi, K. (2011). Turkey's "Demonstrative Effect" and the Transformation of the Middle East. Insight Turkey, 13(2), hlm.393-394. 144 dan menghormati hak-hak kaum beragama untuk menjalankan agamanya di ruang publik politik.193 Namun, adanya dominasi pihak Kemalis (pengikut Atatürk) yang terdiri dari politisi dan tentara dalam perpolitikan Turki tidak memungkinkan terjadinya perubahan secara signifikan dalam pandangan terkait sekularisme di Turki yang memberikan ruang kepada para pemeluk beragama untuk menjalankan keyakinannya.194 Pada kurun 1960-1970, perpolitikan Turki mulai diramaikan oleh partisipasi dari gerakangerakan sosial masyarakat yang digerakkan oleh basis massa Islam konservatif. Gerakan sosial masyarakat tersebut diantaranya adalah gerakan Hizmet yang dimunculkan oleh Muhammad Fethullah Gülen, gerakan Nurcu yang dimunculkan oleh Bediuzzaman Nursi, dan gerakan Milli Görüs yang dimunculkan oleh Necmettin Erbakan. Milli Görüs menjadi sebuah gerakan yang memiliki momentum yang besar dan memiliki intensi untuk terlibat dalam perpolitikan Turki untuk Göktepe, C. (t.thn.). The Menderes Period (19501960). Dipetik Juni 17, 2014, dari The Journal of Turkish Weekly, USAK: http://www.turkishweekly.net/article/60/themenderesperiod-1950-1960.html, hlm.5 193 194 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit, hlm.22. 145 mempromosikan agenda-agenda dari kalangan Islam konservatif, diantaranya adalah menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan moralitas dan masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan kaum miskin di daerah pedalaman Turki.Gerakan Milli Görüs melihat bahwa adanya sekularisme yang diterapkan Turki bukannya menghasilkan kemajuan bagi negara Turki, namun kemunduran, sehingga sistem sekularisme yang telah diterapkan Turki perlu direvisi bahkan diubah karena tidak sesuai dengan semangat masyarakat Turki. Seiring waktu, Milli Görüs berkembang menjadi partai. Dalam beberapa kesempatan, partai yang didirikan oleh basis massa Milli Görüs terus berubah karena adanya tekanan politik dari pihak berkuasa.195 Pada tahun 1980-an, politik Turki mulai memasuki episode baru ketika Turgut Ozal menjalankan demokratisasi sebagai konsekuensi liberalisasi dan adanya intensi untuk menjadikan Turki sebagai bagian dari Komunitas Eropa. Adanya tekanan dari Komunitas Eropa terhadap rekor pelanggaran HAM dan tidak berjalannya demokrasi di Turki membuat Turgut Ozal harus melakukan 195 146 Ibid. demokratisasi dengan membuka ruang bagi pemikiran politik dari ideologi yang berbeda dan memberikan kesempatan kepada oposisi politik yang semula dilarang untuk terlibat kembali dalam kancah politik Turki.196 Sebagai konsekuensi dari demokratisasi yang dilakukan oleh Ozal, wacana politik Islam semakin menguat di Turki karena partai partai Islam mulai muncul dan mencoba untuk mengawal wacana yang menjadi aspirasi dari kalangan masyarakat konservatif Turki, seperti misalnya wacana pembolehan hijab di ruang publik, wacana pembukaan sekolah agama, dan wacana ekonomi yang bebas bunga. Salah satu partai yang paling dominan membawa wacana-wacana tersebut adalah Refah Partisi , sebuah partai yang didirikan oleh Necmettin Erbakan sebagai sebuah upaya untuk melanjutkan gerakan Milli Görus dalam perpolitikan Turki. 197 Pada tahun 1990-an, Refah Partisi mulai muncul sebagai partai yang dominan dan didukung secara luas oleh masyarakat Turki dengan agenda Dağı, I. (2001, January). Human Rights, Democratization, and the European Community in Turkish Politics: The Özal Years, 1983-1991. Middle Eastern Studies, 37(1),hlm.27 196 197 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.23 147 agenda kesejahteraan ekonomi serta agenda penguatan moral dalam masyarakat Turki. Secara perlahan tapi pasti, RP sebagai representasi dari suara masyarakat konservatif mulai memenangkan pemilu di kancah lokal dan nasional, sampai pada tahun 1995 ketika RP mendudukkan pendirinya, yakni Necmettin Erbakan sebagai Perdana Menteri Turki. 198 Munculnya Necmettin Erbakan dalam politik Turki menguatkan implementasi kebijakan yang berasal dari aspirasi masyarakat Turki yang konservatif, misalnya kebijakan pembolehan jilbab, kebijakan pelarangan bunga bank dan kebijakan pembukaan sekolah agama di berbagai tempat di Turki .199 Adanya kebijakan tersebut kemudian memancing reaksi dari kalangan sekular dan masyarakat Turki yang mendukung politik sekular. Masyarakat beserta politisi sekular melakukan aksi untuk menentang kebijakan Erbakan yan g mulai memiliki tendensi antisekular dan berbasis pada ajaran keagamaan. Dari 198 IBP USA. (2009). Turkey Foreign Policy and Government Guide. Washington DC: International Business Publication USA, hlm.52. 199 Çelik, Y. (1999). Contemporary Turkish Foreign Policy. Connecticut: Praeger, hlm.83. 148 aksi -aksi yang dilakukan oleh faksi sekular, kondisi politik Turki terus memanas hingga kemudian Angkatan Bersenjata Turki memberikan ultimatum kepada Erbakan pada 28 Februari 1997 untuk segera mengevaluasi dan mempertimbangkan kebijakan yang memiliki tendensi politik Islam yang bertujuan untuk melakukan Islamisasi negara. Dalam ultimatum tersebut, Angkatan Bersenjata Turki menuntut Erbakan untuk membatalkan izin untuk tarikat sufi dan menutup sekolah agma yang dibuka pada masa Erbakan.200 Adanya ultimatum ini membuat politisi RP yang datang dari basis masyarakat konservatif perlu mempertimbangkan kembali metode politiknya yang konfrontasional dan tidak konstruktif. Beberapa politisi RP, seperti misalnya Abdullah Gül, mulai memikirkan bahwa adanya aspirasi politik Islam yang hadir di perpolitikan Turki harusnya tidak ditujukan untuk membangun visi sebuah negara berdasar nilai-nilai Islam atau sebuah pemerintahan Islam namun membangun visi negara demokratis Eligür, B. (2010). The Mobilization of Political Islam in Turkey. Cambridge: Cambridge University Press.hlm.221 200 149 yang melayani semua kelompok terlepas latar belakangnya.201 masyarakat Adanya visi ini kemudian membuat beberapa politisi RP, seperti misalnya Recep Tayyip Erdoğan, Bülent Arınç, Melih Gökçek dan Abdullah Gül untuk membuat partai baru yakni AKP sebagai sebuah bentuk ijtihad baru dalam upaya mencari format penyesuaian antara Islam dan demokrasi dalam sistem politik sekular. Berdirinya AKP menjadi awal bagi munculnya orientasi pos-Islamis dalam gerakan politik Islam di Turki dengan strategi politik yang pragmatis, demokratis dan moderat ketimbang strategi politik konfrontasional dan rekasioner yang semula dianut dengan orientasi Islamis yang dianut oleh RP dan partai-partai dengan gagasan Milli Gorus.202 Munculnya AKP dalam perpolitikan Turki m enjadi sebuah episode penting dalam pengalaman Turki, dimana pada akhirnya nilai -nilai Islam dan demokrasi bertemu tidak dalam nuansa yang konfrontasional, namun dapat saling mengisi dan 201 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.23. 202 Mason, W. (2012). Turki: Pos-Islamisme dalam Tampuk Kekuasaan. Dalam A. Bubalo, G. Fealy, & W. Mason, PKS & Kembarannya: Bergiat Jadi Demokrat di Indonesia, Mesir & Turki (hal. 69-97). Depok: Komunitas Bambu, hlm.70. 150 konstruktif. Upaya pemerintahan Turki dibawah AKP untuk merekonsiliasi hubungan nilai Islam dan demokrasi terbukti dalam sebuah kasus, ketika terdapat perdebatan hak untuk menggunakan hijab di publik. Dalam isu tersebut, AKP mencoba untuk menggunakan nilai -nilai universal seperti demokrasi dan HAM untuk meyakinkan dan memperjuangkan hak untuk menggunakan hijab ketimbang menggunakan alasan-alasan dengan dalil keagamaan Adanya sikap AKP untuk menggunakan isu HAM dan demokrasi dalam membela hak menggunakan hijab disambut dengan baik oleh berbagai macam pihak, mulai dari lembaga swadaya masyarakat hingga partai dengan tendensi politik yang sekularnasionalis, seperti Milliyetci Hareket Partisi (Kuru, 2014). Untuk meloloskan hak menggunakan hijab, AKP kemudian menambah dua klausul antidiskriminasi dalam konstitusi Turki yang menggarisbawahi bahwa pemerintah tidak boleh membatasi akses pelayanan publik kepada siapapun dari latar belakang apapun. 203 Upaya untuk meloloskan amandemen ini berhasil di parlemen Turki dan hak menggunakan hijab di Turki masih Akyol, M. (2012). The Turkish Model: Marching toward Islamic Liberalism. Cairo Review, 4, hlm.68. 203 151 berlaku sampai saat ini. Contoh ini membuktikan bahwa aspirasi keagamaan bisa diperjuangkan secara demokratis dalam kerangka yang sekular tanpa harus menggunakan dalil-dalil keagmaan yang cenderung memihak pada golongan tertentu. Pengalaman Turki membuktikan bahwa nilai-nilai keagamaan (Islam sebagai agama mayoritas di Turki) dan nilai-nilai demokrasi dapat berdampingan dan dapat mengisi satu sama lain untuk membangun sistem politik yang lebih baik dan stabil.204 B. Kebijakan Luar Negeri Turki Munculnya kebijakan luar negeri Turki dalam demokratisasi di Timur Tengah dimulai dari adanya inisiatif Turki untuk melakukan pendekatan ke kawasan Timur Tengah. Menurut Nader Habibi dan Joshua Walker (2011), pendekatan Turki ke Timur Tengah memang sudah terjadi sejak tahun 1950-an, yakni pada masa pemerintahan Adnan Menderes yang tergabung dalam Pakta Baghdad dengan negaranegara Timur Tengah pada masa Perang Dingin dan pada tahun 1980-an, yakni pada masa pemerintahan Turgut Özal yang melakukan 204 152 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.24 upaya pendekatan ke negara-negara di sekitar Timur Tengah dengan upaya meluaskan pengaruh Turki . Habibi dan Walker mencatat bahwa inisiatif Turki untuk mendekat ke Timur Tengah memang banyak tercatat pada masa-masa pemerintahan sipil yang terpilih secara demokratis, karena pemerintah pastinya akan memperhatikan aspirasi publik untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah.205 Pada masa pemerintahan Erdoğan yang dimulai pada tahun 2003, wacana reengagement Turki ke wilayah Timur Tengah semakin menguat. Aspirasi ini muncul dari beberapa kalangan, mulai dari kalangan akademisi, kalangan politisi, kalangan pebisnis dan pengusaha, dan masyarakat sipil. Wacana re-engagement ke kawasan Timur Tengah diawali dari pembicaraan di kalangan akademis tentang politik luar negeri Turki pascaPerang Dingin. Pada saat Perang Dingin, posisi Turki menjadi signifikan dalam politik internasional karena Turki dipercayai oleh Blok Barat dan NATO untuk menjadi buffer state yang Habibi, N., & Walker, J. W. (2011, April). What's Driving Turkey's Reengagement with the Arab World? Middle East Brief, Crown Center for Middle East Studies(49), hlm.6. 205 153 dapat menahan pengaruh blok Timur di kawasan Timur Tengah dan Asia Barat Daya.206 Namun, setelah Perang Dingin, Turki kehilangan signifikansi tersebut. Beberapa akademisi, seperti misalnya Ahmet Davutoğlu, menganggap bahwa Turki perlu melakukan redefinisi terhadap peran dan identitasnya sebagai seorang ak tor dalam politik internasional.207 Dalam bukunya yang berjudul Strategic Depth, Davutoğlu menganggap bahwa Turki perlu mempertimbangkan kembali faktor sejarah dan geografis sebagai sebuah dasar untuk menentukan peran serta memantapkan identitas Turki pada abad ke-21.208 Dengan mempertimbangkan kembali kedua faktor tersebut, Davutoğlu menganggap bahwa Turki perlu untuk membangun hubungan dengan 206 Tocci, N. (2011). Turkey's European Future: Behind the Scenes of America's Influence on EU-Turkey's Relations. New York City: New York University Press, hlm.26. 207 Tür, Ö. (2013). Turkey's Changing Relations with Middle East: New Challenges and Opportunities in the 2000s. Dalam E. Canan-Sokullu (Penyunt.), Debating Security in Turkey: Challenges and Changes in the Twenty-First Century (hal. 123140). Lanham, MD: Lexington Books, hlm.129. Grigoriadis, I. N. (2010, April). The Davutoğlu Doctrine and Turkish Foreign Policy. ELIAMEP Working Paper(8), hlm.5. 208 154 kawasankawasan sekitar, termasuk Timur Tengah. Jika menghitung secara geografis dan historis, Turki memiliki kedekatan yang strategis dengan Timur Tengah, dimana Turki merupakan bagian integral dari geografi Timur Tengah. Turki juga mempunyai keterikatan sejarah dan afinitas sosialkeagamaan yang kuat dengan wilayah Timur Tengah yang dahulu merupakan bagian dari Kesultanan Turki Usmaniyah. Dengan membangun hubungan yang lebih konstruktif dengan Timur Tengah, Davutoğlu berpendapat bahwa Turki dapat membawa potensi perubahan yang baik bagi negara negara di Timur Tengah, terutama dalam masalah penyelesaian konflik dan peningkatan kesejahteraan. Sumbangsih pemikiran Davutoğlu terhadap kajian politik luar negeri Turki membuat Davutoğlu akhirnya dipilih sebagai penasehat urusan luar negeri bagi pemerintahan Turki era Erdoğan hingga akhirnya ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri Turki pada tahun 2009. 209 Selain kalangan akademik, kalangan pebisnis dan pengusaha juga muncul dengan aspirasi untuk menguatkan hubungan Turki dengan Timur Tengah. Para pebisnis dan 209 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.26. 155 pengusaha yang tergabung dalam berbagai asosiasi, seperti TUSIAD, TUSKON, DEIK dan MUSIAD,berpendapat bahwa Turki memiliki peluang besar untuk menjadi pemain baru yang dapat berkontribusi positif terhadap tata perekonomian di Timur Tengah. Beberapa pengusaha yang terlibat di dalam asosiasi tersebut datang dari komunitas pengusaha dan wiraus ahawan Anatolia yang memang memiliki keterikatan kuat dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah.210 Produkproduk dari para pengusaha dan wirausahawan Anatolia, seperti buah-buahan, sayuran dan alat industri menjadi komoditas ekspor utama Turki ke kawasan Timur Tengah. Adanya dorongan dan inisiatif yang muncul dari kelompok pebisnis dan pengusaha inilah yang membuat pemerintahan Turki juga tertarik untuk mendekat ke wilayah Timur Tengah da n menjadikan negara-negara di Timur Tengah sebagai pihak dagang utama.211 210 Habibi, N., & Walker, J. W. (2011, April). What's Driving Turkey's Reengagement with the Arab World? Middle East Brief, Crown Center for Middle East Studies(49), hlm. 7. 211 156 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.26 Sentimen publik juga menjadi pengaruh yang penting dalam mempengaruhi upaya reengagement Turki ke Timur Tengah. Basis elektoral AKP sebagian besar datang dari masyarakat dengan latar belakang religiusitas yang tinggi dan menginginkan Turki memiliki keterikatan yang lebih kuat dengan negara-negara Islam di berbagai macam kawasan, khususnya di kawasan Timur Tengah. Masyarakat Turki dari latar belakang Islam yang kuat memiliki pandangan bahwa dunia Islam adalah dunia yang terzalimi dan oleh karena itu penting bagi Turki sebagai salah satu bagian dari dunia Islam untuk membangkitkan dunia Islam. Aspirasi ini tentu saja tidak dapat diabaikan oleh AKP. Adanya aspirasi ini semakin diperkuat de ngan karakter elit dalam AKP yang memiliki karakter konservatif Islam yang menginginkan keterlibatan Turki yang lebih dalam menyelesaikan masalah-masalah di dunia Islam. 212 Mengapa Turki kemudian ingin mengambil inisiatif untuk mendorong demokratisasi di Timur Tengah setelah melakukan upaya re-engagement di Timur Tengah? Alasan utama dari kebijakan ini adalah Turki menganggap bahwa demokrasi 212 Ibid., hlm.27 157 merupakan sebuah jawaban yang dapat memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah konflik berkepanjangan yang telah menyebabkan instabilitas keamanan di kawasan Timur Tengah. Hal ini bisa dilacak kembali dari pemikiran Davutoğlu. Dalam upaya untuk meredefinisi politik luar negeri Turki pasca-Perang Dingin, Davutoğlu merumuskan doktrin yang terdiri dari lima poin utama, yakni: mempromosikan kebebasan sipil tanpa mengorbankan keamanan; peniadaan masalah dengan negara dan kawasan tetangga; mengembangkan hubungan dengan kawasan sekitar dan kawasan lainnya di dunia; mengembangkan kebijakan multidimensional; dan diplomasi yang proaktif. 213 Agenda demokratisasi Turki bisa dilihat di poin pertama dalam Doktrin Davutoğlu, dimana Davutoğlu menekankan bahwa Turki perlu berperan untuk mempromosikan nilainilai demokrasi tanpa harus mengganggu keamanan dan menyebabkan instabilitas. Mengapa menyebarkan demokrasi menjadi sebuah keperluan bagi Turki? Eksistensi konflik yang berkepanjangan di kawasan Timur Tengah telah menjadi sebuah kekhawatiran bagi semua negara Davutoğlu, A. (2008). Turkey's Foreign Policy Vision: An Assesment of 2007. Insight Turkey, 10(1), hlm.79-84. 213 158 yang berada di kawasan tersebut, termasuk Turki. Dalam pandangan Davutoğlu, penawaran dan penyebaran nilai-nilai demokrasi yang menekankan dialog dan negosiasi akan merubah cara pandang negara-negara di Timur Tengah dalam menyelesaikan konflik, dimana negara dan masyarakat di Timur Tengah akan meninggalkan cara-cara koersif yang tidak konstruktif dalam menangani konflik. Dengan terbangunnya demokrasi di Timur Tengah, Davutoğlu berharap bahwa akan terbangun tatanan kawasan yang stabil, dimana negara -negara di dalamnya saling terhubung dan terintegrasi dengan landasan nilai demokrasi dan ketergantungan ekonomi yang 214 kuat. Ada empat pilar yang telah ditetapkan Turki sebagai acuan dalam memberlakukan dan memastikanpenyebaran demokrasi dapat berjalan dengan baik di Timur Tengah, yakni: pertama, menjamin keamanan untuk semua; kedua, memprioritaskan dialog dalam menyelesaikan konflik; ketiga, membangun interdependensi ekonomi antarnegara di kawasan; keempat, 214 Davutoğlu, A. (2012). Principles of Turkish Foreign Policy and Regional Political Structuring (Turkey Policy Brief No.3). Ankara: TEPAV-IPLI, hlm.4-5. 159 menghargai keragaman dan perbedaan budaya dalam suatu negara. Turki mencoba untuk menawarkan pilar ini untuk menjadi sebuah prinsip bagi negara-negara di kawasan di Timur Tengah dalam menjalankan upaya demokratisasi.215 Kebijakan pemerintah Turki dalam rangka melakukan penyebaran demokrasi di Timur Tengah dilaksanakan dengan strategi lokalisasi. Strategi lokalisasi yang dimaksud disini adalah bahwa pemerintah Turki mencoba untuk mengemas norma demokrasi dalam kerangka yang dapat diterima oleh negara-negara di Timur Tengah. Masyarakat di Timur Tengah menganggap bahwa norma demokrasi merupakan norma yang diimpor dari dunia Barat,216 sehingga pemerintah Turki berpikir bahwa cara terbaik untuk melakukan penyebaran demokrasi di Timur Tengah adalah mencoba untuk menyesuaikan norma demokrasi dengan norma-norma lokal yang ada di Timur Tengah. Sebagai medium penyebaran demokrasi Davutoğlu, A. (2008). Turkey's Foreign Policy Vision: An Assesment of 2007. Insight Turkey, 10(1),hlm. 84-85. 215 Kamrava, M. (2007). The Middle East's Democracy Deficit in Comparative Perspective. Perspective on Global Development and Technology, 6, hlm.193. 216 160 di Timur Tengah, pemerintah Turki mencoba untuk menggunakan Pengalaman Turki. 217 Seperti yang telah disebutkan di subbab sebelumnya, Pengalaman Turki mencoba untuk memperlihatkan bahwa tidak ada pertentangan antara norma-norma lokal di Turki (dan Timur Tengah pada umumnya – dalam hal ini norma Islam) dengan norma demokrasi dan sekularisme. Adanya upaya Turki untuk menyebarkan norma demokrasi dengan kemasan (framing) Pengalaman Turki ini merupakan cara Turki untuk mencoba mengembangkan proses demokratisasi yang dikembangkan dari bawah/berbasis inisiatif masyarakat lokal. Turki menyadari bahwa dengan adanya fasilitasi penyebaran norma demokrasi yang dilakukan dengan metode lokalisasi yang mengemas norma global demokrasi akan menumbuh kembangkan demokrasi yang lebih matang dari setiap negara di Timur Tengah, dimana demokrasi tersebut hadir dalam sebuah kemasan yang sudah disesuaikan dengan konteks lokal negara masingmasing. 218 217 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.28 218 Ibid., hlm.29 161 Adanya agenda penyebaran demokrasi ini didukung oleh lembaga-lembaga di dalam pemerintah serta non-pemerintah, yakni kalangan pebisnis dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam pemerintahan Turki, upaya untuk menyebarkan demokrasi menjadi prioritas utama, bahkan dikatakan oleh Ibrahim Kalin sebagai „soft power utama bagi Turki‟. Kebijakan penyebaran demokrasi di kawasan Timur Tengah dijalankan oleh berbagai lembaga, seperti Badan Kerjasama dan Koordinasi Turki (Türk İşbirliği ve Koordinasyon Ajansı – TIKA) dan Kementerian Luar Negeri Turki (yang dilakukan secara spesifik melalui Kantor Diplomasi Publik).219 Dua lembaga ini terlibat secara aktif dalam penyebaran demokrasi di kawasan Timur Tengah melalui beragam program, salah satunya adalah melalui pelatihan dan pemberian bantuan dana dalam proses pengembangan kapasitas (Keyman & AydınDüzgit, 2014) serta melakukan kegiatan secara terkoordinasi dengan lembaga swadaya masyarakat yang dapat mendukung upaya penyebaran demokrasi . Di sisi lain, kalangan pebisnis seperti misalnya TUSIAD, DEIK dan TUSKON juga secara aktif mendukung upaya Öner, S. (2013). Soft Power in Turkish Foreign Policy: New Instruments and Challenges. Euroxinos(10), hlm.11-12. 219 162 penyebaran demokrasi di Timur Tengah supaya kedepannya di kawasan Timur Tengah dapat tercipta suasana politik stabil yang dapat mendukung kegiatan ekonomi antarnegara di kawasan.220 C. Strategi Demokratisasi Timur Tengah 1. Organisasi di Timur Tengah Upaya lokalisasi norma demokrasi yang dilakukan oleh Turki di Timur Tengah dimulai pada tahun 2003, yakni ketika Menteri Luar Negeri Turki, Abdullah Gül berbicara di hadapan negaranegara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) pada saat berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi antar Menteri Luar Negeri OKI yang ke-30 di Tehran, Iran. Saat itu, Gül menyatakan di dalam konferensi tersebut bahwa negara-negara Muslim sedang menghadapi sebuah critical juncture, dimana negara-negara Muslim menghadapi krisis multidimensional yang harus segeradiselesaikan, Kirisçi, K. (2011). Turkey's "Demonstrative Effect" and the Transformation of the Middle East. Insight Turkey, 13(2), hlm.41. 220 163 seperti misalnya masalah kemiskinan, terorisme, tata pemerintahan dan korupsi. Dalam pidatonya, Gül berkata bahwa negara-negara Muslim harus menyegarkan pandangannya di era modern dengan menggunakan pola berpikir rasional yang diiringi dengan nilai-nilai spiritual dalam agama Islam, seperti misalnya keadilan, toleransi dan tata kelola pemerintahan yang baik, untuk membangun membangun pemerintahan yang lebih baik, terbuka dan bertanggungjawab kepada rakyat. 221 Secara langsung, Gül juga mengajak negara-negara Muslim di seluruh kawasan, termasuk Timur Tengah untuk berkomitmen pada demokrasi yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk dapat menyelesaikan masalah politik yang dapat menjadi kunci dalam resolusi krisis. Ajakan tersebut terlihat jelas dalam pernyataan ini:222 We should not be shy in defining our course. We should encourage political participation in our systems. I am pleased in this respect to observe the 221 T.C. Dişişleri Bakanlığı Yayını. (2007). Horizons of Turkish Foreign Policy in New Century.Ankara: Hayat, hlm.528529. 222 164 Ibid., hlm.528 increasing awareness and the actions taken in our societies towards reform and political inclusiveness. This will be the key for developing the sense of ownership on the part of the people of the systems they live in. We should likewise devise ways and means to resolve politic al issues among us, so that they do not evolve themselves into wider crises. Adanya pernyataan Gül ini menjadi awal mula dari peran aktif Turki sebagai norm entrepreneur dalam menyebarkan demokrasi di Timur Tengah. Setelah berlangsungnya konferensi OKI di Tehran, Turki secara konsisten mencoba untuk melakukan lokalisasi norma demokrasi di berbagai macam institusi, yakni OKI dan Broader Middle East and Northern Africa (BMENA). Melalui dua institusi ini, Turki mencoba untuk menggunakan framing Pengalaman Turki dalam rangka meyakinkan negara-negara Timur Tengah bahwa Islam dan demokrasi bukanlah hal yang saling bertentangan. Dengan menyebarkan Pengalaman Turki, Turki mencoba untuk menyatakan bahwa ketika negara-negara di Timur Tengah berhasil mengkombinasikan Islam dan demokrasi, maka hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk menguatkan legitimasi negara tersebut di hadapan masyarakat sipil dan juga komunitas 165 internasional, seperti yang sudah dilakukan oleh Turki saat melalui proses demokratisasi.223 Upaya lokalisasi norma demokrasi yang dilakukan oleh Turki diawali melalui institusi OKI. Melalui institusi OKI, Turki secara terus-menerus mencoba untukmeyakinkan negara-negara Islam, khususnya di wilayah Timur Tengah (35% anggota OKI berasal dari Timur Tengah), untuk berkomitmen melakukan proses demokratisasi di dalam berbagai macam pernyataan. Pada saat Konferensi OKI b erlangsung di Kuala Lumpur pada tahun 2003, Abdullah Gül mulai menggunakan framing Pengalaman Turki dalam mempromosikan norma demokrasi. Gül menyatakan bahwa eksistensi AKP sebagai partai yang memiliki basis massa dengan nilai -nilai tradisional dan spiritual tidak menghalangi Turki dalam mencapai tingkat demokrasi dan kesejahteraan yang lebih tinggi.224 Dalam kesempatan-kesempatan selanjutnya, Turki menggunakan institusi OKI untuk melakukan dialog dan pertukaran pemikiran dalam menyebarkan gagasan demokrasi, diantaranya dengan aktif memberikan masukan dalam pembentukan piagam 166 223 Hadza Min Fadhli Robby, opc, hlm.31 224 T.C. Dişişleri Bakanlığı Yayını, op.cit., hlm.540-541. OKI baru yang berisi tentang urgensi penegakan demokrasi dan HAM di negara-negara Muslim (Johnson, 2010). Selain itu, Turki juga mendorong proses reformasi dan demokratisasi bagi negara -negara anggota di OKI dengan menyalonkan salah satu diplomat kenamaan Turki, yakni Ekmeleddin Ihsanoglu, yang pernah menjabat sebagai Direktur IRCICA (Research Center for Islamic History, Art and Culture) untuk menjadi Sekretaris Jenderal OKI. Sebagai Sekretaris Jenderal OKI, Ihsanoglu bersama dengan sebuah tim yang dinamakan sebagai Eminent Group yang terdiri dari tokoh-tokoh ternama dari negara anggota OKI menetapkan agenda TenYear Programme of Action (TYPOA) yang menetapkan upaya reformasi OKI dalam berbagai macam sektor, yakni politik, sosial-budaya dan ekonomi untuk menguatkan posisi OKI dan negara-negara anggota OKI dalam menghadapi tantangan globalisasi.225 Dalam sektor politik, TYPOA menggariskan agenda bagi negara-negara anggota OKI untuk melakukan upaya reformasi politik yang menjamin partisipasi politik yang lebih luas, menjamin Özkan, M. (2007). Turkey in the Islamic World: An Institutional Perspective. Turkish Review of Eurasian Studies, hlm.170-171. 225 167 kesetaraan dan hak sipil dan sosial warga negara (Organization of Islamic Conference, 2005). TYPOA juga menggariskan bahwa untuk mengawal dan membantu proses reformasi politik dan penegakan hak asasi manusia di negara negara anggota OKI, OKI perlu melakukan revisi terhadap Piagam OKI yang memasukkan klausul tentang perlunya menyebarkan dan membangun nilai-nilai „hak asasi dan kebebasan‟, „tatakelola pemerintahan yang baik‟, „aturan hukum‟, „demokrasi‟, „dan „akuntabilitas‟ di negara anggota masing-masing sesuai dengan konstitusi yang berlaku di negaranya(Organization of Islamic Conference, 2008). Piagam baru OKI mendorong terbentuknya institusi baru di OKI, yakni institusi Independent Permanent Human Rights Comission (IPHRC) yang disetujui pada bulan Juni 2011. IPHRC dibentuk untuk membantu negara-negara anggota OKI dalam menguatkan implementasi hak-hak sosial, budaya, sipil dan ekonomi dalam pemerintahan. Pembentukan IPHRC diinspirasi oleh adanya gelombang demokratisasi di negara-negara Muslim, terutama di kawasan Timur Tengah. Dalam proses pembentukan komisi ini, Turki terlibat aktif sebagai anggota bersama dengan negara negara 168 lain seperti misalnya Indonesia, Maroko, Mesir dan Malaysia.226 Sejauh ini, IPHRC telah mengadakan berbagai pertemuan yakni di Jakarta, Ankara dan Jeddah pada tahun 2012-2013 untuk mengkonsolidasikan aksi dan kegiatan IPHRC kedepannya. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, IPHRC telah menyepakati beberapa prioritas kerja, yakni masalah Palestina, masalah hak perempuan dan anak, masalah Islamofobia dan minoritas Muslim, masalah pembangunan serta masalah mekanisme keterlibatan lembaga swadaya masyarakat dalam kerjasama dengan lembaga IPHRC dan OKI (Organization of Islamic Cooperation, 2014).227 Selain terlibat di OKI, Turki juga terlibat dalam penyebaran demokrasi di institusi lain, yakni Broader Middle East and Northern Africa (BMENA). BMENA merupakan sebuah inisiatif kerjasama yang diresmikan oleh Group of 8 (G-8) sebagai sebuah upaya untuk membuka ruang dialog antara pemerintah, kelompok bisnis dan masyarakat Petersen, M. J. (2012). Islamic or Universal Human Rights? The OIC'S Independent Permanent Human Rights Commission. Copenhagen: Danish Institute of International Studies, hlm.10. 226 227 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit.,, hlm.33 169 sipil dalam mewujudkan sebuah visi, yakni memajukan nilai-nilai universal, seperti demokrasi, hak asasi manusia, kesempatan ekonomi, dan 228 keadilan sosial. Pada awalnya, BMENA diwacanakan oleh Amerika Serikat pada saat berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi G-8 di Sea Island pada tahun 2004. Wacana BMENA didasari o leh adanya laporan Arab Human Development Report (ADHR) yang dirilis oleh PBB pada tahun 2002 dan 2003, dimana laporan tersebut mencatat adanya kekhawatiran tentang menurunya kualitas hidup serta kesejahteraan di Timur Tengah yang disebabkan oleh kurang aktifnya kelompok yang dapat menggerakkan perubahan di antara masyarakat sipil dan negaranegara di kawasan Timur Tengah.229 Dalam laporan tersebut, UNDP sebagai penyusun laporan menyarankan bahwa perlu dibentuk knowledge society yang efektif dalam melakukan penyebaran dan penerapan nilai-nilai universal, seperti nilai demokrasi dan HAM, di kawasan Timur Tengah supaya tingkat G8 Research Group. (2005). 2005 Glenagles Interim Compliance Report. Toronto: University of Toronto, hlm.9. 228 229 UNDP. (2002). Arab Human Development Report 2002. New York: United Nations Publications, hlm.1-5. 170 pembangunan manusia di Timur Tengah dapat meningkat.230 BMENA hadir sebagai sebuah jawaban atas kekhawatiran dari UNDP. Sebagai sebuah kerangka kerjasama regional, BMENA melibatkan negara-negara yang terdapat di wilayah Timur Tengah bersama dengan negaranegara anggota G-8 sebagai mitra yang akan mendorong proses perubahan di kawasan Timur Tengah.231 Pada awalnya, inisiatif G-8 disambut dengan respon yang beragam oleh negara-negara di kawasan Timur Tengah pada saat berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi Liga Arab di Tunisia. Beberapa kalangan menyambut inisiatif BMENA dengan positif, yakni sebagai sebuah cara yang baik untuk membangun budaya demokrasi secara gradual melalui mekanisme multilateral di Timur Tengah.232 Namun, beberapa pihak masih melihat bahwa insiatif BMENA 230 UNDP. (2003). Arab Human Development Report 2003. New York: United Nations Publications, hlm.2. 231 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.35 232 Sharp, J. M. (2005). The Broader Middle East and Northern Africa Initiative: An Overview.Washington D.C.: Congressional Research Service, hlm.2. 171 merupakan hal yang digulirkan secara sepihak oleh AS dan negara-negara G-8 tanpa didiskusikan terlebih dahulu dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah.233 Namun, dalam perkembangannya, kalangan aparat pemerintah, intelektual dan masyarakat sipil di kawasan Timur Tengah memberikan masukan untuk mekanisme kerja BMENA dan kemudian bersepakat untuk menggerakkan BMENA secara bersama-sama. Mekanisme kerja ini disepakati pada Januari 2004 pada saat berlangsungnya Konferensi Sana‟a dalam Masalah Demokrasi dan HAM di Kawasan BMENA.234 Dalam kerangka kerjasama BMENA, upaya penyebaran demokrasi dilakukan dalam sebuah forum yang disebut sebagai Forum for the Future (FOF). Dalam FOF, terdapat sebuah mekanisme yang memungkinkan pemerintahan di kawasan Timur Tengah beserta anggota G-8 dan perwakilan masyarakat sipil untuk bertemu dan membahas persoalan yang terkait dengan demokratisasi dan penegakan HAM di kawasan 233 Erhan, Ç. (2005). Broader Middle East and Northern Africa Initiative and Beyond. Perceptions, 10(3),hlm.162-163. 234 172 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.35. Timur Tengah. Mekanisme ini disebut sebagai Democratic AssistanceDialogue (DAD). Dalam penerapan dan penyelenggaraan aktivitasnya, DAD digerakkan oleh tiga negara yang berperan sebagai promotor dan penggerak kegiatan DAD, yakni Italia, Turki dan Yaman (No Peace Without Justice, 2004). Turki diberikan peranan untuk menjalankan dan mendiskusikan program dialog dalam isu gender, sedangkan Italia dan Yaman diberikan peranan untuk menjalankan programdialog dalam isu partisipasi politik (US Department of State, 2005). Sebagai sebuah negara yang telah mengembangkan demokrasi setelah melalui proses yang panjang, Turki dipercaya untuk mengawal isu gender dan demokrasi di Timur Tengah. Adanya kepercayaan ini disambut dengan baik oleh Turki karena Turki memang memiliki keinginan untuk dapat menjadi penggerak perubahan sosialpolitik di Timur Tengah. Turki mengangkat isu gender dalam upaya penyebaran demokrasi di Timur Tengah karena Turki memercayai bahwa demokrasi yang baik dapat tumbuh di Timur Tengah dengan adanya penghargaan, penghormatan serta penegakan terhadap hak-hak asasi kelompok marjinal, seperti kelompok wanita 173 yang marjinal di tengah budaya yang patriarki. Terbangunnya hak wanita dengan baik di negaranegara Timur Tengah memungkinkan terbangunnya demokrasi yang lebih matang.235 Dalam keterlibatannya sebagai promotor dalam DAD, Turki memiliki peluang yang besar dalam menyebarkan nilai-nilai demokrasi dan juga nilai-nilai tentang hak asasi manusia, termasuk kesetaraan gender di kawasan Timur Tengah melalui framing Pengalaman Turki. Dalam menjalankan tugasnya di DAD, Pemerintahan Turki melibatkan TESEV, sebuah lembaga riset untuk bersamasama melakukan pengawalan serta pendidikan isu gender dan demokrasi di Timur Tengah. Selama tahun 2005-2006, pemerintahan Turki dan TESEV menyelenggarakan dua kali simposium terkait isu gender dan demokrasi dan konferensi antar-negara pihak dalam BMENA untuk menyepakati kebijakan gender dan demokrasi yang perlu diambil bersama oleh negara-negara pihak dalam BMENA.236 235 TESEV. (2006). Democracy Assistance Dialogue: Empowering Women in Public Life (2005-2006 Conference Almanac). Istanbul: TESEV Publications, hlm.31-35. 236 174 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.36. Sepanjang keberlangsungan dan aktivisme Turki sebagai promotor, Turki telah mengadakan tiga kali simposium bersama dengan TESEV. Ketiga simposium tersebut merupakan simposium yang mengundang berbagai macam pihak, termasuk perwakilan dari kalangan masyarakat sipil dari negara-negara kawasan di Timur Tengah. Dalam ketiga simposium tersebut, dibahas berbagai macam topik, sepertitema tentang penguatan peran wanita dalam sektor publik dan kesetaraan gender dan partisipasi politik. Sebagai penghujung dari ketiga simposium tersebut, pada akhir masa bakti Turki sebagai promotor dalam DAD, Turki beserta para negara pihak dalam BMENA menyepakati sebuah pernyataan yang pada intinya menyepakati pembentukan sebuah institusi regional yang dapat menjadi learning hub bagi negara- negara di kawasan Timur Tengah dalam mengembangkan upaya demokratisasi dan HAM, terutama dalam maslaha kesetaraan gender.237 Setelah rentetan ketiga simposium tersebut, pemerintahan Turki bersama TESEV masih terus aktif di dalam kerangka kerjasama BMENA, meskipun promotor DAD sudah diserahkan ke negara 237 Ibid. 175 pihak lain di dalam kawasan BMENA. Pemerintah Turki bersama TESEV dan lembaga riset Global Political Trends Center di Turki kembali menjadi tuan rumah dalam FOF-BMENA yang diadakan pada tahun 2010. Pada kesempatan tersebut, Pemerintah Turki bersama TESEV dan Global Political Trends Center membawa tema tentang kolaborasi sektor privat dalam pengembangan masyarakat dan tanggungjawab sosial (No Peace Without Justice, 2010). Selain itu, pemerintah Turki beserta TESEV secara aktif mencoba untuk terus mengawal pendirian institusi gender di tingkat kawasan Timur Tengah. Pada tahun 2009, TESEV mempublikasikan sebuah studi pra-pembentukan institusi gender kawasan di Timur Tengah. TESEV melakukan studi tersebut dengan melakukan wawancara dengan beberapa pegiat lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat sipil di kawasan Timur Tengah. Dalam studi tersebut, TESEV menyatakan bahwa perwakilan masyarakat sipil menyetujui gagsan untuk mendirikan institusi gender kawasan. Namun, hal yang penting menurut TESEV adalah adanya komitmen dan dukungan politik dari negara-negara pihak dalam BMENA untuk mewujudkan gagasan tersebut 176 menjadi nyata.238 Sampai saat ini, institusi gender kawasan BMENA masih belum terwujud karena adanya halangan teknis dan kurangnya dukungan politik dari negara-negara pihak di kawasan BMENA.239 2. Negara di Timur Tengah Selain melakukan lokalisasi norma demokrasi terhadap organisasi regional di kawasan Timur Tengah, Turki juga mengupayakan upaya lokalisasi norma demokrasi di beberapa negara di kawasan Timur Tengah. Dengan orientasi politik luar ne geri Turki yang mencoba untuk mentransformasi kawasan Timur Tengah menjadi kawasan yang damai, stabil dan demokratis, Turki mendekat i beberapa negara di kawasan Timur Tengah untuk menawarkan norma demokrasi yang telah dikemas (framing) dalam kerangka Pengalaman Turki. Dalam melakukan upaya lokalisasi norma demokrasi di beberapa negara di kawasan Timur Tengah, Turki memiliki pendekatan yang spesifik, dimana pendekatan yang spesifik ini akan didasarkan 238 TESEV, op.cit., hlm.23-24. 239 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.37. 177 pada kondisi domestik negara yang akan diyakinkan untuk melakukan proses demokratisasi.Dalam melakukan pendekatan ke setiap negara-negara di kawasan Timur Tengah, pemerintahan Turki berkoordinasi dengan berbagai institusi pemerintah dan non pemerintah untuk melakukan upaya penyebaran demokrasi. Untuk melihat upaya Turki dalam melakukanlokalisasi norma demokrasi secara spesifik, beberapa negara akan dilihat sebagai studi kasus, yakni Mesir dan Irak.240 a. Mesir Adanya upaya Turki dalam melakukan lokalisasi norma demokrasi di Mesir makin menguat ketika Erdoğan melakukan kunjungan resmi ke Mesir dalam rangka “Arab Spring Tour”. Dalam kesempatan tersebut, Erdoğan disambut oleh pemerintahan Mesir yang saat itu dipimpin oleh Mohammad Morsi dari IM. Dalam sebuah kesempatan di Kairo, Erdoğan mencoba untuk meyakinkan rakyat Mesir untuk mengadopsi demokrasi dan sekularisme:241 240 Ibid. 241 Idiz, S. (2011, September 15). PM Erdoğan's surprising message in Cairo. Dipetik Juli 24, 2014, dari Hürriyet: 178 In Turkey constitutional secularism is defined as the state remaining equidistant to all religions. In a secular regime people are free to be religio us or not. I recommend a secular constitution for Egypt. Do not fear secularism because it does not mean being an enemy of religion. I hope the new regime in Egypt will be secular. I hope that after these remarks of mine the way the Egyptian people look at secularism will change. Pernyataan ini disampaikan oleh Erdoğan dengan menekankan bahwa “sekularisme bukanlah musuh agama”, karena Turki yang merupakan negara dengan mayoritas Muslim dapat menjalankan keyakinannya dengan baik dan terbuka di publik tanpa harus terganggu dengan politik demokratis yang bertendensi sekularis. Erdoğan menambahkan bahwa seorang Muslim dapat memimpin dan mengendalikan negara sekular dengan baik .242 Selain itu, dalam kunjungannya di Kairo, Erdoğan mencoba untuk meyakinkan http://www.hurriyetdailynews.com/default.aspx?pageid=438&n= pm-erdogan8217ssurprising-message-in-cairo-2011-09-15 242 Hürriyet Daily News. (2011, September 15). Erdoğan offers 'Arab Spring' neolaicism.Dipetik Juli 24, 2014, dari Hürriyet Daily News: www.hurriyetdailynews.com. 179 pemerintah Mesir untuk membentuk pemerintah yang akuntabel. Erdoğan mencoba untuk melakukan grafting norma demokrasi dengan mengasosiasikan akuntabilitas tentang pertanggungjawaban terhadap nilai-nilai Islam. Erdoğan menyebutkan bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan sebagai manusia biasa, terlepas apapun jawabannya. Oleh karena itu, sebagai Muslim yang bertanggungjawab pada Tuhannya, Erdoğan mengatakan bahwa pemerintahan Mesir harus segera memulai inisiatif perubahan dengan mendengarkan suara rakyat untuk meraih kondisi Mesir yang lebih baik lagi.243 Upaya lokalisasi tidak berhenti pada kunjungan resmi pemerintahan Turki di Mesir oleh Perdana Menteri Erdoğan. Institusi pemerintahan Turki yakni TIKA juga melakukan upaya untuk mendukung demokratisasi di Mesir. TIKA memberikan bantuan dana bagi perwakilan dari Mesir untuk mengikuti seminar tentang Budaya Demokrasi dan Proses Politik yang diadakan oleh Universitas Sehir Istanbul untuk negara-negara 243 Keating, J. (2011, Februari 2). Erdogan's Cairo speech. Dipetik Juli 24, 2014, dari Foreign Policy: http://blog.foreignpolicy.com/posts/2011/02/02/erdogans_cairo _speechKeyman. 180 yang sedang melakukan demokratisasi di Timur Tengah .244 Melalui TIKA, pemerintahan Turki juga memberikan program pelatihan dalam sektor hak asasi manusia yakni pelatihan kajian terorisme. Pelatihan kepada penegak hukum di Mesir dalam masalah terorisme diadakan pada tanggal 26-28 Maret 2012 untuk memastikan terjaminnya penegakan hak asasi manusia dan hak untuk hidup dapat diimplementasikan de ngan baik di Mesir.245 Upaya lokalisasi yang dilakukan oleh Turki di Mesir mengundang respon yang beragam dari politisi Mesir. Pemerintahan Mesir dibawah kepemimpinan Morsi menyambut Erdoğan dan inisiatif demokratisasi yang disampaikan oleh Erdoğan dengan terbukadan menindaklanjuti inisiatif tersebut dengan program -program 246 kerjasama bilateral lainnya. Salah satu bentuk inisiatif tersebut adalah dengan membentuk “axis of democracy” seperti yang Turkish Cooperation and Coordination Agency. (2013). TIKA 2012 Annual Report. Ankara: Biltur Basım Yayın ve Hizmet A.Ş.hlm.350 244 245 Turkish Cooperation and Coordination Agency. (2013). TIKA 2012 Annual Report. Ankara: Biltur Basım Yayın ve Hizmet A.Ş.hlm.255 246 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.39. 181 dijelaskan oleh Menteri Luar Negeri Ahmet Davuto ğlu setelah kunjungan bilateral di Mesir ketika menemui Presiden Morsi pada tahun 2012. Adanya inisiatif “axis of democracy” yang coba dibangun oleh Turki dan Mesir ini memiliki tujuan untuk membangun budaya demokrasi di Timur Tengah, bukan sebuah inisiatif yang diadakan sebagai strategi perlawanan atau perimbangan terhadap negara tertentu, seperti Irak dan Israel (POMED, 2012). Namun, adanya inisiatif untuk membangun “axis of democracy” ini tidak disambut dengan baik oleh bebera pa politisi Mesir, diantaranya adalah seorang anggota parlemen Mesir yakni Mahmoud Guzlan yang menyebutkan bahwa konteks politik Mesir berbeda dengan konteks politik Turki sehingga konsep Pengalaman Turki yang dibawa oleh Erdoğan tidak dengan mudah diadaptasi di Mesir (Hürriyet Daily News, 2011). Lokalisasi norma demokrasi yang diupayakan di Mesir sampai saat ini tidak berjalan dengan baik karena tidak adanya inisiatif lokal serta aktivisme dari pemerintah Mesir dalam mengadopsi norma demokrasi, terutama setelah terjadinya kudeta yang dilakukan oleh Jenderal Abdul Fattah el-Sisi pada Juli 2013, dimana pemerintah Mesir mulai 182 mencoba untuk membuat jarak dengan pemerintahan Turki.247 b. Irak Irak juga menjadi salah satu negara dimana Turki mengupayakan lokalisasi norma demokrasi. Sebagai sebuah negara yang dirundung konflik sejak era Saddam Hussein, Irak menghadapi soal penting dalam membangun situasi domestik yang aman dan stabil untuk membangun demokrasi yang lebih matang dengan kondisi dan latar belakang masyarakat Irak yang berbeda -beda. Adanya berbagai konflik yang bersifat sektarian antara Sunni-Syiah dan Pemerintah Irak era SaddamKurdi meninggalkan trauma yang tidak mudah dilupakan dan sampai saat ini masih menjadi perdebatan dalam masyarakat Irak. Sejak berakhirnya Perang Irak, pemerintahan Irak mulai secara perlahan membangun sistem politik yang demokratis, plural, dan berbasis pada saling memahami dengan membuka ruang bagi kepentingan politik dari berbagai kelompok yang berbeda, mulai 247 Ibid., hlm.40. 183 dari kelompok Sunni, (Asiria),Turkmen dan Kurdi.248 Syiah, Suryani Sebagai negara yang telah menghadapi proses demokratisasi dan memiliki komposisi masyarakat etnis yang cukup beragam, Turki mencoba untuk turut berpartisipasi dalam membantu proses demokratisasi yang dijalankan oleh Irak. Melalui lembaga non-pemerintahan yang dominan di Turki, yakni institusi Gülen, Turki terlibat dalam pembangunan beberapa sekolah di kawasan Irak Utara. Sekolah yang dibangun oleh institusi Gülen mencoba untuk memberikan pengajaran tentang demokrasi dan penghargaan terhadap hak asasi manusia di tengah masyarakat plural yang baru saja pulih dari konflik. Setelah melihat kondisi masyarakat Irak yang beragam, institusi Gülen tersebut mencoba untuk membuat kurikulum yang berbasis pada pengajaran tentang pentingnya perdamaian dan pendekatan non kekerasan kepada pelajar-pelajar dan anak-anak.249 248 Yilmaz, I. (2010). Civil Society and Islamic NGOs in Secular Turkey and Their Nationwide and Global Initiatives: The Case of the Gülen Movement. Journal of Regional Development Studies, hlm.124 249 Akyol, H. (2008). An Alternative Approach to Preventing Ethnic Conflict: The Role of the Gülen‟s Schools in 184 Selain itu, sekolah yang dibangun oleh institusi Gülen juga mengajarkan beragam bahasa yang diujarkan di daerah Irak Utara, seperti bahasa Arab dan Kurdi, serta dua bahasa lainnya sebagai tambahan, yakni bahasa Turki dan Inggris.250 Upaya sekolah Gülen untuk menerapkan kurikulum dan metode pembelajaran serupa telah memberikan pandangan baru dalam perpolitikan Irak dan memberikan alternatif dalam pemecahan konflik bagi masyarakat plural di Irak Utara untuk menyelesaikan konflik pada masa depan.251 Kecenderungan masyarakat di Irak Utara yang menganut Islam Sunni tidak membuat mereka harus terganggu dengan demokrasi dan pluralisme, strengthening the delicate relations between Turkey and the Iraqi Kurds with particular reference to Kirkuk's crisis. Islam in the Age of Global Challenges: Alternative Perspectives of the Gülen Movement Conference Proceedings(hal. 27-58). Washington D.C.: Rumi Forum.hlm.28 Yilmaz, I. (2010). Civil Society and Islamic NGOs in Secular Turkey and Their Nationwide and Global Initiatives: The Case of the Gülen Movement. Journal of Regional Development Studies, hlm.126 250 Yilmaz, I. (2010). Civil Society and Islamic NGOs in Secular Turkey and Their Nationwide and Global Initiatives: The Case of the Gülen Movement. Journal of Regional Development Studies, hlm.126 251 185 sebab melalui pend idikan ala instiusi Gülen yang menekankan konsepsi „Islam Sipil‟, umat Islam dapat hidup secara damai dan harmoni dengan umat beragama dan suku lain dari latar belakang yang berbeda.252 Institusi Gülen mencoba untuk menawarkan konsepsi Pengalaman Turki yang disesuaikan dengan nilai-nilai lokal yang ada di wilayah Irak sehingga konsepsi demokrasi dan hak asasi manusia dapat diterima secara luas oleh penduduk di Irak Utara. 253 Adanya inisiatif Gülen ini disambut dengan baik oleh pemerintah Turki yang kemudian mendukung inisiatif Gülen dengan memberikan bantuan pendidikan terhadap sekolah yang didirikan oleh Gülen di Irak melalui TIKA sebagai badan pemerintah yang mengatur masalah bantuan pembangunan (ODA – Official Development Assistance) di negara-negara luar Turki. 254 Kömeçoğlu, U. (2014, Januari 12). Islamism, PostIslamism, and Civil Islam. Dipetik Agustus 27, 2014, dari Hudson Institute: http://www.hudson.org/research/10032-islamism-postislamism-and-civil-islam 252 253 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.41. Turkish Cooperation and Coordination Agency. (2012). Turkey Development Assistance 2012.Ankara: Turkish Cooperation and Coordination Agency.hlm.22 254 186 Disamping memberikan bantuan tersebut, pemerintah Turki melalui Kementerian Pendidikan Turki serta Kementerian Luar Negeri Turki juga secara aktif melakukan kunjungan serta melakukan konferensi di wilayah Irak sebagai upaya untuk mendukung pendidikan berbasis resolusi konflik yang diadakan oleh Gülen di wilayah Irak. Menteri Pendidikan Turki, Nimet Cubukcu,menyebutkan bahwa inisiatif yang dibangun oleh institusi Gülen merupakan sebuah upaya baik untuk meningkatkan resolusi konflik di Irak dan juga membangun hubungan yang lebih baik antara pemerintah Turki dan Irak secara lebih baik.255 Kementerian Luar Negeri, melalui Menteri Luar Negeri Ahmet Davutoglu juga melihat bahwa adanya upaya resolusi konflik yang dilaksanakan oleh institusi Gülen merupakan sebuah inisiatif yang baik dalam menyelesaikan instabilitas yang terjadi di Irak setelah perang pada tahun 2003.256 Respon pemerintah Turki terhadap inisiatif Gülen ini Today's Zaman: http://www.todayszaman.com/news-342340-why-one-shouldnotvote-for-the-akp-by-ahmet-t-kuru-.html 255 Davutoğlu, A. (2008). Turkey's Foreign Policy Vision: An Assesment of 2007. Insight Turkey, 10(1), hlm.80-81. 256 187 dapat dibaca sebagai sebuah upaya kolaborasi dan asistensi pemerintah Turki terhadap aktivitas pendidikan dan penyebaran Gülen di wilayah Irak.257 D. Reaksi Politik Turki terhadap Suriah Turki menyadari bahwa sikap politik yang tidak tegas terhadap Assad telah menurunkan citranya di mata publik Timur Tengah dan juga dunia. Meski memiliki banyak kendala dalam menentukan sikap definitif atas konflik Suriah, pada akhirnya Turki memang harus bersikap. Peneliti melihat bahwa Turki memiliki kepentingan akan transisi demokratisasi yang lancar di Suriah. Pertama, karena Turki mengin ginkan stabilitas di Suriah. Kedua, karena Turki sebagai negara demokratis memiliki kewajiban moral untuk mendukung demokratisasi di negara tetangganya. Sub-bab ini akan menjelaskan bagaimana Turki mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut.258 257 Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.42. Lilik Prasaja, Reaksi Turki terhadap Konflik Suriah, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada), hlm.16 258 188 1. Bersikap lebih pro-aktif terhadap penyelesaian konflik Suriah Turki tidak ingin berlarut-larut dalam menangi konflik Suriah. Langkah definitif pertama adalah meningkatkan upaya persuasif terhadap Assad. Hal ini dimaksudkan untuk menjembatani antara tuntutan demokratisasi dan menjaga hubungan bilateral. Turki tampak ingin menjadi mentor bagi Suriah untuk menjalani fase demokratisasi yang sehat dan meminimalisasi penggunaan kekerasan. 259 Sikap yang lebih definitif ini dilandasi oleh kemenangan AKP pada pemilu 2011 serta naiknya citra Turki di Timur Tengah yang tengah dilanda euforia demokratisasi. Turki tampak ingin menjaga citra pro-demokrasi yang telah diraihnya melalui dukungan terhadap revolusi Mesir dan Libya. Oguzlu (2012) menulis bahwa Turki memposisikan diri sebagai model demokrasi yang inspiratif bagi negara-negara lain di Timur Tengah, termasuk Suriah.260Turki dipandang sukses 259 Ibid. 260 T. Oguzlu, ‘The ‘Arab Spring’ and the Rise of the 2.0 Version of Turkey’s ‘zero problems with neighbors’ Policy’, SAM Papers, No 1 Februari 2012, Center for Strategic Research, Departemen Luar Negeri Republik Turki, hlm. 9. 189 membuktikan bahwa demokrasi bisa diterapkan dengan baik di negara mayoritas Muslim. Selaras dengan tuntutan demokrasi, Turki juga semakin vokal dan tegas terhadap rezim Assad di Suriah. Seperti yang telah disampaikan pada sub-bab sebelumnya, publik Turki telah menganggap isu Suriah sebagai isu domestik. Meski semakin khawatir terhadap perkembangan krisis Suriah, Hurriyet melansir pada Juni 2011 bahwa Turki tidak menghendaki adanya intervensi internasional termasuk NATO di Suriah.261Turki terus mendesak Suriah untuk mematuhi nasihat Ankara dan komunitas internasional serta menghentikan kekerasan. Beberapa pernyataan bernada keras dikeluarkan pemerintah Turki menyikapi operasi militer Suriah yang menimbulkan banyak korban sipil, seperti di Kota Hama awal Agustus 2011.262 261 Hurriyet, ‘No NATO role in Syria for now, 21 Juni 2011, diakses dari http://www.hurriyetdailynews.com/nonatorole-in-syria-for-now.aspx?pageID=438&n=no-nato-role-in-syriafor-now-official-says-2011-06-21. 262 Hurriyet, ‘Turkey urges Syria to heed advice and stop violence’, 5 Agustus 2011, diakses dari http://www.hurriyetdailynews.com/turkey-urges-syria-to-heedadvice-and-stopviolence.aspx?pageID=438&n=turkey-urges-syriato-heed-advice-and-stop-violence-2011-08-05. 190 Menlu Turki Ahmet Davutoğlu, diberitakan oleh Hurriyet, dikirim untuk bertemu dengan Assad di Damaskus pada 9 Agustus 2011. Setelah pertemuan tersebut Davutoğlu menyatakan keraguan bahwa Damaskus akan segera menghentikan operasi militer terhadap oposisi.263Pertemuan tersebut merupakan bagian dari upaya pro-aktif Turki dalam menyelesaikan konflik Suriah. Para pejabat tinggi Turki kemudian bertemu dalam nuansa frustasi terhadap Suriah (11/08/11). Meski demikian, pada pemerintah Turki belum bersikap tegas seperti meminta Assad untuk lengser ataupun berencana untuk menarik Duta Besar Turki dari Damaskus.264 Berbagai upaya baik bilateral maupun multilateral tampaknya akan gagal menekan Assad agar mau berkompromi. Erdoğan memperingatkan bahwa konflik Suriah dapat berkembang menjadi perang Hurriyet, ‘Davutoğlu expects no swift lull in Syria’, 11 Agustus 2011, diakses dari http://www.hurriyetdailynews.com/davutoglu-expects-no-swiftlull-in-syria.aspx?pageID=438&n=davutogluexpects-no-swift-lullin-syria-2011-08-11. 263 264 Hurriyet, ‘Turkey mulls radical moves on Syria policy’, 16 Agustus 2011, diakses darihttp://www.hurriyetdailynews.com/turkey-mulls-radicalmoves-on-syria-policy.aspx?pageID=438&n=turkeymulls-radicalchanges-in-syria-2011-08-16. 191 saudara bernuansa sektarian. Pada 20 Agustus 2011, kelompok-kelompok oposisi Suriah bertemu di Istanbul, Turki. Kelompok tersebut mengapresiasi dukungan Turki terhadap tuntutan oposisi namun mempertanyakan sikap Turki yang tidak sejalan dengan AS sebagai sekutu yang telah meminta Assad untuk turun.265Meski melontarkan kritik keras terhadap Assad dan tidak keberatan atas sanksi internasional kepada rezim Suriah, Erdoğan masih menolak opsi intervensi militer. Erdoğan juga masih enggan meminta Assad untuk turun seperti tuntutan beberapa negara sekutunya. Sikap ini membuat hubungan Turki-AS sempat dikabarkan tegang. Tahap ini menampilkan sisi unilateralistik Turki menghadapi “Arab Spring”, terutama yang terjadi di Suriah. Pemerintah Turki yang baru saja memperoleh dukungan publik yang besar dalam pemilu 2011 bersikap lebih pro-aktif, meski pada beberapa hal berseberangan dengan negara-negara lain. Peneliti melihat sikap ini sebagai cara Turki 265 Hurriyet, ‘Syria dissidents nix armed intervention’, 21 Agustus 2011, diakses dari http://www.hurriyetdailynews.com/syria-dissidents-nix-armedintervention.aspx?pageID=438&n=syria dissidents-nix-armedintervention-2011-08-21. 192 menonjolkan diri di antara kekuatan-kekuatan lain di kawasan. Turki juga tampak tidak ingin didikte sekutunya mengenai cara menyikapi Suriah. Meski demikian, Turki semakin menghadapi risiko kehilangan kredibilitas karena tidak mengikuti komunitas internasional dalam mengecam Assad.266 266 Phillips, C., „Into the Quagmire: Turkey‟s Frustated Syria Policy‟, Middle East and North Africa Programme, 193 DAFTAR PUSTAKA 56 Wali Kota Turki Terancam Dipenjara, Suara Merdeka [Jakarta], 19 Juni 2006. A. Mango, The Today Turks, (John Murray, London, 2004). Ahmed Davotoglu, Turkish Foreign Policy and The EU in 2010, Turkish Policy Quarterly, Volume 8 Number 3, Fall 2009. AKP Gandeng Partai Oposisi untuk Cabut Larangan Jilbab di Turki, Era Muslim, 25 Januari 2008. Akyol, M. (2012). The Turkish Model: Marching toward Islamic Liberalism. Cairo Review, 4. Alexander Murinson, Turkish Foreign Policy in the Twenty-First Century, Mideast Security and Policy Studies, No. 97, The Begin-Sadat Center for Strategic Studies Bar-Ilan University, Israel, September 2012. Altunışık, M. B. (2005). The Turkish Model and Democratization in Middle East. Arab Studies Quarterly, 27(1-2). Armenian Genoside, http://en.wikipedia.org, diakses pada tanggal 12 Agustus 2017, pukul 09:52. Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung Dengan Uni Eropa, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada). Bulent Aras, Kenan Dagci and M. Eve Caman, Tukey’s New Activism in Asia, Alternatives Journal, Vol. 8 Summer 2009. Desember 2012, Chatam House, hlm.6 194 Calleya S., M. Wohlfeld (ed), Change and Opportunities in the Emerging Mediterranean, (Malta, University of Malta, 2012). Canci, H., & Serkan Sen, S., The Gulf War and Turkey: Regional Changes and Their Domestic Effects (1991-2003), International Journal on World Peace, 2011. Çelik, Y. (1999). Contemporary Turkish Foreign Policy. Connecticut: Praeger. D. Doganyilmaz, Religion in Laic Turkey: The Case of Alevis, Quaderns de la Mediterrania, vol. 18, no. 19, 2013. D. Mc. Dowall, A Modern History of the Kurds, I. B. Tauris and Co., Ltd., New York, 2004. Dağı, I. (2001, January). Human Rights, Democratization, and the European Community in Turkish Politics: The Özal Years, 1983-1991. Middle Eastern Studies, 37(1). Davutoğlu, A. (2008). Turkey's Foreign Policy Vision: An Assesment of 2007. Insight Turkey, 10(1). ___________. (2012). Principles of Turkish Foreign Policy and Regional Political Structuring (Turkey Policy Brief No.3). Ankara: TEPAV-IPLI. Delegation of the European Union to Turkey, History (daring), http://avrupa.info.tr, akses pada 19 Februari 2017. Duff, A., Turkey’s EU accession negotiations should now be suspended (daring), http://www.euractiv.com, akses pada 19 Februari 2017. E. Hughes, Turkey's Accession to the European Union: The Politics of Exclusion?, Routledge, New York, 2011. Eligür, B. (2010). The Mobilization of Political Islam in Turkey. Cambridge: Cambridge University Press. Emiliano Alessandri, The New Turkish Foreign Policy and The Future of Turkey-EU Relations, Instituto Affari Internazionali Documenti IAI, Februari 2010. 195 ________________, The New Turkish Foreign Policy and The Future of Turkey-EU Relations, Instituto Affari Internazionali,Documenti IAI. Februari 2010. Erdogan : Ekonomi Turki Terbesar Keenam di Eropa, http://www.eramuslim.com, akses pada 19 Februari 2017. Erhan, Ç. (2005). Broader Middle East and Northern Africa Initiative and Beyond. Perceptions, 10(3). F. Keles, Modernization as State-Led Social Transformation: Reflection on the Turkish Case, Journal of Development and Social Transformation, 2006. G8 Research Group. (2005). 2005 Glenagles Interim Compliance Report. Toronto: University of Toronto. Göktepe, C. (t.thn.). The Menderes Period (1950-1960). Dipetik Juni 17, 2014, dari The Journal of Turkish Weekly, USAK: http://www.turkishweekly.net/article/60/themenderesperiod-1950-1960.html. Grigoriadis, I. N. (2010, April). The Davutoğlu Doctrine and Turkish Foreign Policy. ELIAMEP Working Paper(8). Habibi, N., & Walker, J. W. (2011, April). What's Driving Turkey's Reengagement with the Arab World? Middle East Brief, Crown Center for Middle East Studies(49). Hadza Min Fadhli Robby, Peran Turki Sebagai Norm Entreprneur Dalam Upaya Lokalisasi Norma Demokrasi Di Timur Tengah, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada). Hurriyet, ‘Davutoğlu expects no swift lull in Syria’, 11 Agustus 2011, diakses dari http://www.hurriyetdailynews.com/davutoglu-expects-noswift-lull-in-syria.aspx?pageID=438&n=davutogluexpectsno-swift-lull-in-syria-2011-08-11. _______, ‘No NATO role in Syria for now, 21 Juni 2011, diakses dari http://www.hurriyetdailynews.com/nonato-role-in- 196 syria-for-now.aspx?pageID=438&n=no-nato-role-in-syriafor-now-official-says-2011-06-21. _________, ‘Syria dissidents nix armed intervention’, 21 Agustus 2011, diakses dari http://www.hurriyetdailynews.com/syria-dissidents-nixarmed-intervention.aspx?pageID=438&n=syria dissidentsnix-armed-intervention-2011-08-21. _________, ‘Turkey mulls radical moves on Syria policy’, 16 Agustus 2011, diakses darihttp://www.hurriyetdailynews.com/turkey-mullsradical-moves-on-syriapolicy.aspx?pageID=438&n=turkeymulls-radical-changesin-syria-2011-08-16. _________, ‘Turkey urges Syria to heed advice and stop violence’, 5 Agustus 2011, diakses dari http://www.hurriyetdailynews.com/turkey-urges-syria-toheed-advice-andstopviolence.aspx?pageID=438&n=turkey-urges-syria-toheed-advice-and-stop-violence-2011-08-05. IBP USA. (2009). Turkey Foreign Policy and Government Guide. Washington DC: International Business Publication USA. Idiz, S. (2011, September 15). PM Erdoğan's surprising message in Cairo. Dipetik Juli 24, 2014, dari Hürriyet: http://www.hurriyetdailynews.com/default.aspx?pageid=4 38&n=pm-erdogan8217ssurprising-message-in-cairo-201109-15. Johan Huizinga, Belanda, Eropa dan Genosida Armenia, Radio Nederland, 06 Oktober, 2006. K. Aksu, Turkey-EU Relations: Power, Politics, and the Future, (Cambridge Scholars Publishing, Newcastle, 2012). K. Kirisci, Migration and Turkey: the Dynamics of State, Society, and Politics, (Cambridge University Press, Cambridge, 2008). 197 Kamrava, M. (2007). The Middle East's Democracy Deficit in Comparative Perspective. Perspective on Global Development and Technology, 6. Keanggotaan Turki Mulai Dibahas,Kompas [Jakarta], 30 Juni 2005. Keating, J. (2011, Februari 2). Erdogan's Cairo speech. Dipetik Juli 24, 2014, dari Foreign Policy: http://blog.foreignpolicy.com/posts/2011/02/02/erdoga ns_cairo_speechKeyman. Kemunduran dan Kehancuran Turki Usmani, http://asme28.blogspot.co.id, akses pada 19 Februari 2017. Kili, S. (1980, July). Kemalism in Contemporary Turkey. International Political Science Review, 1(3), 381404.Kirisçi, K. (2011). Turkey's "Demonstrative Effect" and the Transformation of the Middle East. Insight Turkey, 13(2). Kirisçi, K. (2011). Turkey's "Demonstrative Effect" and the Transformation of the Middle East. Insight Turkey, 13(2). Kömeçoğlu, U. (2014, Januari 12). Islamism, Post-Islamism, and Civil Islam. Dipetik Agustus 27, 2014, dari Hudson Institute: http://www.hudson.org/research/10032islamism-post-islamism-and-civil-islam Lilik Prasaja, Reaksi Turki terhadap Konflik Suriah, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada). M. Bogdani, Turkey and the Dilemma of EU Accession: When Religion Meets Politics, (Palgrave Macmillan, New York, 2011). M. Hatem, R., & Dohrmann, Turkey's Fix for the "Kurdish Problem: Ankara's Challenges, Middle East Quarterly, vol. 20, no. 4, 2013. Mason, W. (2012). Turki: Pos-Islamisme dalam Tampuk Kekuasaan. Dalam A. Bubalo, G. Fealy, & W. Mason, PKS & Kembarannya: Bergiat Jadi Demokrat di Indonesia, Mesir & Turki (hal. 69-97). Depok: Komunitas Bambu. 198 Masyarakat Turki, https://kajiantimurtengah.wordpress.com, akses pada 19 Februari 2017. Meilinda Sari Yayusman, Upaya Turki dalam Memenuhi the Copenhagen Criteria sebagai Syarat Keanggotaan Uni Eropa, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada). Minority Rights Group International, Kurds (daring), http://www.minorityrights.org, akses pada 19 Februari 2017. Muslim Brotherhood's Mursi declared Egypt President, http://www.bbc.co.uk, akses pada 19 Februari 2017. N. Goksel, Turki: Demokrasi yang Semakin Dewasa, Common Ground News Service, (31 Juli 2007). Nathalie Tocci, dkk. Turkey and The Arab Spring, Implications for Tuskish Foreign Policy from Transatlantic Perpective, Mediterranean Paper Series 2011,Oktober 2012. Öner, S. (2013). Soft Power in Turkish Foreign Policy: New Instruments and Challenges. Euroxinos(10). Özkan, M. (2007). Turkey in the Islamic World: An Institutional Perspective. Turkish Review of Eurasian Studies. Party Programme, http://eng.akparti.org.tr, akses pada 19 Februari 2017. Paul Amanda, & Murat Seyrek, D., Freedom of religion in Turkey: The Alevi Issue (daring) http://www.epc.eu, akses pada 19 Februari 2017. Petersen, M. J. (2012). Islamic or Universal Human Rights? The OIC'S Independent Permanent Human Rights Commission. Copenhagen: Danish Institute of International Studies. Peterson, Scott., RUU Perancis Memperumit Permohonan UE Turki, Kantor Berita Common Ground, 27 Oktober 2006. 199 Phillips, C., „Into the Quagmire: Turkey‟s Frustated Syria Policy‟, Middle East and North Africa Programme, Desember 2012, Chatam House. PM Turki Kecam Uni Eropa, BBC News, 27 Oktober 2007. Proses Keanggotaan Turki di Uni Eropa Bisa di Veto Perancis, Kompas [Jakarta], 12 Oktober 2004. Radio Nederland, Dewan Perwakilan Amerika Meninjau Kembali Mosi Terhadap Turki,Warta Berita , 20 Oktober 2000. _____________, Kebebasan Berpendapat dan Sopan Santun Politik, Kolom Jean van de Kok, 17 Oktober 2006. Ramin Ahmadov, Counter Transformation in the Center and Periphery to Turkish Society and the Rise of Justice and Development Party, Alternatives Journal, Vol. 7. No. 2 & 3. Summer & Fall 2008. Recep Teyyip Erdogan, Conservative Democracy and the Globalization of Freedom, dalam M. Sya’roni Rofii, Bulan Sabit di Benua Biru : Redefenisi Identitas Politik dan Kepentingan Nasional Turki, (Yogyakarta : Atavista Literacy, 2010). Redaksi-kabarindonesia, Oktober 2007. Debat Soal Genosida Armenia,11 Republic of Turkey Ministry of Fereign Affairs, http://www.mfa.gov.tr, akses pada 19 Februari 2017. Rofii, M. Sya’roni, Bulan Sabit di Benua Biru : Redefenisi Identitas Politik dan Kepentingan Nasional Turki, (Yogyakarta : Atavista Literacy, 2010). Rusia, Turki Sepakati Kerjasama Perdagangan dan PLTN, http://www.voanews.com, akses pada 19 Februari 2017. S. Idiz, Turkey’s Alevi Question, http://www.almonitor.com, akses pada 19 Februari 2017. Sanksi 200 Tidak Mempan, Turki-Iran Makin Mesra, http://indonesian.irib.ir, akses pada 19 Februari 2017. Sejarah Negara Republik Turki, http://www.intipsejarah.com, akses pada 19 Februari 2017. Sharp, J. M. (2005). The Broader Middle East and Northern Africa Initiative: An Overview.Washington D.C.: Congressional Research Service. T. Köse, The AKP and the "Alevi Opening": Understanding the Dynamics of the Reapproachement, Insight Turkey, vol. 12, no. 2, 2010. T. Oguzlu, ‘The ‘Arab Spring’ and the Rise of the 2.0 Version of Turkey’s ‘zero problems with neighbors’ Policy’, SAM Papers, No 1 Februari 2012, Center for Strategic Research, Departemen Luar Negeri Republik Turki. T.C. Dişişleri Bakanlığı Yayını. (2007). Horizons of Turkish Foreign Policy in New Century.Ankara: Hayat. TESEV. (2006). Democracy Assistance Dialogue: Empowering Women in Public Life (2005-2006 Conference Almanac). Istanbul: TESEV Publications. Timeline Arab Spring, A brief summary of key events up until December 23, 2011, http://www.pcr.uu.se, akses pada 19 Februari 2017. Tocci, N. (2011). Turkey's European Future: Behind the Scenes of America's Influence on EU-Turkey's Relations. New York City: New York University Press. Today's Zaman: http://www.todayszaman.com/news-342340why-one-shouldnot-vote-for-the-akp-by-ahmet-t-kuru.html Tom Lastnit, Rejeb Tayyib Erdogan, (China: Chelsea House Publisher’s, 2005). Tür, Ö. (2013). Turkey's Changing Relations with Middle East: New Challenges and Opportunities in the 2000s. Dalam E. Canan-Sokullu (Penyunt.), Debating Security in Turkey: Challenges and Changes in the Twenty-First Century (hal. 123-140). Lanham, MD: Lexington Books. 201 Turkey Ruling Party Wins Election With Reduced Majority, http://www.bbc.co.uk, akses pada 19 Februari 2017. Turkey's Position in the Iraq Operation: Bridge or Barrier?, http://cns.miis.edu, akses pada 19 Februari 2017. Turkish Cooperation and Coordination Agency. (2012). Turkey Development Assistance 2012.Ankara: Turkish Cooperation and Coordination Agency. Turkish Cooperation and Coordination Agency. (2013). TIKA 2012 Annual Report. Ankara: Biltur Basım Yayın ve Hizmet A.Ş. Turkish Cooperation and Coordination Agency. (2013). TIKA 2012 Annual Report. Ankara: Biltur Basım Yayın ve Hizmet A.Ş. Turkish General Election, 2002, Wikipedia, the Free Enciclopedia, http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017. Turkish General Election, 2007, Wikipedia, the Free Enciclopedia, http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017. Turkish General Election, 2011”Wikipedia, the Free Enciclopedia, http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017. UNDP. (2002). Arab Human Development Report 2002. New York: United Nations Publications. V. Morelli, European Union Enlargement: A Status Report on Turkey’s Accession Negotiations (daring), http://www.ab.gov.tr, akses pada 19 Februari 2017. White, J. B.,Islam and Politics in Contemporary Turkey, Turkey in the Modern World, in K. Resat (ed.), Cambridge History of Turkey, (Cambridge University Press, Cambridge, 2008). Witnesses Report Rioting in Tunisian Town, http://www.reuters.com, akses pada 19 Februari 2017. Y. Ensaroglu, Turkey's Kurdish Question and the Peace Prosess, Insight Turkey, vol. 15, no. 2, 2013. 202 Yavuz, M. H. (2009). Secularism and Muslim Democracy in Turkey (Cambridge Middle East Studies). Cambridge: Cambridge University Press. Yilmaz, I. (2010). Civil Society and Islamic NGOs in Secular Turkey and Their Nationwide and Global Initiatives: The Case of the Gülen Movement. Journal of Regional Development Studies. Zine al-Abidine Ben Ali forced to flee Tunisia as protesters claim victory, http://www.guardian.co.uk, akses pada 19 Februari 2017. 203 TENTANG PENULIS Nama lengkap saya adalah Idik Saeful Bahri, seorang laki-laki yang lahir di kabupaten Kuningan, pada tanggal 13 Februari 1994 M. Tanggal lahir ini merupakan tanggal lahir yang tertera di akta kelahiran dan ijazah sekolah. Adapun tanggal lahir asli nya adalah 5 Maret 1994 M. atau 22 Ramadhan 1414 H. RIWAYAT PENDIDIKAN Riwayat pendidikan saya melalui jalur lembaga formal adalah : SD Negeri 3 Lengkong MTs Negeri Sindangsari SMA Negeri 3 Kuningan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Universitas Gadjah Mada 204 Saat tulisan ini dibuat, saya sedang menempuh program pascasarjana di Fakultas Hukum UGM Yogyakarta. Gelar Sarjana Hukum (S.H.) saya dapatkan dari Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2017. Saya berhasil menyelesaikan program sarjana saya dalam waktu 3,8 tahun dengan IPK Cumlaude. Adapun selain lembaga formal tersebut, saya pernah mengikuti pendidikan di lembaga non-formal, yaitu di Madrasah Salafiyah Syafi'iyyah al-Idrus Lengkong. Walaupun non-formal, lembaga sekolah ini memberikan pelajaran yang sangat besar bagi pola berpikir saya. Khususnya dalam masalah keagamaan, keislaman saya dipengaruhi dari sekolah al-Idrus ini. Selain al-Idrus, saya juga sempat mengikuti pelatihan bahasa Inggris di Rumah Inggris Jogja selama satu tahun ketika pertama kali saya merantau ke kota Yogyakarta. PENGALAMAN ORGANISASI Anggota OSIS MTsN Sindangsari Ketua Umum RISBA (Rohaniawan Islam Baiturrahim) SMAN 3 Kuningan Ketua Umum PSC (Klub Fisika) SMAN 3 Kuningan Wakil Ketua ROHIS (Rohaniawan Islam) Kabupaten Kuningan Pendiri THREEPHYRAL SMAN 3 Kuningan (Organisasi Jurnalistik) Tim Editor Redaksi Majalah MARDIKA Pemimpin Redaksi Buletin Jum'at Si BURI Anggota PERMAHI DIY (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia) 205 Anggota KPS (Peradilan Semu) Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Anggota SABARAKU (Organisasi Rantau Kabupaten Kuningan) Anggota IPMK (Ikatan Pelajar Mahasiswa Kuningan) Anggota PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Pemimpin Redaksi Buletin Jum'at JUMUAH Pendiri portal online Bahasa Rakyat (BR) Anggota Unit KWU HMP UGM (Unit Kewirausahaan) Anggota di bidang hukum KKI (Komunitas Keluarga Inklusi) Yogyakarta KONTAK Anda bisa menghubungi saya melalui nomor WA : 081947-100-809 (nomor ini sudah tidak privasi lagi karena juga digunakan untuk kepentingan bisnis), dan bisa melalui e-mail : [email protected] Anda juga bisa menemukan saya di berbagai jejaring sosial dengan nama akun "Idik Saeful Bahri" dan biasanya menggunakan username : @idikms 206