Uploaded by User43218

Turki dalam Pergumulan Politik, HAM, dan Demokrasi

advertisement
IDIK SAEFUL BAHRI, S.H.
TURKI DALAM
PERGUMULAN POLITIK,
HAM, DAN DEMOKRASI
Diterbitkan secara mandiri
melalui Bahasa Rakyat
TURKI DALAM PERGUMULAN POLITIK, HAM, DAN
DEMOKRASI
Oleh: Idik Saeful Bahri, S.H.
Copyright © 2020 by Idik Saeful Bahri
Penerbit
Bahasa Rakyat
Email : [email protected]
Desain Sampul:
Idik Saeful Bahri
Diterbitkan melalui:
Bahasa Rakyat
2
KATA PENGANTAR
Turki adalah negara berpenduduk muslim yang
paling stabil di Timur Tengah. Kehadiran Turki
memberikan makna optimisme bagi gejolak politik
diantara negara-negara Arab.
Kestabilan Turki tentu dalam artian yang tidak
sebenarnya. Turki tetap menghadapi banyak masalah,
baik di internal Turki sendiri, maupun konflik di luar
Turki. Peran Turki yang cukup strategis di kawasan,
membuat dirinya terjun dalam politik kepentingan di
negara lain, sebutlah Suriah misalnya.
Namun dengan banyaknya masalah dan kasus yang
dihadapi, pemerintah Turki memiliki banyak
alternatif untuk mengatasinya, atau setidak-tidaknya
mengurangi dampak buruknya. Buku ini mencoba
menguraikan beberapa masalah yang dihadapi Turki,
utamanya dalam hal politik, pelanggaran HAM, dan
demokrasi.
Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas
muslim terbesar di dunia perlu untuk mengkaji Turki
dalam beberapa aspek. Dalam hal-hal positif perlu
dijadikan contoh, adapun untuk hal-hal negatif,
penting untuk dijadikan pelajaran berharga bagi
bangsa Indonesia, utamanya pemerintah.
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 3
Daftar Isi 4
Bab I. Sejarah Panjang Turki 6
A. Runtuhnya Turki Utsmani 6
B. Sekularisasi Turki 14
C. Turki Modern 23
Bab II. Keadaan Sosial-Politik Turki 28
A.
B.
C.
D.
Sosial Masyarakat Turki 28
Perekonomian Turki 32
Politik Dalam Negeri Turki 40
Politik Luar Negeri Turki 53
Bab III. Rentetan Arab Spring 62
Bab IV. Upaya Turki Gabung dengan Uni Eropa 71
A. Proses Masuknya Turki ke Uni Eropa 71
B. Kendala HAM dan Demokrasi 80
Bab V. Isu-Isu Turki dalam Masalam HAM 90
A.
B.
C.
D.
Genosida Warga Armenia 95
Pelanggaran HAM di Siprus 100
Kasus Suku Kurdi 102
Kebebasan Agama bagi Komunitas Alevi 114
Bab VI. Propaganda Turki 127
Bab VII. Turki Sebagai Fondasi Demokratisasi Timur Tengah 142
A. Rekonsiliasi Islam dan Demokrasi 142
4
B. Kebijakan Luar Negeri Turki 152
C. Strategi Demokratisasi Timur Tengah 163
D. Reaksi Politik Turki terhadap Suriah 188
Daftar Pustaka 194
Tentang Penulis
204
5
BAB I
SEJARAH PANJANG TURKI
A. Runtuhnya Turki Utsmani
Pemerintahan sultan Turki yang ke X, yaitu
Sulaeman Al Qanuni atau Sulaeman I (1520-1566)
merupakan
masa
pemerintahan
terpanjang
dibandingkan dengan sultan-sultan lainnya. Selama
pemerintahannya berhasil meraih kesuksesan dengan
masuknya beberapa wilayah negara besar Turki.
Bahkan mempersatukan umat Islam dengan non
Muslim dibawah kekuasaannya. Namun disisi lain
tanda-tanda keruntuhan juga sudah mulai muncul ke
permukaan.
Gambar 1.1. Sultan Sulaeman Al Qanuni
6
Kerajaan Turki Utsmani mulai melemah
semenjak meninggalnya Sulaeman Al Qanuni.
Pengganti Sulaeman I, Sultan Salim II merupakan
pemimpin yang lemah dan pada umumnya tidak
berwibawa. Sehingga kenaikan Sultan Salim II
(1566-1574) dianggap sebagai permulaan keruntuhan
Turki Utsmani dan berakhirnya zaman keemasannya.
Selain itu para pembesar kerajaan hidup dalam
kemewahan sehingga sering terjadi penyimpangan
keuangan negara. Sekalipun demikian serangan
Eropa masih terus berlangsung terutama penaklukkan
terhadap kota Wina di Austria. Usaha penaklukkan
ini ternyata juga tidak berhasil.1
Gambar 1.2. Sultan Salim II
Kemunduran dan Kehancuran Turki Usmani, http://asme28.blogspot.co.id, akses pada 19 Februari 2017, pukul 16:34.
1
7
Melemahnnya semangat perjuangan prajurit
Utsmani menyebabkan sejumlah kekalahan dalam
pertempuran menghadapi musuh-musuhnya. Pada
tahun 1663, tentara Utsmani menderita kekalahan
dari serangan pasukan gabungan armada Spanyol,
Bandulia, dan armada Sri Paus. Tahun 1676, Pasukan
Usmani juga mengalami kekalahan dalam
pertempuran di Hungaria. Pada tahun 1699 Turki
kalah dalam pertempuran di Mohakez sehingga
terpaksa menandatangani perjanjian Karlowits yang
berisi
pernyataan
kerajaan
Utsmani
harus
menyerahkan seluruh wilayah Hungaria, sebagian
besar Slovenia dan Kroasia kepada penguasa
Venetia.2
Pada tahun 1770 Masehi, pasukan Rusia
mengalahkan pasukan Utsmani di Asia kecil.
Sehingga pada tahun 1774, penguasa Utsmani, Abdul
Hamid menandatangani perjanjian dengan Rusia
yang berisi pengakuan kemerdekaan Krimenia dan
penyerahan benteng-benteng pertahanan di laut hitam
serta memberikan izin kepada Rusia untuk melintasi
selat antara laut hitam dengan laut putih. Periode
2
8
Ibid.
keruntuhan kerajaan Turki Utsmani termanifestasi
dalam dua periode yang berbeda pula, yaitu: pertama,
periode desentralisasi yang dimulai pada awal
pemeritahan Sultan Salim II (1566-1574) hingga
tahun 1683 ketika angkatan bersenjata Turki,
Utsmani gagal dalam merebut kota Fiena untuk
kedua kalinya. Kedua, priode dekompresi yang
terjadi dengan munculnya anarki internal yang
dipadukan dengan lepasnya wilayah taklukan satu per
satu.3
Pada abad ke 16 kelompok derfisme telah
menjadi kelompok yang solid dan mendominasi
kekuatan politik bahkan menggeser posisi para
aristokrat Turki tua. Namun pada perkembangan
selanjutnya terjadi konflik intern yang menyebabkan
mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam politik
praktis. Mereka mengkondisikan Sultan agar lebih
suka tinggal menghabiskan waktunya di Istana
Keputren ketimbang urusan pemerintahan, agar tidak
terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang
mereka rancang. Dengan mengeploitasi posisinya di
mata
penguasa
terhadap
rakyat,
mereka
memanipulasi pajak dengan kewajiban tambahan
kepada petani, akibatnya banyak penduduk yang
3
Ibid.
9
berusaha untuk masuk ke dalam korp Jannisari4. Hal
ini
mengakibatkan
membengkaknya
jumlah
keanggotaan Jannisari yang hingga pertengahan abad
ketujuh belas mencapai jumlah 200.000 orang.
Untuk menentukan faktor penyebab utama
kehancuran kerajaan Turki Utsmani merupakan
persoalan yang tidak mudah. Alam sejarah lima abad
akhir. Abad ke tiga belas sampai abad ke sembilan
belas, Kerajaan Turki Utsmani merupakan sebuah
proses sejarah panjang yang tidak terjadi secara tibatiba. Mengamati sejarah keruntuhan Kerajaan Turki
Utsmani, dalam bukunya Syafiq A. Mughani melihat
tiga hal kehancuran Turki Usmani, yaitu melemahnya
sistem birokrasi dan kekuatan militer Turki Utsmani,
kehancuran perekonomian kerajaan dan munculnya
kekuatan baru di daratan Eropa serta serangan balik
terhadap Turki Utsmani.
Janissari (berasal dari bahasa Turki Utsmaniyah: ‫ينيچرى‬
(Yeniçeri) yang berarti pasukan baru) adalah pasukan infanteri
yang dibentuk oleh Sultan Murad I dari Kekalifahan Bani Seljuk
pada abad ke-14. Pasukan ini berasal dari bangsa-bangsa Eropa
Timur yang wilayahnya berhasil dikuasai oleh Turki Utsmani.
Tentara ini dibentuk tak lama setelah Kekaisaran Byzantium kalah
oleh Turki Utsmani.
4
10
1. Kelemahan para Sultan dan Sistem Birokrasi
Ketergantungan sistem birokrasi Utsmani
kepada kemampuan seorang Sultan dalam
mengendalikan
pemerintahan
menjadikan
institusi politik ini menjadi rentan terhadap
kejatuhan kerajaan. Seorang Sultan yang cukup
lemah cukup membuat peluang bagi degradasi
politik di kerajaan Turki Utsmani. Ketika terjadi
benturan kepentingan di kalangan elit politik
maka dengan mudah mereka berkotak-kotak dan
terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang
tidak berarti. Masing-masing kelompok membuat
koalisi dengan janji kemakmuran, Sultan
dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan
waktunya
di
istana
dibanding
urusan
pemerintahan agar tidak terlibat langsung dalam
intrik-intrik politik yang mereka rancang.
Pelimpahan wewenang kekuasaan pada Perdana
Menteri
untuk
mengendalikan
roda
pemerintahan. Praktik money politik di kalangan
elit, pertukaran penjagaan wilayah perbatasan
dari pasukan inpantri serta meluasnya beberapa
pemberontakan oleh korp Jarrisari, untuk
menggulingkan kekuasaan merupakan ketidakberdayaan Sultan dan kelemahan sistem birokrasi
11
yang mewarnai
Utsmani.
perjalanan
kerajaan
Turki
2. Kemerosotan Kondisi Sosial Ekonomi
Perubahan mendasar terjadi pada jumlah
penduduk kerajaan sebagaimana terjadi pada
struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan
akhirnya menghadapi problem internal sebagai
dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi
internasional. Kemampuan kerajaan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai
melemah, pada saat bangsa Eropa telah
mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan
keuangan bagi kepentingan mereka sendiri.
Perubahan politik dan kependudukan saling
bersinggungan dengan perubahan penting di
bidang ekonomi. Desentralisasi kekuasaan dan
munculnya pengaruh pejabat daerah memberikan
konstribusi bagi runtuhnya ekonomi tradisional
kerajaan Turki Usmani.
3. Munculnya Kekuatan Eropa
Munculnya politik baru di daratan Eropa
dapat dianaggap secara umum faktor yang
mempercepat proses keruntuhan kerajaan Turki
Utsmani. Konfrontasi langsung dengan kekuatan
12
Eropa berawal pada abad ke XVI, ketika masingmasing kekuatan ekonomi berusaha mengatur
tata ekonomi dunia. Ketika kerajaan Utsmani
sibuk membenahi negara dan masyarakat, bangsa
Eropa malah menggalang militer, ekonomi dan
teknologi dan mengambil manfaat dari
kelemahan kerajaan Turki Utsmani.
Dimana sistem kemiliteran Bangsa barat
selangkah lebih maju dibandingkan dengan
kerajaan Turki Utsmani. Oleh karena itu saat
terjadi kontak senjata maupun peperangan yang
terjadi belakangan, tentara Turki selalu
mengalami kekalahan. Terlebih Turki Utsmani
sangat tidak mendorong berkembangnya ilmu
pengetahuan, Turki mengalami stagnansi ilmu
pengetahuan.
Maka
otomatis
peralatan
perangnya pun semakin ketinggalan zaman. Saat
Turki Utsmani mulai berbenah, dirasa sudah
terlambat karena wilayahnya sedikit demi sedikit
mulai menyusut karena melepaskan diri dan sulit
untuk menyatukannya kembali.
4. Pemberontakan Internal
Pemberontakan-pemberontakan
terjadi
dimana-mana, mulai dari Makkah, Wahabiyah,
Druze dan pemberontakan di Wilayah pusat
13
kekuasaan telah memperlemah kekuatan militer
dan politik. Bangsa-bangsa yang tunduk pada
kerajaan Turki berkuasa, mulai menyadari
kelemahan dinasti tersebut. Di Mesir misalnya,
Yenisari justru bekerjasama dengan Dinasti
Mamalik dan akhirnya berhasil merebut kembali
wilayah Mesir pada 1772 M hingga kedatangan
Napoleon pada 1789 M. Lalu ada gerakan
Wahabisme di tanah Arab yang dipelopori oleh
Muhammad bin Abdul Wahab yang bekerjasama
dengan keluarga Saud, dan akhirnya berhasil
memukul mundur kekuasaan Turki dengan
bantuan tentara Inggris dari jazirah Arab.
Keluarga Saud sendiri memproklamirkan dirinya
sebagai penguasa Arab, maka wilayah jazirah
Arab selanjutnya dinamakan Saudi Arabia.
B. Sekularisasi Turki
Pada tahun 1919-1923 terjadi revolusi Turki
di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasha.
Kecemerlangan karier politik Mustafa Kemal dalam
peperangan,
yang
dikenal
sebagai
perang
kemerdekaan Turki, mengantarkannya menjadi
pemimpin dan juru bicara gerakan nasionalisme
Turki. Gerakan nasionalisme ini, yang pada waktu itu
14
merupakan leburan dari berbagai kelompok gerakan
kemerdekaan di Turki, semula bertujuan untuk
mempertahankan kemerdekaan Turki dari rebutan
negara-negara sekutu. Namun pada perkembangan
selanjutnya gerakan ini diarahkan untuk menentang
Sultan. Mustafa Kemal mendirikan Negara Republik
Turki di atas puing-puing reruntuhan kekhalifahan
Turki Ustmani dengan prinsip sekularisme,
modernisme dan nasionalisme.
Gambar 1.3. Mustafa Kemal Pasha
15
Meskipun demikian, Mustafa Kemal bukanlah
yang pertama kali memperkenalkan ide-ide tersebut
di Turki. Gagasan sekularisme Mustafa Kemal
banyak mendapat inspirasi dari pemikiran Ziya
Gokalp, seorang sosiolog Turki yang diakui sebagai
Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya Gokalp
adalah sintesa antara tiga unsur yang membentuk
karakter bangsa Turki, yaitu ke-Turki-an, Islam dan
Modernisasi. Dengan demikian Mustafa dan
pengikutnya menggerakkan reformasi-reformasi di
Turki dengan dasar-dasar yang telah diletakkan oleh
para pembaru-pembaru di kekhalifahan Turki. Pada
perkembangan selanjutnya ide-ide reformasi Mustafa
Kemal menjadi suatu gerakan politik pemerintah
yang dikenal dengan sebutan Kemalisme.5
1. Revolusi Agama, Budaya dan Negara
Politik Kemalis ingin memutuskan
hubungan Turki dengan sejarahnya yang lalu
agar Turki dapat masuk dalam peradaban Barat.
Oleh karena itulah penghapusan kekhalifahan
Sejarah
Negara
Republik
Turki,
http://www.intipsejarah.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul
16:36.
5
16
merupakan agenda pertama yang dilaksanakan.
Pada tanggal 1 November 1922 Dewan Agung
Nasional
pimpinan
Mustafa
Kemal
menghapuskan kekhalifahan. Selanjutnya pada
tanggal 13 Oktober 1923 memindahkan pusat
pemerintahan dari Istanbul ke Ankara. Akhirnya
Dewan Nasional Agung pada tanggal 29 Oktober
1923 memproklamasikan terbentuknya Negara
Republik Turki dan mengangkat Mustafa Kemal
sebagai Presiden Republik Turki.
Setelah meniadakan kekhalifahan, politik
Kemalisme menghapuskan lembaga-lembaga
Syariah, meskipun sebenarnya peranan lembaga
ini sudah sangat dibatasi oleh para pembaru
Kerajaan Ustmani. Bagi Kemalis, Syariat adalah
benteng terakhir yang masih tersisa dari sistem
keagamaan tradisional. Lebih lanjut lagi Kemalis
menutup sekolah-sekolah madrasah yang sudah
ada sejak tahun 1300-an sebagai suatu lembaga
pendidikan Islam. Reformasi agama adalah salah
satu contoh tindakan ekstrim dari rezim Kemalis
setelah penghapusan khalifah. Reformasi ini
bertujuan untuk memisahkan agama dari
kehidupan politik negara dan mengakhiri
kekuatan tokoh-tokoh agama dalam masalah
politik, sosial dan kebudayaan. Selain itu
17
Mustafa Kemal juga mengajukan pemikiran
tentang nasionalisme agama. Menurutnya agama
merupakan suatu lembaga sosial dan karena itu
harus disesuaikan dengan sosial dan budaya
masyarakat Turki.6
Suatu komite dibentuk di Fakultas
Teologi di Universitas Istanbul untuk
memodernisasikan
Islam.
Komite
ini
menyebarkan keinginan Mustafa kemal untuk
mengganti bentuk dan suasana mesjid seperti
bentuk dan suasana gereja di negara-negara
Barat, dengan menekankan pada: pentingnya
masjid yang bersih, dengan bangku-bangku dan
ruang tempat menyimpan mantel, mewajibkan
jamaah masuk dengan sepatu yang bersih,
menggantikan bahasa Arab dengan bahasa Turki,
menyediakan alat-alat musik ditempat shalat
untuk memperindah bentuk shalat, dan
mengubah teks-teks khutbah yang telah ada
dengan khutbah yang berisi pemikiran agama
berdasarkan filsafat Barat. Pada tahun 1932
pemerintah mengeluarkan kebijakan mengganti
pengucapan adzan ke dalam bahasa Turki, yang
6
18
Ibid.
amat ditentang oleh mayoritas masyarakat
Muslim Turki.
Reformasi agama, yang bentuknya upaya
Turkifikasi Islam atau nasionalisasi Islam ini
merupakan bentuk campur tangan pemerintah
Kemalis dalam kehidupan beragama di
masyarakat Turki. Sekularisme yang sejatinya
memisahkan
hubungan
agama
dengan
pemerintahan,
dimana
negara
menjamin
kebebasan beribadah, bagi warga negara, pada
pelaksanaannya dijalankan dengan semangat
nasionalisme yang radikal dan dipaksakan oleh
Kemalis. Namun penerapan nasionalisasi agama
ini hanya bertahan hingga akhir pemerintahan
Kemalis (Partai Rakyat Republik). Sejak tahun
1950, adzan kembali diucapkan dalam bahasa
Arab. Masjid-masjid di Turki pun hingga saat ini
tetap menunjukkan bentuk-bentuk yang umum
sebagaimana masjid di negara-negara lainnya.
Peradaban menurut Mustafa Kemal,
berarti peradaban Barat. Tema utama dari
pandangannya tentang pem-Barat-an adalah
bahwa Turki harus menjadi bangsa Barat dalam
segala tingkah laku. Untuk itu Pemerintah
Kemalis mengeluarkan kebijakan larangan
menggunakan pakaian-pakaian yang dianggap
19
pakaian agama di tempat-tempat umum dan
menganjurkan masyarakat Turki menggunakan
pakaian sebagaimana
orang-orang Barat
berpakaian (berjas dan bertopi). Peraturan ini
mulai efektif pada November 1925 dan hingga
saat ini masyarakat Turki menggunakan pakaian
ala Barat. Sampai saat ini pemakaian jas sudah
menjadi ciri umum dari masyarakat Turki.
Sedangkan
pemakaian
topi
menghilang
bersamaan dengan menghilangnya kebiasaan
memakai topi itu pada masyarakat Eropa. 7
Mustafa
Kemal
juga
mengkritik
pemakaian jilbab oleh wanita-wanita Turki, tapi
semasa hidupnya tidak ada undang-undang yang
secara tegas melarang pemakaian jilbab tersebut.
Pelarangan jilbab secara konstitusional baru
terjadi pada tahun 1998, sebagai reaksi militer
atas munculnya fenomena kesadaran yang tinggi
dari
muslimah-muslimah
Turki
dalam
menggunakan jilbab dan juga reaksi atas
kemenangan Partai Islam Refah pada pemilu
tahun 1995.
7
20
Ibid.
Selain reformasi agama, reformasi yang
paling penting dari rezim Kemalis adalah
reformasi bahasa. Tulisan Arab diganti dengan
tulisan Latin, berdasarkan undang-undang yang
diputuskan oleh Dewan Nasional Agung pada 3
Novemeber 1928. Tujuan reformasi bahasa
adalah membebaskan bahasa Turki dari
‘belenggu’ bahasa asing. Penekanannya adalah
pemurnian bahasa Turki dari bahasa Arab dan
Persi. Mustafa Kemal mengadakan kunjungan di
banyak tempat untuk mengajar secara langsung
tulisan baru pada rakyat Turki. Reformasi
bahasa ini memberi sumbangan yang berharga
bagi perkembangan linguistik bahasa Turki saat
ini. Penelitian yang mendalam terhadap akar
bahasa dan struktur bahasa Turki membuktikan
bahwa bahasa Turki termasuk kelompok bahasa
Altay, yaitu bahasa-bahasa yang dipergunakan
bangsa-bangsa yang mendiami wilayah yang
membentang dari Finlandia hingga Manchuria.
Dari segi gramatikal, bahasa Turki termasuk
bahasa aglutinatif, yaitu bahasa berimbuhan.
Struktur sintaksis memperlihatkan pola ObjekPredikat, dimana Predikat selalu berada di akhir
kalimat.
21
2. Revolusi Hukum
Komite ahli hukum mengambil UndangUndang sipil Swiss untuk memenuhi keperluan
hukum di Turki menggantikan Undang-Undang
Syariah, berdasarkan keputusan Dewan Nasional
Agung tanggal 17 Februari 1926. UndangUndang Sipil yang mulai diberlakukan pada
tanggal 4 Oktober 1926 ini antara lain tentang:
menerapkan monogami, melarang poligami dan
memberikan persamaan hak antara pria dan
wanita dalam memutuskan perkawinan dan
perceraian. Sebagai konsekuensi dari persaman
hak dan kewajiban ini hukum waris berdasarkan
Islam dihapuskan. Selain itu undang-undang sipil
juga memberi kebebasan bagi perkawinan antar
agama. Pada 1 Januari 1935, pemerintah
mengharuskan pemakaian nama keluarga bagi
setiap orang Turki dan melarang pemakaian
gelar-gelar yang biasa dipakai pada masa Turki
Utsmani. Mustafa Kemal menambahkan nama
Ataturk, yang berarti Bapak Bangsa Turki,
sebagai nama keluarga. Pada tahun 1935 sistem
kalender hijriyah diganti dengan sistem kalender
masehi, hari Minggu dijadikan sebagai hari libur
menggantikan hari libur sebelumnya yaitu hari
Jumat.
22
Tentang sekularisasi dan modernisasi di
Turki pada masa Rezim Kemalis seperti
diuraikan di atas, Bryan S. Turner, seorang guru
besar sosiologi di Universitas Flinders (Australia
Selatan), menyimpulkan bahwa sekularisme
tersebut merupakan suatu bentuk pemaksaan dari
pemerintah rezim, bukanlah sekularisasi yang
tumbuh sebagai suatu konsekuensi dari proses
modernisasi seperti di negara-negara Eropa.
Selain itu sekularisasi di Turki pada saat itu
merupakan peniruan secara sadar pola tingkah
laku masyarakat Eropa yang dianggap modern
dan lebih maju (1984:318). Bagi Kemalis,
manusia Turki baru tidak saja harus berpikiran
rasional seperti orang-orang Eropa, tetapi juga
harus meniru tata cara berperilaku dan
berpakaian seperti mereka.8
C. Turki Modern
Mustafa Kemal meninggal dunia pada tanggal
10 November 1938, setelah tiga kali menjabat
sebagai presiden Republik Turki, yaitu pada tahun
1927, 1931 dan 1935. Mustafa Kemal diakui berhasil
8
Ibid.
23
menciptakan sistem pemerintahan parlementer dan
meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi kehidupan
demokratisasi di Turki. Partai Republik Rakyat
adalah partai politik yang dibentuk Mustafa Kemal
untuk menjalankan roda pemerintahan. Meskipun
demikian, sejarah Turki menunjukkan pemerintahan
Kemal dengan sistem pemerintahan satu partai tidak
memberi ruang bagi kemunculan partai oposisi. Iklim
Demokrasi muncul kemudian sejak Turki menjadi
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada
tahun 1945 dan terus berkembang menunjukkan
kemajuan yang pesat. Daniel Lerner (di dalam
Memudarnya Masyrakat Tradisional, 1983) telah
melakukan penelitian yang mendalam di suatu kota
dekat Ankara pada tahun 1950-an, dan
menyimpulkan bahwa negara Turki telah tumbuh
menjadi negara yang relatif lebih stabil dan
demokratis di banding dengan negara-negara lain di
kawasan Timur Tengah.
Reformasi budaya, terutama sekularisasi
agama dan pemakaian hukum Barat menggantikan
hukum Islam, memperlihatkan proses dinamis dari
penerimaan dan penolakan masyarakat Turki.
Sekularisasi agama pada masa Kemalis (1923-1950)
melahirkan generasi Turki yang jauh dari agamanya.
Bahasa Turki yang ditulis dalam bahasa latin telah
24
menjadi bahasa nasional Turki. Sedangkan
pemakaian hukum-hukum Barat juga diadaptasi
dengan berbagai tingkatan kesulitan di berbagai
lapisan msyarakat. 9
Pada pemilu 1950, kekuasaan tunggal Partai
Republik Rakyat berakhir dan digantikan oleh partai
sekuler beraliran liberal, yaitu Partai Demokrat.
Partai pimpinan Adnan Menderes ini mencoba
mengoreksi
penyimpangan-penyimpangan
sekularisasi yang sudah dijalankan oleh Partai
Republik Rakyat sejak berdirinya negara Turki.
Namun Adnan Menderes juga tidak ingin Kemalisme
digantikan dengan ideologi lain. Sejak masa
pemerintahan Partai Demokrat inilah masyarakat
Muslim yang merupakan mayoritas (98 persen dari
70 juta jiwa) penduduk Turki dapat melakukan shalat
di masjid-masjid umum, berpuasa dan melakukan
ibadah haji, yang pada masa Rezim Kemalis sulit
dilakukan. Selain itu madrasah-madrasah kembali di
buka, sehingga para orang tua dapat kembali
menyekolahkan anak mereka di sekolah agama,
setelah mereka menyadari bahwa mereka tumbuh
sebagai suatu generasi yang kering dari nilai dan ilmu
agama. Madrasah-madrasah ini kembali ditutup pada
9
Ibid.
25
tahun 1998 setelah dianggap sebagai lembaga yang
mendidik kelompok Islam fundamental yang
keberadaannya menguat dan mengancam ideologi
sekuler Turki
Perkembangan
masyarakat
di
Turki
menemukan karakter sendiri yang unik sebagai suatu
bentuk pertentangan yang rumit antara pemikiran
Kemalisme, yang fundamental dan radikal, pemikiran
liberalis yang meskipun menentang Kemalisme tetapi
tidak ingin ideologi ini diganti, dan pemikiran Islam,
baik yang konservatif maupun moderat. Semangat
masyarakat Turki modern untuk menjadi suatu
bangsa yang modern dan demokratis, selalu disertai
dengan kesadaran yang mendalam tentang watak dan
idealisme ke-Turki-an dan ke Islaman. Penulis
melihat bahwa gagasan sintesa tentang Islam, Turki
dan Barat yang pernah dimunculkan oleh Ziya
Gokalp
(Bapak
Nasionalis
Turki)
mulai
terimplementasikan dengan wajar dan alami,
sedangkan Kemalisme dijadikan ideologi negara
yang keberadaannya sangat dijaga oleh kekuatan
militer Turki. 10
10
26
Ibid.
Militer Turki mengambil peran sebagai
penjaga ideologi Kemalisme sebagai prinsip negara.
Jatuhnya pemerintahan Partai Islam Refah pada tahun
1998 adalah suatu bukti masih dominannya pengaruh
politik militer di Turki. Namun kebangkitan Islam,
baik itu suatu fenomena kesadaran umat Islam Turki
untuk kembali mempelajari nilai-nilai Islam di tengah
kebijakan sekuler pemerintah dan fenomena
dukungan masyarakat Islam terhadap kemenangan
partai politik yang dianggap membawa aspirasi Islam
terus memperlihatkan kemajuan ke arah yang positif.
Aspirasi dan dukungan yang besar dari masyarakat
Turki kembali mengantarkan kemenangan partai
berbasis Islam, Partai Keadilan dan Pembangunan
dalam pemilu 2002. Meskipun secara tegas pemimpin
partai ini menyatakan bahwa Partai Keadilan dan
Pembangunan bukanlah partai Islam dan mereka
menyatakan komitmennya yang sungguh-sungguh
menjaga ideologi sekularisme di Turki, nampaknya
Rakyat Turki lebih melihat mereka sebagai sosoksosok muslim yang saleh yang diharapkan dapat
membawa Turki ke arah yang lebih maju.11
11
Ibid.
27
BAB II
KEADAAN SOSIAL-POLITIK TURKI
A. Sosial Masyarakat Turki
Turki berasal dari bahasa Cina, Tu-kiu (Turk) yang
pertama kali digunakan pada abad ke-6. Sejak zaman
dahulu di sebelah barat gurun pasir Gobi (wilayah
Tiongkok/ Cina) yaitu daerah yang disebut Khurasan dan
sekitarnya ada suku yang bernama Turki. Mereka hidup
secara nomaden. Bangsa Turki terbagi dalam berbagai
suku, di antara suku yang terkenal adalah suku Ughuz dari
kabilah al-Gaz berasal dari keluarga Qabey. Suku ini
terbagi menjadi 24 sub-suku yang kemudian hari lahir dari
sub-suku ini Sultan pertama Dinasti Turki Utsmani yang
bernama Utsman. Bangsa Turki memeluk agama Islam
mulai abad 9 dan 10 Masehi. Mereka meninggalkan
kampung halamannya karena mendapat tekanan dan
serangan dari bangsa Mongol di bawah pimpinan Jhengis
Khan yang saat itu telah menguasai wilayah Asia tengah
dan Asia barat.12
Masyarakat
Turki,
https://kajiantimurtengah.wordpress.com, akses pada 19 Februari
2017, pukul 17:38.
12
28
Pengembaraan bangsa ini dipimpin oleh Sulaiman
sampai di tepi sungai Eufrat. Dalam perjalanan ke Asia
kecil Sulaiman wafat kemudian rombongan dipimpin oleh
salah satu putranya bernama Orthogul atau juga disebut
Erthagral. Sesampainya di dekat negeri Angora (kini
Ankara), mereka menjumpai pertempuran pasukan Bani
Saljuk di bawah pimpinan Sultan Alauddin melawan
pasukan Mongol. Rombongan Orthogul kemudian
bergabung bersama pasukan Bani Saljuk melawan dan
mengalahkan tentara Mongol. Dari kemenangan inilah
rombongan pengembaraan Orthogul mendapatkan dari
Sultan Alauddin hadiah berupa sebuah wilayah dekat
Broessa atau juga disebut daerah Iski Shahr dan sekitarnya
sebuah wilayah berbatasan dengan wilayah Byzantium
yaitu daerah ditepi laut tengah (kini dikenal dengan
sebutan Anatolia).13
Saat ini bangsa Turki (bahasa Turki: Türk)
didefinisikan sebagai penduduk Republik Turki. Pada
catatan
sejarah
awal, definisi
Bangsa
Turki
adalah “individu manapun di Republik Turki; apapun
kepercayaannya atau latar belakang etnisnya; yang
berbicara bahasa Turki, mengenal budaya Turki dan
memiliki paham idealisme Turki, adalah seorang bangsa
Turki.” Pemikiran ini berasal dari kepercayaan Mustafa
Kemal Atatürk. Kini, istilah Bangsa Turki digunakan
untuk penduduk Turki, dan juga penduduk berbahasa
13
Ibid.
29
Turki di bekas wilayah Kesultanan Utsmaniyah dan
komunitas Turki yang tersebar di Eropa, Amerika Utara
dan Australia.
Anatolia (Yunani: ανατολή Anatolē ) atau
Asia Kecil, “terbitnya matahari” atau “Timur”;
perbandingan “Asia Timur” dan “Levant”, oleh etimologi
umum bahasa Turki Anadolu dari ana “ibu” dan dolu “isi”,
juga disebut dengan nama LatinAsia Minor, ialah sebuah
kawasan di Asia Barat Daya yang kini dapat disamakan
dengan Turki bagian Asia. Karena letaknya yang strategis
pada pertemuan Asia dan Eropa, Anatolia telah menjadi
tempat lahir beberapa peradaban sejak abad prasejarah,
dengan permukiman neolitik seperti Catalhöyük (neolitik
barang
tembikar), Cayönü (Neolitik Pra-Barang
Tembikar A ke neolitik barang tembikar), Nevali
Cori (Neolitik Pra-Barang Tembikar B), Hacilar (neolitik
barang tembikar), Göbekli Tepe (Neolitik Pra-Barang
Tembikar A) dan Mersin. Permukiman Troya bermula di
masa Neolitik namun berlanjut sampai abad besi.14
Peradaban dan penduduk utama yang telah tinggal
atau menaklukkan Anatolia termasuk Hattia, Luwia, Hittit,
Phrygia, Simeria, Lidia, Persia, Kelt, Tabal, Mesekh,
Yunani, Pelasgia, Armenia, Romawi, Goth, Kurd,
Bizantium, Turki Seljuk dan Turki Utsmani. Mereka
semua termasuk dari banyak budaya etnis dan linguistik.
Sepanjang sejarah yang terlacak, penduduk Anatolia telah
14
30
Ibid.
bercakap Indo-Eropa dan Semit, seperti banyak bahasa
dari pertalian tak pasti. Nyatanya, diberikan bahasa zaman
purbakala Hittit Indo-Eropa dan Luwia, beberapa sarjana
telah mengusulkan Anatolia sebagai pusat hipotesis dari
yang bahasa Indo-Eropa telah menyebar. Penulis lainnya
telah mengusulkan asal penduduk Anatolia dari bangsa
Etruria dari Italia kuno.
Kini kebanyakan penduduk Anatolia merupakan
penutur asli bahasa Turki, yang telah diperkenalkan
penakluk Anatolia oleh orang Turki dan naiknya Kerajaan
Ottoman abad
ke-13.
Bagaimanapun,
Anatolia
menyisakan multi-etnis sampai awal abad ke-20.
Minoritas etnis dan linguistik Kurdi yang signifikan tetap
ada di bagian selatan. Bangsa Turki mulai bermigrasi ke
daerah yang dinamakan Turki pada abad ke-11. Proses
migrasi ini semakin dipercepat setelah kemenangan Seljuk
melawan Kekaisaran Bizantium pada pertempuran
Manzikert.
Beberapa Beylik (Emirat Turki) dan Kesultanan
Seljuk Rûm memerintah Anatolia sampai dengan
invasi Kekaisaran Mongol. Mulai abad ke-13, beylikbeylik Ottoman menyatukan Anatolia dan membentuk
kekaisaran yang daerahnya merambah kebanyakan Eropa
Tenggara,
Asia
Barat,
dan
Afrika
Utara.
Setelah Kekaisaran Utsmaniyah runtuh setelah kalah
pada Perang Dunia I, sebagian wilayahnya diduduki oleh
para Sekutu yang memenangi PD I. Mustafa Kemal
Atatürk kemudian mengorganisasikan gerakan perlawanan
31
melawan Sekutu. Pada tahun 1923, gerakan perlawanan
ini berhasil mendirikan Republik Turki Modern dengan
Atatürk menjabat sebagai presiden pertamanya.
Turki adalah sebuah republic konstitusional
yang demokratis, sekuler, dan bersatu. Turki telah
berangsur-angsur bergabung dengan Barat sementara di
saat yang sama menjalin hubungan dengan dunia Timur.
Negara
ini
merupakan
salah
satu
anggota
pendiri, Organisasi Konferensi Islam, OECD, dan OSCE,
serta negara anggota Dewan Eropa sejak tahun 1949,
dan NATO sejak tahun 1952. Sejak tahun 2005, Turki
adalah satu-satunya negara Islam pertama yang berunding
menyertai Uni Eropa, setelah merupakan anggota koalisi
sejak tahun 1963. Turki juga merupakan anggota negara
industri G20
yang mempertemukan 20 buah
ekonomi yang terbesar di dunia. Ibu kota negara Turki
adalah Ankara sedangkan kota terbesar di Turki adalah
Istanbul.15
B. Perekonomian Turki
Pada bulan Juni 2003 UU Investasi Asing
dirubah oleh Turki, yaitu garansi dan hak penuh
investor asing sama dengan investor domestik Turki.
Kebijakan lama yang mengharuskan investor asing
15
32
Ibid.
meminta izin pada Dirjen Investasi Asing dan wajib
setor US$ 50.000 per pemegang saham, telah
dihapus. The Economist Intelligence Unit mencatat
kebijakan pemerintah Recep Tayyip Erdogan telah
meningkatkan kepercayaan investor asing dan
mendongkrak masuknya investasi asing langsung
atau Foreign Direct Investment (FDI) ke Turki secara
signifikan.16
Pada tahun 2003, FDI melonjak 60% menjadi
US$1,6 miliar dari US$ 1 di 2002. Angka ini naik
lagi menjadi US$2,6 (2004) dan melesat menjadi
US$ 9,6 (2005). Oleh sebab ini, Turki masuk 20
besar negara yang diminati investor asing. Hal ini
sesuai dengan Trilogi sukses pemerintahan Erdogan,
yaitu privatisasi, perbaikan makro ekonomi dan iklim
investasi. Sementara itu untuk 2006, International
Herald Tribune mencatat FDI ke Turki melesat
menjadi US$ 19,8 miliar dan pada 5 bulan pertama
2007 total FDI yang telah berhasil dibukukan adalah
US$ 11 miliar. Sementara itu Gross Domestic
Product (GDP) mencapai rata-rata 7% per tahun
sejak PM Erdogan berkuasa. Sedangkan GDP per
kapita meningkat dua kali lipat menjadi US$ 5.500.
Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung
Dengan Uni Eropa, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada), hlm. 28.
16
33
Erdogan menjanjikan angka ini diupayakan naik lagi
menjadi US$ 10.000 per kapita pada lima tahun
kedua periode kekuasaannya.17
Pipa Baku-Tbilisi-Ceyhan (BTC) mencatat
peristiwa historis dengan pengiriman pertama kargo
minyak mentahnya ke pasar dunia. Chevron memiliki
8,9 % interest di 1.094-mil (1.762-km) pipa yang
melintasi Azerbaijan, Georgia dan Turki dan
memegang 10,3% working interest di Azerbaijan
International Operating Company (AIOC) yang
memproduksi dan membangun lapangan ACG. Pipa
senilai $ 4,5 miliar ini memiliki kapasitas 1 juta
barrel per hari dan diharapkan mengakomodasi
mayoritas produksi AIOC.18
Turkish Business Roundtable (TUSIAD)
memberikan analisa tentang kemajuan Turki dalam
membina “demokrasi yang lebih mendalam, struktur
sosial yang lebih stabil, dan ekonomi yang lebih
kuat”. Laporan yang menggaris-bawahi reformasi
yang ingin dilihat agar terserap ke dalam masyarakat
Turki sambil memberikan peta bagi kemajuan
berkesinambungan ke arah penerimaan. Laporan
34
17
Sumber dari http://www.detiknews.com.
18
Sumber dari http://www.migas-indonesia.com.
TUSIAD menyorot sistem parlementer, administrasi
publik, HAM dan pengadilan sebagai area fokus
kunci untuk mengembangkan sistem demokrasi di
Turki. Mengenai struktur sosial, penekanan
diletakkan pada pendidikan, efisiensi pasar tenaga
kerja, kesetaraan gender dan perkembangan regional.
Akhirnya, laporan tersebut mengatakan bahwa
ekonomi bisa diperkuat melalui pertumbuhan yang
terus-menerus, kompetisi, prosedur investasi,
menaklukkan ekonomi informal dan privatisasi.19
Di bawah kepemimpinan Erdogan dan AKP,
Turki menjadi salah satu negara yang berkembang
pesat dari sektor ekonomi. Berbagai bentuk
kerjasama dilakukan guna menstabilkan kondisi
ekonomi dan politiknya. Arah ekonomi Turki mulai
melebar hingga Cina, Jepang, dan Indonesia.20Lebih
dari itu, walaupun banyak menimbulkan kontroversi
di dunia internasional, Turki semakin mendekatkan
diri dengan Iran. Tidak hanya itu saja, Erdogan
menyokong hak Iran untuk memiliki teknologi nuklir
sipil dan menganggap perluasan kerjasama dengan
19
Asmawita Fithri, op.cit, hlm. 30.
Bulent Aras, Kenan Dagci and M. Eve Caman, Tukey’s
New Activism in Asia, Alternatives Journal, Vol. 8 Summer 2009,
hlm. 28.
20
35
Teheran sebagai prioritas utama Ankara.21 Turki dan
Rusia juga sepakat untuk berusaha melipat-tigakan
perdagangan bilateral hingga bernilai 100 miliar
dolar dalam lima tahun mendatang. Kedua pemimpin
negara tersebut mengumumkan penandatangan
kesepakatan kerjasama itu, termasuk pembangunan
instalasi pembangkit tenaga nuklir pertama Turki di
dekat pantai Mediterania.22 Di titik ini, Turki benarbenar telah membangun citra dan identitasnya
sebagai negara berkembang yang terbuka dengan
perdagangan bebas yang mutualistik. Turki tidak lagi
membatasi dan menggantungkan dirinya pada
ekonomi negara-negara Barat.
Perkembangan kemajuan ekonomi ini
merupakan puncak keberhasilan Erdogan setelah
berhasil berkuasa di Turki. Gross Domestic Product
(GDP) Turki hanya senilai 230 milyar dolar pada
tahun 2002, dan diakhir 2008 ini mencapai 742
milyar dolar. Selain itu total ekspor Turki dari 32
milyar dolar, kini sudah mencapai 132 milyar dolar.
Sanksi Tidak Mempan, Turki-Iran Makin Mesra,
http://indonesian.irib.ir, akses pada 19 Februari 2017, pukul
17:43.
21
Rusia, Turki Sepakati Kerjasama Perdagangan dan PLTN,
http://www.voanews.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul
17:44.
22
36
Pemerintah Turki yang dipimpin Erdogan juga
berhasil menekan inflasi, yang sebelumnya inflasi
mencapai 30 persen, kini hanya tinggal 5.7 persen.
Inilah rekor yang paling gemilang dari pemerintah
Turki, yang selama ini selalu dipojokkan oleh
kalangan sekuler, di mana kelompok-kelompok
sekuler sebelumnya belum pernah mencapai
kemajuan dibidang ekonomi. Bahkan pemerintahan
sebelumnya nyaris ambruk dan mengalami
kekacauan dibidang ekonomi dengan tingkat inflasi
mencapai lebih dari 100 persen.23
Erdogan
menyatakan
bahwa
Turki
mempunyai peluang menjadi kekuatan ekonomi
global. Dengan terus membaiknya ekonomi Turki,
dan usahanya menjadi anggota Uni Eropa, akan
memberikan peluang yang sangat besar bagi Turki
untuk menjadi negara yang akan memiliki peranan
global di masa mendatang. Lebih lanjut Erdogan juga
membangun optimisme bahwa Turki akan menjadi
sepuluh negara terkemuka di dunia di bidang
ekonomi di tahun 2023 nanti.24
23 Erdogan : Ekonomi Turki Terbesar Keenam di Eropa,
http://www.eramuslim.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul
17:44.
24
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 76.
37
Pada kenyataannya politik luar negeri Turki
saat ini memang lebih banyak melakukan aktivitas di
berbagai belahan dunia jika dibandingkan dengan
pemerintahan
sebelumnya.
Turki
berusaha
menegakkan perdamaian, stabilitas dan keamanan di
Timur Tengah, lebih mengintegrasikan Balkan
dengan komunitas Euro-Atlantik, memperkuat
demokrasi dan resolusi konflik di Kaukasus dan Asia
Tengah, berkontribusi pada peningkatan pasokan
energi dan keamanan Eropa, serta membantu
memperkuat stabilitas keamanan di Afghanistan dan
Asia Selatan.25
Perkembangan yang dicapai Turki saat ini
memang sangat mengesankan. Turki merupakan satusatunya negara yang secara bersamaan menjadi
anggota G-20, NATO dan OKI. Turki juga
merupakan anggota honorer Dewan Keamanan PBB.
Dilihat dari segi ekonomi, Turki menempati urutan
ke 17 negara dengan kekuatan ekonomi tersebar di
dunia dan keenam di Eropa.26 Dengan kesadaran
akan pencapaian-pencapaian ini, Turki menggerakan
kebijakan-kebijakan
luar
negerinya
secara
Emiliano Alessandri, The New Turkish Foreign Policy and
The Future of Turkey-EU Relations, Instituto Affari Internazionali Documenti IAI, Februari 2010, hlm. 14.
25
26
38
Ahmed Davotuglu. op.cit., hlm. 15.
proporsional dan multi-arah. Pendekatan politik ke
segala arah ini di satu sisi merupakan sebuah
identitas dan cara berperilaku yang baru dari Turki.
Disisi lain, dapat juga dipahami sebagai sebuah usaha
terus-menerus dari pemerintahan Erdogan untuk
membangun sebuah pemaknaan yang baru atas Turki.
Pencapaian-pencapaian ini selaras dengan visi politik
luar negerinya, doktrin politik luar negeri zero
problems with neighbors mencita-citakan Turki
sebagai regional super power.27
Visi untuk menjadi sebuah negara yang
berpengaruh di kawasan menuntut Turki untuk
bersikap sangat hati-hati dalam menanggapi situasi
dan konflik yang terjadi di kawasan, khususnya
Timur Tengah. Pada tahun 2003, parlemen Turki
memilih untuk menentang rencana transitnya tentara
AS melalui Turki saat invasi militer ke Irak.
Ketiadaan legitimasi PBB membuat parlemen Turki
bersikeras bahwa Turki tidak boleh terlibat sama
sekali dalam intervensi militer tersebut. Posisi Turki
saat itu sangat dilematis mengingat disaat yang
bersamaan Turki sedang membangun hubungan dan
kesamaan-kesamaan nilai strategis dengan Barat,
khusunya Amerika Serikat. Sementara itu di sisi lain,
27
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 77.
39
Turki harus tetap memperhitungkan masalah identitas
dan hubungan yang sudah lama dibangun dengan
Irak, terlebih dalam kaitannya dengan Arabisme dan
suku Kurdi.28
C. Politik Dalam Negeri Turki
Turki
berawal
dari
sebuah
bentuk
kekhalifahan yang dikenal dengan Ottoman Empire.
Selama beberapa dekade Ottoman mencapai puncak
kekuasaan yang ditandai dengan penaklukan dan
perluasan wilayah. Akan tetapi sayangnya Ottoman
kemudian mengalami kemunduran. Oleh bangsa
Eropa, Kekhalifahan Utsmaniyah dijuluki sebagai
“The Sick Man” sebagai ejekan mereka akan tandatanda
kemunduruan
kekhalifahan.
Besarnya
gelombang ketidak-puasan menjadi latar belakang
munculnya pemberontakan. Puncaknya, pada tahun
1924, Kekhalifahan Utsmani runtuh.29
Berdirinya Republik Tuki menjadikan
sekularisme sebagai garis politik utama yang sama
28 Turkey's Position in the Iraq Operation: Bridge or Barrier?,
http://cns.miis.edu, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:46.
29
40
Atika Puspita Marzaman, op.cit, hlm. 61.
sekali tidak boleh diganggu-gugat. Sistem ini
kemudian disahkan dalam konstitusi 1982 pasal 2.
The Republic of Turkey is a democratic secular and
social State governed by the rule of law…30
Sekularisme bagi Mustafa Kemal31 merupakan
pilihan paling tepat untuk membawa Turki menjadi
lebih baik, sejajar dengan negara-negara Barat,
khususnya kawasan Eropa. Adapun politik luar
negeri Turki yang dijalankan Turki pada masa itu
adalah Peace at Home and Peace Abroad dengan
memprioritaskan Bangsa Barat sebagai patron
utamanya.32 Dari segi ekonomi Turki lebih
memprioritaskan kerjasama dengan negara-negara
Eropa. Walaupun sedikit mengalami kendala akibat
perselisihan politik dengan negara-negara Eropa,
Mustafa Kemal tetap menjadikan Eropa sebagai
kiblat ekonomi mereka, dengan melihat fakta bahwa
30 Hal ini sebagaimana tercantum dalam Konstitusi
Republik Turki 1982, Pasal 2.
31 Mustafa Kemal Pasha diberi julukan At-Taturk atau
Pendiri Turki. Penjelasan lebih lanjut mengenai Kesultanan
Usmani dan berdirinya Republik Turki dapat dilihat dalam Nuri
Eren, Turkey Today and Tommorow: An Experiment in Westernization,
(New York: Frederick A. Praeger, 1963), dan Erik J. Zurcher,
Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003).
Republic of Turkey Ministry of Fereign Affairs,
http://www.mfa.gov.tr, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:47.
32
41
Eropa sangat maju
kecanggihan teknologi.
dalam
perdagangan
dan
Sejalan dengan sektor ekonomi, Turki juga
menyandarkan sektor keamanan dan militernya pada
Barat. Turki menjadi salah satu negara non-Eropa
yang paling awal memperoleh aksesi sebagai anggota
NATO. Keikutsertaan Turki dalam NATO
merupakan wujud dari ambisi ideologi Mustafa
Kemal untuk memperoleh pengakuan identitas Turki
sebagai salah satu bagian dari Barat. Politik luar
negeri Turki kembali mengalami pergeseran dibawah
pemerintahan Recep Teyyip Erdogan. Nama Erdogan
mulai marak diperbincangkan di dunia internasional
sejak dirinya berhasil menjadi Perdana Menteri Turki
yang kemudian menerapkan beberapa kebijakankebijakan kontroversial. Pada pemerintahannya Turki
mencapai kemajuan yang pesat baik dari segi politik
maupun
ekonominya.
Erdogan
juga
telah
berulangkali memperoleh prestasi yang mengesankan
baik di dalam negeri maupun di dunia internasional.33
Erdogan dikenal sebagai pemimpin dengan
kepribadian yang tegas dan kharismatik. Sikapnya
yang tegas dengan lantang menolak invasi Israel ke
33
42
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 62.
Palestina cukup mencengangkan dunia internasional.
Sikap ini kemudian diikuti dengan pemutusan
hubungan diplomatik Turki dengan Israel. Selain itu
di bawah Erdogan, Turki diarahkan untuk lebih dekat
dengan negara-negara Islam sehingga tampaknya
hubungan Turki dengan bangsa Barat mulai
disampingkan. Hal inilah yang menyebabkan
banyaknya pendapat yang menyatakan saat ini Turki
mulai meninggalkan Barat.34
Dalam dunia politik, karir Erdogan cukup
cemerlang disebabkan dia sangat dekat dengan rakyat
jelata dan berani bersama-sama rakyat untuk bekerja.
Karena sifat dan kepemimpinanya itu, pada tahun
1994 Erdogan terpilih jadi Wali Kota Istanbul yang
merupakan sebuah kota bersejarah dan metropolitan
terbesar dengan penduduk sekitar sepuluh juta jiwa.
Sebuah jajak pendapat yang meliputi wilayah timur
hingga selatan Turki menyatakan bahwa 59,9%
responden memilih Erdogan sebagai pemimpin,
negarawan, serta politisi yang paling disukai.35
34
Ibid., hlm. 63.
35 Ramin Ahmadov, Counter Transformation in the Center and
Periphery to Turkish Society and the Rise of Justice and Development Party,
Alternatives Journal, Vol. 7. No. 2 & 3. Summer & Fall 2008, hlm.
16.
43
Selama menjadi walikota Istanbul ini,
Erdogan dikenal sebagai sosok yang sangat
menginginkan Islam menggantikan ideologi negara
yang sekular. Dalam satu kesempatan, Erdogan
mengatakan kepada seorang Barat yang berkunjung
ke Turki: “Pandangan agama kami sangat berbeda
dengan milik kalian di Barat. Bagi kalian, agama
hanya berada ditempat-tempat peribadatan. Bagi
kami, agama adalah jalan hidup. Saya tidak pernah
menghabiskan semenit pun tanpa Islam.”36 Di lain
waktu Erdogan mengecam PBB dan NATO dengan
mengatakan bahwa mereka hanyalah antek-antek
Amerika. Erdogan pun melawan keinginan
pemerintah yang ingin bergabung dengan Uni Eropa.
Pada pendukungnya, dia berkata bahwa demokrasi
sedang menuju akhir sejarahnya dan tidak perlu
untuk bergabung dengan Uni Eropa sebab Uni Eropa
sejatinya hanyalah uni/persatuan dari negara-negara
Kristen Katolik.37
Karena perlawanannya, Erdogan juga pernah
menghabiskan waktu di penjara pada tahun 1999
karena membacakan puisi bernuansa Islam yang
36 Tom Lastnit, Rejeb Tayyib Erdogan, (China: Chelsea
House Publisher’s, 2005), hlm.76.
37
44
Ibid., hlm. 77.
menurut jaksa telah menghina sistem sekuler Turki.38
Saat itu, Erdogan dianggap dapat mengguncangkan
bangunan sekularisme setelah ia membacakan puisi
yang dituding dapat menaikan militansi Islam. Dia
ditangkap, kemudian dihukum 10 bulan. Namun
karena perilakunya yang baik dan santun, pemerintah
mengurangi masa hukumannya, sehingga hanya
empat bulan. Setelah pembebasannya, Erdogan
kembali ke dunia politik namun dengan format baru
dan strategi yang lebih matang. Terjadi perubahan
pandangan politik yang sangat tajam ketika Erdogan
keluar dari penjara.39
Puisi itu berbunyi: Mesjid adalah barak kami/ kubah
adalah pelindung kepala kami/ menara adalah bayonet kami/ dan agama
adalah tentara kami. Puisi ini dikarang oleh Zyia Gokalp dan pada
awalnya dipakai sebagai inspirasi untuk tentara Attaturk.
38
39
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 64.
45
Gambar 2.1. Recep Tayyip Erdogan
Erdogan pasca-tahanan adalah Erdogan yang
jauh lebih moderat. Jika sebelumnya dia tidak suka
dengan demokrasi, pembenci sekularisme, dan antiUni Eropa. Setelah keluar dari penjara, Erdogan
menjadi pribadi yang berkompromi dengan
demokrasi dan sekularisme serta menjadi pro-Uni
46
Eropa.40 Ketika ditanya mengapa bisa berubah
pikiran, dia hanya menjawab, “dunia berubah,
begitupun dengan saya”. Puncak dari perubahan garis
politik itu adalah ketika mendirikan AKP pada 14
Agustus 2001. Kepopuleran Erdogan yang
ditimbulkan karena “kasus” penjara 4 bulan bagi
dirinya serta kemerosotan ekonomi dan politik pasca
ketidak-hadirannya, mendorong partai AKP menjadi
oposisi utama pemerintahan Bülent Ecevit. AKP
dikenal sebagai partai yang kebijakan yang
menyentuh langsung kepentingan rakyat. Hal ini
dilakukan Erdogan dan kawan-kawan tidak sebatas di
bibir saja, melainkan sungguh-sungguh dilakukan.
Erdogan dan para tokoh AKP tidak segan-segan
bahu-membahu bersama rakyat miskin menggugat
penguasa, dan memperlihatkan kepada rakyat Turki
bahwa mereka bersih dan tidak korup dengan benarbenar mencerminkannya di dalam kehidupan
keseharian mereka. AKP juga mencirikan dirinya
Dalam pidatonya pada pendukungnya, Erdogan
berkata: “Kami dulu anti-Eropa. Kini kami pro-Eropa.Begitupun mengenai
pencampuran agama dan politik. Islam adalah agama, demokrasi adalah
cara untuk memerintah. Anda tidak bisa memperbandingkan keduanya.
Kami hanya ingin meningkatkan kebahagiaan rakyat!”. Lebih lanjut soal
perubahan sikap dan garis politik ini dapat dibaca pada uraian Tom
Lastnit, Rejeb Tayyib Erdogan, (China: Chelsea House Publisher’s,
2005).
40
47
sebagai partai tengah yang akomodatif dengan garis
politik konservatif.41
AKP menyatakan dirinya sebagai partai
konservatif demokrat (conservative democracy)
dengan pembangunan ekonomi dan penstabilan
politik sebagai agenda utamanya. Hal ini dijelaskan
Erdogan sebagai berikut :42
This political party of which I am leader, AK
Party, represent a new political style and
understanding in Turkish political live. I
believe that this new approach, based on a
political identity I call “conservative
democrats” has a significant that goes beyond
the borders of Turkey. One observes that, like
in the case of socialism, liberalism, and
conservatism, all political movements are
going through a substantive process of
interaction with each other. We know witness
not a differentiation and polarization
ideologis with sharp and bold lines of division
41
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 65.
42 Recep Teyyip Erdogan, Conservative Democracy and the
Globalization of Freedom, dalam M. Sya’roni Rofii, Bulan Sabit di
Benua Biru : Redefenisi Identitas Politik dan Kepentingan Nasional Turki,
(Yogyakarta : Atavista Literacy, 2010), hlm. 108.
48
between them, but the formation of new
political
courses
accompanying
the
pervasiveness of different ideologis. We have
before us, therefore, a more celored and
multidimensional picture rather than a sharp
blach and white image. We in Turkey believe
that, based on this reality, it is important to
renew and strengthen politics and governance
through the understanding of conservative
democracy.
Dari penjelasan di atas tampak bahwa AKP
merupakan partai yang membawa warna baru dalam
perpolitikan Turki. Langkah yang ditempuh dalam
ideologi konservatif demokrat manjadi pilihan AKP
untuk membentuk sebuah aliran politik yang
moderat, yang dapat diterima oleh semua kalangan,
tidak hanya oleh masyarakat Turki namun juga
kepada dunia internasional.
Dalam pemilu November 2002, AKP keluar
sebagai pemenang dengan meraup 363 dari 550 kursi
yang tersedia di parlemen. Saat itu, sekitar 42 juta
orang berhak memberikan suara pada pemilu dimana
14 partai berusaha memenangkan kursi pada
49
parlemen yang beranggotakan 550 orang.43 Namun
sayangnya, jalan Erdogan untuk menduduki kursi
Perdana Menteri masih terkendala oleh konstitusi
akibat masa lalunya yang pernah menjadi seorang
narapidana. Oleh karena itu diangkatlah Abdullah
Gul, yang juga merupakan kader cemerlang AKP,
sebagai Perdana Menteri saat itu.44
Pada 22 Juli 2007, Turki menyelenggarakan
pemilu yang ke-16 untuk memilih Presiden Republik
Turki ke-11. Saat itu, Presiden Turki adalah Ahmet
Necdet Sezer yang berasal dari kubu sekuler. Partai
Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berbasis
Islam pimpinan Erdogan memenangkan Pemilu 2007.
Hasil penghitungan suara menunjukkan AKP meraih
46,7 persen suara (340 dari 550 kursi parlemen),
disusul Partai Rakyat Republik (CHP) yang berbasis
sekuler 20,9 persen (113 kursi), kemudian Partai Aksi
Nasionalis (MHP) yang berbasis nasionalis sekuler
14,3 persen (70 kursi), dan kubu independent 5,1
persen (27 kursi). Kemenangan sayap Islam ini
mengejutkan negara yang berpenduduk 98 persen
muslim ini. Dengan demikian maka lengkap sudah
43Turkish
General Election, 2002, Wikipedia, the Free
Enciclopedia, http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017,
pukul 17:53.
44
50
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 67.
dominasi partai Islam itu di dalam sistem politik
Turki, setelah Perdana Menteri, Ketua Parlemen,
Wali Kota sampai presiden dipegang oleh kader
AKP.45
Kenyataan ini tentunya tidak menyenangkan
bagi kaum sekuler. Bagi mereka Erdogan dan AKP
merupakan ancaman bagi nilai-nilai sekularisme
negara. Dengan sekuat tenaga mereka tetap berupaya
menghalangi Erdogan agar tidak mencapai kursi
Perdana Menteri. Tetapi Erdogan tidak kehilangan
akal. AKP dengan cepat mendukung amandemen
konstitusi yang membuka jalan baginya untuk jadi
Perdana Menteri, dan usaha itu berhasil. Erdogan
akhirnya menjadi Perdana Menteri setelah AKP
memenangkan pemilu tahun 2007.
Turki merupakan salah satu negara yang
menganut sistem parlementer. Kebijakan legislatif
dipegang oleh parlemen sementara eksekutifnya
dikendalikan oleh dewan menteri. Keberhasilan AKP
dalam pemilihan umum 2007 membuka peluangnya
untuk mengendalikan pemerintahan. Jumlah kursi
yang diperoleh AKP dalam parlemen menentukan
Turkish General Election, 2007, Wikipedia, the Free
Enciclopedia, http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017,
pukul 17:53.
45
51
pemilihan presiden yang juga memilih Perdana
Menteri. Akibatnya, kekuasaan dalam pemerintahan
Turki dikuasai oleh AKP baik legislatif maupun
eksekutifnya. Kekuasaan AKP dalam pemerintahan
Turki terlihat sangat jelas dalam pengambilan setiap
kebijakan. Besarnya dominasi AKP dalam
pemerinatahan Turki tentunya menjadikan padangan
dan ideologi partai ini sebagai pengaruh yang
signifikan dalam perumusan setiap kebijakan Turki.46
Pada
tahun
2011,
AKP
kembali
memenangkan pemilu dengan memperoleh suara
49,83%, yang diikuti oleh CHP sebesar 25,98% dan
MHP sebesar 13,01%.47 Saat itu, lebih dari 50 juta
penduduk Turki, sekitar dua per tiga dari populasi
Turki yang berjumlah 73 juta mengikuti pemilu.
Akan tetapi sayangnya AKP hanya mampu
memperoleh 327 kursi di parlemen di mana jumlah
ini menurun 14 angka dari pemilu tahun 2007.
Kegagalan AKP untuk memperoleh dua per tiga
mayoritas suara, yaitu paling kurang 330 kursi ini,
berarti bahwa AKP tidak dapat menetapkan
amandemen konstitusi yang baru tanpa melalui
46
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 68.
47Turkish General Election, 2011”Wikipedia, the Free
Enciclopedia, http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017,
pukul 17:55.
52
konsultasi dengan partai oposisi. Sementara itu, CHP
memenangkan 135 kursi, 23 kursi lebih besar dari
pada pemilu sebelumnya, dan MHP 54 kursi, 17 lebih
rendah dari pemilu sebelumnya.48
D. Politik Luar Negeri Turki
Adapun tujuan kebijakan luar negeri Turki
dalam pemerintahan Erdogan adalah untuk mencapai
integrasi maksimal dan kerjasama penuh dengan
semua negara tetangga. Tujuan tersebut disandarkan
pada empat instrumen utama, yaitu:49
1. Keutuhan keamanan. Keamanan bukanlah zero
sum game dimana keselamatan negara A bisa
tercapai dengan mengorbankan kesejahteraan
negara B.
2. Dialog. Semua masalah yang terkait dengan
interaksi Turki dalam dunia intenasional harus
dapat diselesaikan melalui proses diplomasi dan
interaksi politik.
Turkey Ruling Party Wins Election With Reduced Majority,
http://www.bbc.co.uk, akses pada 19 Februari 2017, pukul 17:55.
48
Ahmed Davotoglu, Turkish Foreign Policy and The EU in
2010, Turkish Policy Quarterly, Volume 8 Number 3, Fall 2009,
hlm.13.
49
53
3. Saling ketergantungan ekonomi. Turki akan
memperkuat sektor ekonominya sehingga akan
tercipta saling ketergantungan dengan negaranegara yang menjadi mitranya. Hal ini sangat
penting untuk mencapai dan menjamin
perdamaian yang berkelanjutan.
4. Harmoni budaya dan saling menghormati.
Dengan didasarkan pada empat instrumen
diatas, misi utama politik luar negeri Turki saat ini
adalah untuk membangun dan memperkuat
perdamaian, stabilitas dan keamanan. Berikut ini
adalah beberapa sektor penting dalam kepentingan
nasional Turki yang menjadi landasan dalam politik
luar negerinya :50
1. Dalam bidang politik, Turki mengupayakan
untuk menerapkan sistem demokrasi yang akan
membawa pada kestabilan politik baik di dalam
maupun di luar negeri. Turki juga berupaya
memperluas jaringan dan membangun kerjasama
dengan berbagai negara. Hal ini akan berdampak
pada posisi tawar Turki dalam politik
internasional.
50
54
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 70.
2. Turki memiliki jumlah penduduk sebanyak 77
juta jiwa dan 97,2% diantaranya adalah muslim.
Sementara pendapatan perkapita Turki hanya
$10,206 pada tahun 2010.51 Hal ini menjadikan
Turki
untuk
lebih
mendorong
sektor
perekonomian terutama dalam hal perdagangan,
energi dan industri. Selain itu dengan jumlah
penduduk yang besar, Turki memiliki angkatan
kerja yang besar pula. Hal ini mendorong Turki
untuk membuka lebih banyak lapangan kerja
dengan lebih aktif mendorong investasi luar
negeri. Investasi asing sangat didambakan pada
sektor pertanian yang sangat ketinggalan. Di
samping itu, invesatsi asing juga dibutuhkan
dalam bidang infrastruktur dan lingkungan. Hal
ini juga dilakukan untuk meminimalkan jumlah
imigran atau para pencari kerja illegal yang
menjadi masalah dalam hubungan luar negeri
Turki dengan beberapa negara Eropa.
3. Dalam hal teknologi, Turki masih ketinggalan
dengan beberapa negara maju, termasuk Jepang,
Amerika Serikat, dan Rusia. Oleh Karena itu,
hubungan kerjasama dengan beberapa negara
51 Address Based Population Registration System Results of 2010,
Turkish Statistical Institute, Prime Minister Republic of Turkey,
No. 19. January 28, 2010. General Directorate Of Population And
Citizenship Affairs.
55
guna peningkatan dan kemajuan teknologi sangat
diupayakan.
Berdasarkan kepentingan nasional di atas,
Turki kemudian merumuskan politik luar negeri-nya
dalam kebijakan multi arah dan multi dimensi.52 Hal
ini menjadi dasar Turki dalam memperluas jaringan
kerjasama ke berbagai negara di dunia. Adapun
dalam pengambilan kebijakannya, AKP berhasil
melakukan banyak perubahan dan perkembangan
baik dalam politik maupun ekonomi Turki. Kebijakan
multi dimensi yang diambil oleh pemerintahan Turki
juga merupakan wujud dari visi AKP. Dengan
memprioritaskan pada pembangunan ekonomi dan
penegakan demokrasi, AKP memperluas jaringan
kerjasamanya ke seluruh belahan dunia. AKP juga
tetap memprioritaskan proses keanggotaan Turki
dalam Uni Eropa. Amandemen konstitusi, perubahan
sistem peradilan serta stimulasi perkembangan
ekonomi dilakukan demi memenuhi standar
keanggotaan Uni Eropa. Namun terkait dengan hal
itu, AKP juga menegaskan bahwa hubungan Turki
Emiliano Alessandri, The New Turkish Foreign Policy and
The Future of Turkey-EU Relations, Instituto Affari
Internazionali,Documenti IAI. Februari 2010, hlm. 8.
52
56
dengan Uni Eropa, Bank Dunia, IMF dan lembaga
internasional lainnya harus dijaga sepanjang garis
persyaratan ekonomi dan kepentingan nasional
Turki.53
AKP juga dilihat sebagai partai yang sangat
dekat dengan Islam walaupun Erdogan sebagai
pemimpin AKP menyatakan bahwa partai tersebut
bukan merupakan partai politik dengan poros
keagamaan. Seperti yang disebutkan Carolyn Fleuhr
Lobban, bahwa mereka, elit AKP, menolak dicap
sebagai Islamis dan tidak mengedepankan isu
penerapan syariat sebagai hukum negara, akan tetapi
mereka mencitrakan diri sebagai partai Muslim
moderat.54Hal ini semata-mata dilakukan AKP untuk
menciptakan komunikasi yang lebih baik dengan
kubu sekuler sebagai penjaga ideologi sekuler.
Pada kenyatannya tidak dapat dipungkiri
bahwa AKP begitu dekat dengan Islam. Kebijakankebijakan yang banyak diambil oleh pemerintahan
saat ini tampak lebih mendekatkan Turki dengan
Party Programme, http://eng.akparti.org.tr, akses pada
19 Februari 2017, pukul 17:57.
53
Rofii, M. Sya’roni, Bulan Sabit di Benua Biru : Redefenisi
Identitas Politik dan Kepentingan Nasional Turki, (Yogyakarta : Atavista
Literacy, 2010), hlm. 107.
54
57
Islam. Salah satunya adalah dengan menghapus
larangan penggunaan jilbab di seluruh perguruan
tinggi.
Pemerintah
juga
akan
berupaya
menghidupkan kembali pelajaran bahasa Arab di
sekolah-sekolah. Pengajaran bahasa Arab akan
diterapkan pada sekolah tingkat menengah sebagai
mata pelajaran pilihan dalam kurikulum, selain
pelajaran bahasa Inggris, Perancis, dan Jerman. Hal
ini merupakan suatu langkah untuk menghidupkan
kembali nilai-nilai Islam dalam masyarakat yang
selama ini terdiskriminasi oleh kelompok sekuler
dalam pemerintahan.55
Kebijakan luar negeri AKP di bawah
komando Perdana Menteri Erdogan dan menteri luar
negeri, Ahmet Davutoglu, dirumuskan ke dalam
“strategic depth” dan “zero-problems with
neighbors”. Argumen utama Davutoglu adalah
bahwa Turki merupakan kekuatan besar yang telah
mengabaikan hubungan bersejarah dan hubungan
diplomatik, ekonomi, dan politik dengan Timur
Tengah, Afrika Utara, Balkan, dan Eurasia, sejak era
Ottoman. Sejak Turki menemukan new-selfconfidence, aktivitasnya sebagian besar diprioritaskan
di kawasan yang dulunya menjadi wilayah Ottoman.
55
58
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 72.
Terkait hal tersebut kebijakan luar negeri AKP
kadang-kadang disebut sebagai neo-Ottomanism.
Neo-Ottomanism adalah sebuah konsep yang
mendefinisikan tidak hanya kebijakan luar negeri
tetapi juga tren domestik baru di Turki. Pendapat lain
juga mengatakan bahwa Neo Ottomanism adalah
perubahan paradigma yang mengubah Turki menjadi
model yang menarik untuk reformis Arab.56
Dalam konsep strategic depth, Davotoglu
menggambarkan Turki sebagai kekuatan baru dalam
regionalnya. Strategi dalam politik luar negeri Turki
ini mencoba mengintegrasikan modalitas yang
dimiliki Turki baik secara historis maupun
geografis.Lebih lanjut hal ini dijelaskan oleh
Alexander Murinson.57
Davotoglu’s concept of “strategic depth” is
composed of four broad denominators.
Geographical depth is derived from Turkey’s
geographical location with equal access to
56 Nathalie Tocci, dkk. Turkey and The Arab Spring,
Implications for Tuskish Foreign Policy from Transatlantic Perpective,
Mediterranean Paper Series 2011,Oktober 2012, hlm. 9.
57 Alexander Murinson, Turkish Foreign Policy in the TwentyFirst Century, Mideast Security and Policy Studies, No. 97, The
Begin-Sadat Center for Strategic Studies Bar-Ilan University, Israel,
September 2012.
59
the Balkans, Middle East, Central Asia, and
Russia. Historical depth relates to the
common Ottoman history of the region, which
places Turkey, as the Ottoman successor
state, in a unique position to exploit such a
position as a means of diplomacy. Geocultural influence relates to the present-day
cultural commonalities with the post-Ottoman
world that arises from this common heritage.
Geo-economic importance relates to Turkey’s
central position as a transit country for
Europe’s energy supplies. This geo-economic
importance is complemented by the potential
of the growing Turkish export market for not
only Europe and the US, but for Russia as
well.
Sejak mengambil alih kekuasaan, pemerintah
AKP telah menjalankan strategi neo-Ottoman dan
telah mengambil pendekatan yang lebih aktif
terhadap Timur Tengah, Balkan, dan Uni Eropa.
Turki juga mengambil posisi yang kuat dalam
penyelesaian konflik Israel-Palestina, telah mengirim
tentara untuk misi NATO di Afghanistan, telah
memberikan kontribusi terhadap pasukan PBB di
Lebanon, telah mengambil posisi kepemimpinan
60
dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), telah
mengikuti beberapa konferensi Liga Arab, telah
membentuk hubungan yang lebih erat dengan Iran,
Irak, dan Suriah, telah meningkatkan hubungan
ekonomi, politik, dan diplomatik dengan negaranegara Arab dan Muslim, tetapi juga tetap terlibat
dalam negosiasi aksesi dengan Uni Eropa dan telah
diterima menjadi tuan rumah NATO untuk rudal
terbaru dalam sistem pertahanan. Dengan kata lain,
neo-Ottoman AKP pada kenyataannya telah
melahirkan kebijakan dan aktivitas luar negeri yang
beragam.58
58
Ibid.
61
BAB III
RENTETAN ARAB SPRING
Fenomena Arab Spring59 telah menarik
banyak perhatian dunia. Krisis politik yang bergulir
di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika Utara
secara langsung telah menuntut keterlibatan pihak
internasional baik dalam konteks negara maupun
organisasi internasional. Berawal dari aksi protes dan
unjuk rasa di Tunisia menimbulkan efek domino
yang kuat dengan aksi protes yang terjadi di Mesir,
Libya hingga saat ini di Suriah.60 Secara garis besar
aksi protes di sejumlah negara Arab mempunyai pola
dan motivasi yang sama. Masyarakat yang tergabung
dalam aksi protes menginginkan demokratisasi dalam
pemerintahan yang dianggap otoriter, korup dan tidak
Arab Spring yang pada kenyataannya terjadi pada
pertengahan musim dingin telah menjadi frase yang digunakan
untuk menggambarkan pergolakan politik di beberapa negara
kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
59
60
62
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 27.
memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Mobilisasi
masyarakat dari berbagai kelas sosial secara langsung
telah memberikan legitimasi sosial yang hilang dari
rezim berkuasa yang dianggap represif. Aksi protes
ini
kemudian
semakin
menjadi
perhatian
internasional ketika dalam waktu cepat bergulir di
beberapa negara Arab dan pada akhirnya mampu
menggulingkan pemerintahan yang berkuasa.61
Awal mula protes terjadi di Tunisia pada akhir
Desember 2010 ketika salah seorang pedagang buah
melakukan aksi bakar diri yang kemudian diikuti
unjuk rasa massa.62 Poin utama tuntutan tersebut
terkait tindakan brutal penegak keamanan dan
korupsi akut yang melanda pemerintahan Tunisia.
Beberapa minggu setelah unjuk rasa dilakukan,
Presiden Zine al-Abidine Ben Ali melarikan diri
keluar dari Tunisia. Demonstran menganggap ini
sebuah kemenangan dengan berhasil menurunkan
Ben Ali dari jabatannya sebagai presiden Tunisia
yang kemudian mengangkat mantan perdana menteri
Mohhammed Gannouchi
sebagai
pengendali
61
Ibid.
Witnesses Report Rioting in Tunisian Town,
http://www.reuters.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul
19:19.
62
63
pemerintahan hingga pemilihan umum berhasil
diselenggarakan.63
Keberhasilan pelengseran rezim penguasa di
Tunisia menjadi momentum dimulainya perguliran
krisis politik di negara-negara tetangganya di Timur
Tengah. Tunisia telah membangkitkan semangat
masyarakat di negara lain yang mengharapkan hal
yang sama. Di Yordania, 5000 orang turun ke jalan
untuk memprotes kebijakan pemerintah yang
menaikkan harga minyak dan pajak. Dalam kurun
waktu yang sama 42 orang di Algeria terluka saat
melakukan
aksi
protes
menentang
rezim
64
pemerintah. Sama halnya dengan di Tunisia aksi
protes mendapat hasil positif. Raja Abdullah di
Yordania dan Presiden Algeria Abdalaziz Bouteflika
berhasil ditekan untuk membentuk kabinet baru.65
Gelombang protes yang sangat besar
selanjutnya terjadi di Mesir. Pada tanggal 25 Januari
Zine al-Abidine Ben Ali forced to flee Tunisia as protesters
claim victory, http://www.guardian.co.uk, akses pada 19 Februari
2017, pukul 19:19.
63
64 Timeline Arab Spring, A brief summary of key events up until
December 23, 2011, http://www.pcr.uu.se, akses pada 19 Februari
2017, pukul 19:20.
65
64
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 28.
2011 yang dikenal dengan ‘the day of rage’, berpusat
di lapangan Tahrir, Kairo, ribuan massa berunjuk rasa
sebagai aksi protes terhadap kebijakan pemerintahan
Hosni Mubarak.66 Mereka menuntut adanya
demokrasi dan transparansi dalam pemerintahan serta
diturunkannya Mubarak dari kursi kepresidenan yang
telah berkuasa sejak tahun 1981. Pemberontakan
yang berawal dari perkumpulan di media sosial ini
berhasil mengumpulkan massa puluhan ribu yang
mendirikan kemah di lapangan Tahrir. Dalam banyak
sumber disebutkan bahwa demonstran yang menuntut
demokratisasi
ini
terkait
dengan
jaringan
internasional Muslim Brotherhood atau Ikhwanul
Muslimin.67
Tindakan Mubarak yang mengerahkan
pasukan militer untuk menghadapi demonstran
mendapat kecaman dari dunia internasional. Pada 11
Februari 2011 Hosni Mubarak mengumumkan
melepaskaskan jabatan sebagai presiden Mesir
sekaligus sebagai pemegang kendali kekuatan militer
Mesir. Mubarak harus pula menjalani proses
pengadilan internasional atas kejahatan kemanusiaan
Timeline Arab Spring, A brief summary of key events up until
December 23, 2011, http://www.pcr.uu.se, akses pada 19 Februari
2017, pukul 19:20.
66
67
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 29.
65
yang dilakukan kepada rakyat Mesir. Pengunduran
diri Mubarak ini dirayakan secara besar-besaran oleh
masyarakat Mesir yang juga mendapat respon positif
dari sejumlah negara.68
Tidak berhenti hanya di Mesir, aksi protes
bergulir ke Yaman pada 27 Januari 2011. 16.000
demonstran di Yaman menuntut pengunduran diri
Presiden Ali Abdullah Saleh. Selanjutnya protes juga
terjadi di Bahrain yang menuntut tingginya tingkat
korupsi, pengangguran dan sistem monarki yang
masih dipertahankan di Bahrain. Satu bulan
setelahnya
tuntutan
untuk
mengamandemen
konstitusi dan pemberantasan korupsi terjadi di
Maroko.
Pada
dasarnya
demonstran
tidak
menginginkan untuk menghapuskan sistem monarki
hanya saja mereka menginginkan demokrasi yang
lebih berimbang. Karena berakhir dengan kericuhan
lima orang menjadi korban di Rabat.69
Hingga saat ini proses rekonsiliasi dan
perbaikan sistem politik terjadi di negara-negara
pacsa reformasi. Mesir dan Tunisia merupakan dua
negara yang saat ini masih berada dalam proses
66
68
Ibid.
69
Ibid.
pembenahan setelah transisi pemerintahan. Tunisia
telah berhasil menyelenggarakan Constituent
Assembly Election pada 23 Oktober 2011. Pemilihan
ini memberikan suara bagi Ennahda Party sebesar
37%. Sementara itu, Mesir telah mengadakan
pemilihan umum dan membentuk sistem pemeritahan
baru. Pemilihan umum berhasil dimenangkan oleh
Mohammed Mursi dengan perolehan 51,73% suara.70
Keberhasilan aksi protes, terutama di Tunisia
dan Mesir, semakin menjadi trigger aksi protes di
beberapa negara Arab lainnya. Krisis politik di
negara Arab menjadi semakin rumit ketika di Libya
dan Suriah juga terjadi protes besar-besaran yang
menuntut turunnya pemerintahan yang berkuasa. Di
Suriah masih berlangsung ketegangan antara pihak
oposisi dengan rezim Bashar Al-Assad. Sementara di
Libya, aksi protes secara masif juga dilakukan untuk
menjatuhkan rezim Moammar Qaddafi. Konflik yang
semakin meluas ini pada akhirnya mengundang
reaksi internasional untuk melakukan intervensi.71
Bergulirnya arus protes dan tuntutan
demokratisasi ini tidak hanya mengubah peta
70 Muslim Brotherhood's Mursi declared Egypt President,
http://www.bbc.co.uk, akses pada 19 Februari 2017, pukul 19:22.
71
Atika Puspita Marzaman, op.cit., hlm. 30.
67
kekuasaan pada negara-negara di atas, namun juga
membawa sebuah wajah baru atas identitas negaranegara Arab yang selama ini masih bertahan dengan
model aristokrat otoritariannya. Dalam kasus Libya,
turunnya rezim Qaddafi membawa dampak besar
karena sudah melibatkan masyarakat internasional
dalam penanganan konflik intra-state yang terjadi di
Libya.72
Krisis terbaru dan yang masih berlangsung
kini adalah krisis politik di Suriah. Gejolak yang
diakibatkan oleh konflik Suriah mengancam
stabilitas politik di kawasan. Kondisi geopolitik
yang berubah dapat dipandang sebagai peluang
sekaligus tantangan. Sebagai peluang, negaranegara “Arab Spring”, terutama Suriah, dapat
dijadikan arena persaingan pengaruh oleh negaranegara kuat di Timur Tengah. Turki tidak ingin
melewatkan perubahan status quo ini sebagai
kesempatan ini untuk semakin menanamkan
pengaruhnya di kawasan. Sebagai tantangan sudah
jelas bahwa perubahan dan persaingan yang ada akan
memunculkan konflik kepentingan di antara aktoraktor di kawasan. Hal ini bisa menjadi ganjalan serius
bagi Turki dalam menjaga hubungan dengan negara72
68
Ibid., hlm.31
negara yang berseberangan.73 Persaingan
yang
diprediksi terjadi adalah persaingan klasik antara
Arab Saudi dan Iran yang melibatkan dikotomi
Sunni-Syiah. Konflik Suriah memang terjadi di
antara oposisi yang mayoritas Sunni melawan
rezim Assad yang merupakan sekte Syiah
Alawiyah.74
Sebagai negara Sunni, sangat masuk akal
apabila Turki berpihak pada kekuatan Sunni lain.
Namun, hubungan baik dengan Iran membuat Turki
harus memperhitungkan dengan cermat reaksi yang
akan diambil. Posisi Turki selalu sulit dalam
pertarungan kepentingan di kawasan. Hal ini
disebabkan oleh doktrin “zero problem with
neighbors” yang diterapkan Turki. Doktrin ini
membuat
Turki
selalu
berupaya
menjaga
hubungan
baik
dengan
negara-negara
di
sekitarnya. Doktrin ini juga sesuai dengan
karakter Turki sebagai negara kekuatan menengah
(middle power) yang mengutamakan pendekatan
Lilik Prasaja, Reaksi Turki terhadap Konflik Suriah,
Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada), hlm. 10.
73
Calleya S., M. Wohlfeld (ed), Change and Opportunities in
the Emerging Mediterranean, (Malta, University of Malta, 2012), hlm.
370-371.
74
69
bersahabat melalui diplomasi berbasis soft power.
Segala perbedaan kepentingan, persaingan pengaruh
dan ketegangan geopolitik akan merusak stabilitas
politik di Timur Tengah. Instabilitas sangat
dihindari Turki karena mengancam (jeopardize)
tujuan-tujuan luar negerinya yang dibangun atas
fondasi diplomasi soft power. Instabilitas jelas
berpotensi mengusik ambisi Turki di Timur Tengah
yang berbasis kerjasama ekonomi dan perdagangan.75
75
70
Lilik Prasaja, op.cit., hlm. 11.
BAB IV
UPAYA TURKI GABUNG DENGAN UNI
EROPA
A. Proses Masuknya Turki ke Uni Eropa
Turki memiliki kerjasama bilateral dan
multilateral dengan negara-negara Uni Eropa, baik
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan
lain-lain. Hal ini mempengaruhi kelancaran politik
luar negeri Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Turki merupakan sebuah republik konstitusional yang
demokratis, sekular, dan bersatu. Sistem politiknya
didirikan pada tahun 1923 di bawah pimpinan
Mustafa Kemal Atatürk setelah kejatuhan Kerajaan
Ottoman, akibat Perang Dunia I. Sejak itu, Turki
telah berangsur-angsur bergabung dengan Barat
sementara di saat yang sama menjalin hubungan
dengan dunia Timur. Turki merupakan salah satu
anggota pendiri PBB, Organisasi Konferensi Islam
(OKI), Organisation for Economic Co-operation and
Development (OECD), dan Organization for Security
and Co-operation in Europe (OSCE), serta negara
anggota Dewan Eropa sejak tahun 1949, dan NATO
71
sejak tahun 1952. Turki juga merupakan anggota
negara industri G20 yang mempertemukan 20 buah
ekonomi yang terbesar di dunia.76
Usaha yang dilakukan Turki untuk bergabung
dengan Uni Eropa yaitu dengan menjalin kerjasama
ekonomi. Turki merupakan satu-satunya negara
selain Uni Eropa yang bergabung untuk membentuk
Customs Uniondengan Uni Eropa pada tahun 1996.
Hubungan kerjasama ekonomi ini sudah berlangsung
sejak tahun 1959 yaitu pada saat dilakukannya
kerjasama ekonomi dibawah EEC (European
Economic Community), kemudian pada tanggal 12
September 1963 lahirlah kesepakatan Perjanjian
Ankara yang berisikan tentang peraturan-peraturan
kerjasama antara Turki dan Uni Eropa. Kerjasama
Turki dengan Uni Eropa yang sudah terlihat dari
tahun 1995 sampai saat ini yaitu Turki telah
menetapkan peraturan Customs Union. Penetapan
peraturan tersebut membuka peluang bagi Turki
untuk menjalin kerjasama ekonomi dan membina
hubungan yang erat dengan Uni Eropa serta
mendekatkan diri dengan Uni Eropa, terutama
menarik investor asing untuk menanamkan modalnya
Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung
Dengan Uni Eropa, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada), hlm. 21.
76
72
di Turki. Setelah kerjasama ini berlangsung,
perekonomian di negara Turki semakin meningkat
dari sebelumnya.77
Diplomasi ekonomi Turki untuk bergabung
dengan Customs Union merupakan salah satu cara
Turki untuk mendekatkan hubungan kerjasama
ekonomi dengan Uni Eropa setelah usaha-usaha yang
dilakukan Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa
sempat mengalami hambatan-hambatan. Turki
mengajukan proposal pertama kali pada tahun 1987
untuk bergabung dengan Uni Eropa, kemudian
proposal ini tidak berjalan lancar seperti yang
dilakukan oleh anggota-anggota Uni Eropa lainnya
karena masih terjadinya konflik dalam negeri Turki
sehingga menyulitkan Uni Eropa untuk menerima
Turki menjadi anggotanya. Sebenarnya ada beberapa
keuntungan yang akan diperoleh Uni Eropa jika
menerima Turki menjadi bagian dari anggotanya,
karena letak strategis dan geografis Turki ini dapat
dimanfaatkan untuk memudahkan kerjasama
diberbagai bidang dalam ruang lingkup nasional
maupun internasional, khususnya di benua Eropa,
Asia dan Afrika.78
77
Ibid., hlm. 22.
78
Ibid.
73
Hubungan masyarakat Uni Eropa dan Turki
pernah memburuk akibat retorika dalam oposisi
terhadap status keanggotaan Turki menjadi bagian
anggota Uni Eropa ditentang oleh presiden Perancis
Nicolas Sarkozy dan Angela Merkel, perwakilan dari
Jerman. Para pemimpin Eropa telah sering
mengungkapkan dukungan untuk sesuatu yang
berhubungan dengan status kemitraan khusus Turki
di Uni Eropa, meski arti pasti dari pengaturan ini
tetap tidak jelas. Faktanya, status ini tampak serupa
dengan posisi Turki saat ini, karena Turki telah
mendapat keuntungan dari perdagangan tanpa
pembatasan dengan negara-negara anggota Uni Eropa
melalui perjanjian Customs Union .79
Para pemimpin negara anggota Uni Eropa
sepakat untuk menunda negosiasi terhadap 8 Bab
(dari 35 Bab yang dirundingkan), yang menjadi dasar
bagi perundingan selanjutnya. Beberapa isu sensitif
yang terkait antara lain adalah mengenai Siprus,
dimana Uni Eropa mendesak Turki untuk mengakui
Republik Siprus, kemudian menarik sekitar 40 ribu
pasukannya yang menduduki bagian utara pulau
Siprus, mencabut embargo kapal-kapal dan pesawat
Siprus
berdasarkan
Protokol
Ankara
dan
79
74
Ibid., hlm. 23.
menyelesaikan sengketa Siprus dalam kerangka
PBB.80
Turki juga masih terhambat dengan adanya
isu-isu pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
dilakukan Turki dengan bangsa Armenia. Kasus ini
yang telah memberatkan Prancis untuk menerima
Turki menjadi anggota Uni Eropa sehingga Presiden
Prancis menawarkan Turki untuk menjadikan Turki
bagian dari Uni Mediteranian yang dikhususkan bagi
negara-negara yang berbatasan dengan Laut
Mediteranian atau tawaran dengan status Kemitraaan
Khusus. Hal ini dinterpretasikan oleh kebanyakan
orang Turki sebagai alternatif Uni Eropa untuk
menghindari keanggotaan penuh Turki, sehingga
Turki menolak tawaran status-status tersebut. 81
Sejumlah ganjalan tersebut menyebabkan
Austria dan Denmark pada awalnya hanya
menginginkan Turki cukup mendapatkan status mitra
khusus, seperti yang diinginkan Prancis dan tidak
perlu menjadi anggota penuh Uni Eropa. Masuknya
Turki ke Uni Eropa dianggap akan menyulitkan
penyatuan politik dan ekonomi Uni Eropa sendiri.
80
Ibid.
81
Ibid., hlm. 24.
75
Turki juga dianggap terlampau besar dan karena itu
akan memiliki lebih banyak kekuasaan di dalam Uni
Eropa.82
Syarat lain yang ditentukan Uni Eropa untuk
Turki adalah pengakuan kedaulatan terhadap seluruh
anggota Uni Eropa, selain syarat perlindungan HAM,
demokratisasi, standar ekonomi. Uni Eropa
menyoroti demokratisasi dalam hal kebebasan
berbicara di Turki masih rendah. Penetapan atas isuisu oleh Uni Eropa tersebut merupakan strategi Uni
Eropa untuk menunda bergabungnya Turki ke Uni
Eropa. 83
Turki terus berusaha dalam setiap kesempatan
melakukan diplomasi-diplomasi dalam negeri dan
luar negeri untuk memperoleh dukungan suara pada
setiap perundingan-perundingan Uni Eropa, hingga
akhirnya Turki diterima menjadi kandidat resmi Uni
Eropa pada suatu pertemuan di Helsinki Summit
tahun 1999, kemudian resmi bernegosiasi dengan Uni
Eropa pada tahun 2005. Sejak dimulainya negosiasi
Turki pada bulan Oktober 2005, Uni Eropa
memberikan kesempatan bagi Turki untuk merubah
76
82
Ibid.
83
Ibid.
dan mengadopsi sistem pemerintahan Turki dengan
sistem pemerintahan di Uni Eropa. Turki masih
belum bisa mengikuti sistem tersebut karena masih
ada permasalahan dalam negeri Turki yang belum
terselesaikan. Uni Eropa menginginkan Turki untuk
merubah peraturan dan undang-undang agar sesuai
dengan 35 Bab yang dirundingkan dengan Uni Eropa
sebagai syarat standar bagi calon anggota Uni
Eropa.84
Ada beberapa alasan tentang ditolaknya Turki
untuk bergabung dengan Uni Eropa, antara lain
catatan
pelanggaran
Hak
Asasi
Manusia,
pembantaian bangsa Armenia pada tahun 1915,
persengketaan dengan Yunani yang sudah lebih dulu
menjadi anggota Uni Eropa, kemudian Turki tidak
mengakui pengakuan kedaulatan negara Siprus serta
sejumlah ketentuan perundang-undangan Turki
dianggap belum selaras atau masih di bawah standar
Uni Eropa. Turki memiliki aktor-aktor yang sangat
berpengaruh untuk mencapai tujuan kebijakan luar
negeri maupun dalam negerinya. Aktor-aktor tersebut
adalah: 85
84
Ibid., hlm. 25.
85
Ibid.
77
1. Turkish Grand National Assembly (TGNA) atau
parlemen Turki yang terdiri dari 550 orang,
wakil dari 67 provinsi yang setiap 5 tahun
diganti melalui pemilu nasional langsung dan
universal.
2. Kekuasaan eksekutif Turki adalah Presiden
Republik yang dipilih setiap 7 tahun serta Dewan
Menteri atau yang dikenal dengan sebutan
Perdana Menteri.
3. Angkatan Bersenjata Turki. Angkatan bersenjata
di Turki terkenal dengan prajurit yang terbanyak
daripada prajurit-prajurit negara-negara Uni
Eropa lainnya. Pemerintah Turki memiliki
peraturan untuk masyarakatnya, yaitu semua
anak laki-laki yang telah beranjak dewasa harus
mengikuti wajib militer. Hal ini dilakukan
pemerintahan Turki untuk menjaga keamanan
negaranya untuk siap bertempur jika tiba-tiba
ada serangan dari luar.
4. Partai-partai politik di Turki atau Final
composition of the Grand National Assembly as
at 4 August 2007. Turki memiliki berbagai
macam partai politik dengan latar belakang yang
berbeda-beda.
78
Salah satu cara bagi suatu negara untuk
mencapai tujuan politik luar negerinya adalah melalui
proses diplomasi. Proses ini dilakukan Turki secara
bertahap yaitu dengan mencoba memperbaiki sistem
dan peraturan di Turki agar sesuai dengan
standarisasi peraturan dan undang-undang yang
berlaku di Uni Eropa. Peraturan tersebut tercantum
dalam 35 chapter yang di bahas dalam setiap
perundingan antara Turki dengan Uni Eropa. Akan
tetapi, diplomasi Turki untuk bergabung dengan Uni
Eropa hingga saat ini masih berjalan sangat lemah,
karena hanya 1 chapter yang berhasil diterima oleh
Uni Eropa dari 35 chapter yang disyaratkan, yaitu
science and research chapter.86
Dukungan dari masyarakat Turki yang turut
berpartisipasi dalam proses perundingan Turki
dengan Uni Eropa, yaitu dengan melibatkan
perwakilan dari masing-masing bidang untuk
membahas dan melaporkan tentang perkembangan
dan kemajuan Turki dalam 35 klasifikasi yang telah
dicantumkan dalam perjanjian Ankara. Dalam hal ini,
Ali Babacan merupakan diplomat Turki, kemudian
perwakilan-perwakilan
dari
bidang
tertentu
diwakilkan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan
86
Ibid., hlm. 27.
79
non pemerintah, serta Universitas. Diplomasi Turki
untuk bergabung dengan Uni Eropa masih
mengalami hambatan-hambatan, baik domestik
maupun internasional. Bagi negara-negara Uni Eropa,
keinginan Turki untuk bergabung merupakan hal
yang kontroversial dan selalu menjadi ajang
perdebatan yang seru pada sidang-sidang Dewan
Eropa.87
B. Kendala HAM dan Demokrasi
Proses masuknya Turki ke Uni Eropa
menunjukan hubungan yang fluktuatif diantara
keduanya. Hal ini yang menyebabkan proses
keanggotaan Turki berjalan sangat lama. Uni
Eropa seringkali melihat Turki telah berhasil
memenuhi nilai-nilai demokrasi di negaranya
dengan baik, tetapi tidak jarang pula Uni Eropa
menganggap bahwa upaya Turki belum cukup
maksimal, sehingga sulit bagi Turki untuk berlanjut
ke tahap selanjutnya dalam proses keanggotaan Uni
Eropa.88
87
Ibid.
88 Meilinda Sari Yayusman, Upaya Turki dalam Memenuhi
the Copenhagen Criteria sebagai Syarat Keanggotaan Uni Eropa, Skripsi,
80
Pada hakikatnya, hubungan erat Turki dengan
Uni Eropa sudah terjalin sejak lama. Saat Kerajaan
Ottoman masih mendominasi, Ottoman sudah
memutuskan untuk mendekatkan diri dengan Eropa.
Setelah masa kejayaan Kerajaan Ottoman berakhir
dan Turki bertransformasi menjadi negara republik,
hubungan Turki dengan negara-negara Eropa pun
semakin erat, terbukti dengan dukungan-dukungan
yang diberikan Turki sebelum dan sesudah
Perang Dunia II.89 Dukungan Turki ditunjukan
dengan keterlibatan Turki dalam Perang Dunia II
dimana sebelumnya Turki memposisikan diri
sebagai negara netral. Pada detik-detik akhir
peperangan, Turki bergabung dengan Allied Power
bersama dengan Amerika Serikat, Inggris, Prancis
untuk menunjukan dukungan dan keterlibatan
dalam peperangan yang saat itu terjadi. Sesudah
Perang Dunia II, Turki pun bergabung dengan
NATO
untuk
memelihara
kedekatan
dan
solidaritas dengan Eropa Barat dalam melawan
komunisme Uni Soviet.90
(Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah
Mada), hlm. 3.
89 K. Aksu, Turkey-EU Relations: Power, Politics, and the
Future, (Cambridge Scholars Publishing, Newcastle, 2012), hlm. 6.
90
Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 3.
81
Pembentukan
European
Economic
91
Community (EEC) pada tahun 1958 merupakan
awal mula langkah signifikan yang dilakukan
oleh Turki untuk lebih dekat dengan Uni Eropa.
Persis setahun setelah pembentukan EEC, Turki
mengajukan permohonan untuk bergabung dengan
EEC pada Juli 1959.92 Sayangnya, semangat
Turki untuk bergabung dengan EEC rupanya belum
disambut dengan baik oleh EEC. Saat itu, EEC hanya
mengarahkan Turki untuk membina hubungan
kerja sama antar EEC-Turki sebagai langkah
pendekatan
pertama
apabila
Turki
ingin
bergabung. Langkah ini kemudian membawa EEC
dan Turki menyusun langkah-langkah strategis
selanjutnya dengan serangkaian negosiasi yang
kemudian menghasilkan sebuah kesepakatan, yakni
Association Agreement atau yang dikenal dengan
Ankara Agreement pada tahun 1963. Kesepakatan
ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan yang
berkelanjutan antara Turki dan EEC dengan
91 European Economic Community (EEC) dan European
Atomic Energy Community (Euratom)
berkembang
menjadi
European Community (EC) pada tahun 1967 sebagai hasil dari
kesepakatan Merger Treaty yang kemudian EC menjadi salah
satu pilar dalam Uni Eropa setelah Maastricht Treaty
ditandatangani pada 7 Februari 1992.
92
82
K. Aksu, op.cit., hlm. 6.
memajukan kerjasama ekonomi dan perluasan
perdagangan serta mengurangi disparitas antara
ekonomi Turki dan komunitas.93
Namun,
pada
tahun
1970-1980an,
implementasi dari Ankara Agreement tidak membuat
hubungan EEC dan Turki berjalan dengan baik
karena krisis politik dan ekonomi yang terjadi di
Turki. Permasalahan politik dan ekonomi di Turki
membuat EEC kembali berpikir untuk menjadikan
Turki sebagai bagian dari komunitas. Terlebih ketika
Turki di bawah dominasi para militer atau coup
d’etat,
kondisi
domestik
Turki
semakin
memprihatinkan
dengan semakin banyaknya
pelanggaran hak asasi manusia di Turki. Para militer
menghukum tokoh-tokoh politik yang dianggap tidak
sejalan dengan mereka. Selain itu, merekapun
melakukan kontrol penuh terhadap negara dan
membuat masyarakat tidak memiliki kebebasan
untuk mengekspresikan pendapat. Di tahun 1982,
EEC
menyatakan
bahwa
Turki
perlu
memperhatikan kembali permasalahan terkait
penghormatan terhadap hak asasi manusia dan segera
mengembalikan kekuatan kepada rakyat, dengan kata
Delegation of the European Union to Turkey, History (daring),
http://avrupa.info.tr, akses pada 19 Februari 2017, pukul 20:14.
93
83
lain
menyegarakan
kekuatan militer.94
pemberhentian
dominasi
Hubungan EEC dan Turki secara bertahap
menjadi
normal
kembali
setelah
restorasi
pemerintahan dilakukan pada tahun 1982. Di
tahun 1986, hubungan kedunya benar-benar
kembali normal. Momentum ini dimanfaatkan
oleh Turki untuk semakin mempererat hubungan
dengan EEC dan mengembalikan kepercayaan
EEC kepada mereka. Turki pun terus menunjukan
keseriusannya untuk bergabung dengan EEC dengan
membentuk program-program
reformasi
di
negaranya guna mengajukan permohonan kembali
menjadi anggota penuh. Pada 14 April 1987,
Turki secara resmi mengajukan aplikasinya untuk
menjadi anggota penuh.95 Pada 27 April 1987 di
Luxemburg, menteri-menteri luar negeri dari 12
negara anggota akhirnya menerima aplikasi
keanggotaan Turki. European Commission kemudian
bertugas untuk menindaklanjuti aplikasi ini
selama dua tahun. Atas persetujuan European
Council, European Commission menyimpulkan
94
Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 4.
95 M. Bogdani, Turkey and the Dilemma of EU Accession:
When Religion Meets Politics, (Palgrave Macmillan, New York, 2011),
hlm. 23.
84
bahwa, “Even though Turkey has a legitimate
reasons to become a member, at the present time,
Turkey and the community cannot be easily
integrated”.96 Sejak awal, European Commission
sudah
mengatakan sulit bagi
Turki
untuk
mengintegrasikan diri dengan EEC. Meskipun
negara-negara anggota telah menyetujui aplikasi
Turki untuk menjadi anggota EEC, sayangnya
hubungan EEC-Turki tidak semakin dekat di awal
tahun 1990an. Hal ini disebabkan oleh banyak
ditemukan ketidak-sesuaian Turki terhadap the
Copenhagen Criteria yang dibentuk pada tahun 1993.
Pada tahun ini pula, Maastricht Treaty disepakati dan
Uni Eropa menjadi nama resmi dari komunitas ini
setelah mengalami berbagai perubahan formasi di
dalam komunitas sebelumnya. Setidaknya, custom
union berhasil dibangun oleh Uni Eropa dan Turki
dengan dikeluarkannya Turkey-EU Association
Council Decision 1/95 pada 6 Maret 1995.97
Sejak Turki secara resmi menyerahkan
permohonan untuk menjadi anggota, perkembangan
reformasi Turki untuk memenuhi kriteria Uni Eropa
96 A. Mango, The Today Turks, (John Murray, London,
2004), hlm. 82.
97
K. Aksu, op.cit., hlm.12.
85
terus dilaporkan dalam Turkey’s Progress Report
yang dirilis setiap tahun. Akhirnya, berdasarkan
Turkey’s Progress Report yang dirilis pada tahun
1998, Turki dapat memperoleh status sebagai negara
kandidat. Keputusan ini disetujui oleh negara-negara
anggota dalam Helsinki Summit 1999.98 Hal ini
kemudian menjadi kabar baik bagi Turki setelah
sempat ditolak untuk menjadi negara kandidat pada
tahun 1997 dalam Luxembourg Summit.99
Tahun-tahun berikutnya setelah Turki
secara resmi menjadi negara kandidat, para
akademisi mengatakan bahwa tahun 2000-2012,
Turki telah memperlihatkan perubahan pada kondisi
ekonomi dan politik negaranya.100 Terdapat dua
hal yang sekiranya menjadi pemicu perubahan Turki,
pertama, semangat Turki untuk menjadi bagian dari
Uni Eropa setelah statusnya telah menjadi negara
kandidat. Kedua, di tahun 2002, AKP menjadi partai
dominan di Turki dengan Recep Tayyip Erdogan
sebagai perdana menteri. Disini, AKP berusaha
untuk terus-menurus memperbaiki kondisi domestik
Turki agar dapat memenuhi kriteria Uni Eropa.
98
M. Bogdani,op.cit., hlm. 23.
99
Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 5.
100
86
K. Aksu, op.cit., hlm.13.
Sejak masa pemerintahan AKP, hubungan TurkiUni Eropa berkembang dengan pesat.101
Hubungan baik ini berhasil dipelihara oleh
kedua belah pihak sampai pada tahap Uni Eropa
mengakui bahwa Turki telah berhasil menunjukan
kemajuan dalam mengakomodasi permasalahan
domestik, sehingga Turki dapat menuju pada tahap
selanjutnya dalam proses keanggotaan Uni Eropa.
Pada 17 Desember 2004, European Council tanpa
basa-basi memutuskan untuk memulai tahap
accession negotiations dengan Turki. Sementara
European
Commission menggusulkan
agar
negosiasi ini dimulai pada Oktober 2005. Alhasil,
para pemimpin-pemimpin negara memutuskan
untuk membuka accession negotiations dengan
Turki pada 3 Oktober 2005. Proses negosiasi ini
kemudian dibuka secara resmi pada 20 Oktober 2005
dimana Turki harus melalui tahap pertama dalam
proses negosiasi, yakni screening process.102 Tahap
screening bermaksud untuk melihat sejauh mana
Turki telah dapat menyesuaikan diri dengan
80.000 halaman peraturan-peraturan Uni Eropa atau
101
Meilinda Sari Yayusman, loc.cit., hlm. 5.
102
K. Aksu, op.cit., hlm. 14.
87
the acquis communautaire.103 Fase pertama ini
berakhir pada tahun 2006 dan negosiasi pertama
dalam bidang riset dan sains dibuka.
Sayangnya, perkembangan Turki dalam
proses keanggotaan Uni Eropa kembali membeku
sampai sekarang. Tanda-tanda Turki untuk secara
resmi menjadi anggota Uni Eropa nampaknya
masih belum jelas. Hal ini dikarenakan oleh
ketidak-mampuan Turki memenuhi persyaratan Uni
Eropa yang dianggap semakin kompleks. Proses
accession negotiations
ternyata tidak berjalan
dengan baik, Turki dinilai tidak menunjukan
performa lebih baik dalam mengatasi permasalahan
domestiknya. Hal ini mempersulit Turki dan Uni
Eropa untuk membuka negosiasi dalam bidang lain.
Sampai saat ini, perbincangan negosiasi yang sudah
disepakati oleh kedua pihak hanya pada bidang
riset dan sains,104 sementara beberapa yang lain
masih berjalan dan cenderung belum memberikan
tanda-tanda bahwa negosiasi akan ditutup atau
V. Morelli, European Union Enlargement: A Status Report
on Turkey’s Accession Negotiations (daring), http://www.ab.gov.tr,
akses pada 19 Februari 2017, pukul 20:18.
103
Duff, A., Turkey’s EU accession negotiations should now be
suspended (daring), http://www.euractiv.com, akses pada 19 Februari
2017, pukul 20:19.
104
88
dengan kata lain mencapai kesepakatan. Bahkan,
masih banyak
bidang
yang
belum
105
dinegosiasikan.
105
Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 6.
89
BAB V
ISU-ISU TURKI DALAM MASALAH HAM
Uni Eropa banyak melakukan dialog politik
dengan Turki, khususnya tentang isu-isu pelanggaran
hak asasi manusia di Turki. Uni Eropa juga
melibatkan Turki untuk turut aktif dalam beberapa
program yang ditawarkan oleh Uni Eropa. Hal ini
dilakukan agar Turki dapat beradaptasi dengan situasi
dan kondisi politik dan ekonomi di Uni Eropa.
Masalah HAM di Turki merupakan salah satu syarat
yang harus dipenuhi Turki untuk bergabung dengan
Uni Eropa. Permasalahan ini telah mengalami
kemajuan walau laporan mencatat bahwa kadangkadang praktiknya gagal untuk mematuhi hukum dan
belum terinternalisasi dalam pengadilan dan
organisasi administratif. Hal Ini terbukti ketika pada
14 Oktober 2008 terungkap bahwa seorang aktivis
politik sayap kiri tewas di penjara akibat disiksa.
Menteri
Kehakiman
Turki,
memerintahkan
penyelidikan penuh terhadap peristiwa itu,
menjanjikan hukuman yang pantas untuk 19 pelaku
90
sesuai dengan kebijakan resmi nol toleransi untuk
penyiksaan.106
Pelanggaran HAM di Turki terjadi pada
Merve Kavakci yang berhasil memenangkan
pemilihan anggota Parlemen pada Pemilu 1999.
Namun Kavakci gagal dilantik setelah datang ke
gedung Parlemen dengan jilbab. Kelompok politik
sekuler dan militer menganggap jilbab adalah simbol
Islam. Oleh karena itu, Kavakci diharamkan masuk
ke semua gedung pemerintah. Kavakci kemudian
memprotes kejadian tersebut, tetapi protes tersebut
menyebabkan Kavakci hilang kewarganegaraannya,
kemudian sekarang Kavakci menjadi warga negara
Amerika Serikat dan mengajar di George Washington
University.107
Kavickci
sering
menjadi
pengkritik
pelangaran HAM karena telah mengalami kasus
HAM yang terjadi padanya dan berkeliling dunia
mengampanyekan
jilbab
sebagai
simbol
pemberdayaan kaum perempuan. Akhirnya Kirvickci
membawa kasus jilbabnya ke European Court of
106 Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung
Dengan Uni Eropa, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada), hlm. 31.
107
Ibid., hlm. 32.
91
Human Right dan memenangkan kasus tersebut.
Pengadilan HAM Eropa telah menjatuhkan vonis atas
pengaduan Merve Kavakci dan Pengadilan
menyatakan kasus itu merupakan sebuah pelanggaran
HAM.108 Kasus jilbab yang terjadi pada Kavakci
merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM yang
terjadi di Turki dan masih banyak lagi kasus-kasus
lain yang lebih parah. Turki sudah seharusnya
mengatur undang-undang dalam negerinya, karena
hal ini akan menghambat perjalanan Turki untuk
menjadi bagian dari Uni Eropa. 109
Sebenarnya, banyak peraturan-peraturan yang
harus di rubah oleh pemerintahan Turki, misalnya
sistem
perundang-undangan,
demokrasi
dan
memperbaiki kinerja militer. Salah satu sistem
perundang-undangan yang menjadi hambatan adalah
Rancangan
Undang-Undang
(RUU)
Perselingkuhan/Perzinaan. Paket RUU yang akan
menggantikan hukum pidana Turki tersebut disambut
positif kalangan Uni Eropa. Di dalamnya terdapat
hukuman yang lebih berat bagi yang melakukan
penyiksaan maupun pemerkosa serta terdapat klausal
soal genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
92
108
Ibid.
109
Ibid.
RUU ini pertama kali diatur dalam undang-undang
Turki. 110 RUU itu menimbulkan kontroversi karena
meletakkan masalah perselingkuhan di bawah
pengadilan sipil. Turki diancam tidak bisa menjadi
anggota Uni Eropa jika tetap mengegolkannya. RUU
itu pun dikaji ulang seluruh paket hukum pidana
tersebut agar memenuhi kriteria Kopenhagen yang
merupakan syarat bagi setiap negara yang ingin
bergabung dengan Uni Eropa. 111
Parlemen Turki juga sedang mendiskusikan satu
Rancangan Undangundang yang diajukan pemerintah
yaitu
berisikan
tentang
penetapan
perzinahan/perselingkuhan sebagai satu bentuk
kejahatan kriminal. Menurut PM Turki, Recep
Tayyip Erdogan, Undang-undang itu dimaksudkan
untuk melindungi keluarga dan istri-istri dari
perselingkuhan/perzinahan suaminya. Namun, RUU
itu kemudian menimbulkan kontroversi. 112
Pejabat perluasan Uni Eropa, Guenter
Verheugen menyatakan bahwa sikap anti perzinahan
dapat menciptakan image bahwa undang-undang di
110
Ibid., hlm. 33.
111
Ibid.
112
Ibid.
93
Turki mulai mendekati hukum Islam. Menteri Luar
Negeri Inggris, Jack Straw menyatakan bahwa jika
proposal itu disahkan sebagai undang-undang, maka
akan menciptakan kesulitan bagi Turki untuk
bergabung dengan Uni Eropa. Akhirnya, setelah
mengalami perdebatan dan tekanan dari berbagai
pihak, pemerintahan Turki membatalkan RUU
tersebut. Kasus di Turki ini menarik untuk
diperhatikan, bagaimana masalah moral yang
menjadi urusan internal dalam negeri yang
mayoritasnya Islam ternyata mendapat perhatian
besar dari tokoh-tokoh Barat dan dapat berdampak
pada masalah politik yang serius.113
Pada akhir September 2004 dalam kunjungan
ke pemimpin Uni Eropa di Brussels, Perdana Menteri
(PM) Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan
bahwa RUU Perselingkuhan dibatalkan dan Turki
akan mengadopsi paket hukum pidana baru. Kendati
masih banyak yang skeptis, akhirnya pada pertemuan
puncak Uni Eropa pada Desember 2004 yang diikuti
seluruh 25 kepala negara, masalah Turki mulai
masuk agenda. 114
94
113
Ibid., hlm. 34.
114
Ibid.
Beberapa hal yang menghambat proses
berjalannya diplomasi Turki dengan Uni Eropa yaitu
melemahnya hubungan masyarakat Turki dan Uni
Eropa secara berangsur-angsur, kemudian 8 bab dari
35 bab proses negosiasi pernah terhenti pada tahun
2006 ketika Turki menolak mengizinkan pelabuhan
dan bandaranya dilalui oleh lalu lintas CypriotYunani. Hal ini mengikuti kegagalan menit terakhir
Annan Plan tahun 2004 yang telah menciptakan
Republik Siprus Bersatu dan didukung oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa. 115
A. Genosida Warga Armenia
Parlemen Uni Eropa menuntut agar Turki
mengakui pembantaian etnis Armenia pada 1915
yang dilakukan pada masa kerajaan Ottoman.
Masalah pembantaian itu merupakan isu signifikan
bagi Prancis. Pada bulan Februari 2005, Novelis
Turki yang mendapat hadiah nobel 2006, Orhan
Pamuk yang novelnya telah menggali kerajaan Turki
di masa silam untuk mengeksplorasi kontradiksi-
115
Ibid.
95
kontradiksi dan dilema Turki modern, berkata pada
sebuah harian Swiss: 116
“30.000 orang Kurdi dan sejuta orang
Armenia tewas dibunuh di tanah ini dan tak
seorang pun berani mengatakannya kecuali
saya.”
Sedangkan orang-orang Armenia menyatakan
bahwa 1,5 juta orang Armenia meninggal pada tahun
1915 dalam genosida sistematis pertama di Abad 20,
sementara sejarahwan menyebutkan hanya satu juta.
Turki secara resmi melaporkan bahwa sekitar
300.000 orang Armenia tewas dalam sebuah konflik
partisan yang terjadi ketika orang-orang Armenia
membantu penyerbuan tentara Rusia selama PD I.
117
Pendapat lainnya yaitu pada tahun 1915 dan 1916
diperkirakan antara 800.000 hingga 1,2 juta orang
keturunan Armenia menjadi korban operasi-operasi
terencana. Hal ini sesuai dikatakan oleh pakar Turki
116 Peterson, Scott., RUU Perancis Memperumit Permohonan
UE Turki, Kantor Berita Common Ground, 27 Oktober 2006.
117
96
Asmawita Fithri, op.cit., hlm. 35.
dan Islam prof. Martin van Bruinesse dari Universitas
Utrecht, Belanda yang mengatakan: 118
“Sebagian besar sejarawan memperkirakan
sekitar satu juta orang, 800 ribu sampai satu
juta, atau satu jatu dua ratus orang terbunuh
ketika itu. Kira-kira begitu. Tapi ini
sebenarnya tidak penting. Membunuh satu
juta orang sama buruknya dengan membunuh
10% darinya, atau 100 ribu orang”.
Prancis tidak menyetujui Turki untuk
bergabung dengan Uni Eropa karena masih terjadinya
isu-isu pelanggaran hak asasi manusia yaitu tentang
pembunuhan genosida yang dilakukan Turki kepada
bangsa Armenia. Parlemen Prancis memutuskan
untuk meresmikan undang-undang yang mewajibkan
seluruh warga negara Prancis untuk mengakui
pembantaian warga Armenia oleh Turki pada perang
dunia I sebagai sebuah tindakan genosida dan tidak
mengakuinya dapat dikenakan sanksi hukum, hal ini
mengukuhkan citra Perancis sebagai negara yang
menentang keras masuknya Turki ke dalam Uni
Johan Huizinga, Belanda, Eropa dan Genosida Armenia,
Radio Nederland, 06 Oktober, 2006.
118
97
Eropa. Parlemen Eropa sangat menyesalkan
keluarnya undang-undang tersebut karena akan
semakin mempersulit posisi Turki, bahkan masalah
ini akan menghentikan upaya-upaya negosiasi Turki
untuk masuk dalam keanggotaan Uni Eropa.119
Disamping itu, dalam jajak pendapat yang
diluncurkan oleh majalah L'Express, hanya satu di
antara empat warga Perancis yang mendukung
masuknya Turki di Uni Eropa. Alasannya, mereka
khawatir rakyat Turki akan membanjiri lowongan
kerja di Eropa, karena mayoritas penduduknya
Muslim, dan khawatir Perancis akan kehilangan
pengaruhnya di Uni Eropa.120
Di Belanda, beberapa calon anggota parlemen
dari dua partai besar, yaitu Partai Kristen Demokrat
dan Partai Buruh Sosial Demokrat dicoret dari daftar
calon untuk pemilihan selanjutnya. Pasalnya mereka
yang berasal dari kelompok etnis Turki ini menolak
menyatakan pembantaian genosida pada tahun 1915
terhadap warga Armenia. Sedangkan di Turki,
apabila seseorang mengatakan bahwa Turki
melakukan genosida terhadap bangsa Armenia, maka
119
Asmawita Fithri, op.cit., hlm. 36.
Proses Keanggotaan Turki di Uni Eropa Bisa di Veto
Perancis, Kompas [Jakarta], 12 Oktober 2004.
120
98
akan mendapat hukuman karena menghina jati diri
Turki.121 Para calon anggota parlemen asal Turki
tersebut dipaksa mundur, karena pendapat mereka
sangat berbeda dengan pendapat pemerintahan
Belanda. Mereka mengatakan bahwa: Kalau memang
terjadi maka ini belum resmi dinyatakan genosida.122
Ketidakpastian
tuduhan
pembunuhan
genosida bangsa Armenia oleh Turki telah
menganggu stabilitas politik luar negeri Turki yang
menyebabkan terhambatnya jalan Turki untuk
menuju ke Uni Eropa. Para sejarawan juga belum
setuju dengan pernyataan genosida tersebut. Namun
usaha pembelaan yang dilakukan calon anggota
parlemen Belanda yang berkewarganegaraan Turki
tersebut sia-sia saja karena calon anggota parlemen
harus mendukung pendapat resmi partai, sedangkan
semua partai politik di Belanda berpendapat bahwa
Turki melakukan genosida terhadap warga Armenia
pada tahun 1915.123
Dewan Perwakilan Amerika meninjau
kembali persetujuan terhadap sebuah mosi, di mana
121
Asmawita Fithri, lock.cit.
Radio Nederland, Kebebasan Berpendapat dan Sopan
Santun Politik, Kolom Jean van de Kok, 17 Oktober 2006.
122
123
Ibid.
99
Turki dituduh melakukan genosida terhadap orangorang Armenia. Pada saat itu, mantan Presiden Bill
Clinton mengimbau agar resolusi itu tidak disetujui
karena tidak menghendaki memburuknya hubungan
Amerika dengan Turki sebab Timur Tengah sedang
dilanda krisis dan sebelumnya Turki sudah
mengancam akan mencabut embargo minyak
terhadap Irak, dan membatalkan izin bagi Amerika
Serikat untuk memasuki pangkalan-pangkalan
strategisnya, kalau resolusi tersebut sampai diterima.
Resolusi itu mencantumkan bahwa Turki membantai
sekurang-kurangnya sejuta penduduk Armenia antara
tahun 1915 dan 1923, akan tetapi Turki membantah tuduhan pembunuhan massal itu.124
B. Pelanggaran HAM di Siprus
Ganjalan lain terkait dengan Siprus yang
sudah lebih dulu menjadi anggota Uni Eropa.
Padahal, Turki belum mengakui negara Republik
Siprus Yunani. Siprus terbelah berdasarkan etnis
pada 1974, ketika pasukan Turki menguasai wilayah
utara Siprus. Saat ini hanya Siprus-Yunani di sebelah
Radio Nederland, Dewan Perwakilan Amerika Meninjau
Kembali Mosi Terhadap Turki,Warta Berita , 20 Oktober 2000.
124
100
selatan yang menikmati keanggotaan Uni Eropa sejak
pulau itu bergabung pada 1 Mei 2004. Proses
diplomasi Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa
terdapat banyak hambatan, terutama dalam
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Uni
Eropa mengenai isu-isu Hak Asasi Manusia dan
Siprus terkait dengan pengakuan kedaulatan atas
Republik Siprus, penarikan pasukan sekitar 40 ribu
dibagian utara pulau Siprus, mencabut embargo
kapal-kapal dan pesawat Siprus berdasarkan Protokol
Ankara, serta menyelesaikan sengketa Siprus dalam
kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).125
Pada tahun 1974, Siprus berupaya untuk
memisahkan diri dari kekuasaan Turki. Pada tahun
1983, pejuang kemerdekaan Siprus utara sempat
memproklamasikan berdirinya Republik Siprus
Utara, namun kemudian digagalkan oleh resolusi
PBB yang hanya mengakui pemerintahan Turki atas
wilayah itu. Masalah ini menjadi sumber ketegangan
antara Turki dan Uni Eropa karena Uni Eropa terus
mempermasalahkan perlindungan HAM di kawasan
Siprus Utara. Uni Eropa bahkan menekan Turki agar
mengakui kemerdekaan wilayah itu.126
125
Asmawita Fithri, op.cit., hlm. 38.
126
Ibid., hlm. 39.
101
Perdebatan panjang mengenai diterima
tidaknya Turki sebagai anggota Uni Eropa
disebabkan sikap Turki yang tetap tidak menerapkan
perjanjian tahun 2005. Perjanjian tersebut
mewajibkan Turki membuka semua pelabuhan dan
bandar udaranya kepada 10 anggota baru Uni Eropa,
di antaranya Siprus. Masalahnya Turki saat ini tidak
mengakui pemerintahan Siprus yang didominasi
keturunan Yunani. Sementara itu, di Siprus masih
berlangsung konflik politik yang berkepanjangan
sejak 1974 antara warga keturunan Yunani yang
menguasai selatan Siprus dan warga keturunan Turki
yang mendiami wilayah utara Siprus.127
C. Kasus Suku Kurdi
Salah satu hambatan Turki untuk bergabung
dengan Uni eropa yaitu karena masih terjadinya
peperangan antara Turki dengan PKK atau Partai
Pekerja Kurdistan (Partiya Karkerên Kurdistan) juga
disebut KADEK, Kongra-Gel, dan KGK. Bahasa
Turkinya adalah Kürdistan İşçi Partisi yaitu
organisasi militan Kurdistan yang didirikan pada
tahun 1970-an. PKK dipimpin oleh Abdullah Öcalan
127
102
Ibid.
sampai penangkapannya tahun 1999. Ideologi
Kongra-Gel
merupakan
ideologi
MarxismeLeninisme dan nasionalisme Kurdi. Tujuan PKK
adalah untuk mendirikan negara Kurdi yang merdeka
dan sosialis di Kurdistan, wilayah yang terdiri dari
Turki tenggara, Irak barat laut, Suriah timur laut dan
Iran barat laut; tempat populasi Kurdi dianggap
sebagai mayoritas penduduk.128
Permasalahan
dalam
negeri
Turki
menyebabkan terhambatnya diplomasi Turki untuk
masuk menjadi anggota Uni Eropa. Konflik yang
berkepanjangan di perbatasan antara Turki dan PKK
juga menimbulkan banyak korban jiwa. Pemerintah
Turki berusaha untuk meyakinkan masyarakat Eropa
maupun internasional dengan cara mengampanyekan
dan menyebarkan informasi-informasi agar politik
dan keamanan di Turki tetap dalam kondisi stabil.129
Kurdi merupakan suatu kelompok etnis yang
tersebar dalam jumlah besar di beberapa negara,
yakni Irak, Iran, Suriah, dan Turki. Kurdi dianggap
sebagai kelompok etnis terbesar di dunia yang tidak
memiliki negara sendiri sebagai tempat dimana etnis
128
Ibid.
129
Ibid., hlm. 40.
103
ini berasal.130 Etnis Kurdi di Turki diestimasikan
berjumlah antara 10 sampai 20 juta jiwa dan
dikatakan sebagai kelompok minoritas terbesar di
Turki.131 Orang-orang Kurdi di Turki terkonsentrasi
di wilayah bagian Tenggara. Pertanyaan tentang
status orang-orang Kurdi di Turki sebenarnya sudah
muncul sejak akhir kejayaan Kerajaan Ottoman dan
semakin memburuk saat Kerajaan Ottoman
dihapuskan lalu negara republik dibentuk di bawah
kontrol Mustafa Kemal Atatürk.132
Pada masa Kerajaan Ottoman, berbagai
macam komunitas dengan perbedaan bahasa dan
budaya dapat hidup saling berdampingan di bawah
the millet system, dimana masyarakat dapat
menentukan ritual dan kepercayaan mereka
masing-masing. Akan tetapi, pada akhir dari masa
pemerintahan
Kerajaan
Ottoman,
Ottoman
130 M. Hatem, R., & Dohrmann, Turkey's Fix for the
"Kurdish Problem: Ankara's Challenges, Middle East Quarterly, vol.
20, no. 4, 2013, hlm. 49-58.
131 Minority Rights Group International, Kurds (daring),
http://www.minorityrights.org, akses pada 19 Februari 2017,
pukul 21:16.
132 Meilinda Sari Yayusman, Upaya Turki dalam Memenuhi
the Copenhagen Criteria sebagai Syarat Keanggotaan Uni Eropa, Skripsi,
(Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah
Mada), hlm. 16.
104
mengadopsi beberapa peraturan guna memperkuat
kekuatan sentral, sehingga ketegangan antara
minoritas Kurdi dan negara mulai muncul.133
Hubungan antara orang-orang Kurdi dan pemerintah
Turki semakin memburuk saat Atatürk mengubah
konstitusi Turki menjadi sekularis. Sekularisme
berarti pemisahan antara urusan agama dengan
urusan kenegaraan atau pemerintahan. Selama ini,
Kerajaan Ottoman mencampurkan urusan agama
dengan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang
berlandaskan hukum Islam. Beberapa perubahanperubahan signifikan yang terjadi di Turki akibat
transformasi dari negara kerajaan ke negara republik
menjadi faktor pendorong semakin memburuknya
hubungan orang-orang Kurdi dengan pemerintah.
Disini, Atatürk berusaha untuk merangkul semua
perbedaan yang ada di Turki dalam satu identitas
bernama, identitas Turki. Di dalam konstitusinya,
Turki mengatakan bahwa, “the Turkish state, with
its territory and nation, is an indivisible entity”.
Alhasil,
semua
elemen-elemen non-Turki
dilemahkan atau lebih buruknya, dihapuskan.134
133 Y. Ensaroglu, Turkey's Kurdish Question and the Peace
Prosess, Insight Turkey, vol. 15, no. 2, 2013, hlm. 8.
134
Ibid.
105
Pada masa pemerintahannya,
Atatürk
menerapkan beberapa perubahan substansial di
Turki guna membangun Turki menjadi negara
sekularis. Dalam kebijakan pemerintah Turki di
tahun 1923,
Atatürk
memutuskan
untuk
menghapuskan
sistem
‘caliphate’ di
Turki,
penghentian sistem pendidikan berbasis agama,
penyatuan pendidikan dalam bentuk sekolah
umum, penutupan the Ministry of Canon Law,
penghapusan the Ministry of the General Staff, dan
salah satu yang paling signifikan adalah
purificationism, yakni menetralisir pengaruh bahasa
atau kata-kata yang berasal dari Bahasa Arab atau
Persia menjadi Bahasa Turki, hal ini berimplikasi
pada pengkajian ulang seluruh media yang dahulu
banyak menggunakan Bahasa Arab menjadi Bahasa
Turki.135 Dalam kebijakannya ini, Atatürk
menegaskan bahwa, “The New Turkey has no
relationship to the old. The Ottoman government
has passed into history, A new Turkey is born”.136
Akibatnya, kebijakan-kebijakan ini berimplikasi
pula pada kelompok-kelompok etnis lain di Turki,
135 F. Keles, Modernization as State-Led Social Transformation:
Reflection on the Turkish Case, Journal of Development and Social
Transformation, 2006, hlm. 7.
136
106
Ibid.
termasuk etnis Kurdi. Pemerintah Turki menutup
beberapa madrasah Kurdi yang mana mengajarkan
peraturan-peraturan agama yang diyakini oleh orangorang Kurdi (tarikat) guna menutupi dan
menghapuskan sejarah masa lampau Turki.137
Menanggapi hal ini, minoritas Kurdi
menunjukkan sikap kurang setuju terhadap
kebijakan-kebijakan tentang penghapusan dan
asimilasi secara paksa yang diterapkan oleh
pemerintah Turki. Tensi antara orang-orang Kurdi
dan pemerintah Turki semakin meningkat di tahun
1925 dengan dimulainya pemberontakan orangorang Kurdi yang dipimpin oleh Sheik Sahid.
Pemberontakan ini dianggap sebagai ancaman besar
bagi pemerintah Turki, hal ini dikarenakan oleh
kemungkinan
semakin
membesarnya
pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang
Kurdi, sehingga dapat mengancam prinsip-prinsip
Kemalisme yang dijalankan oleh pemerintah Turki
pada saat itu. Pemberontakan ini direspon oleh
pemerintah Turki dengan bergegas membentuk
peraturan
tahun
1927
yang
mengizinkan
pemerintah untuk merelokasi sejumlah orang-orang
Kurdi secara paksa dari provinsi tenggara dan
137
Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 16.
107
peraturan tahun 1934 No. 2510 yang menegaskan
bahwa
negara
memiliki
kekuatan
untuk
mengasimilasi beberapa wilayah yang tidak memiliki
budaya dan Bahasa Turki secara paksa.138 Peraturanperaturan ini diterapkan untuk melemahkan ikatan
sosial tradisional, mendorong urbanisasi, dan
asimilasi, terutama bagi orang-orang Kurdi.139
Namun sayangnya, kebijakan-kebijakan yang
dibentuk oleh pemerintah Turki ini justru mendapat
perlawanan kembali dari orang-orang Kurdi dalam
pemberontakan di Ararat tahun 1930 dan di Dersim
tahun
1938.140
Pemberontakan-pemberontakan
orang-orang Kurdi untuk menutut statusnya
sebagai
kaum
minoritas
yang memperoleh
pengakuan di Turki semakin banyak bermunculan
sejak saat itu. Meskipun Turki telah berupaya
menjadi negara yang lebih demokratis dengan
penerapan sistem multipartai dalam perpolitikan,
Turki tetap tidak toleran dalam perbedaan etnis dan
budaya yang ada dinegaranya. Bersamaaan dengan
itu, pada 27 Mei 1960, Turki memasuki
138 D. Mc. Dowall, A Modern History of the Kurds, I. B.
Tauris and Co., Ltd., New York, 2004, hlm. 207.
108
139
Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 18.
140
D. Mc. Dowall, op.cit., hlm.197.
pemerintahan di bawah kepemimpinan militer
coup d’etat dengan serangkaian kebijakan ekstrim
dan
mengundang peningkatan tensi
antara
141
pemerintah dan orang-orang Kurdi.
Dominasi militer ini semakin kuat sampai
tahun 1980an. Penggunaan Bahasa Kurdi menjadi
ilegal untuk digunakan. Memperkenalkan dan
mendistribuskan segala materi dalam Bahasa Kurdi
juga dilarang sejak akhir tahun 1960an. Kebijakan
pemerintah militer ini tentunya membawa
kemarahan bagi orang-orang Kurdi. Tekanantekanan oleh orang-orang Kurdi untuk menuntut hak
legitimasi sebagai minoritas di Turki
semakin
meningkat ditahun 1970an. Menanggapi tekanantekanan ini, pemerintah Turki semakin tegas
merespon orang-orang Kurdi, intervensi militer mulai
dilakukan dengan tujuan untuk melindungi identitas
sekularis yang dipegang oleh Turki. Di tahun
1978, pemerintah Turki menerapkan “village
guard system” dengan tujuan untuk menyediakan
kepala suku di provinsi bagian tenggara guna
mengkampanyekan pentingnya loyalitas terhadap
pemerintah dengan menggunakan senjata dan
E. Hughes, Turkey's Accession to the European Union: The
Politics of Exclusion?, Routledge, New York, 2011, hlm. 40.
141
109
bantuan finansial serta mendamaikan wilayah
tersebut.142 Namun, kebijakan ini justru membawa
amarah lebih besar bagi orang-orang Kurdi karena
merasa semakin diatur di Turki.143
Sementara itu, munculnya gerakan separatis
yang dipimpin oleh the Kurdistan Worker’s Party
(PKK – dalam Bahasa Turki, Partiya Karkerên
Kurdistanê) sejak tahun 1974 semakin memperburuk
hubungan antara pemerintah Turki dengan orangorang Kurdi.144 Di tahun 1978, PKK baru secara
resmi berdiri sebagai partai politik yang
mendeklarasikan diri mereka sebagai organisasi
baru dari orang-orang Kurdi. Kemunculan PKK ini
memicu respon agresif dari pemerintah Turki.
Akhirnya, di tahun 1984, baku tembak antara orangorang Kurdi dipimpin oleh PKK dengan pemerintah
Turki terjadi di provinsi bagian Tenggara Turki.
Dalam memperjuangkan status minoritas Kurdi di
Turki, PKK sendiri mendapat bantuan dari Eropa
(Uni Soviet) dan beberapa negara tetangga, seperti
142 Canci, H., & Serkan Sen, S., The Gulf War and Turkey:
Regional Changes and Their Domestic Effects (1991-2003), International
Journal on World Peace, 2011, hlm. 42-46.
110
143
Meilinda Sari Yayusman, loc.cit., hlm.18.
144
E. Hughes, op.cit., hlm.41.
Irak, Suriah, dan Iran. Dukungan-dukungan ini
membawa situasi di Turki semakin rumit. Baku
tembak antara PKK dan pemerintah Turki
menghasilkan sebuah kebijakan yang diputuskan
tanpa pikir panjang berupa migrasi secara paksa.
Migrasi secara paksa ini kemudian terjadi besarbesaran di tahun 1980an, sekitar 378.800 orang
Kurdi dipaksa untuk pindah dari wilayah mereka
sampai akhir tahun 1997, bahkan beberapa NGO
mengatakan bahwa terdapat 1 sampai 4 juta orang
Kurdi sudah direlokasi secara paksa oleh pemerintah
Turki ke wilayah lain.145 Migrasi secara paksa ini
dilakukan guna memisahkan orang-orang Kurdi agar
tidak berkumpul dan berupaya untuk menentang
pemerintah, terlebih dalam bentuk kekerasan.
Mengingat diestimasikan terdapat lebih dari
45.000 orang menjadi korban selama 14 tahun
sejak pemerintahan republik dibentuk dan tidak
jauh dari itu, lebih dari 45.000 orang pula mati dalam
konteks kampanye anti-PKK di Turki.146
K. Kirisci, Migration and Turkey: the Dynamics of State,
Society, and Politics, (Cambridge University Press, Cambridge, 2008),
hlm. 184.
145
Y. Ensaroglu, Turkey's Kurdish Question and the Peace
Prosess, Insight Turkey, vol. 15, no. 2, 2013, hlm. 9.
146
111
Tidak dapat dipungkiri, jumlah ini terus
meningkat sejak PKK semakin vokal dalam
mengekspresikan tuntutan-tuntutan terhadap status
mereka sebagai minoritas yang diakui di Turki. Kini,
PKK sendiri dianggap sebagai organisasi teroris yang
membahayakan dan menjadi sorotan perhatian tidak
hanya bagi pemerintah Turki tetapi juga dunia
Internasional. Di sisi lain, migrasi secara paksa yang
dilakukan oleh pemerintah Turki ini juga mendapat
kecaman dari aktor-aktor internasional seperti
European Court of Human
Rights
(ECHR),
mengingat Uni Eropa sangat menaruh perhatian
terhadap perkembangan Turki dalam masalah
minoritas Kurdi sebagai persyaratan Turki untuk
masuk ke dalam Uni Eropa.147
Selain itu,
tindakan migrasi paksa ini juga dikecam oleh The
Human Rights Association of Turkey (IHD – dalam
Bahasa Turki, Insan Hakları Derneg ̆i) karena
dianggap menyebabkan orang-orang Kurdi berada
dalam garis kemiskinan dan tidak memiliki
pekerjaan
akibat
ketidaksiapan
mereka
148
direlokasikan ke tempat lain secara paksa.
112
147
K. Kirisci, op.cit., hlm.185.
148
Ibid.
Penutupan sekolah-sekolah Kurdi dan tidak
diakuinya
Bahasa
Kurdi
serta
pelarangan
menggunakan dan menyebarkan Bahasa Kurdi
merupakan salah satu kondisi terburuk yang dialami
oleh minoritas Kurdi. Kemudian, kemunculan
kelompok pemberontak, yakni PKK menjadi salah
satu masalah besar bagi orang-orang Kurdi dan
pemerintah Turki. Berkaitan dengan kondisi
keamanan
yang
mengkhawatirkan
akibat
pemberontakan PKK dan respon agresif pemerintah
Turki, hal ini jelas menjadikan hubungan antara
orang Kurdi dan negara semakin sulit mencapai
jalan tengah. Selain itu, migrasi secara paksa
sebagai realisasi kebijakan pemerintah Turki akan
kekhawatiran orang-orang Kurdi yang berkumpul
di wilayah tertentu membuat kondisi kaum
minoritas
Kurdi
semakin
memprihatinkan.
Pertanyaan akan status mereka di Turki semakin
tidak terjawab karena eksistensi mereka di Turki
semakin tidak dianggap. Akibat migrasi ini pula,
orang-orang Kurdi hidup berada di bawah garis
kemiskinan dan tidak memiliki pekerjaan. Semua
kebijakan-kebijakan pemerintah Turki terhadap
orang-orang Kurdi dianggap menghancurkan orangorang Kurdi secara sosial, ekonomi, budaya, dan
psikologi.
113
Hal ini berimplikasi pada meningkatnya
jumlah orang-orang Kurdi yang berjuang dengan
segala cara untuk memperoleh hak-haknya sebagai
minoritas di Turki. Oleh karena itu, pertanyaan
orang-orang Kurdi tentang status serta tuntutan
terhadap pemenuhan hak mereka di Turki tidak hanya
menimbulkan masalah ekonomi dan sosial tetapi juga
perlahan membahayakan sistem hukum dan politik di
Turki.149
Akibatnya,
permasalahan
ini
menyebabkan Turki sulit mencapai stabilitas
demokrasi di lingkungan domestik.150
D. Kebebasan Agama bagi Komunitas Alevi
Kebebasan beragama
merupakan hak
fundamental yang harus dilindungi dan dihormati
oleh setiap negara di dunia. Permasalahan yang
dialami oleh orang-orang Alevi terkait legitimasi
status yang berimplikasi pada terbelenggunya
kebebasan beragama bagi mereka di Turki
merupakan masalah yang sudah berlarut-larut dan
belum memeroleh penyelesaian yang sempurna
sampai sekarang. Alevi merupakan kelompok
114
149
Y. Ensaroglu, op.cit., hlm. 9.
150
Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm.19.
beragama non-Sunni terbesar di Turki.151 Tidak ada
data secara jelas menuliskan jumlah orang-orang
Alevi yang tersebar di Turki, tetapi diestimasikan
sekitar 15 juta sampai 20 juta atau sekitar 25% dari
populasi orang Turki tergabung dalam komunitas
Alevi.152
Isu terkait eksistensi komunitas Alevi
merupakan salah satu isu paling rumit dan sulit
untuk mencapai titik temu penyelesaianya. Tidak
dapat dipungkiri bahwa keberadaan orang-orang
Alevi di Turki dapat dikatakan termarginalisasi dan
teraniaya oleh mayoritas Sunni sejak dahulu.153 Alevi
sendiri sebenarnya merupakan bagian dari Islam.
Akan tetapi, ritual, tradisi, budaya, dan beberapa
prinsip yang diyakini memang memiliki perbedaan
signifikan dengan orang-orang beragama Islam
pada umumnya. Alhasil, Alevi dianggap sebagai
White, J. B.,Islam and Politics in Contemporary Turkey,
Turkey in the Modern World, in K. Resat (ed.), Cambridge History of
Turkey, (Cambridge University Press, Cambridge, 2008), hlm.376.
151
152 Paul Amanda, & Murat Seyrek, D., Freedom of religion in
Turkey: The Alevi Issue (daring) http://www.epc.eu, akses pada 19
Februari 2017, pukul 21:23.
153
Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 20.
115
sekelompok orang yang menganut aliran sesat
oleh mayoritas Sunni-Islam.154
Pertama, orang-orang Alevi percayai bahwa
Allah-Muhammad-Ali adalah tiga hal yang perlu
mereka yakini dan sembah. Berbeda dengan
mayoritas Sunni-Islam pada umumnya yang
mempercayai Allah sebagai Tuhan mereka dan
Muhammad
sebagai
seorang
nabi
yang
diagungkan. Kedua, Alevi mempercayai banyak
kitab suci, yakni Torah, Psalms, Injil, dan AlQur’an serta meyakini bahwa mereka perlu
mempelajari semuanya, sedangkan orang-orang
Sunni-Islam hanya meyakini Al-Qur’an sebagai
pedoman dan kitab suci mereka. Al-Qur’an yang
mereka pelajari juga berbeda. Untuk orang-orang
Alevi, mereka meyakini jenis Al-Qur’an e-Natik,
yakni kitab yang dihafal oleh Ali, sedangkan
mayoritas Sunni-Islam meyakini dan mempelajari
Al-Qur’an e-Samit, yakni kitab yang ditulis oleh
Khalifah Utsman dan merupakan kitab yang biasa
digunakan oleh orang-orang Islam.
Ketiga, yang paling mencolok adalah
orang-orang Alevi tidak mempraktikan ritual-ritual
154
116
White, J. B.,op.cit., hlm. 376.
yang dilakukan oleh mayoritas Sunni-Islam atau
Islam pada umumnya.155 Alevi tidak melakukan
puasa di bulan Ramadhan, tidak melaksanakan
shalat 5 waktu, dan tidak menunaikan ibadah
shalat Jum’at bagi laki-laki. Akan tetapi, mereka
memiliki ritual lain yang diyakini oleh mereka
sebagai ibadah yang harus dilakukan. Orang-orang
Alevi memang tidak menunaikan ibadah puasa di
bulan Ramadhan, tetapi mereka perlu berpuasa
selama 12 hari di bulan Muharam dan menutup
hari terakhir puasa dengan mengonsumsi makanan
khusus bernama Aure, yakni sup manis dengan
berbagai macam bahan, seperti buah-buahan, kacangkacangan, dan gandum.
Keempat, pengertian orang-orang Alevi
tentang definisi Tuhan juga sangat berbeda dengan
mayoritas Sunni-Islam. Konsep Tuhan bagi
mereka adalah manusia tidak perlu takut akan Tuhan.
Berbeda halnya dengan orang-orang Islam pada
umumnya yang meyakini bahwa sebagai manusia
sangat perlu untuk takut kepada Tuhan. Disini,
orang-orang Alevi percaya bahwa setiap umat
manusia merupakan bagian dari Tuhan. Tidak ada
D. Doganyilmaz, Religion in Laic Turkey: The Case of
Alevis, Quaderns de la Mediterrania, vol. 18, no. 19, 2013, hlm.
196-197.
155
117
batasan antara pencipta dan umat manusia yang
diciptakan. Kelima, orang-orang Alevi tidak percaya
akan prinsip reward and punishment, atau dengan
kata lain ketidak-yakinan akan surga dan neraka
sebagai konsekuensi sebagai umat beragama jika
melanggar peraturan atau mematuhi perintah
Tuhan.
Keenam, perbedaan yang tidak kalah
signifikan adalah prinsip bagi orang-orang Alevi
yang tidak percaya akan adanya kematian. Mereka
percaya bahwa ketika seorang manusia tidak
bernafas lagi, hal itu berarti manusia tersebut
sedang mengalami proses reinkarnasi, yakni hidup
kembali dengan pribadi yang berbeda. Ketujuh,
orang-orang Alevi tidak mengindahkan adanya
subordinasi antara laki-laki dan perempuan. Mereka
berusaha untuk menyetarakan hierarki antara lakilaki dan perempuan. Terdapat satu ritual keagamaan
atau ibadah yang sangat identik dengan orang-orang
Alevi, yakni upacara cem. Upacara ini dipimpin
oleh dede, sebutan untuk tokoh spiritual dikalangan
Alevi. Jika tokoh spiritual tersebut adalah seorang
perempuan, mereka disebut ana. Seorang ana juga
dapat memimpin ritual keagamaan. Berbeda
halnya dengan orang-orang Sunni-Islam atau Islam
pada umumnya, hanya seorang laki-laki yang
118
dapat memimpin segala bentuk ritual keagamaan
seperti ibadah shalat berjamaah. Jika tidak ada
laki-laki, barulah seorang perempuan dapat
menjadi pemimpin atau imam dalam ibadah.
Terakhir, orang-orang Alevi memiliki
tempat ibadah yang berbeda dengan orang-orang
Sunni-Islam. Tempat ibadah kaum Alevi adalah
cemevi,
sedangkan
orang-orang
Sunni-Islam
beribadah di masjid seperti pada umumnya.
Perbedaan terakhir ini merupakan salah satu hal yang
sering diperdebatkan antara orang-orang Alevi
dengan pemerintah Turki.156 Orang-orang Alevi
sendiri tidak menyukai akan keberadaan mesjid di
muka bumi ini.
Permasalahan
mengenai
kebebasan
beragama terhadap orang-orang Alevi sudah
muncul sejak masa Kerajaan Ottoman. Mulanya,
dengan the millet system yang digunakan oleh
kerajaan dalam mengatur wilayah Anatolia, setiap
komunitas
dapat
mengatur administrasi dan
kebijakan
kelompoknya
secara
independen.
Komunitas-komunitas ini hanya perlu membayar
pajak dan mematuhi beberapa peraturan umum
156
Ibid., hlm. 197.
119
kerajaan. Yang terpenting, mereka diizinkan untuk
melakukan
ritual-ritual
keagamaan
mereka
masing-masing sesuai dengan budaya dan keyakinan
mereka.157 Namun, sama halnya dengan kondisi
kaum minoritas Kurdi, saat Ottoman mencoba untuk
melakukan
sentralisasi
pada
sistem
pemerintahannya, terdapat beragam perubahanperubahan kebijakan yang berimplikasi pada
penindasan,
diskriminasi,
dan
marginalisasi
terhadap orang-orang Alevi. Dalam hal ini,
identitas Alevi diabaikan bahkan pemerintah akan
secara otomatis mengasimilasi Alevi sebagai bagian
dari mayoritas Sunni-Islam.158
Sampailah
pada
era
dimana
Turki
bertransformasi menjadi negara republik dengan
prinsip sekularisme yang dicetuskan oleh Mustafa
Kemal Atatürk. Di awal-awal masa transisi, Alevi
merupakan kelompok yang sangat positif terhadap
prinsip sekularisme yang akan diterapkan oleh
pemerintah Turki. Alevi dianggap sebagai orangorang yang berpihak pada kebijakan sekularisme
Atatürk. Posisi ini menunjukan bahwa orang157
Ibid., hlm. 192.
158 T. Köse, The AKP and the "Alevi Opening": Understanding
the Dynamics of the Reapproachement, Insight Turkey, vol. 12, no. 2,
2010, hlm. 145.
120
orang Alevi menentang para fundamentalis agama
yang pada saat itu banyak menentang kebijakan
sekularis yang diterapkan oleh pemimpin Turki yang
baru. Inisiasi Turki untuk menunjukan loyalitas pada
pemerintah republik tidak serta-merta karena
Alevi menyetujui prinsip sekularis tersebut. Hal ini
disebabkan oleh kepentingan orang-orang Alevi
agar dapat disetarakan dengan mayoritas SunniIslam di Turki.
Namun pada nyatanya, pembangunan
identitas yang diupayakan oleh negara republik ini
adalah membangun Turki dengan identitas yang
homogen baik secara etnis maupun agama,
modern, dan sekuler. Akibatnya, Turki, meskipun
sudah bertransformasi menjadi negara sekularis, tetap
tidak menganggap eksistensi komunitas Alevi. Hal
ini semakin diperkuat dengan pembentukan
konsistusi republik pada tahun 1924. Pada pasal
2, the Turkish Constitution, dijelaskan bahwa, “The
religion of the state is Islam, the official language
is Turkish and the capital is Ankara”.159 Pasal ini
semakin menjelaskan bahwa agama yang diakui
di negara Turki adalah Islam, dalam hal ini
merujuk kepada Sunni-Islam. Tidak dapat
159
D. Doganyilmaz, op.cit., hlm.193.
121
dipungkiri bahwa Turki merupakan negara republik
dengan 99% warga negaranya adalah orang-orang
Muslim. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan
Muslim adalah Sunni-Islam.
Secara perlahan, identitas Alevi semakin
terlupakan, kemudian hal ini berimplikasi pada
kebebasan mereka dalam melakukan aktivitas
keagamaan
maupun
menanamkan
nilai-nilai
keyakinan mereka secara lebih luas. Tidak hanya
ditegaskan dalam pasal 2 Konstitusi Turki,
regulasi baru yang diterapkan oleh pemerintah
Turki
pada
30
November
1925
untuk
memerintahkan aparat pemerintah untuk menutup
tempat ibadah orang-orang Alevi, yakni cemevi dan
pembukaan the Presidency of Religious Affairs of
the Republic of Turkey telah membuat orangorang Alevi
semakin
termarginalisasi
dan
160
terlupakan di Turki.
Peraturan ini memang
dibentuk
sebagai
komponen
dasar
dalam
pembentukan kebijakan asimilasi di Turki guna
merealisasikan prinsip Turki untuk membentuk Turki
sebagai suatu negara dengan satu identitas yang
sama.
160
122
Ibid., hlm.198.
Kondisi ini terus terjadi berlarut-larut dan
belum mampu menemukan titik temu agar
pemerintah dapat mengakui status orang-orang
Alevi
di
Turki.
Meskipun
Turki
sudah
bertransformasi menjadi negara yang lebih
demokratis dengan sistem multipartai yang
diterapkan sejak tahun 1950an, hal ini tidak
membawa perubahan bagi kondisi domestik yang
masih belum mencapai stabilitas demokrasi
karena masih banyak permasalahan minoritas dan
kebebasan beragama di dalamnya. Dimulai dari awal
tahun 1960an, orang-orang Alevi mulai secara
besar-besaran melakukan urbanisasi ke kota-kota
besar dimana sebelumnya mereka cenderung hidup
di desa maupun pinggir kota. Sama halnya seperti
minoritas Kurdi, orang-orang Alevi pun tidak
tinggal diam menghadapi kondisi ini. Berbagai
macam usaha telah dilakukan oleh mereka sejak
tahun 1960. Terlebih ketika kaum militer
mendominasi pemerintah Turki pada tahun 1980.
Dominasi coup d’etat membuat eksistensi
Sunni-Islam semakin terlihat di Turki. Penerapan
kebijakan untuk menyelenggarakan kelas agama
sebagai kewajiban di sekolah dasar dan menengah
pertama dianggap sebagai salah satu elemen
penting untuk memperkuat kebijakan asimilasi
123
Turki yang sudah ada sejak lama.161 Hal ini
sangat diupayakan oleh pemerintahan coup d’etat
untuk diterapkan di Turki. Implikasinya adalah
kelompok Alevi semakin termarginalisasi karena
pelajaran agama yang diwajibkan adalah ajaran
Sunni-Islam. Sejak dominasi coup d’etat, orangorang Alevi semakin tidak tinggal diam untuk
memperjuangkan hak mereka. Akibatnya, banyak
orang mulai melihat permasalahan Alevi sebagai
masalah yang rumit dan harus diatasi oleh pemerintah
Turki. Mulai muncul banyak tulisan-tulisan dari para
akademisi yang menceritakan tentang Alevi. Hal ini
kemudian disimbolkan sebagai kebangkitan Alevi
atau lebih dikenal dengan sebutan “Alevi Revival”.
Orang-orang
Alevi
mulai
berusaha
untuk
meningkatkan
kesadaran
publik,
menuntut
kemudahan untuk mengekspresikan diri di publik,
meningkatkan
eksistensi
di publik,
dan
mengupayakan agar orang-orang Alevi juga dapat
memiliki posisi dalam arena sosial serta politik di
Turki.162
Kebangkitan semangat orang-orang Alevi
untuk lebih ‘terlihat’ ini berimplikasi pada respon
124
161
Ibid.
162
Meilinda Sari Yayusman, op.cit., hlm. 24.
negatif mayoritas Sunni-Islam. Dengan dasar
tujuan
“defending
Islam
from unbelievers”,
serangan-serangan
dilakukan
oleh
mayoritas
Sunni-Islam hingga mengakibatkan banyak orangorang Alevi terbunuh. Antara tahun 1970an dan
1990an, orang-orang Alevi menjadi tujuan dari
beberapa
serangan
masif
seperti:
Insiden
Kahramanmara (1978) dimana lebih dari 100 orang
Alevi termasuk wanita dan anak-anak meninggal
dunia akibat serangan dari kaum mayoritas SunniIslam (Idiz, 2013), pembunuhan besar-besaran di
Corum (1980) salah satu kota dimana orang-orang
Alevi banyak bermukim (Bayrak, 2012), dan Insiden
Sivas (1993) dimana 35 perwakilan kaum terpelajar
Alevi dibakar hidup-hidup oleh orang-orang Sunni
yang marah ketika orang-orang Alevi sedang
menyelenggarakanacara kebudayaan mereka.163
Kondisi termarginalisasi dan semakin
terlupakannya orang-orang Alevi membuat mereka
tidak tinggal diam dalam mengatasi masalah ini.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, orang-orang
Alevi mulai bangkit untuk memperjuangkan
identitasnya di Turki terutama agar dapat diakui dan
S.
Idiz,
Turkey’s
Alevi
Question,
http://www.almonitor.com, akses pada 19 Februari 2017, pukul
21:26.
163
125
tidak dihalangi serta dimusuhi dalam melakukan
aktivitas keagamaan. Tujuan utama kebangkitan
orang-orang Alevi dalam memperjuangkan identitas
adalah untuk membentuk dan memelihara identitas
Alevi di Turki, lebih diakui keyakinannya, dan lebih
diterima sebagai aktor yang setara dengan
masyarakat lainnya terkhusus dalam arena sosial dan
politik Turki.164 Orang-orang Alevi kini benar-benar
berusaha untuk mengajukan
tuntutan
pada
pemerintah Turki agar mendapatkan hak yang
sama dengan kepercayaan-kepercayaan lain yang ada
di Turki. Menurut mereka, semua ini tergantung pada
upaya pemerintah Turki untuk mengakomodasi
kepentingan orang-orang Alevi, sehingga tidak lagi
termarginalisasi dan secara perlahan memperoleh
legitimasi dari pemerintah maupun masyarakat Turki
khususnya
mayoritas
Sunni-Islam.
Dengan
memperoleh
hak
kebebasan beragama untuk
beribadah dan malakukan ritual-ritual lainnya, secara
tidak langsung Alevi telah memeroleh legitimasi
terhadap identitas mereka di Turki.
164
126
T. Köse, op.cit., hlm. 146.
BAB VI
PROPAGANDA TURKI
Turki melakukan berbagai macam propaganda
untuk dapat bergabung dengan Uni Eropa.
Propaganda Turki biasanya dilakukan melalui media
massa. Salah satu yang dilakukan Turki mengenai
kasus Armenia yaitu Turki sampai sekarang masih
menyangkal adanya pembantaian atau genosida
bangsa Armenia. Namun Turki mengakui bahwa
terjadi kematian secara besar-besaran yang terjadi
karena peperangan dan hal-hal yang bersangkutan
seperti wabah penyakit dan kelaparan. Pengakuan
Turki ini menyebabkan reaksi dari bangsa Armenia
yang mengatakan bahwa adanya pembunuhan
genosida yang dilakukan Turki. 165
Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung
Dengan Uni Eropa, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada), hlm.54.
165
127
Oleh sebab itu, Turki melakukan propaganda
untuk menarik perhatian dunia internasional dan
mengembalikan image buruk Turki bahwa Turki
tidak melakukan pembunuhan genosida terhadap
bangsa Armenia. Walaupun isu-isu tersebut belum
ada pembuktian yang pasti, tetapi kasus ini dapat
berpengaruh bagi kelancaran negosiasi Turki dengan
Uni Eropa. 166
Turki memiliki dukungan internasional dari
negara adikuasa, yaitu Amerika Serikat. Hal ini
terlihat ketika Hillary Clinton yang menjabat sebagai
menteri luar negeri Amerika Serikat mengunjungi
Turki untuk membicarakan kemajuan aksesi Turki
bergabung dengan Uni Eropa. Redaktur utama harian
Turki Milliyet,Sedat Ergin melihat dua pertanda
penting yang disampaikan Hillary Clinton dalam
konferensi pers. Ergin mengatakan, Clinton
menyatakan dukungan Amerika Serikat bagi
keanggotaan Turki dalam Uni Eropa. Namun
demikian Clinton juga menekankan, demokrasi di
Turki masih memiliki kekurangan dan juga
menegaskan pentingnya konstitusi Turki yang
bersifat duniawi. Penyataan menteri luar negeri
Amerika Serikat tersebut membuktikan bahwa
166
128
Ibid.
adanya pendapat yang berbeda dengan mantan
Presiden George W. Bush yang selalu menilai Turki
sebagai negara Islam yang moderat.167
Turki adalah sekutu tererat Amerika Serikat
di Timur Tengah selain Israel. Amerika Serikat ingin
agar Turki lebih berperan di Afganistan. Tetapi
penempatan militer untuk memerangi Taliban ditolak
oleh pemerintah Turki di bawah Perdana Menteri
Recep Tayyip Erdogan. Pemerintahan Erdogan tidak
menginginkan fotofoto tentara Turki yang tewas di
negara Islam, akan tetapi Amerika Serikat
membutuhkan Turki untuk menyelesaikan sejumlah
masalah di kawasan tersebut. Menteri Luar Negeri
Ali Babacan mengatakan, pemerintah Turki siap
untuk kembali menjadi penengah dalam konflik
antara Suriah dan Israel. Rasa anti Amerika Serikat
tersebar luas di Turki, hampir 70% rakyat Turki
menganggap Amerika Serikat musuhnya, maka dari
itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary
Clinton hadir sebagai tamu dalam sebuah talk showdi
salah satu televisi Turki untuk dapat memberikan
penjelasan dan mengubah citra buruk Amerika
Serikat.168
167
Ibid.
168
Ibid., hlm.55.
129
1. Propaganda Internal
Turki melakukan propaganda di negaranya
dengan membuka wawasan masyarakat Turki bahwa
dengan bergabungnya Turki dengan Uni Eropa, maka
perekonomian Turki akan berkembang dan hal ini
akan mengurangi penganguran dan akan banyak
lapangan kerja bagi masyarakat Turki. Selain itu,
masyarakat Turki akan mudah untuk memperoleh
pendidikan di negara-negara anggota Uni Eropa.169
Voting yang dilakukan oleh salah satu
universitas di Turki antara jumlah yang mendukung
dan menolak Turki bergabung dengan Uni Eropa
adalah 47% dan 53%. Sedangkan dari masyarakat
internasional Eropa hanya 30% warga yang setuju
bila Turki menjadi anggota. Dari jumlah tersebut
memperlihatkan bahwa hanya sebagian kecil yang
mendukung Turki bergabung dengan Uni Eropa.
Jumlah ini mempengaruhi keberhasilan diplomasi
Turki. Kecilnya presentase rakyat yang mendukung
membuat pemerintahan Turki harus berusaha penuh
untuk meyakinkan rakyat Turki dan menjalin
kerjasama politik dan diplomasi yang kuat dengan
169
130
Ibid.
pihak-pihak
tertentu
untuk
penggabungan Turki ke Uni Eropa.170
melancarkan
Turki sudah memahami syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh Uni Eropa dimana syarat-syarat
ini berlaku secaraumum bagi seluruh negara Eropa
yang akan maupun sudah bergabung kedalam Uni
Eropa. Turki juga sudah memahami ada beberapa
hambatan atau kelemahan Turki. Salah satu fakta
bahwa Turki telah menyadari adanya kelemahan
tersebut adalah ketika Perdana Menteri, Recep
Tayyip Erdogan memperkenalkan bahasa Kurdi
dalam sebuah tayangan televisi.Turki berusaha
memenuhi syarat Uni Eropa tentang penghormatan
Hak Azasi Manusia (HAM). Kesadaran terhadap
kelemahan lain adalah penghapusan hukuman mati
dan larangan penyiksaan di penjara dan mengurangi
dominasi militer (Dewan Keamanan Nasional)
dengan menempatkan sipil. 171
Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan mengatakan
bahwa jika Uni Eropa memberi tempat bagi Turki,
barulah dapat dikatakan Uni Eropa adalah sebuah
N. Goksel, Turki: Demokrasi yang Semakin Dewasa, Common
Ground News Service, (31
170
Juli 2007).
171
Asmawita Fithri, op.cit., hlm.56
131
tempat di mana peradaban Barat dan Timur bisa
bertemu. Beliau juga mengatakan kepada Uni Eropa
melalui media massa:
“Kalau Anda mengklaim bahwa Uni Eropa
bukanlah Klub Kristen, dan Anda memercayainya,
maka Anda harus menerima Turki berada di antara
Anda. Para pemimpin Eropa harus menentukan
apakah Uni Eropa akan menjadi sebuah
kekuatanglobal atau tetap menjadi Klub Kristen,''172
Jika dalam proses negosiasi nanti Turki
disetujui menjadi anggota Uni Eropa, maka saat
itulah untuk pertama kalinya Uni Eropa
beranggotakan sebuah negara yang mayoritas
penduduknya Muslim. Keputusan Uni Eropa
menerima Turki untuk dibahas menjadi anggota
masyarakat Eropa merupakan pilihan yang lebih
mengedepankan kematangan politik daripada sikap
emosi atau sentimen agama dan ras. Kematangan
politik itu tecermin, sebagaimana dikatakan Erdogan,
karena Uni Eropa kini lebih memilih menjadi
kekuatan global. Erdogan mengatakan pilihan
Keanggotaan Turki Mulai Dibahas,Kompas [Jakarta],
30 Juni 2005.
172
132
membicarakan Turki menjadi anggota Uni Eropa
sebagai aliansi peradaban. 173
Turki pernah menguasai sebagian besar
daratan Eropasekitar 800 tahun pada masa
kekhalifahan Ottoman. Oleh sebab itu masyarakat
Uni Eropa merasa khawatir akan terjadi kebangkitan
Islam kembali jika Turki bergabung dengan Uni
Eropa. Apalagi saat ini pemerintah Turki dipegang
oleh partai yang berbasis Islam, Partai Keadilan dan
Pembangunan yang dipimpin PM Turki. Isu ini
membuat
pemerintahan
Turki
menjawab
kekhawatiran tersebut dengan fakta Turki adalah
negara sekuler yang demokratis.
Perjalanan Turki untuk menjadi anggota Uni
Eropa masih dalam proses perindingan, karena
banyaknya hambatan-hambatan didalam negeri Turki
menyebabkan Turki harus menunggu untuk mencapai
tujuannya. Diperkirakan keanggotaan Turki akan
memakan waktu hingga sepuluh tahun, akan tetapi
bisa jadi lebih lama dari yang diperkirakan.174
173 Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung
Dengan Uni Eropa, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada), hlm.57
174
Sumber dari http://www.sinarharapan.co.id.
133
Di kalangan kaum muslimin Turki juga
berkembang kekhawatiran atas ancaman penjajahan
budaya yang akan terjadi bila Turki menjadi anggota
Uni Eropa. Bergabungnya Turki dengan Uni Eropa
akan semakin membuka pintu bagi masuknya nilai
dan budaya Barat ke Turki dan hal ini menyebabkan
timbulnya kekhawatiran besar di tengah umat Islam
Turki. 175
Kondisi Turki sekarang pun tidak jauhbeda,
Partai AKP harus menghadapi tekanan militer dan
kelompok sekuler yang curiga kepada agenda islami
partai AKP. Krisis Turki juga menjadi pelajaran
bahwa meskipun partai AKP ingin menampilkan diri
sebagai partai sekuler tetap saja kelompok sekuler
mencurigai agenda Islaminya. Partai AKP yang saat
ini memerintah negara Turki berusaha untuk
mencabut aturan larangan jilbab di kampus-kampus.
Namun upaya mereka mendapat hambatan dari
kekuatan-kekuatan sekuler di Turki, termasuk dari
kalangan militer, hakim-hakim senior dan sebagian
besar akademisi yang beranggapan bahwa jilbab
adalah simbol agama yang bertentangan dengan
sistem sekular yang dianut negara Turki. Larangan
jilbab tersebut juga mempengaruhi keputusan Uni
175
134
Asmawita Fithri, op.cit., hlm.58
Eropa untuk memasukkan Turki untuk menjadi
anggotanya. Pada tahun 2005, lembaga hak asasi
manusia Uni Eropa menyatakan bahwa larangan
jilbab di Turki tidak melanggar prinsip kebebasan
dan Turki perlu memberlakukan larangan itu guna
melindungi sistem sekuler Turki.176
2. Propaganda Eksternal
Turki memiliki permasalahan didalam
negerinya, terutama tentang konflik di perbatasan
Irak, yaitu dengan kelompok PKK. Secara bertahap,
Turki meminta negara-negara Eropa melakukan lebih
banyak tindakan terhadap PKK yang dianggap Uni
Eropa
sebagai
kelompok
teroris.
Erdogan
menyampaikan hal itu setelah perundingan antara
Turki dan Iran yang berakhir tanpa kemajuan.
Perundingan itu antara lain membahas usulan Irak
menghentikan serangan PKK terhadap Turki dari
wilayah Irak. Turki memperingatkan tidak akan
memberikan toleransi lebih banyak lagi terhadap
serangan lintas perbatasan dan mengirimkan
tentaranya secara besar-besaran kesepanjang
AKP Gandeng Partai Oposisi untuk Cabut Larangan
Jilbab di Turki, Era Muslim, 25 Januari 2008.
176
135
perbatasan. Erdogan mempertanyakan kesungguhan
negara-negara Uni Eropa dalam masalah PKK. PM
Erdogan mengatakan pidatonya disalah satu televisi
Turki:
"Tidak ada negara Uni Eropa mengekstradisi
anggota PKK ke Turki meskipun dijuluki organisasi
teroris".177
Erdogan pernah menegaskan, AKP bukan
partai agama, melainkan partai yang ingin
menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Turki.
Erdogan juga menyatakan sangat mendukung
masuknya Turki sebagai anggota Uni Eropa dan
pelaksanaan program Dana Moneter Internasional
(IMF) bagi reformasi ekonomi Turki yang
mengalami krisis serius selama dua tahunterakhir ini.
Selain dari itu, Erdogan menegaskan, bersedia
mempertahankan hubungan saling menguntungkan
antara Turki dan Israel. 178
Uni Eropa masih belum menerima Turki
untuk menjadi anggotanya karena Turki masih
memiliki dua permasalahandi negerinya, yaitu
177
PM Turki Kecam Uni Eropa, BBC News, 27 Oktober
178
Asmawita Fithri, op.cit., hlm.59
2007.
136
permasalahan demokrasi dan penghormatan hak-hak
azasi manusia, dimana hal tersebut merupakan hal
yang urgentdalam kriteria calon anggota Uni Eropa.
Kemudian dengan berjalannya waktu sejak tahun
2002 sampai 2004, Turki telah merubah peraturan
pemerintahnya agar sesuai dengan peraturan yang
ditentukan untuk menjadi kandidat Uni Eropa. 179
Sebenarny sangat sulit jalan yang harus
ditempuh Turki untuk bergabung untuk menjadi
anggota Uni Eropa, karena hal yang terutama yang
menjadi alasan Uni Eropa untuk sulit menerima Turki
menjadi bagian dari anggotanya yaitu mash
terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM di Turki
serta tidak stabilnya situasi politik dan ekonomi di
Turki. Selian hal-hal tersebut, Turki juga memiliki
dua kubu yang mendukung dan tidak mendukung
Turki bergabung dengan Uni Eropa, yaitu kubu
sekular dan tidak sekular. 180
Ada beberapa opini baik dan buruk yang
muncul tentang bergabungnya Turki menjadi anggota
Uni Eropa, seperti pada tabel dibawah ini terlihat
bahwa beberapa persen warga Uni Eropa dapat
179
Ibid., hlm.60
180
Ibid.
137
menerima atau menolak Turki untuk bergabung
dengan Uni Eropa . Pilihan yang netral didominasi
oleh sebagian rakyat Uni Eropa. Walaupun demikian,
Turki tidak berputus asa untuk terus mengadakan
diplomasi dengan Uni Eropa.181
Kasus yang lain yaitu puluhan wali kota dari
wilayah Turki tenggara terancam hukuman penjara.
Penyebabnya, mereka mengirim surat kepada
perdana menteri Denmark. Jaksa penuntut mendakwa
ke-56 wali kota itu dengan tuduhan secara sadar dan
sengaja membantu Partai Pekerja Kurdistan (PPK).
Para wali kota itu dalam suratnya mendesak Perdana
Menteri Anders Fogh Rasmussen untuk tidak
menutup stasiun RAJ TV berbahasa Kurdi yang
beroperasi di Denmark. 182
Turki menuduh stasiun Rajsebagai corong
propaganda kelompok separatis Partai Pekerja Kurdi.
Kelompok ini mengangkat senjata menentang
pemerintahan Turki pada 1984 dan ingin mendirikan
negara sendiri. Lebih dari 30.000 orang, sebagian
besar orang Kurdi, tewas dalam konflik itu. Dalam
surat kepada Rasmussen, para wali kota dari
138
181
Ibid.
182
Ibid., hlm.61.
beberapa kota besar di wilayah selatan mendesak dia
untuk bertahan dari tekanan Ankara menyangkut
penutupan stasiun Raj TV. Mereka mengatakan,
keberadaan stasiun itu perlu bagi demokrasi di
Turki.183
Keberadaan Raj TVmenjadi isu serius bagi
Turki. Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan pada
saat itu batal menggelar konferensi pers di Denmark
bersama Rasmussen gara-gara seorang wartawan Raj
TVmengikuti jumpa pers. Rasmussen menjelaskan,
melarang wartawan itu meliput adalah pelanggaran
terhadap prinsip Uni Eropa mengenai kebebasan
berekspresi.184
Turki
banyak
melakukan
kampanyekampanye dengan mengatakan kepada media massa
bahwa Uni Eropa adalah bukan klub Kristen, oleh
karena itu walaupun mayoritas penduduk Turki
beragama Islam, namun hal ini tidak menghambat
Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa, inilah
183 56 Wali Kota Turki Terancam Dipenjara, Suara
Merdeka [Jakarta], 19 Juni 2006.
184
Ibid.
139
saatnya Uni Eropa membuktikan kepada dunia bahwa
Uni Eropa bukan klub Kristen. 185
Selain itu, Turki melalukan propaganda
untuk menyangkal kasus pembantaian genosida
Armenia dengan memasang iklan dibeberapa surat
kabar internasional menjelang tanggal 24 April yang
diperingati orang-orang Armenia diseluruh dunia
sebagai Genocide Memorial Day.Iklan tersebut
berbunyi:
“Marilah kita bersama menggali kebenaran
tentang apa yang terjadi di tahun 1915”.186
Dalam iklan tersebut, pemerintah Turki
mengundang Armenia untuk membentuk bersama
komisi sejarawan guna menyelidiki genosida tahun
1915 yang menewaskan ribuan warga Armenia di
masa kerajaan Ottomn. Diperkirakan sekitar 800 ribu
hingga 1,2 juta orang Armenia tewas antara tahun
1915-1917 dalam pembunuhan dan pengusiran
massal bangsa Armenia. Pernyataan tersebut
membuat Turki menolak untuk mengakui adanya
185
Asmawita Fithri, op.cit., hlm.62
Redaksi-kabarindonesia,
Armenia,11 Oktober 2007.
186
140
Debat
Soal
Genosida
pembantaian genosida Armenia yang dilakukan Turki
pada zaman kerajaan Ottoman. 187
Sejumlah negara secara resmi menganggap peristiwa
itu sebagai genocide. Contoh baru2 ini yaitu Perancis
dan Swiss. Negara-negara lain yang mengakui
terjadinya genosida Armenia yaitu Argentina,
Armenia, Belgia, Canada, Cyprus, Perancis, Jerman,
Yunani, Italy, The Netherlands, Lebanon, Poland,
Russia, Slovakia, Sweden, Switzerland, Uruguay,
Vatican City dan Venezuela.188
187
Asmawita Fithri, op.cit., hlm.63
Armenian Genoside, http://en.wikipedia.org, diakses
pada tanggal 12 Agustus 2017, pukul 09:52.
188
141
BAB VII
TURKI SEBAGAI FONDASI
DEMOKRATISASI TIMUR TENGAH
A. Rekonsiliasi Islam dan Demokrasi
Menurut Altunışık (2005), ada tiga elemen
penting dalam pengalaman Turki, yakni sekularisme,
demokrasi dan pengaruh internasional.189 Ketiga
elemen ini saling terkait dalam mempengaruhi
pembentukan dan pengembangan pengalaman
demokratisasi Turki dan identitas negara Turki
sebagai salah satu negara demokratis di Timur
Tengah. Keterkaitan ketiga elemen tersebut dalam
membangun pengalamanTurki bisa dilihat dari
dinamika perkembangan politik modern Turki. Awal
sejarah Turki ditandai dengan adanya sekularisasi
Altunışık, M. B. (2005). The Turkish Model and
Democratization in Middle East. Arab Studies Quarterly, 27(1-2),
hlm.47.
189
142
yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Atatürk.
Sekularisasi ini merupakan upaya Atatürk untuk
melakukan modernisasi terhadap kondisi Turki
yang dianggap sudah jmud dan tidak sesuai
dengan perkembangan zaman modern pada masa
itu .190 Ataturk kemudian melakukan upaya
pemisahan agama dari politik secara ketat
(dikenal dengan
istilah
laikik)
dengan
mengupayakan
pembentukan
undang-undang
sekuler dalam pemerintahan Turki yang baru,
melarang perkumpulan agama untuk melakukan
kegiatan tanpa seizin pemerintah, serta melarang
penggunaan simbol -simbol keagmaan di publik.
Proses sekularisme yang dilakukan oleh Atatürk
pada masa itu memang mengundang kontroversi
dari masyarakat yang sudah berada dalam
kekuasaan Kesultanan Turki Usmaniyah yang
terbiasa dengan hukum Islam. Namun, seiring waktu,
perlawanan tersebut diredam oleh pemerintah
Atatürk yang mencoba untuk melakukan represi
terhadap kelompok-kelompok reaksioner serta
memberlakukan sistem partai tunggal dalam politik
190 Yavuz, M. H. (2009). Secularism and Muslim
Democracy in Turkey (Cambridge Middle East Studies).
Cambridge: Cambridge University Press, hlm.24
143
Turki yang menghalangi adanya perdebatan politik
mengenai sekularisme.191
Dalam
perkembangan
selanjutnya,
sekularisme
mulai
menghadapi
kritik
dan
tantangan seiring terjadinya proses demokratisasi
di Turki pada pertengahan tahun 1950-an.
Penerapan sistem multipartai memungkinkan
munculnya beberapa partai Islam (meskipun dalam
skala yang kecil) dan partai dengan arus ideologi
yang berbeda di Turki sehingga memungkinkan
adanya pandangan-pandangan alternatif tentang
sekularisme.192
Pandangan
alternatif
terkait
sekularisme Turki yang paling utama dikemukakan
oleh Demokratik Parti (DP) yang menjadi partai
berkuasa pada tahun 1950, dimana DP mencoba
untuk
merevisi pandangan sekularisme yang
dijalankan dengan ketat oleh pemerintahan se
belumnya menjadi sekularisme yang lebih moderat
191 Hadza Min Fadhli Robby, Peran Turki Sebagai Norm
Entreprneur Dalam Upaya Lokalisasi Norma Demokrasi Di Timur
Tengah, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada), hlm. 21.
192 Kili, S. (1980, July). Kemalism in Contemporary
Turkey. International Political Science Review, 1(3), 381404.Kirisçi, K. (2011). Turkey's "Demonstrative Effect" and the
Transformation of the Middle East. Insight Turkey, 13(2),
hlm.393-394.
144
dan menghormati hak-hak kaum beragama untuk
menjalankan agamanya di ruang publik politik.193
Namun, adanya dominasi pihak Kemalis (pengikut
Atatürk) yang terdiri dari politisi dan tentara
dalam perpolitikan Turki tidak memungkinkan
terjadinya perubahan secara signifikan dalam
pandangan terkait sekularisme di Turki yang
memberikan ruang kepada para pemeluk beragama
untuk menjalankan keyakinannya.194
Pada kurun 1960-1970, perpolitikan Turki
mulai diramaikan oleh partisipasi dari gerakangerakan sosial masyarakat yang digerakkan oleh
basis massa Islam konservatif. Gerakan sosial
masyarakat tersebut diantaranya adalah gerakan
Hizmet yang dimunculkan oleh Muhammad
Fethullah Gülen, gerakan Nurcu yang dimunculkan
oleh Bediuzzaman Nursi, dan gerakan Milli
Görüs yang dimunculkan oleh Necmettin Erbakan.
Milli Görüs menjadi sebuah gerakan yang
memiliki momentum yang besar dan memiliki intensi
untuk terlibat dalam perpolitikan Turki untuk
Göktepe, C. (t.thn.). The Menderes Period (19501960). Dipetik Juni 17, 2014, dari The Journal of Turkish Weekly,
USAK: http://www.turkishweekly.net/article/60/themenderesperiod-1950-1960.html, hlm.5
193
194
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit, hlm.22.
145
mempromosikan agenda-agenda dari kalangan
Islam
konservatif,
diantaranya adalah
menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan
dengan moralitas dan masalah yang
berkaitan
dengan kesejahteraan kaum miskin di daerah
pedalaman Turki.Gerakan Milli Görüs melihat
bahwa adanya sekularisme yang diterapkan Turki
bukannya menghasilkan kemajuan bagi negara Turki,
namun kemunduran, sehingga sistem sekularisme
yang telah diterapkan Turki perlu direvisi bahkan
diubah karena tidak sesuai dengan semangat
masyarakat Turki. Seiring waktu, Milli Görüs
berkembang menjadi partai. Dalam beberapa
kesempatan, partai yang didirikan oleh basis massa
Milli Görüs terus berubah karena adanya tekanan
politik dari pihak berkuasa.195
Pada tahun 1980-an, politik Turki mulai
memasuki episode baru ketika Turgut Ozal
menjalankan demokratisasi sebagai konsekuensi
liberalisasi dan adanya intensi untuk menjadikan
Turki sebagai bagian dari Komunitas Eropa. Adanya
tekanan dari Komunitas Eropa terhadap rekor
pelanggaran HAM dan tidak berjalannya demokrasi
di Turki membuat Turgut Ozal harus melakukan
195
146
Ibid.
demokratisasi
dengan
membuka ruang bagi
pemikiran politik dari ideologi yang berbeda dan
memberikan kesempatan kepada oposisi politik
yang semula dilarang untuk terlibat kembali
dalam
kancah politik
Turki.196
Sebagai
konsekuensi dari demokratisasi yang dilakukan
oleh Ozal, wacana politik Islam semakin menguat di
Turki karena partai partai Islam mulai muncul dan
mencoba untuk mengawal wacana yang menjadi
aspirasi dari kalangan masyarakat konservatif
Turki, seperti misalnya wacana pembolehan hijab
di ruang publik, wacana pembukaan sekolah
agama, dan wacana ekonomi yang bebas bunga.
Salah satu partai yang paling dominan membawa
wacana-wacana tersebut adalah Refah Partisi ,
sebuah partai yang didirikan oleh Necmettin
Erbakan sebagai sebuah upaya untuk melanjutkan
gerakan Milli Görus dalam perpolitikan Turki. 197
Pada tahun 1990-an, Refah Partisi mulai
muncul sebagai partai yang dominan dan didukung
secara luas oleh masyarakat Turki dengan agenda Dağı, I. (2001, January). Human Rights,
Democratization, and the European Community in Turkish
Politics: The Özal Years, 1983-1991. Middle Eastern Studies,
37(1),hlm.27
196
197
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.23
147
agenda kesejahteraan ekonomi serta agenda
penguatan moral dalam masyarakat Turki. Secara
perlahan tapi pasti, RP sebagai representasi dari suara
masyarakat konservatif mulai memenangkan pemilu
di kancah lokal dan nasional, sampai pada tahun
1995 ketika RP mendudukkan pendirinya, yakni
Necmettin Erbakan sebagai Perdana Menteri
Turki. 198 Munculnya Necmettin Erbakan dalam
politik Turki menguatkan implementasi kebijakan
yang berasal dari aspirasi masyarakat Turki yang
konservatif, misalnya kebijakan pembolehan jilbab,
kebijakan pelarangan bunga bank dan kebijakan
pembukaan sekolah agama di berbagai tempat di
Turki .199 Adanya kebijakan tersebut kemudian
memancing reaksi dari kalangan sekular dan
masyarakat Turki yang mendukung politik
sekular.
Masyarakat
beserta politisi
sekular
melakukan aksi untuk menentang kebijakan
Erbakan yan g mulai memiliki tendensi antisekular dan berbasis pada ajaran keagamaan. Dari
198 IBP USA. (2009). Turkey Foreign Policy and
Government Guide. Washington DC: International Business
Publication USA, hlm.52.
199 Çelik, Y. (1999). Contemporary Turkish Foreign
Policy. Connecticut: Praeger, hlm.83.
148
aksi -aksi yang dilakukan oleh faksi sekular,
kondisi politik Turki terus memanas hingga
kemudian Angkatan Bersenjata Turki memberikan
ultimatum kepada Erbakan pada 28 Februari 1997
untuk segera mengevaluasi dan mempertimbangkan
kebijakan yang memiliki tendensi politik Islam
yang bertujuan untuk melakukan Islamisasi
negara. Dalam ultimatum tersebut, Angkatan
Bersenjata Turki menuntut Erbakan untuk
membatalkan izin untuk tarikat sufi dan menutup
sekolah agma yang dibuka pada masa Erbakan.200
Adanya ultimatum ini membuat politisi RP yang
datang dari basis masyarakat konservatif perlu
mempertimbangkan
kembali metode politiknya
yang konfrontasional dan tidak konstruktif. Beberapa
politisi RP, seperti misalnya Abdullah Gül, mulai
memikirkan bahwa adanya aspirasi politik Islam
yang hadir di perpolitikan Turki harusnya tidak
ditujukan untuk membangun visi sebuah negara
berdasar nilai-nilai Islam atau sebuah pemerintahan
Islam namun membangun visi negara demokratis
Eligür, B. (2010). The Mobilization of Political Islam
in Turkey. Cambridge: Cambridge University Press.hlm.221
200
149
yang melayani semua kelompok
terlepas latar belakangnya.201
masyarakat
Adanya visi ini kemudian membuat
beberapa politisi RP, seperti misalnya Recep
Tayyip Erdoğan, Bülent Arınç, Melih Gökçek
dan Abdullah Gül untuk membuat partai baru
yakni AKP sebagai sebuah bentuk ijtihad baru
dalam upaya mencari format penyesuaian antara
Islam dan demokrasi dalam sistem politik sekular.
Berdirinya AKP menjadi awal bagi munculnya
orientasi pos-Islamis dalam gerakan politik Islam di
Turki dengan strategi politik yang pragmatis,
demokratis dan moderat ketimbang strategi politik
konfrontasional dan rekasioner yang semula dianut
dengan orientasi Islamis yang dianut oleh RP dan
partai-partai dengan gagasan Milli Gorus.202
Munculnya AKP dalam perpolitikan Turki m enjadi
sebuah episode penting dalam pengalaman Turki,
dimana pada akhirnya nilai -nilai Islam dan
demokrasi bertemu tidak dalam nuansa yang
konfrontasional, namun dapat saling mengisi dan
201
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.23.
202 Mason, W. (2012). Turki: Pos-Islamisme dalam
Tampuk Kekuasaan. Dalam A. Bubalo, G. Fealy, & W. Mason,
PKS & Kembarannya: Bergiat Jadi Demokrat di Indonesia, Mesir
& Turki (hal. 69-97). Depok: Komunitas Bambu, hlm.70.
150
konstruktif. Upaya pemerintahan Turki dibawah
AKP untuk merekonsiliasi hubungan nilai Islam
dan demokrasi terbukti dalam sebuah kasus,
ketika
terdapat
perdebatan
hak
untuk
menggunakan hijab di publik. Dalam isu tersebut,
AKP mencoba untuk menggunakan nilai -nilai
universal seperti demokrasi dan HAM untuk
meyakinkan dan memperjuangkan hak untuk
menggunakan
hijab ketimbang
menggunakan
alasan-alasan dengan dalil keagamaan Adanya
sikap AKP untuk menggunakan isu HAM dan
demokrasi dalam membela hak menggunakan hijab
disambut dengan baik oleh berbagai macam pihak,
mulai dari lembaga swadaya masyarakat hingga
partai dengan tendensi politik yang sekularnasionalis, seperti Milliyetci Hareket Partisi (Kuru,
2014). Untuk meloloskan hak menggunakan hijab,
AKP kemudian menambah dua klausul antidiskriminasi
dalam
konstitusi
Turki
yang
menggarisbawahi bahwa pemerintah tidak boleh
membatasi akses pelayanan publik kepada siapapun
dari latar belakang apapun. 203 Upaya untuk
meloloskan amandemen ini berhasil di parlemen
Turki dan hak menggunakan hijab di Turki masih
Akyol, M. (2012). The Turkish Model: Marching
toward Islamic Liberalism. Cairo Review, 4, hlm.68.
203
151
berlaku sampai saat ini. Contoh ini membuktikan
bahwa aspirasi keagamaan bisa diperjuangkan secara
demokratis dalam kerangka yang sekular tanpa harus
menggunakan
dalil-dalil
keagmaan
yang
cenderung memihak pada golongan tertentu.
Pengalaman Turki membuktikan bahwa nilai-nilai
keagamaan (Islam sebagai agama mayoritas di Turki)
dan nilai-nilai demokrasi dapat berdampingan dan
dapat mengisi satu sama lain untuk membangun
sistem politik yang lebih baik dan stabil.204
B. Kebijakan Luar Negeri Turki
Munculnya kebijakan luar negeri Turki dalam
demokratisasi di Timur Tengah dimulai dari adanya
inisiatif Turki untuk melakukan pendekatan ke
kawasan Timur Tengah. Menurut Nader Habibi
dan Joshua Walker (2011), pendekatan Turki ke
Timur Tengah memang sudah terjadi sejak tahun
1950-an, yakni pada masa pemerintahan Adnan
Menderes yang tergabung dalam Pakta Baghdad
dengan negaranegara Timur Tengah pada masa
Perang Dingin dan pada tahun 1980-an, yakni pada
masa pemerintahan Turgut Özal yang melakukan
204
152
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.24
upaya pendekatan ke negara-negara di sekitar Timur
Tengah dengan upaya meluaskan pengaruh Turki .
Habibi dan Walker mencatat bahwa inisiatif Turki
untuk mendekat ke Timur Tengah memang
banyak tercatat pada masa-masa pemerintahan sipil
yang terpilih secara demokratis, karena pemerintah
pastinya akan memperhatikan aspirasi publik
untuk membangun hubungan yang lebih dekat
dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah.205
Pada masa pemerintahan Erdoğan yang
dimulai pada tahun 2003, wacana reengagement
Turki ke wilayah Timur Tengah semakin menguat.
Aspirasi ini muncul dari beberapa kalangan, mulai
dari kalangan akademisi, kalangan politisi,
kalangan pebisnis dan pengusaha, dan masyarakat
sipil. Wacana re-engagement ke kawasan Timur
Tengah diawali dari pembicaraan di kalangan
akademis tentang politik luar negeri Turki pascaPerang Dingin. Pada saat Perang Dingin, posisi
Turki
menjadi signifikan
dalam
politik
internasional karena Turki dipercayai oleh Blok
Barat dan NATO untuk menjadi buffer state yang
Habibi, N., & Walker, J. W. (2011, April). What's
Driving Turkey's Reengagement with the Arab World? Middle
East Brief, Crown Center for Middle East Studies(49), hlm.6.
205
153
dapat menahan pengaruh blok Timur di kawasan
Timur Tengah dan Asia Barat Daya.206 Namun,
setelah Perang
Dingin,
Turki
kehilangan
signifikansi tersebut. Beberapa akademisi, seperti
misalnya Ahmet Davutoğlu, menganggap bahwa
Turki perlu melakukan redefinisi terhadap peran
dan identitasnya sebagai seorang ak tor dalam politik
internasional.207 Dalam bukunya yang berjudul
Strategic Depth, Davutoğlu menganggap bahwa
Turki perlu mempertimbangkan kembali faktor
sejarah dan geografis sebagai sebuah dasar untuk
menentukan peran serta memantapkan identitas Turki
pada abad ke-21.208
Dengan mempertimbangkan kembali kedua
faktor tersebut, Davutoğlu menganggap bahwa
Turki perlu untuk membangun hubungan dengan
206 Tocci, N. (2011). Turkey's European Future: Behind
the Scenes of America's Influence on EU-Turkey's Relations. New
York City: New York University Press, hlm.26.
207 Tür, Ö. (2013). Turkey's Changing Relations with
Middle East: New Challenges and Opportunities in the 2000s.
Dalam E. Canan-Sokullu (Penyunt.), Debating Security in Turkey:
Challenges and Changes in the Twenty-First Century (hal. 123140). Lanham, MD: Lexington Books, hlm.129.
Grigoriadis, I. N. (2010, April). The Davutoğlu
Doctrine and Turkish Foreign Policy. ELIAMEP Working
Paper(8), hlm.5.
208
154
kawasankawasan sekitar, termasuk Timur Tengah.
Jika menghitung secara geografis dan historis,
Turki memiliki kedekatan yang strategis dengan
Timur Tengah, dimana Turki merupakan bagian
integral dari geografi Timur Tengah. Turki juga
mempunyai keterikatan sejarah dan afinitas sosialkeagamaan yang kuat dengan wilayah Timur
Tengah yang dahulu merupakan bagian dari
Kesultanan Turki Usmaniyah. Dengan membangun
hubungan yang lebih konstruktif dengan Timur
Tengah, Davutoğlu berpendapat bahwa Turki dapat
membawa potensi perubahan yang baik bagi negara
negara di Timur Tengah, terutama dalam masalah
penyelesaian konflik dan peningkatan kesejahteraan.
Sumbangsih pemikiran Davutoğlu terhadap kajian
politik luar negeri Turki membuat Davutoğlu
akhirnya dipilih sebagai penasehat urusan luar negeri
bagi pemerintahan Turki era Erdoğan hingga
akhirnya ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri
Turki pada tahun 2009. 209
Selain
kalangan
akademik,
kalangan
pebisnis dan pengusaha juga muncul dengan
aspirasi untuk menguatkan hubungan Turki
dengan Timur Tengah. Para pebisnis dan
209
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.26.
155
pengusaha yang tergabung dalam berbagai
asosiasi, seperti TUSIAD, TUSKON, DEIK dan
MUSIAD,berpendapat bahwa Turki memiliki
peluang besar untuk menjadi pemain baru yang
dapat
berkontribusi
positif
terhadap
tata
perekonomian di Timur Tengah. Beberapa pengusaha
yang terlibat di dalam asosiasi tersebut datang dari
komunitas pengusaha dan wiraus ahawan Anatolia
yang memang memiliki keterikatan kuat dengan
negara-negara di kawasan Timur Tengah.210 Produkproduk dari para pengusaha dan wirausahawan
Anatolia, seperti buah-buahan, sayuran dan alat
industri menjadi komoditas ekspor utama Turki ke
kawasan Timur Tengah. Adanya dorongan dan
inisiatif yang muncul dari kelompok pebisnis dan
pengusaha inilah yang membuat pemerintahan Turki
juga tertarik untuk mendekat ke wilayah Timur
Tengah da n menjadikan negara-negara di Timur
Tengah sebagai pihak dagang utama.211
210 Habibi, N., & Walker, J. W. (2011, April). What's
Driving Turkey's Reengagement with the Arab World? Middle
East Brief, Crown Center for Middle East Studies(49), hlm. 7.
211
156
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.26
Sentimen publik juga menjadi pengaruh
yang penting dalam mempengaruhi upaya reengagement Turki ke Timur Tengah. Basis
elektoral AKP sebagian besar datang dari
masyarakat dengan latar belakang religiusitas
yang tinggi dan menginginkan Turki memiliki
keterikatan yang lebih kuat dengan negara-negara
Islam di berbagai macam kawasan, khususnya di
kawasan Timur Tengah. Masyarakat Turki dari latar
belakang Islam yang kuat memiliki pandangan
bahwa dunia Islam adalah dunia yang terzalimi dan
oleh karena itu penting bagi Turki sebagai salah satu
bagian dari dunia Islam untuk membangkitkan
dunia Islam. Aspirasi ini tentu saja tidak dapat
diabaikan oleh AKP. Adanya aspirasi ini semakin
diperkuat de ngan karakter elit dalam AKP yang
memiliki
karakter
konservatif
Islam
yang
menginginkan keterlibatan Turki yang lebih dalam
menyelesaikan masalah-masalah di dunia Islam. 212
Mengapa Turki kemudian ingin mengambil
inisiatif untuk mendorong demokratisasi di Timur
Tengah setelah melakukan upaya re-engagement
di Timur Tengah? Alasan utama dari kebijakan ini
adalah Turki menganggap bahwa demokrasi
212
Ibid., hlm.27
157
merupakan
sebuah
jawaban
yang
dapat
memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah
konflik berkepanjangan yang telah menyebabkan
instabilitas keamanan di kawasan Timur Tengah.
Hal ini bisa dilacak kembali dari pemikiran
Davutoğlu. Dalam upaya untuk meredefinisi
politik luar negeri Turki pasca-Perang Dingin,
Davutoğlu merumuskan doktrin yang terdiri dari
lima
poin
utama,
yakni: mempromosikan
kebebasan sipil tanpa mengorbankan keamanan;
peniadaan masalah dengan negara dan kawasan
tetangga; mengembangkan hubungan dengan
kawasan sekitar dan kawasan lainnya di dunia;
mengembangkan kebijakan multidimensional; dan
diplomasi yang proaktif. 213 Agenda demokratisasi
Turki bisa dilihat di poin pertama dalam Doktrin
Davutoğlu, dimana Davutoğlu menekankan bahwa
Turki perlu berperan untuk mempromosikan nilainilai demokrasi tanpa harus mengganggu keamanan
dan
menyebabkan
instabilitas.
Mengapa
menyebarkan demokrasi menjadi sebuah keperluan
bagi
Turki?
Eksistensi
konflik yang
berkepanjangan di kawasan Timur Tengah telah
menjadi sebuah kekhawatiran bagi semua negara
Davutoğlu, A. (2008). Turkey's Foreign Policy Vision:
An Assesment of 2007. Insight Turkey, 10(1), hlm.79-84.
213
158
yang berada di kawasan tersebut, termasuk Turki.
Dalam pandangan Davutoğlu, penawaran dan
penyebaran nilai-nilai demokrasi yang menekankan
dialog dan negosiasi akan merubah cara pandang
negara-negara di Timur Tengah
dalam
menyelesaikan konflik, dimana negara dan
masyarakat di Timur Tengah akan meninggalkan
cara-cara koersif yang tidak konstruktif dalam
menangani konflik.
Dengan
terbangunnya
demokrasi di Timur Tengah, Davutoğlu berharap
bahwa akan terbangun tatanan kawasan yang
stabil, dimana negara -negara di dalamnya saling
terhubung dan terintegrasi dengan landasan nilai
demokrasi
dan ketergantungan ekonomi yang
214
kuat.
Ada empat pilar yang telah ditetapkan
Turki sebagai acuan dalam memberlakukan dan
memastikanpenyebaran demokrasi dapat berjalan
dengan baik di Timur Tengah, yakni: pertama,
menjamin keamanan untuk semua; kedua,
memprioritaskan
dialog
dalam menyelesaikan
konflik;
ketiga, membangun interdependensi
ekonomi antarnegara di kawasan; keempat,
214 Davutoğlu, A. (2012). Principles of Turkish Foreign
Policy and Regional Political Structuring (Turkey Policy Brief
No.3). Ankara: TEPAV-IPLI, hlm.4-5.
159
menghargai keragaman dan perbedaan budaya dalam
suatu negara. Turki mencoba untuk menawarkan
pilar ini untuk menjadi sebuah prinsip bagi
negara-negara di kawasan di Timur Tengah dalam
menjalankan upaya demokratisasi.215
Kebijakan pemerintah Turki dalam rangka
melakukan penyebaran demokrasi di Timur Tengah
dilaksanakan dengan strategi lokalisasi. Strategi
lokalisasi yang dimaksud disini adalah bahwa
pemerintah Turki mencoba untuk mengemas
norma demokrasi dalam kerangka yang dapat
diterima oleh negara-negara di Timur Tengah.
Masyarakat di Timur Tengah menganggap bahwa
norma demokrasi merupakan norma yang diimpor
dari dunia Barat,216 sehingga pemerintah Turki
berpikir bahwa
cara terbaik untuk melakukan
penyebaran demokrasi di Timur Tengah adalah
mencoba untuk menyesuaikan norma demokrasi
dengan norma-norma lokal yang ada di Timur
Tengah. Sebagai medium penyebaran demokrasi
Davutoğlu, A. (2008). Turkey's Foreign Policy Vision:
An Assesment of 2007. Insight Turkey, 10(1),hlm. 84-85.
215
Kamrava, M. (2007). The Middle East's Democracy
Deficit in Comparative Perspective. Perspective on Global
Development and Technology, 6, hlm.193.
216
160
di Timur Tengah, pemerintah Turki mencoba untuk
menggunakan Pengalaman Turki. 217
Seperti yang telah disebutkan di subbab
sebelumnya, Pengalaman Turki mencoba untuk
memperlihatkan bahwa tidak ada pertentangan
antara norma-norma lokal di Turki (dan Timur
Tengah pada umumnya – dalam hal ini norma
Islam) dengan norma demokrasi dan sekularisme.
Adanya upaya Turki untuk menyebarkan norma
demokrasi dengan kemasan (framing) Pengalaman
Turki ini merupakan cara Turki untuk mencoba
mengembangkan
proses
demokratisasi
yang
dikembangkan dari bawah/berbasis
inisiatif
masyarakat lokal. Turki menyadari bahwa dengan
adanya fasilitasi penyebaran norma demokrasi yang
dilakukan dengan metode lokalisasi yang mengemas
norma global
demokrasi
akan menumbuh
kembangkan demokrasi yang lebih matang dari
setiap negara di Timur Tengah, dimana
demokrasi tersebut hadir dalam sebuah kemasan
yang sudah disesuaikan dengan konteks lokal negara
masingmasing. 218
217
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.28
218
Ibid., hlm.29
161
Adanya agenda penyebaran demokrasi ini
didukung oleh lembaga-lembaga di dalam
pemerintah serta non-pemerintah, yakni kalangan
pebisnis dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam
pemerintahan Turki, upaya untuk menyebarkan
demokrasi menjadi prioritas utama, bahkan dikatakan
oleh Ibrahim Kalin sebagai „soft power utama bagi
Turki‟. Kebijakan penyebaran demokrasi di kawasan
Timur Tengah dijalankan oleh berbagai lembaga,
seperti Badan Kerjasama dan Koordinasi Turki
(Türk İşbirliği ve Koordinasyon Ajansı – TIKA) dan
Kementerian Luar Negeri Turki (yang dilakukan
secara spesifik melalui Kantor Diplomasi Publik).219
Dua lembaga ini terlibat secara aktif dalam
penyebaran demokrasi di kawasan Timur Tengah
melalui beragam program, salah satunya adalah
melalui pelatihan dan pemberian bantuan dana dalam
proses pengembangan kapasitas
(Keyman &
AydınDüzgit, 2014) serta melakukan kegiatan
secara terkoordinasi dengan lembaga swadaya
masyarakat yang dapat mendukung upaya
penyebaran demokrasi . Di sisi lain, kalangan
pebisnis seperti misalnya TUSIAD, DEIK dan
TUSKON juga secara aktif mendukung upaya
Öner, S. (2013). Soft Power in Turkish Foreign Policy:
New Instruments and Challenges. Euroxinos(10), hlm.11-12.
219
162
penyebaran demokrasi di Timur Tengah supaya
kedepannya di kawasan Timur Tengah dapat
tercipta suasana politik stabil yang dapat
mendukung kegiatan ekonomi antarnegara di
kawasan.220
C. Strategi Demokratisasi Timur Tengah
1. Organisasi di Timur Tengah
Upaya lokalisasi norma demokrasi yang
dilakukan oleh Turki di Timur Tengah dimulai
pada tahun 2003, yakni ketika Menteri Luar Negeri
Turki, Abdullah Gül berbicara di hadapan negaranegara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
pada saat berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi
antar Menteri Luar Negeri OKI yang ke-30 di
Tehran, Iran. Saat itu, Gül menyatakan di dalam
konferensi tersebut bahwa negara-negara Muslim
sedang menghadapi sebuah critical juncture,
dimana negara-negara Muslim menghadapi krisis
multidimensional yang harus segeradiselesaikan,
Kirisçi, K. (2011). Turkey's "Demonstrative Effect"
and the Transformation of the Middle East. Insight Turkey, 13(2),
hlm.41.
220
163
seperti misalnya masalah kemiskinan, terorisme, tata
pemerintahan dan korupsi. Dalam pidatonya, Gül
berkata bahwa negara-negara Muslim harus
menyegarkan pandangannya di era modern
dengan menggunakan pola berpikir rasional yang
diiringi dengan nilai-nilai spiritual dalam agama
Islam, seperti misalnya keadilan, toleransi dan tata
kelola pemerintahan yang baik, untuk membangun
membangun pemerintahan yang lebih baik,
terbuka dan bertanggungjawab kepada rakyat. 221
Secara langsung, Gül juga mengajak negara-negara
Muslim di seluruh kawasan, termasuk Timur
Tengah untuk berkomitmen pada demokrasi yang
memberikan kesempatan kepada rakyat untuk dapat
menyelesaikan masalah politik yang dapat menjadi
kunci dalam resolusi krisis. Ajakan tersebut terlihat
jelas dalam pernyataan ini:222
We should not be shy in defining our course.
We should encourage political participation in our
systems. I am pleased in this respect to observe the
221 T.C. Dişişleri Bakanlığı Yayını. (2007). Horizons of
Turkish Foreign Policy in New Century.Ankara: Hayat, hlm.528529.
222
164
Ibid., hlm.528
increasing awareness and the actions taken in our
societies towards reform and political inclusiveness.
This will be the key for developing the sense of
ownership on the part of the people of the systems
they live in. We should likewise devise ways and
means to resolve politic al issues among us, so that
they do not evolve themselves into wider crises.
Adanya pernyataan Gül ini menjadi awal
mula dari peran aktif Turki
sebagai norm
entrepreneur dalam menyebarkan demokrasi di
Timur Tengah. Setelah berlangsungnya konferensi
OKI di Tehran, Turki secara konsisten mencoba
untuk melakukan lokalisasi norma demokrasi di
berbagai macam institusi, yakni OKI dan Broader
Middle East and Northern Africa
(BMENA).
Melalui dua institusi ini, Turki mencoba untuk
menggunakan framing Pengalaman Turki dalam
rangka meyakinkan negara-negara Timur Tengah
bahwa Islam dan demokrasi bukanlah hal yang
saling bertentangan.
Dengan
menyebarkan
Pengalaman
Turki,
Turki
mencoba
untuk
menyatakan bahwa ketika negara-negara di Timur
Tengah berhasil mengkombinasikan Islam dan
demokrasi, maka hal tersebut dapat dijadikan
dasar untuk menguatkan legitimasi negara tersebut
di hadapan masyarakat sipil dan juga komunitas
165
internasional, seperti yang sudah dilakukan oleh
Turki saat melalui proses demokratisasi.223
Upaya lokalisasi norma demokrasi yang
dilakukan oleh Turki diawali melalui institusi OKI.
Melalui institusi OKI, Turki secara terus-menerus
mencoba untukmeyakinkan negara-negara Islam,
khususnya di wilayah Timur Tengah (35% anggota
OKI berasal dari Timur Tengah), untuk berkomitmen
melakukan proses demokratisasi di dalam berbagai
macam pernyataan. Pada saat Konferensi OKI b
erlangsung di Kuala Lumpur pada tahun 2003,
Abdullah Gül mulai menggunakan framing
Pengalaman Turki dalam mempromosikan norma
demokrasi. Gül menyatakan bahwa eksistensi AKP
sebagai partai yang memiliki basis massa dengan
nilai -nilai tradisional dan spiritual tidak menghalangi
Turki dalam mencapai tingkat demokrasi dan
kesejahteraan yang lebih tinggi.224
Dalam
kesempatan-kesempatan
selanjutnya,
Turki
menggunakan institusi OKI untuk melakukan dialog
dan pertukaran pemikiran dalam menyebarkan
gagasan demokrasi, diantaranya dengan aktif
memberikan masukan dalam pembentukan piagam
166
223
Hadza Min Fadhli Robby, opc, hlm.31
224
T.C. Dişişleri Bakanlığı Yayını, op.cit., hlm.540-541.
OKI baru yang berisi tentang urgensi penegakan
demokrasi dan HAM di negara-negara Muslim
(Johnson, 2010). Selain itu, Turki juga
mendorong proses reformasi dan demokratisasi bagi
negara -negara anggota di OKI dengan menyalonkan
salah satu diplomat kenamaan Turki, yakni
Ekmeleddin Ihsanoglu,
yang pernah menjabat
sebagai Direktur IRCICA (Research Center for
Islamic History, Art and Culture) untuk menjadi
Sekretaris Jenderal OKI. Sebagai Sekretaris
Jenderal OKI, Ihsanoglu bersama dengan sebuah
tim yang dinamakan sebagai Eminent Group yang
terdiri dari tokoh-tokoh ternama dari negara
anggota OKI menetapkan agenda TenYear
Programme of Action (TYPOA) yang menetapkan
upaya reformasi OKI dalam berbagai macam sektor,
yakni politik, sosial-budaya dan ekonomi untuk
menguatkan posisi OKI dan negara-negara anggota
OKI dalam menghadapi tantangan globalisasi.225
Dalam sektor politik, TYPOA menggariskan
agenda bagi negara-negara anggota OKI untuk
melakukan upaya reformasi politik yang menjamin
partisipasi politik yang lebih luas, menjamin
Özkan, M. (2007). Turkey in the Islamic World: An
Institutional Perspective. Turkish Review of Eurasian Studies,
hlm.170-171.
225
167
kesetaraan dan hak sipil dan sosial warga negara
(Organization of Islamic Conference, 2005).
TYPOA juga menggariskan bahwa untuk
mengawal dan membantu proses reformasi politik
dan penegakan hak asasi manusia di negara negara anggota OKI, OKI perlu melakukan revisi
terhadap Piagam OKI yang memasukkan klausul
tentang perlunya menyebarkan dan membangun
nilai-nilai „hak asasi dan kebebasan‟, „tatakelola
pemerintahan yang baik‟, „aturan hukum‟,
„demokrasi‟, „dan „akuntabilitas‟ di negara anggota
masing-masing sesuai dengan konstitusi yang berlaku
di negaranya(Organization of Islamic Conference,
2008).
Piagam baru OKI mendorong terbentuknya
institusi baru di OKI, yakni institusi Independent
Permanent Human Rights Comission (IPHRC)
yang disetujui pada bulan Juni 2011. IPHRC
dibentuk untuk membantu negara-negara anggota
OKI dalam menguatkan implementasi hak-hak
sosial, budaya, sipil dan ekonomi dalam
pemerintahan. Pembentukan IPHRC diinspirasi oleh
adanya gelombang demokratisasi di negara-negara
Muslim, terutama di kawasan Timur Tengah.
Dalam proses pembentukan komisi ini, Turki terlibat
aktif sebagai anggota bersama dengan negara negara
168
lain seperti misalnya Indonesia, Maroko, Mesir dan
Malaysia.226 Sejauh ini, IPHRC telah mengadakan
berbagai pertemuan yakni di Jakarta, Ankara dan
Jeddah
pada
tahun
2012-2013
untuk
mengkonsolidasikan aksi dan kegiatan IPHRC
kedepannya. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut,
IPHRC telah menyepakati beberapa prioritas kerja,
yakni masalah Palestina, masalah hak perempuan
dan anak, masalah Islamofobia dan minoritas
Muslim, masalah pembangunan serta masalah
mekanisme
keterlibatan
lembaga
swadaya
masyarakat dalam kerjasama dengan lembaga
IPHRC dan OKI (Organization of Islamic
Cooperation, 2014).227
Selain terlibat di OKI, Turki juga terlibat
dalam penyebaran demokrasi di institusi lain,
yakni Broader Middle East and Northern Africa
(BMENA). BMENA merupakan sebuah inisiatif
kerjasama yang diresmikan oleh Group of 8 (G-8)
sebagai sebuah upaya untuk membuka ruang dialog
antara pemerintah, kelompok bisnis dan masyarakat
Petersen, M. J. (2012). Islamic or Universal Human
Rights? The OIC'S Independent Permanent Human Rights
Commission. Copenhagen: Danish Institute of International
Studies, hlm.10.
226
227
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit.,, hlm.33
169
sipil dalam mewujudkan sebuah visi, yakni
memajukan nilai-nilai universal, seperti demokrasi,
hak asasi manusia,
kesempatan ekonomi, dan
228
keadilan sosial.
Pada awalnya, BMENA
diwacanakan oleh Amerika Serikat pada saat
berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi G-8 di
Sea Island pada tahun 2004. Wacana BMENA
didasari o leh adanya laporan
Arab Human
Development Report (ADHR) yang dirilis oleh
PBB pada tahun 2002 dan 2003, dimana laporan
tersebut mencatat adanya kekhawatiran tentang
menurunya kualitas hidup serta kesejahteraan di
Timur Tengah yang disebabkan oleh kurang
aktifnya kelompok yang dapat menggerakkan
perubahan di antara masyarakat sipil dan
negaranegara di kawasan Timur Tengah.229
Dalam laporan tersebut, UNDP sebagai
penyusun laporan menyarankan bahwa perlu
dibentuk knowledge society yang efektif dalam
melakukan penyebaran dan penerapan nilai-nilai
universal, seperti nilai demokrasi dan HAM, di
kawasan Timur
Tengah
supaya
tingkat
G8 Research Group. (2005). 2005 Glenagles Interim
Compliance Report. Toronto: University of Toronto, hlm.9.
228
229 UNDP. (2002). Arab Human Development Report
2002. New York: United Nations Publications, hlm.1-5.
170
pembangunan manusia di Timur Tengah dapat
meningkat.230 BMENA hadir sebagai sebuah
jawaban atas kekhawatiran dari UNDP. Sebagai
sebuah kerangka kerjasama regional, BMENA
melibatkan negara-negara yang terdapat di
wilayah Timur Tengah bersama dengan negaranegara anggota G-8 sebagai mitra yang akan
mendorong proses perubahan di kawasan Timur
Tengah.231
Pada awalnya, inisiatif G-8 disambut
dengan respon yang beragam oleh negara-negara
di
kawasan
Timur
Tengah
pada
saat
berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi Liga
Arab di Tunisia. Beberapa kalangan menyambut
inisiatif BMENA dengan positif, yakni sebagai
sebuah cara yang baik untuk membangun budaya
demokrasi secara gradual melalui mekanisme
multilateral di Timur Tengah.232 Namun, beberapa
pihak masih melihat bahwa insiatif BMENA
230 UNDP. (2003). Arab Human Development Report
2003. New York: United Nations Publications, hlm.2.
231
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.35
232 Sharp, J. M. (2005). The Broader Middle East and
Northern Africa Initiative: An Overview.Washington D.C.:
Congressional Research Service, hlm.2.
171
merupakan hal yang digulirkan secara sepihak oleh
AS dan negara-negara G-8 tanpa didiskusikan
terlebih dahulu dengan negara-negara di kawasan
Timur Tengah.233 Namun, dalam perkembangannya,
kalangan aparat pemerintah, intelektual
dan
masyarakat sipil di kawasan Timur Tengah
memberikan masukan untuk mekanisme kerja
BMENA
dan
kemudian
bersepakat
untuk
menggerakkan BMENA secara bersama-sama.
Mekanisme kerja ini disepakati pada Januari 2004
pada saat berlangsungnya Konferensi Sana‟a dalam
Masalah Demokrasi dan HAM di Kawasan
BMENA.234
Dalam kerangka kerjasama BMENA, upaya
penyebaran demokrasi dilakukan dalam sebuah
forum yang disebut sebagai Forum for the Future
(FOF). Dalam FOF, terdapat sebuah mekanisme
yang memungkinkan pemerintahan di kawasan
Timur Tengah
beserta
anggota
G-8
dan
perwakilan masyarakat sipil untuk bertemu dan
membahas
persoalan
yang
terkait
dengan
demokratisasi dan penegakan HAM di kawasan
233 Erhan, Ç. (2005). Broader Middle East and Northern
Africa Initiative and Beyond. Perceptions, 10(3),hlm.162-163.
234
172
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.35.
Timur Tengah. Mekanisme ini disebut sebagai
Democratic AssistanceDialogue (DAD). Dalam
penerapan dan penyelenggaraan aktivitasnya, DAD
digerakkan oleh tiga negara yang berperan sebagai
promotor dan penggerak kegiatan DAD, yakni
Italia, Turki dan Yaman (No Peace Without
Justice, 2004). Turki diberikan peranan untuk
menjalankan dan mendiskusikan program dialog
dalam isu gender, sedangkan Italia dan Yaman
diberikan peranan untuk menjalankan programdialog
dalam isu partisipasi politik (US Department of State,
2005).
Sebagai
sebuah
negara
yang
telah
mengembangkan demokrasi setelah melalui proses
yang panjang, Turki dipercaya untuk mengawal isu
gender dan demokrasi di Timur Tengah. Adanya
kepercayaan ini disambut dengan baik oleh Turki
karena Turki memang memiliki keinginan untuk
dapat menjadi penggerak perubahan sosialpolitik di
Timur Tengah. Turki mengangkat isu gender
dalam upaya penyebaran demokrasi di Timur
Tengah
karena
Turki
memercayai
bahwa
demokrasi yang baik dapat tumbuh di Timur
Tengah
dengan
adanya
penghargaan,
penghormatan serta penegakan terhadap hak-hak
asasi kelompok marjinal, seperti kelompok wanita
173
yang marjinal di tengah budaya yang patriarki.
Terbangunnya hak wanita dengan baik di negaranegara
Timur
Tengah
memungkinkan
terbangunnya demokrasi yang lebih matang.235
Dalam keterlibatannya sebagai promotor
dalam DAD, Turki memiliki peluang yang besar
dalam menyebarkan nilai-nilai demokrasi dan juga
nilai-nilai tentang hak asasi manusia, termasuk
kesetaraan gender di kawasan Timur Tengah melalui
framing Pengalaman Turki. Dalam menjalankan
tugasnya di DAD, Pemerintahan Turki melibatkan
TESEV, sebuah lembaga riset untuk bersamasama melakukan pengawalan serta pendidikan isu
gender dan demokrasi di Timur Tengah. Selama
tahun 2005-2006, pemerintahan Turki dan TESEV
menyelenggarakan dua kali simposium terkait isu
gender dan demokrasi dan konferensi antar-negara
pihak dalam BMENA untuk menyepakati kebijakan
gender dan demokrasi yang perlu diambil bersama
oleh negara-negara pihak dalam BMENA.236
235 TESEV. (2006). Democracy Assistance Dialogue:
Empowering Women in Public Life (2005-2006 Conference
Almanac). Istanbul: TESEV Publications, hlm.31-35.
236
174
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.36.
Sepanjang keberlangsungan dan aktivisme
Turki sebagai promotor, Turki telah mengadakan
tiga kali simposium bersama dengan TESEV.
Ketiga simposium tersebut merupakan simposium
yang mengundang berbagai macam pihak,
termasuk perwakilan dari kalangan masyarakat
sipil dari negara-negara kawasan di Timur
Tengah. Dalam ketiga simposium tersebut,
dibahas berbagai macam topik, sepertitema tentang
penguatan peran wanita dalam sektor publik dan
kesetaraan gender dan partisipasi politik. Sebagai
penghujung dari ketiga simposium tersebut, pada
akhir masa bakti Turki sebagai promotor dalam
DAD, Turki beserta para negara pihak dalam
BMENA menyepakati sebuah pernyataan yang
pada intinya menyepakati pembentukan sebuah
institusi regional yang dapat menjadi learning hub
bagi negara- negara di kawasan Timur Tengah
dalam mengembangkan upaya demokratisasi dan
HAM, terutama dalam maslaha kesetaraan gender.237
Setelah rentetan ketiga simposium tersebut,
pemerintahan Turki bersama TESEV masih terus
aktif di dalam
kerangka kerjasama BMENA,
meskipun promotor DAD sudah diserahkan ke negara
237
Ibid.
175
pihak lain di dalam kawasan BMENA. Pemerintah
Turki bersama TESEV dan lembaga riset Global
Political Trends Center di Turki kembali menjadi
tuan rumah dalam FOF-BMENA yang diadakan
pada tahun 2010. Pada kesempatan tersebut,
Pemerintah Turki bersama TESEV dan Global
Political Trends Center membawa tema tentang
kolaborasi sektor privat dalam
pengembangan
masyarakat dan tanggungjawab sosial (No Peace
Without Justice, 2010). Selain itu, pemerintah Turki
beserta TESEV secara aktif mencoba untuk terus
mengawal pendirian institusi gender di tingkat
kawasan Timur Tengah. Pada tahun 2009, TESEV
mempublikasikan sebuah studi pra-pembentukan
institusi gender kawasan di Timur Tengah. TESEV
melakukan studi tersebut dengan melakukan
wawancara dengan beberapa pegiat lembaga
swadaya masyarakat dan masyarakat sipil di
kawasan Timur Tengah. Dalam studi tersebut,
TESEV menyatakan bahwa perwakilan masyarakat
sipil menyetujui gagsan untuk mendirikan institusi
gender kawasan. Namun, hal yang penting
menurut TESEV adalah adanya komitmen dan
dukungan politik dari negara-negara pihak dalam
BMENA untuk mewujudkan gagasan tersebut
176
menjadi nyata.238 Sampai saat ini, institusi gender
kawasan BMENA masih belum terwujud karena
adanya halangan teknis dan kurangnya dukungan
politik dari negara-negara pihak di kawasan
BMENA.239
2. Negara di Timur Tengah
Selain melakukan lokalisasi norma demokrasi
terhadap organisasi regional di kawasan Timur
Tengah, Turki juga mengupayakan upaya lokalisasi
norma demokrasi di beberapa negara di kawasan
Timur Tengah. Dengan orientasi politik luar ne
geri Turki yang mencoba untuk mentransformasi
kawasan Timur Tengah menjadi kawasan yang
damai, stabil dan demokratis, Turki mendekat i
beberapa negara di kawasan Timur Tengah untuk
menawarkan norma demokrasi yang telah dikemas
(framing) dalam kerangka Pengalaman Turki.
Dalam
melakukan
upaya
lokalisasi norma
demokrasi di beberapa negara di kawasan Timur
Tengah, Turki memiliki pendekatan yang spesifik,
dimana pendekatan yang spesifik ini akan didasarkan
238
TESEV, op.cit., hlm.23-24.
239
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.37.
177
pada kondisi domestik negara yang akan diyakinkan
untuk melakukan proses demokratisasi.Dalam
melakukan pendekatan ke setiap negara-negara di
kawasan Timur Tengah, pemerintahan Turki
berkoordinasi dengan berbagai institusi pemerintah
dan non pemerintah untuk melakukan upaya
penyebaran demokrasi. Untuk melihat upaya Turki
dalam melakukanlokalisasi norma demokrasi secara
spesifik, beberapa negara akan dilihat sebagai studi
kasus, yakni Mesir dan Irak.240
a. Mesir
Adanya upaya Turki dalam melakukan
lokalisasi norma demokrasi di Mesir makin
menguat ketika Erdoğan melakukan kunjungan
resmi ke Mesir dalam rangka “Arab Spring Tour”.
Dalam kesempatan tersebut, Erdoğan disambut
oleh pemerintahan Mesir yang saat itu dipimpin oleh
Mohammad Morsi dari IM. Dalam sebuah
kesempatan di Kairo, Erdoğan mencoba untuk
meyakinkan rakyat Mesir untuk mengadopsi
demokrasi dan sekularisme:241
240
Ibid.
241 Idiz, S. (2011, September 15). PM Erdoğan's
surprising message in Cairo. Dipetik Juli 24, 2014, dari Hürriyet:
178
In Turkey constitutional secularism is defined as the
state remaining equidistant to all religions. In a
secular regime people are free to be religio us or not.
I recommend a secular constitution for Egypt. Do not
fear secularism because it does not mean being an
enemy of religion. I hope the new regime in Egypt
will be secular. I hope that after these remarks of
mine the way the Egyptian people look at secularism
will change.
Pernyataan ini disampaikan oleh Erdoğan
dengan menekankan bahwa “sekularisme bukanlah
musuh agama”, karena Turki yang merupakan
negara dengan mayoritas
Muslim
dapat
menjalankan keyakinannya dengan baik dan
terbuka di publik tanpa harus terganggu dengan
politik demokratis yang bertendensi sekularis.
Erdoğan menambahkan bahwa seorang Muslim
dapat memimpin dan mengendalikan negara sekular
dengan baik .242 Selain itu, dalam kunjungannya di
Kairo, Erdoğan mencoba untuk meyakinkan
http://www.hurriyetdailynews.com/default.aspx?pageid=438&n=
pm-erdogan8217ssurprising-message-in-cairo-2011-09-15
242 Hürriyet Daily News. (2011, September 15). Erdoğan
offers 'Arab Spring' neolaicism.Dipetik Juli 24, 2014, dari Hürriyet
Daily News: www.hurriyetdailynews.com.
179
pemerintah Mesir untuk membentuk pemerintah yang
akuntabel.
Erdoğan mencoba untuk melakukan
grafting norma demokrasi dengan mengasosiasikan
akuntabilitas tentang pertanggungjawaban terhadap
nilai-nilai Islam. Erdoğan menyebutkan bahwa setiap
manusia akan dimintai pertanggungjawabannya di
hadapan Tuhan sebagai manusia biasa, terlepas
apapun jawabannya. Oleh karena itu, sebagai Muslim
yang bertanggungjawab pada Tuhannya, Erdoğan
mengatakan bahwa pemerintahan Mesir harus
segera
memulai
inisiatif perubahan dengan
mendengarkan suara rakyat untuk meraih kondisi
Mesir yang lebih baik lagi.243
Upaya lokalisasi tidak berhenti pada
kunjungan resmi pemerintahan Turki di Mesir oleh
Perdana Menteri Erdoğan. Institusi pemerintahan
Turki yakni TIKA juga melakukan upaya untuk
mendukung demokratisasi di Mesir. TIKA
memberikan bantuan dana bagi perwakilan dari
Mesir untuk mengikuti seminar tentang Budaya
Demokrasi dan Proses Politik yang diadakan oleh
Universitas Sehir Istanbul untuk negara-negara
243 Keating, J. (2011, Februari 2). Erdogan's Cairo speech.
Dipetik
Juli
24,
2014,
dari
Foreign
Policy:
http://blog.foreignpolicy.com/posts/2011/02/02/erdogans_cairo
_speechKeyman.
180
yang sedang melakukan demokratisasi di Timur
Tengah .244 Melalui TIKA, pemerintahan Turki
juga memberikan program pelatihan dalam sektor
hak asasi manusia yakni pelatihan kajian terorisme.
Pelatihan kepada penegak hukum di Mesir dalam
masalah terorisme diadakan pada tanggal 26-28
Maret 2012 untuk memastikan terjaminnya
penegakan hak asasi manusia dan hak untuk hidup
dapat diimplementasikan de ngan baik di Mesir.245
Upaya lokalisasi yang dilakukan oleh Turki di Mesir
mengundang respon yang beragam dari politisi
Mesir.
Pemerintahan
Mesir
dibawah
kepemimpinan Morsi menyambut Erdoğan dan
inisiatif demokratisasi yang disampaikan oleh
Erdoğan
dengan terbukadan
menindaklanjuti
inisiatif
tersebut
dengan
program -program
246
kerjasama bilateral lainnya.
Salah satu bentuk inisiatif tersebut adalah dengan
membentuk “axis of democracy” seperti yang
Turkish Cooperation and Coordination Agency.
(2013). TIKA 2012 Annual Report. Ankara: Biltur Basım Yayın ve
Hizmet A.Ş.hlm.350
244
245 Turkish Cooperation and Coordination Agency.
(2013). TIKA 2012 Annual Report. Ankara: Biltur Basım Yayın ve
Hizmet A.Ş.hlm.255
246
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.39.
181
dijelaskan oleh Menteri Luar Negeri Ahmet
Davuto ğlu setelah kunjungan bilateral di Mesir
ketika menemui Presiden Morsi pada tahun 2012.
Adanya inisiatif “axis of democracy” yang coba
dibangun oleh Turki dan Mesir ini memiliki tujuan
untuk membangun budaya demokrasi di Timur
Tengah,
bukan sebuah inisiatif yang diadakan
sebagai strategi perlawanan atau perimbangan
terhadap negara tertentu, seperti Irak dan Israel
(POMED, 2012). Namun, adanya inisiatif untuk
membangun “axis of democracy” ini tidak disambut
dengan baik oleh bebera pa politisi
Mesir,
diantaranya adalah seorang anggota parlemen Mesir
yakni Mahmoud Guzlan yang menyebutkan bahwa
konteks politik Mesir berbeda dengan konteks
politik Turki sehingga konsep Pengalaman Turki
yang dibawa oleh Erdoğan tidak dengan mudah
diadaptasi di Mesir (Hürriyet Daily News, 2011).
Lokalisasi norma demokrasi yang diupayakan di
Mesir sampai saat ini tidak berjalan dengan baik
karena tidak adanya inisiatif lokal serta aktivisme
dari pemerintah Mesir dalam mengadopsi norma
demokrasi, terutama setelah terjadinya kudeta yang
dilakukan oleh Jenderal Abdul Fattah el-Sisi pada
Juli 2013, dimana pemerintah Mesir mulai
182
mencoba untuk membuat jarak dengan pemerintahan
Turki.247
b. Irak
Irak juga menjadi salah satu negara
dimana Turki mengupayakan lokalisasi norma
demokrasi. Sebagai sebuah negara yang dirundung
konflik sejak era Saddam Hussein, Irak menghadapi
soal penting dalam membangun situasi domestik
yang aman dan stabil untuk membangun demokrasi
yang lebih matang dengan kondisi dan latar belakang
masyarakat Irak yang berbeda -beda. Adanya
berbagai konflik yang bersifat sektarian antara
Sunni-Syiah dan Pemerintah Irak era SaddamKurdi meninggalkan trauma yang tidak mudah
dilupakan dan sampai saat ini masih menjadi
perdebatan dalam masyarakat Irak.
Sejak
berakhirnya Perang Irak, pemerintahan Irak mulai
secara perlahan membangun sistem politik yang
demokratis,
plural,
dan berbasis pada saling
memahami dengan membuka ruang bagi kepentingan
politik dari berbagai kelompok yang berbeda, mulai
247
Ibid., hlm.40.
183
dari
kelompok
Sunni,
(Asiria),Turkmen dan Kurdi.248
Syiah,
Suryani
Sebagai negara yang telah menghadapi
proses demokratisasi dan memiliki komposisi
masyarakat etnis yang cukup beragam, Turki
mencoba
untuk
turut berpartisipasi
dalam
membantu proses demokratisasi yang dijalankan
oleh Irak. Melalui lembaga non-pemerintahan yang
dominan di Turki, yakni institusi Gülen, Turki
terlibat dalam pembangunan beberapa sekolah di
kawasan Irak Utara. Sekolah yang dibangun oleh
institusi Gülen mencoba untuk memberikan
pengajaran tentang demokrasi dan penghargaan
terhadap hak asasi manusia di tengah masyarakat
plural yang baru saja pulih dari konflik. Setelah
melihat kondisi masyarakat Irak yang beragam,
institusi Gülen tersebut mencoba untuk membuat
kurikulum yang berbasis pada pengajaran tentang
pentingnya perdamaian dan pendekatan non kekerasan kepada pelajar-pelajar dan anak-anak.249
248 Yilmaz, I. (2010). Civil Society and Islamic NGOs in
Secular Turkey and Their Nationwide and Global Initiatives: The
Case of the Gülen Movement. Journal of Regional Development
Studies, hlm.124
249 Akyol, H. (2008). An Alternative Approach to
Preventing Ethnic Conflict: The Role of the Gülen‟s Schools in
184
Selain itu, sekolah yang dibangun oleh institusi
Gülen juga mengajarkan beragam bahasa yang
diujarkan di daerah Irak Utara, seperti bahasa Arab
dan Kurdi, serta dua bahasa lainnya sebagai
tambahan, yakni bahasa Turki dan Inggris.250
Upaya sekolah Gülen untuk menerapkan
kurikulum dan metode pembelajaran serupa telah
memberikan pandangan baru dalam perpolitikan
Irak dan memberikan alternatif dalam pemecahan
konflik bagi masyarakat plural di Irak Utara
untuk menyelesaikan konflik pada masa depan.251
Kecenderungan masyarakat di Irak Utara yang
menganut Islam Sunni tidak membuat mereka
harus terganggu dengan demokrasi dan pluralisme,
strengthening the delicate relations between Turkey and the Iraqi
Kurds with particular reference to Kirkuk's crisis. Islam in the Age
of Global Challenges: Alternative Perspectives of the Gülen
Movement Conference Proceedings(hal. 27-58). Washington D.C.:
Rumi Forum.hlm.28
Yilmaz, I. (2010). Civil Society and Islamic NGOs in
Secular Turkey and Their Nationwide and Global Initiatives: The
Case of the Gülen Movement. Journal of Regional Development
Studies, hlm.126
250
Yilmaz, I. (2010). Civil Society and Islamic NGOs in
Secular Turkey and Their Nationwide and Global Initiatives: The
Case of the Gülen Movement. Journal of Regional Development
Studies, hlm.126
251
185
sebab melalui pend idikan ala instiusi Gülen yang
menekankan konsepsi „Islam Sipil‟, umat Islam
dapat hidup secara damai dan harmoni dengan umat
beragama dan suku lain dari latar belakang yang
berbeda.252 Institusi Gülen mencoba untuk
menawarkan
konsepsi Pengalaman Turki yang
disesuaikan dengan nilai-nilai lokal yang ada di
wilayah Irak sehingga konsepsi demokrasi dan hak
asasi manusia dapat diterima secara luas oleh
penduduk di Irak Utara. 253
Adanya inisiatif Gülen ini disambut dengan baik
oleh pemerintah Turki yang kemudian mendukung
inisiatif Gülen dengan memberikan bantuan
pendidikan terhadap sekolah yang didirikan oleh
Gülen di Irak melalui TIKA sebagai badan
pemerintah yang mengatur masalah bantuan
pembangunan (ODA – Official Development
Assistance) di negara-negara luar Turki. 254
Kömeçoğlu, U. (2014, Januari 12). Islamism, PostIslamism, and Civil Islam. Dipetik Agustus 27, 2014, dari Hudson
Institute: http://www.hudson.org/research/10032-islamism-postislamism-and-civil-islam
252
253
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.41.
Turkish Cooperation and Coordination Agency.
(2012). Turkey Development Assistance 2012.Ankara: Turkish
Cooperation and Coordination Agency.hlm.22
254
186
Disamping
memberikan
bantuan
tersebut,
pemerintah Turki melalui Kementerian Pendidikan
Turki serta Kementerian Luar Negeri Turki juga
secara aktif melakukan kunjungan serta melakukan
konferensi di wilayah Irak sebagai upaya untuk
mendukung pendidikan berbasis resolusi konflik
yang diadakan oleh Gülen di wilayah Irak. Menteri
Pendidikan Turki, Nimet Cubukcu,menyebutkan
bahwa inisiatif yang dibangun oleh institusi Gülen
merupakan sebuah upaya baik untuk meningkatkan
resolusi konflik di Irak dan juga membangun
hubungan yang lebih baik antara pemerintah Turki
dan Irak secara lebih baik.255 Kementerian Luar
Negeri, melalui Menteri Luar Negeri Ahmet
Davutoglu juga melihat bahwa adanya upaya resolusi
konflik yang dilaksanakan oleh institusi Gülen
merupakan sebuah inisiatif yang baik dalam
menyelesaikan instabilitas yang terjadi di Irak
setelah perang pada tahun 2003.256 Respon
pemerintah Turki terhadap inisiatif Gülen ini
Today's
Zaman:
http://www.todayszaman.com/news-342340-why-one-shouldnotvote-for-the-akp-by-ahmet-t-kuru-.html
255
Davutoğlu, A. (2008). Turkey's Foreign Policy Vision:
An Assesment of 2007. Insight Turkey, 10(1), hlm.80-81.
256
187
dapat dibaca sebagai sebuah upaya kolaborasi dan
asistensi pemerintah Turki terhadap aktivitas
pendidikan dan penyebaran Gülen di wilayah Irak.257
D. Reaksi Politik Turki terhadap Suriah
Turki menyadari bahwa sikap politik yang
tidak tegas terhadap Assad telah menurunkan
citranya di mata publik Timur Tengah dan juga
dunia. Meski memiliki banyak kendala dalam
menentukan sikap definitif atas konflik Suriah,
pada akhirnya Turki memang harus bersikap.
Peneliti melihat bahwa Turki memiliki kepentingan
akan transisi demokratisasi yang lancar di Suriah.
Pertama, karena Turki mengin ginkan stabilitas di
Suriah. Kedua, karena Turki sebagai negara
demokratis memiliki kewajiban moral
untuk
mendukung demokratisasi di negara tetangganya.
Sub-bab ini akan menjelaskan bagaimana Turki
mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut.258
257
Hadza Min Fadhli Robby, op.cit., hlm.42.
Lilik Prasaja, Reaksi Turki terhadap Konflik Suriah,
Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada), hlm.16
258
188
1. Bersikap lebih pro-aktif terhadap penyelesaian
konflik Suriah
Turki tidak ingin berlarut-larut dalam menangi
konflik Suriah. Langkah definitif pertama adalah
meningkatkan upaya persuasif terhadap Assad.
Hal ini dimaksudkan untuk menjembatani antara
tuntutan demokratisasi dan menjaga hubungan
bilateral. Turki tampak ingin menjadi mentor bagi
Suriah untuk menjalani fase demokratisasi yang
sehat dan meminimalisasi penggunaan kekerasan. 259
Sikap yang lebih definitif ini dilandasi oleh
kemenangan AKP pada pemilu 2011 serta naiknya
citra Turki di Timur Tengah yang tengah dilanda
euforia demokratisasi. Turki tampak ingin menjaga
citra pro-demokrasi yang telah diraihnya melalui
dukungan terhadap revolusi Mesir dan Libya.
Oguzlu
(2012)
menulis
bahwa
Turki
memposisikan diri sebagai model demokrasi yang
inspiratif bagi negara-negara lain di Timur Tengah,
termasuk
Suriah.260Turki
dipandang
sukses
259
Ibid.
260 T. Oguzlu, ‘The ‘Arab Spring’ and the Rise of the 2.0
Version of Turkey’s ‘zero problems with neighbors’ Policy’, SAM
Papers, No 1 Februari 2012, Center for Strategic Research,
Departemen Luar Negeri Republik Turki, hlm. 9.
189
membuktikan bahwa demokrasi bisa diterapkan
dengan baik di negara mayoritas Muslim.
Selaras dengan tuntutan demokrasi, Turki
juga semakin vokal dan tegas terhadap rezim Assad
di Suriah. Seperti yang telah disampaikan pada
sub-bab
sebelumnya, publik
Turki
telah
menganggap isu Suriah sebagai isu domestik.
Meski semakin khawatir terhadap perkembangan
krisis Suriah, Hurriyet melansir pada Juni 2011
bahwa Turki tidak menghendaki adanya intervensi
internasional termasuk NATO di Suriah.261Turki
terus mendesak Suriah untuk mematuhi nasihat
Ankara dan komunitas internasional
serta
menghentikan kekerasan. Beberapa pernyataan
bernada keras dikeluarkan pemerintah Turki
menyikapi
operasi
militer
Suriah
yang
menimbulkan banyak korban sipil, seperti di Kota
Hama awal Agustus 2011.262
261 Hurriyet, ‘No NATO role in Syria for now, 21 Juni
2011, diakses dari http://www.hurriyetdailynews.com/nonatorole-in-syria-for-now.aspx?pageID=438&n=no-nato-role-in-syriafor-now-official-says-2011-06-21.
262 Hurriyet, ‘Turkey urges Syria to heed advice and stop
violence’,
5
Agustus
2011,
diakses
dari
http://www.hurriyetdailynews.com/turkey-urges-syria-to-heedadvice-and-stopviolence.aspx?pageID=438&n=turkey-urges-syriato-heed-advice-and-stop-violence-2011-08-05.
190
Menlu Turki Ahmet Davutoğlu, diberitakan
oleh Hurriyet, dikirim untuk bertemu dengan Assad
di Damaskus pada 9 Agustus 2011. Setelah
pertemuan tersebut Davutoğlu menyatakan keraguan
bahwa Damaskus akan segera menghentikan operasi
militer terhadap oposisi.263Pertemuan tersebut
merupakan bagian dari upaya pro-aktif Turki dalam
menyelesaikan konflik Suriah. Para pejabat tinggi
Turki kemudian bertemu dalam nuansa frustasi
terhadap Suriah (11/08/11). Meski demikian, pada
pemerintah Turki belum bersikap tegas seperti
meminta Assad untuk lengser ataupun berencana
untuk menarik Duta Besar Turki dari Damaskus.264
Berbagai upaya baik bilateral maupun multilateral
tampaknya akan gagal menekan Assad agar mau
berkompromi. Erdoğan memperingatkan bahwa
konflik Suriah dapat berkembang menjadi perang
Hurriyet, ‘Davutoğlu expects no swift lull in Syria’, 11
Agustus
2011,
diakses
dari
http://www.hurriyetdailynews.com/davutoglu-expects-no-swiftlull-in-syria.aspx?pageID=438&n=davutogluexpects-no-swift-lullin-syria-2011-08-11.
263
264 Hurriyet, ‘Turkey mulls radical moves on Syria policy’,
16
Agustus
2011,
diakses
darihttp://www.hurriyetdailynews.com/turkey-mulls-radicalmoves-on-syria-policy.aspx?pageID=438&n=turkeymulls-radicalchanges-in-syria-2011-08-16.
191
saudara bernuansa sektarian. Pada 20 Agustus
2011, kelompok-kelompok oposisi Suriah bertemu
di
Istanbul,
Turki. Kelompok
tersebut
mengapresiasi dukungan Turki terhadap tuntutan
oposisi namun mempertanyakan sikap Turki yang
tidak sejalan dengan AS sebagai sekutu yang telah
meminta Assad untuk turun.265Meski melontarkan
kritik keras terhadap Assad dan tidak keberatan
atas sanksi internasional kepada rezim Suriah,
Erdoğan masih menolak opsi intervensi militer.
Erdoğan juga masih enggan meminta Assad untuk
turun seperti tuntutan beberapa negara sekutunya.
Sikap ini membuat hubungan Turki-AS sempat
dikabarkan tegang.
Tahap ini menampilkan sisi unilateralistik Turki
menghadapi “Arab Spring”, terutama yang terjadi
di Suriah. Pemerintah Turki yang baru saja
memperoleh dukungan publik yang besar dalam
pemilu 2011 bersikap lebih pro-aktif, meski pada
beberapa hal berseberangan dengan negara-negara
lain. Peneliti melihat sikap ini sebagai cara Turki
265 Hurriyet, ‘Syria dissidents nix armed intervention’, 21
Agustus
2011,
diakses
dari
http://www.hurriyetdailynews.com/syria-dissidents-nix-armedintervention.aspx?pageID=438&n=syria
dissidents-nix-armedintervention-2011-08-21.
192
menonjolkan diri di antara kekuatan-kekuatan lain
di kawasan. Turki juga tampak tidak ingin didikte
sekutunya mengenai cara menyikapi Suriah. Meski
demikian, Turki semakin menghadapi risiko
kehilangan kredibilitas karena tidak mengikuti
komunitas internasional dalam mengecam Assad.266
266 Phillips, C., „Into the Quagmire: Turkey‟s Frustated
Syria Policy‟, Middle East and North Africa Programme,
193
DAFTAR PUSTAKA
56 Wali Kota Turki Terancam Dipenjara, Suara Merdeka [Jakarta],
19 Juni 2006.
A. Mango, The Today Turks, (John Murray, London, 2004).
Ahmed Davotoglu, Turkish Foreign Policy and The EU in 2010,
Turkish Policy Quarterly, Volume 8 Number 3, Fall 2009.
AKP Gandeng Partai Oposisi untuk Cabut Larangan Jilbab di
Turki, Era Muslim, 25 Januari 2008.
Akyol, M. (2012). The Turkish Model: Marching toward Islamic
Liberalism. Cairo Review, 4.
Alexander Murinson, Turkish Foreign Policy in the Twenty-First
Century, Mideast Security and Policy Studies, No. 97, The
Begin-Sadat Center for Strategic Studies Bar-Ilan
University, Israel, September 2012.
Altunışık, M. B. (2005). The Turkish Model and Democratization
in Middle East. Arab Studies Quarterly, 27(1-2).
Armenian Genoside, http://en.wikipedia.org, diakses pada tanggal 12
Agustus 2017, pukul 09:52.
Asmawita Fithri, Diplomasi Turki Untuk Bergabung Dengan Uni Eropa,
Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada).
Bulent Aras, Kenan Dagci and M. Eve Caman, Tukey’s New
Activism in Asia, Alternatives Journal, Vol. 8 Summer 2009.
Desember 2012, Chatam House, hlm.6
194
Calleya S., M. Wohlfeld (ed), Change and Opportunities in the Emerging
Mediterranean, (Malta, University of Malta, 2012).
Canci, H., & Serkan Sen, S., The Gulf War and Turkey: Regional
Changes and Their Domestic Effects (1991-2003), International
Journal on World Peace, 2011.
Çelik, Y. (1999). Contemporary Turkish Foreign Policy.
Connecticut: Praeger.
D. Doganyilmaz, Religion in Laic Turkey: The Case of Alevis,
Quaderns de la Mediterrania, vol. 18, no. 19, 2013.
D. Mc. Dowall, A Modern History of the Kurds, I. B. Tauris and Co.,
Ltd., New York, 2004.
Dağı, I. (2001, January). Human Rights, Democratization, and the
European Community in Turkish Politics: The Özal Years,
1983-1991. Middle Eastern Studies, 37(1).
Davutoğlu, A. (2008). Turkey's Foreign Policy Vision: An
Assesment of 2007. Insight Turkey, 10(1).
___________. (2012). Principles of Turkish Foreign Policy and
Regional Political Structuring (Turkey Policy Brief No.3).
Ankara: TEPAV-IPLI.
Delegation of the European Union to Turkey, History (daring),
http://avrupa.info.tr, akses pada 19 Februari 2017.
Duff, A., Turkey’s EU accession negotiations should now be suspended
(daring), http://www.euractiv.com, akses pada 19 Februari
2017.
E. Hughes, Turkey's Accession to the European Union: The Politics of
Exclusion?, Routledge, New York, 2011.
Eligür, B. (2010). The Mobilization of Political Islam in Turkey.
Cambridge: Cambridge University Press.
Emiliano Alessandri, The New Turkish Foreign Policy and The Future of
Turkey-EU Relations, Instituto Affari Internazionali Documenti IAI, Februari 2010.
195
________________, The New Turkish Foreign Policy and The Future
of
Turkey-EU
Relations,
Instituto
Affari
Internazionali,Documenti IAI. Februari 2010.
Erdogan : Ekonomi Turki Terbesar Keenam di Eropa,
http://www.eramuslim.com, akses pada 19 Februari 2017.
Erhan, Ç. (2005). Broader Middle East and Northern Africa
Initiative and Beyond. Perceptions, 10(3).
F. Keles, Modernization as State-Led Social Transformation: Reflection on
the Turkish Case, Journal of Development and Social
Transformation, 2006.
G8 Research Group. (2005). 2005 Glenagles Interim Compliance
Report. Toronto: University of Toronto.
Göktepe, C. (t.thn.). The Menderes Period (1950-1960). Dipetik
Juni 17, 2014, dari The Journal of Turkish Weekly, USAK:
http://www.turkishweekly.net/article/60/themenderesperiod-1950-1960.html.
Grigoriadis, I. N. (2010, April). The Davutoğlu Doctrine and
Turkish Foreign Policy. ELIAMEP Working Paper(8).
Habibi, N., & Walker, J. W. (2011, April). What's Driving Turkey's
Reengagement with the Arab World? Middle East Brief,
Crown Center for Middle East Studies(49).
Hadza Min Fadhli Robby, Peran Turki Sebagai Norm Entreprneur
Dalam Upaya Lokalisasi Norma Demokrasi Di Timur
Tengah, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada).
Hurriyet, ‘Davutoğlu expects no swift lull in Syria’, 11 Agustus
2011,
diakses
dari
http://www.hurriyetdailynews.com/davutoglu-expects-noswift-lull-in-syria.aspx?pageID=438&n=davutogluexpectsno-swift-lull-in-syria-2011-08-11.
_______, ‘No NATO role in Syria for now, 21 Juni 2011, diakses
dari
http://www.hurriyetdailynews.com/nonato-role-in-
196
syria-for-now.aspx?pageID=438&n=no-nato-role-in-syriafor-now-official-says-2011-06-21.
_________, ‘Syria dissidents nix armed intervention’, 21 Agustus
2011,
diakses
dari
http://www.hurriyetdailynews.com/syria-dissidents-nixarmed-intervention.aspx?pageID=438&n=syria dissidentsnix-armed-intervention-2011-08-21.
_________, ‘Turkey mulls radical moves on Syria policy’, 16
Agustus
2011,
diakses
darihttp://www.hurriyetdailynews.com/turkey-mullsradical-moves-on-syriapolicy.aspx?pageID=438&n=turkeymulls-radical-changesin-syria-2011-08-16.
_________, ‘Turkey urges Syria to heed advice and stop violence’,
5
Agustus
2011,
diakses
dari
http://www.hurriyetdailynews.com/turkey-urges-syria-toheed-advice-andstopviolence.aspx?pageID=438&n=turkey-urges-syria-toheed-advice-and-stop-violence-2011-08-05.
IBP USA. (2009). Turkey Foreign Policy and Government Guide.
Washington DC: International Business Publication USA.
Idiz, S. (2011, September 15). PM Erdoğan's surprising message in
Cairo. Dipetik Juli 24, 2014, dari Hürriyet:
http://www.hurriyetdailynews.com/default.aspx?pageid=4
38&n=pm-erdogan8217ssurprising-message-in-cairo-201109-15.
Johan Huizinga, Belanda, Eropa dan Genosida Armenia, Radio
Nederland, 06 Oktober, 2006.
K. Aksu, Turkey-EU Relations: Power, Politics, and the Future,
(Cambridge Scholars Publishing, Newcastle, 2012).
K. Kirisci, Migration and Turkey: the Dynamics of State, Society, and
Politics, (Cambridge University Press, Cambridge, 2008).
197
Kamrava, M. (2007). The Middle East's Democracy Deficit in
Comparative Perspective. Perspective on Global
Development and Technology, 6.
Keanggotaan Turki Mulai Dibahas,Kompas [Jakarta], 30 Juni 2005.
Keating, J. (2011, Februari 2). Erdogan's Cairo speech. Dipetik Juli
24,
2014,
dari
Foreign
Policy:
http://blog.foreignpolicy.com/posts/2011/02/02/erdoga
ns_cairo_speechKeyman.
Kemunduran
dan
Kehancuran
Turki
Usmani,
http://asme28.blogspot.co.id, akses pada 19 Februari 2017.
Kili, S. (1980, July). Kemalism in Contemporary Turkey.
International Political Science Review, 1(3), 381404.Kirisçi, K. (2011). Turkey's "Demonstrative Effect"
and the Transformation of the Middle East. Insight
Turkey, 13(2).
Kirisçi, K. (2011). Turkey's "Demonstrative Effect" and the
Transformation of the Middle East. Insight Turkey, 13(2).
Kömeçoğlu, U. (2014, Januari 12). Islamism, Post-Islamism, and
Civil Islam. Dipetik Agustus 27, 2014, dari Hudson
Institute:
http://www.hudson.org/research/10032islamism-post-islamism-and-civil-islam
Lilik Prasaja, Reaksi Turki terhadap Konflik Suriah, Skripsi,
(Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada).
M. Bogdani, Turkey and the Dilemma of EU Accession: When Religion
Meets Politics, (Palgrave Macmillan, New York, 2011).
M. Hatem, R., & Dohrmann, Turkey's Fix for the "Kurdish Problem:
Ankara's Challenges, Middle East Quarterly, vol. 20, no. 4,
2013.
Mason, W. (2012). Turki: Pos-Islamisme dalam Tampuk
Kekuasaan. Dalam A. Bubalo, G. Fealy, & W. Mason, PKS
& Kembarannya: Bergiat Jadi Demokrat di Indonesia,
Mesir & Turki (hal. 69-97). Depok: Komunitas Bambu.
198
Masyarakat Turki, https://kajiantimurtengah.wordpress.com, akses
pada 19 Februari 2017.
Meilinda Sari Yayusman, Upaya Turki dalam Memenuhi the Copenhagen
Criteria sebagai Syarat Keanggotaan Uni Eropa, Skripsi,
(Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Gadjah Mada).
Minority
Rights
Group
International,
Kurds
(daring),
http://www.minorityrights.org, akses pada 19 Februari
2017.
Muslim
Brotherhood's
Mursi
declared
Egypt
President,
http://www.bbc.co.uk, akses pada 19 Februari 2017.
N. Goksel, Turki: Demokrasi yang Semakin Dewasa, Common
Ground News Service, (31 Juli 2007).
Nathalie Tocci, dkk. Turkey and The Arab Spring, Implications for
Tuskish Foreign Policy from Transatlantic Perpective,
Mediterranean Paper Series 2011,Oktober 2012.
Öner, S. (2013). Soft Power in Turkish Foreign Policy: New
Instruments and Challenges. Euroxinos(10).
Özkan, M. (2007). Turkey in the Islamic World: An Institutional
Perspective. Turkish Review of Eurasian Studies.
Party Programme, http://eng.akparti.org.tr, akses pada 19 Februari
2017.
Paul Amanda, & Murat Seyrek, D., Freedom of religion in Turkey: The
Alevi Issue (daring) http://www.epc.eu, akses pada 19
Februari 2017.
Petersen, M. J. (2012). Islamic or Universal Human Rights? The
OIC'S
Independent
Permanent
Human
Rights
Commission.
Copenhagen:
Danish
Institute
of
International Studies.
Peterson, Scott., RUU Perancis Memperumit Permohonan UE Turki,
Kantor Berita Common Ground, 27 Oktober 2006.
199
Phillips, C., „Into the Quagmire: Turkey‟s Frustated Syria Policy‟,
Middle East and North Africa Programme, Desember
2012, Chatam House.
PM Turki Kecam Uni Eropa, BBC News, 27 Oktober 2007.
Proses Keanggotaan Turki di Uni Eropa Bisa di Veto Perancis, Kompas
[Jakarta], 12 Oktober 2004.
Radio Nederland, Dewan Perwakilan Amerika Meninjau Kembali Mosi
Terhadap Turki,Warta Berita , 20 Oktober 2000.
_____________, Kebebasan Berpendapat dan Sopan Santun Politik,
Kolom Jean van de Kok, 17 Oktober 2006.
Ramin Ahmadov, Counter Transformation in the Center and Periphery to
Turkish Society and the Rise of Justice and Development Party,
Alternatives Journal, Vol. 7. No. 2 & 3. Summer & Fall
2008.
Recep Teyyip Erdogan, Conservative Democracy and the Globalization of
Freedom, dalam M. Sya’roni Rofii, Bulan Sabit di Benua Biru :
Redefenisi Identitas Politik dan Kepentingan Nasional Turki,
(Yogyakarta : Atavista Literacy, 2010).
Redaksi-kabarindonesia,
Oktober 2007.
Debat
Soal
Genosida
Armenia,11
Republic of Turkey Ministry of Fereign Affairs, http://www.mfa.gov.tr,
akses pada 19 Februari 2017.
Rofii, M. Sya’roni, Bulan Sabit di Benua Biru : Redefenisi Identitas
Politik dan Kepentingan Nasional Turki, (Yogyakarta : Atavista
Literacy, 2010).
Rusia,
Turki Sepakati Kerjasama Perdagangan dan PLTN,
http://www.voanews.com, akses pada 19 Februari 2017.
S. Idiz, Turkey’s Alevi Question, http://www.almonitor.com, akses
pada 19 Februari 2017.
Sanksi
200
Tidak
Mempan,
Turki-Iran
Makin
Mesra,
http://indonesian.irib.ir, akses pada 19 Februari 2017.
Sejarah Negara Republik Turki, http://www.intipsejarah.com, akses
pada 19 Februari 2017.
Sharp, J. M. (2005). The Broader Middle East and Northern Africa
Initiative: An Overview.Washington D.C.: Congressional
Research Service.
T. Köse, The AKP and the "Alevi Opening": Understanding the Dynamics
of the Reapproachement, Insight Turkey, vol. 12, no. 2, 2010.
T. Oguzlu, ‘The ‘Arab Spring’ and the Rise of the 2.0 Version of
Turkey’s ‘zero problems with neighbors’ Policy’, SAM
Papers, No 1 Februari 2012, Center for Strategic Research,
Departemen Luar Negeri Republik Turki.
T.C. Dişişleri Bakanlığı Yayını. (2007). Horizons of Turkish
Foreign Policy in New Century.Ankara: Hayat.
TESEV. (2006). Democracy Assistance Dialogue: Empowering
Women in Public Life (2005-2006 Conference Almanac).
Istanbul: TESEV Publications.
Timeline Arab Spring, A brief summary of key events up until December 23,
2011, http://www.pcr.uu.se, akses pada 19 Februari 2017.
Tocci, N. (2011). Turkey's European Future: Behind the Scenes of
America's Influence on EU-Turkey's Relations. New York
City: New York University Press.
Today's Zaman: http://www.todayszaman.com/news-342340why-one-shouldnot-vote-for-the-akp-by-ahmet-t-kuru.html
Tom Lastnit, Rejeb Tayyib Erdogan, (China: Chelsea House
Publisher’s, 2005).
Tür, Ö. (2013). Turkey's Changing Relations with Middle East:
New Challenges and Opportunities in the 2000s. Dalam E.
Canan-Sokullu (Penyunt.), Debating Security in Turkey:
Challenges and Changes in the Twenty-First Century (hal.
123-140). Lanham, MD: Lexington Books.
201
Turkey
Ruling Party Wins Election With Reduced Majority,
http://www.bbc.co.uk, akses pada 19 Februari 2017.
Turkey's Position in the Iraq Operation: Bridge or Barrier?,
http://cns.miis.edu, akses pada 19 Februari 2017.
Turkish Cooperation and Coordination Agency. (2012). Turkey
Development
Assistance
2012.Ankara:
Turkish
Cooperation and Coordination Agency.
Turkish Cooperation and Coordination Agency. (2013). TIKA
2012 Annual Report. Ankara: Biltur Basım Yayın ve
Hizmet A.Ş.
Turkish Cooperation and Coordination Agency. (2013). TIKA
2012 Annual Report. Ankara: Biltur Basım Yayın ve
Hizmet A.Ş.
Turkish General Election, 2002, Wikipedia, the Free Enciclopedia,
http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017.
Turkish General Election, 2007, Wikipedia, the Free Enciclopedia,
http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017.
Turkish General Election, 2011”Wikipedia, the Free Enciclopedia,
http://en.wikipedia.org, akses pada 19 Februari 2017.
UNDP. (2002). Arab Human Development Report 2002. New
York: United Nations Publications.
V. Morelli, European Union Enlargement: A Status Report on Turkey’s
Accession Negotiations (daring), http://www.ab.gov.tr, akses
pada 19 Februari 2017.
White, J. B.,Islam and Politics in Contemporary Turkey, Turkey in the
Modern World, in K. Resat (ed.), Cambridge History of
Turkey, (Cambridge University Press, Cambridge, 2008).
Witnesses Report Rioting in Tunisian Town, http://www.reuters.com,
akses pada 19 Februari 2017.
Y. Ensaroglu, Turkey's Kurdish Question and the Peace Prosess, Insight
Turkey, vol. 15, no. 2, 2013.
202
Yavuz, M. H. (2009). Secularism and Muslim Democracy in
Turkey (Cambridge Middle East Studies). Cambridge:
Cambridge University Press.
Yilmaz, I. (2010). Civil Society and Islamic NGOs in Secular
Turkey and Their Nationwide and Global Initiatives: The
Case of the Gülen Movement. Journal of Regional
Development Studies.
Zine al-Abidine Ben Ali forced to flee Tunisia as protesters claim victory,
http://www.guardian.co.uk, akses pada 19 Februari 2017.
203
TENTANG PENULIS
Nama lengkap saya adalah Idik Saeful Bahri, seorang
laki-laki yang lahir di kabupaten Kuningan, pada tanggal
13 Februari 1994 M. Tanggal lahir ini merupakan tanggal
lahir yang tertera di akta kelahiran dan ijazah sekolah.
Adapun tanggal lahir asli nya adalah 5 Maret 1994 M. atau
22 Ramadhan 1414 H.
RIWAYAT PENDIDIKAN
Riwayat pendidikan saya melalui jalur lembaga formal
adalah :
SD Negeri 3 Lengkong
MTs Negeri Sindangsari
SMA Negeri 3 Kuningan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Universitas Gadjah Mada
204
Saat tulisan ini dibuat, saya sedang menempuh program
pascasarjana di Fakultas Hukum UGM Yogyakarta. Gelar
Sarjana Hukum (S.H.) saya dapatkan dari Prodi Ilmu
Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
pada tahun 2017. Saya berhasil menyelesaikan program
sarjana saya dalam waktu 3,8 tahun dengan
IPK Cumlaude.
Adapun selain lembaga formal tersebut, saya pernah
mengikuti pendidikan di lembaga non-formal, yaitu di
Madrasah Salafiyah Syafi'iyyah al-Idrus Lengkong.
Walaupun non-formal, lembaga sekolah ini memberikan
pelajaran yang sangat besar bagi pola berpikir saya.
Khususnya dalam masalah keagamaan, keislaman saya
dipengaruhi dari sekolah al-Idrus ini. Selain al-Idrus, saya
juga sempat mengikuti pelatihan bahasa Inggris di Rumah
Inggris Jogja selama satu tahun ketika pertama kali saya
merantau ke kota Yogyakarta.
PENGALAMAN ORGANISASI
Anggota OSIS MTsN Sindangsari
Ketua Umum RISBA (Rohaniawan Islam Baiturrahim)
SMAN 3 Kuningan
Ketua Umum PSC (Klub Fisika) SMAN 3 Kuningan
Wakil Ketua ROHIS (Rohaniawan Islam) Kabupaten
Kuningan
Pendiri THREEPHYRAL SMAN 3 Kuningan (Organisasi
Jurnalistik)
Tim Editor Redaksi Majalah MARDIKA
Pemimpin Redaksi Buletin Jum'at Si BURI
Anggota PERMAHI DIY (Perhimpunan Mahasiswa Hukum
Indonesia)
205
Anggota KPS (Peradilan Semu) Ilmu Hukum UIN Sunan
Kalijaga
Anggota SABARAKU (Organisasi Rantau Kabupaten
Kuningan)
Anggota IPMK (Ikatan Pelajar Mahasiswa Kuningan)
Anggota PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia)
Pemimpin Redaksi Buletin Jum'at JUMUAH
Pendiri portal online Bahasa Rakyat (BR)
Anggota Unit KWU HMP UGM (Unit Kewirausahaan)
Anggota di bidang hukum KKI (Komunitas Keluarga
Inklusi) Yogyakarta
KONTAK
Anda bisa menghubungi saya melalui nomor WA : 081947-100-809 (nomor ini sudah tidak privasi lagi karena
juga digunakan untuk kepentingan bisnis), dan bisa
melalui e-mail : [email protected]
Anda juga bisa menemukan saya di berbagai jejaring
sosial dengan nama akun "Idik Saeful Bahri" dan biasanya
menggunakan username : @idikms
206
Download