REFERAT KETUBAN PECAH DINI (Premature Rupture of Membranes) LUCKY PESTA ULI DAMANIK 18.0100.45 PEMBIMBING: dr. BONAR SINAGA, Sp.OG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDIKALANG DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2019 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketuban pecah dini merupakan salah satu permasalahan obstetrik yang dapat menyebabkan komplikasi pada ibu seperti infeksi intrauterin yang bisa menjadi chorioamnionitis, plasenta abrupsio, dan juga sepsis. Infeksi pada ibu dapat terjadi pada kejadian ketuban pecah dini diakibatkan karena pecahnya selaput ketuban akan membuat bakteri mudah untuk memasuki uterus dan akan berkembang biak. Perkembangan bakteri ini akan lebih cepat terjadi pada lingkungan yang hangat dan basah. Kemungkinan untuk terjadi infeksi akan meningkat pada keadaan ketuban pecah dini yang lama, karena bakteri akan memiliki waktu yang lebih lama untuk bermultiplikasi. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.1 komplikasi KPD untuk janin adalah persalinan kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory distresss syndrom (RDS) yang disebabkan karena organ paru yang belum matang. Penegakan diagnosa awal dan penatalaksanaan dapat mengurangi risiko komplikasi. Semakin lama KPD tanpa penanganan, semakin besar kemungkinan komplikasi yang terjadi.1,2 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Definisi Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM).1 Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm. Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 – 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini : 1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar. 2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan foto pelvik. 3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda – tanda persalinan sehingga dapat memicu terjadinya persalinan preterm. 4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterin. 5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.2,3 2.2. Epidemiologi Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan KPD preterm terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar. KPD preterm merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1981. Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/ neonates akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian. Persalinan premature dengan potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum terjadi. KPD preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika Serikat Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran. KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran prematur. Insiden KPD di Indonesia berkisar 4,5%-6% dari seluruh kehamilan, sedangkan di luar negeri insiden KPD antara 6%-12%. Kebanyakan studi di India mendokumentasikan insiden 7-12% untuk KPD yang 60-70% terjadi pada jangka waktu lama.2,3,4 2.3. Etiologi dan Faktor Risiko Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.4 Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara lain: 1. Infeksi Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.4,5 2. Defisiensi vitamin C Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.2 3. Faktor selaput ketuban Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72 % penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.4,5 4. Faktor umur dan paritas Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.4,5 5. Faktor tingkat sosio-ekonomi Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.4,5 6. Faktor-faktor lain Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : ketegangan rahim yang berlebihan akibat kehamilan ganda atau hidramnion, kelainan letak janin dalam rahim (letak sungsang, letak lintang), koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini. 4,5 2.4. Patofisiologi Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar 1000 – 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak amis, terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel – sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam Minggu gestasi Janin Plasenta Cairan amnion %Cairan 16 100 100 200 50 28 1000 200 1000 45 36 2500 400 900 24 40 3300 500 800 17 Fungsi cairan amnion 1. Proteksi: Melindungi janin terhadap trauma dari luar 2. Mobilisasi: Memungkinkan ruang gerak bagi bayi 3. Hemostatis: Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph) 4. Mekanik: Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri 5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.5,6,7 Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan perputaran cairan lebih kurang 500 ml.5,6,7 Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal berwarna putih dan terbentuk dari vili – vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus. KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan dari sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal. Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP – 2, MMP – 3, dan MMP – 9 ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal.5,7,8 Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker – marker apoptosis dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada kehamilan normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan kematian sel yang membawa kelemahan pada dinding membran fetal. 2.5. Diagnosis Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal.2,5,6 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum) KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya. Manifestasi klinis KPD yaitu keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan sedikitsedikit atau sekaligus banyak, dapat disertai demam bila sudah ada infeksi, janin mudah diraba, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sedikit atau habis. Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum yang digunakan dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual. Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks (satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya diletakkan di medium transport untuk dikultur.2,7,8 Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6) dan cari arborization of fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini. Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPD aterm harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan kemungkinaan adanya prolaps tali pusat.2,8,9 Pemeriksaan Inspekulo Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah • Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang khas juga harus diperhatikan. • Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk memudahkan melihat pooling • Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina ibu memiliki PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis trichomiasis. 2. Pemeriksaan Penunjang - Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital janin.2,7,8 - Pemeriksaan laboratorium Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes fern, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor binding protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah9. Penanda tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm. 2.6. Klasifikasi - PD Preterm Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun yang paling diterima dan tersering digunakan adalah persalinan kurang dari 37 minggu.2 - KPD pada Kehamilan Aterm Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes (PROM) pada kehamilan aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.2 2.7. Penatalaksanaan Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis. Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif mengintervensi persalinan.2,9 Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan. A. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm didapatkan bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding pada kelompok usia lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress pernapasan dan perdarahan intraventrikular tidak secara signifikan berbeda. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah pilihan yang lebih baik. Pada Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24 - 34 minggu. Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik daripada mempertahankan kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis secara signifikanTetapi tidak ada perbedaan signifikan berdasarkan morbiditas neonatus. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa persalinan lebih baik dibanding mempertahankan kehamilan.2 B. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan akan meningkatkan risiko korioamnionitis dan sepsis. idak ada perbedaan signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk dibanding melakukan persalinan.2,9 C. KPD memanjang Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian KPD preterm. Terdapat penurunan signifikan dari korioamnionitis , jumlah bayi yang lahir dalam 48 jam setelah KPD, jumlah bayi yang lahir dalam 7 hari setelah KPD, infeksi neonatal), dan jumlah bayi dengan USG otak yang abnormal setelah keluar dari RS. Sehingga dapat disimpulkan bahwa administrasi antibiotik mengurangi morbiditas maternal dan neonatal dengan menunda kelahiran yang akan memberi cukup waktu untuk profilaksis dengan kortikosteroid prenatal. Pemberian co-amoxiclav pada prenatal dapat menyebabkan neonatal necrotizing enterocolitis sehingga antibiotik ini tidak disarankan. Pemberian eritromisin atau penisilin adalah pilihan terbaik. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan digunakan bila KPD memanjang (> 24 jam): Tabel 1. Antibiotik yang digunakan pada KPD >24 jam Medikamentosa D R Frekuensi Benzilpenisilin 1.2 gram IV Setiap 4 jam Klindamisin 600 mg IV Setiap 8 jam (jika sensitif penisilin) Jika pasien datang dengan KPD >24 jam, pasien sebaiknya tetap dalam perawatan sampai berada dalam fase aktif. Penggunaan antibiotik IV sesuai dengan tabel di atas.2,9,10 Manajemen Aktif Pada kehamilan ≥37 minggu, lebih dipilih induksi awal. Meskipun demikian, jika pasien memilih manajemen ekspektatif harus dihargai. Lamanya waktu manajemen ekspektatif perlu didiskusikan dengan pasien dan keputusan dibuat berdasarkan keadaan per individu. Induksi persalinan dengan prostaglandin pervaginam berhubungan dengan peningkatan risiko korioamnionitis dan infeksi neonatal bila dibandingkan dengan induksi oksitosin. Sehingga, oksitosin lebih dipilih dibandingkan dengan prostaglandin pervaginam untuk induksi persalinan pada kasus KPD. 2,9,10 Kemajuan pada pelayanan maternal dan manajemen PPROM pada batas yang viable dapat mempengaruhi angka survival; meskipun demikian untuk PPROM <24 minggu usia gestasi morbiditas fetal dan neonatal masih tinggi. Konseling kepada pasien untuk mengevaluasi pilihan terminasi (induksi persalinan) atau manajemen ekspektatif sebaiknya juga menjelaskan diskusi mengenai keluaran maternal dan fetal dan jika usia gestasi 22-24 minggu juga menambahkan diskusi dengan neonatologis. Beberapa hal yang direkomendasikan: - Konseling pada pasien dengan usia gestasi 22-25 minggu menggunakan Neonatal Research Extremely Preterm Birth Outcome Data. - Jika dipertimbangkan untuk induksi persalinan sebelum janin viable, tatalaksana merujuk kepada Intermountain’s Pregnancy Termination Procedure. Pemberian kortikosteroid antenatal pada wanita dengan KPD preterm telah dibuktikan manfaatnya dari 15 RCT yang meliputi 1400 wanita dengan KPD dan telah disertakan dalam suatu metaanalisis. Kortikosteroid antenatal dapat menurunkan risiko respiratory distress syndrome, perdarahan intraventrikkular dan enterocolitis nekrotikan, dan mungkin dapat menurunkan kematian neonates. Tokolisis pada kejadian KPD preterm tidak direkomendasikan. Tiga uji teracak 235 pasien dengan KPD preterm melaporkan bahwa proporsi wanita yang tidak melahirkan 10 hari setelah ketuban pecah dini tidak lebih besar secara signifikan pada kelompok yang menerima tokolisis. 2,9,10 Tabel 2. Medikamentosa yang digunakan pada KPD Magnesium Magnesium Sulfat Iv Untuk efek neuroproteksi pada Bolus 6 gram selama 40 menit PPROM dilanjutkan infus < 31 minggu bila persalinan 2 gram/ jam untuk dosis pemeliharaan diperkirakan dalam waktu 24 sampai jam persalinan atau sampai 12 jam terapi Kortikosteroid Betamethasone untuk menurunkan risiko sindrom 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis distress pernapasan Jika Betamethasone tidak tersedia, gunakan deksamethason 6 mg IM setiap 12 jam Antibiotik Ampicillin Untuk memperlama masa laten 2 gram IV setiap 6 jam dan Erythromycin 250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam, dikali 4 dosis diikuti dengan Amoxicillin 250 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari dan Erythromycin 333 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari, jika alergi ringan dengan penisilin, dapat digunakan: Cefazolin 1 gram IV setiap 8 jam selama 48 jam dan Erythromycin 250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti dengan : Cephalexin 500 mg PO setiap 6 jam selama 5 hari dan Erythromycin 333 mg PO setiap 8 jam selama hari Jika alergi berat penisilin, dapat diberikan Vancomycin 1 gram IV setiap 12 jam selama 48 jam dan Erythromycin 250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti dengan Clindamycin 300 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari Berdasarkan literatur yang ada dan terkini serta level of evidence masingmasing pernyataan, direkomendasikan penatalaksanaan (diagnosis, pemeriksaan antenatal, dan medikamentosa) seperti berikut ini: 1. Diagnosis KPD spontan paling baik didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan spekulum steril. 2. Pemeriksaan USG berguna pada beberapa kasus untuk mengkonfirmasi USG. 3. Ibu hamil harus dipantau tanda tanda klinis dari korioamnionitis. 4. Uji darah ibu, CRP, swab vagina setiap minggu tidak perlu dilakukan karena sensitivitas dalam mendeteksi infeksi intrauterin yang sangat rendah. 5. Kardiotokografi berguna untuk dilakukan karena takikardia fetal adalah salah satu definisi dari korioamnionitis. Skor profil biofisik dan velosimetri Doppler dapat dilakukan namun ibu hamil harus diinformasikan bahwa uji tersebut memiliki keterbatasan dalam memprediksi infeksi fetus. 6. Amniosentesis tidak memiliki cukup bukti untuk memperbaiki outcome sebagai cara diagnosis infeksi intrauterin. 7. Eritromisin perlu diberikan 10 hari pascadiagnosis KPD preterm. 8. Kortikosteroid antenatal harus diberikan pada wanita dengan KPD preterm. 9. Tokolisis pada KPD preterm tidak direkomendasikan karena penatalaksanaan ini tidak secara signifikan memperbaiki outcome perinatal. 10. Persalinan harus dipikirkan pada usia gestasi 34 minggu. Ketika manajemen ekspektatif mungkin di atas usia gestasi ini, ibu harus tetap diinformasikan bahwa ada risiko korioamnionitis yang meningkat dan risiko masalah respirasi neonatus yang menurun. 11. Amnioinfus selama persalinan tidak direkomendasikan pada wanita dengan KPD karena tidak ada bukti yang cukup. Amnioinfusi juga tidak terbukti mencegah hipoplasia pulmoner. 12. Tidak ada bukti yang cukup bahwa fibrin sealants adalah tatalaksana rutin dari oligohidramnion trimester kedua karena KPD preterm.2 2.7. Komplikasi A. Komplikasi Ibu Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin. Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun korioamnionitis yang berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian, didapatkan 6,8% ibu hamil dengan KPD mengalami endomyometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak ada yang meninggal dunia. Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada penelitian ini mendapatkan terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa sekuele. Sehingga angka mortalitas belum diketahui secara pasti. 40,9% pasien yang melahirkan setelah mengalami KPD harus dikuret untuk mengeluarkan sisa plasenta, 4% perlu mendapatkan transfusi darah karena kehilangan darah secara signifikan. Tidak ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun morbiditas dalam waktu lama.9,10 B. Komplikasi Janin Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95% pasien akan mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi yang mengevaluasi pasien dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode laten 4 minggu. Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan.9,11 2.8. Prognosis Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi dari kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis untuk ibu tergantung pada ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan. Prognosis untuk janin tergantung pada : a. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram mempunyai prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar. b. Presentasi : presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek , khususnya jika bayinya premature. c. Infeksi intrauterin meningkatkan mortalitas janin. d. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah, semakin tinggi insiden infeksi hingga sepsis.11,12 BAB III KESIMPULAN Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM). Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis. Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin. Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun korioamnionitis yang berujung pada sepsis. Komplikasi janin yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada saat KPD terjadi. Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi dari kehamilan. DAFTAR PUSTAKA 1. Abrar NM, Handono B, Rukmana GIT. Characteristic of Pregnancy Outcome with Premature Rupture of Membrane. 2016;2. 2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia,Himpunan Kedokteran Feto Maternal. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran KETUBAN PECAH DINI. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2016. 3. Rohmawati N, Fibriana AI. Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Higeia J Public Heal Res Dev. 2018;2(1):23–32. 4. Meller CH, Carducci ME, Cernadas JMC, Otaño L. Preterm Premature Rupture of Membranes. Arch Argent Pediatr. 2018 Aug 1;116(4):e575–81. 5. Hofmeyr GJ, Eke AC, Lawrie TA. Amnioinfusion for third trimester preterm premature rupture of membranes. Cochrane Database of Systematic Reviews 2014, Issue 3. Art. No.: CD000942. DOI: 10.1002/14651858.CD000942.pub3. 6. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. hal 677-82. 7. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221 – 225. 8. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60. 9. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. 10. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics Edisi 22.2005. 11. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 12. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.