Uploaded by hasnithaib

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN FIX

advertisement
AIK IV
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
“Kewajiban Menuntut Ilmu, Mengembangkan dan
Mengamalkannya, Tanggung Jawab Ilmuan Serta
Epilog Iman, Ilmu dan Amal Sebagai Peradaban”
MAKALAH
Disajikan Untuk Melengkapi Perkuliahan
Mata Kuliah : AL – ISLAM KEMUHAMMADIYAAN
Dosen Pengajar : Drs.Syamsudin N Tuli, M.Si
Disusun Oleh
HASNI TAIB
NIM : D03417048
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2019 - 2020
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada junjungan nabi besar kita Rasulullah SAW. Berkat limpahan
dan rahmat-Nya penyusun
mampu
menyelesaikan
tugas
makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah AIK IV Islam dan Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang sikap,
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi,
dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengampu mata kuliah
AIK IV, agar kiranya dapat memberikan masukan demi perbaikan pembuatan
makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca.
Gorontalo, 21 Oktober 2019
Penyusun
HASNI TAIB
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................
1.3 Tujuan ...........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Kewajiban Menuntut Ilmu, Mengembangkan dan Mengamalkannya
a. Perintah Menuntut Ilmu ...........................................................................
b. Keutamaan Orang Berilmu .........................................................................
c. Kedudukan Ulama dalam Islam ...................................................................
B. Tanggung Jawab Imuan Muslim dalam Berbangsa dan Bernegara
a. Pengertian Ilmuan ........................................................................................
b. Tanggung Jawab Ilmuan ..............................................................................
c. Kedudukan Ilmuan ........................................................................................
d. Kewajiban Ilmuan dalam Masyarakat, Umat dan Bangsa ..........................
C. Epilog Iman, Ilmu dan Amal Sebagai Peradaban
a. Iman ..............................................................................................................
b. Ilmu ...............................................................................................................
c. Amal .............................................................................................................
d. Hubungan iman, ilmu dan amal ...................................................................
e. Peradaban ......................................................................................................
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ......................................................................................................................... ......
Saran .................................................................................................................................... ......
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak tegak
dan tidak akan ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan jalan untuk mengenal
Allah dan sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang telah menunjukan
jalan yang paling dekat dan mudah untuk sampai kepada-Nya. Barangsiapa yang
menempuh jalan tersebut, tidak akan menyimpang dari tujuan yang dicita-citakannya.
Mencari ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidak bisa
menjalani hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya akan di
manfaatkan oleh orang lain. Bahkan, orang yang tak berilmu itu akan dibodohi oleh
orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang diberi akal dan pikiran carilah
ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih baik. Menuntut ilmu dalam Islam
hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih mengelompokannya dua bagian, yaitu 1).
Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu kifayah. Orang yang berilmu sangat dimuliakan oleh
Allah SWT dan akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dari makalah ini
adalah :

Apakah wajib menuntut ilmu dan bagaimana mengembangkan serta
mengamalkannya...?

Apa dalil atau hadist yang menerangkan tentang perintah menuntut ilmu
dan kedudukan orang berilmu ?

Bagaimana kedudukan ulama dalam Islam...?

Apa saja tanggung jawab ilmuan muslim dalam berbangsa dan bernegara ?

Bagaimana kedudukan dan kewajiban ilmuan dalam masyarakat, umat dan
bangsa ?

Bagaimana epilog iman, ilmu dan amal sebagai peradaban ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memahami tentang kewajiban menuntut ilmu, mengembangkan dan
mengamalkannya
2. Untuk memahami tentang tanggung jawab ilmuan muslim dalam
berbangsa dan bernegara
3. Serta untuk memahami apa dan bagaimana epilog iman, ilmu dan amal itu
sebagai peradaban
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kewajiban Menuntut Ilmu, Mengembangkan dan Mengamalkannya
Salah satu dari sekian banyak tanda datangnya hari kiamat adalah diangkatnya
ilmu dari dunia. Maksudnya adalah bahwa suatu saat nanti, ketika hari kiamat makin
dekat akan datang suatu zaman yang kelompok masyarakatnya tidak peduli lagi
pentingnya ilmu, terlebih ilmu agama, mereka seakan hidup bebas tanpa
menghiraukan tuntutan dan aturan. Kehidupan akhir zaman ini bermuara pada
pemuasan nafsu belaka, mereka hidup dan berintraksi sesuka hatinya dan tidak peduli
lingkungan sekitarnya, meskipun harus mengambil yang bukan miliknya, maka
pantas saja kalau kondisi zaman semacam ini adalah pertanda kian dekatnya hari
kiamat, dan semua ini berawal dari diangkatnya ilmu dari muka bumi.
 Dalil Tentang Kewajiban Menuntut Ilmu
Dalil Al-Qur’an : Q.S Al-Mujadalah ayat 11
َ َ‫ف ي‬
‫َّ ََمَ َ َم َاك َِه َاي اِيََ ا َونَمَ َ نيِهََّا اَهُّ َيأ‬
‫َّ ََمَ َ َ َو َاأ ِ ِ ا‬
‫َّ ِا‬
‫َ َنز ََشمَيَأ َنز ََشمَ َ َماِيَََِه َاي َ َم َاك نا‬
‫ْ يِف اََُ ن‬
َ ‫أي‬
َ َُ َ‫َُ ه‬
‫ر َ َ ِْ َِ َاك ََما َم َمَ ي ِيهَََّا ِونَُ َم َاك َ َونَمَ َ ِيهَََّا هللا هَ َعيَ ِار‬
‫هللاَ ٍ ََع َاُ َا‬
‫َرُاِهَُع ا َ َُْ َوَِ َُمََّا اِ َوأ َم ا‬
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman!Apabila dikatakan kepadamu,”Berilah
kelapangan didalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan berdirilah kamu, maka berdirilah,
niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu
dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”. Q.S Al-Mujadalah ayat 11
Dalil Al-Qur’an : QS. At-Taubah ayat :122
‫نَي ول كَ وَْ ننم ََْنْلَ َننمن نَ ـا كَ اَمَو‬
َ ْ‫َيَن َ و كَِو َيلك و ُن َ َنن ول ََ كًَُنم ـمْلَمنِن و َنَنَن نُ َي وََ كً َـَّ نم َُِن‬
َ ‫َى نيمًَنّمُن‬
‫َى َنك ولن كَي وى ن‬
‫نِ و كي كَ وَْ َواََ ـور َوَ ن‬
َ‫ني ننَك و َ َ نن َوَ وَْ ن نَِـ كَ وَْرنِو نن كي وىُن‬
Artinya :
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi kemedan perang,
mengapa sebagian diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam ilmu
pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya” QS. At-Taubah
ayat :122
Dari ayat 1 tersebut diatas, maka jelaslah bahwa menuntut ilmu adalah merupakan
perintah lansung dari Allah. karena orang yang menuntut ilmu akan diangkat
derajatnya oleh Allah beberapa derajat, sedangkan ayat yang ke2 menjelaskan bahwa
diwajibkan untuk menuntut ilmu agama dan kedudukan orang yang menuntut ilmu
harus mampu menjadi pengingat bagi orang yang tidak tau masalah agama serta
mampu menjaga diri dari hal-hal yang bisa menjerumuskan kedalam lembah
kenistaan.
Dalil Hadits :
Banyak hadits yang menjelaskan perintah kewajiban menuntut ilmu diantaranya
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
َ ‫َّ ِِ َاك َم ياي َِْى يَ َع َهي اَرَ َ َ ِْ َِك‬
‫َّ َام ََأ َاي ََ َيا َوأ ِ اَا َِاَََّا ََنَ َْا ْ َََّا‬
‫َُِ َا‬
َ ‫َو‬
َ ‫يع‬
َ ‫ل م َّ ُِك ْ ِ هه هللا ص ِى هللا‬
َ ٍ‫ِج َ َاج ِشه ِاَع َ َ َرنَأ َم َو ِ ِِي ِا‬
َ َ ‫ل َ َا َم َأ َعم‬
‫ممي َار‬
‫ِه ََعا َأ ِِ ِاه ِْ َن َاٍ َ ِْ َِ ِاك‬
‫َمَ ين َأ َا‬
ِ
Artinya :
“Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah saw, bersabda: Mencari ilmu itu
wajib bagi setiap muslim, memberikan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya
seperti
orang
yang
mengalungi
babi
dengan
permata,
mutiara,
atau
emas” HR.Ibnu Majah
Dari hadits tersebut diatas mengandung pengertian, bahwa mencari ilmu itu wajib
bagi setiap muslim, kewajiban itu berlaku bagi laki-laki maupun perempuan, anakanak maupun orang dewasa dan tidak ada alasan untuk malas mencari ilmu. Ilmu
yang wajib diketahui oleh settiap muslim adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
tata cara peribadatan kepada Allah SWT. Sedangkan ibadah tanpa ilmu akan
mengakibatkan kesalahan-kesalahan dan ibadah yang salah tidak akan dapat diterima
oleh Allah.
Sedangkan orang yang mengajarkan ilmu kepada orang yang tidak mengetahui atau
tidak paham maka akan sia-sia. Maksudnya, ilmu itu harus disampaikan sesuai
dengan taraf berfikir si penerima ilmu, memberikan ilmu secara tidak tepat
diibaratkan mengalungkan perhiasan pada babi, meskipun babi diberikan perhiasan
kalung emas maka babi tetap kotor dan menjijikkan.
a. Perintah Menuntut Ilmu
Jumhur ulama sepakat, tidak ada dalil yang lebih tepat, selain wahyu pertama
yang disampaikan Allah SWT kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad saw sebagai
landasan utama perintah untuk menuntut ilmu. Dijelaskannya pula sarana untuk
mendapatkannya, disertai bagaimana nikmatnya memiliki ilmu, kemuliaannya, dan
urgensinya dalam mengenal ke-Maha Agung-an Sang Khalik dan mengetahui rahasia
penciptaan serta menunjukkan tentang hakikat ilmiah yang tetap.
Sebagaimana firman-Nya : (Q.S. Al ‘Alaq [96]: 1-5).
‫َمَّ َلع‬
‫َْنَع ََمَلَع َ ام ََ ألعل ََ ََِ َع‬
‫لا اع‬
َ ‫َْنَع‬
َ ‫َر َ ا ََْعا ِل اََْْمَ لعل‬
َ ‫َمَّ َعل َََّّْلا َْ اممَ اعل َْ اعل َاْ َ ان‬
َ ‫ن َ ان‬
‫َمَ َع‬
‫ل‬
َ ‫ََمَلَع َََّّْلا ََ لِرَع لَِْ لعال َ ا ََعْا‬
Artinya :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam (baca tulis).
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. Al ‘Alaq
[96]: 1-5).
Allah juga berfirman dalam ayat lain : (Q.S. Az Zumar [39]: 9).
‫َل أل الع‬
‫ا َََََّّْلْنَع َْ اممَ ألاَنَع َََّّْلْنَع َْ اَت َ لَا ْ اع‬
‫َْ اممَ ألاَنَع َع‬
Artinya :
“Katakanlah:“Adakah sama orang-orang yang mengetahui (ilmu agama Islam)
dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (Q.S. Az Zumar [39]: 9).
Para mufasir menyimpulkan firman Allah di atas, bahwa : 1). Tidaklah sama
antara hamba Allah yang memahami ilmu agama Allah, yaitu yang menyadari
dirinya, memahami tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mentaati segala perintah dan
larangan-Nya, dengan orang-orang yang mendustakan nikmat-nikmat Allah, yang
tidak mau mempelajari ilmu agama Allah; 2). Hanya orang-orang yang berakal
sehatlah yang dapat mengambil hikmah atau pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan
Allah.
Dalil Hadist
Terkait hal tersebut, Rasulullah saw menandaskan bahwa menuntut, memahami dan
mendalami ilmu agama Islam itu, merupakan kewajiban utama setiap muslim.
Sebagaimana dalil hadist dibawah ini diriwayatkan Abi Sufyan r.a., ia mendengar
Rasulullah Saw telah bersabda:
“siapa yang dikehendaki menjadi orang baik oleh Allah, Allah akan memberikan
kepahaman kepadanya dalam agama Islam”. (H.R. Bukhari, Muslim).
Memahami ilmu agama akan membuat seorang muslim, baik dan benar dalam
beribadah kepada Allah SWT, jauh dari bid’ah atau hal-hal lain yang membatalkan
ibadah kita. Serta mampu membentengi diri dan keluarga dari aqidah berbahaya.
Menuntut ilmu dalam
Islam hukumnya wajib
(fardhu). Para ahli fiqih
mengelompokannya dalam dua bagian, yaitu: Fardhuَ‘ain dan Fardhu kifayah.
 Fardhuَ‘ainَ
Farduَ‘ainَadalah setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim tentang Ilmu
Agama Islam, agar akidahnya selamat, ibadahnya benar, mu’amalahnya lurus dan
sesuai dengan yang disyariatkan Allah Azza wa Jalla, yang tertuang dalam Al Qur’an
dan Sunah Nabi-Nya yang sahih.
Allah berfirman dalam : (Q.S. Muhammad [47]: 19).
‫عاف‬
‫ُ َآَّإ َ ٰه عف‬
‫َف‬
َ ْ‫ن آعل ۥعه ََّنأ ع‬
َ َْ‫م‬
Artinya :
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang hak) Melainkan
Allah”. (Q.S. Muhammad [47]: 19).
Dalil Hadist
Juga yang dimaksudkan oleh Rasulullah Saw dalam haditsnya,
“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. (H.R. Ibnu Majah).
Pengertian mencari ilmu di sini, adalah mencari ilmu agama Islam, hukumnya wajib
bagi laki-laki dan maupun perempuan;
 Fardhu Kifayah
Fardhu kifayah : adalah ilmu yang memperdalam ilmu-ilmu syariat dengan
mempelajari, menghafal, dan membahasnya. Misalnya spesialisasi dalam ilmu-ilmu
yang dibutuhkan umat Islam, seperti sistem pemerintahan, hukum, kedokteran,
perekonomian, dan lain-lain. Tapi jika sebagian dari mereka ada yang
mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban dari yang lainnya. Sedangkan jika tidak
ada seorang pun yang melakukannya, maka semua menanggung resikonya.
Allah berfirman dalam : (Q.S. At-Taubah [9]: 122).
‫نَي ول كَ وَْ ننم ََْنْلَ َ ننمن نَ ـا كَ اَ َمو‬
َ ْ‫َيَن َ و كَِو َيلك و ُن َ َ نن ول ََ كًَُنم ـمْلَمنِن و َنَنَن نُ َي وََ كً َـَّ نم َُِن‬
َ ‫ََى نيمًَنّمُن‬
‫َى َنك ولن كَي وى َ نِ و كي كَ ن‬
‫وَْ َواَ ـور َوَ ن‬
َ‫ني ننَك و َ َ نن َوَ وَْ نَنِـ كَ وَْرنِو نن كي وىُن‬
Artinya :
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S. At-Taubah [9]: 122).
Bahwa tidak ada jalan untuk mengenal Allah, meraih ridha-Nya serta
menggapai keuntungan dan kedekatan dengan-Nya, kecuali dengan ilmu. Ilmu adalah
cahaya yang dengannya Allah mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, dan
dengannya pula memberi petunjuk dari kesesatan dan kebodohan. Dengan ilmu
terungkaplah seluruh keraguan, khurafat dan kerancuan. Sebagaimana Allah SWT
berfirman sebagai berikut :
Firman Allah dalam : (Q.S. Al Maidah [5]: 15-16)
ُ ‫ ءَن‬. ‫َنءب وهَرٌَه ء َ عنَّ َن ِء ِه ي َددي‬
َ‫رو ِ َن ْمُ ءَ َا ْد‬
‫َ معَّس ء‬
ُ ‫ِن ٌََمكُ ٌء‬
Artinya :
“Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah dan kitab yang
menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridaan-Nya ke jalan keselamatan”. (Al-Maidah: 15-16).
Firman Allah dalam : (Q.S. Al-A’raf [7] : 157).
‫َرر يَعنِءرت َ عيين‬
‫ن َ عل ء‬
‫ن َ يعن ع‬
‫ِم َر َِ ءلٌا يم َ ءَ ءل ءد َا ٌ ََي ٌَهِب َ َ ع َروَت ين ْ َيد ءد َا َ َبَءرَِم يهد ءٌٌهء َ عيي َ َ ء مَ ع‬
‫مل ءد َا ْ َي ءد َا ٌيض ءَّ َ َِنمَْ ْمَِد ءا ٌيءح مل ءس َ ع‬
َ ٌ‫ْمَِد َا َم‬
‫تِمنمط ءد ءا ٌيءح َب َ َ ءر َيبل ْن ٌي َيدم ءد َا‬
َ ْ ‫ا َ عَن ٌَ َ َغَّر‬
‫َِهء َ ء ٌَُر َ عيي َ يَرو ٌَ عنِءرَ ٌٌُ ءلٌعء ٌْ عُ ءوٌعء ِه اَيءرَ يم عيين‬
‫َ َ ءر َحم ءحرت ءد ءا َءٌ َٰ و‬
Artinya :
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggubelenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Al-A’raf
[7] : 157).
Allah SWT dan Rasul-Nya telah pula menentukan pedoman bagi kita hingga
akhir zaman, barangsiapa yang berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah
(Hadis) Sahih, tidak akan sesat selamanya.
Sebagaimana firman Allah SWT: “. (Q.S. An Nisa [4] : 59).
‫َ ي َ ب ء ا َ َ َ ََ ل ٌ َ ء ٌ ن َ عل َ ء ر ر ٌ َ ُ ِِ ء ر َ َع َ ُ ِِ ء ر َ اَ ي ء ر َ َ ع ي ي ن َ ي َد م ي م‬
‫ي ن َت‬
َ ‫َ َ ِ ل ٌ َ َ ِ َر س ِ مّللع ء َن َ ي ء ر ت َ ء ي َ َ ء ا َ ْ َت ٌ َ عل َ ء ر ر َع ْ إ ي ءل ُّ ٌَع ء ٍ نَ َُ ي ن ي م ْ ْ َ َ ء ا‬
َ ٌَ ‫م‬
‫سم ء‬
‫ن ِ ِ َ ُل َ َٰ و‬
َ َ ٌ َّ‫ي‬
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah Rasul(Nya), dan ulil
amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya “. (Q.S. An Nisa [4] : 59).
Dalil Hadist
Hadits nabi Saw. “…Sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu bagimu,
jikalau kamu berpegang teguh dengannya, maka kamu tidak akan sesat
selamanya, (yaitu) Kitab Allah (Al Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya”. (H.R. Hakim;
at-Targhib, 1 : 60).
Banyak jalan untuk menuntut ilmu agama. Antara lain mengikuti majelis
taklim yang istiqomah mengkaji Al Qur’an dan As Sunnah sahih di berbagai tempat
dan media. Ilmu agama ada di Qur’an, Tafsir Qur’an, juga hadis-hadis sahih, yang
sudah diterjemahkan. Jika kita tidak memahami ilmu agama Islam, bagaimana kita
bisa tahu mana perintah dan larangan Allah? Bagaimana kita bisa tahu ibadah yang
kita lakukan itu sah dan diterima Allah? Tapi umat Islam juga jangan sembarangan
menimba ilmu. Salah-salah memilih sumber ilmu, maka kelak ilmu yang dimiliki itu
akan tersesat.
b. Keutamaan Orang Berilmu
Manusia diciptakan dengan segala kesempurnaannya, dan Allah telah
memberikan akal yang sehat pada manusia untuk membedakannya dengan makhluk
hidup lainnya. Dan dengan akal tersebut manusia diwajibkan untuk mencari ilmu
pengetahuan dan memiliki ilmu pengetahuan dalam segala hal agar tidak tersesat
dalam menjalani kehidupan. Ilmu pengetahuan ibarat sebuah cahaya yang akan
menuntun manusia hingga mencapai tujuan penciptaan manusia menurut Islam. Ilmu
pengetahuan merupakan salah satu bekal abadi bagi manusia untuk mencapai sukses
dunia akhirat menurut Islam. Ilmu adalah pengetahuan atau kepandaian yang dimiliki
seseorang, baik mengenai soal duniawi, akhirat, lahir, batin dan lainnya. Memillilki
ilmu pengetahuan sesungguhnya sangatlah penting bagi manusia, karena tanpa ilmu
pengetahuan hidup seseorang akan seperti tanpa arah dan berada dalam kegelapan
atau kejahiliyahan.
Hukum menuntut ilmu dalam Islam adalah wajib. Seperti yang dikatakan
dalam sebuah hadits:
“Menuntut ilmu wajib atas setiap muslim (baik muslimin ataupun muslimah” (HR.
Ibnu Majah.
Bagi seorang muslim ilmu pengetahuan sangatlah penting, karena di dalam Islam,
orang yang berilmu akan diangkat derajatnya dan dihormati. Ada beberapa
keutamaan berilmu dalam Islam yang perlu di ketahui oleh seorang muslim.
 Keutamaan Berilmu Menurut Islam dan Dalilnya
Allah SWT. telah menjelaskan keutamaan orang-orang yang berilmu dalam Islam
melalui ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits sebagai sumber pokok ajaran Islam.
Dan diantara keutamaan-keutamaan berilmu tersebut, berikut ada delapan keutamaan
berilmu menurut Islam :
1. Orang berilmu akan dimudahkan jalan menuju surga
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW. bersabda : “Barang siapa yang menempuh
perjalanan untuk mencari ilmu, maka akan Allah mudahkan jalannya menuju
surga” (HR. Muslim)
Maksud dari hadits tersebut adalah, orang-orang muslim yang berilmu akan
dimudahkan oleh Allah dalam menuju surga dikarenakan dengan Ilmu orang muslim
dapat beribadah dengan benar dan sesuai dasar hukum Islam. Dari hadits tersebut
dapat kita lihat, bahwa ilmu sangatlah penting bagi umat muslim dan memiliki
manfaat dalam kehidupan dunia akhirat.
2. Orang berilmu akan memiliki pahala yang mengalir
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia
maka terputuslah segala amalnya, kecuali tiga hal. Sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan do’a anak yang sholeh atau sholehah” (HR. Muslim)
Maksud dari hadits tersebut adalah, ilmu yang mengandung kebaikan yang diajarkan
oleh seseorang kepada orang lain, kelak ilmu itu akan memberikan pahala yang
mengalir kepada orang yang mengajarkan ketika ia sudah meninggal dunia.
3. Orang yang paling takut kepada Allah SWT adalah orang yang berilmu
Dalam (QS. Fathir : 28), Allah berfirman :“Dan demikian pula diantara manusia,
makhluk bergerak yang bernyawa, dan hewan-hewan ternak ada yang bermacammacam warnanya dan jenisnya. Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun.”
Yang dimaksud ulama dalam ayat tersebut adalah mereka yang mengetahui dan
mengakui kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya. Dengan ilmu seseorang akan lebih
memahami hakikat diciptakannya kehidupan ini dan dari pengetahuan tersebut
seseorang akan melihat kuasa dan kebesaran Allah sebagai zat yang maha pencipta,,
dan orang berilmu akan merasa takut karena dia memiliki pengetahuan akan kuasa
dan kebesaran Allah SWT.
4. Allah SWT akan mengangkat derajat orang yang berilmu
Di dalam (QS. Al-Mujadilah[11]: 58), Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang
yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam
majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya
Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
terhadap apa yang kamu kerjakan”
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa Allah telah menjanjikan akan meninggikan
derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu. Dan derajat orang
yang berilmu akan terangkat, baik di hadapan Allah SWT ataupun dimata manusia.
5. Orang yang berilmu adalah orang yang diberi kebaikan dan karunia oleh Allah
Dalam
(HR.
Bukhari
dan
Muslim)
dari
Mu’awiyah,
Rasulullah
SAW.
bersabda:“Barang siapa yang Allah kehendaki mendapatkan semua kebaikan,
niscaya Allah akan memahamkan dia tentang ilmu agama”
Dan dalam (QS. Al-Baqarah[2] : 269), Allah SWT. berfirman: “Allah berikan AlHikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja yang
dia kehendaki. Dan barang siapa yang di anugerahi Al-Hikmah itu, sungguh ia
telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran(berdzikir) dari firman-firman Allah”.
6. Orang berilmu mewarisi kekayaan Nabi
Dalam Shahihul Jam Al Albani dikatakan: “Ilmu adalah warisan para Nabi, dan
para Nabi tidaklah mewariskan dirham ataupun emas, akan tetapi mereka
mewariskan ilmu.
Barang siapa yang mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak”.
Maksudnya adalah, ilmu merupakan warisan Nabi dan barangsiapa yang mecari ilmu
dan menjadi orang yang berilmu maka kita telah mewarisi apa yang para Nabi
berikan.
7. Orang yang berilmu disejajarkan dengan para Malaikat
Dalam (QS. Ali Imran : 18), Allah berfirman: “Allah menyatakan bahwasannya
tidak ada Tuhan (yangberhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakan
keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu)”.
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa kedudukan orang yang berilmu setara
dengan para Malaikat yang bersaksi bahwa tiada Tuhan yang layak disembah selain
Allah SWT.
8. Orang yang berilmu berbeda dengan orang yang tidak berilmu
Dalam (QS. Az-Zumar : 9), Allah berfirman: “Apakah kamu orang musyrik yang
lebih beruntung ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud
dan berdiri, karena takut kepada azab akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?” sebenarnya hanya orang yang berakal sehat
yang dapat menerima pelajaran.
Dari
beberapa
dalil
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa Islam
dan
ilmu
pengetahuan memiliki keterkaitan dan Islam menyuruh umatnya untuk menuntut
ilmu untuk semakin taat kepada Allah SWT.
c. Kedudukan Ulama dalam Islam
Tidak lah sama bagi seluruh kaum muslimin akan kedudukan dan derajat yang tinggi
dari para Ulama. Karena mereka berada di dalam kebaikan, mereka adalah seorang
panglima yang diikuti langkahnya, diikuti perbuatannya, diambil pendapat dan
persetujuan mereka. Para Malaikat meletakkan sayap mereka sebagai bentuk
keridhoan atas apa yang mereka lakukan, seluruh makhluk memintakan ampun
kepada Allah untuk mereka, sampai-sampai ikan di lautan.
Ilmu yang mereka miliki telah menyampaikan mereka pada kedudukan terbaik dan
derajat muttaqin, yang dengannya tinggilah kedudukan dan derajat mereka.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala, dalam (QS. Al-Mujadilah:11).
َ ََْ ََ ٍَ ‫ُع‬
‫ُعأل َْ اَفَ لرع‬
‫ََ لِ َع‬
َّ ‫رع اَْ لم ام َلع ْألَتألََ َََََّّْلْنَع لا ان ألم الع ا َانألََ َََّّْلْنَع‬
‫َْ ت َ ام َامألَنَع لِ َاْ ََ َّ أل‬
Artinya :
“Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu di antara
kalian beberapa derajat, dan Dialah yang Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
(QS. Al-Mujadilah:11).
Allah juga berfirman dalam (QS.Az-Zumar: 9).
‫َل أل الع‬
‫ا َََََّّْلْنَع َْ اممَ ألاَنَع َََّّْلْنَع َْ اَت َ لَا ْ اع‬
‫َْ اممَ ألاَنَع َع‬
Artinya :
“katakanlah (wahai Muhammad) apakah sama antara orang yang mengetahui
dan orang yang tidak mengetahui?” (QS.Az-Zumar: 9).
Al-Imam Abu Bakar Al-Ajurri rahimahullah berkata mengenai kedudukan
ulama, “para ulama lebih utama dibanding seluruh orang mukmin dalam setiap
waktu dan kesempatan, mereka ditinggikan dengan ilmu dan dihiasi oleh hikmah,
melalui mereka diketahuilah halal-haram, haq-batil, dan keburukan dari sesuatu
yang bermanfaat dan kebaikan dari sesuatu yang buruk. Keutamaan mereka sangat
agung dan kedudukan mereka sangatlah tinggi. Mereka adalah pewaris para Nabi
dan penyejuk pandangan para wali Allah. Ikan yang berada di lautan memintakan
ampunan untuk mereka, para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka sebagai
bentuk keridhaan untuk mereka. para ulama memberikan syafaat setelah para Nabi
di hari kiamat nanti, majlis mereka memberikan hikmah, orang-orang akan tercegah
dari kelalaian dengan perbuatan mereka, mereka adalah seutama-utama hamba dan
setinggi-tingginya jihad. Kehidupan mereka adalah ghanimah dan kematian mereka
adalah musibah. Mereka memperingatkan orang yang lalai dan mengajari orang
yang tidak tahu. Keburukan tidaklah membahayakan mereka dan kejahatan tidaklah
membuat mereka takut.” Sampai pada perkataan beliau, “mereka adalah lentera yang
menerangi para hamba, cahaya yang menyinari sebuah negeri, pemimpin umat dan
mata air hikmah.
Mereka membuat setan marah dengan cara menghidupkan hati-hati para pencari
kebenaran dan memadamkan hati-hati para pelaku penyimpangan. Permisalan
mereka di dunia sebagaimana bintang-bintang yang ada di langit yang dengannya
manusia manusia dibimbing dari gelapnya daratan dan lautan. Maka jika bintangbintang hilang mereka akan bingung, namun jika kegelapan pergi mereka akan
melihat.” Sekian perkataan Syaikh rahimahullah, dan atsar dari salaf yang semakna
dengan ini banyak sekali.
Jika seorang ulama memiliki kedudukan dan derajat yang tinggi maka wajib bagi
orang-orang yang selain mereka untuk menjaga kehormatan dan mengetahui
kedudukan dan derajat mereka. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits :
Dalil Hadist
‫ايع‬
‫ل َْ اعل َا اع‬
‫َْنَْ ْ لألَ َّع‬
‫َرََّ عقأل لْمَْ لْ لانَْ َََْ ام لَ اع‬
َ ‫َْنَْ َََْ اَ َر اعل َمِل‬
َ ‫ا لن‬
َ ‫ي‬
َ َْْ ‫ن ْ أل َّاتلأ لا انع‬
Artinya :
“bukanlah bagian dari ummatku, seseorang yang tidak menghormati yang lebih
tua, menyayangi yang lebih muda, dan mengetahui hak-hak para ulama” Riwayat
Ahmad dengan sanad jayyid.
Seseorang wajib menjaga hak-hak para ulama baik ketika mereka masih hidup
maupun sudah meninggal, baik ketika mereka ada maupun tidak ada dengan hati yang
penuh cinta dan penghormatan, dengan lisan yang penuh dengan pujian dan
sanjungan, dengan semangat berbekal ilmu mereka dan mengambil faidah dari ilmu
mereka dan beradab dengan adab dan akhlak mereka. Seorang yang mencaci-maki,
mencela, dan memfitnah mereka, maka mereka telah melakukan sebesar-besar dosa
dan seburuk-buruk penghinaan.
Para ulama adalah nahkoda di dalam perahu keselamatan, pemandu di pantai yang
tenang, dan penerang di tengah gelap gulita.
Sebagaimana firman Allah dalam (QS.As-Sajdah: 24) :
َْ‫اَِ ألَََ َْ َّاْ لِن َ اا لَنَْ َْ اهٍألَنَع ْ َ لة َّا عئَ لا ان أله الع ََ ََمَ امن‬
َ ََ‫ْألَ لنألَنَع لِنَْْ لتنَْ ََمَْنأل‬
Artinya :
“kami jadikan di antara mereka pemimpin-pemimpin yang memberikan petunjuk
dengan perintah Kami selama mereka bersabar. Dan mereka adalah orang-orang
yang yakin terhadap ayat-ayat kami” (QS.As-Sajdah: 24).
Mereka adalah hujjah Allah di atas muka bumi, mereka lebiih mengetahui ilmu yang
dapat membuat manusia cinta kepada Allah dan perkara yang dapat memperbaiki
urusan dunia dan akhirat seorang muslim dengan apa yang datang dari Allah berupa
ilmu, dan dengan apa yang dapat menumbuhkan kecintaan mereka kepada Allah
melalui pemikiran dan pemahaman. Dengan ilmu yang mendalam mereka
memberikan fatwa, dengan pemikiran yang jitu mereka memutuskan sebuah perkara,
dan dengan pandangan yang tajam mereka memberikan hukum. Hukum-hukum
tersebut tidak dijatuhkan secara serampangan, mereka tidak menggoncangkan barisan
kaum muslimin sehingga tercerai-berai, mereka tidak tergesa-gesa mengeluarkan
fatwa tanpa penelitian dan pengkajian lebih dalam, dan tidak pula meremehkannya
ataupun melampaui batas, mereka tidak menyembunyikan kebenaran dari manusia
dengan cara menyombongkan diri dihadapan mereka.Oleh karena itu, Allah
memerintahkan untuk menjawab seruan dan bertanya kepada mereka bukan pada
selainnya. Hal ini banyak terdapat di dalam Al-Qur’ansebagaimana firman Allah
dalam surah – surah dibawah ini.
Firman Allah dalam (QS.An-Nahl: 43).
ََ‫ََّْ ام لَع ْ َ اْ َلع فََْانَْأل‬
‫تَ اممَ ألاَنَع َع‬
‫ا ألم انت ألاعل لْ انع ل‬
Artinya :
“maka bertanyalah kalian kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kalian
mengetahui.” (QS.An-Nahl: 43).
Juga Allah berfirman Allah dalam (QS. An Nisa: 83).
َََّْ‫ي ْ َ لَع َ ا َ اا لنع لانَع ْ َ اا ََع ََْ َُ ألْ الع ََ ل‬
‫َََ اََْ اََ لع‬
‫ََ للع لَْْإ ٍََََدعأل َََْ اَع لِ لقع ََََّْ أل‬
‫ََْ أل‬
َّ ‫َْمَ لم َا عقأل لا ان أله اعل َ ا َ اا لعَ ْألَ لْأ ََ لَْْإ‬
‫لا ان أله اعل َْ اَتَ ان لِ أل‬
‫َْنَ عقأل َََّّْلْنَع‬
Artinya :
“apabila datang sebuah berita kepada mereka tentang keamanan dan ketakutan,
mereka langsung menyiarkannya. Padahal apabila mereka memberitahukannya
kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, pastilah para Rasul dan ulil amri
tersebut akan menyimpulkannya (hukumnya yang benar) untuk mereka”. (QS. An
Nisa: 83).
Di dalam ayat ini terdapat pelajaran tentang adab bagi seorang mu’min, bahwa bila
datang perkara yang penting, maslahat umum, yang berkaitan dengan rasa aman,
keburukan yang ditimbulkan orang lain, dan ketakutan yang berbentuk musibah,
wajib bagi mereka untuk mengokohkan hati kaum mu’minin, tidak terburu-buru
menyebarkannya, namun mereka harus menceritakan hal tersebut kepada
Rasulallah Shalallahu’alaihi wa Sallam dan ulil amri diantara mereka yang di
dalamnya terdapat ulama, penasehat, cendekiawan, dan orang bijak yang mengetahui
berbagai perkara dan kemaslahatan bagi orang lain serta kemadharatan bagi mereka.
Siapa yang bersandar kepada pendapat mereka, akan selamat. Dan siapa yang
menentang mereka, akan tertimpa madharat dan dosa.
Sebagaimana dalil hadist dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu’anhu berkata,
Dalil Hadist
ْ‫ْاََع َ ت مَن ْن ه‬
‫ِْْتتٍب ف م م ْ مل ا ش ت ِهْر‬
‫َ َْ َْ َ َْ ف أ تِْمعْ َ ت مَن ْن ف إن ر ؛‬
َ
َ
‫َْ شَ ف أ ََْْع َ ت مَن ْن ان‬
Artinya :
“akan datang perkara-perkara syubhat, maka kalian wajib mempersiapkan diri
untuk melawannya. Jika kalian menjadi pengikut perkara yang baik, maka kalian
akan menjadi seorang yang baik. Begitu pula sebaliknya.”
Di antara tanda-tanda rusaknya seseorang adalah jauhnya dari para ulama yang
berilmu, meninggalkan fatwa-fatwa para ulama yang berkompeten, dan tidak percaya
dengan para ahli fikih yang ahli di bidangnya. Ketika sekelompok umat
meninggalkan para ulama, mereka seakan-akan sekelompok manusia yang berada di
padang pasir yang tandus dan tanah yang gersang tanpa seorangpun pemimpin yang
menasehati dan seorang pembimbing yang menunjukkan jalan. Maka perkara mereka
akan hancur dan berakhirlah perkara tersebut kepada kerugian.
Para ulama adalah sandaran umat, tempat meminta nasehat dan petunjuk. Bila mereka
tidak ada, manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai panutan, padahal
mereka berfatwa tanpa ilmu dan menunjuki manusia tanpa pemahaman yang benar.
Oleh sebab itu, merebaklah kerancuan dalam berfikir lalu besarlah lubang dan
tenggelamlah kapal tersebut. Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata,
‫ ْْ مق ِ َّْْب َ ِ ضق ْألَِي ْن ِل ِ ْْ م مل َ م ْ مل‬، ‫ا ْرٍم ل ف إن ِ ْْ م مل َ م ْ مل‬
‫ َ نٍد اْ ْْ إ ْألتتََ ا تإ ْ ٍَا‬، ‫هللا م تْب ْْ إ ْ ٍََن ْن هل ْ زَاَن ْ ََاْ َ َ تٍََن‬
ٍ َ ‫ ظهََْل َََُ ن ََِّد‬، ‫ِ ْْ م ت ْل ََ م ْ مل ََْ ت مال ََْ ت نْر ََْتٍَِو َْْ ْم ل‬
“kalian wajib memiliki ilmu sebelum yang memilikinya dicabut dari dunia (mati).
Kalian wajib memiliki ilmu, karena kalian tidak tahu kapan mereka akan pergi dari
sisi kita, lalu kalian akan menemukan sekelompok manusia yang beranggapan bahwa
mereka mengajak manusia untuk berpegang teguh kepada Al-Qur’an, padahal
mereka meninggalkannya di belakang punggung-punggung mereka. Oleh karena itu,
berhati-hatilah terhadap perbuatan bid’ah, berpura-pura fasih, dan berpura-pura
mendalami agama ini. Namun wajib bagi kalian untuk berakhlak mulia”.
Semoga dengan memohon kepada Allah dengan nama-namanya yang husna dan sifatsifat-Nya yang ulya agar senantiasa memberkahi ilmu kami, memberikan taufik
kepada kami dalam mengambil faidah dari mereka dan jalan mereka, dan semoga
Allah memberikan hidayah kepada kita semua menuju jalan yang sama, yaitu surga.
B. Tanggung Jawab Ilmuan Muslim dalam Berbangsa dan Bernegara
a. Pengertian Ilmuan
Menurut Webster Dictionary, Ilmuwan ( Sciantist ) adalah seorang yang
terlibat dalam kegiatan sistematis untuk memperoleh pengetahuan ( ilmu ).
Sedangkan Ensiklopedia Islam mengartikan ilmuwan sebagai orang yang ahli dan
banyak pengetahuannya dalam suatu atau beberapa bidang ilmu.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia hal. 325, Ilmuwan adalah :
1. orang yang ahli,
2. orang yang banyak pengetahuan mengetahui suatu ilmu,
3. orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan,
4. orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan
sungguh-sungguh.
Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang diberikan
masyarakat kepada seorang yang mengabdikan dirinya. Pada kegiatan penelitian
ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam
semesta, termasuk fenomena fisika, matematis dan kehidupan social.
Istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali
permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk
ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil
penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa
tanggung jawab itu ada dipundaknya.
Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang dianut
serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan sebagai
profesi.
Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah wibawa ilmu. Karena ilmu
merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran.
Seorang ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi atau pun
pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan
kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah penghayatan
terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus menjadi
pilihan juga sekaligus junjungan utama.Banyak yang mengartikan ilmuwan sama
dengan intelektual, namun pada dasarnya berbeda. Intelektual adalah pemikir-pemikir
yang memiliki kemampuan penganalisaan terhadap masalah tertentu.
b. Tanggung Jawab Ilmuan
Tanggung jawab ilmuwan dalam pengembangan ilmu sekurang-kurangnya
berdimensi religious atau etis dan social. Pada intinya, dimensi religious atau etis
seorang ilmuwan hendaknya tidak melanggar kepatutan yang dituntut darinya
berdasarkan etika umum dan etika keilmuan yang ditekuninya. Sedangkan dimensi
sosial pengembangan ilmu mewajibkan ilmuwan berlaku jujur, mengakui
keterbatasannya bahkan kegagalannya, mengakui temuan orang lain, menjalani
prosedur ilmiah tertentu yang sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau
mengkomunikasikan hal baru dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang sudah
ada untuk mendapatkan konfirmasi, menjelaskan hasil-hasil temuannya secara
terbuka dan sebenar-benarnya sehingga dapat dimengerti orang lain sebagaimana ia
juga memperoleh bahan-bahan dari orang lain guna mendukung teori-teori yang
dikembangkannya. Karena tanggung jawab ilmuwan merupakan ikhtiar mulia
sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir untuk
menyalahgunakan ilmu.
“َ Ilmuَ Pengetahuanَ tanpaَ Agamaَ lumpuh, Agama tanpa Ilmu Pengetahuan
Butaَ“
DR. Yususf Al-Qaradawi menjelaskan ada tujuh sisi tanggung jawab seorang
ilmuwan muslim, yaitu:
1. Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap
ada (tidak hilang).
2. Bertanggung jawab dalam hal memperdalam dan meraih hakekatnya, agar
ilmu itu menjadi meningkat,
3. Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar ilmu itu berbuah,
4. Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada orang yang mencarinya,
agar ilmu itu menjadi bersih (terbayar zakatnya),
5. Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar
manfaat ilmu itu semakin luas,
6. Bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi yang akan mewarisi dan
memikulkan agar mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan
pertama sekali,
7. Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah SWT semata,
agar ilmu itu diterima oleh Allah SWT.
c. Kedudukan Ilmuan
Dalam al-Quran Surat AlMujadalah ayat 11 dikemukakan: “ Alloh akan mengangkat
derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat ”
mengilhami kepada kita untuk serius dan konsisten dalam memperdalam dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa tokoh penting (ilmuwan) dalam sejarah
Islam jelas menjadi bukti janji Alloh s.w.t akan terangkatnya derajat mereka baik
dihadapan Alloh maupun sesama manusia
Dalam lapangan kedokteran ilmuwan Muslim yang sangat terkenal, antara lain Abu
ali Al Husain bin Abdullah bin Sina (Ibn Sina) atau Avicenna (980-1037) dan diberi
julukan sebagai the prince of physician yang juga dikenal sebagai Filsuf besar,
termasuk Al Farabi (870-950) yang juga memiliki keahlian dalam lapangan logika,
politik dan ilmu jiwa (Abuddin: 150-151) dan masih banyak lainnya, menunjukkan
pada umat Islam tingginya kedudukan mereka di kalangan umat Islam hingga
menembus umat di luar Islam. Semuanya sebagai konsekwensi logis dari ‘ilm’ yang
mereka miliki.
DR Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al Munir nya memaknai kata ‘darajaat’ (beberapa
derajat) dengan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan akhirat. Orang ‘alim yang
beriman akan memperoleh pahala di akhirat karena ilmunya dan kehormatan serta
kemulyaan di sisi manusia yang lain di dunia. Karena itu Alloh s.w.t meninggikan
derajat orang mu’min diatas selain mu’min dan orang-orang ‘ alim di atas orangorang tidak berilmu. (juz 28: 43)
Dalam perspektif sosiologis, orang yang mengembangkan ilmu berada dalam puncak
piramida kegiatan pendidikan. Banyak orang sekolah/ kuliah tetapi tidak menuntut
ilmu. Mereka hanya mencari ijazah, status/gelar. Tidak sedikit pula guru atau dosen
yang mengajar tetapi tidak mendidik dan mengembangkan ilmu. Mereka ini berada
paling bawah piramida dan tentunya jumlahnya paling banyak. Kelompok kedua
adalah mereka yang kuliah untuk menuntut ilmu tetapi tidak mengembangkan ilmu.
Mereka ini ingin memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan untuk bekal hidupnya
atau untuk dirinya sendiri, tidak mengembangkannya untuk kesejahteraan
masyarakat. Kelompok ini berada di tengah piramida kegiatan pendidikan. Sedangkan
kelompok yang paling sedikit dan berada di puncak piramida adalah seorang yang
kuliah dan secara bersungguh-sungguh mencintai dan mengembangkan ilmu. Salah
satunya adalah dosen yang sekaligus juga seorang pendidik dan ilmuwan.
(Tobroni:36).
 Dalil Hadist tentang keutamaan orang berilmu :
Keutamaan orang ‘alim (ilmuwan) dibanding lainnya diperkuat oleh hadist Nabi
dari Mu’adz; “Keutamaan orang ‘alim atas hamba (lainnya) adalah seperti
kelebihan bulan purnama atas bintang-bintang”. H.R Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i ,
dan Ibn hibban.
Dan Hadist riwayat Ibnu Majah dari Utsman r.a;
“ Tiga golongan orang yang ditolong di hari kiamat; yaitu para Nabi kemudian
‘Ulama kemudian syuhada”. (Ihya’: 17)
Penjelasan al Quran , Hadist maupun fakta di atas memberikan gambaran
yang jelas bahwa kedudukan ilmu dan ilmuwan begitu tinggi dan mulya di hadapan
Alloh dan hamba-hambaNya. Jika umat Islam menyadari dan memegang teguh ajaran
agamanya untuk menjunjung tingi ilmu pengetahuan , maka pasti dapat di raih
kembali puncak kejayaan Islam sebagaimana catatan sejarah di abad awal Hijrah
hingga abad ke dua belas Hijrah, dimana umat dan negara- negara Islam menjadi
pusat peradaban dunia.
d. Kewajiban Ilmuan dalam Masyarakat, Umat dan Bangsa
Ilmu merupakan hasil karya seseorang yang dikomunikasikan dan dikaji secara luas
oleh masyarakat. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan, maka
karya ilmiah itu, akan menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat
luas. Maka jelaslah jika ilmuwan memiliki tanggung jawab yang besar, bukan saja
karena ia adalah warga masyarakat, tetapi karena ia juga memiliki fungsi tertentu
dalam masyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan, tidak hanya sebatas penelitian bidang
keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas hasil penelitiannya agar dapat
digunakan oleh masyarakat, serta bertanggung jawab dalam mengawal hasil
penelitiannya agar tidak disalah gunakan.
Selain itu pula, dalam masyarakat seringkali terdapat berbagai masalah yang belum
diketahui pemecahannya. Maka ilmuwan sebagai seorang yang terpandang, dengan
daya analisisnya diharapkan mampu mendapatkan pemecahan dari masalah tersebut.
Seorang ilmuwan dengan kemampuan berpikirnya mampu mempengaruhi opini
masyarakat terhadap suatu masalah. Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial untuk
menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa yang mudah dicerna. Tanggung
jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar: untung dan
rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan.
Tanggung jawab sosial lainnya dari seorang ilmuwan adalah dalam bidang etika.
Dalam bidang etika ilmuwan harus memposisikan dirinya sebagai pemberi contoh.
Seorang ilmuwan haruslah bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik dan pendapat
orang lain, kukuh dalam pendiriannya, dan berani mengakui kesalahannya. Semua
sifat ini beserta sifat-sifat lainnya, merupakan implikasi etis dari berbagai proses
penemuan ilmiah. Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa
berpikir dengan teratur dan teliti. Seorang ilmuwan tidak menolak atau menerima
sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat. Disinilah kelebihan seorang
ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang awam. Kelebihan seorang
ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang menyebabkan dia
mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara kepada masyarakat sekiranya
ia mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan apa yang membikin mereka keliru,
dan yang lebih penting lagi harga apa yang harus dibayar untuk kekeliruan itu.
Sudah seharusnya pula terdapat dalam diri seorang ilmuwan sebagai suri tauladan
dalam masyarakat.Dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat
mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka
sadari. Dalam hal ini, berbeda dengan menghadapi masyarakat, ilmuwan yang elitis
dan esoteric, dia harus berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh orang awam.
Untuk itu ilmuwan bukan saja mengandalkan pengetahuannya dan daya analisisnya
namun juga integritas kepribadiannya.
Dibidang etika tanggungjawab sosial seseorang ilmuwan bukan lagi memberi
informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana caranya
bersifat obyektif, terbuka, menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh
dalam pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan. Tugas seorang
ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih mungkin atas dasar
rasionalitas dan metodologis yang tepat.
Sebagai seorang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan
sungguh-sunggu, seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sebagai penyeru ke
jalan Allah SWT dan petunjuk ke jalan yang benar (amar ma’ruf nahi mungkar).
Allah berfiraman dalam QS. Al-Ahzab 46 yang artinya :
“Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi
cahaya yang menerangi”.
Sedangkan kewajiban ilmuwan terhadap bangsa yaitu sebagai khalifah Allah
SWT di bumi. Karena sebagai hamba yang dipercayai oleh Allah SWT, maka seorang
ilmuwan harus bertanggung jawab atas amanat yang dipikulnya.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang ilmuwan muslim mempunyai
tanggung jawab, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang
dimilikinya. Rasulullah SAW bersabda:
‫صلهى ه‬
‫سو ُل ه‬
‫ « ََل ت َُزو ُل قَدَ َما َع ْب ٍد يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة َحتهى يُ ْسأ َ َل َع ْن‬:‫سله َم‬
ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ قَال‬،ِ ‫َع ْن أَبِي بَ ْرزَ ة َ األ َ ْسلَ ِمي‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ‫َّللا‬
‫يم أَب ََْلهُ» (رواه‬
ُ
َ ‫ َو‬،َ‫يم فَ َعل‬
َ َ‫ع ْن َما ِل ِه ِم ْن أَيْنَ ا ْكت‬
َ ِ‫ َو َع ْن ِجس ِْم ِه ف‬،ُ‫يم أَ ْنفَقَه‬
َ ِ‫سبَهُ َوف‬
َ ِ‫ َو َع ْن ِع ْل ِم ِه ف‬،ُ‫ع ُم ِر ِه فِي َما أ َ ْفنَاه‬
ٌ ‫ َهذَا َحد‬: ‫ وقال‬،‫الترمذي‬
)]2417[ ‫ص ِحي ٌح‬
َ ‫ِيث َح‬
َ ‫س ٌن‬
Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak bergeser
kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya tentang
umurnya; dalam hal apa ia menghabiskannya, tentang ilmunya; dalam hal apa ia
berbuat, tentang hartanya; dari mana ia mendapatkannya dan dalam hal apa ia
membelanjakannya, dan tentang pisiknya; dalam hal apa ia mempergunakannya”.
(HR At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini hadits hasan shahih”, hadits no. 2417).
Adapun kontribusi yang bisa diberikan ilmuan bagi kemajuan bangsa yakni termuat
dalam beberapa aspek dibawah ini :
a. Aspek Idiologi
 Memelihara keyakinan dan kebudayaan bangsa
 Berupaya membangun jaringan-jaringan yang kuat untuk memfilter
budaya yang masuk akibat globalisasi
 Memberikan pemahaman.
b. Aspek Politik
Kompleksitas masyarakat dan kepentingan-kepentingannya menuntut adanya
pemikiran-pemikiran untuk membina dan membangun masyarakat agar tidak
terjadi instabilitasi politik sehingga dalam bernegara para ilmuwan dapat
memberikan solusi terhadap problem-problem yang terjadi.
c. Aspek Ekonomi
Idealnya bagi bangsa yang maju adalah adanya pembelajaran di sektor
ekonomi yang adil dan merata karena keberhasilan ekonomi akan
meningkatkan taraf hidup bangsa. Maka para ilmuwan merencanakan
pertumbuhan ekonomi dengan cermat dan dapat memberikan solusi agar
pertumbuhan tersebut berkesinambungan serta tercipta kesetiakawanan agar
terhindar dari kecemburuan.
KARYANYA DAN
NO
NAMA
NAMA LATIN
TERJEMAHANNYA
1
Abu Abas Alfarghani
Alfraganus
Pengantar Kepada Ilmu Bintang
2
Abu Ali Al Haitsam
Alchazen
Kamus Optika
3
Jabir Ibn Hayyan
Geber
Ilmu Kimia
4
Ali ibn Isa
Jeru Haly
Catatan Bagi Dokter Mata
5
Al Uqlidisi
6
Abbas Az-zahrawi
Ahli Matematika
Abulcasis
Ilmu Bedah
C. Epilog Iman, Ilmu dan Amal Sebagai Peradaban
a. Iman
Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut
istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan,
dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman
kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada
dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu
diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna
apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam
hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan
dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin
yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan
yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Sebagaimana Firman Allah berikut : (QS. Al Fath [48] : 4).
‫ْيرمٌد َا ََّ ْيرمٌَم ِ ََُُُّّ ءٌَ َ َ ءرنَ َيِن ْءمءرك ين َ معبِيس َ ٌَُر َ عيي دءر‬
‫ٌَ َ َوا َ معرمٌَط ءْيءرُّء ٌ عّلل‬
‫ع‬
‫َء ٌَمت‬
‫سبِ َرم ْمِ َرم‬
Artinya :
Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).
Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Fath [48] : 4).
Sebagaimana Firman Allah berikut : (Al-Anfal: 2-4).
‫يَر عَمءرت وِمد ِا ٌْم َٰإ ْير َٰٰ ِيَم َُّْ ِ ءو ِا ۥ َُي ََٰٰءهء ْم ِِو ِا ءمِ ِا ٌََْ ْءمءرِء ءو ِا ٌْم ِا ع‬
‫َّللء َءَل ََْ َ عيين َ ِ ءر ِنَيءرت ٌْعرم‬
ِ
(٢) ‫ُم َٰرت يءنِ ءررت َ عيين‬
‫( يءيحنءرت وْ ِْي َٰٰ ءد ِا ٌَ عرم َ ع‬٣)‫ٌَ َِحل ِت ُ وِمد ِا ْيد ُّوْ َٰٰاُ ع ءد ِا سنقم َ ِ ءر ِنَيءرت ءد ءا َ ء ٌَ ََٰٰ ْلو‬
ُِ ِ ِْ ‫( ٌ۬لي ِ ُا ٌو‬٤)
Artinya :
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya,
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari
rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benar-nya." (Al-Anfal: 2-4).
Sebagaimana Firman Allah berikut : (Al-Anfal: 74).
َ‫ِ َلن ََّ مَف نىننم نُوكى نى نُمن كنُى ا نيلك نى ِنَرَن‬
ََِ َ‫اى وى نى ِنَرَن‬
ََ ‫نى َي وز‬
‫ِ ن‬
‫ر ني وة ََ نُ َغَ ن كَ وَْ نااَم و كَِو َيلك ُنَ كُ كَْ اكى نََونَ نىَنَ كنُى ن‬
ََْ ‫ً َنُر‬
Artinya :
"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan
orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada
orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman.
Mereka memperoleh ampunan dan rizki (nikmat) yang mulia.". (Al-Anfal: 74).
Dalam ayat pertama Allah menyebutkan orang yang lembut hatinya dan takut kepada
Allah ketika nama-Nya disebut keyakinan mereka bertambah dengan mendengar ayat
– ayat Allah. Mereka tidak mengharapkan kepada selain-Nya, tidak menyerahkan hati
mereka kecuali kepada-Nya, tidak pula meminta hajat kecuali kepada-Nya.
Mereka mengetahui Dialah semata yang mengatur kerajaan-Nya tanpa ada sekutu.
Mereka menjaga pelaksanaan seluruh ibadah fardhu dengan memenuhi syarat, rukun,
dan sunnah-Nya. Mereka adalah orang mukmin yang benar – benar beriman. Allah
menjanjikan mereka derajat yang tinggi disisi-Nya, sebagaimana mereka juga
memperoleh pahala dan ampunan-Nya.
Kemudian dalam ayat yang kedua Allah menyifati para sahabat Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam, baik Muhajirin maupun Anshar dengan iman yang
sebenar-benarnya, karena iman mereka yang kokoh dan amal perbuatan mereka yang
menjadi buah dari iman tersebut.
Juga di surah yang lain Allah SWT berfirman : [ QS.Yunus : 9 ].
‫د اَ ِ ن ير مٌ و ِ َ د ء ا َ ي دَ د يد ا َ َ ُ ع م ح مط ٌ ْ ر م ء ر َ اَ ي ء رَ َ ع ي ين ْ عت‬
‫هلي‬
َ ‫ح َ د ا ء َ َن‬
َ
َ
‫َ ي ع ِ ِا ْ ي ع مط ي ن َ ٌ َ د م ءو‬
Artinya :
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh,
mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka kerana keimanannya”. [ QS.Yunus : 9 ].
Dalil Hadist
Abi ‘Amri waqil abi ‘amrah sufyan ibnu Abdullah r.a. ia bertanya : ya rasulullah
beritahukan kepadaku suatu dalam islam yang tidak aku akan tanyakan untuk yang
lainnya?,maka rasulullah s.a.w bersabda:’katakanlah’aku beriman kepada ALLAH,
kemudian beristiqamahlah.” [ H.R Muslim].
Dan sabdanya dari Abu
Hurairah ‘AbdiRahman shakhri r.a
ia berkata’aku
mendengar rasulullah s.a.w bersabda : :”apa-apa yang aku larang untuk kalian maka
jauhilah, dan apa-apa yang aku perintahkan untuk kalian maka laksanakanlah
semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian adalah
banyak bertanya dan menyelisihi para nabi mereka.’ [ H.R Bukhori dan Muslim].
Dan sabdanya, dari Tamim Ibnu Aus adari r.a dari nabi s.a.w. beliau bersabda :
“agama itu nasehat. Kami bertanya,untuk siapa?, beliau s.a.w menjawab untuk
(kepada) Allah, kepda kitabNya, kepada rasulNya, dan kepada pemimpin dan kaum
muslimin keseluruhannya.”. [ H.R Muslim].
Adapun dasar hukum keimanan menurut Al-Qur’anَyaituَ:
Firman Allah : (QS. Al-Baqarah: 136).
‫ءَرَ َٰإ َءٌ ن ٌَم ٌَ َ ََنمُ ٌي َِنءرك ٌََْحمِ ٌََْرمِْب َِْلَدِا ْ َٰإ َ ء ٌَُر ٌَم ْ َِيم َ ء ٌَُر ٌَم ِ ع‬
َ‫مّلل اَيعم ْءر ءر‬
‫ءَمَم ءررت هء ٌٌحَ نء َ َي ءد َا َس َد َِِن ٌءح مل ءِ ا و مِد َا َ َن َ يعنَِرت َءٌ ن ٌَم ٌِْم َٰإ‬
Artinya :
“Katakanlah (wahai orang-orang yang beriman): “Kami beriman kepada Allah dan
kitab yang diturunkan kepada kami, dan kitab yang diturunkan kepada Ibrahim,
Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan kitab yang diberikan kepada Musa dan
Isa serta kitab yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb mereka. Kami tidak
membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya.”.( QS. Al-Baqarah: 136).
Firman Allah : (QS. Al-Anbiya`: 19-20).
‫ٌ َ َ َو ا َ م ع ر مٌ َط ي ن َ َن ٌ ه ء‬
‫ٌ ا ْ ن مُّ ه ْ َن ي م َ َ ب َ ن ءل ٌت ا ْ ي َ د ع ء ٌ َ َن‬
. ‫ح م ءل ٌت ي ح َ َ ء ءل ٌت ا ٌ َ ي ع د مو َ م ع ِ َ ب ي ءم ن م حء رت‬
َ َ َ‫ي م‬
Artinya :
Dan kepunyaan-Nya-lah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat
yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan
tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada hentihentinya. (QS. Al-Anbiya`: 19-20).
Hadits Jibril, tentang seseorang yang bertanya kepada Nabi.
“Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau
beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan
beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau
benar.” ...Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi
bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia
adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.”. [HR Muslim, no. 8].
 Iman Sebagai Sumber Nilai
Manusia memerlukan kepercayaan sebagai sumber atau titik ideal dalam
hidupnya. Titik ideal sebagai sumber nilai, menjadi titik nilai yang baku atau konstan.
Nilai sebagai penopang kehidupan manusia dan peradaban manusia tidak boleh
berubah,jika nilai ini berubah maka sama halnya dengan fondasi rumah yang dirubah,
secara reaktif maka rumah itu akan rubuh dan pola rumah itu akan berubah.
Sebagai sumber nilai, maka sesuatu itu harus tidak berubah, menjadi sumber
segala nilai dan esa, serta secara bersamaan merupakan kebenaran hakiki. Sumber
nilai tersebut adalah Tuhan, karena sifat Tuhan yang tidak berubah dan menjadi satu
titik kebenaran itu sendiri. Tuhan adalah subjek bagi sekalian alam dan dunia, sedang
alam adalah objek yang digerakkan melalui kehendak berpikir bebas. Kehendak
berpikir bebas hanya dimiliki manusia,dipandang dalam segi biologi, manusia
termasuk dalam klasifikasi homo sapiens (yang memiliki arti "manusia yang tahu")
yang merupakan primata dalam golongan mamalia yang memiliki kemampuan
berpikir tinggi (Wikipedia, 2014). Tan Malaka dalam Madilog, mengartikan manusia
lebih sederhana, yaitu hewan yang berakal. Dua pengertian diatas mengisyaratkan
bahwa manusia merupakan kesempurnaan atas penciptaan Tuhan di bumi, hal ini
sesuai dengan konsep Islam bahwa manusia diturunkan sebagai Khalifah di muka
bumi (Lihat: Al Quran 2: 30). Dalam segi rohani yang berkorelasi dengan
kebudayaan, bahwa manusia adalah pembawa peradaban dengan ke"agama"an yang
dibawahnya. Agama disini berarti kepercayaan, yang dijadikan sumber nilai tersebut.
Agama sebagai pedoman, sering juga agama sebagai peradaban yang ekslusif.
Agama menjadi pengikat atas cara-cara yang dianggap paling mendekatkan pada
kebenaran, maka tidak jarang pertentangan dan konfrontasi agama-agama yang
memiliki kencenderungan yang sama dan berbeda sekaligus. Agama sebagai peletak
peradaban menjadi penting karena dalam agama aspek kultur dan doktrin menjadi
satu, hingga muncul peradaban seperti Islam Syah, Protestan dan lain sebagainya.
Sebaga upaya pendekatan diri pada kebenaran, bentuk kepercayaan atau iman
juga tidak jauh dari pandangan keagamaan tentang konsep ke-Tuhan-nan itu sendiri.
Dalam kajian filsafat yang mengunakan metode rasio, mengalami kebuntuhan tentang
rasio yang mencoba mendiskripsikan tuhan. Al Ghazali membawa suatu perubahan
pada semangat metafisika, peletak atas keterbatasan rasio pada kebenaran hakiki
tersebut. Maka agama memang tidak jauh dari doktrin, namun manusia yang
memiliki keutamaan dalam berpikir memberikannya ruang pada pencarian-pencarian
pada segi ontologis tersebut.
Dalam Islam, bahwa manusia sudah memiliki kepercayaan pada Tuhan sejak
masa tiga bulan dalam kandungan, ikatan primodial ini termaktub dalam Al Quran.
Sedang Karel Amstrong mengatakan bahwa sejak 4.300 tahun yang lalu manusia
sudah menyadari bahwa ada kekuatan yang melebihi apapun di dunia ini. Cara
berkepercayaan itupun muncul dalam bentuk mitologi, hingga dalam bentuk
kebatinan.
Tentu sangat tidak mungkin bahwa manusia akan mampu mengetahui sesuatu
yang melebihi batas kemampuannya, maka harus ada penghubung, dan Tuhan
sebagai subjek atas dunialah yang semestinya mengenalkan Dia pada objeknya.
Pengenalan ini dalam sejarah tiga agama besar - dan hampir memiliki kemiripan
sejarah atau masih satu rumpun - melalui pembawa pesan sebagai mediator, fungsi ini
dipegang oleh para nabi atau rasul. Hingga tidak ada upaya pengambaran Tuhan
secara mitologi.
Pengambaran Tuhan secara mitologi, seperti memnyerupakan bentuk Tuhan
dengan benda-benda yang menjadi objeknya, akan menunjukan bahwa tuhan lemah,
karena Tuhan sebagai subjek penciptakaan yang "diserupakan" dengan objek yang
diciptakan-Nya. Dalam pegabaran ini menimbulkan suatu paradigma yang
kontradiktif dengan keadaan Tuhan, pendangan ini salah dan jelas pandangan ini
menimbulkan suatu distorsi tentang keyakinan yang menimbulkan nilai yang menjadi
sumber kebenaran.
Rasul dan Nabi menjadi pembawa pesan dan memberikan peringatan tentang
kesalahan penafsiran atas kebenaran, hingga tidak ada fitnah diantara yang lain,
kebenaran hanya tertuju pada ke-Esa-an Tuhan semata. Maka sikap percaya harus
berlandaskan pada kebenaran yang pendekatan yang tidak bertentangan dengan nilainilai yang ada, dari situ peradaban manusia akan tercipta dan bernilai.
b. Ilmu
Kata ilmu berasal dari kata kerja ‘alima, yang berarti memperoleh hakikat
ilmu, mengetahui, dan yakin. Ilmu, yang dalam bentuk jamaknya adalah ‘ulum,
artinya ialah memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan
pengetahuan. Jadi ilmu merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. Dengan
pengetahuan inilah manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai
ilmu tapi miskin amalnya maka ilmu tersebut menjadi sia-sia.
Menuntut Ilmu Sejarah pernah mencatat, bahwa imperium Utsmaniyah pernah
memiliki peranan yang menentukan dalam percaturan dunia. Bahkan dakwah
Islamiyah pernah sampai ke Wina. Sehingga masyarakat barat menjadi tidak tenang.
Itu semua bisa terjadi karena umat Islam di waktu itu membekali diri dengan ilmu
pengetahuan, di samping memperkokoh keimanan. Bahkan sejarah pernah pula
mencatat, bahwa kemajuan peradaban Islam di Eropa, khususnya di Spanyol, tidak
terlepas dari ajaran Islam, yang menjunjung tinggi dan mengagungkan ilmu
pengetahuan. Kemajuan barat, tidak bisa dipisahkan dari kontribusi Islam.
Sebagaimana diungkapkan oleh para ilmuwan mereka dengan tegas mengatakan,
bahwa bangsa eropa sangat beruntung dan berhutang budi dengan kedatangan Islam.
Banyak ilmu pengetahuan yang ditemukan dan kemudian diadopsinya. Kesan juga
diungkapkan oleh ilmuwan barat lainnya, bahwa ilmu pengetahuan yang dibawa
Islam, menjadi inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern barat. Saat
itulah izzul Islam wal muslimin (kemulyaan Islam dan kaum muslimin) dirasakan
oleh dunia. Ini merupakan rahmat besar. Hidup dengan ilmu pengetahuan, disegani
dan dihormati oleh bangsa lain. Ini sebagai bukti bahwa Islam adalah agama yang
merupakan aturan hidup yang sempurna yang datang dari Allah SWT.
Islam
sebagai
agama
rahmatan
lil
‘aalamiin.
Telah
mensyariatkan
dan
mewajibkannya kepada umatnya untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya melalui
wahyuNya yang pertama kali turun yakni iqra’ (bacalah). Artinya ini perintah untuk
belajar dan menuntut ilmu.
Sebagaimana terdapat dalam firman Allah dalam [ Q.S AT-taubah : 122 ].
‫نَي ول كَ وَْ ننم ََْنْلَ َننمن نَ ـا كَ اَمَو‬
َْ‫َى َنك ولن كَي وى َ نِ و كي كَ و‬
َ ْ‫َيَن َ و كَِو َيلك و ُن َ َنن ول ََ كًَُنم ـمْلَمنِن و َنَنَن نُ َي وََ كً َـَّ نم َُِن‬
َ ‫َواََى نيمًَنّمُن‬
‫ن‬
‫ـور َوَ ن‬
َْ‫ُنََي ننَك و َ َ نن َوَ وَْ ن نَِـ كَ و‬
‫رنِو نن كي وى ن‬
Artinya :
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S. At-Taubah [9]: 122).
Dalil Hadist :
“Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai
para penuntut ilmu.” (Hadis Nabi saw).
Menuntut ilmu itu adalah bagian dari ibadah. Menuntut ilmu itu adalah suatu
kemuliyaan. Allah SWT akan mengangkat derajat dan kedudukan orang yang
menuntut ilmu. Dan Allah akan mudahkan jalan menuju surga orang yang menuntut
ilmu.
Firman Allah : (QS Mujaadilah [58] :11).
‫ُأل َْ اَفَ لرع‬
‫ر اَْ لم ام َعل ْألَتألََ َََََّّْلْنَع لا ان ألم اعل ا َانألََ َََّّْلْنَع َّع‬
‫ُ ٍَ ََ ََْ َع‬
‫َْ ت َ ام َامألَنَع ِل َاْ ََ َّألع‬
‫ََِل َع‬
Artinya :
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11).
Menuntut ilmu disamping ibadah, juga merupakan jihad. Yakni jihad melawan
kebodohan. Jihad melawan keterbelakangan. Maka di sinilah diperlukan kesungguhan
yang luar biasa.
Firman Allah dalam : (Q.S. Al Maidah [5]: 15-16)
ُ ‫ ءَن‬. ‫َنءب وهَرٌَه ء َ عنَّ َن ِء ِه ي َددي‬
َ‫رو ِ َن ْمُ ءَ َا ْد‬
‫َ معَّس ء‬
ُ ‫ِن ٌََمكُ ٌء‬
Artinya :
“Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah dan kitab yang
menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridaan-Nya ke jalan keselamatan”. (Al-Maidah: 15-16).
 Ilmu Sebagai Upaya Pendekatan yang Koheren dengan Kebenaran
Bahwa ilmu akan mengangkat derajat manusia pada tingkat yang lebih tinggi,
sudah menjadi suatu kenyataan yang koheren, karena seorang yang berilmu secara
bersamaan akan berada pada kedekatannya kepada kebenaran. Ilmu menjadi alat
manusia dalam upaya-upaya kebenaran, meski dalam penafsiran ilmu dengan alam
pikiran dan pengalaman manusia masih memiliki ruang kenisbiaan, karena manusia
yang dalam keterbatasannya sebagai objek Tuhan. Enstein meletakkan teori
relativitas, bahwa setiap manusia memiliki pandangan yang subjetif dengan objek
yang dipandangnya. Dalam hal ini ilmu memiliki ruang relativitas, karena subjek
(manusia) yang jamak serta upaya pendekatannya yang berbeda-beda.
Kebenaran yang tunggal, dengan kerelativitasan ilmu, membawa manusia pada
perbedaan dan seakan inheren dengan kebenaran ilmu yang relatif tersebut. Jika
dalam Hegel, bahwa thesis akan berujung pada thesis baru dari pertentangan thesis
dan anti-thesis, ujung yang seakan tidak akan bertemu pada satu titik yang
berlawanan pada thesis yang telah mampan. Seakan menggambarkan kerelativan ilmu
sebagai pendekatan atas kebenaran.
Kebenaran adalah sumber nilai, ia menjadi fondasi untuk peradaban, maka ilmu disini
bersifat implikatif. Ilmu adalah pengembangan nilai, karena nilai bersifat tetap, maka
implikasi bersifat untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang mengalami
perkembangan sesuai dengan arus yang selalu mengalami perubahan. Upaya
pendekatan pada nilai, juga menjadi upaya pendekatan pada implikasi. Maka dari itu
ilmu tidak bersifat inheren, ilmu koheren dengan kebenaran karena sumber kebenaran
adalah penopang peradaban.
c. Amal
Secara bahasa "amal" berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan atau tindakan,
sedangkan saleh berarti yang baik atau yang patut. Menurut istilah, amal saleh ialah
perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia dan balasan
pahala yang berlipat di akhirat.
Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau setiap
perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian, amal dalam
Islam tidak hanya terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya
terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama.
Ilmu dalam dalam ini mencakup semua yang bermanfaat bagi manusia seperti
meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu sosial dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini jika
dikembangkan dengan benar dan baik maka memberikan dampak yang positif bagi
peradaban manusia. Misalnya pengembangan sains akan memberikan kemudahan
dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga pengembangan ilmu-ilmu sosial
akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah-masalah di masyarakat.
Nilai yang hidup dan nyata adalah amal,hidup berkembangnya peradaban
berdasarkan perkembangan ilmu yang korelatif dengan perubahan yang terjadi dalam
arus, maka ilmu menjadi tiang bagi berdirinya peradaban. Ilmu harus memiliki
keterjangkauan dengan realitas yang ada, ilmu harus mampu membumi dan dapat
diterapkan dalam menjawab arus perubahan. Ilmu akan mati jika ilmu tidak
memberikan konsepsi yang jelas pada realita, maka dari itu ilmu harus melandaskan
dirinya pada realita yang ada.
Penerapan ilmu dinamakan alam perbuatan, maka ilmu akan membumi nilainya jika
manyetuh realita (amal perbuatan). Objek dan tujuan ilmu adalah relaita. Realita
merupakan perubahan atas arus perkembangan zaman, mulai dari perkembangan
sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya.
Sebagaimana firman Allah dalam : (Al-Asr : 1-3).
‫ُل‬
َ َِ ٌَ (1) ‫( ءِم ََل حن ََي ٌَممت ْ عت‬2) ‫ُم حمط ٌْرمءرَ اَيءرَ َ عيين ْ عا‬
‫ُنَل ٌ رَم َرَ ِم َح مل ٌ رَم َرَ َ ع‬
‫ِم ع‬
Artinya :
“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh, serta saling menasihati untuk kebenaran
dan saling menasihati untuk kesabaran." (Al-Asr : 1-3).
Dalil Hadist
“Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan
kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.”. [HR. Abu Na’im] .
Dalil Hadist
”Seseorang itu tidak menjadi ‘alim (ber-ilmu) sehingga ia mengamalkan ilmunya.”.
[HR. Ibnu Hibban].
Seiring dengan perubahan dan perkembangan arus kehidupan manusia tersebut, maka
nilai yang tetap harus berimplikasi pada perkembangan ilmu yang relevan dengan
keadaan zamannya. Nilai dikatakan hidup jika menyentuh realita dengan impilikasi
dari ilmu pengetahuan.
Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah
dalam ayat-ayat berikut:
Firman Allah : (QS. Az-Zumar [39] : 9).
‫َل أل الع‬
‫ا َََََّّْلْنَع َْ اممَ ألاَنَع َََّّْلْنَع َْ اَت َ لَا ْ اع‬
‫َْ اممَ ألاَنَع َع‬
Artinya :
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu?’ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39] : 9).
Firman Allah : (QS. Al-Baqoroh [2] : 269).
‫ي ء م ُ ء َ َن َ َ ح ب َ ر س ي ء َن ن‬
‫َ ر ِ َل َ ِ ِ َ َل َ َ ء ٌ ن ي ن د َ َ َ ح ب َ ر س ي ء َن ط ٌ َ َن‬
‫ٌَم‬
‫ء‬
‫ء‬
‫ع‬
‫ع‬
‫َ َ َ ن مك َ ٌ ر ْ ا ي ي َ ع ءل‬
Artinya :
“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada
siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu,
benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.”
(QS. Al-Baqoroh [2] : 269).
Dalil Hadist :
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya
dengan sebaik mungkin.
“Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang
sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi saw).
Dalil Hadist :
Dan sabdanya, dari Ibnu Mas’ud r.a. ia berkata’ aku bertnya kepada rasulullah
s.a.w, amal apalah yang paling utama?’ beliau menjawab ”shalat tepat pada
waktunya.” Kemudian amala apalagi? ’beliau s.a.w. bersabda ”berbakti kepada
orang tua” kemidian apa lagi?’ beliau bersabda’berjihad di jalan Allah”. (H.R
Bukhari dan Muslim).
d. Hubungan Antara Iman, Ilmu, dan Amal
Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi
kedalam agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan.
Dalam agama islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak.
Sedangkan iman, ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman
berorientasi terhadap rukun iman yang enam, sedangkan ilmu dan amal berorientasi
pada rukun islam yaitu tentang tata cara ibadah dan pengamalanya. Akidah
merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan sangat menentukan
sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan dengan hati. Akidah sebagai
kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun iman, yaitu iman
kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rosul-rosul Allah, hari
qiamat, dan takdir.
Meskipun hal yang paling menentukan adalah akidah/iman, tetapi tanpa integritas
ilmu dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislaman seorang muslim
menjadi kurang utuh, bahkan akan mengakibatkan penurunan keimanan pada diri
muslim, sebab eksistensi prilaku lahiriyah seseorang muslim melambangkan
batinnya.
Sebagaimana firman Allah sebagai berikut : (Q.S : Surah an-Nisaa’ 136 ).
‫ٌ َ َ ب َ مك و َ ء ر ه ْ م َٰإ ٌ عُ ر َ ع ي ي ٌ َ َ ب َ مك ٌ و َ ء ر ه ِ مّللع اَ ي ء رَ اَ ي ء رَ َ ع ي ين َ ي َد م ي م‬
‫ْ ن َ بء َ َن َ ٌ َ ُ ر َ ع ي ي‬
‫ي ن د َ َ َ ِ ل ٌ َ َ ِ َر س ٌ ءو َ ء م ه ٌ َ ء َ ء ن ه ٌ َ َّ َ ب َ ه ِ مّللع ي ب َ ح ء َل ٌ َ َن‬
‫ِ ِ ِد ََ ه َّ َا ه عب‬
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman! Tetapkanlah iman kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya an kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang
Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”. (Q.S Surah an-Nisaa’ 136 :).
Sedangkan sabda Rasullullah SAW adalah sebagai berikut :
Sekali peristiwa datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan
pertanyaan:
”Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab Rasulullah Saw.:
“Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula “Ilmu apa yang Nabi
maksudkan ?”. Jawab Nabi Saw.: ”Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa
Ta’ala ! ” Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw salah tangkap,
ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan, sedang Engkau
menjawab tentang Ilmu !” Jawab Nabi Saw. pula “Sesungguhnya sedikit amalan
akan berfaedah bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan banyak amalan tidak
akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah”. [ Ibnu Abdil Birr dari Anas].
Dalil Hadist
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal
perbuatan tanpa iman”.[H.R Ath-Thabrani].
Dalil Hadist
”Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhlukNya, dan
ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang bermanfaat.”. [HR. At Tirmidzi].
Hubungan Iman dan Ilmu
Beriman berarti meyakini kebenaran ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW. Serta
dengan penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalankan
perintah Allah SWT dan Rasul kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga
tidak menyimpang dari yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Cara memahaminya
adalah dengan selalu mempelajari agama (Islam).
Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya. Dengan
ilmu keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman orang yang berilmu
dapat terkontrol dari sifat sombong dan menggunakan ilmunya untuk kepentingan
pribadi bahkan untuk membuat kerusakan.
Hubungan Iman dan Amal
Amal Sholeh merupakan wujud dari keimanan seseorana. Artinya orang yang
beriman kepada Allah SWT harus menampakan keimanannya dalam bentuk amal
sholeh. Iman dan Amal Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Mereka bersatu padu dalam suatu bentuk yang menyebabkan ia disebut mata uang.
Iman tanpa Amal Sholeh juga dapat diibaratkan pohon tanpa buah.
Dengan demikian seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan amalan
keislaman, begitu pula orang yang mengaku islam harus menyatakan keislamannya.
Iman dan Islam seperti bangunan yang kokoh didalam jiwa karena diwujudkan dalam
bentuk amal sholeh yang menunjukkan nilai nilai keislaman.
Hubungan Amal Dan Ilmu
Hubungan ilmu dan amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu adalah
pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal boleh lurus dan berkembang bila
didasari dengan ilmu. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan
ilmu baik itu yang berupa amal ibadah atau amal perbuatan lainnya. Kedua jika orang
itu berilmu maka ia harus diiringi dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika
dilandasi dengan ilmu. Begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna
jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku manusia.
Sebuah perpaduan yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia yaitu setelah
berilmu lalu beramal.
Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al -qur'an sangat kental
dengan nuansa–nuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan
yang sangat penting dalam ajaran islam. . Ilmu, iman dan amal shaleh merupakan
faktor menggapai kehidupan bahagia.Tentang hubungan antara iman dan amal,
demikian sabdanya, “Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula
menerima
amal
perbuatan
tanpa
iman” [HR.
Ath-Thabrani]
.
Kemudian
dijelaskannya pula bahwa, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” [HR. Ibnu
Majah dari Anas, HR. Al Baihaqi] . Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya,
Imran, berkata bahwasanya ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan-amalan
apakah yang seharusnya dilakukan orang-orang?". Beliau Saw. menjawab: "Masingmasing dimudahkan kepada suatu yang diciptakan untuknya" [HR. Bukhari]
“Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan
kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.” [HR. Abu Na’im] . ”Ilmu itu ada dua,
yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhlukNya, dan ilmu yang di dalam
qalb, itulah ilmu yang bermanfaat.” [HR. At Tirmidzi] . ”Seseorang itu tidak menjadi
‘alim (ber-ilmu) sehingga ia mengamalkan ilmunya.” [HR. Ibnu Hibban].
Suatu ketika datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan
pertanyaan: ”Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab
Rasulullah Saw : “Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula
“Ilmu apa yang Nabi maksudkan ?”. Jawab Nabi Saw : ”Ilmu Pengetahuan tentang
Allah Subhanaahu wa Ta’ala ! ” Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw
salah tangkap, ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan,
sedang Engkau menjawab tentang Ilmu !” Jawab Nabi Saw. pula “Sesungguhnya
sedikit amalan akan berfaedah (berguna) bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan
banyak amalan tidak akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah”[HR.Ibnu
Abdil Birrdari Anas]. Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian, banyak amal setiap orang menjadi sangat berkaitan
dengan keimanan dan ilmu pengetahuan karena ”Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka
kerana keimanannya … QS.[10]:9.
Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada Allah
swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah : 11.
Yang isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang
berilmu pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat
kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt dan rasulnya,
sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak
manfaat kepada orang lain.
e. Peradaban
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan dua arti peradaban : (1)
kemajuan, kecerdasan, kebudayaan, lahir batin : bangsa – bangsa di dunia ini tidak
sama tingkat peradabannya (2) hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan
kebudayaan satu bangsa.
Peadaban dalam bahasa arab disebut dengan aladharah atau altamaddun atau
al’umran. Menurut Ibnu khaldun alhadharah adalah sebuah periode dari kehidupan
sebuah masyarakat yang menyempurnakan periode primitif (al’badakwah) dari
masyarakat itu, karena alhadharah adalah puncak dari albadakwah. Dia juga
menyebutnya dengan altamaddun atau al’umran.
‫م ندٌي ي هلي َ ِدم‬
‫ٌ ديَ ٌ هد َ َردت غمي س‬
‫ َ رم َت َ ح ضموت ي ن َ ِرلَت َي ضمي ر َإ َ مت َ ِرلَت َك‬،‫ث ل َ مٌ ا َ ح ضموت ََ رب‬
Kat umrin ini digunakan dalam Al-Qur’an.
Dr. Muhammad Kâdzim Makki menyebutkan beberapa elemen dan kriteria
peradaban;
1. Khazanah kemanusiaan. Artinya setiap masyarakat manusia mempunyai cara
tersendiri
dalam
memperoleh
kenyamanan
hidup
mereka,
dalam
mempertahankan kelangsungan hidup mereka dan dalam berinteraksi sosial
dan komunikasi, dimulai dari yang sangat primitif sampai dengan yang
modern.
2. Akal (pengetahuan) sebagai ciri yang paling menonjol dari peradaban. Akal
adalah yang membedakan manusia dari binatang. Dengannya manusia terus
mengalami perkembangan yang tiada henti.
3. Eksperimen (tajribah) sejarah. Setiap generasi dari sebuah masyarakat
mewarisi cara hidup dari generasi sebelumnya dan mencoba mengembangkan
warisan itu, karena tidak mungkin satu generasi tiba-tiba menciptakan
penemuan tanpa pengetahuan atau pengalaman yang diwarisinya dari generasi
sebelumnya.
4. Struktur geografis. Sebuah peradaban pada satu masyarakat sangat
dipengaruhi oleh keadaan geografis yang meliputinya.
Oleh karena sumber utama Islam adalah Qur’an dan Hadis, maka untuk mengetahui
apa saja nilai-nilai yang menjadi pilar peradaban Islam, kita harus kembali ke dua
sumber itu.
 Ilmu Pengetahuan
Sebuah peradaban tidak bisa dipisahkan dari pengetahuan. Pengetahuan adalah syarat
pertama dan utama bagi majunya sebuah bangsa. Tanpa pengetahuan sebuah bangsa
akan tertinggal, bahkan akan binasa. Menurut Muhammad Taqi Misbah dan
Muhammad Baqir Shadr bahwa berpengetahuan merupakan sesuatu yang aksioma
(badîhî) dan tidak perlu dipertanyakan lagi, apalagi diperdebatkan, karena ia bagian
dari ciri yang paling utama bagi manusia, atau menurut Muthahhari, berpengetahuan
adalah bagian dari fitrah manusia.
Qur’an banyak mengajak manusia agar merenungi benda-benda yang ada di jagat
raya dan menantang manusia untuk menyibak rahasia-rahasia alam semesta. Misalnya
ayat yang berbunyi,” Hai kelompok jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus
lorong-lorong langit dan bumi, maka tembuslah. Kalian tidak dapat menembusnya
kecuali dengan sulthan “.Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan ‘sulthan ‘ dalam ayat ini adalah ilmu pengetahuan.
Meskipun Nabi saw., menurut sebagian, seorang yang ummi (buta huruf), tetapi
beliau menyuruh para sahabatnya agar belajar baca-tulis, karena kemampuan
membaca dan menulis adalah syarat bagi majunya seseorang dan sebuah masyarakat.
Setelah perang Badar berakhir, dan kaum Muslimin menahan sejumlah orang
Musyrik Mekkah, beliau bersabda, “ Barangsiapa dari para tahanan ada yang
mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh pemuda dan anak-anak Anshar, maka dia
dibebaskan tanpa diminta uang tebusan “.
Pada masa beliau, para sahabat menjadi orang-orang yang pandai membaca dan
menulis. Itu merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa Arab yang tidak begitu
memperhatikan masalah baca-tulis.Beliau juga sangat apresiatif terhadap pengalaman
dan eksperimen orang dan bangsa lain. Beliau mempraktekkan usulan Salman al
Farisi untuk membuat parit besar dalam perang Khandaq, sesuatu yang lazim
dilakukan oleh pasukan Persia ketika perang menghadapi musuh. Lebih dari itu,
beliau menekankan pentingnya belajar dari usia dini sampai akhir hayat, meski
dengan menempuh jarak yang sangat jauh.Perhatian terhadap pengetahuan dan
penekanan yang kuat terhadap belajar merupakan ciri yang paling menonjol dalam
ajaran Islam. Hal itu menunjukkan betapa Nabi saw. ingin membangun masyarakat
yang cerdas dan pandai.Sejak memeluk Islam, bangsa Arab berubah jati dirinya dari
sebuah bangsa yang terbelakang dan tidak dipertimbangkan oleh Romawi dan Persia
menjadi bangsa yang disegani dan dihormati karena ilmu pengetahuan.
 Tauhid dan Iman
Pilar peradaban Islam yang lain adalah tawhid dan iman. Dalam Qur’an disebutkan, “
Jika penduduk kota itu beriman dan betaqwa, niscaya Kami buka di atas mereka
berkat dari langit dan bumi “.Hakikat tauhid dan iman kepada Allah swt. adalah
membebaskan manusia dari belenggu-belenggu penghambaan kepada selain Allah.
Dalam ucapan “ Tiada tuhan selain Allah “ terdapat pesan yang jelas bahwa
ketundukan dan penghambaan hanya kepada Allah swt. Dalam pandangan orang yang
beriman, selain Allah swt. tidak punya hak untuk disembah dan ditunduki, dan ia
memandang seluruh keberadaan selainNya sama seperti dirinya sebagai hamba.
Diriwayatkan bahwa Dihyah al Kalbi, seorang sahabat Nabi, diperintahkan
oleh Nabi saw.untuk membawa surat kepada Kaisar Romawi. Pada waktu itu, setiap
orang yang akan menghadapi Kaisar diharuskan sujud dihadapannya. Dihyah dengan
tegas menolak itu dan berkata,”Aku datang kepadamu untuk membebaskan manusia
dari menyembah selain Allah dan hanya menyembah Tuhan segala Tuhan”.
Islam tidak hanya membebaskan manusia dari segala kekuatan eksternal saja, selain
Allah, tetapi juga membebaskan manusia dari kekuatan internal, yaitu hawa
nafsu.Karena dalam banyak ayat dan hadis diterangkan bahwa hawa nafsu cenderung
ke keburukan dan kehancuran. Disinilah letak perbedaan antara peradaban Islam
dengan peradaban lainnya, termasuk peradaban Barat. Peradaban Barat secara
khsusus dibangun di atas pilar ilmu pengetahuan rasional-empiris yang notabene
materialistik, sama dengan peradaban yang pernah ada sebelumnya. Tidak terpikirkan
dalam benak mereka, jika mereka tidak bersentuhan dengan agama apapun, bahwa
peradaban yang dibangun tanpa tawhid dan iman, sehingga mengikuti hawa nafsu,
justru akan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Peradaban demikian biasanya
tidak lepas dari kerakusan, kebebasan tanpa kendali dan dekadensi moral. Dan pada
akhirnya ia menuju ke kehancuran.
Pada dasarnya, Nabi Muhammad saw. dengan bimbingan Allah swt. merubah
peradaban yang bersifat jahiliyyah menjadi peradaban Islam yang tegak di atas ilmu
pengetahuan dan iman. Qur’an sendiri mengumpamakan,” orang-orang beriman
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, dan tunas itu menjadikan tanaman itu
kuat, kemudian besar dan tegak lurus di atas pokoknya, sehingga menyenangkan hati
para penanamnya”.Muthahhari dalam mengomentari ayat ini berkata, “Sungguh
betapa agung contoh yang digambarkan Allah tentang kaum Muslimin pada masa
permulaan Islam. Inilah contoh yang mengarah kepada perkembangan dan
kesempurnaan. Inilah contoh bagi orang-orang Mukmin yang senantiasa bergerak
menuju kemajuan dan kesempurnaan”.
Sejarah Islam pada masa itu adalah saksi akan kehebatan peradaban Islam.
Will Durant, seperti yang dikutip oleh Muthahhari, berkata dalam bukunya, The Story
of Civilization, “ Tidak ada peradaban yang lebih mengagumkan seperti perdaban
Islam”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menuntut ilmu sebaiknya dianggap sebagai sebuah kebutuhan yang asasi dan sangat
penting. Menuntut ilmu dapat mengembangkan pola berpikir seseorang sehingga
dapat memudahkan dalam menjalani kehidupan. Orang yang menghargai ilmu dan
mengamalkannya dengan baik maka hidupnya akan menjadi damai dan sejahtera. Tak
jarang manusia menyepelekan ilmu sebab untuk menuntut ilmu memerlukan biaya
dan waktu yang lama. Mereka adalah orang-orang yang tidak bisa membuka hati dan
pikirannya untuk menerima ilmu. Apabila kita telah membuka hati dan pikiran kita
untuk menerima bahwa ilmu itu ada dan berguna, maka dengan sendirinya diri kita
akan terbiasa menuntut ilmu karena kebutuhan hidup selalu berkaitan dengan ilmu.
Mencari ilmu adalah kebutuhan yang akan menjadi kewajiban bila sudah ditanamkan
dalam hati. Hal tersebut sangat penting karena akan menjadi bekal manusia di dunia
dan di akherat. Islam dianggap sebagai agama pemersatu bangsa dan agama Islam
sebagai rahmatan lil alamin. Kita sebagai umat muslim akan menjadi orang yang
merugi bila tidak menuntut ilmu. Sebab Nabi Muhammad SAW pernah bersabda :
“Tuntutlah ilmu meskipun sampai ke negeri Cina”. Sabda nabi tersebut menunjukkan
bahwa ilmu sangatlah berharga. Ilmu yang kita miliki baru akan berharga bila sudah
diamalkan di jalan Allah. Dengan demikian kita akan mampu meningkatkan amal
ibadah kita kepada Allah SWT.
B. Saran
Orang yang beriman sudah pasti berilmu, tetapi orang berilmu belum tentu beriman
oleh sebab itu hendaknya kita mengamalkan atas apa yang telah kita dapat dari ilmu
tersebut untuk kemaslahatan ummat dan untuk keselamatan diri kita baik dunia
maupun akhirat. Semoga kita selalu senantiasa mengamalkan serta mengembangkan
ilmu yang kita raih demi mencapai ridho Allah SWT.
Aamiin Yaa Rabbal ‘ Alamiin
DAFTAR PUSTAKA
Riyanto, Prof. 2010. Ceramah Kultum. Diakses pada tanggal13 Maret 2015.
Admin. 2013. Al-qur’an dan Hadits. Diakses pada tanggal 13 Maret 2015
Indra, Dodi. 2013. Keutamaan Ilmu. Diakses pada tanggal 14 Maret 2015.
Monica. 2014. Kedudukan Ulama dalam Islam. Diakses pada tanggal 14 Maret 2015.
Winarto,Joko.2011.TugasdanTanggungJawabIlmuan.
http://filsafat.kompasiana.com/2011/05/29/tugas-dan-tanggung-jawab-ilmuan368478.html diakses tgl 10 Maret 2019
Arif.2011.TanggungJawabIlmuwanTerhadapAlam.
http://ariefsmartguy.blogspot.com/2011/01/tanggung-jawab-ilmuwan-terhadapalam.htmldiakses tanggal 10 Maret 2019
Marsyah.2015.IdeologiTugasdanTanggungJawab.
http://marsyahmuslimah.blogspot.com/2014/03/makalah-ideologi-tugas-dantanggung.htmldiakses tanggal 10 Maret 2019
Anis Matta (2006). Dari Gerakan ke Negara. Jakarta: Fitrah Rabbani.
lucki72.blogspot.com/2014/03/memeliharakeseimbangan-antara-iman-ilmu.html
Muhammad bin Said al Qahthani (2005). Al Wala’ wal Bara’. Solo: Era Intermedia.
Sayyid Quthb (2010). Ma’alim Fi Ath Thariq. Yogyakarta: Uswah.
http://www.referensimakalah.com/2012/07/pengertian-iman-menurut-bahasadan.html
http://ibnusalima2.blogspot.com/2013/01/sifat-sifat-orang-beriman.html
http://matasalman.com/keutamaan-orang-yang-berilmu/.
Download