Uploaded by Rian Pra

ASEAN WAY SEBAGAI PEREDAM KONFLIK ANTAR NEGARA NEGARA ASEAN

advertisement
ASEAN WAY SEBAGAI PEREDAM KONFLIK ANTAR NEGARA NEGARA
ASEAN
OLEH:
NAMA: ANDI KURNIAWAN RAHMAN
NIM: 20180510349
PRODI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
ASEAN WAY SEBAGAI PEREDAM KONFLIK ANTAR NEGARA NEGARA
ASEAN
Abstract
ASEAN Way adalah cara diplomatik yang unik di ASEAN yang
menggunakan budaya normatif tanpa gangguan, diplomasi yang tenang
dan kesetaraan berdaulat untuk menyelesaikan perselisihan dan
meningkatkan kerja sama antara negara-negara ASEAN. Namun, ASEAN
Way sebagai bentuk resolusi konflik selalu berada di bawah tekanan,
karena kondisi yang selalu berkembang di negara-negara anggota
ASEAN. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk mempelajari
bagaimana ASEAN Way bekerja dalam studi kasus Indonesia dan
Malaysia dan masa depan ASEAN Way sebagai pendekatan yang lebih
disolutif dalam menjaga keamanan regional di kawasan Asia Selatan.
Keywords: ASEAN, ASEAN Way, konflik
A. PENDAHULUAN
ASEAN, dalam Asosiasi penuh Negara-negara Asia Tenggara, organisasi
internasional yang didirikan oleh pemerintah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand pada tahun 1967 untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan
pengembangan budaya dan untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan di Asia
Tenggara . Brunei bergabung pada tahun 1984, diikuti oleh Vietnam pada tahun 1995, Laos
dan Myanmar pada tahun 1997, dan Kamboja pada tahun 1999 (Moon, 2019). Wilayah
ASEAN memiliki populasi lebih dari 600 juta dan mencakup luas total 1,7 juta mil persegi
(4,5 juta km persegi). ASEAN menggantikan Asosiasi Asia Tenggara (ASA), yang telah
dibentuk oleh Filipina, Thailand, dan Federasi Malaya (sekarang bagian dari Malaysia) pada
tahun 1961. Di bawah panji perdamaian kooperatif dan kemakmuran bersama, pusat proyek
utama ASEAN tentang kerja sama ekonomi, promosi perdagangan antara negara-negara
ASEAN dan antara anggota ASEAN dan seluruh dunia, dan program-program untuk
penelitian bersama dan kerja sama teknis di antara negara-negara anggota (Moon, 2019).
ASEAN Way dapat dilihat sebagai budaya yang berasal dari nilai nilai yang diangkat
oleh negara negara ASEAN. Faktor-faktor ini secara langsung berkontribusi pada dokumen
pendiri ASEAN, Deklarasi Bangkok (Yukai). Pada perjalanannya, ASEAN telah berhasil
bertahan hingga saat ini. Beberapa negara yang mungkin serupa dalam gaya
pemerintahannya akan tetapi mempunyai hal yang berbeda dan mempunyai jejak historis
yang berbeda, namun mereka memutuskan untuk bergabung ke dalam sebuah organisasi
international.
ASEAN Way mempunyai ciri khas tersendiri dengan menjadi medan dan praktik
normatif yang menjunjung kesetaraan kedaulatan. ASEAN Way dalam penyelesaian konflik
mengutamakan resolusi konflik secara damai, tanpa campur tangan, dan non-intervensi oleh
ASEAN untuk menyelesaikan masalah bilateral. konflik antara anggota, diplomasi yang
tenang dan saling menghormati dan toleransi (Haacke, 2003). ASEAN Way melibatkan
konsensus bersama dan lebih banyak perjanjian dan diskusi informal daripada cara kerja
yang lebih formal atau legalistik. Ini juga didasarkan pada institusi dan tindakan negara. Di
satu sisi, ASEAN Way memiliki batasan yang ditentukan sendiri, karena ASEAN lebih
mementingkan kerja sama dan pengembangan ekonomi daripada resolusi konflik yang
efisien (Tay, Estanislao, & Soesastro, 2001). ASEAN Way dilihat mempunyai kemungkinan
agar negara-negara anggota tidak melakukan intervensi atau iktu campur dalam urusan
negara lain yang akan mempengaruhi hubungan antar negara anggota. ASEAN Way bukan
hanya sebagai bentuk negosiasi di dalam dan dari dirinya sendiri, akan tetapi lebih cocok
untuk menangani situasi yang ada di ASEAN, seperti resolusi konflik. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa ASEAN Way dapat dilihat sebagai budaya diplomatik dan keamanan yang
ada di kawasan Asia Tenggara. bahwa ASEAN Way, yang terus menikmati legitimasi dalam
perilaku regional, mempertahankan rasa kesesuaian dan kesesuaiannya di mata negaranegara ASEAN (Acharya, 2001). Dari penjelasan di atas, maka timbul pertanyaan
bagaimana cara kerja manajemen konflik ASEAN melalui ASEAN Way?
B. PEMBAHASAN
ASEAN Way merupakan hasil dari tujuan ASEAN. ASEAN membentuk norma yang
dapat digunakan sebagai alat bagi mereka dalam melakukan kerja sama regional dan
memelihara lembaga. ASEAN melakukan kerja sama regional berdasarkan prinsip-prinsip
dasarnya. ASEAN Way hingga saat ini telah menunjukan eksistensinya terbukti dengan
keberasilannya dalam menjaga kerja sama regional ASEAN. ASEAN Way juga digunakan
sebagai nilai untuk memperkuat kerja sama regional. Hal ini akan berdampak positif untuk
memperkuat kerja sama mereka menuju integrasi yang disebut 'Komunitas ASEAN'.
Penolakan formalisasi dan pelembagaan sedemikian rupa sehingga tidak ada
sekretariat pusat yang diramalkan; sebaliknya, sekretariat nasional untuk melayani formasi
di atas akan dibentuk. Secara ilustratif, karena tidak adanya sekretariat umum, file harus
dikirim dari satu anggota ASEAN ke negara lain setiap tahun, tergantung pada siapa yang
memegang jabatan ketua, yang berotasi sesuai urutan abjad. Prosedur pengambilan
keputusan sepenuhnya antar pemerintah, berdasarkan pada konsensus dan konsultasi. Tidak
ada mekanisme untuk penegakan atau sanksi dalam hal ketidakpatuhan yang diramalkan.
'ASEAN Way' menekankan diplomasi informal dan pengekangan kritik publik terhadap
kebijakan negara-negara anggota lainnya. Ketika negara-negara anggota tidak dapat
mencapai kesepakatan, keputusan hanya ditunda. Proses pengambilan keputusan
konsensual, ditambah dengan kurangnya sanksi dalam kasus ketidakpatuhan, telah dibuat
bertanggung
jawab
atas
ketidakefisienan
yang
dirasakan
organisasi
untuk
mengimplementasikan keputusan yang disepakati, yang mengarah ke kritik di kalangan
akademis.
ASEAN Way dianggap oleh para pemimpin ASEAN sebagai pendekatan khas
kawasan ini untuk hubungan antar negara. Sikap saling menghormati otoritas berdaulat dan
tidak menggunakan kekuatan adalah elemen utama dari ASEAN Way. Selain itu, dengan
menerapkan ASEAN Way untuk menangani konflik di dalam ASEAN dan hubungan
luarnya, perselisihan bilateral antara negara-negara anggotanya tidak diperbolehkan
mengganggu stabilitas regional yang lebih luas dan berfungsinya ASEAN sendiri, dan
perilaku hubungan eksternal adalah tidak diizinkan untuk mempengaruhi hubungan Intra
ASEAN. Dalam konteks ini, selain menggunakan perimbangan kekuatan, ASEAN
menerapkan norma dan nilai-nilainya sendiri, ASEAN Way, untuk mencegah eskalasi
konflik di kawasan ini dan campur tangan eksternal ke dalam urusan ASEAN. Selain itu,
norma non-interferensi juga meningkatkan kepercayaan di antara negara-negara anggota
ASEAN dan mempertahankan keterpaduannya. Norma ini juga membangun kepercayaan
antara ASEAN dan mitra dialognya, khususnya Cina, Korea Selatan, dan Jepang.
Masyarakat internasional mengakui bahwa "ASEAN Way" bergantung pada
pendekatan pribadi yang sangat berbeda dengan cara interaksi yang ada di Barat pada
struktur dan fungsi mereka. Cara dalam pembuatan keputusan regional yang berhubungan
dengan kerja sama di antara negara-negara anggota yang diadopsi oleh ASEAN
mencerminkan penolakannya menjadi badan supranasional seperti Masyarakat Eropa.
ASEAN dan tercermin dalam proses dan strukturnya. ASEAN Way ini berbeda dengan
legalisme formal dari sebagian besar lembaga internasional Barat.
Pada masa kini, hubungan kebudayaan sedemikian semakin berkembang terutamanya
dalam bidang musik dan film. Seniman-seniman Malaysia dari dulu sehingga sekarang
masih dikenali di Indonesia bermula dari P. Ramlee sehingga artis kontemporari seperti Siti
Nurhaliza, Sheila Majid, kumpulan Raihan dan pada ketika ini yang semakin dikenali ramai
yaitu kartun Upin dan Ipin (Wawan, 2010: 162). Dalam pada itu, masyarakat Malaysia juga
cukup mengenali beberapa karya sastera Indonesia seperti karya Subagyo Sastrowardoyo,
karya dan dunia Chairil Anwar, karya dan dunia Pramudya Ananta Toer serta karya dan
dunia Hamka (Ana Nadhya, 2008). Walau bagaimanapun, hubungan kebudayaan antara
kedua-dua masyarakat sedikit sebanyak agak terganggu berikutan munculnya pelbagai
sentimen hingga menimbulkan perbezaan persepsi dan salah faham. Oleh itu, muncullah
istilah-istilah yang mula menggugat hubungan dua hala seperti "Indon" yang dianggap oleh
sebahagian pihak di Indonesia sebagai merendahkan martabat masyarakat Indonesia.
Namun pada pandangan masyarakat Malaysia, sebutan "Indon" sama sekali tidak bermaksud
merendahkan kerana ia hanya untuk memudahkan sebutan (Nasrullah, 2009: 485).
Hubungan kebudayaan di antara Indonesia dengan Malaysia pada asasnya terjalin
amat rapat. Hal ini kerana hubungan tersebut telah pun terjalin sebelum kedua-dua negara
memperoleh kemerdekaan lagi. Oleh yang demikian adalah wajar apabila adat resam keduadua negara mempunyai persamaan dalam pelbagai aspek budaya dan kesenian. Apatah lagi
berlakunya migrasi dalaman semenjak zaman monarki yang telah mewariskan satu
percampuran dan pertalian kebudayaan dan darah antara kedua-dua negara. Namun dengan
semakin terbukanya kebebasan berpendapat dan kemudahan sumber maklumat, hubungan
mesra ini sedikit sebanyak agak tergugat berikutan berlakunya salah faham dalam pelbagai
isu kebudayaan. Timbulnya kes tarian pendet adalah satu bukti bahawa hubungan serumpun
berdepan dengan cabaran yang agak serius (Maksum, 2014). Isu tarian pendet ini bermula
daripada penyiaran sebuah iklan pelancongan 30 saat di saluran Discovery Networks AsiaPacific bertajuk Enigmatic Malaysia yang diproduksi oleh KRU Studios pada tahun 2009.
Pembuatan video Enigmatic Malaysia merupakan bahagian daripada beberapa siri iklan
yang dibuat oleh KRU Studios sebagai sebuah pengeluar bebas dan tidak terkait dengan
kerajaan Malaysia (Chong, 2012: 2; New Straits Times, 12 September 2009: 5). Tarian
pendet sendiri ialah satu tarian tradisional masyarakat Bali yang dipersembahkan ketika
majlis peribadatan/sembahyang masyarakat Hindu Bali.
Sementara itu, berikutan panasnya isu tarian pendet, pelbagai aksi bantahan dilakukan
di beberapa tempat di Indonesia. Antara aksi melampau yang dilakukan sebahagian
masyarakat Indonesia ialah pembakaran bendera Malaysia (Jalur Gemilang) disertai dengan
slogan "Ganyang Malaysia." Timbulnya pelbagai aksi tersebut bermula pada Hari
Kemerdekaan Malaysia di mana lebih kurang 100 laman web kerajaan Malaysia digodam
para penggodam-penggodam Indonesia (Farish, 2009). Namun daripada pelbagai aksi
tersebut bantahan yang dilakukan organisasi bukan kerajaan atau non-governmental
organization (NGO) di Jakarta dilihat paling melampau. Antara NGO yang dilihat
"merosak" keharmonian hubungan antara masyarakat Indonesia-Malaysia ialah Benteng
Demokrasi Rakyat (BENDERA), Barisan Muda Betawi, Relawan Ganyang Malaysia dan
Relawan Pembela Demokrasi (Repdem). Tindakan NGO tersebut dilihat semakin
membimbangkan apabila melakukan aksi penyapuan warga Malaysia di Jakarta (Maksum,
2014). Dengan adanya gejolak konflik di antara Indonesia dan Malaysia, memungkinkan
kedua negara untuk mengambil tindakan yang lebih keras bahkan dapat menggunakan
kekuatan nyata seperti kekuatan militer. Namun, dengan adanya ASEAN Way ini kedua
negara tersebut akan dipaksa untuk menggunakan cara-cara damai dalam penyelesaian
konflik diantara keduanya, sehingga sangat kecil kemungkinan untuk terputusnya hubungan
diantara keduannya. Selain itu, dengan adanya ASEAN Way juga negara-negara di luar
negara yang berkonflik tidak boleh mendukung secara sepihak sehingga tidak akan ada
negara yang menjadi pemantik api permusuhan di antara negara yang berkonflik. Adapun
permasalahan yang dihadapi oleh kedua negara tidak menemui konsensus maka
permasalahan tersebut, maka kasus tersebut akan dibawa ke ranah PBB, dengan kata lain
dibutuhkan badan lain di luar pihak ASEAN sebagai pihak penengah dalam penyelesaian
konflik tersebut.
C. KESIMPULAN
Kerjasama regional ASEAN ditandai dengan lahirnya ASEAN Way pada tahun 1967.
ASEAN Way dianggap sebagai budaya ASEAN yang menetapkan norma untuk melakukan
kerjasama regional ASEAN. ASEAN Way telah menerapkan prosedur dan modalitas praktis
yang telah terbukti bermanfaat dan sesuai untuk mengejar kerja sama regional dan hubungan
eksternal dalam kondisi keragaman dan kesetaraan kedaulatan. Berkenaan dengan
Komunitas ASEAN, ASEAN Way telah menjadi sarana yang efektif untuk mendiversifikasi
tiga pilar kerja sama. “ASEAN Way” menjadi alat yang berguna untuk memasukkan negaranegara anggota yang berbeda secara politik dan ekonomi ke dalam satu kerangka kerja
regional.
Dengan adanya ASEAN Way ini negara yang berkonflik tersebut akan dipaksa untuk
menggunakan cara-cara damai dalam penyelesaian konflik diantara keduanya, sehingga
sangat kecil kemungkinan untuk terputusnya hubungan diantara keduannya. Selain itu,
dengan adanya ASEAN Way juga negara-negara di luar negara yang berkonflik tidak boleh
mendukung secara sepihak sehingga tidak akan ada negara yang menjadi pemantik api
permusuhan di antara negara yang berkonflik. Adapun permasalahan yang dihadapi oleh
kedua negara tidak menemui konsesnsus maka permasalahan tersebut, maka kasus tersebut
akan dibawa ke ranah PBB, dengan kata lain dibutuhkan badan lain di luar pihak ASEAN
sebagai pihak penengah dalam penyelesaian konflik tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Acharya, A. (2001). Constructing a Security Community in Southeast Asia: ASEAN and the
problem of regional order. London and New York: Routledge.
Acharya, Amitav.2003. Constructing a Security Community in Southeast Asia: ASEAN and
the Problem of Regional Order. New York: Routledge. dari
http://fmc90.files.wordpress.com/../constructing-a-security-in-asean.pdf.
Ana Nadhya Abrar. 2008. Mengusahakan kesepahaman. In Prosiding Persidangan Seminar
Internasional Indonesia-Malaysia. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
ANTARA News. 2009. Malaysia tak akan balas demo di Indonesia. 9 September.
http://www.antaranews.com/berita/1252471895/malaysia-tak-akanbalas-demo-diindonesia.
Chin, J. and C. H. Wong. 2009. Malaysia's electoral upheaval. Journal of Democracy 20(3):
71–85.
Farish A. Noor. 2009. Malaysian-Indonesian relations and the "cultural conflict" between
the two countries. Malaysia update. Singapore: Graduate School of Nanyang
Technological University. http://www.europe2020.org/spip.php?article620/
Haacke, J. (2003). ASEAN’S DIPLOMATIC AND SECURITY CULTURE. London:
Routledge Curzon.
Maksum, A. ( 2014). KETEGANGAN HUBUNGAN INDONESIA-MALAYSIA DALAM
ISU TARIAN PENDET. Kajian Malaysia, 32 (2), 41–72.
Moon, C.-i. (2019, November 7). ASEAN; international organization. Dipetik Desember 10,
2019, dari www.britannica.com: https://www.britannica.com/topic/ASEAN
Nasrullah Ali Fauzi. 2009. Indonesia dalam pandangan media Malaysia: Sebuah kajian
awal. In Setengah abad hubungan Malaysia-Indonesia, eds. Mohamad Redzuan
Othman, Md Sidin Ahmad Ishak, Jas Laile Suzana Jaafar, Adrianus Meliala and Sri
Murni, 479–496. Shah Alam, Selangor: Arah Publications.
Tay, S. S., Estanislao, P. J., & Soesastro, H. (2001). Reinventing ASEAN. Singapore: Center
for Strategic and International Studies and Singapore Institute of International
Affairs.
Wawan Purwanto. 2010. Panas dingin hubungan Indonesia-Malaysia. Jakarta: CMB Press.
Download