Uploaded by User40741

Bab 3 Metodologi Pelaksanaan DIR

advertisement
Bab
3
METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN
3.1.
UMUM
Agar pelaksanaan Pekerjaan Survey, Investigasi dan Desain (SID) Daerah Rawa
Sei Kepayang di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi ini dapat
mencapai hasil yang optimal, Konsultan akan melakukan pendekatan teknis
berupa Evaluasi Hasil Guna Program daerah yang akan direncanakan.
Evaluasi ini merupakan peninjauan terpadu mengenai Survey, Investigasi dan
Desain (SID) Daerah Rawa Sei Kepayang di Kabupaten Tanjung Jabung Barat,
Provinsi Jambi , yang menyangkut aspek-aspek:
 Teknis
 Sosio Ekonomi , dan
 Lingkungan
Dengan demikian secara garis besarnya, Evaluasi yang akan dilaksanakan
merupakan suatu proses tinjauan kembali Kelayakan Proyek yang apabila
ternyata program tersebut dapat diterima akan dituangkan dalam suatu
rencana yang detail (detailed design) untuk dapat dilaksanakan.
Pada dasarnya pendekatan teknis yang akan dilakukan dapat digambarkan
sebagai berikut :
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 1
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Potensi
Alamiah
Peningkatan
Produksi/Hektar
Program
Intensifikasi
Peningkatan
Intensitas Tanam
Peningkatan
Kesejahteraan Petani
Peningkatan
Produksi Total
Menunjang
Swasembada Pangan
Program
Pengembangan
Reklamasi Rawa
Peningkatan
Pola Tanam
Gambar 3.1. Skema Pendekatan Teknis
Berdasarkan pendekatan teknis sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Konsultan
telah menyusun program Pekerjaan Survey, Investigasi dan Desain (SID) Daerah
Rawa Sei Kepayang di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, sesuai
dengan logik diagram pada Gambar 3.1 yang menggambarkan urut-urutan logis
metodologi pelaksanaan, dan dapat diuraikan sebagai berikut :
3.2.
PEKERJAAN PERSIAPAN DAN REVIEW HASIL IDENTIFIKASI
Setelah diterimanya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), maka Konsultan akan
menelaah dan menganalisa lebih detail mengenai pelaksanaan pekerjaan. Pada
tahap ini, Konsultan akan menyusun rencana kerja yang lebih terinci dan mulai
memberikan penugasan kepada personil-personil yang akan ditugaskan dalam
proyek ini. Rincian aktivitas di dalamnya, antara lain :
3.2.1.
PROSES ADMINISTRASI DAN KEGIATAN KOORDINASI PROYEK
Penyiapan surat-surat tugas untuk instansi-instansi yang berwenang di daerah
proyek (Kantor Proyek, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, Dinas Pekerjaan
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 2
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Umum Kabupaten Tanjung Jabung Barat, BAPPEDA Tanjung Jabung Barat dan
lain-lain) serta surat-surat lain yang diperlukan untuk memudahkan kelancaran
pekerjaan terutama didaerah proyek .
3.2.2.
INVENTARISASI & PENGUMPULAN DATA
Pada tahap ini Konsultan mengumpulkan hasil studi, perencanaan, data-data
maupun laporan-laporan yang berhubungan dengan pekerjaan ini yang akan
digunakan sebagai data sekunder.
Data ini akan diusahakan diperoleh dari instansi atau badan yang terkait yang
berhubungan dengan proyek ini misalnya :
 Badan Pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten Tanjung Jabung
Barat
 Badan Pertanahan Kabupaten Tanjung Jabung Barat
 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tanjung Jabung Barat
 Pusat Penelitian Masalah Air, untuk memperoleh data-data sungai atau
parit di daerah proyek.
 Badan Meteorologi dan Geofisika, untuk mendapatkan data-data Curah
Hujan dan Klimatologi.
 Jawatan Oceanografi TNI Angkatan Laut, untuk mendapatkan ramalan
pasang surut (Buku Hidral).
 Biro Statistik Pusat dan daerah, untuk mendapatkan struktur populasi,
kebudayaan dan pendapatan didaerah proyek.
 Pusat Penelitian Tanah, untuk mendapatkan data-data peruntukan tanah.
 BAPPEDA Tingkat I dan II, untuk memperoleh data-data program
pengembangan daerah, populasi, pendapatan dan kebudayaan.
 Kantor Kecamatan, Kepala Desa
Sungai Rambai untuk mendapatkan
data – data dan aspirasi masyarakat petani sekitar proyek serta rencana
pengembangannya.
 Instansi-instansi lain yang diperlukan.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 3
LAPORAN INTERIM
3.2.3.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PENYUSUNAN & PERSETUJUAN RENCANA KERJA
Konsultan akan membuat Rencana Kerja terinci yang disusun berdasarkan jenis
pekerjaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja umum yang
ada untuk didiskusikan dan mendapat persetujuan Direksi.
3.2.4.
PERSIAPAN SURVEY LAPANGAN
1. Menyiapkan peta lokasi dan menyusun peta rencana pelaksanaan survey
lapangan untuk disetujui Direksi.
2. Menyiapkan formulir survey yang dibutuhkan untuk di konsultasikan kepada
Direksi.
3. Menyiapkan surat-surat ijin yang diperlukan.
4. Menyiapkan personil dan peralatan survey untuk diperiksa dan di wawancarai
oleh Direksi.
5. Mobilisasi personil & peralatan ke lokasi proyek (teruntuk penyiapan base
camp dan perlengkapannya).
3.3.
KEGIATAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN (SURVEY TOPOGRAFI)
Survey ini dimaksudkan untuk mendapatkan data situasi detail, detail saluran dan
bangunan yang ada pada lahan/daerah yang akan dikembangkan sebagai
bahan
masukan
memanfaatkan
untuk
penyusunan
keadaan/kondisi
perencanaan
kontur
yang
tanah/daerah.
efisien
Alur
dengan
pelaksanaan
pekerjaan survey topografi dapat di lihat pada Gambar 3.3.
Hal ini dilakukan untuk menunjang sistim tata air nantinya, dimana ukuran luas
areal dan kondisi alam yang ada akan berpengaruh sekali terhadap sistim
jaringan.
Kegiatan ini dilakukan sebagai dasar untuk tahapan pekerjaan selanjutnya.
Pekerjaan pemetaan dan pengukuran meliputi :
a) Inventarisasi dan pemasangan patok Bench Mark (BM) dan Control Point (CP)
serta penentuan titik-titik-titik-titik referensi pengukuran.
b) Pemetaan situasi detail Daerah Rawa pasang Surut, skala 1 : 5000
c) Pengukuran situasi trase saluran (jaringan utama) Skala 1 : 2000
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 4
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
d) Pengukuran profil melintang dan memanjang saluran dengan jarak maksimum
50 meter pada bagian lurus dan 25 meter pada bagian tikungan.
e) Pengukuran situasi tapak bangunan setiap rencana bangunan air, goronggorong, talang. Skala 1 : 100
Adapun tujuan kegiatan ini
dilakukan dimaksudkan untuk menyiapkan data
topografi yang rinci.
Lingkup pekerjaan ini secara garis besar terdiri dari:
 Penentuan Titik-titik referensi
 Inventarisasi /Pemasangan Bench Mark (BM)
 Pengukuran Kerangka Dasar Pemetaan
 Pengukuran Situasi Detail
 Pengukuran Trase berikut penampang-penampang
 Pengukuran situasi untuk lokasi tapak bangunan.
 Perhitungan dan penggambaran draft sementara di lapangan
Pelaksanaan kegiatan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
3.3.1.
PEKERJAAN LAPANGAN
3.3.1.1.
PENENTUAN TITIK REFERENSI
Titik referensi untuk awal pengukuran adalah titik-titik yang sudah diketahui
koordinatnya dan tingginya seperti titik Triangulasi atau titik Dopler atau titik- titik
yang telah dipasang pada studi terdahulu sebagai acuan titik awal dari
pengukuran, atau titik lainnya yang disetujui oleh Direksi.
3.3.1.2.
ORIENTASI LAPANGAN & INVENTARISASI BM
Kegiatan di lokasi dimulai dengan persiapan pengukuran, berupa:
 Koordinasi dengan instansi daerah terkait mengenai rencana areal
pengukuran, dan metode kerja pengukuran yang akan dilaksanakan;
 Meninjau areal yang akan diukur.
 Menyiapkan base camp, tenaga lokal dan sarana transportasi lapangan;
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 5
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Bersama-sama dengan pengawas/Direksi Lapangan menentukan titik
awal pengukuran, batas pengukuran dan lokasi BM.
3.3.1.3.
PEMBUATAN KERANGKA DASAR PEMETAAN
Kerangka dasar merupakan jalur
patok dasar pengukuran (BM) yang akan
digunakan sebagai pengikatan titik awal atau akhir pengukuran selanjutnya,
seperti ray situasi, trace saluran. Kerangka ini ditempatkan pada batas areal
pengukuran agar dapat berfungsi sebagai batas areal pengukuran.
START PEKERJAAN
PENGUKURAN
-
PERSIAPAN PERALATAN
Theodolite T.2 - Waterpass
Theodolite T.0 - Rambu Ukur
Meteran
- Formulir
GPS
- Nivo
Orientasi Peta, Lokasi Pengukuran
Dan Evaluasi Data
INVENTARISASI & PEMASANGAN PATOK
- Bench Mark (BM)
- Control Point (CP)
- Patok Kayu
PENGUKURAN SITUASI D. RAWA
KERANGKA HORISONTAL &
KERANGKA VERTIKAL
PENGUKURAN SITUASI
DETAIL & TRASE SAL
SITUASI TAPAK BANGUNAN
(Bangunan Air, dll)
Pengolahan Data, Penggambaran Situsi Detail, Penggambaran Profil
Memanjang dan Melintang
PENGGAMBARAN SITUASI RENCANA DAERAH
RAWA SKALA 1 : 5000, DAN TRASE SALURAN
PERSETUJUAN PETA DAN DOKUMEN
Gambar 3.2 : Alur pelaksanaan pekerjaan survey topografi
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 6
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
A. Pengukuran dan Penentuan Arah/Azimuth Matahari
Arah/azimuth ditentukan dengan pengamatan astronomi atau menentukan
azimuth metode gyro dengan memakai alat theodolite, T0 dan gyro.
Attachman atau sederajat Pengamatan astrinomi dilakukan pagi hari dan
sore hari pada satu stasiun pengamatan ketelitian relatif sama sesuai dengan
persyaratan ketelitian yaitu 15”
Sebagai kontrol hitungan akan dilakukan pengamatan matahari dengan jarak
setiap 5 km atau pada titik tertentu yang dianggap perlu. Pengamatan akan
menggunakan alat Theodolite T2 dilengkapi dengan prisma roeloef dimana
untuk perhitungan dipakai tabel deklinasi matahari untuk tahun yang
bersangkutan,
untuk
menggelimir
kesalahan
akibat
kekasaran
dalam
penentuan lintang tempat, maka pengukuran pengamatan matahari
dilakukan pada pagi dan sore hari.
Apabila pada awal pengukuran hanya ada 1 titik ikat (tidak ada sudut jurusan
awal), maka harus dilakukan pengamatan matahari.
Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:
 Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada
sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.
 Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat
satu dengan yang lainnya.
 Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan
pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.
 Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan alat ukur yang
digunakan Theodolite T2
 Jumlah seri pengamatan 2 seri (pagi dan sore hari)
 Tempat pengamatan, salah satu titik sepanjang jalur poligon utama,
cabang atau titik simpul.
 Ketelitian azimuth 20”
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 7
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis, Azimuth Target
(aT) adalah:
T = M +  atau T = M + ( T - M )
dimana:
T
= Azimuth ke target
M
= Azimuth pusat matahari
(T)
= Bacaan jurusan mendatar ke target
(M) = Bacaan jurusan mendatar ke matahari
= Sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke

target
B. Pengukuran Polygon
1. Sistem dan Referensi

Sistem pengukuran sudut dilakukan dengan cara centering tidak
paksaan.

Titik referensi koordinat diambil dari BM yang ada berdekatan dengan
lokasi pekerjaan/atas petunjuk Direksi.

Setiap 25 kali berdiri alat ukur, harus dilakukan pengamatan Azimuth
Matahari dengan persyaratan ketelitian 15”.

Orientasi arah awal dengan cara pengamatan matahari yang
memakai prisma Reoulof atau yang setara.

Cara perhitungan yang digunakan adalah dengan proyeksi UTM
dengan referensi Ellepsiode Bessel 1841.

Alat untuk mengukur sudut harus menggunakan Theodolith T2 Wild atau
yang setara.

Alat untuk mengukur jarak akan menggunakan mettban baja.
2. Ketelitian Yang Harus Dicapai

Salah penutup sudut polygon adalah 10 detik N, dimana N adalah
jumlah sudut yang terukur dalam rangkaian polygon tersebut.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 8
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Kesalahan penutup jarak linier setelah dilakukan perataan harus lebih

kecil 1 : 7.500 dengan pengukuran dua kali (kemuka dan kebelakang)

Hasil perhitungan koordinat diperoleh dari analisa kwadrat terkecil.

Pembacaan sudut setiap titik polygon harus dilakukan sedikitnya 4 kali,
sedangkan pembacaan jarak untuk setiap sisi polygon sedikitnya 3 kali.
3. Polygon Utama
 Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 meter.
Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita
ukur, sangat tergantung kepada cara pengukuran itu sendiri dan
keadaan permukaan tanah.
Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga
pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai
koreksi.
 Pengukuran Sudut Jurusan
Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran
horizontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik.
Besarnya sudut jurusan dihitung berdasarkan hasil pengukuran sudut
mendatar di masing-masing titik poligon.

= Sudut mendatar
AB
= Bacaan skala horizontal ke target kiri
AC = Bacaan skala horizontal ke target kanan
Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong
biasa (B) dan luar biasa (LB).
Spesifikasi teknis dari poligon utama adalah sebagai berikut:

Pengukuran poligon harus diikatkan ke titik tetap yang telah ada (titik
triangulasi, bencmark yang sudah ada).
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 9
LAPORAN INTERIM

SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Jarak antara titik-titik poligon adalah maksimal 100 m dan diukur
dengan pita ukur baja) yang dikontrol secara optis dengan teodolit T2
dan dilakukan pulang pergi masing-masing 2 kali bacaan untuk muka
dan belakang.

Sudut vertikal dibaca dalam satu seri dengan ketelitian sudut 10”
(dua kali bacaan).

Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.

Jumlah seri pengukuran sudut 2 seri (B1, B2, LB1, LB2).

Selisih sudut antara dua pembacaan  5” (lima detik).

Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.
KI 

f
2
x
 fy
d
2

 1 : 5.000
Salah penutup sudut yang diperbolehkan yaitu 10”n, dimana n
adalah jumlah titik polygon

Poligon utama diukur dengan metode kring dimana harus dipenuhi
syarat geometrisnya (pada batas toleransi yang diberikan), dan
dikontrol dengan pengamatan matahari.

Pemberian koreksi.
 Untuk mengoreksi sudut digunakan
- Metode Dell (perataan biasa)
- Metode Bersyarat
Koreksi setiap sudut : f.a(N-1),
dimana :
f.a = salah penutup sudut
N
= jumlah titik poligon
 Untuk mengoreksi absis dan ordinat digunakan jarak sebanding
dengan jarak yang bersangkutan atau :
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 10
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Koreksi = f. x / D x (Dij),
dimana :
f.x. = salah penutup absis/ordinat
D
= jumlah jarak
Di
= jarak yang ke i
- Koreksi sudut antara dua kontrol azimuth 20 "
- Koreksi setiap titik poligon maksimum 8 "
- Salah penutup koordinat maksimum 1 : 2.000
- Jarak tiap sisi poligon diukur dengan ketelitian 1 : 5.000
Sedangkan Spesifikasi teknis dari poligon cabang adalah sebagai berikut:

Pengukuran poligon cabang harus dimulai dari salah satu titik poligon
utama dan diakhiri pada salah satu titik poligon utama.

Poligon cabang dibagi atas seksi dengan luas kring/loop tertutup
mencakup  200 Ha.

Pengukuran sudut poligon dilakukan satu seri dengan ketelitian sudut
20”.

Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite TO.

Pengukuran jarak dilakukan dengan pita ukur baja yang dikontrol
secara optis, dilakukan pulang pergi masing-masing minimal 1 (satu)
kali bacaan.

Salah penutup sudut yang diperbolehkan yaitu 20” n, dimana n
adalah jumlah titik polygon.
C. Pengukuran Sipat Datar ( Water Pass ).
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar
pada titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu
pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda
tinggi dilakukan double stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse
net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan terhadap BM.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 11
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan
pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM).
1. Sistem dan Referensi

Semua titik poligon utama dan cabang akan dilakukan pengukuran
sifat datar.

Pengukurannya dilakukan secara pulang pergi dan kontrol ukuran
beda tinggi diambil dari data double stand.

Pembacaan benang akan dibaca tiga benang dengan urutan
pembacaan benang adalah (bt-ba-bb) dan memenuhi 2 bt = ba+bb.

Jumlah
jarak
kemuka
diusahakan
sama
dengan
jumlah
jarak
kebelakang.

Jumlah slaag harus genap.

Toleransi kesalahan penutup max. 10
jarak sifat datar dalam Km.

Bentuk rangkaian pengukuran sifat datar (water pass) adalah tertutup.

Untuk mendapatkan data vertikal harus dilakukan pengukuran beda
tinggi pergi-pulang pada setiap seksi.

Jarak tiap seksi maksimum 1- 2 Km.

Pembacaan rambu harus lengkap yaitu benang atas, tengah dam
bawah, dan setiap slag harus dilakukan dua kali berdiri posisi alat

Jarak antara instrument terhadap rambu muka dan belakang
maksimum 100 m.

Rambu harus dilengkapi dengan nivo dengan landasan dari plat besi
yang mempunyai permukaan lengkung setengah lingkaran.

Titik referensi tinggi diambil dari BM yang telah diukur sebelumnya dan
sebagai titik awalnya.

BM tersebut adalah BM yang juga digunakan sebagai titik awal
pengukuran poligon.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 12
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
2. Ketelitian yang harus dicapai

Salah penutup tinggi dari hasil pengukuran pulang-pergi harus lebih
kecil dari 8,4 mm D, dimana D adalah jarak optis dalam Km.

Hasil perhitungan tinggi diperoleh dari analisa kwadrat terkecil.

Pencatatan data yang salah harus dicoret tidak boleh didobel atau di
Tip Ex, kemudian bacaan yang benar ditulis diatasnya dengan
ballpoint warna hitam.

Pada formulir data harus ditulis dengan lengkap : nomor halaman, jenis
& nomor alat, nama surveyor, tanggal pengukuran, lokasi dan
sebagainya.

Penentuan BM sebagai referensi tinggi akan ditunjukkan oleh Direksi
kemudian.
Pengukuran kerangka vertikal mengikuti ketentuan sebagai berikut :

Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.

Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.

Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu
belakang menjadi rambu muka.

Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu
lengkap.

Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sampai longgar.
Sambungan rambu ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo.

Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu
garis bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.

Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi.

Bidikan rambu harus dintara interval 0,5 m dan 2,75 m (untuk rambu
yang 3 m).

Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali
pembacaan benang
tengah, benang atas dan benang bawah.

Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan
benang bawah (BB), yaitu : 2 BT = BA + BB.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 13
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT

Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.

Jarak rambu ke alat maksimum 50 m

Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
3.3.1.4. PENGUKURAN SITUASI DETAIL
Pengukuran dilakukan dengan metode trigonometri / tachimetri dimana ujung
dan pangkal jalur pengukuran terikat / terkontrol terhadap kerangka dasar
pengukuran/pemetaan. Dari titik-titik tersebut diukur detail-detail lapangan
dengan rincian.
Pengukuran detail situasi dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
pada Standar Perencanaan Irigasi PT - 02. Pengukuran ini dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran topografi area daerah irigasi dengan sasaran tinggi
dan posisi detail lapangan.
 Pelaksanaan pengukuran akan dilakukan oleh beberapa team pengukuran
yang akan bekerja secara simultan sesuai dengan jangka waktu pelaksanaan
yang tersedia.
 Titik detail ditentukan dengan pengukuran ray dan rincikan, dimana ujungujung ray diikatkan pada kerangka dasar (BM)
 Route pengukuran akan disesuaikan dengan rencana trase saluran yang ada
sesuai dengan pengukuran yang telah pernah dilakukan.
 Alat yang akan digunakan adalah Theodolit TO dan Waterpass N12, NAK1,
NAK2, atau sejenis dan sederajat dengan ketelitian detail pengukuran 10 cm
di atas kontrol rangka pemetaan yang diratakan kesetiap titik-titik.
 Menetapkan dan memasang BM baru dari beton apabila jarak antara BM
lebih dari 2000 m. Untuk bangunan-bangunan yang telah ada, cukup dengan
memasang baut pada as bangunan dipuncak tembok pengiring atau sayap,
atau patok paralon yang dicor semen.
 Mengukur kembali ketinggian semua patok BM yang ada dan dipasang baru
dan koordinat (x,y,z). Pelaksanaan pengukuran BM sebagai berikut :
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 14
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 BM baru dipasang jika BM yang ada tidak memenuhi syarat per 500 Ha
untuk skala 1 : 5000 dan 250 Ha untuk skala 1 : 2000.
 Sistem penomoran BM mengikuti penomoran yang sudah ada.
 Ukuran, bentuk dan type BM yang dipasang harus mengikuti standard
irigasi.
 Membuat daftar (register) BM lama baru yang menunjukan letak dan
koordinat (x,y,z) pada peta.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengukuran situasi, yaitu :
 Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara Tachymetri
 Ketelitian alat yang dipakai adalah 10”.
 Poligon tambahan jika diperlukan dapat diukur dengan metode Raai dan
Vorstraal.
 Ketelitian poligon raai untuk sudut 10”  n, dimana n = banyaknya titik sudut.
 Ketelitian linier poligon raai yaitu 1 : 5000
 Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk topografi
dan bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan
lapangan.
 Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga
memudahkan penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta.
 Pengukuran sungai di sekitar lokasi rencana bangunan pengatur harus diambil
detail selengkap mungkin, misalnya elevasi as, tepi dan lebar sungai di sekitar
rencana bangunan tersebut.
 Sudut poligon raai dibaca satu seri.
 Ketelitian tinggi poligon raai 10 cm D (D dalam km).
Dengan cara tachymetri ini diperoleh data-data sebagai berikut:
 Azimuth magnetis
 Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
 Sudut zenith atau sudut miring
 Tinggi alat ukur
Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses hitungan,
diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui
koordinatnya (X, Y, Z).
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 15
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (X, Y,
Z), digunakan rumus sebagai berikut:
Untuk menghitung jarak datar (Dd)
TB  TA  H
1

H   100Ba  Bb Sin 2m  TA  Bt
2

Dd
= DOCos2m
Dd
= 100( Ba - Bb )Cos 2 m
Dimana:
TA
= Titik tinggi A yang telah diketahui
TB
= Titik tinggi B yang akan ditentukan
H
= Beda tinggi antara titik A dan B
Ba
= Bacaan benang diafragma atas
Bb
= Bacaan benang diafragma bawah
Bt
= Bacaan benang diafragma tengah
TA
= Tinggi alat
Do
= Jarak optis [100(Ba-Bb)]
m
= sudut miring
Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya
kemampuan jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan
diperlukan titik-titik bantu yang membentuk jaringan poligon kompas terikat
sempurna.
Sebagai konsekuensinya pada jalur poligon kompas akan terjadi
perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah orientasi utara peta
sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi koreksi
Boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan matematik koreksi
boussole (C) adalah :
C=g-m
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 16
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
dimana:
G
= Azimuth geografis
M
= Azimuth Magnetis
Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat tergantung pada skala
peta yang akan dibuat, selain itu keadaan tanah yang mempunyai perbedaan
tinggi yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat.
3.3.1.5.
PENGUKURAN TRASE BERIKUT PENAMPANG
A. Pengukuran Situasi Trase Saluran dan Tanggul .
Pengukuran detail situasi dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
pada Standar Perencanaan Irigasi PT - 02. Pengukuran ini dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran topografi daerah saluran dengan sasaran tinggi
dan posisi detail lapangan.
 Pelaksanaan
pengukuran
akan
dilakukan
oleh
beberapa
team
pengukuran yang akan bekerja secara simultan sesuai dengan jangka
waktu pelaksanaan yang tersedia.
 Titik detail ditentukan dengan pengukuran ray dan rincikan, dimana ujungujung ray diikatkan pada kerangka dasar (BM). Pengukuran polygon terikat
terhadap titik-titik kontrol (x.y) kerangka pemetaan dengan ketelitian sudut
dalam satuan menit dimana ketelitian antara dua kontrol kerangka
pemetaan 10 N dimana N = jumlah titik-titik polygon.
 Route pengukuran akan disesuaikan dengan rencana trase saluran yang
ada sesuai dengan pengukuran yang telah pernah dilakukan.
 Alat yang akan digunakan adalah Theodolit TO dan Waterpass N12, NAK1,
NAK2, atau sejenis dan sederajat dengan interval jarak atau sisi polygon
maksimum 100 m pada trase lurus 50 s/d 25 meter pada tikungan, dimana
jarak diukur 2 kali (kemuka dan belakang) dengan ketelitian ukuran jarak 1
: 2500 yang diukur dengan pita ukur (kapasitas 100 meter).
 Diukur
dengan
metode
trigonometri/tachimetri
memakai
peralatan
theodolith T0 dengan ketelitian 10 cm. Detail yang diambil sama dengan
detail - detail yang tercantum dalam detail pengukuran situasi.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 17
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
B. Pengukuran Tampang Memanjang .
 Alat yang dipergunakan untuk survey pengukuran ini adalah Theodolite TO
dan Level
 Pengukuran tampang panjang meliputi pada pekerjaan di Saluran Induk,
Saluran Sekunder, Saluran Pembuang dan trace sal tersier di areal rawa.
 Tampang memanjang saluran harus dibuat pada interval maksimal 100 m
dan dimulai dan pintu pangkal salunan induk / sekunder.
 Setiap 50 m disepanjang saluran dipasang patok dari kayu dengan ukuran
5 x 7 x 60 cm atau kayu bundar dengan garis tengah 7 cm.
 Pengukuran tampang memanjang harus diikat dengan BM (terkoreksi)
yang ada di sepanjang saluran.
 Pengukuran sifat datar yang berfungsi sebagai dasar penampang
memanjang trase terikat terhadap (z) kerangka pemetaan dengan
 Elevasi Lahan tertinggi pada setiap rencana bangunan di jalur saluran
yang diukur, harus diukur guna untuk menentukan elevasi muka air yang
tepat pada pekerjaan desain hidraulik.
 Leveling harus diakhiri pada bangunan terakhir di saluran sedang untuk
saluran pembuang diakhiri dititik tempat masuknya pembuang tersebut
kedalam pembuang induk atau sungai.
 Semua tanda tanda muka air pada bangunan atau saluran (biasanya
berwarna coklat) agar diidentifikasikan untuk memberikan informasi dalam
menentukan muka air yang tepat untuk pekerjaan desain hidraulik.
C. Pengukuran Profil Melintang
Pengukuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk penampang
memanjang dan melintang saluran dengan sasaran tinggi dan detil
lapangan.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 18
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Pelaksanaan pengukuran akan dilakukan oleh beberapa tim pengukuran
yang dilakukan secara simultan sesuai dengan jangka waktu yang
tersedia.
 Alat ukur yang akan digunakan adalah sipat datar otomatis untuk profil
memanjang dan melintang sedang To digunakan untuk mengukur profil
melintang saluran apabila keadaan medannya curam.
 Pengambilan titik detail untuk profil memanjang setiap interval 100 m pada
saluruan yang lurus dan 50-25 m pada saluran menikung (akan
dikoordinasikan dilapangan);
 Pengukuran profil melintang dilakukan setiap 100 m jarak memanjang
pada bagian yang lurus dan diperbanyak pada bagian tikungan setiap 2550
m
dengan
kerapatan
titik
maksimum
2
m
dengan
metode
tachimetri/trigonometri dengan ketelitian 10 cm.
 Jika terdapat patahan, kerusakan lain ataupun penyadapan/bobolan
yang di legalkan maka harus ditambah profil khusus untuk kepentingan
volume pekerjaan.
 Khusus
untuk
saluran
drainase
gendong
sepanjang
saluran
harus
diperlakukan sebagai bagian dan tampang melintang saluran dan
levelnya diplot bersama sama dengan tampang saluran dalam gambar
yang sama.
 Penentuan trace sungai/saluran dilakukan dengan pengukuran poligon
terikat sempurna (diikat pada Poligon Utama).
 Batas pengukuran profil melintang adalah 10 m dari tepi talud luar baik
saluran pembawa maupun saluran pembuang terkecuali yang diminta
pada poin 6) diatas.
 Sket dari pengukuran harus dibuat dengan rapi dan jelas untuk
memudahkan penggambaran.
3.3.1.6. PENGUKURAN SITUASI UNTUK TAPAK BANGUNAN
 Setiap bentuk perubahan bangunan harus diukur pada titik detail terkecil
dan digambar pada skala 1: 200.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 19
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Pengukuran situasi tapak bangunan diukur dengan metode trigonometri
/tachimetri dengan dasar pengikatan kerangka pemetaan, dimana detaildetailnya diambil dengan teliti kalau perlu pengukuran jarak memakai
metband dan ketinggian yang penting memakai waterpass dengan
ketelitian 1 cm.
 Pengukuran situasi ini
dianggap
penting
dilakukan pada bangunan bangunan yang
kanena
hal
tersebut
diperlukan
untuk
dihitung
volumenya yang nantinya dipergunakan sebagai back-up data pada
pekerjaan usulan nantinya
 Batasan pengukuran situasi ditentukan 150 m x 100 m untuk bangunan
besar di Saluran Induk dan 25m x 25 m untuk bangunan kecil di Saluran
Sekunder yang diukur dari as bangunan/saluran.
 Detail-detail yang diambil adalah setiap perubahan permukaan tanah
dengan kerapatan ± 2 s/d 10 meter.
3.3.1.7. PEMASANGAN BENCH MARK (BM)
Secara umum kegiatan ini meliputi pekerjaan :
 Pemasangan patok beton tambahan apabila BM (Bench Mark) yang ada
pada setiap
bangunan rusak/hilang (setiap bangunan yang ada
mempunyai BM).
 Mengukur
kembali
semua
ketinggian
patok
BM
yang
ada
dan
mengikatkan pada BM yang baru (x,y,z). Pelaksanaan pengukuran harus
mengikuti Standar Perencanaan Irigasi PT - 02 (lihat bagian “Pengukuran
Trace Saluran “)
 Membuat daftar(register) BM lama dan baru serta membuat peta lokasi
posisi ketinggiannya (x,y,z) serta sket peta lokasinya.
 Lokasi dan elevasi BM sebagai titik referensi, harus dicantumkan dalam
daftar BM.
 Setiap perbedaan dalam elevasi dan koordinat BM lama dan baru harus
dijelaskan dalam Bab laporan mengenai survey dalam laporan akhir.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 20
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Pemasangan Bench Mark (BM) besar/kecil dan patok kayu, mengikuti ketetapan
sebagai berikut :
 Ukuran BM besar adalah 20 x 20 x 100 cm dan ditimbun tanah, dengan
tinggi patok yang muncul di atas permukaan adalah 20 cm
 Ukuran BM kecil tanda azimuth, adalah 10 x 10 x 100 cm
 BM besar dipasang pada setiap jarak 500 meter sepanjang jalur poligon
utama dan cabang, atau setiap luas areal ± 500 ha serta di setiap titik
simpul
 BM kecil dipasang diantara 2 buah BM besar dan juga pada setiap
bangunan
 BM dipasang sebelum pelaksanaan pengukuran detail, dan ditempatkan
pada lokasi yang aman, tanah dasar yang kokoh dan stabil, serta mudah
dicari
 Setiap Bench Mark (BM) dan patok diberi nomor yang teratur, dibuat
deskripsinya, yang dilengkapi dengan foto berwarna serta sketsa lokasi.
 Patok CP dibuat dari kayu dengan ukuran 5 x 7 x 60 cm, dan ditanam 30
cm kedalam tanah.
KONSTRUKSI BENCH MARK (BM)
KONSTRUKSI
CONTROL PONIT (CP)
Gambar 3.3 : Konstruksi BM dan CP
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 21
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
3.3.1.8. PENCATATAN, REDUKSI DAN PEMROSESAN HASIL PENGAMATAN DI LAPANGAN
Keseluruhan pelaksanaan tatacara
pengukuran mengacu
pada
Standar
Perencanaan Irigasi PT - 02 . Pencatatan, reduksi dan proses hasil (Gambar) harus
memperhatikan berbagai hal sebagai berikut :
 Perhitungan harus disertai sketsa arah pengukuran agar memudahkan
pemeriksaan.
 Station pengamat matahari harus tercantum pada sketsa.
 Hitungan poligon dan waterpass kerangka utama harus dilakukan dengan
perataan Bowditch, Metode Dell atau perataan kwadrat kecil.
 Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil hitungan.
 Salah penutup sudut poligon.
 Salah linier poligon beserta harga toleransinya.
 Salah penutup waterpass beserta harga toleransinya.
 Perhitungan dilakukan dalam sistem proyeksi yang sudah ada sesuai
dengan data referensi / awal pengukuran.
 Perhitungan dilakukan dengan sistem proyeksi Universal Transverse Mercator
(UTM)
atau
sistem
proyeksi
yang
sudah
ada,
sesuai
dengan
data
referensi/awal pengukuran.
 Ketelitian peta / gambar.
 Semua tanda silang untuk grid koordinat tidak boleh mempunyai
kesalahan lebih dari 0,3 mm diukur dari titik kontrol horizontal terdekat.
 Ttitk kontrol vertikal, posisi horizontalnya tidak boleh mempunyai kesalahan
lebih dari 0,6 mm diukur dari garis atau titik kontrol horizontal terdekat.
 90 % (sembilan puluh persen) dari bangunan penting seperti bendung,
dam, jembatan, saluran, dan sungai tidak mempunyai kesalahan lebih
dari 0,6 mm diukur dari garis grid atau titik kontrol horizontal terdekat.
Sisanya 5 % tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari 1,2 mm.
 Pada sambungan lebar peta satu dengan yang lain, garis kontur,
bangunan, saluran sungai harus tepat tersambung.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 22
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
3.3.1.9. PENGGAMBARAN.
 Pengambaran diatas kertas kalkir ukuran A-1 (594 x 841 mm) 80/85 gram.
 Peta Ikhitisar digambar dengan skala 1 : 20.000
 Peta Situasi Detail dibuat dengan skala 1 : 5.000 interval kontur 0.25 m
 Pengambanan tampang memanjang dan situasi trace saluran digambar
dalam satu lembar kalkir dengan ketentuan:
a. Situasi trace saluran skala 1: 5.000.
b. Potongan memanjang:
 Horisontal :
Skala 1 : 5.000
 Vertikal
Skala 1: 100 (untuk daerah datar)
:
Skala 1: 200 (untuk daerah curam atau bervariasi)
 Draft pengambaran harus dilakukan diatas kertas milimeter yang diperiksa
dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan dinyatakan secara tertulis.
 Semua penggambaran harus mengacu pada Standar Perencanaan Irigasi
KP-07.
A. Bentuk Hasil Penggambaran
 Gambar draft dilakukan di atas kertas milimeter yang telah disetujui oleh
pihak Direksi, dengan garis silang untuk grid dibuat setiap 10 cm
 Semua Bench Mark (BM) dan titik referensi harus digambar pada peta, dan
dilengkapi dengan data elevasi dan koordinat
 Pemberian angka kontur harus jelas terlihat, dengan interval kontur 1.00
meter digambar lebih tebal
 Legenda pada gambar harus sesuai dengan apa yang ada di lapangan,
dan penarikan kontur/jalur data sadei bukit harus ada data elevasinya. Titik
pengikat/referensi peta harus tercantum pada peta, dan ditulis dibawah
legenda.
 Garis sambungan (overlap) pada peta sebesar 5 cm
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 23
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Gambar peta topografi skala 1:5.000 dan 1:2000 digambar di atas kertas
kalkir , dengan ukuran A1
 Lembar peta harus diberi nomor urut yang jelas dan teratur, serta format
gambar peta harus sesuai dengan ketentuan dari Direksi Pekerjaan
 Sehubungan dengan ketelitian peta, ditetapkan batasan sebagai berikut :
 Semua tanda silang untuk grid koordinat tidak boleh mempunyai
kesalahan lebih dari 0,3 mm, diukur dari titik kontrol horisontal terdekat
 Titik kontrol vertikal, posisi horisontalnya tidak boleh mempunyai
kesalahan lebih dari 0,60 mm, diukur dari garis atau titik kontrol horisontal
terdekat
 95% dari bangunan penting, seperti bendung, dam, jembatan, saluran,
dan sungai, tidak mempunyai kesalahan lebih dari 0,60 mm, diukur dari
grid atau titik kontrol horisontal terdekat. Sisanya 5%, tidak boleh
mempunyai kesalahan lebih dari 1,20 mm
B. Produk Kegiatan Survey Topografi
Laporan disajikan dalam bentuk naskah ataupun gambar peta dan laporan
ini harus disampaikan secara terpisah (volume penunjang) dengan laporan
akhir.
 Buku sketsa lapangan untuk bangunan dan saluran usulan (untuk
rehabilitasi)
 Gambar
inventarisasi
kondisi
saluran
dan
bangunan
usulan
(untuk
rehabilitasi) + foto lapangan (beserta negatipnya).
 Buku pengukuran tampang memanjang,tampang melintang poligon dan
situasi trace serta situasi bangunan
 Buku diskripsi BM
 Pengambaran hasil pengukuran:
 Tampang memanjang saluran dengan denah situasi trace saluran
 Tampang melintang
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 24
LAPORAN INTERIM
3.4.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
SURVEY DAN INVENTARISASI JARINGAN
Pekerjaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang ada dilapangan
berkaitan dengan jaringan yang telah ada meliputi saluran, bangunan pengatur
air, dan bangunan pelengkap lainnya. Secara rinci pekerjaan ini meliputi :
 Survey dan inventarisasi saluran existing yang meliputi panjang, lebar ratarata, kedalaman rata-rata (dimensi rata-rata) dan kondisi saluran sekarang
lengkap dengan foto-fotonya.
 Survey dan inventarisasi bangunan pengatur air existing yang melipoti dimensi
dan kondisi maupun fungsinya lengkap dengan foto-fotonya.
 Survey dan inventarisasi bangunan pelengkap existing lainnya yang meliputi
dimensi dan kondisi bangunan tersebut meliputi jembatan,gorong-gorong,dll.
 Survey sumber/suplai air dan sistem drainase lainnya,seperti penggunaan
pompa lengkap dengan spesifikasinya dan sistem operasi beserta fotofotonya.
3.5.
SURVEY HIDROLOGI & HIDROMETRI
Kegiatan ini adalah bertujuan untuk memperoleh data yang lebih lengkap lagi
dalam mendukung kegiatan penyusunan Laporan System Planning .
Pekerjaan survey Hidrologi & Hidrometri ini mencakup kegiatan sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data Hidrologi & Hidrometri
2. Pekerjaan Persiapan
3. Pekerjaan Lapangan
4. Analisis dan evaluasi data dan penyusunan laporan.
3.5.1.
PENGUMPULAN DATA HIDROLOGI
Pengumpulan data hidrologi dimaksudkan untuk mendapatkan data-data
hidrologi dan klimatologi sebagai masukkan di dalam menentukan besaran
perencanaan seperti curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu,
hidrograf banjir dan modul drainase serta penentuan parameter-parameter
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 25
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
lainnya yang dapat menunjang desain hidrolik serta neraca air untuk keperluan
pola tanam.
Pengumpulan Data meliputi :
 Pengumpulan data curah hujan diambil dari stasiun yang terdekat selama
10 tahun dengan catatan pengamatan selama 10 tahun berturut-turut
merupakan data hujan minimum terbaru.
 Pengumpulan data temperatur selama minimum 5 tahun berturut-turut dari
stasiun iklim yang terdekat.
 Pengumpulan data kelembaban relatif selama minimum 5 tahun berturutturut dari stasiun klimatologi terdekat.
 Pengumpulan data Lama Penyinaran Matahari minimum selama 5 tahun
dari stasiun pengamat terdekat.
 Pengumpulan data kecepatan angin minimum selama 5 tahun berturutturut dari stasiun pengamat terdekat.
 Pengumpulan data informasi banjir (tinggi, lamanya dan luas genangan
serta saat terjadinya) baik dengan pengamatan langsung ataupun
memperhatikan bekas-bekas dan tanda-tanda banjir di pohon maupun
melalui wawancara dengan penduduk setempat.
 Pengumpulan Data Pasang surut yang ada di sekitar lokasi pekerjaan.
Data Hidrologi dan Hidrometri diperoleh dengan cara :
 Menghubungi
mengumpulkan
stasiun-stasiun
data
pengamat
pencatatan
yang
cuaca
diperlukan
terdekat
dan
sebagaimana
dijelaskan pada Laporan Pendahuluan ini.
 Menghubungi Kantor Meteorologi & Geofisika Propinsi dan mengumpulkan
data-data yang diperlukan.
 Jawatan Oceanografi TNI Angkatan Laut, untuk mendapatkan ramalan
pasang surut (Buku Hidral).
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 26
LAPORAN INTERIM
3.5.2.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PEKERJAAN PERSIAPAN
Sebelum melakukan pekerjaaan lapangan, tim survey akan melakukan persiapan
yatiu :
 Mempelajari laporan dan data yang tersedia dan menyusun rencana dan
jadwal kegiatan survey.
 Menyiapkan peta lokasi rencana pengukuran dan penempatan titik
pengukuran yang sudah disesuaikan dengan rencana skematisasi dari
model matematik untuk keperluan kalibrasi model serta menetapkan
jumlah volume pekerjaan.
 Menyiapkan formulir pengukuran, bahan-bahan dan alat-alat yang
digunakan serta penyiapan team yang akan berangkat ke lapangan.
 Menyiapkan team survey yang akan berangkat. Semua kegiatan di atas
akan terlebih dahulu dikonsultasikan dengan Direksi atau Supervisor
sebelum berangkat ke lapangan.
3.5.3.
PEKERJAAN LAPANGAN
A. Orientasi Lapangan
 Menyiapkan sarana seperti speedboat dan klotok (kapal pengukur) baik
untuk pengukuran muka air maupun kecepatan air.
 Pengenalan lapangan dan pemasangan tanda-tanda pengukuran sesuai
dengan peta pengukuran.
 Mendiskusikan rencana pengukuran dengan Direksi Lapangan untuk
mendapat persetujuan.
 Penandaan tempat-tempat pengukuran (marking inspection).
 Memasang alat-alat ukur (peilschaal) di tempat-tempat yang sudah
ditentukan sesuai dengan rencana pengukuran.
 Pengukuran lapangan antara lain seperti bekas tinggi muka air maksimum,
yang pernah terjadi, tanggul, jembatan atau pintu- pintu air/goronggorong yang ada dicatat di peta.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 27
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
B. Survey Hidrometri
Survey hidrometri dimaksudkan untuk mendapatkan data aktual di lapangan
sebagai data masukkan untuk keperluan model matematik jaringan sungai
ataupun jaringan drainase, sehingga diharapkan akan dapat diketahui
tingkah laku (karakteristik) hidrolik dari daerah kajian (sistem), jaringan sungai
atau jaringan drainase untuk keperluan perencanaan dan pengembangan
daerah tersebut.
Data yang didapat ini akan berupa karakteristik sungai, anak sungai/cabang
sungai dan saluran-saluran yang ada, yang sangat berpengaruh terhadap
kondisi lahan proyek/unit pada umumnya serta sistim tata saluran pada
khususnya.
Secara ringkas cakupan pelaksanaan pekerjaan hidrometri yang dilakukan
meliputi :
 Tinggi muka air pasang surut
Pengamatan pasang surut akan dilakukan di sekitar muara sungai pada
lokasi yang aman. Pengamatan pasang surut dilakukan dalam waktu 15
hari, dengan selang waktu pengamatan 0,5 jam. Periode pengamatan
mencakup periode bulan terang (Spring Tide) dan bulan mati (Neap Tide).

Kecepatan arus
Pengamatan arus akan dilakukan di sungai pada 3 - 4 penampang
melintang sungai pada tiap lokasi sungai yang mungkin akan menjadi
sumber air tawar ataupun menjadi titik utama dalam proses masuk dan
kelluar debit aktual..
Jumlah lokasi pengamatan ini akan disesuaikan dengan kebutuhan data
untuk evaluasi sistem tata air yang ada. Pengamatan arus pada masingmasing penampang melintang sungai dilakukan secara selama 30 jam
dengan interval waktu 1 jam. Pengamatan dilakukan pada pasang
purnama (bersamaan dengan pengamatan pasang surut). Pembacaan
kecepatan dilakukan pada tiap interval kedalaman 0.5 m. Bersamaan
dengan pengamatan muka air, dilakukan pula pengukuran salinitas pada
beberapa kedalaman air.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 28
LAPORAN INTERIM

SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Pengukuran Salinitas & PH di Daerah Rawa dan Sungai
Pengukuran salinitas ini dilakukan di sepanjang sungai dan di areal daerah
daerah rawa di beberapa tempat yang dianggap penting. Pengukuran ini
dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran salinitas di laut akibat
pengaruh sungai. Pengukuran salinitas dan pH dilakukan saat pasang
purnama dan saat pasang perbani.
Hasil pengukuran ini akan digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk
menetapkan lokasi saluran pemberi dan pembuang, serta dapat
digunakan untuk memperkirakan distribusi pengendapan.

Pengambilan Sample Air dan Sedimen
Pengambilan sample air dan sedimen dilakukan pada lokasi pengukuran
kecepatan arus, muara sungai, dan pada saluran-saluran yang ada di
daerah rawa yang dianggap perlu mewakili kualitas air di lokasi proyek.

Pengukuran profil sungai/saluran (sounding)

Levelling antara papan duga (peilschaal) dan Bench Marks pada patok
terdekat dari lokasi pengukuran tinggi muka air.
3.5.4.
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Data masukan tersebut setelah dianalisa dan dievaluasi, akan digunakan untuk
mengidentifikasi serta mencari alternatif banjir pada musim penghujan dan intrusi
air asin pada pada musim kemarau serta kekeringan pada lahan pertanian
waktu musim kemarau. Hal ini merupakan masukan yang sangat penting dalam
perencanaan jaringan pengairan nantinya.
Pengolahan data hidrometri meliputi, yaitu :
 Penghitungan kecepatan air pada tiap-tiap lokasi pengukuran.
 Penghitungan penampang melintang (cross section) dari saluran pada
lokasi pengukuran.
 Penghitungan debit pada saluran – saluran
 Membuat Grafik - grafik :
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 29
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT

Grafik hubungan antara tinggi muka air dan waktu.

Grafik hubungan antara kecepatan simultan dengan waktu.

Grafik hubungan antara debit simultan dan debit distribusi dengan
waktu.

Perhitungan MSL di muara saluran primer dan sungai.

Perhitungan run – off (debit hulu) – simultan.

Levelling bench marks dengan papan ukur.

Lokasi bench marks.
Selanjutnya untuk keperluan data guna prarencana system planning, maka
diperlukan suatu pengikatan 0 peilschaal terhadap titik referensi (BM). Pekerjaan
ini dimaksudkan agar datum line (bidang persamaan antara) titik pengamatan
muka air sama menjadi satu sistem.
3.6.
SURVEY MEKANIKA TANAH
Lingkup pekerjaan penyelidikan mekanika tanah ini meliputi pengeboran
dangkal, Ducth Cone Penetrometer (Sondir) dan sumur uji (test pit), Vane Shear
Test dan Hydraulic Conductivity Test. Pengambilan contoh tanah asli (disturbed
Sample) dan contoh tanah tidak asli (undisturbed Sample) serta analisa
laboratorium guna mengetahui sifat-sifat tanah dasar tersebut. Jumlah titik-titik
sordir dan boring keseluruhan dalam paket pekerjaan ini juga sesuai kebutuhan di
lapangan atas persetujuan Direksi.
Penyelidikan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi karakteritik mekanika
tanah sebagai bahan masukan perencanaan bangunan-bangunan dan saluran
yang efisien, berupa :
 Analisa kestabilan lereng dan tanggul.
 Besaran konsolidasi dan settlement.
 Sifat-sifat pemadatan.
 Daya dukung tanah.
Pelaksanaan pekerjaan investigasi Mekanika Tanah ini mengikuti tahapantahapan sebagai berikut yang dapat dilihat pada bagan alir pelaksanaan
Investigasi Mekanika Tanah pada Gambar-3.4.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 30
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
SURVEY MEKANIKA
TANAH
PERSIAPAN
- Personil Pelaksana
- Peralatan dan Bahan Survey
- Peta distribusi titik penyelidikan
MOBILISASI
- Personil Pelaksana
- Peralatan dan Bahan Survey
ORIENTASI
- Penentuan Titik-titik Penyelidikan di Lapangan
- Pengikatan titik penyelidikan terhadap BM
PEMBORAN
- Deskripsi
- Undisturbed Sampel
PENETRATION TEST
- Tekanan Conus
- Hambatan lekat
TEST PIT
- Disturbed Sample
- Lokasi Bahan Bangunan
VANE SHEAR TEST &
HYDRAULIC
CONDUCTIVITY TEST
UJI LABORATORIUM
Analisa Data & Rekomendasi
- Parameter Mekanis Tanah
- Rekomendasi Daya Dukung
- Bahan-bahan Bangunan
LAPORAN PENUNJANG
MEKANIKA TANAH
Gambar 3.4. : Diagram Alur Pekerjaan Survey Mekanika Tanah
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 31
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Pekerjaan survey Mekanika Tanah ini lebih diutamakan pada hasil kegiatan
pengamatan lapangan, sedangkan hasil analisis laboratorium merupakan
pendukung. Pekerjaan survey tanah Mekanika Tanah mencakup kegiatankegiatan sebagai berikut :
1. Pekerjaan Persiapan,
2. Survey Lapangan,
3. Analisis laboratorium,
4. Analisis dan evaluasi data dan penyusunan laporan.
3.6.1.
PEKERJAAN PERSIAPAN
Tenaga/personil pelaksana dipilih sesuai dengan profesi yang dimiliki dan
berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaan sejenis, yang meliputi Ahli
Mekanika Tanah dan Juru Bor. Peralatan yang akan dibawa untuk melaksanakan
pekerjaan akan dipilih dan disesuaikan dengan jenis pekerjaan seperti yang
tercantum dalam TOR, diantaranya yaitu unit peralatan bor tanah, Roll meter,
Kamera foto untuk dokumentasi dan unit peralatan/perlengkapan tenaga
pelaksana.
Selain berbagai peralatan seperti tersebut diatas, maka dipersiapkan pula
bahan-bahan dan perlengkapan lain berupa blanko formulir lapangan, peta
geologi, peta topografi dan data lain (literature) yang akan dipakai guna
menunjang kelancaran pekerjaan.
3.6.2.
SURVEY LAPANGAN
A. Orientasi Lapangan
Mengadakan
diskusi
dengan
Direksi
Lapangan
mengenai
rencana
pelaksanaan survey dan penyebaran titik-titik pengamat serta persiapan
tenaga lokal dan peralatan penunjang.
B. Pekerjaan Lapangan
Untuk mempercepat pelaksanaan survey dibagi atas beberapa tim yang
bekerja dilapangan secara simultan.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 32
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
1) Pemboran Dangkal
Pemboran dilakukan dengan menggunakan mata bor Iwan biasa (Iwan
Auger) dengan diameter 10 cm dan diputar dengan tangan sampai
mencapai kedalaman 8.00 meter sampai kedalaman suatu lapisan keras
dimana pemboran tidak dapat diperdalam lagi. Dari pemboran ini diambil
contoh tanah tak terganggu (undisturbed sample) yang selanjutnya akan
dianalisa dilaboratorium mekanika tanah.
Tahapan kegiatan pemboran dangkal ini adalah sebagai berikut :
 Pembuatan rencana kerja secara detail termasuk daftar personil dan
schedule pelaksanaan.
 Mobilisasi dan penyiapan medan kerja untuk mendapatkan jalan
hantar yang tepat dan pembuatan jalan setapak jika perlu.
 Transportasi, penyetelan dan penempatan peralatan, perlengkapan
serta material.
 Penyusunan core sample hasil pemboran pada core box, pengambilan
photo dari core sample serta mencatat pengujian di lubang bor.
 Pemilihan sample dari core pemboran dan mengirimkannya ke
laboratorium sesuai dengan instruksi Engineer.
 Demobilisasi dan pembersihan bekas lokasi pekerja.
 Pelaporan.
Tenaga Pelaksana :
Untuk melaksanakan seluruh pekerjaan yang dikontrakan, Konsultan harus
menyediakan tenaga pelaksana pekerjaan yang terdiri dari berbagai
berikut:

Ahli Mekanika Tanah

Tukang boring

Tenaga Lokal
Peralatan :

Hand Auger Bor (Iwan Auger) diameter 10 cm

Tabung Sampel (Tube Sampling)
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 33
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Deskripsi :
Ahli geoteknik dari pihak Pelaksana Pekerjaan harus memeriksa semua inti
yang telah diperoleh, mencatat jenis-jenis bantuan dan tanah pada setiap
bagian yang berbeda, ketinggian muka air tanah, elevasi dan hal-hal lain
yang dianggap perlu, membuat deskripsi mengenai sifat-sifat litologi dan
mekanika dari contoh tersebut, serta membuat log bor yang dihimpun dari
hasil-hasil uji di tempat & menyerahkan semua informasi yang diperoleh
selama pemboran.
2) Uji Penetrasi (Penetration Test).
Pengamatan dilakukan pada semua titik pengeboran tanah, ditambah
dengan daerah-daerah lain yang pada waktu survei secara visual
membutuhkan
pengamatan
tambahan.
Penyelidikan
Sondir
ini
dimaksudkan untuk mengetahui gambaran daya dukung tanah dasar
rencana banding dari harga conus dan jumlah harga pelekat.
Peralatan :

Duct Cone Penetrometer (Iwan Auger) diameter 10 cm, min berat 2
ton dan tekanan conus ³ 100 kg/cm
Deskripsi :
Pelaksanaan penetration test dilakukan dengan kecepatan penetrasi 1
cm/sec dengan interval pengetasan antara 20 cm. Hasil dari sondir harus
menunjukkan hubungan antara tekanan conus, jumlah hambatan pelekat
dengan kedalaman pembacaaan dengan interval 20 cm s/d 25 cm
dimana kedalaman total minimum 12 m.
3) Sumuran Uji (Test Pit)
Deskripsi :
Pekerjaan sumuran uji (lest pit) adalah untuk mengetahui jenis dan tebal
lapisan di bawah lapisan tanah atas dengan lebih jelas.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 34
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Prosedur :
 Posisi titik-titik pengamatan disebar menurut perkiraan pada daerah
borrow pit atau rencana pembuatan saluran atau tanggul keliling.
 Ukuran lubang uji (test pits) adalah 1,25 m x 1,25 m dengan kedalaman
penggalian tanah maksimum lk. 5,00 meter. Pada keadaan muka air
tanah dangkal, lubang uji diganti dengan percobaan pemboran
dengan menggunakan bor tangan sampai kedalaman lk. 5,00 meter.
 Pada setiap lubang uji diambil contoh tanah terganggu (disturbed
sample) pada perubahan lapisan seberat lk. 20, kg untuk diuji sifat-sifat
pemadatannya (compaction test) di laboratorium untuk mengetahui
karakteristik tanah yang akan digunakan sebagai timbunan.
 Agar pengambilan contoh dan klasifikasi tanah dapat dilakukan
dengan baik, dasar sumuran uji harus dibuat horisontal.
 Tiap lapisan perlu dicatat tentang uraian jenis dan warna tanah,
kedalaman dan elevasinya.
 Dilakukan
pengambilan
contoh
tanah
tes
permeabilitas
dan
pencatatan diskripsi visual tanah.
 Bahan yang dikeluarkan dari galian harus dikumpulkan di sekitar
sumuran uji untuk mengetahui bahan lain setiap kedalamaan tertentu.
 Setelah masing-masing sumuran selesai, ahli mekanika tanah dari
pihak Pelaksana Pekerjaan harus membuat catatan mengenai : hasilhasil
penemuannya,
mengambil
foto-foto
berwarna,
serta
menyerahkannya kepada Pemberi Pekerjaan.
 Pada waktu membuat sumuran uji, harus dilakukan uji berat volume di
lapangan pada setiap kedalaman 2,0 m dengan metode berat
volume pasir atau metode volume air menurut JIS A 121 H/1971 atau
ASTM D 2937-71.
 Jumlah dan lokasi sumuran uji akan diputuskan oleh Pemberi
Pekerjaan.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 35
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
4) Vane Shear Test.
Tujuan dari uji ini adalah untuk menentukan kekuatan geser tanah pada
kedalaman tertentu baik dalam kondisi asli maupun remoulded. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan alat vane borer dengan kapasitas
maksimum 20 ton/m² sampai pada kedalaman 10 meter. Pembacaan
kekuatan geser dilakukan pada setiap interval kedalaman 0,50 meter.
Posisi titik pengamatan disesuaikan dengan posisi test pit. Hasil pekerjaan
lapangan disusun untuk segera disampaikan kepada team perencana
agar segera dapat digunakan sebagai penyusunan pra-rencana.
5) Hydraulic Conductivity Test.
Pengujian
Hydraulic
Conductivity
dilakukan
dengan
menggunakan
metode Auger Hole atau Penetrometer. Penempatan pekerjaan ini
disesuaikan dengan pekerjaan perboran dengan maksud sebagai
pembanding/rechek terhadap hasil laboratorium.
6) Pencarian lokasi bahan bangunan dan timbunan.
Pencarian lokasi bahan bangunan ini hanya bersifat peninjauan lapangan
dan kualitas bahan bangunan pun hanya bersifat visual tampa adanya
penelitian. Jenis bahan bangunan yang akan ditinjau adalah batu belah,
koral, pasir, batu muka dan tanah timbunan.
Bahan bangunan untuk tanah timbunan tanggul akan digunakan sedapat
mungkin bahan setempat (sistim cut and fill) yang digali dan ditimbunkan
untuk tanggul, kalau hal ini tidak mungkin baru akan dicarikan tempat
lainnya yang terdekat dengan lokasi timbunan tanggul.
3.6.3.
UJI LABORATORIUM
Contoh-contoh tanah yang diambil dari lapangan dibawa ke laboratorium untuk
diuji guna mendapatkan besaran-besaran sifat karakteristik fisik dan mekanika
tanah. Pengujian tanah harus dilakukan untuk dua jenis sample tanah yang
diperoleh dan sesuai dengan standar berikut :
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 36
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Pengujian Contoh Tanah Tidak Terganggu
a) Penyelidikan sifat fisik tanah
 Berat jenis (ASTM D.3456)
 Berat volume (ASTM D. 854)
 Ruang pori total (ASTM D2216)
 Atterberg limit (ASTM D 4318)
 Gradasi butiran (ASTM D.42)
 Permeabilitas (Constant head test/Falling head test)
b) Penyelidikan Sifat Mekanika Tanah
 Konsolidasi (ASTM D. 2435)
 Triaxial Test ( ASTM D.565)
 Pengujian Contoh Tanah Terganggu
a) Penyelidikan Sifat Fisik Tanah
 Berat jenis
 Atterberg limits
 Gradasi butiran
b) Penyelidikan Sifat Mekanis
 Percobaan pemadatan (Compaction test Modified ASSHO)
3.6.4.
ANALISA DATA DAN PENYUSUNAN LAPORAN
Data-data yang diperoleh dari pengamatan lapang serta hasil analisis
laboratorium, kemudian dianalisis dan dievaluasi secara sistematis untuk
memperoleh gambaran kualitas tanah yang ada di daerah survey. Berdasarkan
data sifat-sifat dan karakteristik mekanika tanah, maka tanah diklasifikasikan
dalam satuan jenis/macam tanah. Selanjutnya untuk memperoleh deskripsi
kondisi tanah yang khas daerah pasang-surut sebagai masukan dalam
perencanaan
system
jaringan
dan
desain
bangunan
air
yang
akan
direncanakan.
Hasil penyelidikan harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Penyelidikan
Mekanika Tanah, yang mencakup :
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 37
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Lokasi dan waktu penyelidikan.
 Metode penyelidikan.
 Hasil penyelidikan tanah / analisa laboratorium.
 Gambar deskripsi tanah/Statigrafi hasil bor dan Peta titik penyeldikan.
 Dokumentasi penyelidikan lapangan dan lain-lain.
3.7.
SURVEY TANAH PERTANIAN
Pekerjaan survei tanah pertanian akan mengacu pada petunjuk teknis dalam
Term of References (TOR) yang dikeluarkan oleh Satuan Kerja Balai WIlayah
Sungai SUmatera VI dan pedoman survei lainnya yang relevan (PPT, FAO, USDA).
Pekerjaan survey tanah ini lebih diutamakan pada hasil kegiatan pengamatan
lapangan,
sedangkan
hasil
analisis
laboratorium
merupakan
pendukung.
Pekerjaan survey tanah pertanian mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Pekerjaan Persiapan,
2. Survey Lapangan,
3. Analisis laboratorium,
4. Analisis dan evaluasi data, serta
5. Pembuatan peta dan penyusunan laporan.
3.7.1.
PERSIAPAN
Persiapan merupakan kegiatan tahap awal sebelum pekerjaan survey lapangan
mulai dilakukan.
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan
adalah :
 Studi literatur : pengumpulan dan analisis peta/data sekunder.
 Penyiapan rencana kerja dan peta pengamatan tanah.
 Pengadaan bahan-bahan dan peralatan survey.
3.7.2.
SURVEY LAPANGAN
Survey lapangan dilakukan oleh Soil Scientist/Ahli Tanah Pertanian dibantu
dengan 2 surveyor tanah serta beberapa tenaga lokal. Survey dilaksanakan
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 38
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
dengan menjelajahi seluruh daerah survey serta melakukan pengamatan tanah.
Kegiatan lapangan dapat dirinci sebagai berikut :
A. Orientasi Lapangan
Orientasi lapangan atau pra-survey dilakukan sebelum pelaksanaan survey
detil. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum tentang
kondisi daerah survey.
Hasil orientasi lapangan sangat diperlukan dalam
menentukan metoda dan program kerja, sehingga pelaksanaan survey lebih
terarah, efektif dan efisien. Kegiatan orientasi lapangan dilakukan dengan
menjelajahi seluruh daerah survey dan mengidentifikasi lokasi-lokasi yang
dianggap penting.
B. Pengamatan Boring Tanah
Pengamatan dilakukan dengan cara pemboran tanah di seluruh daerah
survey untuk memperoleh deskripsi penyebaran macam, sifat, dan karakteristik
tanah. Untuk tanah-tanah mineral, pemboran dilakukan hingga kedalaman ±
120 cm ; sedangkan untuk tanah gambut (organosol), pemboran dilakukan
sampai batas lapisan tanah mineral di bawahnya.
Pengamatan dilakukan pada tanah asli (bukan timbunan) di sepanjang
rintisan atau sejajar terhadap saluran-saluran yang ada, pada setiap jarak 200500 m. jika dijumpai kendala tanah yang khusus seperti gambut tebal, pirit
dangkal, tekstur berpasir, dan lain-lain, maka kerapatan pengamatan perlu
ditambah, agar areal tersebut dapat didelinasi batasnya secara lebih
tepat/teliti.
Pengamatan sifat morfologi tanah dengan bor mengikuti pedoman Panduan
Survei Tanah (Puslitanak, 1994); Giudeline for Soil Profile Description (FAO,
1977); Soil Survey Manual (Soil Conservation Cervice, 1993 dan Metode Survei
Tanah Sulfat Masam (AARD dan LAWOO, 1993). Dengan mengacu pedoman
tersebut
di
atas,
lingkungannya.
setiap
Karakteristik
pemboran
tanah
dilakukan
yang
diamati
terhadap
antara
tanah
lain
dan
adalah,
kedalaman tanah, horzonisasi, warna matrik tanah dan karatan, tekstur,
struktur, tingkat kematangan (ripening), konsistensi, reaksi tanah (pH),
ketebalan gambut dan tingkat kematangannya, serta keberadaan pirit.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 39
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Identifikasi senyawa sulfida/pirit dilakukan dengan oksidasi cepat pada
contoh tanah sedar dengan hidrogen peroksida (H2O2 30%).
Sedangkan
pengamatan lingkungan meliputi, kedalaman air tanah, tinggi genangan, tipe
luapan/banjir, pengaruh pasang-surut vegetasi, penggunaan lahan, fisiografi
lahan, bahan induk, bentuk wilayah dan lereng.
C. Pengambilan Contoh Tanah
Disamping
pengamatan
pemboran,
dalam
survey ini
juga
dilakukan
pengambilan contoh tanah untuk analisis di laboratorium. Lokasi pengambilan
contoh tanah akan disesuaikan dengan kondisi penyebaran tanah. Contoh
tanah diambil sebanyak 2-4 lapisan, atau minimal dapat mewakili kondisi
lapisan tanah atas (topsoil) dan lapisan bawah (subsoil). Contoh tanah
dikemas dan diberi notasi, kemudian dikirim ke laboratorium untuk analisis
lebih lanjut.
Parameter yang perlu dianalisis antara lain : tekstur tanah,
kematangan, kemasaman (pH), kadar bahan organik dan kesuburan tanah
(kandungan N, P, K, KTK, basa-basa), sulfur/pirit, salinitas (DHL), serta kadar abu
(khusus untuk tanah gambut). Dalam survey ini, contoh tanah yang diambil
untuk analisis di laboratorium adalah sebanyak 6 titik ( 24 contoh ).
3.7.3.
ANALISIS DAN EVALUASI DATA
Data-data yang diperoleh dari pengamatan lapang serta hasil analisis
laboratorium, kemudian dianalisis dan dievaluasi secara sistematis untuk
memperoleh gambaran kualitas tanah yang ada di daerah survey. Berdasarkan
data sifat-sifat dan karakteristiknya yang seragam, maka tanah diklasifikasikan
dalam satuan jenis/macam tanah. Klasifikasi tanah tersebut dilakukan dengan
berpedoman pada “Keys to Soil Taxonomy” (USDA, 1998) dengan pembagian
sampai tingkat sub-grup. Selanjutnya untuk memperoleh deskripsi kendala tanah
yang khas daerah pasang-surut dan pola pengelolaannya, lahan diklasifikasikan
dalam satuan lahan (land-unit) yang mencerminkan sifat-sifat kendala dan
potensi pengembangannya. Dalam hal ini, lahan-lahan tersebut dikelompokkan
berdasarkan konsep “Land-Unit dan Zona Pengelolaan Air” seperti diuraikan
dalam diskusi ISDP-IBRD loan 3755-IND “Land Unit & Water Management Zones in
Tidal Lands of Indonesia” (EUROCONSULT & associated, Revised Edition, 1996).
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 40
LAPORAN INTERIM
3.7.4.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PEMBUATAN PETA DAN PENYUSUNAN LAPORAN
Hasil pengolahan data tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk peta-peta
dan laporan. Peta dibuat dengan skala 1 : 10.000 atau 1 : 20.000 (disesuaikan
dengan luas areal survey) serta mencakup jenis peta-peta sebagai berikut :
 Peta penyebaran macam tanah
 Peta ketebalan gambut
 Peta kedalaman lapisan pirit
 Peta kedalaman air tanah dan tinggi genangan
 Peta satuan lahan (land-unit) dan kesesuaian lahan
 Peta rekomendasi penggunaan lahan (zona pengelolaan air)
3.8.
SURVEY SOSIAL EKONOMI
Pekerjaan Survei Sosial Ekonomi mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Pekerjaan Persiapan,
2. Survey Lapangan,
3. Analisis dan evaluasi data dan penyusunan laporan.
3.8.1.
PERSIAPAN
Persiapan merupakan kegiatan tahap awal sebelum pekerjaan survey lapangan
mulai dilakukan.
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan
adalah :
 Studi literatur : pengumpulan dan analisis data sekunder.
 Penyiapan rencana kerja dan peta pengamatan lapangan.
 Pengadaan bahan-bahan dan peralatan survey.
3.8.2.
SURVEY LAPANGAN
Survey lapangan dilakukan oleh
Agronomist/Agro-socioeconomist dengan
dibantu oleh surveyor. Survey dilaksanakan dengan menjelajahi seluruh daerah
survey serta melakukan pengamatan tanah.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagal berikut:
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 41
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Wawancara secara tertutup dan terbuka
 Pengamatan langsung & dari informasi/penjelasan pejabat terkait.
 Pengumpulan informasi tercatat yang diterbitkan oleh badan/lembaga terkait
yang berwenang (data sekunder)
Kegiatan lapangan dapat dirinci sebagai berikut :
A. Orientasi Lapangan
Orientasi lapangan atau pra-survey dilakukan sebelum pelaksanaan survey.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum tentang
kondisi daerah survey.
Hasil orientasi lapangan sangat diperlukan dalam
menentukan metoda dan program kerja, sehingga pelaksanaan survey lebih
terarah, efektif dan efisien.
B. Inventarisasi data sekunder
Inventarisasi data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data-data
yang ada di Kantor Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan Propinsi. Inventarisasi
data dan diskusi juga dilakukan dengan berbagai instansi terkait seperti
Bappeda, Dinas Pengairan, Pertanian, Dinas Perkebunan, dan sebagainya
untuk memperoleh data-data dan masukan mengenai program-program
sektoral dan daerah. Data yang dikumpulkan meliputi : kondisi demografi,
perekonomian, prasarana/sarana, produksi pertanian, organisasi sosial, sosialbudaya masyarakat di daerah survey.
C. Inventarisasi data primer.
Inventarisasi data primer dilakukan dengan cara melakukan observasi
lapangan, wawancara dengan tokoh masyarakat, dan wawancara dengan
petani responden.
Wawancara dengan tokoh masyarakat dilakukan
terhadap para pemimpin formal (Kepala Desa, Camat, petugas lapangan)
maupun pemimpin informal setempat. Sedangkan wawancara terhadap
petani responden dilakukan dengan cara memilih sejumlah petani sampel
(responden)
secara
acak
proporsional
dari
populasi
petani
pemilik
lahan/penggarap yang tinggal di Daerah Rawa Sei Cemara. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan system blok random (random block
sampling). Dimana setiap petak tersier mempunyai sampel pewakil minimal 1
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 42
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
(satu) orang responden. Untuk petak tersier yang luasnya 25 ha atau kurang
diambil 1 orang sampel pewakil, sedangkan yang lebih dari 25 ha setiap
kelipatan 25 ha diambil 1 orang responden. Wawancara dilakukan secara
non-formal dengan berpedoman pada kuestionair yang telah disusun. Data
yang diinventarisasi mencakup kondisi penggunaan lahan saat ini, jenis
tanaman, produksi pertanian dan pola tanam, kendala usahatani, masalah
tata air, kondisi ekonomi keluarga petani, kelembagaan, serta persepsi petani
terhadap proyek.
3.8.3.
ANALISIS DAN EVALUASI DATA DAN PENYUSUNAN LAPORAN
Data-data yang diperoleh dari pengamatan lapang dari hasil pengumpulan
data primer dan sekunder, kemudian dianalisis dan dievaluasi secara sistematis
untuk memperoleh gambaran kondisi agro-sosioekonomi yang ada di daerah
survey.
Hasil pengolahan data tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk peta-peta
dan laporan.
Peta tataguna lahan saat ini dibuat dengan skala 1 : 20.000
(disesuaikan dengan luas areal survey) .
Laporan berisi tentang maksud dan tujuan survey, kondisi daerah survey, metoda
kegiatan
survey
kemungkinan
lapangan,
uraian
pengelolaannya,
hasil
kesesuaian
survey,
lahan
masalah-masalah
dan
saran-saran
dan
yang
disampaikan untuk memperbaiki kondisi sekarang, khususnya dihubungkan
dengan pengembangan daerah rawa.
3.9.
SURVEY AGRONOMI
Pekerjaan Survei agronomii untuk Survey, Investigasi dan Desain (SID) Daerah
Rawa Sei Kepayang di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi ini
dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis dalam Term of References (TOR)
yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Pekerjaan Persiapan,
2. Survey Lapangan,
3. Analisis dan evaluasi data dan penyusunan laporan.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 43
LAPORAN INTERIM
3.9.1.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PERSIAPAN
Persiapan merupakan kegiatan tahap awal sebelum pekerjaan survey lapangan
mulai dilakukan.
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan
adalah :
 Studi literatur : pengumpulan dan analisis data sekunder.
 Penyiapan rencana kerja dan peta pengamatan lapangan.
 Pengadaan bahan-bahan dan peralatan survey.
3.9.2.
SURVEY LAPANGAN
Survey lapangan dilakukan oleh Lingkungan dengan dibantu oleh surveyor.
Survey dilaksanakan dengan menjelajahi seluruh daerah survey serta melakukan
pengamatan kondisi lingkungan di lokasi proyek.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagal berikut:
 Wawancara secara terbuka
 Pengamatan langsung & dari informasi/penjelasan pejabat terkait.
 Pengumpulan informasi tercatat yang diterbitkan oleh badan/lembaga terkait
yang berwenang (data sekunder)
Pelaksanaan pengumpulan data lapangan di lakukan dengan wawancara
secara terbuka dilakukan melalui sejumlah pertanyaan terbuka kepada
responden dan identifikasi dan pengamatan langsung.
Kegiatan lapangan dapat dirinci sebagai berikut :
A. Inventarisasi data sekunder
Inventarisasi data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data-data
yang ada di Kantor Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan Propinsi. Inventarisasi
data dan diskusi juga dilakukan dengan berbagai instansi terkait seperti
Bappeda, Dinas Pengairan, Pertanian, Dinas Perkebunan dan Kehutanan, dan
sebagainya untuk memperoleh data-data dan masukan mengenai programprogram sektoral dan daerah.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Data yang dikumpulkan meliputi : kondisi
Hal. 3 - 44
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
lingkungan, prasarana/sarana lingkungan, sosial-budaya masyarakat di
daerah survey.
B. Inventarisasi data primer.
Inventarisasi data primer dilakukan dengan cara melakukan observasi
lapangan. Survey yang dilakukan mencakup :
 Kondisi fisik dan kimia termasuk segala perubahannya dari unsur iklim,
hidrologi, hutan, tata guna lahan, tata ruang, sungai, kondisi tanah dan
lain-lain.
 Kondisi hayati termasuk flora dan fauna
 Kondisi sosial termasuk sosial eonomi dan sosial budaya masyarakat
 Identifikasi keterkaitan proyek dengan kegiatan lain yang sudah ada.
 Identifikasi batas wilayah proyek yang meliputi ; batas proyek, batas
ekologis dan batas administrasi.
3.9.3.
ANALISIS DAN EVALUASI DATA DAN PENYUSUNAN LAPORAN
Data-data yang diperoleh dari pengamatan lapang dari hasil pengumpulan
data primer dan sekunder, kemudian dianalisis dan dievaluasi secara sistematis
untuk memperoleh gambaran kondisi lingkungan yang ada di daerah survey.
Hasil pengolahan data tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk peta-peta
dan laporan. Peta tataguna lahan dan kondisi lingkungan saat ini dibuat dengan
skala 1 : 20.000 (disesuaikan dengan luas areal survey) .
Adapun Analisa kondisi lingkungan di lokasi proyek yang akan dilakukan adalah :
 Kondisi Umum lokasi Proyek
 Masalah-masalah
lingkungan
yang
ada
dan
kemungkinan
penanggulangannya,
 Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL),
 Kajian
Lingkungan
terhadap
tahapan
kegiatan
proyek
yang
akan
dilaksanakan secara keseluruhan dari proyek meliputi : pra konstruksi, konstruksi
dan pasca konstruksi
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 45
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Pendugaan dan evaluasi dampak yang dapat disajikan secara matriks yang
meliputi : komponen kegiatan, macam dampak, penanganandampak, pihak
yang berperan serta termasuk tanggung jawab dan kepentingannya.
Hasil analisa dan evaluasi kondisi lingkungan di lokasi proyek dituangkan dalam
laporan opendukung lingkungan yang berisikan maksud dan tujuan pekerjaan,
metoda survey, hasil survey dan analisa data serta saran-saran yang disampaikan
untuk
memperbaiki
kondisi
sekarang,
khususnya
dihubungkan
dengan
pengembangan daerah rawa.
3.10.
ANALISA DATA DAN PEMETAAN
3.10.1.
ANALISA DATA TOPOGRAFI & PEMETAAN
3.10.1.1. PERHITUNGAN & ANALISA DATA
A.
Hitungan Kerangka Horizontal
Dalam rangka penyelenggaraan Kerangka Dasar Peta, dalam hal ini Kerangka
Dasar Horizontal/posisi horizontal (X,Y) digunakan metoda poligon. Dalam
pengukuran poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu
Jarak dan Sudut Jurusan yang akan diuraikan berikut ini:

Perhitungan Koordinat Titik Poligon
Prinsip dasar hitungan koordinat titik-titik poligon dapat dilihat pada uraian
di bawah. Koordinat titik B dihitung dari Koordinat A yang telah diketahui:
Hitungan Koordinat
XP  X A  dAP Sin AP
YP  YA  dAP Cos AP
Dalam Hal ini:
XA, YA
= Koordinat titik yang akan ditentukan
dAP SinAP = Selisih absis (D XAP) definitif (telah diberi koreksi)
dAP CosAP = Selisih ordinat (D YAP) definitif (telah diberi koreksi)
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 46
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
dAP
= Jarak datar AP definitif
aAP
= Azimuth AP definitif
Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui digunakan rumus
sebagai berikut:
12  1A  1

  AP   A  1  1 180 

 23   21  1  12   2  180 

  AP   A  1   2  2 180 
 34   32   3   23   3  180 


  AP   A  1   2   3  3 180 

 4B   43   4   34   4  180 



  43   A  1   2   3   4  4 180 

Secara garis besar bentuk geometri poligon dibagi menjadi Poligon Tertutup
(loop) dan Poligon Terbuka, apabila dalam hitungan syarat geometri tidak
terpenuhi maka akan timbul kesalahan penutup sudut yang harus
dikoreksikan ke masing-masing sudut yang akan diuraikan sebagai berikut.
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan metoda Bowdith.
Rumus-rumus yang merupakan syarat geometrik poligon dituliskan sebagai
berikut:
a. Sarat Geometriks Sudut
Akhir - Awal -  + n.180o = f
dimana:

= Sudut Jurusan

= Sudut Ukuran
n
= Bilangan Kelipatan
f
= Salah penutup sudut
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 47
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
b. Syarat Geometriks Absis
m
 X Akhir  X Awal    X i
0
i 1
dimana:
i
= Jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = Jumlah jarak
X
= Absis
X = Elemen vektor pada sumbu absis
m
= Banyak titik ukur
c. Koreksi Ordinat
KY  
di
fY
 di
dimana:
dI
= Jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = Jumlah jarak
Y
= Ordinat
Y = Elemen vektor pada sumbu ordinat
m
= Banyak titik ukur
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier-(SL) ditentukan berdasarkan
besarnya kesalahan linier jarak (KL)
SL 
KL 

 fX
2
 fX
2
 fY 2


 fY 2
 1 : 5.000
D
Pengamatan Azimuth Astronomis
Untuk menghitung azimuth matahari didasarkan pada rumus-rumus sebagai
berikut
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 48
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Cos M 
Sin  Sin.Sinm
Cos.Cos.m
dimana:
M = azimuth matahari

= deklinasi matahari dari almanak matahari
m
= sudut miring ke matahari

= lintang pengamat (hasil interpolasi peta topografi)
Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut
Zenith (Z) yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut:
dimana:
Z d  Z u  r  1 d  p  i atau
2
m d  mu  r  1 d  p  i
2
Zd
=
sudut zenith definitif
md
=
sudut miring definitif
Zu
=
sudut zenith hasil ukuran
mu
=
sudut zenith hasil ukuran
r
=
koreksi refraksi
1/2d =
koreksi semidiameter
p
=
koreksi paralax
I
=
salah indeks alat ukur
B. Hitungan Kerangka Vertikal
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan
pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM).

Syarat geometris
H Akhir  H Awal   H  FH


T  8 D mm
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 49
LAPORAN INTERIM

SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Hitungan Beda Tinggi
H12  Btb  Btm

Hitungan Tinggi Titik
H 2  H1  H12  KH
dimana:
H
=
Tinggi titik
H
=
Beda tinggi
Btb
=
Benang tengah belakang
Btm =
Benang tengah muka
FH
=
Salah penutup beda tinggi
KH
=
Koreksi beda tinggi

d
d
FH
T
=
Toleransi kesalahan penutup sudut
D
=
Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal (kilo meter)
C. Perhitungan Situasi Detail
Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara Tachymetri dengan
menggunakan alat ukur theodolite kompas (TO). Dengan cara ini diperoleh
data-data sebagai berikut:
 Azimuth magnetis
 Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
 Sudut zenith atau sudut miring
 Tinggi alat ukur
Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses
hitungan, diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah
diketahui koordinatnya (X, Y, Z).
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 50
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (X,
Y, Z), digunakan rumus sebagai berikut:
Untuk menghitung jarak datar (Dd)
TB  TA  H
1

H   100Ba  Bb Sin 2m  TA  Bt
2

Dd
= DOCos2m
Dd
= 100(Ba-Bb)Cos 2 m
Dimana:
TA
=
Titik tinggi A yang telah diketahui
TB
=
Titik tinggi B yang akan ditentukan
H
=
Beda tinggi antara titik A dan B
Ba
=
Bacaan benang diafragma atas
Bb
=
Bacaan benang diafragma bawah
Bt
=
Bacaan benang diafragma tengah
TA
=
Tinggi alat
Dd
=
Jarak optis [100(Ba-Bb)]
m
=
sudut miring
Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya
kemampuan jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan
diperlukan titik-titik bantu yang membentuk jaringan poligon kompas terikat
sempurna. Sebagai konsekuensinya pada jalur poligon kompas akan terjadi
perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah orientasi utara peta
sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi koreksi
Boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan matematik koreksi
boussole (C) adalah:
C=g-m
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 51
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
dimana:
G
=
Azimuth geografis
M
=
Azimuth Magnetis
Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat tergantung pada
skala peta yang akan dibuat, selain itu keadaan tanah yang mempunyai
perbedaan tinggi yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat.
3.10.1.2.
PENGGAMBARAN
 Pengambaran diatas kertas kalkir ukuran A-1 (594 x 841 mm)
 Pengambanan tampang memanjang dan situasi trace saluran digambar
dalam satu lembar kalkir dengan ketentuan:
a) Situasi trace saluran skala 1: 2.000.
b) Potongan memanjang:

Horisontal
: Skala I : 2.000

Vertikal
: Skala 1: 100 (untuk daerah datar)
Skala 1: 200 (untuk daerah curam atau bervariasi)
 Draft pengambanan harus dilakukan diatas kertas milimeter yang diperiksa
dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan dinyatakan secara tertulis.
 Semua penggambaran harus mengacu pada Standar Perencanaan Irigasi
KP-07.

Bentuk Hasil Penggambaran
 Gambar draft dilakukan di atas kertas milimeter yang telah disetujui oleh
pihak Direksi, dengan garis silang untuk grid dibuat setiap 10 cm
 Semua Bench Mark (BM) dan titik referensi harus digambar pada peta, dan
dilengkapi dengan data elevasi dan koordinat
 Pemberian angka kontur harus jelas terlihat, dengan interval 2,5 meter
digambar lebih tebal
 Legenda pada gambar harus sesuai dengan apa yang ada di lapangan,
dan penarikan kontur/jalur data sadei bukit harus ada data elevasinya. Titik
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 52
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
pengikat/referensi peta harus tercantum pada peta, dan ditulis dibawah
legenda.
 Garis sambungan (overlap) pada peta sebesar 5 cm
 Gambar peta topografi skala 1:5.000 dan 1:2000 digambar di atas kertas
kalkir , dengan ukuran A1
 Lembar peta harus diberi nomor urut yang jelas dan teratur, serta format
gambar peta harus sesuai dengan ketentuan dari Direksi Pekerjaan
 Sehubungan dengan ketelitian peta, ditetapkan batasan sebagai berikut :
 Semua tanda silang untuk grid koordinat tidak boleh mempunyai
kesalahan lebih dari 0,3 mm, diukur dari titik kontrol horisontal terdekat.
 Titik kontrol vertikal, posisi horisontalnya tidak boleh mempunyai
kesalahan lebih dari 0,60 mm, diukur dari garis atau titik kontrol horisontal
terdekat
 95% dari bangunan penting, seperti bendung, dam, jembatan, saluran,
dan sungai, tidak mempunyai kesalahan lebih dari 0,60 mm, diukur dari
grid atau titik kontrol horisontal terdekat. Sisanya 5%, tidak boleh
mempunyai kesalahan lebih dari 1,20 mm
 Pada sambungan gambar, lebar peta satu dengan yang lain, garis
kontour, bangunan, saluran, dan sungai, harus tepat tersambung.

Produk Kegiatan Survey Topografi
Laporan disajikan dalam bentuk naskah ataupun gambar peta dan laporan
ini harus disampaikan secara terpisah (volume penunjang) dengan laporan
akhir.
 Buku sketsa lapangan untuk bangunan dan saluran usulan (untuk
rehabilitasi)
 Gambar inventarisasi kondisi saluran dan bangunan usulan (untuk
rehabilitasi) + foto lapangan (beserta negatipnya).
 Buku pengukuran tampang memanjang,tampang melintang poligon dan
situasi trace serta situasi bangunan
 Buku diskripsi BM
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 53
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Pengambaran hasil pengukuran:
 Tampang memanjang saluran dengan denah situasi trace saluran.
 Tampang melintang.
3.10.2.
ANALISA DATA HIDROLOGI
Analisa dan Evaluasi Data Hidrologi terdiri dari:
3.10.2.1.
CURAH HUJAN HARIAN MAKSIMUM RENCANA
Berdasarkan data hidrologi yang berhasil dikumpulkan, dilakukan analisis data
hujan untuk mendapatkan data curah hujan rencana. Data hujan yang berhasil
dikumpulkan adalah data hujan harian maksimum pada stasiun wilayah DPS
yang distudi.
Dari data hujan harian maximum dilakukan analisa curah hujan rencana
maximum. Data ini selanjutnya akan digunakan untuk perhitungan debit banjir
rencana. Curah hujan rencana diambil untuk periode ulang 5, 10, 20, 50 dan 100
tahun. Data curah hujan harian maksimum yamg dipergunakan dapat dilihat
pada tabel di bawah.
Perhitungan curah hujan maksimum dilakukan dengan menggunakan Metoda
Gumbel, Metoda Log Pearson III, dan Log Normal 2 Parameter untuk masingmasing stasiun. Dalam perhitungannya konsultan menggunakan program paket
yang telah biasa digunakan yaitu program SMADA. Cara perhitungan dari ketiga
metoda diatas adalah sebagai berikut:
A. Metoda Gumbell
Untuk curah hujan rencana yang dihitung dengan menggunakan Distribusi
Gumbel, persamaan yang digunakan adalah:
X T  X  KT .S X
SX 

 X  xi
n 1
WAHANA REKA TEKINDO pt.

2
Hal. 3 - 54
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT

6
T 
 0.5772  ln  ln 
  

 
  T 1
KT  
dimana :
XT
=
=
=
=
=
X
KT
Sx
T
curah hujan maksimum dalam periode ulang T
curah hujan rata-rata
Koefisien dispersi
Standar Deviasi
Periode Ulang
Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut, maka didapat harga curah hujan
maksimum untuk beberapa periode ulang yang diperlukan.
B. Metoda Log Pearson III
Untuk curah hujan rencana yang dihitung dengan menggunakan Distribusi
Log Pearson III, yang formulanya adalah sebagai berikut:
LogX TR  LogX  k *  log X
Sedangkan untuk mencari besarnya masing-masing koefisien diatas adalah
sebagai berikut:
LogX 
 LogX
n

 LogX  LogX
n 1
S log X 
G

n  LogX  LogX

2

3
n  1. n  2.S LogX 3
dimana:
X
= Curah hujan (mm)
X
= Curah hujan rata-rata
TR
= Perioda ulang
k
= faktor frekuensi tertentu f(G,TR) lihat tabel
G
= Koefisien kemencengan
n
= Jumlah data
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 55
LAPORAN INTERIM
Dengan
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
memasukkan
data-data
curah
hujan
yang
ada
ke
dalam
persamaan-persamaan tersebut akan diperoleh data curah hujan rencana
untuk periode ulang yang dicari.
C. Metoda Log Normal 2 Parameter
Untuk curah hujan rencana yang dihitung dengan menggunakan Persamaan
Log Normal 2 Parameter yang digunakan adalah:
log XTR = log x + k.Slogx
Cv 
Slog x
log x
 (log x  log x )
Slogx =
log x =
2
i
(n  1)
 log x
i
n
Dimana:
XTR
= besarnya curah hujan dengan periode ulang t
n
= jumlah data
log
= curah hujan harian maksimum rata-rata dalam harga logaritmik
k
= faktor frekuensi dari Log Normal 2 parameter, sebagai fungsi dari
koefisien variasi, Cv dan periode ulang t
Slogx = standard deviasi dari rangkaian data dalam harga logaritmiknya
Cv
= koefisien variasi dari log normal 2 parameter
D. Uji Kesesuaian
Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorof ini digunakan untuk menguji simpangan
secara mendatar. Uji ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Data curah hujan harian diurutkan dari kecil ke besar. Menghitung
besarnya harga probabilitas dengan persamaan Weibull.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 56
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
2. Dari hasil output program SMADA didapat perbedaan maksimum antara
distribusi teoritis dan empiris untuk tiap data yang disebut dengan Dhit,
Harga Dhit tersebut kemudian dibandingkan dengan Dcr yang didapat
dari Tabel-3.1 untuk suatu derajat tertentu (a), dimana untuk bangunanbangunan air harga a diambil 5%.
3. Bila harga Dhit < Dcr , maka dapat disimpulkan bahwa penyimpangan
yang terjadi masih dalam batas-batas yang diijinkan.
Pengujian dilakukan pada masing-masing stasiun.
Tabel-3.1 : Nilai kritis (Dcr) dari Smirnov-Kolmogorov
n
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
n > 50

0.20
0.45
0.32
0.27
0.23
0.21
0.19
0.18
0.17
0.16
0.15
1,07
n
0.10
0.51
0.37
0.30
0.26
0.24
0.22
0.20
0.19
0.18
0.17
1,22
n
0.05
0.56
0.41
0.34
0.29
0.27
0.24
0.23
0.21
0.20
0.19
1,36
n
0.01
0.67
0.49
0.40
0.36
0.32
0.29
0.27
0.25
0.24
0.23
1,63
n
3.10.2.2. DEBIT BANJIR RENCANA
Perhitungan debit banjir dimaksudkan untuk perhitungan elevasi tanggul penutup
daerah genangan. Metoda perhitungan yang umum dipakai dalam menghitung
debit banjir dari data curah hujan maksimum harian, kemudian dihitung debit
banjirnya. Perioda ulang dari banjir yang akan dihitung adalah banjir dengan
perioda ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun. Dari hasil yang didapat dari analisis
curah hujan maximum, kemudian dihitung debitnya.
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:
A. Metoda Melchior
 Dalam Metoda Melchior koefisien runoff (a) telah dianjurkan untuk
memakai 0,52.
 Koefisien reduksi (b) : 1,5518 N-0,2725 x A-0,1491 x SIM-0,0259 x S-0,0733
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 57
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Dimana :
b
A
N
SIM
S
=
=
=
=
=
koefisien reduksi
luas DAS (km2)
Jumlah stasiun hujan yang tersedia
faktor simetri
landai rata-rata
 Dalam Metoda ini, koefisien reduksi dihitung dengan menggunakan rumus:

1970
 2240
  0.12
dimana:
F
= Luas Suatu ellips yang meliputi seluruh DPS sungai
a,b = Panjang jari-jari sumbu ellips
 Waktu konsentrasi t
Waktu konsentrasi dihitung dengan menggunakan rumus:
t
L
3.6v

v  1.31      q  f  i 2
i

1
5
H
0.9  L
dimana:
L
= panjang sungai (km)
v
= kecepatan rata-rata air (m/det)
t
= waktu konsentrasi (jam)
q
= hujan maksimum (m3/km2/detik)
= hujan dengan periode tertentu hanya sekali disamai atau
melampaui
f
= luas daerah aliran sungai
i
= kemiringan rata-rata sungai
H = beda elevasi hulu sungai dengan mulut DPS
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 58
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Hujan maksimum
Hujan maksimum dihitung dengan menggunakan rumus:
q
RT
3. 6  t
dimana:
RT
= peride ulang (mm)
t
= lamanya hujan (jam)
q
= debit rata-rata (m3/km2/detik)
 Debit Banjir
Debit banjir dihitung dengan menggunakan rumus:
Q   q f 

RT
m3 / det
200

B. Syntetic unit Hidrograph menurut Snyder
Perhitungan banjir rencana dengan menggunakan metoda ‘Hidrograph
Satuan’ dapat dilakukan jika ‘Time of rise to peak’ dan ‘peak discharge’
diketahui. Perhitungan yang digunakan dalam studi ini adalah perhitungan
hidrograf satuan cara Snyder yang digabungkan dengan pembuatan kurva
hidrograf menurut cara Alexeseyev.
Metoda Hidrograph Satuan Sintetis menurut Snyder
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 59
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Menentukan log-time
tp = 1.1 – 1.4(L.Lg)0.3 dalam jam
dimana :
tp
= log-time dan titik berat hujan efektif selaman tr ke puncak
Hidrograph Satuan dalam jam
L
= jarak dari stasiun ke batas teratas dari daerah pengaliran
dalam km
Lg = jarak dari stasiun ke titik berat daerah pengaliran dalam km
 Lama hujan efektif
Tp1 = tp + 0.25(tr – te)
 Rise to peak
Tp = tp +0.5.tr
 Peak discharge (l/det), untuk hujan efektif 1 mm pada 1 km2
qp 
275.C p
tp
 Peak discharge untuk hujan efektif 1 inci (25.4 mm) pada daerah seluas A
km2, dalam m2/det
Qp  q p .
25.4
.A. (m 2 / det)
1000
Dari harga-harga tersebut di atas dapat di bentuk hidrograf satuan sintetis
yang diperlukan. Setelah didapat bentuk hidrograph satuannya, maka
dilakukan perhitungan debit banjir akibat hujan rencana yang dihitung
dengan metoda Gumbel. Untuk perencanaan, maka hujan rencana yang
dihitung didistribusikan selama 6 jam dengan distribusi seperti yang disarankan
oleh Dr. Boerema di beberapa tempat di Indonesia. Dengan distribusi hujan
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 60
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
tersebut maka dengan melakukan superposisi terhadap pengaruh dari hujanhujan tiap jam diperoleh hidrograph banjirnya.
 Bentuk Unit Hydrograph :
Pembuatan lengkung hidrograph menurut cara Alexseyev didasarkan
pada funsi sebagai berikut :
Y  10
a
1  x 2
x
(1)
Dimana
Y
Q
t
…..(1a) , Y 
…..(1b),
QP
tP
a  f x …..(1c)
Sedangkan :

QP  TP
, W = 1000h.A
W
dimana :
h
= excess rain (run-off) dalam mm.
A
= luas daerah pengaliran dalam km2.
Tp
= rise to peak dalam detik.
3.10.2.3.
ANALISA HIDROTOPOGRAFI WILAYAH SURVEY
Hidro topografi bertujuan untuk mengetahui level air bajir atau pasang terhadap
lahan dan luasan lahan yang tergenang. Proses pembuatan hidro topografi
adalah sebagai berikut:
1. Daerah lokasi kajian bisa dibagai dalam beberapa sub lokasi
yang
dipengaruhi oleh saluran/ sungai tempat pembuangan atau sungai yang
menimbulkan banjir.
2. Masing-masing sub lokasi tersebut luasan konture dengan antara 0.25 atau 0.5
m. dan dihitung luasan komulatifnya.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 61
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
3. Masing masing kontur tersebut diprosentasekan luasannya terhadap luasan
total per sub lokasi.
4. Dibuatkan grafik hubungan antara elevasi dengan prosentase luasan tersebut.
5. Untuk lokasi keseluruhan tinggal dilakukan penjumlahan luasan setiap konture
dan
dibuatkan
prosentasenya
dan
dibuatkan
grafiknya
untuk
lokasi
keseluruhan.
6. Untuk daerah banjir yang dipengaruhi oleh pasang surut harus dilakukan
perhitungan stokastik dari fluktuasi muka air dari hasil penelitian hidrometri
selama 15 hari yaitu:
 Menentukan rage level pasut dengan perbedaan 0.25 atau 0.5 m.
 Dihitung jumlah kejadiannya untuk setiap batasan level serta dihitung
komulatif kejadian terluapinya (perhitungan awal dari level paling tinggi).
 Dihitung prosentase kejadian terhadap total kejadian (per jam).
 Digambarkan grafiknya antara level air dan prosentase kejadian disamping
grafik topografi.
7. Untuk daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut harus dilakukan
perhitungan lengkung debit pada setiap sungai/ saluran dan digambarkan
disamping lengkung topografi.
3.10.2.4.
ANALISA BEBAN DRAINASE
Beban air limpasan ditetapkan atas keinginan tanaman untuk bisa tetap hidup
dengan baik supaya produksi tetap besar. Untuk itu kriteria hujan yang digunakan
dalam perhitungan adalah seperti berikut ini:

Data hujan harian selama 10 tahun (jika tersedia)

Hujan 1,2,3,4,5, dan 6 harian maksimum setiap tahun.

Distribusi hujan harian selama 6 hari hujan maksimum.

Hujan rencana dengan menggunakan periode ulang 5 tahunan.
Data yang digunakan adalah data harian untuk pencatatan minimum selama
10 tahun berturut-turut sepanjang tersedia. Apabila tidak diperoleh data harian,
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 62
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
dapat digunakan data hujan bulanan dengan mengubah hujan Bulanan
menjadi Harian menggunakan Rumus Haspers:
Untuk hujan selama: 19 jam < t < 30 hari
R24 = Rt / (0,707 (t-1)
Notasi:
R24
= hujan harian maksimum
Rt
= hujan dengan jujuh t hari
t
= jujuh hujan (hari)
(R1)tr dihitung dengan Sebaran Peluang Gumbel:
Rtr = R * (Ytr - Yn)/Sn x Sx
Notasi:
(R1)tr = hujan harian maksimum dengan masa ulang tr tahun
R
= rata-rata hujan harian maksimum
Yn
= rata-rata peubah tereduksi
Sn
= simpangan baku tereduksi
Ytr
= peubah tereduksi
Sx
= simpangan baku
3.10.2.5.
MODUL DRAINASE
Beban air limpasan ditetapkan atas keinginan tanaman untuk bisa tetap hidup
dengan baik supaya produksi tetap besar. Untuk itu kriteria beban drainase untuk
masing-masing tanaman yang digunakan dalam perhitungan adalah seperti
berikut ini:
1. Drainage module untuk palawija dan lahan pekarangan.
 Aliran permukaan harus habis di drain selama 2 hari (hari ke 1-2).
 Base flow harus dibuang selama 2 hari (hari ke 3 - 4) sampai mencapai
rencana muka air 50 cm dibawah muka tanah (rencana air tanah di
lahan).
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 63
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Infiltrasi terjadi selama aliran permukaan terjadi. (tergantung tanahnya, +
25 mm/hari).
 Tidak ada evaporasi karena waktu pendek dan keadaan hujan
 Rencana muka air di saluran ialah 10 cm dibawah rencana air tanah di
lahan.
2. Drainage module untuk padi basah.
 Aliran permukaan harus habis di drain selama 3 hari (hari ke 1-3).
 tidak ada base flow yang harus dibuang
 Ada genangan air 50 mm diatas muka tanah .
 Infiltrasi tidak terjadi, kareana air di saluran tinggi.
 Tidak ada evaporasi karena waktu pendek dan keadaan hujan
 Rencana muka air di saluran ialah 10 cm dibawah muka tanah di lahan.
3. Drainage module untuk treecrops.
 Aliran permukaan harus habis di drain selama 3 hari (hari ke 1-3).
 Rencana muka air tanah di lahan 50 cm dari muka tanah.
 Base flow harus dibuang selama 3 hari (hari ke 4 - 6) sampai mencapai
rencana ka air 50 cm dibawah muka tanah.
 Infiltrasi terjadi selama aliran permukaan terjadi. (tergantung tanahnya, +
25 mm/hari).
 Tidak ada evaporasi karena waktu pendek dan keadaan hujan
 Rencana muka air di saluran ialah 10 cm dibawah rencana air tanah di
lahan.
4. Drainage module untuk greenbelt.
 Aliran permukaan maksimum habis di drain selama 6 hari (hari ke 1-6).
 Tidak ada base flow yang harus dibuang.
 Diperbolehkan ada genangan air 50 mm diatas muka tanah .
 Infiltrasi tidak terjadi, karena air di saluran tinggi.
 Tidak ada evaporasi karena waktu pendek dan keadaan hujan.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 64
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Rencana muka air di saluran ialah 10 cm dibawah muka tanah di lahan.
Gambar 3.5 : Contoh Hasil Perhitungan Drainage Modul untuk Padi dan Greenbelt
3.10.2.6.
KEDALAMAN PONTENSIAL DRAINASE
Perhitungan potensial drainase berdasarkan pada elevasi lahan serta fluktuasi
muka air baik pasut ataupun daerah non pasang surut.
Potensial drainage
terbagi menjadi 3 kelas yaitu 0 - 30 cm, 31 - 60 cm, > 60 cm.
Gambaran potensial drainage dan hubungan dengan permukaan air pasang
surut bisa dilihat pada gambar grafik dibawah ini.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 65
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
KATEGORI HIDROTOPOGRAFI
RAWA PASANG-SURUT
Gambar-3.6 : Kategori Hidrotopografi Rawa Pasang Surut
KATEGORI LAHAN RAWA
NON PASANG SURUT (LEBAK)
Gambar-3.7 : Kategori Lahan Rawa Non Pasang Surut
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 66
LAPORAN INTERIM
3.10.2.7.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
KETERSEDIAAN AIR
Ketersediaan air dihitung berdasarkan curah hujan andalan yang diperoleh
berdasarkan analisis statistik peluang terjadi menurut Weibull untuk penentuan
tahun rencananya, yakni;
P = m/(n-1) * 100 %
Notasi :
P
= peluang terjadi disamai atau dilampaui.
m = urutan kejadian curah hujan tahunan dari besar ke kecil.
n
= jumlah data
Perhitungan selanjutnya dengan menggunakan hujan andalan maka dapat
dihitung debit andalan dengan menggunakan paket program (WATBAL Versi 95)
yang dibuat oleh Jurusan Sipil ITB Sub jurusan Teknik Sumber Daya Air atas dasar
rumus water balance.
Ketersediaan air tersebut berdasarkan aliran air dari DAS sungai, sedangkan
ketersediaan air yang berasal dari adanya energi pasang surut tergantung dari
karakteristik topografi lahan terhadap pasut dan intrusi air asin, yaitu sebagai
berikut:
1. Potensial Irigasi pasang surut terbagi menjadi 2 kelas yaitu :
 <= 4 kali terluapi oleh pasang surut selama periode 15 hari.
 > 4 kali terluapi pasang surut selama periode 15 hari
2. Intrusi air asin yang akan masuk ke lokasi terbagi menjadi 2 kelas yaitu:
 <= 1 bulan kena intrusi air asin dengan kadar = > 5 ms/cm
 > 1 bulan kena intrusi air asin dengan kadar = > 5 ms/cm
3.10.2.8.
BANJIR RENCANA
Evaluasi mengenai banjir maksimum yang pernah terjadi yang akan digunakan
untuk mengkontrol sistim tata air yang direncanakan. Pengontrolan mengenai
elevasi banjir ini dapat dilakukan dengan mengamati AWLR yang ada ataupun
data lainnya yang dapat digunakan untuk menaksir catatan elevasi banjir yang
pernah terjadi.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 67
LAPORAN INTERIM
3.10.3.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
ANALISA PASANG SURUT
Analisis pasang surut dimaksudkan untuk mendapatkan parameter-parameter
yang diperlukan bagi desain perencanaan bangunan air yang terkena pengaruh
pasang-surut . Parameter-parameter yang dimaksud:
a) Komponen pasang surut
b) Elevasi muka air acuan dan elevasi-elevasi penting
Metoda penguraian pasang surut yang digunakan adalah Metode Admiralty.
Setelah mendapatkan komponen pasang surut, dapat dilakukan peramalan
elevasi muka air di waktu-waktu mendatang, untuk selanjutnya berdasarkan
elevasi ramalan ini ditentukan elevasi-elevasi penting yang merupakan tabiat
pasang surut secara statistik di lokasi pekerjaan.
Metode Admiralty
Pergerakan vertikal muka air laut yang diakibatkan proses pasang surut dapat
dinyatakan sebagai superposisi harmonik dari komponen pasang surut (tidak
constituent), yaitu :
N
Y( t )  S0   Fn A n Cos n t  Vn  g n 
n 1
dimana
Y(t) = Elevasi muka air
S0
= Muka Air Rata-rata
M
= Jumlah Data Observasi
Fn
= Faktor koreksi untuk komponen ke-n
An = Amplitudo komponen ke-n pasang surut
n = Frekuensi sudut dari komponen ke-n
Vn = Astronomical argument untuk komponen ke-n
3.10.4.
ANALISA DATA MEKANIKA TANAH
Pekerjaan analisa data geologi/mekanika tanah dilakukan untuk mendapatkan
suatu gambaran tentang kondisi geologi/mekanika tanah di lokasi studi dan
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 68
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
memberikan suatu rekomendasi dalam melakukan perencanaan bangunan dan
jaringan irigasi.
Berdasarkan
digambarkan
ciri
litologinya
kemudian
penyebarannya
dalam
setiap
batuan
dikelompokan
peta
geologi.
Selanjutnya
dan
untuk
mengetahui penyebaran batuan dibawah permukaan dibuat penampang
statigrafinya.
3.11.
PENYUSUNAN RENCANA LAY-OUT JARINGAN
Kegiatan penyusunan lay-out jaringan dilakukan dengan mengikuti standar
perencanaan jaringan daerah rawa sesuati yang ada. Lay-out yang disusun
dengan membuat beberapa alternatif skema jaringan dengan pertimbangan
dari segi teknis operasi dan pemeliharaan dan efesiensi pengelolaan air dan
kesesuian lahan. Dari beberapa alternatif yang di keluarkan akan di ajukan suatu
alternatif yang baik dan sesuai, tidak mempengaruhi dan harus mendukung
kondisi jaringan lama bila ada.
Pelaksanaan lay out tata air ini akan dilaksanakan dengan berpedoman pada:
 Memanfaatkan semaksimal mungkin tata air yang ada.
 Cost efective dalam arti memanfaatkan semaksimal mungkin keadaan
alam yang ada sehingga tata air yang dibangun dapat berfungsi dengan
baik.
 Mudah melaksanakan pembangunannya di daerah tersebut.
 Mudah pengoperasian dan pemeliharaannya.
Untuk mencapai sasaran di atas, dalam tahapan ini akan disusun secara jelas
mengenai Kriteria Desain dan Metode Perhitungan yang akan digunakan untuk
Detail Desain Pelaksanaan pekerjaan ini yang dilakukan dalam 2 sub tahapan,
yaitu:
3.11.1.
PENYUSUNAN KONSEP DESAIN
Adalah tahapan berupa penyusunan Tetapan-tetapan atau Standart dan Rumus
yang akan digunakan dalam perencanaan, berupa suatu Kriteria Perencanaan
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 69
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
ini merupakan tetapan yang dianggap paling sesuai untuk daerah yang akan
direncanakan berdasarkan masukkan-masukkan yang diterima dari pekerjaan
survey lapangan.Aspek-aspek yang akan ditinjau dalam tahapan ini meliputi:
A. Kriteria Hidrologi
Kriteria ini diperoleh berdasarkan masukkan dari survey hidrologi dan
hidrometri, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian proposal ini. Kriteria
yang diterima berupa :
 Hidrotopografi
 Beban Drainase, terdiri dari:
 Hujan Rencana;
 Modul Drainase;
 Ketinggian Banjir;
 Sedimen Parameters;
 Beban suplai.
B. Kriteria Hidrolika
1. Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran di dalam saluran ditentukan sedemikian, sehingga tidak
terjadi pengendapan maupun penggerusan. Dengan demikian aliran
akan berkisar diantara kecepatan minimum dan kecepatan maksimum
yang diperbolehkan, sesuai dengan bahan saluran yang ada.
Akan tetapi apabila ada keterbatasan dari energi yang tersedia (head,
perbedaan tinggi atau drainage potensial) dan kriteria tersebut tidak bisa
dipenuhi selamanya, maka akan diberikan cara pemeliharaannya.
Mengingat pada kawasan pengembangan dipengaruhi pasang surut
masih
dominan,
maka
untuk
pelaksanaan
perhitungan
hidrolika
perencanaan peningkatan tata reklamasi rawa ini akan dilakukan dengan
model matematis berdasarkan pada program yang umum digunakan.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 70
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Model matematis yang diusulkan adalah PENPAS ataupun DU-FLOW. Pada
prinsipnya DU-FLOW adalah suatu model aliran yang tidak tunak
(unsteady) satu dimensi. Persamaan dasar pada program ini diselesaikan
dengan persamaan pendekatan numerik selisih hingga (Finite Difference),
persamaan tersebut dapat menyelesaikan aliran tidak tunak dan gerak
garam (saltmovement) pada sungai estuary dan saluran.
Persamaan yang digunakan adalah :
Gerak Air :
Persamaan gerak :
u Vv gh gV |V | l.ga


 2 
0
t x
x
C R 2lx
Persamaan Kesinambungan :
h q

0
t x
Gerak Garam :
Persamaan Pengangkutan :
T  Q.S  AD
c
x
Persamaan Kesinambungan :
T
 (a.s)
b
0
x
t
Sementara hubungan nilai salinitas dan massa jenis adalah :
 10000,75s
dimana :
V
= Kecepatan aliran (m/det)
h,a = Kedalaman aliran (m)
C
= Konstanta Chezy
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 71
LAPORAN INTERIM
R
= Jari-jari hidrolis saluran (m)
q
= Debit persatuan lebar (m3/det/m)
x
= Jarak (m)
t
= Waktu (det)
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
= Percepatan Gravitasi (m/det2)
= Massa Jenis (kg/m3)
T
= Angkutan
Q
= Debit (m3/s)
A
= Luas Penampang Basah
S
= Salinity
b
= Lebar Permukaan
D
= Koefisien dispersif
C
= Konsentrasi
Untuk solusi numerik diperlukan skematisasi pada sistem sungai ke dalam
suatu jaringan (Network) yang terdiri dari ruas (branch) dan titik (nodes).
Pada proses nodes muka air dan salinitas dihitung dengan persamaan
kesinambungan dan pada ruas (cabang) debit, kecepatan dan angkutan
garam yang dihitung dengan persamaan gerak kemudian angkutan
sedimen.
2. Penyusunan Model Matematis
Pembuatan model matematis dengan menggunakan program DU-FLOW,
dapat dilihat pada Gambar 3.9. Dengan skema tersebut pada Gambar
3.10, tahapan penyusunan model dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Definisi Masalah
Yang dimaksud dengan definisi masalah adalah daerah yang akan
dikaji dipengaruhi oleh pasang surut sehingga suatu metode komputer
model matematis yang dapat dipergunakan di daerah pasang surut.
Dalam hal ini kita pergunakan DU-FLOW.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 72
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Penyederhanaan Masalah
Sejauh mana daerah kajian dapat kita sederhanakan, tetapi masih
dalam batas-batas teknis yang memenuhi. Hal ini dimaksudkan agar
dalam proses perhitungan DU-FLOW, dapat dilakukan lebih efektif yaitu
lebih cepat dan hasilnya dapat diterima.
 Kalibrasi
Adalah mencari/mensimulasi keadaan eksisting dengan suatu model
matematis. Dari hasil kalibrasi akan nilai kekasaran dan karakteristik
tampungan di sepanjang sungai yang sedang dikaji.
 Metode Komputasi
Adalah proses perhitungan hidrolika yang dilakukan oleh program DUFLOW
 Verifikasi
Adalah proses untuk memeriksa keluaran hasil kalibrasi. Contohnya
apabila terjadi perbedaan dalam pengambilan bidang persamaan,
maka kejadian ini dapat dicek dari keluaran hasil kalibrasi terhadap
hasil pengamatan lapangan.
 Analisis Sensitivitas
Analisis ini dilakukan untuk memeriksa kepekaan model terhadap
parameter-parameter hidrolik ataupun saluran-saluran eksisting yang
kecil di daerah studi.
Setelah model yang disusun melampaui tahapan-tahapan yang telah
dijelaskan di atas, maka diperoleh model hidrolik yang siap untuk
digunakan dalam perhitungan hidrolika.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 73
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
MASALAH
PENYEDERHANAAN
MASALAH
PEMBUATAN
STRUKTUR MODEL
METODA
KOMPUTASI
KALIBRASI MODEL
Tidak
Ya
SENSITIVITAS MODEL
VERIFIKASI MODEL
MODEL SIAP PAKAI
UNTUK DESAIN
Gambar 3.8. Bagan Alir Penyusunan Model Matematis
 Potongan Melintang Saluran

Geometri
Saluran dapat dibuat dengan macam-macam bentuk. Dasar
pemilihan bentuk saluran adalah untuk mendapatkan penampang
yang
paling
efisien,
baik
hidrolis
maupun
ekonomis.
Tetapi
penampang tersebut tidak terlalu praktis, karena kemungkinan
adanya kesulitan dalam konstruksi serta penggunaan material.
Pada umumnya untuk saluran irigasi/drainase, digunakan saluran
terbuka dengan bentuk penampang trapesium.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 74
LAPORAN INTERIM

SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Kemiringan Talud
Harga-harga minimum talud untuk saluran pada berbagai bahan
tanah, merupakan fungsi dari kedalam galian, umumnya diambil
antara 1 : 1 sampai 1 : 2.

Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan pada saluran adalah jarak vertikal dari permukaan air
di dalam saluran pada kondisi perencanaan sampai permukaan
puncak saluran. Tinggi jagaan merupakan fungsi dari debit,
umumnya diambil 0,30 - 0,75 meter tergantung pada debit rencana
dan fungsi saluran.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 75
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
DEFINISI
MASALAH
PENYEDERHANAAN
MASALAH
STRUKTUR MODEL
UTAMA
STRUKTUR MODEL
BLACK BOX
LAHAN REKLAMASI
KALIBRRASI
MODEL BLAK BOX
MODEL BLACK BOX OK
STRUKTUR MODEL
UTAMA + BLACK BOX OK
KALIBRASI
MODEL UTAMA
Tidak
METODE
KOMPUTASI
Ya
VERIFIKASI
MODEL UTAMA
SENSITIVITAS
MODEL UTAMA
MODEL SIAP PAKAI
UNTUK DESAIN
Gambar 3.9 : Bagan Alir Kalibrasi Model
3. Kriteria Tata Letak dan Komponen Sistem
 Batas-batas wilayah pengembangan dan tata letak perwilayahan.
 Komponen-komponen sistem yang terdiri dari:

Daerah tadah/penampungan berupa petak-petak tersier .

Jaringan pembuangan/drainase terdiri:
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 76
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Saluran tersier yang mengeringkan petak-petak tersier ;
 Saluran-saluran pengangkut yakni sekunder dan saluran primer,
dilengkapi dengan bangunan pengendali berupa pintu sekat, saluran
yang berkumpul dan dilepas melalui pintu klep ke sungai.
4. Kriteria Keadaan sistem
 Keadaan di tempat penampungan/daerah tadah, yakni di tambak.
 Keadaan jaringan saluran pembawa dan pembuang/drainase sebagai
pengangkut di tempat pelepasan melalui pintu klep ke sungai.
 Keadaan fisik bangunan tanggul keliling dan bangunan pengendali.
 Tanggul Keliling.
Tanggul
keliling
direncanakan
sebagai
pelindung
terhadap
kemungkinan adanya banjir dari sungai dan wilayah sekelilingnya.

Tanggul umumnya dibuat dari timbunan tanah yang seragam
(homogen) yang diambil dari tempat sekelilingnya.

Selama masa operasi adanya pengaruh penurunan, rembesan,
longsor dan lain-lain diperhitungkan terhadap kestabilan lereng,
artinya keadaan tanggul perlu dikaji ulang terhadap kriteria
timbunan mantap.

Pengaruh penurunan pada badan tanggul perlu diperhatikan pula,
mengingat bahwa tinggi tanggul ditetapkan berdasarkan tinggi
luapan air banjir musiman yang datang dari hulu, tinggi muka air
setempat dan ditambah dengan tinggi jagaan.
 Bangunan Pengendali/Pintu
Bangunan air akan direncanakan sesuai dengan kebutuhan sebagai
berikut :

Sebagai bangunan penahan banjir atau bangunan pengendali air
asin

Untuk menjaga agar tinggi muka air didalam system sesuai dengan
rencana pengelolaan air (water management plan)
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 77
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Perhitungan bangunan air ini meliputi factor-faktor berikut :

Ukuran bangunan yang diperlukan

Bahan yang dipakai

Kekuatan

Stabilitas
Sistem pengendali tata air harus memenuhi persyaratan, antara lain dari
segi pelayanan, pemeliharaan dan penggantian:

Pintu-pintu pengendali harus bekerja sesuai dengan fungsinya yang
berarti pelayanan harus sederhana dan mudah.

Pemeliharaan harus mudah dan murah sistim pengendali harus
dibuat secara praktis, mudah, kuat dan jika terjadi kerusakan serta
kemacetan harus dapat diganti oleh tenaga setempat.
Pada tata air tradisional, umumnya bangunan pengendali berupa :

Balok sekat pada pertemuan saluran drainase sekunder dan primer,
diperlukan untuk mengatur paras muka air tanah.
5. Kriteria Geoteknik & Struktur
 Kekuatan dan kestabilan tanah;
 Penggunaan material yang mudah diperoleh di lokasi;
 Menggunakan metode pembangunan yang sederhana;
 Membutuhkan pemeliharaan yang sederhana;
 Mempunyai umur pemakaian efektif yang memadai dibandingkan
investasi;
 Sepanjang
memungkinkan
harus
menggunakan
standar-standar
bangunan air yang ada;
 Memenuhi persyaratan keamanan minimal;
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 78
LAPORAN INTERIM
3.11.2.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PRA-DESAIN DAN RENCANA LAY-OUT
Setelah seluruh konsep desain disusun, dilakukan perencanaan awal/pra-desain
dan Rencana Lay Out.
Langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Skematisasi Rencana Peningkatan Jaringan Tata Air
2. Penentuan dimensi-dimensi saluran
3. Perhitungan hidrolika sistem jaringan .
4. Dilakukan pemeriksaan apakah perlu perubahan dimensi saluran/bangunan
yang
telah
ditentukan
sebelumnya.
Apabila
diperlukan
perubahan,
dilaksanakan perhitungan kembali dan prosedur ini diulangi sampai diperoleh
dimensi saluran yang optimum.
5. Dilakukan perhitungan awal biaya pembangunan.
6. Perhitungan ini akan diperlukan untuk menganalisa apakah sistem jaringan
yang direncanakan feasible (economic analysis) dan untuk menentukan
pembagian paket pekerjaan, apabila anggaran yang tersedia tidak
mencukupi.
Apabila hasil Evaluasi Ekonomi menunjukkan bahwa skema jaringan yang
direncanakan tidak feasible, maka dilakukan penyusunan skema baru sampai
diperoleh skema jaringan yang feasible dan pekerjaan dapat dilanjutkan ke
perencanaan Detail Produk Pra-desain, secara keseluruhan, berupa:
 Knsep desain;
 Skema jaringan irigasi/drainase;
 Rencana trace jaringan reklamasi;
 Dimensi-dimensi dan jenis saluran & bangunan (Prarencana) ;
 Perhitungan awal biaya pembangunan;
 Pembagian paket/jenis pekerjaan untuk penyusunan Dokumen Tender
(apabila diperlukan)
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 79
LAPORAN INTERIM
3.11.3.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PENYUSUNAN SYSTEM PLANNING
Tujuan system planning yang diterapkan dalam pekerjaan ini adalah : Menilai
status Daerah Rawa Pasang Surut Sei Cemara saat ini, menemukan kendalakendala yang menghambat pemantapan masalah Operasi dan Pemelihanaan
serta mengembangkan pemecahan permasalahan tensebut diatas dengan
tepat.
System planning ini pada intinya merupakan alternatif- alternatif lay-out dengan
mempertimbangkan segi postif dan negatifnya, secara ringkas kegiatan system
planning ini meliputi :
 Elaborasi dan analisa data lapangan
 Perumusan rencana pengembangan lokasi, menghadapi permasalahan
yang ada baik aspek teknis maupun non teknis atau sosio agro ekonomi.
 Merencanakan lay-out jaringan untuk kegiatan pengembangan yang
menunjang hasil/rumusan pada butir 2.
 Perencanaan lay-out juga mempertimbangkan masalah pembebasan
tanah yang timbul , kebutuhan jalur hijau dan aspek sosial lainnya.
3.12.
PROSEDUR PERENCAAAN
Proyek perencanaan pengembangan rawa secara terpadu haruslah melibatkan
semua unsur yang nantinya akan terlibat secara langsung pada tahap
implementasi dan operasi. Keterlibatan itu menyangkut dua hal pokok, yaitu
perencanaan tata ruang penggunaan lahan dan penetapan zona pengelolaan
air. Keterlibatan ini hendaklah sudah dimulai sejak tahap perencanaan dalam
memutuskan dua hal pokok tersebut, sehingga pada tahap implementasi dan
operasi kelak tidak lagi terdapat perbedaan pandangan atau keputusan yang
akan
membingungkan
pihak
yang
langsung
berkepentingan
terhadap
pemanfaatan lahan dan air, terutama pada para petani. Prosedur perencanaan
untuk pengembangan jaringan rawa pasang surut sebaiknya mengikuti prosedur,
seperti terlihat pada Gambar 3.10.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 80
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Berangkat dari kondisi saat ini, potensi yang dapat dikembangkan, serta dengan
mempertimbangkan batasan dan permasalahan yang ada, maka disusunlah
rencana pengembangan dan peningkatan sistim tata air yang telah ada dengan
tujuan untuk meningkatkan fungsinya secara lebih maksimal, dan dengan
sasaran mengatasi masalah genangan, dan kekeringan yang menjadi hal paling
dominan di jumpai di daerah studi. Masalah pertama dan utama yang harus
diatasi adalah masalah genangan. Masalah kedua yang juga mendominasi
daerah ini adalah masalah kekeringan dimusim kemarau.
SURVEY INVESTIGASI
- Existing Land Use
- Hidrotopografi
- Drainabilitas
- Intrusi air Asin
- Keasaman
- Kedalaman Pirit
- Kedalaman Gambut
ZONA KESESUAIAN
LAHAN
PERENCANAAN SISTEM DAN
TATA GUNA LAHAN
- Recana Tata Ruang
- Lay-Out Sistem
-
KEPUTUSAN BERSAMA
Kebijaksanaan Pemerintah
Aspirasi Petani
Masukan dari Instansi Terkait
Batasan-batasan lain
DESAIN
- Saluran dan Tanggul
- Infrastruktur
- Zona Pengelolaan Air
Konstruksi , Operasi dan
Pemeliharaan
Gambar 3.10 : Prosedur Perencanaan Pengembangan Rawa Pasang Surut
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 81
LAPORAN INTERIM
3.13.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PENYUSUNAN ZONA KESESUAIAN LAHAN (LAND UNIT)
Land-unit adalah batas satuan lahan yang mempunyai kualitas/kharakteristik
tertentu dan diperkirakan dapat mempengaruhi pengembangannya. Terdapat
empat parameter kualitas lahan yang dianggap relevan dalam menentukan tipe
land-unit di daerah rawa pasang-surut dan kesesuaiannya untuk penggunaan
tertentu, yakni meliputi :
1. POTENSI IRIGASI PASANG-SURUT (TIDAL IRRIGATION POTENTIAL)
Perbedaan elevasi air pasang dibandingkan permukaan lahan rata-rata
(hidrotopografi) dan jarak terhadap sumber pasang-surut (sungai, saluran)
merupakan faktor penentu kapabilitas irigasi pasang-surut. Topografi lahan
yang rendah dan berdekatan dengan sungai/saluran biasanya paling
berpeluang teririgasi ketika terjadi pasang, baik di saat musim hujan maupun di
musim kemarau.
Sebaliknya, lahan yang relatif tinggi dan jauh letaknya
merupakan areal yang kurang potensial untuk diirigasi.
Ditinjau dari potensi irigasi pasang-surut, areal lahan dapat digolongkan atas
dua kelas, meliputi : (1) terluapi pasang ³ 4 kali per-siklus pasang, (2) terluapi
pasang < 4 kali per-siklus pasang (tidak pernah terluapi pasang atau hanya
dapat terluapi di musim hujan). Berdasarkan hasil analisis, sebagian besar
lahan di daerah proyek umumnya termasuk terluapi pasang < 4 kali/siklus
pasang atau hanya terluapi di saat musim hujan.
2. KEDALAMAN DRAINASE (DRAINAGE DEPTH )
Potensi
kedalaman
drainase
(drainabilitas)
merupakan
faktor
yang
menentukan untuk mengatasi masalah genangan, termasuk keperluan untuk
pembilasan unsur toksik yang terakumulasi dan dapat merugikan tanaman.
Ditinjau dari potensi kedalaman drainase, areal lahan digolongkan atas tiga
kelas, yakni : (1) kurang dari 30 cm, (2) 30-60 cm, dan (3) lebih dari 60 cm.
Lahan di daerah proyek umumnya mempunyai kelas kedalaman drainase 3060 cm.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 82
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
3. INTRUSI SALIN (SALINITY CLASSES )
Hal ini menunjukkan jangka waktu intrusi salin (DHL ³ 5 mS/cm) yang
diperhitungkan dalam sistem tata saluran. Pengaruh intrusi salin dapat
dikategorikan atas dua kelas, yakni : (1) intrusi salin lebih dari satu bulan, dan
(2) intrusi salin kurang dari satu bulan.
Berdasarkan hasil analisis, sebagian
besar areal di daerah proyek hanya terpengaruh intrusi salin < 1 bulan atau
non-salin.
4. TIPE TANAH (SOIL TYPE)
Berdasarkan tipe tanahnya (soil type), terdapat lima tipe tanah utama di
daerah pasang- surut meliputi :
 Tanah mineral dengan lapisan sulfidik/pirit pada kedalaman < 100 cm dari
batas permukaan tanah mineral (<15% C). Mineral soil, Pyritic.
 Tanah mineral dengan lapisan sulfidik/pirit pada kedalaman > 100 cm dari
batas permukaan tanah mineral (<15% C). Mineral soil, Non-pyritic.
 Tanah organik/gambut (lapisan organik > 40 cm dan ³15% C) dengan
kandungan abu total > 25% berdasarkan berat. Muck soil.
 Tanah organik/gambut (lapisan organik > 40 cm dan ³15% C) dengan
kandungan abu total
25% berdasarkan berat. Peat soil.
 Tanah mineral dengan kapasitas tukar kation (KTK) £ 5 me/100 g serta
biasanya dengan kejenuhan aluminium yang tinggi (kejenuhan Al > 50%),
dengan atau tanpa ada lapisan pirit di bagian tanah bawah (sub-soil).
Whitish, Low fertility soil.
Berdasarkan pertimbangan berbagai kharakteristik lahan yang dikemukakan di
atas, maka dapat disusun kategori land-unit yang dapat dikembangkan di
daerah pasang-surut untuk penilaian kelayakannya dalam rangka menunjang
budidaya pertanian maupun pengelolaan tata air. Diagram analisis untuk
penentuan land-unit diperlihatkan pada Gambar 3.11.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 83
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
POLA PIKIR PENETAPAN LAND UNIT DI DAERAH SURVEY
Lahan rendah, datar, drainase terhambat
Agroklimat A1, B1, B2 & C2
Penetapan
Memerlukan studi khusus
bagaimana drainabilitas dapat
diperbaiki secara ekonomis
Ya
Kedalaman
Drainase
< 30 cm
Tidak
Ya
LAND UNIT VI
Peat Soil
< 25 % Abu
Tidak
Ya
LAND UNIT VII
Whitish, Kesuburan tanah
rendah KTK < 5 me/100 g
Tidak
Ya
LAND UNIT I
Irigasi Pasut
Non Salin
Tidak
Berpirit atau
muck
Ya
Tidak
Ya
Kedalaman
Drainase >60 cm
Ya
Tidak
Tidak
Ya
LAND UNIT X
LAND UNIT III
LAND UNIT II
Salin ?
Tidak
Ya
Kedalaman
Drainase >60 cm
LAND UNIT IX
LAND UNIT VIII
Salin ?
Tidak
Kedalaman
Drainase >60 cm
Ya
Tidak
LAND UNIT V
LAND UNIT IV
: Land Unit yang dijumpai di Lokasi Survey
Gambar-3.11. Diagram analisis untuk penentuan land-unit
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 84
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Tabel 3.2 : Satuan Lahan Rawa Pasang Surut Secara Umum
Satuan Lahan
[ Land Unit ]
KETERANGAN
Land Unit I
Area irigasi pasang surut (Tidal irrigated area). Lahan ini merupakan tanah mineral (KTK > 5
me/100 g) atau tanah organik dengan kadar abu > 25 % dan intrusi air asin kurang dari 1 bulan,
irigasi pasang empat kali atau lebih per siklus pasang.
Land Unit II
Tanah gambut dan berpirit, salin, kedalaman drainase 30-60 cm (Pyritic-and Muck soils, Saline,
drainase depth 30-60 cm). Lahan sebagai tanah mineral (KTK > 5 me/100g) dan bahan sulfidik
(pirit) terdapat pada kedal;aman <100 cm dari permukaan tanah mineral (<15 % C) atau tahan
organik dengan kadar abu (>25 %) dan intrusi air asin lebih dari satu bulan selama musim tanam
serta potensi drainasenya 30-60 cm. Daerah ini kemungkinan berpotensi atau tidak berpotensi
untuk pengembangan irigasi pasang surut.
Land Unit III
Tanah gambut dan berpirit, salin, kedalaman drainase >60 cm (Pyritic-and Muck soils, Saline,
drainage depth >60 cm). Lahan sebagai tanah mineral (KTK > 5 me/100 g) dan bahan sulfidik
(pirit) terdapat pada kedalaman < 100 cm dari permukaan tanah mineral (<15 % C), atau tanah
organik dengan kadar abu (>25 %) dan intrusi air asin lebih dari satu bulan selama musim tanam
serta potensi drainasenya >60 cm. Daerah ini kemungkinasn berpotensi atau tidak berpotensi
untuk pengembangan irigasi pasang surut.
Land Unit IV
Tanah gambut dan berpirit, non-salin, kedalaman drainase 30-60 cm (Pyritic and Muck soils,
Non-saline, drainage depth 30-60). Lahan sebagai tanah mineral (KTK > 5 me/100 g) dan bahan
sulfidik (pirit) terdapat pada kedalaman <100 cm dari permukaan tanah mineral (<15 % C), atau
tanah organik dengan kadar abu >25 % dan intrusi air asin lebih dari satu bulan selama musim
tanam serta potensi drainasenya >60 cm. Daerah ini hanya dapat diirigasi selama musim hujan.
Land Unit V
Tanah gambut dan berpirit, non-salin, kedalaman drainase >60 cm (Pyritic and Muck Soils, Nonsaline, drainage depth >60 cm). Lahan sebagai tanah mineral (KTK >5 me/100 g) dan bahan
sulfidik (pirit) terdapat pada kedalaman < 100 cm dari permukaan tanah mineral (<15 % C), atau
tanah organik dengan kadar abu (>25 %) dan intrusi air asin lebih dari satu bulan selama musim
tanam serta potensi drainasenya >60 cm. Irigasi pasang surut hanya dapat digunakan selama
musim hujan.
Land Unit VI
Tanah gambut (Peat soils). Tanah organik (total kandungan abu atau kadar abu 25 %) dan
potensi drainasenya > 30 cm.
Land Unit VII
Tanah yang mempunyai kesuburan rendah (Whitis, low fertility soils) sebagai tanah mineral
(KTK <5 me/100 g dan kejenuhan aluminium >50 %). Mempunyai atau tidak mengandung bahan
sulfidik (pirit) pada lapisan bawah (subsoil), potensi drainase >30 cm.
Land Unit VIII
Tanah tidak berpirit, non-salin, dan kedalaman drainase 30-60 cm (Non Pyritic, non-saline,
drainage potential depth 30-60 cm). Sebagai tanah mineral (KTK > 5 me/100 g) tanpa bahan
sulfidik (pirit) atau dengan bahan sulfidik pada kedalaman > 100 cm dari permukaan tanah
lapisan atas (<15 C %), dan potensi drainase 30-60 cm. Daerah ini tidak dapat diirigasi dengan
pasang surut atau irigasi hanya selama musim hujan.
Land Unit IX
Tanah tidak berpirit, non-salin, dan kedalaman drainase >60 cm (Non pyritic, non salin, drainage
potential depth >60 cm). Sebagai tanah mineral (KTK > 5 me/100 g) tanpa bahan sulfidik (pirit)
atau dengan bahan sulfidik pada kedalaman > 100 cm dari permukaan tanah lapisan atas (<15
C%), dan potensi drainase > 60 cm. Daerah ini tidak dapat diirigasi dengan pasang surut atau
hanya selama musim hujan.
Land Unit X
Tanah tidak berpirit, salin atau bergaram (Non pyritic, saline). Sebagai tanah mineral (KTK > 5
me/100 g) tanpa bahan sulfidik (pirit) atau dengan bahan sulfidik pada kedalaman >100 cm dari
permukaan tanah dan intrusi air asin satu bulan atau lebih selama musim tanam, potensi
drainase >30 cm. Daerah berpotensi atau tidak berpotensi untuk pengembangan irigasi pasang
surut.
Catatan : Kedalaman potensi drainase untuk tanah gambut ditentukan dengan
mengurangi kedalaman gambut (berdasarkan tanah mineral setelah
gambut seluruhnya dimineralisasi).
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 85
LAPORAN INTERIM
3.14.
3.14.1.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PERECANAAN SYSTEM DAN TATA GUNA LAHAN
DAERAH PENGELOLAAN AIR ( WATER MANAGEMEN ZONE )
Zona pengelolaan air adalah satuan perencanaan penggunaan lahan yang
merupakan kombinasi karakteristik fisik (kualitas lahan) dan tipe penggunaan
lahan yang diusulkan. Penetapan zona pengelolaan air ini perlu ditentukan,
karena akan membawa konsekuensi terhadap bentuk pengelolaan air yang
diharus direncanakan, termasuk juga pemilihan jenis infra struktur pengelolaan air
dan prosedur untuk mengoperasikannya.
Didaerah pasang surut, secara garis besar penggunaan lahannya dapat dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu :
 padi sawah irigasi pasang surut
 padi tadah hujan
 tanaman keras dan padi sawah irigasi pompa
Secara umum pengelolaan air di lahan pasang surut dibagi dalam beberapa
jenis :
 Retensi Air atau penahanan air untuk menghindari air masuk saluran
terutama saat pasang dan ini disesuaikan dengan jadwal pola tanam.
 Drainase maksimum atau terkendali,dimana pintu dibuka penuh atau
sebagaian saat surut dan disesuaikan dengan jadwal pola tanam.
 Pencucian tanah dan pengelontoran.
 Irigasi pasang surut dimana pintu terbuka penuh agar air pasang masuk
saluran atau terkendali saat drainase.
 Irigasi pompa yaitu pemasangan pompa yang berfungsi sebagai supali
air.Ini dipilih jika kondisi saluran baik.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 86
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Zona pengelolaan air dikelompokan dalam 8 kategori :
1. Tanah Gambut dengan tanaman perkebunan
 Mengatur muka air tanah 70 cm dibbawah permukaan tanah dengan
pengendaliaan drainasse,periksa kemungkinan drainase setelah turunnya
tanah pada masa mendatang.Salurkan kembali air selama musim
kemarau dengan irigasi rawa (sering memungkinkan ).Penutup tanah
permanen sangat diperlukan
 Tanah gambut ini tidak cocok untuk jenis tanaman lain selain perkebunan
2. Tanah keputih-putihan,kurang subur,untuk tanaman perkebunan
 Mengatur muka air tanah 1.00 m dibawah permukaan tanah dengan
pengendaliaan drainase.Untuk mencukupi drainase pada daerah akar
tanaman pohon-pohon harus selalu ditanami dengan surjan
 Jenis tanaman ini tidak cocok untuk jenis tanaman lain selain perkebunan
3. Daerah Irigasi pasang surur untuk padi sawah (sedikitnya terlupai)
 Pengaliran
air
maksimum
ke
salu
ran
selama
air
pasang
maksimum.Diperlukan sistem saluran yang lebar dan penuh untuk
pengairan air yang optimum selama jangka waktu yang singkat dari masa
pasang maksimum
 Tanaman
perkebunan
dan
tanaman
lahan
kering
biasanya
dikombinasikan dengan padi sawah dan harus ditanam pada lokasi
surjan,selanjutnya rencana pengelolaan air yang sama untuk tanaman
padi dapat digunakan.
4. Tanah pirit, tanah gambut campur mineral dengan irigasi pompa untuk pada
sawah.
 Pengaliran maksimum kesaluran selama proses pemompaan.Pengendalian
drainase setelah tahap penngolahan tanah.Genangkan kembali seolama
persiapan lahan
 Tanaman dengan lahan kering (palawija)beririgasi harus ditanam pada
lokasi surjan
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 87
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
5. Tanah non pyrit, dengan irigasi pompa untuk padiu sawah.
 Pengaliran air maksimum kesaluran selama proses pemompaan.Retensi
maksimum selama musim hujan.Genangkan air selama persiapan lahan
 Tanaman dengan lahan kering beririgai harus ditanami pada lokasi surjan.
6. Tanah pyrit/gambut campur mineral dan tanah non pyrit dengan kedalaman
drainase > 60 cm,tanaman perkebunan.
 Usahakan muka air tanah 60 cm dibawah permukaan tanah dengan
pengendalian drainase.
 Tanah pyrit / tanah kotor (muck soil) : lihat WMZ VIII dan untuk non pyrit lihat
WMZ VII.
7. Tanah non pyrit dengan padi tadah hujan.
 Retensi air maksimum. Buang kelebihan air hujan selama curah hujan
tinggi. Lakukan puding selama penyiapan lahan
 Tanaman perkebunan dan lahan kering,biasanya dikombinasikan dengan
padi sawah harus ditanam dilokasi surjan.Dapat diterapkan rencana
pengolaan air yang sama seperti padi
8. Tanah pyrit, tanah gambut campur mineral dengan padi tadah hujan
 Pengendalian drainase setelah tahap tillering dan ketika tanaman padi
secara fisik tertekan (kekuning-kuningan). Pembilasan saluran selama
pasang
maksimum.
Pembajakan
dan
pengendangan
air
selama
drainase,pembilasan
saluran
penyiapan lahan.
 Tanaman
untuk
selama
pasang
lahan
kering,pengatur
maksimum.
Tanaman
perkebunan
biasanya
dikombinasikan dengan padi atau tanaman lahan kering harus ditnam
pada lokasi surjan.
Rencana pengolaan air yang sama seperti untuk padi atau tanaman
untuk lahan keing dapat diterapkan.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 88
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Secara terperinci terdapat 8 zona pengelolaan air di daerah pasang surut, seperti
dalam tabel berikut :
Tabel -3.3. : Zona pengelolaan air di daerah pasang surut
No
Zona Pengelolaan Air
Land Unit
Rekomendasi Peruntukan
1
I.
(Tanah gambut,Tanaman keras)
VI
Tanaman keras
2
II.
(tanah
VII
Tanaman keras
berwarna
kesuburan
keputihan,
rendah, tanaman
keras)
3
III.
(Irigasi
pasang
surut,
padi
I
sawah)
Padi
sawah,tanaman
keras dapat diusahakan
pada guludan(sorjan)
4
IV. (Padi
sawah,irigasi
pompa,
IV & V
tanah berpirit)
Padi
sawah,
tanaman
keras dapat diusahakan
pada guludan(sorjan)
5
V.
(padi
sawah,
irigasi
pompa,
VIII & IX
tanah non-pirit)
Padi
sawah,
tanaman
keras dapat diusahakan
pada guludan(sorjan)
6
VI. (Kedalaman drainse > 60 cm,
III, V & IX
Tanaman Keras
tanaman keras
7
VII. (tanah
non-pirit,
hujan)
8
padi
tadah VIII, IX & Padi tadah hujan
X
VIII. (Tanah berpirit,tanah gambut, II, III, IV &
padi tadah hujan)
V
Padi
tadah
tanaman
diusahakan
hujan,
keras
dapat
pada
guludan
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 89
LAPORAN INTERIM
3.15.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PERENCANAAN DETAIL SISTEM TATA AIR
Sistem tata air disusun bedasarkan konsep-konsep perencanaan tata air yang
ada, berdasarkan beberapa parameter desain yaitu :
 System Operasi dan pemeliharaan
 Pola Tanam yang ada
 Kondisi Topografi dan Mekanika tanah
 Rencana Pengembangan
Disamping itu perlu memperhatikan kondisi yang ada dilapangan dan
berpedoman pada :
 Memanfaatkan semaksimal mungkin jaringan reklamasi yang ada
 Cost Efective, dalam arti memanfaatkan semaksimal mungkin keadaan alam
yang ada dengan menggunakan bahan dan teknologi yang tepat.
 Dapat berfungasi dengan baik
 Mudah melaksanakan pembangunannya di daerah tersebut
 Mudah pengoperasian dan pemeliharaannya
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, maka pelaksanaan perencanaan
detail ini akan dibagi atas dua tahapan yang saling berurutan yang terdiri dari :
a. Tahap Pra Desain
b. Tahap Detail Desain
3.15.1.
TAHAP PRA DESAIN
Pada Tahap Pra desain ini, disusun suatu alternatif system dengan kajian dari
berbagai aspek, baik aspek teknis, operasi dan pemeliharaan, sosial ekomomi
dan biaya. Aspek-aspek yang dikaji menyangkut hal-hal seperti :
3.15.1.1.
DEBIT RENCANA
Debit rencana pada saluran dihitung dengan rumus yang umum atau biasa
digunakan, yaitu :
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 90
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Qt = NFR x A /et
dimana :
Qt
: debit rencana (liter/detik)
NFR : kebutuhan bersih air irigasi (liter/detik/ha)
A
: luas daerah irigasi (ha)
et
: efisiensi irigasi di unit petak tersier
Kebutuhan air irigasi untuk padi ataupun tanaman lainnya akan ditentukan
dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Persiapan Tanah
2. Penggunaan Kompsumtive (Compsumtive use)
3. Perkolasi
4. Pergantian lapisan air
5. Hujan Effektif
3.15.1.2.
KECEPATAN IJIN
Perencanaan saluran dilakukan sedemikian rupa sehingga aliran dalam keadaan
stabil, artinya saluran tidak mengalami sedimentasi dan erosi. Untuk maksud
tersebut maka diupayakan sehingga batas kecepatan tidak melebihi kecepatan
maksimum yang diijinkan dengan maksud menghindari terjadinya erosi dan tidak
boleh lebih kecil dari kecepatan minimum yang diijinkan dengan maksud
menghindari sedimentasi.
Untuk semua saluran induk dan sekunder , kecepatan minimum pada debit
rencana adalah 0,30 m3/dt. Berikut ini disarikan pada Tabel 3.4. Kriteria saluran
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 91
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Tabel -3.4.: Kriteria saluran
Debit
rencana
Kemiringan
K
Q(m3/detik)
talud
minimum
tinggi jagaan
minimum (m)
Lebar
Kecepatan
tanggul
ijin
(m)
(m/detik)
0.5
35
1.0
0.40
1.0
0.6
0.5 – 1.0
35
1.0
0.50
1.0
0.6
1.5 – 5.0
40
1.0 – 1.5
0.60
1.5 – 2.0
0.7
Sumber : Standar irigasi KP-03 (Perencanaan saluran)
3.15.1.3.
KOEFISIEN KEKASARAN SALURAN PEMBUANG
Koefisien kekasaran saluran (Koefisien Strickler) K sangat bergantung pada faktorfaktor seperti kekasaran dasar saluran dan talud, vegetasi dan ketidak teraturan
trase. Harga k yang digunakan untuk mendesain saluran disarikan pada Tabel 3.5.
Tabel-3.5. Kriteria Koefisien Kekasaran Strickler (K) tanpa pasangan
Nama Saluran
Koefisien (K)
Strickler
Saluran pembuang
33
Saluran-saluran tersier
35
Saluran induk dan sekunder
Qp < 1 m3/det
35
Saluran induk dan sekunder
1 < Qp < 5 m3/det
40
Saluran induk dan sekunder
5 < Qp < 10 m3/det
42.5
Saluran induk dan sekunder
Qp > 10 m3/det
45
3.15.1.4.
KEMIRINGAN SISI SALURAN
Akan ditentukan dari analisa mengenai stabilitas lereng tanah pada beberapa
kedalaman, baik pada saluran primer, saluran sekunder maupun saluran tersier.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 92
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Tabel 3.6: Kemiringan sisi saluran ( 1,0 tegak : m datar)
Jenis tanah
Kemirigan Talud
(m)
Batuan
3.15.1.5.
0.25
Batuan lunak
0.50 – 0.70
Lempung kaku
0.50 – 1.10
Geluh , D <1,0 m
1.00
Geluh, D >1,0 m
1.50
Geluh pasiran
1.50
Pasir lepas
2.00
TINGGI JAGAAN (FREE BOARD)
Tinggi jagaan adalah ruang bebas yang terletak di atas muka air maksimum
pada saluran. Tinggi jagaan berkaitan dengan debit yang mengalir pada ruas
saluran yang ditinjau. Untuk saluran induk dan sekunder, tinggi jagaan di atas
elevasi muka air rencana mengikuti KP-03, Standar Irigasi.
Tabel 3.7. Tinggi Jagaan saluran
3.15.1.6.
Debit (m3/detik)
Tinggi Jagaan (m)
< 0.5
0.40
0.50 - 1.50
0.50
1.50 - 5.0
0.60
5.0 - 10.0
0.75
KECEPATAN ALIRAN
Kecepatan aliran yang terjadi harus berada di bawah kecepatan maksimum
yang diijinkan dan bergantung pada jenis tanah pada dasar maupun tepi
saluran.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 93
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Tabel 3.8. Kecepatan maksimum yang diijinkan pada saluran
Jenis tanah asli yang dilewati
Kecepatan Maks yang
saluran
diijinkan (m/detik).
Pasir halus (koloidal)
< 0.45
Geluh pasiran(non-koloidal)
< 0.53
Geluh halus (non koloidal)
< 0.60
Lanau alluvial
< 0.60
Geluh padat biasa
< 0.75
Abu vulkanik
< 0.75
Lempung kaku (sangat koloidal)
< 1.13
Sumber : referensi 10 ( Dari Fortier dan Scobey, 1925).
3.15.1.7. LEBAR DASAR SALURAN
Lebar dasar saluran pemberi
dan saluran pembuang akan ditetapkan
berdasarkan beban debit pada ruas saluran yang direncanakan, dengan
menggunakan persamaan analisa Steady Flow. (analisa dimensi dengan konsep
analisa gerak air non-statis).
3.15.1.8.
TANGGUL BANJIR
Ketinggian tanggul banjir ditentukan dengan melakukan perhitungan debit banjir
dengan periode ulang 25 tahun. Ukuran minimum tanggul akan memenuhi
kriteria stabilitas (factor keamanan SF  2) sesuai dengan data tanah .
Penentuan periode ulang juga akan dicek dengan periode ulang banjir yang
pernah terjadi dilapangan atas informasi penduduk dan perhitungan hidrolis level
air banjir.
Periode uang banjir rencana akan didiskusikan dengan pihak direksi atas dasar
hasil perhitungan periode ulang yang terjadi dilapangan dan periode ulang
usulan yang sudah dihitung level banjirnya. Hasil keputusan bersama tersebut
akan dilanjutkan untuk perhitungan perencanaan selanjutnya.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 94
LAPORAN INTERIM
3.15.1.9.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PERENCANAAN TATA LETAK PRASARANA JALAN PERTANIAN (FARM ROAD)
 Penggunaan data yang berhubungan dengan denah jalan yang diusulkan
 Berdsasarkan saran-saran Direksi, membuat desain tata letak (lay-out) jaringan
jalan pertanian (farm road)
3.15.1.10.
DAERAH MILIK SALURAN (DMS)
Daerah milik saluran (DMS) adalah daerah bebas yang termasuk dalam
penguasaan dan kepentingan saluran, DMS harus mengingat tempat kerja untuk
pemeliharaan dan tempat penimbunan galian saluran (pemeliharaan atau
peningkatan) pada masa depan.
Daerah Milik Saluran mempunyai batasan dari tepi tanggul saluran yang terluar
sampai dengan tepi saluran tanggul terluar di sisi lawannya.
Tetapi DMS tersebut tidak bisa diterapkan pada saluran yang sudah dibuat dan
pemukiman yang sudah dikapling dan dihuni, pada kondisi seperti tersebut
terpaksa tidak akan menggunakan kriteria DMS.
3.15.1.11.
PERENCANAAN BANGUNAN AIR
Untuk menuntukan lokasi bangunan air, perlu dibuat skema jaringan tata air, yang
meperlihatkan dengan jelas dan lokasi bangunan-bangunan (lama dan rencana
baru). Skema tersebut harus dibuat berdasarkan skema irigasi yang lengkap
dengan luas petak-petak tersier serta luas layanan tiap ruas saluran induk/
sekunder.
Penambahan bangunan baru dan penyempurnaan jaringan serta fasilitas lainnya
seperti linning saluran pengatur/pengukur debit, kantor/rumah dinas dan
sebagainya harus dalam batas-batas biaya rehabilitasi dan harus dibuktikan
bahwa hal tersebut memang benar-benar dibutuhkan.
Dalam daerah rawa system pengelolaan tata air diatur dengan menggunakan
bangunan pengatur, beberapa jenis pengatur yang ada adalah sebgai berikut :
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 95
LAPORAN INTERIM

SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Skot Balok
Skot Balok adalah pintu/susunan kayu yang satu sama lain terlepas dan
disusun bertingkat ke atas. Dilihat dari segi konstruksi, pintu Schot Balk
merupakan peralatan yang sederhana. Dibuat dari susunan balok-balok
persegi yang terlepat satu sama lain. Balok-balok profil segi empat itu
ditempatkan tegak lurus terhadap potongan segi empat saluran. Balok-balok
tersebut disangga dalam sponeng/alur yang lebih lebar 0,03 - 0,05 m dari
tebal balok-balok itu sendiri. Pengalirannya merupakan pengaliran tidak
sempurna dan susunannya dibuat sesuai dengan kebutuhan. Lebar Schot Balk
ditetapkan dengan mengambil kehilangan energi z = 0.15 m. Pemilihan lebar
Schot Balk diambil lebih kecil atau sama dengan 1,5 m dan pemilihannya
disesuaikan dengan besarnya debit saluran.

Pintu Kayu atau Besi dengan Stang Pengangkat
Penyalurannya dibuat lewat lubang. Pintu dapat dibuat dari kayu atau besi,
dengan kriteria :


Pintu besi, bila b < 1,0 m

Pintu kayu, bila 1,0 < b < 2,0 m agar tidak terlalu berat mengangkatnya.
Pintu Sorong
Pintu sorong seperti juga pintu schot balk adalah merupakan bangunan yang
cocok untuk mengatur tinggi muka air di saluran. Kelemahan utamanya
adalah bahwa pintu ini kurang peka terhadap perubahan-perubahan tinggi
muka air dan jika dipakai bersama-sama dengan bangunan pelimpah(alat
ukur Romijn), bangunan ini memiliki kepekaan yang sama terhadap
perubahan muka air. Jika dikombinasi demikian, bangunan ini sering
memerlukan penyesuaian. Sebagai bangunan pengatur, tipe bangunan ini
dianjurkan pemakaiannya karena tahan lama dan eksploitasinya mudah,
walaupun punya kelemahan-kelemahan seperti yang telah disebutkan.
Untuk menghitung dimensi Pintu Sorong dapat digunakan rumus :
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 96
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
1
Q  m. a. b.  2. g. z  2
Dimana :
Q
= debit yang dibutuhkan melalui pintu sorong
m
= koefisien aliran = 0.85
b
= lebar pintu
g
= gaya gravitasi = 0.98
z
= kehilangan tinggi tekan muka air di hulu dengan di hilir pintu
ditetapkan
3.15.1.12. BANGUNAN PENDUKUNG LAINNYA
Menghitung dimensi bangunan serta pembuatan gambar-gambar desain
bangunan sistem jaringan irigasi, diantaranya yang umum diperlukan ;
A. Jembatan/Gorong-gorong
Jembatan/ gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa
aliran aliran air (saluran irigasi atau pembuang) melewati bawah jalan atau
bawah jalan air lainnya (biasanya saluran).
Jembatan-jembatan di jalan raya direncana menurut Standar Perencanaan
Jembatan yang ditetapkan oleh Bina Marga.
Gorong-gorong dibangun pada titik-titik persilangan sebagai berikut :

Saluran dengan jalan

Saluran dengan alur alam ( cross drain)

Saluran drainase dengan jalan, dan
Tipe gorong-gorong yang dipakai sesuai dengan diameter/ ketinggian yang
diperlukan ditunjukkan pada Tabel 3.9.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 97
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Tabel 3.9 : Tipe Gorong-gorong
Tipe
Bentuk
Diameter/ Tinggi
Bulat
0,60 - 1,00 m
Segi empat
1,00 - 2,50 m
Segi empat
lebih besar dari 1,5 m
- Beton pracetak
- Pasangan batu dengan
plat beton bertulang
- Beton cetak di tempat
Kecepatan maksimum dalam gorong-gorong direncanakan 1,50 m/det untuk
saluran irigasi dan 3 m/det untuk drainase. Tinggi ruang bebas pada goronggorong dihitung dari h/D = 0,80
dimana:
h
:
kedalaman air
D
:
diameter dalam atau tinggi potongan
Perhitungan Dimensi gorong-gorong menggunakan rumus Strickler
Q = V.A
V = k .R 2/3 . I 1/2 (Rumus STRICKLER)
Di mana :
Q = debit pada gorong-gorong
V = kecepatan air
k
= koefisien Strickler
R
= jari-jari hidrolis
I
= kemiringan gorong-gorong
B. Jembatan pejalan kaki
Bagi petani pejalan kaki untuk lewat diatas saluran irigasi atau drainase
diperlukan Jembatan pejalan kaki dengan lebar 1,50 m. Jembatan ini
dibangun pada beberapa tempat yang dianggap dibutuhkan sebagai jalan
dari perkampungan menuju Jalan raya. Jembatan-jembatan di jalan raya
direncana menurut Standar Perencanaan Jembatan yang ditetapkan oleh
Bina Marga.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 98
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
C. Jalan Inspeksi & Jalan Masuk
Jalan inspeksi dan jalan masuk yang direncanakan digolongkan sebagai jalan
kelas III atau IV menurut standar Bina Marga, dengan perkerasan batu. Berikut
ini adalah kriteria perencanaan yang dipakai untuk perencanaan jalan
inspeksi dan jalan masuk.
 Lebar jalan
Pengambilan lebar jalan inspeksi ditentukan berdasarkan lebar tanggul
minimum tanggul yang berhubungan dengan debit rencana saluran irigasi
yang di inspeksi.
Lebar jalan yang diambil, ditunjukkan pada Tabel-3.10.
Tabel-3.10: Pemakaian lebar jalan inspeksi
Type jalan
Lebar
Lebar
jalan (m)
perkerasan (m)
Jalan inspeksi sepanjang saluran, Qi > 1 m3/det
5,00
3,00
Jalan inspeksi sepanjang saluran,Qi < 1 m3/det
3,00
tanpa
perkerasan
Jalan masuk (access road)
5,00
3,00
 Tinggi muka jalan
Perencanaan elevasi permukaan jalan tergantung kepada permukaan
sawah sekitar untuk keperluan drainase. Untuk rencana jalan inspeksi dan
jalan masuk, ketinggian permukaan jalan diambil minimum 0,50 m lebih
tinggi dari permukaan sawah.
 Ketentuan parit di sisi jalan
Parit di sisi jalan direncana sesuai dengan debit kebutuhan yang akan
dialirkan.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 99
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
 Kemiringan sisi jalan
Kemiringan sisi tanggul jalan yang diambil untuk perencanaan ditunjukkan
pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11: Kemiringan sisi tanggul jalan
Ketinggian
potongan lereng
kurang dari 10 m
Ketinggian
potongan lereng
lebih dari 10 m
Ketinggian
puncak lereng
kurang dari 10 m
Tanah biasa
1 : 1,5
-
1 : 1,5
Batuan lapuk
1 : 1,0
1 : 1,2
-
Bahan tanggul
dan pondasi
 Pengamanan sisi lereng
Sisi lereng tanggul jalan dilindungi terhadap erosi dengan penanaman
rumput, dengan memakai lempengan rumput
3.15.2.
TAHAP DETAIL DESAIN
Setelah analisa Ekonomi menunjukkan bahwa Pra-rencana Program Peningkatan
Jaringan Pengairan teknis terpadu, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan
perencanaan Detil (Detail Desain) yang terdiri dari :
3.15.2.1. PERHITUNGAN DETAIL
Meliputi perhitungan konstruksi saluran, talud saluran dan bangunan-bangunan
air yang meliputi:

Perhitungan kekuatan bangunan;

Perhitungan pondasi;

Kestabilan lereng;

Settlement.
A. Daya Dukung Tanah untuk Pondasi Dangkal
Daya dukung pondasi yang dibahas disini berkisar pada daya dukung
pondasi dangkal atau daya dukung tanah dekat ke permukaan tanah yaitu
berkisar pada kedalaman 0.5 dan 1 m saja. Sedang daya dukung pondasi
tiang tidak dibahas karena disamping kondisi tanahnya cukup baik/stabil juga
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 100
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
beban rencana yang akan dipikul cukup kecil (berupa pondasi-pondasi
menerus yang memikul dinding tidak lebih dari 3 m. Daya dukung pondasi
dangkal yang diperhitungkan adalah berdasarkan data yang tersedia yaitu
berdasarkan data sondir dan data uji laboratorium.
Daya dukung ultimate pondasi dangkal pada kedalaman Df di bawah
permukaan tanah dapat digunakan rumus Meyerhoff (1963) sebagai berikut
di bawah ini.
 Berdasarkan data test laboratorium :
1
qult  cN c Fcs Fcd Fci  qN q Fqs Fqd Fqi  BN  Fs Fd Fi
2
…………………(3.1)
Dimana :
qult
= daya dukung ultimate tanah pondasi dangkal.
c
= kohesi tanah
q
= tegangan efektif pada level alas pondasi = g . Df

= berat isi tanah
Df
= kedalaman alas pondasi.
B
= lebar atau diameter pondasi
Fcs, Fqs, Fgs = faktor bentuk,
Fcd, Fqd, Fgd = faktor kedalaman,
Fci, Fqi, FgI
= faktor kemiringan beban,
Nq, Nc, Ng
= faktor daya dukung, dihitung berdasarkan Persamaan
(3.2), (3.3) dan (3.4).
Nq yang diusulkan oleh Reissner (1924) :


N q  tan 2  45  e  tan  …………………………………… (3.2)
2

Nq yang diusulkan oleh Prandtl (1921) :
N c  ( N q  1) cot  …………..…………………………..……. (3.3)
Ng yang diusulkan oleh Caquot & Kerisel (1953) dan Vesic (1973) :
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 101
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
N   2( N q  1) tan 
….…………………..………………….. (3.4)
Daya dukung ijin tanah pondasi dangkal :
qall = qult / SF ..…………………………………………………. (3.5)
dimana :
qall
= daya dukung ijin tanah pondasi dangkal.
SF
= faktor keamanan = 3
 Berdasarkan data penetration test :
Meyerhof menyarankan formulasi untuk menentukan tegangan ijin (qall)
dari tahanan konus (qc) agar tidak melebihi settlement ijin 25 mm. Rumus
ini berdasarkan pada kurva Terzaghi dan Peck.
a) Untuk pondasi setempat atau menerus dengan lebar dasar B > 1.2 m :
qall 
qc
1
(1  )
50
B
(kg/cm2)
………………………….… (3.6)
dimana qc = tahanan konus Hand Sondir dalam satuan kg/cm2.
b) Untuk pondasi setempat atau menerus dengan lebar dasar B < 1.2 m :
qall 
qc
30
(kg/cm2)
……………………………………. (3.7)
dimana qc = tahanan konus Hand Sondir dalam satuan kg/cm2 dan B
dalam meter.
Dimana :
qall
qall
SF
qult
qc
c
z
B
= daya dukung yang diijinkan = qult / SF
= daya dukung yang diijinkan = (qult / SF) x 2 à Pondasi yang
luas.
= faktor keamanan
= daya dukung tanah ultimate di permukaan tanah (Df = 0)
= tahanan ujung conus
= kohesi
= kedalaman pondasi
= lebar pondasi
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 102
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
B. Settlement (Penurunan Pondasi)
Settlement pondasi bangunan air yang diperhitungkan terdiri dari penurunan
elastis dan penurunan konsolidasi.
Penurunan elastis dihitung dengan menggunakan rumus Janbu (1956)
sebagai berikut :
Si 
ui .uo .q.B
…………………………………………………………….… (3.8)
E
dimana :
Si
= penurunan elastis
ui, uo
= dapat dilihat pada grafik (Bjerrum, Kjaernsli’s).
q
= tekanan uniform
B
= lebar pondasi
E
= modulus elastisitas tanah
Kemudian penurunan konsolidasi (= Sc) pada tanah lempung Normally
Consolidation yang kompresibel berdasarkan data uji laboratorium dihitung
dengan rumus :
Cc.H i
po  pi
……………………………………... (3.9)
log i
poi
i 1 1  eo
n
Sc  
Penurunan konsolidasi berdasarkan data Sondir
dihitung menurut rumus
Thomlinson sebagai berikut :
2.H i . poi poi  pi
………………………………………….(3.10)
ln
3.qc
poi
i 1
n
Sc  
dimana :
Cc
= indeks kompresi.
eo
= angka pori natural.
qc
= tahanan konus sondir.
Hi
= tinggi lapisan tanah yang ke-i
poi
= tekanan tanah awal yang ke-i
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 103
LAPORAN INTERIM
pi
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
= tegangan tambahan akibat beban pondasi/beban pada
lapisan yang ke-I yang dihitung dengan Persamaan (3.11)
berikut ini.
pi 
q

  sin  
.………………………….…..………(3.11)
q
= tegangan kontak pada dasar pondasi.

= sudut yang dibentuk oleh B/2 dan z menurut gambar 3.12 berikut
ini.
B
q(gaya/luas)
z

pi
Gambar-3.12. : Perhitungan tegangan dalam tanah akibat beban strip.
Total penurunan (St) dapat dihitung dengan :
St = Si +Sc ………………………………………….. (3.12)
C. Perhitungan Stabilitas Tanggul
Metoda yang digunakan untuk menghitung kestabilan lereng/tanggul banjir
adalah
dengan metoda modifikasi Bishop (Simplified Bishop Methode).
Penggunaan metoda ini memberikan safety faktor (SF) yang lebih tepat
dibandingkan metoda Flennius.
Persamaan yang digunakan pada metoda Bishop sebagai berikut:
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 104
LAPORAN INTERIM
SF 
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
1

c' l  w  uB tg ' sec
tg .tg '
W sin 
1
SF
dimana :
B,
SF
= Faktor keamanan
W
= berat slice
c’
= kohesi efektif
f’
= sudut geser dalam efektif
B
= lebar slice
W, c’, f‘ adalah parameter-parameter yang digunakan pada program
“PC-Stable”, faktor tekanan hidrostatis (pore water pressure) pada daerah
zona kapiler dan rembesan (seepage) dapat langsung diantisipasi oleh
program ini.
o
B
Uraian Gaya :
Pada Segmen Tanah
u
b
r

B
m
Xn
En+1
W
1
En
s = u l tg 
Xn+1
p' = u l
a
l
p

Sketsa Deskripsi Parameter Stabilitas Lereng
Gambar 3.13. : Skema deskripsi parameter stabilitas lereng.
“Program Stable” yang digunakan dalam perhitungan kestabilan lereng dibuat
oleh Verrujit, 1986 Lab. Coor Geotechniek Technische Unversiteit Delft, Belanda.
Data masukkan berupa geometeri tanggul, sifat fisik dan keteknikan dari tanah
asli dan timbunan untuk running program PC-Stable .
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 105
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
3.15.2.2. PENGGAMBARAN
Penggambaran seluruh rencana pengembangan, terdiri dari:

Gambar Peta Orientasi; Skala 1 : 20.000

Gambar trase Saluran; skala 1 : 2000

Potongan Memanjang dan Melintang Saluran

Denah Bangunan Air; Skala 1 : 100

Detail bangunan; Skala 1 : 50
Pembuatan dan Penyusunan Gambar mengikuti hasil daftar rencana bangunan
yang diusulkan. Adapun persayaratan yang akan dipenuhi adalah :
1. Dari hasil perhitungan hidrolis tinggi muka air yang direncanakan harus
digambarkan pada gambar penampang memanjang dan melintang.
2. Usulan pekerjaan perbaikan ataupun penyempurnaan harus dicantumkan
secara jelas mengenai jenis usulan,dimensi dan volumenya dan harus
dicantumkan pada gambar rencana sehingga memudahkan kelak pada
tahap pelaksanaan konstruksi nantinya.
3. Desain bangunan baru harus digambar lengkap termasuk detail pondasi dan
bagian lainnya.
4. Kriteria pengambaran harus mengikuti:
 Standar Perencanaan Irigasi (KP),DITJEN AIR, 1986
 Semua gambar diatas kertas kalkir ukuran Al
 Title block (judul gambar) harus diajukan terlebih dahulu kepada Direksi
Pekerjaan untuk mendapatkan persetujuan.
3.15.2.3.
PEMBUATAN DESAIN NOTE (NOTA DESAIN)
Desain note berisikan hal-hal sebagai benikut:
 Perhitungan desain struktur bangunan.
 Perhitungan desain hidrolik saluran dan bangunan
 Desain hidrolis dan properties setiap bangunan dan saluran
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 106
LAPORAN INTERIM
3.15.2.4.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PENYUSUNAN SPESIFIKASI TEKNIS
Berdasarkan
pembangunan
informasi
yang
perhitungan
telah
dilakukan
pendahuluan
pada
biaya
tahap
pelaksanaan
pra-rencana
dan
dikonfirmasikan dengan perhitungan biaya akhir pada tahap detail desain,
apabila diperlukan disusun pembagian paket/tahap pelaksanaan pekerjaan.
Pembagian paket/tahap pekerjaan dilakukan dengan memperhatikan kriteriakriteria sebagai berikut:
1. Merupakan kesatuan hidrologi
2. Merupakan kesatuan pekerjaan (galian saluran, tanggul ataupun struktur
bangunan air).
3. Penyediaan Dana.
Setiap Dokumen Tender akan disusun berdasarkan standard dari Satuan Kerja
Non Vertikal Tertentu Irigasi dan Rawa JAMBI dan juga berdasarkan peraturan
perundangan tentang pelelang pekerjaan yang terbaru tentang peleyang terdiri
dari :
1. Tender Dokumen, yang berisikan:
a. Jilid I
: ketentuan Pelelangan
b. Jilid II
: Spesifikasi Teknis
c. Jilid III
: Syarat-syarat Kontrak
2. Perincian Volume dan Biaya
3. Estimasi biaya, berdasarkan data-data harga terakhir dari daerah.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 107
LAPORAN INTERIM
3.15.2.5.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
PEDOMAN OPERASI & PEMELIHARAAN
Pekerjaan ini dimaksudkan untuk menyusun pedoman pengoperasian dan
pemeliharaan sistim tata reklamasi yang akan dibangun beserta alat bantu
lainnya yang diperlukan untuk pengoperasian dan pemeliharaannya.
Penyusunan pedoman O & P ini akan dilakukan dengan meninjau aspek-aspek
sebagai berikut :
1. Fungsi Operasi dan Pemeliharaan, yang dibedakan menjadi :
a. Organisasi
b. Koordinasi
c. Perencanaan
d. Penyempurnaan
e. Pengarahan
2. Sumber Daya O & P, terdiri dari:
a. Tata air
b. Personalia yang diperlukan
c. Peralatan yang dibutuhkan
d. Pembiayaan
3.15.2.6.
PERHITUNGAN VOLUME PEKERJAAN (BILL OF QUANTITY)
Daftar volume pekenjaan agar dininci untuk seluruh usulan pekerjaan, kemudian
dibuat daftar rekapitulasi pada masing masing perincian yaitu antara lain volume
galian dan timbunan (m3), volume pasangan batu(m3), lining saluran(m2) dan
sebagainya. Prosedur yang sistimatis dan sederhana akan memudahkan cara
perhitungan dan pengontrolan terhadap volume pekerjaan, khususnya untuk
perhitungan volume bangunan gambar sket yang jelas akan sangat membantu
pada saat Mutual Check pada tahap pelaksanaan nantinya.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 108
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Dalam penghitungan biaya konstruksi pekerjaan perlu dilakukan perhitungan
besaran volume pekerjaan yang akan dilakukan. Volume dpekerjaan dihitung
menurut jenis pekerjaannya seperti :
 Pekerjaan Persiapan
 Administrasi/Perijinan
 Kantor Proyek
 Mobilisasi Peralatan
 Barak Pekerja
 Gudang Alat dan Bahan, dll
 Pekerjaan Pembersihan (land clearing)
 Pekerjaan Pembuatan Saluran
 Galian tanah
 Timbunan Tanah
 Pasangan Batu
 Plesteran
 Pembersihan, dll
 Pekerjaan Pembuatan Bangunan Air
 Galian tanah
 Timbunan Tanah
 Pasangan Batu
 Pas. Beton
 Plesteran
 Pas. Pintu air
 Pembersihan, Pengecatan, dll
3.15.3.
ANALISA KELAYAKAN EKONOMI
Dalam suatu perencanaan pembangunan suatu konstruksi yang berkaitan
dengan kepentingan umum, sebelum pembangunan tersebut dilaksanakan perlu
dianalisa terlebih dahulu kelayakan pembangunannya. Analisa kelayakan perlu
dilaksanakan agar konstruksi yang dibangun dapat berfungsi dengan optimal
dan biaya yang dikeluarkan tidak terbuang secara percuma.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 109
LAPORAN INTERIM
3.15.3.1.
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
ESTIMASI BIAYA PROYEK
Biaya proyek pembangunan system jaringan rawa Sei Cemara Kabupaten
Tanjung Jabung Timur Propinsi JAMBI merupakan biaya yang diperlukan untuk
seluruh pekerjaan secara keseluruhan dilaksanakan dengan sistem kontraktual.
Biaya proyek dihitung dengan menggunakan harga finansial atau harga berlaku
(Current Price.) sesuai dengan program pelaksanaan pekerjaan dan dalam mata
uang lokal (Local Currency). Biaya tersebut juga disebut sebagai Biaya Finansial
(Financial Cost).
Susunan biaya proyek terdiri dari komponen-komponen biaya sebagai berikut:
 Biaya Dasar Konstruksi
 Biaya pemeliharaan Fasilitas dan Peralatan O&P
 Biaya dasar penggantian
 Biaya Jasa Layanan Rekayasa
 Biaya Administrasi
 Biaya Tak Terduga
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 110
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
GAMBAR
RENCANA
Daftar Jenis-Jenis
Pekerjaan
Daftar Volume
Pekerjaan
Daftar
Bahan
Daftar
Koefisien
Daftar
Upah
Harga
Bahan
Tabel
Koefisien
Daftar
Alat
Harga
Upah
Tabel
Koefisien
Harga Sewa
/Beli Alat
Harga Satuan Tiap
Jenis Pekerjaan
Rencana Anggaran Biaya
perkelompok Pekerjaan
RAB TOTAL
Gambar 3.14 : Proses perhitungan Anggaran Biaya
3.15.3.2.
ARUS MANFAAT PROYEK
Penelaahan
secara
ekonomis
atas
usulan
proyek
dimaksudkan
untuk
menentukan sumbangan proyek tersebut kepada kesejahteraan nasional
mengenai biaya secara keseluruhan yang dibebankan kepada negara. Analisis
seperti ini memperhitungkan semua biaya dan manfaat (cost and benefits), baik
yang bersifat langsung maupun tidak.
Pengurangan antara arus manfaat brutto dengan investasi kapital dan seluruh
biaya operasi proyek akan merupakan arus manfaat netto keadaan saat ini
(tanpa proyek) dengan arus manfaat netto tambahan (cash flow) yang
berlangsung selama umur ekonomis proyek.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 111
LAPORAN INTERIM
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
Perangkat yang digunakan dalam tinjauan ekonomis alternatif penanganan
adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), dan B/C (Benefit
Cost Ratio).
NPV digunakan untuk melihat selisih manfaat (benefit) dan biaya (cost) yang
dihitung pada saat kini. NPV sangat bermanfaat karena dapat menunjukan
ukuran relatif proyek. NPV dapat bernilai positif atau negatif, namun untuk melihat
kelayakan proyek nilai NPV haruslah positif untuk tingkat bunga yang ditentukan.
IRR, jika diaplikasikan pada aliran manfaat dan biaya, adalah suatu nilai bunga
dimana besarnya NPV adalah sama dengan nol. Untuk kelayakan proyek nilai IRR
harus sama dengan atau lebih besar dari pada biaya kesempatan mendapatkan
modal atau tingkat bunga B/C, diterapkan untuk melihat besarnya perbandingan
antara manfaat yang akan diperoleh dan besarna biaya yang harus dikeluarkan.
Nilai BCR lebih besar dari 1.0 merupakan persyaratan untuk kelayakan suatu
proyek.
Untuk dapat membandingkan keuntungan dan biaya tersebut diperlukan
keseragaman nilai harga pada tahun yang sama, dapat berupa nilai uang saat
ini (Present Value) ataupun nilai uang akan datang (Future Value).
Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai uang sekarang (Present Value)
adalah :
P = F / (1 + i ) n
Dimana :

P
= Nilai uang sekarang
F
= Nilai uang tahun yang akan datang
I
= Besarnya bunga uang
N
= Jangka waktu (tahun)
Net Present Value (NPV)
NPV merupakan selisih antara “present value benefit” dan “present value” dari
biaya, yang dinyatakan dengan rumus :
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 112
LAPORAN INTERIM
n
NPV  
t i
SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
( Bt  Ct
1  i t
dimana :
t
= umur proyek
i
= tingkat bunga
Bt
= benefit (manfaat proyek) pada tahun t
Ct = cost ratio (biaya) pada tahun t
Bila nilai NPV > 0 dan positif berarti proyek dapat dilaksanakan, karena akan
memberikan manfaat. NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis
sebesar biaya (cost) yang dilakukan, sedangkan apabila nilai NPV < 0, maka
proyek tidak akan memberi manfaat sehingga tidak layak untuk dilaksanakan.

IRR
IRR atau metode tingkat pengembalian adalah metode untuk analisis
ekonomi yang paling terkenal. Secara ekivalen, IRR dapat dihitung dengan
mempersamakan cashflow A.W.s (Annual Worths) ataupun cashflow P.W.s
sama dengan nol dan memberikan pemecahan untuk tingkat suku bunga
(IRR) yang memberikan kesamaan.
Nilai IRR adalah nilai discount rate ( i ) sehingga NPV proyek sama dengan nol.
NPV dapat dinyatakan dengan persamaan :
n
NPV  
t i
( Bt  Ct
1  IRR t
0
Bila nilai IRR > social discount rate, maka proyek layak untuk dilaksanakan, dan
bila
IRR < social discount rate, maka proyek proyek tidak layak untuk
dilaksanakan.
Suatu investasi dikatakan memberikan keuntungan jika tingkat IRR lebih besar
dari tingkat suku bunga yang dijadikan standar. Pada perhitungan tingkat
suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga standar Bappenas
yaitu sebesar 12 % per tahun.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 113
LAPORAN INTERIM

SID DR. SEI KEPAYANG – TANJAB BARAT
BCR
BCR atau dalam bahasa Indonesia adalah perbandingan Untung-Biaya
dapat ditentukan sebagai perbandingan dari nilai keuntungan ekivalen
terhadap nilai biaya ekivalen. Nilai-nilai ekivalen biasanya dinyatakan sebagai
A.W.s (Annual Worths)/Nilai Tahunan atau P.W.s (Present Worths)/Nilai
Sekarang, tetapi bisa juga F.W.s (Future Worths)/Nilai Mendatang . Pada
perhitungan ini digunakan nilai ekivalen P.W.s. Sehingga rumus perhitungan
yang digunakan adalah sebagai berikut :
n
B/C 
Bt
 1  i 
t
t i
n
Ct
 1  i 
t i
t
Suatu investasi dikatakan bermanfaat/menguntungkan secara finansial, jika
nilai

BCR > 1.

NPV > 0

EIRR > suku bunga bank.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa besar keuntungan (B) dikurangi biaya (C)
memberikan hasil yang lebih besar dari nol, dan nilai ini dinayatakan sebagai
NPV (Net Present Value).
3.15.4.
PENYUSUNAN LAPORAN AKHIR
Hasil-hasil studi yang telah dilakukan akan dituliskan dalam Laporan akhir.
Sebelum dibuat laporan akhir, akan dibuat laporan akhir sementara. Laporan ini
memuat laporan semua hasil analisis dan studi serta hasil evaluasi, kesimpulan
dan rekomendasi sementara. Jenis dan jumlah laporan yang akan dibuat dapat
dilihat pada Bab Pelaporan.
WAHANA REKA TEKINDO pt.
Hal. 3 - 114
Download