Uploaded by novitasari.puput4

304515356-Managemen-Risiko-Di-Tempat-Kerja

advertisement
Managemen Risiko di Tempat Kerja
Managemen Risiko Di Tempat Kerja
Disusun oleh :
NOVA BUDI TRIYONO
(KM.11.00301)
Kelas: KM4B
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA
2013/2014
A. Managemen Risiko Di Tempat Kerja
1. Menurut Smith (1990 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen Resiko didefinisikan
sebagai proses identifikasi, pengukuran,dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang
mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut.
2. Menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam Anonim 2009), Manajemen risiko
didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua
kejadian yang menimbulkan kerugian.
3. Menurut William, et.al (1995 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko juga
merupakan
suatu
aplikasi
dari
manajemen
umum
yang
mencoba
untuk
mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian
pada sebuah organisasi.
4. Dorfman (1998 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko dikatakan sebagai
suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu
kerugian.
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan managemen risiko adalah Penerapan secara
sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan akitivitas dalam kegiatan identifikasi
bahaya, analisa, penilaian, penanganan dan pemantauan serta review risiko.
Tujuan managemen risiko di tempat kerja:
meminimalkan kerugian akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang
untuk meningkatkan produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman,
memotong mata rantai kejadian kerugian akibat kegagalan
Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam
resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah dan
memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau
mentransfer resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki
adalah untuk mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil
(Shen 1997 dikutip dalam Anonim 2009).
Manfaat manajemen risiko:
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al., 1996
dikutip dalam Anonim 2009)
1. Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit.
2. Memudahkan estimasi biaya.
3. Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam
cara yang benar.
4. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan
ketidakpastian dalam keadaan yang nyata.
5. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak
informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
6. Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan.
7. Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah.
8. Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif.
Menurut Darmawi (2005 dikutip dalam Anonim 2009) Manfaat manajemen risiko yang
diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu :
1. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
2. Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
3. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
4. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan
terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.
5. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur
pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara
tidak langsung menolong meningkatkan public image.
Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, maka secara implisit sudah
terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara
lain sebagai berikut ini (Darmawi 2005 dikutip dalam Anonim 2009).
a. Survival
b. Kedamaian pikiran
c. Memperkecil biaya
d. Menstabilkan pendapatan perusahaan
e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan
f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan
g. Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat.
B. Eliminasi
Eliminasi adalah Menghilangkan suatu bahan/tahapan proses berbahaya.
tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan
suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya merupakan
metode yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku pekerja dalam
menghindari resiko, namun demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu
praktis dan ekonomis.
Contoh-contoh eliminasi bahaya yang dapat dilakukan misalnya: bahaya jatuh, bahaya
ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahaya kimia.
C. Subtitusi
Subtitusi adalah Metode pengendalian bertujuan untuk mengganti bahan, proses,
operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan
pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem ataupun
desain ulang.
Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin untuk
mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan bahan
pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik,
mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.
D. Pengendalian secara teknik (enginering control)
Pengendalian ini dilakukan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta untuk
mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem
mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah adanya penutup mesin/machine guard,
circuit breaker, interlock system, start-up alarm, ventilation system, sensor, sound enclosure.
E. Pengendalian secara administratif
Kontrol administratif ditujukan pengandalian dari sisi orang yang akan melakukan
pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi, memiliki
kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman.
Jenis pengendalian ini antara lain: seleksi karyawan, adanya standar operasi baku (SOP),
pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan,
manajemen perubahan, jadwal istirahat, investigasi dll.
F. Alat pelindung diri
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan hal yang paling tidak
efektif dalam pengendalian bahaya,dan APD hanya berfungsi untuk mengurangi seriko dari
dampak bahaya. Karena sifatnya hanya mengurangi, perlu dihindari ketergantungan hanya
menggandalkan alat pelindung diri dalam menyelesaikan setiap pekerjaan.
Alat pelindung diri Mandatory adalah antara lain: Topi keselamtan (Helmet), kacamata
keselamatan, Masker, Sarung tangan, earplug, Pakaian (Uniform) dan Sepatu Keselamatan.
Dan APD yang lain yang dibutuhkan untuk kondisi khusus, yang membutuhkan perlindungan
lebih misalnya: faceshield, respirator, SCBA (Self Content Breathing Aparatus),dll.
Pemeliharaan dan pelatihan menggunakan alat pelindung diripun sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan efektifitas manfaat dari alat tersebut.
Dalam aplikasi pengendalian bahaya, selain kita berfokus pada hirarkinya tentunya dipikirkan
pula kombinasi beberapa pengendalian lainnya agar efektifitasnya tinggi sehingga bahaya dan
resiko yang ada semakin kecil untuk menimbulkan kecelakaan.
Contoh : adanya adanya unit mesin baru yang sebelumnya memiliki kebisingan 100 dBA
dilberikan enclosure (dengan metode engineering control) sehingga memiliki kebisingan 90
dBA, selain itu ditambahkan pula safety sign dilokasi kerja, adanya preventive maintenance
untuk menjaga keandalaann mesin dan kebisingan terjaga, pengukuran kebisingan secara
berkala, diberikan pelatihan dan penggunaan earplug yang sesuai.
REFERENSI:
1.
http://www.google.co.id/#output=search&sclient=psyab&q=cara+kerja+eliminasi+dalam+pengendalian+risiko+akibat+kerja&oq=cara+kerja+elim
inasi+dalam+pengendalian+risiko+akibat+kerja
2.
3.
http://okleqs.wordpress.com/2008/01/05/manajemen-risiko/
http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemen-risiko-dalam-keselamatan-dankesehatan-kerja/
4. http://krisinashare.blogspot.com/p/blog-page_12.html
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
MENCEGAH KECELAKAAN KERJA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan
dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga mengakibatkan
meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang
beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan
pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang
pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU
No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai
agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pencegahan merupakan cara yang paling efektif
Konsep dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja :
Dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yaitu : perilaku yang tidak aman
dan kondisi lingkungan yang tidak aman, berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja,
penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku
yang tidak aman sebagai berikut:
1. sembrono dan tidak hati-hati
2. tidak mematuhi peraturan
3. tidak mengikuti standar prosedur kerja.
4. tidak memakai alat pelindung diri
5. kondisi badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa
dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan
yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima
perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas.
B. Jenis kecelakaan pada beberapa bidang industri
Manufaktur (termasuk elektronik, produksi metal dan lain-lain)
1. terjepit, terlindas
2. teriris, terpotong
3. jatuh terpeleset
4. tindakan yg tidak benar
5. tertabrak
6. berkontak dengan bahan yang berbahaya
7. terjatuh, terguling
8. kejatuhan barang dari atas
9. terkena benturan keras
10. terkena barang yang runtuh, roboh
Elektronik (manufaktur)
1. teriris, terpotong
2. terlindas, tertabrak
3. berkontak dengan bahan kimia
4. kebocoran gas
5. Menurunnya daya pendengaran, daya penglihatan
Produksi metal (manufaktur)
1. terjepit, terlindas
2. tertusuk, terpotong, tergores
3. jatuh terpeleset
Petrokimia (minyak dan produksi batu bara, produksi karet, produksi karet, produksi
plastik)
1. terjepit, terlindas
2. teriris, terpotong, tergores
3. jatuh terpelest
4. tindakan yang tidak benar
5. tertabrak
6. terkena benturan keras
Konstruksi
1. jatuh terpeleset
2. kejatuhan barang dari atas
3. terinjak
4. terkena barang yang runtuh, roboh
5. berkontak dengan suhu panas, suhu dingin
6. terjatuh, terguling
7. terjepit, terlindas
8. tertabrak
9. tindakan yang tidak benar
10. terkena benturan keras
Produksi alat transportasi bidang reparasi
1. terjepit, terlindas
2. tertusuk, terpotong, tergores
3. terkena ledakan
C. Pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Tujuan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja adalah mencegah terjadinya kecelakaan.
Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah pengambilan tindakan yang tepat
terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep keselamatan dan
kesehatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan.
Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja Melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan
efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit.
Berbagai arah keselamatan dan kesehatan kerja
1. Mengantisipasi keberadaan faktor penyebab bahaya dan melakukan pencegahan
sebelumnya.
2. Memahami jenis-jenis bahaya yang ada di tempat kerja
3. Mengevaluasi tingkat bahaya di tempat kerja
4. Mengendalikan terjadinya bahaya atau komplikasi.
Mengenai peraturan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja Yang terutama adalah UU
Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja dan Detail Pelaksanaan UU Keselamatan dan
Kesehatan Tenaga Kerja.
Faktor penyebab berbahaya yang sering ditemui
1. Bahaya jenis kimia: terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal,
cairan non-metal, hidrokarbon dan abu, gas, uap steam, asap dan embun yang
beracun.
2. Bahaya jenis fisika: lingkungan yang bertemperatur panas dingin, lingkungan yang
beradiasi pengion dan non pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak
normal.
3. Bahaya yang mengancam manusia dikarenakan jenis proyek: pencahayaan dan
penerangan yang kurang, bahaya dari pengangkutan, dan bahaya yg ditimbulkan oleh
peralatan.
Cara pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja
1. Pengendalian teknik: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan
berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan
ventilasi pergantian udara.
2. Pengendalian administrasi: mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan
keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda – tanda
peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem
penangganan darurat.
3. Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan.
Mengapa diperlukan adanya pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja?
Menurut H. W. Heinrich, penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku
yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedua
hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan. Oleh karena itu, pelaksanaan diklat keselamatan
dan kesehatan tenaga kerja dapat mencegah perilaku yang tidak aman dan memperbaiki
kondisi lingkungan yang tidak aman.
Tujuan pelatihan Agar tenaga kerja memiliki pengetahuan dan kemampuan mencegah
kecelakaan kerja, mengembangkan konsep dan kebiasaan pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja, memahami ancaman bahaya yang ada di tempat kerja dan menggunakan
langkah pencegahan kecelakaan kerja. Peraturan yang perlu ditaati UU Keselamatan dan
Kesehatan Kerja mengatur agar tenaga kerja, petugas keselamatan dan kesehatan kerja dan
manajer wajib mengikuti pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja. Obyek pendidikan dan
pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Petugas keselamatan dan kesehatan kerja
Manajer bagian operasional keselamatan dan kesehatan kerja
Petugas operator mesin dan perlengkapan yang berbahaya
Petugas operator khusus
Petugas operator umum
Petugas penguji kondisi lingkungan kerja
Petugas estimasi keselamatan pembangunan
Petugas estimasi keselamatan proses produksi
Petugas penyelamat
1. Tenaga kerja baru atau sebelum tenaga kerja mendapat rotasi pekerjaan
Jadwal dan isi program pelatihan Berbagai obyek pelatihan disesuaikan dengan peraturan
mengenai jadwal dan isi program pelatihan. Prinsip analisa keselamatan dan kesehatan kerja
Mencari penyebab dari seluruh tingkat lapisan, dari lapisan umum sampai dengan pokok
penyebabnya, dicari secara tuntas, hingga dapat diketahui penyebab utamanya dan melakukan
perbaikan.
Pencegahan kecelakaan kerja Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, sebelumnya
harus dimulai dari pengenalan bahaya di tempat kerja, estimasi, tiga langkah pengendalian,
dalam pengenalan bahaya perlu adanya konfirmasi keberadaan bahaya di tempat kerja,
memutuskan pengaruh bahaya; dalam mengestimasi bahaya perlu diketahui adanya tenaga
kerja di bawah ancaman bahaya pajanan atau kemungkinan pajanan, konfirmasi
apakah kadar pajanan sesuai dengan peraturan, memahami pengendalian perlengkapan atau
apakah langkah manajemen sesuai persyaratan; dalam pengendalian bahaya perlu dilakukan
pengendalian sumber bahaya, dari pengendalian jalur bahaya, dari pengendalian tambahan
terhadap tenaga kerja pajanan, menetapkan prosedur pengamanan.
Tindakan penanganan setelah terjadi kecelakaaan kerja Berdasarkan UU Perlindungan
Tenaga Kerja dan Kecelakaan Kerja, pemilik usaha pada saat mulai memakai tenaga kerja,
harus membantu tenaga kerjanya untuk mendaftar keikutsertaan asuransi tenaga kerja, demi
menjamin keselamatan tenga kerja. Selain itu, setelah terjadi kecelakaan kerja, pemilik usaha
wajib memberikan subsidi kecelakaan kerja, apabila pemilik usaha tidak mendaftarkan tenaga
kerjanya ikut serta asuransi tenaga kerja sesuai dengan UU Standar Ketenagakerjaan, maka
pemilik usaha akan dikenakan denda.
D. Data keselamatan dan kesehatan kerja di industri elektronik
a. Karakteristik industri elektronik
Karakteristik industri elektronik adalah mengoperasikan mesin atau peralatan dengan tenaga
besar, mesin atau peralatan tersebut dapat beroperasi secara otomatis atau setengah otomatis
atau beroperasi dengan menggunakan bahan kimia yang korosif. Kecelakaan kerja yang
terjadi terbagi dalam 3 golongan bahaya, yaitu: bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya
ergonomik.
1. Bahaya kimia: terhirup atau kontak kulit dengan cairan metal, cairan non metal,
hidrokarbon, debu, uap steam, asap, gas dan embun beracun
2. Bahaya fisik: suhu lingkungan yang ekstrim panas dingin, radiasi non pengion dan
pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak normal.
3. Bahaya ergonomik: bahaya karena pencahayaan yang kurang, pekerjaan
pengangkutan dan peralatan.
b. Analisa kasus
Peralatan industri eleltronik sebagian besar menggunakan listrik tegangan tinggi, tingkat
kecelakaan yang ditimbulkan berbeda. Dari contoh kasus yang dipilih di bawah ini,
kecelakaan yang banyak mengakibatkan kematian adalah terjepit dan terlindas. Jenis
kecelakaan lain juga bisa menimbulkan kecelakaan yang serius. Dengan adanya contoh kasus
di bawah ini diharapkan dapat membuat pemilik usaha dan pekerja mengerti akan pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja. Tiga tahapan penyebab kecelakaan yang akan dianalisa:
1. Penyebab umum : penyebab utama yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan
keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Penyebab terperinci : penyebab yang mengakibatkan terjadinya penyebab umum.
3. Penyebab pokok : penyebab paling dasar yang mengakibatkan kecelakaan.
Setelah setiap tahapan penyebab dijelaskan, akan diberikan penjelasan tambahan mengenai
kondisi lingkungan yang tidak aman dan perilaku yang tidak aman.


Lingkungan yang tidak aman: pemilik usaha tidak menyediakan peralatan dan
prosedur yang aman bagi lingkungan kerja, jadwal kerja yang tidak tepat, dan
pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja yang tidak efisien, dan lain sebagainya .
Perilaku kerja yang tidak aman: konsekuensi dari tidak adanya budaya keselamatan
dan kesehatan kerja, pekerja yang tidak mematuhi peraturan prosedur kerja, dan sikap
ketidak hati- hatian dalam bekerja.
Klasifikasi di atas dilakukan secara garis besar, dalam beberapa situasi bias terjadi
kecelakaan secara bersamaan, berdasarkan sudut pembicaraan bias menghasilkan hal yang
berbeda, sehingga ruang lingkupnya fleksibel. Bagian terakhir diberikan beberapa strategi
perbaikan situasi untuk meningkatkan mutu lingkungan kerja dan menambah produktifitas.
c. Terjepit terlindas
Judul kasus : Kematian yang terjadi karena terlindas mesin pengangkut bahan baku di area
penampungan melanism. Petugas operator Wanita, 25 tahun, pengalaman kerja 1,5 tahun
Tugas kerja Menambahkan cairan obat di bak penampungan melanism Waktu Bulan Mei
tahun X sekitar jam 5 sore. Tempat kejadian Jalur produksi Peralatan atau benda yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan Mesin pengangkut bahan baku, tiang penopang mesin
pengangkut Urutan kejadian.
Pada suatu hari sekitar jam 4:30-5:00 sore, seorang manajer bagian produksi sebuah
perusahaan elektronik sedang melakukan inspeksi keliling di jalur produksi melanism,
semuanya berjalan normal. Pada malam hari jam 9:20, saat dia melakukan inspeksi lagi,
melalui pintu depan terlihat pekerja jalur produksi bak penampungan melanism telah terjepit
di antara dasar mesin pengantar bahan baku dan tiang, wajahnya mengarah ke bak cairan
obat, melalui pengoperasian tombol mesin, akhirnya dia dapat dipindahkan dan dibawa ke
rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan, 1 jam kemudian korban meninggal dunia. Jalur
produksi melanism panjangnya 11 meter, lebarnya 2,1 meter. Peralatan yang dipakai
merupakan mesin yang bekerja secara otomatis, jalur itu terdiri dari bak pencucian air, bak
pencucian asam, bak penampungan melanism dan bak lainnya.
Sepanjang sisi kanan dan kiri bak terdapat tiang 10 x 10 cm setiap jarak 2 meter. Jalur
berjalan dibuat menempel pada tiang dengan jarak 1,8 meter dari lantai dan mesin pengantar
bahan baku beroperasi di jalur berjalan tersebut.
Penyebab umum
1. Jalur produksi tidak memiliki peralatan isolasi pengamanan (gambar 2.2). (lingkungan
yang tidak aman)
2. Tidak membantu atau mengawasi pekerja, di seluruh jalur hanya ada seorang pekerja
yang bekerja sendirian.
3. Tidak ada pengawas keselamatan dan kesehatan kerja yang melakukan inspeksi.
(lingkungan yang tidak aman).
4. Tidak memberikan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja kepada pekerja,
pengetahuan pekerja akan keselamatan dan kesehatan kerja masih kurang. (perilaku
yang tidak aman).
5. Tidak menetapkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja agar dapat ditaati oleh
pekerja. (perilaku yang tidak aman). Penyebab terperinci 1. Pemilik usaha tidak
menyediakan peralatan keselamatan dan kesehatan kerja yang memadai. (lingkungan
yang tidak aman).
* Penyediaan tenaga kerja yang kurang sehingga tidak memungkinkan 2 orang pekerja
bekerja secara bersamaan. (lingkungan yang tidak aman).
* Perusahaan tidak besar (jumlah tenaga kerja sedikit) sehingga tidak memenuhi peraturan
dibentuknya pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja serta tidak adanya pengawas di
tempat kerja. (lingkungan yang tidak aman).
* Perusahaan mengabaikan pentingnya pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dan tidak
menyediakan jalur informasi yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
(lingkungan yang tidak aman).
Penyebab pokok
1. Perusahaan tidak mempunyai perencanaan alokasi tenaga kerja yang terperinci di
setiap bagian.(lingkungan yang tidak aman).
2. Pengetahuan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan tidak
mencukupi. (lingkungan dan perilaku yang tidak aman).
Strategi Pengendalian
1. Membentuk petugas bagian keselamatan dan kesehatan kerja dan melakukan
pengecekan peralatan dan pengoperasiannya secara rutin.
2. Pekerja diharuskan mengikuti pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dan
memasukan contoh kasus ini sebagai materi pelajaran, meningkatkan pengetahuan
pekerja akan keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terulangnya
kecelakaan yang sama.
3. Menetapkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dan lolos sensor
kelayakan oleh instansi terkait, kemudian diumumkan dan dilaksanakan secara wajib.
4. Bagian keselamatan dan kesehatan kerja melakukan pelatihan dan menjalankan
inspeksi prosedur kerja secara ketat.
5. Membuat perencanaan alokasi tenaga kerja.
6. Membuat peralatan isolasi pengamanan dan peralatan penghenti otomastis dalam
keadaan darurat, dan lain-lain, agar pekerja mempunyai peralatan pelindung diri.
d. Terjepit terlindas
Judul kasus : Kematian dikarenakan terjepit bagian bawah penghisap mesin pemindah
lembaran ketika mengoperasikannya Petugas operator Seorang wakil pengawas bermarga
Shen dan seorang teknisi bermarga Cien Tugas kerja 2 orang mengoperasikan mesin
pemindah lembaran secara bersamaan, menggunakan pisau untuk memotong lembaran
tembaga Waktu Bulan Juli tahun X sekitar jam 6:40 sore Tempat kejadian Jalur produksi
Peralatan atau benda yang menyebabkan terjadinya kecelakaan Pisau yang terganjal, alat
penghisap lembaran tembaga pada mesin pemindah lembaran Urutan kejadian Pada sebuah
perusahaan IT (Industri dan Teknologi), seorang teknisi bermarga Cien yang pada awalnya
berada di bagian pelapisan lem, pada suatu malam mengoperasikan mesin pemindah
lembaran bersama dengan seorang asisten insinyur bermarga Chai. Sekitar jam 06:40, wakil
pengawas teknisi Shen (korban bermarga Shen) memindahkan asisten insinyur Chai bekerja
ke bagian pengecekan lembaran, kemudian wakil pengawas itu mengoperasikan mesin
pemindah lembaran bersama dengan teknisi tadi.
Dalam waktu puluhan menit mereka memotong lebih dari 20 lembar tembaga, sekitar jam 7
pisau yang mereka gunakan untuk memotong lembaran tembaga, secara bersamaan terganjal
di dasar lembaran tembaga (alasan terganjal mungkin disebabkan oleh sudut pemotongan
atau mata pisau yang telah tumpul, sebuah pisau kira-kira memotong 70-80 lembar tembaga,
setelah itu harus diganti dengan pisau yang baru, bila tidak maka pisau akan terganjal di dasar
lembaran tembaga karena telah tumpul) .
Teknisi Cien mencabut pisau itu dan mulai memotong lembaran tembaga lagi, wakil
pengawas Shen mungkin terlambat mencabut pisau, selain itu karena dia telah memasukkan
kabel nilon ke lubang tombol penggerak dan otomatis terangkat, karena ingin hemat waktu,
dia memasukkan kepalanya ke bawah alat penghisap untuk memasang pisaunya, akhirnya
kepalanya terjepit di dasar alat penghisap mesin pengangkat lembaran yang sedang bergerak
13 ke bawah untuk mengambil lembaran tembaga (gambar 2.3). Karena teknisi Cien baru 3
hari dipindahkan ke area kerja bagian mesin pemindah itu, dia kurang menguasai cara kerja
mesin tersebut, sehingga pada saat itu segera berteriak meminta bantuan pekerja lainnya
untuk mengoperasikan mesin pemindah lembaran dan menolong wakil pengawas Shen, tetapi
wakil pengawas tersebut detak jantungnya telah berhenti dan saluran pernafasannya patah.
Tahapan penyebab Keterangan Penyebab umum
1. Pada mesin pengangkat lembaran yang mudah terjadi kecelakaan tidak dipasang alat
isolasi pengamanan untuk memisahkan pekerja mendekati mesin. (lingkungan yang
tidak aman).
2. Pisau terganjal oleh mesin dan tidak dapat segera dilepaskan. (lingkungan yang tidak
aman).
3. Tombol darurat tidak terlihat secara menonjol, sehingga teknisi Cien tidak dapat
segera menekan tombol tersebut untuk menghentikan mesin. (lingkungan yang tidak
aman).
4. Wakil pengawas memiliki pandangan yang salah tentang keselamatan dan kesehatan
kerja, membuat mesin yang tadinya semi otomatis menjadi otomatis dan tubuhnya
mendekati area pengoperasian mesin tersebut. (perilaku yang tidak aman).
Penyebab terperinci
1. Pemilik usaha tidak menyediakan sarana keselamatan dan kesehatan kerja yang
memadai. (lingkungan yang tidak aman).
2. Pisau yang tumpul sangat mudah terganjal, tidak menuntut perusahaan penyedia
peralatan untuk mendesain ulang cara kerja mesin. (lingkungan yang tidak aman).
3. Pengawas di jalur produksi otomatis tidak menghentikan perilaku tidak aman dari
wakil pengawas Shen. (lingkungan yang tidak aman).
Analisa
Penyebab pokok
1. Perusahaan tidak memasang peralatan isolasi di tempat yang mudah terjadi
kecelakaan kerja. (lingkungan yang tidak aman)
2. Perusahaan tidak mempunyai kebijakan yang menuntut agar pekerja bekerja sesuai
dengan prosedur kerja atau melakukan perbaikan peralatan. (perilaku yang tidak
aman).
3. Perusahaan tidak mempunyai pengetahuan pentingnya keselamatan dan kesehatan
kerja dan pelatihan yang mencukupi. (lingkungan dan perilaku yang tidak aman).
Strategi
Pengendalian
1. Benar-benar menjalankan pengawasan kerja, menghilangkan penyebab perilaku yang
tidak aman dan lingkungan yng tidak aman.
2. Memberikan pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja di bidang
pekerjaan yang diperlukan kepada pekerja. Dan memasukan contoh kasus ini dalam
materi pelajaran, demi meningkatkan pengetahuan pekerja akan keselamatan dan
kesehatan kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang sama.
3. Menetapkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dan lolos sensor
kelayakan oleh instansi terkait, kemudian diumumkan dan dilaksanakan secara wajib.
4. Bagian keselamatan dan kesehatan kerja melakukan pelatihan dan menjalankan
inspeksi prosedur kerja secara ketat.
5. Membuat peralatan pelindung yang memisahkan mesin dan alat penghenti darurat dan
lain-lain, sebagai sarana perlindungan bagi petugas.
6. Menjalankan sistem penghargaan dan hukuman, memaksa pekerja untuk mentaati
prosedur standar pekerjaan.
7. Memperbaiki prosedur pengoperasian peralatan dan menghilangkan masalah pisau
pemotong lembaran tembaga yang terganjal.
8. Alat penghisap Alas datar mesin pengangkat lembaran.
e. Tertabrak
Judul kasus : Kematian dikarenakan tertabrak alat penggantung otomatis ketika melapisi
PCB dengan nikel Petugas operator Laki – laki, 25 tahun Tugas kerja Melakukan inspeksi
keliling di jalur produksi BGA PCB Waktu Bulan April tahun X sekitar jam 8 pagi Tempat
kejadian Area otomatis di jalur produksi Peralatan atau benda yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan Sebuah mesin penggantung otomatis .
Urutan kejadian Pada suatu hari sekitar jam 8 pagi, pengawas A dan pekerja B bersama-sama
melakukan inspeksi keliling di jalur produksi pelapisan BGA PCB dengan nikel. Pekerja B
mendapatkan panggilan telepon sehingga pergi ke kantor di depan area pemasukan bahan
baku untuk menerima telepon. Sekitar 2 menit kemudian, dia kembali ke area di jalur
produksi tadi dan melihat pengawas A telah terbaring telungkup di lantai dekat area bak
pencucian air, kepalanya mengeluarkan darah, kepala menghadap ke bawah dan kakinya
berada di lantai sebelah jaring pengaman, punggung tertutup jaring pengaman. Setelah itu dia
segera dikirim ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan, tetapi tidak dapat
diselamatkan dan meninggal dunia.
Tahapan penyebab Keterangan
Penyebab umum
1. Memasuki area operasi otomatis tanpa mematikan mesin terlebih dahulu, ini adalah
perilaku yang tidak aman, dapat dilihat konsep keselamatan dan kesehatan kerja yang
tidak cukup memadai. (perilaku yang tidak aman).
2. Jalur produksi tidak mempunyai pengawas lainnya dan tidak dilengkapi dengan
peralatan perekam. (lingkungan yang tidak aman).
Analisa
Penyebab terperinci
1. Pekerja kurang memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja yang cukup
sehingga membawa dirinya sendiri dalam area berbahaya . (perilaku yang tidak
aman).
2. Perusahaan tidak memasang alarm peringatan keadaan abnormal, demi mencegah
orang yang tidak berkepentingan memasuki area operasi. (lingkungan yang tidak
aman).
Penyebab pokok
1. Perusahaan tidak memaksa pekerja mentaati prosedur standar kerja. (perilaku yang
tidak aman).
2. Perusahaan tidak mempunyai pengetahuan pentingnya keselamatan dan kesehatan
kerja dan pelatihan yang mencukupi. (lingkungan dan perilaku yang tidak aman).
Strategi
pengendalian
1. Pekerja diharuskan mengikuti pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dan
memasukan contoh kasus ini sebagai materi pelajaran, meningkatkan pengetahuan
pekerja akan keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terulangnya
kecelakaan yang sama.
2. Menetapkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dan lolos sensor
kelayakan oleh instansi terkait, kemudian diumumkan dan dilaksanakan secara wajib.
3. Bagian keselamatan dan kesehatan kerja melakukan pelatihan dan menjalankan
inspeksi prosedur kerja secara ketat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kasus-kasus kecelakaan kerja di atas, mungkin disebabkan oleh lingkungan yang tidak aman
atau perilaku yang tidak aman. Baik pemilik usaha dan pekerja bekerja sama
mengaktualisasikan keselamatan dan kesehatan kerja, pekerja setiap saat melaporkan
penyebab tidak aman di lingkungan kerja kepada pemilik usaha, pemilik usaha juga
bertanggung jawab melakukan perbaikan lingkungan, mengoreksi perilaku pekerja yang tidak
aman. Konsep ini tergantung pada pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja
dalam jangka waktu panjang, hingga terbentuk budaya keselamatan dan kesehatan kerja,
memperbaiki kondisi kerja secara tuntas, menjadi figur perusahaan yang baik, sehingga dapat
membuat pekerja saling membantu, menjamin kelancaran produksi, mencapai tujuan nol
kecelakaan kerja.
B. Saran
Ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah kesehatan kerja tang telah
memberikan tugas makalah ini kepada saya. Dalam penyusunan makalah ini penyusun
menyadari bahwa masih banyak hal – hal yang kurang jelas baik itu dalam pengumpulan
materi maupun dalam penulisan makalah ini. Oleh sebab itu penyusun sangat mengharapkan
kritikan, masukan / saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Kerja. Cet. ke-2, Mei.
Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Strategi Peningkatan Keselamatan Kerja &
Keselamatan Publik di Indonesia melalui
Pendekatan Sistematik Pencegahan
Kecelakaan
Press Release Pidato Guru Besar Fatma Lestari FKM UI_15 Jan 2014.pdf
Pengukuhan Prof. dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D.
Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Keselamatan Kerja, FKM UI
(Balai Sidang UI, 15 Januari 2014 Pk. 10.00-12.00)
Pelbagai kecelakaan kita hadapi pada kegiatan kita sehari-hari, baik di tempat kerja maupun
pada publik. Kecelakaan terjadi pada berbagai sektor dan aktivitas manusia seperti
kecelakaan transportasi, kecelakaan dan kebakaran di industri minyak dan gas bumi,
kecelakaan di industri kimia, industri pertambangan, manufaktur, gedung, laboratorium,
universitas, perumahan.
Data statistik kecelakaan kerja dari Jamsostek menunjukkan hingga akhir tahun 2012 telah
terjadi 103.074 kasus kecelakaan kerja, di mana 91,21% korban kecelakaan kembali sembuh;
3,8% mengalami cacat fungsi; 2,61% mengalami cacat sebagian, dan sisanya meninggal
dunia (2.419 kasus) dan mengalami cacat total tetap (37 kasus), dengan rata-rata terjadi 282
kasus kecelakaan kerja setiap harinya (Laporan Tahunan Jamsostek 2012). Singapore,
diambil sebagai perbandingan, jumlah kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian tahun
2004 83 kasus, tahun 2005 (71 kasus), tahun 2006 (62 kasus), tahun 2007 (63 kasus), dan
tahun 2008 terjadi 67 kasus. Data kecelakaan dari Biro Pusat Statistik diperoleh dari Kantor
Kepolisian Republik Indonesia sejak tahun 1992 hingga 2004 berkisar antara 12.675 hingga
19.920 kecelakaan, dan meningkat drastis pada tahun 2005 yaitu 91.623 kasus. Peningkatan
kecelakaan terjadi dari tahun 2007 hingga 2012 yaitu dari 49.553 menjadi 117.949
kecelakaan. Statistik kebakaran dari Dinas Pemadam Kebakaran & Penanggulangan Bencana
DKI Jakarta selama kurun waktu 10 tahun 2003-2013 berada pada kisaran antara 708 tahun
2010 (terendah) hingga tertinggi 1039 kebakaran pada tahun 2012. Perkiraan kerugian yang
diderita berkisar dari Rp. 109.838.835.000 pada tahun 2003 hingga tertinggi Rp.
298.450.580.000 pada tahun 2012. Sepanjang tahun 2013 terjadi sejumlah 997 kebakaran di
DKI Jakarta dengan perkiraan kerugian Rp. 254.546.600.000, kematian sejumlah 42 jiwa dan
jumlah jiwa yang terkena dampak mencapai 20.861 jiwa.
Statistik kecelakaan pada Sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas) terbagi menjadi kegiatan
usaha hulu dan hilir. Data kecelakaan pada kegiatan hulu Migas pada tahun 2009 – 2013
menunjukkan bahwa kematian terjadi sejumlah 4 jiwa pada tahun 2009, 17 jiwa pada tahun
2010, 11 jiwa pada tahun 2011, 8 jiwa pada tahun 2012 dan 4 jiwa pada tahun 2013. Pada
kegiatan usaha hilir Migas, kejadian kecelakaan yang mengakibatkan fataliti (kematian)
berjumlah 4 jiwa (tahun 2009), 2 jiwa (tahun 2010), 3 jiwa (tahun 2011), 3 jiwa (2012) dan 2
jiwa (2013). Statistik kecelakaan sektor Mineral dan Batubara sejak tahun 2008 - 2013
menunjukkan kecelakaan yang menyebabkan kematian sejak tahun 2008-2013 sejumlah 19
jiwa (2008), 44 jiwa (2009), 15 jiwa (2010), 22 jiwa (2011), 29 jiwa (2012), dan 45 jiwa
(2013).
Kecelakaan berdampak bagi individu maupun bagi institusi. Dampak bagi individu dapat
berupa cidera ringan, cidera berat, cacat fungsi, cacat tetap, cacat total, kematian serta diikuti
kesedihan mendalam bagi keluarga dan masyarakat. Dampak bagi institusi meliputi kerugian
jiwa (cidera, cacat, kematian), kehilangan sumber daya berharga, biaya perawatan kesehatan,
kerugian aset (uang, properti, gedung, peralatan, material, produk), mengurangi laba institusi
karena menutup kerugian dari insiden, kehilangan waktu & terhentinya proses & kegiatan
kerja, pencemaran lingkungan, dampak sosial & citra insitusi terhadap konsumen &
masyarakat.
Penerapan Keselamatan di Indonesia saat kini perlu ditingkatkan, namun terdapat tantangan
antara lain masih rendahnya kesadaran keselamatan sebagian besar masyarakat Indonesia,
belum terintegrasinya manajemen keselamatan secara nasional, masing-masing sektor
menggerakkan diri secara sektoral dan sporadis, keselamatan belum dianggap tanggung
jawab bersama. Belum semua universitas memasukkan pendidikan keselamatan ke dalam
kurikulum. Selain itu, adanya pandangan bahwa kinerja keuangan lebih penting daripada
upaya keselamatan kerja. Pendekatan yang dilakukan lebih bersifat “reaktif” bukan
“proaktif”, pendekatan reaktif adalah jika sudah terjadi kecelakaan barulah bereaksi,
sedangkan pendekatan “proaktif” lebih menekankan pencegahan kecelakaan sebelum terjadi.
Kesadaran akan keselamatan dimulai dari diri sendiri, keluarga, sekolah, tempat kerja dan
masyarakat. Tantangan ini telah direspons sangat baik antara lain terdapat program-program
keselamatan seperti Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi : Indonesia Berbudaya K3 –
2015, SKK Migas: Journey to Zero Incidents, serta program-program keselamatan disektor
lainnya. Kontribusi para akademisi melalui publikasi dan buku-buku terkait keselamatan juga
memberikan sumbangan yang besar. Gerakan ini perlu didukung secara maksimal sesuai
dengan kapasitas, kapabilitas serta ruang lingkup di lingkungan kita semua.
Strategi peningkatan keselamatan di Indonesia harus dilakukan secara sistematik melalui
pencegahan kecelakaan. Indonesia harus memiliki Visi, Luaran, dan Strategi untuk
peningkatan Keselamatan melalui “Konsep Merah Putih Keselamatan”. Visi “Keselamatan
untuk semua” dan “Indonesia unggul dalam Keselamatan” dapat menjadi sebuah alternatif.
Luaran visi ini antara lain masyarakat sadar keselamatan, masyarakat memiliki nilai &
budaya keselamatan, penurunan tingkat kecelakaan, serta keselamatan sebagai bagian
aktivitas masyarakat. Peran dari seluruh para pemangku kepentingan seperti Pemerintah dari
seluruh sektor, institusi pendidikan, asosiasi profesi, jasa training, profesional keselamatan,
Dewan atau Komite Nasional, industri dari seluruh sektor, para pengusaha, para pekerja,
organisasi serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, sukarelawan dari gerakan
masyarakat, peran keluarga serta peran masing-masing individu dalam membangun dan
membentuk luaran sangat diperlukan. Strategi yang dapat diterapkan antara lain membangun
kapabilitas keselamatan, revitalisasi regulasi keselamatan, promosi dan penghargaan
keselamatan, dan kemitraan nasional dan internasional. Strategi 1: Membangun kapabilitas
Keselamatan melalui program edukasi, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan &
Kesehatan Kerja, Manajemen Risiko, Budaya Keselamatan, Peningkatan Kompetensi,
bantuan langsung baik berupa konsultasi, dana dan sumber daya. Strategi 2: Revitalisasi
Regulasi melalui implementasi law enforcement dengan ketat dan konsisten,
penandatanganan resolusi, penerapan regulasi dan penyusunan regulasi turunan pada semua
jenjang, kesempatan untuk membangun self regulation yang lebih ketat, kajian regulasi
secara periodik. Strategi 3: Promosi & penghargaan melalui pengembangan kepemimpinan
Keselamatan, Promosi & kampanye keselamatan, penghargaan, diseminasi informasi
keselamatan & komunikasi bahaya, mendorong perusahaan besar dengan praktek
keselamatan baik menjadi Role Model bagi perusahaan lainnya, dan pembuatan ranking
keselamatan. Strategi 4: Kemitraan nasional & internasional melalui kolaborasi nasional &
internasional. Strategi ini dapat diterapkan pada tingkat nasional Indonesia maupun pada
institusi atau perusahaan. Strategi ini diadospi & dimodifikasi dari Strategi Nasional
Keselamatan & Kesehatan Kerja Singapore.
Tags:


slide
guru besar
qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
MAKALAH MENCEGAH KECELAKAAN KERJA DI INDONESIA
MAKALAH
MENCEGAH KECELAKAAN KERJA
DI INDONESIA
DISUSUN OLEH :
NAMA : Muhammad Candra Sadam
KELAS : 3 IC 01
NPM
: 24410652
DOSEN : Dr.TRI MULYANTO,ST.MT
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK MESIN
DEPOK
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh
di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan
kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan,
pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan
dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi
oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut
serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi
Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang
penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja
dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Kecelakaan Kerja
adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan kerugian
harta benda, korban jiwa / luka / cacat maupun pencemaran. Kecelakaan kerja merupakan
kecelakaan yang terjadi akibat adanya hubungan kerja, (terjadi karena suatu pekerjaan atau
melaksanakan pekerjaan.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab,
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja
yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undangundang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap
tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.
B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani
korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam
menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan
dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi
baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya.
Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka
disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang
selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai
agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai
sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah,
permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat
produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya
manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan
kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar
terjalan dengan baik.
Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah
atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri
dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti
kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal
tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian
dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang
memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja,
pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak
mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan
sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin
mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain.
Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun
kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan
sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih,
menggunakan peralatan keselamatan.
1. Faktor - faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri
terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu sebagai
kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan
data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang
yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang
diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang
signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan
yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor
kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika
banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata
pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan
pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada
kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktorfaktor kecelakaan tersendiri.
2. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja
yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi
maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas.
Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas
kerja.
3. Usaha-usaha pencegahan terjadinya kecelakaan kerja
Di abad ke-21 ini semua bangsa tidak dapat lepas dari proses industrialisasi. Indikator
keberhasilan dunia industri sangat bergantung pada kualitas tenaga kerja yang produktif,
sehat dan berkualitas. Kita ambil contoh industri bidang konstruksi, yang merupakan kegiatan
di lapangan, memiliki fenomena kompleks yang menyangkut perilaku dan manajemen
keselamatan. Di dalam industri konstruksi terjadinya kecelakaan berat lima kali lipat
dibandingkan industri berbasis manufaktur.
Pekerjaan dan pemeliharaan konstruksi mempunyai sifat bahaya secara alamiah. Oleh sebab
itu masalah bahaya harus ditempatkan pada urutan pertama program keselamatan dan
kesehatan. Di sebagian besar negara , keselamatan di tempat kerja masih memprihatinkan.
Seperti di Indonesia, rata-rata pekerja usia produktif (15 – 45 tahun) meninggal akibat
kecelakaan kerja. Kenyataanya standard keselamatan kerja di Indonesia paling buruk
dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Kecelakaan kerja bersifat tidak menguntungkan, tidak dapat diramal, tidak dapat dihindari
sehingga tidak dapat diantisipasi dan interaksinya tidak disengaja. Berdasarkan penyebabnya,
terjadinya kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak
langsung.
Adapun sebab kecelakaan tidak langsung terdiri dari faktor lingkungan(zat kimia yang tidak
aman, kondisi fisik dan mekanik) dan faktor manusia(lebih dari 80%).
Pada umumnya kecelakaan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pelatihan, kurangnya
pengawasan, kompleksitas dan keanekaragaman ukuran organisasi, yang kesemuanya
mempengaruhi kinerja keselamatan dalam industri konstruksi.
Para pekerja akan tertekan dalam bekerja apabila waktu yang disediakan untuk
merencanakan, melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan terbatas. Manusia dan beban
kerja serta faktor-faktor dalam lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, yang disebut roda keseimbangan dinamis.
Untuk mencegah gangguan daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar para
buruh tetap produktif dan mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu:
1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk mengetahui apakah calon
pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan barunya, baik secara fisik maupun mental.
2. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor
penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja
3. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para buruh secara
kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.
4. Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di tempat kerja sebelum
mereka memulai tugasnya, tujuannya agar mereka mentaatinya.
5. Penggunaan pakaian pelindung
6. Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses pencampuran
bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat bising.
7. Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan dialirkan
keluar.
8. Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak
berbahaya sama sekali.
9. Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja sesuai dengan
kebutuhan.
Dapat disimpulkan bahwa pekerja sebagai sumberdaya dalam lingkungan kerja konstruksi
harus dikelola dengan baik, sehingga dapat memacu produktivitas yang tinggi. Keinginan
untuk mencapai produktivitas yang tinggi harus memperhatikan segi keselamatan kerja,
seperti memastikan bahwa para pekerja dalam kondisi kerja aman.
5. KONSEPSI PENYEBAB KECELAKAAN KERJA

Sebelum Revolusi Industri :
Kecelakaan itu terjadi karena nasib semata-mata, sehingga pada waktu itu belum ada usaha
secara rasional yang diarahkan untuk mencegah kecelakaan.

Zaman Revolusi Industri tahun 1931 :
Herbert W Heinrich memprakarsai teori dasar penyebab dan pencegahan kecelakaan atau
yang dikenal dengan teori “Domino Kecelakaan”. Dia mengatakan bahwa sebagian besar
kecelakaan ( ± 80% ) disebabkan karena faktor manusia atau dengan perkataan lain tindakan
tidak aman dari manusia.
a)
Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat
pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa
anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja
dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan
kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang
mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering
mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b)
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi
8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium
menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah
dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik
(irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan
jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa
melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan stres.
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja
dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
c) Sebab – Sebab Kecelakaan
Berdasarkan konsepsi sebab kecelakaan tersebut diatas, maka ditinjau dari sudut keselamatan
kerja unsur-unsur penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu :
1. Manusia.
2. Manajemen ( unsur pengatur ).
3. Material ( bahan-bahan ).
4. Mesin ( peralatan ).
5. Medan ( tempat kerja / lingkungan kerja ).
Semua unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk suatu sistem tersendiri.
Ketimpangan pada salah satu atau lebih unsur tersebut akan menimbulkan kecelakaan /
kerugian. Berikut contoh bentuk-bentuk ketimpangan unsur 5M tersebut.:
1. Unsur Manusia, antara lain :
» Tidak adanya unsur keharmonisan antar tenaga kerja maupun dengan pimpinan.
» Kurangya pengetahuan / keterampilan.
» ketidakmampuan fisik / mental.
» Kurangnya motivasi.
1. Unsur Manajemen, antara lain :
» Kurang pengawasan.
» Struktur organisasi yang tidak jelas dan kurang tepat.
» Kesalahan prosedur operasi.
» Kesalahan pembinaan pekerja.
1. Unsur Material, antara lain :
» Adanya bahan beracun / mudah terbakar.
» Adanya bahan yang mengandung korosif.
1. Unsur Mesin, antara lain :
» Cacat pada waktu proses pembuatan.
» Kerusakan karena pengolahan.
» Kesalahan perencanaan.
1. Unsur Medan, antara lain :
» Penerangan tidak tepat ( silau atau gelap ).
» Ventilasi buruk dan housekeeping yang jelek.
e)
Pencegah Kecelakaan
Berdasarkan uraian diatas, maka kecelakaan terjadi karena adanya ketimpangan dalam unsur
5M, yang dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yang saling terkait, yaitu :
Manusia, Perangkat keras dan Perangkat lunak. Oleh karena itu dalam melaksanakan
pencegahan dan pengendalian kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada ketiga unsur
kelompok tersebut, yaitu :
1. Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain :
a. Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar diperoleh keserasian antara bakat dan
kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya.
b. Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang relevan dengan pekerjaannya.
c. Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertndak sesuai dengan keperluan
perusahaan.
d. Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang lengkap dan jelas.
e. Pengawasan dan disiplin yang wajar.
1. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain :
a. Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan kilang,
mesin-mesin harus memperhitungkan keselamatan kerja.
b. Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan,
penyusunan, penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara tepat sesuai
dengan standar keselamatan kerja yang berlaku.
c. Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja.
d. Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan.
e. Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia.
2. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh level
manajemen, antara lain :
a. Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari safety policy.
b. Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung jawab.
c. Penentuan pelaksanaan pengawasan, melaksanakan dan mengawasi sistem/prosedur
kerja
yang benar.
d. Pembuatan sistem pengendalian bahaya.
e. Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan pekerja yang terpadu.
f.
Penggunaan standard/code yang dapat diandalkan.
g. Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang ada.
h.
B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan
1. Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah
mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang
dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan
yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik
berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan
khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang
membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai
pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang
berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana
pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang
sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan
tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor
lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan
dan peraturan kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap
pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi
pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan.
Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan
tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan
kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan
tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di atas.
2. Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai
dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian.
Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang
mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu
yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Perawat
b. Perawat Gigi
c. Bidan
d. Fisioterapis
e. Refraksionis Optisien
f.
Radiographer
g. Apoteker
h. Asisten Apoteker
i.
Analis Farmasi
j.
Dokter Umum
k. Dokter Gigi
l.
Dokter Spesialis
m. Dokter Gigi Spesialis
n. Akupunkturis
o. Terapis Wicara dan
p. Okupasi Terapis.
C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang
menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami
kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah
sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat
besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak
buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah
diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam
hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar
industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah
sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan
menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan
(ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi
pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja
sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan
nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis
kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian
rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama
berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah
satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan
sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk
menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola
oleh tenaga kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun
2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan
Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
pencegahan lebih baik daripada penanggulangan. Dengan kita mengerti tentang penyebab,
akan meminimalisir adanya akibat. Dengan mengutamakan BERDO’A kepada ALLAH SWT
kita juga wajib berikhtiar. Beberapa hal yg harus di ketauhi antara lain sbb:
1. Peraturan-peraturan yaitu ketentuan-ketentuan yg diwajibkan mengenai kondisi kerja
pada umumnya, PERENCANAAN, KONSTRUKSI, PERALATAN dan PEMELIHARAAN,
PENGAWASAN, PENGUJIAN dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan
buruh, latihan supervisi medis, P3K dan pemeriksaan kesehatan.
2. STANDARISASI. Yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak
resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis
peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan hygiene umum atau alat-alat
perlindungan diri.
3. PENGAWASAN. Yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan
perundang-undangan yg diwajibkan.
4. PENELITIAN BERSIFAT TEKHNIK. Yang meliputi sifat ciri-ciri bahan-bahan yg
berbahaya. Penyelidikan tentang pagar penaman, pengujian alat-alat perlindungan diri,
penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu atau penelaahan tentang bahan-bahan
dan desain paling tepat untuk lambang pengangkat dan peraltan pengangkat lainnya.
5. RISET MEDIS. Yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek FISIOLOGIS
dan PATOLOGIS faktor-faktor lindungan dan tekhnologis serta keadaan-keadbn fisik yg
mengakibatkan kecelakaan.
6. PENELITIAN PSIKOLOGIS. Yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yg
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
7. PENELITIAN SECARA STATISTIK. Untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yg
terjadi, banyaknya mengenai siapa saja dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya.
8. PENDIDIKAN yg menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum tehnik
sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.
9. LATIHAN-LATIHAN Yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja khususnya bagi tenaga
kerja yg baru, dalam keselamatan kerja.
10. PENGGAIRAHAN. Yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yg dibayar oleh perusahaan, jika
tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.
11. USAHA keselamatan pada tingkat perusahaan, yg merupakan ukuran utama efektif
tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah, kecelakaan-kecelakaan terjadi.
Sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat
kesadaran keselamatan kerja semua pihak yg bersangkutan.
Untuk pencegahan kecelakaan akibat kerja diperlukan kerjasama aneka keahlian dan profesi
seperti pembuat undang-undang, pegawai pemerintah, ahli-ahli tehnik, dokter, ahli ilmu jiwa,
ahli statistik, guru dan sudah barang tentu pengusaha dan buruh.
D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk
menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan
kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu
sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan
kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan
produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan
diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan
sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang
calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon
pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai
dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Anamnese umumPemerikasaan
kesehatan awal ini meliputi:
a. Anamnese pekerjaan
b. Penyakit yang pernah diderita
c. Alrergi
d. Imunisasi yang pernah didapat
e. Pemeriksaan badan
f.
Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
- Tuberkulin test
- Psiko test
2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala
dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala.
Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus
seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya,
sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar
waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang
dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3
tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna
juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya
pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak
berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan
dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan
sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan
dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan
K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan
dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi
melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang
meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan
tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan
kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau
negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan
saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat. “ PENCEGAHAN KECELAKAAN
KERJA MERUPAKAN TANGGUNG JAWAB KITA BERSAMA “
DAFTAR PUSTAKA
Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung, 1985
1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat
Depkes RT.
http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/1822345-usaha-usaha-pencegahanterjadinya-kecelakaan/#ixzz2Mrp983wB
qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA
Posted on September 24, 2008 by Assunnah
I. PENDAHULUAN
Kecelakaan Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat
mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa / luka / cacat maupun pencemaran.
Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi akibat adanya hubungan kerja, (terjadi
karena suatu pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan ).
II. KONSEPSI PENYEBAB KECELAKAAN KERJA

Sebelum Revolusi Industri :
Kecelakaan itu terjadi karena nasib semata-mata, sehingga pada waktu itu belum ada
usaha secara rasional yang diarahkan untuk mencegah kecelakaan.

Zaman Revolusi Industri tahun 1931 :
Herbert W Heinrich memprakarsai teori dasar penyebab dan pencegahan kecelakaan
atau yang dikenal dengan teori “Domino Kecelakaan”. Dia mengatakan bahwa
sebagian besar kecelakaan ( ± 80% ) disebabkan karena faktor manusia atau dengan
perkataan lain tindakan tidak aman dari manusia.
III. SEBAB SEBAB KECELAKAAN
Berdasarkan konsepsi sebab kecelakaan tersebut diatas, maka ditinjau dari sudut keselamatan
kerja unsur-unsur penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
Manusia.
Manajemen ( unsur pengatur ).
Material ( bahan-bahan ).
Mesin ( peralatan ).
Medan ( tempat kerja / lingkungan kerja ).
Semua unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk suatu sistem tersendiri.
Ketimpangan pada salah satu atau lebih unsur tersebut akan menimbulkan kecelakaan /
kerugian. Berikut contoh bentuk-bentuk ketimpangan unsur 5M tersebut.:
1. Unsur Manusia, antara lain :
» Tidak adanya unsur keharmonisan antar tenaga kerja maupun dengan pimpinan.
» Kurangya pengetahuan / keterampilan.
» ketidakmampuan fisik / mental.
» Kurangnya motivasi.
1. Unsur Manajemen, antara lain :
» Kurang pengawasan.
» Struktur organisasi yang tidak jelas dan kurang tepat.
» Kesalahan prosedur operasi.
» Kesalahan pembinaan pekerja.
1. Unsur Material, antara lain :
» Adanya bahan beracun / mudah terbakar.
» Adanya bahan yang mengandung korosif.
1. Unsur Mesin, antara lain :
» Cacat pada waktu proses pembuatan.
» Kerusakan karena pengolahan.
» Kesalahan perencanaan.
1. Unsur Medan, antara lain :
» Penerangan tidak tepat ( silau atau gelap ).
» Ventilasi buruk dan housekeeping yang jelek.
IV. PENCEGAHAN KECELAKAAN
Berdasarkan uraian diatas, maka kecelakaan terjadi karena adanya ketimpangan dalam unsur
5M, yang dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yang saling terkait, yaitu :
Manusia, Perangkat keras dan Perangkat lunak. Oleh karena itu dalam melaksanakan
pencegahan dan pengendalian kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada ketiga unsur
kelompok tersebut, yaitu :
1. Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain :
a. Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar diperoleh keserasian antara
bakat dan kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya.
b. Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang relevan dengan
pekerjaannya.
c. Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertndak sesuai dengan
keperluan perusahaan.
d. Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang lengkap dan jelas.
e. Pengawasan dan disiplin yang wajar.
1. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain :
a. Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan kilang,
mesin-mesin harus memperhitungkan keselamatan kerja.
b. Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan,
penyusunan, penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara tepat sesuai
dengan standar keselamatan kerja yang berlaku.
c. Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja.
d. Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan.
e. Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia.
2. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh level
manajemen, antara lain :
a. Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari safety policy.
b. Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung jawab.
c.
Penentuan pelaksanaan pengawasan,
sistem/prosedur kerja yang benar.
melaksanakan
dan
mengawasi
d. Pembuatan sistem pengendalian bahaya.
e. Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan pekerja yang
terpadu.
f. Penggunaan standard/code yang dapat diandalkan.
g. Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang ada.
V. PENUTUP
Akhirnya dapat disimpulkan, melakukan pencegahan kecelakaan kerja perlu diperhatikan
unsur-unsur yang terlibat dalam pekerjaan tersebut, baik manusia, perangkat keras maupun
perangkat lunak merupakan suatu kesatuan yang saling terkait dalam pencegahan kecelakaan
kerja, dengan kata lain “ PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA MERUPAKAN
TANGGUNG JAWAB KITA BERSAMA “
DAFTAR PUSTAKA :
Berita LNG BADAK- edisi 21 September 2006 ke 8/XXVII
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
PENGERTIAN RESIKO KERJA
mencegah resiko adalah upaya mengurangi beban dalam kerja supaya selamat dari
kecelakaan bekerja.
Pengertian Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga, tidak dikehendaki dan
dapat menyebabkan kerugian baik jiwa maupun harta benda (Rachman, 1990).
Menurut Suma’mur (1989), kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan
dengan kerja pada perusahaan, artinya bahwa kecelakaan kerja terjadi disebabkan oleh
pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.
Mencegah resiko dalam pekerjaan
Semua orang yang bekerja di industri beresiko mengalami kecelakaan kerja. Begitu banyak
bahaya bisa muncul dari sekeliling tempat kita bekerja. Salah satu cara untuk mencegah
kecelakaan kerja adalah dengan menetapkan prosedur pekerjaan dan melatih para pekerja
untuk bisa menjalankan prosedur tersebut. Dalam membuat prosedur pekerjaan bahaya yang
akan timbul sudah di identifikasi dan di siapkan
Banyak hal yang bisa dilakukan kalau kita ingin mencegah resiko keselamatan kerja. Salah
satunya adalah 3,yaitu:
1. Kaji resiko dari setiap pekerjaan yang akan dilakukan. Hal ini bisa dilakukan dengan
membuat JSA(Job Safety Analisys) atau analisa keselamatan kerja. Yang membuat JSA tentu
saja adalah orang yang terlibat langsung pada pekerjaan tersebut(misal supervisor ). Setelah
JSA dibuat, dan disetujui oleh orang yang berwenang, tentu saja harus disosialisasikan
kepada semua orang yeng terlibat pada pekerjaan tersebut, agar mereka benar2 paham akan
resiko dari pekerjaan tadi dan juga tahu cara untuk menghilangkan/ mengurangi resiko
pekerjaan tersebut.
2. Stop pekerjaan yang berbahaya. Maksud stop disini bukan berarti berhenti total bekerja,
akan tetapi jika JSA sudah dilakukan dengan baik, masih ada bahaya yang timbul karena
perkembangan kerja, dan tidak terdeteksi pada JSA, maka sebaiknya stop sejenak pekerjaan,
diskusikan hal tersebut hingga didapat solusi agar pekerjaan dapat tetap berjalan dengan
aman.
3. Laporkan setiap kecelakaan yang terjadi, kejadian hampir celaka(near miss) sekecil apapun
kepada orang yang berwenang( misal safety officer, supervisor). Dengan melaporkan setiap
kejadian walaupun itu kecil, maka kita bisa mengurangi/menghila ngkan potensi bahaya yang
timbul sebelum itu menjadi kecelakaan yang fatal.
Cara Mencegah Kecelakaan kerja
Setelah mencermati sebab-sebab terjadinya kecelakaan di tempat kerja, maka dalam
prakteknya, pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan dua aktivitas dasar yaitu:
Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman.
Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman menjadi lini depan perusahaan atau laboratorium
dalam mencegah kecelakaan kerja. Penanggungjawab keselamatan kerja harus merancang
tugas sedemikian rupa untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya fisik. Gunakan risk
assesment atau checklist inspeksi alat untuk mengidentifikasi dan menghilankan bahayabahaya yang potensial.
Mengurangi tindakan karyawan yang tidak aman.
Tindakan-tindakan karyawan yang tidak aman (atau tidak sesuai prosedur kerja) dapat
dikurangi dengan berbagai aktivitas/ cara, yaitu:
1) seleksi dan penempatan
2) propaganda, kampanye, atau mengenai keselamatan kerja
3) pelatihan mengenai prosedur kerja dan keselamatan kerja sera dorongan positif (positive
reinforcement)
4) komitme dari manajer tingkat atas (top management).
MANAJEMEN RISIKO
Penerapan Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat kerja merupakan upaya utama
dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat serta melindungi dan
meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat dan berkinerja tinggi. Sekedar
mengetahui dan memahami tujuan yang akan dicapai, tanpa melaksanakan tindakan nyata
dalam aspek higiene perusahaan, ergonomi, kesehatan dan keselamatan kerja, bukan
merupakan cara yang tepat untuk mengatasi kemungkinan terjadinya akibat negatif di tempat
kerja.
Berkaitan dengan uraian diatas, strategi penerapan manajemen risiko sesungguhnya sangat
dibutuhkan dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan suatu organisasi. Berbagai
pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi atau perusahaan
misalnya:
a. Mengabaikan risiko sama sekali, karena dianggap merupakan hal yang diluar kendali
manajemen. Pendapat tersebut, merupakan cara pendekatan yang tidak tepat, karena tidak
semua risiko berada diluar jangkauan kendali organisasi / perusahaan.
b. Menghindari semua kegiatan atau proses produksi yang memiliki risiko. Hal ini merupakan
sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan, karena semua aktivitas ditempat kerja sampai
tingkat tertentu selalu mengandung risiko.
c. Menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang dihadapi
sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan melalui suatu pemikiran
positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau imbalan hasil yang tinggi pula.
Aspek ekonomi, sosial dan legal merupakan beberapa hal yang berkaitan dengan penerapan
manajemen risiko. Dampak finansial akibat peristiwa kecelakaan kerja, gangguan kesehatan
atau sakit akibat kerja, kerusakan atau kerugian aset, biaya premi asuransi, moral kerja dan
sebagainya, sangat mempengaruhi produktivitas. Demikian juga aspek sosial dan kesesuaian
penerapan peraturan perundang undangan yang tercermin pada segi kemanusiaan,
kesejahteraan dan kepercayaan masyarakat memerlukan penyelenggaraan manajemen risiko
yang dilaksanakan melalui partisipasi pihak terkait.
Pada prinsipnya manajemen risiko merupakan upaya mengurangi dampak negatif risiko yang
mengakibatkan kerugian pada asset organisasi baik berupa manusia, material, mesin, metoda,
hasil produksi maupun finansial. Secara sistematik dilakukan pengendalian potensi bahaya
serta risiko dalam proses produksi melalui aktivitas :
a. Identifikasi potensi bahaya
b. Penilaian risiko sebagai akibat manifestasi potensi bahaya
c. Penentuan cara pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian
d. Penerapan teknologi pengendalian
e. Pemantauan dan pengkajian selanjutnya
Potensi Bahaya dan Risiko
Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai
kemungkinan mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda maupun lingkungan.
Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat keselamatan dan
kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa :
– Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu
– Faktor kimia : solven, gas, uap, asap, logam berat
– Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus
– Aspek ergonomi : desain, sikap dan cara kerja
– Stresor : tekanan produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan
– Listrik dan sumber energi lainnya
– Mesin, peralatan kerja, pesawat
– Kebakaran, peledakan, kebocoran
– Tata rumah tangga (house keeping)
– Sistem Manajemen peusahaan
– Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi
Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang
mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara
pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai
ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya
dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana
atau kerugian lainnya.
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar
perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan
lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil
penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis
pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam
sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat
umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah
melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian
kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi
pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,
misalnya melalui :
– inspeksi / survei tempat kerja rutin
– informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi
– laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau
keluhan pekerja
– lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet)
– dan lain sebagainya
Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk
memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya
tersebut menjadi suatu risiko.
5. Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk
teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi
kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas
secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun
melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.
7. Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat
menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko,
dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali
dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan langkah pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan
kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian
yang dipilih dari berbagai cara seperti :
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control,
pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan
dengan risiko
c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan
berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai
dengan kebutuhan.
9. Menyusun pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai
bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi
yang ada.
semoga bermanfaat bagi kita semua………..
10. Mengkaji ulang penelitianPengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode
tertentu atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi,
pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian
risiko tersebut.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
qqq
STRATEGI,PROGRAM,DAN PENDEKATAN
KESELAMATAN KERJA
Posted by sjafri mangkuprawira under MSDM, Mutu
[14] Comments
Tidak jarang para karyawan dihadapkan pada persoalan di keluarga dan
perusahaan. Tekanan persoalan dapat berupa aspek emosional dan fisik,
terbatasnya biaya pemeliharaan kesehatan, dan berlanjut tyerjadinya penurunan
produktivitas karyawan. Pihak manajemen seharusnya mampu mengakomodasi
persoalan
karyawan
sejauh
terkait
dengan
kepentingan
perusahaan.
Pertimbangannya adalah bahwa unsur kesehatan dan karyawan memegang
peranan penting dalam peningkatan mutu kerja karyawan. Semakin cukup jumlah
dan kualitas fasilitas kesehatan dan keamanan kerja maka semakin tinggi pula
mutu kerja karyawan. Dengan demikian perusahaan akan semakin diuntungkan
dalam upaya pengembangan bisnisnya.
Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil dan bahkan
menghilangkan kejadian kecelakaan kerja di kalangan karyawan sesuai dengan
kondisi perusahaan. Strategi yang perlu diterapkan perusahaan meliputi :
a. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan
dalam menghadapi kejadian kecelakaan kerja. Misalnya karena alasan
finansial, kesadaran karyawan tentang keselamatan kerja dan tanggung
jawab perusahaan dan karyawan maka perusahaan bisa jadi memiliki tingkat
perlindungan yang minimum bahkan maksimum.
b. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan
kerja bersifat formal ataukah informal. Secara formal dimaksudkan setiap
aturan dinyatakan secara tertulis, dilaksanakan dan dikontrol sesuai dengan
aturan. Sementara secara informal dinyatakan tidak tertulis atau konvensi
dan dilakukan melalui pelatihan dan kesepakatan-kesepakatan.
c. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur
dan rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif
berarti pihak manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan
rencana sesuai kebutuhan perusahaan dan karyawan. Sementara arti reaktif,
pihak manajemen perlu segera mengatasi masalah keselamatan dan
kesehatan kerja setelah suatu kejadian timbul.
d. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajad keselamatan dan
kesehatan kerja yang rendah sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak
luas. Artinya perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan
kerja.
Sesuai dengan strategi di atas maka program yang diterapkan untuk
menterjemahkan
strategi
itu
diantara
perusahaan
biasanya
dengan
pendekatan yang berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi perusahaan.
Secara umum program memperkecil dan menghilangkan kejadian kecelakaan
kerja dapat dikelompokkan : telaahan personal, pelatihan keselamatan kerja,
sistem insentif, dan pembuatan aturan penyelamatan kerja.
a. Telaahan Personal
Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan
tertentu
yang
diperkirakan
potensial
berhubungan
dengan
kejadian keselamatan kerja: (1) faktor usia; apakah karyawan yang berusia
lebih tua cenderung lebih lebih aman dibanding yang lebih muda ataukah
sebaliknya, (2) ciri-ciri fisik karyawan seperti potensi pendengaran dan
penglihatan cenderung berhubungan derajad kecelakaan karyawan yang
kritis, dan (3) tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang
pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan kerja. Dengan
mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa
saja karyawan yang potensial untuk mengalami kecelakaan kerja. Lalu
sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.
b. Sistem Insentif
Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan
karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antarunit
tentang keselamatan kerja paling rendah dalam kurun waktu tertentu,
misalnya selama enam bulan sekali. Siapa yang mampu menekan
kecelakaan
kerja
sampai
titik
terendah
akan
diberikan
penghargaan. Bentuk lain adalah berupa peluang karir bagi para karyawan
yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi kelompok
karyawan di unitnya.
c. Pelatihan Keselamatan Kerja
Pelatihan keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh
perusahaan. Fokus pelatihan umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko
dari pekerjaan, aturan dan peraturan keselamatan kerja, dan perilaku kerja
yang aman dan berbahaya.
d. Peraturan Keselamatan Kerja
Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan
aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh
karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk
bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai
keselamatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian
kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan
serta tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan melalui
pemantauan, penumbuhan kedisiplinan dan tindakan tegas kepada
karyawan yang cenderung melakukan kelalaian berulang-ulang.
Untuk menerapkan strategi dan program di atas maka ada beberapa
pendekatan sistematis yang dilakukan secara terintegrasi agar manajemen
program kesehatan dan keselamatan kerja berjalan efektif berikut ini.
Pendekatan Keorganisasian
 Merancang pekerjaan,
 Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program,
 Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja,
 Mengkoordinasi investigasi kecelakaan.
Pendekatan Teknis
 Merancang kerja dan peralatan kerja,
 Memeriksa peralatan kerja,
 Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi.
Pendekatan Individu
 Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja,
 Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja,

Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program
insentif.
Diadopsi dari Tb Sjafri Mangkuprawira dan Aida Vitayala Hubeis, 2007,
Manajemen Mutu SDM, PT Ghalia Indonesia.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Cara Mencegah Kecelakaan kerja
Senin, 25 Januari 2010 19.49 Diposkan oleh Ahmad Rahmanto, S.Si , 0 komentar
Setelah mencermati sebab-sebab terjadinya kecelakaan di tempat kerja, maka dalam
prakteknya, pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan dua aktivitas dasar yaitu:
Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman.
Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman menjadi lini depan perusahaan atau laboratorium
dalam mencegah kecelakaan kerja. Penanggungjawab keselamatan kerja harus merancang
tugas sedemikian rupa untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya fisik. Gunakan risk
assesment atau checklist inspeksi alat untuk mengidentifikasi dan menghilankan bahayabahaya yang potensial.
Mengurangi tindakan karyawan yang tidak aman.
Tindakan-tindakan karyawan yang tidak aman (atau tidak sesuai prosedur kerja) dapat
dikurangi dengan berbagai aktivitas/ cara, yaitu:
1) seleksi dan penempatan
2) propaganda, kampanye, atau mengenai keselamatan kerja
3) pelatihan mengenai prosedur kerja dan keselamatan kerja sera dorongan positif (positive
reinforcement)
4) komitme dari manajer tingkat atas (top management).
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Risiko Kecelakaan Kerja
Beberapa tahun terakhir ini, Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian
Risiko atau Hazard Identification,Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) telah
menjadi dasar praktek perencanaan, pengelolaan dan pengoperasian bisnis sebagai dasar
pengelolaan risiko. Organisasi yang telah melakukan penilaian risiko di tempat kerja telah
mencatat banyak perubahan dalam praktek kerja mereka. Mereka yang telah melakukan
penilaian risiko di pekerjaan mereka, telah melaporkan perubahan positif dalam praktek kerja
mereka, mereka mengakui bertindak kurang lancar dan kondisi kerja mereka
mengembangkan dan mengambil korektif yang diperlukan tindakan. Legislasi mensyaratkan
bahwa proses ini harus sistematis dan dicatat sehingga hasilnya dapat diandalkan dan analisa
yang lengkap.
Proses pengkajian risiko harus terus menerus dan tidak boleh dianggap sebagai latihan satu
kali.Tampaknya HIRARC telah menjadi sangat penting. Dengan HIRARC, satu akan dapat
mengidentifikasi bahaya, menganalisis dan menilai risiko yang terkait dan kemudian
menerapkan langkah pengendalian yang sesuai Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan
panduan mengenai metodologi budidaya HIRARC, harus cukup sederhana untuk digunakan
oleh industri kecil dan menengah dan harus cukup fleksibel untuk digunakan oleh semua
dalam berbagai sektor ekonomi, baik di sektor manufaktur, sektor konstruksi atau sektor
ekonomi lainnya. Metodologi HIRARC sebagaimana diusulkan dalam Pedoman ini
dimaksudkan untuk penilaian bahaya fisik. Mereka yang berniat untuk menilai bahaya
kesehatan di mereka tempat kerja, harus menggunakan pedoman penilaian risiko lain yang
dirancang khusus untuk tujuan tersebut.
Menurut Badan Keselamatan Nasional, setiap tahun di Amerika Serikat hampir 100.000
kematian akibat kecelakaan dan kira-kira 9 jura terluka. Sebagai konsekwensinya banyak
perusahaan beroperasi secara sederhana, sejauh mana kekhawatiran keselamatan, sekitar
15.000 kecelakaan fatal ditempat bekerja dan 2 jura terluka akibat pekerjaan. Total biaya
yang dikeluarkan perusahaan mencapai beberapa miliar dollar per tahunnya.
Tujuan dari pedoman pelaksanaan HIRARC ini adalah untuk memberikan pendekatan yang
sistematis dan obyektif untuk menilai bahaya dan risiko mereka terkait yang akan
memberikan ukuran yang obyektif dari sebuah diidentifikasi bahaya serta memberikan
metode untuk mengendalikan risiko. Ini adalah salah satu tugas umum sebagai diatur dalam
Keselamatan dan Kesehatan Act 1994 (Act 514) untuk pengusaha untuk menyediakan tempat
kerja yang aman untuk karyawan mereka dan orang terkait lainnya.
Strategi identifikasi hazard di lingkungan kerja sangat penting dilakukan bagi pemilik usaha
(pengusaha), mandor, dan supervisor. Identifikasi hazard di tempat kerja dilakukan untuk
mendapatkan informasi, dimana informasi tersebut dapat digunakan untuk menganalisis
pekerjaan mereka sendiri dan mengetahui besar resiko bahaya di tempat kerja.
Potensi bahaya ditempat kerja atau biasanya disebut sebagai resiko pekerjaan dalam istilah
praktis, sering dikaitkan dengan kondisi atau kegiatan yang, jika dibiarkan tidak terkendali,
dapat mengakibatkan cedera atau sakit.
Mengidentifikasi bahaya dan menghilangkan atau mengendalikan mereka sedini mungkin
akan membantu mencegah cedera dan penyakit. Mengidentifikasi dan mengenalisis bahaya
pekerjaan adalah teknik yang berfokus pada tugas pekerjaan sebagai cara untuk
mengidentifikasi bahaya sebelum terjadi. Hal ini berfokus pada hubungan antara pekerja,
tugas, alat, dan lingkungan kerja. Idealnya, setelah Anda mengidentifikasi bahaya yang tidak
terkontrol, Anda akan mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan atau mengurangi
mereka untuk tingkat risiko yang dapat diterima.
Data di lapangan menunjukkan bahwa angka kejadian kecelakaan akibat kerja ataupun
kecelakaan akibat hubungan kerja sangatlah tinggi, tidak sedikit pekerja yang terluka dan
tewas di tempat kerja setiap hari di Amerika Serikat. Keselamatan dan kesehatan dapat
menambah nilai bisnis, produktivitas usaha, gairah pekerjaan, dan kehidupan. Dengan
melakukan identifikasi bahaya di tempat kerja, kita mencegah terjadinya kecelakaan kerja
dan penyakit dengan melihat operasi di tempat kerja, menetapkan prosedur pekerjaan yang
layak, dan memastikan bahwa semua pekerja dilatih dengan benar. Salah satu cara terbaik
untuk menentukan dan menetapkan prosedur kerja yang tepat untuk melakukan analisis
bahaya pekerjaan. Analisis bahaya pekerjaan merupakan salah satu komponen dari komitmen
yang lebih besar dari keselamatan dan sistem manajemen kesehatan.
Pengawas dapat menggunakan temuan dari analisis pekerjaan untuk menghilangkan bahaya
dan mencegah bahaya di tempat kerja mereka. Hal ini mungkin mengakibatkan luka pekerja
yang lebih sedikit dan penyakit, aman, metode kerja yang lebih efektif, biaya
workers’compensation dikurangi; dan meningkatkan produktivitas pekerja. Analisis ini juga
bisa menjadi alat yang berharga untuk pelatihan pekerja baru dalam langkah yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan mereka aman. Untuk analisis bahaya pekerjaan yang akan efektif,
manajemen harus menunjukkan komitmennya terhadap keselamatan dan kesehatan dan
tindak lanjut untuk memperbaiki bahaya tidak terkendali diidentifikasi. Jika tidak,
manajemen akan kehilangan kredibilitas dan pekerja mungkin ragu-ragu untuk pergi ke
manajemen ketika kondisi bahaya mengancam mereka.Top of Form
Bahaya berarti sumber atau situasi dengan potensi bahaya dalam hal cedera manusia atau
sakit, kerusakan harta benda, kerusakan lingkungan atau kombinasi dari
semuanya. mengendalikan bahaya berarti proses pelaksanaan tindakan untuk mengurangi
risiko yang terkait dengan bahaya. Hirarki kontrol berarti urutan prioritas ditetapkan untuk
jenis tindakan yang akan digunakan untuk mengendalikan risiko. identifikasi bahaya berarti
identifikasi peristiwa yang tidak diinginkan yang mengarah ke perwujudan dari bahaya dan
mekanisme dimana orang-orang yang tidak diinginkan peristiwa bisa terjadi. Risiko adalah
kombinasi dari kemungkinan kejadian dari peristiwa berbahaya dengan atau periode tertentu
dalam keadaan tertentu dan tingkat keparahan cedera atau kerusakan kesehatan manusia,
properti, lingkungan atau kombinasi dari ini disebabkan oleh acara. Penilaian risiko berarti
proses evaluasi risiko terhadap keselamatan dan kesehatan yang timbul dari bahaya di tempat
kerja. Manajemen risiko total berarti prosedur yang terkait dengan identifikasi bahaya,
penilaian risiko, meletakkan di tempat tindakan pengawasan, dan meninjau hasil.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan
dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik
jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan
konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko
kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan
yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk
maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok
mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun
2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai
agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai
sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang
ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan
air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai
dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan
aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Walaupun
sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya
manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan
kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar
terjalan dengan baik.
Aspek Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja,
perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.
Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3
bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).
Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus
dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah
pada masa yang akan datang.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma
keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana
atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan
oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan
mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian
terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja.
Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat
kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan
memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya
kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat
menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru,
kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan
lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini
berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda,
pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal
tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.
Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama
Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai
adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan
tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin
menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang
dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin
adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan
cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar
bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawasenyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja
(occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.
Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in
kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan
tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence
(CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule
(ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002).
Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung
jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan
kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak
pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak
Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan
Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial
Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi
keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing
sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur
lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en
de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia
(Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas
umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940
(Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan
Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal
zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah
kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih
dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu,
pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.
K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya
investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan
tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk
pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan
Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU
Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang
dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan
program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja,
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang
angkasa.
Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha.
Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan
beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi
yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan,
konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi
saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hakhak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak
hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak
perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum
pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli
terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.
Strategi Program dan Pendekatan K3 di Tempat Kerja
Tidak jarang para karyawan dihadapkan pada persoalan di keluarga dan perusahaan. Tekanan
persoalan dapat berupa aspek emosional dan fisik, terbatasnya biaya pemeliharaan kesehatan,
dan berlanjut tyerjadinya penurunan produktivitas karyawan. Pihak manajemen seharusnya
mampu mengakomodasi persoalan karyawan sejauh terkait dengan kepentingan perusahaan.
Pertimbangannya adalah bahwa unsur kesehatan dan karyawan memegang peranan penting
dalam peningkatan mutu kerja karyawan. Semakin cukup jumlah dan kualitas fasilitas
kesehatan dan keamanan kerja maka semakin tinggi pula mutu kerja karyawan. Dengan
demikian perusahaan akan semakin diuntungkan dalam upaya pengembangan bisnisnya.
Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil dan bahkan
menghilangkan kejadian kecelakaan kerja di kalangan karyawan sesuai dengan kondisi
perusahaan. Strategi yang perlu diterapkan perusahaan meliputi :
1. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam
menghadapi kejadian kecelakaan kerja. Misalnya karena alasan finansial, kesadaran
karyawan tentang keselamatan kerja dan tanggung jawab perusahaan dan karyawan
maka perusahaan bisa jadi memiliki tingkat perlindungan yang minimum bahkan
maksimum.
2. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan kerja
bersifat formal ataukah informal. Secara formal dimaksudkan setiap aturan dinyatakan
secara tertulis, dilaksanakan dan dikontrol sesuai dengan aturan. Sementara secara
informal dinyatakan tidak tertulis atau konvensi dan dilakukan melalui pelatihan dan
kesepakatan-kesepakatan.
3. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan
rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti pihak
manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana sesuai kebutuhan
perusahaan dan karyawan. Sementara arti reaktif, pihak manajemen perlu segera
mengatasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu kejadian timbul.
4. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajad keselamatan dan kesehatan
kerja yang rendah sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas. Artinya
perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Sesuai dengan strategi di atas maka program yang diterapkan untuk menterjemahkan
strategi itu diantara perusahaan biasanya dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini sangat
bergantung pada kondisi perusahaan. Secara umum program memperkecil
dan menghilangkan kejadian kecelakaan kerja dapat dikelompokkan : telaahan personal,
pelatihan keselamatan kerja, sistem insentif, dan pembuatan aturan penyelamatan kerja.
a.
Telaahan Personal
Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan tertentu yang
diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian keselamatan kerja: (1) faktor usia;
apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih lebih aman dibanding yang lebih
muda ataukah sebaliknya, (2) ciri-ciri fisik karyawan seperti potensi pendengaran dan
penglihatan cenderung berhubungan derajad kecelakaan karyawan yang kritis, dan (3) tingkat
pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari
kecelakaan kerja. Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat
memprediksi siapa saja karyawan yang potensial untuk mengalami kecelakaan kerja. Lalu
sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.
b.
Sistem Insentif
Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir. Dalam bentuk
uang dapat dilakukan melalui kompetisi antarunit tentang keselamatan kerja paling rendah
dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama enam bulan sekali. Siapa yang mampu
menekan kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lain
adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi
dirinya atau bagi kelompok karyawan di unitnya.
c.
Pelatihan Keselamatan Kerja
Pelatihan keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan. Fokus pelatihan
umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko dari pekerjaan, aturan dan peraturan keselamatan
kerja, dan perilaku kerja yang aman dan berbahaya.
d.
Peraturan Keselamatan Kerja
Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan yang
menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh karyawan di tempat kerja. Isinya
harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati
untuk mencapai keselamatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja
yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja. Dalam
pelaksanaannya perlu dilakukan melalui pemantauan, penumbuhan kedisiplinan dan tindakan
tegas kepada karyawan yang cenderung melakukan kelalaian berulang-ulang.
Mengenal HIRARC
Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada hakikatnya merupakan suatu program yang bertujuan
menjaga stabilitas jalannya usaha. Selain itu, dengan adanya kesehatan dan keselamatan kerja
anggaran untuk membiayai karyawan yang sakit akan menurun karena kesehatan dan
keselamatan kerja terjaga. Dengan terjaganya kondisi karyawan, secara langsung
produktivitas perusahan pun kian meningkat.
Konsep dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja menyangkut dua hal. Dua hal
terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yaitu: perilaku yang tidak aman dan
kondisi lingkungan yang tidak aman. berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja
tahun 2010, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh
perilaku yang tidak aman sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Sembrono dan tidak hati – hati
Tidak mematuhi peraturan
Tidak mengikuti standar prosedur kerja.
Tidak memakai alat pelindung diri
Kondisi badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa
dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan
yang tidak memenuhi syarat, dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima
perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas.
Dengan mengetahui hal-hal ini, maka kita dapat melakukan identifikasi bahaya, menilai
resiko dan mengendalikan risiko atau hazard atau biasa disebut proses Hazard
Identification,Risk Assessment and Risk Control (HIRARC).
HIRARC merupakan suatu pedoman dalam mengidentifikasi bahaya, menilai resiko dan
mengendalikan resiko memiliki tujuan HIRARC adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasi semua faktor yang dapat menyebabkan kerugian kepada
karyawan dan lain-lain (yang bahaya);
2. Untuk mempertimbangkan kemungkinan besar resiko yang membahayakan siapa pun
di lingkungan kerja, dan
3. Untuk memungkinkan pengusaha untuk merencanakan, memperkenalkan dan
memantau tindakan pencegahan untuk memastikan bahwa risiko tersebut cukup
dikendalikan setiap saat.
Dalam melakukan perencanaan kegiatan HIRARC kegiatan harus memperhatikan hal-hal
berikut ini:
1. Melihat kondisi
1)
Mana bahaya yang tampaknya menjadi ancaman yang signifikan;
2)
Memastikan apakah pengendalian yang ada memadai, dan
3)
Dilakukan sebelum pelaksanaan tindakan perbaikan atau pencegahan.
1. Organisasi berniat untuk terus meningkatkan OSH Management System. Ini harus
menjadi tugas pengusaha untuk menetapkan personil terlatih untuk memimpin tim
karyawan yang terkait dengan satu proses tertentu atau kegiatan untuk melakukan
HIRARC.
Dalam melaksanakan proses HIRARC dibutuhkan 4 langkah sederhana dalam melaksanakan
HIRARCH, yaitu:
1. mengklasifikasikan kegiatan kerja;
2. mengidentifikasi bahaya;
3. melakukan penilaian resiko (analisa dan memperkirakan resiko dari setiap bahaya),
oleh menghitung atau menaksir kemungkinan terjadinya, dan keparahan bahaya;
4. memutuskan apakah risiko ditoleransi dan menerapkan langkah-langkah kontrol (jika
perlu).
Tujuan HIRARC
Tujuan Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko atau Hazard
Identification,Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) adalah mencegah terjadinya
kecelakaan. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan, harus diambil tindakan yang
tepat terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep keselamatan
dan kesehatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan.
Prosedur ini dibuat untuk memberikan panduan dalam melakukan identifikasi bahaya dan
penilaian resiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja baik karyawan maupun pihakpihak luar yang terkait dalam kegiatan perusahaan, serta menentukan pengendalian yang
sesuai. Hal ini dilakukan demi melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan efisiensi
kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit. Berbagai arah keselamatan dan
kesehatan kerja
1. Mengantisipasi keberadaan faktor penyebab bahaya dan melakukan pencegahan
sebelumnya.
2. Memahami jenis-jenis bahaya yang ada di tempat kerja
3. Mengevaluasi tingkat bahaya di tempat kerja
4. Mengendalikan terjadinya bahaya atau komplikasi.
Mengenai peraturan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja Yang terutama adalah UU
Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja dan Detail Pelaksanaan UU Keselamatan dan
Kesehatan Tenaga Kerja.
Faktor penyebab berbahaya yang sering ditemui, diantaranya:
1. Bahaya jenis kimia: terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal,
cairan non-metal, hidrokarbon dan abu, gas, uap steam, asap dan embun yang
beracun.
2. Bahaya jenis fisika: lingkungan yang bertemperatur panas dingin, lingkungan yang
beradiasi pengion dan non pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak
normal.
3. Bahaya yang mengancam manusia dikarenakan jenis proyek: pencahayaan dan
penerangan yang kurang, bahaya dari pengangkutan, dan bahaya yg ditimbulkan oleh
peralatan.
Cara pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja
1. Pengendalian teknik: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan
berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan
ventilasi pergantian udara.
2. Pengendalian administrasi : mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan
keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda-tanda
peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem
penangganan darurat.
3. Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan.
Ruang Lingkup definisi dan jangkauan HIRARC
Identifikasi bahaya dan penilaian resiko serta pengontrolannya harus dilakukan di seluruh
aktifitas usaha, termasuk aktifitas rutin dan non rutin, baik pekerjaan tersebut dilakukan oleh
karyawan langsung maupun karyawan kontrak, suplier dan kontraktor, serta aktifitas fasilitas
atau personal yang masuk ke dalam tempat kerja. Identifikasi bahaya dan penilaian resiko
harus dilakukan oleh karyawan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan standar
kompetensi yang ditetapkan oleh usaha.
Identifikasi hazard lingkungan kerja
Dalam membuat strategi untuk mengidentifikasi bahaya di lingkungan kerja, diperlukan
langkah awal. Langkah awal dalam melakukan identifikasi bahaya di lingkungan kerja adalah
dengan mengetahui, apakah pekerjaan itu sesuai untuk analisis pekerjaan bahaya? atau
Apakah analisis bahaya pekerjaan yang dapat dilakukan di banyak pekerjaan di tempat kerja
anda. Prioritas harus ditujukan ke jenis pekerjaan berikut:
1. Pekerjaan berhubungan dengan cedera atau sakit tingkat tertinggi;
2. Pekerjaan berpotensi menyebabkan luka parah atau menonaktifkan sel/organ tubuh
atau sakit;
3. Pekerjaan sangat beresiko, dimana satu kesalahan manusia secara sederhana dapat
mengakibatkan kecelakaan parah atau cedera;
4. Pekerjaan yang baru dengan sistem dan aturan yang berbeda dengan pekerjaan yang
lama
5. Pekerjaan cukup kompleks membutuhkan instruksi tertulis.
Beberapa jenis pekerjaan di atas harus diketahui terlebih dahulu oleh pemulik usaha, terlebih
bagi pekerja sebelum melakukan pekerjaannya. Setelah mengetahui status pekerjaan anda,
kemudian lakukan analisis dengan beberapa cara berikut ini;
1. Melibatkan pekerja, hal ini sangat penting untuk melibatkan pekerja dalam proses
analisis bahaya.
2. Orang ang menganalisis harus memiliki pemahaman yang unik dari pekerjaan, dan
pengetahuan untuk menemukan bahaya. Melibatkan pekerja akan membantu
meminimalkan kelalaian, memastikan analisis kualitas, dan mendapatkan pekerja
untuk memperdalam analisis untuk solusi karena mereka akan berbagi kepemilikan
keselamatan mereka dan program kesehatan.
3. Review sejarah kecelakaan kerja. Review dilakukan dengan melihat data kejadian
kecelakaan kerja dalam suatu usaha. Review pula dengan pekerja sejarah tempat
kerja anda kecelakaan dan kerja penyakit yang membutuhkan perawatan, kerugian
yang diperlukan perbaikan atau penggantian. Kejadian-kejadian ini adalah indikator
bahwa kontrol bahaya yang ada (jika ada) mungkin tidak memadai dan layak
pengawasan lebih.
4. Melakukan penelaahan pekerjaan awal. Diskusikan dengan pekerja yang akan
menempati posisi yang dinilai memiliki resiko. Lakukan brainstorming bersama
pekerja untuk ide-ide untuk menghilangkan atau mengendalikan bahaya. Jika ada
bahaya yang menimbulkan bahaya yang langsung hidup pekerja atau kesehatan,
mengambil langsung tindakan untuk melindungi pekerja. Setiap masalah yang dapat
diperbaiki dengan mudah harus diperbaiki secepat mungkin.
5. Mendaftar peringkat dan prioritas untuk pekerjaan yang berbahaya. Daftar pekerjaan
dengan bahaya yang menimbulkan risiko yang tidak dapat diterima, berdasarkan
mereka yang paling mungkin terjadi dan dengan konsekuensi paling parah. Pekerjaan
ini harus menjadi prioritas pertama Anda untuk analisis.
6. Outline langkah-langkah atau tugas. Hampir setiap pekerjaan dapat dibuat langkahlanngkah kerja. Pastikan untuk mencatat informasi yang cukup untuk menggambarkan
setiap tindakan pekerjaan. Hindari membuat rincian langkah-langkah sedemikian rinci
sehingga tidak perlu menjadi panjang atau sangat luas yang tidak mencakup langkahlangkah dasar. Jika dinilai perlu, anda dapat meminta masukan dari pekerja lain yang
telah melakukan pekerjaan yang sama. Kemudian, meninjau langkah-langkah
pekerjaan dengan pekerja untuk memastikan tidak ada yang terlewatkan. Sertakan
pekerja dalam semua tahap dari analisis-bahaya yang tidak terkendali dari meninjau
langkah-langkah pekerjaan dan prosedur untuk mendiskusikan dan solusi yang
dianjurkan. Kadang-kadang, dalam melakukan analisis bahaya pekerjaan, foto dan
video pekerjaan sangat membantu. Catatan-catatan visual dapat menjadi referensi
berguna ketika melakukan analisis yang lebih rinci dari pekerjaan.
Tujuan Identifikasi bahaya
Tujuan identifikasi bahaya adalah untuk menyorot operasi kritis tugas, yang berisiko
signifikan bagi kesehatan dan keselamatan karyawan serta menyoroti bahaya yang berkaitan
dengan peralatan tertentu. Bahaya dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, bahaya
kesehatan, bahaya keamanan, dan bahaya lingkungan.
1. Bahaya Kesehatan
Sebuah bahaya kesehatan kerja adalah setiap agen yang dapat menyebabkan penyakit bagi
seorang individu. Bahaya kesehatan yang dapat menjadi masalah serius dan segera (akut)
mempengaruhi, atau dapat menyebabkan masalah kesehatan dalam jangka panjang (Kronis).
Semua atau bagian tubuh mungkin akan terpengaruh. Seseorang dengan pekerjaan sakit
mungkin tidak mengenali gejala-gejala segera. Sebagai contoh, kebisingan yang
mengakibatkan ketulian (Temporary Treshold Syndrome). Selain itu, ada beberapa bahaya
kesehatan lain seperti bakteri, virus, debu dan jamur), agen fisik (sumber energi cukup kuat
untuk menyakiti tubuh, seperti arus listrik, panas, cahaya, getaran, kebisingan dan radiasi)
dan bekerja desain (ergonomis) bahaya.
1. Bahaya Keamanan.
Bahaya keamanan adalah setiap kekuatan cukup kuat untuk menyebabkan cedera, atau
kerusakan properti. Sebuah kecelakaan yang disebabkan oleh bahaya keamanan biasanya
jelas. Bahaya Keselamatan menimbulkan bahaya ketika kontrol tempat kerja tidak memadai.
Beberapa contoh bahaya keamanan adalah sebagai berikut:
1)
tergelincir / tersandung bahaya (seperti kabel di lantai);
2)
bahaya kebakaran (dari bahan yang mudah terbakar);
3)
bagian yang bergerak (mesin), peralatan dan perlengkapan (yang menjepit);
4)
bekerja di ketinggian;
5)
iritasi bahan kimia;
6)
tekanan sistem (seperti ketel uap dan pipa);
7)
kendaraan (seperti forklift dan truk);
8)
mengangkat dan operasi penanganan manual lainnya, dan
9)
bekerja sendirian.
1. Bahaya Lingkungan
Bahaya lingkungan merupakan resiko yang ditimbulkan oleh lingkungan yang dapat
menyebabkan kerusakan atau menimbulkan efek. Sebuah masalah lingkungan mungkin tidak
jelas. Sebagai contoh, seorang pekerja melepaskan cairan kimia berbahaya (limbah B3) ke
saluran pembuangan yang langsung ke badan sungai. Keselamatan lingkungan dapat
terancam dan menimbulkan bahaya ketika kontrol dan prosedur kerja yang tidak diikuti
seperti kasus di atas.
Cara identifikasi hazard di lingkungan kerja
Identifikasi bahaya pekerjaan adalah latihan dalam pekerjaan detektif, dimana tujuan dari
proses indentifikasi adalah untuk menemukan hal-hal berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Apa yang bisa salah?
Apa konsekuensi?
Bagaimana bisa muncul?
Apa saja faktor-faktor lain?
Berapa besar kemungkinan bahwa bahaya itu akan terjadi?
Untuk membuat pekerjaan analisis bahaya ini bermanfaat, jawablah pertanyaan-pertanyaan di
atas ini secara konsisten. Menjelaskan bahaya dengan cara ini membantu untuk
menghilangkan bahaya dan melaksanakan pengendalian bahaya. Dengan menjawab
pertanyaan di atas, maka akan terbentuk suatu skenario bahaya yang dapat menjelaskan:
1.
2.
3.
4.
5.
Apabila terjadi (lingkungan),
Siapa atau apa yang terjadi pada (paparan),
Apa presipitat bahaya (pemicu),
Hasil yang akan terjadi harus itu terjadi (akibat), dan
Setiap faktor lainnya.
Sangatlah jarang terjadi bahaya kasus sederhana dari salah satu penyebab tunggal dan
mengakibatkan satu efek tunggal. Lebih sering, banyak faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian bahaya dan menyebabkan banyak efek. Berikut adalah contoh skenario bahaya:
Di perusahaan logam (lingkungan), seorang pekerja sementara menggiling (pemicu), tangan
pekerja (paparan) datang melakukan kontak dengan katrol berputar. Ia menarik tangannya ke
dalam mesin dan cedera pada tangannya (Konsekuensi). Dengan melakukan analisis bahaya
pekerjaan, Anda akan bertanya:
1. Apa yang bisa salah? Tangan pekerja bisa kontak dengan benda berputar yang
dimaksud penggiling dan menariknya ke dalam mesin.
2. Apa konsekuensi? Pekerja bisa menerima cedera parah dan kehilangan jari dan
tangan.
3. Bagaimana bisa terjadi? Kecelakaan itu bisa terjadi sebagai akibat dari pekerja
mencoba untuk memasukkan tangannya ke dalam mesin penggiling secara sengaja
atau tidak sengaja. Jelas, bahaya skenario ini tidak bisa terjadi jika katrol tidak
berputar.
4. Apa saja faktor-faktor lain? bahaya ini terjadi sangat cepat. Pekerjaan ini tidak
memberikan pekerja banyak kesempatan untuk memulihkan atau mencegah sekali
tangannya datang ke dalam kontak dengan katrol. Ini merupakan faktor penting,
karena membantu Anda menentukan tingkat keparahan dan kemungkinan kecelakaan
ketika memilih kontrol bahaya yang sesuai.
5. Berapa besar kemungkinan bahwa bahaya itu akan terjadi? Penentuan ini
membutuhkan beberapa penilaian. Dinilai dari lama interaksi dengan resiko dan juga
besar peluang untuk terpapar resiko.
Pada contoh di atas, kemungkinan bahaya akan terjadi adalah sangat tinggi karena tidak ada
usaha untuk mencegah kontak, dan operasi dilakukan sementara mesin sedang berjalan.
Dengan mengikuti langkah-langkah dalam contoh ini, resiko terhadap bahaya dapat diatur.
Contoh lain:
Terdapat beberapa contoh yang menunjukkan bagaimana sebuah analisa bahaya pekerjaan
dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahaya dengan menentukan langka-langkah kerja.
Sebagai contoh, langkah kerja dalam penggunaan Grinding Besi tuang.
Langkah Kerja
Langkah 1 Jangkauan ke dalam kotak logam ke kanan mesin, casting pegang, dan
membawa dengan roda.
Langkah 2 Push casting terhadap roda untuk menggiling off beram.
Langkah 3 Tempat casting selesai dalam kotak di sebelah kiri mesin.
Deskripsi
: Pekerja berada di posisi dalam kotak logam di sebelah kanan mesin,
menangkap casting 15-pound dan membawa ke grinding roda. Pekerja grinds 20 sampai 30
coran/jam.
Keterangan Hazard : Mengambil casting, pekerja bisa drop itu ke kakinya. Berat casting
dan tinggi bisa melukai kaki pekerja atau jari kaki.
Bahaya Kontrol:
1.
2.
3.
4.
5.
Hapus benda tuang dari kotak dan menempatkannya di atas meja di samping grinder.
Pakailah sepatu baja-toe dengan perlindungan lengkungan.
Ubah sarung tangan pelindung yang memungkinkan cengkeraman yang lebih baik.
Gunakan perangkat alat pelindung diri untuk mengambil coran.
Pindahkan benda tuang dari tanah dan tempat mereka lebih dekat ke zona bekerja
untuk meminimalkan mengangkat. Idealnya, menempatkan mereka pada ketinggian
pinggang atau pada platform diatur atau palet.
6. Kereta pekerja tidak merubahnya sambil mengangkat dan mengkonfigurasi ulang
stasiun kerja untuk meminimalkan memutar selama lift. Ulangi bentuk semacam
untuk setiap langkah kerja.
Kontrol Adalah Strategi Identifikasi Bahaya yang Tepat
Setelah meninjau daftar bahaya dengan pekerja, pertimbangkan apa metode pengendalian
akan menghilangkan atau mengurangi mereka. Maka selanjutnya yang harus dilakukan
adalah kontrol terhadap kegiatan pekerja.
Kontrol yang paling efektif adalah teknik kontrol secara fisik pekerja dan perubahan
lingkungan mesin (check up kelayakan mesin) untuk mencegah pajanan pekerja yang
berbahaya atau memiliki resiko. Kontrol yang handal adalah kontrol dengan melakukan
pengurangan kemungkinan bahaya, semakin baik lagi jika dapat menghindari bahaya. Jika
hal ini dapat dilakukan, kontrol administratif mungkin sesuai. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara mengubah cara pekerja melakukan pekerjaan mereka atau jadwal kerja pekerja yang di
ubah. Jika berencana untuk memperkenalkan prosedur kerja baru atau perubahan prosedur,
pastikan bahwa pekerja memahami apa yang diminta untuk melakukan dan alasan perubahan.
Kontrol secara pribadi baik juga dilakukan ketika melakukan pekerjaan. Pekerja sendiri juga
sebaiknya melakukan analisis keamanan, besar bahaya atau gangguan kesehatan akibat
pajanan dalam pekerjaan. Pastikan pula untuk berkonsultasi Administrasi Keselamatan dan
Kesehatan standar untuk bekerja. Kontrol individu untuk patuh terhadap standar adalah
wajib.
Analisis Terhadap Risiko Estimasi
Risiko adalah penentuan kemungkinan dan keparahan kecelakaan untuk menentukan
besarnya dan untuk prioritas diidentifikasi bahaya. Hal ini dapat dilakukan dengan metode
kuantitatif-kualitatif, kuantitatif atau semi. Sebuah analisis kualitatif menggunakan kata-kata
untuk menggambarkan besarnya potensi keparahan dan kemungkinan bahwa keparahan yang
akan terjadi. Metode ini menggunakan ahli pengetahuan dan pengalaman untuk menentukan
kemungkinan dan kategori keparahan. Dalam analisis semi-kuantitatif, skala kualitatif seperti
yang dijelaskan di atas diberikan nilai. Tujuannya adalah untuk menghasilkan peringkat skala
yang lebih luas daripada yang biasanya dicapai dalam analisis kualitatif, bukan untuk
menyatakan nilai-nilai yang realistis untuk risiko seperti yang dicoba di analisis kuantitatif.
Analisis kuantitatif menggunakan nilai numerik (bukan skala deskriptif yang digunakan
dalam kualitatif dan semi-kuantitatif analisis) untuk kedua keparahan dan kemungkinan
menggunakan data dari berbagai sumber seperti pengalaman kecelakaan masa lalu dan dari
penelitian ilmiah. Keparahan dapat ditentukan oleh pemodelan hasil dari suatu peristiwa atau
rangkaian peristiwa, atau dengan ekstrapolasi dari studi eksperimental atau data masa lalu.
Jenis Pengendalian
1) Pada sumber bahaya
1. Eliminasi, Menyingkirkan, alat pekerjaan berbahaya, mesin proses, atau substansi
mungkin cara terbaik untuk melindungi pekerja.
2. Substitusi, Kadang-kadang melakukan pekerjaan yang sama dengan cara yang kurang
berbahaya adalah mungkin. Sebagai contoh, suatu bahan kimia berbahaya bisa diganti
dengan yang kurang berbahaya. Kontrol harus melindungi pekerja dari bahaya baru
yang diciptakan.
2) Pada pekerjaan
1. Redesign, jobs dan proses dapat dikerjakan ulang untuk membuat mereka lebih aman.
Misalnya, Wadah dapat dibuat lebih mudah untuk menahan dan mengangkat.
2. Isolasi, jika bahaya tidak dapat dihilangkan atau diganti, bisa beberapa kali menjadi
terisolasi, berisi atau dijauhkan dari pekerja. Sebagai contoh, sebuah terisolasi dan
ruang kontrol ber-AC dapat melindungi operator dari bahan kimia beracun.
3. Otomasi, proses berbahaya dapat otomatis atau mekanis. Untuk Misalnya, robot yang
dikendalikan komputer dapat menangani operasi titik pengelasan di dalam mobil
tanaman. Perawatan harus diambil untuk melindungi pekerja dari bahaya robot.
4. Hambatan, bahaya A dapat diblokir sebelum mencapai pekerja. Sebagai contoh,
khusus tirai dapat mencegah cedera mata dari radiasi pengelasan busur. Peralatan
yang tepat menjaga akan melindungi pekerja dari con tacting bagian yang bergerak.
5. Penyerapan, baffle dapat memblokir atau menyerap kebisingan. sistem Pengunci
dapat mengisolasi energi sumber selama perbaikan dan pemeliharaan. Biasanya,
kontrol lebih lanjut yang menyimpan bahaya dari pekerja, lebih efektif itu.
6. Pengenceran, Beberapa bahaya dapat diencerkan atau hilang. Misalnya, ventilasi
sistem bisa mencairkan gas beracun sebelum mereka mencapai operator.
3) Kontrol Administratif
1. Prosedur keamanan kerja, pekerja wajib menggunakan standar keamanan prosedur.
Pengusaha diharapkan untuk memastikan bahwa pekerja mengikuti standar pelayanan
minimum. Prosedur kerja harus ditinjau secara berkala terhadap pekerja.
2. Pengawasan dan pelatihan, pelatihan awal mengenai prosedur kerja yang aman dan
penyegaran pelatihan harus ditawarkan. Hal ini penting dilakukan sebagai
pengawasan yang tepat untuk membantu pekerja dalam mengidentifikasi
kemungkinan bahaya dan prosedur kerja evaluasi.
3. Rotasi kerja dan prosedur lain, dengan melakukan rotasi kerja maka dapat
mengurangi waktu bagi para pekerja atau intensitas pekerja terhadap paparan. Sebagai
contoh, jadwal para pekerja bisa dirotasi berulang-ulang terhadap pekerjaan yang
membutuhkan tendon dan otot gerakan untuk mencegah cedera trauma kumulatif
akibat intensitas dan reaksi otot yang berlebihan.
4. Housekeeping, merupakan suatu antisi pasi terhadap perbaikan dan pemeliharaan
program. Housekeeping termasuk pembersihan, pembuangan sampah dan
pembersihan tumpahan.
5. Kebersihan – Kebersihan praktek, dapat mengurangi resiko bahan beracun diserap
oleh pekerja atau dibawa ke keluarga mereka dirumah. Pakaian kantor harus disimpan
di loker terpisah untuk menghindari terkontaminasi oleh pakaian kerja. Makan daerah
harus dipisahkan dari bahaya beracun. Tempat makan harus jauh dari area kerja dan
beracun. Mana yang berlaku, pekerja harus diwajibkan untuk mandi dan berganti
pakaian pada akhir shift.
4) Perlengkapan perlindungan pribadi
Alat pelindung diri (APD) dan pakaian khusus pelindung diri digunakan jika perlindungan
tambahan diperlukan. Pekerja harus dilatih untuk menggunakan dan memelihara peralatan
dengan baik. Pengusaha dan pekerja harus memahami keterbatasan alat pelindung diri.
Pengusaha mewajibkan pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri setiap saat.
Perawatan APD pula harus diperhatikan untuk memastikan peralatan yang bekerja dengan
baik. Jika tidak, APD dapat membahayakan kesehatan pekerja dan memberikan bahaya
perlindungan bagi pekerja.
Melalui penyelesaian Identifikasi Hazard di Lingkungan Kerja, kita dapat mengidentifikasi,
mengurangi atau bahkan menghilangkan resioko akibat kerja. Prosedur kerja yang aman
petunjuk langkah demi langkah yang memungkinkan pekerja untuk melakukan keselamatan
kerja mereka ketika bahaya adalah hadir.
INGIN TAHU LEBIH BANYAK? BACA DI BUKU PENILAIAN DAN MANAJEMEN
RISIKO LINGKUNGAN (Segera Terbit)
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
qqqqq
MAKALAH KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering disebut dengan
safety saja, oleh American Society of Safety Engineers (ASSE) diartikan sebagai bidang
kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan
lingkungan dan situasi kerja. Sedangkan secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budayanya. Dari segi
keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Definisi keselamatan kerja menurut para ahli:
a)
Menurut Suma’mur, 1995 keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan
mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
b)
Menurut Ramlan Dj, 2006, pelaksanaan keselamatan kerja adalah berkaitan dengan upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor
bahaya, baik berasal dari penggunaan mesin-mesin produksi maupun lingkungan kerja serta
tindakan pekerja sendiri.
c) Menurut Rika Ampuh Hadiguna, 2009 Keselamatan kerja adalah proses merencanakan dan
mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui persiapan
prosedur operasi standar yang menjadi acuan dalam bekerja.
d) Menurut Tulus Agus, 1989 Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman
dengan dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga
bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang baik.
e) Menurut Malthis dan Jackson (2002), keselamatan kerja adalah menunjuk pada perlindungan
kesejahteraan fisik dengan dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera terkait
dengan pekerjaan.
Jadi Keselamatan kerja adalah sebuah kondisi di manapara karyawan terlindungi dari
cedera yang disebabkan oleh berbagai kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya
yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungan kerja dan sebagai unsur-unsur penunjang seorang karyawan agar
selamat saat sedang bekerja dan setelah mengerjakan pekerjaannya serta cara melakukan
pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari
kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan APD,
perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi.
Adapun Unsur penunjang keselamatan kerja, yaitu adanya unsur keamanan dan kesehatan
kerja, kesadaran keamanan dan kesehatan kerja, teliti dalam bekerja dan melaksanakan
prosedur kerja.
Dalam konsep pengelolaan keselamatan kerja modern (Modern Safety Management = MSM)
dikenal 2 definisi keselamatan kerja. Pertama, didefinisikan sebagai bebas dari kecelakaankecelakaan atau bebas dari kondisi sakit, luka atau bebas dari kerugian. Kedua, didefinisikan
sebagai pengontrolan kerugian. Definisi ini lebih fungsional karena berkaitan dengan luka,
sakit, kerusakan harta dan kerugian terhadap proses. Definisi kedua ini juga termasuk dalam
hal pencegahan kecelakaan dan mengusahakan seminimum mungkin terjadinya kerugian.
Dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja dinilai seperti
berikut:
1. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan
kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu
gerbang bagi keamanan tenaga kerja, kecelakaan selain menjadi sebab hambatanhambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian secara tidak langsung, yakni
kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat,
kerusakan pada lingkungan kerja dan lain-lain. Biaya-biaya sebagai akibat kecelakaan
kerja, baik langsung ataupun tidak langsung, cukup bahkan kadang-kadang terlampau
besar sehingga bila diperhitungkan secara nasional hal itu merupakan kehilangan yang
berjumlah besar.
2. Analisa kecelakaan secara nasional berdasarkan angka-angka yang masuk atas dasar
wajib lapor kecelakaan dan data kompensasinya, dewasa ini seolah-olah relatif rendah
dibandingkan dengan banyaknya jam kerja tenaga kerja.
3. Potensi-potensi bahaya yang mengancam keselamatan pada berbagai sektor kegiatan
ekonomi jelas dapat diobservasi, misalnya:
 Sektor pertanian yang juga meliputi perkebunan menampilkan aspek-aspek bahaya potensial
seperti modernisasi pertanian dengan penggunaan racun-racun hama dan pemakaian alay baru
seperti mekanisasi.
 Sektor industri disertai bahaya-bahaya potensial seperti keracunan- keracunan bahan kimia,
kecelakaan-kecelakaan oleh mesin, kebakaran, ledakan-ledakan dan lain-lain.
 Sektor pertambangan mempunyai risiko-risiko khusus sebagai akibat kecelakaan tambang,
sehingga keselamatan pertambangan perlu dikembangkan secara sendiri, minyak dan gas
bumi termasuk daerah rawan kecelakaan.
 Sektor perhubungan ditandai dengan kecelakaan-kecelakaan lalu lintas darat, laut dan udara
serta bahaya-bahaya potensial pada industri pariwisata, demikian pula telekomunikasi
mempunyai kekhususan dalam risiko bahaya.
 Sektor jasa, walaupun biasanya tidak rawan kecelakaan juga menghadapkan problematik
bahaya kecelakaan khusus.
4. Menurut observasi, angka frekuensi untuk kecelakaan-kecelakaan ringan yang tidak
menyebabkan hilangnya hari kerja tetapi hanya jam kerja masih terlalu tinggi. Padahal
dengan hilangnya satu atau dua jam sehari mengakibatkan kehilangan jam kerja yang
besar secara keseluruhan.
5. Analisa kecelakaan memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada faktor
penyebabnya, sebab-sebab tersebut bersumber kepada alat-alat mekanik dan
lingkungan serta kepada manusianya sendiri. Untuk mencegah kecelakaan, penyebabpenyebab ini harus dihilangkan.
6. 85% dari sebab-sebab kecelakaan adalah faktor manusia, maka dari itu usaha-usaha
keelamatan selain ditujukan kepada teknik mekanik juga harus memperhatikan secara
khusus aspek manusiawi. Dalam hubungan ini, pendidikan dan penggairahan
keselamatan kerja kepada tenaga kerja merupakan sarana yang sangat penting.
7. Sekalipun upaya-upaya pencegahan telah maksimal, kecelakaan masih mungkin
terjadi dan dalam hal ini adalah besar peranan kompensasi kecelakaan sebagai suatu
segi jaminan sosial untuk meringankan bebab penderita.
B. Tujuan Keselamatan Kerja
Tujuan keselamatan kerja menurut Sudjan Manulang (2001)adalah:
a.
Melindungi keselamatan pekerja dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup
dan meningkatkan produktifitas nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.
c.
Sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (1981) adalah sebagai berikut:
a.
Para pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja dapat digunakan sebaik-baiknya.
c.
Agar semua hasil produksi terpelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai.
e.
Agar dapat meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.
f.
Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
g. Agar pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Adapun alasan yang berkaitan dengan tujuan dan pentingnya keselamatan kerja adalah:
a) Manfaat Lingkungan Yang Aman Dan Sehat
Jika perusahaan dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan – kecelakaan kerja,
penyakit, dan hal – hal yang berkaitan dengan stress, serta mampu meningkatkan kulitas
kehidupan kerja para pekerja, perusahan akan semakin efektif. Peningkatan – peningkatan
terhadap hal ini akan mengasilkan :

Mengingkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.

Menginkatnya efisensi dan kualitas kerja yang lebih berkomitmen

Menurunnya biaya – biaya kesehatan dan asuransi

Tingkat Kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena
menurunnya pengajuan klaim

Felksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi
dan rasa kepemilikan

Rasio seleski tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan
b) Kerugian Lingkungan Kerja Yang Tidak Aman dan Tidak Sehat
Jumlah biaya yang besar sering muncul karena ada kerugian – kerugian akibat kematian dan
kecelakaan di tempat kerja dan kerugian menderita penyakit – penyakit yang berkaitan
dengan kondisi pekerjaan
Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa bidang keselamatan kerja mempunyai tujuan
untuk mencegah atau mengurangi resiko terjadinya gangguan kesehatan melalui perancangan
sistem kerja (contoh: desain alat, mesin, alat pelindung diri, manajemen resiko dll bahkan
sampai tingkat sosial seperti desain organisasi kerja, waktu kerja, dll) yang baik. Intinya
keselamatan kerja ’mencegah’ munculnya gangguan kesehatan kerja.
Perlunya Menjalankan Program Keselamatan Kerja untuk :
1. Mencegah kerugian fisik dan finansial yang bisa diderita karyawan.
2. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan.
3. Menghemat biaya premi asuransi.
4. Menghindari tuntutan hukum.
C. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 2 ruang lingkup keselamatan kerja
mencakup dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.
Ketentuan-ketentuan ruang lingkup tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana:
a.
dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, mekanik. perkakas, peralatan
atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau
peledakan;
b.
dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau
barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi,
bersuh tinggi;
c.
dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah,
gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di
bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan;
d.
dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan
kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
e.
dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih logam lainnya,
batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi,
maupun di dasar perairan;
f.
dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan,
di permukaan air, dalam air maupun di udara;
g.
dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau
gudang;
h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i.
dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j.
dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k.
dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena
pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l.
dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;
p.
dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang
menggunakan alat teknis;
q.
dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas,
minyak atau air;
r.
diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai
peralatan, instalasi listrik
D. Syarat-syarat Keselamatan Kerja
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Pasal 3 ditetapkan syarat-syarat keselamatan
kerja untuk:
a) mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b) mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c) mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d) memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadiankejadian lain yang berbahaya;
e) memberi pertolongan pada kecelakaan;
f)
g)
memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h) mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan;
i)
memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j)
menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k) menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l)
memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m) memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n) mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o) mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p)
mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan
barang;
q) mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r)
menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
E. Disiplin Keselamatan Kerja
Disiplin keselamatan kerja lebih banyak ditujukan kepada masalah terjadinya kecelakaan dan
kehilangan harta benda. Karena itu bidang garapannya meliputi ancaman bahaya kebakaran,
kecelakaan, tumpahan, nyaris celaka dan lingkungan. Keselamatan kerja banyak dikuasai
oleh insinyur baik insinyur keselamatan, insinyur teknik industri (bidang teknik yang sangat
concern dengan ergonomi industri kaitannya dengan keselamatan kerja secara keseluruhan),
insinyur teknik elektro (keselamatan listrik), insinyur teknik kimia (keselamatan kimia), dll.
F. Program Keselamatan Kerja
Pada dasarnya program keselamatan kerja dibuat untuk menciptakan suatu lingkungan dan
perilaku kerja yang aman dan nyaman pada saat melakukan kegiatan kerja guna mencapai
tujuan keberhasilan suatu usaha yang baik.
Usaha keselamatan kerja merupakan partisipasi dan kerja sama antara pegelola usaha dan
para karyawan atau pekerja itu sendiri karena kesehatan dan keselamatan para karyawan
berpengaruh terhadap produktifitas kerja dan mempengaruhi keberhasilan suatu usaha.
Program keselamatan kerja yang baik adalah program yang didasarkan pada prinsip close the
loop atau prinsip penindaklanjutan hingga tuntas. Secanggih apapun program yang
ditawarkan, jikalau berhenti di tengah jalan dan tidak diikuti dengan tindak lanjut yang nyata
tentu tidak memiliki arti. Baik Internationa Loss Control Institute (ILCI) maupun National
Occupational Safety Association (NOSA) menyebutkan bahwa sistem keselamatan kerja
yang efektif harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.
Identifikasi Bahaya (Identification Hazzard)
Adalah tidak sama bahaya di lingkungan kerja satu dengan yang lain. Untuk program yang
umum dijumpai di industri pertambangan dalam kaitannya dengan prinsip ini antara lain :


Program pengenalan dan peduli bahaya (Hazzard Recognition and awareness Program)
Program komunikasi bahaya dan inventori bahan kimia ( Hazard Communication and
Chemical Inventory Program)

Program Pemantauan Higiena Perusahaan

Program Percontoh (Sampling Program)

STOP Program

Program Penilaian Resiko (Risk Assesment Program)

Program Inspeksi Keselamatan Kerja (Safety Inspection Program)

Audit Dasar Pihak Ketiga (Third Party Baseline Audit)
b.
Menyusun Standart Kinerja Dan Sistem Pengukuran (Set Standart of Performance and
Measurement)
Di dalam langkah ini dipandang sangat penting untuk menmbuat standart, prosedur atau
kebijakan yang berkaitan dengan potensi bahaya yang telah diketahui. Dalam penyusunan
prosedur ini sebaiknya melibatkan semua tingkatan managemen dan pelaksana di lapangan.

Program Penyusunan Kebijakan, Standart Kerja, Prosedur dengan tolok ukur standart institusi
international, pemerintah dan pabrik.

Program Review Prosedur Kritis (Critical Prosedur Review)

Program Inspeksi Keselamatan Kerja (Safety Inspection Program)

Program Pertanggunggugatan Keselamatan Kerja (Safety Accountability Program)

Program Pertemuan Keselamatan Kerja (Safety Meeting Program)
c.
Menyusun Standart Pertangunggugatan (Set Standard of Accountability)
Langkah ini adalah untuk menetapkan sistem pertanggunggugatan untuk masing-masing
tingkatan manajemen. Program yang sering dijumpai berkaitan dengan langkah ini adalah:

Program Standarisasi Penugasan (Assignment Standardization Program )

Program Standarisasi Pertanggunggugatan (Accountability Standardisation Program)

Program Evaluasi Diskripsi Kerja (Job Description Evaluation Program)

Program KRA-KPI
d.
Mengukur Kinerja Terhadap Standar yang Ditentukan (Measure Performance against
Standard)
Langkah ini untuk mengetahui seberapa tinggi kinerja yang dipakai terhadap standar yang
ada. Beberapa program yang telah sangat dikenal dalam langkah ini adalah :

Audit keselamatan kerja Internal dan Eksternal (Internal & External Safety Audit)

Inspeksi Keselamatan Kerja (Safety Inspection Program)

Program Analisa Kecelakaan (Accident Investigation Program)

NOSA Five Starrs Grading Audit

Housekeeping Evaluation
e.
Mengevaluasi Hasil yang dicapai (Evaluate Outcome)
Termasuk dalam langkah ini adalah mengevaluasi adanya penyimpangan dari peraturan
perundangan dan standar internasional yang berlaku. Contoh program dalam langkah ini
antara lain:

Program statistik kecelakaan (Safety Statistic Program)

Program Pelaporan ke Pemerintah (Government Reporting )

Program Analisa Kecelakaan (accident Analysis Program)

Evaluasi Kesehatan Karyawan (Medical Evaluation)

Program Perlindungan Pendengaran dan Pernafasan

Audit Follow up
f.
Melakukan Koreksi Terhadap Penyimpangan yang Ada (Correct Deviations and Deficiencies
)
Salah satu contoh yang amat dikenal dalam langkah ini adalah :

Program Penghargaan Safety (Safety Recognition Program)

Program Koreksi Tuntas (Correction –Close The Loop Program)

Program Pertemuan Kepala Teknik Tambang (Technical Manager Meeting)
G. Fokus Program Keselamatan Kerja
Program keselamatan kerja difokuskan pada dua aspek:
1) Perilaku Kerja:
a) Membentuk sikap karyawan yang pro-keselamatan kerja.
b)
Mendorong upaya seluruh karyawan untuk mewujudkan keselamatan kerja, mulai dari
manajemen puncak hingga karyawan level terendah.
c) Menekankan tanggung jawab para manajer dalam melaksanakan program keselamatan kerja.
2) Kondisi Kerja:
Mengembangkan dan memelihara lingkungan kerja fisik yang aman, misalnya dengan
penyediaan alat-alat pengaman.
H. Usaha-usaha untuk Tercapainya Keselamatan Kerja
1) Job Hazard analysis
Proses untuk mempelajari dan menganalisa suatu jenis pekerjaan kemudian membagi
pekerjaan tsb ke dalam langkah langkah menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi.
Contoh hasil job hazard analysis:
 Repetitive Stress Injuries: suatu kondisi yang disebabkan terlalu banyak tekanan pada
persendian akibat melakukan suatu gerakan berulang a.l Carpal Tunnel Syndrome : tekanan
pada syaraf karena penyempitan pembuluh tempat syaraf tsb akibat gerakan/posisi tertentu
yang berulang
 Ergonomic problem Interaksi manusia dengan usaha kerja, peralatan, perlengkapan, dan
lingkungan fisik yang kurang cocok/nyaman.
2) Risk Management
mengantisipasi kemungkinan kerugian/kehilangan (waktu,produktivitas,dll) yang berkaitan
dengan program keselamatan dan penanganan hukum
3) Adanya Safety Engineer
memberikan
pelatihan,
memberdayakan
supervisor/manager
lini
produksi,mampu
mengantisipasi/melihat adanya situasi kurang ‘aman’ dan menghilangkan yang kurang aman
tersebut
4) Job Rotation
5) Personal protective equipment
6) Penggunaan poster/propaganda
7) Perilaku yang berhati-hati
I. Program Keselamatan Kerja yang Efektif
Program keselamatan kerja berjalan secara efektif jika:
 Didukung dari Manajemen Puncak
 Pelatihan memadai dalam masa Orientasi mengenai keselamatan
 Pekerja yang sadar akan perlunya ‘safety’ dalam bekerja
 Lingkungan dan tempat kerja yang aman
J. Masalah Dalam Aspek Keselamatan Kerja
Walaupun masalah keselamatan kerja sudah dianggap penting dalam aspek kegiatan operasi
namun didalam pelaksanaannya masih saja ditemui hambatan serta kendala-kendala.
Hambatan tersebut ada yang bersifat makro (di tingkat nasional) dan ada pula yang bersifat
mikro (dalam perusahaan).
1. Masalah Makro
Di tingkat nasional (makro) ditemui banyak faktor yang merupakan kendala yang
menyebabkan kurang berhasilnya program keselamatan kerja antara lain :

Pemerintah
Masih dirasakan adanya kekurangan dalam masalah pembinaan (formal & non formal),
bimbingan (pelayanan informasi, standar, code of pratice), pengawasan (peraturan,
pemantauan / onitoring serta sangsi terhadap pelanggaran), serta bidang-bidang pengendalian
bahaya.

Teknologi
Perkembangan teknologi perlu diantisipasi agar bahaya yang ditimbulkannya dapat
diminimalisasi atau dihilangkan sama sekali dengan pemanfaatan ketrampilan di bidang
pengendalian bahaya.
 Sosial Budaya
Adanya kesenjangan sosial budaya dalam bentuk rendahnya disiplin dan kesadaran
masyarakat terhadap masalah keselamatan kerja, kebijakan asuransi yang tidak berorientasi
pada pengendalian bahaya, perilaku masyarakat yang belum sepenuhnya mengerti terhadap
bahaya-bahaya yang terdapat pada industri dengan teknologi canggih serta adanya budaya
“santai”
dan
“tidak
peduli”
dari
masyarakat.
Faktor-faktor diatas ini akan ikut menentukan bentuk dan mutu penanganan usaha
keselamatan di perusahaan.
2. Masalah Mikro
Masalah yang bersifat mikro yang terjadi di perusahaan antara lain terdiri dari :
 Kesadaran, dukungan dan keterlibatan
Kesadaran, dukungan dan keterlibatan manajemen operasi terhadap usaha pengendalian
bahaya dirasakan masih sangat kurang. Keadaan ini akan membudaya mulai dari lapis bawah
sehingga banyak para karyawan memilki kesadaran keselamatan yang rendah, disamping itu
pengetahuan mereka terhadap bidang rekayasa dan manajemen keselamatan kerja juga sangat
terbatas.
 Kemampuan yang terbatas dari petugas keselamatan kerja
Kemampuan petugas keselamatan kerja dibidang rekayasa operasi, rekayasa keselamatan
kerja, manajemen pengendalian bahaya dirasakan sangat kurang sehingga merupakan kendala
diperolehnya
kinerja
keselamatan
kerja
yang
baik.
Akibat daripada kekurangan ini terdapatnya kesenjangan antara makin majunya teknologi
terapan dengan dampak negatif yang makin tinggi dengan kemampuan para petugas
keselamatan kerja dalam mengantisipasi keadaan yang makin berbahaya.
 Standard, code of practice
Masih kurangnya standard-standard dan code practice di bidang keselamatan kerja serta
penyebaran informasi di bidang pengendalian bahaya industri yang masih terbatas akan
menambah memperbesar resiko yang dihadapi.
K. Evaluasi Program Keselamatan Kerja
Keberhasilan sebuah program keselamatan kerja bisa dilihat dari beberapa indikator berikut
ini:
 Penurunan tingkat kecelakaan dan penyakit yang terkait dengan pekerjaan, baik secara
kuantitatif (frekuensi kejadian) maupun kualitatif (berat- ringannya cedera/penyakit).
 Penurunan jumlah waktu kerja yang hilang akibat terjadinya kecelakaan kerja. produktivitas
terjaga dan target terpenuhi.
L. Gangguan Terhadap Keselamatan kerja
Baik aspek fisik maupun sosio-psikologis lingkungan pekerjaan membawa dampak kepada
keselamatan kerja salah satunya sebagai berikut:
a) Kecelakaan – Kecelakaan Kerja
Perusahaan – perusahaan tertentu atau departemen tertentu cenderung mempunyai tingkat
kecelakaan kerja yang lebih tinggi dari pada lainnya. Beberapa karakteristik dapat
menjelaskan perbedaan tersebut
 Kualitas Organisasi
Tingkat kecelakaan berbeda secara subtasial menurut jenis Industri
 Pekerja Yang Mudah Celaka
Sebagai ahli menunjuk pekerja sebagai penyebab utama terjadinya kecelakaan. Kecelakan
bergantung pada perilaku pekerja, tingakt bahaya dalam lingkungan pekerja, dan semata –
mata nasib sial
 Pekerja Berperangai Sadis
Kekerasan di tempat pekerja meningkatkan dengan pesat, dan perusahaan dianggap
bertanggung jawab terhadap hal itu
M. Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang
merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Juga
kecelakaan ini biasanya terjadi akibat kontak dengan suatu zat atau sumber energi. Secara
umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1)
Kecelakaan industry (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi ditempat kerja
karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
2)
Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi diluar
tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.
N. Strategi Mengurangi Kecelakaan Kerja
Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil dan bahkan menghilangkan
kejadian kecelakaan kerja guna meningkatkan keselamatn kerja di kalangan karyawan sesuai
dengan kondisi perusahaan. Strategi yang perlu diterapkan perusahaan meliputi :
a) Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam menghadapi
kejadian kecelakaan kerja. Misalnya karena alasan finansial, kesadaran karyawan tentang
keselamatan kerja dan tanggung jawab perusahaan dan karyawan maka perusahaan bisa jadi
memiliki tingkat perlindungan yang minimum bahkan maksimum.
b)
Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan kerja bersifat
formal ataukah informal. Secara formal dimaksudkan setiap aturan dinyatakan secara tertulis,
dilaksanakan dan dikontrol sesuai dengan aturan. Sementara secara informal dinyatakan tidak
tertulis atau konvensi dan dilakukan melalui pelatihan dan kesepakatan-kesepakatan.
c)
Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan rencana
tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti pihak manajemen perlu
memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana sesuai kebutuhan perusahaan dan
karyawan. Sementara arti reaktif, pihak manajemen perlu segera mengatasi masalah
keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu kejadian timbul.
d) Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajad keselamatan dan kesehatan kerja yang
rendah sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas. Artinya perusahaan sangat
peduli dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Sesuai dengan strategi di atas maka program yang diterapkan untuk menterjemahkan strategi
itu diantara perusahaan biasanya dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini sangat bergantung
pada kondisi perusahaan. Secara umum program memperkecil dan menghilangkan kejadian
kecelakaan kerja dapat dikelompokkan : telaahan personal, pelatihan keselamatan kerja,
sistem insentif, dan pembuatan aturan penyelamatan kerja.
a) Telaahan Personal
Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan tertentu yang
diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian keselamatan kerja:
 faktor usia; apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih lebih aman dibanding
yang lebih muda ataukah sebaliknya;
 ciri-ciri fisik karyawan seperti potensi pendengaran dan penglihatan cenderung berhubungan
derajad kecelakaan karyawan yang kritis, dan
 tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan dan
penyelamatan dari kecelakaan kerja.
Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa saja
karyawan yang potensial untuk mengalami kecelakaan kerja. Lalu sejak dini perusahaan
dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.
b) Sistem Insentif
Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir. Dalam bentuk
uang dapat dilakukan melalui kompetisi antarunit tentang keselamatan kerja paling rendah
dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama enam bulan sekali. Siapa yang mampu
menekan kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lain
adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi
dirinya atau bagi kelompok karyawan di unitnya.
c) Pelatihan Keselamatan Kerja
Pelatihan keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan. Fokus pelatihan
umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko dari pekerjaan, aturan dan peraturan keselamatan
kerja, dan perilaku kerja yang aman dan berbahaya.
d) Peraturan Keselamatan Kerja
Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan yang
menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh karyawan di tempat kerja. Isinya
harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati
untuk mencapai keselamatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja
yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja. Dalam
pelaksanaannya perlu dilakukan melalui pemantauan, penumbuhan kedisiplinan dan tindakan
tegas kepada karyawan yang cenderung melakukan kelalaian berulang-ulang.
Untuk menerapkan strategi dan program di atas maka ada beberapa pendekatan sistematis
yang dilakukan secara terintegrasi agar manajemen program kesehatan dan keselamatan kerja
berjalan efektif berikut ini.
a. Pendekatan Keorganisasian
 Merancang pekerjaan,
 Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program,
 Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja,
 Mengkoordinasi investigasi kecelakaan.
b. Pendekatan Teknis
 Merancang kerja dan peralatan kerja,
 Memeriksa peralatan kerja,
 Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi.
c.
Pendekatan Individu
 Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja,
 Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja,
 Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program insentif.
Untuk
menentukan
apakah
suatu
strategi
efektif
atau
tidak,
perusahaan
dapat
membandingkan insiden, kegawatan, dan frekuensi penyakit – penyakit dan kecelakaan
sebelum dan sesudah strategi tersebut diberlakukan.
3) Memantau Tingkat Keselamtan Kerja
Mewajibkan perusahaan – perusahaan untuk menyimpan catatan insiden – insiden kecelakaan
yang terjadi dalam perusahaan. Perusahaan juga mencatat tingkat kegawatan dan frekuensi
setiap kecelakaan tersebut.
a) Tingkat Insiden
Indeks keamanan industri yang paling ekspilist adalah tingkat insiden yang menggambarkan
jumlah kecelakaan dan penyakit dalam satu tahun
b) Tingkat Frekuensi
Tingkat frekuensi mencerminkan jumlah kecelakaan dan penyakit setiap satu juta jam kerja
bukan dalam tahunan seperti dalam tingkat insiden
c) Tingkat Kegawatan
Tingkat kegawatan menggambarkan jam kerja yang hilang karena kecelakaan atau penyakit
4) Mengendalikan Kecelakaan
Cara terbaik untuk mencegah kecelakaan dan meningkatkan keselamatan kerja barang kali
adalah dengan merancang lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga kecelakan tidak akan
terjadi
5) Ergonomis
Cara lain untuk meningkatakan keselamatan kerja adalah dengan membuat pekerjaan itu
sendiri menjadi lebih nyaman dan tidak terlalu melelahkan.
6) Divisi Keselamtaan Kerja
Strategi lain dalam rangka mencegah kecelakaan adalah pemanfaatan divisi – divisi
keselamatan kerja.
7) Pengubahan Tingkah Laku
Mendorong dilaksanakan kebiasaan kerja yang dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan
juga dapat menjadi strategi yang sangat berhasil
Daftar pustaka
http://www.psychologymania.com/2012/12/pengertian-keselamatan-kerja.html
http://cai-sl.blogspot.com/2012/07/pengertian-dan-tujuan-keselamatan-kerja.html
http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-keselamatan-kerja/
http://indosdm.com/uu-nomor-1-tahun-1970-keselamatan-kerja
http://indosdm.com/strategi-dan-program-pendekatan-keselamatan-kerja
http://www.ilmukesker.com/tujuan-program-kesehatan-keselamatan-kerja-181.html
http://www.ilmukesker.com/4-hal-penting-dalam-program-kesehatan-keselamatan-kerja176.html
qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Strategi Pengendalian Program K3
Posted on 19 Mei 2011 at 23:24 by khansa
Penanganan bahaya dan resiko pekerjaan merupakan bagian dari sistem kebijakan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3). Penetapan strategi pengendaliannya disesuaikan
dengan perubahan situasi, aktifitas dan perubahan material, dengan kata lain bahwa
identifikasi dan penilaian bahaya dan resiko yang akan terjadi dapat mempengaruhi pula
terhadap penetapan pengendalian itu sendiri. Berbagai arahan keselamatan dan kesehatan
kerja terdiri dari tindakan antisipasi keberadaan faktor penyebab, berikut pencegahan yang
dilakukan sebelumnya, pemahaman terhadap jenis-jenis bahaya yang dilanjutkan dengan
mengidentifikasi tingkatan bahaya dilingkungan kerja. Selanjutnya yang dilakukan adalah
tindakan pengendalian untuk mencegah terjadinya bahaya dan resiko yang menimbulkan
komplikasi.
Salah satu ketentuan adanya kebijakan K-3 dalam melakukan pencegahan terjadinya resiko
kerja adalah dengan memelihara prosedur untuk proses identifikasi dan informasi atau akses
terbaru kepada hukum yang berlaku maupun persyaratan seperti kebijakan OHSAS 18001 :
2007. Seperti halnya dalam melakukan identifikasi dan penilaian resiko kerja, kemudian
pencarian informasi yang selalu update mengenai hukum dan persyaratan lainnya dalam
menunjang sistem manajemen OHSAS 18001 : 2007 sangat diperlukan. Apabila semua
informasi, ketentuan dan syarat-syarat sistem manajemen OHSAS 18001 : 2007 sudah
terpenuhi, kebijakannya haruslah disosialisasikan kepada semua bagian dilapangan sehingga
nantinya sasaran kebijakan K-3 menjadi tanggungjawab semua bagian.
Pengendalian bahaya dan resiko dapat berupa pengendalian tehnik, berdasarkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang digunakan, perusahaan akan menentukan
berbagai prosedur kerja. Aktifitas dari seluruh pelaksana dilapangan terdiri dari karyawan
perusahaan dan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan dengan menggunakan prosedur
sesuai dengan kebijakan yang sedang digunakan, prosedur yang dibuat mencakup pengaturan
seluruh kegiatan yang rutin maupun insidental, kebiasaan yang dilakukan dilapangan,
pengaturan untuk penyediaan sarana, peralatan dan material, sistem yang digunakan termasuk
perubahan sistem itu sendiri dan melakukan update terhadap persyaratan, hukum serta
undang-undang (evaluasi kesesuaian).
Cara pengendalian terhadap ancaman bahaya kesehatan, dapat dilakukan seperti mengganti
prosedur kerja, menutup dan mengisolasi bahan berbahaya, identifikasi jenis limbah,
pengendalian limbah yang berbahaya untuk diatur sesuai dengan jenis limbah dan pengaturan
ventilasi untuk pergantian udara.
Pengendalian berikutnya adalah pengendalian administrasi dengan membuat dan menyusun
peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja, ketentuan pemakaian alat pelindung diri
(APD) dilokasi yang memungkinkan terjadinya bahaya atau resiko terhadap pekerjaan. Pada
lokasi kerja yang memngkinkan adanya bahaya dan resiko dapat dipasang tanda-tanda bahaya
atau peringatan, perusahaan dapat melakukan kampanye berupa slogan, poster, banner dan
spanduk, pembuatan daftar bahan-bahan yang berbahaya maupun bahan yang aman. Sistem
kebijakan OHSAS 18001 : 2007 dalam impelemtasi produk terhadap sistem perusahaan
mengatur pengendalian yang terkait dengan pembelian sarana yang dibutuhkan dan
penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja terhadap pihak seperti subkontraktor.
Pengendalian dalam program keselamatan dan kesehatan kerja selanjutnya adalah melakukan
pemeriksaan untuk melihat kesesuaian terhadap prosedur yang digunakan. Pemeriksaan
dilakukan berdasarkan pengukuran kinerja dan pemantauan berdasarkan kinerja OHSAS,
untuk memantau kecelakaan, penyakit akibat kerja (PAK), kejadian termasuk near-misses
dan bukti-bukti yang lain. Semua catatan hasil pemantauan perlu disimpan dan dipelihara
sebagai mana mestinya untuk digunanakan sebagai dasar dalam analisa tindakan perbaikan
dan pencegahan. Pemeriksaan dilakukan terhadap kejadian menyangkut keselamatan dan
kesehatan kerja, dengan melakukan investigasi yang berdasarkan pada faktor-faktor
penyebab, identifikasi tindakan perbaikan, pencegahan dan mengkomunikasikan hasil
investigasi tersebut.
Pengendalian program keselamatan dan kesehatan kerja dalam menemukan ketidaksesuaian,
pembuatan prosedur harus memperhatikan ketentuan berupa tindakan mengurangi resiko,
kegiatan menghilangkan penyebab yang disebut eliminasi, dan evaluasi tindakan dibutuhkan
untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian. Kegiatan pemeriksaan kesehatan dilakukan dari
pemeriksaan secara medis setiap tenaga kerja yang masuk maupun pelaksanaan program
pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk memantau tingkat penyakit akibat kerja.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
PENGENDALIAN KECELAKAAN
KERJA DI BIDANG PROTEKSI
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Di setiap tempat kerja atau setiap industri – industri pada masa sekarang ini dituntut
dan diharuskan untuk pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Oleh karena
itu perlu mengembangkan dan meningkatkan K3. Banyak orang berpikir kompensasi itu
sebagai uang, yang diterima dalam bentuk upah, gaji, dan insentif. Pengeluaran tunai ini
merupakan bagian yang paling besar dari biaya kompensasi yang dikeluarkan oleh pemberi
kerja. Tunjangan dan jasa disebut juga proteksi atau kompensasi tidak langsung yang
diberikan/disediakan oleh perusahaan. Jenis proteksi atau kompensasi tidak langsung ini
hamper mencapai 55 % dari rata – rata biaya kompensasi perusahaan, dan bahkan
dikebanyakan Negara – Negara industri maju dengan persentase lebih tinggi
Tunjangan dan jasa hanya dianggap sebagai jaminan pelengkap sebab tunjangan ini
relatif tidak berarti atau kecil sebagai komponen kompensasi. Pada awal tahun 1940, setelah
perang dunia II mendorong pemerintah di berbagai Negara untuk mengatur kenaikan upah
dan gaji. Untuk mendapatakan dan mempertahankan para pekerja selama perang, banak
perusahan menambah atau meningkatkan jumlah tunjangan. 50 tahun kemudaian setelah
perang dunia II, penggunaan tenaga kerja terkait dengan tunjangan dan jasa, dan terus
berkembang hingga saat ini. Untuk mengetahui perkembangan tunjangan dan jasa, dapat
diketahui dari beberapa tunjangan yang diberikan oelh suatu perusahaan kepada pekerjanya.
I.2 Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan Pengendalian Kecelakaan dan kerja adalah :
Melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mencegah terjadinya
kecelakaan kerjadan penyakit.Berbagai arah keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Manfaat Kecelakaan dan kerja adalah :
1. Mengantisipasi keberadaan faktor penyebab bahaya dan melakukan pencegahan sebelumnya.
2. Memahami jenis-jenis bahaya yang ada di tempat kerja
3. Mengevaluasi tingkat bahaya di tempat kerja
4. Mengendalikan terjadinya bahaya atau komplikasi. Mengenai peraturan keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja Yang terutama adalah UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja
dan Detail Pelaksanaan UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja.
I.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka diperolah suatu rumusan masalah yaitu
bagaimana merancang suatu ‘ PENGENDALIAN KECELAKAAN KERJA DI BIDANG
PROTEKSI ’.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Proteksi
Proteksi merupakan sistem perlinduangan berupa kompensasi yang tidak dalam
bentuk imbalan, baik langsung maupun tidak langsung, yang diterapkan oelh prusahan
kepada pekerja. Proteksi ini dengan memberikan rasa aman, baik dari sisi financial,
kesehatan, maupun keselamatan fisik bagai pekerja sehingga pekerja dapat beraktivitas
dengan tenang dan dapat memberikan kontribusi positif bagi peningaktan nilai tambah
perusahaan.
Proteksi atau perlindungan pekerja merupakan suatu keaharusan bagi perusahaan
yang diwajibkan oleh pemerintah melalui peraturan perudang – udangan. Dalam
melaksanakan program prteksi, banyak perusahaan bekerja sama dengan perusahan asuransi
yang memberikan peranggungan terhadap kemungkinan timbulnya masalah kesehatan,
financial atau masalah lainnya yang dihadapi atau dialami oleh pekerja dan kelurganya di
kemudian hari. Praktisnya, pemberian proteksi ini kualitasnya tidak sama diantara masing –
masing pekerja, tergantung dari kedudukan dan tangguang jawab mereka masing – masing .
2.2. Faktor – Faktor Yang Menentukan Proteksi
Pemberian proteksi diantara masing – masing karyawan dipengaruhi oleh
berbagai
Faktor yaitu :
1. Responsibility ( Tanggung Jawab)
Semaikin tinggi jabatan seorang karyawan dalam suatu perusahan, semakin besar pula
tanggung jawab yang diembannya. Seorang CEO, sebagai pimpinan tertinggi dalam
perusahaan, mengeban tanggung jawab paling besar terhadap kelangsugan usaha perusahan.
Semakin tinggi tanggung jawab yang diemban oelh seorang, semakin tinggi pula proteksi
yang diberikan oleh perusahaan. Sebagai contoh, Seorang Manager Treasury atau Branch
Manger pada Bank memiliki tanggung jawab yang lebih tinggi dari pada Dealer yang
bertugas di Dealing Room. Oleh karena itu, tingkat proteksi yang diberikan oleh perusahaan
kepada Manager Treasury atau Branch Manager lebih tinggi dari Dealer, Mislanya dari
Kualitas tunjangan kesehatan.
1. Skill (Keahlian)
Untuk kelangsungan usaha perusahaan, perusahaan membutuhkan karyawan yang memiliki
keahlian khusus. Misalny, untuk bidang informasi, perusahaan membutuhkan tenaga akhli
dibidang informasi teckhnologi yang menguasai teknologi computer. Keahlian mereka sangat
spesifik, sehingga untuk mempertahankan agar mereka tetap bekerja di perusahaan tersebut,
perusahaan menerapkan program proteksi yang layak dan bahkan kadang – kadang diatas rata
– rata yang mampuh diberikan pesaing. Program proteksi yang diterapkan kepada pekerja
yang memiliki keahlian khusus akan lebih tinggi dibangingkan dengan pekerja yang tidak
memerlukan keahlian khusus, misalnya pekerja administrasi
1. Mental Effort (kerja Otak / Mental)
Karyawan yanglebih mengandalkan kemapuan kerja otak atu mental, misalnya analis,
programmer, marketer, atau akuntan. Kelas pekerja seperti ini sering disebut dengan “White
Collar” kelas pekerja ini biasanya memeperoleh tingkat proteksi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas pekerja yang lebih mengandalkan kekuatan fisik (Blue Collar)
1. Physical Effort (Kemampuan Fisik)
Karyawan yang lebih mengandalakan kekuatan fisik (Blue Collar), misalnya satuan
pengaman (Satpam), petugas kebersihan atau pekerja bangunan. Biasanya proteksi yang
diberikan oleh perusahaan kepada mereka lebih difokuskan dalam bentuk perlindungan atas
keselamatan kerja.
1. Work Condition (Kondisi Kerja)
Kondisi kerja yang diharapkan oleh pekerja untuk satu bidang industri sering kali berbeda.
Sebagai contoh, kondisi kerja bagi pekerja dibidang perminyakan, yang bekerja di lepas
pantai akan berbeda dengan kondisi kerja di darat. Semakin berat kondisi kerja yang dihadapi
oleh pekerja, semakin tinggi program proteksi yang diterapkan.
1. Government Rule (Peraturan Pemerintah)
Pemerintah sebagai regulator biasanya membuat peraturan yang mengharuskan pengusaha
atau perusahaan untuk memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja. Sebagai
contoh, pemerintah mengaharuskan perusahaan memberikan perlindungan bagi pekerja
melalui jaminan asuransi tenaga kerja atu yang dikenal dengan jamsostek. Melalui jaminan
asuransi tersebut, pekerja yang di PHK, pekerja yang mengalami kecelakaan selama bekerja,
atau yang sakti akan memperoleh santunan yang layak dari pihak asuransi. Selain itu,
pemerintah juga mewajibkan perusahaan untuk memberikan hak cuti bagi penyegaran fisik
dan mental pekerja.
2.3. Santunan Sebagai Proteksi
1. Peranan Imbalan Tidak Langsung
Imbalan tidak langsung adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan
yang tidak dikatikan dengan kinerja karyawan. Imbalan tidak langsung dapat dikelompokan
dalam 2 (dua) bagian, yaitu Imbalan yang disyaratkan oleh ketentuan perundangan –
undangan, seperti jaminan keamana, keselamatan dan kesehatan, dan Santunan. Imbalan tidak
langung dapat berperan dalam
1. Pencarian Tujuan Sosial atau Masyarakat
2. Pencapaian Tujuan Perusahaan
3. Pencapaian Tujuan Karyawan
2. Pemberian Jaminan Asuransi
Resiko financial yang dihadapi oleh karyawan dan keluarga mereka dapat disebar atau
dibervarifikasi melalui lembaga asuransi. Apabila resiko yang ditanggung tersebut benar –
benar terjadi, maka perusahan asuransi akan memberikan jaminan atau pertanggungan kepada
pekerja sesuai dengan jumlah polis ang telah disepakati. Jaminan asuransi yang dapat
diberikan kepada karyawan antara lain :
 Asuransi Kesehatan
Asuransi Keseahtan dapat berbentuk asuransi kesehatan umum, asuransi mata, asuransi gigi,
dan asuransi kesehatan mental. Asuransi akan menanggung biaya – biaya tersebut sampai
dengan jumlah tertentu. Hal ini akan memberikan rasa aman bagai karyawan karena mereka
tidak perlu mengeluarkan dana secara penuh untuk proses penyembuhan. Premi yang dibayar
perusahaan kepada perusahaan asuransi dipotong dari gaji karyawan setiap bulan dengan
persentase tertentu.
 Asuransi Medis
Asuransi medis membayar berupa biaya untuk pengobatan, kecelakaan, dan biaya rawat inap
di rumah sakit sampai pada batasan atau besarnya polis. Sebagai tambahan, kebanyakan polis
berisi daftar jaminan. Daftar ini menetapkan penyakit, kecelakaan, atau biaya opname yang
ditanggung dan berapa biaya yang akan dibayar. Sebaliknya penanggung setuju untuk
membayar semua atau sebagian biaya yang dikeluarkan (tergantung kesepakantan
antarperusahaan dengan asuransi).
3. Perawatan Yang Diatur
Pemeliharaan kesehatan melalui HMO (Health Maintenance Organization) jika organisasi ini
ada di daerah mereka dan pemberi kerja menawarkan bentuk manfaat pemeliharaan
kesehatan lainnya. HMO adalah oraganisasi yang menyediakan fasilitas dan dokter mereka
sendiri
4. Jenis kesehatan Lain seperti
 Asuransi Penglihatan
Perawatan mata yang mencakup pengujian dan kacamata adalah suatu jenis jaminan
yang sedang berkembang.
 Gigi,
Polis asuransi gigi lingkupnya cenderung menjadi kecil. Di samping sudah dikurangi
oleh ketentuan asuransi perusahaan
 Kesehatan Mental
Jaminan asuransi kesehatan mental adalah untuk membayar psikiater oleh penyuluhan
(konseling). Walaupun kebanyakan polis mempunyai batas khusus, kelihatannya ini
cenderung akan menjadi asuransi kesehatan mental yang diadakan oleh perusahaan
 Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa berbeda dengan asuransi kesehatan, dimana asuransi jiwa hanya menganggung
diri pribadi karyawan. Pemberian asuransi jiwa akan dapat memberikan rasa aman bagi
pekerja dalam bentuk proteksi polis kepada keluarga karyawan apabila terjadi kecelakan
kerja yang dapat menghilangkan nyawa karyawan atau karyawan mengalami cacat permanent
sehingga tidak dapat bekerja secara permanent
 Asuransi Karena Ketidak mampuan Fisik atau Mental Karyawan
Apabila karyawan mengalami ketidak mampuan fisik atau mental sehingga tidak dapat
bekerja secara penuh, secara ekonomis perusahaan tidak mungkin membiayai karyawan yang
tidak produktif. Oleh karena itu, perusahan mengikutsertakan karyawan dalam program
asuransi
 Jaminan Asuransi Lain
Program kelompok membuat beberapa perusahan untuk menyediakan berbagai program
asuransi yang lain. Asuransi yang sah menurut undang – undang memberikan kemudahaan
kepada karyawan
 Jaminan Keamanan Karyawan
Disamping mengikutsertakan pekerja dalam program asuransi, terdapat program – program
non-asuransi yang dapat memberikan jaminan keamanankepada pekerja. Program ini dapat
memberikan keuntungan bagi karyawan, baik sebelum masa pension maupun pada saat
pensuin. Program nonasuransi yang dapat diadopsi oleh perusahaan adalah :
 Jaminan Terhadap Pendapatan Atas Pekerjaan
Kehilangan pekerjaan (baik karena PHK atau sebab lain) akan memberikan dampak buruk
bagi ekonomi rumah tangga karyawan. Dampak buruk ini dapat diminimalisir dnegan
menerapkan program jaminan pendapatan bagi pekerja.
 Jaminan Pensiun
Pensiun diberikan bagi karyawan yang telah bekerja di perusahaan untuk masa tertentu.
pensiun merupakan salah satu program perusahaan dalam rangka memberikan jaminan
keamana financial bagi karyawan yang sudak tidak produktif.
· Membuat Program Pensiun
· Pensiun Dini
· Penasehat Pensiun
 Masa Persiapan Pensiun
Perusahaan umumnya menetapkan batas usia pension bagi karyawan. Umumnya, karyawan
akan pension dari perusahaan pada usia 55 tahun. Biasanya, sebelum mencapai usia pension
tersebut, perusahan melaksanakan program yang disebut Masa Persiapan Pensiun.
 Lembaga Dana Pensiun
Dalam rangka menjalankan program pension yang ditetapkan oleh perusahaan, perusahaan
dapat membentuk suatu lembaga yang mengurus pension karyawan , yang sering disebut
dengan Dana Pensiun
 Tujangan Berupa Istirahat Kerja
Beberapa bentuk Istirahat Kerja adalah :
 Istirahat Selama Jam Kerja
Beberapa bentuk tunjangan istirahat kerja umumnya ditemi selam jam kerja, seperti waktu
istirahat, waktu makan, dan waktu untuk melaksanakan Ibadah. Istirahat dari kegiatan fisik
dan mental akan dapat mengembalikan kembali kesegaran dan energi pekerja sehingga
meraka dapat meningkatkan produktivitas kerja.
 Cuti Sakti
Memberikan kompensasi kepada pekerja bila dia tidak bekerja dikarenakan sakit.
Kebanyakan kebijakan cuti memberikan kompensasi penuh bagi sejumlah khususnya sakit
yang diizinkan, biasanya sampai kira – kira 12 hari pertahun
 Cuti dan Liburan
Perusahaan menerapkan kebijakan memberikan cuti dan liburan kepada karyawan selama
beberapa hari dalam satu tahun dan memberikan keompensasi kepada meraka selama masa
tersebut.
 Bebas Dari Kejadiran
Bebas dari kehadiran biasanya diberikan dalam hal karyawan (wanita) sedang hamil, sakit
yang memerlukan istirahat tambahan, tugas pengadilan dan lain – lain.
 Asuransi Pengangguran
Tunjangan pengangguran tidak berarti untuk semua karyawan yang dilepas, hanya mereka
yang diberhentikan bukan karena kesalahan mereka sendiri.
 Tunjangan Berupa Pengaturan Kerja
Beberapa bentuk dari tunjangan penaturan kerja adalah :
 Waktu kerja yang lebih pendek
Beberapa perusahaan yang telah menerapkan kebijaksan waktu kerja yang lebih pendek dan
berhasil meningkatkan produktivitas kerja.
 Fleksibilitas Waktu
Fleksibilitas waktu adalah kebijakan perusahaan untuk memberikan kebebasan bagi
karyawan untuk memulai dan mengakhiri aktivitas kerja, sepanjang telah memenuhi jangka
waktu kerja tertentu.
 Pembagian Kerja
Pembagian kerja merupakan program kerja yang diterapkan perusahaan dengan
menempatkan satu atau lebih karyawan untuk mengerjakan pekerjaan yang sama, tetapi pada
jam kerja yang berbeda, bahkan bias pula pada hari sabtu atau minggu yang berbeda
 Berapa Bentuk Santunan Pekerja
Beberapa perusahaan memberikan berbagai bentuk santunan kepada karyawan, yang
merupakan strategi dari divisi SDM dalam rangka meningkatkan loyalitas dan produktivitas
karyawan. Berapa bentuk santunan yang umumnya diberikan adalah :
 Santunan Pendidikan
Beberapa perusahaan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM memberikan santunan
dalam bentuk biaya pendidikan bagi karyawan yang memenuhi kulifikasi tertent
 Santunan Keuangan
Salah satu program pemberian satunan kepada karyawan adalah memberikan diskon
(potongan Harga) kepada karyawan.
 Santunan Sosial
Beberapa perusahaan juga memberikan santunan kepada karyawan yang menghadapi
permasalahan individu maupun keluarga dalam hal mereka mengadapi permasalahan
ketergantungan alkohol, narkotika atau malalah keluarga lainnya. Permasalahan ini
berdampak serius terhadap kinerja kayawan. Salah satu contoh santunan sosial dari
Perusahaan yaitu :
· Pengasuhan Anak
Pengasuhan anak adalah tanggung jawab bersama. Saat ini makin banyak perusahaan
memberikan berbagai jenis bantuan pengasuhan anak kepada pekrja mereka
· Perawatan Lansia
Bantuan – bantuan yang diberikan berkisaran dari program penyediaan informasi, hingga
asuransi perawatan khusus
· Bantuan Relokasi dan Perumahan
Sejalan dengan terus meningkatnya biaya perumahan, makin banyak perusahaan
mempertimbangakan perumahan sebagai suatu tunjangan kepada pekerja
 Masalah Administratif
Walaupun perusahaan – perusahaan cenderung memandang kompensasi tidak langsung
sebagai suatu imbalan, para penerimanya tidak selalu melihatnya demikin. Konflik seperti ini
menyebabkan perusahaan menaruh perhatian terhadap persoalan bagaimana mereka
seharusnya mengelola paket – paket tunjangan kompensasi tidak langsung kepada mereka :
 Menetapkan Paket Tunjangan
Paket tunjangan dipilih berdasarkan apa yang baik bagi pekerja maupun perushaan
 Menyediakan Fleksibilitas Tunjangan
Jika para pekerja dapat merancang sendiri paket – paket tunjangannya, maka mereka maupun
perushaan akan selangkah lebih maju
 Mengkomunikasikan Paket Tunjangan
Dengan mengomunikasikan paket tunjangan dan menyediakan fleksibilitas tunjangan, citra
positif kompensasi secara tidak langsung dapat ditingkatkan
 Mengelola dan Mengurangi Biaya Tunjangan
Kencenderungannya sangat jelas saat ini, makin banyak perusahaan mengurangi biaya
tunjangan dan mengelola biayanya secara baik
2.4. Perlindungan, Keselamatan, Dan Kesehatan Pekerja
1. Pelindungan
a. Yang Berhubungan Dengan Masalah Keuangan
Perlindungan yang berhubungan dengan masalah keuangan dilakukan melalui pemberian
berbagai santunan dalam bentuk santunan jaminan sosial, kompensasi ketiadaan pekerja,
biaya medis, dan kompensasi pekerja
b. Perlindungan Yang Berhubungan Dengan Keamana Fisik Karyawan
Dalam rangak memberikan perlindungna terhadap keselamatan dan keamaan kerja,
pemerintah mengeluarkan peraturan perundang – undangan yang mengharuskan perusahaan
untuk memberikan fasilitas yang memadai demi menjamin keamanan kerja serta memberikan
jaminan finansial apabila karyawan mengalami kecelakan kerja
2. Pengertian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk kepada tradisi – tradisi fisiologis – Fisikal dan
psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh
perusahaan
3. Tujuan Dan Pentingnya Keselamatan Kerja
a. Manfaat Lingkungan Yang Aman Dan Sehat
Jika perusahaan dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan – kecelakaan kerja,
penyakit, dan hal – hal yang berkaitan dengan stress, serta mampu meningkatkan kulitas
kehidupan kerja para pekerja, perusahan akan semakin efektif. Peningkatan – peningkatan
terhadap hal ini akan mengasilkan :
· Mengingkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang
· Menginkatnya efisensi dan kualitas kerja yang lebih berkomitmen
· Menurunnya biaya – biaya kesehatan dan asuransi
· Tingkat Kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena
menurunnya pengajuan klaim
· Felksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi
dan rasa kepemilikan
· Rasio seleski tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan
b. Kerugian Lingkungan Kerja Yang Tidak Aman dan Tidak Sehat
Jumlah biaya yang besar sering muncul karena ada kerugian – kerugian akibat kematian dan
kecelakaan di tempat kerja dan kerugian menderita penyakit – penyakit yang berkaitan
dengan kondisi pekerjaan
4. Gangguan Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan kerja
Baik aspek fisik maupun sosio-psikologis lingkungan pekerjaan membawa dampak kepada
keselamtan dan kesehatan kerja salah satunya sebagai berikut :
a. Kecelakaan – Kecelakaan Kerja
Perusahaan – perusahaan tertentu atau departemen tertentu cenderung mempunyai tingkat
kecelakaan kerja yang lebih tinggi dari pada lainnya. Beberapa karakteristik dapat
menjelaskan perbedaan tersebut
· Kulitas Organisasi
Tingkat kecelakaan berbeda secara subtasial menurut jenis Industri
· Pekerja Yang Mudah Celaka
Sebagai ahli menunjuk pekerja sebagai penyebab utama terjadinya kecelakaan. Kecelakan
bergantung pada perilaku pekerja, tingakt bahaya dalam lingkungan pekerja, dan semata –
mata nasib sial
· Pekerja Berperangai Sadis
Kekerasan di tempat pekerja meningkatkan dengan pesat, dan perusahaan dianggap
bertanggung jawab terhadap hal itu
b. Penyakit – Penyakit Yang Diakibatkan Pekerjaan
Sumber – sumber potensial penyakit- penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan sama
beragamanya seperti gejala – gejala penyakit tersebut.
· Kategori Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan
Dalam jangak panjang, bahaya – bahaya di lingkungan tempat kerja dikaitkan dengan kanker
kelenjar tiroid, hati, paru – paru, otak, ginjal dan lain – lain
· Kelompok – kelompok Pekerja Yang Berisiko
c. Kehidupan Kerja Berkualitas Rendah
Bagi banyak pekerja, kehidupan kerja berkualitas rendah akan menyebabkan oleh kondisi
tempat kerja yang gagal untuk memenuhi preferesnis – preferensi dan minat – minat tertentu
seperti rasa tanggung jawab, keinginan akan pemberdayaan dan keterlibatan dalam pekerjaan
tantangan, harga diri, pengendalian diri, penghargaan, prestasi, keadilan, keamanan, dan
kepastian
d. Stress Pekerjaan
Penyebab umum stress bagi banyak pekerja adalah supervisor (atasan), salary (gaji), security
(keamanan), dan safety (keselamatan). Aturan – aturan kerja yang sempit dan tekanan –
tekanan yang tiada henti untuk mencapai jumlah produksi yang lebih tinggi adalah penyebab
utama stress yang dikaitkan para pekerja dengan supervisor. Berikut ini salah satu penyebab
stress kerja yaitu :
· Perubahan Organisasi
Perubahan – perubahan yang dibuat oleh perusahaan biasanya melibatkan sesuatu yang
penting dan disetai keridakpastian
· Tingkat Kecepatan kerja
Tingkat kecepatan kerja dapat dikendalikan oelh mesin atau manusia
· Lingkungna Fisik
Walaupun otomatisasi kantor adalah suatu cara meningkatkan produktivitas, hal itu juga
mempunyai kelemahan – kelemahan yang berhubungan dengan stress
· Pekerja Yang Rentan Stres
Manusia memang berbeda dalam memberikan respon terhadap penyebab stress
e. Kelelahan Kerja
Adalah sejenis stress yang banyak dialami oleh orang – orang yang bekerja dalam pekerjaan
– pekerjaan pelayanan
2.5. Strategi Meningkatkan Kualitas Kerja
Bila penyebabnya sudak diidentifikasi, strategi – strategi dapat dikembangkan untuk
menghilangkan atu mengurangi bahaya – bahaya kerja. Untuk menentukan apakah suatu
strategi efektif atau tidak, perusahaan dapat membandingkan insiden, kegawatan, dan
frekuensi penyakit – penyakit dan kecelakaan sebelum dan sesudah strategi tersebut
diberlakukan
1. Memantau Tingkat Keselamtan Dan Kesehatan Kerja
Mewajibkan perusahaan – perusahaan untuk menyimpan catatan insiden – insiden kecelakaan
dan kasus penyakit yang terjadi dalam perusahaan. Perusahaan juga mencatat tingkat
kegawatan dan frekuensi setiap kecelakaan atu kasus penyakit tersebut
 Tingkat Insiden
Indeks keamanan industri yang paling ekspilist adalah tingkat insiden yang menggambarkan
jumlah kecelakaan dan penyakit dalam satu tahun
 Tingkat Frekuensi
Tingkat frekuensi mencerminkan jumlah kecelakaan dan penyakit setiap satu juta jam kerja
bukan dalam tahunan seperti dalam tingkat insiden
 Tingkat Kegawatan
Tingkat kegawatan menggambarkan jam kerja yang hilang karena kecelakaan atau penyakit
 Mengendalikan Kecelakaan
Cara terbaik untuk mencegah kecelakaan dan meningkatkan keselamatan kerja barang kali
adalah dengan merancang lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga kecelakan tidak akan
terjadi
 Ergonomis
Cara lain untuk meningkatakan keselamatan kerja adalah dengan membuat pekerjaan itu
sendiri menjadi lebih nyaman dan tidak terlalu melelahkan
 Divisi Keselamtaan Kerja
Strategi lain dalam rangka mencegah kecelakaan adalah pemanfaatan divisi – divisi
keselamatan kerja
 Pengubahan Tingkah Laku
Mendorong dilaksanakan kebiasaan kerja yang dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan
juga dapat menjadi strategi yang sangat berhasil
 Mengurangi Timbulnya Penyakit
Penyakit – penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan jauh lebih memakan biaya dan
berbahaya bagi perusahaan dan para pekrja dibandingkan dengan kecelakaan kerja
 Penyimpanan Catatan
Mewajibkan perusahaan untuk setidak – tidaknya melakukan pemeriksaan terhadap kadar
bahan kimia yang terdapat dalam lingkunagan, dan menyimpan catatan mengenai informasi
yang terperinci tersebut
 Memantau Kontak Langsung
Pendekatan yang pertama dalam mengendalikan penyakit – penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan adalah membebaskan tempat kerja dari bahan – bahan kimia atau racun
satu pendekatan alternatifnya adlah dengan memantau dan membatasi kintak langsung
terhadapt zat – zat yang be
 Penyaringan Genetik
Penyaringan genetic adalah pendekatan mengendalikan penyakit – penyakit yang paling
ekstrim, sehingga sangat controversia
2. Mengendalikan Stres Dan Kelelahan Kerja
Program pelatihatn yang dirancang untuk membantu para pekerja mengatasi stress yang
diakibatkan oleh pekerja. Program ini disediakan untuk staf pngawasan, staf professional, dan
pegawai, dengan tujuan memperkenalkan bahan – bahan, keahlian informasi, dan definisi
peran pengawasan dan menajemen
 ningkatan Partisipasi Dalam Pengambilan Keputusan
Pentingnya kemampuan mengendalikan, atau setidaknya memprediksi apa yang akan terjadi
di masa akan datang sangat disadari
 Strategi – trategi Manajemen Stres
Manajemen waktu dapat merupakan strategi yang efektif dalam mengatasi stress pekerjaan
3. Mengembangakan Kebijakan – Kebijakan Kesehatan Kerja
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan meningkatnya tanggung jawab,
semakin banyak perusahaan mengembangkan pernyataan – pernyataan ini berkembang dari
suatu kepedulian bahwa perusahaan – perusahaan harus proaktif menangani masalah –
masalah kesehatan dan kesamatan kerja
4. Menciptakan Program – Program Kebugaran
Perusahaan – perusahaan semakin memusatkan perhatian kepada usaha – usaha untuk
menjaga agar para pekerja tetap sehat dari pada menolong mereka sembuh dari penyakitnya.
2.6. Pertimbangan Hukum
Kerangka kerja hokum bagi keselamatan dan kesehatan kerja dapat dibagi menjadi
empat kategori yaitu :
1. Occupation Safety And Health Administration
Mengharuskan pemeriksaan keselamatan dan kesehatan kerja tanpa memandang ukuran
perusahaan, pelaporan oleh perusahaan, dan penyelidikan terhadap kecelakan kerja
2. Program – Program Kompensasi Pekerja
Kopensansi pekerja diciptakan utnuk memberikan bantuan keuangan bagi para pekerja yang
tidak mampu bekerja akibat kecelakaan dan penyakit tersebut pembayaran kompensasi
pekerja dalam kasus – kasus kecemasan, depresi, dan kelainan mental yang berhubungan
dengan pekerjaan
3. Common- Law Doctrine Of Torts
Hukum ini terdiri dari putusan – putusan pengadilan yang berkenaan dengan tindakan –
tindakan pelanggaran seperti cedera yang dialami seorang pekerja akibat tindakannya sendiri
cedera yang dialami seorang pekerja akibat tindakannya sendiri atau akibat perbuatan pekerja
lainnya, atau bahkan konsumen, dan penyebabkan adanya tuntutan hokum kepada perusahaan
4. Inisiatif – Inisiatif Lokal
Perusahaan – perusahaan perlu memperhatikan peraturan – peraturan local. Kadang – kadang,
inisiatif – inisiatif lokal ini memberikan sekilas tentang petunjuk yang akan dilakukan oleh
pemerintah daerah lain, atau bahkan pemerintah pusat dimasa datang
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisa bahaya di tempat kerja
Analisa bahaya di tempat kerja merupakan tahap pertama terpenting dari seorang
semua tempat kerja untuk mengetahui potensi bahaya di tempat kerja terhadap pekerja.
Pengenalan lapangan kerja yang merupakan daerah tanggung jawab Kita harus dikontrol
setiap waktu, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di area kerja dapat termonitor
setiap saat.
Dalam memonitor lingkungan kerja, selain lingkungan fisik, perlu juga dilakukan
monitoring terhadap para pekerja dengan melakukan interview untuk menanyakan apakah
ada isu-isu kesehatan yang terjadi di areanya. Sebelumnya kita harus memberikan informasi
kedatangan Kita kepada Foreman atau Supervisor yang berwenang di area tersebut. Sehingga
apabila ditemukan hal-hal yang substandard bisa dilakukan klarifikasinya kepada mereka. Ini
dilakukan agar tidak terjadi kesalahan informasi antara kondisi lapangan dengan keterangan
dari mereka.
1.
Selama proses menganalisa seorang Industrial Hygienist melakukan:
Mengidentifikasi bahaya-bahaya yang mungkin dapat terjadi, permasalahan-permasalahan
kerja serta resikonya. Menganalisa kondisi-kondisi yang dapat diukur untuk mencari
permasalan yang timbul.
2.
Mengembangkan strategi sampling dan menggunakan peralatan-peralatan sampling yang
dimiliki untuk mengukur seberapa besar sumber bahaya di tempat kerja.
3.
Melakukan pengamatan terhadap bagaimana dampak sumber-sumber bahaya kimia dan
fisika dapat mempengaruhi kesehatan pekerja dengan melakukan pengukuran.
4.
Membandingkan hasil sampling dengan standart atau petunjuk yang relevan untuk
menentukkan apakah pengontrolan khusus diperlukan
3.2 Pengontrolan di Tempat Kerja
Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan:
1. Engineering kontrol.


Menghilangkan semua bahaya-bahaya yang ditimbulkan.

Mengurangi sumber bahaya dengan mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya.

Work proses ditempatkan terpisah.
Menempatan ventilasi local/umum.
2. Administrasi kontrol.

Pengaturan schedule kerja atau meminimalkan kontak pekerja dengan sumber bahaya.
3. Praktek kerja.


Mengikuti prosedur yang sesuai untuk meminimalisasi pemaparan ketika pengoperasian.
Inspeksi secara reguler dan perawatan peralatan.
4. APD

Ini merupakan langkah terakhir dari hirarki pengendalian.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari pemampaan makalah ini kami dapat menyimpulkn bahwa proteksi atau
perlindungan perusahan terhadapt karyawan sangat penting dilakukan proteksi atau
perlindungan ini akan semakin mengingkatkan kesejahtraan, kesehatan dan terutama
keselamatan kerja karyawan.
Keselamatan kerja menunjuk kepada kondisi – kondisi fisiologis-fisikal dan pisiologis tenaga
kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah
perusahaan melaksanakan tindakan – tindakan keselamatan yang efektif, maka tidak akan ada
lagi kecelakaan dalam pekerja hal ini akan lebih mempercepat kesejahtraan karyawan yang
nantinya juga berimbas pada hasil – hasil produksi perusahaan ini
Peranan departemen sumber daya manusia dalam keselamatan kerja merupakan peranan yang
sangat vital dalam perusahaan, departemen inilah yang merencanakan program keselamatan
kerja karyawan sampi dangan pelaksanaannya
4.2. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah sebagia berikut :
Perusahaan dalam hal ini manajer SDM harus merencanakan atau membuat program yang
berkesinambungan mengenai keselamatan kerja karyawan. Perusahaan hendaknya tidak
tinggal diam apabila ditemukan terjadi kecelakaan pada saat karyawan bekerja
Kecelakaan pada saat bekerja merupakan resiko yang merupakan bagian dari pekerjaan,
untuk utu perusahaan hendaknya mencegah dalam hal ini melakukan proteksi atau
perlindungan berupa kompensasi yang tidak dalam bentuk imbalan, baik langsung maupun
tidak langsung, yang diterapkan oleh perusahaan kepada pekrja. Proteksi atau perlindungan
pekerja merupakan keharusan bagi sebuah perushaan./
DAFTAR PUSTAKA
 www.pengendalian keselamatan kerja dibidang Proteksi
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Prinsip Dasar Manajemen Risiko (Risk Management)
8:50 PM
Kancil Jogja
No comments
Manajemen risiko mulai diperkenalkan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
pada era tahun 1980-an setelah berkembangnya teori accident model dari ILCI dan
juga semakin maraknya isu lingkungan dan kesehatan. Manajemen risiko bertujuan
untuk minimisasi kerugian dan meningkatkan kesempatan ataupun peluang. Bila
dilihat terjadinya kerugian dengan teori accident model dari ILCI,maka manajemen
risiko dapat memotong mata rantai kejadian kerugian tersebut,sehingga efek
dominonya tidak akan terjadi. Pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan
terhadap terjadinya kerugian maupun ‘accident’.
Ruang lingkup proses manajemen risiko terdiri dari:


Penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya
Identifikasi risiko,





Analisis risiko,
Evaluasi risiko,
Pengendalian risiko,
Pemantauan dan telaah ulang,
Koordinasi dan komunikasi.
Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan
sistem manajemen perusahaan/ organisasi. Proses manajemen risiko Ini merupakan
salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan berkelanjutan
(continuous improvement). Proses manajemen risiko juga sering dikaitkan dengan
proses pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.
Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari
suatu
rangkaian
kegiatan:penetapan
konteks,identifikasi,analisa,evaluasi,pengendalian serta komunikasi risiko. Proses ini
dapat diterapkan di semua tingkatan kegiatan,jabatan,proyek,produk ataupun asset.
Manajemen risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan sejak awal
kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko seringkali dilakukan pada tahap
pelaksanaan ataupun operasional kegiatan.
Terdapat empat prasyarat utama manajemen resiko,yaitu:
1. Kebijakan Manajemen Risiko
Eksekutif organisasi harus dapat mendefinisikan dan membuktikan kebenaran dari
kebijakan manajemen risikonya,termasuk tujuannya untuk apa,dan komitmennya.
Kebijakan manjemen risiko harus relevan dengan konteks strategi dan tujuan
organisasi,objektif dan sesuai dengan sifat dasar bisnis (organisasi) tersebut.
Manejemen akan memastikan bahwa kebijakan tersebut dapat dimengerti,dapat
diimplementasikan di setiap tingkatan organisasi.
2. Perencanaan Dan Pengelolaan Hasil
1. Komitmen Manajemen;Organisasi harus dapat memastikan bahwa:


Sistem manejemen risiko telah dapat dilaksanakan,dan telah sesuai dengan
standar
Hasil/ performa dari sistem manajemen risiko dilaporkan ke manajemen
organisasi,agar dapat digunakan dalam meninjau (review) dan sebagai dasar
(acuan) dalam pengambilan keputusan.
2. Tanggung jawab dan kewenangan;Tanggung jawab,kekuasaan dan hubungan
antar anggota yang dapat menunjukkan dan membedakan fungsi kerja didalam
manajemen risiko harus terdokumentasikan khususnya untuk hal-hal sebagai
berikut:






Tindakan pencegahan atau pengurangan efek dari risiko.
Pengendalian yang akan dilakukan agar faktor risiko tetap pada batas yang
masih dapat diterima.
Pencatatan faktor-faktor yang berhubungan dengan kegiatan manajemen
risiko.
Rekomendasi solusi sesuai cara yang telah ditentukan.
Memeriksa validitas implementasi solusi yang ada.
Komunikasi dan konsultasi secara internal dan eksternal.
3. Sumber Daya Manusia;Organisasi harus dapat mengidentifikasikan persyaratan
kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan. Oleh karena itu untuk
meningkatkan kualifikasi SDM perlu untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang
relevan dengan pekerjaannya seperti pelatihan manajerial,dan lain sebagainya.
3. Implementasi Program
Sejumlah langkah perlu dilakukan agar implementasi sistem manajemen risiko dapat
berjalan secara efektif pada sebuah organisasi. Langkah-langkah yang akan
dilakukan tergantung pada filosofi,budaya dan struktur dari organisasi tersebut.
4. Tinjauan Manajemen
Tinjauan sistem manajemen risiko pada tahap yang spesifik,harus
dapat memastikan kesesuaian kegiatan manajemen risiko yang sedang dilakukan
dengan standar yang digunakan dan dengan tahap-tahap berikutnya.
Manajemen risiko adalah bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen proses.
Manajemen risiko adalah bagian dari proses kegiatan didalam organisasi dan
pelaksananya terdiri dari mutlidisiplin keilmuan dan latar belakang,manajemen risiko
adalah proses yang berjalan terus menerus.
Elemen utama dari proses manajemen risiko,seperti yang terlihat pada gambar
meliputi:







Penetapan tujuan;Menetapkan strategi,kebijakan organisasi dan ruang
lingkup manajemen risiko yang akan dilakukan.
Identifkasi risiko;Mengidentifikasi apa,mengapa dan bagaimana faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisis lebih lanjut.
Analisis risiko;Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan
konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang
ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas X konsekuensi).
Evaluasi risiko;Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria
standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat
tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah,maka
risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin
hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian.
Pengendalian risiko;Melakukan penurunan derajat probabilitas dan
konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode,bisa
dengan transfer risiko,dan lain-lain.
Monitor dan Review;Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen
risiko yang dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu
dilakukan.
Komunikasi dan konsultasi;Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil
keputusan internal dan eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen
risiko yang dilakukan.
Manajemen risiko dapat diterapkan di setiap level di organisasi. Manajemen risiko
dapat diterapkan di level strategis dan level operasional. Manajemen risiko juga
dapat diterapkan pada proyek yang spesifik,untuk membantu proses pengambilan
keputusan ataupun untuk pengelolaan daerah dengan risiko yang spesifik.
Beberapa Istilah Penting Dalam Manajemen Risiko
1.
Konsekuensi
Akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif,berupa
kerugian,sakit,cedera,keadaan merugikan atau menguntungkan. Bisa juga berupa
rentangan akibat-akibat yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan suatu
kejadian.
2.
Biaya
Dari suatu kegiatan,baik langsung dan tidak langsung,meliputi berbagai dampak
negatif,termasuk uang,waktu,tenaga kerja,gangguan,nama
baik,politik dan
kerugian-kerugian lain yang tidak dinyatakan secara jelas.
3.
Kejadian
Suatu peristiwa (insiden) atau situasi,yang terjadi pada tempat tertentu selama
interval waktu tertentu.
4.
Analisis Urutan Kejadian
Suatu teknik yang menggambarkan rentangan kemungkinan dan rangkaian akibat
yang bisa timbul dari proses suatu kejadian.
5.
Analisis Urutan Kesalahan
Suatu metode sistem teknik untuk menunjukkan kombinasi-kombinasi yang logis dari
berbagai keadaan sistem dan penyebab-penyebab yang mungkin bisa berkontribusi
terhadap kejadian tertentu (disebut kejadian puncak).
6.
Frekuensi
Ukuran angka dari peristiwa suatu kejadian yang dinyatakan sebagai jumlah
peristiwa suatu kejadian dalam waktu tertentu. Terlihat juga seperti kemungkinan
dan peluang.
7.
Bahaya (hazard)
Faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan kerugian.
8.
Monitoring/ Pemantauan
Pengecekan,Pengawasan,Pengamatan secara kritis,atau Pencatatan kemajuan dari
suatu kegiatan,tindakan,atau sistem untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan
yang mungkin terjadi.
9.
Probabilitas
Digunakan sebagai gambaran kualitatif dari peluang atau frekuensi.
Kemungkinan dari kejadian atau hasil yang spesifik,diukur dengan rasio dari
kejadian atau hasil yang spesifik terhadap jumlah kemungkinan kejadian atau hasil.
Probabilitas dilambangkan dengan angka dari 0 dan 1,dengan 0 menandakan
kejadian atau hasil yang tidak mungkin dan 1 menandakan kejadian atau hasil yang
pasti.
10.
Risiko Ikutan
Tingkat risiko yang masih ada setelah manajemen risiko dilakukan.
11.
Risiko
Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak terhadap sasaran. Ini
diukur dengan hukum sebab akibat. Variabel yang diukur biasanya
probabilitas,konsekuensi dan juga pemajanan.
12.
Penerimaan Risiko (acceptable risk)
Keputusan untuk menerima konsekuensi dan kemungkinan risiko tertentu.
13.
Analisis risiko
Sebuah sistematika yang menggunakan informasi yang didapat untuk menentukan
seberapa sering kejadian tertentu dapat terjadi dan besarnya konsekuensi tersebut.
14.
Penilaian risiko
Proses analisis risiko dan evalusi risiko secara keseluruhan.
15.
Penghindaran risiko
Keputusan yang diberitahukan tidak menjadi terlibat dalam situasi risiko.
16.
Pengendalian risiko
Bagian
dari
manajemen
risiko
yang
melibatkan
penerapan
kebijakan,standar,prosedur perubahan fisik untuk menghilangkan atau mengurangi
risiko yang kurang baik.
17.
Evaluasi risiko
Proses yang biasa digunakan untuk menentukan manajemen risiko dengan
membandingkan tingkat risiko terhadap standar yang telah ditentukan,target tingkat
risiko dan kriteria lainnya.
18.
Identifikasi Risiko
Proses menentukan apa yang dapat terjadi,mengapa dan bagaimana.
19.
Pengurangan Risiko
Penggunaan/ penerapan prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang tepat
secara selektif,dalam rangka mengurangi kemungkinan terjadinya suatu kejadian
atau konsekuensinya,atau keduanya.
20.
Pemindahan Risiko (risk transfer)
Mendelegasikan atau memindahkan suatu beban kerugian ke suatu kelompok/
bagian lain melalui jalur hukum,perjanjian/ kontrak,asuransi,dan lain-lain.
Pemindahan risiko mengacu pada pemindahan risiko fisik dan bagiannya ke tempat
lain.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Manajemen Risiko Rumah Sakit
Info Pelayanan Publik - Info Kesehatan
1. Apakah manajemen risiko itu?
Manajemen risiko merupakan perilaku dan intervensi proaktif untuk mengurangi
kemungkinan cedera serta kehilangan. Dalam perawatan kesehatan, manajemen risiko
bertujuan untuk mencegah cedera pada pasien dan menghindari tindakan yang merugikan
profesi. Asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan sistem pelaksanaannya yang aman,
merupakan kunci bagi manajemen risiko yang efektif dalam keperawatan kedaruratan.
Mayoritas cedera pada pasien dapat ditelusuri sampai kepada ketidaksempurnaan sistem yang
dapat menjadi penyebab primer cedera atau yang membuat perawat melakukan kesalahan
sehingga terjadi cedera pada pasien. Begitu terjadi cedera, manajemen risiko hams
memfokuskan perhatiannya pada upaya mengurangi akibat cedera tersebut untuk
memperkecil kemungkinan diambilnya tindakan hukum terhadap petugas.
2. Apakah malpraktik itu?
Malpraktik merupakan kesalahan dalam pelaksanaan tugas profesi atau kurangnya
keterampilan profesi. Kelalaian merupakan teori hukum yang paling sering digunakan untuk
menuntut perawat dengan tuduhan malpraktik. Kelalaian perawat adalah perbuatan atau
kegagalan untuk berbuat yang menyebabkan cedera atau akibat yang merugikan pada diri
pasien. Teori ini melingkupi empat persyaratan yang berbeda: (1) tugas, (2) pelanggaran
tugas (gagal melaksanakan tugas), (3) penyebab, dan (4) cedera. Keempat unsur ini harus
dipenuhi dahulu sebelum menuntut perawat dengan alasan kelalaian.
3. Bagaimana “standar perawatan” atau “derajat perawatan” ditentukan?
Tugas dan pelanggaran diukur oleh standar perawatan. Standar perawatan menurut hukum
merupakan derajat perawatan yang harus diwujudkan oleh seorang perawat yang cukup
bijaksana dalam kondisi yang sama atau serupa. “Derajat perawatan” mengharuskan
pembandingan perilaku perawat yang nyata dengan standar pelaksanaan profesi (seperti
standar yang diterbitkan oleh Emergency Nurses Association). Selain itu, kebijakan rumah
sakit, prosedur dan protokol pelaksanaan di samping pelbagai standar yang ditetapkan oleh
organisasi akreditisasi, seperti Joint Commission of Healthcare Hospital Organization
(JCAHO) digunakan untuk menjangkau derajat perawatan yang dipersyaratkan. Di
pengadilan, saksi perawat ahli akan menyampaikan kesaksiannya sebagai bukti derajat
keperawatan yang seharusnya diwujudkan oleh seorang perawat yang bijaksana dalam situasi
atau keadaan ketika perawat yang dituntut oleh hukum mewujudkan derajat tersebut dalam
pekerjaannya.
4. Bagaimana hukum berlaku dalam keadaan di luar kendali perawat?
Hukum mengakui bahwa perawat mungkin tidak dapat mengendalikan keadaan tertentu dan
ketidakmampuannya ini membuatnya tidak bisa memenuhi tugasnya. Dalam situasi
kedaruratan, keadaan yang umumnya dapat dimaafkan bagi perawat yang tidak dapat
memenuhi tugasnya adalah perilaku pasien yang tidak patuh, melecehkan, atau menunjukkan
kekerasan terhadap perawat atau orang lain. Semua ini merupakan keadaan yang diciptakan
oleh pasien sendiri.
5. Apa yang terjadi dalam situasi ketika perawat dapat mengendalikannya?
Hukum tidak dapat memaafkan keadaan yang diciptakan oleh perawat sendiri. Suatu contoh
yang baik tentang hal ini adalah ketidakhadiran perawat ketika pasien memerlukan
perawatan. Mungkin saja perawat me ninggalkan pasien untuk mengurus keperluannya
sendiri. Di UGD yang penuh kesibukan, tidak jarang waktu berlalu tanpa kesempatan untuk
beristirahat. Dalam keadaan seperti ini, Anda hams berhati-hati. Jika seorang pasien yang
membutuhkan perawatan ditinggal pergi tanpa penyerahan tugas perawatannya kepada
perawat lain dan kemudian pasien tersebut mengalami cedera pada saat perawat yang
bertanggung jawab itu tidak ada, kemungkinan besar hukum menganggap perawat tersebut
lalai. Pemyataan bahwa perawat sebagai karyawan berhak atas kesempatan beristirahat tidak
dapat dijadikan alasan untuk membela diri ketika disalahkan karena meninggalkan pasien.
6. Apakah seorang perawat juga dianggap lalai jika is meninggalkan pasien karena
harus memberikan perawatan yang mendesak kepada pasien lainnya?
Di A.S. terdapat undang-undang bagi perawat kedaruratan yang dinamakan “Catch 22? yang
berlaku jika timbul konflik kepentingan akibat lebih dari seorang pasien yang memerlukan
perawatan segera. Sayangnya, undang-undang ini menyebutkan jika seorang pasien
mengalami cedera karena ketidakhadiran perawat bahkan ketika perawat ini tengah merawat
pasien lain, hukum dapat menganggapnya sebagai kelalaian yang disebabkan karena
meninggalkan pasien yang memerlukan perawatan.
Lebih lanjut mengenai manajemen reiko ini bisa dibaca di buku Panduan Belajar
Keperawatan Emergensi Oleh Kathleen S. Oman, Jane Koziol-McLain & Linda J. Scheetz
______________________
Sumber Pustaka terkait dengan Manajemen risiko khususnya untuk rumah sakit:
- Buku Ajar: Keperawatan Perioperatif; (Comprehensive Perioperative Nursing); Volume 1
Oleh Barbara J. Gruendemann, Billie Fernsebner
- Mutu layanan kesehatan perpektif internasional – Al-Assaf (editor) – EGC
- Penyelesaian hukum dalam malpraktik kedokteran – Nusye K. I. Jayanti – Pustaka Yustisia,
2009 – 136 halaman
- Pengantar Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan Untuk Perawat Klinis – Russel
Swanburg – EGC
- http://requestartikel.com
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
q
Manajemen Resiko
December 20, 2012 by rhyerhiathy
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Program Kesehatan Kerja mempunyai tujuan utama yaitu memberikan perlindungan kepada
pekerja dari bahaya kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja dan promosi
kesehatan pekerja. Lebih jauh lagi adalah menciptakan kerja yang tidak saja aman dan sehat,
tetapi juga nyaman serta meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas.
Kantor Perburuhan Internasional (ILO) pada tahun 2005 memperkirakan bahwa diseluruh
dunia setiap tahun 2.2 juta orang meninggal karena kecelakaan-kecelakaan dan penyakitpenyakit akibat kerja. Dan kematian-kematian akibat kerja nampaknya meningkat. Lagi pula,
diperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta kecelakaan-kecelakaan yang akibat kerja
yang tidak fatal (setiap kecelakaan paling sedikit mengakibatkan paling sedikit tiga hari absen
dari pekerjaan) dan 160 juta penyakit-penyakit baru akibat kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan pemerintah, pengusaha, pekerja
dan keluarganya diseluruh dunia. Sementara beberapa industri bersifat lebih berbahaya dari
industri yang lain, kelompok pekerja migran dan pekerja berpenghasilan kecil yang lain lebih
banyak dihadapkan pada risiko mengalami kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dan kesehatan
yang kurang baik, karena kemiskinan seringkali memaksa mereka untuk menerima pekerjaan
yang tidak aman.
Berbagai pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi atau
perusahaan salah satunya yaitu menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum,
risiko tinggi yang dihadapi sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan
melalui suatu pemikiran positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau imbalan hasil
yang tinggi pula.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah akan memberikan gambaran mengenai apa yang akan dibahas pada bab
selanjutnya, adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu mengenai komponen
manajemen risiko ditempat kerja yang terdiri dari :
1.
2.
3.
4.
5.
Apa definisi risiko dan manajemen risiko ?
Apa tujuan diterapkannya manajemen risiko di tempat kerja ?
Apa manfaat diterapkannya manajemen risiko di tempat kerja ?
Apa komponen utama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja ?
Bagaimana proses manajemen risiko di tempat kerja ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni bersumber dari apa yang telah dirumuskan
pada rumusan masalah yaitu :
1. Untuk mengetahui dan paham definisi risiko dan manajemen risiko
2. Untuk mengetahui dan paham tujuan diterapkannya manajemen risiko di tempat kerja
3. Untuk mengetahui dan paham manfaat diterapkannya manajemen risiko di tempat
kerja
4. Untuk mengetahui dan paham komponen utama manajemen risiko di tempat kerja
5. Untuk mengetahui dan paham proses manajemen risiko di tempat kerja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI RISIKO DAN MANAJEMEN RISIKO
Risiko adalah ketidakpastian tentang kejadian di masa depan. Beberapa definisi tentang
risiko, sebagai berikut:
1. Risk is the change of loss, risiko diartikan sebagai kemungkinan akan terjadinya
kerugian,
2. Risk is the possibility of loss, risiko adalah kemungkinan kerugian,
3. Risk is Uncertainty, risiko adalah ketidakpastian,
4. Risk is the dispersion of actual from expected result, risiko merupakan penyebaran
hasil actual dari hasil yang diharapkan,
5. Risk is the probability of any outcome different from the one expected, risiko adalah
probabilitas atas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan.
Dari beberapa definisi diatas, maka risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya
akibat buruk (kerugian) yang tak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain
“kemungkinan” itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan
kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Dan jika dikaji lebih lanjut “kondisi yang tidak
pasti” itu timbul karena berbagai sebab, antara lain; jarak waktu dimulai perencanaan,
keterbatasan informasi yang diperlukan, keterbatasan pengetahuan pengambil keputusan dan
sebagainya.
1. Menurut Smith (1990 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen Resiko didefinisikan
sebagai proses identifikasi, pengukuran,dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang
mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut.
2. Menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam Anonim 2009), Manajemen risiko
didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua
kejadian yang menimbulkan kerugian.
3. Menurut William, et.al (1995 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko juga
merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk
mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian
pada sebuah organisasi.
4. Dorfman (1998 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko dikatakan sebagai
suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu
kerugian.
2.2 TUJUAN DITERAPKANNYA MANAJEMEN RISIKO DI TEMPAT KERJA
Manajemen risiko kesehatan di tempat kerja mempunyai tujuan: meminimalkan kerugian
akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk meningkatkan
produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman, memotong mata rantai
kejadian kerugian akibat kegagalan
Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam
resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah dan
memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau
mentransfer resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki
adalah untuk mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil
(Shen 1997 dikutip dalam Anonim 2009).
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan
menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk
mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang
ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko
(Uher 1996 dikutip dalam Anonim 2009).
2.3 MANFAAT DITERAPKANNYA MANAJEMEN RISIKO DI TEMPAT KERJA
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al., 1996
dikutip dalam Anonim 2009)
1. Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit.
2. Memudahkan estimasi biaya.
3. Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam
cara yang benar.
4. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan
ketidakpastian dalam keadaan yang nyata.
5. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak
informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
6. Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan.
7. Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah.
8. Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif.
Menurut Darmawi (2005 dikutip dalam Anonim 2009) Manfaat manajemen risiko yang
diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu :
1.
2.
3.
4.
Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan
terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.
5. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur
pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara
tidak langsung menolong meningkatkan public image.
Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, maka secara implisit sudah
terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara
lain sebagai berikut ini (Darmawi 2005 dikutip dalam Anonim 2009).
a. Survival
b. Kedamaian pikiran
c. Memperkecil biaya
d. Menstabilkan pendapatan perusahaan
e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan
f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan
g. Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat.
2.4 KOMPONEN UTAMA MANAJEMEN RISIKO DI TEMPAT KERJA
Komponen utama manajemen risiko kesehatan dalam kesehatan kerja adalah penilaian risiko
(risk assessment), surveilans kesehatan (health surveillance), dan pencatatan (records). Di
dalam komponen penilaian risiko (risk assessment), terdapat unsur tahapan yang meliputi
Identifikasi bahaya (hazard identification), Penilaian dosis/intensitas efek (dose-effect
assessment), dan karakterisasi risiko. Untuk dapat melakukan karakterisasi risiko perlu
diketahui status kesehatan pekerja dan penilaian pajanan. Di dalam komponen surveilans
kesehatan tercakup unsur surveilans medis dan pemantauan biologis.
2.4.1.PENILAIAN RISIKO
1. Identifikasi Bahaya
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau
pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan
yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada
pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses
dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang
dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses
produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety
data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia
menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan,
dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih
faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau
mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan
secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah
terjadi. Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai
kemungkinan mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda maupun lingkungan.
Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat keselamatan dan
kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa:
1. Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu
2. Faktor kimia : gas, uap, asap, logam berat
3. Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus
4. Aspek ergonomi : desain, sikap dan cara kerja
5. Stresor : tekanan produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan
6. Listrik dan sumber energi lainnya
7. Mesin, peralatan kerja, pesawat
8. Kebakaran, peledakan, kebocoran
9. Tata rumah tangga (house keeping)
10. Sistem Manajemen peusahaan
11. Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi
Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang
mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara
pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai
ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya
dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana
atau kerugian lainnya.
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar
perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan
lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil
penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis
pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam
sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat
umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah
melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian
kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi
pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,
misalnya melalui :
1. inspeksi / survei tempat kerja rutin
2. informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi
3. laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor
atau keluhan pekerja
4. lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet)
5. dan lain sebagainya
Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk
memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya
tersebut menjadi suatu risiko.
5. Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk
teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi
kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas
secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun
melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.
7. Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat
menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko,
dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali
dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan langkah pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan
kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian
yang dipilih dari berbagai cara seperti :
1. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering
control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.
2. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman
berkaitan dengan risiko
3. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
4. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian
kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
5. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama
sesuai dengan kebutuhan.
9. Menyusun pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai
bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi
yang ada.
10. Mengkaji ulang penelitian
Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat
perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan
sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.
2.Penilaian Pajanan
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola
pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis
pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure
group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi
tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas
pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara
kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor
lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko
(bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu. Risiko adalah probabilitas
suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas
kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan.
Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, hygiene perorangan, serta
kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
3. Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko
kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang
mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan
gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya
potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya
yang teridentifikasi (efek gangguan) dengan perkiraan atau pengukuran intensitas /
konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.
2.4.2 SURVEILANS KESEHATAN
Surveilans kesehatan merupakan penilaian keadaan kesehatan pekerja yang dilakukan secara
teratur dan berkala. Surveilans kesehatan terdiri atas surveilans medis (termasuk pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan penunjang, serta pemantauan biologis. Lebih tepat lagi
bahwa bentuk/ isi dan kekerapan (frequency) pemeriksaan kesehatan ini ditetapkan oleh
dokter yang berkompeten dalam program kesehatan kerja. Pelaksanaan pemeriksaan
kesehatan harus memperhatikan hasil proses penilaian risiko.
Bentuk dan jenis pemeriksaan kesehatan harus secara tegas terkait dengan bahaya kesehatan
yang teridentifikasi dan sesuai karakter risikonya. Kekerapan pemeriksaan kesehatan
ditentukan oleh besaran risiko kesehatan dan gangguan kesehatan terkait. Sebagai pedoman
umum adalah mengacu pada peraturan dan perundangan di Indonesia yaitu sekali setiap
tahun.
Surveilans medis terdiri atas tiga hal penting yaitu pemeriksaan kesehatan pra-kerja (preemployment atau preplacement medical examination), sebelum subjek pemeriksaan bekerja
atau ditempatkan, Pemeriksaan kesehatan berkala (periodic medical examination) yang
terkait dengan pajanan bahaya kesehatan, dan pemeriksaan kesehatan khusus (specific
medical examination) yang terkait dengan kembali bekerja (returning to work) setelah
terdapat gangguan kesehatan yang bermakna dan penyakit yang berat.
Tujuan pemeriksaan kesehatan pra-kerja adalah :
1.
1.
Menetapkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan penempatan pekerja
2. Mengidentifikasi kondisi kesehatan yang mungkin diperburuk oleh pajanan bahaya
kesehatan, kerentananan calon pekerja terhadap bahaya kesehatan tertentu yang memerlukan
eksklusi pada individu dengan pajanan tertentu.
3. Menetapkan data dasar (baseline data) evaluasi sebelum pekerja ditempatkan atau
melaksanakan pekerjaannya.
Data dasar ini berguna sebagai pertimbangan kelak adanya gangguan kesehatan dan adanya
kaitan dengan pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja.
Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Berkala adalah :
1. Mendeteksi sedini mungkin setiap gangguan kesehatan yang mungkin terjadi dan
disebabkan oleh pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja, dan kondisi kerja.
2. Mendeteksi perubahan status kesehatan (penyakit yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan) yang bermakna dapat menyebabkan gangguan kesehatan apabila melanjutkan
pekerjaan, atau menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap pajanan bahaya kesehatan di
tempat kerja atau kondisi kerja.
Riwayat kesehatan dan riwayat pekerjaan secara lengkap diperlukan untuk dapat dilakukan
pemeriksaan kesehatan yang sesuai terutama bila diketahui adanya pajanan yang berulang
dan kemungkinan gangguan kesehatan.
Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Khusus yakni pada dasarnya pemeriksaan kesehatan khusus
sama dengan pemeriksaan kesehatan prakerja. Dalam hal ini hasil pemeriksaan kesehatan
khusus ditempatkan sebagai data dasar menggantikan data dasar hasil pemeriksaan kesehatan
prakerja. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan kesehatan khusus tergantung
pada riwayat penyakit dan status kesehatan saat terakhir atau saat pemulihan.
a. Pemantauan Biologis
Pemantauan biologis (biological monitoring) adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap
bagian tubuh sebagai media biologis (darah, urin, liur, jaringan lemak, rambut, dll) yang
ditujukan untuk mengetahui tingkat pajanan atau efeknya pada pekerja. Dengan melakukan
pemantauan biologis memungkinkan kita untuk dapat mengetahui dosis yang masuk ke
dalam tubuh dari gabungan berbagai cara masuk. Disamping itu dengan pemantauan biologis
dimungkinkan pemeriksaan pajanan untuk jangka lama dan adanya akumulasi di dalam
tubuh. Pada kasus pajanan bahan kimia, pemeriksaan dapat berupa bahan aktif atau
metabolitnya. Pemantauan biologis juga ditujukan untuk mengetahui pengaruh suatu pajanan
bahaya kesehatan terhadap tubuh dan kerentanan tubuh terhadap pajanan bahaya kesehatan
tertentu.
b. Pengendalian Pajanan Bahaya Kesehatan
Pengendalian pajanan ditujukan untuk mencegah terjadinya pajanan bahaya kesehatan, atau
menurunkan tingkat pajanan sampai pada tingkat yang dapat diterima (acceptable level).
Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung keadaan pada saat tersebut.
Hirarki yang disarankan dalam pengendalian secara umum adalah; pengendalian secara
teknis, pengendalian secara administratif, dan yang terakhir adalah penggunaan alat
pelindung diri (personal protective equipment). Pada kasus pajanan kimia maka hirarki yang
disarankan adalah: substitusi bahan yang berbahaya dengan yang tidak atau kurang
berbahaya, pengendalian teknik seperti penyempurnaan ventilasi, perbaikan prosedur kerja
dengan tujuan menurunkan pajanan, dan penggunaan alat pelindung diri.
2.4.3.PENATAAN DATA
Penataan data (record keeping) merupakan bagian yang tidak boleh dilupakan dalam
manajemen risiko kesehatan. Seluruh data yang diperoleh dari kegiatan manajemen risiko
kesehatan ini terutama data tingkat pajanan dan surveilans kesehatan harus tersimpan rapi dan
dijaga untuk setiap saat dapat digunakan sampai paling tidak selama 30 tahun. Penataan data
ini ditujukan agar:
1.
Dapat mengenal tren kesehatan dan masalah yang perlu penyelesaian.
2.
Memungkingkan evaluasi epidemiologi.
3.
Memenuhi persyaratan legal.
4. Tersedianya dokumentasi yang sesuai dengan pekerja dan perusahaan dalam kasus klaim
kompensasi kecelakaan kerja termasuk penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.
5.
Memungkinkan pemantauan kinerja kesehatan pekerja.
Perlu dipahami bahwa data surveilans kesehatan pekerja bersifat rahasia sehingga harus
mendapat penanganan untuk menjaga kerahasiaan tersebut. Data anonim harus digunakan
ketika menyampaikan laporan kepada manajemen dan pengusaha, termasuk pemantauan
kinerja program kesehatan dan keselamatan kerja. Data lain yang perlu ditata adalah yang
terkait dengan pengendalian dan penilaian pajanan serta kegiatan surveilans kesehatan yang
dilaksanakan dalam proses manajemen risiko kesehatan.
Kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi termasuk penyampaian instruksi dan pelatihan,
perlu dilakukan secara berkesinambungan. Pendidikan dan latihan merupakan komponen
penting dalam perlindungan kesehatan pekerja. Tujuan utama pendidikan dan latihan ini
adalah agar pekerja:
1. Mengerti, paling tidak pada tingkat dasar, bahaya kesehatan yang terdapat di
lingkungan kerjanya.
2. Terbiasa dengan prosedur kerja dan melakukan pekerjaan sesuai prosedur untuk
mengurangi tingkat pajanan.
3. Menggunakan alat pelindung diri dengan benar dan memelihara agar tetap berfungsi
baik.
4. Mempunyai kebiasaan sehat dan selamat serta higine perorangan yang baik.
5. Mengenal gejala dini gangguan kesehatan akibat pajanan bahaya tertentu.
6. Melakukan pertolongan pertama apabila terjadi gangguan kesehatan sesegera
mungkin.
2.5 PROSES MANAJEMEN RISIKO
Pemahaman risk management memungkinkan manajemen untuk terlibat secara efektif dalam
menghadapi uncertainty dengan resiko dan peluang yang berhubungan dan meningkatkan
kemampuan organisasi untuk memberikan nilai tambah. Menurut COSO, proses manajemen
resiko dapat dibagi ke dalam 8 komponen (tahap)
(1) Internal environment (Lingkungan internal)
Komponen ini berkaitan dengan lingkungan dimana instansi Pemerintah berada dan
beroperasi. Cakupannya adalah risk-management philosophy (kultur manajemen tentang
resiko), integrity (integritas), risk-perspective (perspektif terhadap resiko), risk-appetite
(selera atau penerimaan terhadap resiko), ethical values (nilai moral), struktur organisasi, dan
pendelegasian wewenang.
(2) Objective setting (Penentuan tujuan)
Manajemen harus menetapkan objectives (tujuan-tujuan) dari organisasi agar dapat
mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola resiko. Objective dapat diklasifikasikan menjadi
strategic objective dan activity objective. Strategic objective di instansi Pemerintah
berhubungan dengan pencapaian dan peningkatan kinerja instansi dalam jangka menengah
dan panjang, dan merupakan implementasi dari visi dan misi instansi tersebut. Sementara itu,
activity objective dapat dipilah menjadi 3 kategori, yaitu operations objectives, reporting
objectives dan compliance objectives.
Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki organisasi yang ada pada seluruh divisi dan
bagian haruslah dilibatkan dan mengerti resiko yang dihadapi. Penglibatan tersebut terkait
dengan pandangan bahwa setiap pejabat/pegawai adalah pemilik dari resiko. Demikian pula,
dalam penentuan tujuan organisasi, hendaknya menggunakan pendekatan SMART dan
ditentukan risk appetite and risk tolerance (variasi dari tujuan yang dapat diterima).
(3) Event identification (Identifikasi resiko)
Komponen ini mengidentifikasi kejadian-kejadian potensial baik yang terjadi di lingkungan
internal maupun eksternal organisasi yang mempengaruhi strategi atau pencapaian tujuan dari
organisasi. Kejadian tersebut bisa berdampak positif (opportunities), namun dapat pula
sebaliknya atau negatif (risks). Terdapat 4 model dalam identifikasi resiko, yaitu exposure
analysis, environmental analysis, threat scenario dan brainstorming questions. Salah satu
model, yaitu exposure analysis, mencoba mengidentifikasi resiko dari sumber daya organisasi
yang meliputi financial assetsphysical assets seperti tanah dan bangunan, human assets yang
mencakup pengetahuan dan keahlian, dan intangible assets seperti reputasi dan penguasaan
informasi. Atas setiap sumber daya yang dimiliki organisasi dilakukan penilaian resiko
kehilangan dan resiko penurunan. seperti kas dan simpanan di bank.
(4) Risk assessment (Penilaian resiko)
Komponen ini menilai sejauhmana dampak dari events (kejadian atau keadaan) dapat
mengganggu pencapaian dari objectives. Besarnya dampak dapat diketahui dari inherent dan
residual risk, dan dapat dianalisis dalam dua perspektif, yaitu: likelihood (kecenderungan
atau peluang) dan impact/consequence (besaran dari terealisirnya resiko). Penilaian resiko
dapat menggunakan dua teknik, yaitu qualitative techniques dan quantitative techniques.
Qualitative techniques menggunakan beberapa tools seperti self-assessment (low, medium,
high), questionnaires, dan internal audit reviews. Sementara itu, quantitative techniques data
berbentuk angka yang diperoleh dari tools seperti probability based, non-probabilistic models
(optimalkan hanya asumsi consequence), dan benchmarking.
(5) Risk response (Sikap atas resiko)
Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian resiko. Risk response dari organisasi
dapat berupa, avoidance yaitu dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan
resiko, reduction yaitu mengambil langkah-langkah mengurangi likelihood atau impact dari
resiko, sharing yaitu mengalihkan atau menanggung bersama resiko atau sebagian dari resiko
dengan pihak lain, acceptance yaitu menerima resiko yang terjadi (biasanya resiko yang
kecil), dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan.
(6) Control activities (Aktifitas-aktifitas pengendalian)
Komponen ini berperanan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan (policies) dan prosedurprosedur untuk menjamin risk response terlaksana dengan efektif. Aktifitas pengendalian
memerlukan lingkungan pengendalian yang meliputi, integritas dan nilai etika, kompetensi,
kebijakan dan praktik-praktik SDM, budaya organisasi, filosofi dan gaya kepemimpinan
manajemen, struktur organisasi, serta wewenang dan tanggung jawab.
Dari pemahaman atas lingkungan pengendalian, dapat ditentukan jenis dan aktifitas
pengendalian. Terdapat beberapa jenis pengendalian, diantaranya adalah preventive,
detective, corrective, dan directive. Sementara aktifitas pengendalian berupa, pembuatan
kebijakan dan prosedur, pengamanan kekayaan organisasi, delegasi wewenang dan
pemisahan fungsi, serta supervisi atasan. Aktifitas pengendalian hendaknya terintegrasi
dengan manajemen resiko sehingga pengalokasian sumber daya yang dimiliki organisasi
dapat menjadi optimal.
(7) Information and communication (Informasi dan komunikasi)
Fokus dari komponen ini adalah menyampaikan informasi yang relevan kepada pihak terkait
melalui media komunikasi yang sesuai. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
penyampaiaan informasi dan komunikasi adalah kualitas informasi, arah komunikasi, dan alat
komunikasi.
Informasi yang disajikan tergantung dari kualitas informasi yang ingin disampaikan, dan
kualitas informasi dapat dipilah menjadi: appropriate, timely, current , accurate, dan
accessible. Arah komunikasi dapat bersifat internal dan eksternal. Sedangkan alat komunikasi
berupa diantaranya manual, memo, buletin, dan pesan-pesan melalui media elektronik.
(8) Monitoring
Monitoring dapat dilaksanakan baik secara terus menerus (ongoing) maupun terpisah
(separate evaluation). Aktifitas monitoring ongoing tercermin pada aktivitas supervisi,
rekonsiliasi, dan aktivitas rutin lainnya. Monitoring terpisah biasanya dilakukan untuk
penugasan tertentu. Pada monitoring ini ditentukan scope tugas, frekuensi, proses evaluasi
metodologi, dokumentasi, dan action plan. Pada proses monitoring, perlu dicermati adanya
kendala seperti reporting deficiencies, yaitu pelaporan yang tidak lengkap atau bahkan
berlebihan (tidak relevan). Kendala ini timbul dari berbagai faktor seperti sumber informasi,
materi pelaporan, pihak yang disampaikan laporan, dan arahan bagi pelaporan.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai contoh kasus kecelakaan kerja dapat juga berupa
kemungkinan terjadi kecelakaan yang dapat membahayakan para pekerja kemudian dikaitkan
dengan cara mencegah dan menanggulangi kejadian tersebut melalui proses manajemen
risiko.
3.1 KASUS LEDAKAN DI INDUSTRI PERTAMBANGAN
Tahun 2007 terjadi kecelakan kerja yang berhubungan dengan proses peledakan di PT
Adaro, sebuah tambang batu bara di Kalimantan Selatan. Memang kasusnya tidak terlalu
menyita perhatian masyarakat di Indoensia, tapi kecelakaan kerja yang mengakibatkan
kematian merupakan suatu kecelakaan yang sangat serius di industri pertambangan.
Kasusnya adalah seorang juru ledak meninggal dunia akibat terkena batuan oleh suatu
peledakan dari hasil peledakan yang dikelolanya. Tragis memang, sebuah gambaran begitu
tidak sempurnanya apa yang telah direncanakan dan apa yang mereka ingin hasilkan dari
rencana yang telah dibuatnya. Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi
disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam.
Ledakan merambat pada lubang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat
menimbulkan kerusakan yang fatal.
Untuk mencegah kejadian tersebut terjadi kembali maka diperlukan adanya manajemen risiko
sehingga tidak ada kerugian baik nyawa maupun materi yang terjadi. Berdasarkan proses
manajemen risiko itu sendiri, terlebih dahulu perlu mengetahui bagaimana kondisi
lingkungan internal di daerah tersebut, setelah itu melakukan penetapan tujuan kemudian
mengidentifikasi kemungkinan bahaya yang bakal terjadi di lingkungan itu, penilaian resiko,
sikap atas resiko dan aktifitas pengendalian dapat berupa keputusan seperti apa yang mesti
diambil oleh manajemen untuk mencegah kejadian tersebut misalnya : memberikan training
kepada juru ledak, menjelaskan bagaimana prosedur kerja yang memadai yang sesuai dengan
desain peledakannya, memberikan pengatahuan kepada seluruh pekerja mengenai
pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan yang membahas mengenai gas-gas yang mudah
terbakar/meledak, sumber pemicu ledakan/kebakaran (bukan hanya utuk wilayah
pertambangan tapi semua sektor industri).
Mengetahui teknik pencegahan ledakan tambang, melalui penyiraman air, pemakaian alatalat pencegahan standar. Tetap saling berbagi informasi dan saling komunikasi antara pekerja
dan pihak lain yang lebih tahu atau mencari tahu informasi mengenai pencegahan dan
penanggulangan akan risiko yang mungkin terjadi serta monitoring, hal ini dilakukan untuk
mengetahui apa saja kendala yang dialami para pekerja di industri pertambangan itu sendiri,
dan memantau apakah yang para pekerja lakukan sudah safety dan telah sesuai dengan
standar kerja yang sesuai
3.2 KASUS KETERPAPARAN RADIASI
Contoh kasus lain yaitu bahaya terpapar radiasi yang lama dapat menimbulkan penyakit kulit
bahkan kanker, dalam penanganan kasus ini jika dikaitkan dengan proses manajemen risiko
yang tidak berbeda jauh dari contoh sebelumnya yakni perlu dikenali dulu kondisi lingkungan
internalnya, melakukan penetapan tujuan apa yang ingin dicapai, kemudian melakukan
identifikasi risiko, penilai risiko, sikap atas resiko, aktivitas dan pengendalian yang dapat
terjabarkan sebagai berikut :
Ada dua type energi radiasi menyebabkan masalah kesehatan yang harus diselesaikan oleh
teknisi keselamatan. Pertama energi radiasi panas dari proses seperti pengolahan baja, dan
kedua adalah radiasi alpa, beta, gamma yang meningkatkan emisi partikel radioaktif.
Kenaikan suhu panas menimbulkan kekejangan, iritasi kulit, dan penyakit psikologi bagi
pekerja. Sumber panas biasanya dapat terlindungi atau didaur ulang untuk mengurangi
jumlah energi yang dilepaskan. Pendingin udara dan sistem ventilasi mungkin mengurangi
masalah sumber panas, dan melindungi peralatan dan pakaian.
Sinar gamma memiliki energi yang sangat besar dan dapat menyebabkan masalah bahan
radio aktif untuk melindungi terhadap radiasi sinar gamma, perlu membangun sarana
konstruksi gedung yang tebal beberapa kaki, sebaiknya sinar alpa dan beta kurang berenergi,
dapat dilindungi terhadap lapisan plastik tebal
Bagian yang tak terlindungi radiasi energi secara langsung berkaitan dengan waktu. Itu
sebabnya mengapa penting untuk mengukur intensitas sumber panas, dan panjang bagian
yang terlindungi pada periode intensitas yang telah diketahui. Perlindungan juga dapat
berisikan penggunaan kantang atau pengendali jarak jauh yang tak terlindungi mengurangi
proporsi jarak setiap persegi.
Salah satu masalah besar ialah adanya bahaya penyebaran bahan radiasi yang mencemari.
Beberapa substansi memilki umur paruh yang singkat (kekuatan radio aktifnya setengah dari
interrval, yang singkat) dan sedikit susah. Yang lainnya memiliki umur paruh yang panjang,
mungkin terdiri dari radioaktif yang berbahaya selama 1000 tahun. Untuk mencegah
penyebaran bahan berbahaya ini, orang-orang yang bekerja didaerah radioaktif menggunakan
sepatu pelindung dan memakai pakaian yang tak dapat dipindahkan dari batas ruangan
pakaian. Untuk mencegah bahan radioaktif yang tersembunyi, digunakan alat-alat untuk
mengukur rata-ratanya. Ketika radiasi pada tempat yang tersembunyi terjadi, secara individu
dapat dicegah dari kembalinya potensi area yang berbahaya hingga dapat dilakukan dengan
aman.
Penjabaran diatas juga dapat dijadikan informasi bagi para pekerja dan semua aspek yang
terlibat dalam proses kerja itu, tetap saling mengkomunikasikan hal tersebut, dan kegiatan
monitoring dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dari metode pencegahan
yang telah diberikan dan apa kendala dalam penerapannya sehingga diharapkan dapat
dilakukan tindakan segera jika memang terjadi sesuatu hal buruk dan kecelekan kerja dapat
mencapai zero accident.
BAB IV
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1.
Risiko adalah ketidakpastian tentang kejadian di masa depan. Manajemen risiko
merupakan penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan akitivitas
dalam kegiatan identifikasi bahaya, analisa, penilaian, penanganan dan pemantauan serta
review risiko.
2.
Manajemen risiko kesehatan di tempat kerja mempunyai tujuan: meminimalkan
kerugian akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk
meningkatkan produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman, memotong mata
rantai kejadian kerugian akibat kegagalan.
3.
Manfaat penerapan manajemen risiko di tempat kerja untuk meminimalisir kejadian
kecelakaan kerja, sehingga pekerja merasa aman dan nyaman dan bekerja, dapat mencegah
dan mengambil keputusan dengan segera akan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin
akan terjadi.
4.
Komponen utama manajemen risiko kesehatan dalam kesehatan kerja adalah
penilaian risiko (risk assessment), surveilans kesehatan (health surveillance), dan pencatatan
(records).
5.
Proses manajemen risiko terdiri atas menganalisis lingkungan internal, menetapkan
tujuan, identifikasi resiko, penilaian resiko, sikap atas resiko, aktifitas-aktifitas, pengendalian,
informasi dan komunikasi serta monitoring
4.2 SARAN
Proses manajemen risiko sangat perlu diterapkan di setiap tempat kerja, sehingga
proses kerja dapat lebih produktif dan menguntungkan bagi pihak perusahaan/organisasi itu
sendiri dan tentunya dapat terhindar risiko kecelakaan kerja yang dapat membahayakan
karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2008.ManajemenRisiko.[Online].http://kesehatandankeselamatankerja.blogspot.com/
2008/01/manajemen-risiko-untuk-k3.html.[Diakses 6 september 2011]
Anonim.2009.DefinisidanManfaatPenerapanManajemenRisiko.[Online].http://jurnalsdm.blo
gspot.com/2009/09/manajemenresikodefinisidanmanfaat.html. [Diakses6september2011]
Ariagusti.2011.ManajemenRisikoDalamKeselamatan&KesehatanKerja.[Online].
http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemenrisikodalamkeselamatan-dankesehatan-kerja/.[Diakses 6 september 2011]
Ariagusti.2011.ManajemenRisikoK3diPerusahaanPertambangan.[Online].http.
http://www.dosenkesmas.ManajemenRisikoK3diPerusahaanPertambangan_BlogDosenKeseh
atanMasyarakat.html.Diakses29Oktober2011
Ishak,Aulia.2004.ManajemenK3DalamUpayaMeningkatkanProduktivitasKerja.
[Online].http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1458/1/industriulia3.pdf.[Diakses29
Oktober2011]
Mansyur,Muchtaruddin.2007.ManajemenRisikoKesehatanDiTempatKerja.[Online].http://doc
s.google.com/viewer?a=v&q=cache:InJ_9_qznQIJ:indonesia.digitaljournals.org/index.php/id
nmed/article/download/534/533+Manajemen+Risiko+Kesehatan+di+Tempat+Kerja.html.%5
BDiakses 6 september 2011]
Mulyadi,HendraDicky.2011.ManajemenRisiko.[Online].http://[email protected]
om. [Diakses 10 september 2011]
Rachmadi.2011.ManajemenResiko(JanganTakutDenganResiko).[Online].http://www.eocom
munity.com/showthread.php?tid=16221. [Diakses 10 september 2011]
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Manajemen Risiko Rumah Sakit
27 Sunday Jul 2014
Posted by dietcepatkurus1jrgl in Uncategorized
≈ Leave a comment
The keamanan pasien juta baht pelatihan dan manajemen risiko klinis gambar Mei rumah
sakit memiliki informasi lebih lanjut untuk keselamatan pasien dan petugas administrasi
praktek risiko asosiasi manajemen risiko klinis atau rumah sakit untuk keselamatan pasien
dan klinis Eka Hospital Bsd manajemen risiko menyelenggarakan lokakarya tersebut
“Rumah sakit keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis” memenangkan koneksi
kesalahan pengobatan seperti manajemen risiko manajemen risiko menjadi tanggung jawab
dasar pedoman nasional digunakan untuk memprioritaskan perawatan pasien dalam sistem
manajemen rumah sakit dan praktik farmasi kelompok keselamatan pasien rumah sakit diakui
manajemen risiko dan mulai memanfaatkan kualitas pelayanan buku teks keuangan
keperawatan bedah Manajemen rumah sakit PKMK.
(cakupan bedah buku google gruendemann Billy fernsebner untuk menghindari risiko peran
utama untuk pengelolaan risiko tinggi pengenalan rumah sakit misalnya tidak ada rumah
Sakit Otonomi PMPK oleh penulis pada tahun.
Manajemen rumah sakit sebagai UGM adalah perencanaan keuangan pengawasan jangka
panjang manajemen risiko (Manajemen Risiko dan QPS Jobs Rumah Sakit Dokter Hasan
Sadikin (PERMENKES RI dasar RSPCA tidak ada keselamatan pasien) manajemen risiko
Rumah Sakit Manajemen Risiko Manajemen manajemen risiko Risiko tujuan pasien safety
seperti ensiklopedi pada Manajemen risiko dan Bank Dunia Sekolah produk untuk memenuhi
kebutuhan hir tak terduga satu kategori risiko untuk mengatasi University Hospital rumah
Sakit dan beberapa Chattanooga memahami Bangkinang Laboratorium manajemen risiko
seperti des bekerja sebuah rumah sakit yang merupakan salah satu manajemen risiko rumah
sakit dan operasinya.
Manajemen risiko merupakan review sistematis dari program medis untuk menjadi
Perpustakaan diterbitkan publik lainnya diterbitkan Published Sagung takjub (Jakarta
Physical details Xi cm cm Subject (s) Rumah Sakit.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
anduan Manajemen Risiko Rumah Sakit
Program kelompok anak anak mirip dengan instruksi manajemen krisis kesehatan yang
sangat baik dirancang untuk membimbing rumah sakit pada tahun sebagai akreditasi
manajemen risiko ruang operasi rumah sakit surna The mirip dengan jatuh dalam
pengoperasian manajemen risiko pemahaman real estate manajemen risiko sangat bergantung
pada sudut kelas dan manajemen risiko mirip dengan alasan risiko kantor rumah sakit Banyak
membahayakan.
Keselamatan untuk menentukan bawah ancaman contohdrama139.sosblogs.com – Blog The
first blog : Last posts contohdrama139.sosblogs.com kehidupan mereka dengan contoh dan
perawatan pasien sendiri beresiko keselamatan publik manajemen risiko keamanan mirip
dengan dalam sebuah sistem dimana risiko RS sehingga administrasi perawatan pasien
pelatihan karyawan menghabiskan empat pemimpin pedoman standar Nur Aisyah
Bangkinang manajemen risiko profesional dalam pekerjaan serupa dengan des rumah sakit
memegang perusahaan manajemen risiko adalah penggunaan yang sistematis dari manajemen
Manajemen Risiko risiko rumah sakit ekonomi telah dua minggu lalu telah Manajemen
Risiko meluncurkan laporan keselamatan labnik tiga hari CEP Ho mengatakan Mirip pasien
memiliki banyak ratus manajemen risiko sebuah gudang data yang terbuka Bank Dunia
Dalam manajemen risiko mempersiapkan untuk yang tak terduga.
Karena mereka mengetahui kemungkinan dana tersebut tidak mudah untuk mengelola
beragam kebutuhan sekolah universitas rumah sakit clinical pathway kesehatan anak
Pediatrics Sari mirip dengan dan diukur setiap saat rumah sakit klinis untuk risiko medis
lebih lanjut pemimpin bandit fatmawati RS desain Dr berarti Nico Calc untuk membuat
program akreditasi seperti disediakan peregangan yang bisa memimpin manajemen risiko
penangkaran dpayungi Marcus Tullius Cicero dari Rs PfP dan menjadi dikenal (wajib
menyembuhkan karya pasien Information barang baik melalui studi profiling informasi risiko
persaingan halaman Web merinci profil bertanggung jawab (ACH) jumlah
informacionitmjedisi ponsel pintar dengan cara dengan profil manajemen risiko.
Tangan untuk ini untuk apa mencari hasil yang cepat sekarang mulai mencari Manajemen
Risiko kehidupan mereka.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Panduan Manajemen Risiko Rumah Sakit
Analisis Manajemen Risiko pada nilai transaksi mirip dengan bagaimana menghadapi risiko
bahwa dana modal yang tidak diselenggarakan dengan pengelolaan risiko melalui indikator
dan analisis yang digunakan selama operasi praktek bisnis atau kedua potongan keluarga
pembyaran seperti manajemen risiko cacat sakit akibat kecelakaan dan dukungan lain dari
klinik manajemen risiko radiasi berhadapan dengan resiko radiasi klinis harga dukungan
rumah sakit Anda dapat mengembalikan barang dengan cara menandatangani halaman
dokumen RS pmkp bar Pengertian Archives – 9wiki.NET http://9wiki.net/pengertian/
Gombong biru program sosial Januari Manajemen Risiko dan Peningkatan Kualitas tangan
saat ini untuk RS pemberantasan manual dan pedoman untuk perencanaan Rumah.
Sakit bencana (hosdip) RSMD Malaikat mirip dengan unit prosedur untuk tugas tugas dasar
TSB untuk semua perbaikan berencana Hospital Disaster (alert bencana direncanakan rumah
sakit) diatur SOP Organisasi ISO tsb Risk Manager bencana Pelatihan Workshop Januari
standar ISO risiko salah satu contoh berikut daerah yang telah dilaporkan telah disetujui
rumah sakit Spesies diperkenalkan dan standar akreditasi rumah sakit lain.
Pekerjaan pmkp Kelompok bikinhoki mirip dengan bawah naungan rumah sakit dalam
rencana untuk meningkatkan kualitas dan keamanan kerangka kerja manajemen risiko
pelamar rumah sakit pasien rujukan yang meliputi tiga cara untuk mengelola risiko printer
Yamaha ilmu komunikasi mirip dengan Oktober manajemen Risiko adalah metode krisis
struktural LPG Gas yang terjadi saat ini adalah contoh dari manajemen risiko biaya
pengobatan manajemen risiko rumah sakit satu sistem Asuransi Analisis akses rumah sakit
milik rumah sakit merupakan bagian dari jenis properti (sifat tujuan khusus yang mirip
dengan rumah.
Sakit dalam kaitannya dengan penyewaan model yang teknis hotel tetap menggunakan kartu
tujuan teladan Arifin yaitu model lokasi dan bersumpah Adi Heru pmkp manajemen risiko
berbasis manajemen Tugas rumah sakit yang modern distrik rumah sakit Kepanjen
Kanjuruhan miskin sama dengan Juni Pemimpin.
Rumah sakit berpartisipasi dalam pelaksanaan Rencana Umum rumah sakit rujukan untuk
risiko yang mencakup tubuh pengetahuan dan manajemen risiko kapasitas manajemen
dokter mirip dengan satu Trisnantoro “strategi manajemen program untuk rumah sakit”
Gamma Tekan melibatkan melakukan klinik audit kepemimpinan klinis klinis manajemen
informasi risk awareness RS harus menetapkan bagaimana memilih manajemen risiko RS
Iklan Mengapa ini RS hasil risiko cepat mencari sekarang! Manajemen Risiko Iklan Mengapa
hal ini diajarkan untuk mendapatkan akses informasi manajemen risiko mesin pencari secara
bersamaan untuk risiko Iklan Mengapa hal ini NOLs Leadership Course pedalaman NOLs!
Permintaan katalog gratis manajemen risiko.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Manajemen Risiko Pada Rumah Sakit
Posted on July 22, 2014
Contoh kasus manajemen proyek dan resiko (tugas softskill cache mirip okt manajemen
resiko tradisional terfokus pada resiko resiko yang timbul oleh biaya rumah sakit seperti
rawat inap pengobatan dan download gratis manajemen risiko klinik download free cache
mirip suatu upaya sistematis rumah sakit dalam rangka mengurangi risiko akibat adverse
events dan harms pada pasien membuat asuhan pasien lebih internal capacity building
manajemen investasi dan manajemen risiko cache mirip dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas manajemen dana manajemen rumah sakit
dan analisa manajemen.
Resiko keselamatan pasien rumah sakit cache mirip des manajemen risiko rumah sakit adalah
kegiatan berupa manajemen risiko identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi risiko cedera
dan kerugian pada pasien martha friska hospital syarat cache mirip anda merujuk pada setiap
orang yang mengakses menggunakan situs ini baik risiko terhadap penggunaan situs ini oleh
anda menjadi tanggung jawab manajemen rumah sakit martha friska beserta afiliasi
dibebaskan dari manajemen strategi rumah sakit pdf jurnal lingkungan hidup cache jul dari
manajemen strategis untuk rumah sakit administrasi aplikasi beasiswa rumah sakit tanggung
jawab untuk mengelola risiko perusahaan manajemen keuangan rumah sakit midwife carrier
duty.
Cache mirip mei menggunakan dana rumah sakit atau perusahaan untuk tingkat keuantungan
yang disyaratkan pada portfolio dengan risiko rata rata dan manajemen risiko wajib senyum
salam sapa sopan plus sabar terhadap pasien cache mei workshop keselamatan pasien dan
manajemen risiko klinis unit maupun instalasi rumah sakit ditugaskan untuk mengikuti
workshop kelompok standar manajemen rumah sakit rsj grhasia.
Cache apr secara khusus manajemen harus berusaha keras untuk mengurangi dan
mengendalikan manajemen risiko bahaya dan risiko mencegah kecelakaan dan panduan
manajemen risiko rumah sakit lowongan bank cache jul analisis manajemen risiko pada nilai
transaksi mirip dengan bagaimana menghadapi risiko bahwa dana modal yang tidak
diselenggarakan.
This entry was posted in Uncategorized and tagged Manajemen Risiko Keuangan
Internasional, Manajemen Risiko Kredit Perbankan, Manajemen Risiko Operasional Pdf by
caramengataskj. Bookmark the permalink.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Manajemen Risiko dan Penerapannya
Dalam Kehidupan Sehari-hari
Manajemen Risiko Dalam Kehidupan Kita
Sekilas Tentang Manajemen Risiko
Akhir-akhir ini, kita sering banget denger kata-kata "Risk Management" apalagi yang kerja di bidang
Perbankan, karena memang BI (Bank Indonesia) mewajibkan seluruh Bank harus menerapkannya. Saya bukan
ahli di bidang itu, walau kebetulan saya bekerja di bagian Risk Management di sebuah Bank Swasta Umum
Nasional. Namun menurut saya, Risk Management atau jika dalam bahasa kita diartikan dengan Manajemen
Risiko, sangatlah penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita.
Apa sih Manajemen Risiko itu? Secara sederhana Manajemen Risiko adalah pengelolaan risiko, yg terdiri dari
4 kegiatan, yaitu mengidentifikasi event risk, mengukur dampak dan frekuensinya, memitigasi (mencari solusi
untuk mencegahnya atau mengantisipasinya) dan monitoring.
Sedangkan Risiko itu sendiri dapat kita artikan sebagai bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi
akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Atau dapat diartikan juga
sebagai suatu keadaan ketidakpastian, di mana jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat
menimbulkan suatu kerugian (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
Dari pengertian Risiko tersebut, maka Event Risk atau 'Kejadian Risiko' dapat kita artikan sebagai suatu
kejadian yang dapat menimbulkan risiko. Namun hal yang harus diperhatikan, banyak sekali terjadi kesalahan
dalam mengartikan antara kejadian risiko, penyebab dan dampak dari kejadian risiko. Sebagai contoh kecil :
Ketika kita sedang berjalan kaki tiba-tiba kita diserempet sebuah motor dan terluka yang mengakibatkan harus
mendapatkan perawatan di Rumah Sakit. Manakah yang menjadi event risk? Apakah berjalan kaki, diserempet
motor atau di rawat di Rumah Sakit?
Menurut saya, event risk atas cerita tersebut adalah "Diserempet Motor", sedangkan berjalan kaki (tidak di
trotoar, tidak waspada) adalah sebagai penyebab dan dirawat di Rumah Sakit adalah sebagai akibat.
Nah sekarang, mari kita bahas tentang empat tahapan dalam manajemen Risiko :
Mengidentifikasi event risk
Adalah suatu kegiatan untuk mengumpulkan kejadian-kejadian yang akan atau yang telah terjadi atas suatu
aktivitas, baik yang terjadi pada diri/institusi kita maupun yang terjadi pada diri/institusi orang lain, dan dapat
atau telah menimbulkan risiko; penyebab serta dampaknya dari event risk tersebut. Sebagai contoh, jika kita
ingin menerapkan manajemen risiko pada perjalanan kita ke kantor atau tempat usaha kita. Jakarta yang terkenal
dengan keruwetannya di jalan raya ini, tentu saja akan timbul suatu event risk. Nah mari kita identifikasi atas
kejadian ini, yang tentu saja berbeda-beda tergantung rumah tinggal kita masing-masing. Namun secara umum
kejadian ini dapat kita identifikasi sebagai berikut :
Event Risk : Kesiangan/Terlambat.
Penyebab : Terjebak macet.
Dampak
: Mendapat Surat Peringatan yang ujung-ujungnya ke kredibilitas bahkan PHK, kehilangan
klien/pelanggan, dan lain sebagainya
Mengukur Event Risk
Adalah suatu kegiatan untuk memprediksi seberapa besar kemungkinan event risk tersebut terjadi serta seberapa
besar dampak yang ditimbulkan oleh event risk tersebut. Untuk contoh diatas maka event risk tersebut dapat kita
ukur sebagai berikut :
Frekuensi : Jika berdasar penyebab tersebut diatas, maka bisa dikategorikan sebagai "HIGH" karena di Jakarta
Macet selalu terjadi dan setiap hari kecuali hari libur.
Dampak : Tentu saja jika hal tersebut tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan risiko yang "HIGH"
yaitu PHK atau mengalami Bangkrut.
Mitigasi Risiko
Adalah suatu kegiatan untuk menentukan pencegahan atau solusi pada saat event risk terjadi. Mitigasi Risiko,
terdiri dari 4, yaitu : Terima, Kurangi, Alihkan dan Hindari.
Terima, adalah suatu solusi dengan cara membuat cadangan kerugian atau membuat Disaster Recovery Plan,
karena event risk tersebut tidak bisa dihindari atau solusi yang harus dilakukan lebih mahal daripada dampak
yang terjadi. Untuk contoh diatas solusi ini tidak bisa diterapkan.
Kurangi, adalah suatu solusi dengan cara melakukan pencegahan, misalnya dengan membuat SOP (Standar
Operasional) dalam hal ini aturan yuntuk kita sendiri, misalnya harus bangun lebih pagi sehingga dapat
menghindari jam macet atau jika tetap terjebak macetpun, mungkin tidak kesiangan.
Alihkan adalah suatu solusi dengan memindahkan risiko tersebut ke pihak lain, untuk contoh tersebut di atas
tidak dapat diterapkan.
Sedangkan Hindari adalah suatu solusi dengan menghentikan aktivitas tersebut, untuk contoh tersebut diatas
adalah dengan pindah rumah yang lebih dekat dengan tempat kerja atau tempat kerja kita yang didekatkan
dengan rumah tinggal kita.
Monitoring
Adalah suatu kegiatan untuk memonitor event-event risk tersebut setelah dilakukan mitigasi. Sebagai contoh
tersebut di atas misalnya solusi yang kita ambil adalah 'Kurangi', dimana yang sebelumnya berangkat jam 06.00
maka berangkat 05.30. Kita evaluasi kembali apakah event tersebut tetap ada? jika masih ada apa penyebabnya,
apakah masih sama atau ada penyebab yang lain. Masih seberapa besar frekuensi kejadiannya, yang tentu saja
berpengaruh kepada dampaknya. Jika masih terjadi maka harus dilakukan mitigasi tambahan, jika tidak maka
mitigasi yang dilakukan harus dilakukan secar konsisten.
Biasanya mitigasi yang dilakukan terhadap event-event risk tersebut, masih terdapat residual risk (Sisa Risiko),
hal ini karena tidak ada tingkat keyakinan yang sampai dengan 100%, maksimal hanya 99%, dimana 1% adalah
suatu hal yang diluar dugaan kita sebagai manusia. Sebagai contoh tersebut diatas, walaupun kita sudah
menerapkan mitigasi atas hal-hal yang menimbulkan kita di PHK atau mengalami kebangkrutan, namun masih
saja ada kemungkinan untuk terjadi misalnya Perusahaan kita Pailit, dan lain sebagainya maka solusi "Terima"
untuk Risiko itu harus tetap dilaksanakan yaitu dengan mencadangkan atau menyisihkan pendapatan kita untuk
tabungan/Asuransi atau dengan memiliki Penghasilan Sampingan dari.
Demikian, pengetahuan yang saya miliki, yang tentu saja sangat sedikit, tentang dasar Manajemen Risiko.
Semoga bermanafaat buat kita semua, amiiin.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
qqq
Manajemen Resiko Lingkungan (Rumah
Sakit)
CHECKLIST TENTANG RESIKO KERJA RUMAH SAKIT DIBAGIAN
LABORATORIUM
1. Apakah di dalam labortorium menyiapkan tabung penyemprotan untuk kebakaran?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah ruangan dilengkapi dengan ventilasi udara memenuhi kriteria minimal 10% luas
lantai?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah dalam ruang laboratorium menggunakan pendingin ruang, sepert: AC atau kipas
angin?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah penerangan / pencahayaan dalam laboratorium sesuai dengan besarnya ruangangan
dengan intensitas penerangan 60 lux dan tidak menyilaukan mata?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah pekerja sudah menggunakan APD seperti : jas lab, sarung tangan, masker dll, pada
saat bekerja agar bahan kimia yang digunakan tidak mengenai pekerja dan untuk mencegah
terjadinya bahaya – bahaya lainnya pada pekerja?
a. Ya
b. Tidak
6. Bagaimana keadaan APD yang di gunakan, Apakah serasi / sesuai dengan pekerja?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah kebersihan ruangan atau sanitasi ruangan laboratorium diterapkan?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah di dalam laboratorium tersedia container khusus untuk menampung limbah
laboratorium?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah container yang sediakan memenuhi syarat container yang baik (kedap air,
mempunyai tutup, mempunyai handle, mudah dibawa/diangkat atau dikembalikan, bahannya
kuat) ?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah dicantumkan/ditempelkan peraturan – peraturan untuk petugas laboratorium pada
saat bekerja?
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah di ruangan laboratorium terdapat kerusakan fasilitas alat dan keadaan bangunan
di dalam ruangan tersebut?
a. Ya
b. Tidak
12. Apakah Ruangan ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya?
a. Ya
b. Tidak
13. Apakah lantai laboratorium kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan?
a. Ya
b. Tidak
14. Apakah tersedia kamar mandi di laboratorium?
a. Ya
b. Tidak
15. Apakah kamar mandi yang tersedia lantainya kedap air, tidak licin dan mudah
dibersihkan?
a. Ya
b. Tidak
16. Apakah di dalam ruangan laboratorium terdapat tempat cuci tangan?
a. Ya
b. Tidak
QUESIONER TENTANG RESIKO KERJA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT
1. Apakah petugas laboratorium RS tiap 6 bulan sekali dilakukan pemeriksaan kesehatan,
agar angka penyakit akibat kerja dapat diminimalisir?
..........................................................................................................................................
2. Apakah dilakukannya pendidikan dan pelatihan, bagi pekerja dan menejemen tentang
strategi pencegahan dan peningkatan lingkungan kerja yang ergonomis?
..........................................................................................................................................
3. Apakah hubungan pekerja serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja?
..........................................................................................................................................
4. Apakah ada peraturan – peraturan yang harus dipatuhi untuk pekerja laboratorium pada
saat bekerja?
..........................................................................................................................................
5. Apakah tersedia APD untuk pekerja labioratorium Rumah Sakit?
..........................................................................................................................................
6. Apakah pekerja mengetahui dan memahami tentang Kesehatan Keselamatan Kerja/K3?
..........................................................................................................................................
7. Apakah sumber air di laboratorium mudah didapat/dijangkau?
..........................................................................................................................................
CHECKLIST TENTANG RESIKO KERJA RUMAH SAKIT DIBAGIAN DAPUR
1. Apakah di dapur menyiapkan tabung penyemprotan untuk kebakaran?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah ruangan dilengkapi dengan ventilasi udara memenuhi kriteria minimal 10% luas
lantai?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah di dapur tersedia sarana pembuangan asap/cerobong asap untuk pertukaran udara?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah dalam ruang dapur menggunakan pendingin ruang, sepert: AC atau kipas angin?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah penerangan / pencahayaan dalam dapur sesuai dengan besarnya ruangangan
dengan intensitas penerangan 60 lux dan tidak menyilaukan mata?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah penjamah makanan mencuci tangan sebelum bekerja?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah kebersihan atau sanitasi ruangan dapur diterapkan?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah pekerja sudah menggunakan APD seperti : celemek, sarung tangan, penutup
rambut/topi khusus penjamah makanan dll, pada saat bekerja?
a. Ya
b. Tidak
9. Bagaimana keadaan APD yang di gunakan, Apakah serasi / sesuai dengan pekerja?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah di dapur terdapat saluran pembuangan limbah yang baik?
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah di dapur tersedia container untuk menampung sampah sesuai dengan jenisnya
(sampah Organik dan Anorganik)?
a. Ya
b. Tidak
12. Apakah container yang sediakan memenuhi syarat container yang baik (kedap air,
mempunyai tutup, mempunyai handle, mudah dibawa/diangkat atau dikembalikan, bahannya
kuat) ?
a. Ya
b. Tidak
13. Apakah lantai dapur kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan?
a. Ya
b. Tidak
14. Apakah tersedia kamar mandi di dapur?
a. Ya
b. Tidak
15. Apakah kamar mandi yang tersedia lantainya kedap air, tidak licin dan mudah
dibersihkan?
a. Ya
b. Tidak
16. Apakah Ruangan ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya?
a. Ya
b. Tidak
16. Apakah di ruangan dapur terdapat kerusakan bangunan?
a. Ya
b. Tidak
QUESIONER TENTANG RESIKO KERJA DI DAPUR RUMAH SAKIT
1. Apakah air yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan air di dapur?
..........................................................................................................................................
2. Apakah sumber air di dapur mudah didapat/dijangkau?
..........................................................................................................................................
3. Apakah tersedia pakaian khusus untuk pekerja di dapur?
..........................................................................................................................................
4. Apakah tersedia APD untuk pekerja di dapur Rumah Sakit?
........................................................................................................................................
5. Apakah hubungan pekerja serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja?
..........................................................................................................................................
6. Apakah pekerja mengetahui dan memahami tentang Kesehatan Keselamatan Kerja/K3?
..........................................................................................................................................
Diposkan 28th November 2011 oleh abgershad
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Manajemen Risiko Rumah Sakit Kesehatan
Submitted by contohkumpulap7
on Sun, 07/27/2014 - 17:54
Lowongan kerja manajemen rumah sakit indonesia careerjet manajemen risiko id cache
mirip semua kerja manajemen rumah sakit indonesia progress group bergerak dalam usaha
pengembangan real estate perawatan kesehatan (rumah sakit dan klien dan melakukan studi
kelayakan melakukan manajemen risiko dan nilai aspek legal serta manajemen resiko dalam
pendokumentasian cache mirip jul politeknik kesehatan dr soepraoenprogram studi
keperawatan aspek legal manajemen risiko serta manajemen resiko dalam pdf jurnal
kesehatan kartika stikes yani cimahi cache mirip risiko manajemen risiko bahaya dalam
kegiatan rumah sakit dalam aspek kesehatan kerja dan pengendalian dan monitioring yang
dilakukan oleh pihak manajemen dokumen pmkp palang.
Biru gombong sosialisasi program cache sekarang manajemen resiko dan peningkatan mutu
berjalan selaras rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan masyarakat tingkat pdf ipc
managerial guideline hospitals pdf m) health cache mirip rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya departemen kesehatan lainnya meliputi kualitas pelayanan manajemen
risiko clinical download gratis manajemen risiko klinik download free cache mirip suatu
upaya sistematis rumah sakit dalam rangka mengurangi risiko akibat pelaksanaan.
Meningkatkan kesehatan kesejahteraan manajemen risiko dan keamanan staf rumah sakit
jiwa prof dr soerojo magelang berita cache mirip mei pelatihan keselamatan pasien dan
manajemen risiko klinis rumah sakit tersebut telah dicanangkan oleh menteri kesehatan
manajemen risiko rumah sakit pdf jurnal kesehatan dan cache mirip kumpulan informasi
tentang manajemen risiko rumah sakit pdf klik untuk baca selengkapnya tentang manajemen
risiko rumah sakit pdf manajemen resiko lingkungan (rumah sakit) indonesia cache mirip
nov.
Manajemen resiko lingkungan (rumah sakit) checklist tentang resiko kerja rumah sakit
dibagian label kesehatan konsep resiko klinik cache manajemen risiko mirip lingkup
manajemen resiko petugas pelayanan kesehatan fasilitas lingkungan keselamatan pasien
bisnis ini semua dapat berjalan.
Tags:
Manajemen Resiko Bank Syariah
Manajemen Risiko Operasional Perusahaan Manufaktur
Manajemen Risiko Keuangan Perusahaan
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Manajemen Risiko Lingkungan Rumah
Sakit
Pdf manajemen bencana ppt pusdiklat aparatur cache manajemen resiko manajemen manusia
kerusakan lingkungan kerugian harta benda dan plates gt rs) pacific ring fire teori manajemen
risiko manajemen risiko ppt cache hanosen pratama manajemen risiko adalah suatu proses
essay mimmith pmk tentang penerapan manajemen risiko lingkungan manajemen risiko
rumah sakit ditulis oleh redaksi kamis manajemen risiko vionita dhea priscella cache mirip
nov manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur dalam hal ini.
Dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan teknologi jembatan
sekolah rumah kantor polisi dibiayai pejuang pengendali infeksi rumah sakit lindungi pasien
cache mirip dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul
setelah petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena perlu
diterapkan dalam sistem manajemen lingkungan rumah sakit pdf metoda pengajaran
manajemen resiko teknologi cache mirip des manajemen resiko sebaiknya tidak hanya berupa
teori tetapi mencakup manusia dan lingkungan rekam medis rumah sakit dll pendidikan
lingkungan.
Hidup lh manajemen risiko cache untuk mengetahui analisa risiko dalam manajemen risiko
pada teknisi industri ini digunakan pada mall rumah sakit hotel dan gedung hiro tugiman
implementasi audit berbasis risiko dalam mirip dengan manajemen risiko perkembangan
lingkungan yang turbulence dan semakin kompleks serta perbedaan pelaksanaan fungsi
manajemen risiko oleh masing masing satuan rumah sakit jantung dan pembuluh darah
harapan kita (rsjpdhk doc kel rumah sakit cache mirip rumah sakit merupakan tempat kerja
yang unik dan kompleks untuk menyediakan orang sakit manajemen risiko maupun bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit sumberdaya yang harus didukung oleh
manajemen puncak kajian risiko (risk doc modul mata kuliah tatakelola klinik delivering
cache kejadian fatal muncul jika risiko lingkungan tidak dieliminasi meminta pada
manajemen untuk meningkatkan kompetensi dan profesi perbaikan mutu dan keselamatan
pasien (pmkp) quality cache mirip risiko semacam itudapat muncul dalam proses klinis
maupun lingkungan fisik budaya rumah sakit secara proaktif.
Mengidentifikasi dan mengurangi risiko yang berkaitan dengan peristiwa yang tidak terduga
(manajemen risiko) dan.
Le jeudi 31 juillet 2014 à 22h01 dans A
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Makalah Manajemen Resiko
Filed under: Uncategorized — Tinggalkan komentar
19/07/2010
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata “Resiko” dan sudah biasa dipakai
dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Resiko merupakan bagian dari
kehidupan kerja individual maupun organisasi. Berbagai macam resiko, seperti resiko
kebakaran, tertabrak kendaraan lain di jalan, resiko terkena banjir di musim hujan dan
sebagainya, dapat menyebabkan kita menanggung kerugian jika resiko-resiko tersebut tidak
kita antisipasi dari awal. Resiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang
dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Sebagaimana kita pahami dan
sepakati bersama bahwa tujuan perusahaan adalah membangun dan memperluas keuntungan
kompetitif organisasi.
Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi karena kurang atau tidak tersedianya
cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat
berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian yang
menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (opportunity),
sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan disebut dengan istilah
resiko (risk). Dalam beberapa tahun terakhir, manajemen resiko menjadi trend utama baik
dalam perbincangan, praktik, maupun pelatihan kerja. Hal ini secara konkret menunjukkan
pentingnya manajemen resiko dalam bisnis pada masa kini.
Secara umum resiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau
perusahaan di mana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan
yang dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar, dan walaupun mengalami
kerugian sangat kecil sekali. Misalnya membeli lotere. Jika beruntung maka akan mendapat
hadiah yang sangat besar, tetapi jika tidak beruntung uang yang digunakan membeli lotere
relatif kecil. Apakah ini juga tergolong resiko? Jawabannya adalah hal ini juga tergolong
resiko. Selama mengalami kerugian walau sekecil apapun hal itu dianggap resiko.
Mengapa resiko harus dikelola? Jawabannya tidak sulit ditebak, yaitu karena resiko
mengandung biaya yang tidak sedikit. Bayangkan suatu kejadian di mana suatu perusahaan
sepatu yang mengalami kebakaran. Kerugian langsung dari peristiwa tersebut adalah
kerugian finansial akibat asset yang terbakar (misalnya gedung, material, sepatu setengah
jadi, maupun sepatu yang siap untuk dijual). Namun juga dilihat kerugian tidak langsungnya,
seperti tidak bisa beroperasinya perusahaan selama beberapa bulan sehingga menghentikan
arus kas. Akibat lainnya adalah macetnya pembayaran hutang kepada supplier dan kreditor
karena terhentinya arus kas yang akhirnya akan menurunkan kredibilitas dan hubungan baik
perusahaan dengan partner bisnis tersebut.
Resiko dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan melalui manajemen resiko. Peran dari
manajemen resiko diharapkan dapat mengantisipasi lingkungan cepat berubah,
mengembangkan corporate governance, mengoptimalkan strategic management,
mengamankan sumber daya dan asset yang dimiliki organisasi, dan mengurangi reactive
decision making dari manajemen puncak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Manajemen Resiko
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyebutkan bahwa manajemen resiko adalah suatu
pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan
ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: penilaian resiko, pengembangan
strategi untuk mengelolanya dan mitigasi resiko dengan menggunakan
pemberdayaan/pengelolaan sumber daya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah
memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko,
dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko
tradisional terfokus pada resiko- resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti
bencana alam atau kebakaran, kematian, dan tuntutan hukum).
Menurut Vibiznews.com, manajemen resiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur
resiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang
tersedia. Strategi yang dapat digunakan antara lain mentransfer resiko pada pihak lain,
menghindari resiko, mengurangi efek buruk dari resiko dan menerima sebagian maupun
seluruh konsekuensi dari resiko tertentu.
Sedangkan menurut COSO, manajemen resiko (risk management) dapat diartikan sebagai “a
process, effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, applied
in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may
affect the entity, manage risk to be within its risk appetite, and provide reasonable assurance
regarding the achievement of entity objectives.
Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua perusahaan. Proses
di mana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat menunjukkan resiko yang terjadi pada
suatu aktivitas menuju keberhasilan di dalam masing-masing aktivitas dari semua
aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik adalah identifikasi dan cara mengatasi
resiko. Sasarannya untuk menambah nilai maksimum berkesinambungan (sustainable)
organisasi. Tujuan utama untuk memahami potensi upside dan downside dari semua faktor
yang dapat memberikan dampak bagi organisasi. Manajemen resiko meningkatkan
kemungkinan sukses, mengurangi kemungkinan kegagalan dan ketidakpastian dalam
memimpin keseluruhan sasaran organisasi.
Manajemen resiko seharusnya bersifat berkelanjutan dan mengembangkan proses yang
bekerja dalam keseluruhan strategi organisasi dan strategi dalam mengimplementasikan.
Manajemen resiko seharusnya ditujukan untuk menanggulangi suatu permasalahan sesuai
dengan metode yang digunakan dalam melaksanakan aktifitas dalam suatu organisasi di masa
lalu, masa kini dan masa depan.
Manajemen resiko harus diintegrasikan dalam budaya organisasi dengan kebijaksanaan yang
efektif dan diprogram untuk dipimpin beberapa manajemen senior. Manajemen resiko harus
diterjemahkan sebagai suatu strategi dalam teknis dan sasaran operasional, pemberian tugas
dan tanggung jawab serta kemampuan merespon secara menyeluruh pada suatu organisasi, di
mana setiap manajer dan pekerja memandang manajemen resiko sebagai bagian dari
deskripsi kerja. Manajemen resiko mendukung akuntabilitas (keterbukaan), kinerja
pengukuran dan reward, mempromosikan efisiensi operasional dari semua tingkatan.
Definisi manajemen resiko (risk management) di atas dapat dijabarkan lebih lanjut
berdasarkan kata kunci sebagai berikut:
1. 1. On going process
Manajemen resiko dilaksanakan secara terus menerus dan dimonitor secara
berkala. Manajemen resiko bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan sesekali (one time
event).
1. 2. Effected by people
Manajemen resiko ditentukan oleh pihak-pihak yang berada di lingkungan organisasi. Untuk
lingkungan instansi pemerintah, manajemen resiko dirumuskan oleh pimpinan dan pegawai
institusi/departemen yang bersangkutan.
1. 3. Applied in strategy setting
Manajemen resiko telah disusun sejak dari perumusan strategi organisasi oleh manajemen
puncak organisasi. Dengan penggunaan manajemen resiko, strategi yang disiapkan
disesuaikan dengan resiko yang dihadapi oleh masing-masing bagian/unit dari organisasi.
1. 4. Applied across the enterprised
Strategi yang telah dipilih berdasarkan manajemen resiko diaplikasikan dalam kegiatan
operasional, dan mencakup seluruh bagian/unit pada organisasi. Mengingat resiko masingmasing bagian berbeda, maka penerapan manajemen resiko berdasarkan penentuan resiko
oleh masing-masing bagian.
1. 5. Designed to identify potential events
Manajemen resiko dirancang untuk mengidentifikasi kejadian atau keadaan yang secara
potensial menyebabkan terganggunya pencapaian tujuan organisasi.
1. 6. Provide reasonable assurance
Resiko yang dikelola dengan tepat dan wajar akan menyediakan jaminan bahwa kegiatan dan
pelayanan oleh organisasi dapat berlangsung secara optimal.
1. 7. Geared to achieve objectives
Manajemen resiko diharapkan dapat menjadi pedoman bagi organisasi dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen resiko adalah untuk mengurangi resiko yang berbedabeda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh
masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan,
teknologi, manusia, organisasi, dan politik. Di sisi lain, pelaksanaan manajemen resiko
melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya entitas manajemen resiko
(manusia, staff, organisasi).
Dalam perkembangannya resiko-resiko yang dibahas dalam manajemen resiko dapat
diklasifikasi menjadi:
1.
2.
3.
4.
Resiko Operasional
Resiko Hazard
Resiko Finansial
Resiko Strategis
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan manajemen resiko terintegrasi
korporasi (enterprise risk management). Manajemen resiko dimulai dari proses identifikasi
resiko, penilaian resiko, mitigasi, monitoring dan evaluasi.
a. Mengidentifikasi resiko
Proses ini meliputi identifikasi resiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas
usaha. Identifikasi resiko secara akurat dan kompleks sangatlah vital dalam manajemen
resiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi resiko adalah mendaftar resiko yang
mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi
resiko antara lain:
1. Brainstorming
2. Survey
3. Wawancara
4. Informasi historis
5. Kelompok kerja
b. Menganalisa resiko
Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran resiko
dengan cara melihat seberapa besar potensi terjadinya kerusakan (severity) dan probabilitas
terjadinya resiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subjektif
dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa resiko memang mudah untuk diukur,
namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang
terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangatlah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik
supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan
manajemen resiko.
Kesulitan dalam pengukuran resiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu resiko
karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa resiko tertentu. Selain itu,
mengevaluasi dampak kerusakan (severity) sering kali cukup sulit untuk asset immaterial.
3. Monitoring resiko
Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu resiko merupakan bagian penting
dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen resiko tidaklah berhenti sampai di sini
saja. Praktek, pengalaman, dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu perubahan
dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu resiko. Sangatlah penting untuk
selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi resiko dan pengukuran resiko untuk
mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya resiko
yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu resiko terjadi maka respon yang dipilih
akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif.
2.2 Konsep Resiko
Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau tidak
tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti
(uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Istilah resiko memiliki
beberapa definisi. Resiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian, atau keadaan yang dapat
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Menurut Vaughan (1978)
mengemukakan beberapa definisi resiko sebagai berikut:
Risk is the chance of loss (resiko adalah kans kerugian)
Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan
kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas
akan munculnya situasi tertentu. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah
pasti sehingga resiko tidak ada.
- Risk is the possibility of loss (resiko adalah kemungkinan kerugian).
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan
satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
- Risk is uncertainty (resiko adalah ketidakpastian).
Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective uncertainty merupakan
penilaian individu terhadap situasi resiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap
individu yang bersangkutan. Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua definisi resiko
berikut.
- Risk is the dispersion of actual from expected results (resiko merupakan penyebaran hasil
aktual dari hasil yang diharapkan).
Ahli statistik mendefinisikan resiko sebagai derajat penyimpangan sesuatu nilai di sekitar
suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata.
- Risk is the probability of any outcome different from the one expected (resiko adalah
probabilitas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan)
Menurut definisi di atas, resiko bukan probabilitas dari suatu kejadian tunggal, tetapi
probabilitas dari beberapa outcome yang berbeda dari yang diharapkan. Dari berbagai definisi
di atas, resiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang
tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu sudah menunjukkan
adanya ketidakpastian.
Konsep lain yang berkaitan dengan resiko adalah peril dan hazard. Peril merupakan suatu
peristiwa yang dapat menimbulkan terjadinya suatu kerugian. Sedangkan hazard merupakan
keadaan dan kondisi yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril.
Hazard terdiri dari beberapa tipe, yaitu:
1. Physical hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber pada karakteristik secara fisik
dari objek yang dapat memperbesar terjadinya kerugian.
2. Moral hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber dari orang yang berkaitan dengan
sikap mental, pandangan hidup dan kebiasaan yang dapat memperbesar kemungkinan
terjadinya peril.
3. Morale hazard merupakan suatu kondisi dari orang yang merasa sudah memperoleh
jaminan dan menimbulkan kecerobohan sehingga memungkinkan timbulnya peril.
4. Legal hazard merupakan suatu kondisi pengabaian atas suatu peraturan atau perundangundangan yang bertujuan melindungi masyarakat sehingga memperbesar terjadinya peril.
Resiko dapat terjadi pada pelayanan, kinerja, dan reputasi dari institusi yang
bersangkutan. Resiko yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kejadian
alam, operasional, manusia, politik, teknologi, pegawai, keuangan, hukum, dan manajemen
dari organisasi.
Suatu resiko yang terjadi dapat berasal dari resiko lainnya, dan dapat disebabkan oleh
berbagai faktor. Resiko rendahnya kinerja suatu instansi berasal dari resiko rendahnya mutu
pelayanan kepada publik. Resiko terakhir disebabkan oleh faktor-faktor sumber daya
manusia yang dimiliki organisasi dan operasional seperti keterbatasan fasilitas
kantor. Resiko yang terjadi akan berdampak pada tidak tercapainya misi dan tujuan dari
instansi tersebut, dan timbulnya ketidakpercayaan dari publik.
Resiko diyakini tidak dapat dihindari. Berkenaan dengan sektor publik yang menuntut
transparansi dan peningkatan kinerja dengan dana yang terbatas, resiko yang dihadapi
instansi Pemerintah akan semakin bertambah dan meningkat. Oleh karena itu, pemahaman
terhadap resiko menjadi keniscayaan untuk dapat menentukan prioritas strategi dan program
dalam pencapaian tujuan organisasi.
2.2.1 Kategori Resiko
Resiko dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk :
1. Resiko spekulatif
2. Resiko murni
Resiko spekulatif
Resiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan
keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Resiko spekulatif kadang-kadang dikenal
dengan istilah resiko bisnis (business risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya di
suatu tempat menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama investasinya
menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Resiko yang dihadapi seperti ini adalah
resiko spekulatif.
Resiko murni
Resiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak
terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran,
apabila perusahaan menderita kebakaran, maka perusahaan tersebut akan menderita
kerugian. Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian
kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan kecuali ada
kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Resiko murni adalah sesuatu
yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin
menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan resiko murni adalah dengan asuransi.
Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya resiko murni kadang
dikenal dengan istilah resiko yang dapat diasuransikan ( insurable risk ). Perbedaan utama
antara resiko spekulatif dengan resiko murni adalah kemungkinan untung ada atau tidak,
untuk resiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk resiko murni
tidak dapat kemungkinan untung.
Kejadian sesungguhnya terkadang menyimpang dari perkiraan. Artinya ada kemungkinan
penyimpangan yang menguntungkan maupun merugikan. Jika kedua kemungkinan itu ada,
maka dikatakan resiko itu bersifat spekulatif. Sebaliknya, lawan dari risiko spekulatif adalah
resiko murni, yaitu hanya ada kemungkinan kerugian dan tidak mempunyai kemungkinan
keuntungan. Manajer resiko tugas utamanya menangani risiko murni dan tidak menangani
risiko spekulatif, kecuali jika adanya resiko spekulatif memaksanya untuk menghadapi resiko
murni tersebut.
Menentukan sumber resiko adalah penting karena mempengaruhi cara
penanganannya. Sumber resiko dapat diklasifikasikan sebagai resiko sosial, resiko fisik, dan
resiko ekonomi.
Biaya-biaya yang ditimbulkan karena menanggung resiko atau ketidakpastian dapat dibagi
sebagai berikut:
1. Biaya-biaya dari kerugian yang tidak diharapkan
2. Biaya-biaya dari ketidakpastian itu sendiri
2.3 Mengidentifikasi resiko
Pengidentifikasian resiko merupakan proses analisa untuk menemukan secara sistematis dan
berkesinambungan atas resiko (kerugian yang potensial) yang dihadapi perusahaan. Oleh
karena itu, diperlukan checklist untuk pendekatan yang sistematis dalam menentukan
kerugian potensial. Salah satu alternatif sistem pengklasifikasian kerugian dalam suatu
checklist adalah; kerugian hak milik (property losses), kewajiban mengganti kerugian orang
lain (liability losses) dan kerugian personalia (personnel losses). Checklist yang dibangun
sebelumnya untuk menemukan resiko dan menjelaskan jenis-jenis kerugian yang dihadapi
oleh suatu perusahaan.
Perusahaan yang sifat operasinya kompleks, berdiversifikasi dan dinamis, maka diperlukan
metode yang lebih sistematis untuk mengeksplorasi semua segi. Metode yang dianjurkan
adalah sebagai berikut:
1. Questioner analisis resiko (risk analysis questionnaire)
2. Metode laporan Keuangan (financial statement method)
3. Metode peta aliran (flow-chart)
4. Inspeksi langsung pada objek
5. Interaksi yang terencana dengan bagian-bagian perusahaan
6. Catatan statistik dari kerugian masa lalu
7. Analisis lingkungan
Dengan mengamati langsung jalannya operasi, bekerjanya mesin, peralatan, lingkungan
kerja, kebiasaan pegawai dan seterusnya, manajer resiko dapat mempelajari kemungkinan
tentang hazard. Oleh karena itu, keberhasilannya dalam mengidentifikasi resiko tergantung
pada kerja sama yang erat dengan bagian-bagian lain yang terkait dalam perusahaan.
Manajer resiko dapat menggunakan tenaga pihak luar untuk proses mengidentifikasikan
resiko, yaitu agen asuransi, broker, atau konsultan manajemen resiko. Hal ini tentunya
memiliki kelemahan, di mana mereka membatasi proses hanya pada resiko yang
diasuransikan saja. Dalam hal ini diperlukan strategi manajemen untuk menentukan metode
atau kombinasi metode yang cocok dengan situasi yang dihadapi.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Kasus Manajemen Asset Berbasis Resiko pada Perusahaan Air Minum
Air bersih atau air minum sangat penting artinya bagi kehidupan manusia. Kajian global
kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum II di Denhaag, Belanda
tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa
negara. Krisis air dapat saja terjadi di Indonesia apabila pemerintah dan perusahaan air
minum tidak dapat secara maksimal mengelola asset utamanya.
Berbagai permasalahan yang dihadapi perusahaan air minum saat ini, seperti: tingginya
tingkat kebocoran air yang diproduksi, kapasitas produksi yang belum terpakai, biaya
operasional/pemeliharaan untuk menghasilkan air bersih setiap meter kubiknya masih lebih
tinggi atau sama dengan harga jual air setiap meter kubiknya, belum dapat terpenuhinya
kebutuhan masyarakat akan air minum bersih, baik secara kuantitas maupun kualitas, konflik
perebutan air baku yang melintasi dua atau lebih pemerintah daerah, adanya daerah yang
tidak menyediakan pengaturan air baku, adanya penggundulan hutan di kawasan daerah
aliran sungai, kesulitan keuangan, terbelit hutang yang cukup besar dan tidak mampu
membayar hutang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, bahkan tidak sedikit dari
perusahaan air minum yang ada, jika ditinjau dari posisi keuangan perusahaan sudah dalam
keadaan pailit mencerminkan belum maksimalnya pengelolaan asset utama perusahaan air
minum.
Bagi perusahaan air minum, infrastruktur air minum merupakan asset utama yang nilainya
signifikan. Oleh karena itu, harus dikelola secara baik mulai sejak perencanaan kebutuhan,
penyediaan dana, pengadaan asset, pengoperasian, pemeliharaan, hingga pada pemusnahan
asset.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, manajemen asset merupakan asset merupakan suatu
proses untuk menghasilkan nilai maksimal bagi semua stakeholder perusahaan dari
pengelolaan asset fisik yang dimiliki perusahaan, baik untuk kepentingan bisnis maupun
kepentingan umum, dengan menyeimbangkan kinerja operasional dari asset dengan biaya
siklus hidup dan profil resikonya. Manajemen berbasis resiko lebih menekankan pada proses
mengelola asset fisik yang sangat besar dan berhubungan dengan resiko-resiko yang melekat
pada proses tersebut dengan melibatkan penerapan proses manajemen resiko terhadap asset
utama perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengelola penyebab utama kegagalan
pencapaian sasaran perusahaan. Penerapan proses manajemen resiko dapat dilakukan pada
seluruh aktivitas bisnis perusahaan air minum atau secara khusus lebih menekankan pada
aktivitas manajemen asset perusahaan (setiap aktivitas lifecycle asset management). Tujuan
dari diterapkannya proses manajemen resiko adalah tidak hanya untuk memberikan
perlindungan dan kesinambungan aktivitas bisnis inti dan jasa yang penting, tetapi juga
memenuhi kewajiban hukum; menjaga kesehatan pekerja dan masyarakat; perlindungan
lingkungan; beroperasinya dan perlindungan asset pada biaya rendah; dan rencana kontijensi
untuk situasi darurat bila terjadi rencana alam.
Proses manajemen resiko meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi resiko
Resiko merupakan peristiwa yang menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Seluruh
resiko yang mungkin terjadi dan berdampak negative bagi perusahaan secara signifikan harus
terlebih dahulu diidentifikasi. Pada perusahaan air minum resiko yang mungkin terjadi
adalah:
1. Ketidaktersediaan air di sumber air dapat terjadi karena kegagalan pada struktur
sumber air, kekeliruan dalam memperkirakan hasil/kapasitas penyimpanan, kualitas
sumber air yang tidak memenuhi syarat, dan kegiatan operasional yang tidak tepat.
2. Kehilangan air yang sebenarnya (real loss) dapat terjadi karena adanya penguapan air
di tempat penyimpanan (storage evaporation), dan kebocoran (leakage) seperti
kebocoran pada pipa jaringan distribusi, dan tempat penyimpanan air/reservoir.
3. Kehilangan air yang jelas terlihat (apparent loss) dapat terjadi karena adanya
pengukuran meteran yang tidak akurat (inaccurate metering) seperti alat kalibrasi
meteran yang tidak akurat, alat meteran yang sudah tua, alat meteran yang berputar
rendah, dan adanya pemakaian air yang tidak terukur dengan meteran (unmetered
usage) seperti pemakaian yang tidak dibenarkan (pemakaian untuk irigasi yang tidak
illegal, pemakaian hidran yang tidak illegal, sambungan pipa yang tidak illegal) dan
pemakaian yang dibenarkan (pemadam kebakaran, pekerjaan jalan, dan taman).
4. Pencemaran lingkungan dapat terjadi karena pembuangan air limbah yang tidak
terkendali dari kegiatan pemeliharaan atau kegagalan jaringan pipa.
5. Terganggunya keselamatan dan kesehatan masyarakat pengguna air minum dapat
terjadi karena kerusakan peralatan dan tercemarnya sumber air minum/produksi air
minum selama pembangunan, pemeliharaan, atau pengoperasian infrastruktur
penyedia air.
6. Kenaikan harga asset infrastruktur penyedia air dapat terjadi karena kenaikan tingkat
inflasi, kenaikan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah, dan kenaikan harga
bahan bakar minyak.
7. Kenaikan tingkat suku bunga pinjaman dapat terjadi karena kondisi perekonomian
nasional yang tidak baik.
Sedangkan resiko pada tingkatan proses/aktivitas lifecycle asset management yang mungkin
terjadi dapat dilihat pada table 1.
b. Menganalisis Resiko
Setelah seluruh resiko diidentifikasi, maka dilakukan pengukuran tingkat kemungkinan dan
dampak resiko. Pengukuran resiko dilakukan setelah mempertimbangkan pengendalian resiko
yang ada. Pengukuran resiko dilakukan menggunakan criteria pengukuran resiko secara
kualitatif, semi kualitatif, atau kuantitatif tergantung pada ketersediaan data tingkat kejadian
peristiwa dan dampak kerugian yang ditimbulkannya.
1. Mengevaluasi Resiko
Setelah resiko diukur tingkat kemungkinan dan dampaknya, maka disusunlah urutan prioritas
resiko. Mulai dari resiko dengan tingkat resiko tertinggi, sampai dengan resiko
terendah. Resiko yang tidak termasuk dalam resiko yang dapat diterima/ditoleransi
merupakan resiko yang menjadi prioritas untuk segera ditangani. Setelah diketahui besarnya
tingkat resiko dan prioritas resiko, maka perlu disusun peta resiko.
d. Menangani Resiko
Resiko yang tidak dapat diterima/ditoleransi segera dibuatkan rencana tindakan untuk
meminimalisir kemungkinan dampak terjadinya resiko dan personel yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan rencana tindakan. Cara menangani resiko berupa memindahkan resiko
melalui asuransi dan kontrak kerja kepada pihak ketiga, mengurangi tingkat kemungkinan
terjadinya resiko dengan cara menambah/meningkatkan kecukupan pengendalian internal
yang ada pada proses bisnis perusahaan, dan mengeksploitasi resiko bila tingkat resiko dinilai
lebih rendah dibandingkan dengan peluang terjadinya peristiwa yang akan terjadi. Pemilihan
cara menangani resiko dilakukan dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat, yaitu biaya
yang dikeluarkan untuk melaksanakan rencana tindakan lebih rendah daripada manfaat yang
diperoleh dari pengurangan dampak kerugian resiko.
Seluruh resiko yang diidentifikasi, dianalisis, dievaluasi, dan ditangani dimasukkan ke dalam
register resiko yang memuat informasi mengenai nama resiko, uraian mengenai indikator
resiko, faktor pencetus terjadinya peristiwa yang merugikan, dampak kerugian bila resiko
terjadi, pengendalian resiko yang ada, ukuran tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko
setelah mempertimbangkan pengendalian yang ada, dan rencana tindakan untuk
meminimalisir tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko, serta personil yang
bertanggung jawab melakukannya.
e. Memantau Resiko
Perubahan kondisi internal dan eksternal perusahaan menimbulkan resiko baru bagi
perusahaan, mengubah tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko, dan cara penanganan
resikonya. Sehingga setiap resiko yang teridentifikasi masuk dalam register resiko dan peta
resiko perlu dipantau perubahannya.
1. Mengkomunikasikan Resiko
Setiap tahapan kegiatan identifikasi, analisis, evaluasi, dan penanganan resiko
dikomunikasikan/dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan terhadap aktivitas bisnis
yang dilakukan perusahaan untuk memastikan bahwa tujuan manajemen resiko dapat tercapai
sesuai dengan keinginan pihak yang berkepentingan. Pihak yang berkepentingan berasal dari
internal perusahaan (manajemen, karyawan) dan eksternal perusahaan (pemasok, pemerintah
daerah/pusat, masyarakat sekitar lingkungan perusahaan, dan konsumen air bersih).
Walaupun penerapan proses manajemen resiko pada perusahaan air minum di Indonesia
khususnya perusahaan daerah air minum belum ada peraturan hukumnya, namun karena
manajemen resiko merupakan praktik terbaik (best practice), maka seharusnya sudah mulai
diterapkan secara sistematis, terintegrasi, dan melekat pada setiap aktivitas bisnis perusahaan
air minum, khususnya pada aktivitas manajemen asset.
Agar manajemen resiko dapat diterapkan dengan baik, maka perlu disiapkan segala
infrastruktur manajemen resiko antara lain: pedoman manajemen resiko (kebijakan,
pedoman umum, prosedur, dan formulir), struktur organisasi manajemen resiko (tugas,
wewenang, tanggung jawab personil untuk melaksanakan manajemen resiko), dan sistem
informasi pelaporan/pemantauan pelaksanaan manajemen resiko.
BAB 4
SIMPULAN
4.1 Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut:
Manajemen asset merupakan aktivitas yang dilakukan oleh manajemen yang tidak terlepas
dari resiko. Manajemen asset berbasis resiko lebih menekankan pada proses mengelola asset
fisik yang sangat besar dan berhubungan dengan resiko yang melekat pada proses tersebut
dengan melibatkan penerapan proses manajemen resiko terhadap asset utama perusahaan
untuk mengidentifikasi dan mengelola penyebab utama kegagalan pencapaian sasaran
perusahaan.
Penerapan proses manajemen resiko dapat dilakukan pada seluruh aktivitas bisnis perusahaan
air minum atau secara khusus lebih menekankan pada aktivitas manajemen asset perusahaan
(setiap aktivitas lifecycle asset management).
Walaupun penerapan manajemen resiko pada perusahaan air minum di Indonesia khususnya
perusahaan daerah air minum belum ada peraturan hukumnya, namun karena manajemen
resiko merupakan praktik terbaik (best practice) maka seyogyanya sudah mulai dapat
diterapkan secara sistematis, terintegrasi, dan melekat pada setiap aktivitas bisnis perusahaan
air minum, khususnya pada aktivitas manajemen asset sehingga tujuan manajemen asset
dapat tercapai.
Manajemen asset berbasis resiko kiranya dapat menjadi salah satu solusi dalam rangka
memaksimalkan pengelolaan asset perusahaan air minum.
DAFTAR PUSTAKA
http://bppk.depkeu.go.id
http://wikipedia.org
http://acc.dau.mil
http://ahds.ac.uk
http://jiscinfonet.ac.uk/infokits/risk-management
http://vibiznews.com
AS/NZS 4360:2004, Australian/New Zealand Standard Risk Management, Joint Technical
Committee OB-007 Risk Management, 31 Agustus 2004.
Artikel “Landasan Teori Asset Manajemen”, Website Manajemen Asset, 2007.
Artikel “Lifecycle Asset Management” Website Manajemen Asset, 2007.
Artikel “Risk Based Enterprise Asset Management”, Capgemini, Website 2007.
Artikel “Sumber Daya Air”, Website Bappenas.
Artikel “Sumbang Pikir dalam PDAM Rescue”, Kepala Bidang Rencana dan Evaluasi Pusat
Pengembangan Investasi BAPEKIN, Website 2007.
Artikel “Water Infrastucture”, Website GAO, Maret 2004.
Slide “Pengantar Pengelolaan Asset (Infrastruktur)”, Gary Mc Lay, Website, 2 Juni 2006.
Darmawi, Herman. Manajemen Resiko. Bumi Aksara, 2005.
Chapman, Christy. Bringing ERM into Focus. Internal Auditor, June 2003
Committee of Sponsoring Organization (COSO) of the Treadway Commission. What is
COSO: Background and Events Leading to Internal Control-Integrated Framework. 1992
Simmons, Mark. COSO Based Auditing. The Internal Auditor, December 1997 The Institute
of Internal Auditors. Internal C
Vaughan, Emmet. Fundamental of Risk and Insurance. 2nd, John Willey, 1978
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Sumber Hazard (Bahaya) di Tambang dan Tempat Kerja Lain
Di tulisan ini sudah diulas mengenai perbedaan antara hazard dan risk.
Hazard (bahaya) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada manusia atau
kerusakan pada alat atau lingkungan. Sedang risk (resiko) didefinisikan sebagai peluang
terpaparnya seseorang atau alat pada suatu hazard (bahaya).
Trus apa saja yang dapat menjadi sumber hazard? Berikut adalah macam-macam kategori
hazard (Wells, 1996; Plog, 2002; Donoghue, 2004):
1. Physical hazards: suara bising, radiasi, getaran, temperatur
2. Chemical hazards: zat beracun, debu, uap berbahaya
3. Mechanical hazards: mesin, alat-alat bergerak
4. Electrical hazards: arus listrik, percikan bunga api listrik
5. Ergonomic hazards: ruangan sempit, mengangkat, mendorong, pencahayaan buruk
6. Behavioral hazards: tidak mematuhi peraturan, kurangnya ketrampilan kerja
7. Environmental hazards: cuaca buruk, api, berkerja di tempat tak rata
8. Biological hazards: virus, bakteri, jamur, parasit
9. Psychosocial hazards: waktu kerja yang lama, tekanan atasan, trauma
Segala macam potensi hazard ini mesti diidentifikasi. Untuk memudahkan
pengidentifikasian, ada beberapa macam metode yang dapat digunakan seperti What-If
Analysis, Energy Barrier Analysis, dan lainnya.
Setelah hazard teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah menilai sejauh mana pengaruhnya
terhadap keselamatan karyawan dan keseluruhan operasi. Penilaian ini umumnya
menggunakan dua parameter: konsekuansi dari suatu hazard dan kemungkinan frekuensi
kejadian.
Peringkat paling tinggi akan ditempati oleh hazard yang mampu menimbulkan konsekuensi
kerusakan besar dikombinasikan dengan frekuensi kejadian yang sering atau berulang.
Hazard atau bahaya jenis ini disebut sebagai critical hazard. Semua critical hazard mesti
mendapat perhatian dan penanganan segera.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
makalah manajemen resiko
Sunday, 27 January 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata “Resiko” dan sudah biasa
dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Resiko merupakan
bagian dari kehidupan kerja individual maupun organisasi. Berbagai macam resiko,
seperti resiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain di jalan, resiko terkena banjir di
musim hujan dan sebagainya, dapat menyebabkan kita menanggung kerugian jika
resiko-resiko tersebut tidak kita antisipasi dari awal. Resiko dikaitkan dengan
kemungkinan kejadian atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan
sasaran organisasi. Sebagaimana kita pahami dan sepakati bersama bahwa tujuan
berwirausaha adalah membangun dan memperluas keuntungan kompetitif dalam
organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Manajemen Resiko
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyebutkan bahwa manajemen resiko
adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang
berkaitan dengan ancaman, suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk penilaian
resiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi resiko dengan
menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumber daya. Strategi yang dapat diambil
antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko,
mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi
resiko tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko- resiko yang timbul
oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, dan
tuntutan hukum).
Menurut Vibiznews.com, manajemen resiko adalah suatu proses mengidentifikasi,
mengukur resiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya
yang tersedia. Strategi yang dapat digunakan antara lain mentransfer resiko pada pihak
lain, menghindari resiko, mengurangi efek buruk dari resiko dan menerima sebagian
maupun seluruh konsekuensi dari resiko tertentu.
Sedangkan menurut COSO, manajemen resiko (risk management) dapat diartikan
sebagai “a process, effected by an entity’s board of directors, management and other
personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify
potential events that may affect the entity, manage risk to be within its risk appetite, and
provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives.
Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua
wirausaha. Proses di mana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat menunjukkan
resiko yang terjadi pada suatu aktivitas menuju keberhasilan di dalam masing-masing
aktivitas dari semua aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik adalah
identifikasi dan cara mengatasi resiko. Sasarannya untuk menambah nilai maksimum
berkesinambungan (sustainable) organisasi. Tujuan utama untuk memahami potensi
upside dan downside dari semua faktor yang dapat memberikan dampak bagi organisasi.
Manajemen resiko meningkatkan kemungkinan sukses, mengurangi kemungkinan
kegagalan dan ketidakpastian dalam memimpin keseluruhan sasaran organisasi.
Manajemen resiko seharusnya bersifat berkelanjutan dan mengembangkan proses
yang bekerja dalam keseluruhan strategi organisasi dan strategi dalam
mengimplementasikan. Manajemen resiko seharusnya ditujukan untuk menanggulangi
suatu permasalahan sesuai dengan metode yang digunakan dalam melaksanakan
aktifitas dalam suatu organisasi di masa lalu, masa kini dan masa depan.
Manajemen resiko harus diintegrasikan dalam budaya organisasi dengan
kebijaksanaan yang efektif dan diprogram untuk dipimpin beberapa manajemen senior.
Manajemen resiko harus diterjemahkan sebagai suatu strategi dalam teknis dan sasaran
operasional, pemberian tugas dan tanggung jawab serta kemampuan merespon secara
menyeluruh pada suatu organisasi, di mana setiap manajer dan pekerja memandang
manajemen resiko sebagai bagian dari deskripsi kerja.Manajemen resiko mendukung
akuntabilitas (keterbukaan), kinerja pengukuran dan reward, mempromosikan efisiensi
operasional dari semua tingkatan.
Definisi manajemen resiko (risk management) di atas dapat dijabarkan lebih lanjut
berdasarkan kata kunci sebagai berikut:
1. On going process
Manajemen resiko dilaksanakan secara terus menerus dan dimonitor secara
berkala. Manajemen resiko bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan sesekali (one time
event).
2. Effected by people
Manajemen resiko ditentukan oleh pihak-pihak yang berada di lingkungan
organisasi. Untuk lingkungan instansi pemerintah, manajemen resiko dirumuskan oleh
pimpinan dan pegawai institusi/departemen yang bersangkutan.
3. Applied in strategy setting
Manajemen resiko telah disusun sejak dari perumusan strategi organisasi oleh
manajemen puncak organisasi. Dengan penggunaan manajemen resiko, strategi yang
disiapkan disesuaikan dengan resiko yang dihadapi oleh masing-masing bagian/unit dari
organisasi.
4. Applied across the enterprised
Strategi yang telah dipilih berdasarkan manajemen resiko diaplikasikan dalam
kegiatan operasional, dan mencakup seluruh bagian/unit pada organisasi. Mengingat
resiko masing-masing bagian berbeda, maka penerapan manajemen resiko berdasarkan
penentuan resiko oleh masing-masing bagian.
5. Designed to identify potential events
Manajemen resiko dirancang untuk mengidentifikasi kejadian atau keadaan
yang secara potensial menyebabkan terganggunya pencapaian tujuan organisasi.
6. Provide reasonable assurance
Resiko yang dikelola dengan tepat dan wajar akan menyediakan jaminan bahwa
kegiatan dan pelayanan oleh organisasi dapat berlangsung secara optimal.
7. Geared to achieve objectives
Manajemen resiko diharapkan dapat menjadi pedoman bagi organisasi dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen resiko adalah untuk mengurangi resiko
yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang
dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang
disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi, dan politik. Di sisi lain,
pelaksanaan manajemen resiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia,
khususnya entitas manajemen resiko (manusia, staff, organisasi).
Dalam perkembangannya resiko-resiko yang dibahas dalam manajemen resiko
dapat diklasifikasi menjadi:
a) Resiko Operasional
b) Resiko Hazard
c) Resiko Finansial
d) Resiko Strategis
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan manajemen resiko
terintegrasi korporasi (enterprise risk management). Manajemen resiko dimulai dari
proses identifikasi resiko, menganalisa resiko, monitoring dan evaluasi.
a. Mengidentifikasi resiko
Proses ini meliputi identifikasi resiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas
usaha. Identifikasi resiko secara akurat dan kompleks sangatlah vital dalam manajemen
resiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi resiko adalah mendaftar resiko yang
mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam
identifikasi resiko antara lain:
1. Brainstorming
2. Survey
3. Wawancara
4. Informasi historis
5. Kelompok kerja
b. Menganalisa resiko
Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran
resiko dengan cara melihat seberapa besar potensi terjadinya kerusakan (severity) dan
probabilitas terjadinya resiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event
sangatlah subjektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa resiko
memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas
suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangatlah penting
untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan
dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen resiko.
Kesulitan dalam pengukuran resiko adalah menentukan kemungkinan terjadi
suatu resiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa resiko
tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak kerusakan (severity) sering kali cukup sulit
untuk asset immaterial.
c. Monitoring resiko dan evaluasi
Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu resiko merupakan bagian
penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen resiko tidaklah berhenti
sampai di sini saja. Praktek, pengalaman, dan terjadinya kerugian akan membutuhkan
suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu resiko.
Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi resiko
dan pengukuran resiko untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan
untuk mengidentifikasi adanya resiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika
suatu resiko terjadi maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara
efektif.
2.1 Konsep Resiko
Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau
tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak
pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Istilah resiko
memiliki beberapa definisi. Resiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian, atau
keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Menurut
Vaughan (1978) mengemukakan beberapa definisi resiko sebagai berikut:
1. Risk is the chance of loss (resiko adalah kans kerugian)
Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap
kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan
tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Dalam hal chance of loss 100%,
berarti kerugian adalah pasti sehingga resiko tidak ada.
2.
Risk is the possibility of loss (resiko adalah kemungkinan kerugian).
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara
nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
3.
Risk is uncertainty (resiko adalah ketidakpastian).
Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective uncertainty
merupakan penilaian individu terhadap situasi resiko yang didasarkan pada pengetahuan
dan sikap individu yang bersangkutan. Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua
definisi resiko berikut.
4. Risk is the dispersion of actual from expected results (resiko merupakan penyebaran hasil
aktual dari hasil yang diharapkan).
Ahli statistik mendefinisikan resiko sebagai derajat penyimpangan sesuatu nilai di
sekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata.
5.
Risk is the probability of any outcome different from the one expected (resiko adalah
probabilitas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan)
Menurut definisi di atas, resiko bukan probabilitas dari suatu kejadian tunggal,
tetapi probabilitas dari beberapa outcome yang berbeda dari yang diharapkan. Dari
berbagai definisi di atas, resiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat
buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain,
kemungkinan itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian.
Konsep lain yang berkaitan dengan resiko adalah peril dan hazard. Peril
merupakan suatu peristiwa yang dapat menimbulkan terjadinya suatu kerugian.
Sedangkan hazard merupakan keadaan dan kondisi yang dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya peril.
Hazard terdiri dari beberapa tipe, yaitu:
1. Physical hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber pada karakteristik
secara fisik dari objek yang dapat memperbesar terjadinya kerugian.
2. Moral hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber dari orang yang berkaitan
dengan sikap mental, pandangan hidup dan kebiasaan yang dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya peril.
3. Morale hazard merupakan suatu kondisi dari orang yang merasa sudah
memperoleh jaminan dan menimbulkan kecerobohan sehingga memungkinkan
timbulnya peril.
4. Legal hazard merupakan suatu kondisi pengabaian atas suatu peraturan atau
perundang-undangan yang bertujuan melindungi masyarakat sehingga memperbesar
terjadinya peril.
Resiko dapat terjadi pada pelayanan, kinerja, dan reputasi dari institusi yang
bersangkutan. Resiko yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
kejadian alam, operasional, manusia, politik, teknologi, pegawai, keuangan, hukum, dan
manajemen dari organisasi.
Suatu resiko yang terjadi dapat berasal dari resiko lainnya, dan dapat disebabkan
oleh berbagai faktor. Resiko rendahnya kinerja suatu instansi berasal dari resiko
rendahnya mutu pelayanan kepada publik. Resiko terakhir disebabkan oleh faktor-faktor
sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dan operasional seperti keterbatasan
fasilitas kantor. Resiko yang terjadi akan berdampak pada tidak tercapainya misi dan
tujuan dari instansi tersebut, dan timbulnya ketidakpercayaan dari publik.
Resiko diyakini tidak dapat dihindari. Berkenaan dengan sektor publik yang
menuntut transparansi dan peningkatan kinerja dengan dana yang terbatas, resiko yang
dihadapi instansi Pemerintah akan semakin bertambah dan meningkat. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap resiko menjadi keniscayaan untuk dapat menentukan prioritas
strategi dan program dalam pencapaian tujuan organisasi.
3.1 Kategori Resiko
Resiko dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk :
1. Resiko spekulatif
Resiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat
memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Resiko spekulatif
kadang-kadang dikenal dengan istilah resiko bisnis (business risk). Seseorang yang
menginvestasikan dananya di suatu tempat menghadapi dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan.
Resiko yang dihadapi seperti ini adalah resiko spekulatif.
2. Resiko murni
Resiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan
atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah
kebakaran, apabila perusahaan menderita kebakaran, maka perusahaan tersebut akan
menderita kerugian. Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan
demikian kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan
kecuali ada kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Resiko
murni adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa
dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan resiko murni
adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu
sebabnya resiko murni kadang dikenal dengan istilah resiko yang dapat diasuransikan (
insurable risk ). Perbedaan utama antara resiko spekulatif dengan resiko murni adalah
kemungkinan untung ada atau tidak, untuk resiko spekulatif masih terdapat
kemungkinan untung sedangkan untuk resiko murni tidak dapat kemungkinan untung.
Kejadian sesungguhnya terkadang menyimpang dari perkiraan. Artinya ada
kemungkinan penyimpangan yang menguntungkan maupun merugikan. Jika kedua
kemungkinan itu ada, maka dikatakan resiko itu bersifat spekulatif. Sebaliknya, lawan
dari risiko spekulatif adalah resiko murni, yaitu hanya ada kemungkinan kerugian dan
tidak mempunyai kemungkinan keuntungan. Manajer resiko tugas utamanya menangani
risiko murni dan tidak menangani risiko spekulatif, kecuali jika adanya resiko spekulatif
memaksanya untuk menghadapi resiko murni tersebut.
Menentukan sumber resiko adalah penting karena mempengaruhi cara
penanganannya. Sumber resiko dapat diklasifikasikan sebagai resiko sosial, resiko fisik,
dan resiko ekonomi.
Biaya-biaya yang ditimbulkan karena menanggung resiko atau ketidakpastian
dapat dibagi sebagai berikut:
1. Biaya-biaya dari kerugian yang tidak diharapkan
2. Biaya-biaya dari ketidakpastian itu sendiri
4.1 Mengidentifikasi resiko
Pengidentifikasian resiko merupakan proses analisa untuk menemukan secara
sistematis dan berkesinambungan atas resiko (kerugian yang potensial) yang dihadapi
perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan checklist untuk pendekatan yang sistematis
dalam menentukan kerugian potensial. Salah satu alternatif sistem pengklasifikasian
kerugian dalam suatu checklist adalah; kerugian hak milik (property losses), kewajiban
mengganti kerugian orang lain (liability losses) dan kerugian personalia (personnel
losses). Checklist yang dibangun sebelumnya untuk menemukan resiko dan menjelaskan
jenis-jenis kerugian yang dihadapi oleh suatu perusahaan.
Perusahaan yang sifat operasinya kompleks, berdiversifikasi dan dinamis, maka
diperlukan metode yang lebih sistematis untuk mengeksplorasi semua segi. Metode yang
dianjurkan adalah sebagai berikut:
1. Questioner analisis resiko (risk analysis questionnaire)
2. Metode laporan Keuangan (financial statement method)
3. Metode peta aliran (flow-chart)
4. Inspeksi langsung pada objek
5. Interaksi yang terencana dengan bagian-bagian perusahaan
6. Catatan statistik dari kerugian masa lalu
7. Analisis lingkungan
Dengan mengamati langsung jalannya operasi, bekerjanya mesin, peralatan,
lingkungan kerja, kebiasaan pegawai dan seterusnya, manajer resiko dapat mempelajari
kemungkinan tentang hazard. Oleh karena itu, keberhasilannya dalam mengidentifikasi
resiko tergantung pada kerja sama yang erat dengan bagian-bagian lain yang terkait
dalam perusahaan. Manajer resiko dapat menggunakan tenaga pihak luar untuk proses
mengidentifikasikan resiko, yaitu agen asuransi, broker, atau konsultan manajemen
resiko. Hal ini tentunya memiliki kelemahan, di mana mereka membatasi proses hanya
pada resiko yang diasuransikan saja. Dalam hal ini diperlukan strategi manajemen
untuk menentukan metode atau kombinasi metode yang cocok dengan situasi yang
dihadapi
BAB III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen resiko adalah suatu
proses mengidentifikasi, mengukur resiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya
melalui sumber daya yang tersedia.
Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua
wirausaha. Proses di mana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat menunjukkan
resiko yang terjadi pada suatu aktivitas menuju keberhasilan di dalam masing-masing
aktivitas dari semua aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik adalah
identifikasi dan cara mengatasi resiko
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
HIRA (Hazard Identification and Risk Assessment) and
Sample of HIRA
December 30, 2012 by helmidadang
Dalam upaya K3, basis dasarnya adalah loss control dan loss prevention. Keduanya berbasis
pada hal yang sama yaitu: manajemen risiko K3. Risiko K3 sendiri muncul dari adanya
hazards. Hazard(s) didefinisikan sebagai “source, situation, or act with a potential for harm
in terms of human injury or ill health, or a combination of these”. Dari definisi ini juga
terlihat bahwa risiko yang dimanage termasuk risiko kesehatan (risiko terhadap terjadinya ‘ill
health’). Ill health sendiri didefinisikan sebagai “identifiable, adverse physical or mental
condition arising from and/or made worse by a work activity and/or work-related situation”.
Dalam konteks ini maka risiko yang dibahas adalah potensi penyakit yang muncul akibat
pekerjaan atau yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan. Namun sayangnya, dalam proses
hazard identification and risk assessment, risiko kesehatan masih menjadi anak tiri. Misalnya
saja ketika melakukan HIRA mengenai pengoperasian mesin pemotong rumput, maka risiko
yang diidentifikasi akan berfokus kepada terkena blade, terpantul kerikil. Namun jarang yang
mengidentifikasi risiko munculnya gangguan neuromuscular pada tangan akibat hazard:
hand arm vibration; atau munculnya hearing loss akibat hazard: noise.
Pada dasarnya Health Risk Assessment (HRA) secara konsep sama dengan HIRA Safety
secara umum. Jadi dengan menilai kombinasi likelihood dan consequence suatu potensi ill
health yang diakibatkan oleh suatu hazard. Yang membedakannya hanyalah pendekatan
terhadap hazards. Dalam safety, hazards muncul dari faktor elektrik, mekanis, kinetis, dll.
Sedangkan aspek kesehatan hazards dilihat sebagai faktor fisika, biologi, kimia, ergonomic,
dan psikososial. Kemudian dalam pendekatan terhadap risiko potensi yang terjadi pada
safety, yang diidentifikasi adalah ‘cedera atau injury’ yang muncul bersifat akut sedangkan
pada kesehatan, yang diidentifikasi adalah ‘gangguan fungsi atau munculnya suatu penyakit’
sehingga lebih bersifat ‘long-term’.
Pada HIRA, memang dibutuhkan satu hal yang lebih spesifik yaitu kemampuan menilai
‘proses interaksi antara manusia dengan alat, material, dan lingkungannya’. Pada HIRA
prosesnya dimulai dengan melakukan ‘desk study’ terhadap proses kerja yang ada di tempat
kerja. Pada tahap ini assessor melakukan identifikasi yang bersifat ‘forecast’ terhadap
pekerjaan yang ada di tempat kerja. Assessor melakukan document review termasuk terhadap
blueprint fasilitas, prosedur kerja, dan material safety data sheet atas bahan-bahan yang
dipakai. Fase ini dikenal juga sebagai tahap ‘anticipation’. Tahap berikutnya adalah
melakukan ‘recognition’ di tempat kerja untuk melakukan identifikasi dan konfirmasi atas
hazard yang diidentifikasi pada fase sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan melakukan ‘walk
trough survey’ di tempat kerja dengan melakukan penelusuran secara sistematik di tempat
kerja. Pada kondisi ini, assessor harus mengidentifikasi :





‘what’-apa saja hazard yang ada di tempat kerja,
‘who’-siapa saja yang terpapar hazard ini,
‘when’-kapan dan seberapa lama paparan dapat terjadi,
‘where’- dimana bahaya muncul dan dimana paparan akan terjadi
‘how’- bagaimana paparan itu terjadi
Kemudian tahap berikutnya adalah melakukan ‘evaluasi’ terhadap risiko dengan menilai nilai
ambang batas. Penilaian bisa dilakukan dengan cara langsung yaitu mengukur terhadap
‘dose’ hazard yang diterima personel dengan alat ukur, atau dengan cara matematis yaitu
dengan melakukan perhitungan berdasarkan NAB yang telah ditetapkan.
Setelah melakukan hal ini dilakukan maka langkah berikutnya adalah tahap menentukan
langkah-langkah pengendalian dan penanggulangan yang akan dijalankan. Pendekatannya
dapat menggunakan hirarki control sebagaimana pada HIRA Safety yaitu: Eliminasi,
Substitusi, Engineering, Administration, dan PPE. Namun fokusnya diarahkan kepada tiga
hal yaitu:



Pengendalian di tempat asal hazard (‘source’)
Pengendalian di jalur atau mode paparan (‘exposure’)
Pengendalian pada orang yang terpajan (‘host’)
Setelah melakukan hal ini langkah berikutnya dalah dengan melakukan komunikasi dan
konsultasi hasil HIRA ini kepada semua pihak terkait dengan focus kepada bagaiaman
pekerja mengenali bahaya ini, risiko apa yang dihadapi, dan bagaimana cara penanganannya.
Proses komunikasi dapat dilakukan dengan menempatkan rambu dan marka, label dan tanda
terkait dengan bahaya dan risiko ini. Kemudian langkah terakhir adalah dengan melakukan
monitor dan review terhadap pelaksanaan langkah control, hazards yang ada di tempat kerja,
dan dampak yang muncul pada karyawan.
Dengan melakukan proses HIRA ini seperti di atas, maka risiko-risiko kesehatan dapat
diidentifikasi, dikendalikan, dan ditanggulangi jauh sebelum memunculkan dampak yang
merugikan kesehatan pekerja. Karena penyakit akibat kerja akan menghasilkan kecacatan
menetap yang sulit disembuhkan dan mengganggu fungsi social pekerja dalam jangka
panjang.
Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Download