Managemen Risiko di Tempat Kerja Managemen Risiko Di Tempat Kerja Disusun oleh : NOVA BUDI TRIYONO (KM.11.00301) Kelas: KM4B PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA 2013/2014 A. Managemen Risiko Di Tempat Kerja 1. Menurut Smith (1990 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran,dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut. 2. Menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam Anonim 2009), Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian. 3. Menurut William, et.al (1995 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi. 4. Dorfman (1998 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian. Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan managemen risiko adalah Penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan akitivitas dalam kegiatan identifikasi bahaya, analisa, penilaian, penanganan dan pemantauan serta review risiko. Tujuan managemen risiko di tempat kerja: meminimalkan kerugian akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk meningkatkan produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman, memotong mata rantai kejadian kerugian akibat kegagalan Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah dan memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau mentransfer resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki adalah untuk mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil (Shen 1997 dikutip dalam Anonim 2009). Manfaat manajemen risiko: Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al., 1996 dikutip dalam Anonim 2009) 1. Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit. 2. Memudahkan estimasi biaya. 3. Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam cara yang benar. 4. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan ketidakpastian dalam keadaan yang nyata. 5. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah. 6. Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan. 7. Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah. 8. Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif. Menurut Darmawi (2005 dikutip dalam Anonim 2009) Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu : 1. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan. 2. Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba. 3. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung. 4. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu. 5. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image. Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, maka secara implisit sudah terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara lain sebagai berikut ini (Darmawi 2005 dikutip dalam Anonim 2009). a. Survival b. Kedamaian pikiran c. Memperkecil biaya d. Menstabilkan pendapatan perusahaan e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan g. Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat. B. Eliminasi Eliminasi adalah Menghilangkan suatu bahan/tahapan proses berbahaya. tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis. Contoh-contoh eliminasi bahaya yang dapat dilakukan misalnya: bahaya jatuh, bahaya ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahaya kimia. C. Subtitusi Subtitusi adalah Metode pengendalian bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah. D. Pengendalian secara teknik (enginering control) Pengendalian ini dilakukan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan. Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah adanya penutup mesin/machine guard, circuit breaker, interlock system, start-up alarm, ventilation system, sensor, sound enclosure. E. Pengendalian secara administratif Kontrol administratif ditujukan pengandalian dari sisi orang yang akan melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman. Jenis pengendalian ini antara lain: seleksi karyawan, adanya standar operasi baku (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, investigasi dll. F. Alat pelindung diri Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan hal yang paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya,dan APD hanya berfungsi untuk mengurangi seriko dari dampak bahaya. Karena sifatnya hanya mengurangi, perlu dihindari ketergantungan hanya menggandalkan alat pelindung diri dalam menyelesaikan setiap pekerjaan. Alat pelindung diri Mandatory adalah antara lain: Topi keselamtan (Helmet), kacamata keselamatan, Masker, Sarung tangan, earplug, Pakaian (Uniform) dan Sepatu Keselamatan. Dan APD yang lain yang dibutuhkan untuk kondisi khusus, yang membutuhkan perlindungan lebih misalnya: faceshield, respirator, SCBA (Self Content Breathing Aparatus),dll. Pemeliharaan dan pelatihan menggunakan alat pelindung diripun sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas manfaat dari alat tersebut. Dalam aplikasi pengendalian bahaya, selain kita berfokus pada hirarkinya tentunya dipikirkan pula kombinasi beberapa pengendalian lainnya agar efektifitasnya tinggi sehingga bahaya dan resiko yang ada semakin kecil untuk menimbulkan kecelakaan. Contoh : adanya adanya unit mesin baru yang sebelumnya memiliki kebisingan 100 dBA dilberikan enclosure (dengan metode engineering control) sehingga memiliki kebisingan 90 dBA, selain itu ditambahkan pula safety sign dilokasi kerja, adanya preventive maintenance untuk menjaga keandalaann mesin dan kebisingan terjaga, pengukuran kebisingan secara berkala, diberikan pelatihan dan penggunaan earplug yang sesuai. REFERENSI: 1. http://www.google.co.id/#output=search&sclient=psyab&q=cara+kerja+eliminasi+dalam+pengendalian+risiko+akibat+kerja&oq=cara+kerja+elim inasi+dalam+pengendalian+risiko+akibat+kerja 2. 3. http://okleqs.wordpress.com/2008/01/05/manajemen-risiko/ http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemen-risiko-dalam-keselamatan-dankesehatan-kerja/ 4. http://krisinashare.blogspot.com/p/blog-page_12.html Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq MENCEGAH KECELAKAAN KERJA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan. Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. BAB II PEMBAHASAN A. Pencegahan merupakan cara yang paling efektif Konsep dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja : Dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yaitu : perilaku yang tidak aman dan kondisi lingkungan yang tidak aman, berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut: 1. sembrono dan tidak hati-hati 2. tidak mematuhi peraturan 3. tidak mengikuti standar prosedur kerja. 4. tidak memakai alat pelindung diri 5. kondisi badan yang lemah Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas. B. Jenis kecelakaan pada beberapa bidang industri Manufaktur (termasuk elektronik, produksi metal dan lain-lain) 1. terjepit, terlindas 2. teriris, terpotong 3. jatuh terpeleset 4. tindakan yg tidak benar 5. tertabrak 6. berkontak dengan bahan yang berbahaya 7. terjatuh, terguling 8. kejatuhan barang dari atas 9. terkena benturan keras 10. terkena barang yang runtuh, roboh Elektronik (manufaktur) 1. teriris, terpotong 2. terlindas, tertabrak 3. berkontak dengan bahan kimia 4. kebocoran gas 5. Menurunnya daya pendengaran, daya penglihatan Produksi metal (manufaktur) 1. terjepit, terlindas 2. tertusuk, terpotong, tergores 3. jatuh terpeleset Petrokimia (minyak dan produksi batu bara, produksi karet, produksi karet, produksi plastik) 1. terjepit, terlindas 2. teriris, terpotong, tergores 3. jatuh terpelest 4. tindakan yang tidak benar 5. tertabrak 6. terkena benturan keras Konstruksi 1. jatuh terpeleset 2. kejatuhan barang dari atas 3. terinjak 4. terkena barang yang runtuh, roboh 5. berkontak dengan suhu panas, suhu dingin 6. terjatuh, terguling 7. terjepit, terlindas 8. tertabrak 9. tindakan yang tidak benar 10. terkena benturan keras Produksi alat transportasi bidang reparasi 1. terjepit, terlindas 2. tertusuk, terpotong, tergores 3. terkena ledakan C. Pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tujuan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja adalah mencegah terjadinya kecelakaan. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah pengambilan tindakan yang tepat terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan. Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja Melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit. Berbagai arah keselamatan dan kesehatan kerja 1. Mengantisipasi keberadaan faktor penyebab bahaya dan melakukan pencegahan sebelumnya. 2. Memahami jenis-jenis bahaya yang ada di tempat kerja 3. Mengevaluasi tingkat bahaya di tempat kerja 4. Mengendalikan terjadinya bahaya atau komplikasi. Mengenai peraturan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja Yang terutama adalah UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja dan Detail Pelaksanaan UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja. Faktor penyebab berbahaya yang sering ditemui 1. Bahaya jenis kimia: terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal, cairan non-metal, hidrokarbon dan abu, gas, uap steam, asap dan embun yang beracun. 2. Bahaya jenis fisika: lingkungan yang bertemperatur panas dingin, lingkungan yang beradiasi pengion dan non pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak normal. 3. Bahaya yang mengancam manusia dikarenakan jenis proyek: pencahayaan dan penerangan yang kurang, bahaya dari pengangkutan, dan bahaya yg ditimbulkan oleh peralatan. Cara pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja 1. Pengendalian teknik: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara. 2. Pengendalian administrasi: mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda – tanda peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan darurat. 3. Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan. Mengapa diperlukan adanya pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja? Menurut H. W. Heinrich, penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan. Oleh karena itu, pelaksanaan diklat keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dapat mencegah perilaku yang tidak aman dan memperbaiki kondisi lingkungan yang tidak aman. Tujuan pelatihan Agar tenaga kerja memiliki pengetahuan dan kemampuan mencegah kecelakaan kerja, mengembangkan konsep dan kebiasaan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, memahami ancaman bahaya yang ada di tempat kerja dan menggunakan langkah pencegahan kecelakaan kerja. Peraturan yang perlu ditaati UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengatur agar tenaga kerja, petugas keselamatan dan kesehatan kerja dan manajer wajib mengikuti pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja. Obyek pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Petugas keselamatan dan kesehatan kerja Manajer bagian operasional keselamatan dan kesehatan kerja Petugas operator mesin dan perlengkapan yang berbahaya Petugas operator khusus Petugas operator umum Petugas penguji kondisi lingkungan kerja Petugas estimasi keselamatan pembangunan Petugas estimasi keselamatan proses produksi Petugas penyelamat 1. Tenaga kerja baru atau sebelum tenaga kerja mendapat rotasi pekerjaan Jadwal dan isi program pelatihan Berbagai obyek pelatihan disesuaikan dengan peraturan mengenai jadwal dan isi program pelatihan. Prinsip analisa keselamatan dan kesehatan kerja Mencari penyebab dari seluruh tingkat lapisan, dari lapisan umum sampai dengan pokok penyebabnya, dicari secara tuntas, hingga dapat diketahui penyebab utamanya dan melakukan perbaikan. Pencegahan kecelakaan kerja Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, sebelumnya harus dimulai dari pengenalan bahaya di tempat kerja, estimasi, tiga langkah pengendalian, dalam pengenalan bahaya perlu adanya konfirmasi keberadaan bahaya di tempat kerja, memutuskan pengaruh bahaya; dalam mengestimasi bahaya perlu diketahui adanya tenaga kerja di bawah ancaman bahaya pajanan atau kemungkinan pajanan, konfirmasi apakah kadar pajanan sesuai dengan peraturan, memahami pengendalian perlengkapan atau apakah langkah manajemen sesuai persyaratan; dalam pengendalian bahaya perlu dilakukan pengendalian sumber bahaya, dari pengendalian jalur bahaya, dari pengendalian tambahan terhadap tenaga kerja pajanan, menetapkan prosedur pengamanan. Tindakan penanganan setelah terjadi kecelakaaan kerja Berdasarkan UU Perlindungan Tenaga Kerja dan Kecelakaan Kerja, pemilik usaha pada saat mulai memakai tenaga kerja, harus membantu tenaga kerjanya untuk mendaftar keikutsertaan asuransi tenaga kerja, demi menjamin keselamatan tenga kerja. Selain itu, setelah terjadi kecelakaan kerja, pemilik usaha wajib memberikan subsidi kecelakaan kerja, apabila pemilik usaha tidak mendaftarkan tenaga kerjanya ikut serta asuransi tenaga kerja sesuai dengan UU Standar Ketenagakerjaan, maka pemilik usaha akan dikenakan denda. D. Data keselamatan dan kesehatan kerja di industri elektronik a. Karakteristik industri elektronik Karakteristik industri elektronik adalah mengoperasikan mesin atau peralatan dengan tenaga besar, mesin atau peralatan tersebut dapat beroperasi secara otomatis atau setengah otomatis atau beroperasi dengan menggunakan bahan kimia yang korosif. Kecelakaan kerja yang terjadi terbagi dalam 3 golongan bahaya, yaitu: bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya ergonomik. 1. Bahaya kimia: terhirup atau kontak kulit dengan cairan metal, cairan non metal, hidrokarbon, debu, uap steam, asap, gas dan embun beracun 2. Bahaya fisik: suhu lingkungan yang ekstrim panas dingin, radiasi non pengion dan pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak normal. 3. Bahaya ergonomik: bahaya karena pencahayaan yang kurang, pekerjaan pengangkutan dan peralatan. b. Analisa kasus Peralatan industri eleltronik sebagian besar menggunakan listrik tegangan tinggi, tingkat kecelakaan yang ditimbulkan berbeda. Dari contoh kasus yang dipilih di bawah ini, kecelakaan yang banyak mengakibatkan kematian adalah terjepit dan terlindas. Jenis kecelakaan lain juga bisa menimbulkan kecelakaan yang serius. Dengan adanya contoh kasus di bawah ini diharapkan dapat membuat pemilik usaha dan pekerja mengerti akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Tiga tahapan penyebab kecelakaan yang akan dianalisa: 1. Penyebab umum : penyebab utama yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan keselamatan dan kesehatan kerja. 2. Penyebab terperinci : penyebab yang mengakibatkan terjadinya penyebab umum. 3. Penyebab pokok : penyebab paling dasar yang mengakibatkan kecelakaan. Setelah setiap tahapan penyebab dijelaskan, akan diberikan penjelasan tambahan mengenai kondisi lingkungan yang tidak aman dan perilaku yang tidak aman. Lingkungan yang tidak aman: pemilik usaha tidak menyediakan peralatan dan prosedur yang aman bagi lingkungan kerja, jadwal kerja yang tidak tepat, dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja yang tidak efisien, dan lain sebagainya . Perilaku kerja yang tidak aman: konsekuensi dari tidak adanya budaya keselamatan dan kesehatan kerja, pekerja yang tidak mematuhi peraturan prosedur kerja, dan sikap ketidak hati- hatian dalam bekerja. Klasifikasi di atas dilakukan secara garis besar, dalam beberapa situasi bias terjadi kecelakaan secara bersamaan, berdasarkan sudut pembicaraan bias menghasilkan hal yang berbeda, sehingga ruang lingkupnya fleksibel. Bagian terakhir diberikan beberapa strategi perbaikan situasi untuk meningkatkan mutu lingkungan kerja dan menambah produktifitas. c. Terjepit terlindas Judul kasus : Kematian yang terjadi karena terlindas mesin pengangkut bahan baku di area penampungan melanism. Petugas operator Wanita, 25 tahun, pengalaman kerja 1,5 tahun Tugas kerja Menambahkan cairan obat di bak penampungan melanism Waktu Bulan Mei tahun X sekitar jam 5 sore. Tempat kejadian Jalur produksi Peralatan atau benda yang menyebabkan terjadinya kecelakaan Mesin pengangkut bahan baku, tiang penopang mesin pengangkut Urutan kejadian. Pada suatu hari sekitar jam 4:30-5:00 sore, seorang manajer bagian produksi sebuah perusahaan elektronik sedang melakukan inspeksi keliling di jalur produksi melanism, semuanya berjalan normal. Pada malam hari jam 9:20, saat dia melakukan inspeksi lagi, melalui pintu depan terlihat pekerja jalur produksi bak penampungan melanism telah terjepit di antara dasar mesin pengantar bahan baku dan tiang, wajahnya mengarah ke bak cairan obat, melalui pengoperasian tombol mesin, akhirnya dia dapat dipindahkan dan dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan, 1 jam kemudian korban meninggal dunia. Jalur produksi melanism panjangnya 11 meter, lebarnya 2,1 meter. Peralatan yang dipakai merupakan mesin yang bekerja secara otomatis, jalur itu terdiri dari bak pencucian air, bak pencucian asam, bak penampungan melanism dan bak lainnya. Sepanjang sisi kanan dan kiri bak terdapat tiang 10 x 10 cm setiap jarak 2 meter. Jalur berjalan dibuat menempel pada tiang dengan jarak 1,8 meter dari lantai dan mesin pengantar bahan baku beroperasi di jalur berjalan tersebut. Penyebab umum 1. Jalur produksi tidak memiliki peralatan isolasi pengamanan (gambar 2.2). (lingkungan yang tidak aman) 2. Tidak membantu atau mengawasi pekerja, di seluruh jalur hanya ada seorang pekerja yang bekerja sendirian. 3. Tidak ada pengawas keselamatan dan kesehatan kerja yang melakukan inspeksi. (lingkungan yang tidak aman). 4. Tidak memberikan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja kepada pekerja, pengetahuan pekerja akan keselamatan dan kesehatan kerja masih kurang. (perilaku yang tidak aman). 5. Tidak menetapkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja agar dapat ditaati oleh pekerja. (perilaku yang tidak aman). Penyebab terperinci 1. Pemilik usaha tidak menyediakan peralatan keselamatan dan kesehatan kerja yang memadai. (lingkungan yang tidak aman). * Penyediaan tenaga kerja yang kurang sehingga tidak memungkinkan 2 orang pekerja bekerja secara bersamaan. (lingkungan yang tidak aman). * Perusahaan tidak besar (jumlah tenaga kerja sedikit) sehingga tidak memenuhi peraturan dibentuknya pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja serta tidak adanya pengawas di tempat kerja. (lingkungan yang tidak aman). * Perusahaan mengabaikan pentingnya pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dan tidak menyediakan jalur informasi yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. (lingkungan yang tidak aman). Penyebab pokok 1. Perusahaan tidak mempunyai perencanaan alokasi tenaga kerja yang terperinci di setiap bagian.(lingkungan yang tidak aman). 2. Pengetahuan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan tidak mencukupi. (lingkungan dan perilaku yang tidak aman). Strategi Pengendalian 1. Membentuk petugas bagian keselamatan dan kesehatan kerja dan melakukan pengecekan peralatan dan pengoperasiannya secara rutin. 2. Pekerja diharuskan mengikuti pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dan memasukan contoh kasus ini sebagai materi pelajaran, meningkatkan pengetahuan pekerja akan keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terulangnya kecelakaan yang sama. 3. Menetapkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dan lolos sensor kelayakan oleh instansi terkait, kemudian diumumkan dan dilaksanakan secara wajib. 4. Bagian keselamatan dan kesehatan kerja melakukan pelatihan dan menjalankan inspeksi prosedur kerja secara ketat. 5. Membuat perencanaan alokasi tenaga kerja. 6. Membuat peralatan isolasi pengamanan dan peralatan penghenti otomastis dalam keadaan darurat, dan lain-lain, agar pekerja mempunyai peralatan pelindung diri. d. Terjepit terlindas Judul kasus : Kematian dikarenakan terjepit bagian bawah penghisap mesin pemindah lembaran ketika mengoperasikannya Petugas operator Seorang wakil pengawas bermarga Shen dan seorang teknisi bermarga Cien Tugas kerja 2 orang mengoperasikan mesin pemindah lembaran secara bersamaan, menggunakan pisau untuk memotong lembaran tembaga Waktu Bulan Juli tahun X sekitar jam 6:40 sore Tempat kejadian Jalur produksi Peralatan atau benda yang menyebabkan terjadinya kecelakaan Pisau yang terganjal, alat penghisap lembaran tembaga pada mesin pemindah lembaran Urutan kejadian Pada sebuah perusahaan IT (Industri dan Teknologi), seorang teknisi bermarga Cien yang pada awalnya berada di bagian pelapisan lem, pada suatu malam mengoperasikan mesin pemindah lembaran bersama dengan seorang asisten insinyur bermarga Chai. Sekitar jam 06:40, wakil pengawas teknisi Shen (korban bermarga Shen) memindahkan asisten insinyur Chai bekerja ke bagian pengecekan lembaran, kemudian wakil pengawas itu mengoperasikan mesin pemindah lembaran bersama dengan teknisi tadi. Dalam waktu puluhan menit mereka memotong lebih dari 20 lembar tembaga, sekitar jam 7 pisau yang mereka gunakan untuk memotong lembaran tembaga, secara bersamaan terganjal di dasar lembaran tembaga (alasan terganjal mungkin disebabkan oleh sudut pemotongan atau mata pisau yang telah tumpul, sebuah pisau kira-kira memotong 70-80 lembar tembaga, setelah itu harus diganti dengan pisau yang baru, bila tidak maka pisau akan terganjal di dasar lembaran tembaga karena telah tumpul) . Teknisi Cien mencabut pisau itu dan mulai memotong lembaran tembaga lagi, wakil pengawas Shen mungkin terlambat mencabut pisau, selain itu karena dia telah memasukkan kabel nilon ke lubang tombol penggerak dan otomatis terangkat, karena ingin hemat waktu, dia memasukkan kepalanya ke bawah alat penghisap untuk memasang pisaunya, akhirnya kepalanya terjepit di dasar alat penghisap mesin pengangkat lembaran yang sedang bergerak 13 ke bawah untuk mengambil lembaran tembaga (gambar 2.3). Karena teknisi Cien baru 3 hari dipindahkan ke area kerja bagian mesin pemindah itu, dia kurang menguasai cara kerja mesin tersebut, sehingga pada saat itu segera berteriak meminta bantuan pekerja lainnya untuk mengoperasikan mesin pemindah lembaran dan menolong wakil pengawas Shen, tetapi wakil pengawas tersebut detak jantungnya telah berhenti dan saluran pernafasannya patah. Tahapan penyebab Keterangan Penyebab umum 1. Pada mesin pengangkat lembaran yang mudah terjadi kecelakaan tidak dipasang alat isolasi pengamanan untuk memisahkan pekerja mendekati mesin. (lingkungan yang tidak aman). 2. Pisau terganjal oleh mesin dan tidak dapat segera dilepaskan. (lingkungan yang tidak aman). 3. Tombol darurat tidak terlihat secara menonjol, sehingga teknisi Cien tidak dapat segera menekan tombol tersebut untuk menghentikan mesin. (lingkungan yang tidak aman). 4. Wakil pengawas memiliki pandangan yang salah tentang keselamatan dan kesehatan kerja, membuat mesin yang tadinya semi otomatis menjadi otomatis dan tubuhnya mendekati area pengoperasian mesin tersebut. (perilaku yang tidak aman). Penyebab terperinci 1. Pemilik usaha tidak menyediakan sarana keselamatan dan kesehatan kerja yang memadai. (lingkungan yang tidak aman). 2. Pisau yang tumpul sangat mudah terganjal, tidak menuntut perusahaan penyedia peralatan untuk mendesain ulang cara kerja mesin. (lingkungan yang tidak aman). 3. Pengawas di jalur produksi otomatis tidak menghentikan perilaku tidak aman dari wakil pengawas Shen. (lingkungan yang tidak aman). Analisa Penyebab pokok 1. Perusahaan tidak memasang peralatan isolasi di tempat yang mudah terjadi kecelakaan kerja. (lingkungan yang tidak aman) 2. Perusahaan tidak mempunyai kebijakan yang menuntut agar pekerja bekerja sesuai dengan prosedur kerja atau melakukan perbaikan peralatan. (perilaku yang tidak aman). 3. Perusahaan tidak mempunyai pengetahuan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja dan pelatihan yang mencukupi. (lingkungan dan perilaku yang tidak aman). Strategi Pengendalian 1. Benar-benar menjalankan pengawasan kerja, menghilangkan penyebab perilaku yang tidak aman dan lingkungan yng tidak aman. 2. Memberikan pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja di bidang pekerjaan yang diperlukan kepada pekerja. Dan memasukan contoh kasus ini dalam materi pelajaran, demi meningkatkan pengetahuan pekerja akan keselamatan dan kesehatan kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang sama. 3. Menetapkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dan lolos sensor kelayakan oleh instansi terkait, kemudian diumumkan dan dilaksanakan secara wajib. 4. Bagian keselamatan dan kesehatan kerja melakukan pelatihan dan menjalankan inspeksi prosedur kerja secara ketat. 5. Membuat peralatan pelindung yang memisahkan mesin dan alat penghenti darurat dan lain-lain, sebagai sarana perlindungan bagi petugas. 6. Menjalankan sistem penghargaan dan hukuman, memaksa pekerja untuk mentaati prosedur standar pekerjaan. 7. Memperbaiki prosedur pengoperasian peralatan dan menghilangkan masalah pisau pemotong lembaran tembaga yang terganjal. 8. Alat penghisap Alas datar mesin pengangkat lembaran. e. Tertabrak Judul kasus : Kematian dikarenakan tertabrak alat penggantung otomatis ketika melapisi PCB dengan nikel Petugas operator Laki – laki, 25 tahun Tugas kerja Melakukan inspeksi keliling di jalur produksi BGA PCB Waktu Bulan April tahun X sekitar jam 8 pagi Tempat kejadian Area otomatis di jalur produksi Peralatan atau benda yang menyebabkan terjadinya kecelakaan Sebuah mesin penggantung otomatis . Urutan kejadian Pada suatu hari sekitar jam 8 pagi, pengawas A dan pekerja B bersama-sama melakukan inspeksi keliling di jalur produksi pelapisan BGA PCB dengan nikel. Pekerja B mendapatkan panggilan telepon sehingga pergi ke kantor di depan area pemasukan bahan baku untuk menerima telepon. Sekitar 2 menit kemudian, dia kembali ke area di jalur produksi tadi dan melihat pengawas A telah terbaring telungkup di lantai dekat area bak pencucian air, kepalanya mengeluarkan darah, kepala menghadap ke bawah dan kakinya berada di lantai sebelah jaring pengaman, punggung tertutup jaring pengaman. Setelah itu dia segera dikirim ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan, tetapi tidak dapat diselamatkan dan meninggal dunia. Tahapan penyebab Keterangan Penyebab umum 1. Memasuki area operasi otomatis tanpa mematikan mesin terlebih dahulu, ini adalah perilaku yang tidak aman, dapat dilihat konsep keselamatan dan kesehatan kerja yang tidak cukup memadai. (perilaku yang tidak aman). 2. Jalur produksi tidak mempunyai pengawas lainnya dan tidak dilengkapi dengan peralatan perekam. (lingkungan yang tidak aman). Analisa Penyebab terperinci 1. Pekerja kurang memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja yang cukup sehingga membawa dirinya sendiri dalam area berbahaya . (perilaku yang tidak aman). 2. Perusahaan tidak memasang alarm peringatan keadaan abnormal, demi mencegah orang yang tidak berkepentingan memasuki area operasi. (lingkungan yang tidak aman). Penyebab pokok 1. Perusahaan tidak memaksa pekerja mentaati prosedur standar kerja. (perilaku yang tidak aman). 2. Perusahaan tidak mempunyai pengetahuan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja dan pelatihan yang mencukupi. (lingkungan dan perilaku yang tidak aman). Strategi pengendalian 1. Pekerja diharuskan mengikuti pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dan memasukan contoh kasus ini sebagai materi pelajaran, meningkatkan pengetahuan pekerja akan keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terulangnya kecelakaan yang sama. 2. Menetapkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dan lolos sensor kelayakan oleh instansi terkait, kemudian diumumkan dan dilaksanakan secara wajib. 3. Bagian keselamatan dan kesehatan kerja melakukan pelatihan dan menjalankan inspeksi prosedur kerja secara ketat. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kasus-kasus kecelakaan kerja di atas, mungkin disebabkan oleh lingkungan yang tidak aman atau perilaku yang tidak aman. Baik pemilik usaha dan pekerja bekerja sama mengaktualisasikan keselamatan dan kesehatan kerja, pekerja setiap saat melaporkan penyebab tidak aman di lingkungan kerja kepada pemilik usaha, pemilik usaha juga bertanggung jawab melakukan perbaikan lingkungan, mengoreksi perilaku pekerja yang tidak aman. Konsep ini tergantung pada pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dalam jangka waktu panjang, hingga terbentuk budaya keselamatan dan kesehatan kerja, memperbaiki kondisi kerja secara tuntas, menjadi figur perusahaan yang baik, sehingga dapat membuat pekerja saling membantu, menjamin kelancaran produksi, mencapai tujuan nol kecelakaan kerja. B. Saran Ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah kesehatan kerja tang telah memberikan tugas makalah ini kepada saya. Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari bahwa masih banyak hal – hal yang kurang jelas baik itu dalam pengumpulan materi maupun dalam penulisan makalah ini. Oleh sebab itu penyusun sangat mengharapkan kritikan, masukan / saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Terima kasih DAFTAR PUSTAKA Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Kerja. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Strategi Peningkatan Keselamatan Kerja & Keselamatan Publik di Indonesia melalui Pendekatan Sistematik Pencegahan Kecelakaan Press Release Pidato Guru Besar Fatma Lestari FKM UI_15 Jan 2014.pdf Pengukuhan Prof. dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D. Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Keselamatan Kerja, FKM UI (Balai Sidang UI, 15 Januari 2014 Pk. 10.00-12.00) Pelbagai kecelakaan kita hadapi pada kegiatan kita sehari-hari, baik di tempat kerja maupun pada publik. Kecelakaan terjadi pada berbagai sektor dan aktivitas manusia seperti kecelakaan transportasi, kecelakaan dan kebakaran di industri minyak dan gas bumi, kecelakaan di industri kimia, industri pertambangan, manufaktur, gedung, laboratorium, universitas, perumahan. Data statistik kecelakaan kerja dari Jamsostek menunjukkan hingga akhir tahun 2012 telah terjadi 103.074 kasus kecelakaan kerja, di mana 91,21% korban kecelakaan kembali sembuh; 3,8% mengalami cacat fungsi; 2,61% mengalami cacat sebagian, dan sisanya meninggal dunia (2.419 kasus) dan mengalami cacat total tetap (37 kasus), dengan rata-rata terjadi 282 kasus kecelakaan kerja setiap harinya (Laporan Tahunan Jamsostek 2012). Singapore, diambil sebagai perbandingan, jumlah kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian tahun 2004 83 kasus, tahun 2005 (71 kasus), tahun 2006 (62 kasus), tahun 2007 (63 kasus), dan tahun 2008 terjadi 67 kasus. Data kecelakaan dari Biro Pusat Statistik diperoleh dari Kantor Kepolisian Republik Indonesia sejak tahun 1992 hingga 2004 berkisar antara 12.675 hingga 19.920 kecelakaan, dan meningkat drastis pada tahun 2005 yaitu 91.623 kasus. Peningkatan kecelakaan terjadi dari tahun 2007 hingga 2012 yaitu dari 49.553 menjadi 117.949 kecelakaan. Statistik kebakaran dari Dinas Pemadam Kebakaran & Penanggulangan Bencana DKI Jakarta selama kurun waktu 10 tahun 2003-2013 berada pada kisaran antara 708 tahun 2010 (terendah) hingga tertinggi 1039 kebakaran pada tahun 2012. Perkiraan kerugian yang diderita berkisar dari Rp. 109.838.835.000 pada tahun 2003 hingga tertinggi Rp. 298.450.580.000 pada tahun 2012. Sepanjang tahun 2013 terjadi sejumlah 997 kebakaran di DKI Jakarta dengan perkiraan kerugian Rp. 254.546.600.000, kematian sejumlah 42 jiwa dan jumlah jiwa yang terkena dampak mencapai 20.861 jiwa. Statistik kecelakaan pada Sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas) terbagi menjadi kegiatan usaha hulu dan hilir. Data kecelakaan pada kegiatan hulu Migas pada tahun 2009 – 2013 menunjukkan bahwa kematian terjadi sejumlah 4 jiwa pada tahun 2009, 17 jiwa pada tahun 2010, 11 jiwa pada tahun 2011, 8 jiwa pada tahun 2012 dan 4 jiwa pada tahun 2013. Pada kegiatan usaha hilir Migas, kejadian kecelakaan yang mengakibatkan fataliti (kematian) berjumlah 4 jiwa (tahun 2009), 2 jiwa (tahun 2010), 3 jiwa (tahun 2011), 3 jiwa (2012) dan 2 jiwa (2013). Statistik kecelakaan sektor Mineral dan Batubara sejak tahun 2008 - 2013 menunjukkan kecelakaan yang menyebabkan kematian sejak tahun 2008-2013 sejumlah 19 jiwa (2008), 44 jiwa (2009), 15 jiwa (2010), 22 jiwa (2011), 29 jiwa (2012), dan 45 jiwa (2013). Kecelakaan berdampak bagi individu maupun bagi institusi. Dampak bagi individu dapat berupa cidera ringan, cidera berat, cacat fungsi, cacat tetap, cacat total, kematian serta diikuti kesedihan mendalam bagi keluarga dan masyarakat. Dampak bagi institusi meliputi kerugian jiwa (cidera, cacat, kematian), kehilangan sumber daya berharga, biaya perawatan kesehatan, kerugian aset (uang, properti, gedung, peralatan, material, produk), mengurangi laba institusi karena menutup kerugian dari insiden, kehilangan waktu & terhentinya proses & kegiatan kerja, pencemaran lingkungan, dampak sosial & citra insitusi terhadap konsumen & masyarakat. Penerapan Keselamatan di Indonesia saat kini perlu ditingkatkan, namun terdapat tantangan antara lain masih rendahnya kesadaran keselamatan sebagian besar masyarakat Indonesia, belum terintegrasinya manajemen keselamatan secara nasional, masing-masing sektor menggerakkan diri secara sektoral dan sporadis, keselamatan belum dianggap tanggung jawab bersama. Belum semua universitas memasukkan pendidikan keselamatan ke dalam kurikulum. Selain itu, adanya pandangan bahwa kinerja keuangan lebih penting daripada upaya keselamatan kerja. Pendekatan yang dilakukan lebih bersifat “reaktif” bukan “proaktif”, pendekatan reaktif adalah jika sudah terjadi kecelakaan barulah bereaksi, sedangkan pendekatan “proaktif” lebih menekankan pencegahan kecelakaan sebelum terjadi. Kesadaran akan keselamatan dimulai dari diri sendiri, keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat. Tantangan ini telah direspons sangat baik antara lain terdapat program-program keselamatan seperti Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi : Indonesia Berbudaya K3 – 2015, SKK Migas: Journey to Zero Incidents, serta program-program keselamatan disektor lainnya. Kontribusi para akademisi melalui publikasi dan buku-buku terkait keselamatan juga memberikan sumbangan yang besar. Gerakan ini perlu didukung secara maksimal sesuai dengan kapasitas, kapabilitas serta ruang lingkup di lingkungan kita semua. Strategi peningkatan keselamatan di Indonesia harus dilakukan secara sistematik melalui pencegahan kecelakaan. Indonesia harus memiliki Visi, Luaran, dan Strategi untuk peningkatan Keselamatan melalui “Konsep Merah Putih Keselamatan”. Visi “Keselamatan untuk semua” dan “Indonesia unggul dalam Keselamatan” dapat menjadi sebuah alternatif. Luaran visi ini antara lain masyarakat sadar keselamatan, masyarakat memiliki nilai & budaya keselamatan, penurunan tingkat kecelakaan, serta keselamatan sebagai bagian aktivitas masyarakat. Peran dari seluruh para pemangku kepentingan seperti Pemerintah dari seluruh sektor, institusi pendidikan, asosiasi profesi, jasa training, profesional keselamatan, Dewan atau Komite Nasional, industri dari seluruh sektor, para pengusaha, para pekerja, organisasi serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, sukarelawan dari gerakan masyarakat, peran keluarga serta peran masing-masing individu dalam membangun dan membentuk luaran sangat diperlukan. Strategi yang dapat diterapkan antara lain membangun kapabilitas keselamatan, revitalisasi regulasi keselamatan, promosi dan penghargaan keselamatan, dan kemitraan nasional dan internasional. Strategi 1: Membangun kapabilitas Keselamatan melalui program edukasi, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja, Manajemen Risiko, Budaya Keselamatan, Peningkatan Kompetensi, bantuan langsung baik berupa konsultasi, dana dan sumber daya. Strategi 2: Revitalisasi Regulasi melalui implementasi law enforcement dengan ketat dan konsisten, penandatanganan resolusi, penerapan regulasi dan penyusunan regulasi turunan pada semua jenjang, kesempatan untuk membangun self regulation yang lebih ketat, kajian regulasi secara periodik. Strategi 3: Promosi & penghargaan melalui pengembangan kepemimpinan Keselamatan, Promosi & kampanye keselamatan, penghargaan, diseminasi informasi keselamatan & komunikasi bahaya, mendorong perusahaan besar dengan praktek keselamatan baik menjadi Role Model bagi perusahaan lainnya, dan pembuatan ranking keselamatan. Strategi 4: Kemitraan nasional & internasional melalui kolaborasi nasional & internasional. Strategi ini dapat diterapkan pada tingkat nasional Indonesia maupun pada institusi atau perusahaan. Strategi ini diadospi & dimodifikasi dari Strategi Nasional Keselamatan & Kesehatan Kerja Singapore. Tags: slide guru besar qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq MAKALAH MENCEGAH KECELAKAAN KERJA DI INDONESIA MAKALAH MENCEGAH KECELAKAAN KERJA DI INDONESIA DISUSUN OLEH : NAMA : Muhammad Candra Sadam KELAS : 3 IC 01 NPM : 24410652 DOSEN : Dr.TRI MULYANTO,ST.MT UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK MESIN DEPOK 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat. Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Kecelakaan Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa / luka / cacat maupun pencemaran. Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi akibat adanya hubungan kerja, (terjadi karena suatu pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undangundang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. B. Permasalahan Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja. C. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan. Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada. Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik. Sebab-sebab Kecelakaan Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik. Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik. Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan. 1. Faktor - faktor Kecelakaan Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen. Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktorfaktor kecelakaan tersendiri. 2. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. 3. Usaha-usaha pencegahan terjadinya kecelakaan kerja Di abad ke-21 ini semua bangsa tidak dapat lepas dari proses industrialisasi. Indikator keberhasilan dunia industri sangat bergantung pada kualitas tenaga kerja yang produktif, sehat dan berkualitas. Kita ambil contoh industri bidang konstruksi, yang merupakan kegiatan di lapangan, memiliki fenomena kompleks yang menyangkut perilaku dan manajemen keselamatan. Di dalam industri konstruksi terjadinya kecelakaan berat lima kali lipat dibandingkan industri berbasis manufaktur. Pekerjaan dan pemeliharaan konstruksi mempunyai sifat bahaya secara alamiah. Oleh sebab itu masalah bahaya harus ditempatkan pada urutan pertama program keselamatan dan kesehatan. Di sebagian besar negara , keselamatan di tempat kerja masih memprihatinkan. Seperti di Indonesia, rata-rata pekerja usia produktif (15 – 45 tahun) meninggal akibat kecelakaan kerja. Kenyataanya standard keselamatan kerja di Indonesia paling buruk dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Kecelakaan kerja bersifat tidak menguntungkan, tidak dapat diramal, tidak dapat dihindari sehingga tidak dapat diantisipasi dan interaksinya tidak disengaja. Berdasarkan penyebabnya, terjadinya kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung. Adapun sebab kecelakaan tidak langsung terdiri dari faktor lingkungan(zat kimia yang tidak aman, kondisi fisik dan mekanik) dan faktor manusia(lebih dari 80%). Pada umumnya kecelakaan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pelatihan, kurangnya pengawasan, kompleksitas dan keanekaragaman ukuran organisasi, yang kesemuanya mempengaruhi kinerja keselamatan dalam industri konstruksi. Para pekerja akan tertekan dalam bekerja apabila waktu yang disediakan untuk merencanakan, melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan terbatas. Manusia dan beban kerja serta faktor-faktor dalam lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yang disebut roda keseimbangan dinamis. Untuk mencegah gangguan daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar para buruh tetap produktif dan mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu: 1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan barunya, baik secara fisik maupun mental. 2. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja 3. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para buruh secara kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya. 4. Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di tempat kerja sebelum mereka memulai tugasnya, tujuannya agar mereka mentaatinya. 5. Penggunaan pakaian pelindung 6. Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses pencampuran bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat bising. 7. Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan dialirkan keluar. 8. Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali. 9. Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja sesuai dengan kebutuhan. Dapat disimpulkan bahwa pekerja sebagai sumberdaya dalam lingkungan kerja konstruksi harus dikelola dengan baik, sehingga dapat memacu produktivitas yang tinggi. Keinginan untuk mencapai produktivitas yang tinggi harus memperhatikan segi keselamatan kerja, seperti memastikan bahwa para pekerja dalam kondisi kerja aman. 5. KONSEPSI PENYEBAB KECELAKAAN KERJA Sebelum Revolusi Industri : Kecelakaan itu terjadi karena nasib semata-mata, sehingga pada waktu itu belum ada usaha secara rasional yang diarahkan untuk mencegah kecelakaan. Zaman Revolusi Industri tahun 1931 : Herbert W Heinrich memprakarsai teori dasar penyebab dan pencegahan kecelakaan atau yang dikenal dengan teori “Domino Kecelakaan”. Dia mengatakan bahwa sebagian besar kecelakaan ( ± 80% ) disebabkan karena faktor manusia atau dengan perkataan lain tindakan tidak aman dari manusia. a) Kapasitas Kerja Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja. b) Beban Kerja Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres. Lingkungan Kerja Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases). c) Sebab – Sebab Kecelakaan Berdasarkan konsepsi sebab kecelakaan tersebut diatas, maka ditinjau dari sudut keselamatan kerja unsur-unsur penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu : 1. Manusia. 2. Manajemen ( unsur pengatur ). 3. Material ( bahan-bahan ). 4. Mesin ( peralatan ). 5. Medan ( tempat kerja / lingkungan kerja ). Semua unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk suatu sistem tersendiri. Ketimpangan pada salah satu atau lebih unsur tersebut akan menimbulkan kecelakaan / kerugian. Berikut contoh bentuk-bentuk ketimpangan unsur 5M tersebut.: 1. Unsur Manusia, antara lain : » Tidak adanya unsur keharmonisan antar tenaga kerja maupun dengan pimpinan. » Kurangya pengetahuan / keterampilan. » ketidakmampuan fisik / mental. » Kurangnya motivasi. 1. Unsur Manajemen, antara lain : » Kurang pengawasan. » Struktur organisasi yang tidak jelas dan kurang tepat. » Kesalahan prosedur operasi. » Kesalahan pembinaan pekerja. 1. Unsur Material, antara lain : » Adanya bahan beracun / mudah terbakar. » Adanya bahan yang mengandung korosif. 1. Unsur Mesin, antara lain : » Cacat pada waktu proses pembuatan. » Kerusakan karena pengolahan. » Kesalahan perencanaan. 1. Unsur Medan, antara lain : » Penerangan tidak tepat ( silau atau gelap ). » Ventilasi buruk dan housekeeping yang jelek. e) Pencegah Kecelakaan Berdasarkan uraian diatas, maka kecelakaan terjadi karena adanya ketimpangan dalam unsur 5M, yang dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yang saling terkait, yaitu : Manusia, Perangkat keras dan Perangkat lunak. Oleh karena itu dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada ketiga unsur kelompok tersebut, yaitu : 1. Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain : a. Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar diperoleh keserasian antara bakat dan kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya. b. Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang relevan dengan pekerjaannya. c. Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertndak sesuai dengan keperluan perusahaan. d. Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang lengkap dan jelas. e. Pengawasan dan disiplin yang wajar. 1. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain : a. Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan kilang, mesin-mesin harus memperhitungkan keselamatan kerja. b. Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan, penyusunan, penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara tepat sesuai dengan standar keselamatan kerja yang berlaku. c. Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja. d. Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan. e. Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia. 2. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh level manajemen, antara lain : a. Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari safety policy. b. Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung jawab. c. Penentuan pelaksanaan pengawasan, melaksanakan dan mengawasi sistem/prosedur kerja yang benar. d. Pembuatan sistem pengendalian bahaya. e. Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan pekerja yang terpadu. f. Penggunaan standard/code yang dapat diandalkan. g. Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang ada. h. B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan 1. Pengertian Tenaga Kesehatan Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya. Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di atas. 2. Jenis Tenaga Kesehatan Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya. Jenis tenaga kesehatan terdiri dari : a. Perawat b. Perawat Gigi c. Bidan d. Fisioterapis e. Refraksionis Optisien f. Radiographer g. Apoteker h. Asisten Apoteker i. Analis Farmasi j. Dokter Umum k. Dokter Gigi l. Dokter Spesialis m. Dokter Gigi Spesialis n. Akupunkturis o. Terapis Wicara dan p. Okupasi Terapis. C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja. Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama. Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional. Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. pencegahan lebih baik daripada penanggulangan. Dengan kita mengerti tentang penyebab, akan meminimalisir adanya akibat. Dengan mengutamakan BERDO’A kepada ALLAH SWT kita juga wajib berikhtiar. Beberapa hal yg harus di ketauhi antara lain sbb: 1. Peraturan-peraturan yaitu ketentuan-ketentuan yg diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, PERENCANAAN, KONSTRUKSI, PERALATAN dan PEMELIHARAAN, PENGAWASAN, PENGUJIAN dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan supervisi medis, P3K dan pemeriksaan kesehatan. 2. STANDARISASI. Yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan hygiene umum atau alat-alat perlindungan diri. 3. PENGAWASAN. Yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yg diwajibkan. 4. PENELITIAN BERSIFAT TEKHNIK. Yang meliputi sifat ciri-ciri bahan-bahan yg berbahaya. Penyelidikan tentang pagar penaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk lambang pengangkat dan peraltan pengangkat lainnya. 5. RISET MEDIS. Yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek FISIOLOGIS dan PATOLOGIS faktor-faktor lindungan dan tekhnologis serta keadaan-keadbn fisik yg mengakibatkan kecelakaan. 6. PENELITIAN PSIKOLOGIS. Yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yg menyebabkan terjadinya kecelakaan. 7. PENELITIAN SECARA STATISTIK. Untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yg terjadi, banyaknya mengenai siapa saja dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya. 8. PENDIDIKAN yg menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum tehnik sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan. 9. LATIHAN-LATIHAN Yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja khususnya bagi tenaga kerja yg baru, dalam keselamatan kerja. 10. PENGGAIRAHAN. Yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yg dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik. 11. USAHA keselamatan pada tingkat perusahaan, yg merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah, kecelakaan-kecelakaan terjadi. Sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat kesadaran keselamatan kerja semua pihak yg bersangkutan. Untuk pencegahan kecelakaan akibat kerja diperlukan kerjasama aneka keahlian dan profesi seperti pembuat undang-undang, pegawai pemerintah, ahli-ahli tehnik, dokter, ahli ilmu jiwa, ahli statistik, guru dan sudah barang tentu pengusaha dan buruh. D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi : 1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umumPemerikasaan kesehatan awal ini meliputi: a. Anamnese pekerjaan b. Penyakit yang pernah diderita c. Alrergi d. Imunisasi yang pernah didapat e. Pemeriksaan badan f. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu : - Tuberkulin test - Psiko test 2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan. 3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja. B. Saran Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat. “ PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA MERUPAKAN TANGGUNG JAWAB KITA BERSAMA “ DAFTAR PUSTAKA Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo. Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung, 1985 1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT. http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/1822345-usaha-usaha-pencegahanterjadinya-kecelakaan/#ixzz2Mrp983wB qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Posted on September 24, 2008 by Assunnah I. PENDAHULUAN Kecelakaan Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa / luka / cacat maupun pencemaran. Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi akibat adanya hubungan kerja, (terjadi karena suatu pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan ). II. KONSEPSI PENYEBAB KECELAKAAN KERJA Sebelum Revolusi Industri : Kecelakaan itu terjadi karena nasib semata-mata, sehingga pada waktu itu belum ada usaha secara rasional yang diarahkan untuk mencegah kecelakaan. Zaman Revolusi Industri tahun 1931 : Herbert W Heinrich memprakarsai teori dasar penyebab dan pencegahan kecelakaan atau yang dikenal dengan teori “Domino Kecelakaan”. Dia mengatakan bahwa sebagian besar kecelakaan ( ± 80% ) disebabkan karena faktor manusia atau dengan perkataan lain tindakan tidak aman dari manusia. III. SEBAB SEBAB KECELAKAAN Berdasarkan konsepsi sebab kecelakaan tersebut diatas, maka ditinjau dari sudut keselamatan kerja unsur-unsur penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. Manusia. Manajemen ( unsur pengatur ). Material ( bahan-bahan ). Mesin ( peralatan ). Medan ( tempat kerja / lingkungan kerja ). Semua unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk suatu sistem tersendiri. Ketimpangan pada salah satu atau lebih unsur tersebut akan menimbulkan kecelakaan / kerugian. Berikut contoh bentuk-bentuk ketimpangan unsur 5M tersebut.: 1. Unsur Manusia, antara lain : » Tidak adanya unsur keharmonisan antar tenaga kerja maupun dengan pimpinan. » Kurangya pengetahuan / keterampilan. » ketidakmampuan fisik / mental. » Kurangnya motivasi. 1. Unsur Manajemen, antara lain : » Kurang pengawasan. » Struktur organisasi yang tidak jelas dan kurang tepat. » Kesalahan prosedur operasi. » Kesalahan pembinaan pekerja. 1. Unsur Material, antara lain : » Adanya bahan beracun / mudah terbakar. » Adanya bahan yang mengandung korosif. 1. Unsur Mesin, antara lain : » Cacat pada waktu proses pembuatan. » Kerusakan karena pengolahan. » Kesalahan perencanaan. 1. Unsur Medan, antara lain : » Penerangan tidak tepat ( silau atau gelap ). » Ventilasi buruk dan housekeeping yang jelek. IV. PENCEGAHAN KECELAKAAN Berdasarkan uraian diatas, maka kecelakaan terjadi karena adanya ketimpangan dalam unsur 5M, yang dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yang saling terkait, yaitu : Manusia, Perangkat keras dan Perangkat lunak. Oleh karena itu dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada ketiga unsur kelompok tersebut, yaitu : 1. Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain : a. Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar diperoleh keserasian antara bakat dan kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya. b. Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang relevan dengan pekerjaannya. c. Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertndak sesuai dengan keperluan perusahaan. d. Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang lengkap dan jelas. e. Pengawasan dan disiplin yang wajar. 1. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain : a. Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan kilang, mesin-mesin harus memperhitungkan keselamatan kerja. b. Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan, penyusunan, penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara tepat sesuai dengan standar keselamatan kerja yang berlaku. c. Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja. d. Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan. e. Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia. 2. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh level manajemen, antara lain : a. Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari safety policy. b. Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung jawab. c. Penentuan pelaksanaan pengawasan, sistem/prosedur kerja yang benar. melaksanakan dan mengawasi d. Pembuatan sistem pengendalian bahaya. e. Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan pekerja yang terpadu. f. Penggunaan standard/code yang dapat diandalkan. g. Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang ada. V. PENUTUP Akhirnya dapat disimpulkan, melakukan pencegahan kecelakaan kerja perlu diperhatikan unsur-unsur yang terlibat dalam pekerjaan tersebut, baik manusia, perangkat keras maupun perangkat lunak merupakan suatu kesatuan yang saling terkait dalam pencegahan kecelakaan kerja, dengan kata lain “ PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA MERUPAKAN TANGGUNG JAWAB KITA BERSAMA “ DAFTAR PUSTAKA : Berita LNG BADAK- edisi 21 September 2006 ke 8/XXVII Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq PENGERTIAN RESIKO KERJA mencegah resiko adalah upaya mengurangi beban dalam kerja supaya selamat dari kecelakaan bekerja. Pengertian Kecelakaan Akibat Kerja Kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga, tidak dikehendaki dan dapat menyebabkan kerugian baik jiwa maupun harta benda (Rachman, 1990). Menurut Suma’mur (1989), kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kerja pada perusahaan, artinya bahwa kecelakaan kerja terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Mencegah resiko dalam pekerjaan Semua orang yang bekerja di industri beresiko mengalami kecelakaan kerja. Begitu banyak bahaya bisa muncul dari sekeliling tempat kita bekerja. Salah satu cara untuk mencegah kecelakaan kerja adalah dengan menetapkan prosedur pekerjaan dan melatih para pekerja untuk bisa menjalankan prosedur tersebut. Dalam membuat prosedur pekerjaan bahaya yang akan timbul sudah di identifikasi dan di siapkan Banyak hal yang bisa dilakukan kalau kita ingin mencegah resiko keselamatan kerja. Salah satunya adalah 3,yaitu: 1. Kaji resiko dari setiap pekerjaan yang akan dilakukan. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat JSA(Job Safety Analisys) atau analisa keselamatan kerja. Yang membuat JSA tentu saja adalah orang yang terlibat langsung pada pekerjaan tersebut(misal supervisor ). Setelah JSA dibuat, dan disetujui oleh orang yang berwenang, tentu saja harus disosialisasikan kepada semua orang yeng terlibat pada pekerjaan tersebut, agar mereka benar2 paham akan resiko dari pekerjaan tadi dan juga tahu cara untuk menghilangkan/ mengurangi resiko pekerjaan tersebut. 2. Stop pekerjaan yang berbahaya. Maksud stop disini bukan berarti berhenti total bekerja, akan tetapi jika JSA sudah dilakukan dengan baik, masih ada bahaya yang timbul karena perkembangan kerja, dan tidak terdeteksi pada JSA, maka sebaiknya stop sejenak pekerjaan, diskusikan hal tersebut hingga didapat solusi agar pekerjaan dapat tetap berjalan dengan aman. 3. Laporkan setiap kecelakaan yang terjadi, kejadian hampir celaka(near miss) sekecil apapun kepada orang yang berwenang( misal safety officer, supervisor). Dengan melaporkan setiap kejadian walaupun itu kecil, maka kita bisa mengurangi/menghila ngkan potensi bahaya yang timbul sebelum itu menjadi kecelakaan yang fatal. Cara Mencegah Kecelakaan kerja Setelah mencermati sebab-sebab terjadinya kecelakaan di tempat kerja, maka dalam prakteknya, pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan dua aktivitas dasar yaitu: Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman. Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman menjadi lini depan perusahaan atau laboratorium dalam mencegah kecelakaan kerja. Penanggungjawab keselamatan kerja harus merancang tugas sedemikian rupa untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya fisik. Gunakan risk assesment atau checklist inspeksi alat untuk mengidentifikasi dan menghilankan bahayabahaya yang potensial. Mengurangi tindakan karyawan yang tidak aman. Tindakan-tindakan karyawan yang tidak aman (atau tidak sesuai prosedur kerja) dapat dikurangi dengan berbagai aktivitas/ cara, yaitu: 1) seleksi dan penempatan 2) propaganda, kampanye, atau mengenai keselamatan kerja 3) pelatihan mengenai prosedur kerja dan keselamatan kerja sera dorongan positif (positive reinforcement) 4) komitme dari manajer tingkat atas (top management). MANAJEMEN RISIKO Penerapan Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat kerja merupakan upaya utama dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat serta melindungi dan meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat dan berkinerja tinggi. Sekedar mengetahui dan memahami tujuan yang akan dicapai, tanpa melaksanakan tindakan nyata dalam aspek higiene perusahaan, ergonomi, kesehatan dan keselamatan kerja, bukan merupakan cara yang tepat untuk mengatasi kemungkinan terjadinya akibat negatif di tempat kerja. Berkaitan dengan uraian diatas, strategi penerapan manajemen risiko sesungguhnya sangat dibutuhkan dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan suatu organisasi. Berbagai pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi atau perusahaan misalnya: a. Mengabaikan risiko sama sekali, karena dianggap merupakan hal yang diluar kendali manajemen. Pendapat tersebut, merupakan cara pendekatan yang tidak tepat, karena tidak semua risiko berada diluar jangkauan kendali organisasi / perusahaan. b. Menghindari semua kegiatan atau proses produksi yang memiliki risiko. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan, karena semua aktivitas ditempat kerja sampai tingkat tertentu selalu mengandung risiko. c. Menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang dihadapi sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan melalui suatu pemikiran positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau imbalan hasil yang tinggi pula. Aspek ekonomi, sosial dan legal merupakan beberapa hal yang berkaitan dengan penerapan manajemen risiko. Dampak finansial akibat peristiwa kecelakaan kerja, gangguan kesehatan atau sakit akibat kerja, kerusakan atau kerugian aset, biaya premi asuransi, moral kerja dan sebagainya, sangat mempengaruhi produktivitas. Demikian juga aspek sosial dan kesesuaian penerapan peraturan perundang undangan yang tercermin pada segi kemanusiaan, kesejahteraan dan kepercayaan masyarakat memerlukan penyelenggaraan manajemen risiko yang dilaksanakan melalui partisipasi pihak terkait. Pada prinsipnya manajemen risiko merupakan upaya mengurangi dampak negatif risiko yang mengakibatkan kerugian pada asset organisasi baik berupa manusia, material, mesin, metoda, hasil produksi maupun finansial. Secara sistematik dilakukan pengendalian potensi bahaya serta risiko dalam proses produksi melalui aktivitas : a. Identifikasi potensi bahaya b. Penilaian risiko sebagai akibat manifestasi potensi bahaya c. Penentuan cara pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian d. Penerapan teknologi pengendalian e. Pemantauan dan pengkajian selanjutnya Potensi Bahaya dan Risiko Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda maupun lingkungan. Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat keselamatan dan kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa : – Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu – Faktor kimia : solven, gas, uap, asap, logam berat – Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus – Aspek ergonomi : desain, sikap dan cara kerja – Stresor : tekanan produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan – Listrik dan sumber energi lainnya – Mesin, peralatan kerja, pesawat – Kebakaran, peledakan, kebocoran – Tata rumah tangga (house keeping) – Sistem Manajemen peusahaan – Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya. Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi : 1. Menentukan personil penilai Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang. 2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai. 3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait. 4. Identifikasi potensi bahaya Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja, misalnya melalui : – inspeksi / survei tempat kerja rutin – informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi – laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja – lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet) – dan lain sebagainya Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko. 5. Mencari informasi / data potensi bahaya Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan. 6. Analisis Risiko Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh. 7. Evaluasi risiko Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko. 8. Menentukan langkah pengendalian Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti : a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri. b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja. d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain. e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan. 9. Menyusun pencatatan / pelaporan Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada. semoga bermanfaat bagi kita semua……….. 10. Mengkaji ulang penelitianPengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq qqq STRATEGI,PROGRAM,DAN PENDEKATAN KESELAMATAN KERJA Posted by sjafri mangkuprawira under MSDM, Mutu [14] Comments Tidak jarang para karyawan dihadapkan pada persoalan di keluarga dan perusahaan. Tekanan persoalan dapat berupa aspek emosional dan fisik, terbatasnya biaya pemeliharaan kesehatan, dan berlanjut tyerjadinya penurunan produktivitas karyawan. Pihak manajemen seharusnya mampu mengakomodasi persoalan karyawan sejauh terkait dengan kepentingan perusahaan. Pertimbangannya adalah bahwa unsur kesehatan dan karyawan memegang peranan penting dalam peningkatan mutu kerja karyawan. Semakin cukup jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan dan keamanan kerja maka semakin tinggi pula mutu kerja karyawan. Dengan demikian perusahaan akan semakin diuntungkan dalam upaya pengembangan bisnisnya. Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil dan bahkan menghilangkan kejadian kecelakaan kerja di kalangan karyawan sesuai dengan kondisi perusahaan. Strategi yang perlu diterapkan perusahaan meliputi : a. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam menghadapi kejadian kecelakaan kerja. Misalnya karena alasan finansial, kesadaran karyawan tentang keselamatan kerja dan tanggung jawab perusahaan dan karyawan maka perusahaan bisa jadi memiliki tingkat perlindungan yang minimum bahkan maksimum. b. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan kerja bersifat formal ataukah informal. Secara formal dimaksudkan setiap aturan dinyatakan secara tertulis, dilaksanakan dan dikontrol sesuai dengan aturan. Sementara secara informal dinyatakan tidak tertulis atau konvensi dan dilakukan melalui pelatihan dan kesepakatan-kesepakatan. c. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti pihak manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana sesuai kebutuhan perusahaan dan karyawan. Sementara arti reaktif, pihak manajemen perlu segera mengatasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu kejadian timbul. d. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajad keselamatan dan kesehatan kerja yang rendah sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas. Artinya perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Sesuai dengan strategi di atas maka program yang diterapkan untuk menterjemahkan strategi itu diantara perusahaan biasanya dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi perusahaan. Secara umum program memperkecil dan menghilangkan kejadian kecelakaan kerja dapat dikelompokkan : telaahan personal, pelatihan keselamatan kerja, sistem insentif, dan pembuatan aturan penyelamatan kerja. a. Telaahan Personal Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan tertentu yang diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian keselamatan kerja: (1) faktor usia; apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih lebih aman dibanding yang lebih muda ataukah sebaliknya, (2) ciri-ciri fisik karyawan seperti potensi pendengaran dan penglihatan cenderung berhubungan derajad kecelakaan karyawan yang kritis, dan (3) tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan kerja. Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa saja karyawan yang potensial untuk mengalami kecelakaan kerja. Lalu sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya. b. Sistem Insentif Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antarunit tentang keselamatan kerja paling rendah dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama enam bulan sekali. Siapa yang mampu menekan kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lain adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi kelompok karyawan di unitnya. c. Pelatihan Keselamatan Kerja Pelatihan keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan. Fokus pelatihan umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko dari pekerjaan, aturan dan peraturan keselamatan kerja, dan perilaku kerja yang aman dan berbahaya. d. Peraturan Keselamatan Kerja Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai keselamatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan melalui pemantauan, penumbuhan kedisiplinan dan tindakan tegas kepada karyawan yang cenderung melakukan kelalaian berulang-ulang. Untuk menerapkan strategi dan program di atas maka ada beberapa pendekatan sistematis yang dilakukan secara terintegrasi agar manajemen program kesehatan dan keselamatan kerja berjalan efektif berikut ini. Pendekatan Keorganisasian Merancang pekerjaan, Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program, Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja, Mengkoordinasi investigasi kecelakaan. Pendekatan Teknis Merancang kerja dan peralatan kerja, Memeriksa peralatan kerja, Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi. Pendekatan Individu Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja, Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja, Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program insentif. Diadopsi dari Tb Sjafri Mangkuprawira dan Aida Vitayala Hubeis, 2007, Manajemen Mutu SDM, PT Ghalia Indonesia. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Cara Mencegah Kecelakaan kerja Senin, 25 Januari 2010 19.49 Diposkan oleh Ahmad Rahmanto, S.Si , 0 komentar Setelah mencermati sebab-sebab terjadinya kecelakaan di tempat kerja, maka dalam prakteknya, pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan dua aktivitas dasar yaitu: Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman. Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman menjadi lini depan perusahaan atau laboratorium dalam mencegah kecelakaan kerja. Penanggungjawab keselamatan kerja harus merancang tugas sedemikian rupa untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya fisik. Gunakan risk assesment atau checklist inspeksi alat untuk mengidentifikasi dan menghilankan bahayabahaya yang potensial. Mengurangi tindakan karyawan yang tidak aman. Tindakan-tindakan karyawan yang tidak aman (atau tidak sesuai prosedur kerja) dapat dikurangi dengan berbagai aktivitas/ cara, yaitu: 1) seleksi dan penempatan 2) propaganda, kampanye, atau mengenai keselamatan kerja 3) pelatihan mengenai prosedur kerja dan keselamatan kerja sera dorongan positif (positive reinforcement) 4) komitme dari manajer tingkat atas (top management). Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Risiko Kecelakaan Kerja Beberapa tahun terakhir ini, Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko atau Hazard Identification,Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) telah menjadi dasar praktek perencanaan, pengelolaan dan pengoperasian bisnis sebagai dasar pengelolaan risiko. Organisasi yang telah melakukan penilaian risiko di tempat kerja telah mencatat banyak perubahan dalam praktek kerja mereka. Mereka yang telah melakukan penilaian risiko di pekerjaan mereka, telah melaporkan perubahan positif dalam praktek kerja mereka, mereka mengakui bertindak kurang lancar dan kondisi kerja mereka mengembangkan dan mengambil korektif yang diperlukan tindakan. Legislasi mensyaratkan bahwa proses ini harus sistematis dan dicatat sehingga hasilnya dapat diandalkan dan analisa yang lengkap. Proses pengkajian risiko harus terus menerus dan tidak boleh dianggap sebagai latihan satu kali.Tampaknya HIRARC telah menjadi sangat penting. Dengan HIRARC, satu akan dapat mengidentifikasi bahaya, menganalisis dan menilai risiko yang terkait dan kemudian menerapkan langkah pengendalian yang sesuai Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan mengenai metodologi budidaya HIRARC, harus cukup sederhana untuk digunakan oleh industri kecil dan menengah dan harus cukup fleksibel untuk digunakan oleh semua dalam berbagai sektor ekonomi, baik di sektor manufaktur, sektor konstruksi atau sektor ekonomi lainnya. Metodologi HIRARC sebagaimana diusulkan dalam Pedoman ini dimaksudkan untuk penilaian bahaya fisik. Mereka yang berniat untuk menilai bahaya kesehatan di mereka tempat kerja, harus menggunakan pedoman penilaian risiko lain yang dirancang khusus untuk tujuan tersebut. Menurut Badan Keselamatan Nasional, setiap tahun di Amerika Serikat hampir 100.000 kematian akibat kecelakaan dan kira-kira 9 jura terluka. Sebagai konsekwensinya banyak perusahaan beroperasi secara sederhana, sejauh mana kekhawatiran keselamatan, sekitar 15.000 kecelakaan fatal ditempat bekerja dan 2 jura terluka akibat pekerjaan. Total biaya yang dikeluarkan perusahaan mencapai beberapa miliar dollar per tahunnya. Tujuan dari pedoman pelaksanaan HIRARC ini adalah untuk memberikan pendekatan yang sistematis dan obyektif untuk menilai bahaya dan risiko mereka terkait yang akan memberikan ukuran yang obyektif dari sebuah diidentifikasi bahaya serta memberikan metode untuk mengendalikan risiko. Ini adalah salah satu tugas umum sebagai diatur dalam Keselamatan dan Kesehatan Act 1994 (Act 514) untuk pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman untuk karyawan mereka dan orang terkait lainnya. Strategi identifikasi hazard di lingkungan kerja sangat penting dilakukan bagi pemilik usaha (pengusaha), mandor, dan supervisor. Identifikasi hazard di tempat kerja dilakukan untuk mendapatkan informasi, dimana informasi tersebut dapat digunakan untuk menganalisis pekerjaan mereka sendiri dan mengetahui besar resiko bahaya di tempat kerja. Potensi bahaya ditempat kerja atau biasanya disebut sebagai resiko pekerjaan dalam istilah praktis, sering dikaitkan dengan kondisi atau kegiatan yang, jika dibiarkan tidak terkendali, dapat mengakibatkan cedera atau sakit. Mengidentifikasi bahaya dan menghilangkan atau mengendalikan mereka sedini mungkin akan membantu mencegah cedera dan penyakit. Mengidentifikasi dan mengenalisis bahaya pekerjaan adalah teknik yang berfokus pada tugas pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi bahaya sebelum terjadi. Hal ini berfokus pada hubungan antara pekerja, tugas, alat, dan lingkungan kerja. Idealnya, setelah Anda mengidentifikasi bahaya yang tidak terkontrol, Anda akan mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan atau mengurangi mereka untuk tingkat risiko yang dapat diterima. Data di lapangan menunjukkan bahwa angka kejadian kecelakaan akibat kerja ataupun kecelakaan akibat hubungan kerja sangatlah tinggi, tidak sedikit pekerja yang terluka dan tewas di tempat kerja setiap hari di Amerika Serikat. Keselamatan dan kesehatan dapat menambah nilai bisnis, produktivitas usaha, gairah pekerjaan, dan kehidupan. Dengan melakukan identifikasi bahaya di tempat kerja, kita mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit dengan melihat operasi di tempat kerja, menetapkan prosedur pekerjaan yang layak, dan memastikan bahwa semua pekerja dilatih dengan benar. Salah satu cara terbaik untuk menentukan dan menetapkan prosedur kerja yang tepat untuk melakukan analisis bahaya pekerjaan. Analisis bahaya pekerjaan merupakan salah satu komponen dari komitmen yang lebih besar dari keselamatan dan sistem manajemen kesehatan. Pengawas dapat menggunakan temuan dari analisis pekerjaan untuk menghilangkan bahaya dan mencegah bahaya di tempat kerja mereka. Hal ini mungkin mengakibatkan luka pekerja yang lebih sedikit dan penyakit, aman, metode kerja yang lebih efektif, biaya workers’compensation dikurangi; dan meningkatkan produktivitas pekerja. Analisis ini juga bisa menjadi alat yang berharga untuk pelatihan pekerja baru dalam langkah yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mereka aman. Untuk analisis bahaya pekerjaan yang akan efektif, manajemen harus menunjukkan komitmennya terhadap keselamatan dan kesehatan dan tindak lanjut untuk memperbaiki bahaya tidak terkendali diidentifikasi. Jika tidak, manajemen akan kehilangan kredibilitas dan pekerja mungkin ragu-ragu untuk pergi ke manajemen ketika kondisi bahaya mengancam mereka.Top of Form Bahaya berarti sumber atau situasi dengan potensi bahaya dalam hal cedera manusia atau sakit, kerusakan harta benda, kerusakan lingkungan atau kombinasi dari semuanya. mengendalikan bahaya berarti proses pelaksanaan tindakan untuk mengurangi risiko yang terkait dengan bahaya. Hirarki kontrol berarti urutan prioritas ditetapkan untuk jenis tindakan yang akan digunakan untuk mengendalikan risiko. identifikasi bahaya berarti identifikasi peristiwa yang tidak diinginkan yang mengarah ke perwujudan dari bahaya dan mekanisme dimana orang-orang yang tidak diinginkan peristiwa bisa terjadi. Risiko adalah kombinasi dari kemungkinan kejadian dari peristiwa berbahaya dengan atau periode tertentu dalam keadaan tertentu dan tingkat keparahan cedera atau kerusakan kesehatan manusia, properti, lingkungan atau kombinasi dari ini disebabkan oleh acara. Penilaian risiko berarti proses evaluasi risiko terhadap keselamatan dan kesehatan yang timbul dari bahaya di tempat kerja. Manajemen risiko total berarti prosedur yang terkait dengan identifikasi bahaya, penilaian risiko, meletakkan di tempat tindakan pengawasan, dan meninjau hasil. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan. Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada. Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik. Aspek Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang. Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya. K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja. Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawasenyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup. Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional. K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa. Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hakhak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi. Strategi Program dan Pendekatan K3 di Tempat Kerja Tidak jarang para karyawan dihadapkan pada persoalan di keluarga dan perusahaan. Tekanan persoalan dapat berupa aspek emosional dan fisik, terbatasnya biaya pemeliharaan kesehatan, dan berlanjut tyerjadinya penurunan produktivitas karyawan. Pihak manajemen seharusnya mampu mengakomodasi persoalan karyawan sejauh terkait dengan kepentingan perusahaan. Pertimbangannya adalah bahwa unsur kesehatan dan karyawan memegang peranan penting dalam peningkatan mutu kerja karyawan. Semakin cukup jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan dan keamanan kerja maka semakin tinggi pula mutu kerja karyawan. Dengan demikian perusahaan akan semakin diuntungkan dalam upaya pengembangan bisnisnya. Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil dan bahkan menghilangkan kejadian kecelakaan kerja di kalangan karyawan sesuai dengan kondisi perusahaan. Strategi yang perlu diterapkan perusahaan meliputi : 1. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam menghadapi kejadian kecelakaan kerja. Misalnya karena alasan finansial, kesadaran karyawan tentang keselamatan kerja dan tanggung jawab perusahaan dan karyawan maka perusahaan bisa jadi memiliki tingkat perlindungan yang minimum bahkan maksimum. 2. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan kerja bersifat formal ataukah informal. Secara formal dimaksudkan setiap aturan dinyatakan secara tertulis, dilaksanakan dan dikontrol sesuai dengan aturan. Sementara secara informal dinyatakan tidak tertulis atau konvensi dan dilakukan melalui pelatihan dan kesepakatan-kesepakatan. 3. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti pihak manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana sesuai kebutuhan perusahaan dan karyawan. Sementara arti reaktif, pihak manajemen perlu segera mengatasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu kejadian timbul. 4. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajad keselamatan dan kesehatan kerja yang rendah sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas. Artinya perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Sesuai dengan strategi di atas maka program yang diterapkan untuk menterjemahkan strategi itu diantara perusahaan biasanya dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi perusahaan. Secara umum program memperkecil dan menghilangkan kejadian kecelakaan kerja dapat dikelompokkan : telaahan personal, pelatihan keselamatan kerja, sistem insentif, dan pembuatan aturan penyelamatan kerja. a. Telaahan Personal Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan tertentu yang diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian keselamatan kerja: (1) faktor usia; apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih lebih aman dibanding yang lebih muda ataukah sebaliknya, (2) ciri-ciri fisik karyawan seperti potensi pendengaran dan penglihatan cenderung berhubungan derajad kecelakaan karyawan yang kritis, dan (3) tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan kerja. Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa saja karyawan yang potensial untuk mengalami kecelakaan kerja. Lalu sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya. b. Sistem Insentif Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antarunit tentang keselamatan kerja paling rendah dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama enam bulan sekali. Siapa yang mampu menekan kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lain adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi kelompok karyawan di unitnya. c. Pelatihan Keselamatan Kerja Pelatihan keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan. Fokus pelatihan umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko dari pekerjaan, aturan dan peraturan keselamatan kerja, dan perilaku kerja yang aman dan berbahaya. d. Peraturan Keselamatan Kerja Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai keselamatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan melalui pemantauan, penumbuhan kedisiplinan dan tindakan tegas kepada karyawan yang cenderung melakukan kelalaian berulang-ulang. Mengenal HIRARC Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada hakikatnya merupakan suatu program yang bertujuan menjaga stabilitas jalannya usaha. Selain itu, dengan adanya kesehatan dan keselamatan kerja anggaran untuk membiayai karyawan yang sakit akan menurun karena kesehatan dan keselamatan kerja terjaga. Dengan terjaganya kondisi karyawan, secara langsung produktivitas perusahan pun kian meningkat. Konsep dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja menyangkut dua hal. Dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yaitu: perilaku yang tidak aman dan kondisi lingkungan yang tidak aman. berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja tahun 2010, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Sembrono dan tidak hati – hati Tidak mematuhi peraturan Tidak mengikuti standar prosedur kerja. Tidak memakai alat pelindung diri Kondisi badan yang lemah Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat, dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas. Dengan mengetahui hal-hal ini, maka kita dapat melakukan identifikasi bahaya, menilai resiko dan mengendalikan risiko atau hazard atau biasa disebut proses Hazard Identification,Risk Assessment and Risk Control (HIRARC). HIRARC merupakan suatu pedoman dalam mengidentifikasi bahaya, menilai resiko dan mengendalikan resiko memiliki tujuan HIRARC adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengidentifikasi semua faktor yang dapat menyebabkan kerugian kepada karyawan dan lain-lain (yang bahaya); 2. Untuk mempertimbangkan kemungkinan besar resiko yang membahayakan siapa pun di lingkungan kerja, dan 3. Untuk memungkinkan pengusaha untuk merencanakan, memperkenalkan dan memantau tindakan pencegahan untuk memastikan bahwa risiko tersebut cukup dikendalikan setiap saat. Dalam melakukan perencanaan kegiatan HIRARC kegiatan harus memperhatikan hal-hal berikut ini: 1. Melihat kondisi 1) Mana bahaya yang tampaknya menjadi ancaman yang signifikan; 2) Memastikan apakah pengendalian yang ada memadai, dan 3) Dilakukan sebelum pelaksanaan tindakan perbaikan atau pencegahan. 1. Organisasi berniat untuk terus meningkatkan OSH Management System. Ini harus menjadi tugas pengusaha untuk menetapkan personil terlatih untuk memimpin tim karyawan yang terkait dengan satu proses tertentu atau kegiatan untuk melakukan HIRARC. Dalam melaksanakan proses HIRARC dibutuhkan 4 langkah sederhana dalam melaksanakan HIRARCH, yaitu: 1. mengklasifikasikan kegiatan kerja; 2. mengidentifikasi bahaya; 3. melakukan penilaian resiko (analisa dan memperkirakan resiko dari setiap bahaya), oleh menghitung atau menaksir kemungkinan terjadinya, dan keparahan bahaya; 4. memutuskan apakah risiko ditoleransi dan menerapkan langkah-langkah kontrol (jika perlu). Tujuan HIRARC Tujuan Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko atau Hazard Identification,Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) adalah mencegah terjadinya kecelakaan. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan, harus diambil tindakan yang tepat terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan. Prosedur ini dibuat untuk memberikan panduan dalam melakukan identifikasi bahaya dan penilaian resiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja baik karyawan maupun pihakpihak luar yang terkait dalam kegiatan perusahaan, serta menentukan pengendalian yang sesuai. Hal ini dilakukan demi melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit. Berbagai arah keselamatan dan kesehatan kerja 1. Mengantisipasi keberadaan faktor penyebab bahaya dan melakukan pencegahan sebelumnya. 2. Memahami jenis-jenis bahaya yang ada di tempat kerja 3. Mengevaluasi tingkat bahaya di tempat kerja 4. Mengendalikan terjadinya bahaya atau komplikasi. Mengenai peraturan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja Yang terutama adalah UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja dan Detail Pelaksanaan UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja. Faktor penyebab berbahaya yang sering ditemui, diantaranya: 1. Bahaya jenis kimia: terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal, cairan non-metal, hidrokarbon dan abu, gas, uap steam, asap dan embun yang beracun. 2. Bahaya jenis fisika: lingkungan yang bertemperatur panas dingin, lingkungan yang beradiasi pengion dan non pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak normal. 3. Bahaya yang mengancam manusia dikarenakan jenis proyek: pencahayaan dan penerangan yang kurang, bahaya dari pengangkutan, dan bahaya yg ditimbulkan oleh peralatan. Cara pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja 1. Pengendalian teknik: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara. 2. Pengendalian administrasi : mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda-tanda peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan darurat. 3. Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan. Ruang Lingkup definisi dan jangkauan HIRARC Identifikasi bahaya dan penilaian resiko serta pengontrolannya harus dilakukan di seluruh aktifitas usaha, termasuk aktifitas rutin dan non rutin, baik pekerjaan tersebut dilakukan oleh karyawan langsung maupun karyawan kontrak, suplier dan kontraktor, serta aktifitas fasilitas atau personal yang masuk ke dalam tempat kerja. Identifikasi bahaya dan penilaian resiko harus dilakukan oleh karyawan yang mempunyai kompetensi sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan oleh usaha. Identifikasi hazard lingkungan kerja Dalam membuat strategi untuk mengidentifikasi bahaya di lingkungan kerja, diperlukan langkah awal. Langkah awal dalam melakukan identifikasi bahaya di lingkungan kerja adalah dengan mengetahui, apakah pekerjaan itu sesuai untuk analisis pekerjaan bahaya? atau Apakah analisis bahaya pekerjaan yang dapat dilakukan di banyak pekerjaan di tempat kerja anda. Prioritas harus ditujukan ke jenis pekerjaan berikut: 1. Pekerjaan berhubungan dengan cedera atau sakit tingkat tertinggi; 2. Pekerjaan berpotensi menyebabkan luka parah atau menonaktifkan sel/organ tubuh atau sakit; 3. Pekerjaan sangat beresiko, dimana satu kesalahan manusia secara sederhana dapat mengakibatkan kecelakaan parah atau cedera; 4. Pekerjaan yang baru dengan sistem dan aturan yang berbeda dengan pekerjaan yang lama 5. Pekerjaan cukup kompleks membutuhkan instruksi tertulis. Beberapa jenis pekerjaan di atas harus diketahui terlebih dahulu oleh pemulik usaha, terlebih bagi pekerja sebelum melakukan pekerjaannya. Setelah mengetahui status pekerjaan anda, kemudian lakukan analisis dengan beberapa cara berikut ini; 1. Melibatkan pekerja, hal ini sangat penting untuk melibatkan pekerja dalam proses analisis bahaya. 2. Orang ang menganalisis harus memiliki pemahaman yang unik dari pekerjaan, dan pengetahuan untuk menemukan bahaya. Melibatkan pekerja akan membantu meminimalkan kelalaian, memastikan analisis kualitas, dan mendapatkan pekerja untuk memperdalam analisis untuk solusi karena mereka akan berbagi kepemilikan keselamatan mereka dan program kesehatan. 3. Review sejarah kecelakaan kerja. Review dilakukan dengan melihat data kejadian kecelakaan kerja dalam suatu usaha. Review pula dengan pekerja sejarah tempat kerja anda kecelakaan dan kerja penyakit yang membutuhkan perawatan, kerugian yang diperlukan perbaikan atau penggantian. Kejadian-kejadian ini adalah indikator bahwa kontrol bahaya yang ada (jika ada) mungkin tidak memadai dan layak pengawasan lebih. 4. Melakukan penelaahan pekerjaan awal. Diskusikan dengan pekerja yang akan menempati posisi yang dinilai memiliki resiko. Lakukan brainstorming bersama pekerja untuk ide-ide untuk menghilangkan atau mengendalikan bahaya. Jika ada bahaya yang menimbulkan bahaya yang langsung hidup pekerja atau kesehatan, mengambil langsung tindakan untuk melindungi pekerja. Setiap masalah yang dapat diperbaiki dengan mudah harus diperbaiki secepat mungkin. 5. Mendaftar peringkat dan prioritas untuk pekerjaan yang berbahaya. Daftar pekerjaan dengan bahaya yang menimbulkan risiko yang tidak dapat diterima, berdasarkan mereka yang paling mungkin terjadi dan dengan konsekuensi paling parah. Pekerjaan ini harus menjadi prioritas pertama Anda untuk analisis. 6. Outline langkah-langkah atau tugas. Hampir setiap pekerjaan dapat dibuat langkahlanngkah kerja. Pastikan untuk mencatat informasi yang cukup untuk menggambarkan setiap tindakan pekerjaan. Hindari membuat rincian langkah-langkah sedemikian rinci sehingga tidak perlu menjadi panjang atau sangat luas yang tidak mencakup langkahlangkah dasar. Jika dinilai perlu, anda dapat meminta masukan dari pekerja lain yang telah melakukan pekerjaan yang sama. Kemudian, meninjau langkah-langkah pekerjaan dengan pekerja untuk memastikan tidak ada yang terlewatkan. Sertakan pekerja dalam semua tahap dari analisis-bahaya yang tidak terkendali dari meninjau langkah-langkah pekerjaan dan prosedur untuk mendiskusikan dan solusi yang dianjurkan. Kadang-kadang, dalam melakukan analisis bahaya pekerjaan, foto dan video pekerjaan sangat membantu. Catatan-catatan visual dapat menjadi referensi berguna ketika melakukan analisis yang lebih rinci dari pekerjaan. Tujuan Identifikasi bahaya Tujuan identifikasi bahaya adalah untuk menyorot operasi kritis tugas, yang berisiko signifikan bagi kesehatan dan keselamatan karyawan serta menyoroti bahaya yang berkaitan dengan peralatan tertentu. Bahaya dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, bahaya kesehatan, bahaya keamanan, dan bahaya lingkungan. 1. Bahaya Kesehatan Sebuah bahaya kesehatan kerja adalah setiap agen yang dapat menyebabkan penyakit bagi seorang individu. Bahaya kesehatan yang dapat menjadi masalah serius dan segera (akut) mempengaruhi, atau dapat menyebabkan masalah kesehatan dalam jangka panjang (Kronis). Semua atau bagian tubuh mungkin akan terpengaruh. Seseorang dengan pekerjaan sakit mungkin tidak mengenali gejala-gejala segera. Sebagai contoh, kebisingan yang mengakibatkan ketulian (Temporary Treshold Syndrome). Selain itu, ada beberapa bahaya kesehatan lain seperti bakteri, virus, debu dan jamur), agen fisik (sumber energi cukup kuat untuk menyakiti tubuh, seperti arus listrik, panas, cahaya, getaran, kebisingan dan radiasi) dan bekerja desain (ergonomis) bahaya. 1. Bahaya Keamanan. Bahaya keamanan adalah setiap kekuatan cukup kuat untuk menyebabkan cedera, atau kerusakan properti. Sebuah kecelakaan yang disebabkan oleh bahaya keamanan biasanya jelas. Bahaya Keselamatan menimbulkan bahaya ketika kontrol tempat kerja tidak memadai. Beberapa contoh bahaya keamanan adalah sebagai berikut: 1) tergelincir / tersandung bahaya (seperti kabel di lantai); 2) bahaya kebakaran (dari bahan yang mudah terbakar); 3) bagian yang bergerak (mesin), peralatan dan perlengkapan (yang menjepit); 4) bekerja di ketinggian; 5) iritasi bahan kimia; 6) tekanan sistem (seperti ketel uap dan pipa); 7) kendaraan (seperti forklift dan truk); 8) mengangkat dan operasi penanganan manual lainnya, dan 9) bekerja sendirian. 1. Bahaya Lingkungan Bahaya lingkungan merupakan resiko yang ditimbulkan oleh lingkungan yang dapat menyebabkan kerusakan atau menimbulkan efek. Sebuah masalah lingkungan mungkin tidak jelas. Sebagai contoh, seorang pekerja melepaskan cairan kimia berbahaya (limbah B3) ke saluran pembuangan yang langsung ke badan sungai. Keselamatan lingkungan dapat terancam dan menimbulkan bahaya ketika kontrol dan prosedur kerja yang tidak diikuti seperti kasus di atas. Cara identifikasi hazard di lingkungan kerja Identifikasi bahaya pekerjaan adalah latihan dalam pekerjaan detektif, dimana tujuan dari proses indentifikasi adalah untuk menemukan hal-hal berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Apa yang bisa salah? Apa konsekuensi? Bagaimana bisa muncul? Apa saja faktor-faktor lain? Berapa besar kemungkinan bahwa bahaya itu akan terjadi? Untuk membuat pekerjaan analisis bahaya ini bermanfaat, jawablah pertanyaan-pertanyaan di atas ini secara konsisten. Menjelaskan bahaya dengan cara ini membantu untuk menghilangkan bahaya dan melaksanakan pengendalian bahaya. Dengan menjawab pertanyaan di atas, maka akan terbentuk suatu skenario bahaya yang dapat menjelaskan: 1. 2. 3. 4. 5. Apabila terjadi (lingkungan), Siapa atau apa yang terjadi pada (paparan), Apa presipitat bahaya (pemicu), Hasil yang akan terjadi harus itu terjadi (akibat), dan Setiap faktor lainnya. Sangatlah jarang terjadi bahaya kasus sederhana dari salah satu penyebab tunggal dan mengakibatkan satu efek tunggal. Lebih sering, banyak faktor yang berkontribusi terhadap kejadian bahaya dan menyebabkan banyak efek. Berikut adalah contoh skenario bahaya: Di perusahaan logam (lingkungan), seorang pekerja sementara menggiling (pemicu), tangan pekerja (paparan) datang melakukan kontak dengan katrol berputar. Ia menarik tangannya ke dalam mesin dan cedera pada tangannya (Konsekuensi). Dengan melakukan analisis bahaya pekerjaan, Anda akan bertanya: 1. Apa yang bisa salah? Tangan pekerja bisa kontak dengan benda berputar yang dimaksud penggiling dan menariknya ke dalam mesin. 2. Apa konsekuensi? Pekerja bisa menerima cedera parah dan kehilangan jari dan tangan. 3. Bagaimana bisa terjadi? Kecelakaan itu bisa terjadi sebagai akibat dari pekerja mencoba untuk memasukkan tangannya ke dalam mesin penggiling secara sengaja atau tidak sengaja. Jelas, bahaya skenario ini tidak bisa terjadi jika katrol tidak berputar. 4. Apa saja faktor-faktor lain? bahaya ini terjadi sangat cepat. Pekerjaan ini tidak memberikan pekerja banyak kesempatan untuk memulihkan atau mencegah sekali tangannya datang ke dalam kontak dengan katrol. Ini merupakan faktor penting, karena membantu Anda menentukan tingkat keparahan dan kemungkinan kecelakaan ketika memilih kontrol bahaya yang sesuai. 5. Berapa besar kemungkinan bahwa bahaya itu akan terjadi? Penentuan ini membutuhkan beberapa penilaian. Dinilai dari lama interaksi dengan resiko dan juga besar peluang untuk terpapar resiko. Pada contoh di atas, kemungkinan bahaya akan terjadi adalah sangat tinggi karena tidak ada usaha untuk mencegah kontak, dan operasi dilakukan sementara mesin sedang berjalan. Dengan mengikuti langkah-langkah dalam contoh ini, resiko terhadap bahaya dapat diatur. Contoh lain: Terdapat beberapa contoh yang menunjukkan bagaimana sebuah analisa bahaya pekerjaan dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahaya dengan menentukan langka-langkah kerja. Sebagai contoh, langkah kerja dalam penggunaan Grinding Besi tuang. Langkah Kerja Langkah 1 Jangkauan ke dalam kotak logam ke kanan mesin, casting pegang, dan membawa dengan roda. Langkah 2 Push casting terhadap roda untuk menggiling off beram. Langkah 3 Tempat casting selesai dalam kotak di sebelah kiri mesin. Deskripsi : Pekerja berada di posisi dalam kotak logam di sebelah kanan mesin, menangkap casting 15-pound dan membawa ke grinding roda. Pekerja grinds 20 sampai 30 coran/jam. Keterangan Hazard : Mengambil casting, pekerja bisa drop itu ke kakinya. Berat casting dan tinggi bisa melukai kaki pekerja atau jari kaki. Bahaya Kontrol: 1. 2. 3. 4. 5. Hapus benda tuang dari kotak dan menempatkannya di atas meja di samping grinder. Pakailah sepatu baja-toe dengan perlindungan lengkungan. Ubah sarung tangan pelindung yang memungkinkan cengkeraman yang lebih baik. Gunakan perangkat alat pelindung diri untuk mengambil coran. Pindahkan benda tuang dari tanah dan tempat mereka lebih dekat ke zona bekerja untuk meminimalkan mengangkat. Idealnya, menempatkan mereka pada ketinggian pinggang atau pada platform diatur atau palet. 6. Kereta pekerja tidak merubahnya sambil mengangkat dan mengkonfigurasi ulang stasiun kerja untuk meminimalkan memutar selama lift. Ulangi bentuk semacam untuk setiap langkah kerja. Kontrol Adalah Strategi Identifikasi Bahaya yang Tepat Setelah meninjau daftar bahaya dengan pekerja, pertimbangkan apa metode pengendalian akan menghilangkan atau mengurangi mereka. Maka selanjutnya yang harus dilakukan adalah kontrol terhadap kegiatan pekerja. Kontrol yang paling efektif adalah teknik kontrol secara fisik pekerja dan perubahan lingkungan mesin (check up kelayakan mesin) untuk mencegah pajanan pekerja yang berbahaya atau memiliki resiko. Kontrol yang handal adalah kontrol dengan melakukan pengurangan kemungkinan bahaya, semakin baik lagi jika dapat menghindari bahaya. Jika hal ini dapat dilakukan, kontrol administratif mungkin sesuai. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengubah cara pekerja melakukan pekerjaan mereka atau jadwal kerja pekerja yang di ubah. Jika berencana untuk memperkenalkan prosedur kerja baru atau perubahan prosedur, pastikan bahwa pekerja memahami apa yang diminta untuk melakukan dan alasan perubahan. Kontrol secara pribadi baik juga dilakukan ketika melakukan pekerjaan. Pekerja sendiri juga sebaiknya melakukan analisis keamanan, besar bahaya atau gangguan kesehatan akibat pajanan dalam pekerjaan. Pastikan pula untuk berkonsultasi Administrasi Keselamatan dan Kesehatan standar untuk bekerja. Kontrol individu untuk patuh terhadap standar adalah wajib. Analisis Terhadap Risiko Estimasi Risiko adalah penentuan kemungkinan dan keparahan kecelakaan untuk menentukan besarnya dan untuk prioritas diidentifikasi bahaya. Hal ini dapat dilakukan dengan metode kuantitatif-kualitatif, kuantitatif atau semi. Sebuah analisis kualitatif menggunakan kata-kata untuk menggambarkan besarnya potensi keparahan dan kemungkinan bahwa keparahan yang akan terjadi. Metode ini menggunakan ahli pengetahuan dan pengalaman untuk menentukan kemungkinan dan kategori keparahan. Dalam analisis semi-kuantitatif, skala kualitatif seperti yang dijelaskan di atas diberikan nilai. Tujuannya adalah untuk menghasilkan peringkat skala yang lebih luas daripada yang biasanya dicapai dalam analisis kualitatif, bukan untuk menyatakan nilai-nilai yang realistis untuk risiko seperti yang dicoba di analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif menggunakan nilai numerik (bukan skala deskriptif yang digunakan dalam kualitatif dan semi-kuantitatif analisis) untuk kedua keparahan dan kemungkinan menggunakan data dari berbagai sumber seperti pengalaman kecelakaan masa lalu dan dari penelitian ilmiah. Keparahan dapat ditentukan oleh pemodelan hasil dari suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa, atau dengan ekstrapolasi dari studi eksperimental atau data masa lalu. Jenis Pengendalian 1) Pada sumber bahaya 1. Eliminasi, Menyingkirkan, alat pekerjaan berbahaya, mesin proses, atau substansi mungkin cara terbaik untuk melindungi pekerja. 2. Substitusi, Kadang-kadang melakukan pekerjaan yang sama dengan cara yang kurang berbahaya adalah mungkin. Sebagai contoh, suatu bahan kimia berbahaya bisa diganti dengan yang kurang berbahaya. Kontrol harus melindungi pekerja dari bahaya baru yang diciptakan. 2) Pada pekerjaan 1. Redesign, jobs dan proses dapat dikerjakan ulang untuk membuat mereka lebih aman. Misalnya, Wadah dapat dibuat lebih mudah untuk menahan dan mengangkat. 2. Isolasi, jika bahaya tidak dapat dihilangkan atau diganti, bisa beberapa kali menjadi terisolasi, berisi atau dijauhkan dari pekerja. Sebagai contoh, sebuah terisolasi dan ruang kontrol ber-AC dapat melindungi operator dari bahan kimia beracun. 3. Otomasi, proses berbahaya dapat otomatis atau mekanis. Untuk Misalnya, robot yang dikendalikan komputer dapat menangani operasi titik pengelasan di dalam mobil tanaman. Perawatan harus diambil untuk melindungi pekerja dari bahaya robot. 4. Hambatan, bahaya A dapat diblokir sebelum mencapai pekerja. Sebagai contoh, khusus tirai dapat mencegah cedera mata dari radiasi pengelasan busur. Peralatan yang tepat menjaga akan melindungi pekerja dari con tacting bagian yang bergerak. 5. Penyerapan, baffle dapat memblokir atau menyerap kebisingan. sistem Pengunci dapat mengisolasi energi sumber selama perbaikan dan pemeliharaan. Biasanya, kontrol lebih lanjut yang menyimpan bahaya dari pekerja, lebih efektif itu. 6. Pengenceran, Beberapa bahaya dapat diencerkan atau hilang. Misalnya, ventilasi sistem bisa mencairkan gas beracun sebelum mereka mencapai operator. 3) Kontrol Administratif 1. Prosedur keamanan kerja, pekerja wajib menggunakan standar keamanan prosedur. Pengusaha diharapkan untuk memastikan bahwa pekerja mengikuti standar pelayanan minimum. Prosedur kerja harus ditinjau secara berkala terhadap pekerja. 2. Pengawasan dan pelatihan, pelatihan awal mengenai prosedur kerja yang aman dan penyegaran pelatihan harus ditawarkan. Hal ini penting dilakukan sebagai pengawasan yang tepat untuk membantu pekerja dalam mengidentifikasi kemungkinan bahaya dan prosedur kerja evaluasi. 3. Rotasi kerja dan prosedur lain, dengan melakukan rotasi kerja maka dapat mengurangi waktu bagi para pekerja atau intensitas pekerja terhadap paparan. Sebagai contoh, jadwal para pekerja bisa dirotasi berulang-ulang terhadap pekerjaan yang membutuhkan tendon dan otot gerakan untuk mencegah cedera trauma kumulatif akibat intensitas dan reaksi otot yang berlebihan. 4. Housekeeping, merupakan suatu antisi pasi terhadap perbaikan dan pemeliharaan program. Housekeeping termasuk pembersihan, pembuangan sampah dan pembersihan tumpahan. 5. Kebersihan – Kebersihan praktek, dapat mengurangi resiko bahan beracun diserap oleh pekerja atau dibawa ke keluarga mereka dirumah. Pakaian kantor harus disimpan di loker terpisah untuk menghindari terkontaminasi oleh pakaian kerja. Makan daerah harus dipisahkan dari bahaya beracun. Tempat makan harus jauh dari area kerja dan beracun. Mana yang berlaku, pekerja harus diwajibkan untuk mandi dan berganti pakaian pada akhir shift. 4) Perlengkapan perlindungan pribadi Alat pelindung diri (APD) dan pakaian khusus pelindung diri digunakan jika perlindungan tambahan diperlukan. Pekerja harus dilatih untuk menggunakan dan memelihara peralatan dengan baik. Pengusaha dan pekerja harus memahami keterbatasan alat pelindung diri. Pengusaha mewajibkan pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri setiap saat. Perawatan APD pula harus diperhatikan untuk memastikan peralatan yang bekerja dengan baik. Jika tidak, APD dapat membahayakan kesehatan pekerja dan memberikan bahaya perlindungan bagi pekerja. Melalui penyelesaian Identifikasi Hazard di Lingkungan Kerja, kita dapat mengidentifikasi, mengurangi atau bahkan menghilangkan resioko akibat kerja. Prosedur kerja yang aman petunjuk langkah demi langkah yang memungkinkan pekerja untuk melakukan keselamatan kerja mereka ketika bahaya adalah hadir. INGIN TAHU LEBIH BANYAK? BACA DI BUKU PENILAIAN DAN MANAJEMEN RISIKO LINGKUNGAN (Segera Terbit) Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq qqqqq MAKALAH KESELAMATAN KERJA A. Pengertian Keselamatan Kerja Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering disebut dengan safety saja, oleh American Society of Safety Engineers (ASSE) diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Sedangkan secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budayanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Definisi keselamatan kerja menurut para ahli: a) Menurut Suma’mur, 1995 keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. b) Menurut Ramlan Dj, 2006, pelaksanaan keselamatan kerja adalah berkaitan dengan upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor bahaya, baik berasal dari penggunaan mesin-mesin produksi maupun lingkungan kerja serta tindakan pekerja sendiri. c) Menurut Rika Ampuh Hadiguna, 2009 Keselamatan kerja adalah proses merencanakan dan mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur operasi standar yang menjadi acuan dalam bekerja. d) Menurut Tulus Agus, 1989 Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman dengan dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang baik. e) Menurut Malthis dan Jackson (2002), keselamatan kerja adalah menunjuk pada perlindungan kesejahteraan fisik dengan dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera terkait dengan pekerjaan. Jadi Keselamatan kerja adalah sebuah kondisi di manapara karyawan terlindungi dari cedera yang disebabkan oleh berbagai kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja dan sebagai unsur-unsur penunjang seorang karyawan agar selamat saat sedang bekerja dan setelah mengerjakan pekerjaannya serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi. Adapun Unsur penunjang keselamatan kerja, yaitu adanya unsur keamanan dan kesehatan kerja, kesadaran keamanan dan kesehatan kerja, teliti dalam bekerja dan melaksanakan prosedur kerja. Dalam konsep pengelolaan keselamatan kerja modern (Modern Safety Management = MSM) dikenal 2 definisi keselamatan kerja. Pertama, didefinisikan sebagai bebas dari kecelakaankecelakaan atau bebas dari kondisi sakit, luka atau bebas dari kerugian. Kedua, didefinisikan sebagai pengontrolan kerugian. Definisi ini lebih fungsional karena berkaitan dengan luka, sakit, kerusakan harta dan kerugian terhadap proses. Definisi kedua ini juga termasuk dalam hal pencegahan kecelakaan dan mengusahakan seminimum mungkin terjadinya kerugian. Dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja dinilai seperti berikut: 1. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja, kecelakaan selain menjadi sebab hambatanhambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian secara tidak langsung, yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja dan lain-lain. Biaya-biaya sebagai akibat kecelakaan kerja, baik langsung ataupun tidak langsung, cukup bahkan kadang-kadang terlampau besar sehingga bila diperhitungkan secara nasional hal itu merupakan kehilangan yang berjumlah besar. 2. Analisa kecelakaan secara nasional berdasarkan angka-angka yang masuk atas dasar wajib lapor kecelakaan dan data kompensasinya, dewasa ini seolah-olah relatif rendah dibandingkan dengan banyaknya jam kerja tenaga kerja. 3. Potensi-potensi bahaya yang mengancam keselamatan pada berbagai sektor kegiatan ekonomi jelas dapat diobservasi, misalnya: Sektor pertanian yang juga meliputi perkebunan menampilkan aspek-aspek bahaya potensial seperti modernisasi pertanian dengan penggunaan racun-racun hama dan pemakaian alay baru seperti mekanisasi. Sektor industri disertai bahaya-bahaya potensial seperti keracunan- keracunan bahan kimia, kecelakaan-kecelakaan oleh mesin, kebakaran, ledakan-ledakan dan lain-lain. Sektor pertambangan mempunyai risiko-risiko khusus sebagai akibat kecelakaan tambang, sehingga keselamatan pertambangan perlu dikembangkan secara sendiri, minyak dan gas bumi termasuk daerah rawan kecelakaan. Sektor perhubungan ditandai dengan kecelakaan-kecelakaan lalu lintas darat, laut dan udara serta bahaya-bahaya potensial pada industri pariwisata, demikian pula telekomunikasi mempunyai kekhususan dalam risiko bahaya. Sektor jasa, walaupun biasanya tidak rawan kecelakaan juga menghadapkan problematik bahaya kecelakaan khusus. 4. Menurut observasi, angka frekuensi untuk kecelakaan-kecelakaan ringan yang tidak menyebabkan hilangnya hari kerja tetapi hanya jam kerja masih terlalu tinggi. Padahal dengan hilangnya satu atau dua jam sehari mengakibatkan kehilangan jam kerja yang besar secara keseluruhan. 5. Analisa kecelakaan memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada faktor penyebabnya, sebab-sebab tersebut bersumber kepada alat-alat mekanik dan lingkungan serta kepada manusianya sendiri. Untuk mencegah kecelakaan, penyebabpenyebab ini harus dihilangkan. 6. 85% dari sebab-sebab kecelakaan adalah faktor manusia, maka dari itu usaha-usaha keelamatan selain ditujukan kepada teknik mekanik juga harus memperhatikan secara khusus aspek manusiawi. Dalam hubungan ini, pendidikan dan penggairahan keselamatan kerja kepada tenaga kerja merupakan sarana yang sangat penting. 7. Sekalipun upaya-upaya pencegahan telah maksimal, kecelakaan masih mungkin terjadi dan dalam hal ini adalah besar peranan kompensasi kecelakaan sebagai suatu segi jaminan sosial untuk meringankan bebab penderita. B. Tujuan Keselamatan Kerja Tujuan keselamatan kerja menurut Sudjan Manulang (2001)adalah: a. Melindungi keselamatan pekerja dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktifitas nasional. b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja. c. Sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (1981) adalah sebagai berikut: a. Para pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja. b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja dapat digunakan sebaik-baiknya. c. Agar semua hasil produksi terpelihara keamanannya. d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai. e. Agar dapat meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja. f. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja. g. Agar pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. Adapun alasan yang berkaitan dengan tujuan dan pentingnya keselamatan kerja adalah: a) Manfaat Lingkungan Yang Aman Dan Sehat Jika perusahaan dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan – kecelakaan kerja, penyakit, dan hal – hal yang berkaitan dengan stress, serta mampu meningkatkan kulitas kehidupan kerja para pekerja, perusahan akan semakin efektif. Peningkatan – peningkatan terhadap hal ini akan mengasilkan : Mengingkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang. Menginkatnya efisensi dan kualitas kerja yang lebih berkomitmen Menurunnya biaya – biaya kesehatan dan asuransi Tingkat Kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim Felksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan Rasio seleski tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan b) Kerugian Lingkungan Kerja Yang Tidak Aman dan Tidak Sehat Jumlah biaya yang besar sering muncul karena ada kerugian – kerugian akibat kematian dan kecelakaan di tempat kerja dan kerugian menderita penyakit – penyakit yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa bidang keselamatan kerja mempunyai tujuan untuk mencegah atau mengurangi resiko terjadinya gangguan kesehatan melalui perancangan sistem kerja (contoh: desain alat, mesin, alat pelindung diri, manajemen resiko dll bahkan sampai tingkat sosial seperti desain organisasi kerja, waktu kerja, dll) yang baik. Intinya keselamatan kerja ’mencegah’ munculnya gangguan kesehatan kerja. Perlunya Menjalankan Program Keselamatan Kerja untuk : 1. Mencegah kerugian fisik dan finansial yang bisa diderita karyawan. 2. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan. 3. Menghemat biaya premi asuransi. 4. Menghindari tuntutan hukum. C. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 2 ruang lingkup keselamatan kerja mencakup dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Ketentuan-ketentuan ruang lingkup tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana: a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, mekanik. perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan; b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuh tinggi; c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan; d. dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan; e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan; f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara; g. dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang; h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air; i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan; j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah; k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting; l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang; m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran; n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah; o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon; p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis; q. dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air; r. diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik D. Syarat-syarat Keselamatan Kerja Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Pasal 3 ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk: a) mencegah dan mengurangi kecelakaan; b) mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; c) mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; d) memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadiankejadian lain yang berbahaya; e) memberi pertolongan pada kecelakaan; f) g) memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran; h) mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan; i) memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; j) menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; k) menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; l) memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban; m) memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; n) mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang; o) mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; p) mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang; q) mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; r) menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. E. Disiplin Keselamatan Kerja Disiplin keselamatan kerja lebih banyak ditujukan kepada masalah terjadinya kecelakaan dan kehilangan harta benda. Karena itu bidang garapannya meliputi ancaman bahaya kebakaran, kecelakaan, tumpahan, nyaris celaka dan lingkungan. Keselamatan kerja banyak dikuasai oleh insinyur baik insinyur keselamatan, insinyur teknik industri (bidang teknik yang sangat concern dengan ergonomi industri kaitannya dengan keselamatan kerja secara keseluruhan), insinyur teknik elektro (keselamatan listrik), insinyur teknik kimia (keselamatan kimia), dll. F. Program Keselamatan Kerja Pada dasarnya program keselamatan kerja dibuat untuk menciptakan suatu lingkungan dan perilaku kerja yang aman dan nyaman pada saat melakukan kegiatan kerja guna mencapai tujuan keberhasilan suatu usaha yang baik. Usaha keselamatan kerja merupakan partisipasi dan kerja sama antara pegelola usaha dan para karyawan atau pekerja itu sendiri karena kesehatan dan keselamatan para karyawan berpengaruh terhadap produktifitas kerja dan mempengaruhi keberhasilan suatu usaha. Program keselamatan kerja yang baik adalah program yang didasarkan pada prinsip close the loop atau prinsip penindaklanjutan hingga tuntas. Secanggih apapun program yang ditawarkan, jikalau berhenti di tengah jalan dan tidak diikuti dengan tindak lanjut yang nyata tentu tidak memiliki arti. Baik Internationa Loss Control Institute (ILCI) maupun National Occupational Safety Association (NOSA) menyebutkan bahwa sistem keselamatan kerja yang efektif harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Identifikasi Bahaya (Identification Hazzard) Adalah tidak sama bahaya di lingkungan kerja satu dengan yang lain. Untuk program yang umum dijumpai di industri pertambangan dalam kaitannya dengan prinsip ini antara lain : Program pengenalan dan peduli bahaya (Hazzard Recognition and awareness Program) Program komunikasi bahaya dan inventori bahan kimia ( Hazard Communication and Chemical Inventory Program) Program Pemantauan Higiena Perusahaan Program Percontoh (Sampling Program) STOP Program Program Penilaian Resiko (Risk Assesment Program) Program Inspeksi Keselamatan Kerja (Safety Inspection Program) Audit Dasar Pihak Ketiga (Third Party Baseline Audit) b. Menyusun Standart Kinerja Dan Sistem Pengukuran (Set Standart of Performance and Measurement) Di dalam langkah ini dipandang sangat penting untuk menmbuat standart, prosedur atau kebijakan yang berkaitan dengan potensi bahaya yang telah diketahui. Dalam penyusunan prosedur ini sebaiknya melibatkan semua tingkatan managemen dan pelaksana di lapangan. Program Penyusunan Kebijakan, Standart Kerja, Prosedur dengan tolok ukur standart institusi international, pemerintah dan pabrik. Program Review Prosedur Kritis (Critical Prosedur Review) Program Inspeksi Keselamatan Kerja (Safety Inspection Program) Program Pertanggunggugatan Keselamatan Kerja (Safety Accountability Program) Program Pertemuan Keselamatan Kerja (Safety Meeting Program) c. Menyusun Standart Pertangunggugatan (Set Standard of Accountability) Langkah ini adalah untuk menetapkan sistem pertanggunggugatan untuk masing-masing tingkatan manajemen. Program yang sering dijumpai berkaitan dengan langkah ini adalah: Program Standarisasi Penugasan (Assignment Standardization Program ) Program Standarisasi Pertanggunggugatan (Accountability Standardisation Program) Program Evaluasi Diskripsi Kerja (Job Description Evaluation Program) Program KRA-KPI d. Mengukur Kinerja Terhadap Standar yang Ditentukan (Measure Performance against Standard) Langkah ini untuk mengetahui seberapa tinggi kinerja yang dipakai terhadap standar yang ada. Beberapa program yang telah sangat dikenal dalam langkah ini adalah : Audit keselamatan kerja Internal dan Eksternal (Internal & External Safety Audit) Inspeksi Keselamatan Kerja (Safety Inspection Program) Program Analisa Kecelakaan (Accident Investigation Program) NOSA Five Starrs Grading Audit Housekeeping Evaluation e. Mengevaluasi Hasil yang dicapai (Evaluate Outcome) Termasuk dalam langkah ini adalah mengevaluasi adanya penyimpangan dari peraturan perundangan dan standar internasional yang berlaku. Contoh program dalam langkah ini antara lain: Program statistik kecelakaan (Safety Statistic Program) Program Pelaporan ke Pemerintah (Government Reporting ) Program Analisa Kecelakaan (accident Analysis Program) Evaluasi Kesehatan Karyawan (Medical Evaluation) Program Perlindungan Pendengaran dan Pernafasan Audit Follow up f. Melakukan Koreksi Terhadap Penyimpangan yang Ada (Correct Deviations and Deficiencies ) Salah satu contoh yang amat dikenal dalam langkah ini adalah : Program Penghargaan Safety (Safety Recognition Program) Program Koreksi Tuntas (Correction –Close The Loop Program) Program Pertemuan Kepala Teknik Tambang (Technical Manager Meeting) G. Fokus Program Keselamatan Kerja Program keselamatan kerja difokuskan pada dua aspek: 1) Perilaku Kerja: a) Membentuk sikap karyawan yang pro-keselamatan kerja. b) Mendorong upaya seluruh karyawan untuk mewujudkan keselamatan kerja, mulai dari manajemen puncak hingga karyawan level terendah. c) Menekankan tanggung jawab para manajer dalam melaksanakan program keselamatan kerja. 2) Kondisi Kerja: Mengembangkan dan memelihara lingkungan kerja fisik yang aman, misalnya dengan penyediaan alat-alat pengaman. H. Usaha-usaha untuk Tercapainya Keselamatan Kerja 1) Job Hazard analysis Proses untuk mempelajari dan menganalisa suatu jenis pekerjaan kemudian membagi pekerjaan tsb ke dalam langkah langkah menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi. Contoh hasil job hazard analysis: Repetitive Stress Injuries: suatu kondisi yang disebabkan terlalu banyak tekanan pada persendian akibat melakukan suatu gerakan berulang a.l Carpal Tunnel Syndrome : tekanan pada syaraf karena penyempitan pembuluh tempat syaraf tsb akibat gerakan/posisi tertentu yang berulang Ergonomic problem Interaksi manusia dengan usaha kerja, peralatan, perlengkapan, dan lingkungan fisik yang kurang cocok/nyaman. 2) Risk Management mengantisipasi kemungkinan kerugian/kehilangan (waktu,produktivitas,dll) yang berkaitan dengan program keselamatan dan penanganan hukum 3) Adanya Safety Engineer memberikan pelatihan, memberdayakan supervisor/manager lini produksi,mampu mengantisipasi/melihat adanya situasi kurang ‘aman’ dan menghilangkan yang kurang aman tersebut 4) Job Rotation 5) Personal protective equipment 6) Penggunaan poster/propaganda 7) Perilaku yang berhati-hati I. Program Keselamatan Kerja yang Efektif Program keselamatan kerja berjalan secara efektif jika: Didukung dari Manajemen Puncak Pelatihan memadai dalam masa Orientasi mengenai keselamatan Pekerja yang sadar akan perlunya ‘safety’ dalam bekerja Lingkungan dan tempat kerja yang aman J. Masalah Dalam Aspek Keselamatan Kerja Walaupun masalah keselamatan kerja sudah dianggap penting dalam aspek kegiatan operasi namun didalam pelaksanaannya masih saja ditemui hambatan serta kendala-kendala. Hambatan tersebut ada yang bersifat makro (di tingkat nasional) dan ada pula yang bersifat mikro (dalam perusahaan). 1. Masalah Makro Di tingkat nasional (makro) ditemui banyak faktor yang merupakan kendala yang menyebabkan kurang berhasilnya program keselamatan kerja antara lain : Pemerintah Masih dirasakan adanya kekurangan dalam masalah pembinaan (formal & non formal), bimbingan (pelayanan informasi, standar, code of pratice), pengawasan (peraturan, pemantauan / onitoring serta sangsi terhadap pelanggaran), serta bidang-bidang pengendalian bahaya. Teknologi Perkembangan teknologi perlu diantisipasi agar bahaya yang ditimbulkannya dapat diminimalisasi atau dihilangkan sama sekali dengan pemanfaatan ketrampilan di bidang pengendalian bahaya. Sosial Budaya Adanya kesenjangan sosial budaya dalam bentuk rendahnya disiplin dan kesadaran masyarakat terhadap masalah keselamatan kerja, kebijakan asuransi yang tidak berorientasi pada pengendalian bahaya, perilaku masyarakat yang belum sepenuhnya mengerti terhadap bahaya-bahaya yang terdapat pada industri dengan teknologi canggih serta adanya budaya “santai” dan “tidak peduli” dari masyarakat. Faktor-faktor diatas ini akan ikut menentukan bentuk dan mutu penanganan usaha keselamatan di perusahaan. 2. Masalah Mikro Masalah yang bersifat mikro yang terjadi di perusahaan antara lain terdiri dari : Kesadaran, dukungan dan keterlibatan Kesadaran, dukungan dan keterlibatan manajemen operasi terhadap usaha pengendalian bahaya dirasakan masih sangat kurang. Keadaan ini akan membudaya mulai dari lapis bawah sehingga banyak para karyawan memilki kesadaran keselamatan yang rendah, disamping itu pengetahuan mereka terhadap bidang rekayasa dan manajemen keselamatan kerja juga sangat terbatas. Kemampuan yang terbatas dari petugas keselamatan kerja Kemampuan petugas keselamatan kerja dibidang rekayasa operasi, rekayasa keselamatan kerja, manajemen pengendalian bahaya dirasakan sangat kurang sehingga merupakan kendala diperolehnya kinerja keselamatan kerja yang baik. Akibat daripada kekurangan ini terdapatnya kesenjangan antara makin majunya teknologi terapan dengan dampak negatif yang makin tinggi dengan kemampuan para petugas keselamatan kerja dalam mengantisipasi keadaan yang makin berbahaya. Standard, code of practice Masih kurangnya standard-standard dan code practice di bidang keselamatan kerja serta penyebaran informasi di bidang pengendalian bahaya industri yang masih terbatas akan menambah memperbesar resiko yang dihadapi. K. Evaluasi Program Keselamatan Kerja Keberhasilan sebuah program keselamatan kerja bisa dilihat dari beberapa indikator berikut ini: Penurunan tingkat kecelakaan dan penyakit yang terkait dengan pekerjaan, baik secara kuantitatif (frekuensi kejadian) maupun kualitatif (berat- ringannya cedera/penyakit). Penurunan jumlah waktu kerja yang hilang akibat terjadinya kecelakaan kerja. produktivitas terjaga dan target terpenuhi. L. Gangguan Terhadap Keselamatan kerja Baik aspek fisik maupun sosio-psikologis lingkungan pekerjaan membawa dampak kepada keselamatan kerja salah satunya sebagai berikut: a) Kecelakaan – Kecelakaan Kerja Perusahaan – perusahaan tertentu atau departemen tertentu cenderung mempunyai tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi dari pada lainnya. Beberapa karakteristik dapat menjelaskan perbedaan tersebut Kualitas Organisasi Tingkat kecelakaan berbeda secara subtasial menurut jenis Industri Pekerja Yang Mudah Celaka Sebagai ahli menunjuk pekerja sebagai penyebab utama terjadinya kecelakaan. Kecelakan bergantung pada perilaku pekerja, tingakt bahaya dalam lingkungan pekerja, dan semata – mata nasib sial Pekerja Berperangai Sadis Kekerasan di tempat pekerja meningkatkan dengan pesat, dan perusahaan dianggap bertanggung jawab terhadap hal itu M. Pengertian Kecelakaan Kerja Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Juga kecelakaan ini biasanya terjadi akibat kontak dengan suatu zat atau sumber energi. Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 1) Kecelakaan industry (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi ditempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja. 2) Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi diluar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja. N. Strategi Mengurangi Kecelakaan Kerja Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil dan bahkan menghilangkan kejadian kecelakaan kerja guna meningkatkan keselamatn kerja di kalangan karyawan sesuai dengan kondisi perusahaan. Strategi yang perlu diterapkan perusahaan meliputi : a) Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam menghadapi kejadian kecelakaan kerja. Misalnya karena alasan finansial, kesadaran karyawan tentang keselamatan kerja dan tanggung jawab perusahaan dan karyawan maka perusahaan bisa jadi memiliki tingkat perlindungan yang minimum bahkan maksimum. b) Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan kerja bersifat formal ataukah informal. Secara formal dimaksudkan setiap aturan dinyatakan secara tertulis, dilaksanakan dan dikontrol sesuai dengan aturan. Sementara secara informal dinyatakan tidak tertulis atau konvensi dan dilakukan melalui pelatihan dan kesepakatan-kesepakatan. c) Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti pihak manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana sesuai kebutuhan perusahaan dan karyawan. Sementara arti reaktif, pihak manajemen perlu segera mengatasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu kejadian timbul. d) Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajad keselamatan dan kesehatan kerja yang rendah sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas. Artinya perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Sesuai dengan strategi di atas maka program yang diterapkan untuk menterjemahkan strategi itu diantara perusahaan biasanya dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi perusahaan. Secara umum program memperkecil dan menghilangkan kejadian kecelakaan kerja dapat dikelompokkan : telaahan personal, pelatihan keselamatan kerja, sistem insentif, dan pembuatan aturan penyelamatan kerja. a) Telaahan Personal Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan tertentu yang diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian keselamatan kerja: faktor usia; apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih lebih aman dibanding yang lebih muda ataukah sebaliknya; ciri-ciri fisik karyawan seperti potensi pendengaran dan penglihatan cenderung berhubungan derajad kecelakaan karyawan yang kritis, dan tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan kerja. Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa saja karyawan yang potensial untuk mengalami kecelakaan kerja. Lalu sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya. b) Sistem Insentif Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antarunit tentang keselamatan kerja paling rendah dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama enam bulan sekali. Siapa yang mampu menekan kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lain adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi kelompok karyawan di unitnya. c) Pelatihan Keselamatan Kerja Pelatihan keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan. Fokus pelatihan umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko dari pekerjaan, aturan dan peraturan keselamatan kerja, dan perilaku kerja yang aman dan berbahaya. d) Peraturan Keselamatan Kerja Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai keselamatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan melalui pemantauan, penumbuhan kedisiplinan dan tindakan tegas kepada karyawan yang cenderung melakukan kelalaian berulang-ulang. Untuk menerapkan strategi dan program di atas maka ada beberapa pendekatan sistematis yang dilakukan secara terintegrasi agar manajemen program kesehatan dan keselamatan kerja berjalan efektif berikut ini. a. Pendekatan Keorganisasian Merancang pekerjaan, Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program, Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja, Mengkoordinasi investigasi kecelakaan. b. Pendekatan Teknis Merancang kerja dan peralatan kerja, Memeriksa peralatan kerja, Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi. c. Pendekatan Individu Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja, Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja, Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program insentif. Untuk menentukan apakah suatu strategi efektif atau tidak, perusahaan dapat membandingkan insiden, kegawatan, dan frekuensi penyakit – penyakit dan kecelakaan sebelum dan sesudah strategi tersebut diberlakukan. 3) Memantau Tingkat Keselamtan Kerja Mewajibkan perusahaan – perusahaan untuk menyimpan catatan insiden – insiden kecelakaan yang terjadi dalam perusahaan. Perusahaan juga mencatat tingkat kegawatan dan frekuensi setiap kecelakaan tersebut. a) Tingkat Insiden Indeks keamanan industri yang paling ekspilist adalah tingkat insiden yang menggambarkan jumlah kecelakaan dan penyakit dalam satu tahun b) Tingkat Frekuensi Tingkat frekuensi mencerminkan jumlah kecelakaan dan penyakit setiap satu juta jam kerja bukan dalam tahunan seperti dalam tingkat insiden c) Tingkat Kegawatan Tingkat kegawatan menggambarkan jam kerja yang hilang karena kecelakaan atau penyakit 4) Mengendalikan Kecelakaan Cara terbaik untuk mencegah kecelakaan dan meningkatkan keselamatan kerja barang kali adalah dengan merancang lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga kecelakan tidak akan terjadi 5) Ergonomis Cara lain untuk meningkatakan keselamatan kerja adalah dengan membuat pekerjaan itu sendiri menjadi lebih nyaman dan tidak terlalu melelahkan. 6) Divisi Keselamtaan Kerja Strategi lain dalam rangka mencegah kecelakaan adalah pemanfaatan divisi – divisi keselamatan kerja. 7) Pengubahan Tingkah Laku Mendorong dilaksanakan kebiasaan kerja yang dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan juga dapat menjadi strategi yang sangat berhasil Daftar pustaka http://www.psychologymania.com/2012/12/pengertian-keselamatan-kerja.html http://cai-sl.blogspot.com/2012/07/pengertian-dan-tujuan-keselamatan-kerja.html http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-keselamatan-kerja/ http://indosdm.com/uu-nomor-1-tahun-1970-keselamatan-kerja http://indosdm.com/strategi-dan-program-pendekatan-keselamatan-kerja http://www.ilmukesker.com/tujuan-program-kesehatan-keselamatan-kerja-181.html http://www.ilmukesker.com/4-hal-penting-dalam-program-kesehatan-keselamatan-kerja176.html qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Strategi Pengendalian Program K3 Posted on 19 Mei 2011 at 23:24 by khansa Penanganan bahaya dan resiko pekerjaan merupakan bagian dari sistem kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3). Penetapan strategi pengendaliannya disesuaikan dengan perubahan situasi, aktifitas dan perubahan material, dengan kata lain bahwa identifikasi dan penilaian bahaya dan resiko yang akan terjadi dapat mempengaruhi pula terhadap penetapan pengendalian itu sendiri. Berbagai arahan keselamatan dan kesehatan kerja terdiri dari tindakan antisipasi keberadaan faktor penyebab, berikut pencegahan yang dilakukan sebelumnya, pemahaman terhadap jenis-jenis bahaya yang dilanjutkan dengan mengidentifikasi tingkatan bahaya dilingkungan kerja. Selanjutnya yang dilakukan adalah tindakan pengendalian untuk mencegah terjadinya bahaya dan resiko yang menimbulkan komplikasi. Salah satu ketentuan adanya kebijakan K-3 dalam melakukan pencegahan terjadinya resiko kerja adalah dengan memelihara prosedur untuk proses identifikasi dan informasi atau akses terbaru kepada hukum yang berlaku maupun persyaratan seperti kebijakan OHSAS 18001 : 2007. Seperti halnya dalam melakukan identifikasi dan penilaian resiko kerja, kemudian pencarian informasi yang selalu update mengenai hukum dan persyaratan lainnya dalam menunjang sistem manajemen OHSAS 18001 : 2007 sangat diperlukan. Apabila semua informasi, ketentuan dan syarat-syarat sistem manajemen OHSAS 18001 : 2007 sudah terpenuhi, kebijakannya haruslah disosialisasikan kepada semua bagian dilapangan sehingga nantinya sasaran kebijakan K-3 menjadi tanggungjawab semua bagian. Pengendalian bahaya dan resiko dapat berupa pengendalian tehnik, berdasarkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang digunakan, perusahaan akan menentukan berbagai prosedur kerja. Aktifitas dari seluruh pelaksana dilapangan terdiri dari karyawan perusahaan dan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan dengan menggunakan prosedur sesuai dengan kebijakan yang sedang digunakan, prosedur yang dibuat mencakup pengaturan seluruh kegiatan yang rutin maupun insidental, kebiasaan yang dilakukan dilapangan, pengaturan untuk penyediaan sarana, peralatan dan material, sistem yang digunakan termasuk perubahan sistem itu sendiri dan melakukan update terhadap persyaratan, hukum serta undang-undang (evaluasi kesesuaian). Cara pengendalian terhadap ancaman bahaya kesehatan, dapat dilakukan seperti mengganti prosedur kerja, menutup dan mengisolasi bahan berbahaya, identifikasi jenis limbah, pengendalian limbah yang berbahaya untuk diatur sesuai dengan jenis limbah dan pengaturan ventilasi untuk pergantian udara. Pengendalian berikutnya adalah pengendalian administrasi dengan membuat dan menyusun peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja, ketentuan pemakaian alat pelindung diri (APD) dilokasi yang memungkinkan terjadinya bahaya atau resiko terhadap pekerjaan. Pada lokasi kerja yang memngkinkan adanya bahaya dan resiko dapat dipasang tanda-tanda bahaya atau peringatan, perusahaan dapat melakukan kampanye berupa slogan, poster, banner dan spanduk, pembuatan daftar bahan-bahan yang berbahaya maupun bahan yang aman. Sistem kebijakan OHSAS 18001 : 2007 dalam impelemtasi produk terhadap sistem perusahaan mengatur pengendalian yang terkait dengan pembelian sarana yang dibutuhkan dan penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja terhadap pihak seperti subkontraktor. Pengendalian dalam program keselamatan dan kesehatan kerja selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan untuk melihat kesesuaian terhadap prosedur yang digunakan. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan pengukuran kinerja dan pemantauan berdasarkan kinerja OHSAS, untuk memantau kecelakaan, penyakit akibat kerja (PAK), kejadian termasuk near-misses dan bukti-bukti yang lain. Semua catatan hasil pemantauan perlu disimpan dan dipelihara sebagai mana mestinya untuk digunanakan sebagai dasar dalam analisa tindakan perbaikan dan pencegahan. Pemeriksaan dilakukan terhadap kejadian menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melakukan investigasi yang berdasarkan pada faktor-faktor penyebab, identifikasi tindakan perbaikan, pencegahan dan mengkomunikasikan hasil investigasi tersebut. Pengendalian program keselamatan dan kesehatan kerja dalam menemukan ketidaksesuaian, pembuatan prosedur harus memperhatikan ketentuan berupa tindakan mengurangi resiko, kegiatan menghilangkan penyebab yang disebut eliminasi, dan evaluasi tindakan dibutuhkan untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian. Kegiatan pemeriksaan kesehatan dilakukan dari pemeriksaan secara medis setiap tenaga kerja yang masuk maupun pelaksanaan program pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk memantau tingkat penyakit akibat kerja. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq PENGENDALIAN KECELAKAAN KERJA DI BIDANG PROTEKSI BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Di setiap tempat kerja atau setiap industri – industri pada masa sekarang ini dituntut dan diharuskan untuk pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Oleh karena itu perlu mengembangkan dan meningkatkan K3. Banyak orang berpikir kompensasi itu sebagai uang, yang diterima dalam bentuk upah, gaji, dan insentif. Pengeluaran tunai ini merupakan bagian yang paling besar dari biaya kompensasi yang dikeluarkan oleh pemberi kerja. Tunjangan dan jasa disebut juga proteksi atau kompensasi tidak langsung yang diberikan/disediakan oleh perusahaan. Jenis proteksi atau kompensasi tidak langsung ini hamper mencapai 55 % dari rata – rata biaya kompensasi perusahaan, dan bahkan dikebanyakan Negara – Negara industri maju dengan persentase lebih tinggi Tunjangan dan jasa hanya dianggap sebagai jaminan pelengkap sebab tunjangan ini relatif tidak berarti atau kecil sebagai komponen kompensasi. Pada awal tahun 1940, setelah perang dunia II mendorong pemerintah di berbagai Negara untuk mengatur kenaikan upah dan gaji. Untuk mendapatakan dan mempertahankan para pekerja selama perang, banak perusahan menambah atau meningkatkan jumlah tunjangan. 50 tahun kemudaian setelah perang dunia II, penggunaan tenaga kerja terkait dengan tunjangan dan jasa, dan terus berkembang hingga saat ini. Untuk mengetahui perkembangan tunjangan dan jasa, dapat diketahui dari beberapa tunjangan yang diberikan oelh suatu perusahaan kepada pekerjanya. I.2 Tujuan dan Manfaat a. Tujuan Pengendalian Kecelakaan dan kerja adalah : Melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerjadan penyakit.Berbagai arah keselamatan dan kesehatan kerja. b. Manfaat Kecelakaan dan kerja adalah : 1. Mengantisipasi keberadaan faktor penyebab bahaya dan melakukan pencegahan sebelumnya. 2. Memahami jenis-jenis bahaya yang ada di tempat kerja 3. Mengevaluasi tingkat bahaya di tempat kerja 4. Mengendalikan terjadinya bahaya atau komplikasi. Mengenai peraturan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja Yang terutama adalah UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja dan Detail Pelaksanaan UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja. I.3 Perumusan Masalah Berdasarkan hal tersebut diatas, maka diperolah suatu rumusan masalah yaitu bagaimana merancang suatu ‘ PENGENDALIAN KECELAKAAN KERJA DI BIDANG PROTEKSI ’. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Proteksi Proteksi merupakan sistem perlinduangan berupa kompensasi yang tidak dalam bentuk imbalan, baik langsung maupun tidak langsung, yang diterapkan oelh prusahan kepada pekerja. Proteksi ini dengan memberikan rasa aman, baik dari sisi financial, kesehatan, maupun keselamatan fisik bagai pekerja sehingga pekerja dapat beraktivitas dengan tenang dan dapat memberikan kontribusi positif bagi peningaktan nilai tambah perusahaan. Proteksi atau perlindungan pekerja merupakan suatu keaharusan bagi perusahaan yang diwajibkan oleh pemerintah melalui peraturan perudang – udangan. Dalam melaksanakan program prteksi, banyak perusahaan bekerja sama dengan perusahan asuransi yang memberikan peranggungan terhadap kemungkinan timbulnya masalah kesehatan, financial atau masalah lainnya yang dihadapi atau dialami oleh pekerja dan kelurganya di kemudian hari. Praktisnya, pemberian proteksi ini kualitasnya tidak sama diantara masing – masing pekerja, tergantung dari kedudukan dan tangguang jawab mereka masing – masing . 2.2. Faktor – Faktor Yang Menentukan Proteksi Pemberian proteksi diantara masing – masing karyawan dipengaruhi oleh berbagai Faktor yaitu : 1. Responsibility ( Tanggung Jawab) Semaikin tinggi jabatan seorang karyawan dalam suatu perusahan, semakin besar pula tanggung jawab yang diembannya. Seorang CEO, sebagai pimpinan tertinggi dalam perusahaan, mengeban tanggung jawab paling besar terhadap kelangsugan usaha perusahan. Semakin tinggi tanggung jawab yang diemban oelh seorang, semakin tinggi pula proteksi yang diberikan oleh perusahaan. Sebagai contoh, Seorang Manager Treasury atau Branch Manger pada Bank memiliki tanggung jawab yang lebih tinggi dari pada Dealer yang bertugas di Dealing Room. Oleh karena itu, tingkat proteksi yang diberikan oleh perusahaan kepada Manager Treasury atau Branch Manager lebih tinggi dari Dealer, Mislanya dari Kualitas tunjangan kesehatan. 1. Skill (Keahlian) Untuk kelangsungan usaha perusahaan, perusahaan membutuhkan karyawan yang memiliki keahlian khusus. Misalny, untuk bidang informasi, perusahaan membutuhkan tenaga akhli dibidang informasi teckhnologi yang menguasai teknologi computer. Keahlian mereka sangat spesifik, sehingga untuk mempertahankan agar mereka tetap bekerja di perusahaan tersebut, perusahaan menerapkan program proteksi yang layak dan bahkan kadang – kadang diatas rata – rata yang mampuh diberikan pesaing. Program proteksi yang diterapkan kepada pekerja yang memiliki keahlian khusus akan lebih tinggi dibangingkan dengan pekerja yang tidak memerlukan keahlian khusus, misalnya pekerja administrasi 1. Mental Effort (kerja Otak / Mental) Karyawan yanglebih mengandalkan kemapuan kerja otak atu mental, misalnya analis, programmer, marketer, atau akuntan. Kelas pekerja seperti ini sering disebut dengan “White Collar” kelas pekerja ini biasanya memeperoleh tingkat proteksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas pekerja yang lebih mengandalkan kekuatan fisik (Blue Collar) 1. Physical Effort (Kemampuan Fisik) Karyawan yang lebih mengandalakan kekuatan fisik (Blue Collar), misalnya satuan pengaman (Satpam), petugas kebersihan atau pekerja bangunan. Biasanya proteksi yang diberikan oleh perusahaan kepada mereka lebih difokuskan dalam bentuk perlindungan atas keselamatan kerja. 1. Work Condition (Kondisi Kerja) Kondisi kerja yang diharapkan oleh pekerja untuk satu bidang industri sering kali berbeda. Sebagai contoh, kondisi kerja bagi pekerja dibidang perminyakan, yang bekerja di lepas pantai akan berbeda dengan kondisi kerja di darat. Semakin berat kondisi kerja yang dihadapi oleh pekerja, semakin tinggi program proteksi yang diterapkan. 1. Government Rule (Peraturan Pemerintah) Pemerintah sebagai regulator biasanya membuat peraturan yang mengharuskan pengusaha atau perusahaan untuk memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja. Sebagai contoh, pemerintah mengaharuskan perusahaan memberikan perlindungan bagi pekerja melalui jaminan asuransi tenaga kerja atu yang dikenal dengan jamsostek. Melalui jaminan asuransi tersebut, pekerja yang di PHK, pekerja yang mengalami kecelakaan selama bekerja, atau yang sakti akan memperoleh santunan yang layak dari pihak asuransi. Selain itu, pemerintah juga mewajibkan perusahaan untuk memberikan hak cuti bagi penyegaran fisik dan mental pekerja. 2.3. Santunan Sebagai Proteksi 1. Peranan Imbalan Tidak Langsung Imbalan tidak langsung adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan yang tidak dikatikan dengan kinerja karyawan. Imbalan tidak langsung dapat dikelompokan dalam 2 (dua) bagian, yaitu Imbalan yang disyaratkan oleh ketentuan perundangan – undangan, seperti jaminan keamana, keselamatan dan kesehatan, dan Santunan. Imbalan tidak langung dapat berperan dalam 1. Pencarian Tujuan Sosial atau Masyarakat 2. Pencapaian Tujuan Perusahaan 3. Pencapaian Tujuan Karyawan 2. Pemberian Jaminan Asuransi Resiko financial yang dihadapi oleh karyawan dan keluarga mereka dapat disebar atau dibervarifikasi melalui lembaga asuransi. Apabila resiko yang ditanggung tersebut benar – benar terjadi, maka perusahan asuransi akan memberikan jaminan atau pertanggungan kepada pekerja sesuai dengan jumlah polis ang telah disepakati. Jaminan asuransi yang dapat diberikan kepada karyawan antara lain : Asuransi Kesehatan Asuransi Keseahtan dapat berbentuk asuransi kesehatan umum, asuransi mata, asuransi gigi, dan asuransi kesehatan mental. Asuransi akan menanggung biaya – biaya tersebut sampai dengan jumlah tertentu. Hal ini akan memberikan rasa aman bagai karyawan karena mereka tidak perlu mengeluarkan dana secara penuh untuk proses penyembuhan. Premi yang dibayar perusahaan kepada perusahaan asuransi dipotong dari gaji karyawan setiap bulan dengan persentase tertentu. Asuransi Medis Asuransi medis membayar berupa biaya untuk pengobatan, kecelakaan, dan biaya rawat inap di rumah sakit sampai pada batasan atau besarnya polis. Sebagai tambahan, kebanyakan polis berisi daftar jaminan. Daftar ini menetapkan penyakit, kecelakaan, atau biaya opname yang ditanggung dan berapa biaya yang akan dibayar. Sebaliknya penanggung setuju untuk membayar semua atau sebagian biaya yang dikeluarkan (tergantung kesepakantan antarperusahaan dengan asuransi). 3. Perawatan Yang Diatur Pemeliharaan kesehatan melalui HMO (Health Maintenance Organization) jika organisasi ini ada di daerah mereka dan pemberi kerja menawarkan bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan lainnya. HMO adalah oraganisasi yang menyediakan fasilitas dan dokter mereka sendiri 4. Jenis kesehatan Lain seperti Asuransi Penglihatan Perawatan mata yang mencakup pengujian dan kacamata adalah suatu jenis jaminan yang sedang berkembang. Gigi, Polis asuransi gigi lingkupnya cenderung menjadi kecil. Di samping sudah dikurangi oleh ketentuan asuransi perusahaan Kesehatan Mental Jaminan asuransi kesehatan mental adalah untuk membayar psikiater oleh penyuluhan (konseling). Walaupun kebanyakan polis mempunyai batas khusus, kelihatannya ini cenderung akan menjadi asuransi kesehatan mental yang diadakan oleh perusahaan Asuransi Jiwa Asuransi jiwa berbeda dengan asuransi kesehatan, dimana asuransi jiwa hanya menganggung diri pribadi karyawan. Pemberian asuransi jiwa akan dapat memberikan rasa aman bagi pekerja dalam bentuk proteksi polis kepada keluarga karyawan apabila terjadi kecelakan kerja yang dapat menghilangkan nyawa karyawan atau karyawan mengalami cacat permanent sehingga tidak dapat bekerja secara permanent Asuransi Karena Ketidak mampuan Fisik atau Mental Karyawan Apabila karyawan mengalami ketidak mampuan fisik atau mental sehingga tidak dapat bekerja secara penuh, secara ekonomis perusahaan tidak mungkin membiayai karyawan yang tidak produktif. Oleh karena itu, perusahan mengikutsertakan karyawan dalam program asuransi Jaminan Asuransi Lain Program kelompok membuat beberapa perusahan untuk menyediakan berbagai program asuransi yang lain. Asuransi yang sah menurut undang – undang memberikan kemudahaan kepada karyawan Jaminan Keamanan Karyawan Disamping mengikutsertakan pekerja dalam program asuransi, terdapat program – program non-asuransi yang dapat memberikan jaminan keamanankepada pekerja. Program ini dapat memberikan keuntungan bagi karyawan, baik sebelum masa pension maupun pada saat pensuin. Program nonasuransi yang dapat diadopsi oleh perusahaan adalah : Jaminan Terhadap Pendapatan Atas Pekerjaan Kehilangan pekerjaan (baik karena PHK atau sebab lain) akan memberikan dampak buruk bagi ekonomi rumah tangga karyawan. Dampak buruk ini dapat diminimalisir dnegan menerapkan program jaminan pendapatan bagi pekerja. Jaminan Pensiun Pensiun diberikan bagi karyawan yang telah bekerja di perusahaan untuk masa tertentu. pensiun merupakan salah satu program perusahaan dalam rangka memberikan jaminan keamana financial bagi karyawan yang sudak tidak produktif. · Membuat Program Pensiun · Pensiun Dini · Penasehat Pensiun Masa Persiapan Pensiun Perusahaan umumnya menetapkan batas usia pension bagi karyawan. Umumnya, karyawan akan pension dari perusahaan pada usia 55 tahun. Biasanya, sebelum mencapai usia pension tersebut, perusahan melaksanakan program yang disebut Masa Persiapan Pensiun. Lembaga Dana Pensiun Dalam rangka menjalankan program pension yang ditetapkan oleh perusahaan, perusahaan dapat membentuk suatu lembaga yang mengurus pension karyawan , yang sering disebut dengan Dana Pensiun Tujangan Berupa Istirahat Kerja Beberapa bentuk Istirahat Kerja adalah : Istirahat Selama Jam Kerja Beberapa bentuk tunjangan istirahat kerja umumnya ditemi selam jam kerja, seperti waktu istirahat, waktu makan, dan waktu untuk melaksanakan Ibadah. Istirahat dari kegiatan fisik dan mental akan dapat mengembalikan kembali kesegaran dan energi pekerja sehingga meraka dapat meningkatkan produktivitas kerja. Cuti Sakti Memberikan kompensasi kepada pekerja bila dia tidak bekerja dikarenakan sakit. Kebanyakan kebijakan cuti memberikan kompensasi penuh bagi sejumlah khususnya sakit yang diizinkan, biasanya sampai kira – kira 12 hari pertahun Cuti dan Liburan Perusahaan menerapkan kebijakan memberikan cuti dan liburan kepada karyawan selama beberapa hari dalam satu tahun dan memberikan keompensasi kepada meraka selama masa tersebut. Bebas Dari Kejadiran Bebas dari kehadiran biasanya diberikan dalam hal karyawan (wanita) sedang hamil, sakit yang memerlukan istirahat tambahan, tugas pengadilan dan lain – lain. Asuransi Pengangguran Tunjangan pengangguran tidak berarti untuk semua karyawan yang dilepas, hanya mereka yang diberhentikan bukan karena kesalahan mereka sendiri. Tunjangan Berupa Pengaturan Kerja Beberapa bentuk dari tunjangan penaturan kerja adalah : Waktu kerja yang lebih pendek Beberapa perusahaan yang telah menerapkan kebijaksan waktu kerja yang lebih pendek dan berhasil meningkatkan produktivitas kerja. Fleksibilitas Waktu Fleksibilitas waktu adalah kebijakan perusahaan untuk memberikan kebebasan bagi karyawan untuk memulai dan mengakhiri aktivitas kerja, sepanjang telah memenuhi jangka waktu kerja tertentu. Pembagian Kerja Pembagian kerja merupakan program kerja yang diterapkan perusahaan dengan menempatkan satu atau lebih karyawan untuk mengerjakan pekerjaan yang sama, tetapi pada jam kerja yang berbeda, bahkan bias pula pada hari sabtu atau minggu yang berbeda Berapa Bentuk Santunan Pekerja Beberapa perusahaan memberikan berbagai bentuk santunan kepada karyawan, yang merupakan strategi dari divisi SDM dalam rangka meningkatkan loyalitas dan produktivitas karyawan. Berapa bentuk santunan yang umumnya diberikan adalah : Santunan Pendidikan Beberapa perusahaan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM memberikan santunan dalam bentuk biaya pendidikan bagi karyawan yang memenuhi kulifikasi tertent Santunan Keuangan Salah satu program pemberian satunan kepada karyawan adalah memberikan diskon (potongan Harga) kepada karyawan. Santunan Sosial Beberapa perusahaan juga memberikan santunan kepada karyawan yang menghadapi permasalahan individu maupun keluarga dalam hal mereka mengadapi permasalahan ketergantungan alkohol, narkotika atau malalah keluarga lainnya. Permasalahan ini berdampak serius terhadap kinerja kayawan. Salah satu contoh santunan sosial dari Perusahaan yaitu : · Pengasuhan Anak Pengasuhan anak adalah tanggung jawab bersama. Saat ini makin banyak perusahaan memberikan berbagai jenis bantuan pengasuhan anak kepada pekrja mereka · Perawatan Lansia Bantuan – bantuan yang diberikan berkisaran dari program penyediaan informasi, hingga asuransi perawatan khusus · Bantuan Relokasi dan Perumahan Sejalan dengan terus meningkatnya biaya perumahan, makin banyak perusahaan mempertimbangakan perumahan sebagai suatu tunjangan kepada pekerja Masalah Administratif Walaupun perusahaan – perusahaan cenderung memandang kompensasi tidak langsung sebagai suatu imbalan, para penerimanya tidak selalu melihatnya demikin. Konflik seperti ini menyebabkan perusahaan menaruh perhatian terhadap persoalan bagaimana mereka seharusnya mengelola paket – paket tunjangan kompensasi tidak langsung kepada mereka : Menetapkan Paket Tunjangan Paket tunjangan dipilih berdasarkan apa yang baik bagi pekerja maupun perushaan Menyediakan Fleksibilitas Tunjangan Jika para pekerja dapat merancang sendiri paket – paket tunjangannya, maka mereka maupun perushaan akan selangkah lebih maju Mengkomunikasikan Paket Tunjangan Dengan mengomunikasikan paket tunjangan dan menyediakan fleksibilitas tunjangan, citra positif kompensasi secara tidak langsung dapat ditingkatkan Mengelola dan Mengurangi Biaya Tunjangan Kencenderungannya sangat jelas saat ini, makin banyak perusahaan mengurangi biaya tunjangan dan mengelola biayanya secara baik 2.4. Perlindungan, Keselamatan, Dan Kesehatan Pekerja 1. Pelindungan a. Yang Berhubungan Dengan Masalah Keuangan Perlindungan yang berhubungan dengan masalah keuangan dilakukan melalui pemberian berbagai santunan dalam bentuk santunan jaminan sosial, kompensasi ketiadaan pekerja, biaya medis, dan kompensasi pekerja b. Perlindungan Yang Berhubungan Dengan Keamana Fisik Karyawan Dalam rangak memberikan perlindungna terhadap keselamatan dan keamaan kerja, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang – undangan yang mengharuskan perusahaan untuk memberikan fasilitas yang memadai demi menjamin keamanan kerja serta memberikan jaminan finansial apabila karyawan mengalami kecelakan kerja 2. Pengertian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk kepada tradisi – tradisi fisiologis – Fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan 3. Tujuan Dan Pentingnya Keselamatan Kerja a. Manfaat Lingkungan Yang Aman Dan Sehat Jika perusahaan dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan – kecelakaan kerja, penyakit, dan hal – hal yang berkaitan dengan stress, serta mampu meningkatkan kulitas kehidupan kerja para pekerja, perusahan akan semakin efektif. Peningkatan – peningkatan terhadap hal ini akan mengasilkan : · Mengingkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang · Menginkatnya efisensi dan kualitas kerja yang lebih berkomitmen · Menurunnya biaya – biaya kesehatan dan asuransi · Tingkat Kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim · Felksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan · Rasio seleski tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan b. Kerugian Lingkungan Kerja Yang Tidak Aman dan Tidak Sehat Jumlah biaya yang besar sering muncul karena ada kerugian – kerugian akibat kematian dan kecelakaan di tempat kerja dan kerugian menderita penyakit – penyakit yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan 4. Gangguan Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan kerja Baik aspek fisik maupun sosio-psikologis lingkungan pekerjaan membawa dampak kepada keselamtan dan kesehatan kerja salah satunya sebagai berikut : a. Kecelakaan – Kecelakaan Kerja Perusahaan – perusahaan tertentu atau departemen tertentu cenderung mempunyai tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi dari pada lainnya. Beberapa karakteristik dapat menjelaskan perbedaan tersebut · Kulitas Organisasi Tingkat kecelakaan berbeda secara subtasial menurut jenis Industri · Pekerja Yang Mudah Celaka Sebagai ahli menunjuk pekerja sebagai penyebab utama terjadinya kecelakaan. Kecelakan bergantung pada perilaku pekerja, tingakt bahaya dalam lingkungan pekerja, dan semata – mata nasib sial · Pekerja Berperangai Sadis Kekerasan di tempat pekerja meningkatkan dengan pesat, dan perusahaan dianggap bertanggung jawab terhadap hal itu b. Penyakit – Penyakit Yang Diakibatkan Pekerjaan Sumber – sumber potensial penyakit- penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan sama beragamanya seperti gejala – gejala penyakit tersebut. · Kategori Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan Dalam jangak panjang, bahaya – bahaya di lingkungan tempat kerja dikaitkan dengan kanker kelenjar tiroid, hati, paru – paru, otak, ginjal dan lain – lain · Kelompok – kelompok Pekerja Yang Berisiko c. Kehidupan Kerja Berkualitas Rendah Bagi banyak pekerja, kehidupan kerja berkualitas rendah akan menyebabkan oleh kondisi tempat kerja yang gagal untuk memenuhi preferesnis – preferensi dan minat – minat tertentu seperti rasa tanggung jawab, keinginan akan pemberdayaan dan keterlibatan dalam pekerjaan tantangan, harga diri, pengendalian diri, penghargaan, prestasi, keadilan, keamanan, dan kepastian d. Stress Pekerjaan Penyebab umum stress bagi banyak pekerja adalah supervisor (atasan), salary (gaji), security (keamanan), dan safety (keselamatan). Aturan – aturan kerja yang sempit dan tekanan – tekanan yang tiada henti untuk mencapai jumlah produksi yang lebih tinggi adalah penyebab utama stress yang dikaitkan para pekerja dengan supervisor. Berikut ini salah satu penyebab stress kerja yaitu : · Perubahan Organisasi Perubahan – perubahan yang dibuat oleh perusahaan biasanya melibatkan sesuatu yang penting dan disetai keridakpastian · Tingkat Kecepatan kerja Tingkat kecepatan kerja dapat dikendalikan oelh mesin atau manusia · Lingkungna Fisik Walaupun otomatisasi kantor adalah suatu cara meningkatkan produktivitas, hal itu juga mempunyai kelemahan – kelemahan yang berhubungan dengan stress · Pekerja Yang Rentan Stres Manusia memang berbeda dalam memberikan respon terhadap penyebab stress e. Kelelahan Kerja Adalah sejenis stress yang banyak dialami oleh orang – orang yang bekerja dalam pekerjaan – pekerjaan pelayanan 2.5. Strategi Meningkatkan Kualitas Kerja Bila penyebabnya sudak diidentifikasi, strategi – strategi dapat dikembangkan untuk menghilangkan atu mengurangi bahaya – bahaya kerja. Untuk menentukan apakah suatu strategi efektif atau tidak, perusahaan dapat membandingkan insiden, kegawatan, dan frekuensi penyakit – penyakit dan kecelakaan sebelum dan sesudah strategi tersebut diberlakukan 1. Memantau Tingkat Keselamtan Dan Kesehatan Kerja Mewajibkan perusahaan – perusahaan untuk menyimpan catatan insiden – insiden kecelakaan dan kasus penyakit yang terjadi dalam perusahaan. Perusahaan juga mencatat tingkat kegawatan dan frekuensi setiap kecelakaan atu kasus penyakit tersebut Tingkat Insiden Indeks keamanan industri yang paling ekspilist adalah tingkat insiden yang menggambarkan jumlah kecelakaan dan penyakit dalam satu tahun Tingkat Frekuensi Tingkat frekuensi mencerminkan jumlah kecelakaan dan penyakit setiap satu juta jam kerja bukan dalam tahunan seperti dalam tingkat insiden Tingkat Kegawatan Tingkat kegawatan menggambarkan jam kerja yang hilang karena kecelakaan atau penyakit Mengendalikan Kecelakaan Cara terbaik untuk mencegah kecelakaan dan meningkatkan keselamatan kerja barang kali adalah dengan merancang lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga kecelakan tidak akan terjadi Ergonomis Cara lain untuk meningkatakan keselamatan kerja adalah dengan membuat pekerjaan itu sendiri menjadi lebih nyaman dan tidak terlalu melelahkan Divisi Keselamtaan Kerja Strategi lain dalam rangka mencegah kecelakaan adalah pemanfaatan divisi – divisi keselamatan kerja Pengubahan Tingkah Laku Mendorong dilaksanakan kebiasaan kerja yang dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan juga dapat menjadi strategi yang sangat berhasil Mengurangi Timbulnya Penyakit Penyakit – penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan jauh lebih memakan biaya dan berbahaya bagi perusahaan dan para pekrja dibandingkan dengan kecelakaan kerja Penyimpanan Catatan Mewajibkan perusahaan untuk setidak – tidaknya melakukan pemeriksaan terhadap kadar bahan kimia yang terdapat dalam lingkunagan, dan menyimpan catatan mengenai informasi yang terperinci tersebut Memantau Kontak Langsung Pendekatan yang pertama dalam mengendalikan penyakit – penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan adalah membebaskan tempat kerja dari bahan – bahan kimia atau racun satu pendekatan alternatifnya adlah dengan memantau dan membatasi kintak langsung terhadapt zat – zat yang be Penyaringan Genetik Penyaringan genetic adalah pendekatan mengendalikan penyakit – penyakit yang paling ekstrim, sehingga sangat controversia 2. Mengendalikan Stres Dan Kelelahan Kerja Program pelatihatn yang dirancang untuk membantu para pekerja mengatasi stress yang diakibatkan oleh pekerja. Program ini disediakan untuk staf pngawasan, staf professional, dan pegawai, dengan tujuan memperkenalkan bahan – bahan, keahlian informasi, dan definisi peran pengawasan dan menajemen ningkatan Partisipasi Dalam Pengambilan Keputusan Pentingnya kemampuan mengendalikan, atau setidaknya memprediksi apa yang akan terjadi di masa akan datang sangat disadari Strategi – trategi Manajemen Stres Manajemen waktu dapat merupakan strategi yang efektif dalam mengatasi stress pekerjaan 3. Mengembangakan Kebijakan – Kebijakan Kesehatan Kerja Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan meningkatnya tanggung jawab, semakin banyak perusahaan mengembangkan pernyataan – pernyataan ini berkembang dari suatu kepedulian bahwa perusahaan – perusahaan harus proaktif menangani masalah – masalah kesehatan dan kesamatan kerja 4. Menciptakan Program – Program Kebugaran Perusahaan – perusahaan semakin memusatkan perhatian kepada usaha – usaha untuk menjaga agar para pekerja tetap sehat dari pada menolong mereka sembuh dari penyakitnya. 2.6. Pertimbangan Hukum Kerangka kerja hokum bagi keselamatan dan kesehatan kerja dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu : 1. Occupation Safety And Health Administration Mengharuskan pemeriksaan keselamatan dan kesehatan kerja tanpa memandang ukuran perusahaan, pelaporan oleh perusahaan, dan penyelidikan terhadap kecelakan kerja 2. Program – Program Kompensasi Pekerja Kopensansi pekerja diciptakan utnuk memberikan bantuan keuangan bagi para pekerja yang tidak mampu bekerja akibat kecelakaan dan penyakit tersebut pembayaran kompensasi pekerja dalam kasus – kasus kecemasan, depresi, dan kelainan mental yang berhubungan dengan pekerjaan 3. Common- Law Doctrine Of Torts Hukum ini terdiri dari putusan – putusan pengadilan yang berkenaan dengan tindakan – tindakan pelanggaran seperti cedera yang dialami seorang pekerja akibat tindakannya sendiri cedera yang dialami seorang pekerja akibat tindakannya sendiri atau akibat perbuatan pekerja lainnya, atau bahkan konsumen, dan penyebabkan adanya tuntutan hokum kepada perusahaan 4. Inisiatif – Inisiatif Lokal Perusahaan – perusahaan perlu memperhatikan peraturan – peraturan local. Kadang – kadang, inisiatif – inisiatif lokal ini memberikan sekilas tentang petunjuk yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah lain, atau bahkan pemerintah pusat dimasa datang BAB III PEMBAHASAN 3.1 Analisa bahaya di tempat kerja Analisa bahaya di tempat kerja merupakan tahap pertama terpenting dari seorang semua tempat kerja untuk mengetahui potensi bahaya di tempat kerja terhadap pekerja. Pengenalan lapangan kerja yang merupakan daerah tanggung jawab Kita harus dikontrol setiap waktu, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di area kerja dapat termonitor setiap saat. Dalam memonitor lingkungan kerja, selain lingkungan fisik, perlu juga dilakukan monitoring terhadap para pekerja dengan melakukan interview untuk menanyakan apakah ada isu-isu kesehatan yang terjadi di areanya. Sebelumnya kita harus memberikan informasi kedatangan Kita kepada Foreman atau Supervisor yang berwenang di area tersebut. Sehingga apabila ditemukan hal-hal yang substandard bisa dilakukan klarifikasinya kepada mereka. Ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan informasi antara kondisi lapangan dengan keterangan dari mereka. 1. Selama proses menganalisa seorang Industrial Hygienist melakukan: Mengidentifikasi bahaya-bahaya yang mungkin dapat terjadi, permasalahan-permasalahan kerja serta resikonya. Menganalisa kondisi-kondisi yang dapat diukur untuk mencari permasalan yang timbul. 2. Mengembangkan strategi sampling dan menggunakan peralatan-peralatan sampling yang dimiliki untuk mengukur seberapa besar sumber bahaya di tempat kerja. 3. Melakukan pengamatan terhadap bagaimana dampak sumber-sumber bahaya kimia dan fisika dapat mempengaruhi kesehatan pekerja dengan melakukan pengukuran. 4. Membandingkan hasil sampling dengan standart atau petunjuk yang relevan untuk menentukkan apakah pengontrolan khusus diperlukan 3.2 Pengontrolan di Tempat Kerja Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan: 1. Engineering kontrol. Menghilangkan semua bahaya-bahaya yang ditimbulkan. Mengurangi sumber bahaya dengan mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya. Work proses ditempatkan terpisah. Menempatan ventilasi local/umum. 2. Administrasi kontrol. Pengaturan schedule kerja atau meminimalkan kontak pekerja dengan sumber bahaya. 3. Praktek kerja. Mengikuti prosedur yang sesuai untuk meminimalisasi pemaparan ketika pengoperasian. Inspeksi secara reguler dan perawatan peralatan. 4. APD Ini merupakan langkah terakhir dari hirarki pengendalian. BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Dari pemampaan makalah ini kami dapat menyimpulkn bahwa proteksi atau perlindungan perusahan terhadapt karyawan sangat penting dilakukan proteksi atau perlindungan ini akan semakin mengingkatkan kesejahtraan, kesehatan dan terutama keselamatan kerja karyawan. Keselamatan kerja menunjuk kepada kondisi – kondisi fisiologis-fisikal dan pisiologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan – tindakan keselamatan yang efektif, maka tidak akan ada lagi kecelakaan dalam pekerja hal ini akan lebih mempercepat kesejahtraan karyawan yang nantinya juga berimbas pada hasil – hasil produksi perusahaan ini Peranan departemen sumber daya manusia dalam keselamatan kerja merupakan peranan yang sangat vital dalam perusahaan, departemen inilah yang merencanakan program keselamatan kerja karyawan sampi dangan pelaksanaannya 4.2. Saran Adapun saran yang dapat kami berikan adalah sebagia berikut : Perusahaan dalam hal ini manajer SDM harus merencanakan atau membuat program yang berkesinambungan mengenai keselamatan kerja karyawan. Perusahaan hendaknya tidak tinggal diam apabila ditemukan terjadi kecelakaan pada saat karyawan bekerja Kecelakaan pada saat bekerja merupakan resiko yang merupakan bagian dari pekerjaan, untuk utu perusahaan hendaknya mencegah dalam hal ini melakukan proteksi atau perlindungan berupa kompensasi yang tidak dalam bentuk imbalan, baik langsung maupun tidak langsung, yang diterapkan oleh perusahaan kepada pekrja. Proteksi atau perlindungan pekerja merupakan keharusan bagi sebuah perushaan./ DAFTAR PUSTAKA www.pengendalian keselamatan kerja dibidang Proteksi Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Prinsip Dasar Manajemen Risiko (Risk Management) 8:50 PM Kancil Jogja No comments Manajemen risiko mulai diperkenalkan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pada era tahun 1980-an setelah berkembangnya teori accident model dari ILCI dan juga semakin maraknya isu lingkungan dan kesehatan. Manajemen risiko bertujuan untuk minimisasi kerugian dan meningkatkan kesempatan ataupun peluang. Bila dilihat terjadinya kerugian dengan teori accident model dari ILCI,maka manajemen risiko dapat memotong mata rantai kejadian kerugian tersebut,sehingga efek dominonya tidak akan terjadi. Pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun ‘accident’. Ruang lingkup proses manajemen risiko terdiri dari: Penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya Identifikasi risiko, Analisis risiko, Evaluasi risiko, Pengendalian risiko, Pemantauan dan telaah ulang, Koordinasi dan komunikasi. Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/ organisasi. Proses manajemen risiko Ini merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Proses manajemen risiko juga sering dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi. Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan:penetapan konteks,identifikasi,analisa,evaluasi,pengendalian serta komunikasi risiko. Proses ini dapat diterapkan di semua tingkatan kegiatan,jabatan,proyek,produk ataupun asset. Manajemen risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan sejak awal kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko seringkali dilakukan pada tahap pelaksanaan ataupun operasional kegiatan. Terdapat empat prasyarat utama manajemen resiko,yaitu: 1. Kebijakan Manajemen Risiko Eksekutif organisasi harus dapat mendefinisikan dan membuktikan kebenaran dari kebijakan manajemen risikonya,termasuk tujuannya untuk apa,dan komitmennya. Kebijakan manjemen risiko harus relevan dengan konteks strategi dan tujuan organisasi,objektif dan sesuai dengan sifat dasar bisnis (organisasi) tersebut. Manejemen akan memastikan bahwa kebijakan tersebut dapat dimengerti,dapat diimplementasikan di setiap tingkatan organisasi. 2. Perencanaan Dan Pengelolaan Hasil 1. Komitmen Manajemen;Organisasi harus dapat memastikan bahwa: Sistem manejemen risiko telah dapat dilaksanakan,dan telah sesuai dengan standar Hasil/ performa dari sistem manajemen risiko dilaporkan ke manajemen organisasi,agar dapat digunakan dalam meninjau (review) dan sebagai dasar (acuan) dalam pengambilan keputusan. 2. Tanggung jawab dan kewenangan;Tanggung jawab,kekuasaan dan hubungan antar anggota yang dapat menunjukkan dan membedakan fungsi kerja didalam manajemen risiko harus terdokumentasikan khususnya untuk hal-hal sebagai berikut: Tindakan pencegahan atau pengurangan efek dari risiko. Pengendalian yang akan dilakukan agar faktor risiko tetap pada batas yang masih dapat diterima. Pencatatan faktor-faktor yang berhubungan dengan kegiatan manajemen risiko. Rekomendasi solusi sesuai cara yang telah ditentukan. Memeriksa validitas implementasi solusi yang ada. Komunikasi dan konsultasi secara internal dan eksternal. 3. Sumber Daya Manusia;Organisasi harus dapat mengidentifikasikan persyaratan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualifikasi SDM perlu untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang relevan dengan pekerjaannya seperti pelatihan manajerial,dan lain sebagainya. 3. Implementasi Program Sejumlah langkah perlu dilakukan agar implementasi sistem manajemen risiko dapat berjalan secara efektif pada sebuah organisasi. Langkah-langkah yang akan dilakukan tergantung pada filosofi,budaya dan struktur dari organisasi tersebut. 4. Tinjauan Manajemen Tinjauan sistem manajemen risiko pada tahap yang spesifik,harus dapat memastikan kesesuaian kegiatan manajemen risiko yang sedang dilakukan dengan standar yang digunakan dan dengan tahap-tahap berikutnya. Manajemen risiko adalah bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen proses. Manajemen risiko adalah bagian dari proses kegiatan didalam organisasi dan pelaksananya terdiri dari mutlidisiplin keilmuan dan latar belakang,manajemen risiko adalah proses yang berjalan terus menerus. Elemen utama dari proses manajemen risiko,seperti yang terlihat pada gambar meliputi: Penetapan tujuan;Menetapkan strategi,kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen risiko yang akan dilakukan. Identifkasi risiko;Mengidentifikasi apa,mengapa dan bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisis lebih lanjut. Analisis risiko;Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas X konsekuensi). Evaluasi risiko;Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah,maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian. Pengendalian risiko;Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode,bisa dengan transfer risiko,dan lain-lain. Monitor dan Review;Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko yang dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan. Komunikasi dan konsultasi;Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal dan eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan. Manajemen risiko dapat diterapkan di setiap level di organisasi. Manajemen risiko dapat diterapkan di level strategis dan level operasional. Manajemen risiko juga dapat diterapkan pada proyek yang spesifik,untuk membantu proses pengambilan keputusan ataupun untuk pengelolaan daerah dengan risiko yang spesifik. Beberapa Istilah Penting Dalam Manajemen Risiko 1. Konsekuensi Akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif,berupa kerugian,sakit,cedera,keadaan merugikan atau menguntungkan. Bisa juga berupa rentangan akibat-akibat yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan suatu kejadian. 2. Biaya Dari suatu kegiatan,baik langsung dan tidak langsung,meliputi berbagai dampak negatif,termasuk uang,waktu,tenaga kerja,gangguan,nama baik,politik dan kerugian-kerugian lain yang tidak dinyatakan secara jelas. 3. Kejadian Suatu peristiwa (insiden) atau situasi,yang terjadi pada tempat tertentu selama interval waktu tertentu. 4. Analisis Urutan Kejadian Suatu teknik yang menggambarkan rentangan kemungkinan dan rangkaian akibat yang bisa timbul dari proses suatu kejadian. 5. Analisis Urutan Kesalahan Suatu metode sistem teknik untuk menunjukkan kombinasi-kombinasi yang logis dari berbagai keadaan sistem dan penyebab-penyebab yang mungkin bisa berkontribusi terhadap kejadian tertentu (disebut kejadian puncak). 6. Frekuensi Ukuran angka dari peristiwa suatu kejadian yang dinyatakan sebagai jumlah peristiwa suatu kejadian dalam waktu tertentu. Terlihat juga seperti kemungkinan dan peluang. 7. Bahaya (hazard) Faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu dan mempunyai potensi untuk menimbulkan kerugian. 8. Monitoring/ Pemantauan Pengecekan,Pengawasan,Pengamatan secara kritis,atau Pencatatan kemajuan dari suatu kegiatan,tindakan,atau sistem untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi. 9. Probabilitas Digunakan sebagai gambaran kualitatif dari peluang atau frekuensi. Kemungkinan dari kejadian atau hasil yang spesifik,diukur dengan rasio dari kejadian atau hasil yang spesifik terhadap jumlah kemungkinan kejadian atau hasil. Probabilitas dilambangkan dengan angka dari 0 dan 1,dengan 0 menandakan kejadian atau hasil yang tidak mungkin dan 1 menandakan kejadian atau hasil yang pasti. 10. Risiko Ikutan Tingkat risiko yang masih ada setelah manajemen risiko dilakukan. 11. Risiko Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak terhadap sasaran. Ini diukur dengan hukum sebab akibat. Variabel yang diukur biasanya probabilitas,konsekuensi dan juga pemajanan. 12. Penerimaan Risiko (acceptable risk) Keputusan untuk menerima konsekuensi dan kemungkinan risiko tertentu. 13. Analisis risiko Sebuah sistematika yang menggunakan informasi yang didapat untuk menentukan seberapa sering kejadian tertentu dapat terjadi dan besarnya konsekuensi tersebut. 14. Penilaian risiko Proses analisis risiko dan evalusi risiko secara keseluruhan. 15. Penghindaran risiko Keputusan yang diberitahukan tidak menjadi terlibat dalam situasi risiko. 16. Pengendalian risiko Bagian dari manajemen risiko yang melibatkan penerapan kebijakan,standar,prosedur perubahan fisik untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang kurang baik. 17. Evaluasi risiko Proses yang biasa digunakan untuk menentukan manajemen risiko dengan membandingkan tingkat risiko terhadap standar yang telah ditentukan,target tingkat risiko dan kriteria lainnya. 18. Identifikasi Risiko Proses menentukan apa yang dapat terjadi,mengapa dan bagaimana. 19. Pengurangan Risiko Penggunaan/ penerapan prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang tepat secara selektif,dalam rangka mengurangi kemungkinan terjadinya suatu kejadian atau konsekuensinya,atau keduanya. 20. Pemindahan Risiko (risk transfer) Mendelegasikan atau memindahkan suatu beban kerugian ke suatu kelompok/ bagian lain melalui jalur hukum,perjanjian/ kontrak,asuransi,dan lain-lain. Pemindahan risiko mengacu pada pemindahan risiko fisik dan bagiannya ke tempat lain. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Manajemen Risiko Rumah Sakit Info Pelayanan Publik - Info Kesehatan 1. Apakah manajemen risiko itu? Manajemen risiko merupakan perilaku dan intervensi proaktif untuk mengurangi kemungkinan cedera serta kehilangan. Dalam perawatan kesehatan, manajemen risiko bertujuan untuk mencegah cedera pada pasien dan menghindari tindakan yang merugikan profesi. Asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan sistem pelaksanaannya yang aman, merupakan kunci bagi manajemen risiko yang efektif dalam keperawatan kedaruratan. Mayoritas cedera pada pasien dapat ditelusuri sampai kepada ketidaksempurnaan sistem yang dapat menjadi penyebab primer cedera atau yang membuat perawat melakukan kesalahan sehingga terjadi cedera pada pasien. Begitu terjadi cedera, manajemen risiko hams memfokuskan perhatiannya pada upaya mengurangi akibat cedera tersebut untuk memperkecil kemungkinan diambilnya tindakan hukum terhadap petugas. 2. Apakah malpraktik itu? Malpraktik merupakan kesalahan dalam pelaksanaan tugas profesi atau kurangnya keterampilan profesi. Kelalaian merupakan teori hukum yang paling sering digunakan untuk menuntut perawat dengan tuduhan malpraktik. Kelalaian perawat adalah perbuatan atau kegagalan untuk berbuat yang menyebabkan cedera atau akibat yang merugikan pada diri pasien. Teori ini melingkupi empat persyaratan yang berbeda: (1) tugas, (2) pelanggaran tugas (gagal melaksanakan tugas), (3) penyebab, dan (4) cedera. Keempat unsur ini harus dipenuhi dahulu sebelum menuntut perawat dengan alasan kelalaian. 3. Bagaimana “standar perawatan” atau “derajat perawatan” ditentukan? Tugas dan pelanggaran diukur oleh standar perawatan. Standar perawatan menurut hukum merupakan derajat perawatan yang harus diwujudkan oleh seorang perawat yang cukup bijaksana dalam kondisi yang sama atau serupa. “Derajat perawatan” mengharuskan pembandingan perilaku perawat yang nyata dengan standar pelaksanaan profesi (seperti standar yang diterbitkan oleh Emergency Nurses Association). Selain itu, kebijakan rumah sakit, prosedur dan protokol pelaksanaan di samping pelbagai standar yang ditetapkan oleh organisasi akreditisasi, seperti Joint Commission of Healthcare Hospital Organization (JCAHO) digunakan untuk menjangkau derajat perawatan yang dipersyaratkan. Di pengadilan, saksi perawat ahli akan menyampaikan kesaksiannya sebagai bukti derajat keperawatan yang seharusnya diwujudkan oleh seorang perawat yang bijaksana dalam situasi atau keadaan ketika perawat yang dituntut oleh hukum mewujudkan derajat tersebut dalam pekerjaannya. 4. Bagaimana hukum berlaku dalam keadaan di luar kendali perawat? Hukum mengakui bahwa perawat mungkin tidak dapat mengendalikan keadaan tertentu dan ketidakmampuannya ini membuatnya tidak bisa memenuhi tugasnya. Dalam situasi kedaruratan, keadaan yang umumnya dapat dimaafkan bagi perawat yang tidak dapat memenuhi tugasnya adalah perilaku pasien yang tidak patuh, melecehkan, atau menunjukkan kekerasan terhadap perawat atau orang lain. Semua ini merupakan keadaan yang diciptakan oleh pasien sendiri. 5. Apa yang terjadi dalam situasi ketika perawat dapat mengendalikannya? Hukum tidak dapat memaafkan keadaan yang diciptakan oleh perawat sendiri. Suatu contoh yang baik tentang hal ini adalah ketidakhadiran perawat ketika pasien memerlukan perawatan. Mungkin saja perawat me ninggalkan pasien untuk mengurus keperluannya sendiri. Di UGD yang penuh kesibukan, tidak jarang waktu berlalu tanpa kesempatan untuk beristirahat. Dalam keadaan seperti ini, Anda hams berhati-hati. Jika seorang pasien yang membutuhkan perawatan ditinggal pergi tanpa penyerahan tugas perawatannya kepada perawat lain dan kemudian pasien tersebut mengalami cedera pada saat perawat yang bertanggung jawab itu tidak ada, kemungkinan besar hukum menganggap perawat tersebut lalai. Pemyataan bahwa perawat sebagai karyawan berhak atas kesempatan beristirahat tidak dapat dijadikan alasan untuk membela diri ketika disalahkan karena meninggalkan pasien. 6. Apakah seorang perawat juga dianggap lalai jika is meninggalkan pasien karena harus memberikan perawatan yang mendesak kepada pasien lainnya? Di A.S. terdapat undang-undang bagi perawat kedaruratan yang dinamakan “Catch 22? yang berlaku jika timbul konflik kepentingan akibat lebih dari seorang pasien yang memerlukan perawatan segera. Sayangnya, undang-undang ini menyebutkan jika seorang pasien mengalami cedera karena ketidakhadiran perawat bahkan ketika perawat ini tengah merawat pasien lain, hukum dapat menganggapnya sebagai kelalaian yang disebabkan karena meninggalkan pasien yang memerlukan perawatan. Lebih lanjut mengenai manajemen reiko ini bisa dibaca di buku Panduan Belajar Keperawatan Emergensi Oleh Kathleen S. Oman, Jane Koziol-McLain & Linda J. Scheetz ______________________ Sumber Pustaka terkait dengan Manajemen risiko khususnya untuk rumah sakit: - Buku Ajar: Keperawatan Perioperatif; (Comprehensive Perioperative Nursing); Volume 1 Oleh Barbara J. Gruendemann, Billie Fernsebner - Mutu layanan kesehatan perpektif internasional – Al-Assaf (editor) – EGC - Penyelesaian hukum dalam malpraktik kedokteran – Nusye K. I. Jayanti – Pustaka Yustisia, 2009 – 136 halaman - Pengantar Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan Untuk Perawat Klinis – Russel Swanburg – EGC - http://requestartikel.com Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq q Manajemen Resiko December 20, 2012 by rhyerhiathy BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Program Kesehatan Kerja mempunyai tujuan utama yaitu memberikan perlindungan kepada pekerja dari bahaya kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja dan promosi kesehatan pekerja. Lebih jauh lagi adalah menciptakan kerja yang tidak saja aman dan sehat, tetapi juga nyaman serta meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas. Kantor Perburuhan Internasional (ILO) pada tahun 2005 memperkirakan bahwa diseluruh dunia setiap tahun 2.2 juta orang meninggal karena kecelakaan-kecelakaan dan penyakitpenyakit akibat kerja. Dan kematian-kematian akibat kerja nampaknya meningkat. Lagi pula, diperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta kecelakaan-kecelakaan yang akibat kerja yang tidak fatal (setiap kecelakaan paling sedikit mengakibatkan paling sedikit tiga hari absen dari pekerjaan) dan 160 juta penyakit-penyakit baru akibat kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan pemerintah, pengusaha, pekerja dan keluarganya diseluruh dunia. Sementara beberapa industri bersifat lebih berbahaya dari industri yang lain, kelompok pekerja migran dan pekerja berpenghasilan kecil yang lain lebih banyak dihadapkan pada risiko mengalami kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dan kesehatan yang kurang baik, karena kemiskinan seringkali memaksa mereka untuk menerima pekerjaan yang tidak aman. Berbagai pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi atau perusahaan salah satunya yaitu menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang dihadapi sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan melalui suatu pemikiran positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau imbalan hasil yang tinggi pula. 1.2 RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah akan memberikan gambaran mengenai apa yang akan dibahas pada bab selanjutnya, adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu mengenai komponen manajemen risiko ditempat kerja yang terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. Apa definisi risiko dan manajemen risiko ? Apa tujuan diterapkannya manajemen risiko di tempat kerja ? Apa manfaat diterapkannya manajemen risiko di tempat kerja ? Apa komponen utama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja ? Bagaimana proses manajemen risiko di tempat kerja ? 1.3 TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni bersumber dari apa yang telah dirumuskan pada rumusan masalah yaitu : 1. Untuk mengetahui dan paham definisi risiko dan manajemen risiko 2. Untuk mengetahui dan paham tujuan diterapkannya manajemen risiko di tempat kerja 3. Untuk mengetahui dan paham manfaat diterapkannya manajemen risiko di tempat kerja 4. Untuk mengetahui dan paham komponen utama manajemen risiko di tempat kerja 5. Untuk mengetahui dan paham proses manajemen risiko di tempat kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI RISIKO DAN MANAJEMEN RISIKO Risiko adalah ketidakpastian tentang kejadian di masa depan. Beberapa definisi tentang risiko, sebagai berikut: 1. Risk is the change of loss, risiko diartikan sebagai kemungkinan akan terjadinya kerugian, 2. Risk is the possibility of loss, risiko adalah kemungkinan kerugian, 3. Risk is Uncertainty, risiko adalah ketidakpastian, 4. Risk is the dispersion of actual from expected result, risiko merupakan penyebaran hasil actual dari hasil yang diharapkan, 5. Risk is the probability of any outcome different from the one expected, risiko adalah probabilitas atas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan. Dari beberapa definisi diatas, maka risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain “kemungkinan” itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Dan jika dikaji lebih lanjut “kondisi yang tidak pasti” itu timbul karena berbagai sebab, antara lain; jarak waktu dimulai perencanaan, keterbatasan informasi yang diperlukan, keterbatasan pengetahuan pengambil keputusan dan sebagainya. 1. Menurut Smith (1990 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran,dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut. 2. Menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam Anonim 2009), Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian. 3. Menurut William, et.al (1995 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi. 4. Dorfman (1998 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian. 2.2 TUJUAN DITERAPKANNYA MANAJEMEN RISIKO DI TEMPAT KERJA Manajemen risiko kesehatan di tempat kerja mempunyai tujuan: meminimalkan kerugian akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk meningkatkan produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman, memotong mata rantai kejadian kerugian akibat kegagalan Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah dan memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau mentransfer resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki adalah untuk mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil (Shen 1997 dikutip dalam Anonim 2009). Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko (Uher 1996 dikutip dalam Anonim 2009). 2.3 MANFAAT DITERAPKANNYA MANAJEMEN RISIKO DI TEMPAT KERJA Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al., 1996 dikutip dalam Anonim 2009) 1. Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit. 2. Memudahkan estimasi biaya. 3. Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam cara yang benar. 4. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan ketidakpastian dalam keadaan yang nyata. 5. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah. 6. Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan. 7. Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah. 8. Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif. Menurut Darmawi (2005 dikutip dalam Anonim 2009) Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu : 1. 2. 3. 4. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan. Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu. 5. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image. Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, maka secara implisit sudah terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara lain sebagai berikut ini (Darmawi 2005 dikutip dalam Anonim 2009). a. Survival b. Kedamaian pikiran c. Memperkecil biaya d. Menstabilkan pendapatan perusahaan e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan g. Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat. 2.4 KOMPONEN UTAMA MANAJEMEN RISIKO DI TEMPAT KERJA Komponen utama manajemen risiko kesehatan dalam kesehatan kerja adalah penilaian risiko (risk assessment), surveilans kesehatan (health surveillance), dan pencatatan (records). Di dalam komponen penilaian risiko (risk assessment), terdapat unsur tahapan yang meliputi Identifikasi bahaya (hazard identification), Penilaian dosis/intensitas efek (dose-effect assessment), dan karakterisasi risiko. Untuk dapat melakukan karakterisasi risiko perlu diketahui status kesehatan pekerja dan penilaian pajanan. Di dalam komponen surveilans kesehatan tercakup unsur surveilans medis dan pemantauan biologis. 2.4.1.PENILAIAN RISIKO 1. Identifikasi Bahaya Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi. Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda maupun lingkungan. Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat keselamatan dan kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa: 1. Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu 2. Faktor kimia : gas, uap, asap, logam berat 3. Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus 4. Aspek ergonomi : desain, sikap dan cara kerja 5. Stresor : tekanan produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan 6. Listrik dan sumber energi lainnya 7. Mesin, peralatan kerja, pesawat 8. Kebakaran, peledakan, kebocoran 9. Tata rumah tangga (house keeping) 10. Sistem Manajemen peusahaan 11. Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya. Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi : 1. Menentukan personil penilai Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang. 2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai. 3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait. 4. Identifikasi potensi bahaya Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja, misalnya melalui : 1. inspeksi / survei tempat kerja rutin 2. informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi 3. laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja 4. lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet) 5. dan lain sebagainya Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko. 5. Mencari informasi / data potensi bahaya Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan. 6. Analisis Risiko Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh. 7. Evaluasi risiko Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko. 8. Menentukan langkah pengendalian Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti : 1. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri. 2. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko 3. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja. 4. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain. 5. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan. 9. Menyusun pencatatan / pelaporan Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada. 10. Mengkaji ulang penelitian Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut. 2.Penilaian Pajanan Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu. Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, hygiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan. 3. Karakterisasi Risiko Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan) dengan perkiraan atau pengukuran intensitas / konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja. 2.4.2 SURVEILANS KESEHATAN Surveilans kesehatan merupakan penilaian keadaan kesehatan pekerja yang dilakukan secara teratur dan berkala. Surveilans kesehatan terdiri atas surveilans medis (termasuk pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penunjang, serta pemantauan biologis. Lebih tepat lagi bahwa bentuk/ isi dan kekerapan (frequency) pemeriksaan kesehatan ini ditetapkan oleh dokter yang berkompeten dalam program kesehatan kerja. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan harus memperhatikan hasil proses penilaian risiko. Bentuk dan jenis pemeriksaan kesehatan harus secara tegas terkait dengan bahaya kesehatan yang teridentifikasi dan sesuai karakter risikonya. Kekerapan pemeriksaan kesehatan ditentukan oleh besaran risiko kesehatan dan gangguan kesehatan terkait. Sebagai pedoman umum adalah mengacu pada peraturan dan perundangan di Indonesia yaitu sekali setiap tahun. Surveilans medis terdiri atas tiga hal penting yaitu pemeriksaan kesehatan pra-kerja (preemployment atau preplacement medical examination), sebelum subjek pemeriksaan bekerja atau ditempatkan, Pemeriksaan kesehatan berkala (periodic medical examination) yang terkait dengan pajanan bahaya kesehatan, dan pemeriksaan kesehatan khusus (specific medical examination) yang terkait dengan kembali bekerja (returning to work) setelah terdapat gangguan kesehatan yang bermakna dan penyakit yang berat. Tujuan pemeriksaan kesehatan pra-kerja adalah : 1. 1. Menetapkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan penempatan pekerja 2. Mengidentifikasi kondisi kesehatan yang mungkin diperburuk oleh pajanan bahaya kesehatan, kerentananan calon pekerja terhadap bahaya kesehatan tertentu yang memerlukan eksklusi pada individu dengan pajanan tertentu. 3. Menetapkan data dasar (baseline data) evaluasi sebelum pekerja ditempatkan atau melaksanakan pekerjaannya. Data dasar ini berguna sebagai pertimbangan kelak adanya gangguan kesehatan dan adanya kaitan dengan pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja. Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Berkala adalah : 1. Mendeteksi sedini mungkin setiap gangguan kesehatan yang mungkin terjadi dan disebabkan oleh pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja, dan kondisi kerja. 2. Mendeteksi perubahan status kesehatan (penyakit yang tidak berhubungan dengan pekerjaan) yang bermakna dapat menyebabkan gangguan kesehatan apabila melanjutkan pekerjaan, atau menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja atau kondisi kerja. Riwayat kesehatan dan riwayat pekerjaan secara lengkap diperlukan untuk dapat dilakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai terutama bila diketahui adanya pajanan yang berulang dan kemungkinan gangguan kesehatan. Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Khusus yakni pada dasarnya pemeriksaan kesehatan khusus sama dengan pemeriksaan kesehatan prakerja. Dalam hal ini hasil pemeriksaan kesehatan khusus ditempatkan sebagai data dasar menggantikan data dasar hasil pemeriksaan kesehatan prakerja. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan kesehatan khusus tergantung pada riwayat penyakit dan status kesehatan saat terakhir atau saat pemulihan. a. Pemantauan Biologis Pemantauan biologis (biological monitoring) adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap bagian tubuh sebagai media biologis (darah, urin, liur, jaringan lemak, rambut, dll) yang ditujukan untuk mengetahui tingkat pajanan atau efeknya pada pekerja. Dengan melakukan pemantauan biologis memungkinkan kita untuk dapat mengetahui dosis yang masuk ke dalam tubuh dari gabungan berbagai cara masuk. Disamping itu dengan pemantauan biologis dimungkinkan pemeriksaan pajanan untuk jangka lama dan adanya akumulasi di dalam tubuh. Pada kasus pajanan bahan kimia, pemeriksaan dapat berupa bahan aktif atau metabolitnya. Pemantauan biologis juga ditujukan untuk mengetahui pengaruh suatu pajanan bahaya kesehatan terhadap tubuh dan kerentanan tubuh terhadap pajanan bahaya kesehatan tertentu. b. Pengendalian Pajanan Bahaya Kesehatan Pengendalian pajanan ditujukan untuk mencegah terjadinya pajanan bahaya kesehatan, atau menurunkan tingkat pajanan sampai pada tingkat yang dapat diterima (acceptable level). Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung keadaan pada saat tersebut. Hirarki yang disarankan dalam pengendalian secara umum adalah; pengendalian secara teknis, pengendalian secara administratif, dan yang terakhir adalah penggunaan alat pelindung diri (personal protective equipment). Pada kasus pajanan kimia maka hirarki yang disarankan adalah: substitusi bahan yang berbahaya dengan yang tidak atau kurang berbahaya, pengendalian teknik seperti penyempurnaan ventilasi, perbaikan prosedur kerja dengan tujuan menurunkan pajanan, dan penggunaan alat pelindung diri. 2.4.3.PENATAAN DATA Penataan data (record keeping) merupakan bagian yang tidak boleh dilupakan dalam manajemen risiko kesehatan. Seluruh data yang diperoleh dari kegiatan manajemen risiko kesehatan ini terutama data tingkat pajanan dan surveilans kesehatan harus tersimpan rapi dan dijaga untuk setiap saat dapat digunakan sampai paling tidak selama 30 tahun. Penataan data ini ditujukan agar: 1. Dapat mengenal tren kesehatan dan masalah yang perlu penyelesaian. 2. Memungkingkan evaluasi epidemiologi. 3. Memenuhi persyaratan legal. 4. Tersedianya dokumentasi yang sesuai dengan pekerja dan perusahaan dalam kasus klaim kompensasi kecelakaan kerja termasuk penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. 5. Memungkinkan pemantauan kinerja kesehatan pekerja. Perlu dipahami bahwa data surveilans kesehatan pekerja bersifat rahasia sehingga harus mendapat penanganan untuk menjaga kerahasiaan tersebut. Data anonim harus digunakan ketika menyampaikan laporan kepada manajemen dan pengusaha, termasuk pemantauan kinerja program kesehatan dan keselamatan kerja. Data lain yang perlu ditata adalah yang terkait dengan pengendalian dan penilaian pajanan serta kegiatan surveilans kesehatan yang dilaksanakan dalam proses manajemen risiko kesehatan. Kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi termasuk penyampaian instruksi dan pelatihan, perlu dilakukan secara berkesinambungan. Pendidikan dan latihan merupakan komponen penting dalam perlindungan kesehatan pekerja. Tujuan utama pendidikan dan latihan ini adalah agar pekerja: 1. Mengerti, paling tidak pada tingkat dasar, bahaya kesehatan yang terdapat di lingkungan kerjanya. 2. Terbiasa dengan prosedur kerja dan melakukan pekerjaan sesuai prosedur untuk mengurangi tingkat pajanan. 3. Menggunakan alat pelindung diri dengan benar dan memelihara agar tetap berfungsi baik. 4. Mempunyai kebiasaan sehat dan selamat serta higine perorangan yang baik. 5. Mengenal gejala dini gangguan kesehatan akibat pajanan bahaya tertentu. 6. Melakukan pertolongan pertama apabila terjadi gangguan kesehatan sesegera mungkin. 2.5 PROSES MANAJEMEN RISIKO Pemahaman risk management memungkinkan manajemen untuk terlibat secara efektif dalam menghadapi uncertainty dengan resiko dan peluang yang berhubungan dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai tambah. Menurut COSO, proses manajemen resiko dapat dibagi ke dalam 8 komponen (tahap) (1) Internal environment (Lingkungan internal) Komponen ini berkaitan dengan lingkungan dimana instansi Pemerintah berada dan beroperasi. Cakupannya adalah risk-management philosophy (kultur manajemen tentang resiko), integrity (integritas), risk-perspective (perspektif terhadap resiko), risk-appetite (selera atau penerimaan terhadap resiko), ethical values (nilai moral), struktur organisasi, dan pendelegasian wewenang. (2) Objective setting (Penentuan tujuan) Manajemen harus menetapkan objectives (tujuan-tujuan) dari organisasi agar dapat mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola resiko. Objective dapat diklasifikasikan menjadi strategic objective dan activity objective. Strategic objective di instansi Pemerintah berhubungan dengan pencapaian dan peningkatan kinerja instansi dalam jangka menengah dan panjang, dan merupakan implementasi dari visi dan misi instansi tersebut. Sementara itu, activity objective dapat dipilah menjadi 3 kategori, yaitu operations objectives, reporting objectives dan compliance objectives. Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki organisasi yang ada pada seluruh divisi dan bagian haruslah dilibatkan dan mengerti resiko yang dihadapi. Penglibatan tersebut terkait dengan pandangan bahwa setiap pejabat/pegawai adalah pemilik dari resiko. Demikian pula, dalam penentuan tujuan organisasi, hendaknya menggunakan pendekatan SMART dan ditentukan risk appetite and risk tolerance (variasi dari tujuan yang dapat diterima). (3) Event identification (Identifikasi resiko) Komponen ini mengidentifikasi kejadian-kejadian potensial baik yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal organisasi yang mempengaruhi strategi atau pencapaian tujuan dari organisasi. Kejadian tersebut bisa berdampak positif (opportunities), namun dapat pula sebaliknya atau negatif (risks). Terdapat 4 model dalam identifikasi resiko, yaitu exposure analysis, environmental analysis, threat scenario dan brainstorming questions. Salah satu model, yaitu exposure analysis, mencoba mengidentifikasi resiko dari sumber daya organisasi yang meliputi financial assetsphysical assets seperti tanah dan bangunan, human assets yang mencakup pengetahuan dan keahlian, dan intangible assets seperti reputasi dan penguasaan informasi. Atas setiap sumber daya yang dimiliki organisasi dilakukan penilaian resiko kehilangan dan resiko penurunan. seperti kas dan simpanan di bank. (4) Risk assessment (Penilaian resiko) Komponen ini menilai sejauhmana dampak dari events (kejadian atau keadaan) dapat mengganggu pencapaian dari objectives. Besarnya dampak dapat diketahui dari inherent dan residual risk, dan dapat dianalisis dalam dua perspektif, yaitu: likelihood (kecenderungan atau peluang) dan impact/consequence (besaran dari terealisirnya resiko). Penilaian resiko dapat menggunakan dua teknik, yaitu qualitative techniques dan quantitative techniques. Qualitative techniques menggunakan beberapa tools seperti self-assessment (low, medium, high), questionnaires, dan internal audit reviews. Sementara itu, quantitative techniques data berbentuk angka yang diperoleh dari tools seperti probability based, non-probabilistic models (optimalkan hanya asumsi consequence), dan benchmarking. (5) Risk response (Sikap atas resiko) Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian resiko. Risk response dari organisasi dapat berupa, avoidance yaitu dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan resiko, reduction yaitu mengambil langkah-langkah mengurangi likelihood atau impact dari resiko, sharing yaitu mengalihkan atau menanggung bersama resiko atau sebagian dari resiko dengan pihak lain, acceptance yaitu menerima resiko yang terjadi (biasanya resiko yang kecil), dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan. (6) Control activities (Aktifitas-aktifitas pengendalian) Komponen ini berperanan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan (policies) dan prosedurprosedur untuk menjamin risk response terlaksana dengan efektif. Aktifitas pengendalian memerlukan lingkungan pengendalian yang meliputi, integritas dan nilai etika, kompetensi, kebijakan dan praktik-praktik SDM, budaya organisasi, filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen, struktur organisasi, serta wewenang dan tanggung jawab. Dari pemahaman atas lingkungan pengendalian, dapat ditentukan jenis dan aktifitas pengendalian. Terdapat beberapa jenis pengendalian, diantaranya adalah preventive, detective, corrective, dan directive. Sementara aktifitas pengendalian berupa, pembuatan kebijakan dan prosedur, pengamanan kekayaan organisasi, delegasi wewenang dan pemisahan fungsi, serta supervisi atasan. Aktifitas pengendalian hendaknya terintegrasi dengan manajemen resiko sehingga pengalokasian sumber daya yang dimiliki organisasi dapat menjadi optimal. (7) Information and communication (Informasi dan komunikasi) Fokus dari komponen ini adalah menyampaikan informasi yang relevan kepada pihak terkait melalui media komunikasi yang sesuai. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyampaiaan informasi dan komunikasi adalah kualitas informasi, arah komunikasi, dan alat komunikasi. Informasi yang disajikan tergantung dari kualitas informasi yang ingin disampaikan, dan kualitas informasi dapat dipilah menjadi: appropriate, timely, current , accurate, dan accessible. Arah komunikasi dapat bersifat internal dan eksternal. Sedangkan alat komunikasi berupa diantaranya manual, memo, buletin, dan pesan-pesan melalui media elektronik. (8) Monitoring Monitoring dapat dilaksanakan baik secara terus menerus (ongoing) maupun terpisah (separate evaluation). Aktifitas monitoring ongoing tercermin pada aktivitas supervisi, rekonsiliasi, dan aktivitas rutin lainnya. Monitoring terpisah biasanya dilakukan untuk penugasan tertentu. Pada monitoring ini ditentukan scope tugas, frekuensi, proses evaluasi metodologi, dokumentasi, dan action plan. Pada proses monitoring, perlu dicermati adanya kendala seperti reporting deficiencies, yaitu pelaporan yang tidak lengkap atau bahkan berlebihan (tidak relevan). Kendala ini timbul dari berbagai faktor seperti sumber informasi, materi pelaporan, pihak yang disampaikan laporan, dan arahan bagi pelaporan. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai contoh kasus kecelakaan kerja dapat juga berupa kemungkinan terjadi kecelakaan yang dapat membahayakan para pekerja kemudian dikaitkan dengan cara mencegah dan menanggulangi kejadian tersebut melalui proses manajemen risiko. 3.1 KASUS LEDAKAN DI INDUSTRI PERTAMBANGAN Tahun 2007 terjadi kecelakan kerja yang berhubungan dengan proses peledakan di PT Adaro, sebuah tambang batu bara di Kalimantan Selatan. Memang kasusnya tidak terlalu menyita perhatian masyarakat di Indoensia, tapi kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian merupakan suatu kecelakaan yang sangat serius di industri pertambangan. Kasusnya adalah seorang juru ledak meninggal dunia akibat terkena batuan oleh suatu peledakan dari hasil peledakan yang dikelolanya. Tragis memang, sebuah gambaran begitu tidak sempurnanya apa yang telah direncanakan dan apa yang mereka ingin hasilkan dari rencana yang telah dibuatnya. Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lubang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal. Untuk mencegah kejadian tersebut terjadi kembali maka diperlukan adanya manajemen risiko sehingga tidak ada kerugian baik nyawa maupun materi yang terjadi. Berdasarkan proses manajemen risiko itu sendiri, terlebih dahulu perlu mengetahui bagaimana kondisi lingkungan internal di daerah tersebut, setelah itu melakukan penetapan tujuan kemudian mengidentifikasi kemungkinan bahaya yang bakal terjadi di lingkungan itu, penilaian resiko, sikap atas resiko dan aktifitas pengendalian dapat berupa keputusan seperti apa yang mesti diambil oleh manajemen untuk mencegah kejadian tersebut misalnya : memberikan training kepada juru ledak, menjelaskan bagaimana prosedur kerja yang memadai yang sesuai dengan desain peledakannya, memberikan pengatahuan kepada seluruh pekerja mengenai pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan yang membahas mengenai gas-gas yang mudah terbakar/meledak, sumber pemicu ledakan/kebakaran (bukan hanya utuk wilayah pertambangan tapi semua sektor industri). Mengetahui teknik pencegahan ledakan tambang, melalui penyiraman air, pemakaian alatalat pencegahan standar. Tetap saling berbagi informasi dan saling komunikasi antara pekerja dan pihak lain yang lebih tahu atau mencari tahu informasi mengenai pencegahan dan penanggulangan akan risiko yang mungkin terjadi serta monitoring, hal ini dilakukan untuk mengetahui apa saja kendala yang dialami para pekerja di industri pertambangan itu sendiri, dan memantau apakah yang para pekerja lakukan sudah safety dan telah sesuai dengan standar kerja yang sesuai 3.2 KASUS KETERPAPARAN RADIASI Contoh kasus lain yaitu bahaya terpapar radiasi yang lama dapat menimbulkan penyakit kulit bahkan kanker, dalam penanganan kasus ini jika dikaitkan dengan proses manajemen risiko yang tidak berbeda jauh dari contoh sebelumnya yakni perlu dikenali dulu kondisi lingkungan internalnya, melakukan penetapan tujuan apa yang ingin dicapai, kemudian melakukan identifikasi risiko, penilai risiko, sikap atas resiko, aktivitas dan pengendalian yang dapat terjabarkan sebagai berikut : Ada dua type energi radiasi menyebabkan masalah kesehatan yang harus diselesaikan oleh teknisi keselamatan. Pertama energi radiasi panas dari proses seperti pengolahan baja, dan kedua adalah radiasi alpa, beta, gamma yang meningkatkan emisi partikel radioaktif. Kenaikan suhu panas menimbulkan kekejangan, iritasi kulit, dan penyakit psikologi bagi pekerja. Sumber panas biasanya dapat terlindungi atau didaur ulang untuk mengurangi jumlah energi yang dilepaskan. Pendingin udara dan sistem ventilasi mungkin mengurangi masalah sumber panas, dan melindungi peralatan dan pakaian. Sinar gamma memiliki energi yang sangat besar dan dapat menyebabkan masalah bahan radio aktif untuk melindungi terhadap radiasi sinar gamma, perlu membangun sarana konstruksi gedung yang tebal beberapa kaki, sebaiknya sinar alpa dan beta kurang berenergi, dapat dilindungi terhadap lapisan plastik tebal Bagian yang tak terlindungi radiasi energi secara langsung berkaitan dengan waktu. Itu sebabnya mengapa penting untuk mengukur intensitas sumber panas, dan panjang bagian yang terlindungi pada periode intensitas yang telah diketahui. Perlindungan juga dapat berisikan penggunaan kantang atau pengendali jarak jauh yang tak terlindungi mengurangi proporsi jarak setiap persegi. Salah satu masalah besar ialah adanya bahaya penyebaran bahan radiasi yang mencemari. Beberapa substansi memilki umur paruh yang singkat (kekuatan radio aktifnya setengah dari interrval, yang singkat) dan sedikit susah. Yang lainnya memiliki umur paruh yang panjang, mungkin terdiri dari radioaktif yang berbahaya selama 1000 tahun. Untuk mencegah penyebaran bahan berbahaya ini, orang-orang yang bekerja didaerah radioaktif menggunakan sepatu pelindung dan memakai pakaian yang tak dapat dipindahkan dari batas ruangan pakaian. Untuk mencegah bahan radioaktif yang tersembunyi, digunakan alat-alat untuk mengukur rata-ratanya. Ketika radiasi pada tempat yang tersembunyi terjadi, secara individu dapat dicegah dari kembalinya potensi area yang berbahaya hingga dapat dilakukan dengan aman. Penjabaran diatas juga dapat dijadikan informasi bagi para pekerja dan semua aspek yang terlibat dalam proses kerja itu, tetap saling mengkomunikasikan hal tersebut, dan kegiatan monitoring dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dari metode pencegahan yang telah diberikan dan apa kendala dalam penerapannya sehingga diharapkan dapat dilakukan tindakan segera jika memang terjadi sesuatu hal buruk dan kecelekan kerja dapat mencapai zero accident. BAB IV PENUTUP 3.1 KESIMPULAN 1. Risiko adalah ketidakpastian tentang kejadian di masa depan. Manajemen risiko merupakan penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan akitivitas dalam kegiatan identifikasi bahaya, analisa, penilaian, penanganan dan pemantauan serta review risiko. 2. Manajemen risiko kesehatan di tempat kerja mempunyai tujuan: meminimalkan kerugian akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk meningkatkan produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman, memotong mata rantai kejadian kerugian akibat kegagalan. 3. Manfaat penerapan manajemen risiko di tempat kerja untuk meminimalisir kejadian kecelakaan kerja, sehingga pekerja merasa aman dan nyaman dan bekerja, dapat mencegah dan mengambil keputusan dengan segera akan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin akan terjadi. 4. Komponen utama manajemen risiko kesehatan dalam kesehatan kerja adalah penilaian risiko (risk assessment), surveilans kesehatan (health surveillance), dan pencatatan (records). 5. Proses manajemen risiko terdiri atas menganalisis lingkungan internal, menetapkan tujuan, identifikasi resiko, penilaian resiko, sikap atas resiko, aktifitas-aktifitas, pengendalian, informasi dan komunikasi serta monitoring 4.2 SARAN Proses manajemen risiko sangat perlu diterapkan di setiap tempat kerja, sehingga proses kerja dapat lebih produktif dan menguntungkan bagi pihak perusahaan/organisasi itu sendiri dan tentunya dapat terhindar risiko kecelakaan kerja yang dapat membahayakan karyawan. DAFTAR PUSTAKA Anonim.2008.ManajemenRisiko.[Online].http://kesehatandankeselamatankerja.blogspot.com/ 2008/01/manajemen-risiko-untuk-k3.html.[Diakses 6 september 2011] Anonim.2009.DefinisidanManfaatPenerapanManajemenRisiko.[Online].http://jurnalsdm.blo gspot.com/2009/09/manajemenresikodefinisidanmanfaat.html. [Diakses6september2011] Ariagusti.2011.ManajemenRisikoDalamKeselamatan&KesehatanKerja.[Online]. http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemenrisikodalamkeselamatan-dankesehatan-kerja/.[Diakses 6 september 2011] Ariagusti.2011.ManajemenRisikoK3diPerusahaanPertambangan.[Online].http. http://www.dosenkesmas.ManajemenRisikoK3diPerusahaanPertambangan_BlogDosenKeseh atanMasyarakat.html.Diakses29Oktober2011 Ishak,Aulia.2004.ManajemenK3DalamUpayaMeningkatkanProduktivitasKerja. [Online].http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1458/1/industriulia3.pdf.[Diakses29 Oktober2011] Mansyur,Muchtaruddin.2007.ManajemenRisikoKesehatanDiTempatKerja.[Online].http://doc s.google.com/viewer?a=v&q=cache:InJ_9_qznQIJ:indonesia.digitaljournals.org/index.php/id nmed/article/download/534/533+Manajemen+Risiko+Kesehatan+di+Tempat+Kerja.html.%5 BDiakses 6 september 2011] Mulyadi,HendraDicky.2011.ManajemenRisiko.[Online].http://[email protected] om. [Diakses 10 september 2011] Rachmadi.2011.ManajemenResiko(JanganTakutDenganResiko).[Online].http://www.eocom munity.com/showthread.php?tid=16221. [Diakses 10 september 2011] Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Manajemen Risiko Rumah Sakit 27 Sunday Jul 2014 Posted by dietcepatkurus1jrgl in Uncategorized ≈ Leave a comment The keamanan pasien juta baht pelatihan dan manajemen risiko klinis gambar Mei rumah sakit memiliki informasi lebih lanjut untuk keselamatan pasien dan petugas administrasi praktek risiko asosiasi manajemen risiko klinis atau rumah sakit untuk keselamatan pasien dan klinis Eka Hospital Bsd manajemen risiko menyelenggarakan lokakarya tersebut “Rumah sakit keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis” memenangkan koneksi kesalahan pengobatan seperti manajemen risiko manajemen risiko menjadi tanggung jawab dasar pedoman nasional digunakan untuk memprioritaskan perawatan pasien dalam sistem manajemen rumah sakit dan praktik farmasi kelompok keselamatan pasien rumah sakit diakui manajemen risiko dan mulai memanfaatkan kualitas pelayanan buku teks keuangan keperawatan bedah Manajemen rumah sakit PKMK. (cakupan bedah buku google gruendemann Billy fernsebner untuk menghindari risiko peran utama untuk pengelolaan risiko tinggi pengenalan rumah sakit misalnya tidak ada rumah Sakit Otonomi PMPK oleh penulis pada tahun. Manajemen rumah sakit sebagai UGM adalah perencanaan keuangan pengawasan jangka panjang manajemen risiko (Manajemen Risiko dan QPS Jobs Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin (PERMENKES RI dasar RSPCA tidak ada keselamatan pasien) manajemen risiko Rumah Sakit Manajemen Risiko Manajemen manajemen risiko Risiko tujuan pasien safety seperti ensiklopedi pada Manajemen risiko dan Bank Dunia Sekolah produk untuk memenuhi kebutuhan hir tak terduga satu kategori risiko untuk mengatasi University Hospital rumah Sakit dan beberapa Chattanooga memahami Bangkinang Laboratorium manajemen risiko seperti des bekerja sebuah rumah sakit yang merupakan salah satu manajemen risiko rumah sakit dan operasinya. Manajemen risiko merupakan review sistematis dari program medis untuk menjadi Perpustakaan diterbitkan publik lainnya diterbitkan Published Sagung takjub (Jakarta Physical details Xi cm cm Subject (s) Rumah Sakit. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq anduan Manajemen Risiko Rumah Sakit Program kelompok anak anak mirip dengan instruksi manajemen krisis kesehatan yang sangat baik dirancang untuk membimbing rumah sakit pada tahun sebagai akreditasi manajemen risiko ruang operasi rumah sakit surna The mirip dengan jatuh dalam pengoperasian manajemen risiko pemahaman real estate manajemen risiko sangat bergantung pada sudut kelas dan manajemen risiko mirip dengan alasan risiko kantor rumah sakit Banyak membahayakan. Keselamatan untuk menentukan bawah ancaman contohdrama139.sosblogs.com – Blog The first blog : Last posts contohdrama139.sosblogs.com kehidupan mereka dengan contoh dan perawatan pasien sendiri beresiko keselamatan publik manajemen risiko keamanan mirip dengan dalam sebuah sistem dimana risiko RS sehingga administrasi perawatan pasien pelatihan karyawan menghabiskan empat pemimpin pedoman standar Nur Aisyah Bangkinang manajemen risiko profesional dalam pekerjaan serupa dengan des rumah sakit memegang perusahaan manajemen risiko adalah penggunaan yang sistematis dari manajemen Manajemen Risiko risiko rumah sakit ekonomi telah dua minggu lalu telah Manajemen Risiko meluncurkan laporan keselamatan labnik tiga hari CEP Ho mengatakan Mirip pasien memiliki banyak ratus manajemen risiko sebuah gudang data yang terbuka Bank Dunia Dalam manajemen risiko mempersiapkan untuk yang tak terduga. Karena mereka mengetahui kemungkinan dana tersebut tidak mudah untuk mengelola beragam kebutuhan sekolah universitas rumah sakit clinical pathway kesehatan anak Pediatrics Sari mirip dengan dan diukur setiap saat rumah sakit klinis untuk risiko medis lebih lanjut pemimpin bandit fatmawati RS desain Dr berarti Nico Calc untuk membuat program akreditasi seperti disediakan peregangan yang bisa memimpin manajemen risiko penangkaran dpayungi Marcus Tullius Cicero dari Rs PfP dan menjadi dikenal (wajib menyembuhkan karya pasien Information barang baik melalui studi profiling informasi risiko persaingan halaman Web merinci profil bertanggung jawab (ACH) jumlah informacionitmjedisi ponsel pintar dengan cara dengan profil manajemen risiko. Tangan untuk ini untuk apa mencari hasil yang cepat sekarang mulai mencari Manajemen Risiko kehidupan mereka. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Panduan Manajemen Risiko Rumah Sakit Analisis Manajemen Risiko pada nilai transaksi mirip dengan bagaimana menghadapi risiko bahwa dana modal yang tidak diselenggarakan dengan pengelolaan risiko melalui indikator dan analisis yang digunakan selama operasi praktek bisnis atau kedua potongan keluarga pembyaran seperti manajemen risiko cacat sakit akibat kecelakaan dan dukungan lain dari klinik manajemen risiko radiasi berhadapan dengan resiko radiasi klinis harga dukungan rumah sakit Anda dapat mengembalikan barang dengan cara menandatangani halaman dokumen RS pmkp bar Pengertian Archives – 9wiki.NET http://9wiki.net/pengertian/ Gombong biru program sosial Januari Manajemen Risiko dan Peningkatan Kualitas tangan saat ini untuk RS pemberantasan manual dan pedoman untuk perencanaan Rumah. Sakit bencana (hosdip) RSMD Malaikat mirip dengan unit prosedur untuk tugas tugas dasar TSB untuk semua perbaikan berencana Hospital Disaster (alert bencana direncanakan rumah sakit) diatur SOP Organisasi ISO tsb Risk Manager bencana Pelatihan Workshop Januari standar ISO risiko salah satu contoh berikut daerah yang telah dilaporkan telah disetujui rumah sakit Spesies diperkenalkan dan standar akreditasi rumah sakit lain. Pekerjaan pmkp Kelompok bikinhoki mirip dengan bawah naungan rumah sakit dalam rencana untuk meningkatkan kualitas dan keamanan kerangka kerja manajemen risiko pelamar rumah sakit pasien rujukan yang meliputi tiga cara untuk mengelola risiko printer Yamaha ilmu komunikasi mirip dengan Oktober manajemen Risiko adalah metode krisis struktural LPG Gas yang terjadi saat ini adalah contoh dari manajemen risiko biaya pengobatan manajemen risiko rumah sakit satu sistem Asuransi Analisis akses rumah sakit milik rumah sakit merupakan bagian dari jenis properti (sifat tujuan khusus yang mirip dengan rumah. Sakit dalam kaitannya dengan penyewaan model yang teknis hotel tetap menggunakan kartu tujuan teladan Arifin yaitu model lokasi dan bersumpah Adi Heru pmkp manajemen risiko berbasis manajemen Tugas rumah sakit yang modern distrik rumah sakit Kepanjen Kanjuruhan miskin sama dengan Juni Pemimpin. Rumah sakit berpartisipasi dalam pelaksanaan Rencana Umum rumah sakit rujukan untuk risiko yang mencakup tubuh pengetahuan dan manajemen risiko kapasitas manajemen dokter mirip dengan satu Trisnantoro “strategi manajemen program untuk rumah sakit” Gamma Tekan melibatkan melakukan klinik audit kepemimpinan klinis klinis manajemen informasi risk awareness RS harus menetapkan bagaimana memilih manajemen risiko RS Iklan Mengapa ini RS hasil risiko cepat mencari sekarang! Manajemen Risiko Iklan Mengapa hal ini diajarkan untuk mendapatkan akses informasi manajemen risiko mesin pencari secara bersamaan untuk risiko Iklan Mengapa hal ini NOLs Leadership Course pedalaman NOLs! Permintaan katalog gratis manajemen risiko. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Manajemen Risiko Pada Rumah Sakit Posted on July 22, 2014 Contoh kasus manajemen proyek dan resiko (tugas softskill cache mirip okt manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko resiko yang timbul oleh biaya rumah sakit seperti rawat inap pengobatan dan download gratis manajemen risiko klinik download free cache mirip suatu upaya sistematis rumah sakit dalam rangka mengurangi risiko akibat adverse events dan harms pada pasien membuat asuhan pasien lebih internal capacity building manajemen investasi dan manajemen risiko cache mirip dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas manajemen dana manajemen rumah sakit dan analisa manajemen. Resiko keselamatan pasien rumah sakit cache mirip des manajemen risiko rumah sakit adalah kegiatan berupa manajemen risiko identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien martha friska hospital syarat cache mirip anda merujuk pada setiap orang yang mengakses menggunakan situs ini baik risiko terhadap penggunaan situs ini oleh anda menjadi tanggung jawab manajemen rumah sakit martha friska beserta afiliasi dibebaskan dari manajemen strategi rumah sakit pdf jurnal lingkungan hidup cache jul dari manajemen strategis untuk rumah sakit administrasi aplikasi beasiswa rumah sakit tanggung jawab untuk mengelola risiko perusahaan manajemen keuangan rumah sakit midwife carrier duty. Cache mirip mei menggunakan dana rumah sakit atau perusahaan untuk tingkat keuantungan yang disyaratkan pada portfolio dengan risiko rata rata dan manajemen risiko wajib senyum salam sapa sopan plus sabar terhadap pasien cache mei workshop keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis unit maupun instalasi rumah sakit ditugaskan untuk mengikuti workshop kelompok standar manajemen rumah sakit rsj grhasia. Cache apr secara khusus manajemen harus berusaha keras untuk mengurangi dan mengendalikan manajemen risiko bahaya dan risiko mencegah kecelakaan dan panduan manajemen risiko rumah sakit lowongan bank cache jul analisis manajemen risiko pada nilai transaksi mirip dengan bagaimana menghadapi risiko bahwa dana modal yang tidak diselenggarakan. This entry was posted in Uncategorized and tagged Manajemen Risiko Keuangan Internasional, Manajemen Risiko Kredit Perbankan, Manajemen Risiko Operasional Pdf by caramengataskj. Bookmark the permalink. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Manajemen Risiko dan Penerapannya Dalam Kehidupan Sehari-hari Manajemen Risiko Dalam Kehidupan Kita Sekilas Tentang Manajemen Risiko Akhir-akhir ini, kita sering banget denger kata-kata "Risk Management" apalagi yang kerja di bidang Perbankan, karena memang BI (Bank Indonesia) mewajibkan seluruh Bank harus menerapkannya. Saya bukan ahli di bidang itu, walau kebetulan saya bekerja di bagian Risk Management di sebuah Bank Swasta Umum Nasional. Namun menurut saya, Risk Management atau jika dalam bahasa kita diartikan dengan Manajemen Risiko, sangatlah penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Apa sih Manajemen Risiko itu? Secara sederhana Manajemen Risiko adalah pengelolaan risiko, yg terdiri dari 4 kegiatan, yaitu mengidentifikasi event risk, mengukur dampak dan frekuensinya, memitigasi (mencari solusi untuk mencegahnya atau mengantisipasinya) dan monitoring. Sedangkan Risiko itu sendiri dapat kita artikan sebagai bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Atau dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan ketidakpastian, di mana jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas). Dari pengertian Risiko tersebut, maka Event Risk atau 'Kejadian Risiko' dapat kita artikan sebagai suatu kejadian yang dapat menimbulkan risiko. Namun hal yang harus diperhatikan, banyak sekali terjadi kesalahan dalam mengartikan antara kejadian risiko, penyebab dan dampak dari kejadian risiko. Sebagai contoh kecil : Ketika kita sedang berjalan kaki tiba-tiba kita diserempet sebuah motor dan terluka yang mengakibatkan harus mendapatkan perawatan di Rumah Sakit. Manakah yang menjadi event risk? Apakah berjalan kaki, diserempet motor atau di rawat di Rumah Sakit? Menurut saya, event risk atas cerita tersebut adalah "Diserempet Motor", sedangkan berjalan kaki (tidak di trotoar, tidak waspada) adalah sebagai penyebab dan dirawat di Rumah Sakit adalah sebagai akibat. Nah sekarang, mari kita bahas tentang empat tahapan dalam manajemen Risiko : Mengidentifikasi event risk Adalah suatu kegiatan untuk mengumpulkan kejadian-kejadian yang akan atau yang telah terjadi atas suatu aktivitas, baik yang terjadi pada diri/institusi kita maupun yang terjadi pada diri/institusi orang lain, dan dapat atau telah menimbulkan risiko; penyebab serta dampaknya dari event risk tersebut. Sebagai contoh, jika kita ingin menerapkan manajemen risiko pada perjalanan kita ke kantor atau tempat usaha kita. Jakarta yang terkenal dengan keruwetannya di jalan raya ini, tentu saja akan timbul suatu event risk. Nah mari kita identifikasi atas kejadian ini, yang tentu saja berbeda-beda tergantung rumah tinggal kita masing-masing. Namun secara umum kejadian ini dapat kita identifikasi sebagai berikut : Event Risk : Kesiangan/Terlambat. Penyebab : Terjebak macet. Dampak : Mendapat Surat Peringatan yang ujung-ujungnya ke kredibilitas bahkan PHK, kehilangan klien/pelanggan, dan lain sebagainya Mengukur Event Risk Adalah suatu kegiatan untuk memprediksi seberapa besar kemungkinan event risk tersebut terjadi serta seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh event risk tersebut. Untuk contoh diatas maka event risk tersebut dapat kita ukur sebagai berikut : Frekuensi : Jika berdasar penyebab tersebut diatas, maka bisa dikategorikan sebagai "HIGH" karena di Jakarta Macet selalu terjadi dan setiap hari kecuali hari libur. Dampak : Tentu saja jika hal tersebut tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan risiko yang "HIGH" yaitu PHK atau mengalami Bangkrut. Mitigasi Risiko Adalah suatu kegiatan untuk menentukan pencegahan atau solusi pada saat event risk terjadi. Mitigasi Risiko, terdiri dari 4, yaitu : Terima, Kurangi, Alihkan dan Hindari. Terima, adalah suatu solusi dengan cara membuat cadangan kerugian atau membuat Disaster Recovery Plan, karena event risk tersebut tidak bisa dihindari atau solusi yang harus dilakukan lebih mahal daripada dampak yang terjadi. Untuk contoh diatas solusi ini tidak bisa diterapkan. Kurangi, adalah suatu solusi dengan cara melakukan pencegahan, misalnya dengan membuat SOP (Standar Operasional) dalam hal ini aturan yuntuk kita sendiri, misalnya harus bangun lebih pagi sehingga dapat menghindari jam macet atau jika tetap terjebak macetpun, mungkin tidak kesiangan. Alihkan adalah suatu solusi dengan memindahkan risiko tersebut ke pihak lain, untuk contoh tersebut di atas tidak dapat diterapkan. Sedangkan Hindari adalah suatu solusi dengan menghentikan aktivitas tersebut, untuk contoh tersebut diatas adalah dengan pindah rumah yang lebih dekat dengan tempat kerja atau tempat kerja kita yang didekatkan dengan rumah tinggal kita. Monitoring Adalah suatu kegiatan untuk memonitor event-event risk tersebut setelah dilakukan mitigasi. Sebagai contoh tersebut di atas misalnya solusi yang kita ambil adalah 'Kurangi', dimana yang sebelumnya berangkat jam 06.00 maka berangkat 05.30. Kita evaluasi kembali apakah event tersebut tetap ada? jika masih ada apa penyebabnya, apakah masih sama atau ada penyebab yang lain. Masih seberapa besar frekuensi kejadiannya, yang tentu saja berpengaruh kepada dampaknya. Jika masih terjadi maka harus dilakukan mitigasi tambahan, jika tidak maka mitigasi yang dilakukan harus dilakukan secar konsisten. Biasanya mitigasi yang dilakukan terhadap event-event risk tersebut, masih terdapat residual risk (Sisa Risiko), hal ini karena tidak ada tingkat keyakinan yang sampai dengan 100%, maksimal hanya 99%, dimana 1% adalah suatu hal yang diluar dugaan kita sebagai manusia. Sebagai contoh tersebut diatas, walaupun kita sudah menerapkan mitigasi atas hal-hal yang menimbulkan kita di PHK atau mengalami kebangkrutan, namun masih saja ada kemungkinan untuk terjadi misalnya Perusahaan kita Pailit, dan lain sebagainya maka solusi "Terima" untuk Risiko itu harus tetap dilaksanakan yaitu dengan mencadangkan atau menyisihkan pendapatan kita untuk tabungan/Asuransi atau dengan memiliki Penghasilan Sampingan dari. Demikian, pengetahuan yang saya miliki, yang tentu saja sangat sedikit, tentang dasar Manajemen Risiko. Semoga bermanafaat buat kita semua, amiiin. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq qqq Manajemen Resiko Lingkungan (Rumah Sakit) CHECKLIST TENTANG RESIKO KERJA RUMAH SAKIT DIBAGIAN LABORATORIUM 1. Apakah di dalam labortorium menyiapkan tabung penyemprotan untuk kebakaran? a. Ya b. Tidak 2. Apakah ruangan dilengkapi dengan ventilasi udara memenuhi kriteria minimal 10% luas lantai? a. Ya b. Tidak 3. Apakah dalam ruang laboratorium menggunakan pendingin ruang, sepert: AC atau kipas angin? a. Ya b. Tidak 4. Apakah penerangan / pencahayaan dalam laboratorium sesuai dengan besarnya ruangangan dengan intensitas penerangan 60 lux dan tidak menyilaukan mata? a. Ya b. Tidak 5. Apakah pekerja sudah menggunakan APD seperti : jas lab, sarung tangan, masker dll, pada saat bekerja agar bahan kimia yang digunakan tidak mengenai pekerja dan untuk mencegah terjadinya bahaya – bahaya lainnya pada pekerja? a. Ya b. Tidak 6. Bagaimana keadaan APD yang di gunakan, Apakah serasi / sesuai dengan pekerja? a. Ya b. Tidak 7. Apakah kebersihan ruangan atau sanitasi ruangan laboratorium diterapkan? a. Ya b. Tidak 8. Apakah di dalam laboratorium tersedia container khusus untuk menampung limbah laboratorium? a. Ya b. Tidak 9. Apakah container yang sediakan memenuhi syarat container yang baik (kedap air, mempunyai tutup, mempunyai handle, mudah dibawa/diangkat atau dikembalikan, bahannya kuat) ? a. Ya b. Tidak 10. Apakah dicantumkan/ditempelkan peraturan – peraturan untuk petugas laboratorium pada saat bekerja? a. Ya b. Tidak 11. Apakah di ruangan laboratorium terdapat kerusakan fasilitas alat dan keadaan bangunan di dalam ruangan tersebut? a. Ya b. Tidak 12. Apakah Ruangan ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya? a. Ya b. Tidak 13. Apakah lantai laboratorium kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan? a. Ya b. Tidak 14. Apakah tersedia kamar mandi di laboratorium? a. Ya b. Tidak 15. Apakah kamar mandi yang tersedia lantainya kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan? a. Ya b. Tidak 16. Apakah di dalam ruangan laboratorium terdapat tempat cuci tangan? a. Ya b. Tidak QUESIONER TENTANG RESIKO KERJA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT 1. Apakah petugas laboratorium RS tiap 6 bulan sekali dilakukan pemeriksaan kesehatan, agar angka penyakit akibat kerja dapat diminimalisir? .......................................................................................................................................... 2. Apakah dilakukannya pendidikan dan pelatihan, bagi pekerja dan menejemen tentang strategi pencegahan dan peningkatan lingkungan kerja yang ergonomis? .......................................................................................................................................... 3. Apakah hubungan pekerja serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja? .......................................................................................................................................... 4. Apakah ada peraturan – peraturan yang harus dipatuhi untuk pekerja laboratorium pada saat bekerja? .......................................................................................................................................... 5. Apakah tersedia APD untuk pekerja labioratorium Rumah Sakit? .......................................................................................................................................... 6. Apakah pekerja mengetahui dan memahami tentang Kesehatan Keselamatan Kerja/K3? .......................................................................................................................................... 7. Apakah sumber air di laboratorium mudah didapat/dijangkau? .......................................................................................................................................... CHECKLIST TENTANG RESIKO KERJA RUMAH SAKIT DIBAGIAN DAPUR 1. Apakah di dapur menyiapkan tabung penyemprotan untuk kebakaran? a. Ya b. Tidak 2. Apakah ruangan dilengkapi dengan ventilasi udara memenuhi kriteria minimal 10% luas lantai? a. Ya b. Tidak 3. Apakah di dapur tersedia sarana pembuangan asap/cerobong asap untuk pertukaran udara? a. Ya b. Tidak 4. Apakah dalam ruang dapur menggunakan pendingin ruang, sepert: AC atau kipas angin? a. Ya b. Tidak 5. Apakah penerangan / pencahayaan dalam dapur sesuai dengan besarnya ruangangan dengan intensitas penerangan 60 lux dan tidak menyilaukan mata? a. Ya b. Tidak 6. Apakah penjamah makanan mencuci tangan sebelum bekerja? a. Ya b. Tidak 7. Apakah kebersihan atau sanitasi ruangan dapur diterapkan? a. Ya b. Tidak 8. Apakah pekerja sudah menggunakan APD seperti : celemek, sarung tangan, penutup rambut/topi khusus penjamah makanan dll, pada saat bekerja? a. Ya b. Tidak 9. Bagaimana keadaan APD yang di gunakan, Apakah serasi / sesuai dengan pekerja? a. Ya b. Tidak 10. Apakah di dapur terdapat saluran pembuangan limbah yang baik? a. Ya b. Tidak 11. Apakah di dapur tersedia container untuk menampung sampah sesuai dengan jenisnya (sampah Organik dan Anorganik)? a. Ya b. Tidak 12. Apakah container yang sediakan memenuhi syarat container yang baik (kedap air, mempunyai tutup, mempunyai handle, mudah dibawa/diangkat atau dikembalikan, bahannya kuat) ? a. Ya b. Tidak 13. Apakah lantai dapur kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan? a. Ya b. Tidak 14. Apakah tersedia kamar mandi di dapur? a. Ya b. Tidak 15. Apakah kamar mandi yang tersedia lantainya kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan? a. Ya b. Tidak 16. Apakah Ruangan ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya? a. Ya b. Tidak 16. Apakah di ruangan dapur terdapat kerusakan bangunan? a. Ya b. Tidak QUESIONER TENTANG RESIKO KERJA DI DAPUR RUMAH SAKIT 1. Apakah air yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan air di dapur? .......................................................................................................................................... 2. Apakah sumber air di dapur mudah didapat/dijangkau? .......................................................................................................................................... 3. Apakah tersedia pakaian khusus untuk pekerja di dapur? .......................................................................................................................................... 4. Apakah tersedia APD untuk pekerja di dapur Rumah Sakit? ........................................................................................................................................ 5. Apakah hubungan pekerja serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja? .......................................................................................................................................... 6. Apakah pekerja mengetahui dan memahami tentang Kesehatan Keselamatan Kerja/K3? .......................................................................................................................................... Diposkan 28th November 2011 oleh abgershad Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Manajemen Risiko Rumah Sakit Kesehatan Submitted by contohkumpulap7 on Sun, 07/27/2014 - 17:54 Lowongan kerja manajemen rumah sakit indonesia careerjet manajemen risiko id cache mirip semua kerja manajemen rumah sakit indonesia progress group bergerak dalam usaha pengembangan real estate perawatan kesehatan (rumah sakit dan klien dan melakukan studi kelayakan melakukan manajemen risiko dan nilai aspek legal serta manajemen resiko dalam pendokumentasian cache mirip jul politeknik kesehatan dr soepraoenprogram studi keperawatan aspek legal manajemen risiko serta manajemen resiko dalam pdf jurnal kesehatan kartika stikes yani cimahi cache mirip risiko manajemen risiko bahaya dalam kegiatan rumah sakit dalam aspek kesehatan kerja dan pengendalian dan monitioring yang dilakukan oleh pihak manajemen dokumen pmkp palang. Biru gombong sosialisasi program cache sekarang manajemen resiko dan peningkatan mutu berjalan selaras rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan masyarakat tingkat pdf ipc managerial guideline hospitals pdf m) health cache mirip rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya departemen kesehatan lainnya meliputi kualitas pelayanan manajemen risiko clinical download gratis manajemen risiko klinik download free cache mirip suatu upaya sistematis rumah sakit dalam rangka mengurangi risiko akibat pelaksanaan. Meningkatkan kesehatan kesejahteraan manajemen risiko dan keamanan staf rumah sakit jiwa prof dr soerojo magelang berita cache mirip mei pelatihan keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis rumah sakit tersebut telah dicanangkan oleh menteri kesehatan manajemen risiko rumah sakit pdf jurnal kesehatan dan cache mirip kumpulan informasi tentang manajemen risiko rumah sakit pdf klik untuk baca selengkapnya tentang manajemen risiko rumah sakit pdf manajemen resiko lingkungan (rumah sakit) indonesia cache mirip nov. Manajemen resiko lingkungan (rumah sakit) checklist tentang resiko kerja rumah sakit dibagian label kesehatan konsep resiko klinik cache manajemen risiko mirip lingkup manajemen resiko petugas pelayanan kesehatan fasilitas lingkungan keselamatan pasien bisnis ini semua dapat berjalan. Tags: Manajemen Resiko Bank Syariah Manajemen Risiko Operasional Perusahaan Manufaktur Manajemen Risiko Keuangan Perusahaan Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Manajemen Risiko Lingkungan Rumah Sakit Pdf manajemen bencana ppt pusdiklat aparatur cache manajemen resiko manajemen manusia kerusakan lingkungan kerugian harta benda dan plates gt rs) pacific ring fire teori manajemen risiko manajemen risiko ppt cache hanosen pratama manajemen risiko adalah suatu proses essay mimmith pmk tentang penerapan manajemen risiko lingkungan manajemen risiko rumah sakit ditulis oleh redaksi kamis manajemen risiko vionita dhea priscella cache mirip nov manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur dalam hal ini. Dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan teknologi jembatan sekolah rumah kantor polisi dibiayai pejuang pengendali infeksi rumah sakit lindungi pasien cache mirip dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena perlu diterapkan dalam sistem manajemen lingkungan rumah sakit pdf metoda pengajaran manajemen resiko teknologi cache mirip des manajemen resiko sebaiknya tidak hanya berupa teori tetapi mencakup manusia dan lingkungan rekam medis rumah sakit dll pendidikan lingkungan. Hidup lh manajemen risiko cache untuk mengetahui analisa risiko dalam manajemen risiko pada teknisi industri ini digunakan pada mall rumah sakit hotel dan gedung hiro tugiman implementasi audit berbasis risiko dalam mirip dengan manajemen risiko perkembangan lingkungan yang turbulence dan semakin kompleks serta perbedaan pelaksanaan fungsi manajemen risiko oleh masing masing satuan rumah sakit jantung dan pembuluh darah harapan kita (rsjpdhk doc kel rumah sakit cache mirip rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan orang sakit manajemen risiko maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak kajian risiko (risk doc modul mata kuliah tatakelola klinik delivering cache kejadian fatal muncul jika risiko lingkungan tidak dieliminasi meminta pada manajemen untuk meningkatkan kompetensi dan profesi perbaikan mutu dan keselamatan pasien (pmkp) quality cache mirip risiko semacam itudapat muncul dalam proses klinis maupun lingkungan fisik budaya rumah sakit secara proaktif. Mengidentifikasi dan mengurangi risiko yang berkaitan dengan peristiwa yang tidak terduga (manajemen risiko) dan. Le jeudi 31 juillet 2014 à 22h01 dans A Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Makalah Manajemen Resiko Filed under: Uncategorized — Tinggalkan komentar 19/07/2010 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata “Resiko” dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Resiko merupakan bagian dari kehidupan kerja individual maupun organisasi. Berbagai macam resiko, seperti resiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain di jalan, resiko terkena banjir di musim hujan dan sebagainya, dapat menyebabkan kita menanggung kerugian jika resiko-resiko tersebut tidak kita antisipasi dari awal. Resiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Sebagaimana kita pahami dan sepakati bersama bahwa tujuan perusahaan adalah membangun dan memperluas keuntungan kompetitif organisasi. Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan disebut dengan istilah resiko (risk). Dalam beberapa tahun terakhir, manajemen resiko menjadi trend utama baik dalam perbincangan, praktik, maupun pelatihan kerja. Hal ini secara konkret menunjukkan pentingnya manajemen resiko dalam bisnis pada masa kini. Secara umum resiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan di mana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar, dan walaupun mengalami kerugian sangat kecil sekali. Misalnya membeli lotere. Jika beruntung maka akan mendapat hadiah yang sangat besar, tetapi jika tidak beruntung uang yang digunakan membeli lotere relatif kecil. Apakah ini juga tergolong resiko? Jawabannya adalah hal ini juga tergolong resiko. Selama mengalami kerugian walau sekecil apapun hal itu dianggap resiko. Mengapa resiko harus dikelola? Jawabannya tidak sulit ditebak, yaitu karena resiko mengandung biaya yang tidak sedikit. Bayangkan suatu kejadian di mana suatu perusahaan sepatu yang mengalami kebakaran. Kerugian langsung dari peristiwa tersebut adalah kerugian finansial akibat asset yang terbakar (misalnya gedung, material, sepatu setengah jadi, maupun sepatu yang siap untuk dijual). Namun juga dilihat kerugian tidak langsungnya, seperti tidak bisa beroperasinya perusahaan selama beberapa bulan sehingga menghentikan arus kas. Akibat lainnya adalah macetnya pembayaran hutang kepada supplier dan kreditor karena terhentinya arus kas yang akhirnya akan menurunkan kredibilitas dan hubungan baik perusahaan dengan partner bisnis tersebut. Resiko dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan melalui manajemen resiko. Peran dari manajemen resiko diharapkan dapat mengantisipasi lingkungan cepat berubah, mengembangkan corporate governance, mengoptimalkan strategic management, mengamankan sumber daya dan asset yang dimiliki organisasi, dan mengurangi reactive decision making dari manajemen puncak. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Resiko Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyebutkan bahwa manajemen resiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: penilaian resiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi resiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumber daya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko- resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, dan tuntutan hukum). Menurut Vibiznews.com, manajemen resiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur resiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia. Strategi yang dapat digunakan antara lain mentransfer resiko pada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek buruk dari resiko dan menerima sebagian maupun seluruh konsekuensi dari resiko tertentu. Sedangkan menurut COSO, manajemen resiko (risk management) dapat diartikan sebagai “a process, effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, manage risk to be within its risk appetite, and provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives. Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua perusahaan. Proses di mana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat menunjukkan resiko yang terjadi pada suatu aktivitas menuju keberhasilan di dalam masing-masing aktivitas dari semua aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik adalah identifikasi dan cara mengatasi resiko. Sasarannya untuk menambah nilai maksimum berkesinambungan (sustainable) organisasi. Tujuan utama untuk memahami potensi upside dan downside dari semua faktor yang dapat memberikan dampak bagi organisasi. Manajemen resiko meningkatkan kemungkinan sukses, mengurangi kemungkinan kegagalan dan ketidakpastian dalam memimpin keseluruhan sasaran organisasi. Manajemen resiko seharusnya bersifat berkelanjutan dan mengembangkan proses yang bekerja dalam keseluruhan strategi organisasi dan strategi dalam mengimplementasikan. Manajemen resiko seharusnya ditujukan untuk menanggulangi suatu permasalahan sesuai dengan metode yang digunakan dalam melaksanakan aktifitas dalam suatu organisasi di masa lalu, masa kini dan masa depan. Manajemen resiko harus diintegrasikan dalam budaya organisasi dengan kebijaksanaan yang efektif dan diprogram untuk dipimpin beberapa manajemen senior. Manajemen resiko harus diterjemahkan sebagai suatu strategi dalam teknis dan sasaran operasional, pemberian tugas dan tanggung jawab serta kemampuan merespon secara menyeluruh pada suatu organisasi, di mana setiap manajer dan pekerja memandang manajemen resiko sebagai bagian dari deskripsi kerja. Manajemen resiko mendukung akuntabilitas (keterbukaan), kinerja pengukuran dan reward, mempromosikan efisiensi operasional dari semua tingkatan. Definisi manajemen resiko (risk management) di atas dapat dijabarkan lebih lanjut berdasarkan kata kunci sebagai berikut: 1. 1. On going process Manajemen resiko dilaksanakan secara terus menerus dan dimonitor secara berkala. Manajemen resiko bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan sesekali (one time event). 1. 2. Effected by people Manajemen resiko ditentukan oleh pihak-pihak yang berada di lingkungan organisasi. Untuk lingkungan instansi pemerintah, manajemen resiko dirumuskan oleh pimpinan dan pegawai institusi/departemen yang bersangkutan. 1. 3. Applied in strategy setting Manajemen resiko telah disusun sejak dari perumusan strategi organisasi oleh manajemen puncak organisasi. Dengan penggunaan manajemen resiko, strategi yang disiapkan disesuaikan dengan resiko yang dihadapi oleh masing-masing bagian/unit dari organisasi. 1. 4. Applied across the enterprised Strategi yang telah dipilih berdasarkan manajemen resiko diaplikasikan dalam kegiatan operasional, dan mencakup seluruh bagian/unit pada organisasi. Mengingat resiko masingmasing bagian berbeda, maka penerapan manajemen resiko berdasarkan penentuan resiko oleh masing-masing bagian. 1. 5. Designed to identify potential events Manajemen resiko dirancang untuk mengidentifikasi kejadian atau keadaan yang secara potensial menyebabkan terganggunya pencapaian tujuan organisasi. 1. 6. Provide reasonable assurance Resiko yang dikelola dengan tepat dan wajar akan menyediakan jaminan bahwa kegiatan dan pelayanan oleh organisasi dapat berlangsung secara optimal. 1. 7. Geared to achieve objectives Manajemen resiko diharapkan dapat menjadi pedoman bagi organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sasaran dari pelaksanaan manajemen resiko adalah untuk mengurangi resiko yang berbedabeda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi, dan politik. Di sisi lain, pelaksanaan manajemen resiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya entitas manajemen resiko (manusia, staff, organisasi). Dalam perkembangannya resiko-resiko yang dibahas dalam manajemen resiko dapat diklasifikasi menjadi: 1. 2. 3. 4. Resiko Operasional Resiko Hazard Resiko Finansial Resiko Strategis Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan manajemen resiko terintegrasi korporasi (enterprise risk management). Manajemen resiko dimulai dari proses identifikasi resiko, penilaian resiko, mitigasi, monitoring dan evaluasi. a. Mengidentifikasi resiko Proses ini meliputi identifikasi resiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas usaha. Identifikasi resiko secara akurat dan kompleks sangatlah vital dalam manajemen resiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi resiko adalah mendaftar resiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi resiko antara lain: 1. Brainstorming 2. Survey 3. Wawancara 4. Informasi historis 5. Kelompok kerja b. Menganalisa resiko Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran resiko dengan cara melihat seberapa besar potensi terjadinya kerusakan (severity) dan probabilitas terjadinya resiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subjektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa resiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangatlah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen resiko. Kesulitan dalam pengukuran resiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu resiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa resiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak kerusakan (severity) sering kali cukup sulit untuk asset immaterial. 3. Monitoring resiko Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu resiko merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen resiko tidaklah berhenti sampai di sini saja. Praktek, pengalaman, dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu resiko. Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi resiko dan pengukuran resiko untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya resiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu resiko terjadi maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif. 2.2 Konsep Resiko Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Istilah resiko memiliki beberapa definisi. Resiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian, atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Menurut Vaughan (1978) mengemukakan beberapa definisi resiko sebagai berikut: Risk is the chance of loss (resiko adalah kans kerugian) Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga resiko tidak ada. - Risk is the possibility of loss (resiko adalah kemungkinan kerugian). Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif. - Risk is uncertainty (resiko adalah ketidakpastian). Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi resiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua definisi resiko berikut. - Risk is the dispersion of actual from expected results (resiko merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan). Ahli statistik mendefinisikan resiko sebagai derajat penyimpangan sesuatu nilai di sekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata. - Risk is the probability of any outcome different from the one expected (resiko adalah probabilitas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan) Menurut definisi di atas, resiko bukan probabilitas dari suatu kejadian tunggal, tetapi probabilitas dari beberapa outcome yang berbeda dari yang diharapkan. Dari berbagai definisi di atas, resiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Konsep lain yang berkaitan dengan resiko adalah peril dan hazard. Peril merupakan suatu peristiwa yang dapat menimbulkan terjadinya suatu kerugian. Sedangkan hazard merupakan keadaan dan kondisi yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril. Hazard terdiri dari beberapa tipe, yaitu: 1. Physical hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber pada karakteristik secara fisik dari objek yang dapat memperbesar terjadinya kerugian. 2. Moral hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber dari orang yang berkaitan dengan sikap mental, pandangan hidup dan kebiasaan yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril. 3. Morale hazard merupakan suatu kondisi dari orang yang merasa sudah memperoleh jaminan dan menimbulkan kecerobohan sehingga memungkinkan timbulnya peril. 4. Legal hazard merupakan suatu kondisi pengabaian atas suatu peraturan atau perundangundangan yang bertujuan melindungi masyarakat sehingga memperbesar terjadinya peril. Resiko dapat terjadi pada pelayanan, kinerja, dan reputasi dari institusi yang bersangkutan. Resiko yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kejadian alam, operasional, manusia, politik, teknologi, pegawai, keuangan, hukum, dan manajemen dari organisasi. Suatu resiko yang terjadi dapat berasal dari resiko lainnya, dan dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Resiko rendahnya kinerja suatu instansi berasal dari resiko rendahnya mutu pelayanan kepada publik. Resiko terakhir disebabkan oleh faktor-faktor sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dan operasional seperti keterbatasan fasilitas kantor. Resiko yang terjadi akan berdampak pada tidak tercapainya misi dan tujuan dari instansi tersebut, dan timbulnya ketidakpercayaan dari publik. Resiko diyakini tidak dapat dihindari. Berkenaan dengan sektor publik yang menuntut transparansi dan peningkatan kinerja dengan dana yang terbatas, resiko yang dihadapi instansi Pemerintah akan semakin bertambah dan meningkat. Oleh karena itu, pemahaman terhadap resiko menjadi keniscayaan untuk dapat menentukan prioritas strategi dan program dalam pencapaian tujuan organisasi. 2.2.1 Kategori Resiko Resiko dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk : 1. Resiko spekulatif 2. Resiko murni Resiko spekulatif Resiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Resiko spekulatif kadang-kadang dikenal dengan istilah resiko bisnis (business risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya di suatu tempat menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Resiko yang dihadapi seperti ini adalah resiko spekulatif. Resiko murni Resiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila perusahaan menderita kebakaran, maka perusahaan tersebut akan menderita kerugian. Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan kecuali ada kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Resiko murni adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan resiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya resiko murni kadang dikenal dengan istilah resiko yang dapat diasuransikan ( insurable risk ). Perbedaan utama antara resiko spekulatif dengan resiko murni adalah kemungkinan untung ada atau tidak, untuk resiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk resiko murni tidak dapat kemungkinan untung. Kejadian sesungguhnya terkadang menyimpang dari perkiraan. Artinya ada kemungkinan penyimpangan yang menguntungkan maupun merugikan. Jika kedua kemungkinan itu ada, maka dikatakan resiko itu bersifat spekulatif. Sebaliknya, lawan dari risiko spekulatif adalah resiko murni, yaitu hanya ada kemungkinan kerugian dan tidak mempunyai kemungkinan keuntungan. Manajer resiko tugas utamanya menangani risiko murni dan tidak menangani risiko spekulatif, kecuali jika adanya resiko spekulatif memaksanya untuk menghadapi resiko murni tersebut. Menentukan sumber resiko adalah penting karena mempengaruhi cara penanganannya. Sumber resiko dapat diklasifikasikan sebagai resiko sosial, resiko fisik, dan resiko ekonomi. Biaya-biaya yang ditimbulkan karena menanggung resiko atau ketidakpastian dapat dibagi sebagai berikut: 1. Biaya-biaya dari kerugian yang tidak diharapkan 2. Biaya-biaya dari ketidakpastian itu sendiri 2.3 Mengidentifikasi resiko Pengidentifikasian resiko merupakan proses analisa untuk menemukan secara sistematis dan berkesinambungan atas resiko (kerugian yang potensial) yang dihadapi perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan checklist untuk pendekatan yang sistematis dalam menentukan kerugian potensial. Salah satu alternatif sistem pengklasifikasian kerugian dalam suatu checklist adalah; kerugian hak milik (property losses), kewajiban mengganti kerugian orang lain (liability losses) dan kerugian personalia (personnel losses). Checklist yang dibangun sebelumnya untuk menemukan resiko dan menjelaskan jenis-jenis kerugian yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Perusahaan yang sifat operasinya kompleks, berdiversifikasi dan dinamis, maka diperlukan metode yang lebih sistematis untuk mengeksplorasi semua segi. Metode yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 1. Questioner analisis resiko (risk analysis questionnaire) 2. Metode laporan Keuangan (financial statement method) 3. Metode peta aliran (flow-chart) 4. Inspeksi langsung pada objek 5. Interaksi yang terencana dengan bagian-bagian perusahaan 6. Catatan statistik dari kerugian masa lalu 7. Analisis lingkungan Dengan mengamati langsung jalannya operasi, bekerjanya mesin, peralatan, lingkungan kerja, kebiasaan pegawai dan seterusnya, manajer resiko dapat mempelajari kemungkinan tentang hazard. Oleh karena itu, keberhasilannya dalam mengidentifikasi resiko tergantung pada kerja sama yang erat dengan bagian-bagian lain yang terkait dalam perusahaan. Manajer resiko dapat menggunakan tenaga pihak luar untuk proses mengidentifikasikan resiko, yaitu agen asuransi, broker, atau konsultan manajemen resiko. Hal ini tentunya memiliki kelemahan, di mana mereka membatasi proses hanya pada resiko yang diasuransikan saja. Dalam hal ini diperlukan strategi manajemen untuk menentukan metode atau kombinasi metode yang cocok dengan situasi yang dihadapi. BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Kasus Manajemen Asset Berbasis Resiko pada Perusahaan Air Minum Air bersih atau air minum sangat penting artinya bagi kehidupan manusia. Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum II di Denhaag, Belanda tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara. Krisis air dapat saja terjadi di Indonesia apabila pemerintah dan perusahaan air minum tidak dapat secara maksimal mengelola asset utamanya. Berbagai permasalahan yang dihadapi perusahaan air minum saat ini, seperti: tingginya tingkat kebocoran air yang diproduksi, kapasitas produksi yang belum terpakai, biaya operasional/pemeliharaan untuk menghasilkan air bersih setiap meter kubiknya masih lebih tinggi atau sama dengan harga jual air setiap meter kubiknya, belum dapat terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan air minum bersih, baik secara kuantitas maupun kualitas, konflik perebutan air baku yang melintasi dua atau lebih pemerintah daerah, adanya daerah yang tidak menyediakan pengaturan air baku, adanya penggundulan hutan di kawasan daerah aliran sungai, kesulitan keuangan, terbelit hutang yang cukup besar dan tidak mampu membayar hutang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, bahkan tidak sedikit dari perusahaan air minum yang ada, jika ditinjau dari posisi keuangan perusahaan sudah dalam keadaan pailit mencerminkan belum maksimalnya pengelolaan asset utama perusahaan air minum. Bagi perusahaan air minum, infrastruktur air minum merupakan asset utama yang nilainya signifikan. Oleh karena itu, harus dikelola secara baik mulai sejak perencanaan kebutuhan, penyediaan dana, pengadaan asset, pengoperasian, pemeliharaan, hingga pada pemusnahan asset. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, manajemen asset merupakan asset merupakan suatu proses untuk menghasilkan nilai maksimal bagi semua stakeholder perusahaan dari pengelolaan asset fisik yang dimiliki perusahaan, baik untuk kepentingan bisnis maupun kepentingan umum, dengan menyeimbangkan kinerja operasional dari asset dengan biaya siklus hidup dan profil resikonya. Manajemen berbasis resiko lebih menekankan pada proses mengelola asset fisik yang sangat besar dan berhubungan dengan resiko-resiko yang melekat pada proses tersebut dengan melibatkan penerapan proses manajemen resiko terhadap asset utama perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengelola penyebab utama kegagalan pencapaian sasaran perusahaan. Penerapan proses manajemen resiko dapat dilakukan pada seluruh aktivitas bisnis perusahaan air minum atau secara khusus lebih menekankan pada aktivitas manajemen asset perusahaan (setiap aktivitas lifecycle asset management). Tujuan dari diterapkannya proses manajemen resiko adalah tidak hanya untuk memberikan perlindungan dan kesinambungan aktivitas bisnis inti dan jasa yang penting, tetapi juga memenuhi kewajiban hukum; menjaga kesehatan pekerja dan masyarakat; perlindungan lingkungan; beroperasinya dan perlindungan asset pada biaya rendah; dan rencana kontijensi untuk situasi darurat bila terjadi rencana alam. Proses manajemen resiko meliputi tahapan sebagai berikut: a. Mengidentifikasi resiko Resiko merupakan peristiwa yang menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Seluruh resiko yang mungkin terjadi dan berdampak negative bagi perusahaan secara signifikan harus terlebih dahulu diidentifikasi. Pada perusahaan air minum resiko yang mungkin terjadi adalah: 1. Ketidaktersediaan air di sumber air dapat terjadi karena kegagalan pada struktur sumber air, kekeliruan dalam memperkirakan hasil/kapasitas penyimpanan, kualitas sumber air yang tidak memenuhi syarat, dan kegiatan operasional yang tidak tepat. 2. Kehilangan air yang sebenarnya (real loss) dapat terjadi karena adanya penguapan air di tempat penyimpanan (storage evaporation), dan kebocoran (leakage) seperti kebocoran pada pipa jaringan distribusi, dan tempat penyimpanan air/reservoir. 3. Kehilangan air yang jelas terlihat (apparent loss) dapat terjadi karena adanya pengukuran meteran yang tidak akurat (inaccurate metering) seperti alat kalibrasi meteran yang tidak akurat, alat meteran yang sudah tua, alat meteran yang berputar rendah, dan adanya pemakaian air yang tidak terukur dengan meteran (unmetered usage) seperti pemakaian yang tidak dibenarkan (pemakaian untuk irigasi yang tidak illegal, pemakaian hidran yang tidak illegal, sambungan pipa yang tidak illegal) dan pemakaian yang dibenarkan (pemadam kebakaran, pekerjaan jalan, dan taman). 4. Pencemaran lingkungan dapat terjadi karena pembuangan air limbah yang tidak terkendali dari kegiatan pemeliharaan atau kegagalan jaringan pipa. 5. Terganggunya keselamatan dan kesehatan masyarakat pengguna air minum dapat terjadi karena kerusakan peralatan dan tercemarnya sumber air minum/produksi air minum selama pembangunan, pemeliharaan, atau pengoperasian infrastruktur penyedia air. 6. Kenaikan harga asset infrastruktur penyedia air dapat terjadi karena kenaikan tingkat inflasi, kenaikan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah, dan kenaikan harga bahan bakar minyak. 7. Kenaikan tingkat suku bunga pinjaman dapat terjadi karena kondisi perekonomian nasional yang tidak baik. Sedangkan resiko pada tingkatan proses/aktivitas lifecycle asset management yang mungkin terjadi dapat dilihat pada table 1. b. Menganalisis Resiko Setelah seluruh resiko diidentifikasi, maka dilakukan pengukuran tingkat kemungkinan dan dampak resiko. Pengukuran resiko dilakukan setelah mempertimbangkan pengendalian resiko yang ada. Pengukuran resiko dilakukan menggunakan criteria pengukuran resiko secara kualitatif, semi kualitatif, atau kuantitatif tergantung pada ketersediaan data tingkat kejadian peristiwa dan dampak kerugian yang ditimbulkannya. 1. Mengevaluasi Resiko Setelah resiko diukur tingkat kemungkinan dan dampaknya, maka disusunlah urutan prioritas resiko. Mulai dari resiko dengan tingkat resiko tertinggi, sampai dengan resiko terendah. Resiko yang tidak termasuk dalam resiko yang dapat diterima/ditoleransi merupakan resiko yang menjadi prioritas untuk segera ditangani. Setelah diketahui besarnya tingkat resiko dan prioritas resiko, maka perlu disusun peta resiko. d. Menangani Resiko Resiko yang tidak dapat diterima/ditoleransi segera dibuatkan rencana tindakan untuk meminimalisir kemungkinan dampak terjadinya resiko dan personel yang bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana tindakan. Cara menangani resiko berupa memindahkan resiko melalui asuransi dan kontrak kerja kepada pihak ketiga, mengurangi tingkat kemungkinan terjadinya resiko dengan cara menambah/meningkatkan kecukupan pengendalian internal yang ada pada proses bisnis perusahaan, dan mengeksploitasi resiko bila tingkat resiko dinilai lebih rendah dibandingkan dengan peluang terjadinya peristiwa yang akan terjadi. Pemilihan cara menangani resiko dilakukan dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan rencana tindakan lebih rendah daripada manfaat yang diperoleh dari pengurangan dampak kerugian resiko. Seluruh resiko yang diidentifikasi, dianalisis, dievaluasi, dan ditangani dimasukkan ke dalam register resiko yang memuat informasi mengenai nama resiko, uraian mengenai indikator resiko, faktor pencetus terjadinya peristiwa yang merugikan, dampak kerugian bila resiko terjadi, pengendalian resiko yang ada, ukuran tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko setelah mempertimbangkan pengendalian yang ada, dan rencana tindakan untuk meminimalisir tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko, serta personil yang bertanggung jawab melakukannya. e. Memantau Resiko Perubahan kondisi internal dan eksternal perusahaan menimbulkan resiko baru bagi perusahaan, mengubah tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko, dan cara penanganan resikonya. Sehingga setiap resiko yang teridentifikasi masuk dalam register resiko dan peta resiko perlu dipantau perubahannya. 1. Mengkomunikasikan Resiko Setiap tahapan kegiatan identifikasi, analisis, evaluasi, dan penanganan resiko dikomunikasikan/dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan terhadap aktivitas bisnis yang dilakukan perusahaan untuk memastikan bahwa tujuan manajemen resiko dapat tercapai sesuai dengan keinginan pihak yang berkepentingan. Pihak yang berkepentingan berasal dari internal perusahaan (manajemen, karyawan) dan eksternal perusahaan (pemasok, pemerintah daerah/pusat, masyarakat sekitar lingkungan perusahaan, dan konsumen air bersih). Walaupun penerapan proses manajemen resiko pada perusahaan air minum di Indonesia khususnya perusahaan daerah air minum belum ada peraturan hukumnya, namun karena manajemen resiko merupakan praktik terbaik (best practice), maka seharusnya sudah mulai diterapkan secara sistematis, terintegrasi, dan melekat pada setiap aktivitas bisnis perusahaan air minum, khususnya pada aktivitas manajemen asset. Agar manajemen resiko dapat diterapkan dengan baik, maka perlu disiapkan segala infrastruktur manajemen resiko antara lain: pedoman manajemen resiko (kebijakan, pedoman umum, prosedur, dan formulir), struktur organisasi manajemen resiko (tugas, wewenang, tanggung jawab personil untuk melaksanakan manajemen resiko), dan sistem informasi pelaporan/pemantauan pelaksanaan manajemen resiko. BAB 4 SIMPULAN 4.1 Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut: Manajemen asset merupakan aktivitas yang dilakukan oleh manajemen yang tidak terlepas dari resiko. Manajemen asset berbasis resiko lebih menekankan pada proses mengelola asset fisik yang sangat besar dan berhubungan dengan resiko yang melekat pada proses tersebut dengan melibatkan penerapan proses manajemen resiko terhadap asset utama perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengelola penyebab utama kegagalan pencapaian sasaran perusahaan. Penerapan proses manajemen resiko dapat dilakukan pada seluruh aktivitas bisnis perusahaan air minum atau secara khusus lebih menekankan pada aktivitas manajemen asset perusahaan (setiap aktivitas lifecycle asset management). Walaupun penerapan manajemen resiko pada perusahaan air minum di Indonesia khususnya perusahaan daerah air minum belum ada peraturan hukumnya, namun karena manajemen resiko merupakan praktik terbaik (best practice) maka seyogyanya sudah mulai dapat diterapkan secara sistematis, terintegrasi, dan melekat pada setiap aktivitas bisnis perusahaan air minum, khususnya pada aktivitas manajemen asset sehingga tujuan manajemen asset dapat tercapai. Manajemen asset berbasis resiko kiranya dapat menjadi salah satu solusi dalam rangka memaksimalkan pengelolaan asset perusahaan air minum. DAFTAR PUSTAKA http://bppk.depkeu.go.id http://wikipedia.org http://acc.dau.mil http://ahds.ac.uk http://jiscinfonet.ac.uk/infokits/risk-management http://vibiznews.com AS/NZS 4360:2004, Australian/New Zealand Standard Risk Management, Joint Technical Committee OB-007 Risk Management, 31 Agustus 2004. Artikel “Landasan Teori Asset Manajemen”, Website Manajemen Asset, 2007. Artikel “Lifecycle Asset Management” Website Manajemen Asset, 2007. Artikel “Risk Based Enterprise Asset Management”, Capgemini, Website 2007. Artikel “Sumber Daya Air”, Website Bappenas. Artikel “Sumbang Pikir dalam PDAM Rescue”, Kepala Bidang Rencana dan Evaluasi Pusat Pengembangan Investasi BAPEKIN, Website 2007. Artikel “Water Infrastucture”, Website GAO, Maret 2004. Slide “Pengantar Pengelolaan Asset (Infrastruktur)”, Gary Mc Lay, Website, 2 Juni 2006. Darmawi, Herman. Manajemen Resiko. Bumi Aksara, 2005. Chapman, Christy. Bringing ERM into Focus. Internal Auditor, June 2003 Committee of Sponsoring Organization (COSO) of the Treadway Commission. What is COSO: Background and Events Leading to Internal Control-Integrated Framework. 1992 Simmons, Mark. COSO Based Auditing. The Internal Auditor, December 1997 The Institute of Internal Auditors. Internal C Vaughan, Emmet. Fundamental of Risk and Insurance. 2nd, John Willey, 1978 Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq Sumber Hazard (Bahaya) di Tambang dan Tempat Kerja Lain Di tulisan ini sudah diulas mengenai perbedaan antara hazard dan risk. Hazard (bahaya) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada manusia atau kerusakan pada alat atau lingkungan. Sedang risk (resiko) didefinisikan sebagai peluang terpaparnya seseorang atau alat pada suatu hazard (bahaya). Trus apa saja yang dapat menjadi sumber hazard? Berikut adalah macam-macam kategori hazard (Wells, 1996; Plog, 2002; Donoghue, 2004): 1. Physical hazards: suara bising, radiasi, getaran, temperatur 2. Chemical hazards: zat beracun, debu, uap berbahaya 3. Mechanical hazards: mesin, alat-alat bergerak 4. Electrical hazards: arus listrik, percikan bunga api listrik 5. Ergonomic hazards: ruangan sempit, mengangkat, mendorong, pencahayaan buruk 6. Behavioral hazards: tidak mematuhi peraturan, kurangnya ketrampilan kerja 7. Environmental hazards: cuaca buruk, api, berkerja di tempat tak rata 8. Biological hazards: virus, bakteri, jamur, parasit 9. Psychosocial hazards: waktu kerja yang lama, tekanan atasan, trauma Segala macam potensi hazard ini mesti diidentifikasi. Untuk memudahkan pengidentifikasian, ada beberapa macam metode yang dapat digunakan seperti What-If Analysis, Energy Barrier Analysis, dan lainnya. Setelah hazard teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah menilai sejauh mana pengaruhnya terhadap keselamatan karyawan dan keseluruhan operasi. Penilaian ini umumnya menggunakan dua parameter: konsekuansi dari suatu hazard dan kemungkinan frekuensi kejadian. Peringkat paling tinggi akan ditempati oleh hazard yang mampu menimbulkan konsekuensi kerusakan besar dikombinasikan dengan frekuensi kejadian yang sering atau berulang. Hazard atau bahaya jenis ini disebut sebagai critical hazard. Semua critical hazard mesti mendapat perhatian dan penanganan segera. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq makalah manajemen resiko Sunday, 27 January 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata “Resiko” dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Resiko merupakan bagian dari kehidupan kerja individual maupun organisasi. Berbagai macam resiko, seperti resiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain di jalan, resiko terkena banjir di musim hujan dan sebagainya, dapat menyebabkan kita menanggung kerugian jika resiko-resiko tersebut tidak kita antisipasi dari awal. Resiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Sebagaimana kita pahami dan sepakati bersama bahwa tujuan berwirausaha adalah membangun dan memperluas keuntungan kompetitif dalam organisasi. BAB II PEMBAHASAN 1.1 Pengertian Manajemen Resiko Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyebutkan bahwa manajemen resiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman, suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk penilaian resiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi resiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumber daya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko- resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, dan tuntutan hukum). Menurut Vibiznews.com, manajemen resiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur resiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia. Strategi yang dapat digunakan antara lain mentransfer resiko pada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek buruk dari resiko dan menerima sebagian maupun seluruh konsekuensi dari resiko tertentu. Sedangkan menurut COSO, manajemen resiko (risk management) dapat diartikan sebagai “a process, effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, manage risk to be within its risk appetite, and provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives. Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua wirausaha. Proses di mana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat menunjukkan resiko yang terjadi pada suatu aktivitas menuju keberhasilan di dalam masing-masing aktivitas dari semua aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik adalah identifikasi dan cara mengatasi resiko. Sasarannya untuk menambah nilai maksimum berkesinambungan (sustainable) organisasi. Tujuan utama untuk memahami potensi upside dan downside dari semua faktor yang dapat memberikan dampak bagi organisasi. Manajemen resiko meningkatkan kemungkinan sukses, mengurangi kemungkinan kegagalan dan ketidakpastian dalam memimpin keseluruhan sasaran organisasi. Manajemen resiko seharusnya bersifat berkelanjutan dan mengembangkan proses yang bekerja dalam keseluruhan strategi organisasi dan strategi dalam mengimplementasikan. Manajemen resiko seharusnya ditujukan untuk menanggulangi suatu permasalahan sesuai dengan metode yang digunakan dalam melaksanakan aktifitas dalam suatu organisasi di masa lalu, masa kini dan masa depan. Manajemen resiko harus diintegrasikan dalam budaya organisasi dengan kebijaksanaan yang efektif dan diprogram untuk dipimpin beberapa manajemen senior. Manajemen resiko harus diterjemahkan sebagai suatu strategi dalam teknis dan sasaran operasional, pemberian tugas dan tanggung jawab serta kemampuan merespon secara menyeluruh pada suatu organisasi, di mana setiap manajer dan pekerja memandang manajemen resiko sebagai bagian dari deskripsi kerja.Manajemen resiko mendukung akuntabilitas (keterbukaan), kinerja pengukuran dan reward, mempromosikan efisiensi operasional dari semua tingkatan. Definisi manajemen resiko (risk management) di atas dapat dijabarkan lebih lanjut berdasarkan kata kunci sebagai berikut: 1. On going process Manajemen resiko dilaksanakan secara terus menerus dan dimonitor secara berkala. Manajemen resiko bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan sesekali (one time event). 2. Effected by people Manajemen resiko ditentukan oleh pihak-pihak yang berada di lingkungan organisasi. Untuk lingkungan instansi pemerintah, manajemen resiko dirumuskan oleh pimpinan dan pegawai institusi/departemen yang bersangkutan. 3. Applied in strategy setting Manajemen resiko telah disusun sejak dari perumusan strategi organisasi oleh manajemen puncak organisasi. Dengan penggunaan manajemen resiko, strategi yang disiapkan disesuaikan dengan resiko yang dihadapi oleh masing-masing bagian/unit dari organisasi. 4. Applied across the enterprised Strategi yang telah dipilih berdasarkan manajemen resiko diaplikasikan dalam kegiatan operasional, dan mencakup seluruh bagian/unit pada organisasi. Mengingat resiko masing-masing bagian berbeda, maka penerapan manajemen resiko berdasarkan penentuan resiko oleh masing-masing bagian. 5. Designed to identify potential events Manajemen resiko dirancang untuk mengidentifikasi kejadian atau keadaan yang secara potensial menyebabkan terganggunya pencapaian tujuan organisasi. 6. Provide reasonable assurance Resiko yang dikelola dengan tepat dan wajar akan menyediakan jaminan bahwa kegiatan dan pelayanan oleh organisasi dapat berlangsung secara optimal. 7. Geared to achieve objectives Manajemen resiko diharapkan dapat menjadi pedoman bagi organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sasaran dari pelaksanaan manajemen resiko adalah untuk mengurangi resiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi, dan politik. Di sisi lain, pelaksanaan manajemen resiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya entitas manajemen resiko (manusia, staff, organisasi). Dalam perkembangannya resiko-resiko yang dibahas dalam manajemen resiko dapat diklasifikasi menjadi: a) Resiko Operasional b) Resiko Hazard c) Resiko Finansial d) Resiko Strategis Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan manajemen resiko terintegrasi korporasi (enterprise risk management). Manajemen resiko dimulai dari proses identifikasi resiko, menganalisa resiko, monitoring dan evaluasi. a. Mengidentifikasi resiko Proses ini meliputi identifikasi resiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas usaha. Identifikasi resiko secara akurat dan kompleks sangatlah vital dalam manajemen resiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi resiko adalah mendaftar resiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi resiko antara lain: 1. Brainstorming 2. Survey 3. Wawancara 4. Informasi historis 5. Kelompok kerja b. Menganalisa resiko Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran resiko dengan cara melihat seberapa besar potensi terjadinya kerusakan (severity) dan probabilitas terjadinya resiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subjektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa resiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangatlah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen resiko. Kesulitan dalam pengukuran resiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu resiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa resiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak kerusakan (severity) sering kali cukup sulit untuk asset immaterial. c. Monitoring resiko dan evaluasi Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu resiko merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen resiko tidaklah berhenti sampai di sini saja. Praktek, pengalaman, dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu resiko. Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi resiko dan pengukuran resiko untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya resiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu resiko terjadi maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif. 2.1 Konsep Resiko Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Istilah resiko memiliki beberapa definisi. Resiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian, atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Menurut Vaughan (1978) mengemukakan beberapa definisi resiko sebagai berikut: 1. Risk is the chance of loss (resiko adalah kans kerugian) Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga resiko tidak ada. 2. Risk is the possibility of loss (resiko adalah kemungkinan kerugian). Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif. 3. Risk is uncertainty (resiko adalah ketidakpastian). Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi resiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua definisi resiko berikut. 4. Risk is the dispersion of actual from expected results (resiko merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan). Ahli statistik mendefinisikan resiko sebagai derajat penyimpangan sesuatu nilai di sekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata. 5. Risk is the probability of any outcome different from the one expected (resiko adalah probabilitas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan) Menurut definisi di atas, resiko bukan probabilitas dari suatu kejadian tunggal, tetapi probabilitas dari beberapa outcome yang berbeda dari yang diharapkan. Dari berbagai definisi di atas, resiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Konsep lain yang berkaitan dengan resiko adalah peril dan hazard. Peril merupakan suatu peristiwa yang dapat menimbulkan terjadinya suatu kerugian. Sedangkan hazard merupakan keadaan dan kondisi yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril. Hazard terdiri dari beberapa tipe, yaitu: 1. Physical hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber pada karakteristik secara fisik dari objek yang dapat memperbesar terjadinya kerugian. 2. Moral hazard merupakan suatu kondisi yang bersumber dari orang yang berkaitan dengan sikap mental, pandangan hidup dan kebiasaan yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya peril. 3. Morale hazard merupakan suatu kondisi dari orang yang merasa sudah memperoleh jaminan dan menimbulkan kecerobohan sehingga memungkinkan timbulnya peril. 4. Legal hazard merupakan suatu kondisi pengabaian atas suatu peraturan atau perundang-undangan yang bertujuan melindungi masyarakat sehingga memperbesar terjadinya peril. Resiko dapat terjadi pada pelayanan, kinerja, dan reputasi dari institusi yang bersangkutan. Resiko yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kejadian alam, operasional, manusia, politik, teknologi, pegawai, keuangan, hukum, dan manajemen dari organisasi. Suatu resiko yang terjadi dapat berasal dari resiko lainnya, dan dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Resiko rendahnya kinerja suatu instansi berasal dari resiko rendahnya mutu pelayanan kepada publik. Resiko terakhir disebabkan oleh faktor-faktor sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dan operasional seperti keterbatasan fasilitas kantor. Resiko yang terjadi akan berdampak pada tidak tercapainya misi dan tujuan dari instansi tersebut, dan timbulnya ketidakpercayaan dari publik. Resiko diyakini tidak dapat dihindari. Berkenaan dengan sektor publik yang menuntut transparansi dan peningkatan kinerja dengan dana yang terbatas, resiko yang dihadapi instansi Pemerintah akan semakin bertambah dan meningkat. Oleh karena itu, pemahaman terhadap resiko menjadi keniscayaan untuk dapat menentukan prioritas strategi dan program dalam pencapaian tujuan organisasi. 3.1 Kategori Resiko Resiko dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk : 1. Resiko spekulatif Resiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Resiko spekulatif kadang-kadang dikenal dengan istilah resiko bisnis (business risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya di suatu tempat menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Resiko yang dihadapi seperti ini adalah resiko spekulatif. 2. Resiko murni Resiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila perusahaan menderita kebakaran, maka perusahaan tersebut akan menderita kerugian. Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan kecuali ada kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Resiko murni adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan resiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya resiko murni kadang dikenal dengan istilah resiko yang dapat diasuransikan ( insurable risk ). Perbedaan utama antara resiko spekulatif dengan resiko murni adalah kemungkinan untung ada atau tidak, untuk resiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk resiko murni tidak dapat kemungkinan untung. Kejadian sesungguhnya terkadang menyimpang dari perkiraan. Artinya ada kemungkinan penyimpangan yang menguntungkan maupun merugikan. Jika kedua kemungkinan itu ada, maka dikatakan resiko itu bersifat spekulatif. Sebaliknya, lawan dari risiko spekulatif adalah resiko murni, yaitu hanya ada kemungkinan kerugian dan tidak mempunyai kemungkinan keuntungan. Manajer resiko tugas utamanya menangani risiko murni dan tidak menangani risiko spekulatif, kecuali jika adanya resiko spekulatif memaksanya untuk menghadapi resiko murni tersebut. Menentukan sumber resiko adalah penting karena mempengaruhi cara penanganannya. Sumber resiko dapat diklasifikasikan sebagai resiko sosial, resiko fisik, dan resiko ekonomi. Biaya-biaya yang ditimbulkan karena menanggung resiko atau ketidakpastian dapat dibagi sebagai berikut: 1. Biaya-biaya dari kerugian yang tidak diharapkan 2. Biaya-biaya dari ketidakpastian itu sendiri 4.1 Mengidentifikasi resiko Pengidentifikasian resiko merupakan proses analisa untuk menemukan secara sistematis dan berkesinambungan atas resiko (kerugian yang potensial) yang dihadapi perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan checklist untuk pendekatan yang sistematis dalam menentukan kerugian potensial. Salah satu alternatif sistem pengklasifikasian kerugian dalam suatu checklist adalah; kerugian hak milik (property losses), kewajiban mengganti kerugian orang lain (liability losses) dan kerugian personalia (personnel losses). Checklist yang dibangun sebelumnya untuk menemukan resiko dan menjelaskan jenis-jenis kerugian yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Perusahaan yang sifat operasinya kompleks, berdiversifikasi dan dinamis, maka diperlukan metode yang lebih sistematis untuk mengeksplorasi semua segi. Metode yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 1. Questioner analisis resiko (risk analysis questionnaire) 2. Metode laporan Keuangan (financial statement method) 3. Metode peta aliran (flow-chart) 4. Inspeksi langsung pada objek 5. Interaksi yang terencana dengan bagian-bagian perusahaan 6. Catatan statistik dari kerugian masa lalu 7. Analisis lingkungan Dengan mengamati langsung jalannya operasi, bekerjanya mesin, peralatan, lingkungan kerja, kebiasaan pegawai dan seterusnya, manajer resiko dapat mempelajari kemungkinan tentang hazard. Oleh karena itu, keberhasilannya dalam mengidentifikasi resiko tergantung pada kerja sama yang erat dengan bagian-bagian lain yang terkait dalam perusahaan. Manajer resiko dapat menggunakan tenaga pihak luar untuk proses mengidentifikasikan resiko, yaitu agen asuransi, broker, atau konsultan manajemen resiko. Hal ini tentunya memiliki kelemahan, di mana mereka membatasi proses hanya pada resiko yang diasuransikan saja. Dalam hal ini diperlukan strategi manajemen untuk menentukan metode atau kombinasi metode yang cocok dengan situasi yang dihadapi BAB III PENUTUP 1.1 Kesimpulan Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen resiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur resiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia. Manajemen resiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua wirausaha. Proses di mana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat menunjukkan resiko yang terjadi pada suatu aktivitas menuju keberhasilan di dalam masing-masing aktivitas dari semua aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik adalah identifikasi dan cara mengatasi resiko Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq HIRA (Hazard Identification and Risk Assessment) and Sample of HIRA December 30, 2012 by helmidadang Dalam upaya K3, basis dasarnya adalah loss control dan loss prevention. Keduanya berbasis pada hal yang sama yaitu: manajemen risiko K3. Risiko K3 sendiri muncul dari adanya hazards. Hazard(s) didefinisikan sebagai “source, situation, or act with a potential for harm in terms of human injury or ill health, or a combination of these”. Dari definisi ini juga terlihat bahwa risiko yang dimanage termasuk risiko kesehatan (risiko terhadap terjadinya ‘ill health’). Ill health sendiri didefinisikan sebagai “identifiable, adverse physical or mental condition arising from and/or made worse by a work activity and/or work-related situation”. Dalam konteks ini maka risiko yang dibahas adalah potensi penyakit yang muncul akibat pekerjaan atau yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan. Namun sayangnya, dalam proses hazard identification and risk assessment, risiko kesehatan masih menjadi anak tiri. Misalnya saja ketika melakukan HIRA mengenai pengoperasian mesin pemotong rumput, maka risiko yang diidentifikasi akan berfokus kepada terkena blade, terpantul kerikil. Namun jarang yang mengidentifikasi risiko munculnya gangguan neuromuscular pada tangan akibat hazard: hand arm vibration; atau munculnya hearing loss akibat hazard: noise. Pada dasarnya Health Risk Assessment (HRA) secara konsep sama dengan HIRA Safety secara umum. Jadi dengan menilai kombinasi likelihood dan consequence suatu potensi ill health yang diakibatkan oleh suatu hazard. Yang membedakannya hanyalah pendekatan terhadap hazards. Dalam safety, hazards muncul dari faktor elektrik, mekanis, kinetis, dll. Sedangkan aspek kesehatan hazards dilihat sebagai faktor fisika, biologi, kimia, ergonomic, dan psikososial. Kemudian dalam pendekatan terhadap risiko potensi yang terjadi pada safety, yang diidentifikasi adalah ‘cedera atau injury’ yang muncul bersifat akut sedangkan pada kesehatan, yang diidentifikasi adalah ‘gangguan fungsi atau munculnya suatu penyakit’ sehingga lebih bersifat ‘long-term’. Pada HIRA, memang dibutuhkan satu hal yang lebih spesifik yaitu kemampuan menilai ‘proses interaksi antara manusia dengan alat, material, dan lingkungannya’. Pada HIRA prosesnya dimulai dengan melakukan ‘desk study’ terhadap proses kerja yang ada di tempat kerja. Pada tahap ini assessor melakukan identifikasi yang bersifat ‘forecast’ terhadap pekerjaan yang ada di tempat kerja. Assessor melakukan document review termasuk terhadap blueprint fasilitas, prosedur kerja, dan material safety data sheet atas bahan-bahan yang dipakai. Fase ini dikenal juga sebagai tahap ‘anticipation’. Tahap berikutnya adalah melakukan ‘recognition’ di tempat kerja untuk melakukan identifikasi dan konfirmasi atas hazard yang diidentifikasi pada fase sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan melakukan ‘walk trough survey’ di tempat kerja dengan melakukan penelusuran secara sistematik di tempat kerja. Pada kondisi ini, assessor harus mengidentifikasi : ‘what’-apa saja hazard yang ada di tempat kerja, ‘who’-siapa saja yang terpapar hazard ini, ‘when’-kapan dan seberapa lama paparan dapat terjadi, ‘where’- dimana bahaya muncul dan dimana paparan akan terjadi ‘how’- bagaimana paparan itu terjadi Kemudian tahap berikutnya adalah melakukan ‘evaluasi’ terhadap risiko dengan menilai nilai ambang batas. Penilaian bisa dilakukan dengan cara langsung yaitu mengukur terhadap ‘dose’ hazard yang diterima personel dengan alat ukur, atau dengan cara matematis yaitu dengan melakukan perhitungan berdasarkan NAB yang telah ditetapkan. Setelah melakukan hal ini dilakukan maka langkah berikutnya adalah tahap menentukan langkah-langkah pengendalian dan penanggulangan yang akan dijalankan. Pendekatannya dapat menggunakan hirarki control sebagaimana pada HIRA Safety yaitu: Eliminasi, Substitusi, Engineering, Administration, dan PPE. Namun fokusnya diarahkan kepada tiga hal yaitu: Pengendalian di tempat asal hazard (‘source’) Pengendalian di jalur atau mode paparan (‘exposure’) Pengendalian pada orang yang terpajan (‘host’) Setelah melakukan hal ini langkah berikutnya dalah dengan melakukan komunikasi dan konsultasi hasil HIRA ini kepada semua pihak terkait dengan focus kepada bagaiaman pekerja mengenali bahaya ini, risiko apa yang dihadapi, dan bagaimana cara penanganannya. Proses komunikasi dapat dilakukan dengan menempatkan rambu dan marka, label dan tanda terkait dengan bahaya dan risiko ini. Kemudian langkah terakhir adalah dengan melakukan monitor dan review terhadap pelaksanaan langkah control, hazards yang ada di tempat kerja, dan dampak yang muncul pada karyawan. Dengan melakukan proses HIRA ini seperti di atas, maka risiko-risiko kesehatan dapat diidentifikasi, dikendalikan, dan ditanggulangi jauh sebelum memunculkan dampak yang merugikan kesehatan pekerja. Karena penyakit akibat kerja akan menghasilkan kecacatan menetap yang sulit disembuhkan dan mengganggu fungsi social pekerja dalam jangka panjang. Qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq