Uploaded by ratnawidyaningsih999

MAKALAH ROMAN INGARDEN

advertisement
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB
I
PENDAHULAN
1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................2
1.2 PERUMUSAN MASALAH................................................................... 2
1.3 TUJUAN PENULISAN.......................................................................... 2
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 ROMAN INGARDEN ............................................................................ 3
2.2 STRATA NORMA ROMAN INGARD….............................................. 3
2.3 ANALISIS PUISI STRATA NORMA ROMAN INGRDEN …............ 4
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN............................................................................................ 18
SARAN........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puisi sebagai sebuah karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya.
Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat puisi itu adalah struktur yang
tersusun dari bermacam-macam unsur dan saran-saran kepuitisan. Dapat pula puisi dikaji dari
jenis-jenis atu ragam-ragamnya mengingat bahwa ada banyak ragam puisi. Begitu juga puisi
dapat dikaji dari sudut kesejarahannya, mengingat bahwa sepanjang sejarahnya, dari waktu
ke waktu puisi selalu ditulis dan dibaca orang.
Meskipun demikian orang tidak dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa
mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna,yang mempunyai
arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna, maka dari itu puisi harus dianalis
sehingga dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata. Untuk menganalisis
puisi, puisi sesumgguhnya harus dimengerti sebagai struktur norma-norma. Pengertian norma
ini menurut Rene Welek (1968:50-151) jangan dikacaukan dengan norma-norma klasik,
etika, ataupun politik. Norma itu harus dipahami sebagai norma implisit yang harus ditarik
dari setiap pengalaman individu karya sastra.
Karya sastra itu tidak hanya merupakan satu sistem norma, melainkan terdiri dari
beberapa strata (lapis) norma. Rene Welek mengemukakan analisis Roman Ingarden, seorang
filsuf Polandia, di dalam bukunya Das Literarische kunstwerk (1931) ia menganalisis normanorma sebagai berikut ; lapis norma yang pertama lapis bunyi, lapis norma yang kedua lapis
arti, lapis norma yang ketiga lapis objek, lapis norma keempat lapis dunia, dan lapis norma
kelima lapis metafisis.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Siapakah Roman Ingarden?
2. Apakah Pengertian kelima lapis norma menurut Roman Ingarden?
3. Bagaimana analisis strata norma Roman Ingarden?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang Roman Ingarden
2. Memahami pengertian kelima lapis norma Roman Ingarden.
3. Mengetahui cara menganalisis puisi berdasarkan strata norma Roman Ingarden
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Roman Witold Ingarden lahir pada 5 Februari 1893 di Krakow. Ingarden adalah fenomenolog
realis, dia tidak menerima idealisme transendental Husserl. Ingarden adalah salah satu yang
paling terkenal dengan ontologists fenomenologisnya, karena ia berusaha untuk
menggambarkan struktur ontologis dan negara menjadi berbagai objek didasarkan pada fitur
penting dari setiap pengalaman yang bisa memberikan pengetahuan tersebut.
Awalnya dia belajar matematika dan filosofi di Lvóv, dan pada 1912 pergi ke Gottingen
untuk belajar Filsafat pada Edmund Husserl. Husserl menganggap Ingarden salah seorang
muridnya yang terbaik, dan keduanya tetap berhubungan erat sampai kematian Husserl pada
tahun 1938. Ketika Husserl menerima jabatan di Freiburg, Ingarden mengikutinya,
mengirimkan disertasinya “Intuition und Intellekt bei Henri Bergson” pada tahun 1917, di
mana dia menerima gelar Ph.D. pada tahun 1918, dengan Husserl sebagai direktur.
Setelah mengirimkan disertasinya, Ingarden kembali ke Polandia untuk sisa karir
akademisnya. Pertama dia mengajar Matematika, Psikologi dan Filsafat di sekolah
menengah. Ingarden direkomendasikan sebagai Essentiale Fragen tahun 1925 dan menarik
perhatian dalam dunia filsafat berbahasa Inggris. Dengan penerbitan Habilitationschrift-nya,
Ingarden diangkat sebagai Privatdozent Universitas Jan Kazimierz di Lvov. Dimana ia
dipromosikan menjadi Profesor pada 1933. Karyanya yang paling terkenal adalah “The
Literaty Work of Art”, yang pertama kali diterbitkan (1931, dalam bahasa Jerman), diikuti
oleh “Cognition of the Literaty work” (1936, dalam bahasa Polandia). Karir akademiknya
diputus dari 1941-1944, ketika universitas ditutup karena perang, dan diam-diam dia
mengajar filsafat di universitas serta mengajar matematika kepada anak-anak sekolah
menengah di sebuah panti asuhan. Pada tahun 1945 ia pindah ke Universitas Jagellonian di
Krakóv. Setelah pensiun tahun 1963, ia terus menulis, menerbitkan karya seperti “The
Ontology of the Work of Art” (1962) dan Experience, Artwork and Value (1969). Ingarden
meninggal mendadak karena pendarahan otak pada tanggal 14 Juni 1970.
2.2 Strata norma Roman Ingarden
Roman Ingarden menganalisis norma-norma sebagai berikut :
2.2.1 Lapis norma pertama adalah lapis bunyi
4
Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar itu ialah rangkaian bunyi yang
dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Tetapi suara itu bukan hanya suara tak
berarti. Sesuai dengan konvensi bahasa, disusun begitu rupa sehingga menimbulkan arti.
Lapis bunyi haruslah ditunjukan pada bunyi-bunyi atau pola bunyi yang bersifat istimewa
atau khusus, yaitu yang diperguanakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni. Lapis
bunyi itu menjadi dasar timbulnya lapis kedua.
2.2.2 Lapis norma kedua adalah lapis arti
Berupa rangkain fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat. Semuanya itu merupakan
satuan arti. Rangkaian satuan-satuan arti menimbulkan lapis ketiga.
2.2.3 Lapis norma ketiga adalah lapis objek
Berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang
berupa cerita atau lukisan.
2.2.4 Lapis norma keempat adalah lapis dunia
Yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tidak perlu dinyatakan, tetapi
terkandung dalamnya. Sebuah peristiwa dalam sastra dapat dikemukakan atau dinyatakan
“terdengar” atau “terlihat”.
2.2.5 Lapis norma kelima adalah lapis metafisis
Berupa sifat-sifat metafisis yang sublim, tragis, mengerikan atau menakutkan, dan
yang suci. Dengan sifat-sifat ini seni dapat memberikan renungan kepada pembaca.
2.3
Analisis Puisi Teori Roman Ingarden
Puisi(sajak) merupakan sebuah struktur yang kompleks, maka untuk memahaminya perlu
dianalisis sehingga dapat diketahui bagian- bagian serta jalinannya secara nyata. Roman
Ingarden membagi elemen-elemen puisi menjadi dua lapis norma yaitu lapis “dunia” yang
dipandang dari titik pandang tertentu yang tak perlu dinyatakan, tetapi terkandung dalamnya
(implied). Sebuah peristiwa dalam sastra dapat dikemukakan atau dinyatakan “terdengar”
atau “terlihat”, bahkan peristiwa yang sama, misalnya suara jederan pintu, dapat
memperlihatkan aspek “luar” atau “dalam” watak.
Lapis metafisis, berupa sifat- sifat metafisis (yang sublim, yang tragis, mengerikan atau
menakutkan, dan yang suci), dengan sifat- sifat ini seni dapat memberikan renungan atau
kontenplasi (kepada pembaca). Akan tetapi, tidak setiap karya sastra dalamnya terdapat lapis
metafisis seperti itu.
Untuk lebih menjelaskan mengenai analisis teori puisi Roman Ingarden akan saya analisis
puisi dengan judul Asa, Jangan Bawa Kupu-Kupu ke Sekolah.
5
Asa, Jangan Bawa Kupu-Kupu ke Sekolah
Jimat Kalimasadha
Asa, jangan bawa kupu-kupu itu ke sekolah
Nanti sayapnya patah
Nanti hilang warnanya indah
Asa, jangan bawa jangkrik itu ke sekolah
Nanti riang suaranya hilang
Nanti teriaknya jadi serak
Asa, jangan bawa kalajengking itu ke sekolah
Nanti sengatnya tak punya bisa
Nanti sakitnya tak berasa
Ayo, kembalikan saja ke rumahnya
Biar hidup bahagia seperti kita
Bersama ibu, ayah, dan saudaranya
Ayo, lepaskan saja mereka
Hidup bebas merdeka
Meramaikan belantara raya
a. Lapis Suara (Sound Stratum)
Sajak tersebut berupa satuan- satuan suara : suara suku kata, kata, dan barangkali merupakan
seluruh bunyi (suara) sajak itu : suara frase dan suara kalimat. Jadi lapis bunyi dalam sajak itu
ialah semua satuan bunyi yang berdasarkan konvensi bahasa tertentu, disini bahasa
Indonesia. Hanya saja dalam puisi pembicaraan lapis bunyi haruslah ditujukan pada bunyibunyi atau pola bunyi yang bersifat istimewa atau khusus, yaitu yang dipergunakan untuk
mendapatkan efek puitis atau nilai seni.
Pada bait ke-1 ada asonansi a ; pada baris ke-2 ada asonansi a dan i ; di bait ke-3 ada asonansi
a dan e ; di bait ke-4 ada asonansi i dan a ; di bait ke-5 ada asonansi e dan a. Jadi yang paling
dominan dalam puisi Asa, Jangan Bawa Kupu-Kupu ke Sekolah asonansinya adalah a (Asa,
jangan bawa kalajengking itu ke sekolah).
b. Lapis Arti (Units of Meaning )
Satuan terkecil berupa fonem. Satuan fonem berupa suku kata dan kata. Kata bergabung
menjadi kelompokmkata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita. Itu semua merupakan
satuan arti.
6
Dalam bait pertama, “Asa, jangan bawa kupu-kupu itu ke sekolah” Asa dilarang membawa
kupu-kupu ke sekolah karena jika kupu-kupu itu dibawa ke sekolah nanti sayapnya akan
patah, dan akan hilang warnanya yang indah. Pada bait kedua “Asa, jangan bawa jangkrik itu
ke sekolah” Asa dilarang membawa jangkrik ke sekolah karena jika jangkrik dibawa ke
sekolah riang suara jangkrik akan hilang, dan teriak suara jangkrik menjadi serak. Di bait
ketiga “Asa, jangan bawa kalajengking itu ke sekolah” Asa, dilarang membawa kalajengking
ke sekolah karena jika Asa membawa kalajengking, kalajengking akan menjadi lemah “nanti
sengatnya tak punya bisa, nanti sakitnya tak berasa”. Pada bait keempat “Ayo, kembalikan
saja ke rumahnya. Biar hidup bahagia seperti kita. Bersama ibu, ayah, dan saudaranya” Asa
diperintahkan agar mengembalikan hewan-hewan tersebut ke habitat aslinya, karena hanya di
habitat aslinya mereka dapat hidup bahagia. Seperti manusia, hewan juga memiliki keluarga
atau kelompok yang dapat membuat mereka nyaman. Bait kelima “Ayo, lepaskan saja
mereka. Hidup bebas merdeka. Meramaikan belantara raya” Asa diperintahkan untuk
melepaskan kupu-kupu, jangkrik, kalajengking agar mereka dapat hidup bebas dan tetap
lestari untuk meramaikan alam.
c. Lapis Ketiga
Lapis satuan arti menimbulkan lapis ketiga, berupa objek-objek yang dikemukakan, latar,
pelaku, dan dunia pengarang, Objek-objek yang dikemukakan: kupu-kupu, jangkrik,
kalajengking.
Pelaku atau tokoh: Asa, kita. Latar waktu: waktu saat berangkat ke sekolah. Latar tempat:
sekolah, belantara raya.
Dunia pengarang adalah ceritanya, yang merupakan dunia yang diciptakan oleh si pengarang.
Ini merupakan gabungan dan jalinan antara objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku,
serta struktur ceritanya (alur); seperti berikut.
Seseorang memerintahkan pada Asa agar tidak membawa kupu-kupu, jangkrik, kalajengking
ke sekolah karena sekolah bukanlah tempat yang cocok untuk hewan-hewan tersebut. Asa
diperintahkan agar mengembalikan kupu-kupu- jangkrik, kalajengking ke habitat aslinya
karena hanya di habitat aslinyalah hewan tersebut dapat hidup bahagia dan dapat lestari terus
meramaikan alam raya.
d. Lapis Keempat
Lapis “dunia” yang tak usah dinyatakan, tetapi sudah implisit, tampak sebagai berikut:
Dipandang dari susut pandang tertentu dimana Asa adalah suatu harapan, harapan dari
pengarang agar kita tidak semena-mena terhadap makhluk hidup lain seperti dalam puisi
digambarkan dengan hewan kupu-kupu, jangkrik, dan kalajengking. Membuat kehidupan
7
mereka bahagia bukanlah dengan cara menangkapnya dan memelihara mereka semau kita,
akan tetapi membuat mereka bahagia adalah melestarikan khidupannya dengan cara
memberikan mereka kebebasan untuk tetap pada habitat aslinya.
e. Lapis Kelima
Lapis kelima adalah lapis metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam
sajak ini lapis itu berupa rasa khawatir pengarang mengenai kehidupan hewan-hewan yang
semakin lama semakin banyak yang punah karena ulah manusia.
DERAI-DERAI CEMARA
Cemara menderai sampai jatuh
Terasa hari akan jadi malam
Ada beberapa dahan di tingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
Audah berapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
Sebelum pada akhirnya kita menyerah
a.
Lapis suara
misalnya pada bait:
Aku sekarang orangnya bisa tahan
Sudah beberapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini
Dalam bait ini terdapat asonasi a dan i.karena pada umumnya dalam sajak itu bunyi-bunyi
yang dominan adalah vocal suara a,I dan ,seperti pada bait tersebut yang difungsikan oleh
penyair untuk menyatakan ketidakmampuan dia menghadapi kenyataan yang akan datang.
8
b.
Lapis arti
Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
Ada beberapa dahan di tingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam
Yang artinya adalah kesadaran akan perjalanan hidup yang selalu akan berakhir dan tak dapat
dipungkiri bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini
Yang artinya adalah tentang menghadapi kenyataan hidup yang sangat pedih, aku sekarang
orangya bisa tahan artinya si aku sekarang bisa tahan menghadapi kenyataan seperti ini,
sudah berapa waktu bukan kanak lagi, artinya si aku sudah dewasa dan tidak seperti anakanak lagi.
Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
Sebelum pada akhirnya kita menyerah
Bait ketiga yang artinya hidup hanya menunda kekalahan, berarti hidup yang hanya pasrah
menunggu kegagalan.
c.
Lapis dunia
Bait pertma kalau dikaitkan dengan larik-larik sebelumnya, seolah-olah mencitrakan sebuah
kehidupan si Aku yang mulai lelah. Dengan simbol-simbol seperti dahan, yaitu bagian tubuh
manusia yang mulai lemah dengan kiasan merapuh. Simbolik malam akan mengimajinasikan
pada kesunyian, tempat sedang orang istirahat, dan akhir dari sebuah kehidupan; telah
dimanfaatkan si penyair untuk sebuah proses kematangan. Bait kedua dan ketiga
menunjukkan rasa keterasingan; sedangkan kata 'jauh' menunjukkan jarak yaitu angan-angan
masa kanak-kanak yang cemerlang penuh harapan di masa yang akan datang, tetapi
kenyataannya hidup ini penuh penderitaan. Sehingga kata jauh lebih tepat daripada kata
terasing.
d.
Lapis objek
Objek objek yang ada dalam puisi ini adalah : aku, pohon cemara, angin, dahan, cinta, dan
sekolah.
9
Pelaku atau tokoh : aku
Latar waktu : malam hari
Latar tempat : rumah
e.
Lapis metafisis
Pada puisi ini adalah kesadaran akan perjalanan hidup yang selalu akan berakhir dan tak
dapat dipungkiri bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.
TAMAN
Taman punya kita bedua
Tak lebar luas, kecil saja
Satu tak kehilangan lain dalamnya
Bagi kau dan aku cukuplah
Taman kembangnya tak berpuluh warna
Padang rumputnya tak berbanding permadani
Halus lembut dipijak kaki
Bagi kita bukan halangan
Karena
Dalam taman punya berdua
Kau kembang,aku kumbang
Aku kumbang, kau kembang
Kecil, penuh surya taman kita
tempat merenggut dari dunia dan ‘nusia
a.
Lapis suara
Di dalam puisi Taman Chairil Anwar menggunakan sajak yang tidak beraturan. Kau
kembang, aku kumbang,aku kumbang kau kembang, terdapat asonansi a dan i.
b.
Lapis arti
Taman punya kita bedua
Tak lebar luas, kecil saja
Satu tak kehilangan lain dalamnya
Bagi kau dan aku cukuplah
10
Berarti rumah yang sederhana, meskipun kecil tetapi cukup lah untuk si aku dan kekasihnya
berdua hidup bahagia .
Padang rumputnya tak berbanding permadani
Halus lembut dipijak kaki
Bagi kita bukan halangan
Lantai rumah itu tak berbanding dengan permadani meskipun begitu, tetap halus di pijakan
oleh aku dan kekasihnya.
Dalam taman punya berdua
Kau kembang,aku kumbang
Aku kumbang, kau kembang
Kecil, penuh surya taman kita
tempat merenggut dari dunia dan ‘nusia
di dalam rumah yang sederhana itu hanya ada sii aku dan kekasihnya, disana lah tempat
mereka membagi suka dan duka dan sampai akhir matinya.
c.
Lapis dunia
Di dalam puisi tergambarkan dunia pengarang yang bahagia penuh dengan keharmonisan di
dalam sebuah kesederhanaan hidup.
d.
Lapis objek
Di dalam puisi terdapat objek, kau, taman, permadani, padang rumput.
Pelaku : aku
Latar tempat : rumah.
e.
Lapis metafisis
Dalam sajak ini lapis metafisis tidak ada.
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gudang, rumah tua pada cerita
Tiang serta temal. Kapal, perahu tiada berlaut
Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam
Ada juga kelepak elang
Menyinggung muram,desir hari lari berenang
11
Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
Dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi aku sendiri berjalan
Menyisir semenanjung, masih pengap harap
Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
Dari pantai keempat,sedu penghabisan bisa terdekap
a.
Lapis suara
Di dalam bait pertama terdapat sajak aa-bb. Dalam bait kedua sajak tidak beraturan, dan di
bait ketiga sajaknya ab-ab.
b.
Lapis arti
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gudang, rumah tua pada cerita
Tiang serta temal. Kapal, perahu tiada berlaut
Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Bait pertama berarti mengisahkan tentang kematian yang semakin mendekat, tiada lagi yang
mencari perlindungan,hanya ada sepi.
Gerimis mempercepat kelam
Ada juga kelepak elang
Menyinggung muram,desir hari lari berenang
Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
Dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Bait kedua berarti mengundang kemuraman, kematian yang membuat kesunyian.
Tiada lagi aku sendiri berjalan
Menyisir semenanjung, masih pengap harap
Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
Dari pantai keempat,sedu penghabisan bisa terdekap
Bait ketiga pelaku masi berharap, dan akhirnya kematian yang berujung kesedihan yang tidak
pernah di ketahui siapapun.
c.
Lapis dunia.
Dunia Chairil Anwar dalam puisi tersebut menggambarkan sesuatu pengharapan yang sia-sia,
kesuraman ,kesunyian, dan berujung dengan sebuah kematian dan kesedihan.
12
d.
Lapis objek
Objek di dalam puisi yaitu : cinta,gudang, rumah tua, kapal, pantai.
Pelaku : aku
Latar tempat : pantai
Latar waktu : senja
e.
Lapis metafisis
Dalam puisi tersebut lapis metafisinya adalah ketragisan hidup manusia yang telah berusaha
dengan harapan-harapan yan g tidak pasti yang berujung dengan kematian.
KABAR DARI LAUT
Aku memang benar tolol ketika itu
Mail pula membikin hubungan dengan kau
Lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu
Berujuk kembali dengan tujuan biru
Ditubuhku ada luka sekarang
Bertambah lebar juga mengeluar darah
Di bekas dulu kau cium nafsu dan garang
Lagi akupun sangat lemah serta menyerah
Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi
Pembatasan Cuma tambah menyatukan kenang
Dan tawa gila pada whisky tercermin tenang
Dan kau? apakah kerjamu sembahyang dan memuji
Atau diantara mereka juga terdampar
Burung matipagi hari di sisi sangkar?
a.
Lapis suara
Dalam puisi bait pertama ada aliterasi u, aku dan itu. Bait pertama dan kedua menggunakan
sajak ab-ab, dan bait berikutnya sajak tidak beraturan. Bait terakhir ada aliterasi i yang
berturur-turut, mati, pagi, hari, di sisi.
13
b.
Lapis arti
Aku memang benar tolol ketika itu
Mail pula membikin hubungan dengan kau
Lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu
Berujuk kembali dengan tujuan biru
Berarti mengisahkan kekasih yang telah pergi bersama orang lain, dan akhirnya kembali
dengan harapan-harapan yang biru.
Ditubuhku ada luka sekarang
Bertambah lebar juga mengeluar darah
Di bekas dulu kau cium nafsu dan garang
Lagi akupun sangat lemah serta menyerah
Bait kedua berarti mengisahkan tentang luka yang menjalar keseluruh tubuh karena
kekecewaannya,dan masa lalu yang mebuatnya terlena dengan kebohongan dari kekasihnya .
c.
Lapis dunia
Lapis dunia pengarang di dalam puisi adalah dunia yang bercampur dengan kekecewaan dan
kesedihan. Dan si aku menuai luka yang disebabkan oleh orang yang telah menyakitinya.
d.
Lapis objek
Objek di dalam puisi : mail, kau, aku, luka, tubuh, darah, whisky
Pelaku : aku
e.
Lapis metafisis
Di dalam puisi lapis metafisis adalah kekecewaan yang berakhir luka yang mengeluarkan
darah .
HAMPA
Kepada sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak
Lurus kaku pohonan. Tak Bergerak
14
Sampai ke puncak. Sepi memangut
Tak satu kuasa melepas renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
a.
Lapis suara
Bait pertama ada aliterasi e, mendesak, menekan. Sajaknya tidak beraturan. Bait terakhir ada
aliterasi i berturut-turut, ini, menanti, jadi, mencekik .
b.
Lapis arti
Arti dari keseluruhan bait adalah si aku yang menanti kekasihnya. Dan sampai akhirnya tetap
menanti.
c.
Lapis dunia
Dunia sia aku adalah dunia yang di balit oleh kerinduan yang mendalam kepada si sri
kekasihnya .
d.
Lapis objek
Aku, sri, pohon, dan udara.
Pelaku: aku
e.
Lapis metafisis
Lapis metafisis di dalam puisi tidak di paparkan.
PARIS JANVIER
Oleh : Sitor Situmorang
Di udara dingin mengaum sejarah
Bening seperti es membatu di hati
Ada taman menari di siang hari
Yang luput dari tangkapan malam rebah
15
Di dasar sungai mengendap malam baru
Mengiang di telinga pekik pemburu
Antara senja dan malam
Merentang luka yang dalam
Inilah Paris, kota penyair
Gua segala yang terusir
Laut lupakan sesah
Dalam dekapan satu wajah
Terbawa dari segala mata angin
Berdiang pada cinta, terlalu ingin
Kelupaan sebuah kota
Di mana duka berwujud manusia
Dan bahagia pada manusia tak punya
(1953)
a.
Lapis suara
Sajak tersebut berupa satuan- satuan suara yang meliputi suara suku kata, suara kata, suara
frase hingga suara kalimat. Jadi lapis bunyi dalam sajak itu ialah semua satuan bunyi
berdasarkan suatu konvensi bahasa tertentu, dalam sajak ini adalah bahasa Indonesia. Pada
analisis bunyi, haruslah ditujukan pada bunyi-bunyi atau pola bunyi yang bersifat istimewa
atau khusus, yaitu yang dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni.
Pada puisi Paris Janvier ini, di bait pertama penyair menggunakan pola bunyi –a dengan
aspiran h pada kata terakhir baris pertama dan keempat yaitu kata “sejarah” dan “rebah”
demikian juga juga bunyi–i pada kata terakhir baris kedua dan ketiga yaitu “hati” dan “hari”.
Asonansi bunyi a dengan aspiran h dan bunyi i tanpa aspiran menyiratkan keadaan yang
hening dan dingin.
Pada bait kedua, penyair memakai asonansi bunyi u tanpa aspiran yaitu pada kata “baru” dan
“pemburu” serta bunyi a dengan aspiran m pada kata “malam” dan “dalam”. Di bait
selanjutnya, kombinasi bunyi yang terlihat adalah bunyi i dengan aspiran r pada kata
“penyair” dan “terusir” serta bunyi a dengan aspiran h yaitu “sesah” dan “wajah”. Pada bait
terakhir sajak ini, penyair kembali menggunakan asonansi bunyi i dan a, namun disisipi
aspiran r pada bunyi i, yaitu kata “angin” dan “ingin”. Sedangkan bunyi a tanpa aspiran
16
tampak pada tiga baris terakhir sajak ini, ini dibuktikan dengan kata “kota”, “manusia” dan
“punya”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bunyi yang mendominasi sajak Paris Janvier ini
adalah bunyi i dan a.
b.
Lapis arti
Satuan terkecil berupa fonem. Satuan fonem berupa suku kata dan kata. Kata bergabung
menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita. Itu semua merupakan
satuan arti. Sedangkan lapis arti terbagi dalam kosa kata, citraan, dan sarana retorika. Tiap
fonem dalam puisi memiliki arti. Fonem berkembang menjadi kata, kata menjadi frase,
kemudian menjadi kalimat hingga membentuk sebuah bait yang memiliki arti.
Pada bait pertama puisi tersebut melukiskan suasana yang dingin dan hening. Dalam hal ini
penyair sedang mencoba bernostalgia dengan masa lalu yang masih terkenang di hatinya
maupun yang telah dilupakannya. Suasana yang terkandung dalam sajak ini adalah suasana
yang membuat penyair rindu pada sesuatu.
Di udara dingin mengaum sejarah
Bening seperti es membatu di hati
Ada taman menari di siang hari
Yang luput dari tangkapan malam rebah
Pada bait kedua puisi ini dapat disimpulkan bahwa penyair telah mengalami pengalaman
batin yang mengingatkan dia pada sesuatu yang menyakitkan dan menyisakan luka.
Di dasar sungai mengendap malam baru
Mengiang di telinga pekik pemburu
Antara senja dan malam
Merentang luka yang dalam
Pada bait ketiga puisi ini menegaskan bahwa si penyair sedang berada di kota Paris yang
merupakan kota tempat segalanya bisa terjadi, yang merupakan kota tujuan semua yang ingin
hidup dan tujuan semua yang dicampakkan hidup. Bahwa semua bermuara ke Paris. Penulis
juga menegaskan bahwa segala potret kehidupan disana telah menjelma menjadi satu wajah
yaitu Paris.
Inilah Paris, kota penyair
Gua segala yang terusir
Laut lupakan sesah
Dalam dekapan satu wajah
Pada baris terakhir sajak ini, penyair mencoba bercerita bahwa Paris merupakan kota tujuan
semua manusia yang ingin mengadu nasib. Dari manusia diselimuti duka dan keprihatinan
17
maupun manusia yang tidak pernah bahagia. Dalam hal ini misalnya gelandangan dan
sebagainya. Seolah Paris adalah sebuah kota metropolitan yang kejam dan menjadi samudra
dari segala muara.
Terbawa dari segala mata angin
Berdiang pada cinta, terlalu ingin
Kelupaan sebuah kota
Di mana duka berwujud manusia
Dan bahagia pada manusia tak punya
c.
Lapis dunia
analisis objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku dan dunia pengarang. Cerita atau dunia
yang diciptakan oleh imajinasi pengarang adalah bahwa si pengarang sedang terbawa oleh
suasana kota Paris yang menurutnya adalah kota yang menggambarkan seluruh potret
kehidupan. Paris yang menjadi magnet bagi seluruh sektor kehidupan di Eropa bahkan
mungkin dunia. Dalam sajak ini, ia melukiskan bahwa Paris telah melewati sejarah yang
panjang hingga menjadi seperti sekarang. Sementara latar terjadinya peristiwa perenungan itu
adalah malam hari dalam suasana yang dingin dan hening. Objek-objek yang dikemukakan
adalah udara, es, taman, sungai, telinga, pemburu, gua, laut, kota dan manusia.
d.
Lapis objek
analisis lapis dunia yang implisit. Yaitu dunia yang dipandang dari sudut pandang tertentu
misalnya dipandang dari objek-objek yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa dunia
yang dikemukakan adalah dunia malam di Paris yang kejam. Terjadi pada musim dingin yang
mungkin berada di rentang bulan November hingga Januari.
e.
Lapis metafisis
analisis lapis metafisika. Lapis ini berupa pandangan hidup atau filsafat yang terdapat di
dalamnya. Dalam ilmu filsafat, metafisis adalah abstraksi yang menangkap unsur-unsur
hakiki dengan menyampingkan unsur-unsur lain. Sementara dalam karya sastra, metafisis
merupakan lapis terakhir dalam strata norma yang dapat memberikan kontemplasi di dalam
karya sastra yang dikaji.
18
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Ingarden lahir di Kraków, Austria-Hungaria, pada tanggal 5 Februari 1893. Dia pertama kali
belajar matematika dan filsafat di Lwów bawah Kazimierz Twardowski, kemudian pindah ke
Göttingen untuk belajar filsafat di bawah Edmund Husserl. Dia dianggap oleh Husserl untuk
menjadi salah satu siswa terbaik dan disertai Husserl ke Freiburg, di mana pada tahun 1918
Ingarden diserahkan disertasi doktornya dengan Husserl sebagai direktur.
Analisisi strata norma dimaksud untuk mengetahui semua unsur karya sastra yang ada.
Dengan demikian, akan dapat diketahui unsur-unsur pembentuknya dengan jelas. Analisis
strata norma Roman Ingarden dapat dikatakan hanya analisis puisi secara formal saja,
menganalisis fenomena-fenomena saja..
Roman Ingarden membagi elemen-elemen puisi menjadi beberapa lapis, yaitu makna, dunia
rekaan yang diciptakan pengarang, point of view yang berkaitan dengan masalah penyikapan,
dan metafisis.
3.2
Saran
Sebagai mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia harus mampu memahami dan
mengkaji tentang teori puisi Roman Ingarden untuk mengetahui apa makna suatu puisi. Puisi
mengenalkan dan menyebar luaskan kesusastraan bangsa indonesia yang dibuat oleh para
penyair-penyair yang sudah mengharumkan nama bangsa, berkat dari karya-karya terbaik
mereka. Dan semuanya itu dapat menjadi sumber inspirasi bagi penyair-penyair baru untuk
dapat menciptakan karya-karya seperti yang telah diciptakan dari para pendahulunya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Djoko Pradopo, Rachmat. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Pers.
Guido Küng.2010.Roman Ingarde (Stanford Enclycopedia of Philosoph
Wijaya, Sastra. : kumpulan-kumpulan puisi, penerbit grafika mulia,2010
Pradopo,rahmat djoko. :pengkajian puisi, penerbit gadjah madauniversity press, 2010
20
21
Download